BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan. dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan. dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan meningkatnya keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Mengingat pentingnya tanah dan atau bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi atau badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaat dari tanah dan atau bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara. Dalam Negara Republik Indonesia Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ini merupakan dasar hukum secara konstitusional dari sistem pemungutan pajak di Indonesia. Semua pajak yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan undangundang, sehingga pemungutan pajak di Indonesia mempunyai dasar hukum yang menjamin keadilan dan kepastian hukumnya, karena semua pajak ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan yang berlaku dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang dapat digunakan

2 untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 1 Seiring dengan perkembangan zaman, pajak telah menjadi primadona sebagai sektor yang memberikan penerimaan terbesar bagi Negara serta merupakan salah satu sumber dana utama dalam melakukan pembangunan termasuk di Negara Indonesia tercinta ini. Hal ini dapat dilihat dari anggaran penerimaan dan belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Besarnya penerimaan yang diberikan oleh pajak sebagai sumber dana dalam pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi potensi pajak yang ada dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan bangsa ini. Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).2 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 1 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Edisi I, Cet. I (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hal Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek, Edisi I, Cet. I, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2003), hal. 6.

3 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu pajak obyektif atau pajak kebendaan dimana pajak terutang didasarkan pertamatama pada apa yang menjadi obyek pajak baru kemudian memperhatikan siapa yang menjadi subjek pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan ha katas tanah atau bangunan yaitu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton3 mengatakan bahwa Obyek dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat berupa tanah (termasuk tanaman di atasnya), tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan terjadi karena adanya peralihan hak yang meliputi peristiwa hukum dan perbuatan hukum yang terjadi antara orang atau badan hukum sebagai subyek hukum oleh Undang-Undang dan perturan hukum yang berlaku diberikan kewenangan untuk memiliki hak atas tanah dan bangunan. Agar menjamin kepastian hukum terjadinya peralihan hak atas tanah dan bangunan, maka transaksi tersebut dilakukan dihadapan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang 3 Wirawan B.Ilyas, Richard Burton, Hukum Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2004, hal.90

4 berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 4 Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memberikan penjelasan mengenai akta peralihan hak serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi para pihak, diantaranya yaitu menunjukkan asli surat pembayaran pajak yang terutang karenanya yakni Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. Penyetoran Pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, akan tetapi Notaris dapat menyetorkan pajak BPHTB sebagai orang yang dipercaya oleh nasabahnya. Notaris sebagai pejabat secara tidak langsung mengurangi beban tugas fiskus untuk mebantu menghitung besarnya pajak BPHTB yang terutang, serta dapat pula membantu wajib pajak untuk menghitung dan menyetorkan pajak yang terutang. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris sebagai pejabat umum tidak mempunyai wewenang untuk menyetorkan pajak BPHTB. Yang menjadi kewenangan Notaris dalam menjalankan profesinya adalah : Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, smeuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris berwenang pula : 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris, Pasal 1

5 a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan dengan mendaftar dalam buku khusus. c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. d. Melakukan pengesahan kecocokan dan fotokopi dengan surat aslinya e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan g. Membuat akta risalah lelang5 Pada kasus Putusan Nomor 2601/Pid.B/2003/pn.Mdn, bahwa pihak pembeli dan penjual meminta Notaris tersebut untuk membayar pajak penghasilan dan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pihak Pembeli dan Penjual telah menitipkan pembayaran pajak penghasilan dan pajak BPHTB tersebut kepada Notaris dengan menyerahkan 1 lembar cek No. C dari Bank M dengan nominal Rp ,-. Bahwa pembeli dan penjual sepakat untuk menitipkan pembayaran BPHTB dan PPh kepada Notaris karena Notaris tersebut menyatakan kesanggupannya untuk mengurus sertifikat tersebut. Maka seluruh biaya-biaya untuk setoran BPHTB yang merupakan tanggungan pembeli dan setoran PPh yang merupakan tanggungan penjual dan pengurusan di BPN diserahkan kepada Notaris tersebut. Setelah cek diterima oleh Notaris, keesokan harinya Notaris tersebut mencairkan cek tersebut ke Bank MDS Medan, akan tetapi setelah cek dicairkan terdakwa tidak membayarkan pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan / balik nama sertifikat, akan tetapi terdakwa meminta anak buahnya menurunkan 5 Undang-undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Pasal 15

