PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KONSTRUKTIVISTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KONSTRUKTIVISTIK"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KONSTRUKTIISTIK Slameto ABSTRAK Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development = R & D). Tujuannya adalah untuk menghasilkan model pembelajaran konstruktivisme yang cocok dengan kondisi mahasiswa PGSD dalam Mata Kuliah Statistik untuk Pokok Bahasan Populasi dan Sampel. Pengembangan model pembelajaran semula dirancang berdasarkan hasil kajian teori dtelaah oleh pakar teknologi pendidikan; kemudian direvisi untuk validasi lapang pada kelas mata kuliah Statistik Pendidikan. Hasil validasi yang berupa penilaian mahasiswa kemudian dianalisis faktor penentu efektivitas model. Penelitian pengembangan ini berhasil mendeskripsikan best/good practices perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa. Telah dihasilkan 5 faktor penentu Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktif. Model Pembelajaran Konstruktif dipandang relevan dengan hakikat pendidikan ke-sd-an dan telah terbukti efektif untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran Pokok Bahasan Populasi dan Sampel pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan. Oleh karena itu layak untuk dilaksanakan dalam perkuliahan PGSD. Kata Kunci: Model Pembelajaran, Pembelajaran konstruktive LATAR BELAKANG Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya, pembangunan dibidang pendidikan merupakan sarana dan wahana yang Sangat baik di dalam pembinaan sumber daya manusia. Oleh karena itu, bidang pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif baik oleh pemerintah, keluarga, dan pengelola pendidikan khususnya. Sekolah adalah tempat mengajarkan anak bahwa berpikir adalah merupakan segala aktifitas mental dalam usaha memecahkan masalah, membuat keputusan, memaknai sesuatu, pencarian jawaban dalam mendapatkan suatu makna. Sekolah adalah juga tempat seseorang untuk belajar menggunakan pikiran dengan baik, tempat pemikiran - pemikiran penting bersumber dan tempat pembiasan belajar. Pola pikiran tinggi dibentuk berdasarkan cara berpikir kritis dan kreatif. Sebagian dari orang tua dan pendidik sepakat bahwa dalam masyarakat sekarang anak-anak sangat memerlukan keahlian pola berpikir tinggi. Berpikir 1

2 kreatif adalah keharusan, dalam usaha pemecahan masalah, pembuatan keputusan, sebagai pendekatan, menganalisis asumsi-asumsi dan penemuan-penemuan keilmuan. Berpikir adalah suatu aktivitas yang bertujuan tertentu serta proses pengorganisasian yang digunakan untuk menguasai dunia. Berpikir kritis diartikan sebagai proses pencarian secara sistematikal terhadap pikiran itu sendiri. Tidak hanya sekedar merefleksi tujuan tapi lebih dari satu ujian bagaimana kita dan yang lain menemukan suatu bukti dan logis. Berpikir kritis dan kreatif diterapkan siswa untuk belajar memecahkan masalah secara sistematis dalam menghadapi tantangan, memecahkan masalah secara inovatif dan mendisain solusi yang mendasar. Anita Woolfolk (2005:323) mengemukakan definisi pendekatan konstruktivistik sebagai... pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami. Definisi lain tentang pendekatan konstruktivistik... pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam kegiatan secara personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan Asal kata konstruktivisme yaitu to construct berarti membentuk. Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam proses penemuan pengetahuan dan pembentukannya dalam diri kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh proses belajar. Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Individu dapat dikatakan telah menempuh proses belajar apabila ia telah membangun atas bentukan diri kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan memiliki pengetahuan apabila kita terlibat aktif dalam proses penemuan pengetahuan dan pembentukannya dalam diri kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh proses belajar. Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Individu dapat dikatakan telah menempuh proses belajar apabila ia telah membangun atau mengkonstruksi pengetahuan baru dengan cara melakukan penafsiran atau interprestasi baru terhadap lingkungan sosial, budaya, fisik dan intelektual tempat mereka hidup. Belajar dalam pandangan ahli konstruktivis terkait dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan pandangan ini, tugas seorang guru atau dosen adalah menciptakan lingkungan belajar yang sering diistilahkan sebagai scenario of problems, yang mencerminkan adanya pengalaman belajar yang otentik atau nyata dan dapat diaplikasikan dalam sebuah situasi yang sesungguhnya. 2

