TAHAP PRODUKSI DAN PASKA PRODUKSI FILM DOKUMENTER TENTANG KEHIDUPAN SUKU SAKAI DI RIAU MENGGUNAKAN TEKNIK SINEMATOGRAFI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TAHAP PRODUKSI DAN PASKA PRODUKSI FILM DOKUMENTER TENTANG KEHIDUPAN SUKU SAKAI DI RIAU MENGGUNAKAN TEKNIK SINEMATOGRAFI"

Transkripsi

1 TAHAP PRODUKSI DAN PASKA PRODUKSI FILM DOKUMENTER TENTANG KEHIDUPAN SUKU SAKAI DI RIAU MENGGUNAKAN TEKNIK SINEMATOGRAFI TUGAS AKHIR Oleh : Abdul Razak Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Program Diploma IV PROGRAM STUDI TEKNIK MULTIMEDIA DAN JARINGAN JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA POLITEKNIK NEGERI BATAM BATAM 2015

2 HALAMAN PENGESAHAN Tahap Produksi dan Paska Produksi Film Dokumenter Tentang Kehidupan Suku Sakai di Riau Menggunakan Teknik Sinematografi Oleh : Abdul Razak Tugas Akhir ini telah diterima dan disahkan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan di PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK MULTIMEDIA JARINGAN POLITEKNIK NEGERI BATAM Batam, Januari 2015 Disetujui oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, MEYTI EKA APRIYANI,M.T NIK: HAPPY YUGO PRASETIYA,S.Sn NIK: ii

3 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini, saya : NIM : Nama : Abdul Razak Adalah mahasiswa Teknik Multimedia Jaringan Politeknik Negeri Batam yang menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul: Tahap Produksi dan Paska Produksi Film Dokumenter Tentang Kehidupan Suku Sakai di Riau Menggunakan Teknik Sinematografi Disusun dengan: 1. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain 2. Tidak melakukan pamalsuan data 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebut sumber asli atau tanpa ijin pemilik Jika kemudian terbukti terjadi pelanggaran terhadap pernyataan di atas, maka saya bersedia menerima sanksi apapun termasuk pencabutan gelar akademik. Lembar penyataan ini juga memberikan hak kepada Politeknik Negeri Batam untuk mempergunakan, mendistribusikan ataupun memproduksi ulang seluruh hasil Tugas Akhir ini. Batam, Januari 2015 Abdul Razak NIM i

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, dan hidayah-nya, peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul Tahap Produksi dan Paska Produksi Film Dokumenter tentang Kehidupan Suku Sakai di Riau Menggunakan Teknik Sinematografi. Film dokumenter ini bertujuan sebagai media penyampai informasi kepada khalayak tentang kehidupan suku sakai di Riau kepada penonton. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang sudah memberikan kesempatan ruang dan waktu sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini, 2. Kepada kedua orang tua yang senantiasa mendukung baik moril maupun materil, 3. Ibu Meyti Eka Apriyani, MT.selaku pembimbing pertama Tugas Akhir, 4. Bapak Happy Yugo Prasetia, S.selaku pembimbing kedua Tugas Akhir, 5. Bapak Ari Wibowo, MT selaku pengampu Tugas Akhir, 6. Bapak Dr.Priyono Eko Sanyoto, selaku Direktur Politeknik Negeri Batam, 7. Bapak/Ibu Dosen program studi Teknik Multimedia dan Jaringan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi peneliti, 8. Teman-teman seperjuangan Teknik Multimedia dan Jaringan angkatan 2011 yang memberikan semangat. Dalam penulisan ini, penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, guna penyempurnaan selanjutnya. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengembangkan kedepannya. Batam, Januari 2015 Peneliti iv

5 ABSTRAK Penelitian yang berjudul Tahap Produksi dan Paska Produksi Film Dokumenter Tentang Kehidupan Suku Sakai di Riau Menggunakan Teknik Sinematografi ini, di latarbelakangi oleh banyaknya sineas Indonesia yang berminat membuat film dokumenter, di lihat dari diselenggarakannya ajang-ajang kompetisi film dokumenter seperti FFD (festifal film dokumenter), ProDokumenter (Project Dokumenter) dan Eagle Award. Teori dan konsep pendekatan film dokumenter dianggap mampu mempertengahkan realita visual secara sederhana dan apa adanya. Untuk itu peneliti ingin melakukan pendekatan yang bersifat observasi ini utamanya ingin merekam kejadian secara spontan, natural dan tidak dibuat-buat tentang realita kehidupan Suku Sakai di Riau yang selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Banyak cerita dan versi yang berbeda mengenai asal usul Suku Sakai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengenalkan kepada penonton tentang kehidupan Suku Sakai di Riau melalui film dokumenter yang menggunakan teknik sinematografi dalam tahap produksi film yang berjudul Sepenggal Harapan Suku Sakai ini. Kemudian dilanjutkan pada penyelesaian akhir dari produksi yaitu tahap paska produksi. Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif, menggunakan pendekatan kuantitatif, sehingga dapat dianalisa menggunakan statistik deskriptif dengan tujuan menggambarkan tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada 100 orang audiens dari berbagai kalangan, sehingga memperoleh penilaian Sangat Layak untuk film dokumenter ini. Hasil dari proses desain ini adalah film dokumenter berdurasi 30 menit diharapkan mampu menjadi media penyampaian informasi yang efektif sehingga pembaca dan penonton lebih mengenal dan mencintai adat, budaya dan tradisi Indonesia yang merupakan hal yang menjadi prioritas dalam muatan film dokumenter ini. Keyword: Film Dokumenter, Suku Sakai, Riau, Sinematografi v

6 ABSTRACT The Research entitled Stage of Production and Post Production of a Documentary Film about The Life of Sakai in Riau Using a Technique of Cinematography is, in the background by many cinematographes Indonesia who are interested to make a documentary film, in the view of the venue of the events competition documentaries such as FFD (Documentary Film Festival), ProDokumenter (Project Documentary) and the Eagle Award. Theory and concept of the documentary approach was considered capable of displaying in a simple and visual reality for what it is. For that researchers want to do is approach these observations mainly want to record spontaneous events, natural and not contrived about the reality of life tribe of Sakai in Riau that had often characterized as isolated groups living moving in the jungle. Many stories and different versions of the origin of The Sakai. The purpose of this study is to introduce to the audience about the lives of the tribe of Sakai in Riau through documentary film which uses the technique of cinematography in the stage production of the film entitled "Piece of the Sakai Clan Hope" it. Then proceeded on a final settlement of the production phase of post production. This type of research is evaluative research, uses quantitative approach, so it can be analyzed using descriptive statistics with the aim of describing without intending to make general conclusions applicable to or generalization. Data collection was carried out through a questionnaire that was distributed to an audience of 100 people from various backgrounds, so obtaining judgments "Very viable" for the documentary. The result of this design process is the duration of the 30-minute documentary is expected to be an effective information delivery media so that readers and viewers know and love their customs, culture and traditions of Indonesia which is the thing that becomes a priority charge in this documentary. Keyword: Documentary Film, Tribe of Sakai, Riau, Cinematography vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN PENGAJUAN SEMINAR TUGAS AKHIR... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tahap Produksi Film Tahap Paska Produksi Pengertian Sinematografi dan film Sinematografi Jenis-Jenis Film Film Dokumenter Film Pendek Film Panjang Film Dokumenter Tentang Suku Sakai Metodologi Penelitian Pengertian Metodologi penelitian Jenis Penelitian Subyek Penelitian (Populasi, Sampel, dan Sampling) Teknik Pengumpulan Data vii

8 Metode Analisis Data BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Survey atau Hunting Analisis Masalah Metodologi Subjek dan Objek Penelitian Subjek Penelitian Objek Penelitian Pengumpulan atau Pengukuran Data dan Study Eksisting Pengumpulan atau Pengukuran Data Study Eksisting Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik Pengolahan Data Teknik Analisis Data Perancangan Film Dokumenter Pra Produksi Tahap Produksi Tahap Paska Produksi BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Tahap Produksi dengan Teknik Sinematografi Framing Angle Kamera Shot Size (Ukuran Gambar) Pergerakan Kamera Komposisi Paska Produksi Capturing Editing (Melalui Non Linear Editing) Rendering Mastering BAB V PENGUJIAN Karakteristik Audiens Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan Pekerjaan viii

9 5.2. Hasil Analisa Data Berdasarkan variabel Penelitian Berdasarkan Informasi/Pesan dari Film Berdasarkan Visual Berdasarkan Audio BAB VI PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS ix

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Extreme Long Shot... 9 Gambar 2.2. Long Shot... 9 Gambar 2.3. Medium Long Shot Gambar 2.4. Medium Shot Gambar 2.5. Medium Close Up Gambar 2.6. Close Up Gambar 2.7. Big Close Up Gambar 2.8. Extreme Close Up Gambar 2.9. Two Shot Gambar Group Shot Gambar Over Shoulder Shot Gambar Suku Sakai Gambar 3.1. Permukiman Suku Sakai Gambar 3.2. Screenshot Antara budaya dan sepenggal harapan Gambar 3.3. Screenshot kehidupan, Hutan, Suku Baduy Gambar 3.4. Bagan Sruktur Produksi Dan Paska Produksi Gambar 3.5. Contoh Storyboard (Reporter berjalan dipinggir kota) Gambar 3.6. Kamera Subyektif Gambar 3.7. Kamera Objektif Gambar 3.8. Kamera point of view Gambar 3.9. Low Angle Gambar High Angle Gambar Normal atau Eye Angle Gambar Frog Eye Angel Gambar Long Shot Gambar Medium Shot Gambar Close Up Gambar Over Shoulder Shot Gambar Pergerakan kamera Pan Gambar Pergerakan kamera Tilting Gambar Capturing x

11 Gambar Editing Adobe Premiere Pro CS Gambar Proses Rendering Adobe Premiere Pro CS Gambar Mastering menggunakan DVD Gambar 4.1. Wawancara Bapak Batin Musa Gambar 4.2. Wawancara bapak H. Jatim Gambar 4.3. Capturing Gambar 4.4. Editing Adobe Premiere Pro CS Gambar 4.5. Proses Rendering Adobe Premiere Pro CS Gambar 4.6. Cover DVD film Sepenggal Harapan Suku Sakai Gambar 5.1. Diagram Pie Karakteristik Audiens berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 5.2. Diagram Pie Karakteristik Audiens Berdasarkan Pekerjaan Gambar 5.3. Diagram Pie Tanggapan Audiens Berdasarkan Pesan/Informasi dari Film Gambar 5.4. Diagram Pie Tanggapan Audiens Berdasarkan Visual dari Film Gambar 5.5. Diagram Tanggapan Audiens Berdasarkan Audio dari Film xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Analisis SWOT Tabel 3.2. Personil Kru dan Tanggung Jawab Pekerjaan Tabel 4.1. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.2. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.3. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.4. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.5. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.6. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.7. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.8. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 4.9. Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif ` pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai xii

13 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai xiii

14 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 5 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 5 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai xiv

15 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 5 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai xv

16 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Medium Shot pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Close Up pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Over Shoulder Shot pada Sequence 13 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai. 128 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Right pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Right pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Tilt Up pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Tilt Up pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Tilt Down pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Outpada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai xvi

17 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom In pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom In pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 5.1. Karakteristik Audiens Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2. Karakteristik Audiens Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.3. Tanggapan Audiens Berdasarkan Pesan/Informasi dari Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 5.4. Tanggapan Audiens Berdasarkan Visual pada Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel 5.5. Tanggapan Audiens Berdasarkan Visual pada Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai xvii

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Film semakin berkembang dari masa ke masa, demikian pula jenis film itu sendiri juga ikut berkembang. Salah satu jenis film yaitu film dokumenter. Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata dokumenter kembali digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Banyaknya sineas Indonesia yang berminat membuat film dokumenter, di lihat dari diselenggarakannya ajang-ajang kompetisi film dokumenter seperti FFD (festifal film dokumenter), ProDokumenter (Project Dokumenter) dan Eagle Award. Teori dan konsep pendekatan film dokumenter dianggap mampu mempertengahkan realita visual secara sederhana dan apa adanya, karena dapat mempertahankan atau menjaga spontanitas aksi dan karakter sesuai realita (Gerzon 2008:15). Pendekatan yang bersifat observasi ini utamanya ingin merekam kejadian secara spontan, natural dan tidak dibuatbuat. Itu sebabnya, pendekatan ini menekankan pada kegiatan shooting yang informal tanpa tata lampu khusus ataupun persiapan-persiapan yang telah dirancang sebelumnya. Kekuatan mereka adalah kesabaran untuk menunggu kejadian-kejadian yang signifikan berlangsung di hadapan kamera. Salah satu film dokumenter yang bagus adalah Satu Harapan karya Yuli Andari hal ini terbukti dengan diraihnya penghargaan South to South Festival Award di jakarta pada tahun Terinspirasi dari karya Yuli Andari peneliti tertarik untuk membuat film dokumenter tentang komunitas asli atau pedalaman yang hidup di daratan Riau. Mereka selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Banyak cerita dan versi mengenai asal usul Suku Sakai, menurut beberapa catatan sejarah suku Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua. Menurut versi cerita lain orang Sakai berasal dari Pagaruyung dan Batusangkar. Oleh 1

19 karena itu penulis termotivasi untuk mengenal lebih dekat dan lebih dalam suku Sakai di Riau yang merupakan suku nenek moyang masyarakat Riau yang merupakan tempat asal dan tanah kelahiran peneliti sendiri. Peneliti ingin mempertengahkan realita visual secara sederhana dan apa adanya, karna dapat mempertahankan atau menjaga spontanitas aksi dan karakter sesuai realita suku Sakai, melalui dokumenter expository peneliti ingin menyampaikan informasi atau pesan kepada penonton melalui presenter sebagai orang ketiga antara penonton dan masyarakat suku Sakai dalam bentuk narasi melalui rangkaian gambar yang bergerak yang di sebut dengan istilah sinematografi. Sinematografi merupakan bentuk produk teknologi audiovisual pertama yang memadukan unsur audio dan visual gerak. Visual gerak, berupa lambang-lambang komunikasi visual yang disajikan dengan metode Fotografi yaitu tanpa cahaya, maka tak ada gambar. Bentuk komunikasi tersebut dapat berupa tampilan visual secara verbal maupun non verbal yang mengandung nilai estetik, artistik, maupun dramatik. Sedangkan unsur audio berperan besar untuk memperjelas maupun mempertegas pesan informasi maupun komunikasi yang terkandung pada unsur visual sinematografi, tidak seperti gambar diam yang dapat ditafsirkan sendiri oleh yang melihatnya (satu gambar mewakili seribu kata), suatu karya sinematografi relatif memiliki makna yang universal dari berbagai penonton yang melihatnya. Teknik sinematografi yang baik dalam sebuah film dapat memberikan pengaruh pada khalayak serta pesan yang di sampaikan dapat dimengerti oleh penonton. Sebaliknya, jika teknik sinematografi yang diterapkan kurang baik maka terjadi kesalahpahaman (miss perception ) dalam memahami pesan yang di sampaikan Secara teoritis aspek sinematografi tidak dapat dipisahkan dalam pembuatan sebuah film. Pada umumnya pembuatan film di industri televisi menggunakan standard operation procedure (SOP), yaitu tahap pra produksi (ide, perencanaan dan persiapan), produksi (pelaksanaan) dan Paska produksi (penyelesaiaan dan penayangan). Tahap tahap ini berkesinambungan, saling berkaitan satu sama lain. 2

20 Tahap produksi merupakan implementasi tahap pra produksi, disini semua unsur teknis dan kreatif di eksekusi serta proses paska produksi akan dapat dilakukan dengan mudah jika proses produksi dilakukan dengan baik. Dalam pelaksanaan produksi suatu film sering ditemui beberapa masalah atau kendala, baik masalah teknis maupun masalah non teknis. Seperti masalah yang sering timbul adalah dari segi peralatan (audio). Kurangnya komunikasi antara cameraman dengan kru. Jadi tahap produksi merupakan tahap kunci yang menentukan kualitas film yang dihasilkan. Setelah melalui tahap produksi dilanjutkan pada tahap akhir yaitu tahap paska produksi. Menurut Naratama dibuku Menjadi Sutradara Televisi (2004: 213). Paska Produksi adalah penyelesaian akhir dari produksi. Pada tahap ini terdapat beberapa aktivitas seperti pengeditan film atau cut to cut proses ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan mood berdasarkan konsep cerita yang telah dibuat, disini pemberian special effect sangat berperan, pengoreksian warna, pemberian suara, dan musik latar hingga Rendering. Menurut Vincent Bayu Tapa Brata dalam bukunya yang berjudul (Videografi dan Sinematografi, 2007: 61). Tahap paska produksi sangat tergantung kualitas kerja ditahap sebelumnya. Jika proses produksi dilakukan dengan baik, maka proses penyuntingan yang termasuk dalam proses paska produksi akan dapat dilakukan dengan mudah. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti pada kesempatan ini tertarik untuk mengajukan judul penelitian tentang Tahap Produksi Dan Paska Produksi Film Dokumenter Suku Sakai di Riau Menggunakan Teknik Sinematografi Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka peneliti membuat rumusan masalah yang akan dikaji yaitu: 1. Bagaimana mengenalkan kehidupan suku sakai di Riau? 2. Bagaimana tahap produksi film dokumenter suku sakai di Riau menggunakan teknik sinematografi? 3. Bagaimana tahap paska produksi film dokumenter suku sakai di Riau menggunakan teknik sinematografi? 3