6 /mengecilkan nilai BPHTB dan PPH, selanjutnya anak buahnya membuat Surat Setoran BPHTB, SSP Final dan SPPT PBB Fiktif. Penyetoran pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, akan tetapi pada kasus ini wajib pajak menitipkan pembayaran pajak PPH dan BPHTB kepada notaris tersebut untuk disetorkan, namun dalam hal ini Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak PPH dan BPHTB yang dititipkan oleh wajib pajak tersebut. Tindakan notaris disini selaku pejabat umum telah melanggar kode etik notaris karena tidak membayarkan pajak yang dititipkan oleh nasabahny, yang kemudian pada akhirnya notaris tersebut melakukan tindakan penggelapan pajak dengan menerbitkan Surat Setoran BPHTB Fiktif, SSP Final Fiktif dan SPPT PBB Fiktif. Perbuatan Notaris tersebut diduga telah melakukan pelanggaran berat dan telah melakukan tindakan yang menyimpang dari kode etik notaris dan telah melanggar sumpah jabatan notaris dimana notaris berjanji akan menjalankan tugasnya dengan jujur, seksama dan tidak berpihak serta akan mentaati dengan seteliti-telitinya semua peraturan peraturan jabatan notaris yang sedang berlaku atau yang akan diadakan dan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan. 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN) dan Kode Etik Profesi dalam menjalankan jabatannya Notaris diminta selalu berpedoman pada Kode Etik Profesi. Kode Etik dipahami sebagai norma dan peraturan mengenai etika baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari 6 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992,hal.112

7 suatu profesi yang dinyatakan oleh organisasi profesi yang fungsinya sebagai pengingat berperilaku bagi para anggota organisasi profesi. Organisasi Profesi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) telah membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode Etik INI bagi para Notaris hanya sampai pada tatanan sanksi moral dan administratif. 7 Notaris dalam melakukan tugas jabatannya harus penuh tanggung jawab dengan menghayati keseluruhan martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik. Notaris selaku pejabat umum dituntut untuk selalu bekerja secara professional dengan menguasai seluk beluk profesinya menjalankan tugasnya, Notaris harus menyadari kewajibannya bekerja mandiri, jujur, tidak memihak dan penuh rasa tanggung jawab serta secara professional. 8 Notaris sebagai pejabat umum yang tugasnya melayani masyarakat diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum nasional dituntut untuk memiliki moral yang tinggi. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu Notaris dituntut untuk memiliki nilai moral yang kuat. 7 Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa Datang, Jakarta, PT. Gramedia, 2008, hal C.S.T. Kansil, S.H & Chistine S.T Kansil, S.H., M.H, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, hal.87

8 Dengan adanya moral yang tinggi tersebut Notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, Notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah. Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita.9 Frans Magnis Suseno mengemukakan 5 (lima) criteria moral yang mendasari kepribadian profesional hukum, yaitu sebagai berikut : Kejujuran, kejujuran merupakan dasar utama. Tanpa kejujuran maka professional hukum mengingkari misi profesinya. Seorang Notaris harus jujur tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Notaris harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji agar klien tetap memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris. Autentik, autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya dan tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat. Bertanggung jawab, Seorang Notaris harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, bertindak secara professional tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri dan menyesesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama Keberanian moral, artinya kesediaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik, menolak segala bentuk korupsi, menolak segala bentuk jalan belakang yang tidak sah. Dengan keberadaan tersebut sudah seharusnya kinerja profesi Notaris tersebut diawasi dan dipantau agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Menurut Pasal 9 S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1991, hal.47

9 1 ayat (1) Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor KMA/006/SKB/1987 dan Nomor M.04.PR tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, menyebutkan bahwa : Pengawasan adalah kegiatan administrasi yang bersifat preventif dan represif oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman yang bertujuan untuk menjaga agar para Notaris dalam menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatannya, tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, tidak melanggar sumpah jabatan dan tidak melanggar norma kode etik profesinya.10 Pengawasan terhadap Notaris adalah sangat penting, mengingat bahwa Notaris dalam menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, karena tugas Notaris mengatur secara tertulis dan otentik hubungan - hubungan hukum antara para pihak secara mufakat meminta jasa-jasa Notaris. Tujuan dari pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri tapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal. 11 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Surabaya, 2008, hal.72 86