3 Konstruktivisme merupakan salah satu aliran yang berasal dari teori belajar kognitif. Tujuan penggunaan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran adalah untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi atau materi pelajaran. Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat dengan motode pembelajaran penemuan (discovery learning) dan konsep belajar bermakna (meaningful learning). Kedua metode pembelajaran ini berada dalam konteks teori belajar kognitif. Bagi para ahli konstruktivistik, belajar merupakan pemaknaan terhadap peristiwa atau pengalaman yang dialami oleh individu. Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah proses rekonstruksi pengalaman yang berlangsung secara kontinyu. Siswa membangun pengetahuan baru melalui peristiwa yang dialami setiap saat. Pemberian makna terhadap pengetahuan diperoleh melalui akumulasi makna terhadap peristiwa yang dialami. Duffy dan Cunningham dalam Jonassen (2001) mengemukakan dua hal yang menjadi esensi dari pandangan konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran. (1) Belajar lebih diartikan sebagai proses aktif membangun daripada sekedar proses memperoleh pengetahuan. (2) Pembelajaran merupakan proses yang mendukung proses pembangunan pengetahuan daripada hanya sekedar mengkomunikasikan pengetahuan. Proses belajar yang berlandaskan pada teori belajar konstruktivis dilakukan dengan memfasilitasi siswa agar memperoleh pengalaman belajar yang dapat digunakan untuk membangun makna terhadap pengetahuan yang sedang dipelajari. Gagnon dan Collay dalam Cruickshank dkk. (2006) berpendapat bahwa siswa belajar dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Contoh aktivitas pembelajaran yang menandai siswa melakukan konstruksi pengetahuan terdiri atas beberapa bentuk kegiata, yaitu: (1) Merumuskan pertanyaan secara kolaboratif, (2) Menjelaskan fenomena yang dilihat, (3) Berfikir kritis terhadap tentang isu-isu yang bersifat kompleks, dan (4) Mengatasi masalah yang sedang dihadapi Pembelajaran konstruktif telah menjadi gerakan di lingkungan pendidikan terutama di sekolah dasar melalui program MBS. Oleh karena itu Progdi S1 PGSD sebagai penghasil guru SD juga harus mempersiapkan guru yang mampu mengelola pembelajaran konstruktif. Hasil evaluasi diri Program Studi S1 PGSD menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung selama ini belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan khusus mahasiswa, oleh karena jumlah mahasiswa yang besar dan bervariasi memang memerlukan model model pembelajaran yang lebih mampu mengakomodasi belajar mereka. Di samping itu perkembangan pesat di bidang teknologi pembelajaran, termasuk berkembangnya berbagai model pembelajaran yang kokoh bangunan teorinya, telah teruji melalui berbagai penelitian dan telah memiliki panduan pelaksanaan yang baku, belum dapat dimanfaatkan secara 3

4 optimal oleh para dosen Program Studi S1 PGSD. Pengembangan model pembelajaran konstruktif ini diharapkan akan berdampak bagi peningkatan kemampuan dosen Progdi S1 PGSD baik dalam mengelola perkuliahan, merancang dan mengujicobakan model-model pembelajaran inovatif lainya maupun dalam melakukan perbaikan perkuliahan pada umumnya. Tujuan Pengembangan Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini adalah untuk mendeskripsikan best/good practices Perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa Pokok Bahasan Populasi dan Sampel. Dengan demikian tujuan dari ujicoba Model Pembelajaran Konstruktif pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan ini adalah: 1. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran dalam Perkuliahan Statistik Pendidikan program studi PGSD dengan mengujicobakan Model Pembelajaran Konstruktif yang dipandang relevan dengan hakikat pendidikan ke-sd-an. 2. Menghasilkan Model Perkuliahan Berbasis Konstruktif yang terbukti efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran Mata Kuliah Statistik Pendidikan di program studi PGSD. PEMBELAJARAN KONSTRUKTIISTIK Menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran dosen ke pikiran mahasiswa. Artinya, bahwa mahasiswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, mahasiswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak dosen. Tasker (Hamzah: 2008) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (Hamzah: 2008) mendukung pendapat tersebut dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif mahasiswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan mahasiswa secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (Hamzah: 2008) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang 4

5 lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan mahasiswa dalam mengkonstruksi dan mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan mahasiswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh dosen. Konstruksi pengetahuan (Pribadi, B.A. 2009) merupakan proses berpikir dan menafsirkan tentang suatu peristiwa yang dialami. Setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Oleh karenanya pengetahuan yang dimiliki oleh individu merupakan pengetahuan yang bersifat unik pula. Proses belajar dalam diri individu dapat dikatakan telah terjadi apabila pengetahuan yang telah dimiliki dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman baru secara utuh, lengkap dan lebih baik daripada sebelumnya. Mahasiswa perlu mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru merupakan hal yang prinsip untuk membangun ilmu pengetahuan. Tujuan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran menurut Pribadi, B.A. (2009) adalah agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam menemukan, memahami, dan menggunakan informasi atau pengetahuan yang dipelajari. Implementasi pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan beberapa komponen penting sebagai berikut: 1. Belajar aktif (active learning) 2. Mahasiswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang bersifat otentik dan situasional. 3. Aktivitas belajar harus menarik dan menantang. 4. Mahasiswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya dalam sebuah proses yang disebut bridging. 5. Mahasiswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari. 5