21 1.3. Batasan Masalah Implementasi SOP dalam pembuatan film memerlukan rentang waktu yang cukup lama, membutuhkan tenaga dan kerjasama tim serta biaya yang relatif besar. Oleh karena itu peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini hanya membahas tentang hal-hal sebagai berikut : 1. Membuat film dokumenter yang menceritakan sejarah singkat, tradisi dan budaya suku sakai di Riau. 2. Tahap produksi dan pasca produksi film dokumenter suku sakai di Riau menggunakan teknik sinematografi. 3. Film dokumenter ini tidak untuk diperjualbelikan Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang hendak akan dicapai adalah : 1. Untuk mengenalkan kehidupan suku sakai di Riau melalui film dokumenter menggunakan teknik sinematografi. 2. Untuk menerapkan kerja sama kru (crew) agar bekerja sesuai job list pada tahap produksi. 3. Untuk menerapkan teknik sinematografi yaitu framing, angle Kamera dan shot size serta komposisi pada tahap produksi film dokumenter tentang kehidupan suku sakai di Riau 4. Untuk menerapkan capturing, editing dan rendering serta mastering pada tahap paska produksi film dokumenter tentang kehidupan suku sakai di Riau menggunakan teknik sinematografi Manfaat Penelitian Dalam tahap pengerjaan tugas akhir ini, penulis dapat menarik manfaat yang didapat oleh penulis, antara lain : 1. Bagi Penulis a. Mengetahui kemampuan penulis dalam menyusun tahap produksi dan paska produksi film dokumenter. b. Menambah pengetahuan dibidang broadcasting, dan videografi khususnya dalam pembuatan film dokumenter. c. Mengetahui tahapan pelaksanaan unsur sinematografi yang diterapkan pada film dokumenter yang dikerjakan. 4

22 2. Bagi Mahasiswa a. Meningkatkan kemajuan kreatifitas mahasiswa jurusan multimedia dan jaringan dalam pembuatan film, khusus nya film dokumenter. b. Dapat membantu mahasiswa melaksanakan tahapan produksi dan paska produksi sebuah film dokumenter. c. Menambah pengetahuan dalam bidang sinematografi. 3. Bagi Akademis Dapat dijadikan barometer tingkat keberhasilan mahasiswa dalam pembuatan film, khususnya film dokumenter. Dengan ilmu yang di dapat selama di bangku perkuliahan Sistematika Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari 6 (lima) bab, setiap bab memiliki beberapa sub bab, sjeperti yang diuraikan dibawah ini : 1. Pada bab I membahas alasan penulis pengenalan tentang suku Sakai, tujuan serta batasan dari topik yang dibahas. 2. Pada bab II penulis membahas pustaka yang menjadi referensi Tugas Akhir ini. Referensi tentang Sinematografi dan Film, Jenis-Jenis Film, Film Dokumenter, Pembuatan film, Tentang Suku Sakai, Prosedur Pelaksanaan Produksi dan Paska Produksi. 3. Pada bab III membahas Konsep pembuatan film dokumenter tentang suku Sakai. 4. Pada bab IV penulis akan membahas implementasi karya film dokumenter. 5. Pada bab V berisi pengujian dan analisa data statistik. 6. Pada bab VI berisi simpulan dari laporan Tugas Akhir ini. Selain itu, penulis juga menyertakan saran, khususnya untuk pengembangan film dokumenter karya anak bangsa agar semakin produktif dan kreatif. 5

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Produksi Film Setelah perencanaan dan persiapan selesai, maka pelaksanaan produksi dimulai. Sutradara bekerja sama dengan para crew mencoba mewujudkan apa yang direncanakan dalam kertas dan tulisan (shooting script) menjadi gambar, susunan gambar yang dapat bercerita. Semua shot yang dibuat dicatat mulai dari saat pengambilan, isi shot dan time code pada akhir pengambilan gambar. Catatan kode waktu ini sangat berguna dalam proses editing. Produksi adalah proses pengambilan gambar. Disini semua unsur teknis dan kreatif bergabung dibawah pengawasan kreatif sang sutradara (Panca Javandalasta, 2011: 23). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahap produksi yaitu : 1. Kru (crew) Berkut ini kru yang aktif berperan dalam pelaksanaan produksi: a. Produser Bertanggung jawab atas seluruh produksi, dari mulai perencanaan, penulisan naskah, produksi final sampai editing. Juga bertanggung jawab atas anggaran, biaya produksi dan mengorganisir segala hal, temasuk operasi produksi dan team. b. Sutradara Bertanggung jawab terhadap jalannya shooting sesuaidengan naskah yang telah direncanakan saat pra produksi. c. Scriptwriter Mencatat semua pengambilan gambar pada daftar shot, tugas ini juga sering disebut sebagai pencatat adegan. d. Cameramen Mengambil gambar dibawah perintah sutradara berdasarkan shooting script atau skenario yang sudah ada. Setelah shooting kameraman bertugas memeriksa kembali hasil gambar dan suara yang sudah diambil, kalau ternyata hasil perlu diulang maka kameraman harus melaporkannya pada sutradara. 6

24 e. Narator Narator adalah orang yang memaparkan atau menjelaskan serangkaian fakta yang dikombinasikan bersamaan dengan gambar gambar di film. Kekuatan narasi yaitu menyampaikan informasi abstrak yang tidak mungkin digambarkan oleh shot serta dapat memperjelas peristiwa atau action tokoh yang terekam kamera dan kurang dipahami. 2. Produksi Produksi dengan teknik sinematografi dengan dasar-dasar : a. Framing Kegiatan membatasi adegan/mengatur kamera sehingga mencakup ruang penglihatan yang diinginkan 1). Kamera Subyektif Kamera dari sudut pandang penonton yang dilibatkan, misalnya melihat ke penonton. Atau dari sudut pandang pemain lainnya dalam suatu adegan. Cara pengambilan gambar, seolah-olah audiens menjadi bagian dari peran tertentu. Kamera subyektif dilakukan dengan beberapa cara: a) Kamera berlaku sebagai mata penonton untuk menempatkan mereka dalam adegan, sehingga dapat menimbulkan efek dramatik. b) Kamera berganti-ganti tempat dengan seseorang yang berada dalam gambar. Penonton bisa menyaksikan suatu hal atau kejadian melalui mata pemain tertentu. Penonton akan mengalami sensasi yang sama dengan pemain tertentu. c) Kamera bertindak sebagai mata dari penonton yang tidakkelihatan 2). Kamera Objektif Adalah kamera dari sudut pandang penonton outsider, tidak dari sudut pandang pemain tertentu. Cara pengambilan gambar, dimana audiens hanya menjadi pengamat. 3). Kamera point of view (POV) Yaitu suatu gabungan antara obyektif dan subyektif yang merekam adegan dari titik pandang pemain tertentu. Angle kamera POV diambil sedekat shot obyektif dalam kemampuan meng- approach sebuah shot subyektif, dan tetap obyektif. Kamera ditempatkan pada sisi pemain subyektif, sehingga memberi kesan penonton beradu pipi dengan pemain yang di luar layar. 7

25 b. Angle Menurut Gerzon, dalam pemilihan sudut pandang kamera dengan tepat akan mempertinggi visualisasi dramatik dari suatu cerita. Sebaliknya jika pengambilan sudut pandang kamera dilakukan dengan serabutan bisa merusak dan membingungkan penonton, karena makna bisa jadi tidak tertangkap dan sulit dipahami. Oleh karena itu penentuan sudut pandang kamera menjadi faktor yang sangat penting dalam membangun cerita yang berkesinambungan. Panca Javandalasta (Javan Dalasta, 2011: 25). Beberapa sudut pengambilan gambar adalah sebagai berikut: 1). Low Angle Kamera ditempatkan dengan sudut lebih rendah daripada subjek, untuk menampilkan kedudukan subjek yang lebih tinggi daripada penonton, dan menampilkan bahwa si subjek memiliki kekuasaan, jabatan, kekuatan, dan sebagainya. 2). High Angle Teknik pengambilan gambarnya dengan sudut pengambilan gambar tepat diatas objek 3). Normal Kamera ditempatkan sejajar dengan mata subjek. Pengambilan gambar dari sudut eye level hendak menunjukkan bahwa kedudukan subjek dengan penonton sejajar. 4). Frog Eye Angle Kamera sejajar dengan dasar kedudukan objek. Pengambilan gambar ke arah atas sejajar dengan kaki. 3. Shot Size Ukuran pengambilan gambar selalu dikaitkan dengan ukuran tubuh manusia. Penerapanukuran ini juga berlaku pada benda lain. Terdapat beberapa type shot size (ukuran gambar), seperti yang diuraikan berikut ini: 8

26 1). Extreme Long Shot (ELS ) Gambar 2.1. Extreme Long Shot (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Gambar ini memiliki komposisi sangat jauh, panjang, luas dan berdimensi lebar. Untuk memperkenalkan seluruh lokasi adegan dan isi cerita atau menampilkan keindahan suatu tempat. 2). Long Shot (LS) Gambar 2.2. Long Shot (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Merupakan teknik yang memperlihatkan komposisi obyek secara total, dari ujung kepala hingga ujung kaki (bila obyek manusisa). Dengan tujuan memperkenalkan tokoh secara lengkap dengan setting latarnya yang menggambarkan obyek berada. 9

27 3). Medium Long Shot (MLS) Gambar 2.3. Medium Long Shot (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Komposisi gambar ini cenderung lebih menekankan kepada obyek, dengan ukuran ¼ gambar (LS) yang bertujuan memberikan kesan padat pada gambar. 4). Medium Shot (MS) Gambar 2.4. Medium Shot (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Ialah gambar yang memperlihatkan subjek (manusia) dari tangan hingga ke atas kepala sehingga penonton dapat melihat jelas ekspresi dan emosi yang meliputinya. Gambar ini sering dilakukan untuk master shot pada saat moment interview. 10

28 5). Medium Close Up (MCU) Gambar 2.5. Medium Close Up (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Adalah komposisi gambar yang memperlihatkan setengah porsi subjek dengan latar yang masih bisa dinikmati sehingga memberikan kesatuan antara komposisi subjek dengan latar. 6). Close Up (CU) Gambar 2.6. Close Up (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Ialah komposisi yang memperjelas ukuran gambar contoh pada gambar manusia biasanya antara kepala hingga Menunjukkan penggambaran emosi atau reaksi terhadap suatu adegan. 11

29 7). Big Close Up (BCU) Gambar 2.7. Big Close Up (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Memiliki komposisi lebih dalam dari pada Close Up sehingga bertujuan menampilkan kedalaman pandangan mata, ekspresi kebencian pada wajah. Tanpa kata-kata, tanpa bahasa tubuh, tanpa intonasi, Big Close Up sudah mewujudkan semuanya itu. 8). Extreme Close Up (ECU) Gambar 2.8. Extreme Close Up (Sumber : Dasar-Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf) Pengambilan gambar close up secara mendetail dan berani yang hanya fokus pada suatu bagian objek saja. Type of shot di atas biasa digunakan pada objek tunggal, dan apabila objek lebih dari seorang, maka dikenal pula Type of shot sebagai berikut: 12

30 1). Two Shot (TS) Gambar 2.9. Two Shot (Sumber : Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_) Shot yang menampilkan dua orang dalam satu frame gambar. 2). Group Shot Gambar Group Shot (Sumber : Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_) Pengambilan gambar dengan menampilkan beberapa objek dalam satu frame gambar. 13

31 9). Over Shoulder Shot (OSS) Gambar Over Shoulder Shot (Sumber : Pengambilan gambar dimana kamera berada di belakang bahu salah satu obyek pelaku, dan bahu si pelaku tampak dalam frame. Obyek utama tampak menghadap kamera dengan latar depan bahu lawan main, membantu untuk menentukan posisi setiap orang dalam frame dan mendapatkan fell saat menatap seseorang dari sudut pandang orang lain. Kemudian dalam pengambilan sebuah shot, tidak menutup kemungkinan digunakannya penggabung dari dua buah type of shot di atas, tergantung situasi serta adegan pada sebuah film, tergantung pada situasi dan kondisi di lapangan serta latar belakang keilmuan dan pemahaman seseorang. Namun yang terpenting adalah maksud dan tujuan yang ingin disampaikan adalah sama. 4. Pergerakan kamera Gerak yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu teknik penempatan kamera, gerakan kamera serta perubahan-perubahan ukuran gambar. Hal ini disebabkan masalah gerakan kamera ini erat kaitannya dengan hasil dari teknik visual yang telah direncanakan oleh sutradara Pergerakan kamera pada saat dilakukan pengambilan gambar dapat menimbulkan kesan yang hidup, gembira atau bahkan juga sebaliknya yang pengambilan gambarnya dilakukan secara perlahan-lahan dapat menimbulkan suasan sedih, tegang, tenang dan bahkan bisa juga suasana yang datar-datar 14

32 saja, dalam hal ini tergantung dari bagaimana kondisi jalannya cerita atau film tadi. Berbagai gerak kamera membawa kesan yang berbeda. Dalam produksi film atau program televisi gerak kamera begitu kompleks, dimana dikenal dengan istilah gerak panning, tilting, zoom, tracking dan crane Untuk lebih jelasnya akan diulas bagaimana gerak kamera tersebut satu persatu dengan obyek yang sedang di shot 1). Pan Gerak kamera ke kiri dan kanan dengan bertumpu pada satu sumbu. 2). Tilt Gerak kamera ke atas dan bawah dengan bertumpu pada satu sumbu. 3). Zoom Gerak maju atau mundur yang disebabkan oleh permainan lensa, dengan posisi kamera diam. 4). Tracking Gerak kamera dengan menggunakan rel, memberikan efek tiga dimensional. 5). Crane shot Gerak kamera ke atas dan ke bawah dengan menggunakan tangan mekanik atau crane. Crane shot berfungsi untuk memberi kesan memasuki atau meninggalkan sebuah kejadian. d. Komposisi Para sineas harus memiliki pemahaman mengenai komposisi gambar serta mengetahui bagaimana membuat komposisi yang baik agar film yang dihasilkan baik pula. Namun harus diketahui bahwa komposisi berhubungan dengan selera sehingga terdapat banyak aturan bentuk aturan dan tidak dapat digariskan sebagai aturan yang ketat. Elemen-elemen yang merupakan komposisi dalam sebuah pengambilan gambar, yang sering diperhatikan adalah adalah warna, objek dan pencahayaan. 15

33 Seperti halnya mata manusia, kamera membutuhkan cahaya yang cukup agar bisa berfungsi secara efektif. Dengan pencahayaan, penonton akan bisa melihat seperti apa bentuk obyek, di mana dia saling berhubungan dengan obyek lainnya, dengan lingkungannya, dan kapan peristiwa itu terjadi. Ada beberapa jenis pencahayaan yang dapat digunakan yaitu: 1). Cahaya Matahari Penuh Ditandai langit yang berwarna biru dan awan yang berwarna putih. 2). Cahaya Matahari Tidak Langsung Menimbulkan efek cahaya yang menyebar secara merata. 3). Window Lighting Pencahayaan dalam ruangan dengan memanfaatkan bukaan, lazim pada studio zaman dulu. 4). Available Lighting Memanfaatkan cahaya apa adanya. 5). Pencahayaan buatan Menggunakan lampu sebagai sumber cahaya utama maupun tambahan Paska Produksi Paska produksi merupakan salah satu tahap akhir dari proses pembuatan film. Tahap ini dilakukan setelah tahap produksi film selesai dilakukan. Menurut Naratama dibuku Menjadi Sutradara Televisi (2004: 213). Paska Produksi adalah penyelesaian akhir dari produksi. Pada tahap ini terdapat beberapa aktivitas seperti pengeditan film atau cut to cut proses ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan mood berdasarkan konsep cerita yang telah dibuat, disini pemberian special effect sangat berperan, pengoreksian warna, pemberian suara, dan musik latar hingga Rendering. Dan terdapat beberapa teknik dalam paska produksi yaitu : 1. Capturing Capturing adalah proses memindahkan sumber gambar dari pita video atau media penyimpanan lain ke dalam data komputer dan disimpan di ruang hardisk. Pada proses Capturing ini menggunakan software adobe premiere Pro CS6. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menghubungkan capture device (handycam) ke komputer melalui kabel data 16