10 Pada dasarnya yang mempunyai wewenang 12 melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas berjumlah 9 (Sembilan) orang, terdiri atas unsur : a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang c. Ahli/Akademis sebanyak 3 (tiga) orang Oleh karena itu apabila dalam suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka keanggotaan dalam Majelis Pengawas dapat diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri. Pengawasan terhadap Notaris tidak hanya dalam pelaksanaan jabatan Notaris akan tetapi perilaku Notaris juga harus diawasi Majelis Pengawas, misalnya melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat Notaris. Apabila Notaris terbukti melakukan hal-hal tersebut maka dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan Notaris dari jabatannya oleh Menteri berdasarkan laporan dari Majelis Pengawas. 12 Wewenang dalam hal ini disejajarkan dengan istilah boveegdheid dalam konsep hukum public, yang terdiri dari tiga komponen yaitu : (1). Pengaruh bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum ; (2). Dasar Hukum bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; dan (3) konformitas hukum, bahwa mengandung makna adanya standard wewenang yaitu standard umum (seua jenis wewenang) dan standard khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Philipus M.Hadjon dalam Ibid. hal 174.

11 Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini, peneliti ingin menyumbangkan pemikiran-pemikiran dalam bidang hukum khususnya mengenai perbuatan notaris dalam jabatannya. B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam proposal ini adalah : 1. Bagaimana tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB, dan Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak BPHTB yang dititipkan kepadanya? 2. Bagaimana akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan BPHTB yang dititipkan kepadanya? 3. Bagaimana kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam pengawasan Notaris? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB dan tidak menyetorkan pajak BPHTB yang dititipkan terhadapnya 2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila seorang Notaris tidak membayarkan BPHTB yang dititipkan kepadanya 3. Untuk mengetahui kewenangan hukum Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam pengawasan Notaris.

12 D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai perbuatan notaris dalam jabatannya 2. Secara Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Analisis Hukum atas Pebuatan Oknum Notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn), memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh : 1. Serli Dwi Warmi ( ), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisis yuridis atas perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana. Adapun permasalahan yang diteliti adalah : a. Bagaimana keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik-delik pidana?

13 b. Bagaimana faktor penyebab timbulnya perbuatan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana? c. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya mengatasi perbutan notaris yang menimbulkan delik-delik pidana dalam jabatannya? F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu penelitian. Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. 13 Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.14 Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan 13 Soetandyo Wignjosoebroto dalam Salman Otje dan Susanto Anton, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali (Bandung :PT. Refika Aditama,2004), halaman 21,menyebutkan bahwa teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman. 14 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19

14 dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 15 Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum. Hans Kelsen mengemukakan : Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. 16 Seseorang dikatakan secara hukum bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kewenangan Notaris berdasarkan UUJN. Penyetoran pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, namun dalam hal ini Notaris dapat menyetorkan pajak BPHTB apabila nasabahnya menitipkan pembayaran BPHTB tersebut kepada Notaris. Jadi Notaris disini sebagai orang yang dipercaya oleh nasabahnya untuk menyetorkan pajak BPHTB. Jadi dalam hal ini penyetoran pajak BPHTB bukan merupakan kewenangan daripada Notaris melainkan kewenangan dari wajib pajak itu sendiri. 15 M.Solly Lubis (I) Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theori of Law and State, Alih Bahasa Somardi, Rimdi Press, Jakarta, hal.65 16

15 Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan jasanya di bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat, Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya. Pembayaran BPHTB yang dititipkan oleh wajib pajak kepada Notaris untuk disetor tidak disetorkan oleh Notaris maka perbuatan yang dilakukan oleh Notaris tersebut dapat dikatakan telah melanggar kode etik profesi dan tindak pidana penggelapan pajak BPHTB. Notaris tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum tidak berpegang pada kode etik Notaris dalam undang-undang Jabatan Notaris. Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga yang diperlukan masyarakat untuk menjaga tegaknya hukum, sehingga dapat menciptakan ketertiban, keamanan dan kepastian hukum di tengah masyarakat. Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak bisa berbuat sesuka hatinya, tetapi harus memperhatikan peraturan yang berlaku baginya. Notaris harus berpegang pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi profesinya. Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris.