6 6. Dosen harus lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu mahasiswa dalam melakukan konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, dosen tidak lagi hanya sekedar berperan sebagai penyaji informasi. 7. Dosen harus dapat memberi bantuan berupa scafolding yang diperlukan oleh mahasiswa dalam menempuh proses belajar. Pendekatan konstruktivistik menghendaki peran dosen yang berbeda dengan yang selama ini berlangsung. Dosen tidak lagi berperan sebagai seorang yang menyiapkan diri untuk melakukan presentasi pengetahuan di depan kelas, tetapi merancang dan menciptakan pengalaman-pengalaman belajar (learning experience) yang dapat membantu mahasiswa memberi makna terhadap konsep-konsep dan ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari. Dosen perlu melatih mahasiswa agar mampu mengaitkan, membuat rasional, dan memaknai konsep-konsep yang dipelajari. Agar kegiatan pembelajaran yang dilandasi oleh pendekatan konstruktivistik dapat memberikan hasil yang optimal, ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian. Newby, dkk. (Pribadi, B.A. 2009) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut: 1. Berikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan belajar dalam konteks nyata. Belajar terjadi manakala mahasiswa menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam mengatasi suatu permasalahan. 2. Ciptakan aktivitas belajar kelompok. Belajar merupakan sebuah proses yang berlangsung melalui interaksi sosial antara dosen dan mahasiswa dalam menggali dan mengaplikasikan kombinasi pengetahuan yang telah mereka miliki. 3. Ciptakan model dan arahkan mahasiswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan. Dosen dan mahasiswa bekerja bersama untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan. Dosen, yang pada umumnya memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas / ekstensif, perlu memberi arah yang konsisten agar mahasiswa dapat memperoleh pengelaman belajar yang bermakna. PENGEMBANGAN DESAIN MODEL PEMBELAJARAN Sebelum lebih jauh membahas tentang model desain sistem pembelajaran, terlebih dahulu kita perlu mengenal istilah model. Model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola berpikir. Sebuah model biasanya menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan. Model juga dapat dipandang sebagai upaya untuk mengkonkretkan sebuah teori sekaligus juga merupakan sebuah analogi dan representasi dari variabel-variabel yang terdapat di dalam teori tersebut (Pribadi, B.A. 2009). Pola pikir dan komponen-komponen yang terdapat di dalam desain sistem pembelajaran biasanya digambarkan dalam bentuk model yang direpresentasikan dalam bentuk grafis atau flow chart. Model desain sistem pembelajaran biasanya menggambarkan 6

7 langkah-langkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Menurut Morisson, Ross, dan Kemp (Pribadi, B.A. 2009), model desain sistem pembelajaran ini akan membantu Anda sebagai perancang program atau kegiatan pembelajaran dalam memahami kerangka teori dengan lebih baik dan menerapkan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Model desain sistem pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan, komunikasi untuk menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program pembelajaran. Pada umumnya, setiap desain sistem pembelajaran memiliki keunikan dan perbedaan dalam langkah-langkah dan prosedur yang digunakan. Perbedaan juga kerap terdapat pada istilah-istilah yang digunakan. Namun demikian, model-model desain tersebut memiliki dasar prinsip yang sama dalam upaya merancang program pembelajaran yang berkualitas. Fausner (Pribadi, B.A. 2009) berpandangan bahwa seorang perancang program pembelajaran tidak dapat menciptakan program pembelajaran yang efektif jika hanya mengenal satu model desain. Perancang program pembelajaran harus mampu memilih desain yang tepat dan sesuai dengan situasi atau setting pembelajaran yang spesifik. Untuk itu diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang model-model desain sistem pembelajaran dan cara mengimplementasikannya. Model Disain Belajar Konstruktivis sebagai model mikro, menekankan proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Model ini disusun berdasarkan teori konstruktivisme, menurut Prawiradilaga (2009) bermanfaat untuk: 1. Membina peserta didik menjadi lebih mandiri 2. Mengembangkan daya kreatifitas peserta didik karena ia harus memperlihatkan hasil belajar atau karyanya 3. Berlatih bekerja sama dengan anggota tim peserta didik. 4. Keterbatasan dari model ini menurut Prawiradilaga (2009) diantaranya: 5. Belum banyaknya penelitian terkait model ini yang mengindikasikan keefektifan model 6. Kemungkinan pengajar yang belum terbiasa akan lebih sulit untuk menerapkan model ini 7. Melatih peserta didik untuk refleksi, mandiri, dan menilai diri sendiri tidak mudah. DESAIN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIISTIK Disain Belajar Konstruktivis sebagai model mikro, menekankan proses belajar yang dialami oleh mahasiswa. Model ini disusun berdasarkan teori konstruktivisme. Sudah tentu mahasiswa berperan jauh lebih aktif dan menempati porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan model Kegiatan Belajar Mengajar pada umumnya (berbasis behavioristik). Kekhasan model ini (Prawiradilaga, 2009) diantaranya: 7

8 1. Model disain pembelajaran yang mengkhususkan diri pada terjadinya proses belajar dan peserta didik yang proaktif 2. Strategi belajar termasuk pengembangan belajar tim yang diterapkan secara intensif 3. Aspek refleksi dimaksudkan agar peserta didik juga berperan dalam menilai proses belajarnya. Ia harus bisa mengantisipasi masalah belajar. Selain itu, ia juga dilatih untuk mengatasi masalah belajar tadi dengan bantuan pengajar. Selanjutnya model pembelajaran berbasis konstruktivisme (Prawiradilaga, 2009) adalah seperti berikut ini. Situasi Tim Penghubung (bridge) Apa kegunaan episode belajar yang Anda ajarkan? Bagaimana Anda mengetahui bahwa mahasiswa Anda sudah selesai dan mencapai tujuan belajarnya? Dan seterusnya. Pengelompokkan mahasiswa tergantung situasi yang Anda rancang dan materi ajar yang tersedia. a. Mahasiswa - bagaimana Anda akan mengelompokkan mereka agar mereka dapat belajar dan mencapai tujuan dengan berhasil? b. Materi-apakah Anda berharap semua mahasiswa terlibat aktif dengan semua kegiatan, bagaimana dengan pemikiran kolaboratif mereka Kegiatan apa yang akan Anda pilih sebagai penghubung antara pengetahuan prasyarat dengan pengetahuan atau kemampuan yang akan mereka pelajari? Pertanyaan Pameran Refleksi Pertanyaan apa yang akan Anda ajukan terkait dengan elemen Desain Belajar Konstruktivis? Apa saja pertanyaan pemandu yang akan Anda ajukan untuk menjelaskan tentang situasi, pengelompokkan dan penghubung? Bagaimana mahasiswa akan memamerkan hasil karya mereka sebagai bukti bahwa mereka telah mencapai pemahaman? Bagaimana mahasiswa akan merefleksikan hasil belajar meraka, apa yang sudah mereka lakukan, pelajari atau apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah? Gagnon dan Collay (Pribadi, B.A. 2009) mengemukakan sebuah desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik. Desain yang dikemukakan terdiri atas beberapa komponen penting dalam pendekatan aliran konstruktivistik yaitu situasi, pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi dan refleksi. 1. Situasi Komponen ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran. Selain itu, dalam komponen situasi juga 8