34 2. Editing Setelah proses Capturing selesai dilakukan, maka produksi film akan memasuki tahap editing, dalam tahap ini shot-shot yang telah diambil dipilih, diolah dan dirangkai menjadi satu rangkaian kesatuan yang utuh. Proses editing dibagi menjadi 2 yaitu Linear editing yang merupakan merekam kembali setiap adegan dari master shot ke kaset, bila terjadi kesalahan maka akan mengulang lagi dari awal. Sedangkan Non Linear adalah editing yang dikerjakan melalui komputer dengan cara memindahkan hasil shot ke dalam bentuk data pada komputer. 3. Rendering Proses rendering merupakan proses yang membentuk sebuah penggabungan filefile manjadi satu file yang bisa dibuka atau di edit. Atau bisa diartikan rendering merupakan format yang menggabungkan file-file yang sudah diedit dan dijadikan satu format file sendiri. 4. Mastering Mastering merupakan proses dimana file yang telah di render dipindahkan ke dalam media kaset, VCD, DVD atau media lainya. Film dokumenter ini menggunakan media DVD Pengertian Sinematografi dan Film Pengertian secara harfiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grahp (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Sinematografi sebagai ilmu serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung - gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide. Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannyapun mirip. Perbedaannya, peralatan fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar. Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik perangkaian gambar atau dalam sinematografi disebut montase (montage). 17

35 Sinematografi sangat dekat dengan film dalam pengertian sebagai media penyimpan. Film sebagai media penyimpan adalah pias (lembaran kecil) selluloid yakni sejenis bahan plastik tipis yang dilapisi zat peka cahaya. Benda inilah yang selalu digunakan sebagai media penyimpan di awal pertumbuhan sinematografi. Bertolak dari pengertian ini maka film pada awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan media selluloid sebagai penyimpannya. Dalam bidang sinematografi perihal media penyimpan ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Berturut-turut dikenal media penyimpan selluloid (film), pita analog, dan yang terakhir media digital (pita, cakram, memori chip). Sejalan dengan perkembangan media penyimpan dalam bidang sinematografi, maka pengertian film telah bergeser. Sebuah film cerita dapat diproduksi tanpa menggunakan selluloid (media film). Bahkan saat ini sudah semakin sedikit film yang menggunakan media selluloid pada tahap pengambilan gambar. Pada tahap paska produksi gambar yang telah diedit dari media analog maupun digital dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil akhir karya sinematografi dapat disimpan. Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah mengubah pengertian film dari yang mengacu dari bahan ke istilah yang mengacu pada bentuk karya seni audio-visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu genre (cabang) seni yang menggunakan (suara) dan visual (gambar) sebagai medianya. Definisi Film Menurut UU No.8 Tahun 1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya; Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Ada banyak sekali literature yang menjelaskan film, berdasarkan banyak pengertian yang akhirnya mengerucut pada suatu pengertian yang universal. Menurut buku yang berjudul 18

36 5 Hari Mahir Membuat Film Panca Javandalasta, 2011:1), dijelaskan bahwa film adalah rangkaian gambar yang bergerak membentuk suatu cerita atau juga bisa disebut Movie atau Video. Ada banyak sekali keistimewaan media film, beberapa diantaranya adalah: 1. Film dapat menghadirkan pengaruh emosional yang kuat. 2. Film dapat mengilustrasikan kontras visual secara langsung. 3. Film dapat berkomunikasi dengan para penontonnya tanpa batas menjangkau. 4. Film dapat memotivasi penonton untuk membuat perubahan Sinematografi Sinematografi adalah suatu disiplin dalam menata cahaya dan sudut pandang kamera untuk menciptakan kualitas gambar yang indah dalam sebuah produksi film atau sinema. Secara etimologi sinematography berarti menulis dengan gambar bergerak. Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannya pun mirip. Perbedaannya fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar. Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik rangkaian gambar atau dalam senematografi disebut montase atau montage. Dasar-dasar Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni: a. Framing Kegiatan membatasi adegan/mengatur kamera sehingga mencakup ruang penglihatan yang diinginkan b. Angle Sudut Pengambilan gambar 1). Low Angle 2). High Angle 3). Normal 4). Frog Eye Angel 19

37 c. Shot Size Cara pengambilan gambar 1). Extreme Long Shot 2). Long Shot 3). Medium Long Shot 4). Medium Shot 5). Medium Close Up 6). Close Up 7). Big Close Up 8). Extra Close Up d. Komposisi Penyusunan elemen-elemen dalam sebuah pengambilan gambar, elemen visual seperti pencahayaan termasuk didalamnya adalah warna dan objek Jenis-Jenis Film Dalam pembuatan film, memiliki sebuah idealisme dalam menentukan tema untuk membungkus cerita agar dapat diterima oleh penontonnya, agar penonton dapat memahami jenis film apa yang mereka lihat. Dalam buku 5 Hari Mahir Membuat Film oleh Panca Javandalasta (2011), adapun beberapa jenis-jenis film yang biasa diproduksi untuk berbagai keperluan, antara lain: Film Dokumenter Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata dokumenter kembali digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat dokumenter merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas, sekalipun Grierson mendapat tentangan dari berbagai pihak, pendapatnya tetap relevan sampai saat ini. (Susan Hayward, Key Concept in Cinema Studies, 1996, hal 72) Film Pendek Yang dimaksud film pendek di sini menurut Panca Javandalasta (2011: 2) yaitu, sebuah karya film cerita fiksi yang berdurasi kurang dari 60 menit. Diberbagai Negara, film pendek dijadikan laboraturium eksperimen dan batu loncatan bagi para film maker untuk memproduksi film panjang. 20

38 Film Panjang Menurut Panca Javandalasta (2011: 3), Film Panjang adalah film cerita fiksi yang berdurasi lebih dari 60 menit. Umumnya berkisar antara menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Beberapa film, misalnya Dance With Wolves, bahkan berdurasi lebih dari 120 menit. Film-film produksi India rata-rata berdurasi hingga 180 menit Film Dokumenter Pada tahun 1926 Robert Grierson menjabarkan definisi atau kriteria film dokumenter yaitu Karya film dokumenter merupakan sebuah laporan aktual yang kreatif (creative treatment of actuality). Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. Seiring dengan perjalanan waktu, muncul berbagai aliran dari film dokumenter misalnya dokudrama (docudrama). Di Indonesia, produksi film dokumenter untuk televisi dipelopori oleh stasiun televisi pertama kita, Televisi Republik Indonesia (TVRI). Beragam film dokumenter tentang kebudayaan, flora dan fauna Indonesia telah banyak dihasilkan TVRI. Memasuki era televisi swasta tahun 1990, pembuatan film dokumenter untuk televisi tidak lagi dimonopoli TVRI. Semua televisi swasta menayangkan program film dokumenter, baik produksi sendiri maupun membelinya dari sejumlah rumah produksi. Salah satu gaya film dokumenter yang banyak dikenal orang, salah satunya karena ditayangkan secara serentak oleh lima stasiun swasta dan TVRI adalah Anak Seribu Pulau (Miles Production, 1995). Dokudrama ini ternyata disukai oleh banyak kalangan sehingga sekitar enam tahun kemudian program yang hampir sama dengan judul Pustaka Anak Nusantara (Yayasan SET, 2001) diproduksi untuk konsumsi televisi. Dokudrama juga mengilhami para pembuat film di Hollywood. Beberapa film terkenal juga mengambil gaya dokudrama seperti JFK (tentang presiden Kenedy), Malcom X, dan Schindler s List. Dalam dokudrama, terjadi reduksi realita demi tujuan-tujuan estetis, agar gambar dan cerita menjadi lebih menarik. Sekalipun demikian, jarak antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat dokudrama biasanya tak berbeda jauh. Dalam dokudrama, realita tetap menjadi pegangan. Kini dokumenter menjadi sebuah tren tersendiri dalam perfilman dunia. 21

39 Tipe film lebih cenderung mengelompok dari pendekatan wujud yang terlihat secara kasat mata serta dapat dirasakan dampaknya oleh penonton, sehingga lebih dekat dengan gaya film seperti unsur mise-en-scene, sinematografi, editing dan suara. Klasifikasi tipe-tipe film dokumenter yaitu: 2. Tipe Expository. Tipe ini berupa narasi (voice over) yang memaparkan atau menjelaskan serangkaian fakta yang dikombinasikan bersamaan dengan gambar gambar di film. Kekuatan narasi yaitu menyampaikan informasi abstrak yang tidak mungkin digambarkan oleh shot serta dapat memperjelas peristiwa atau action tokoh yang terekam kamera dan kurang dipahami. Penekanan pada jenis ini adalah penyampaian informasi. 3. Tipe Observational. Film dokumenter observational merupakan film yang filmmaker-nya menolak untuk mengintervensi objek dan peristiwanya. Mereka berusaha untuk netral dan tidak menghakimi subjek atau peristiwanya. Tipe ini juga menolak menggunakan narasi atau komentar dari luar ruang cerita. Penekanannya adalah untuk memaparkan potongan kehidupan manusia sceara akurat atau mempertunjukkan gambaran kehidupan manusia secara langsung. 3. Tipe Interactive. Tipe dokumenter ini menjadi kebalikan dari dokumenter observational, pembuat filmnya menunjukkan diri secara mencolok di layar dan melibatkan diri pada peristiwa serta berinteraksi dengan subjeknya. Aspek utama dari dokumenter interactive adalah wawancara, terutama dengan subjek subjeknya sehingga bisa didapatkan komentar komentar dan respon langsung dari narasumbernya (subjek film). 4. Tipe Reflexive. Tipe ini lebih memfokuskan pada bagaimana film itu dibuat artinya penonton dibuat menjadi sadar akan adanya unsur unsur film dan proses pembuatan film tersebut. Tujuannya untuk membuka kebenaran lebih lebar kepada penontonnya. 5. Tipe Performative. Tipe film dokumenter ini pada satu sisi justru mengalihkan perhatian penonton dari dunia yang tercipta dalam film. Sedangkan sisi yang lain justru menarik perhatian penonton pada aspek ekspresi dari film itu sendiri. Tujuannya untuk merepresentasikan dunia dalam film secara tidak langsung. Aspek penciptaan tersebut bertujuan untuk menggambarkan subjek atau peristiwanya secara lebih 22

40 subjektif, lebih ekspresif, lebih stylistik, lebih mendalam serta lebih kuat menampilkan penggambarannya. 6. Tipe Poetic. Film dokumenter tipe ini cenderung memiliki interpretasi subjektif terhadap subjeksubjeknya. Pendekatan dari tipe ini mengabaikan kandungan penceritaan tradisional yang cenderung menggunakan karakter tunggal (individual characters) dan peristiwa yang harus dikembangkan. Para pembuat film bisa bereksperimen dan belajar tentang banyak hal ketika terlibat dalam produksi film dokumenter. Tak hanya itu, film dokumenter juga dapat membawa keuntungan dalam jumlah yang cukup memuaskan. Ini bisa dilihat dari banyaknya film dokumenter yang bisa kita saksikan melalui saluran televisi seperti program National Geographic dan Animal Planet. Bahkan saluran televisi Discovery Channel pun mantap menasbih diri sebagai saluran televisi yang hanya menayangkan program dokumenter tentang keragaman alam dan budaya. Selain untuk konsumsi televisi, film dokumenter juga lazim diikutsertakan dalam berbagai festival film di dalam dan luar negeri. Sampai akhir penyelenggaraannya tahun 1992, Festival Film Indonesia (FFI) memiliki kategori untuk penjurian jenis film dokumenter. 23

41 2.7. Tentang Suku Sakai Gambar Suku Sakai ( Sumber : ) Suku Sakai adalah komunitas asli atau pedalaman yang hidup di daratan Riau. Mereka selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. Sebutan Sakai sendiri berasal dari gabungan huruf dari kata-kata S-ungai, K-ampung, A- nak, I-kan. Maknanya, mereka adalah anak-anak negeri yang hidup di sekitar sungai dan mencari penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di sungai berupa ikan. Hal tersebut mencerminkan pola-pola kehidupan mereka di kampung, di tepi-tepi hutan, di hulu-hulu anak sungai, yang banyak ikannya dan yang cukup airya untuk minum dan mandi. Namun, atribut tersebut bagi sebagian besar orang Melayu di sekitar pemukiman masyarakat Sakai berkonotasi merendahkan dan menghina karena kehidupan orang Sakai dianggap jauh dari kemajuan. Banyak cerita dan versi mengenai asal usul Suku Sakai, diantaranya sebagai berikut : 1. Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orangorang Melayu Tua. Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu. Gelombang migrasi pertama ini 24

42 kemudian disusul dengan gelombang migrasi yang kedua, yang terjadi sekitar tahun sebelum Masehi. Kelompok ini lazim disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu. Akibat penguasaan teknologi bertahan hidup yang lebih baik, orang-orang Melayu Muda ini berhasil mendesak kelompok Melayu Tua untuk menyingkir ke wilayah pedalaman. Di pedalaman, orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian bertemu dengan orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil kimpoi campur antara keduanya inilah yang kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai. 2. Orang Sakai berasal dari Pagaruyung dan Batusangkar. Menurut versi cerita ini, orang-orang Sakai dulunya adalah penduduk Negeri Pagaruyung yang melakukan migrasi ke kawasan rimba belantara di sebelah timur negeri tersebut. Waktu itu Negeri Pagarruyung sangat padat penduduknya. Untuk mengurangi kepadatan penduduk tersebut, sang raja yang berkuasa kemudian mengutus sekitar 190 orang kepercayaannya untuk menjajaki kemungkinan kawasan hutan di sebelah timur Pagarruyung itu sebagai tempat pemukiman baru. Setelah menyisir kawasan hutan, rombongan tersebut akhirnya sampai di tepi Sungai Mandau. Karena Sungai Mandau dianggap dapat menjadi sumber kehidupan di wilayah tersebut, maka mereka menyimpulkan bahwa kawasan sekitar sungai itu layak dijadikan sebagai pemukiman baru. Keturunan mereka inilah yang kemudian disebut sebagai orang-orang Sakai. Salah satu ciri masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari orang Melayu adalah agama mereka yang bersifat animistik. Meskipun banyak di antara orang Sakai yang telah memeluk Islam, namun mereka tetap mempraktekkan agama nenek moyang mereka yang masih diselimuti unsur-unsur animisme, kekuatan magi, dan tentang mahkuk halus. Inti dari agama nenek moyang masyarakat Sakai adalah kepercayaan terhadap keberadaan antu, atau mahluk gaib yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Sakai menganggap bahwa antu juga memiliki kehidupan layaknya manusia. Mereka bergerombol dan memiliki kawasan pemukiman. Pusat dari pemukiman antu ini menurut orang Sakai berada di tengah-tengah rimba belantara yang belum pernah dijamah manusia. 25

43 2.8. Metodologi Penelitian Pengertian Metodologi penelitian Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. (Sugiyono, 2010:2). Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong penelitian untuk melakukan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda, di antaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masingmasing. Motivasi dan tujuan penelitian secara umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian merupakan refleksi dari keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi motivasi untuk melakukan penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian sangat beragam macamnya, disesuaikan dengan cara pandang dan dasar untuk memberikan klasifikasi akan jenis penelitian tersebut. Berdasarkan fungsinya penelitian terbagi tiga yaitu penelitian dasar, penelitian terapan dan penelitian evaluatif. Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini yang digunakan adalah penelitian evaluatif. Penelitian evaluatif pada dasarnya merupakan bagian dari penelitian terapan namun tujuannya dapat dibedakan dari penelitian terapan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan suatu program, produk atau kegiatan tertentu. Penelitian evaluatif dapat menambah pengetahuan tentang kegiatan dan dapat mendorong penelitian atau pengembangan lebih lanjut, serta membantu para pimpinan untuk menentukan kebijakan Jadi yang dimaksud dengan penelitian evaluatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang terjadi, yang merupakan kondisi nyata mengenai keterlaksanaan rencana yang memerlukan evaluasi. Melakukan 26

44 evaluasi berarti menunjukkan kehati-hatian karena ingin mengetahui apakah implementasi program yang telah direncanakan sudah berjalan dengan benar dan sekaligus memberikan hasil sesuai dengan harapan Subyek Penelitian (Populasi, Sampel, dan Sampling) 1. Populasi Menurut Sugiyono (2008:115), Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini populasinya adalah semua Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta angkatan 2008 hingga angkatan 2010 yang perkirakan mencapai 200 mahasiswa. 2. Sampel Menurut Sugiyono (2008:116) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan menurut Arikunto (2008:116) Penentuan pengambilan Sample sebagai berikut : Apabila kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-55% atau lebih tergantung sedikit banyaknya dari: 1). Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana 2). Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya dana. 3). Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti untuk peneliti yang resikonya besar, tentu saja jika samplenya besar hasilnya akan lebih baik 3. Sampling Menurut Sugiyono (2003:74-78). Sampling adalah teknik pengambilan sample. Ada dua macam teknik pengambilan sampel menurut Sugiyono yaitu: Teknik Pengumpulan Data Sugiyono (2010: 308) berpendapat bahwa Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapat data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui kuesioner. Menurut Sugiyono (2009:199) Angket atau kuesioner 27