16 Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagi berikut : 1. Memiliki integritas moral yang mantap 2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri 3. Sadar akan batas-batas kewenangannya. 4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.17 Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada UUJN dan Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral dan profesi notaris. Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya dapat dikaji dari teori kekuasaan Negara. Dalam teori kekuasaan Negara dapat terlihat kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam struktur kekuasaan Negara. Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan Negara maka yang diterima oleh Notaris dalam kedudukan sebagai jabatan karena menjalankan jabatannya maka Notaris memakai lambang Negara Burung Garuda. Dengan kedudukan diatas, maka dapat dikatakan bahwa Notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara dalam bidang hukum perdata yaitu untuk melayani kepentingan masyarakat. Tugas profesi notaris tidak hanya berhubungan dengan standar profesi dan etika profesi yang keduanya merupakan petunjuk umum saja, melainkan hubungan 17 Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal.93.

17 positif akan berkesempatan besar untuk tampil mengambil alih perannya guna mencegah terjadinya penyimpangan dari tugas profesinya. 18 Profesi dengan etika merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan, seseorang melaksanakan profesi dengan mengabaikan etika profesinya akan menumbuhkan dampak yang tidak baik bagi profesi tersebut. Hal ini lebih tegas diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN yaitu tentang Sumpah Jabatan Notaris bagian yang ke-3 (tiga) Notaris akan menjaga sikap, tingkah laku dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab sebagai notaris19. Artinya Notaris dalam menjalankan tugasnya wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya karena martabat yang dijunjungnya itu menyangkut kewibawaan pemerintah, disamping juga martabat secara pribadi yaitu moral notaris itu sendiri dalam kehidupan pribadinya. 2. Kerangka Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. 20 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. 18 E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum, Storia Grafika, 2001, Jakarta, hal 19. Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART, dan Kode Etik Notaris, Harvarindo, Jakarta, 2006, hal Herlin Budiono (II), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2007, hal

18 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis. konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau 21 Dalam kerangka pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 22 Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisidefinisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian. 23 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep 21 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.hal

19 menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.24 Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut : Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta oetentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.25 b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam membuat akta otentik c. Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antar pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan kata lain Hukum Pajak menerangkan tentang siapa-siapa yang menjadi 24 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Nasional, Pasal 1

20 wajib pajak (subjek pajak) dan apa yang menjadi kewajiban mereka kepada pemerintah, hak-hak pemerintah, objek-objek apa yang dikenakan pajak, timbulnya dan hapusnya utang pajak, cara penagihan, cara mengajukan keberatan, dan sebagainya. 26 d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. e. Penitipan terjadi apabila sesorang menerima suatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa dia kana menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud semula27. Dalam tesis ini penitipan dimaksudkan adalah bahwa notaris menerima pajak BPHTB yang diberikan oleh wajib pajak (pembeli) untuk disetorkan. f. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku. 28 Kata Perbuatan dalam tesis ini, diartikan sebagai sesuatuyang diperbuat atau dilakukan Notaris dalam pembayaran BPHTB yang dititipkan terhadapnya. Perbuatan dalam hal ini merupakan suatu tindakan atas sesuatu yang diperbuat Notaris baik secara sengaja maupun khilaf dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan dirinya dan merugikan pihak lain. g. Pembayaran adalah proses, pembuatan dan cara membayar h. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam tesis ini tanggung jawab dimaksudkan adalah tindakan Notaris sebagai pejabat 26 Rochmat Soemitro dalam Marihot Pahala Siahaan,Hukum Pajak Elementer, Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Edisi I, Cet. I (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010), hal Lihat Pasal 1694 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 28 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Jakarta, Balai Pustaka, 2001, hal.430.