9 tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui. 2. Pengelompokkan Komponen pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan konstruktivis memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat. Pengelompokkan sangat bergantung pada situasi atau pengalaman belajar yang ingin dilalui oleh mahasiswa. Pengelompokkan dapat dilakukan secara acak (random) atau didasarkan pada kriteria tertentu (porposive). 3. Pengaitan Komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru. Bentuk-bentuk kegiatan pengaitan sangat bervariasi, misalnya melalui pemecahan masalah atau diskusi topiktopik yang spesifik. 4. Pertanyaan Pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam aktivitas pembelajaran. Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli yang merupakan inti dari pendekatan pembelajaran konstruktivistik. Dengan munculnya gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, siswa dapat membangun pengetahuan di dalam dirinya. 5. Eksibisi Komponen eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti suatu pengalaman belajar. Pengetahuan seperti apa yang telah dibangun oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik? Pertanyaan seperti ini perlu dijawab untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa. 6. Refleksi Komponen ini pada dasarnya memberi kesempatan kepada dosen dan mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kolektif. Refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki. Pendekatan konstruktivistik dapat diaplikasikan pada semua jenjang dan satuan pendidikan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendekatan konstruktivistik adalah memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk membangun pengetahuan dengan menggunakan beragam sumber belajar yang tersedia. DESAIN AWAL PRODUK: MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIISTIK Desain sistem pembelajaran yang berlandaskan pendekatan konstruktivistik perlu memasukkan komponen-komponen pembelajaran yang menjadi prinsip pendekatan 9

10 konstruktivistik seperti yang dikemukakan oleh Gagnon dan Collay (Pribadi, B.A. 2009), yaitu situasi, pengelompokkan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi, dan refleksi. Berikut ini adalah desain awal yang akan dikembangkan yaitu desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivistik (bandingkan dengan contoh Pribadi, B.A., 2010). Desain awal produk berikut ini, merupakan desain sistem pembelajaran pada mata kuliah Statistik Pendidikan bagi mahasiswa PGSD untuk Pokok Bahasan Populasi dan Sampel; materi lengkap yang terdapat pada lampiran masih perlu penyesuaian dengan aktivitas pembelajaran yang dirancang berikut ini. Tingkat : Perguruan Tinggi Topik : Populasi dan Sampel Mata Kuliah : Statistik Pendidikan Pengampu : Slameto Waktu : 90 menit No Komponen Aktivitas Pembelajaran 1 Situasi (5 menit) 2 Pengelompokan (5 menit) 3 Pengaitan (10 menit) 4 Pertanyaan (20 menit) 5 Eksibisi (40 menit) Tujuan dari pembelajaran ini adalah mengenalkan konsep populasi, dan sampel. Materi yang akan diajarkan meliputi konsep populasi dan sampel, metode dan teknik sampling, serta penentuan besarnya sampel. Mahasiswa terbagi dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan maksimal 5 orang. Setiap kelompok mendapat sejumlah topik penelitian beserta keterangan singkatnya. Kelompok pertama bertugas menganalisa alasan, manfaat dan tujuan dari diadakannya penarikan sampel. Kelompok kedua menganalisa topik-topik mana saja yang memerlukan penarikan sampel dari populasi. Kelompok ketiga menganalisis teknik sampling yang paling tepat bagi topik-topik tertentu. Kelompok keempat bertugas menghitung banyaknya sampel dari sebuah populasi dalam beberapa topik penelitian. Kelompok kelima bertugas menganalisis dampak dan follow up dari penentuan sejumlah sampel tertentu dari populasi. Dosen menjelaskan secara singkat tentang langkah-langkah menarik sampel yang meliputi pencarian informasi mengenai besarnya populasi, penentuan tingkat kesalahan, menentukan proporsi sampel dari populasi, teknik sampling, dan diperolehnya sejumlah sampel dengan kriteria tertentu. Dosen mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa mengenai hal-hal berikut: 1. Apa alasan diadakannya penarikan sampel dalam penelitian? 2. Apa yang dimaksud dengan populasi? 3. Cara apa saja yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sampel? 4. Bagaimana supaya sampel dapat mewakili populasi? 5. Apa cirri-ciri sampel yang baik? Kelompok diminta mengemukakan pendapat tentang hasil diskusi yang telah dilakukan sesuai dengan tugas masing-masing. Pada saat 10