45 merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya Metode Analisis Data Dalam penelitian kuantitatif analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul (Sugiyono, 2010:206). Karena sifat penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan non parametris. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2010:206). Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan pada populasi. Statistik ini akan cocok digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi itu dilakukan secara random (Sugiyono, 2010:207). 28

46 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1. Survey atau Hunting Survey atau hunting dilakukan atau mencari informasi lokasi shooting yang sesuai dengan tuntutan scenario. Selain itu juga diperlukan untuk mengetahui informasi mengenai kepemilikan lokasi, keamanan, transportasi, lingkungan, akomodasi dan informasi lain sesuai target planning. Survey untuk pembuatan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai dilakukan selama 3 hari sebelum tahap produksi, berikut hasil survey yang kami lakukan. 1. Lokasi, transportasi, lingkungan dan keamanan. Suku Sakai membangun tempat tinggal dipinggir jalan lintas namun tetap berada disekitar anak sungai. Gambar 3.1. Permukiman Suku Sakai (Sumber: Hasil Survey) Mereka tak lagi berada dihutan belantara seperti yang dibayangkan hal ini dikarenakan banyak pembukaan lahan dan hutan oleh perusahaan-perusahaan untuk dijadikan perkebunan, tambang minyak dan lain sebagainya. 29

47 Suku Sakai yang bertempat tinggal dipinggir jalan lintas memudahkan kami menjangkau lokasi, walaupun tidak ada kendaraan umum yang melintasi lokasi keberadaan suku Sakai tersebut, jadi untuk transportasi kami menggunakan jasa sewa untuk mengantarkan kami ke lokasi tersebut. Selama melintas dipermukiman Suku Sakai kendaraan yang kami gunakan tidak boleh melebihi kecepatan 20km/jam. Dan kami harus memperhatikan jalan kami yang kami tempuh agar tidak melukai binatang ternak Suku Sakai. Inilah salah satu adab yang harus kami perhatikan saat memasuki pemukiman Suku Sakai. Infomasi ini kami peroleh dari beberapa narasumber. Menemui tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama serta ketua pemuda menjelaskan maksud kedatangan kami dan meminta izin atas kegiatan yang kami lakukan, hal ini bertujuan untuk mendapatkan keamanan selama kami berada dilingkungan Suku Sakai. 2. Cuaca Dalam pengambilan video film Sepenggal Harapan Suku Sakai, 60% dilakukan di luar ruangan. Cuaca pada saat kami di permukiman Suku Sakai berada pada musim pancaroba. Tidak tertutup kemungkinan akan terjadi hujan yang lazim terjadi pada akhir tahun. Untuk itu dipersiapkan peralatan dan stamina untuk menghadapi cuaca terik atau hujan Analisis Masalah Tahap analisis masalah adalah suatu tahap penguraian dari suatu sistem kedalam bagianbagian atau komponen-komponennya untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan yang ditemukan dan dibuatkan suatu usulan penyelesaian masalah. Dalam pembuatan film dokumenter yang berdurasi kurang dari 30 menit. Dengan judul Sepenggal Harapan Suku Sakai dengan menerapkan teknik sinematografi. Ide pembuatan film ini tercetus pada saat peneliti menyaksikan film dokumenter Satu Harapan karya Yuli Andari. Dalam pelaksanaan produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai pasti menemui masalah atau kendala. Masalah yang sering timbul adalah dari segi peralatan (audio). Kurangnya komunikasi antara cameraman dengan kru yang ada. Hal ini 30

48 menyebabkan terlambatnya pergantian slide naskah. Selain itu, seringkali menemui narasumber yang tidak mau diwawancarai, sehingga tim harus mencari lagi narasumber yang sesuai dengan topik, kondisi alam atau cuaca yang tidak mendukung, kekurangan personil, keterbatasan alat, peralatan tidak bekerja dengan baik, waktu yang terbatas dan beberapa kendala yang tidak terduga dapat ditemui di lapangan nantinya. Di lapangan apa saja bisa terjadi, untuk meminimalisir kesalahan sebaiknya memang dilakukan persiapan yang matang jauh sebelum shooting dilakukan yakni pada proses pra produksi. Akan tetapi jika memang di lokasi shooting hal itu tak bisa dielakkan atau tak terduga sebelumnya, sutradara mesti mengambil keputusan secara cepat. Misalnya, ketika shooting di lokasi outdoor dan teradi hujan maka sutradara bersama produser harus memutuskan untuk mengubah breakdown, menukar waktu shooting outdoor dan mendahulukan shooting di lokasi indoor. Setiap mau pergantian scene, baiknya sutradara memastikan tidak ada shot yang kurang di dalam scene tersebut. Setelah yakin bahwa scene tersebut telah dibuat dengan sempurna, barulah shooting untuk scene selanjutnya bisa dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pada saat produksi adalah dengan memonitoring jalannya proses taping yang sedang berlangsung. Selanjutnya pada tahap paska produksi, semua kru yang terlibat harus bisa melihat situasi dan performa program. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan pada saat produksi. Untuk itu perlu dilakukan proses evaluasi, untuk melihat sejauh mana teknik-teknik yang diterapkan dalam pembuatan film dokumenter tentang Sepenggal Harapan Suku Sakai mampu mencapai tujuan sesuai dengan visi misi dalam pembuatan film dokumenter ini Metodologi Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini yang digunakan adalah penelitian evaluatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan suatu program, produk atau kegiatan tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, artinya variabel-variabel penelitian yang bersifat kualitatif diterjemahkan kedalam angka kuantitatif sehingga dapat dianalisa menggunakan statistik dan menginterpretasikan hasil analisis tersebut ke dalam bahasa kualitatif. 31

49 3.4. Subjek dan Objek penelitian Subjek dan objek disini dijadikan variabel dalam penelitian ini. Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang objek atau kegiatan yang mempunyai variasi yang tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya Subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah suku sakai yang menjalankan kehidupan di riau, yang mencakup tradisi, ajaran dan tingkah laku Suku Sakai itu sendiri Objek penelitian Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah teknik-teknik yang di terapkan pada tahap produksi dan paska produksi dalam penggarapan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Pengumpulan atau Pengukuran Data dan Study Eksisting Penelitian evaluatif memiliki dua kegiatan utama yaitu pengukuran atau pengambilan data dan membandingkan hasil pengukuran dan pengumpulan data dengan standar yang digunakan. Berdasarkan hasil perbandingan ini maka akan didapatkan kesimpulan bahwa suatu kegiatan yang dilakukan itu layak atau tidak, relevan atau tidak, efisien dan efektif atau tidak Pengumpulan atau Pengukuran Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket ini sebagai teknik untuk mengumpulkan data. Menggunakan angket tertutup berarti angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda cheklist ( ) pada kolom atau tempat yang sesuai. Penentuan kuesioner tertutup ini atas pertimbangan bahwa dengan angket tertutup ini memudahkan responden untuk memilih serta adanya keseragaman jawaban. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Guttman. Skala Guttman yaitu skala yang menginginkan jawaban tegas seperti Ya atau Tidak. Data yang telah terkumpul melalui angket atau kuesioner, kemudian oleh peneliti diolah kedalam bentuk kuantitatif, yaitu dengan cara menetapkan skor jawaban dari pertanyaan yang telah dijawab oleh responden, Untuk jawaban Ya diberi skor 2; sedangkan untuk jawaban Tidak diberi skor 1. 32

50 Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah audiens telah menyaksikan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai jika telah diproduksi nantinya. Dengan jumlah 100 orang responden dengan kriteria mengetahui nama, usia, jenis kelamin pekerjaan dan alamat Study Eksisting Study Eksisting merupakan sebagai referensi dalam mengerjakan Tugas Akhir. Study Eksisting berguna untuk memperdalam ide dan konsep diwujudkan dalam karya di Tugas Akhir. Beberapa video yang menjadi kajian dan bahan perbandingan yaitu: a. Film Dokumenter Antara budaya dan sepenggal harapan Film dokumenter dengan durasi 10 menit ini menceritakan tentang ke-hidupan masyarakat dayak yang hidup di garis kemiskinan mempunyai keahlian dalam membuat manik-manik ataupun ukiran yang bisa menjadi devisa negara tapi kurang adanya perhatian pemerintah kepada hasil ke-rajianan masyarakat dayak. Gambar 3.2. Screenshot Antara budaya dan sepenggal harapan (sumber : youtube.com) b. Film Dokumenter Kehidupan, Hutan, Suku Baduy Film dokumentasi yang berdurasi 18 menit ini bercerita tentang perjalanan Nuy Wasilah ke kampung suku baduy, dimana nuy wasilah ini sebagai pembuat film di dokumenter ikut andil dalam aktifitas sehari-hari suku baduy yang mempunyai kehidupan selaras dengan alam, sosialisai menjaga kerukunan antara sesama dan jauh dengan kata modernisasi. 33

51 Gambar 3.3. Screenshot kehidupan, Hutan, Suku Baduy (Sumber: Vimeo.com) Berdasarkan Study Eksisting dari kedua film dapat dijadikan bahan perbandingan sehingga dapat diketahui Strenght, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT) dari film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai sebagai berikut: Analisis SWOT Sepenggal Harapan Suku Sakai Tabel Analisis SWOT Strenght (Kekuatan) 1. Adanya narator yang menjelaskan alur cerita sehingga penonton lebih mudah memahami informasi yang disampaikan. Weakness (Kelemahan) 1. Tehnik pengambilan gambar yang masih standar karena peralatan terbatas. 2. Kekurangan personil 3. Peralatan tidak bekerja dengan baik. 4. Ilmu broadcast masih sebatas belajar, belum memenuhi standar professional. Oppurtunity (Kesempatan) Menyisipkan pesan dan informasi penting sehingga bisa dijadikan acuan. Menyisip pesan moral untuk memberikan pengertian bahwa masyarakat sakai yang masih menjunjung adat istiadat dan bagaimana mereka memelihara adat dan budaya. Karena ini film dokumenter mempertengahkan visual sederhana dan apa adanya, maka tidak diperlukan artis, tata rias, pencahayaan buatan sehingga ini lebih mempermudah proses produksi 34

52 Threat (Ancaman) 1. Masyarakat mempunyai daya serap tertentu dalam menyimak atau menafsirkan cerita, mungkin tak semua pihak bisa mencerna dan menerima dengan baik maksud dan tujuan film ini. 2. Kondisi cuaca yang tidak mendukung. 1. Menyusun alur yang kuat, membuat film akan mudah dipahami. 2. Penjelasan lebih lanjut oleh narator diharapkan mampu memperkuat pesan dari gambar 3. Pengaturan jadwal produksi dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. 1. Salah tafsir penonton dari pesan atau informasi yang ingin disampaikan. 2. Cuaca yang tidak mendukung menghambat pengambilan gambar sehingga membuang waktu yang memang dengan tempo terbatas. Dari analisis SWOT dapat disimpulkan bahwa pembuatan film dokumenter diperlukan keahlian khusus untuk dapat menerapkan teknik, agar film dokumenter semakin menarik untuk dilihat Teknik Pengolahan dan Analisis Data Karena film ini tidak diperjual belikan. Maka untuk mengukur keberhasilan dari film ini ketika sudah jadi peneliti menggunakan analisis statistik. Untuk itu digunakan teknik pengolahan dan analisis data sebagai berikut: Teknik Pengolahan Data Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut. Pengolahan data) meliputi kegiatan: 1. Editing Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul melalui kuesioner, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi. 2. Coding (Pengkodean) Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis. 35

53 3. Pemberian skor atau nilai Dalam pemberian skor digunakan skala Guttman yang merupakan salah satu cara untuk menentukan skor. Kriteria penilaian ini digolongkan dalam dua tingkatan dengan penilaian sebagai berikut: a. Jawaban Ya, diberi skor 2 b. Jawaban Tidak, diberi skor 1 4. Tabulasi Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Maka disusun tabel kode-kode dari kuesioner dan tabel yang disusun menggunakan Microsoft Excel Teknik Analisis Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan statistik deskriptif. statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendekripsikan atau menggambarkan data yang yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif tidak ada uji signifikasi dan taraf kesalahan, karena peneliti tidak bermaksud generalisasi, sehingga tidak ada kesalahan generalisasi Skala yang digunakan yaitu skala persentase. Skala persentase adalah perhitungan dalam analisis data yang akan menghasilkan persentase yang selanjutnya dilakukan interpretasi pada nilai yang diperoleh. Proses perhitungan dilakukan secara manual dengan cara mengkalikan hasil bagi skor riil dengan skor ideal dengan seratus persen. Rumus yang digunakan yaitu: skor riil Pencapaian = skor ideal Kriteria pencapaiannya adalah sebagai berikut: a) Sangat Layak = 81% - 100% b) Layak = 61% - 80% c) Kurang Layak = 41% - 60% d) Tidak Layak = 21% - 40% e) Sangat Tidak Layak = 0% - 20% 36

54 Selain itu digunakan juga teknik analisis data secara komputasi. Alat analisis data yang digunakan adalah SPSS SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 22 adalah sebuah program komputer yang digunakan untuk menganalisa sebuah data dengan analisis statistika Perancangan Film Dokumenter Dalam proses pembuatan Film dokumenter tentang Sepenggal Harapan Suku Sakai terbagi menjadi 3 tahap antara lain Pra produksi, Produksi, dan Paska produksi. Seperti yang digambarkan pada bagan dibawah ini : Gambar 3.4. Bagan Sruktur Produksi Dan Paska Produksi Tahap Pra Produksi Merupakan proses persiapan dan langkah pertama sebelum keseluruhan proses produksi atau pengambilan gambar akan dilakukan. Berguna untuk mengurangi kesalahan dan meminimalisir kurang koordinasinya komunikasi antar personil yang bertugas agar mampu melakukan tugasnya masing-masing. Berikut beberapa kegiatan pada tahap Pra Produksi 1. Menentukan ide dan judul film Ide awal dari proses pembuatan film dokumenter mengenai kehidupan Suku Sakai di Riau secara sinematografi ini berawal dari banyak pendapat dan versi cerita yang berbeda-beda masyarakat tentang Suku Sakai yang ada di Riau. 37

55 2. Sinopsis Dalam film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini menceritakan sebuah kisah tentang perjalanan seorang reporter mencari informasi kehidupan Suku Sakai yang berada di Riau, tepat nya di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Suku Sakai yang selama ini dianggap sebagai Suku terasing di daerah Riau, karena dengan keterbelakangan mereka,dan sulit nya warga Suku Sakai hidup berbaur dengan Suku pendatang yang lain nya, sehingga Suku Sakai ini memilih hidup menjauh dari keramai kota, mereka hidup berkelompok dan selalu hidup di pinggiran sungai selain itu Suku Sakai yang selama ini di kenal oleh masyarakat, masih percaya dengan keberadaan makhluk halus yang mereka percaya mempengaruhi kehidupam mereka. yang lebih di kenal dengan sebutan antu. 3. Membuat Alur Cerita ( Plot ) Dalam penyusunan alur cerita film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Penulis menuliskan 3 babak,yaitu pembukaan, Pengembangan, Penyelesaian. 4. Menerapkan Unsur Unsur Sinematografi Unsur unsur sinematografi merupakan bagian dari tahapan pra produksi yang sangat penting, karena akan memudahkan proses produksi. Sinematografi dapat menentukan pengaturan pencahayaan dan kamera ketika merekam video. 5. Menyusun Naskah Skenario Berikut salah satu potongan naskah dari film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai. FADE IN : 001.EXT DI TROTOAR KOTA PEKANBARU PAGI Cast : Yogi mardion/reporter KAMERA subjektif Long shot pada perjalanan reporter yang melangkah berjalan di pinggiran jalan raya kota Pekan baru yang ramai akan aktifitas kendaran bermotor, lalu lalang di jalan raya. 6. Storyboard Berikut merupakan potongan dari Storyboard film Sepenggal Harapan Suku Sakai 38

56 Tahap Produksi Gambar 3.5. Contoh Storyboard (Reporter berjalan dipinggir kota) Dalam tahap produksi film dokumenter yang akan dibuat menggunakan teknik sinematografi, ada empat garis besar teknik sinematografi yang diterapkan yaitu yaitu Framing, Angle Kemera, Shot size dan komposisi. Dalam pengambilan gambar pada film dokumenter ini menggunakan double kamera jenis Canon EOS Kiss X5 dan Canon EOS 650D. 1. Penentuan Kru (Crew) Kru dalam pembuatan film dokumenter ini terdiri dari 2 orang, dimana tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut : Tabel 3.3 Personil Kru dan Tanggung Jawab Pekerjaan. NO Tugas dan Tanggung Jawab Nama 1 Produser Yogi Mardion 2 Sutradara Abdul Razak 3 Scriptwriter Yogi Mardion 4 Cameramen Abdul Razak 5 Narator Yogi Mardion 6 Editor Abdul Razak 7 Reporter Yogi Mardion 2. Produksi dengan Teknik Sinematografi Proses produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai menggunakan teknik sinematografi seperti yang diuraikan dibawah ini : a. Framing Kegiatan membatasi adegan/mengatur kamera sehingga mencakup ruang penglihatan yang diinginkan. 39