21 yang menerima penitipan pembayaran BPHTB dari wajib pajak (pembeli), wajib bertanggung jawab untuk membayarkan pajak BPHTB tersebut. i. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang bertujuan mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan. j. Pengawasan kuratif adalah pengawasan yang bertujuan menyembuhkan atau memperbaiki fungsi social atau dapat mencegah agar yang bersangkutan mampu mengatasi masalah-masalah social yang dihadapi dan mampu mengembangkan dirinya. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan yuridis normatif, disebabkan penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, yaitu penelitian terhadap hukum positif yang tertulis atau penelitian terhadap kaedah hukum yang hidup dalam masyarakat, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas, serta ditambah data-data lainnyayang diperoleh melalui wawancara.

22 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan Analisis Hukum atas Perbuatan Notaris yang menerima Penitipan Pembayaran BPHTB (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn) 3. Metode Pengumpulan data Penelitian ini mempergunakan metode pendekatan preskriptif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan pembayaran BPHTB dimulai analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek. Dalam penelitian hukum normatif data yang diperlukan adalah data skunder. Adapun data skunder dalam penelitian ini terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-undang Dasar 1945, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

23 Undang-undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn b. Bahan Hukum Sekunder Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan Hukum Primer seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum serta penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini c. Bahan Hukum Tersier Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah. 4. Alat Pengumpulan Data Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara yaitu: a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data skunder dengan membaca, mempelajari meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.29 b. Pedoman Wawancara, untuk melakukan wawancara dengan nara sumber yang berkaitan masalah dalam penelitian ini, digunakan pedoman wawancara yang 29 Soerjono Soekanto, pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986,hal.21

24 telah dipersiapkan terlebih dahulu dan selanjutnya wawancara dilakukan terhadap narasumber yang dianggap layak mengetahui dan memahami tentang masalah yang diteliti yakni: 1) Majelis Pengawas Daerah Kota Medan 2) Notaris Kota Medan 5. Analisis Data Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif 30 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab permasalahan dalam penelitian ini 30 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal.10.

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum itu dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. A. Buku DAFTAR PUSTAKA A.R.Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang berimplikasi Perbuatan Pidana, PT. Sofmedia, Jakarta, 2011. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika pembangunan nasional salah satunya adalah dengan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di Indonesia pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena Notaris sebagai pejabat umum berwenang untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum. Oleh karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, ini berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia sebagai makhluk budaya mempunyai berbagai ragam kebutuhan. Kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan sempurna apabila berhubungan dengan manusia lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk di dalamnya profesi notaris, merupakan suatu profesi khusus di samping profesi luhur lainnya. Kekhususannya adalah bahwa pada hakikatnya profesi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dengan akta otentik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum memiliki peran sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang. Keberadaan Notaris sangat penting

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam

Lebih terperinci

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial banyak menimbulkan peristiwa maupun perbuatan hukum. Amanat Undang- Undang yang diemban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD) 1945, Pasal 1 ayat (3) yang dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang BAB I PENDAHAULUAN A. Latar belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang berlandaskan pada Pancasila, oleh karena itu setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara berkembang yang masih berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan merupakan salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan ketertiban masyarakat. Selain itu, profesi hukum berkewajiban

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan ketertiban masyarakat. Selain itu, profesi hukum berkewajiban 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012 Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono Perdata Agraria ABSTRAK Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum, merupakan salah satu pejabat negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, banyaknya pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan dan pemekaran daerah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada dunia kenotariatan. Semakin banyak masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan Negara yang berdasar atas hukum ( rechtsstaat ) dan tidak berdasarkan kekuasaan ( machtsstaat ). Pasal 1 ayat (3) Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat dilakukan bebas bentuk. Pada prinsipnya perjanjian terbentuk secara konsensuil, bukan formil. Bagi suatu perbuatan hukum satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih lagi dalam pembuatan akta otentik yang merupakan perbuatan hukum yang diharuskan oleh peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad XVII dengan keberadaan Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia. 1 Jan Pietterszoon Coen pada waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengaturan mengenai Lembaga Notariat diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 merupakan Negara hukum. Prinsip dari Negara hukum adalah menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaats) yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, setiap pelaksanaan peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah obyek pajak.

Lebih terperinci