11 pemaparan opini, kelompok lain dapat memberikan opini, mengajukan pertanyaan, dan diskusi. Setiap kelompok maju sesuai dengan sistematika materi yang telah ditetapkan. 6 Refleksi (10 menit) Pada akhir sesi pembelajaran, guru atau instruktur meminta pendapat atau pandangan mahasiswa tentang pengetahuan yang telah diperoleh dari proses pembelajaran tentang populasi-sampel Berdasarkan desain awal pembelajaran berbasis konstruktivistik di atas, para mahasiswa akan memperoleh pengalaman belajar yang dapat memungkinkan mereka membangun pengetahuan yang sedang dipelajari. Dosen perlu bertindak kreatif agar dapat menciptakan pengalaman belajar yang bermakna bagi mahasiswa. Hal ini merupakan kunci bagi penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivistik. Metode, media, dan strategi pembelajaran yang digunakan dalam aktivitas pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik akan dipilih agar dapat mendukung mahasiswa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari. Demikian pula halnya dengan penggunaan media pembelajaran, akan dipilih dengan cermat agar dapat mendukung mahasiswa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan yang sedang dipelajari dan sesuai dengan aktivitas pembelajaran konstruktivistik. Sebagai contoh, penggunaan media power point yang menayangkan isi program perkuliahan perlu diikuti dengan kegiatan diskusi yang memungkinkan mahasiswa membangun pengetahuan dan keterampilan. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat memicu terjadinya proses berpikir mahasiswa dalam rangka membangun kompetensi. Sekalipun sudah dirancang pada perangkat pembelajaran (seperti pada materi terlampir), penetapan/pemilihan strategi pembelajaran yang akan digunakan masih perlu direvisi sehingga benar-benar dapat melatih mahasiswa untuk mengaitkan pengetahuan lama dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Revisi didasarkan hasil validasi/masukan pakar. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran konstruktivistik adalah penggunaan instrumen evaluasi dan penilaian hasil belajar. Beragam instrumen evaluasi hasil belajar pada dasarnya dapat digunakan dalam pendekatan pembelajaran konstruktivistik. Namun instrumen yang akan digunakan pengembang akan disusun berdasarkan kemampuan instrumen tersebut ketika mengukur hasil belajar mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Oleh karena itu, tidak cukup hanya berbentuk obyektif, tetapi juga tes uraian yang dilengkapi tes kinerja/performance. Ketiga jenis instrumen ini dipandang sesuai untuk digunakan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran konstruktivistik, karena jenis tes ini bersifat sistematik, digunakan untuk melakukan evaluasi hasil belajar yang tidak dapat diukur melalui tes obyektif. Walaupun tes obyektif dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan atau hasil belajar, khususnya aspek kognitif, namun performance test sangat bermanfaat untuk 11

12 digunakan dalam mengetahui tingkat pencapaian kemampuan mahasiswa yang bersifat nyata. Menurut Grondlund (1993), ada beberapa aspek hasil belajar yang dapat diukur secara efektif melalui penggunaan performance test yaitu: Kemampuan dalam mengidentifikasi, misalnya menentukan bagian-bagian dari suatu sistem sebagai suatu keseluruhan Kemampuan membangun atau mengkonstruksi, yaitu keterampilan dalam menyusun komponen-komponen menjadi satu kesatuan utuh, dan Kemampuan dalam melakukan atau mendemonstrasikan sesuatu, seperti mengoperasikan peralatan atau menerapkan proses atau prosedur. PELAKSANAAN DAN HASIL PENGEMBANGAN Berdasarkan materi ajar Penelitian Pendidikan SD 2011 unit 9 Populasi dan Sampel, pengembangan model pembelajaran konstruktivisme ini dilaksanakan pada mata kuliah statistik pendidikan untuk 1 pertemuan pada 2 kelas. Langkah langkah yang ditempuh adalah seperti berikut ini. 1. Pendahuluan (10 ) Pembukaan dengan penjelasan tentang materi bahasan dan kompetensi yang akan dikuasai melalui pokok bahasan ini; serta proses perkuliahan sesi pertemuan ini. 2. Bekerja kelompok (50 ) Pembentukan kelompok, disepakati menggunakan kelompok yang sudah terjadi untuk kegiatan perkuliahan yang lalu sehingga ada 6 kelompok kemudian dilanjutkan dengan pengaturan tempat duduk dan peserta memasuki kelompoknya masing-masing. Setiap kelompok mendalami materi tertulis yang diterimanya (seperti terlampir); Setiap kelompok diberi kebebasan menetapkan cara untuk mempelajarinya: 1 kelompok memilih membaca bersama dan membuat peta kosep kemudian berdiskusi 1 kelompok memilih untuk 2 peserta membaca dalam hati (menyimak) dan dilanjutkan melaksanakan tugas seperti yang ada pada Unit Materi 2 kelompok masing-masing membagi materi menjadi 2 sesuai Sub Unit yang ada dengan membuat tanda-tanda dengan catatan kecil; kemudian mengerjakan latihan dan tes formatif 1 kelompok menyururuh 1 anggota membaca materi, anggota lainnya mencatat terus berdiskusi 1 kelompok yang terdiri dari 5 orang anggota, membagi diri menjadi 2 sub kelompok (3 anggota laki-laki membaca materi kemudian mencatat; 2 anggota perempuan membaca dan mengerjakan latihan soal). 12