57 1). Kamera Subyektif Diterapkan cara pengambilan gambar, seolah-olah audiens menjadi bagian dari peran tertentu. Gambar 3.6. Kamera Subyektif (Sumber: Dokumen Pribadi) 2). Kamera Objektif Cara pengambilan gambar, dimana audiens hanya menjadi pengamat dari depan layar dan obyek menghadap kamera. Gambar 3.7. Kamera Objektif (Sumber: Dokumen Pribadi) 3). Kamera point of view (POV) Menerapkan gabungan antara obyektif dan subyektif yang merekam adegan dari titik pandang pemain tertentu. Angle kamera POV diambil sedekat shot obyektif dalam kemampuan meng- approach sebuah shot subyektif, dan 40

58 tetap obyektif. Kamera ditempatkan pada sisi pemain subyektif, sehingga memberi kesan penonton beradu pipi dengan pemain yang di luar layar. s Gambar 3.8. Kamera point of view (Sumber: Dokumen Pribadi) b. Angle Kamera Beberapa variasi sudut pengambilan gambar yang akan digunakan dalam pembuatan film documenter ini adalah sebagai berikut: 1). Low Angle Kamera ditempatkan dengan sudut lebih rendah daripada subjek,untuk menampilkan kedudukan subjek yang lebih tinggi daripada penonton. Gambar 3.9. Low Angle (Sumber: Dokumen Pribadi) 41

59 2). High Angle Teknik pengambilan gambarnya dengan sudut pengambilan gambar tepat diatas objek Gambar High Angle (Sumber: Dokumen Pribadi) 3). Normal (Eye Angle) Kamera ditempatkan sejajar dengan mata subjek. Pengambilan gambar dari sudut eye level hendak menunjukkan bahwa kedudukan subjek dengan penonton sejajar. Gambar Normal atau Eye Angle (Sumber: Dokumen Pribadi) 4). Frog Eye Angle Kamera sejajar dengan dasar kedudukan objek. Pengambilan gambar ke arah atas sejajar dengan kaki. 42

60 Gambar Frog Eye Angle (Sumber: Dokumen Pribadi) c. Shot Size Dalam pembuatan film dokumenter yang berjudul Sepenggal Harapan Suku Sakai, terdapat beberapa ukuran gambar yang digunakan yaitu: 1). Long Shot (LS) Merupakan teknik yang memperlihatkan komposisi obyek secara total, dari ujung kepala hingga ujung kaki (bila obyek manusia). Dengan tujuan memperkenalkan tokoh secara lengkap dengan setting latarnya yang menggambarkan obyek berada. Gambar Long Shot (Sumber: Dokumen Pribadi) 2). Medium Shot (MS) Penggambilan gambar yang memperlihatkan subjek (manusia) dari tangan hingga ke atas kepala sehingga penonton dapat melihat jelas ekspresi dan emosi yang meliputinya. 43

61 Gambar Medium Shot (Sumber: Dokumen Pribadi) 3). Close Up (CU) Pengambilan gambar dari kepala hingga leher menunjukan penggambaran emosi atau reaksi suatu subjek (manusia). Gambar Close Up (Sumber: Dokumen Pribadi) 4). Over Shoulder Shot (OSS) Penggambilan gambar dari punggung atau bahu seseorang. Orang yang digunakan bahunya menempati frame kurang lebih sebesar 1/3 bagian, membantu untuk menentukan posisi setiap orang dalam frame dan mendapatkan fell saat menatap seseorang dari sudut pandang orang lain. 44

62 Gambar Over Shoulder Shot (Sumber: Dokumen Pribadi) d. Pergerakan kamera Pergerakan kamera yang direncanakan dalam produksi film dokumenter ini adalah: 1). Pan Gerak kamera ke kiri dan kanan dengan bertumpu pada satu sumbu. Gambar Pergerakan kamera Pan (Sumber: Dokumen Pribadi) 45

63 2). Tilt Gerak kamera ke atas dan bawah dengan bertumpu pada satu sumbu. Gambar Pergerakan kamera Tilting (Sumber: Dokumen Pribadi) 3). Zoom Penggunaan pergerakan maju atau lensa dengan posisi kamera diam. e. Komposisi Elemen elemen yang digunakan sebagai komposisi yang menyusun film ini adalah 1). Elemen Pencahayan Salah satu elemen yang digunakan sebagai komposisi yang menyusun film ini adalah pencahayaan. Karena ini genre film dokumnetr maka untuk pencahayaan hanya menggunakan pencahayaan alami tanpa ada pencahayaan tambahan. 2). Objek Yaitu cara meletakan objek gambar sehingga tampak menarik dan menonjol dan bisa mendukung alur cerita Paska produksi Terdapat beberapa teknik yang akan diterapkan dalam tahap paska produksi yaitu : 1. Capturing Proses capturing adalah memindahkan sumber gambar dari pita video atau media penyimpanan lain ke dalam data komputer dan disimpan di ruang hardisk. 46

64 Gambar Capturing (Sumber: Dokumen Pribadi) 2. Editing (s gambar selesai, maka pada tahap ini dilakukan proses editing. Aplikasi yang digunakan untuk editing adalah Adobe Premiere Pro CS6. Proses yang dilakukan antara lain adalah menggabungkan video-video sesuai urutan naskah film, pemberian efek dan penyamaan warna, pemberian narasi dan background music. Gambar Editing Adobe Premiere Pro CS6 (Sumber: Dokumen Pribadi) 3. Rendering Setelah proses editing selesai masuklah ke proses rendering menggunakan aplikasi yang digunakan untuk editing adalah Adobe Premiere Pro CS6. 47

65 Gambar 3.21 Proses Rendering Adobe Premiere Pro CS6(Sumber: Dokumen Pribadi) 4. Mastering. Mastering merupakan proses dimana file yang telah di render dipindahkan ke dalam media kaset, VCD, DVD atau media lainya. Gambar Mastering menggunakan DVD (Sumber: Dokumen Pribadi) 48

66 BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Proses implementasi karya adalah tahap pembuatan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai. Dalam implementasi karya ini, terdapat dua proses utama yang dilakukan, yaitu tahap produksi dan Paska Produksi Tahap Produksi dengan Teknik Sinematografi. Dalam tahap produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai menggunakan teknik sinematografi, ada empat garis besar teknik sinematografi yang diterapkan yaitu Framing (batasan gambar), Angle Kamera (sudut pengambilan gambar), Shot Size (cara pengambilan gambar) dan komposisi (elemen-elemen dalam pengambilan gambar). Dalam pengambilan gambar pada film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai menggunakan double kamera jenis Canon EOS Kiss X5 dan Canon EOS 650D, Tripod, monopod, Microphone Capdase, Lensa Fix atau Prime 50 mm, Lensa Standar mm, Lensa Tele mm. Untuk implementasi masing-masing teknik tersebut seperti yang diuraikan sebagai berikut : Framing Pengaturan kamera diupayakan mencakup ruang penglihatan yang diinginkan. Sudut pengambilan gambar yang digunakan adalah framing kamera subyektif, framing kamera objektif dan framing kamera point of view (POV). 1. Framing Kamera Subyektif Teknik Sinematografi dengan framing kamera subjektif dominan diterapkan pada 8 sequence yaitu pada : 49

67 a. Sequence 1: di Kota Pekanbaru Saat berada di pinggir jalan kota pekanbaru Tabel 4.1. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 50

68 b. Sequence 3: Perjalanan Menuju Desa Suku Sakai Saat perjalanan menuju desa suku sakai dan pada saat di sungai Rangau. Tabel 4.2. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 51

69 c. Sequence 4: Objek Foto-foto Batin Pengambilan objek foto-foto batin Tabel 4.3. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 52

70 d. Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai 1). Saat perjalanan reporter dan haji jatim ke salah satu bangunan rumah adat, Menunjukan rumah adat suku sakai, Tabel 4.4. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 53

71 2). Menunjukan ruangan gajah menoggun Tabel 4.5. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 54

72 3). Menunjukan ruangan petapak jatuh Tabel 4.6. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 55

73 e. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai 1). Saat reporter bersalaman dengan kelompok tari Tabel 4.7. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 56

74 2). Saat menyaksikan kelompok seni tari suku sakai Tabel 4.8. Implementasi Teknik Sinematografi Dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 57

75 f. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan 1). Saat matahari terbit Tabel 4.9. Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 58

76 2). Saat berada di tempat pengobatan tradisional suku sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 59

77 g. Sequence 9: Mencari Dama Saat kegiatan mencari dama. Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 60

78 h. Sequence 10: Makan Siang Mencari Ikan Saat di atas perahu mencari ikan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Subjektif pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 61

79 2. Framing Kamera Objektif Teknik Sinematografi dengan framing kamera objektif juga banyak dipakai dalam proses produksi film dokumenter ini, terdapat pada 6 sequence yaitu pada: a. Sequence 1: di Kota Pekanbaru Reporter di depan tugu zapin Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 62

80 b. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai Reporter di perkampungan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 63

81 c. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan Reporter di tempat pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 64

82 d. Sequence 9: Mencari Dama Reporter sebelum mencari dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 65

83 e. Sequence 10: Makan Siang Mencari Ikan Reporter menjelaskan makanan manggalo Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 66

84 f. Sequence 11: Penutup di Jembatan - Sekolah 1). Reporter di jembatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 67

85 2). Reporter di sekolah. Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Objektif pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 68

86 3. Framing Kamera point of view (POV) Teknik Sinematografi dengan framing Kamera point of view (POV) cukup banyak diterapkan pada film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini, terdapat sebanyak 6 sequence dimulai dari pengambilan gambar pada saat : a. Sequence 3: Perjalanan Menuju Desa Suku Sakai Perjalanan sebelum memasuki desa suku sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 69

87 - 70

88 b. Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai 1). Perjalanan menuju rumah adat suku sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 71

89 2). Memasuki ruangan petapak jatuh Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 72

90 3). Memasuki ruangan Gajah menyusu Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 73

91 4). Ilustrasi Hukum Antar Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 74

92 c. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan Tempat pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 75

93 d. Sequence 9: Mencari Dama 1). Objek matahari siang Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 76

94 2). Reporter menjelaskan Objek dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 77

95 e. Sequence 10: Makan Siang Mencari Ikan Diatas perahu mencari ikan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Framing Kamera Point of View pada Sequence10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 78

96 Angle Kamera Beberapa variasi sudut pengambilan gambar yang akan digunakan dalam pembuatan film dokumenter ini adalah sebagai berikut: 1). Low Angle Teknik Sinematografi dengan sudut pengambilan gambar Low Angle dapat diterapkan pada 6 sequence dalam penggarapan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini, yaitu terdapat pada: a. Sequence 4: Objek Foto-foto Batin 1). Objek foto-foto batin sebelum mengenal Islam Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 79

97 2). Objek foto-foto batin setelah mengenal ajaran Islam Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 80

98 b. Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai 1). Reporter dan bapak H.Jatim berjalan ke salah satu bangunan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 81

99 2). Bangunan Meligai payung sekaki Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 82

100 c. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai 1). Kelompok suku sakai menari Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 83

101 2). Objek Ayunan di rumah bapak Dariat Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 84

102 d. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan 1). Matahari pagi sebelum ketempat pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 85

103 2). Hiasan yang di gantung di atap rumah pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 86

104 e. Sequence 9: Mencari Dama Matahari saat mencari dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Low Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 87

105 2). High Angle Teknik Sinematografi dengan sudut pengambilan gambar High Angle diterapkan pada 4 sequence dalam penggarapan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini, yaitu terdapat pada saat pengambilan gambar a. Sequence 3: Perjalanan Menuju Desa Suku Sakai Pengambilan Objek perahu saat perjalanan menuju Desa Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 88

106 - 89

107 b. Sequence 5: di Rumah Kepala Suku Sakai Buah pinang dan sirih pada saat wawancara narasumber ketua suku sakai bapak Batin Musa Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 5 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 90

108 c. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan Objek Alat penerangan yang digunakan pada ritual pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 91

109 d. Sequence 9: Mencari Dama Bapak Sholi sedang mencari dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera High Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 92

110 3). Normal Angle (Eye Angle) Teknik Sinematografi dengan sudut pengambilan gambar normal Angle (Eye Angle) diterapkan dalam produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini, yaitu terdapat pada 8 sequence saat pengambilan gambar : a. Sequence 3: Perjalanan Menuju Desa Suku Sakai 1). Perjalanan menuju permukiman Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 93

111 - 94

112 2). Gapura sebelum memasuki Desa Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 95

113 b. Sequence 5: di Rumah Kepala Suku Sakai Wawancara kepala suku sakai bapak Batin Musa Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 5 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 96

114 c. Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai Wawancara narasumber yaitu bapak H. Jatim Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 97

115 d. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai 1). Reporter memasuki perkampungan Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 98

116 2). Menyaksikan seni tari Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 99

117 3). Makan pinang setelah acara tari Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 100

118 4). Reporter dan bapak Dariat berjalan menuju kerumah Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 101

119 e. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan 1). Tempat pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 102

120 2). Pejalanan pulang dari tempat pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 103

121 f. Sequence 9: Mencari Dama 1). Sebelum dan saat mencari dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 104

122 2). Saat mencari dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 105

123 g. Sequence 10: Makan Siang Mencari Ikan 1). Makan di rumah bapak Dariat Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 106

124 2). Mencari ikan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 107

125 h. Sequence 11: Penutup di Jembatan - Sekolah 1). Reporter saat di jembatan sekolah Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 108

126 2). Reporter dan anak-anak SD di depan sekolah Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Eye Angle pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 109

127 4. Frog Eye Angle Teknik Sinematografi dengan sudut pengambilan gambar Frog Eye Angle hanya diterapkan pada sequence 3 dalam produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini, yaitu terdapat pada: a. Sequence 1: di Kota Pekanbaru Kaki reporter saat berjalan di pinggiran jalan kota Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 110

128 - 111

129 b. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai 1). Objek baju kulit kayu yang di letakan di tanah pada saat menari Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 112

130 2). Pejalanan reporter dan bapak Dariat pulang dari tempat pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 113

131 c. Sequence 9: Mencari Dama Perjalanan mencari dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Sudut Kamera Frog Eye Angle pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 114

132 Shot Size (Ukuran Gambar) Dalam pembuatan film dokumenter yang berjudul Sepenggal Harapan Suku Sakai, terdapat beberapa variasi ukuran gambar yang digunakan dan diterapkan diantaranya adalah Long Shot (LS), Medium Shot (MS), Close Up (CU) dan Over Shoulder Shot (OSS). 1. Long Shot (LS) Teknik Sinematografi dengan pengambilan ukuran gambar Long Shot diterapkan sebanyak 7 sequence dalam produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini, yaitu terdapat pada saat pengambilan gambar : a. Sequence 1: di Kota Pekanbaru 1). Saat berada di pinggir jalan kota pekanbaru Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 115

133 - 116

134 2). Saat reporter berjalan di zebra cross jalan kota Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 117

135 b. Sequence 3: Perjalanan Menuju Desa Suku Sakai Perahu di Sungai Rangau menuju Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 118

136 c. Sequence 5: di Rumah Kepala Suku Sakai Wawancara narasumber ketua Suku Sakai bapak Batin Musa Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 5 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 119

137 d. Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai 1). Wawancara narasumber pelopor adat bapak H. Jatim Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 120

138 2). Bangunan bumbung melontik olang monai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 3). Bangunan mahligai payung sekaki 4). Rumah adat Suku Sakai 121

139 a. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai Seni Tari Suku Sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 122

140 b. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan 1). Perjalanan pulang dari rumah pengotan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Long Shot pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 123

141 2). Medium Shot (MS) Teknik Sinematografi dengan pengambilan ukuran gambar Medium Shot diterapkan pada 9 sequence dalam produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai, yaitu terdapat pada: a. Sequence 1: di Kota Pekanbaru Pinggiran jalan kota b. Sequence 4: Objek Foto-foto Batin Objek foto batin c. Sequence 5: di Rumah Kepala Suku Sakai Wawancara narasumber ketua suku sakai bapak Batin Musa d. Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai Wawancara narasumber pelopor adat bapak H. Jatim e. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai 1). Reporter di perkampungan suku sakai 1 2). Kesenian tari scene 3 dan scene 6 3). Percakapan reporter dengan bapak dariat f. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan Di dalam rumah pengobatan g. Sequence 9: Mencari Dama Mencari dama h. Sequence 10: Makan Siang Mencari Ikan 1). Makan siang 2). Mencari ikan i. Sequence 11: Penutup di Jembatan - Sekolah 1). Reporter berjalan di atas jembatan 2). Reporter bersama dengan anak-anak SD Berikut salah satu contoh pengambilan dengan ukuran gambar Medium Shot pada sequence 7: Perkampungan Suku Sakai, saat percakapan reporter dengan bapak Dariat : 124

142 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Medium Shot pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 125

143 3). Close Up (CU) Teknik Sinematografi dengan pengambilan ukuran gambar Close Up diterapkan pada 6 sequence dalam produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai, yaitu terdapat pada: a. Sequence 1: di Kota Pekanbaru Reporter berjalan di.pinggiran jalan kota b. Sequence 5: di Rumah Kepala Suku Sakai 1). Wawancara narasumber ketua suku sakai bapak Batin Musa 2). Objek peralatan tradisional dan makanan buah pinang, sirih pada saat wawancara batin musa c. Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai 1) Wawancara narasumber pelopor adat bapak H. Jatim 2) Pinang, kapur,gambir, sirih pada saat penjelasan hukum anta d. Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai 1) Reporter bersalaman dengan kelompok tari 2) Makan pinang setelah acara tari e. Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan Matahari terbit dan di tempat pengobatan f. Sequence 9: Mencari Dama Mencari dama dan Makanan khas Suku Sakai Berikut salah satu contoh pengambilan dengan ukuran gambar Close Up pada sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan, Saat bapak Dariat di tempat pengobatan 126

144 Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Close Up pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi - 127

145 4). Over Shoulder Shot (OSS) Teknik Sinematografi dengan pengambilan ukuran gambar Over Shoulder Shot minim diterapkan dalam produksi film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai, hanya 2 scene yaitu pada saat percakapan reporter dengan bapak Dariat sebelum kerumah bapak Dariat dan percakapan reporter dengan bapak Dariat di tempat pengobatan, hal ini terjadi karena keterbatasan kru pada saat pengambilan gambar. Berikut contoh salah satunya pada sequence 7: Perkampungan Suku Sakai Dan pada scene 13 : saat percakapan reporter dengan bapak Dariat sebelum kerumah bapak Dariat. Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Ukuran Gambar Over Shoulder Shot pada Sequence 13 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 128

146 Pergerakan Kamera Jenis pergerakan kamera yang di gunakan pada film Sepenggal Harapan Suku Sakai berdasarkan pergerakan kemera yang telah di buat pada storyboard. 129

147 1. Pan a. Pan right 1). Sequence 1: di Kota Pekanbaru Pinggiran jalan kota pekan baru Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Right pada Sequence 1 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 130

148 2). Sequence 4: Objek Foto-foto Batin Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Right pada Sequence 4 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 131

149 b. Pan left 1). Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai Ruangan gajah menoggun Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 132

150 2). Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai Kerumah pak dariat Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 133

151 3). Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan Pulang dari rumah pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 134

152 4). Sequence 10: Makan Siang Mencari Ikan Mencari ikan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Pan Left pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 135

153 2. Tilt a. Tilt Up 1). Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai Saat suku sakai menari Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Tilt Up pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 136

154 2). Sequence 8: Matahari Terbit - Rumah Pengobatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Tilt Up pada Sequence 8 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 137

155 b. Tilt down 1). Sequence 3: Perjalanan Menuju Desa Suku Sakai Perjalanan menuju desa suku sakai Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Tilt Down pada Sequence 3 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 138

156 3. Zoom a. Zoom out 1). Sequence 6: Rumah Adat Suku Sakai Anjung timbal balik Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 6 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 139

157 2). Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai 1). Saat suku sakai menari Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 140

158 2). Makan pinang setelah acara tari Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 141

159 3). Sequence 9: Mencari Dama Sedang mencari dama Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 9 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 142

160 4). Sequence 11: Penutup di Jembatan Sekolah Reporter di jembatan Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom Out pada Sequence 11 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 143

161 b. Zoom in 1). Sequence 7: Perkampungan Suku Sakai Saat suku sakai menari Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom In pada Sequence 7 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi 144

162 2). Sequence 10: Makan Siang Mencari Ikan Saat makan di rumah bapak dariat Tabel Implementasi Teknik Sinematografi dengan Pergerakanan Kamera Zoom In pada Sequence 10 Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Storyboard Hasil Implementasi Komposisi 1). Elemen Pencahayan Film dokumenter ini menggunakan cahaya apa adanya agar terlihat keaslian film dokumenter sehingga tidak terkesan dibuat-buat atau direkayasa. 2). Objek Proses pengambilan gambar ini juga meliputi wawancara beberapa narasumber. Seperti bapak Batin Musa sebagai kepala suku sakai dan bapak H. Jatim sebagai pemangku adat suku sakai seperti pada gambar dibawah ini: 145

163 Gambar 4.1. Wawancara bapak Batin Musa Gambar 4.2. Wawancara bapak H. Jatim Pengambilan gambar dalam film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai sesuai dengan Naskah, Plot, Storyboard yang telah dibuat pada tahap pra-produksi. Proses pengambilan gambar di Desa Petani Kecamatan Mandau memerlukan waktu kurang lebih 14 hari Paska Produksi Dalam tahap paska produksi film dokumenter ini menggunakan satu unit laptop jenis Asus K43SD core i7 untuk melakukan kegiatan capturing, editing, rendering dan mastering. Sebagaimana yang diuraikan berikut ini : Capturing Proses capturing adalah memindahkan sumber gambar dari pita video atau media penyimpanan lain kedalam data komputer. Jumlah video keseluruhan dari hasil shooting berjumlah 477 file video dengan size 154 GB (165,573,400,234 bytes) dan disimpan di ruang hardisk dengan kapasitas 500 GB. 146

164 Gambar 4.3. Capturing (Sumber: Dokumen Pribadi) Editing (Melalui Non Linear Editing) Setelah proses pengambilan gambar selesai, kemudian dilakukan proses editing. menggunakan aplikasi Adobe Premiere Pro CS6. Pada tahap ini dilakukan pemilihan video dari stock shot, materi pemilihan yang dilakukan berdasarkan kelayakan gambar secara visual dan audio. Selanjutnya melakukan penataan video yang mengacu pada naskah film atau storyboard. Lalu dilakukan penggabungan antara scene per scene hingga menjadi sebuah alur cerita. Disini juga dilakukan penambahan efek transisi, pemberian Subtitle (Terjemahan) bahasa Indonesia untuk menjelaskan informasi atau percakapan yang menggunakan bahasa daerah. Selain itu juga dilakukan penambahan backsound guna mendukung tatanan visual. Pada film dokumenter ini menggunakan instrument musik tradisional yang didapat dari situs musik di internet. Adapun backsound yang digunakan antara lain instrument Zapin Melayu, Instrument Zapin Ghalit, instrument Soleram, instrument Gondang Barogong dan instrument Gambus Melayu Riau. 147

165 Pada tahap ini juga dilakukan proses dubbing. Pada proses ini dilakukan perekaman suara untuk narasi, agar audience tidak bosan dengan pembacaan narasi saja. Pengambilan suara Dubbing menggunakan recorder, untuk merekam suara recorder ini juga digunakan dalam proses pengambilan suara dalam shoting live shot, karena hasil suaranya jernih. Namun karena para pengisi suara masih tergolong amatir (karena belum terbiasa menjadi pengisi suara) maka hasil yang diterima sudah bisa dibilang cukup. Setelah suara terekam, Maka akan tercipta beberapa potongan-potongan klip suara berupa mp3. Potongan-potongan suara tersebut juga harus dipilih lagi dan di cek apakah ada suara-suara yang tidak diinginkan atau hasil dubbing yang terlampau panjang sehingga dibutuhkan untuk dipisahkan menjadi beberapa bagian. Gambar 4.4. Editing Adobe Premiere Pro CS6 (Sumber: Dokumen Pribadi) Rendering Setelah proses editing selesai maka dilakukan proses rendering menggunakan aplikasi Adobe Premiere Pro CS6. Hasil Rendering pada film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini di export menggunakan format mp4 dengan resolusi video , format ini dipilih karena merupakan standar video yang sering digunakan. 148

166 Gambar 4.5. Proses Rendering Adobe Premiere Pro CS6 (Sumber: Dokumen Pribadi) Mastering. Mastering merupakan proses dimana file video yang sudah di export dengan size 1.5 GB (1,611,489,280 bytes) dipindahkan ke dalam media DVD-R dengan kapasitas 4.7 GB. Gambar 4.6. Cover DVD film Sepenggal Harapan Suku Sakai (Sumber: Dokumen Pribadi). 149

167 BAB V PENGUJIAN Karena film ini tidak di perjual belikan. Maka untuk mengukur keberhasilan dari film ini ketika sudah jadi peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif. Tujuannya untuk mendekripsikan atau menggambarkan data yang yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner untuk memperoleh penilaian kelayakan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai oleh audiens yang telah menyaksikan film tersebut. Kuesioner ini disebarkan kepada 100 orang audiens dari berbagai kalangan, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara lengkap dan jelas berdasarkan karakteristik audiens. Data yang terkumpul melalui dianalisis secara manual dengan bantuan Microsoft Excel.. Analisa data dilakukan berdasarkan Karakteristik Audiens dan Variabel Penelitian secara komputasi menggunakan SPSS(Statistical Package for Social Sciences) versi Karakteristik audiens Audiens dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Karakteristik audiens dibagi berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan. Karakteristik tersebut dipandang hanya untuk sebagai gambaran karakteristik audiens.yang berpartisipasi memberi penilaian Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.1. Karakteristik Audiens Berdasarkan Jenis Kelamin Kategori Frekuensi Persentase% Laki-laki 69 69% Perempuan 31 31% Total 100 Orang 100% Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Dalam Tabel 5.1. Menunjukankan bahwa dari 100 orang jumlah audiens, sebagian besar adalah laki-laki yaitu 69 orang dengan persentase 69% dan sebanyak 31 orang dengan persentase 31% adalah perempuan. 150

168 Karakteristik Audiens Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 5.1. Diagram Pie Karakteristik Audiens Berdasarkan Pekerjaan (Sumber: Hasil Pengolahan SPSS) Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.2. Karakteristik Audiens Berdasarkan Pekerjaan Kategori Frekuensi Persentase% Wiraswasta 39 39% Mahasiswa/i 21 21% Karyawan/i 16 16% Pelajar 15 15% IRT 6 6% Pegawai 3 3% Total 100 Orang 100% Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Pada Tabel 5.2. Menggambarkan bahwa dari 100 orang jumlah audiens, sebagian besar audiesns bekerja sebagai wiraswasta yaitu 69 orang dengan persentase 69%. Dan sebanyak 21 orang dengan persentase 21% adalah mahasiswa. Audiens yang berprofesi sebagai karyawan atau karyawati berjumlah 16 orang dengan persentase 16%. Audiens sebagai pelajar berjumlah 15 dengan persentase 15%. Audiens sebagai IRT berjumlah 6 orang atau dengan persentase 6%. Audiens yang berprofesi sebagai pegawai termasuk pegawai negeri sipil, guru dan pegawai pemerintah lainnya hanya berjumlah 3 dengan persentase 3%. 151

169 Karakteristik Audiens Berdasarkan Pekerjaan Gambar 5.2. Diagram Pie Karakteristik Audiens Berdasarkan Pekerjaan (Sumber: Hasil Pengolahan SPSS) 5.2. Hasil Analisa Data Berdasarkan Variabel Penelitian Penilaian audiens terhadap masing-masing variabel, yaitu variabel Informasi/pesan yang ingin disampaikan melalui film ini, variabel visual dan variaber audio adalah sebagai berikut: Berdasarkan Informasi atau Pesan yang ingin disampaikan melalui film Tabel 5.3. Tanggapan Audiens Berdasarkan Pesan/Informasi dari Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Kategori Frekuensi Persentase% Sangat Layak 98 98% Layak 2 2% Kurang Layak - - Tidak Layak - - Sangat Layak - - Total 100 Orang 100% Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Terlihat pada Tabel 5.3. Mengambarkan bahwa dari 100 orang audiens, terdapat 98 orang dengan persentase 98% memberi tanggapan Sangat layak tentang informasi/ pesan yang 152

170 dapat diterima dari film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai dan hanya sebanyak 2 orang atau dengan persentase 2% menyatakan tanggapan Layak. Tanggapan Audiens Berdasarkan Pesan/Informasi dari pada Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Gambar 5.3. Diagram Pie Tanggapan Audiens Berdasarkan Pesan/Informasi dari Film (Sumber: Hasil Pengolahan SPSS) Berdasarkan Visual Tabel 5.4. Tanggapan Audiens Berdasarkan Visual pada Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Kategori Frekuensi Persentase% Sangat Layak 97 97% Layak 3 3% Kurang Layak - - Tidak Layak - - Sangat Layak - - Total 100 Orang 100% Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Tabel 5.4. Menerangkan bahwa dari 100 orang audiens, terdapat 97 orang dengan persentase 98% memberi tanggapan Sangat layak terhadap unsur visual dari film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai dan hanya sebanyak 3 orang atau dengan persentase 2% menyatakan tanggapan Layak. 153

171 Tanggapan Audiens Berdasarkan Visual pada Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Gambar 5.4. Diagram Pie Tanggapan Audiens Berdasarkan Visual dari Film (Sumber: Hasil Pengolahan SPSS) Berdasarkan Variabel Audio Tabel 5.5. Tanggapan Audiens Berdasarkan Audio pada Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Kategori Frekuensi Persentase% Sangat Layak 90 90% Layak 10 10% Kurang Layak - - Tidak Layak - - Sangat Layak - - Total 100 Orang 100% Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Tabel 5.5. Menunjukan bahwa dari 100 orang audiens, mayoritas audiens yaitu dengan jumlah 90 orang dengan persentase 98% memberi tanggapan Sangat layak terhadap unsur audio dari film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai dan sebanyak 10 orang atau dengan persentase 2% menyatakan tanggapan Layak. 154

172 Tanggapan Audiens Berdasarkan Audio pada Film Dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai Gambar 5.5. Diagram Tanggapan Audiens Berdasarkan Audio dari Film (Sumber: Hasil Pengolahan SPSS) 155

173 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 1. Penyampaian informasi merupakan hal yang menjadi prioritas dalam muatan film dokumenter Sepenggal Harapan Suku Sakai ini. Berdasar hasil penilaian audiens dapat disimpulkan bahwa film dokumenter ini berhasil mengenalkan tentang kehidupan suku sakai kepada para audien 2. Walaupun tanggung jawab kru telah diatur untuk bekerja sesuai job list produksi yang telah ditentukan. Ada saatnya pada titik tertentu dibutuhkan kolaborasi yang baik dan saling memberi pendapat dan saran terhadap hal-hal tertentu antar personil agar menghasilkan hasil karya terbaik 3. Teknik sinematografi yaitu framing, Angle Kamera dan shot size serta komposisi dapat diterapkan dangan baik walaupun tidak memenuhi standar professional. Namun cukup memadai untuk tahap pembelajaran. 4. Kegiatan capturing, editing dan rendering serta mastering pada tahap paska produksi dapat diterapkan secara keseluruhan pada film dokumenter Sepenggal Harapan Suku sakai Saran 1. Dalam pembuatan film diperlukan perancangan yang lebih matang dan didukung oleh crew dengan spesifikasi (Job Descriptions) tersendiri untuk menciptakan hasil yang lebih optimal. 2. Dalam membuat film dokumenter sangat dibutuhkan kesabaran dan kreatifitas dalam pengambilan gambar untuk menghasil visual yang sesuai realita dan apa adanya. 3. Diharapkan pengujian karya atau produk kedepannya mengacu pada acuan yang lebih baku dan menurut pendapat ahli. Sehingga dapat memberikan penilaian kelayakan yang lebih baik. 4. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat mendorong penelitian atau pengembangan lebih lanjut, serta membantu para pimpinan untuk menentukan kebijakan. 5. Diharapkan melalui film dokumenter ini kita lebih mengenal dan mencintai tradisi, adat dan budaya Indonesia. 156

174 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi Manajemen Penelitian, edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. Ayawaila,Gerzone, R. 2008, Dokumenter : Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ Press Ayawaila,Gerzone, R. 2009, Dokumenter : Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ Press Brata, Vincent, Bayu, Tapa Videografi dan Sinematografi Praktis. Jakarta: Elex Media Javandalasta, Panca Hari Mahir Bikin Film. Surabaya: Mumtaz Media Ming Muslimin, Desember 2014 pukul wib) Ming Muslimin, Desember 2014 pukul wib) Naratama Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: PT. Grasindo Parsudi, Suparlan Orang-orang Sakai di Riau: masyarakat terasing dalam masyarakat indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Sugiyono Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Susan, Hayward Key Concept in Cinema Studies.Gramedia Admin Riau Daily foto. Tentang suku sakai. (diakses 20 September 2014 pukul wib) Dharma, Surya Jenis-jenis Penelitian. JENIS_PENELITIAN. (diakses 22 Desember 2014 pukul wib) 157

175 Ernanta, Wendy Goerid Perancangan film, pdf. (diakses 20 September 2014 pukul wib) Ludiro, Muhammad Teknik Produksi, (Diakses 17 September 2014 pukul wib) Mina, A. Amelia (diakses 20 Desember 2014 pukul wib) Mutharom, Jaka Teknik Pra Produksi, Produksi dan Paska Produksi. (diakses 18 September 2014 pukul wib) Primanti, Hosea Reyna Produksi film, (diakses 20 September 2014 pukul wib) Putri, Dityatama Mengenal Genre Film Dari Isinya. (diakses 22 Desember 2014 pukul wib) Ridho, Syamsu Duha Firman Studi Deskriptif pada Film Sang Pencerah (diakses 20 Desember 2014 pukul wib) Sulaiman, Benyamin Handaya Kegiatan dalam tahap produksi dan paska produksi. (Diakses 15 September 2014 pukul wib) Sulaiman, Benyamin Handaya Teori Sinematografi. (diakses 19 September 2014 pukul wib) 158

176 Reshan, Janotama. Teori dokumenter, ds%20bab%204.pdf (diakses 18 September 2014 pukul wib) Trihandono, Dony dan Yusanto, Komposisi-Fotografi-Sinematografi-final1.pdf. (diakses 20 Desember 2014 pukul wib) Wibowo, Darpo Teori Sinematografi. (diakses 19 September 2014 pukul wib) Yulianti, Indri Teori Film, (Diakses 16 September 2014 pukul wib) 159

177 LAMPIRAN

178 LAMPIRAN OUTPUT SPSS FREQUENCIES VARIABLES=Karakteristik_Audiens_Jenis_Kelamin Karakteristik_Audiens_Pekerjaan Varibel_Penilaian_Berdasarkan_Informasi_dari_Film Variabel_Penilaian_Visual Variabel_Penilaian_Audio /STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM /PIECHART PERCENT /ORDER=VARIABLE. Frequencies Notes Output Created 08-JAN :32:12 Comments Input Active Dataset DataSet0 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in Working Data 100 File Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing. Cases Used Statistics are based on all cases with valid data. Syntax FREQUENCIES VARIABLES=Karakteristik_Audiens_Je nis_kelamin Karakteristik_Audiens_Pekerjaan Varibel_Penilaian_Berdasarkan_Inform asi_dari_film Variabel_Penilaian_Visual Variabel_Penilaian_Audio /STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM /PIECHART PERCENT /ORDER=VARIABLE. Resources Processor Time 00:00:00.58 Elapsed Time 00:00:00.55

179 Karakteristik_Audiens_Jenis_Kelamin Statistics Karakteristik_Audiens_Jenis_Kela min N Valid 100 Missing 0 Karakteristik_Audiens_Jenis_Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Laki-laki Perempuan Total

180 Karakteristik_Audiens_Pekerjaan Statistics Karakteristik_Audiens_Pekerjaan N Valid 100 Missing 0 Karakteristik_Audiens_Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid IRT Karyawan/i Mahasiswa/i Pegawai Pelajar Wiraswasta Total

181 Varibel_Penilaian_Berdasarkan_Informasi_dari_Film Statistics Varibel_Penilaian_Berdasarkan_In formasi_dari_film N Valid 100 Missing 0 Varibel_Penilaian_Berdasarkan_Informasi_dari_Film Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Layak Sangat Layak Total

182 Variabel_Penilaian_Visual Statistics Variabel_Penilaian_Visual N Valid 100 Missing 0 Variabel_Penilaian_Visual Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Layak Sangat Layak Total

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Kehadiran film sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi, pendidikan dan hiburan adalah salah satu media visual auditif yang mempunyai jangkauan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. mengenai pelaksanaan produksi dan pasca produksi.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. mengenai pelaksanaan produksi dan pasca produksi. BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Laporan Tugas Akhir pada BAB IV ini, menjelaskan tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Laporan Tugas Akhir pada BAB IV ini, menjelaskan tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR

JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR PRIAMBODOTOMMY.BLOGSPOT.COM Lisensi dokumen: Copyright @2012 by Priambodotommy.blogspot.com Seluruh dokumen yang ada di Priambodotommy.blogspot.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau biasa disebut Celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh lapisan

BAB II LANDASAN TEORI. atau biasa disebut Celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh lapisan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Film Istilah film awalnya dimaksudkan untuk menyebut media penyimpan gambar atau biasa disebut Celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh lapisan kimiawi peka cahaya.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses, produksi dan pasca produksi dalam pembuatan film AGUS. Berikut ini adalah penjelasan proses pembuatan film yang berjudul AGUS, sebagai berikut:

Lebih terperinci

BASIC VIDEOGRAFI OLEH: R. WISNU WIJAYA DEWOJATI

BASIC VIDEOGRAFI OLEH: R. WISNU WIJAYA DEWOJATI BASIC VIDEOGRAFI OLEH: R. WISNU WIJAYA DEWOJATI BASIC PHOTOGRAFI Sebelum dikenalnya teknik Film, manusia lebih dulu mengenal teknik photografi, teknik ini lalu berkembang menjadi teknik film, pada dasarnya

Lebih terperinci

Pengertian Videografy

Pengertian Videografy Videografy Pengertian Videografy Videografi adalah media untuk merekam suatu moment/kejadian yang dirangkum dalam sebuah sajian gambar dan suara yang dapat kita nikmati dikemudian hari baik sebagai sebuah

Lebih terperinci

Produksi Media PR AVI

Produksi Media PR AVI Produksi Media PR AVI Modul ke: Simulasi Teknik Dasar Penggunaan Kamera AVI Fakultas Fakultas Ilmu KOmunikasi Hendrata Yudha S.sos, M.ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Tugas Buatlah

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengambilan Gambar Produksi Sudut pengambilan kamera yang sesuai pergerakan kamera

Menerapkan Teknik Pengambilan Gambar Produksi Sudut pengambilan kamera yang sesuai pergerakan kamera Menerapkan Teknik Pengambilan Gambar Produksi Sudut pengambilan kamera yang sesuai pergerakan kamera Pengambilan gambar terhadap suatu objek dapat dilakukan dengan lima cara : 1. Bird Eye View Teknik pengambilan

Lebih terperinci

MCU (Medium Close Up) Shot yang menampilkan separas dada sampai atas kepala.

MCU (Medium Close Up) Shot yang menampilkan separas dada sampai atas kepala. JENIS- JENIS SHOT DAN SUDUT PENGAMBILAN GAMBAR JENIS-JENIS SHOT CU (Close Up) Shot yang menampakan daripada bahu sampai atas kepala. MCU (Medium Close Up) Shot yang menampilkan separas dada sampai atas

Lebih terperinci

Macam Macam Angle Pengambilan Gambar

Macam Macam Angle Pengambilan Gambar Macam Macam Angle Pengambilan Gambar 1. Bird eye. Istilah ini dipakai ketika kita mengamnbil gambar dari sudut super tinggi dan jarak jauh. biasanya dipakai ketika ingin mendapatkan efek keramaian (keramaian

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. berjudul Pembuatan Film Pendek Bergenre Drama Romantis Berjudul

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. berjudul Pembuatan Film Pendek Bergenre Drama Romantis Berjudul SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Yang bertandatangan di bawah ini, saya: Nama : Indri Yulianti NIM : 08.51016.0058 Dengan ini saya menyatakan dengan benar, bahwa Tugas Akhir saya yang berjudul Pembuatan

Lebih terperinci

Teknik Pengambilan Foto

Teknik Pengambilan Foto Pertemuan 9 Fotografi Teknik Pengambilan Foto ACHMAD BASUKI POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA Teknik Pengambilan Foto Camera Shot Dalam produksi video maupun film, jenis-jenis shot dalam pengambilan

Lebih terperinci

Produksi AUDIO VISUAL

Produksi AUDIO VISUAL Modul ke: Produksi AUDIO VISUAL Storyboard Shooting board Dorector board Fakultas ILMU KOMUNIKASI Dudi Hartono, S. Komp, M. Ikom Program Studi MARCOMM & ADVERTISING www.mercubuana.ac.id Pendahuluan: Storyboard

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan proses

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Setelah melakukan persiapan dalam proses pra produksi, dimulainya tahap observasi tempat yang sesuai dengan tema lalu memilih lokasi pengambilan gambar. Setelah melakukan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video dokumenter, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan proses

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. pembuatan Film Pendek Tentang Bahaya Zat Karsinogen dengan Menggunakan

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. pembuatan Film Pendek Tentang Bahaya Zat Karsinogen dengan Menggunakan BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan lebih rinci tentang proses produksi dan pasca produksi seperti penjelasan tentang pra produksi pada bab sebelumnya tentang pembuatan Film Pendek Tentang

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 2. PENGAMBILAN GAMBAR

PRAKTIKUM 2. PENGAMBILAN GAMBAR PRAKTIKUM 2. PENGAMBILAN GAMBAR Tujuan praktikum : Mahasiswa dapat melakukan pengambilan gambar dalam berbagai ukuran, angle kamera dan pergerakan kamera. 2.1. UKURAN GAMBAR Ukuran pengambilan gambar selalu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendukung pembuatan film pendek tentang nikah muda, maka karya

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendukung pembuatan film pendek tentang nikah muda, maka karya BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendukung pembuatan film pendek tentang nikah muda, maka karya film akan menggunakan beberapa tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka yang digunakan antara lain film, macam-macam

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Proses implementasi karya adalah tahap pembuatan film dokumenter

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Proses implementasi karya adalah tahap pembuatan film dokumenter BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Proses implementasi karya adalah tahap pembuatan film dokumenter Ludruk Irama Budaya. Dalam implementasi karya ini, terdapat tiga proses utama yang dilakukan, yaitu produksi,

Lebih terperinci

Pengertian Camera Dan Jenis-Jenis Pengambilan Shoot

Pengertian Camera Dan Jenis-Jenis Pengambilan Shoot Pengertian Camera Dan Jenis-Jenis Pengambilan Shoot Muhammad Faisal faisalmuhammad734@yahoo.com Abstrak Camera merupakan suatu Alat yang digunakan untuk Merekam suatu kejadian atau mengabadikan suatu kejadian.

Lebih terperinci

Teknik dan Komposisi Fotografi/Sinematografi

Teknik dan Komposisi Fotografi/Sinematografi Teknik dan Komposisi Fotografi/Sinematografi Pertemuan I Perancangan Audio Visual Dosen : Donny Trihanondo, S.Ds., M.Ds. Freddy Yusanto, S.Sos., MDs. finisi Fotografi dan Sinematografi Fotografi : Kegiatan

Lebih terperinci

Tahapan Proses Pembuatan Animasi / Pipeline

Tahapan Proses Pembuatan Animasi / Pipeline Tahapan Proses Pembuatan Animasi / Pipeline Animasi Pipeline A. Pengertian Tahapan proses animasi (Animation pipeline) Adalah prosedur atau langkah langkah yang harus dijalani seorang animator ketika membuat

Lebih terperinci

SOSIAL MEDIA. Munif Amin Romadhon. munifamin. Munif Amin. munifamin89

SOSIAL MEDIA. Munif Amin Romadhon. munifamin. Munif Amin. munifamin89 SOSIAL MEDIA Munif Amin Romadhon munifamin Munif Amin munifamin89 Apa itu Sinematografi? Berasal dari bahasa Yunani Kinema (gerakan) dan Graphoo atau Graphein (menulis / menggambar) Menulis dengan gambar

Lebih terperinci

Pelatihan singkat pengambilan gambar dan hal-hal yang harus diperhatikan

Pelatihan singkat pengambilan gambar dan hal-hal yang harus diperhatikan Pelatihan singkat pengambilan gambar dan hal-hal yang harus diperhatikan Third of role Bayangkan 4 titik, pilih titik mana objek di tempatkan Hindari penumpukan object (merger) Penumpukan object akan sangat

Lebih terperinci

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Camera Person

BAB 5 EVALUASI. 5.1 Camera Person BAB 5 EVALUASI 5.1 Camera Person Sebuah program acara, seorang camera person sangat berperan penting dan bertanggung jawab atas semua aspek saat pengambilan gambar. Seperti pergerakan kamera, ukuran gambar,

Lebih terperinci

Storyboard For Animation

Storyboard For Animation Storyboard For Animation Anda tidak perlu menjadi seorang kartunis yang bagus untuk menggambar storyboard yang baik. Jika Anda tidak bisa menggambar, maka akan memakan waktu lebih lama, tetapi Anda dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian teknisnya

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature,

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan video feature, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan

Lebih terperinci

Nama : Aditia.R (03) Kelas : XI tel 4. Broadcast:1. Definisi Kamera Video

Nama : Aditia.R (03) Kelas : XI tel 4. Broadcast:1. Definisi Kamera Video Nama : Aditia.R (03) Kelas : XI tel 4 Broadcast:1 Definisi Kamera Video Kamera Video adalah perangkat perekam gambar video yang mampu menyimpan gambar digital dari mode gambar analog. Kamera Video termasuk

Lebih terperinci

Teknik dan Komposisi Fotografi/Sinematografi

Teknik dan Komposisi Fotografi/Sinematografi Teknik dan Komposisi Fotografi/Sinematografi Pertemuan I Perancangan Audio Visual Dosen : Donny Trihanondo, S.Ds., M.Ds. Freddy Yusanto, S.Sos., MDs. finisi Fotografi dan Sinematografi Fotografi : Kegiatan

Lebih terperinci

Mengenal Cinematography dan Teknik Pembuatannya

Mengenal Cinematography dan Teknik Pembuatannya Mengenal Cinematography dan Teknik Pembuatannya Deden Pratama deden.pratama@raharja.com Abstrak Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan cahaya yang mengenai benda.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan proses

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada Bab IV ini membahas tentang bagaimana penerapan elemen-elemen. rancangan karya terhadap pengembangan film pendek ini.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada Bab IV ini membahas tentang bagaimana penerapan elemen-elemen. rancangan karya terhadap pengembangan film pendek ini. BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada Bab IV ini membahas tentang bagaimana penerapan elemen-elemen rancangan karya terhadap pengembangan film pendek ini. 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Menurut Marcel Danesi mendefinisikan Multimedia sebagai alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafis, animasi,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN KARYA. kemudian berusaha mengembangkan bersama-sama dengan pencipta lagu.

BAB III PERANCANGAN KARYA. kemudian berusaha mengembangkan bersama-sama dengan pencipta lagu. 19 BAB III PERANCANGAN KARYA Berdasarkan BAB II proses membuat Video dibagi menjadi 3, yaitu Pra Produksi, Produksi, Pasca Produksi. 3.1 Pra Produksi Dalam tahap ini meliputi : 3.1.2 Ide Ide dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi sejak dilahirkan didunia, komunikasi tidak hanya berupa

Lebih terperinci

Hasil Wawancara : Apa yang menjadi peran dan tanggung jawabjuru kamera dalam menentukan keberhasilan tayangan programx-factor Indonesia dilihat dari

Hasil Wawancara : Apa yang menjadi peran dan tanggung jawabjuru kamera dalam menentukan keberhasilan tayangan programx-factor Indonesia dilihat dari Hasil Wawancara : Apa yang menjadi peran dan tanggung jawabjuru kamera dalam menentukan keberhasilan tayangan programx-factor Indonesia dilihat dari segi visual berkualitas? Herman Effendy (Jurkam) : Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi. Berikut ini

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi. Berikut ini BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi dan pasca produksi. Berikut ini penjelaskan proses produksi dalam film yang berjudul Kesenian Reog Bulkio, sebagai berikut: 4.1 Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inovasi dinamika teknologi dan industri multimedia kini telah berkembang pesat. Industri multimedia seperti desain brand, pembuatan video, dan pembuatan game berjalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI Guna mendukung pembuatan karya video yang berjudul Sampah Visual maka karya video akan menggunakan beberapa tinjauan pustaka, antara lain: sejarah film, film pendek, mekanisme produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang menonton, dan juga merupakan bagian dari media massa.

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang menonton, dan juga merupakan bagian dari media massa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini film adalah sebuah media yang sudah sangat berkembang, bukan sebagai penyaluran kreatifitas saja, tetapi juga sudah menjadi media penyampaian

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap

Lebih terperinci

AKTING UNTUK ANIMASI. Materi 5 STORYBOARD. Lecturer: M. MIFTAKUL AMIN, S.KOM., M.ENG.

AKTING UNTUK ANIMASI. Materi 5 STORYBOARD. Lecturer: M. MIFTAKUL AMIN, S.KOM., M.ENG. AKTING UNTUK ANIMASI Materi 5 STORYBOARD Lecturer: M. MIFTAKUL AMIN, S.KOM., M.ENG. 1 Sejarah Storyboard Proses membuat storyboard, awalnya dikembangkan oleh studio Walt Disney pada awal 1930 Menurut John

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA)

SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA) SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA) Satuan Pendidikan : SMK/MAK Kelas : XII Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI

Lebih terperinci

Aspect Ratio : Definisi, Format Umum Aspect Ratio Kamera : Pembingkaian Kamera, Sudut Kamera, Perpindahan Kamera

Aspect Ratio : Definisi, Format Umum Aspect Ratio Kamera : Pembingkaian Kamera, Sudut Kamera, Perpindahan Kamera 3D Graphic Architecture - 1 05 POKOK BAHASAN Aspect Ratio : Definisi, Format Umum Aspect Ratio Kamera : Pembingkaian Kamera, Sudut Kamera, Perpindahan Kamera ASPECT RATIO Definisi AspectRatio adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB IV TEKNIS PERANCANGAN DAN MEDIA. produksi yaitu media utama yang berupa motion graphic video.

BAB IV TEKNIS PERANCANGAN DAN MEDIA. produksi yaitu media utama yang berupa motion graphic video. BAB IV TEKNIS PERANCANGAN DAN MEDIA 4.1 Teknis Perancangan Pada perancangan film pendek ini media utamanya yaitu berupa motion graphic video yang akan didistribusikan dengan trailer melalui media pendukung

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Rubinson menyatakan bahwa multimedia merupakan presentasi intrusional yang mengkombinasikan tampilan teks, grafis, vidio dan audio, serta dapat menyediakan interaktifitas.

Lebih terperinci

LAPORAN PRODUKSI TEASER KAMPUNG SENI ISI SURAKARTA

LAPORAN PRODUKSI TEASER KAMPUNG SENI ISI SURAKARTA LAPORAN PRODUKSI TEASER KAMPUNG SENI ISI SURAKARTA Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penyuntingan Digital II Dosen Pengampu: Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Disusun oleh : Rizka Febbry Indriani 14148142 Intan

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PULAU ONRUST

BAB III KONSEP PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PULAU ONRUST BAB III KONSEP PERANCANGAN FILM DOKUMENTER PULAU ONRUST 3.1 Tujuan Komunikasi Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication). Ia lahir seiring dengan penggunaan alat-alat

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA)

SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA) SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA) Satuan Pendidikan : SMK/MAK Kelas : XII Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. merancang naskah, hunting lokasi, merancang dan menyususl pada tahap prapoduksi

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. merancang naskah, hunting lokasi, merancang dan menyususl pada tahap prapoduksi BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Produksi merupakan proses lanjutan dalam proses pembuatan video, merancang naskah, hunting lokasi, merancang dan menyususl pada tahap prapoduksi dan di implementasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menyebarkan sebuah motivasi, ide gagasan dan juga penawaran sebuah sudut pandang dibutuhkan sebuah media yang cukup efektif. Menurut Javandalasta (2011:1), dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, baik yang bergabung dalam major label maupun indie label. Indie label dan

BAB I PENDAHULUAN. baru, baik yang bergabung dalam major label maupun indie label. Indie label dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia hiburan saat ini berkembang sangat pesat. Industri musik merupakan salah satu elemen dunia hiburan yang sifatnya menghibur dan sangat diminati oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Universitas Krisnadwipayana Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur 3D Animasi Arsitektur - 1

Universitas Krisnadwipayana Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur 3D Animasi Arsitektur - 1 Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur 3D Animasi Arsitektur - 1 Nama Mata Kuliah : 3D Animasi Arsitektur Kode Mata Kuliah : - Program Studi : Teknik Arsitektur Dosen : Apiet Rusdiyana, ST SMT/Jml SKS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi vii ix xii xiii xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 1.1 Televisi Sebagai Media Pembelajaran

BAB III LANDASAN TEORI. 1.1 Televisi Sebagai Media Pembelajaran BAB III LANDASAN TEORI 1.1 Televisi Sebagai Media Pembelajaran Pendidikan merupakan proses perubahan sikap seseorang untuk menjadi lebih baik baik dari segi pengetahuan dan segi moral atau tingkah laku.

Lebih terperinci

EDITOR ORANG YANG TERLATIH DAN TERDIDIK UNTUK MENGEDIT FILM DAN REKAMAN VIDEO

EDITOR ORANG YANG TERLATIH DAN TERDIDIK UNTUK MENGEDIT FILM DAN REKAMAN VIDEO TEKNIK EDITING EDITING Menggabungkan beberapa hasil pengambilan gambar dan suara dengan urutan urutan yang benar sesuai dengan naskah / script, dan juga menurut panjang dan irama tertentu yang tepat dengan

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Advertising Project Management-

Mata Kuliah - Advertising Project Management- Modul ke: 13 Fakultas FIKOM Mata Kuliah - Advertising Project Management- Eksekusi Konsep Kreatif Periklanan (1) Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising Tujuan penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perfilman di Indonesia akhir-akhir ini berkembang sangat pesat seiring dengan majunya era globalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki orang-orang kreatif

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB III KONSEP PERANCANGAN BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter ini menceritakan mengenai kehidupan masyarakat suku Baduy yang dimana terdapat problematika sosial budaya dalam konteks kepercayaan yang

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan proses produksi hingga proses pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menjadi acuan dibuatnya film drama yang berjudul Hidupku Impianku. Salah

BAB II LANDASAN TEORI. menjadi acuan dibuatnya film drama yang berjudul Hidupku Impianku. Salah BAB II LANDASAN TEORI Pada Tugas Akhir ini dalam BAB II berisi mengenai teori-teori yang menjadi acuan dibuatnya film drama yang berjudul Hidupku Impianku. Salah satunya adalah tentang hal-hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB III KONSEP PERANCANGAN 46 BAB III KONSEP PERANCANGAN 3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter Lipsync in My Life ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan informasi tentang potret kehidupan kehidupan seorang waria yang berprofesi

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini menjelaskan proses produksi dan pasca produksi, seperti yang telah terencana pada pra-produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Berikut ini penjelaskan proses produksi

Lebih terperinci

Pengambilan Gambar (Video (Video Shooting Shooting )

Pengambilan Gambar (Video (Video Shooting Shooting ) Pengambilan Gambar (Video Shooting ) Siswa dapat mendefenisikan Video Shooting Siswa dapat mendefenisikan df iik Kamera Video Siswa dapat mengklassifikasikan macam macam Kamera Video Siswa dapat menjelaskan

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA)

SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA) Satuan Pendidikan : SMK/MAK Kelas : XII Kompetensi Inti : KI 1 : KI 2 : KI 3 : KI 4 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya SILABUS MATA PELAJARAN PENGAMBILAN GAMBAR BERGERAK (PAKET KEAHLIAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN VIDEO PROFILE PRODUK SOLAR PANEL TENAGA SURYA PT. INDOGREEN TECHNOLOGY AND MANAGEMENT

PERANCANGAN VIDEO PROFILE PRODUK SOLAR PANEL TENAGA SURYA PT. INDOGREEN TECHNOLOGY AND MANAGEMENT PERANCANGAN VIDEO PROFILE PRODUK SOLAR PANEL TENAGA SURYA PT. INDOGREEN TECHNOLOGY AND MANAGEMENT TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Desain Program Studi Desain

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI LEMBAR ASITENSI KHUSUS KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI LEMBAR ASITENSI KHUSUS KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI LEMBAR ASITENSI KHUSUS KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah...

Lebih terperinci

PERANCANGAN FILM FEATURE DINOYO HERITAGE ARTIKEL. Oleh : Wendy Goerid Ernanta NIM

PERANCANGAN FILM FEATURE DINOYO HERITAGE ARTIKEL. Oleh : Wendy Goerid Ernanta NIM PERANCANGAN FILM FEATURE DINOYO HERITAGE ARTIKEL Oleh : Wendy Goerid Ernanta NIM. 309253423054 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL JANUARI 2013 Lembar persetujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kampanye Definisi kampanye memberi pengertian kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah

Lebih terperinci

ABSTRAK PERANCANGAN VIDEO PROFILE PRODUK SOLAR PANEL TENAGA SURYA PT. INDOGREEN TECHNOLOGY AND MANAGEMENT

ABSTRAK PERANCANGAN VIDEO PROFILE PRODUK SOLAR PANEL TENAGA SURYA PT. INDOGREEN TECHNOLOGY AND MANAGEMENT ABSTRAK PERANCANGAN VIDEO PROFILE PRODUK SOLAR PANEL TENAGA SURYA PT. INDOGREEN TECHNOLOGY AND MANAGEMENT Oleh TRIO WAHYU SASONGKO NIM: 108300082 Solar panel tenaga surya mulai berkembang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. motion dan animasi 2D di mana cerita yang diambil yaitu cerita rakyat si Kancil

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. motion dan animasi 2D di mana cerita yang diambil yaitu cerita rakyat si Kancil BAB IV IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Produksi Stop Motion Dalam pembuatan animasi ini maka akan ada penggabungan antara stop motion dan animasi 2D di mana cerita yang diambil yaitu cerita rakyat si Kancil dan

Lebih terperinci

Finishing Audio Visual dengan Analisa Editing

Finishing Audio Visual dengan Analisa Editing Finishing Audio Visual dengan Analisa Editing ADA DUA MACAM EDITING LINEAR EDITING Proses pasca produksi yang masih menggunakan banyak peralatan editing profesional, player, recorder, monitor, ECU ( editing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab III ini akan menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data serta proses perancangan dalam pembuatan film dokumenter ini. 3.1 Metodologi

Lebih terperinci

- Menyusun, memotong dan memadukan kembali (film/rekaman) menjadi sebuah cerita utuh dan lengkap. (kamus besar bahasa indonesia, P&K 1994)

- Menyusun, memotong dan memadukan kembali (film/rekaman) menjadi sebuah cerita utuh dan lengkap. (kamus besar bahasa indonesia, P&K 1994) Tahapan Pelakasanaan Produksi Suatu produksi audio video yang melibatkan banyak orang, biaya yang besar dan banyak peralatan maka perlu pengorganisasian yang rapi dan perlu suatu tahapan produksi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan 2. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Judul Perancangan Film Pendek Passing note merupakan salah satu media Audio Visual yang menceritakan tentang note cinta yang berlalu begitu saja tanpa sempat cinta itu

Lebih terperinci

BAB IV TAHAPAN PRA PRODUKSI, PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI

BAB IV TAHAPAN PRA PRODUKSI, PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI 23 BAB IV TAHAPAN PRA PRODUKSI, PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI 4.1 PRA PRODUKSI Proses produksi adalah proses pelaksanaan dan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam hal ini adalah pembuatan script

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA ARTISTIK DALAM FILM PENDEK HYEO NO

PERANCANGAN TATA ARTISTIK DALAM FILM PENDEK HYEO NO PERANCANGAN TATA ARTISTIK DALAM FILM PENDEK HYEO NO Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi Disusun Oleh : Nama : Vina Novita Sari Nim : 44410010010

Lebih terperinci

BAB IV TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM

BAB IV TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM BAB IV TAHAP PRODUKSI DAN PASCA PRODUKSI PROGRAM 4.1 Produksi Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap sebelumnya yaitu pra produksi yang meliputi kegiatan-kegiatan penentuan ide dan konsep video yang

Lebih terperinci

PAV SUDUT PENGAMBILAN GAMBAR (CAMERA ANGLE) Camera angle adalah sudut dimana kamera mengambil gambar suatu obyek, pemandangan atau adegan.

PAV SUDUT PENGAMBILAN GAMBAR (CAMERA ANGLE) Camera angle adalah sudut dimana kamera mengambil gambar suatu obyek, pemandangan atau adegan. SUDUT PENGAMBILAN GAMBAR (CAMERA ANGLE) PAV Camera angle adalah sudut dimana kamera mengambil gambar suatu obyek, pemandangan atau adegan. Dengan sudut tertentu kita bisa menghasilkan suatu shot yang menarik,

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Konsep Dasar Apa yang akan dibuat oleh penulis disini adalah sesuatu yang berhubungan dengan sebuah promosi bersifat komersial. Sebuah video promosi sebuah universitas di

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi II. METODOLOGI A. Kerangka Berpikir Studi Kerangka berpikir studi diatas merupakan tahap dari konsep berpikir penulis, berikut penjelasan secara singkat: 1. Passing note Judul dari film pendek yang diangkat

Lebih terperinci

PEMBUATAN VIDEO CLIP MEMO OF 2 YEARS PERGI DARI HIDUPKU MENGUNAKAN TEKNIK HYPERLAPSE SKRIPSI

PEMBUATAN VIDEO CLIP MEMO OF 2 YEARS PERGI DARI HIDUPKU MENGUNAKAN TEKNIK HYPERLAPSE SKRIPSI PEMBUATAN VIDEO CLIP MEMO OF 2 YEARS PERGI DARI HIDUPKU MENGUNAKAN TEKNIK HYPERLAPSE SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jenjang Strata Satu (S1) Pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN Premise Penyesalan seorang anak atas apa yang telah dilakukannya terhadap ibunya.

BAB 4 KONSEP DESAIN Premise Penyesalan seorang anak atas apa yang telah dilakukannya terhadap ibunya. BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Strategi Kreatif 4.1.1 Fakta Kunci Banyak orang tua yang salah dalam cara mendidik anaknya, sehingga seringkali membuat anak menjadi sangat nakal dan tidak sesuai dengan apa yang

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING 3.1. STRATEGI KOMUNIKASI Media komunikasi visual, merupakan media yang tepat dan efektif dalam menyampaikan sebuah informasi. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PERANCANGAN

BAB 4 METODE PERANCANGAN BAB 4 METODE PERANCANGAN 4.1 Strategi Kreatif 4.1.1. Fakta Kunci 1) Cerita yang mengandung pesan moral merupakan cerita yang digemari oleh masyarakat Indonesia. 2) Robot merupakan salah satu karakter yang

Lebih terperinci

Tahapan Editing & Teknik Dasar Editing

Tahapan Editing & Teknik Dasar Editing Tahapan Editing & Teknik Dasar Editing By Abednego Diyan Pramudya, S.Sos Perangkat editing yang banyak digunakan televisi di Indonesia adalah menggunakan perangkat edit linear yang bekerja dengan merekam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG... ii. HALAMAN PENGESAHAN SIDANG.. iii

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG... ii. HALAMAN PENGESAHAN SIDANG.. iii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.. HALAMAN JUDUL..... i HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG... ii HALAMAN PENGESAHAN SIDANG.. iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS MATERI.. iv KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH.....

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN VIDEO KLIP TAK KAN TERDIAM SAJA DENGAN TEKNIK TIMELAPSE SKRIPSI

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN VIDEO KLIP TAK KAN TERDIAM SAJA DENGAN TEKNIK TIMELAPSE SKRIPSI PERANCANGAN DAN PEMBUATAN VIDEO KLIP TAK KAN TERDIAM SAJA DENGAN TEKNIK TIMELAPSE SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jenjang Strata Satu (S1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN FILM ANIMASI DO NOT LEAVE US DENGAN KOMBINASI TEKNIK STOP MOTION DAN FOTOGRAFI SKRIPSI

PERANCANGAN FILM ANIMASI DO NOT LEAVE US DENGAN KOMBINASI TEKNIK STOP MOTION DAN FOTOGRAFI SKRIPSI PERANCANGAN FILM ANIMASI DO NOT LEAVE US DENGAN KOMBINASI TEKNIK STOP MOTION DAN FOTOGRAFI SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Jenjang Strata Satu (S1) Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipadukan dengan adanya perkembangan bidang multimedia

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipadukan dengan adanya perkembangan bidang multimedia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi informasi khususnya teknologi multimedia sekarang ini telah berkembang semakin pesat sehingga membuat kehidupan manusia sekarang ini menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PERANCANGAN

BAB 4 METODE PERANCANGAN BAB 4 METODE PERANCANGAN 4.1 Strategi Kreatif 4.1.1 Fakta Kunci 1. Mengangkat tema tentang merawat buku secara sederhana. 2. Banyak orang yang suka buku, tapi tidak terlalu familiar dengan cara merawatnya.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang implementasi karya atau penerapan. perancangan karya pada proses pembuatan karya.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang implementasi karya atau penerapan. perancangan karya pada proses pembuatan karya. BAB IV IMPLEMENTASI KARYA Pada bab ini akan dijelaskan tentang implementasi karya atau penerapan perancangan karya pada proses pembuatan karya. 4.1 Pra Produksi Pra produksi yang dilakukan setelah segala

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DATA KEBUDAYAAN MELAYU DI INDONESIA MENGGUNAKAN DATABASE MULTIMEDIA

PENGELOLAAN DATA KEBUDAYAAN MELAYU DI INDONESIA MENGGUNAKAN DATABASE MULTIMEDIA PENGELOLAAN DATA KEBUDAYAAN MELAYU DI INDONESIA MENGGUNAKAN DATABASE MULTIMEDIA TUGAS AKHIR Oleh : Abdul Fatah 3310801073 M. Handa Ramadhani 3310801122 Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Program Diploma

Lebih terperinci

DASAR VIDEO GRAFI. KONTINITI, KOMPOSISI, IMAGINER LINE, TIPE SHOT, PENCAHAYAAN ( Arif Ranu W, M.Kom SMK Muhammadiyah 1 Sleman)

DASAR VIDEO GRAFI. KONTINITI, KOMPOSISI, IMAGINER LINE, TIPE SHOT, PENCAHAYAAN ( Arif Ranu W, M.Kom SMK Muhammadiyah 1 Sleman) DASAR VIDEO GRAFI KONTINITI, KOMPOSISI, IMAGINER LINE, TIPE SHOT, PENCAHAYAAN ( Arif Ranu W, M.Kom SMK Muhammadiyah 1 Sleman) TAHAPAN PEMBUATAN KARYA VIDEO / STANDARD OPERATIONAL PROCEDUR: Pra Produksi,

Lebih terperinci