13 3. Diskusi Tema setiap kelompok 1 tema (10 ) Apa alasan diadakannya penarikan sampel dalam penelitian? Apa yang dimaksud dengan populasi? Cara apa saja yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya sampel? Bagaimana supaya sampel dapat mewakili populasi? Apa cirri-ciri sampel yang baik? Apa kelebihan dan kelemahan teknik sampling yang ada pada materi? Dilanjutkan dengan pertanyaan: Apa komentar dan saran kelompok?) Terdapat 1 kelompok yang lebih cepat selesai, kemudian melanjutkan mengerjakan latihan. Namun ada juga 1 kelompok yang masih sibuk mencatat hasil oleh sekretaris. Latihan yang mereka pilih adalah menghitung sampel. 4. Presentasi/Ekzibisi hasil kerja kelompok (15 ) Salah satu contoh hasil kerja kelompok dalam bentuk peta konsep seperti terlampir 5. Berdasarkan hasil presentasi diajukan beberapa pertanyaan kepada dosen tentang rumus dan penggunaannya, tingkat kepercayaan, tabel Krice, nomogram dan konfirmasi penghitungan. 6. Refleksi (5 ) penyimpulan dan tindak lanjut (latihan dan atau tes formatif yang belum dikerjakan dengan tuntas dipakai sebagai PR 7. Pengisian lembar balikan juga di PR-kan karena waktu sudah habis. ALIDASI MODEL BERDASARKAN PENILAIAN MAHASISWA Dengan menggunakan 17 item yang dijabarkan dari model pembelajaran konstruktivisme yang dinilai oleh mahasiswa setelah akhir perkuliahan diperoleh hasil seperti berikut ini. Pertanyaan/Indikator 1. Seberapa tinggi perkuliahan ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran?. 2. Seberapa jelas tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui? 3. Apakah pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi kesempatan mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat? 4. Apakah pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan pengalaman belajar mahasiswa? 5. Apakah pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari? 6. Apakah bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru? 7. Apakah pertanyaan yang diajukan memunculkan gagasan-gagasan Modus Jawaban ST T Sd R 13

14 asli dari mahasiswa? 8. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, apakah mahasiswa dapat membangun pengetahuan yang baru di dalam dirinya? 9. Apakah Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah? 10. Adakah pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/ dengan menjawab pertanyaan/topik diskusi? 11. Apakah refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok? 12. Apakah refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki? 13. Apakah metode ini mampu menumbuhkan partisipasi aktif mahasiswa dalam pembelajaran 14. Apakah metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme mahasiswa dalam belajar? 15. Apakah metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik? 16. Adakah bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif dikalangan mahasiswa? 17. Adakah optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik? Berdasarkan hasil penilaian mahasiswa seperti tersaji dalam tabel di atas, ternyata model pembelajaran konstruktivisme ini cukup valid; sebagian besar dinilai pada aras tinggi yaitu 15 indikator, terutama dengan model pembelajaran ini mahasiswa optimis akan berhasil lebih baik. Lima belas indikator yang valid pada aras tinggi adalah sebagai berikut: 1. Perkuliahan ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran 2. Tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui tergambar dengan jelas 3. Pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan pengalaman belajar mahasiswa 4. Pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari 5. Bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topik-topik yang spesifik relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru 6. Pertanyaan yang diajukan memunculkan gagasan-gagasan asli dari mahasiswa 7. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, mahasiswa dapat membangun pengetahuan yang baru di dalam dirinya 8. Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah 9. Pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/ dengan menjawab pertanyaan/topik diskusi 14

15 10. Refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok 11. Refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki 12. Metode ini mampu menumbuhkan partisipasi aktif mahasiswa dalam pembelajaran 13. Metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik? 14. Ada bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif dikalangan mahasiswa 15. Ada optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik. Selanjutnya terdapat 1 indikator yang valid pada aras sangat tinggi adalah pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi kesempatan mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat Pada akhirnya terdapat 1 indikator yang valid pada aras sedang adalah metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme mahasiswa dalam belajar Berdasarkan hasil penilaian mahasiswa terhadap efektifitas model pembelajaran berbasis konstruktivisme seperti diuraikan di atas, kemudian dilakukan analisis faktor guna memperoleh model akhir efektivitas model berdasarkan data lapang. Hasil analisis faktor efektifitas model pembelajaran konstruktivisme ini adalah sebagai berkut. Faktor Indikator 1 1. Seberapa tinggi perkuliahan ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran?. 2. Apakah pengelompokkan yang dilakukan relevan dengan pengalaman belajar mahasiswa? 3. Apakah refleksi dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kelompok? 2 1. Apakah bentuk-bentuk kegiatan pengaitan, misalnya melalui diskusi topiktopik yang spesifik relevan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru? 2. Apakah Komponen eksibisi (presentasi mahasiswa) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti kuliah? 3. Apakah refleksi juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki? 3 1. Adakah pengetahuan baru telah dibangun oleh mahasiswa setelah/ dengan menjawab pertanyaan/topik diskusi? 2. Apakah metode ini mampu menumbuhkan partisipasi aktif mahasiswa dalam pembelajaran Adakah optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik? 3. Adakah optimisme mahasiswa akan berhasil lebih baik? 15

16 4 1. Apakah pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran memberi kesempatan mahasiswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat? 2. Apakah pengaitan yang dilakukan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa dengan pengetahuan yang baru atau akan dipelajari? 3. Adakah bukti pelaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif dikalangan mahasiswa? 5 1. Apakah pertanyaan yang diajukan memunculkan gagasan-gagasan asli dari mahasiswa? 2. Seberapa jelas tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui? 3. Apakah metode ini mampu menumbuhkan keceriaan dan antusisme mahasiswa dalam belajar? 4. Apakah metode ini mampu menghasilkan pesan yang menarik? 6 1. Berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat orisinal, apakah mahasiswa dapat membangun pengetahuan yang baru di dalam dirinya? PENUTUP Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktif ini berhasil mendeskripsikan best/ good practices Perkuliahan Statistik Pendidikan dalam rangka peningkatan prestasi belajar mahasiswa Pokok Bahasan Populasi dan Sampel. Telah dihasilkan 5 faktor penentu Efektivitas Model Pembelajaran Konstruktif. Model Pembelajaran Konstruktif dipandang relevan dengan hakikat pendidikan ke-sd-an dan telah terbukti efektif untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran Pokok Bahasan Populasi dan Sampel pada Mata Kuliah Statistik Pendidikan. Oleh karena itu layak untuk dilaksanakan dalam perkuliahan PGSD. Daftar Pustaka Cruickshank, D.R. et.al The Act of Teaching. New York: McGraw Hill Inc. Groundlund, N.E How to Make Achievement Test and Assesment. Boston: Allyn and Bacon. Hamzah Teori Belajar Konstruktivisme. Universitas Negeri Makassar: FMIPA Jonassen, D.H., Handbook of Research for Educational Communication and Technology. New York: Macmillan Library Reference. Prawiradilaga, D.S Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Pribadi, B.A Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Slameto, Penelitian Pendidikan SD, Jakarta: Dirjen PT Kementerian Pendidikan Nasional Wolfolk, A Educational Psychology. Boston: Allyn and Bacon. 16

17 Wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek / subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Pengertian Sebagian / wa sebagian dari dimiliki oleh akan diberlak Populasi terbatas (Populasi terhingga) Berdasarkan banyaknya satuan analisis dalam suatu populasi bersifat Repr Populasi tak terbatas (Populasi tak terhingga) Populasi teoretis (teoretical population) dibagi menjadi POPULASI & SAMPEL (bag dari populasi) Teknik sampling Populasi yang tersedia (accesible population) Obyek : manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, peristiwa, dll. Metode Sampling 1. Penentuan jumlah sampel dengan rumus : [ ] ket : n : jumlah sampel P : proporsi populasi presentase kel. pertama q : proporsi sisa dalam populasi Z ½ : derajat koefisien kondensasi pada 99% dan 95% b : presentase perkiraan kemungkinan salah 2. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan tabel krecjle (kesalahan 5%) 3. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan momogram Harry King (populasi < 2000) kesalahan s/d 15% 4. Perhitungan jumlah sampel dengan rumus (sam pel > ) ket : n : ukuran sampel yang diperlukan P : prosentase hipotesis (Ho) dinyatakan = 0,50 q : 1 0,50 = 0,50 Op : perbedaan Hipotesis kerja (Ha) dengan hipotesis nol (Ho) dibagi pada tingkat kepercayaan tertentu. 17

18 18

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar-1 Pengertian dan Perkembangan Konsep Media Pembelajaran

Kegiatan Belajar-1 Pengertian dan Perkembangan Konsep Media Pembelajaran Kegiatan Belajar-1 Pengertian dan Perkembangan Konsep Media Pembelajaran 1. Petunjuk Belajar Materi pembelajaran yang akan dibahas di dalam Kegiatan Belajar-1 dari modul yang berjudul Media Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARANYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN

BAB V MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARANYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN 189 BAB V MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARANYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN Implementasi pendidikan multikultural di sekolah perlu diperjelas dan dipertegas. Bentuk nyata pembelajaran untuk

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

MENERAPKAN MODEL KONSTRUKTIVIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA UMUM I MAHASISWA SEMESTER I JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMED TA 2012/2013

MENERAPKAN MODEL KONSTRUKTIVIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA UMUM I MAHASISWA SEMESTER I JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMED TA 2012/2013 MENERAPKAN MODEL KONSTRUKTIVIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA UMUM I MAHASISWA SEMESTER I JURUSAN FISIKA FMIPA UNIMED TA 2012/2013 Abubakar dan Rahmatsyah Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus globalisasi menuntut semua aspek kehidupan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangannya, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam bab keempat, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam bab keempat, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 142 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari keseluruhan deskripsi dan pembahasan sebagaimana dipaparkan dalam bab keempat, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, berkenaan dengan kondisi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL Widihastuti Dosen Program Studi Teknik Busana Fakultas Teknik UNY widihastuti@uny.ac.id; twidihastutiftuny@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERCIRIKAN KONSTRUKTIVIS TIPE GAGNON DAN COLLAY PADA MATERI PENYAJIAN DATA UNTUK SISWA KELAS VII

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERCIRIKAN KONSTRUKTIVIS TIPE GAGNON DAN COLLAY PADA MATERI PENYAJIAN DATA UNTUK SISWA KELAS VII Tersedia secara online EISSN:2502-471X Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 7 Bulan Juli Tahun 2016 Halaman: 1279 1286 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERCIRIKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri Pabelan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning. 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning. Model pembelajaran generatif menggunakan teori kontruktivisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

Kata kunci: desain pembelajaran, konstruktivisme, learning obstacle, gaya magnet.

Kata kunci: desain pembelajaran, konstruktivisme, learning obstacle, gaya magnet. PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME TENTANG GAYA MAGNET DI SEKOLAH DASAR Hilda Mardiana; Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd.; Drs. H. Rd. Setiawan Leo, M.Pd. PROGRAM S1 PGSD UPI TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil anak sudah mempunyai struktur

BAB II KAJIAN TEORI. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil anak sudah mempunyai struktur 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Teori Belajar Konstruktivisme Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang dengan sengaja diciptakan (Dimyati dan Mudjiono 2006). Seorang pengajar harus mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi memberikan dampak yang besar dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Munculnya berbagai macam teknologi hasil karya manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk mengembangkan potensi diri dan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1.Belajar dan Pembelajaran Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan. Perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

JURNAL BELAJAR BELAJAR DAN PEMBELAJARAN DosenPengampuDr. Hj. Sri EndahIndriwati, M.Pd

JURNAL BELAJAR BELAJAR DAN PEMBELAJARAN DosenPengampuDr. Hj. Sri EndahIndriwati, M.Pd JURNAL BELAJAR BELAJAR DAN PEMBELAJARAN DosenPengampuDr. Hj. Sri EndahIndriwati, M.Pd Hari, tanggal : Senin / 13 Ferbruari 2017 Nama/ NIM : Siti Nurhalizah / 150341607130 Kelas : A Prodi : S1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Definisi belajar ada beraneka ragam karena hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1 PEMBELAJARAN KOOPERATIF Karakteristik Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME DI KELAS V

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME DI KELAS V PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONSTRUKTIVISME DI KELAS V DINI NURSARI nursaridini@yahoo.com Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung ABSTRAK Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup maupun benda tak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar 2.1 Pembelajaran Think Talk Write Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru. Untuk mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan landasan dan kerangka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat seseorang harus menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin baik kualitas pendidikan disuatu negara akan menghasilkan bangsa yang cerdas. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perubahan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 siswa di

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perubahan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 siswa di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari pendidikan pada era modern saat ini adalah untuk mengajarkan siswa bagaimana cara untuk mendapatkan informasi dari suatu penelitian, bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk peningkatan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION Rahayu Dwi Palupi, Penerapan Model Belajar Group Investigation... 85 PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS TENTANG DAYA TARIK, MOTIVASI, DAN AMBISI BANGSA

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Realistik 1. Pengertian Pendekatan Realistik Pendekatan realistik adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-konsep

Lebih terperinci

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebuah mata pelajaran di tingkat sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIK SISWA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIK SISWA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME 1 PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIK SISWA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN YANG MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME Wawan Awaludin Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS DENGAN TEKNIK THIK- TALK-WRITE (TTW) Oleh: Usep Kuswari. Teknik TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS DENGAN TEKNIK THIK- TALK-WRITE (TTW) Oleh: Usep Kuswari. Teknik TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin MODEL PEMBELAJARAN MENULIS DENGAN TEKNIK THIK- TALK-WRITE (TTW) Oleh: Usep Kuswari A. Rasional Teknik TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin (dalam Ansari, 2003:36). Teknik ini pada dasarnya dibangun

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 1 UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN CONCEPT MAPPING (PTK Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 03 Colomadu Tahun 2013/2014) NASKAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Belajar dan Hasil Belajar A. Pengertian belajar Belajar adalah upaya pemenuhan reaksi mental dan atau fisik terhadap penglihatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau sering disebut dengan Classroom Action Reseacrh. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme 1. Pengertian Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 Bandung, terdapat beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran diantaranya kurangnya berpikir

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis refleksi terhadap pengembangan darf/pola

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis refleksi terhadap pengembangan darf/pola BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis refleksi terhadap pengembangan darf/pola jurnal belajar yang menghasilkan desain jurnal belajar sebagai refleksi guru IPS SD dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilakukan di SD Negeri Dawuan Timur I, yang beralamatkan di Jl. Sumur Bandung desa Dawuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Asmani (2012:17) merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa dan mencapai tujuan pendidikan nasional, perkembangan jaman saat ini menuntut adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) A. Pengertian Group Investigation Model Group investigation seringkali disebut sebagai metode pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 2 Kalianda semester

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 2 Kalianda semester 24 III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-3 SMAN 2 Kalianda semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 pada pokok bahasan Kinematika Gerak Lurus. Dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran kooperatif Tipe NHT Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah dan merupakan salah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. memfasilitasi, dan meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Hasil

1 PENDAHULUAN. memfasilitasi, dan meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Hasil 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Hasil kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN 8 BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN A. Kajian Pustaka Dalam suatu penelitian, kajian pustaka sangat penting guna memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang dihadapi. Dalam proses pembelajaran, guru maupun siswa juga

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang dihadapi. Dalam proses pembelajaran, guru maupun siswa juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut mereka untuk berfikir kreatif dalam menemukan solusi atas masalah yang sedang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER Saat ini penggunaan ICT untuk kegiatan belajar dan mengajar menjadi salah satu ciri perkembangan masyarakat modern. ICT dapat dimaknakan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), design (perancangan), development (pengembangan), implementation (implementasi),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Kedungwinangun. Lokasi sekolah dasar tersebut terletak di Desa

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING Jaka Nugraha & Choirul Nikmah Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya jaka.unesa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Nurchasanah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Nurchasanah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu dasar yang memiliki nilai esesensial dalam kehidupan sehari-sehari. Matematika berhubungan dengan ide-ide atau konsep abstrak yang tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR SD Negeri Purbasana

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura Ni Wayan Lasmini SD Negeri 2 Tatura, Palu, Sulawesi Tengah ABSTRAK Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai disiplin ilmu adalah salah satu mata pelajaran yang penting untuk diberikan kepada siswa di Sekolah Dasar (SD). Hakikat pembelajarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci