IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA SKRIPSI"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Nuhraini Palipung NIM PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SEPTEMBER 2016 i

2

3

4

5 MOTTO Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih Lao Tse Hasil tertinggi dari pendidikan adalah toleransi, semakin seseorang paham tentang perbedaan, dia akan mengerti makna kebersamaan v

6 PERSEMBAHAN Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan, kemampuan, dan petunjuk kepada saya dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Tugas akhir skripsi ini saya persembahkan kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Martinus Kendek dan Ibu Rusnawati, yang selalu ingin saya bahagiakan dan menjadi motivasi saya dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Serta yang selalu mendoakan, memberi semangat, perhatian, dan nasihat yang sangat berarti. 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. vi

7 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA Oleh Nuhraini Palipung NIM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang implementasi pendidikan multikultural, faktor pendukung dan penghambat, serta upaya mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa. Objek penelitian berupa strategi implementasi pendidikan multikultural di sekolah, serta faktor pendukung dan penghambatnya. Setting penelitian bertempat di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis deskriptif dengan tiga langkah, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan strategi yang dilakukan sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural melalui, (1) integrasi kedalam kegiatan pengembangan diri secara terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram berupa ekstrakurikuler, dan kegiatan pengembangan diri tidak terprogram terdiri dari kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan spontan dan kegiatan keteladanan. (2) integrasi kedalam mata pelajaran PKn, IPS dan Ketamansiswaan. Pengintegrasian dalam mata pelajaran dilakukan pada setiap pokok bahasan atau tema dalam pembelajaran. Faktor pendukung yaitu iklim sekolah, kurikulum sekolah, sarana dan prasarana, peran guru, program dan kegiatan sekolah, serta peserta didik. Faktor penghambat yaitu sikap individu, kurangnya media keberagaman, posterposter tentang keberagaman dan nilai-nilai multikultural, dan kurangnya sosialisasi. Selain itu pendidikan multikultural dalam bentuk kegiatan praktek di luar sekolah secara khusus masih kurang dilakukan sekolah. Upaya untuk mengatasi hambatan diantaranya dengan menekankan tentang nilai-nilai menghargai, menghormati dan toleransi. Didukung dengan kebijakan sekolah yang melaksanakan pendidikan budi pekerti luhur, menambah poster-poster keberagaman, sosialisasi, melakukan kegiatan di luar sekolah dengan mengikutsertkan siswa dalam berbagai kegiatan di luar sekolah. Kata kunci : implementasi, pendidikan, multikultural vii

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian. 2. Bapak Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian. 3. Bapak Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan. 4. Bapak L. Hendrowibowo, M.Pd, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran yang mendukung, serta memberikan arahan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesian tugas akhir skripsi ini. 5. Bapak Drs. Petrus Priyoyuwono, M.Pd sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dalam rencana studi selama perkuliahan. viii

9 6. Bapak dan Ibu Dosen Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada penulis. 7. Kepala Sekolah dan Bapak Ibu Guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian serta memberikan infomasi dan bantuan dalam melaksanakan penelitian. 8. Seluruh Staf dan Siswa Siswi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta. 9. Sahabat-sahabat tersayang, Farida Yuswardana, Alvira Pranata, Anggi Wulandini, dan Asa Muharorroh, yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam menyusun tugas akhir skripsi ini. 10. Seluruh teman-teman Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. 11. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini yang belum disebutkan di atas. Yogyakarta, 8 September 2016 Penulis, ix

10 DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 9 C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Implementasi B. Pendidikan Multikultural Pendidikan Pendidikan Multikultural Tujuan Pendidikan Multikultural Pendidikan Multikultural dalam Dimensi Pendidikan Nasional Bentuk Pengembangan dan Pendekatan Pendidikan Nasional Program dan Dimensi Pendidikan Multikultural a. Program Pendidikan Multikultural b. Dimensi Pendidikan Multikultural x

11 7. Konsep Pembelajaran Multikultural a. Pengertian Pembelajaran Multikultural b. Tujuan Pembelajaran Multikultural c. Dasar-dasar Pembelajaran Multikultural Peranan Guru dan Sekolah dalam Penerapan Pendidikan Multikultural C. Penelitian yang Relevan D. Kerangka Berpikir E. Pertanyaan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Waktu dan Tempat Penelitian C. Instrumen Penelitian D. Subjek dan Objek Penelitian E. Teknik Pengumpulan Data F. Teknik Analisis Data G. Keabsahan Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa B. Hasil Penelitian Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Pemahaman Warga Sekolah tentang Pendidikan Multikultural b. Interaksi Warga Sekolah c. Nilai-nilai yang Ditanamkan dalam Implementasi Pendidikan Multikultural d. Strategi Implementasi Pendidikan Multikultural Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Multikultural b. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural xi

12 C. Pembahasan Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Pemahaman Tentang Pendidikan Multikultural dan Interaksi Warga Sekolah b. Integrasi Pendidikan Multikultural dalam Kegiatan Pengembangan Diri c. Integrasi Pendidikan Multikultural dalam Mata Pelajaran Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Faktor Pendukung Implementasi b. Faktor Penghambat Implementasi Upaya Mengatasi Hambatan dalam Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi Tabel 4. Rombongan Belajar Tabel 5. Jumlah Peserta Didik Tabel 6. Jumlah Tenaga Pendidik Tabel 7. Jumlah Tenaga Kependidikan Tabel 8. Sarana dan Prasarana yang dimiliki Sekolah Tabel 9. Data Keragaman Siswa xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Pedoman Wawancara Lampiran 2. Pedoman Observasi Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi Lampiran 4. Transkrip Wawancara Lampiran 5. Catatan Lapangan Lampiran 6. Profil Sekolah Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Lampiran 8. Surat Keterangan Penelitian xiv

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Multikultural berasal dari adanya suatu kebudayaan. Secara etimologi, multikultural terdiri dari multi yang berarti banyak, kultur yang berarti budaya. Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan yang disebabkan oleh banyaknya suku bangsa yang memiliki struktur budaya yang berbeda-beda. Namun pada kenyataannya kondisi demikian tidak diiringi dengan keadaan sosial yang membaik. Bahkan banyak terjadinya ketidak teraturan dalam kehidupan sosial di Indonesia pada saat ini yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan dan konflik. Terjadinya konflik dalam negara yang majemuk atau multikultur merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri, karena dalam negara yang masyarakatnya multikultural pada satu sisi menyimpan banyak kekuatan dari masing-masing kelompok, namun disisi lainnya menyimpan benih perpecahan apabila tidak dikelola dengan baik dan rasional. Sikap toleransi di Indonesia sebagai negara yang multikultural, dapat terjadi jika terjalin komitmen untuk saling hidup rukun dan menghormati. Penduduk Indonesia banyak yang belum sepenuhnya memiliki wawasan yang luas tentang kebhinekaan di Indonesia sehingga gampang memunculkan konflik laten yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Toleransi antar umat beragama di masyarakat masih sangat minim, itulah fakta yang sekarang terjadi di Indonesia. Sebuah ironi karena terjadi di negara yang dilandasi dengan keberagaman, Bhinneka Tunggal Ika. 1

16 Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus-kasus menunjukkan kepada kita terkait permasalahan yang disebabkan oleh keragaman di Indonesia, apabila hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa. Di Indonesia, kemajemukan suku merupakan salah satu diri masyarakat Indonesia yang sering dibanggakan. Banyak orang belum juga menyadari bahwa kemajemukan tersebut juga menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, penting untuk menanamkan nilai-nilai multikultural sejak awal pada masyarakat Indonesia agar mekanisme dan nilai-nilai substantif dalam demokrasi memuat nilai humanisme (kemanusiaan) seperti keadilan, empati, kebersamaan, dan mampu menerima perbedaan. Multikultural selalu ada didalam lingkungan masyarakat. Apalagi saat ini teknologi transportasi dan teknologi informasi telah mencapai kemajuan yang sangat pesat, kemajemukan merupakan inevitable destiny di tingkat global maupun dalam suatu negara itu sendiri. Secara teknis dan teknologis kita telah mampu tinggal bersama dalam masyarakat majemuk, namun spiritual kita belum memahami arti sesungguhnya dari hidup bersama dengan orang yang memiliki perbedaan budaya, antara lain mencakup perbedaan agama, etnisitas dan kelas sosial (Khisbiyah, 2000 dalam Jurnal Ilmiah Farida Hanum). Seiring dengan 2

17 perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak terjadi krisis sosial-budaya terjadi di masyarakat. Misalnya seperti merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial. Semakin luasnya penyebaran narkotika, maraknya tawuran antar pelajar, bullying, kenakalan remaja, dan penyakit sosial lainnya. Dilihat dari berbagai kondisi dan konflik yang banyak terjadi terkait dengan keberagaman, idealnya negara harus memiliki komitmen untuk bertindak. Namun seringkali negara melalui aparat yang berwenang dinilai selalu hadir terlambat sehingga kekerasan demi kekerasan terus berlangsung tanpa ada upaya untuk mencegah sejak dini. Dalam konteks demikian, dibutuhkan pemaknaan secara utuh terhadap nilai-nilai multikultural sejak dini, sehingga generasi masa depan negeri ini bisa memandang perbedaan sebagai sebuah kelebihan bahkan keunggulan, melihat keberagaman sebagai pola perilaku khas di tengah-tengah negeri yang memang telah ditakdirkan sebagai bangsa multibudaya. Gelombang demokrasi menuntut pengakuan perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia yang majemuk. Sampai kapan pun, akar kekerasan akan menjadi ancaman laten selama nilai-nilai primordialisme dipahami secara naif dan sempit. Salah satu upaya strategis yang bisa dilakukan untuk membangun generasi masa depan yang sadar budaya semacam itu adalah penanaman nilai keberagaman melalui pendidikan multikultural di sekolah. Perlu disadari bahwa proses pendidikan adalah proses pembudayaan dan cita-cita persatuan bangsa merupakan unsur budaya nasional. Pendidikan juga turut andil dalam pembentukan sikap toleransi. Di tengah kompleksnya persoalan-persoalan pendidikan seperti saat ini, 3

18 memang bukan hal mudah untuk merevitalisasi dan mengokohkan pendidikan multikultural dalam dunia persekolahan. Pendididikan multikultural menawarkan alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dan ras. Pendekatan melalui pendidikan multikultural yang terpenting, strategi pendidikan tidak hanya bertujuan agar siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran siswa agar dapat menerima dan menghargai perbedaan. Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka atau prejudice untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat diartikan sebagai strategi untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya (the pride in ones s home nation). Penerapan pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Pendidikan merupakan wahana paling tepat untuk membangun kesadaran multikultural. Karena, dalam tataran ideal, pendidikan seharusnya berperan sebagai juru bicara bagi terciptanya fundamen kehidupan multikultural yang 4

19 terbebas dari kooptasi negara. Hal itu dapat berlangsung apabila ada perubahan paradigma dalam pendidikan, yakni dimulai dari penyeragaman menuju identitas tunggal, lalu kearah pengakuan dan penghargaan keragaman identitas dalam kerangka penciptaan harmonisasi kehidupan. Pendidikan multikultural di Indonesia relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat indonesia yang heterogen, plural, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru diberlakukan sejak 1999 lalu hingga saat ini. Pendidikan multikultural harus dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi sebagai penyangga kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (Syafiq A. Mughni, 2014 : viii dalam Choirul Mahfud). Sekolah merupakan lembaga yang tepat dalam membumikan pendidikan multikultural ditengah-tengah kekhawatiran akan bahaya disintegrasi bangsa. Dalam pendidikan multikultural yang diselenggarakan disekolah, seluruh elemen sekolah memiliki peran sentral. Seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilainilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa. Selain guru, kepala sekolah juga mempunyai peranan cukup vital dalam pendidikan multikultural dimana kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya dapat menuntun kedalam suatu kondisi yang sangat menuntut pemahaman kepada perbedaan dan keragaman yang ada. Melalui pendidikan multikultural disekolah, 5

20 subjek belajar dapat mencapai kesuksesan dalam mengurangi prasangka dan diskriminasi. Pada beberapa kondisi, sekolah belum mampu menerapkan pendidikan multikultural dengan seutuhnya. Wulandari (2013), dalam desertasinya menyimpulkan bahwa setelah menggali kehidupan di kedua sekolah dari perspektif pendidikan multikultural, baik kepala sekolah, guru, siswa, dan orangtua siswa diperoleh gambaran bahwa pihak-pihak tersebut pada dasarnya telah memiliki kesadaran dan pemahaman akan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap orang. Pemikiran dan praktik kepala sekolah sudah sesuai dengan nilai-nilai multikultural, namun terdapat beberapa hal yang praktiknya tidak sesuai, diantaranya tidak menyediakan guru agama Katolik. Pemikiran dan praktik guru tentang pendidikan multikultural sudah sesuai, namun pemikiran siswa tidak sesuai dengan konsep pendidikan multikultural. Tetapi dalam kesehariannya keduanya telah mampu untuk menerapkan nilai-nilai multikultural dalam praktik kehidupan disekolah. Mengenai fokus pendidikan multikultural, H.A.R Tilaar (2002 : 179) mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok sosial, agama, dan kultural mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti ataupun pengakuan terhadap orang lain yang berbeda. Dalam konteks itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. 6

21 Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap indifference (ketidakacuhan) dan non recognition (tiadanya pengakuan), tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan, dan keterbelakangan kelompokkelompok minoritas dalam berbagai bidang, baik itu sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Dalam konteks dekriptif, pendidikan multikultural seyogyanya berisikan tentang tema-tema mengenai toleransi, perbedaan ethno-cultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, hak asasi manusia, demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan. Adapun pelaksanaan pendidikan multikultural tidaklah harus mengubah kurikulum. Pelajaran pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman bagi guru untuk menerapkannya. Utamanya kepada para siswa perlu diajari mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling menghargai. Hal tersebut sangat berharga bagi bekal hidup mereka di kemudian hari dan sangat penting untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Sekolah memegang peranan penting dalam menerapkan nilai multikultural pada siswa sejak dini. Bila sejak awal mereka telah memiliki nilai-nilai kebersamaan, toleran, cinta damai, dan menghargai perbedaan, maka nilai-nilai tersebut akan tercermin pada tingkah laku mereka sehari-hari karena terbentuk pada kepribadiannya. Bila hal tersebut berhasil dimiliki para generasi muda kita, 7

22 maka kehidupan mendatang dapat diprediksi akan relatif damai dan penuh penghargaan antara sesama dapat terwujud. Di Yogyakarta terdapat salah satu sekolah yaitu SD Taman Muda Ibu Pawiyatan. Sekolah ini termasuk sekolah inklusi yang memiliki beragam latar belakang siswa dengan berbagai macam karakter anak, serta memiliki siswa berkebutuhan khusus di dalamnya. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan juga merupakan sekolah yang berbasis seni dan budaya dan menerapkan pendidikan budi pekerti luhur. Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana implementasi pendidikan multikultural di sekolah inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. 8

23 B. Identifikasi Masalah Dari pemaparan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah, diantaranya : 1. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. 2. Terjadinya konflik dalam negara yang majemuk atau multikultur merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri. 3. Banyak kasus-kasus yang menunjukkan terkait permasalahan yang disebabkan oleh keragaman misalnya meluasnya penyebaran narkotika, maraknya tawuran antar warga maupun pelajar, kasus-kasus bullying, kenakalan remaja dan penyakit-penyakit sosial lainnya. 4. Seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak terjadi krisis sosial-budaya yang terjadi di masyarakat. 5. Sekolah merupakan lembaga yang tepat dalam membumikan pendidikan multikultural namun beberapa sekolah belum mampu menerapkan pendidikan multikultural secara utuh. 9

24 C. Rumusan Masalah Berdasarkan beberapa identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah yang dipilih dan akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa? 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa? 3. Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. 3. Mendeskripsikan cara mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. 10

25 E. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain : Manfaat Teoritis : 1. Berupa penambahan teori, pengembangan ide dan konsep-konsep dasar tentang kebutuhan terkait implementasi pendidikan multikultural. Manfaat Praktis : 1. Temuan penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi sekolah dalam upaya penerapan pendidikan multikultural yang telah dilakukan sekolah. 2. Menambah pengetahuan pendidik tentang cara mengembangkan ide dan konsep yang sesuai dengan kebutuhan setiap peserta didik dalam proses pembelajaran. 3. Hasil penelitian ini bisa juga dipergunakan sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian tentang pendidikan multikultural. 4. Secara khusus hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dan referensi teoritis-empiris bagi masyarakat dan pemerintah dalam mematangkan kebijakan yang terkait dengan sosialisasi dan penyiapan pendidikan multikultural di sekolah. 11

26 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Implementasi Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Usman, 2002: 70). Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya. Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif (Guntur Setiawan, 2004: 39). Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya. Dari pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme 12

27 mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya. B. Pendidikan Multikultural 1. Pendidikan Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan membentuk latihan. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Poerbakawatja dan Harahap (Sugiyono, 2012: 3) menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. T.Sulistyono dalam Dwi Siswoyo (2011: 1) menyatakan bahwa, pendidikan sebagai usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu. Dengan kata lain, upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan, didasarkan atas pandangan hidup atau filsafat hidup, bahkan latar belakang sosiokultural tiap-tiap masyarakat, serta 13

28 pemikiran-pemikiran psikologis tertentu. Dasar pendidikan adalah landasan berpijak dan arah bagi pendidikan sebagai wahana pengembangan manusia dan masyarakat. Walaupun pendidikan itu universal, namun bagi suatu masyarakat pendidikan akan diselenggarakan berdasarkan filsafat dan atau pandangan hidup serta berlangsung dalam latar belakang sosial budaya masyarakat tersebut. Pendidikan dalam pengertian maha luas, tempat berlangsungnya tidak hanya terbatas dalam satu jenis lingkungan hidup tertentu dalam bentuk sekolah. Tetapi berlangsung dalam segala bentuk lingkungan hidup manusia. Pendidikan sebagai pengalaman belajar berlangsung baik dalam lingkungan budaya, masyarakat hasil rekayasa manusia, maupun dalam lingkungan alam yang terjadi dengan sendirinya tanpa rekayasa manusia. Sementara itu, dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan. Sekolah adalah lembaga pendidikan formal sebagai salah satu hasil rekayasa peradaban manusia. Sekolah sebagai hasil rekayasa manusia diciptakan untuk menyelenggarakan pendidikan; penciptaannya berkaitan erat dengan penguasaan ilmu pengetahuan, juga dengan berkembang dan tumbuhnya kesadaran masyarakat yang semakin lama semakin meningkat. Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilaksanakan oleh pendidikan (Dirto Hadisusanto, 1995: 57). Tugas atau misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang di didik maupun kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia 14

29 dapat menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. Fungsi pendidikan terhadap masyarakat setidaknya ada dua bagian besar, yaitu fungsi preserveratif dan fungsi direktif. Fungsi preserveratif dilakukan dengan melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat, sedangkan fungsi direktif dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan sosial, sehingga dapat mengantisipasi masa depan. Selain itu pendidikan mempunyai fungsi (1) menyiapkan sebagai manusia, (2) menyiapkan tenaga kerja dan (3) menyiapkan warga negara yang baik. Ada bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli, M.J. Langeveld (Dwi Siswoyo, 2011: 26) mengemukakan ada enam macam tujuan pendidikan, yaitu: a. Tujuan umum, total atau akhir, adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan/kebulatan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Bagi Lavengeld tujuan umum atau tujuan akhirnya adalah kedewasaan yang salah satu cirinya adalah tetap hidup dengan pribadi mandiri. b. Tujuan khusus, adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal, misalnya usia, jenis kelamin, intelegensi, bakat, minat, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan sebagainya. c. Tujuan tak lengkap, adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia. Misalnya aspek psikologis, biologis, dan sosiologis saja. Salah satu aspek psikologis misalnya hanya mengembangkan emosi atau pikirannya saja. d. Tujuan sementara, adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja, sedangkan kalau tujuan sementara itu sudah dicapai, lalu ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain. e. Tujuan intermedier, adalah tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok. f. Tujuan insidental, adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, seketika, spontan. 15

30 2. Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural (Multicultural Education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa. Sedangkan secara luas, pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial dan agama. James Banks (Choirul Mahfud,1993: 3) mendefinisikan : Pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam bentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, ataupun negara. Ia mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai ide, gerakan, pembaharuan pendidikan, dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan agar siswa laki-laki dan perempuan, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah. Dalam pendidikan multikultural, dapat diidentifikasikan perkembangan sikap seseorang dalam kaitannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain dalam masyarakat lokal sampai kepada masyarakat dunia global. James Banks (Choirul Mahfud, 2014: 202) mengemukakan beberapa tipologi sikap seseorang terhadap 16

31 identitas etnik atau cultural identity, yaitu: a. Ethnic Psychological Captivity. Pada tingkat ini, seseorang masih terperangkap dalam stereotipe kelompoknya sendiri, dan menunjukkan rasa harga diri yang rendah. Sikap tersebut menunjukkan sikap kefanatikan terhadap nilai-nilai budaya sendiri dan menganggap budaya lainnya inferior. b. Ethnic Encapsulation. Pribadi demikian juga terperangkap dalam kapsul kebudayaannya sendiri terpisah dari budaya lain. Sikap ini biasanya mempunyai perkiraan bahwa hanya nilai-nilai budayanya sendiri yang paling baik dan tinggi, dan biasanya mempunyai sikap curiga terhadap budaya atau bangsa lain. c. Ethnic Identifities Clarification. Pribadi macam ini mengembangkan sikapnya yang positif terhadap budayanya sendiri dan menunjukkan sikap menerima dan memberikan jawaban positif kepada budaya-budaya lainnya. Untuk mengembangkan sikap yang demikian maka sesorang lebih dahulu perlu mengetahui beberapa kelemahan budaya atau bangsanya sendiri. d. The Ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap budaya yang datang dari etnis lain, seperti budayanya sendiri. e. Multicultural Ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang mendalam dalam menghayati kebudayaan lain di lingkungan masyarakat bangsanya. f. Globalism. Pribadi ini dapat menerima di berbagai jenis budaya dan bangsa lain. Mereka dapat bergaul secara internasional dan mengembangkan keseimbangan keterikatannya terhadap budaya bangsa dan budaya global. Pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu : Pertama, Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu. Kedua, the knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Ketiga, an equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial. Keempat, prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi 17

32 dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif. Trice dan Beyer (J.David Smith, 2015: 379) mengusulkan empat jenis kebiasaan yang dapat membantu meningkatkan solidaritas kelompok dalam sebuah organisasi yang dapat diterapkan dalam kelas. Inilah teknik yang dapat membantu siswa merasa bersama yang dapat membentuk mereka satu kelompok, meskipun setiap orang memiliki perbedaan khusus. Kebiasaan tersebut meliputi : a. Rites of Enhancement: dikelas, kebiasaan ini dapat dicapai guru dan temanteman dengan mengenali pencapaian individu dan kelompok (misalnya, mendorong siswa untuk memuji orang lain atas pekerjaan yang baik). b. Rites of Conflict Reduction: temukan cara dalam mengatasi stres dan tekanan serta aktivitas kelompok yang dapat dinikmati dan mendorong untuk tertawa. c. Rites of Integration: aktivitas yang dapat membantu siswa belajar mengenai nilai-nilai yang mereka bagi (misalnya, diskusi mengenai masalah-masalah penting bagi kelompok seusianya, role-playing, membaca cerita, dan menyuruh siswa mendiskusikan artinya). d. Rites of Renewal: memberi bantuan siswa yang akan memotivasi mereka dan membantu meningkatkan moral, misalnya tutorial satu per satu dengan materimateri yang sulit. e. Rites of Passage: kelompok mengetahui hari ulang tahun dan peristiwa hidup yang penting mengenai orang lain (misalnya, hari ulang tahun seseorang saudara, prestasi di pramuka, dan sebagainya). 18

33 Menurut Prof. HAR Tilaar (Choirul Mahfud, 2014: 178) : Pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang interkulturalisme seusai Perang Dunia (PD) kedua. Kemunculan gagasan dan kesadaran interkulturalisme ini, selain terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas (keberagaman) di negara-negara barat sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa. Azra (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 197) menjelaskan: Pendidikan multikultural sebagai pengganti dari pendidikan interkultural diharapkan dapat menumbuhkan sikap peduli dan mau mengerti atau adanya politik pengakuan terhadap kebudayaan kelompok manusia, seperti toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama, diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan universal, serta subjek-subjek lain yang relevan. Pendidikan multikultural (multicultural education) tidak persis sama dengan enkulturasi ganda (multiple enculturation). Sizemore (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 197) membedakan pendidikan multikultural dengan enkulturasi ganda. Perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut. a. Enkulturasi lebih menekankan pada integrasi struktural yang mengaburkan makna akulturasi dengan enkulturasi. Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pemerolehan pengetahuan untuk dapat mengontrol orang lain demi sebuah kehidupan (survival). b. Pendidikan multikultural, sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti (difference) atau politics of recognition, politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas. Secara operasional, pendidikan multikultural pada dasarnya adalah program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi pembelajar (multiple learning environments) dan yang sesuai dengan kebutuhan akademis ataupun sosial anak didik. 19

34 Adapun definisi pendidikan multikultural yang diadopsi dari Suzuki dan Pramono (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 198) didasarkan pada asumsi awal bahwa sekolah dapat memainkan peran besar dalam mengubah struktur sosial sebuah masyarakat. Hal ini tidak berarti bahwa sekolah satu-satunya lembaga sosial yang dapat mengubah struktur sosial sebuah masyarakat, tetapi sekolah dapat menjadi wahana atau alat bagi perubahan sosial dari masyarakat. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dimaknai hal-hal sebagai berikut. a. Guru-guru dapat membantu siswanya mengonseptualisasi dan menumbuhkan aspirasi tentang struktur sosial alternatif serta memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk berubah. Definisi dan tujuan inilah yang akan dikembangkan menjadi program pendidikan multikultural di sekolah-sekolah yang memiliki latar belakang dan kebhinnekaan sosio-historis, budaya, ekonomi dan psikologi. b. Pendidikan multikulturalisme dalam konteks Indonesia penting untuk dikembangkan. Hal ini mengingat faktor kebhinekaan bangsa Indonesia dan faktor-faktor lain yang menjadi pengalaman bangsa Indonesia. c. Terjadinya peristiwa disintegrasi sosial dan konflik selama ini, semakin perlu untuk diantisipasi secara tepat. Hal yang paling memungkinkan adalah melalui program pendidikan multikulturalisme. d. Kesungguhan dalam merumuskan pendidikan multikulturalisme dalam konteks Indonesia yang tepat semangat dan tepat tujuan (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 198). Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non-eropa. Adapun secara luas, pendidikan multikultural mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama. 20

35 Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri : a. Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya (berperadaban). b. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). c. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis). d. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya. Mengenai fokusnya, fokus pendidikan multikultural tidak lagi diarahkan hanya pada kelompok rasial, agama, dan kultural domain atau mainstream. Pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individual yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti (difference) atau politics of recognition (politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas). Dalam konteks itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap indifference dan non-recognition tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup 21

36 subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang. Apa yang dipikirkan oleh seseorang tentang dirinya berjalin dengan penerimaan dan dukungan yang dirasakan dari orang lain. Kehidupan internal seseorang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan eksternal. Siccone (J.David Smith, 2015: 379) membuat konsep interaksi antara diri sendiri dan orang lain dengan dimensi-dimensi berikut ini : a. Independence, ini adalah pengalaman menganggap dirinya berharga, ini menyangkut perasaan bahwa seseorang adalah mandiri dan unik di dunia ini. Meliputi persoalan siapa dan apa membuat saya istimewa. b. Interdependence, inilah pengakuan bahwa saya perlu orang lain. Inilah rasa yang dibutuhkan untuk dimiliki keluarga, komunitas, sekolah, dan masyarakat, meliputi kebutuhan persahabatan, afiliasi, dan hubungan. c. Personal Responsibility, inilah pengakuan untuk melakukan kontrol dalam kehidupan seseorang. Menyangkut rasa, mampu meraih tujuan, pengarahan diri, dan kemampuan. d. Tanggung jawab Sosial, adalah kemampuan untuk bergerak pada kepentingan sendiri dan mau menerima tanggung jawab kehidupan di sekitar. Ini merupakan suatu keyakinan yang bukan saja pentingnya menerima orang lain, tapi juga sanggup bahwa saya harus menolong orang lain. Tilaar (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 202) menegaskan bahwa: Pengertian tentang multikultural mencakup pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural harus mencakup subjek-subjek, seperti toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, hak asasi manusia, demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang relevan. Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, ada beberapa pendekatan yaitu : 22

37 a. Pendidikan tentang perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme b. Pendidikan tentang perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan c. Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan d. Pendidikan dwi budaya e. Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia. 3. Tujuan Pendidikan Multikultural Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan pelajaran dan pembelajaran ke arah memberikan peluang yang sama pada setiap anak. Jadi, tidak ada yang dikorbankan demi persatuan. Untuk itu, kelompokkelompok harus damai, saling memahami, mengakhiri perbedaan, tetapi tetap menekankan pada tujuan umum untuk mencapai persatuan. Siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman dan keunikan itu dihargai. Hal ini berarti harus ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai khususnya civitas akademika sekolah. Tujuan pendidikan multikultural adalah untuk membantu siswa: a. Memahami latar belakang diri dan kelompok dalam masyarakat; b. Menghormati dan mengapresiasi kebhinnekaan budaya dan sosio-historis etnik; c. Menyelesaikan sikap-sikap yang terlalu etnosentris dan penuh purbasangka; d. Memahami faktor-faktor sosial, ekonomis, psikologis, dan historis yang menyebabkan terjadinya polarisasi etnik ketimpangan dan keterasingan etnik; 23

38 e. Meningkatkan kemampuan menganalisis secara kritis masalah-masalah rutin dan isu melalui proses demokratis melalui sebuah visi tentang masyarakat yang lebih baik, adil dan bebas; f. Mengembangkan jati diri yang bermakna bagi semua orang. Perbedaan pada diri anak didik yang harus diakui dalam pendidikan multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas etnis dan ras, kelompok pemeluk agama, agama, jenis kelamin, kondisi ekonomi, daerah/asal-usul, ketidakmampuan fisik dan mental, kelompok umur dan lain-lain (Baker, dalam Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 199). Pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sejumlah pendekatan. Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural. Pertama, tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling), atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi keliru bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik sematamata berada di tangan mereka, tetapi justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab, karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal diluar sekolah. Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan sematamata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. Secara tradisional, para pendidik lebih mengasosiasikan kebudayaan dengan 24

39 kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus-menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotipe menurut identitas etnik mereka, sebaliknya mereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik. Ketiga, karena pengembangan kompetensi alam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik merupakan antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis. Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional. Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan (baik formal maupun non formal) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antar pribumi dan non pribumi. 25

40 Dikotomi semacam ini akan membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengambangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik. Dalam aktivitas pendidikan mana pun, peserta didik merupakan sasaran (objek) sekaligus sebagai subjek pendidikan. Oleh sebab itu, dalam memahami hakikat peserta didik, para pendidik perlu memahami ciri-ciri umum peserta didik, antara lain: a. Dalam keadaan sedang berdaya. Maksudnya, peserta didik dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan sebagainya. b. Memiliki keinginan untuk berkembang ke arah dewasa. c. Memiliki latar belakang yang berbeda-beda. d. Melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual. Menurut Farida Hanum (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 200), nilai-nilai inti dari pendidikan multikulktural berupa demokratis, humanisme, dan pluralisme. a. Nilai Demokratisasi atau keadilan, merupakan sebuah istilah yang menyeluruh dalam segala bentuk, baik keadilan budaya, politik, maupun sosial. Keadilan merupakan bentuk bahwa setiap insan mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan. b. Nilai Humanisme atau kemanusiaan manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas, heterogenitas, dan keragaman manusia. Keragaman itu dapat berupa ideologi, agama, paradigma, suku bangsa, pola pikir, kebutuhan, tingkat ekonomi dan sebagainya. 26

41 c. Nilai Pluralisme bangsa, adalah pandangan yang mengakui adanya keragaman dalam suatu bangsa, seperti yang ada di Indonesia. Istilah plural mengandung arti berjenis-jenis, tetapi pluralisme bukan berarti sekedar pengakuan terhadap hal-hal tersebut, melainkan memiliki implikasiimplikasi politis, sosial, dan ekonomi. Oleh sebab itu, pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Banyak negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi, tetapi tidak mengakui adanya pluralisme dalam kehidupannya sehingga terjadi berbagai segregesi. Pluralisme berkenaan dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat yang ada dalam suatu komunitas. Ada tiga persepektif multikulturalisme dalam sistem pendidikan, yaitu perspektif cultural assimilation, perspektif cultural pluralism, dan perspektif cultural synthesis. a. Perspektif Cultural Assimilation Cultural assimilation merupakan model transisi dalam sistem pendidikan yang menunjukkan proses asimilasi anak atau subjek didik dari berbagai kebudayaan atau masyarakat subnasional ke dalam suatu core society. b. Perspektif Cultural Pluralism Cultural pluralism merupakan suatu sistem pendidikan yang menekankan pada pentingnya hak bagi semua kebudayaan dan masyarakat subnasional untuk memelihara dan mempertahankan identitas kultural masing-masing. c. Perspektif Cultural Synthesis Cultural synthesis merupakan sintesis dari perspektif asimilasionis dan pluralis yang menekankan pentingnya proses terjadinya elektisisme dan sintesis dalam diri anak atau subjek didik dan masyarakat serta terjadinya perubahan dalam berbagai kebudayan dan masyarakat subnasional. 27

42 Dalam mayarakat Indonesia yang sangat majemuk, diperlukan aplikasi pilihan perspektif pendidikan yang ketiga. Perspektif pendidikan yang demikian memberikan peran pada pendidikan multikultural sebagai instrumen bagi pengembangan eksistensisme dan sintesis beragam kebudayaan subnasional pada tingkat individual dan masyarakat serta bagi promosi terbentuknya suatu melting pot dari beragam kebudayaan dan masyarakat subnasional. Pilihan perspektif pendidikan sintesis multicultural memiliki rasional paling dasar dalam hakikat tujuan suatu pendidikan multikultural yang dapat diidentifikasi melalui tiga tujuan ekstrand, yaitu tujuan attitudinal, tujuan kognitif, dan tujuan instruksional, Nasikun (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 210). a. Pada Tingkat Attitudinal Pendidikan multikultural berfungsi untuk menyemai dan mengembangkan sensitivitas kultural, toleransi kultural, penghormatan pada identitas kultural, pengembangan sikap budaya responsif serta keahlian untuk melakukan penolakan dan resolusi konflik. b. Pada Tingkat Kognitif Pendidikan multikultural memiliki tujuan bagi pencapaian kemampuan akademis, pengembangan pengetahuan tentang kemajemukan kebudayan, kompetensi untuk melakukan analisis dan interpretasi perilaku kultutral, dan kemampuan membangun kesadaran kritis tentang kebudayaan sendiri. c. Pada Tingkat Instruksional Pendidikan multikultural bertujuan untuk mengembangkan kemampuan melakukan koreksi atas distorsi-distorsi, stereotipe-stereotipe, peniadaan dan mis-informasi tentang kelompok-kelompok etnis dan kultural yang dimuat dalam buku dan media pembelajaran, menyediakan strategi-strategi untuk melakukan hidup dalam pergaulan multikultural, mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal, menyediakan teknik-teknik untuk melakukan evaluasi dan membentuk menyediakan klarifikasi dan penjelasan tentang dinamika perkembangan kebudayaan. 28

43 4. Pendidikan Multikultural dalam Dimensi Pendidikan Nasional Menurut Tilaar (2004) dan Benni (2006) (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 208), pendidikan multikultural memiliki dimensi sebagai berikut: a. Right to culture dan identitas budaya lokal Multikulturalisme didorong oleh pengakuan terhadap hak asasi manusia. Akan tetapi, akibat globalisasi pengakuan tersebut diarahkan juga pada hak-hak lain, yaitu hak akan kebudayaan (right to culture). Lahirnya identitas kesukuan sebagai perkembangan budaya mikro di Indonesia memerlukan masa transisi, yaitu seakan-akan menurunnya rasa kebangsaan dan persatuan Indonesia. Hal ini dapat dimengerti karena yang disebut budaya Indonesia sebagai budaya mainstream belum jelas bagi kita. Identitasi budaya makro, yaitu budaya Indonesia yang sedang menjadi harus terus-menerus dibangun atau merupakan proses yang tanpa ujung. b. Kebudayaan indonesia yang menjadi Maksud kebudayaan Indonesia yang menjadi adalah suatu pegangan dari setiap insan dan setiap identitas budaya mikro Indonesia. Hal tersebut merupakan sistem nilai baru yang kemudian memerlukan proses yang perwujudannya melalui proses dalam pendidikan nasional. Oleh sebab itu, di tengah-tengah maraknya identitas kesukuan, sekaligus ditekankan sistem nilai baru yang akan diwujudkan, yaitu sistem nilai keindonesiaan. Hal tersebut tidak mudah karena memerlukan paradigm shift dalam proses pendidikan bangsa Indonesia. c. Pendidikan multikultural yang normatif Konsep pendidikan multikultural normatif adalah konsep yang dapat dibunakan untuk mewujudkan cita-cita. Konsep pendidikan multikultural normatif diharapkan mampu memperkuat identitas suatu suku yang kemudian dapat menyumbangkan bagi terwujudnya kebudayaan Indonesia yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia. d. Pendidikan multikultural rekonstruksi sosial Suatu rekonstruksi sosial, artinya upaya untuk melihat kembali kehidupan sosial yang ada saat ini. Salah satu masalah yang timbul akibat berkembangnya rasa kedaerahan, identitas kesukuan, dari perseorangan ataupun suatu suku bangsa Indonesia telah menimbulkan rasa kelompok yang berlebihan. Semua ini akan menyebabkan pergeseran-pergeseran horizontal yang tidak dikenal sebelumnya. e. Pendidikan multikultural di indonesia memerlukan pedagogik baru Pedagogik tradisional membatasi proses pendidikan dalam ruangan sekolah yang sarat dengan pendidikan intelektualistik. Adapun kehidupan sosial-budaya di Indonesia menuntut pendidikan hati (pedagogy of heart), yaitu diarahkan pada rasa persatuan dari bangsa Indonesia yang pluralistis. 29

44 f. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujudkan visi indonesia masa depan serta etika berbangsa. TAP/MPR RI Tahun 2001 No. VI dan VII mengenai visi Indonesia masa depan serta etika kehidupan berbangsa perlu dijadikan pedoman yang sangat berharga dalam pengembangan konsep Pendidikan Multikultural. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan menghidupkan kembali pendidikan budi pekerti terutama ditingkat pendidikan dasar, melengkapi pendidikan agama yang sudah ditangani dengan UU No. 20 Tahun 2003 (UUSPN 2003). 5. Bentuk Pengembangan dan Pendekatan Pendidikan Multikultural Bentuk pengembangan pendidikan multikultural di setiap negara berbedabeda sesuai dengan permasalahan yang dihadapi setiap negara. Banks (1993) (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 211) mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum ataupun pembelajaran di sekolah yang jika dicermati relevan untuk diimplementasikan di Indonesia. a. Pendekatan kontribusi (the contributions approach) Level ini yang paling sering dilakukan dan paling luas digunakan dalam fase pertama dari gerakan kebangkitan etnis. Cirinya adalah dengan memasukkan pahlawan-pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. Hal inilah yang selama ini telah dilakukan di Indonesia. b. Pendekatan aditif (aditif approach) Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan buku, modul, atau bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa mengubah secara substansif. Pendekatan aditif merupakan fase awal dalam melaksanakan pendidikan multikultural karena belum menyentuh kurikulum utama. c. Pendekatan transformasi (the transformation approach) Pendekatan transformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan kontribusi dan aditif. Pendekatan transformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi dasar siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Perspektif berpusat pada aliran utama yang mungkin dipaparkan dalam materi pelajaran. Siswa boleh melihat dari perspektif yang lain. Banks (1993) (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 212), menyebut ini sebagai proses multiple acculturation, sehingga rasa saling menghargai, 30

45 kebersamaan, dan cinta sesama dapat dirasakan melalui pengalaman belajar. Konsepsi akulturasi ganda (multiple acculturation conception) dari masyarakat dan budaya negara mengarah pada perspektif bahwa memandang peristiwa etnis, sastra, musik, seni, dan pengetahuan lainnya sebagai bagian integral dari yang membentuk budaya secara umum. Budaya kelompok dominan hanya dipandang sebagai bagian dari keseluruhan budaya yang lebih besar. d. Pendekatan aksi sosial (the social action approach) Pendekatan aksi sosial mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi, tetapi menambah komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari dalam unit. Tujuan utama dari pembelajaran dan pendekatan ini adalah mendidik siswa melakukan kritik sosial dan mengajarkan keterampilan membuat keputusan untuk memperkuat siswa dan membantu mereka memperoleh pendidikan politis, sekolah membantu siswa menjadi kritikus sosial yang reflektif dan partisipan yang terlatih dalam perubahan sosial. Siswa memperoleh pengetahuan, nilai, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial sehingga kelompokkelompok etnis, ras dan golongan yang terabaikan dan menjadi korban dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Peran pendidikan dalam multikulturalisme hanya dapat dimengerti dalam kaitannya dengan falsafah hidup, kenyataan sosial, yang akan meliputi disiplindisiplin ilmu yang lain, seperti ilmu politik, filsafat, khususnya falsafah posmodernisme, antropologi, dan sosiologi (Dawam, Ainur Rafiq, dalam Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 206). Dalam hal ini dimaksudkan agar dalam perjalanan sejarah pendidikan multikultural tidak akan kehilangan arah atau berlawanan dengan nilai-nilai dasar multikulturalisme. Karena hegemoni bukan hanya di bidang politik, melainkan juga dibidang pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian, orientasi yang seharusnya dibangun dan diperhatikan antara lain meliputi hal-hal berikut. 31

46 a. Orientasi Kemanusiaan Kemanusiaan atau humanisme merupakan sebuah nilai kodrati yang menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan. Kemanusiaan bersifat universal, global, di atas semua suku, aliran, ras, golongan, dan agama. b. Orientasi Kebersamaan Kebersamaan atau kooperativisme merupakan sebuah nilai yang sangat mulia dalam masyarakat yang plural dan heterogen. Kebersamaan yang hakiki juga akan membawa pada kedamaian yang tidak ada batasannya. Kebersamaan yang dibangun di sini adalah kebersamaan yang terlepas dari unsur kolutif ataupun koruptif. Intinya kebersamaan yang dibangun adalah kebersamaan yang masing-masing pihak tidak merasa dirugikan dirinya sendiri, orang lain, lingkungan, serta negara. c. Orientasi Kesejahteraan Kesejahteraan atau welvarisme merupakan suatu kondisi sosial yang menjadi harapan semua orang. Kesejahteraan selama ini hanya dijadikan sebagai slogan kosong. Kesejahteraan sering diucapkan, tetapi tidak pernah dijadikan orientasi oleh siapapun. Konsistensi terhadap sebuah orientasi harus dibuktikan dengan perilaku menuju terciptanya kesejahteraan masyarakat. d. Orientasi Profesional Profesional merupakan sebuah nilai yang dipandang dari aspek apapun adalah sangat tepat. Tepat landasan, tepat proses, tepat pelaku, tepat ruang, tepat waktu, tepat anggaran, tepat kualitatif, tepat kuantitatif, dan tepat tujuan. 32

47 e. Orientasi Mengakui Pluralitas dan Heterogenitas Pluralitas dan heterogenitas merupakan kenyataan yang tidak mungkin ditindas secara fasis dengan memunculkan sikap fanatisme terhadap kebenaran yang diyakini oleh banyak orang. f. Orientasi Anti Hegemoni dan Anti Dominasi Hegemoni dan dominasi hegemoni adalah dua istilah yang sangat populer bagi kaum tertindas. Akan tetapi, kedua istilah tersebut tidak pernah digunakan, bahkan dihindari oleh para pengikut paham liberalis, kapitalis, globalis, dan neoliberalis. 6. Program dan Dimensi Pendidikan Multikultural a. Program Pendidikan Multikultural 1) berorientasi pada materi (content-oriented programs) Berorientasi pada materi (content-oriented programs) merupakan bentuk pendidikan multikultural yang paling umum dapat cepat dipahami. Tujuan utamanya adalah memasukkan materi tentang kelompok budaya yang berbeda dalam kurikulum dan materi pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang kelompok-kelompok tersebut. Dalam bentuknya yang paling sederhana bentuk program ini menambahkan aspek multikultural ke dalam kurikulum yang standar. Versi yang lebih canggih dari bentuk ini, yaitu mengubah kurikulum secara aktif dengan tiga tujuan berikut : a) Mengembangkan muatan multikultural melalui berbagai disiplin. b) Memasukkan sejenis sudut pandang dan perspektif yang berbeda dalam kurikulum. 33

48 c) Mengubah aturan, yang pada akhirnya mengembangkan paradigma baru bagi kurikulum. 2) berorientasi pada siswa (student-oriented programs) Program yang berorientasi pada siswa (student-oriented programs) bertujuan untuk meningkatkan prestasi akademik kelompok siswa yang berbeda meskipun pada saat itu tidak memberikan perubahan besar dalam muatan kurikulum. Beberapa program ini tidak dirancang untuk mengubah kurikulum atau konteks sosial pendidikan, tetapi membantu siswa dengan budaya dan bahasa yang berbeda untuk menciptakan perubahan dalam mainstream pendidikan. Terdapat beberapa kategori program yang khas: a) Program yang menggunakan riset dalam model belajar yang berbasiskan budaya (culturally-based learning styles) dalam menentukan gaya mengajar yang digunakan pada kelompok siswa tertentu; b) Program dua bahasa (bilingual) atau dua budaya (bicultural); c) Program bahasa yang mengandalkan bahasa dan budaya sekelompok siswa minoritas. 3) berorientasi sosial (sosially-oriented programs) Program yang berorientasi sosial (sosially-oriented programs) berupaya mereformasi pendidikan ataupun konteks politik dan budaya pendidikan. Program ini bertujuan bukan untuk meningkatkan prestasi akademis atau menambah sekumpulan pengetahuan multikultural, melainkan memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam meningkatkan toleransi budaya dan ras serta mengurangi bias. 34

49 Kategori program ini juga tidak hanya meliputi program yang dirancang untuk menstrukturkan kembali dan menyatukan sekolah, tetapi juga program ini dirancang untuk meningkatkan semua bentuk hubungan di kalangan kelompok etnik dan ras dalam program belajar bersama tanpa membedakan perbedaan yang ada pada setiap individu. Bentuk pendidikan multikultural ini menekankan hubungan manusia dalam semua bentuknya dan menggabungkan beberapa karakteristik dua bentuk program lainnya, yaitu program yang menuntut perbaikan kurikulum untuk menekankan kontribusi sosial yang positif dari kelompok etnis dan budaya sambil menggunakan riset tentang model belajar untuk meningkatkan prestasi siswa dan mengurangi ketegangan dalam ruang kelas. Selain program-program tersebut, menurut Iis Arifudin (2007: 220) implementasi pendidikan multikultural dapat dilakukan di sekolah melalui beberapa cara yaitu : a. Implementasi pendidikan multikultural terintegrasi dengan mata pelajaran Pelaksanaan pendidikan multikultural tidaklah perlu mengubah kurikulum, pelajaran pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran yang lainnya. hanya saja diperlukan pedoman bagi guru untuk menerapkannya. yang utama kepada para siswa perlu diajari mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling menghargai. Hal tersebut sangat berharga bagi bekal hidup mereka 35

50 dikemudian hari dan sangat penting untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Jadi implementasi dan pengembangan pendidikan multikultural terintegrasi melalui mata pelajaran dapat dilakukan oleh perguruan tinggi atau sekolah dasar dan menengah sebagai berikut, 1) perguruan tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural dapat diintegrasikan misalnya melalui mata kuliah umum, seperti kewarganegaraan, agama, dan bahasa. 2) tingkat SD, SLTP, atau sekolah menengah (SMA), pendidikan multikultural dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran dan bahan ajar seperti agama, sosiologi, dan antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran seperti diskusi kelompok atau kegiatan lainnya. b. Implementasi pendidikan multikultural melalui kegiatan pengembangan diri. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, minat peserta didik, dan kondisi sekolah. 1) Pengembangan diri terprogram Pengembangan diri terprogram untuk pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut ini: 36

51 a) kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler Kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah meliputi Organisasi Siswa Intra Sekolah, Pramuka, Kegiatan Olahraga dan lain-lain yang tentunya akan diikuti oleh siswa yang berasal dari berbagai etnis, budaya. Dalam komposisi kepengurusan OSIS juga melibatkan siswa dari berbagai unsur etnis. Agar terjadi kontak fisik alamiah dan melahirkan pemahaman yang baik antar sesama maka perlu diadakan berbagai kegiatan yang berorientasi kelompok. Dimana tanpa disadari kegiatan tersebut melibatkan berbagai etnis seperti tim bola basket, voli, pentas drama, vokal grup, pramuka dan sebagainya. Kegiatan ekstrakurikuler hendaknya juga multinilai. Sikap menghargai orang yang berbeda dari budaya lain akan lebih berkembang bila siswa mempraktikkan dan mengalami sendiri, maka model live-in, tinggal di tengah orang yang berbudaya lain dapat membantu siswa menghargai budaya lain. Misalnya siswa dari Bali ikut live-in satu minggu di tengah orang Sunda, mereka akan dapat lebih menghargai budaya Sunda. Proyek dan kepanitiaan di sekolah juga sebaiknya diatur dengan lebih bervariasi dan beragam. Setiap panitia terdiri dari aneka macam siswa dari berbagai suku, ras, agama, budaya, dan gender. Ini 37

52 akan lebih menumbuhkan semangat kesatuan dalam perbedaan yang ada. b) layanan konseling Pembina layanan konseling dalam melaksanakan kegiatan tidak boleh bersikap diskriminatif pada peserta didik, darimana pun asal usul peserta didik ketika mengalami kesulitan dalam pengembangan diri, pengembangan sosial, pengembangan kemampuan belajar dan pengembangan karir harus dilayani secara optimal. Dengan demikian tindakan dan sikap layanan konseling telah mencerminkan layanan yang berbasis multikultural karena sesuai dengan fungsi layanan konseling. 2) pengembangan diri tidak terprogram Pengembangan diri tidak terprogram untuk pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pembiasan, spontanitas dan pembinaan disiplin seperti bersalamsalaman antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan tata usaha. Bentuk-bentuk keteladanan seperti sikap saling menghormati yang ditunjukan oleh guru maupun warga sekolah lainnya. c. Implementasi pendidikan multikultural melalui muatan lokal Muatan lokal merupakan mata pelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan. Satuan pendidikan dapat 38

53 menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun pelajaran, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan lebih dari satu mata pelajaran muatan lokal untuk setiap tingkat. Implementasi pendidikan multikultural melalui muatan lokal dapat dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pengembangan muatan lokal maksudnya muatan lokal pendidikan multikultural disesuaikan dengan potensi daerah tempat sekolah berada seperti keterkaitan muatan lokal dengan sumber daya alam (SDA), keterkaitan muatan lokal dengan sumber daya manusia (SDM), keterkaitan muatan lokal dengan geografis, keterkaitan muatan lokal dengan budaya, dan keterkaitan muatan lokal dengan historis. d. Implementasi pendidikan multikultural melalui pendidikan lingkungan Pendidikan multikultural dapat diimplementasikan melalui pendidikan lingkungan dengan maksud agar peserta didik lebih dekat dengan keadaan lingkungan sebenarnya sehingga menumbuhkan rasa memiliki lingkungan, mencintai lingkungan dan menghargai eksistensi lingkungan yang juga bagian dari ekosistem dan mempengaruhi kehidupan manusia. Pelajaran yang terpenting yang dapat dimaknai peserta didik dari pendidikan lingkungan, jika dikorelasikan dengan hakikat pendidikan multikultural bahwa alam lingkungan tidak pernah melakukan diskriminasi pada siapapun yang berinteraksi dengan alam seperti 39

54 mengeluarkan oksigen untuk dihirup siapapun tanpa membedakan suku, ras, agama dan budaya. Makna ini menjadi titik tolak bagi peserta didik bahwa pendidikan multikultural melalui pendidikan lingkungan dapat menjadi acuan dalam mengembangkan sikap-sikap yang bernuansa multikulturalisme. Pendidikan lingkungan hidup berupa out door activities yang dikaitkan dengan penyadaran bahwa sesungguhnya alam juga tidak pernah melakukan diskriminasi terhadap apapun. Pohon di hutan yang senantiasa menghasilkan oksigen yang sama banyaknya untuk dihirup oleh manusia dan hewan tanpa ada batasan dan diskriminasi. Lalu mengapa manusia yang memiliki akal budi tidak melakukan hal yang sama, memberi dan membantu tanpa ada diskriminasi dan pembedaan antar satu dengan lainnya. Pelajaran yang berharga dari perilaku dan interaksi lingkungan menumbuhkan pikiran positif pada peserta didik dimana peserta didik akan memiliki pikiran positif terhadap lingkungan maka rasa peduli akan lingkungan yang lestari akan tertanam dan sikap selalu mencegah agar lingkungan alam tetap lestari menjadi perhatian peserta didik. b. Dimensi pendidikan multikultural Dimensi dimensi pendidikan berbasis multikultural Menurut Banks (2002), pendidikan multikultural adalah cara memandang realitas, dan cara berfikir, dan bukan hanya konten tentang beragam kelompok etnis, ras, dan 40

55 budaya. Secara spesifik, Banks menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat dikonsepsikan atas lima dimensi yaitu: 1) dimensi integrasi isi/materi (content integration) Dimensi ini berkaitan dengan upaya untuk menghadirkan aspek kultur yang ada ke ruang-ruang kelas. Seperti pakaian, tarian, kebiasaan, sastra, bahasa, dan sebagainya. Dengan demikian, diharapkan akan mampu mengembangkan kesadaran pada diri siswa akan kultur milik kelompok lain. Konsep atau nilai-nilai tersebut dapat diintegrasikan ke dalam materi-materi, metode pembelajaran, tugas atau latihan, maupun evaluasi yang ada dalam buku pelajaran. 2) dimensi konstuksi pengetahuan (knowledge construction) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk memahami dan merekonstruksi berbagai kultur yang ada. Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mengenal, menerima, menghargai,dan merayakan keragaman kultural. 3) dimensi pendidikan yang sama/adil (an equity paedagogy) Dimensi ini menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya (culture) ataupun sosial (social). 4) dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction) Dimensi ini sebagai upaya agar para siswa menghargai adanya berbagai kultur dengan segala perbedaan yang menyertainya. Sangat 41

56 penting adanya refleksi budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial ekonomi, dalam proses pendidikan multikultural. 5) dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan stuktur sosial (empowering school culture and social stucture) Dimensi ini merupakan tahap dilakukannya rekonstruksi baik struktur sekolah maupun kultur sekolah. Hal tersebut diperlukan untuk memberikan jaminan kepada semua siswa dengan latar belakang yang berbeda agar mereka merasa mendapatkan pengalaman dan perlakuan yang setara dalam proses pembelajaran di sekolah. Dari paparan di atas tentang dimensi-dimensi pendidikan berbasis multikultural dapat disimpulkan, pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mengenal, menerima, menghargai, dan merayakan keragaman kultural dengan segala perbedaan yang menyertainya setra perlakuan proses belajar yang sama, sehingga diharapkan anak dapat memiliki karakter yang baik saat dewasa nanti. 7. Konsep Pembelajaran Multikultural a. Pengertian Pembelajaran Multikultural Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, dan kelas (Sleeter dan Grant, dalam Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 282). Pembelajaran multikultural merupakan strategi pendidikan yang menfaatkan keberagaman 42

57 latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas. Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks, dalam Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 282). Dengan demikian, pembelajaran multikultural adalah proses pendidikan yang dapat membimbing, membentuk, dan mengondisikan siswa agar memiliki mental atau karakteristik terbiasa hidup di tengah-tengah perbedaan yang sangat kompleks, baik perbedaan ideologi, sosial, ekonomi maupun perbedaan agama. Syafiq A. Mughni (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 282) menjelaskan bahwa inti pembelajaran pendidikan multikultural, yaitu sebagai berikut: 1) Adanya dialog secara aktif dan partisipatoris. Artinya, selama proses pembelajaran harus dibiasakan berdialog secara intensif dan partisipatoris sehingga siswa mampu mengembangkan pengetahuannya secara bebas dan independen. 2) Adanya toleransi antar siswa, antara siswa dan guru, serta antar guru. Toleransi ini bertujuan membudayakan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan, baik perbedaan pendapat maupun ideologi yang dilakukan oleh guru ataupun siswa. 43

58 b. Tujuan Pembelajaran Multikultural Berdasarkan tujuan pendidikan multikultural, terdapat tiga macam tujuan, yaitu tujuan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan pembelajaran. 1) Aspek sikap, yaitu untuk mengembangkan kesadaran dan kepekaan kultural, toleransi kultural, penghargaan terhadap identitas kultural, sikap responsif terhadap budaya, keterampilan untuk menghindari dan meresolusi konflik. 2) Aspek pengetahuan, yaitu untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan menerjemahkan perilaku kultural, serta pengetahuan tentang kesadaran perspektif kultural. 3) Aspek pembelajaran, yaitu untuk memperbaiki distorsi, stereotip, dan kesalahpahaman tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran; memberikan berbagai strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan alat-alat konseptual untuk komunikasi antar budaya; mengembangkan keterampilan interpersonal; memberikan teknik-teknik evaluasi; membantu klarifikasi nilai; menjelaskan dinamika kultural (Lawrence J. Saha dalam Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 283). Pendidikan multikultural membantu siswa mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, dan nilai berbeda. 44

59 c. Dasar-dasar Pembelajaran Multikultural 1) Unsur kebudayaan Pembelajaran tidak terlepas dari usur kebudayaan karena : a) Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks b) Kebudayaan merupakan prestasi manusia yang material c) Kebudayaan dapat berbentuk fisik d) Kebudayaan dapat berbentuk perilaku e) Kebudayaan merupakan realitas yang objektif f) Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang terasing. Berdasarkan nilai-nilai kebudayaan yang beragam, kompleks dan terintegrasi, proses pembelajaran harus menggunakan multidisipliner, seperti filsafat, sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan komunikasi. 2) Keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat Keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat harus dijadikan dasar pengayaan dalam pembelajaran sehingga guru harus menciptakan belajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni sesuai dengan salah satu pilar belajar dan UNESCO, yaitu learning to live together. 3) Peran guru dalam menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan Peran guru dalam menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan adalah : a) menjadi model, b) menciptakan masyarakat bermoral, c) mempraktikkan disiplin moral, 45

60 d) menciptakan situasi demokrasi, e) mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum, f) menciptakan budaya kerjasama, g) menumbuhkan kesadaran karya, h) mengembangkan refleksi moral, i) mengajarkan revolusi konflik. 8. Peranan Guru dan Sekolah dalam Penerapan Pendidikan Multikultural Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan berfungsi menanamkan kesadaran di kalangan generasi muda akan identitas dirinya, identitas kolektifnya, serta menumbuhkan calon warga negara yang baik dan terpelajar dalam masyarakat yang homogen atau mejemuk. Sementara itu, guru berfungsi untuk melatih dan mendisiplinkan pikiran peserta didik, memberikan pendidikan moral dan agama, menanamkan kesadaran nasionalisme dan patriotisme, menjadi warga negara yang baik. Untuk itu, peran guru dan pihak sekolah diperlukan memenuhi berbagai kebutuhan peserta didik, antara lain sebagai berikut: a. Membangun Paradigma Keberagaman Guru memiliki paradigma pemahaman keberagaman yang moderat akan mampu mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman kepada peserta didik di sekolah. Peran guru dalam hal ini, yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus mampu bersikap demokratis. Artinya, dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif (bersikap 46

61 tidak adil atau menyinggung) peserta didik yang menganut agama yang berbeda dengannya. 2) Guru seharusnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kejadiankejadian tertentu yang berhubungan dengan agama. b. Menghargai Keragaman Bahasa Guru harus memiliki sikap menghargai keragaman bahasa dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut di sekolah sehingga dapat membangun sikap peserta didik agar mereka selalu menghargai orang lain yang memiliki bahasa, aksen, dan dialek yang berbeda. Oleh karena itu, guru harus menunjukkan sikap dan tingkah laku yang selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada. c. Membangun Sensitivitas Gender Guru dituntut untuk memiliki peran dalam membangun kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai kesadaran gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan di sekolah dengan cara berikut: 1) Guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang kesetaraan gender. 2) Guru harus mampu mempraktikkan nilai-nilai keadilan gender secara langsung di kelas atau di sekolah. 3) Sensitif terhadap permasalahan gender di dalam ataupun di luar kelas. d. Membangun Sikap Kepedulian Sosial Guru dan sekolah berperan mengembangkan sikap peduli dan kritis siswa terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang ada di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. 47

62 1) Guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang berbagai macam fenomena sosial yang ada di lingkungan para peserta didiknya, terutama yang berkaitan dengan masalah kemiskinan, pengangguran, para siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolah, korupsi, penggusuran, dan lain-lain. 2) Guru dapat menerapkan sikap tersebut di sekolah atau di kelas, dengan cara bersikap adil kepada seluruh siswa tanpa harus mengistimewakan salah satu dari mereka meskipun latar belakang status sosial berbeda. e. Membangun Sikap Anti Diskriminasi Etnis Guru berperan dalam menumbuhkan sensitivitas anti diskriminasi terhadap etnis lain di sekolah. Oleh sebab itu guru dituntut untuk : 1) Memiliki pemahaman dan wawasan yang cukup tentang sikap anti diskriminasi etnis sehingga dapat memberikan contoh secara langsung melalui sikap dan perilakunya. 2) Memberikan perlakuan adil terhadap seluruh peserta didik yang ada. f. Membangun Sikap Anti Diskriminasi terhadap Perbedaan Kemampuan Pada aspek ini guru sebagai penggerak utama kesadaran peserta didik agar selalu menghindari sikap yang diskriminatif terhadap perbedaan kemampuan peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas dengan memberikan contoh langsung kepada peserta didik. Demikian pula, sekolah harus mampu menjadi institusi yang membangun sikap peserta didik yang selalu menghargai orang lain yang memiliki kemampuan berbeda dengan cara: 48

63 1) Membuat dan menerapkan peraturan sekolah yang menekankan bahwa sekolah menerima para peserta didik yang normal dan memiliki kemampuan berbeda. 2) Menyediakan pelayanan khusus, seperti guru dengan keterampilan khusus untuk menangani peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan dan menyediakan fasilitas khusus, seperti ruangan khusus, tempat duduk khusus atau fasilitas khusus lainnya. 3) Memberikan pelatihan bagi guru-guru dan staf tentang cara bersikap dan cara menghadapi peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan di sekolah tersebut. g. Membangun Sikap Anti Diskriminasi Umur Sekolah seharusnya menerapkan peraturan yang intinya menyatakan bahwa segala bentuk diskriminasi terhadap umur tentu dilarang keras di sekolah dan mewajibkan kepada peserta didik untuk selalu saling memahami dan menghormati perbedaan umur yang ada di sekitar mereka. Sekolah sebaiknya tidak memberikan batasan umur tertentu bagi seseorang yang akan masuk dan belajar di sekolah tersebut apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kemauan seperti yang telah diatur dalam undang-undang sekolah atau negara. 49

64 C. Penelitian Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah pertama, penelitian skripsi oleh Siti Rochmaniyah (2014) yang berjudul Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah Inklusi SMP Tumbuh Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan objek penelitian SMP Tumbuh Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi dengan tujuan menyajikan kegiatan belajar mengajar di SMP Tumbuh Yogyakarta secara komprehensif. Hasil penelitian menjelaskan tentang inovasi-kritis yang dilakukan sekolah dalam mengimplementasi pendidikan multikultural, menjelaskan tentang faktor-faktor pendukung implementasi, dan menjelaskan tentang sarana dan prasarana di sekolah. Kedua, penelitian oleh Ana Farkhana Laila Luthfiana (2014) yang berjudul Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Pembelajaran IPS di SMP Budi Mulia 2 Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif naturalistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pendidikan multikultural dalam pembelajaran IPS di SMP Budi Mulia 2 Yogyakarta diawali dengan perencanaan, tujuan, materi, media, metode dan evaluasi yang akan digunakan yang menghargai peserta didik karena berpusat pada peserta didik. Pelaksanaan bersifat terbuka, demokratis, berpusat pada peserta didik yang menekankan pada kesetaraan dan keadilan peserta didik serta menghargai masing-masing individu dengan metode pembelajaran yang bervariasi. 50

65 Ketiga, penelitian oleh Nur Faiqoh (2015) yang berjudul Implementasi Pendidikan Berbasis Multikultural Sebagai Upaya Penguatan Nilai Karakter Kejujuran, Toleransi, dan Cinta Damai Pada Anak Usia Dini di Kiddy Care, Kota Tegal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Penelitian ini membahas tentang dasar acuan dalam implementasi pembelajaran berbasis multikultural di lembaga Kiddy Care, serta hasil pengimplementasian pendidikan berbasis multikultural dalam pembelajaran dan proses penanaman nilai-nilai karakter pada anak kelas Kindy dan keterlibatan orang tua dalam pemantauan perkembangan anak saat dirumah. Dari beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah di perlukan perencanaan, tujuan, materi, media, metode dan evaluasi yang menghargai peserta didik karena pendidikan harus berpusat pada peserta didik. Pelaksanaan pendidikan harus bersifat terbuka, demokratis, berpusat pada peserta didik yang menekankan pada kesetaraan dan keadilan peserta didik serta menghargai masingmasing individu dengan metode pembelajaran yang bervariasi. Serta dibutuhkan inovasi-inovasi kritis dan lingkungan yang mendukung dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural. Pemaparan penelitian relevan dalam penelitian ini digunakan untuk mencari persamaan dan perbedaan antara penelitian yang lain dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian relevan yang dipaparkan diatas adalah kesamaan variabel penelitian, yaitu terkait dengan implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Sedangkan perbedaannya 51

66 terletak pada pendekatan penelitian yang digunakan, karena penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Selain itu, penelitian yang relevan yang disajikan dalam penelitian ini juga ditujukan agar dapat memberikan gambaran yang lebih luas dan jelas bagi peneliti tentang variabel penelitian yang ingin diteliti dalam penelitian ini. D. Kerangka Berpikir Pendidikan Multikultural Implementasi Pendidikan Multikultural Kurikulum & Proses Pembelajaran Faktor Pendukung & Penghambat Peran Guru dan Sekolah Program dan Kegiatan Gambar SD Taman 1. Kerangka Muda Berpikir Ibu Pawiyatan Taman Siswa Gambar 1. Kerangka Berpikir 52

67 E. Pertanyaan Penelitian a. Upaya apa yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural di sekolah? b. Program apa yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural di sekolah? c. Kegiatan apa yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural di sekolah? d. Apa saja faktor pendukung pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah? e. Apa saja faktor penghambat pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah? f. Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah? 53

68 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu lebih menekankan realitas sosial sebagai sesuatu yang utuh, kompleks, dinamis dan bersifat interaktif untuk meneliti obyek yang alamiah. Penelitian ini memanfaatkan paradigma penelitian interpretatif dengan tujuan membangun makna berdasarkan data-data lapangan. Metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penelitian ini dikategorikan penelitian lapangan (field research) yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati (di observasi). Peneliti memilih jenis penelitian ini karena peneliti beranggapan bahwa suatu penelitian atau suatu keadaan dapat terlihat keasliannya ketika diamati dan dideskripsikan. b. Pendekatan Penelitian Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif mempelajari masalahmasalah yang ada serta tata cara kerja yang berlaku. Pendekatan deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang ada atau sedang terjadi. Dengan kata lain 54

69 penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk memperoleh informasiinformasi mengenai keadaan yang ada atau keadaan yang sementara berlangsung. Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang terletak di Jalan Tamansiswa No.25, Yogyakarta. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan salah satu sekolah yang termasuk sekolah inklusi dan memiliki berbagai macam latar belakang siswa dan karakter anak, di sekolah tersebut juga memiliki siswa berkebutuhan khusus maupun bertalenta. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan juga merupakan sekolah berbasis seni dan budaya dan menerapkan pendidikan budi pekerti luhur. Oleh karena itu, peneliti tertarik memilih SD Taman Muda Ibu Pawiyatan sebagai lokasi penelitian. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016 sampai dengan Juni C. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian. Instrumen dalam penelitian kualitatif merupakan peneliti sendiri. Peneliti kualitatif berusaha berinteraksi dengan subjek penelitiannya secara alamiah dan dengan cara tidak memaksa. Didalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian berusaha mencari informasi dari subjek sebagai orang yang dijakdikan informan. 55

70 Peneliti sadar bahwa tujuan utama dalam penelitian adalah mencari informasi bukan menilai suatu situasi. Sehingga, analisis datanya juga berupa deskripsi tentang data yang diperoleh. Selain peneliti sebagai instrumen, dalam pengumpulan data peneliti dibantu pedoman wawancara, pedoman observasi, tape recorder/alat rekam, kamera dan alat tulis. D. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian sangat penting karena pada subjek data terdapat data tentang variabel yang akan diteliti. Untuk memperoleh data yang tepat maka perlu ditemukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive). Oleh karena itu peneliti memilih subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Guru dan Siswa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sebagai yang paling mengetahui tentang kondisi sekolah, interaksi yang terjadi di sekolah dan yang melaksanakan kegiatan di sekolah. Sedangkan objek penelitian merupakan situasi sosial penelitian yang ingin diketahui. Pada obyek penelitian ini, peneliti mengamati secara mendalam aktivitas orang-orang yang ada di tempat tertentu. Objek dari penelitian ini adalah mengenai strategi implementasi pendidikan multikultural di sekolah serta faktor pendukung dan faktor penghambatnya. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2012: 203), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Kegiatan observasi dalam 56

71 penelitian ini yaitu kegiatan yang meliputi pencatatan secara sistematik, kejadian-kejadian, perilaku, objek- objek yang dilihat dan hal lain yang mendukung dalam penelitian. Observasi dalam penelitian ini melihat secara langsung bagaimana implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi No. 1. Aspek yang diamati Observasi fisik sekolah Indikator yang dicari a. Keadaan sekolah/lokasi b. Sarana dan prasarana sekolah c. Alat dan Kelengkapan Sekolah d. Fasilitas penunjang Sumber data Lingkungan sekolah 2. Observasi kegiatan a. Pelaksanaan pembelajaran b. Alat dan media pembelajaran c. Aktivitas siswa d. Interaksi antara guru dan siswa e. Interaksi antar siswa f. Interaksi antar guru g. Kegiatan pendidikan multikultural di sekolah Lingkungan sekolah dan Kelas 2. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Wawancara berupa proses percakapan yang bermaksud mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai berdasarkan tujuan tertentu. 57

72 Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin, dimana pewawancara terlebih dahulu mempersiapkan pertanyaan yang diajukan kepada informan, tetapi penyampaian pertanyaan bisa secara bebas. Informan dalam penelitian ini diantaranya kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, dan beberapa siswa kelas IV dan V. berikut : Kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan adalah sebagai Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara No. Subjek Aspek Rincian 1. Kepala Sekolah Kegiatan pendidikan multikultural di sekolah 1. Program pendidikan multikultural 2. Kegiatan pendidikan multikultural 3. Strategi pendidikan multicultural 2. Guru Implementasi pendidikan multikultural di sekolah 3. Siswa Pemahaman tentang pendidikan multikultural 1. Peran guru dalam implementasi pendidikan multikultural 2. Proses belajar mengajar dengan pendidikan multikultural 3. Strategi implementasi pendidikan multikultural 1. Sikap dan pandangan terhadap perbedaan 2. Nilai-nilai multikultural yang dipelajari 3. Kegiatan pendidikan multikultural 3. Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam penelitian dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen untuk memperoleh data-data yang bentuknya catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dokumen, peraturan, agenda, gambar dan data-data lain yang dapat menguatkan hasil penelitian ini. 58

73 Kisi-kisi pedoman analisis dokumen yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Analisis Dokumen No Aspek Yang Dikaji Indikator yang Dicari Sumber Data 1. Profil Sekolah a. Visi dan Misi Sekolah Administrasi b. Sejarah Sekolah Sekolah c. Tenaga Pendidik dan Kependidikan d. Sarana dan Prasarana sekolah e. Kurikulum sekolah 2. Strategi Pendidikan Multikultural di Sekolah, meliputi: 1. Cara 2. Teknik 3. Proses a. Dokumen program dan kegiatan terkait pendidikan multikultural dan laporan pelaksanaanya. b. Foto-Foto kegiatan Kepala Sekolah/ Wakil Kepala Sekolah. F. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Menurut Nasution (Sugiyono, 2012: 336), analisis telah mulai dilakukan sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Untuk menganalisis data yang diperoleh, peneliti menggunakan analisis deskriptif yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman dengan tiga langkah sebagai berikut : 59

74 a. Reduksi data Reduksi data merupakan kegiatan pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan, sehingga menjadi lebih fokus sesuai dengan objek penelitian. Reduksi data dilakukan dengan merangkum maupun memilih hal-hal yang pokok, kemudian memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang telah direduksi memberi gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data berlangsung selama proses penelitian sampai tersusunnya laporan akhir penelitian. b. Penyajian data Penyajian data merupakan penyajian informasi untuk menarik kesimpulan dalam pengambilan data. Dengan penyajian data, maka data dapat terorganisasi dan dapat tersusun dalam pola dan dapat mudah dipahami. Dalam penyajian data terdapat dua hal yang dilakukan, yaitu: a. Transkripsi Data Transkripsi data yaitu pengubahan data lisan menjadi bentuk tulisan yang didapat dari hasil wawancara yang telah dilakukan. b. Interpretasi Data Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna dari serangkaian data yang telah tersaji, lebih kepada memahami dan menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data. Peneliti 60

75 menyajikan data yang berupa proses implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, faktor pendukung dan penghambat, serta upaya mengatasinya. c. Penarikan kesimpulan Tahap ini merupakan penarikan kesimpulan dari data-data yang telah dianalisis. Penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan konfigurasi yang utuh. Setelah analisis dilakukan maka peneliti dapat menyimpulkan masalah yang telah ditetapkan. Pengumpulan data berakhir saat peneliti sudah dapat menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan kemudian membentuk pembahasan untuk menarik simpulan dan sajian data. Berikut adalah komponen-komponen dalam analisis data yang digambarkan dalam siklus : Pengumpulan Data Reduksi Data Penyajian Data Penarikan Kesimpulan Gambar 2. Siklus Komponen Dalam Analisis Data 61

76 G. Pengujian Keabsahan Data Uji keabsahan data dalam penelitian terkait dengan uji validitas dan reliabilitas. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah triangulasi, yaitu triangulasi sumber dan teknik pengumpulan data untuk menguji kredibilitas data. a. Triangulasi sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber. Dalam hal ini peneliti melakukan triangulasi dengan narasumbernarasumber yang di wawancarai yaitu kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran dan beberapa siswa yang menjadi subjek penelitian. Data yang telah dianalisis oleh peneliti hingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan berbagai sumber data tersebut. b. Triangulasi teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pertama menggunakan teknik observasi dan kedua menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Apabila menghasilkan data yang berbeda maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data yang bersangkutan, untuk memastikan mana yang dianggap benar. 62

77 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa 1. Deskripsi Lokasi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa terletak di Jalan Tamansiswa Nomor 25, Desa Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Kotamadya Yogyakarta. Sekolah ini merupakan sekolah dasar swasta dari yayasan Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang telah berdiri sejak tahun 1922 dan mulai beroperasi pada tahun Sekolah ini berada pada kawasan yang kental nuansa pendidikan dan seni budaya. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa berada satu kompleks dengan Taman Indriya (TK) dan Taman Madya (SMP) dari yayasan yang sama serta gedung kuliah Jurusan Seni Rupa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Selain itu, di kompleks perguruan Tamansiswa ini juga terdapat Museum Budaya Dewantara Kriti Griya dan Pendopo Agung Tamansiswa yang biasa digunakan masyarakat umum. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang dibangun langsung atas prakarsa Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia setelah pendirian Taman Indria Ibu Pawiyatan Tamansiswa (TK). Taman Muda merupakan nama unik sekolah Tamansiswa yang merupakan tingkatan sekolah dasar. Pendidikan dilaksanakan berdasarkan sistem among berupa keseimbangan peran orang tua/keluarga, keguruan dan masyarakat. Sistem among ini merupakan pendidikan yang berjiwa 63

78 kekeluargaan dan bersendikan pada kodrat alam. Sekolah ini menerapkan pembelajaran budi pekerti melalui olah rasa dan seni budaya. Meskipun berstatus sebagai sekolah swasta, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa ini merupakan salah satu sekolah swasta yang memiliki akreditasi A sejak tahun 2009 dan memperhatikan kualitas peserta didiknya terutama dalam hal budi pekerti dan nilai-nilai budaya. 2. Visi, Misi, dan Tujuan Visi : Menjadi Sekolah Bermutu, Berbasis Seni Budaya Dan Pendidikan Budi Pekerti Luhur Misi : 1) Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan terukur untuk mewujudkan pendidikan bermutu 2) Menyelenggarakan pendidikan kesenian dan penanaman nilai nilai budaya untuk mewujudkan pendidikan berbasis seni budaya 3) Menerapkan sistem among dengan tekanan keteladanan silih asah, silih asih dan silih asuh untuk implementasi pendidikan budi pekerti luhur Tujuan: 1) Meningkatkan mutu pembelajaran dengan meningkatkan kemampuan pamong, baik kompetensi akademik maupun profesionalismenya, yang diharapkan pada gilirannya mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. 64

79 2) Memenuhi 8 (delapan) aspek standar nasional pendidikan secara bertahap, dengan tekanan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, tersedianya dana operasional yang cukup, serta membuka peluang peran serta masyarakat secara proporsional. 3) Implementasi secara intergral nilai-nilai budi pekerti luhur dan konsep-konsep ketamansiswaan dalm pembelajaran khususnya, dan pendidikan pada umumnya. 4) Menyiapkan peserta didik dengan bekal yang cukup untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. 3. Sumber Daya yang Dimiliki SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Peserta didik Tabel 4. Rombongan Belajar NO Tahun Rombongan Belajar Kelas Pelajaran Jumlah / / / / / / / Tabel 5. Jumlah Peserta Didik NO Tahun Peserta Didik Pelajaran Jumlah / / / / / / / / /

80 b. Tenaga pendidik dan kependidikan Tabel 6. Jumlah Tenaga Pendidik No Jabatan Status Pegawai PNS GTY GTT JUMLAH 1 Kepala Sekolah Guru Kelas Guru Agama Guru Penjas Guru Mulok Guru Inklusi 2 2 Jumlah Tabel 7. Jumlah Tenaga Kependidikan No Jabatan Status Pegawai PTY PTT Jumlah 1 Administrasi Bendahara Sekolah Petugas Perpustakaan Petugas Kebersihan / Caraka Jumlah c. Sarana Prasarana Tabel 8. Sarana Prasarana yang Dimiliki Sekolah Kondisi Sub No. Jenis Ruang Rusak Rusak Jumlah Baik Ringan Berat (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Ruang Kelas Ruang Perpustakaan Laboratorium IPA Ruang Kepala 1 Sekolah 1 5. Ruang Guru Ruang Komputer Tempat Ibadah 1 1 Ruang Kesehatan 1 8 (UKS) 1 Kamar Mandi / WC 1 9 Guru 1 Kamar Mandi / WC 3 10 Siswa 3 11 Gudang Tempat Bermain / Tempat Olahraga

81 B. Hasil Penelitian 1. Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang di dalamnya memberikan nilai-nilai yang membina siswa untuk berdampingan dengan keberagaman di dalamnya. Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan dalam rangka untuk membentuk perilaku manusia dengan nilai yang berlaku. Pendidikan multikultural sebagai upaya dalam menghadapi kondisi siswa yang beragam baik dari segi suku, agama, dan budaya. Pendidikan multikultural secara eksplisit mengakui dan menyambut keragaman dari warisan etnik yang ditemukan dalam diri setiap orang yang disebut orang Indonesia sehingga menolak pandangan bahwa sekolah harus berupaya mencairkan perbedaan kultural atau sebaiknya hanya menoleransi pluralism budaya. Pendidikan multikultural mengakui pentingnya semua anak memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi secara positif dan personal dengan anak-anak dari berbagai latar belakang sosioekonomi dan warisan budaya. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan sekolah yang terdiri dari peserta didik yang tidak hanya berasal dari satu daerah. Peserta didik tersebut berasal dari agama, suku, daerah asal dan latar belakang yang berbeda sehingga bahasa, budaya bahkan 67

82 kemampuan peserta didik berbeda dan beragam. Apalagi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Berikut adalah gambaran keragaman siswa yang digambarkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 9. Data Keragaman Siswa Agama Daerah Asal Jumlah Kela s Islam Krist en Katho lik Hindu Bud ha Jog ja Luar Jogja ABK siswa kelas I II III IV V VI Beberapa kekhasan sekolah yang peneliti temukan dalam penelitian ini diantaranya iklim sekolah yang sangat kekeluargaan, penerapan sistem among dengan keteladanan, dan implementasi pendidikan budi pekerti luhur. Ketiga hal tersebut juga mendukung implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Iklim sekolah yang kekeluargaan memudahkan untuk saling berinteraksi dengan akrab dan mengaburkan perbedaan yang ada. Hubungan antara guru dengan siswa, guru dengan guru, maupun dengan kepala sekolah, terjalin sangat akrab dan kekeluargaan. Kondisi sekolah yang multikultur dan merupakan sekolah inklusi memiliki siswa dengan berbagai karakteristik dan kemampuan. Namun sekolah mampu mengakomodir kebutuhan siswa, misalnya tersedianya guru pendamping bagi siswa berkebutuhan khusus, dan tersedianya guru pendamping untuk masing-masing lima agama yang berbeda yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Hal tersebut 68

83 juga didukung dengan sikap siswa yang mampu menerima perbedaan siswa berkebutuhan khusus. Dikarenakan sekolah selalu mengajarkan dan menekankan nilai-nilai budi pekerti luhur yang juga terlaksana melalui sistem among dengan keteladanan oleh guru/pamong. Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, kebijakan mengenai pendidikan multikultural diterapkan melalui kurikulum dan dilakukan dengan penanaman nilai-nilai multikultural yang terintegrasi di dalam pembelajaran. Pemahaman warga sekolah mengenai pendidikan multikultural sangat diperlukan, hal ini untuk mengetahui sejauh mana sekolah memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan multikultural. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah dan beberapa guru dan siswa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dapat diketahui mengenai pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural, pemahaman tentang pendidikan multikultural dapat dideskripsikan sebagai berikut. Kepala sekolah sendiri sudah memiliki pemahaman tentang pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan sebuah keragaman yang bersifat plural dan dikemas menjadi satu dengan satu tujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan belajar bersama-sama tanpa ada suatu perbedaan yang menjadi masalah. Sesuai dengan pernyataan beliau mengenai pendidikan multikultural, beliau mengatakan bahwa : 69

84 Pendidikan multikultural itu pendidikan yang bermacammacam dan bisa membaur anak-anak agar anak bisa mengetahui pribadi-pribadi orang lain, dan anak itu aku harus mengerti dari anak-anak tersebut. Dari bahasa, dari daerahnya, dari agamanya, dari sosialnya itu anak bisa membaur, bisa menjadi satu (AR,30/05/2016). Begitu pula pernyataan narasumber berikut selaku wali kelas, terkait pendidikan multikultural, beliau mengatakan : Pendidikan multikultural itu berbagai aspek, bisa dilihat dari peserta didiknya, bisa dilihat dari keadaan sekolah itu sendiri, ataupun alat-alat yang digunakan untuk mengajar siswa. Jadi misalnya multikultural untuk kebudayaan itu juga bisa. Jadi peserta didiknya tidak hanya asli dari jogja saja, tetapi ada yang dari sorong, ada yang dari berbagai suku dijadiin satu, tetapi basicnya nanti dijadiin satu tetapi pengembangannya dengan berbagai macam cara dan pendekatan (L,23/05/2016). Keragaman yang ada di Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa baik agama, bahasa, suku, dan karakter maupun kemampuan siswa sudah menjadi hal yang biasa. Semua warga sekolah sudah terbiasa dan menerima keberagaman yang ada di lingkungan sekolah, di dalam maupun diluar kelas. Kebiasaan dan pemahaman mengenai pendidikan multikultural menjadikan warga sekolah mampu berbaur menjadi satu dan bersikap positif menyikapi keberagaman yang ada. Selain pemahaman yang dimiliki tentang pendidikan multikultural, sekolah juga mengupayakan mewujudkan keberagaman yang ada menjadi suatu kebhinnekaan. Dengan kondisi yang multikultural, sekolah mewujudkan kebhinnekaan yang sudah menjadi semboyan negara Indonesia. Perwujudan pendidikan multikultural dapat dilakukan dengan sikap saling menghargai, menghormati dan 70

85 toleransi antar sesama. Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural juga dapat terlihat dari pemahaman guru-guru dan siswa tentang bagaimana menyikapi perbedaan yang ada di lingkungan sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut : Kita disini saling mengerti tentang budaya anak, saling mengerti agama, tidak membeda-bedakan, jadi anak-anak saling berbagi (AS,07/05/2016) Untuk kepedulian mereka dengan teman-temannya, kekompakan mereka tanpa memandang apapun, agama apa ataupun dari mana, sukunya apa, dia tipenya seperti apa, itu tidak. Ya namanya anak-anak kalau kurang cocok biasa, tapi tidak terus itu dibuat menjadi suatu masalah itu tidak seperti itu (ESR, 11/05/2016). Kita harus menghargai, tidak mengejek sesama, antar suku, tidak mengejek ras, agama (EPN,10/05/2016). Berdasarkan pada pemahaman kepala sekolah, guru-guru dan beberapa siswa, dapat diketahui bahwa pendidikan multikultiral merupakan sebuah pendidikan yang mengajarkan sikap toleransi, menerima, dan menghargai terhadap perbedaan yang ada di dalam lingkungan sekolah. Pendidikan multikultural juga mengandung nilainilai yang ditanamkan dan membentuk perilaku siswanya. Multikultural sendiri merupakan kondisi keberagaman yang tidak menghiraukan perbedaan yang ada, melainkan terciptanya sikap saling menghargai. Dalam upaya mewujudkan pendidikan multikultural dilakukan penanaman nilai yang bersumber dari pancasila serta nilainilai yang mendukung. Hal tersebut dilakukan untuk memberi batasan pada siswa terhadap perilaku mereka kepada siswa lainnya yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. 71

86 Dalam mewujudkannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak sekolah saja, melainkan juga membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, misalnya lingkungan keluarga atau orangtua dan masyarakat juga memberi pengaruh penting dalam membentuk perilaku siswa. Sekolah merupakan bagian dari sarana yang memberikan pemahaman serta penanaman nilai-nilai multikultural kepada siswa yang kemudian didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. b. Interaksi Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, interaksi kepala sekolah, interaksi antar siswa, interaksi antar guru, maupun interaksi siswa dengan guru sangat baik, akrab, dan kekeluargaan, terkesan tidak kaku dan menyenangkan. Terlihat sikap yang tidak membeda-bedakan antar satu dengan yang lainnya. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan guru sebagai berikut : Dikalangan guru-guru, semua berbeda-beda tapi tetap jalan satu misi, tetap akrab, karna satu tujuan. Kalau kebiasaan berbedabeda tapi semuanya maklum, yang penting saling memahami (AFH, 10/05/2016). Interaksi antara guru-guru baik, tidak ada masalah atau kesulitan, baik komunikasi atau apa, kita semuanya sama, tidak ada masalah, tidak ada perbedaan satu dengan yang lain. Kita saling mendukung satu sama lain, terus teman-teman juga seperti (MCS,11/05/2016). Interaksinya bagus, termasuk diantaranya sini sudah benerbener termasuk berbaurnya luar biasa, anak-anak bisa menerima bahwa dari anak tersebut itu berbeda sudah menerima dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak yang tau bahwa dia cacat, dia langsung di rangkul diajak diambilkan minumnya, seperti itu, juga temannya saling mengingatkan misalnya pelajaran agama, itu pada 72

87 sholat. Itu diantara anak dengan anak. Kalau dengan guru-guru ya luar biasa guru-guru disini otomatis sudah bisa untuk menjalankan semua dari kegiatan tersebut sebagai pendamping iya seperti saya, sebagai pelayan iya, sebagai teman juga iya, dia akrab untuk sebagai orang tua juga (AR,30/05/2016). Begitu pula dengan pernyataan siswa berikut : Tidak ada saling membedakan, anggap teman aja. Sama semuanya ya akrab, tidak ada tidak enak atau membuat malas untuk berteman, semuanya akrab, biasa saja (DAP, 10/05/2016). Sesuai dengan kondisi sekolah yang merupakan sekolah inklusi, di dalam kelas terdapat beberapa anak dengan kondisi berkebutuhan khusus, sehingga membutuhkan penanganan lebih dari siswa lainnya. Hal tersebut membuat sebuah perbedaan yang terlihat di dalam kelas. Namun perbedaan tersebut tidak menghalangi seluruh siswa untuk dapat berinteraksi, belajar bersama dan bermain bersama-sama. Siswa yang lain memahami dan menghargai keadaan siswa yang berkebutuhan khusus. Mereka tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Justru saling membantu apabila ada teman yang membutuhkan bantuan (obs/28/04/2016). Sikap tersebut dibuktikan dari observasi serta hasil wawancara dengan guru kelas sebagai berikut: Di kelas IV sendiri kebetulan anak-anak sangat amat menghargai tentang masalah perbedaan, mereka sudah terbiasa memiliki teman yang seperti itu, ada yang ABK, ada yang jenis temannya yang autis, mereka sangat menghargai, walaupun bercanda biasa, tapi ketika diminta membantu mereka dengan senang hati membantu (ESR, 11/05/2016). Anak-anak bisa menerima bahwa dari anak tersebut itu berbeda sudah menerima dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak yang tau bahwa dia cacat, dia langsung di rangkul diajak diambilkan minumnya, seperti itu (AR,30/05/2016). 73

88 Saya juga biasa meminta bantuan anak-anak untuk mengajarkan anak yang berkebutuhan khusus, saya menawarkan siapa yang mau jadi pamong cilik itu pasti anak-anak langsung mengajukan diri (AR,30/05/2016). Begitu juga pernyataan dari siswa siswa sebagai berikut : Kita sering membantu teman yang ABK. Membantu mereka, misalnya pelajaran kita membantu tentang caraya gimana, terus biasanya kalo yang paling susah matematika (EPN, 10/05/2016). Menurut saya kepada teman yang ABK harus menasehati, menghargai, harus menasehati dan sabar (PAD, 10/05/2016). Pernyataan tersebut diperkuat dengan observasi bahwa siswa tidak memilih-milih dalam berteman. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa selama observasi peneliti melihat siswa-siswa tersebut setiap istirahat tidak hanya berkumpul dengan siswa yang sama setiap harinya. Mereka dapat berkumpul dengan yang lainnya. Bahkan para siswa juga bergaul dengan siswa ABK misalnya yang tunarungu, tunagrahita ringan, maupun yang hiperaktif. Siswa non ABK mau bergaul dengan siswa ABK dan apabila berpapasan di jalan juga saling menyapa. Ketika jam istirahat mereka dapat makan bersama, berkumpul dan bermain bersama (obs/02/05/2016). Begitu pula dengan guru, guru pada saat mengajar di kelas juga menerapkan pendidikan multikultural dengan membiasakan sikap saling menghargai satu sama lain, menciptakan suasana kelas yang demokratis, serta menanamkan secara rutin nilai-nilai multikultural. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dapat mengemukakan pendapat secara bebas, semua siswa diperlakukan sama dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Guru mengajarkan kebiasaan-kebiasaan seperti 74

89 menghargai pendapat, menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan (obs/05/05/2016). Guru memberi contoh dan teladan kepada siswa. Sesuai dengan pernyataan guru sebagai berikut : Peran guru tentu memberikan contoh, jadi tidak membedabedakan. Lebih kepada pemberian contoh, kalau guru tidak langsung hanya memberi pengertian anak-anak multikultural itu apa, jadi memberi contoh, karena kalau anak-anak SD harus diberi contoh, jadi bagaimana memperlakukan anak satu dan lainnya, menghormati agama, kebudayaan itu disitu diajarkan dengan contoh (AS, 07/05/2016). Kalau yang selalu ditanamkan, sikap selalu menghargai, saling menghormati, kita tidak boleh meremehkan orang lain, selalu saya tekankan dengan siapapun kita harus saling menghormati, karena kita tidak tau kedepannya akan seperti apa, apa yang terjadi (ESR, 11/05/2016). Sebagai pendamping iya seperti saya, sebagai pelayan iya, sebagai teman juga iya, dia akrab untuk sebagai orang tua juga iya, kalau meluruskan anak-anak kalau dia berbuat tidak baik, atau ada yang melenceng kata-katanya dan sebagainya, juga dia sebagai orang tua menasehati dan yang memberi contoh dan sebagainya (AR,30/05/2016). Serta pernyataan siswa seperti : Pernah sama bu Achib diajarin menghargai, menasehati. Diajarin waktu pelajaran Kewarganegaraan atau IPS. Juga waktu lagi kerja kelompok gak boleh bilang aku mau aku mau, harus menghargai pendapatnya orang lain juga (EPN,10/05/2016). Berdasarkan observasi terlihat interaksi antara kepala sekolah dan guru juga terjalin akrab, selalu bertegur sapa dan mengobrol setiap ada kesempatan maupun keperluan. Interaksi antar guru terlihat akrab dan tidak canggung ataupun kaku dan tidak ada pembedaan antara guru yang satu dengan yang lainnya. Sesama guru saling berbagi pengetahuan, mengingatkan dan membantu apabila ada yang mengalami kesulitan (obs/05/05/2016). Hal tersebut juga di perkuat oleh pernyataan guru pada saat wawancara sebagai berikut : 75

90 Karna saya baru disini, guru-guru disini itu mengajarkan kepada saya, kalau misalnya mereka (siswa) seperti ini, caranya seperti apa, seperti itu, kalau mereka bandel ya di tegur saja, kalau kepala sekolah itu lebih banyak mengajarkan saya bagaimana caranya menghadapi siswa (D, 12/05/2016). Sebagai guru selain mengajarkan kita memberi contoh. Kita pamongnya dari lima agama juga, itu kita juga memberi contoh, bagaimana kita juga saling menghormati, jadi anak-anak juga akan mencontoh kita, kalau kita pamongnya aja tidak rukun, anakanaknya juga tau, itu memberi pelajaran dengan memberi contoh, juga lebih banyak saling komunikasi dan menyapa (CITR,12/05/2016). Secara keseluruhan interaksi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dapat dikatakan komunikatif, karena seluruh warga sekolah selalu interaktif satu sama lain dan bersikap tidak membedabedakan dari segi apapun. Walaupun di lingkungan siswa dan guru banyak yang berbeda-beda latar belakang, baik agama dan sukunya. Namun semuanya menjalin hubungan yang baik, interaktif, dan saling bekerja sama untuk menciptakan suasana yang kondusif di sekolah. c. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam implementasi pendidikan multikultural Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, nilai-nilai pendidikan multikultural menjadi bagian penting untuk ditanamkan kepada warga sekolah terutama siswa. Nilai-nilai yang dikembangkan antara lain tanggung jawab, kedisiplinan, toleransi, saling menghormati, peduli sesama, demokrasi, dan kerjasama. Nilai-nilai tersebut tercermin dari kegiatan yang dilakukan di sekolah dan beberapa poster yang dipasang di sekolah yang terlihat pada saat observasi dilakukan. 76

91 Di sekolah terlihat ada poster yang bertuliskan pembiasaan di SD Taman Muda yang isinya antara lain adalah berbaris di depan kelas sebelum masuk kelas yang menunjukkan kedisiplinan dan pembiasaan peduli terhadap sesama yang menunjukkan nilai kepedulian. Selain itu juga terdapat tulisan-tulisan di anak tangga yang ada di sekolah yang menunjukkan penanaman nilai-nilai di atas, diantaranya toleransi dan demokratis. Sementara nilai kerja sama, saling menghormati dan toleransi juga tercermin dalam kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa maupun guru (obs/27/04/2016). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan guru bahwa : Karena memang disini ada lima agama, sejak dini memang anak-anaknya sudah diperkenalkan dengan itu, jadi belajar untuk menerima perbedaan dari teman-teman yang lain. Karena perbedaan-perbedaan yang ada kita juga menanamkan kepada anak-anak bagaimana untuk saling menghargai, toleransi, menghormati, seperti itu kalau masalah agama. Kemudian, yang berbeda disini tidak hanya agama, sukusukunya juga, ada beberapa anak yang memang dari luar daerah, itu juga awalnya kita minta teman-temannya membantu dia untuk istilahnya merangkul dia dan juga membantu dia kalau dia kesulitan dalam menggunakan bahasa jawa. Itu juga kita menanamkan temanmu kan dari luar jawa, tidak bisa bahasa jawa, jadi kalau kamu bicara sama dia gunakan bahasa Indonesia, kemudian juga anak-anak yang tidak bisa bahasa jawa kita beri pemahaman (ESR,11/05/2016). Disini siswanya berbagai jenis, anak-anak harus mampu berbaur dengan yang ABK, bisa menghargai, saling berbagi, kalau saya mengajarkan seperti itu dan anak-anak tidak boleh memandang jelek ABK, saya tidak mengajarkan seperti itu, karena kita semua sama, hanya saja teman kita perlu bantuan, misalnya seperti itu. Jadi anak-anak nanti sudah bisa membantu teman-temannya yang kekurangan, maksudnya yang kekurangan kemampuannya secara akademik ataupun yang lain, nanti yang bisa itu membantu (AS,07/05/2016). 77

92 SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menyadari pentingnya menerapkan pendidikan multikultural kepada siswa, terutama sekolah tersebut merupakan sekolah inklusi yang berbasis budaya dan pendidikan budi pekerti luhur. Sehingga penting bagi siswa untuk memahami keberagaman dan bagaimana menyikapi keberagaman tersebut. Ditambah lagi dengan kondisi siswa yang heterogen, banyak memiliki keragaman mulai dari agama, suku, budaya dan karakter maupun kemampuan siswa. Perlunya penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural di sekolah ini adalah untuk membentuk perilaku siswanya sejak dini. Seperti yang dikatakan dalam wawancara sebagai berikut : Pendidikan multikultural sangat bagus, karna semuanya mengajarkan kebersamaan, untuk kebersamaan, jadi kita bisa tidak memilah-milah yang lebih bagus atau yang bagaimana, kita disini juga kan ada lima agama, jadi lima agama itu saling guyub, itu sudah ditanamkan, juga sudah dari dulu seperti itu, jadi tidak ada yang ini membedakan, begitu juga dengan gurugurunya (MCS,11/05/2016). Di kelas itu multikultural lebih kepada kita berbaur dengan berbagai macam karakter, kebudayaan, agama, budaya mereka yang ada dirumah, tentunya di kelas pembelajarannya lebih kepada saling bertukar pikiran, memberikan contoh yang baik, lebih kepada menjaga sikap-sikap saja, jadi multikultural itu diharapkan dapat menumbuhkan karakter yang baik, jadi walaupun mereka itu berbeda dari segi agama, kebudayaan, apapun, tapi diharapkan perbedaan itu menjadikan mereka itu belajar, bahwa ternyata saya harus menghargai, menghormati, seperti itu (AS,07/05/2016). Selain itu berdasarkan hasil observasi dari kegiatan pembelajaran di kelas dan kegiatan pengembangan diri, terdapat nilai-nilai yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 78

93 1) Tanggung Jawab Di SD Taman Muda ditanamkan nilai tanggung jawab melalui kegiatan, kegiatan tersebut berupa pemberian tugas-tugas seperti pekerjaan rumah maupun tugas piket kelas dan melaksanakan organisasi kelas, artinya mereka bertanggung jawab pada apa yang menjadi kewajiban mereka. Siswa juga bertanggung jawab untuk menaati peraturan kelas yang dibuat wali kelas dan disetujui bersama. Selain itu di kelas juga ditanamkan nilai tanggung jawab melalui materi dalam mata pelajaran Kewarganegaraan dan mata pelajaran lainnya seperti memberikan pekerjaan rumah ataupun tugas lainnya kepada siswa. Hal tersebut akan membantu siswa untuk memiliki dan menanamkan sikap tanggung jawab kepada siswa (obs/09/05/2016). 2) Kedisiplinan Nilai kedisiplinan ditanamkan melalui proses pembelajaran dengan materi kedisiplinan di mata pelajaran Kewarganegaraan, dalam proses pembelajaran juga dilaksanakan dengan tepat waktu, artinya guru memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai dengan waktu yang ditentukan. Sekolah juga memiliki pembiasaan yaitu berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas. Selain itu dapat dilihat juga dari aktivitas siswa, misalnya ketika bel masuk, siswa langsung bergegas untuk masuk kelas dan mengikuti pembelajaran. Meskipun pada saat jam belajar guru tidak bisa masuk kelas atau 79

94 mengajar, siswa tetap tertib di dalam kelas dan tidak bermain-main di luar kelas (obs/11/05/2016). Hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang ditanamkan sekolah untuk selalu disiplin dan memanfaatkan waktu dengan baik. 3) Kerjasama Nilai kerjasama terlihat dalam berbagai aktivitas yang dilakukan siswa baik di dalam kelas maupun diluar kelas, secara terprogram maupun tidak. Salah satunya nilai kerja sama ditanamkan dalam kegiatan pengembangan diri yaitu ekstrakurikuler pramuka. Untuk kegiatan yang tidak terprogram, contohnya pada saat siswa melaksanakan piket kebersihan kelas di jam pulang sekolah, mereka bekerja sama dan saling membantu membersihkan kelas. Juga pada saat jam pelajaran kosong, semua siswa dalam satu kelas melakukan latihan karawitan secara mandiri tanpa guru pendamping, terlihat siswa bekerjasama dan saling membantu siswa yang mengalami kesulitan memainkan alat sehingga dapat memainkan tembang dengan baik secara mandiri (obs/03/05/2016). Begitu pula yang dilakukan oleh guru-guru, mereka bekerjasama memberi contoh dan teladan pada siswa, saling membantu dan berbagi ilmu tentang bagaimana menghadapi siswa. 80

95 4) Saling menghormati Nilai saling menghormati ditanamkan melalui kegiatan keteladan yang dilakukan di sekolah. Aktivitas yang mencerminkan saling menghormati diantara sikap mendahulukan yang lebih tua dan wanita, siswa menghormati guru dan bersikap sopan terhadap guru, serta saling menghormati antar penganut agama. Misalnya, saling menghormati pada saat siswa dan guru yang beragama non muslim sedang beribadah begitu juga sebaliknya, siswa dan guru yang beragama non muslim menghargai yang muslim ketika sedang beribadah maupun pada saat melakukan perayaan hari besar agamanya masing-masing. Kita mengajarkan tentang perbedaan seperti misalnya pada pelajaran agama seperti ini, ada beberapa agama, selain Kristen ada Hindu dan Katholik juga, kita mengajarkan bahwa kita tidak boleh membeda-bedakan, jadi pada waktu ada hari raya kita memberikan mereka selamat, terus misalnya yang Islam ada kegiatan misalnya puasa, kita memberitahu mereka agar mereka makannya tidak didekat yang berpuasa atau bisa di ruang agama (MCS,11/05/2016). Kita disini juga ada lima agama, jadi lima agama itu saling guyub, kalau ada acara, apalagi saat misalnya kelas enam ada acara doa bersama, semua kita melakukan, kita membuat doanya masing-masing sesuai dengan agama masing-masing, itu sudah ditanamkan, juga sudah dari dulu seperti itu, jadi tidak ada yang ini membedakan. Seperti kita juga guru-gurunya juga misalnya guru yang agama lain juga merayakan hari besar agamanya, kita juga memberikan selamat seperti itu (MCS,11/05/2016). 5) Peduli sesama Nilai kepedulian terhadap sesama ditunjukkan dengan kegiatan spontan yang dilakukan, seperti pembiasaan senyum 81

96 salam dan sapa, menolong orang dalam kesulitan baik diminta ataupun tidak, melayat, mengunjungi orang sakit, mengunjungi korban musibah, mengunjungi panti jompo/panti asuhan dan lainlain seperti yang tertera dalam kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dalam kurikulum sekolah. Dalam aktivitas di kelas, sikap peduli terhadap sesama juga ditanamkan oleh guru dengan mengingatkan siswa untuk membantu teman yang berkebutuhan khusus agar dapat menyesuaikan pelajaran dan tidak bersikap membeda-bedakan (obs/07/05/2016). 6) Demokrasi Nilai demokrasi terlihat di dalam kelas pada saat setiap pengambilan keputusan yang dilakukan dengan musyawarah, misalnya pada saat pembagian kelompok dan tugas untuk penampilan drama kelas IV. Guru menciptakan suasana kelas yang demokratis dengan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh siswa, guru mendengarkan dan menerima pendapat siswa dengan baik. Siswa juga dibiasakan untuk menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, menghargai teman yang berprestasi, dan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan kelompoknya (obs/03/05/2016). 7) Toleransi Nilai toleransi adalah nilai yang paling penting ditanamkan di sekolah ini, dengan adanya toleransi antar warga sekolah maka 82

97 akan tercipta suasana yang harmonis di dalam keberagaman yang ada. Nilai toleransi ditanamkan dimulai pada saat sebelum jam belajar berlangsung, dimana masing-masing melakukan doa sebelum belajar sesuai dengan agamanya masing-masing (obs/28/04/2016). Toleransi juga terlihat dari lingkungan sekolah yang menyediakan ruang agama dan guru pendamping agama lain untuk siswa yang beragama non muslim. Sehingga pada saat pelajaran agama maupun kegiatan TPA, semua siswa dapat belajar sesuai dengan agamanya masing-masing dengan guru pendamping (obs/11/05/2016). Selain itu, nilai toleransi juga ditanamkan melalui beberapa mata pelajaran seperti Kewarganegaraan dan Agama, serta kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Dalam praktiknya sendiri nilai toleransi di kelas juga terihat dari cara guru mengajar di kelas yang siswanya memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda-beda. Guru mengajarkan kepada siswa sesuai dengan kemampuan siswa, terutama kepada siswa yang berkebutuhan khusus, selain dibantu oleh guru pendamping khusus, guru kelas juga membantu siswa dan memberi pengertian khusus kepada siswa berkebutuhan khusus dan siswa yang lainnya untuk membantu siswa yang berkebutuhan khusus dalam memahami pelajaran. 83

98 Seperti kutipan pernyataan dalam wawancara berikut : Di kelas sendiri ada beberapa anak yang ABK dengan bermacam-macam jenis, tapi mereka dengan adanya perbedaan seperti itu tidak digunakan untuk bahan ejekan, seperti salah satu anak yang gangguan pendengaran, kebetulan dia terpilih dengan anak yang satunya untuk lomba menggambar, kemudian dari sekolah memberitahukan ke anak yang satunya, latihan gambarnya hari ini jam sekian, lalu dia memberitahukan kepada anak yang gangguan pendengaran itu, karena kalau ngomong biasa begini dia kurang jelas, jadi dia ngasih tau dengan gerak mulutnya yang lebih jelas, kalau tidak dia tulis kalau kira-kira temannya belum paham. Dia tanpa saya suruh, sudah tau seperti itu, jadi sudah tau temannya membutuhkan penanganan seperti apa, itu tanpa saya suruh dia sudah tau seperti itu (ESR,11/05/2016). Selain nilai-nilai di atas, ada nilai-nilai multikultural yang juga bersumber dari Pancasila dan merupakan nilai pokok yang ditanamkan pada warga sekolah, berdasarkan hasil observasi nilainilai yang ditanamkan adalah sebagai berikut : 1) Nilai Religius Nilai religius yang ada di sekolah ini dilakukan dengan kegiatan TPA yang menjadi kegiatan ekstrakurikuler sekolah yang dilaksanakan oleh setiap kelas pada hari tertentu yang sudah dijadwalkan. Sekolah memfasilitsi guru di masingmasing agama untuk membimbing siswanya pada saat jam TPA berlangsung. Dalam agama Islam satu guru ditugaskan untuk mengampu satu kelas siswa dan pembelajaran dilakukan di ruang kelas, kemudian bagi yang beragama Katholik, Kristen, Hindu dan Budha masing-masing satu guru dan 84

99 melakukan kegiatan di ruang agama ataupun diruangan yang sedang kosong (obs/18/05/2016). 2) Nilai Kemanusiaan Nilai kemanusiaan di SD Taman Muda ditanamkan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dibuktikan dengan hasil observasi bahwa antar warga sekolah dapat berdampingan dengan baik dan menghargai perbedaan yang ada, sehingga tercipta kerukunan dan suasana sekolah yang kondusif. Selain itu nilai kemanusiaan juga diajarkan dalam pembelajaran Kewarganegaraan, siswa diajarkan untuk selalu menghargai hak setiap orang. 3) Nilai Persatuan Nilai persatuan timbul dengan sendirinya seiring dengan kondisi sekolah yang terbiasa dan menerima keberagaman yang ada. Warga sekolah berusaha untuk menjadi satu dan membangun rasa kekeluargaan sehingga tidak memiliki masalah yang terkait dengan perbedaan. Justru dengan adanya perbedaan ataupun keberagaman menjadi kekuatan tersendiri dalam mencapai tujuan pendidikan karena perbedaan tersebut juga disatukan oleh satu tujuan yang sama. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu narasumber berikut: Dikalangan guru-guru, kita berbeda-beda tapi tetap jalan satu misi, tetap akrab, karna satu tujuan. Kalau kebiasaan berbeda-beda tapi semuanya maklum, yang penting saling memahami (AFH,10/05/2016). 85

100 Selanjutnya, nilai persatuan juga ditanamkan di sekolah ini dengan melakukan kegiatan rutin seperti upacara yang dilakukan setiap hari-hari tertentu. Berdasarkan observasi, SD Taman Muda melakukan upacara setiap hari senin di halaman sekolah, hal itu berarti sekolah telah menanamkan jiwa persatuan, nasionalisme kepada siswanya. Selain itu sekolah juga memiliki kegiatan rutin seperti Kamis Pahing yang mewajibkan semua guru-guru perempuan memakai kebaya dan batik untuk guru laki-laki tanpa terkecuali (obs/19/05/2016). 4) Nilai Demokrasi Nilai demokrasi ditanamkan di dalam kelas dengan cara guru memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh siswa. Contohnya ketika awal memasuki kelas seperti pemilihan ketua kelas dengan cara musyawarah. Dengan begitu siswa juga terlatih untuk selalu mengambil keputusan secara bersamasama dengan menerima pendapat atau masukan dari orang lain. Guru juga membiasakan siswa bersikap terbuka dan menghargai pendapat orang lain pada saat melakukan musyawarah dan tidak mementingkan ataupun mengutamakan pendapat pribadi. Seperti yang diungkapkan oleh narasumber berikut : Pernah, sama bu Achib diajarkan menghargai, menasehati. Diajarin waktu pelajaran Kewarganegaraan dan IPS, sosial. Saat kerja kelompok tidak boleh bilang aku 86

101 mau aku mau, tapi harus menghargai pendapatnya orang lain juga (PAD,10/05/2016). Selanjutnya, ketika dalam pembelajaran di kelas, siswa selalu diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya serta menjawab pertanyaan. 5) Nilai Keadilan Nilai keadilan juga ditanamkan kepada siswa. Saat pembelajaran guru berlaku adil dengan siswa, tidak membedakan antara yang satu dengan yang lain tidak ada yang diperlakukan dengan istimewa. Namun ada pengecualian terhadap siswa yang berkebutuhan khusus karena memang siswa tersebut membutuhkan bantuan lebih dari guru. Begitu pula dengan siswa, siswa yang satu dengan yang lain berbaur bersama dan tidak terlihat bergerombol. Mereka tidak memilih teman, hanya bersama-sama tidak peduli dengan latar belakang, agama, suku, budaya dan kemampuan masingmasing. Di dalam kelas guru menekankan kepada siswa untuk berlaku adil kepada siapapun dan menghargai teman bagaimanapun keadaannya. Seperti yang diungkapkan narasumber dalam wawancara berikut: Di kelas sendiri kebetulan anak-anak sangat menghargai perbedaan, mereka sudah terbiasa memiliki teman yang seperti itu, ada yang ABK, ada yang jenis temannya yang autis, mereka sangat menghargai, walaupun bercanda biasa, tapi ketika diminta membantu mereka dengan senang hati membantu. Kemudian untuk kepedulian mereka dengan teman-temannya, kekompakan mereka 87

102 tanpa memandang apapun, agama apa ataupun dari mana, sukunya apa, dia tipenya seperti apa, itu tidak. Ya namanya anak-anak kalau kurang cocok kan biasa, tapi tidak terus itu dibuat menjadi suatu masalah itu tidak (ESR,11/05/2016). Siswa berkebutuhan khusus yang kurang akrab dengan anak-anak yang lain karena memiliki gangguan emosi di kelas selalu saya ikutkan dalam berbagai kelompok-kelompok, jadi anak yang tidak suka itu walaupun tidak suka atau malas, di kelas itu semuanya harus berkelompok apapun kalo sudah ditentukan dengan kesepakatan dengan musyawarah maka tidak bisa tidak setuju lagi, harus setuju semua. Kalau di kelas itu multikultural lebih kepada kita berbaur dengan berbagai macam karakter, kebudayaan, agama, budaya mereka yang ada dirumah, tentunya di kelas pembelajarannya lebih kepada saling bertukar pikiran, memberikan contoh yang baik (AS,07/05/2016). Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sudah menanamkan nilai-nilai multikultural yang meliputi tanggung jawab, disiplin, toleransi, peduli sesama, demokrasi, kerjasama dan saling menghormati. Selain itu juga ada nilai-nilai yang bersumber dari pancasila diantaranya nilai religius, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan. Selain melakukan kegiatan atau aktivitas yang menanamkan nilai-nilai tersebut juga ditanamkan melalui pembelajaran ketika di dalam kelas dan kegiatan pengembangan diri baik secara terprogram maupun yang tidak terprogram. 88

103 d. Strategi implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi pembelajar dan yang sesuai dengan kebutuhan akademis maupun sosial anak didik. Dengan pendidikan multikultural peserta didik mampu menerima perbedaan, kritik, dan memiliki rasa empati serta toleransi pada sesama tanpa memandang golongan, status, gender, dan kemampuan akademis. Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan pelajaran dan pembelajaran kearah memberikan peluang yang sama pada setiap anak. Jadi, tidak ada yang dikorbankan demi persatuan. Untuk itu, kelompok-kelompok harus damai, saling memahami, mengakhiri perbedaan, tetapi tetap menekankan pada tujuan umum untuk mencapai persatuan. Siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman, dan keunikan itu dihargai. Hal ini berarti harus ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai, khususnya civitas akademika sekolah. Ketika siswa berada di antara sesamanya yang berlatar belakang berbeda, mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi, dan berkomunikasi sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka sebagai sesuatu yang memperkaya mereka. Terkait dengan implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa berdasarkan observasi dan studi dokumentasi, implementasi dilakukan dengan mengintegrasi nilainilai multikultural kedalam kurikulum yang dilaksanakan dengan 89

104 pembelajaran yang mengintegrasi, serta kedalam program dan kegiatan di sekolah. Sekolah memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan multikultural di sekolah mengingat peserta didiknya yang bersifat heterogen. Sesuai dengan visi sekolah untuk menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur, pendidikan multikultural dilaksanakan agar siswa selain dapat memahami seni dan budaya tapi juga mampu menerima dan menghargai kebudayaan yang sangat beragam. Pendidikan budi pekerti luhur yang dilaksanakan di sekolah juga mengandung implementasi pendidikan multikultural karena mengajarkan nilai-nilai multikultural seperti menghargai dan menghormati perbedaan dan bersikap adil, dan perduli terhadap sesama. Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi dan studi dokumentsi, implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa ini dilakukan dengan cara pembiasaan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan kegiatan pengembangan diri yang dilakukan di sekolah. Sedangkan berdasarkan wawancara dengan guru, diperoleh data bahwa cara lain yang dilakukan guru untuk melaksanakan pendidikan multikultural adalah dengan mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran. Pengintegrasian dalam mata pelajaran dilakukan di setiap pokok bahasan atau tema dalam pembelajaran. Selain itu berdasarkan studi dokumen pendidikan multikultural di sekolah dapat terlihat dalam 90

105 struktur dan muatan kurikulum sekolah. Beberapa mata pelajaran dalam muatan kurikulum yang mengintegrasi pendidikan multikultural yaitu Ketamansiswaan, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Sedangkan untuk pendidikan multikultural di dalam kegiatan pengembangan diri yang juga bentuk dari pendidikan multikultural di sekolah adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan sekolah. Hal tersebut juga dijelaskan oleh narasumber dalam kutipan wawancara berikut : Pembelajaran dan kegiatan yang khusus multikultural itu tidak ada mata pelajarannya, jadi langsung terserap diberbagai mata pelajaran, misalnya Kewarganegaraan, IPS dan Ketamansiswaan (AS,07/05/2016). Pendidikan multikultural dalam pembelajaran Ketamansiswaan mengintergrasikan pendidikan multikultural di dalamnya berdasarkan studi dokumentasi, hal tersebut dapat dilihat di dalam tujuan pendidikannya yaitu berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat tertib damai dan manusia salam bahagia. Salah satu narasumber juga mengatakan bahwa: Tamansiswa memang identik dengan kebudayaan, budaya Jawanya, itu memang kita ada kurikulumnya sudah masuk kesitu, untuk tentang kebudayaan memang sudah ada disitu, jadi tamansiswa memang mendukung tentang multikultural, bagaimana kita harus melestarikan kebudayaan yang ada, perbedaan yang ada, kita tidak boleh menuntut semua harus sama, kita harus menghormati perbedaan itu (CITR,12/05/2016). Contohnya tembang dan sopan santun, misalnya kita ngomong sama orang itu harus adabnya seperti apa, adab bertamu itu juga ada disitu, terus untuk seorang guru itu didepan, disamping, dibelakang itu perannya sebagai apa, banyak banget. 91

106 Juga ada kata-kata semboyan yang nanti berguna bagi dunia pendidikan juga (L,23/05/2016). Misalnya sistem pamong itu ngemong anak itu kan ngemong dari keseluruhan, tidak ada yang memilih-milih, dalam hal apapun itu kan terkait. Namanya keluarga itu satu keluarga kalau di tamansiswa adalah kekeluargaan yang nomer satu, itu ya otomatis mau yang cacat, yang cantik, yang ganteng, yang pintar, semuanya sama satu keluarga, yang penting kita melihat menganggapnya sebagai anak. Tapi begitu dia punya keinginan kita rangkul dia sebagai teman, kita rangkul dia supaya dia mencapai apa yang dia inginkan, kita ikuti dia dari belakang, itulah yang tut wuri handayani, dia terus kita dorong supaya bisa mencapai dari citacita anak tersebut, itu kan menjadi satu dari kesatuan tamansiswa seperti itu, makanya kenapa tamansiswa juga multikultural karena dia sudah bersumber seperti itu dari ajaran Ki Hajar Dewantara, jadi erat sekali ajaran damai di dalamnya (AR,30/05/2016). Implementasi pendidikan multikultural di dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang dilaksanakan sekolah dicerminkan dengan kesesuaiannya dengan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi aspek-aspek diantaranya persatuan bangsa yang meliputi hidup rukun dalam perbedaan, hidup gotong royong, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama. Dalam praktiknya, integrasi pendidikan multikultural juga didukung dengan sikap dan contoh-contoh yang diberikan guru secara nyata sesuai dengan keadaan di lingkungan sekolah disertai dengan pembiasaan yang dilakukan bersama dengan siswa di kelas, sesuai dengan pernyataan narasumber dalam kutipan wawancara berikut : Di kelas menanamkan multikultural itu, kita beri contoh yang real, yang simple saja, seperti antara laki-laki dan perempuan, itu kan multikultural yang simple tidak usah sampai ke agama, kalau ke agama nanti untuk ke anak-anak cukup beda cara sembahyangnya, tapi untuk laki-laki dan perempuan kita harus 92

107 saling menghormati, beda kekuatannya antara laki-laki dan perempuan, contohnya seperti itu. Jadi kita berikan contoh-contoh ke suatu yang real, sesuatu yang nyata, kita saling menghormati, menghargai (ESR,11/05/2016). Seorang guru biasanya mencontohkan realnya, suatu realnya. Misalkan di dalam pembelajaran teorinya seperti ini, karena di dalam teori hanya disebutkan ini contohnya, tetapi untuk di kehidupan sehari-hari harus tau diterapkannya seperti apa atau untuk apa, misalnya seperti itu. Jadi guru itu sebagai motornya (L,23/05/2016). Sesuai dengan tujuannya, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial mengintegrasi pendidikan multikultural dengan pembelajaranpembelajaran terkait dengan sistem dan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat yang membantu siswa untuk memahami kehidupan di lingkungan yang multikultural dan mampu menerima keberagaman. Melalui pembelajaran tersebut siswa diharapkan memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Sekolah juga memiliki kegiatan pengembangan diri yang juga mengintegrasi pendidikan multikultural di dalamnya. Kegiatan pengembangan diri mencakup 2 (dua) program kegiatan, yaitu kegiatan terprogram dan kegiatan tidak terprogram. Dalam kegiatan terprogram terdapat kegiatan bimbingan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler yang mengintegrasi pendidikan multikultural di dalamnya, sedangkan di dalam kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram terdiri dari 93

108 kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan spontan dan kegiatan keteladanan, dapat dijabarkan sebagai berikut. Berdasarkan dokumentasi dan wawancara, pengembangan diri terprogram yang dilakukan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang mengintegrasi pendidikan multikultural adalah bimbingan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai dengan kegiatan dan strategi yang dilakukan dalam pembentukan karakter atau kepribadian yang dilakukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling, serta latihan kepemimpinan dan berorganisasi dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Di dalam tahapan-tahapan dalam kegiatan pramuka di sekolah mengandung berbagai tujuan yang sesuai dengan pendidikan multikultural, diantaranya pada bidang spiritual yaitu, memahami dan melaksanakan aturan agama dan kepercayaan yang dianut dengan toleransi, menghormati penganut agama lain, dan mampu hidup rukun dalam keberagaman tanpa ada diskriminasi. Pada bidang sosial, yaitu siswa diajarkan agar mampu mengetahui aturan sosial, menerima dan mendorong orang lain untuk menaati norma-norma dan nilai-nilai yang berada di masyarakat dan lingkungan. Selain itu di dalam kurikulumnya, juga disebutkan beberapa nilainilai yang ditanamkan di dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka, antara lain disiplin, jujur, demokratis, peduli sosial dan lingkungan, kerjasama, semangat kebangsaan, toleransi, cinta damai, kerja keras, tanggung 94

109 jawab, tekun, dan sportif. Dilihat dari nilai-nilai tersebut, sebagian besar sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan multikultural, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrakurikuler menjadi strategi implementasi pendidikan multikultural di sekolah (obs/21/05/2016). Strategi yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling berupa pembentukan karakter dan kepribadian, pemberian motivasi dan layanan konseling. Sedangkan strategi dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler baik pramuka, olahraga dan seni budaya yaitu berupa latihan dan pertandingan/perlombaan persahabatan, serta latihan dan pentas seni baik perlombaan maupun unjuk kebolehan. Sementara itu, berdasarkan hasil observasi, kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram yang dilakukan sekolah yang mengintegrasikan pendidikan multikultural dapat dibagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan spontan yang tidak terjadwal dalam kejadian khusus dan keteladanan. Kegiatan rutin yang dilakukan diantaranya upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional, berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas, semutlis (sepuluh menit membersihkan lingkungan sekolah), Java day dan English day, piket kelas, dan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran. Hal tersebut juga dinyatakan oleh salah satu narasumber dalam kutipan wawancara berikut : Dengan upacara, sosialisasi, di kelas juga sudah jelas, terus ditanamkan di tangga-tangga, terus gambar-gambar, terus kita 95

110 ada lomba, ada peringatan agama, ada peringatan hari-hari daerah, itu termasuk juga, antara lain itu dan masih banyak lagi (AR,30/05/2016). Contohnya bahasa, melalui bahasa. Misalnya anak-anak dari rumah mungkin dengan bahasa masing-masing, contohnya murid pindahan yang dari Kalimantan, NTB, tetapi nanti setiap hari jumat diwajibkan menggunakan bahasa Jawa, karena disini tamansiswa sekolahnya bertepatan kedudukannya di Jawa. Atau nanti harus kita orang Jogja nanti dapat materi tari nya dari luar daerah, itu juga sudah termasuk multikultural tetapi hanya dalam satu aspek (L,23/05/2016). Karena disini sekolahnya mengedepankan kebudayaan, seperti kayak kamis pahing ini, kayak gitu kan kita juga mengajarkan anak-anak bahwa misalnya kebudayaan Jogja itu seperti apa, misalnya kalau Kartini-an ya pakai baju adat, kalau misalnya kamis pahing ya seperti ini menggunakan kebaya Jogja, seperti itu (D,12/05/2016). Kegiatan spontan yang dilakukan sebagai wujud implementasi pendidikan multikultural di sekolah diantaranya pembiasaan senyum, sapa, dan salam, meminta maaf, berterima kasih, peduli terhadap sesama, dan menolong orang yang dalam kesulitan baik diminta atau tidak. Sedangkan untuk kegiatan keteladan yang dilakukan sekolah diantaranya mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan diri dan kelompok, mendahulukan yang lebih tua, wanita dan anak-anak, menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, santun dalam bertindak dan berbicara, dan menghargai orang lain. Berdasarkan studi dokumentasi dan observasi yang dilakukan peneliti, peneliti memperoleh data tentang strategi lain yang dilakukan sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural, yaitu dengan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Guru 96

111 dan sekolah mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa kedalam silabus dan RPP. Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa mengandung nilai-nilai yang terkait dengan multikultural diantaranya religius, toleransi, demokratis, cinta tanah air, cinta damai, bersahabat/komunikatif, peduli sosial, dan lain-lain. Penjelasan tersebut diperoleh dari studi dokumentasi yang dilakukan, yaitu pada kurikulum sekolah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sekolah sudah menerapkan pendidikan multikultural dengan metode pengintegrasian kedalam kegiatan sekolah dan mata pelajaran serta pembiasaan-pembiasaan dalam proses pembelajaran di kelas. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural Pendidikan multikultural menjadi suatu strategi dalam melaksanakan pembelajaran yang ada di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, dikarenakan kondisi ykewarganegaraanang beranekaragam di sekolah ini, mulai dari suku, agama, budaya, dan karakter siswa. Dalam pelaksanaan pendidikan multikultural sekolah selalu memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh siswanya baik dari tenaga pendidik, sarana prasarana, dan kegiatan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber dapat diperoleh data terkait 97

112 faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural di sekolah, sesuai dengan beberapa kutipan wawancara sebagai berikut : Faktor yang mendukung adalah kultur sekolah, juga pihakpihak sekolah mulai dari kepala sekolah sampai kebawah, sangat mendukung untuk pendidikan multikultural (AS,07/05/2016). Sarana prasarana, kalau untuk masjid kita ada, terus kita agama ada lima itu ada ruangan khusus, di perpustakaan juga bisa buat anak untuk multikultural, kita di lapangan-lapangan untuk anak-anak bermain juga bisa untuk banyak hal, bisa berbaur, ada pendopo, ada gedung, untuk lomba-lomba, tergantung lombanya,nanti bisa di kelas juga (AR,30/05/2016). Pendukungnya, sekolah sendiri. Sekolah itu menerapkan sekolah yang menerima berbagai siswa, jadi anak-anak disini lebih mudah untuk mengetahui bahwa ternyata selain saya masih ada orang yang seperti itu, itu menyebabkan anak-anak mudah untuk menghargai orang lain (ESR,11/05/2016). Faktor pendukungnya, karna di sini ciri khasnya tamansiswa, jadi sudah ada istilah menerima manusia seutuhnya, memanusiakan manusia, jadi tidak hanya ajaran-ajaran Ki Hajar yang istilahnya membebaskan. Selain itu lingkungan sekitar juga, lingkungan disini sudah terbiasa untuk menerima perbedaan-perbedaan, itu karena sudah terbiasa, kita kesulitan ada tapi saya lihat tidak separah yang dialami di sekolah-sekolah negeri (CITR,12/05/2016). Dari hasil wawancara di atas, dapat dideskripsikan bahwa sekolah menjadi faktor pendukung yang banyak berpengaruh dalam implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Hal tersebut dikarenakan sekolah memiliki iklim yang menerima dan menghargai perbedaan, sehingga warga sekolah juga bersikap terbuka terhadap perbedaan dan menjadi lebih mudah untuk terbiasa dengan keberagaman yang ada di sekolah. Selain itu, berdasarkan observasi dan studi dokumentasi, diperoleh data bahwa sekolah juga menerapkan pendidikan multikultural di sekolah dengan cara memfasilitasi atau memberikan sarana prasarana 98

113 yang dibutuhkan dalam menunjang implementasi pendidikan multikultural. Fasilitas dan sarana prasarana yang terdapat di sekolah antara lain tersedianya guru pendamping untuk siswa berkebutuhan khusus, tersedianya tulisan-tulisan yang menggambarkan keragaman dan sikap menghargai keragaman, seperti poster-poster dengan tulisan nilai-nilai seperti demokratis, semangat kebangsaan, kejujuran, disiplin, tut wuri handayani, dan lain-lain. Maupun gambar-gambar seperti tokoh pahlawan, tokoh pewayangan, rumah adat, simbol-simbol keagamaan dan rumah ibadah untuk 5 (lima) agama, contoh kerukunan dan toleransi dalam beragama, batik, ragam profesi, tersedianya ruang agama untuk siswa beragama non muslim, dan guru pendamping masing-masing untuk setiap agama yang mencakup agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha (obs/04/05/2016). Sekolah juga melaksanakan kegiatan-kegiatan mengintegrasi nilainilai multikultural yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswanya, agar tidak terjadi diskriminasi antara siswa dengan disertai bimbingan masing-masing kepada siswa. Program dan kegiatan sekolah dilaksanakan dalam nuansa multikultural yang adil, setara dan demokratis sehingga seluruh peserta didik dapat ikut andil dalam program dan pendidikan tersebut. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa memberikan pelayanan kebutuhan dengan memberikan kebebasan peserta didiknya untuk memilih satu bidang yang disukainya sesuai dengan 99

114 kemampuannya. Bidang kegiatan tersebut disebut ekstrakurikuler. Peserta didik bebas memilih minat bakat yang disukainya. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa telah memiliki serangkaian kegiatan sekolah dan program sekolah yang dapat memfasilitasi peserta didiknya yang beragam. Sekolah memiliki kegiatan pengembangan diri yang mencakup dua program kegiatan, yaitu kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram diantaranya bimbingan dan konseling, dan ekstrakurikuler yang terdiri dari berbagai macam pelaksanaan seperti Pramuka, TIK, Bahasa Inggris, Baca Tulis Huruf Al-Quran, Menari/Dolanan anak, Drum Band/Essembel Musik, Bela Diri, Sepakbola/Futsal, Vokal/Musik, Karawitan, dan PKS (Patroli Keamanan Sekolah). Berbagai macam pelaksanaan tersebut mencakup berbagai bidang yang dapat pilih siswa secara bebas sesuai kemampuannya dan boleh diikuti seluruh siswa tanpa terkecuali. Ekstra-ekstra itu banyak yang mengandung pendidikan multikultural, misalnya itu ada karawitan, dolanan anak, tari, kan disini semua kebudayaan ada semua. Kalau dolanan anak itu sendiri menggali pembelajaran yang terdahulu tetapi di aplikasikan di dunia yang modern seperti ini. Jadi misalkan nilai kebersamaannya yang diambil. Kalau untuk masa sekarang kan anak-anak pintar, cerdas, tetapi untuk nilai sosialnya nol, tetapi kalau kita ambil yang dulu di aplikasikan sekarang jadi di mix itu lebih bagus lagi, jadi tradisional tetapi dikemas dalam modern (L,23/05/2016). Kegiatan-kegiatan tersebut mengandung nilai-nilai diantaranya yang berkaitan dengan pendidikan multikultural yaitu kerjasama, demokratis, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli sosial, toleransi, 100

115 cinta damai, sportivitas, jujur, peduli budaya dan menghargai prestasi. Strategi yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling berupa pembentukan karakter dan kepribadian, pemberian motivasi dan layanan konseling. Sedangkan startegi dalam kegiatan ekstrakurikuler berupa latihan dan pertandingan/perlombaan persahabatan, dan latihan dan pentas seni baik perlombaan maupun unjuk kebolehan (obs/23/05/2016). Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram yang dilaksanakan sekolah terdiri dari kegiatan rutin yang contohnya upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional, berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas, semutlis, Java day dan English day, piket kelas, dan berdoa sebelum dan sesudah belajar. Selain itu ada kegiatan spontan seperti mengunjungi korban musibah, mengunjungi panti jompo/panti asuhan, dan kegiatan keteladanan seperti mendahulukan kepentingan bersama, mendahulukan yang lebih tua, wanita dan anak-anak, menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, santun dalam bertindak dan berbicara, dan lain-lain. Sekolah juga mengadakan beberapa kegiatan diluar sekolah yang dapat membantu siswa untuk belajar tentang keberagaman, hal tersebut diungkapkan oleh salah satu narasumber sebagai berikut : Kita ada lomba kalau seperti acara kedaerahan misalnya di Jogja itu, berarti dia yang bukan orang jawa pun harus bisa nyanyi jawa, itu sudah multi juga, terus kita ke museum-museum, terus kita perjalanan rohani, perjalanan rohani itu kita tidak hanya ke 101

116 masjid saja, tetapi di vihara di klenteng di gereja, tempat-tempat ibadah keseluruhan, jadi tahu, oh berarti sama, kami menyembah satu Tuhan, jadi seperti itu, banyak hal termasuk outbond, outday dan sebagainya, itu bisa untuk satu pengetahuan bahwa kita itu beragam dan bisa bersatu (AR,30/05/2016). Berdasarkan kegiatan keteladanan, terlihat juga bahwa peran guru dan pamong yang di sekolah menjadi faktor pendukung lainnya dalam implementasi pendidikan multikultural. Selain mengintegrasi pendidikan multikultural dalam setiap proses pembelajaran guru juga berperan aktif memberi teladan atau contoh kepada siswa untuk menanamkan nilai-nilai multikultural. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan narasumber dalam kutipan wawancara berikut : Peran guru tentu memberikan contoh, jadi tidak membedabedakan. Lebih kepada pemberian contoh, kalo guru tidak langsung hanya memberi pengertian anak-anak multikultural itu apa, jadi memberi contoh, kalo anak-anak SD harus diberi contoh, jadi bagaimana memperlakukan anak satu dan lainnya, menghormati agama, kebudayaan itu disitu diajarkan dengan contoh (AS,07/05/2016). Selain mengajarkan, guru memberi contoh. Karena kita pamongnya dari lima agama juga, itu kita juga memberi contoh, bagaimana kita juga saling menghormati, jadi anak-anak juga akan mencontoh kita (CITR,12/05/2016). b. Faktor penghambat implementasi pendidikan multikultural Implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa selain didukung oleh berbagai faktor juga memiliki faktor-faktor yang menghambat, beberapa faktor tersebut seperti yang dinyatakan oleh narasumber dalam kutipan wawancara berikut : Kalau faktor penghambatnya, itu ya ada biasanya orang tua, ya kalau orang tua kan biasanya membela anak yang benar ya, itu ada, tapi ya tidak semuanya, karna kita disini sudah terbiasa 102

117 dengan anak-anak yang seperti itu, jadi pada maklum, tapi kadang juga kurang berkenan, kok anaknya seperti itu, nanti takut mempengaruhi seperti itu juga ada, ya mungkin cuma itu aja hambatannya, tidak ada, karna dari sekolah semua mendukung sepenuhnya untuk hal multikultural (ESR,11/05/2016). Faktor penghambat biasanya terhambat waktu dan biaya, anggaran. Kalau kesulitan komunikasi tidak ada sama sekali (AFH,10/05/2016). Hambatannya itu kadang dari waktu. Kadang waktu kita mengajari atau memberi contoh anak itu tidak harus dengan satu kali atau dua kali, dan dengan kedisiplinan, berkali-kali dengan kebiasaan, kalau sekali kadang tidak dengar,sudah dengan contoh, sudah diberi nasehat, sudah di beri dengan kita melakukannya, itu kan berproses, tidak hanya sekali dua kali, jadi waktu perlu proses waktu itu dibutuhkan, tidak bisa langsung instan, langsung jadi sempurna (AR,30/05/2016). Faktor penghambatnya, kesempatan untuk lebih memperkenalkan anak masih kurang misalnya, lebih kepada mempraktikkan diluar, di lingkungan luar terkait pendidikan multikultural (AS,07/05/2016). Faktor penghambatnya, disini itu setau saya belum ada sosialisasi tentang pendidikan multikultural itu sendiri untuk guruguru (D,12/05/2016). Tetapi kalau penghambatnya itu tadi kita dari suku yang berbeda, agama yang berbeda, manusia yang berbeda, ataupun jenjang sosial yang berbeda, sehingga itu pasti ada ketidak sinkronan, apalagi kalau kita sudah membuat satu kelompok yang membedakan satu sama lain. Hambatannya lebih kepada individunya masing-masing (L,23/05/2016). Berdasarkan beberapa pernyataan dalam wawancara di atas terkait faktor penghambat dalam implementasi pendidikan multikultural, dapat dideskripsikan bahwa yang menjadi faktor penghambat salah satunya adalah masih kurangnya media yang mendukung implementasi pendidikan multikultural, hal tersebut juga sesuai dengan data yang diperoleh melalui observasi. Kekurangan yang dimaksud seperti kurangnya media yang bisa digunakan untuk 103

118 mengajarkan tentang keberagaman misalnya media yang dapat digunakan untuk mengajarkan tentang budaya lain. Media yang digunakan harus terdapat contoh-contoh media baik berupa gambar, film, maupun video yang dipaparkan agar dapat menambah wawasan peserta didik tentang keragaman. Sehingga peserta didik akan lebih mudah mengetahui wujud dari keragaman tersebut. Sekolah masih minim dengan ketersediaan media keragaman. Faktor lain yang menjadi penghambat adalah sikap sebagian individu baik dari siswa yang belum bisa menerima dan menyesuaikan dengan baik perbedaan yang ada di lingkungan kelas maupun di lingkungan sekolah. Serta dari pihak orang tua, masih ada yang belum bisa memahami siswa lain terutama siswa yang berkebutuhan khusus dengan alasan takut mempengaruhi anaknya, meskipun secara keseluruhan lingkungan sekolah sudah mendukung terutama dari pihak kepala sekolah dan guru-guru. Faktor kurangnya waktu juga menjadi penghambat bagi sekolah dikarenakan banyaknya kegiatan dan hari libur terkadang membuat peserta didik kurang fokus dalam mengikuti pembelajaran dan waktu yang terbatas di sekolah juga belum cukup untuk dapat melaksanakan sepenuhnya pendidikan multikultural kepada siswa. Selain itu, faktor lain yang menjadi penghambat implementasi pendidikan multikultural berikutnya menurut salah seorang guru 104

119 C. Pembahasan adalah belum adanya sosialisasi untuk guru-guru secara langsung terkait pendidikan multikultural di sekolah. 1. Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Pemahaman tentang pendidikan multikultural dan interaksi warga sekolah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan sekolah swasta dibawah yayasan Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan sekolah yang memiliki nuansa multikultural, dikarenakan siswanya sangat beragam mulai dari latar belakang, suku, budaya, agama serta karakter, karena sekolah ini juga merupakan sekolah inklusi yang menerima siswa berkebutuhan khusus. Lingkungan sekolah yang multikultur seperti ini sangat membutuhkan adanya pendidikan multikultural untuk membantu mendorong siswa agar dapat membangun sikap toleransi dan menerima segala perbedaan. Pendidikan multikultural sendiri secara operasional merupakan program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi pembelajar (multiple learning environments) dan yang sesuai dengan kebutuhan akademis maupun sosial anak didik. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli, mau mengerti, dan pengakuan terhadap orang-orang yang berasal dari kelompok minoritas. Pelaksanaan pendidikan multikultural secara implisit sesuai dengan pasal 105

120 4 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif, dengan menjunjung HAM, nilai keagamaan, nilai multikultural, dan kemajemukan bangsa. Berdasarkan hasil penelitian, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa mengimplementasi pendidikan multikultural dengan cara mengintegrasikan kedalam kurikulum sekolah dengan menanamkan nilai-nilai multikultural baik dalam pembelajaran maupun kegiatankegiatan sekolah. Hal tersebut juga didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum sekolah yang salah satunya adalah prinsip beragam dan terpadu. Artinya, kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi dan gender. Implementasi pendidikan multikultural di sekolah tentu membutuhkan pemahaman warga sekolah terkait pendidikan multikultural itu sendiri agar dapat berjalan sesuai dengan makna dan tujuannya. Warga SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sebagian besar telah memahami tentang pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan sebuah keragaman yang bersifat plural dan dikemas menjadi satu dengan satu tujuan untuk memperoleh ilmu 106

121 pengetahuan dan belajar bersama-sama tanpa ada suatu perbedaan yang menjadi masalah. Para guru yang memberikan pendidikan multikultural harus memiliki keyakinan bahwa perbedaan budaya memiliki kekuatan dan nilai. Sekolah harus menjadi teladan untuk ekspresi hak-hak manusia dan penghargaan untuk perbedaan budaya dan kelompok. Keadilan dan kesetaraan sosial harus menjadi kepentingan utama dalam kurikulum. Sekolah dapat menyediakan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yaitu nilai, sikap, dan komitmen untuk membantu siswa dari berbagai latar belakang. Sekolah bersama keluarga dan komunitas dapat menciptakan lingkungan yang mendukung multikultural. Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural. Penyelenggaraan pendidikan multikultural dari aspek lain juga dapat dikatakan berhasil apabila terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya. Hal itulah yang terjadi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan, berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa terkait dengan interaksi dan pandangan maupun sikap siswa terhadap berbagai perbedaan yang ada di lingkungan sekolah. 107

122 Keragaman yang ada di Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa baik agama, bahasa, suku, dan karakter maupun kemampuan siswa sudah menjadi hal yang biasa. Berdasarkan observasi dan wawancara, sebagian besar warga sekolah sudah terbiasa dan menerima keberagaman yang ada di lingkungan sekolah, di dalam maupun diluar kelas. Kebiasaan dan pemahaman mengenai pendidikan multikultural menjadikan warga sekolah mampu berbaur menjadi satu dan bersikap positif menyikapi keberagaman yang ada. Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural juga dapat terlihat dari pemahaman guru-guru dan siswa berdasarkan wawancara yang dilakukan tentang bagaimana mereka menyikapi perbedaan yang ada di lingkungan sekolah. Guru dan siswa sudah mampu saling mengerti tentang perbedaan budaya, agama, tidak membeda-bedakan, dan siswa juga mampu untuk saling berbagi. Sikap kepedulian juga ditunjukkan oleh siswa satu dengan yang lainnya. Kekompakan siswa tanpa memandang apapun, agama, suku maupun asalnya, walaupun sesama siswa pernah terjadi kesalahpahaman yang disebabkan adanya perbedaan namun tidak dijadikan permasalahan. Sebagian besar siswa juga memahami sikap-sikap seperti menghargai dan tidak mengejek antar sesama, antar suku, tidak mengejek ras maupun agama. Berdasarkan pada pemahaman kepala sekolah, guru-guru dan beberapa siswa, dapat diketahui bahwa pendidikan multikultural 108

123 merupakan sebuah pendidikan yang mengajarkan sikap toleransi, menerima, dan menghargai terhadap perbedaan yang ada di dalam lingkungan sekolah. Pendidikan multikultural juga mengandung nilainilai yang ditanamkan dan membentuk perilaku siswanya. Multikultural sendiri merupakan kondisi keberagaman yang tidak menghiraukan perbedaan yang ada, melainkan terciptanya sikap saling menghargai. Selain pemahaman yang dimiliki warga sekolah, interaksi yang dibangun juga mempengaruhi implementasi pendidikan multikultural. Interaksi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa terbilang baik. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, tidak terlihat adanya sikap saling membedakan antara satu dengan yang lain. Dikalangan guru-guru dan kepala sekolah interaksinya terbilang baik, karena setiap guru memahami dan menerima perbedaan yang ada diantara mereka, dan menyadari peran mereka sebagai teladan bagi siswa dan memahami bahwa mereka memiliki visi, misi dan tujuan yang sama di sekolah, sehingga mampu berjalan bersama dan mengesampingkan perbedaan yang ada. Interaksi antara kepala sekolah dan guru juga terjalin akrab, selalu bertegur sapa dan mengobrol setiap ada kesempatan maupun keperluan. Interaksi antar guru terlihat akrab dan tidak canggung ataupun kaku dan tidak ada pembedaan antara guru yang satu dengan yang lainnya. Kepala sekolah dan guru juga saling membantu, saling berbagi pengetahuan, dan 109

124 saling mengingatkan satu sama lain apabila mengalami kesulitan terutama yang terkait dengan tugas-tugas. Sesuai dengan kondisi sekolah yang merupakan sekolah inklusi, di dalam kelas terdapat beberapa anak dengan kondisi berkebutuhan khusus, sehingga membutuhkan penanganan lebih dari siswa lainnya. Hal tersebut membuat sebuah perbedaan yang terlihat di dalam kelas. Namun perbedaan dikalangan siswa tersebut tidak menghalangi seluruh siswa untuk dapat berinteraksi, belajar bersama dan bermain bersamasama. Siswa yang lain memahami dan menghargai keadaan siswa yang berkebutuhan khusus. Mereka tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Justru saling membantu apabila ada teman yang membutuhkan bantuan. Setiap jam istirahat siswa tidak hanya berkumpul dengan siswa yang sama setiap harinya. Mereka dapat berkumpul dengan yang lainnya. Bahkan para siswa juga bergaul dengan siswa berkebutuhan khusus. Walaupun ada beberapa siswa berkebutuhan khusus yang lebih suka bermain sendiri, karena siswa tersebut memiliki gangguan emosi, dan hal tersebut membuat dia sulit untuk mudah berkomunikasi dan bergaul dengan siswa lainnya. Interaksi antara guru dengan siswa juga terbilang baik. Hal tersebut terlihat pada saat guru mengajar di kelas. Guru menciptakan suasana kelas yang demokratis, serta menanamkan secara rutin nilai-nilai multikultural. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dapat mengemukakan 110

125 pendapat secara bebas, semua siswa diperlakukan sama dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Begitu pula diluar kelas, interaksi antara guru dengan siswa terlihat baik, antara guru dan siswa tidak ada jarak namun dibatasi dengan sopan santun dan sikap siswa terhadap guru. Di dalam kelas maupun diluar kelas, disetiap kesempatan guru mengajarkan kebiasaan-kebiasaan seperti menghargai pendapat, menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan. Guru juga menerapkan pendidikan multikultural dengan membiasakan sikap saling menghargai satu sama lain dengan memberi contoh dan teladan kepada siswa. Pembahasan di atas sesuai dengan teori menurut Syafiq A. Mughni (Yaya Suryana, 2015: 282) terkait dengan konsep pembelajaran multikultural yang menjelaskan bahwa inti pembelajaran multikultural adalah adanya dialog secara aktif dan partisipatoris. Artinya, selama pembelajaran antara guru dan siswa harus dibiasakan berdialog secara intensif dan partisipatoris sehingga siswa mampu mengembangkan pengetahuannya secara bebas dan independen. Selain itu adanya toleransi antarsiswa, antara siswa dan guru, serta antar guru juga menjadi hal yang peru diperhatikan. Toleransi ini bertujuan membudayakan sikap saling menghormati dan menghargai perbeaan, baik perbedaan pendapat maupun ideologi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Secara keseluruhan interaksi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa tergolong komunikatif, karena seluruh warga sekolah selalu 111

126 interaktif satu sama lain dan bersikap tidak membeda-bedakan dari segi apapun. Walaupun di lingkungan siswa dan guru banyak yang berbedabeda latar belakang, baik agama dan sukunya. Namun semuanya menjalin hubungan yang baik, interaktif, dan saling bekerja sama untuk menciptakan suasana yang kondusif di sekolah. Untuk menciptakan suasana yang harmonis dalam pelaksanaan pendidikan multikultural ditanamkan juga nilai-nilai terkait dengan multikultural. Nilai-nilai yang ditanamkan antara lain tanggung jawab, kedisiplinan, toleransi, peduli sesama, demokrasi, kerjasama, dan saling menghormati. Nilai-nilai tersebut selalu ditanamkan kepada siswa dalam setiap kesempatan, baik di dalam proses pembelajaran di kelas ataupun saat kegiatan diluar kelas. Disamping itu, terdapat pula nilai-nilai yang ditanamkan yang bersumber dari Pancasila, seperti nilai religius, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Nilai-nilai tersebut ditanamkan selain pada saat melakukan kegiatan atau aktivitas diluar kelas, nilai-nilai tersebut juga ditanamkan melalui pembelajaran ketika di dalam kelas dan kegiatan pengembangan diri baik secara terprogram maupun yang tidak terprogram. b. Integrasi pendidikan multikultural dalam kegiatan pengembangan diri Strategi implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa dilakukan dengan pembiasaanpembiasaan dan mengintegrasi nilai-nilai multikultural kedalam kurikulum yang dilaksanakan dengan pembelajaran, serta kedalam 112

127 program dan kegiatan di sekolah. Sekolah memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan multikultural di sekolah mengingat peserta didiknya yang bersifat heterogen. Berdasarkan observasi dan studi dokumentasi, pengembangan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Sesuai dengan teori menurut Gay, tentang bentuk pendidikan multikultural yang mengatakan bahwa pendidikan multikultural harus memiliki prinsip fleksibilitas. Ia mengatakan bahwa sangat keliru jika melaksanakan pendidikan multikultural harus dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah atau monopolitik. Ia mengusulkan agar pendidikan multikultural diperlakukan sebagai pendekatan untuk memajukan pendidikan secara utuh dan menyeluruh. Sekolah harus dipandang sebagai suatu masyarakat kecil. Artinya, yang ada di masyarakat harus ada pula di sekolah. Perspektif sekolah sebagai masyarakat kecil memiliki implikasi bahwa siswa dipandang sebagai individu yang memiliki karakteristik yang terwujud dalam bakat dan minat serta aspirasi yang menjadi hak siswa. Berkaitan dengan itu, proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan individu secara utuh yang mencakup intelektual, sosial, dan moral spiritual. Hal tersebut telah sesuai dengan strategi-strategi yang dilakukan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dalam melaksanakan pendidikan multikultural. Salah satunya adalah adanya 113

128 kegiatan pengembangan diri yang juga mengintegrasi pendidikan multikultural di dalamnya. Kegiatan pengembangan diri mencakup 2 (dua) program kegiatan, yaitu kegiatan terprogram dan kegiatan tidak terprogram. Dalam kegiatan terprogram terdapat kegiatan bimbingan konseling dan ekstrakurikuler yang mengintegrasi pendidikan multikultural di dalamnya, sedangkan di dalam kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram terdiri dari kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan spontan dan kegiatan keteladanan. Jenis-jenis pengembangan diri yang dilakukan sekolah antara lain Bimbingan dan Konseling, Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka dan PKS, Kegiatan Ekstrakurikuler Olahraga, dan Kegiatan Ekstrakurikuler Seni dan Budaya. Apabila dikaitkan dengan teori implementasi multikultural yang menjelaskan bahwa implementasi pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri. Pengembangan diri terdiri dari pengembangan diri terprogram yang dapat dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, dan kegiatan layanan Konseling. Seperti yang telah dilaksanakan oleh SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. Pembina layanan konseling dalam melaksanakan kegiatan tidak bersikap diskriminatif pada peserta didik, darimana pun asal usul peserta didik ketika mengalami kesulitan dalam pengembangan diri, pengembangan sosial, pengembangan kemampuan belajar dan pengembangan karir, dan dilayani secara optimal. Dengan 114

129 demikian tindakan dan sikap layanan konseling yang dilakukan sekolah telah mencerminkan layanan yang berbasis multikultural karena sesuai dengan fungsi layanan konseling. Sedangkan untuk kegiatan pengembangan diri tidak terprogram untuk pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui kegiatankegiatan pembiasan, spontanitas dan pembinaan disiplin seperti bersalam-salaman antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan tata usaha. Bentuk-bentuk keteladanan seperti sikap saling menghormati yang ditunjukan oleh guru maupun warga sekolah lainnya. Hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa. Menurut teori Zamroni, sekolah harus berperan menanamkan kesadaran hidup dalam masyarakat multikultural serta mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi untuk mewujudkan kebutuhan serta kemampuan bekerja sama dengan segala perbedaan yang ada. Hal tersebut sesuai dengan kegiatan dan strategi yang dilakukan dalam pembentukan karakter atau kepribadian yang dilakukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling, serta latihan kepemimpinan dan berorganisasi dalam kegiatan ekstrakurikuler. Contohnya di dalam tahapan-tahapan dalam kegiatan pramuka di sekolah mengandung berbagai tujuan yang sesuai dengan pendidikan multikultural, diantaranya pada bidang spiritual yaitu memahami dan melaksanakan aturan agama dan kepercayaan yang dianut dengan 115

130 toleransi, menghormati penganut agama lain, dan mampu hidup rukun dalam keberagaman tanpa ada diskriminasi. Pada bidang sosial, yaitu siswa diajarkan agar mampu mengetahui aturan sosial, menerima dan mendorong orang lain untuk menaati norma-norma dan nilai-nilai yang berada di masyarakat dan lingkungan. Selain itu di dalam kurikulumnya, juga disebutkan beberapa nilainilai yang ditanamkan di dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan PKS, antara lain disiplin, jujur, demokratis, peduli sosial dan lingkungan, kerjasama, semangat kebangsaan, toleransi, cinta damai, kerja keras, tanggung jawab, tekun, dan sportif. Dilihat dari nilai-nilai tersebut, sebagian besar sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan multikultural, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrakurikuler menjadi strategi implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Strategi yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling berupa pembentukan karakter dan kepribadian, pemberian motivasi dan layanan konseling. Sedangkan strategi dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler baik pramuka, olahraga dan seni budaya yaitu berupa latihan dan pertandingan/perlombaan persahabatan, serta latihan dan pentas seni baik perlombaan maupun unjuk kebolehan. Berbagai kegiatan tersebut tentunya dapat mewujudkan bakat dan minat serta aspirasi sebagai hak dari siswa seperti teori yang dikemukakan oleh Gay. Pada prinsipnya pendidikan harus dapat 116

131 memenuhi kebutuhan siswa, antara lain kebutuhan perkembangan yang berbeda-beda termasuk kebutuhan personal dan sosial, kebutuhan vokasi dan karier, dan kebutuhan psikologi dan perkembangan moral spiritual. Sekolah harus dapat dijadikan tempat yang aman, memiliki suasana kekerabatan, dan terdapat semangat saling mendukung. Berdasarkan data yang diperoleh melalui penelitian SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sudah melaksanakan hal tersebut dengan memfasilitasi segala kebutuhan siswa dengan berbagai kebutuhan. Sementara itu, kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram yang dilakukan sekolah yang mengintegrasikan pendidikan multikultural dapat dibagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan spontan yang tidak terjadwal dalam kejadian khusus dan keteladanan. Kegiatan tidak terprogram ini dapat dilaksanakan sebagai pembiasaan yang berupa proses pembentukan, penanaman, dan pengamalan nilai-nilai luhur untuk menuntun sikap dan perilaku budi pekerti luhur. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut Wuryanano tentang pendidikan multikultural berbasis karakter. Ia mengatakan bahwa karakter dapat dibentuk melalui tahap pembentukan pola pikir, sikap, tindakan, dan pembiasaan. Kegiatan rutin yang dilakukan diantaranya upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional, berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas, semutlis (sepuluh menit membersihkan lingkungan sekolah), Java day dan English day, piket kelas, dan berdoa sebelum dan 117

132 sesudah pelajaran. Kegiatan spontan yang dilakukan sebagai wujud implementasi pendidikan multikultural di sekolah diantaranya pembiasaan senyum, sapa, dan salam, meminta maaf, berterima kasih, peduli terhadap sesama, dan menolong orang yang dalam kesulitan baik diminta atau tidak. Sedangkan untuk kegiatan keteladan yang dilakukan sekolah diantaranya mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan diri dan kelompok, mendahulukan yang lebih tua, wanita dan anak-anak, menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, santun dalam bertindak dan berbicara, dan menghargai orang lain. Seluruh kegiatan tersebut terdapat dalam kurikulum sekolah yang memang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat dan minat. Hal tersebut sesuai dengan teori tentang strategi implementasi pendidikan multikultural dan teori Zamroni yang memandang sekolah sebagai masyarakat kecil dan berimplikasi bahwa siswa dipandang sebagai individu yang memiliki karakteristik yang terwujud dalam bakat, minat, dan aspirasi yang menjadi hak siswa. Sehingga kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai strategi sekolah dalam mengimplementasi pendidikan multikultural di sekolah, dan kegiatan tersebut sudah terlaksana dengan baik. 118

133 c. Integrasi pendidikan multikultural dalam mata pelajaran Pengintegrasian dalam mata pelajaran dilakukan pada setiap pokok bahasan atau tema dalam pembelajaran. Selain itu berdasarkan studi dokumen pendidikan multikultural di sekolah dapat terlihat dalam struktur dan muatan kurikulum sekolah. Beberapa mata pelajaran dalam muatan kurikulum yang mengintegrasi pendidikan multikultural yaitu Ketamansiswaan, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Sesuai dengan tujuannya, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial mengintegrasi pendidikan multikultural dengan pembelajaranpembelajaran terkait dengan sistem dan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat yang membantu siswa untuk memahami kehidupan di lingkungan yang multikultural dan mampu menerima keberagaman. Melalui pembelajaran tersebut siswa diharapkan memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Pada mata pelajaran ini, guru dapat memanfaatkan keberagaman yang ada atau masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar kelas sebagai contoh nyata yang lebih mudah untuk dipahami siswa, dan diikuti dengan menanamkan sikap untuk menerima, menghormati, menghargai dan bertoleransi terhadap keragaman. Penanaman tersebut dilakukan melalui pemberian nasihat saat pembelajaran. 119

134 Implementasi pendidikan multikultural di dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang dilaksanakan sekolah dicerminkan dengan kesesuaiannya dengan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi aspek-aspek diantaranya persatuan bangsa yang meliputi hidup rukun dalam perbedaan, hidup gotong royong, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama. Implementasi juga didukung dengan tujuan pembelajaran yang salah satunya adalah berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakterkarakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsabangsa lainnya. Dalam praktiknya, integrasi pendidikan multikultural juga didukung dengan sikap dan contoh-contoh yang diberikan guru secara nyata sesuai dengan keadaan di lingkungan sekolah disertai dengan pembiasaan yang dilakukan bersama dengan siswa di kelas. Pendidikan multikultural dalam pembelajaran Ketamansiswaan mengintergrasikan pendidikan multikultural di dalamnya berdasarkan studi dokumentasi, hal tersebut dapat dilihat di dalam tujuan pendidikannya yaitu berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat tertib damai dan manusia salam bahagia, yang berarti Pendidikan Ketamansiswaan berusaha mewujudkan pendidikan multikultural melalui upayanya mencapai tujuan Ketamansiswaan yang salah satunya adalah untuk mewujudkan 120

135 masyarakat tertib damai dan manusia salam bahagia, manusia salam bahagia maksudnya disesuaikan dengan salam khas di sekolah yang disebut salam bahagia. Metode pengintergasian dalam mata pelajaran ini juga sesuai dengan teori menurut Iis Arifudin yang mengatakan adapun pelaksanaan pendidikan multikultural tidaklah perlu mengubah kurikulum, pelajaran pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran yang lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman bagi guru untuk menerapkannya. yang utama kepada para siswa perlu diajari mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling menghargai. Selain integrasi di dalam mata pelajaran yang disebutkan di atas, di dalam proses pembelajaran juga terdapat nilai-nilai multikultural yang ditanamkan oleh guru baik secara langsung maupun tidak langsung. Diantaranya nilai demokrasi yang terlihat di dalam kelas pada saat setiap pengambilan keputusan yang dilakukan dengan musyawarah, misalnya pada saat pembagian kelompok dan tugas untuk penampilan drama kelas. Guru mendengarkan dan menerima pendapat siswa dengan baik. Siswa juga dibiasakan untuk menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, menghargai teman yang berprestasi, dan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan kelompoknya. Selain itu nilai toleransi juga ditanamkan dalam pada saat proses pembelajaran, dimulai pada saat sebelum jam belajar berlangsung, 121

136 dimana masing-masing melakukan doa sebelum belajar sesuai dengan agamanya masing-masing. Toleransi juga terlihat dari lingkungan sekolah yang menyediakan ruang agama dan guru pendamping agama lain untuk siswa yang beragama non muslim. Sehingga pada saat pelajaran agama maupun kegiatan TPA, semua siswa dapat belajar sesuai dengan agamanya masing-masing dengan guru pendamping. Dalam praktiknya sendiri nilai toleransi di kelas juga terlihat dari cara guru mengajar di kelas yang siswanya memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda-beda. Guru mengajarkan kepada siswa sesuai dengan kemampuan siswa, terutama kepada siswa yang berkebutuhan khusus, selain dibantu oleh guru pendamping khusus, guru kelas juga membantu siswa dan memberi pengertian khusus kepada siswa berkebutuhan khusus dan siswa yang lainnya untuk membantu siswa yang berkebutuhan khusus dalam memahami pelajaran. Nilai lain yang ditanamkan saat proses pembelajaran adalah nilai keadilan, hal tersebut tercermin dari sikap guru saat pembelajaran berlangsung, guru berlaku adil dengan siswa, tidak membedakan antara yang satu dengan yang lain tidak ada yang diperlakukan dengan istimewa. Namun ada pengecualian terhadap siswa yang berkebutuhan khusus, karena memang siswa tersebut membutuhkan bantuan lebih dari guru. Begitu pula dengan siswa, siswa yang satu dengan yang lain berbaur bersama dan tidak terlihat bergerombol. Mereka tidak memilih teman, hanya bersama-sama 122

137 tidak peduli dengan latar belakang, agama, suku, budaya dan kemampuan masing-masing. Di dalam kelas guru menekankan kepada siswa untuk berlaku adil kepada siapapun dan menghargai teman bagaimanapun keadaannya. Metode pembelajaran merupakan salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan pembelajaran karena metode digunakan untuk membantu pembelajaran mencapai tujuan pembelajaran. Metode yang dipilih berdasarkan dinamika peserta didik, santai dan tidak menekan peserta didik. Pada saat mengajar di kelas guru juga menerapkan pendidikan multikultural dengan membiasakan sikap saling menghargai satu sama lain, menciptakan suasana kelas yang demokratis, serta menanamkan secara rutin nilai-nilai multikultural. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dapat mengemukakan pendapat secara bebas, semua siswa diperlakukan sama dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Guru mengajarkan kebiasaankebiasaan seperti menghargai pendapat, menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan. Guru memberi contoh dan teladan kepada siswa. Berdasarkan studi dokumentasi dan observasi yang dilakukan peneliti, peneliti memperoleh data tentang strategi lain yang dilakukan sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural, yaitu dengan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Guru dan sekolah mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa kedalam silabus 123

138 dan RPP. Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa mengandung nilai-nilai yang terkait dengan multikultural diantaranya religius, toleransi, demokratis, cinta tanah air, cinta damai, bersahabat/komunikatif, peduli sosial, dan lain-lain. Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa dilaksanakan menggunakan pendekatan proses belajar aktif berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, di sekolah, dan di masyarakat. Di kelas dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru dengan cara integrasi. Di sekolah dikembangkan dengan upaya pengkondisian atau perencanaan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan dalam kalender pendidikan dan perencanaan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Di masyarakat dikembangkan melalui kegiatan ekstrakurikuler dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta tanah air dan melakukan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sekolah sudah menerapkan pendidikan multikultural dengan metode pembiasaan dan juga mengintegrasikan kedalam kegiatan sekolah dan juga pembelajaran di kelas. 124

139 Implementasi pendidikan multikultural dengan sistem integrasi ini sesuai dengan teori prinsip dasar pengembangan model pembelajaran berbasis pendidikan multikultural keindonesiaan, prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah; pendidikan multikultural sebaiknya dimulai dari diri sendiri, pendidikan multikultural hendaknya tidak mengembangkan sikap etnosentris kesukuan, pendidikan multikultural dikembangkan secara integratif, pendidikan multikultural harus menghasilkan perubahan, dan pendidikan multikultural harus mencakup realitas sosial. Dapat dikatakan bahwa implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan serta prinsip-prinsip implementasi dan pengembangan pendidikan multikultural. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa a. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Multikultural Dengan adanya pendidikan multikultural, sekolah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang selalu mengedepankan sikap toleransi, sikap saling menghargai, dan menghormati satu sama lain. Dalam pelaksanaan pendidikan multikultural, sekolah selalu memfasilitasi segala kebutuhan siswa baik dari tenaga pendidikan, serta sarana prasarana dan kegiatan yang diadakan sekolah. Dalam pelaksanaannya tentu terdapat faktor-faktor yang menjadi pendukung, berikut peneliti menjelaskan beberapa faktor-faktor 125

140 pendukung dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa: 1) iklim sekolah. Sebagai sekolah yang menerapkan pendidikan budi pekerti luhur, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menekankan nilai-nilai budi pekerti dan sopan santun kepada seluruh warga sekolah. Sehingga iklim sekolah terbangun menjadi lingkungan yang memiliki kesadaran dan mampu menerima segala perbedaan, saling menghargai dan menghormati, dan bersikap toleransi terhadap perbedaan yang ada, dengan rasa kekeluargaan yang dimiliki antar warga sekolah. 2) kurikulum sekolah. Sesuai dengan visinya yaitu menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerapkan pendidikan konsep-konsep ketamansiswaan dan nilai-nilai budi pekerti luhur secara integral dalam pembelajaran khususnya dan pendidikan pada umunya. Selain itu kurikulum SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dikembangkan dengan prinsip beragam dan terpadu. Kurikulum sekolah memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Kurikulum 126

141 sekolah juga memuat pendidikan kecakapan hidup dan pengembangan pendidikan budaya dan karakter. Muatan dalam kurikulum sekolah tersebut memudahkan sekolah untuk melaksanakan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai multikultural. 3) sarana prasarana. Sarana prasarana yang dimiliki SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa meskipun terbilang sederhana, tetapi sudah mampu memenuhi dan memfasilitasi berbagai kebutuhan siswa serta memfasilitasi perbedaan yang ada. Contohnya sekolah menyediakan ruang agama dan guru pendamping untuk masing-masing agama lain yang non muslim yaitu agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha, dan sekolah juga menyediakan guru pendamping bagi siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, sekolah juga memiliki alat-alat musik tradisional untuk pendidikan seni budaya dan berbagai kebutuhan untuk olahraga dengan masing-masing guru pembimbingnya. 4) peran guru. Sekolah menerapkan sistem among dengan tekanan keteladanan silih asah, silih asih, dan silih asuh untuk implementasi pendidikan budi pekerti luhur. Sehingga seluruh guru memiliki kesadaran akan perannya sebagai teladan dan contoh bagi siswa di sekolah dalam menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai pendidikan multikultural. 127

142 Guru juga melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, tanpa membeda-bedakan. 5) program dan kegiatan sekolah. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa telah memiliki serangkaian kegiatan sekolah dan program sekolah yang dapat memfasilitasi peserta didiknya yang beragam. Sekolah memiliki kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler yang memberikan kesempatan untuk siswa mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat, untuk seluruh siswa tanpa terkecuali. Pada pelaksanaan kegiatan seperti latihan, pertandingan/perlombaan, pentas seni maupun unjuk kebolehan dapat diikuti oleh seluruh siswa tanpa terkecuali. Sekolah juga memiliki kegiatan pembiasaan yang dijadikan proses pembentukan, penanaman, dan pengamalan nilai-nilai budi pekerti luhur yang tentunya juga mendukung penanaman nilai-nilai multikultural. 6) peserta didik. Siswa sudah memiliki kesadaran dari dalam dirinya untuk menghargai perbedaan yang ada disekitarnya. Semua siswa mampu berbaur dengaan siswa yang lain tanpa ada masalah dengan perbedaan yang ada, baik dari segi agama, suku, budaya sampai dengan kemampuannya. Siswa memiliki kesadaran dan kemauan untuk saling membantu teman yang memiliki kesulitan terutama dalam pelajaran tanpa memilih-milih dan tanpa diperintah oleh guru. 128

143 Sehingga sekolah terutama guru-guru lebih mudah untuk mengarahkan dan menanamkan kepada siswa terkait nilai-nilai dalam pendidikan multikultural. b. Faktor penghambat implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa 1) sikap individu Sikap individu merupakan salah satu masalah yang umum terjadi dalam berbagai implementasi kebijakan. Dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa faktor penghambat individu yang sering terjadi adalah masih adanya beberapa siswa yang belum bisa berkomunikasi dengan baik dengan siswa lain terutama siswa yang berkebutuhan khusus, beberapa siswa juga kurang menghargai perbedaan pendapat dan berdebat tentang perbedaan-perbedaan pendapat. 2) media keberagaman. Media yang digunakan guru belum terdapat media yang berwawasan keragaman. Guru kekurangan media tentang keragaman, meskipun guru mengajarkan dengan memberikan contoh-contoh yang nyata terutama yang ada di lingkungan sekitar. Media yang digunakan harus terdapat contoh-contoh media baik berupa gambar, film, maupun video yang dipaparkan agar dapat menambah wawasan peserta didik tentang keragaman. Peserta didik akan lebih mudah mengetahui wujud dari keragaman tersebut. Sekolah masih minim dengan ketersediaan media keragaman. 129

144 3) poster-poster tentang keberagaman Di sekolah poster-poster, tulisan, maupun gambar yang menunjukkan tentang keberagaman dan nilai-nilai multikultural masih kurang. Media seperti tulisan dan gambar-gambar tersebut juga dapat membantu pelaksanaan pendidikan multikultural dan dapat membantu mengingatkan siswa tentang nilai-nilai kebersamaan di dalam keberagaman. 4) belum ada sosialisasi dan kegiatan praktik diluar lingkungan sekolah masih kurang Sekolah belum mengadakan sosialisasi mengenai pendidikan multikultural, terutama untuk guru-guru. Sosialisai dapat membantu guru dapat lebih memahami pendidikan multikultural dan bagaimana perannya sebagai guru dalam melaksanakan pendidikan multikultural. Selain itu sarana untuk dapat lebih memperkenalkan anak dengan lingkungan diluar sekolah dan praktik-praktik kegiatan pendidikan multikultural secara langsung diluar sekolah masih kurang. 3. Upaya Mengatasi Hambatan dalam Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Dari beberapa faktor penghambat yang ada dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, maka upaya mengatasi hambatan yang dapat dilakukan sekolah adalah sebagai berikut : 130

145 1) Guru selalu berupaya untuk selalu mengingatkan dan menegur siswa apabila ada siswa yang bersikap membeda-bedakan. Setiap guru juga selalu menekankan tentang nilai-nilai kebaikan pada saat proses belajar mengajar di kelas. Sehingga sikap siswa yang melanggar nilai, dalam hal ini nilai-nilai terkait multikultural dapat di minimalisir sekecil mungkin. Apalagi sekolah juga mengintegrasikan pendidikan budi pekerti luhur yang membantu untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa. Begitu pula dengan orang tua, guru selalu memberi pengertian terhadap orang tua terkait dengan keberagaman siswa di kelas, terutama tentang adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas. Agar orang tua tidak khawatir terhadap perkembangan anaknya. Masing-masing kelas di sekolah juga memiliki paguyuban orang tua, sehingga memudahkan komunikasi antara sekolah maupun guru dengan orang tua siswa. 2) Media keberagaman yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran masih kurang dikarenakan keterbatasan biaya. Namun sekolah sudah mengupayakan dengan menyediakan media yang sederhana melalui masing-masing guru, semua tergantung pada kreatifitas guru dalam mengembangkan media yang digunakan untuk pembelajaran. 3) Poster-poster keberagaman yang dipasang di sekolah masih minim, namun sekolah berupaya menambah dengan cara memasang hasil-hasil karya siswa, misalnya gambaran siswa. Siswa diberi tema-tema tertentu, misalnya tema budaya dan keagamaan, lalu hasilnya di pasang di mading sekolah maupun di dalam kelas. 131

146 4) Sosialisasi dilakukan secara tidak langsung dengan memberikan masukan dari kepala sekolah kepada guru-guru, misalnya tentang bagaimana mengatasi dan menghadapi siswa dengan bermacam karakter dan perbedaan. Selain itu juga dengan diskusi antar guru, saling berbagi pengetahuan antar guru. Kegiatan praktik di luar sekolah diupayakan sekolah melalui mengikutsertkan siswa dalam berbagai kegiatan di luar sekolah seperti perlombaan-perlombaan diluar sekolah, perjalanan rohani ke semua tempat ibadah masing-masing agama, belajar ke museum-museum. Sekolah mengikutsertakan siapapun siswa yang memiliki kemampuan, dan tidak membedakan siswa yang berkebutuhan khusus selama siswa tersebut bisa mengikuti, karena sekolah memfasilitasi guru pendamping. Sekolah selalu mendukung kegiatan siswa, misalnya kelas mau melakukan kegiatan atau program apapun yang berhubungan dengan multikultural pasti selalu didukung hanya tinggal bagaimana mengkoordinasikannya. 132

147 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan pertanyaan penelitian yang telah dibuat, kesimpulan penelitian yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dilakukan dengan beberapa strategi, pertama, integrasi ke dalam mata pelajaran Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ketamansiswaan serta penanaman nilai-nilai dalam kegiatan pembelajaranya. Pengintegrasian pada mata pelajaran dilakukan disetiap pokok bahasan atau tema dalam pembelajaran. Kedua, integrasi kedalam kegiatan pengembangan diri secara terprogram yaitu melalui ekstrakurikuler dan kegiatan yang tidak terprogram atau pembiasaan terdiri dari kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan spontan dan kegiatan keteladanan. Kegiatan pembiasaan berupa proses pembentukan, penanaman dan pengamalan nilai-nilai budi pekerti luhur. 2. Faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah iklim sekolah, kurikulum sekolah, sarana dan prasarana, peran guru, program dan kegiatan sekolah. Sedangkan faktor penghambatnya diantaranya sikap individu kurang bisa menerima perbedaan, kurangnya media pembelajaran tentang keberagaman, kurangnya poster-poster yang menggambarkan tentang keberagaman dan nilai-nilai multikultural, dan kurangnya sosialisasi terutama untuk guru-guru. Selain itu pendidikan 133

148 multikultural dalam bentuk kegiatan praktik di luar sekolah secara khusus masih kurang. 3. Upaya untuk mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diantaranya guru selalu menekankan tentang nilai-nilai menghargai, menghormati dan toleransi. Hal tersebut juga didukung dengan kebijakan sekolah yang melaksanakan pendidikan budi pekerti luhur, menambah poster-poster keberagaman yang dipasang disekolah dengan cara memasang hasil-hasil karya siswa dengan tema budaya dan keagamaan, melakukan sosialisasi secara tidak langsung melalui diskusi antar guru dan kepala sekolah, melakukan kegiatan di luar sekolah dengan mengikutsertkan siswa dalam berbagai kegiatan di luar sekolah seperti perlombaan-perlombaan diluar sekolah. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka dapat diberikan beberapa saran, sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah Sekolah hendaknya lebih meningkatkan pemantauan pelaksanaan pendidikan multikultural agar tercapai secara optimal. Sekolah juga hendaknya memfasilitasi media-media yang berhubungan dengan keragaman, menambah poster-poster tentang nilai-nilai dan keberagaman di lingkungan sekolah, dan mengembangkan materi dan tema-tema tentang keberagaman di sekolah, juga melengkapi sarana serta fasilitas yang masih belum ada tau masih kurang. Selain itu hendaknya dalam melaksanakan pendidikan multikultural, sekolah tidak hanya melaksanakan melalui interaksi dan nilai- 134

149 nilai saja, namun juga memberikan pengertian secara langsung kepada siswa agara siswa lebih memahami dan dapat melaksanakan, menjadikan kebiasaan yang baik dengan kesadaran sendiri untuk memahami orang lain disekitarnya. 2. Bagi guru Guru harus diberikan sosialisasi khusus mengenai pendidikan multikultural agar guru lebih memahami tentang pendidikan multikultural dan dapat menerapkan pembelajaran berbasis multikultural di kelas, juga agar guru dapat mengintegrasikan pendidikan multikultural ke dalam semua mata pelajaran dengan berbagai metode sehingga siswa lebih mudah menerima dan memahami apa yang disampaikan oleh guru. 135

150 DAFTAR PUSTAKA Ana Farkhana. (2014). Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran IPS di SMP Budi Mulia 2 Yogyakarta. Skripsi. FIS UNY. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Arikunto, S. (1989). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.. (2006). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara Choirul Mahfud. (2014). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dadang Garnida. (2015). Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika Aditama. Daniel P. Hallahan, dkk.(2009). Exceptional Learners: An Introduction to Special Education. Boston: Pearson Education Inc, Cet ke-10. Dirto Hadisusanto. (1995). Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Yogyakarta. Dwi Siswoyo,dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Farida Hanum. (2010). Pentingnya Pendidikan Multikultural Dalam Mewujudkan Demokrasi di Indonesia. Artikel. Yogyakarta. Guntur Setiawan. (2004). Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Iis Arifudin. (2007). Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan P3M STAIN Purwokerto INSANIA/Vol. 12 No. 2. Jurnal. Purwokerto J. David Smith. (2015). Sekolah Untuk Semua, Teori dan Implementasi Inklusi. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia. Lexi J. Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Moedjiono dan Moh. Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Nazir. (1998). Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Ngainun, dkk. (2008). Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Aruzz Nesia. Nur Faiqoh. (2015). Implementasi Pendidikan Berbasis Multikultural Sebagai Upaya Penguatan Nilai Karakter Kejujuran, Toleransi, dan Cinta Damai pada Anak-anak Usia Dini di Kiddy Care, Kota Tegal. Skripsi. FIP UNNES. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 136

151 Nurdin Usman. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Oemar Hamalik. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: YA3. Sugihartono, dkk. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet. Ke-14. Bandung: Alfabeta. Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara. Sumanto. (1990). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset. Tilaar.,H.A.R. (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.. (2004). Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.. (2004). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Warnaen. (2002). Stereotip Etnis dalam Masyarakat Multietnis. Yogyakarta: Matabangsa. Wenni Wahyuandari Dan Desi Rahmawati. (2014). Pendidikan Multikultural (Studi Kasus di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Di Tulungagung). Jurnal. Universitas Tulungagung Bonorowo Vol. 2.No.1 Tahun Tulungagung. Wertheim.,W.F. (1999). Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Kajian Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Wildan Nurul Fajari dan Banani Ma mur. (2015). Pelaksanaan Pendidikan Multikultural Di Sekolah (Studi Deskriptif Di Sman 1 Purwokerto). Purwokerto: Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian. LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Yaya Suryana dan H.A Rusdiana. (2015). Pendidikan Multikultural: Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa, Konsep, Prinsip, dan Implementasi. Bandung: Pustaka Setia. 137

152 LAMPIRAN 138

153 PEDOMAN WAWANCARA No. Subjek Aspek Rincian 1. Kepala Sekolah Pendidikan multikultural di sekolah 1. Upaya yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural 2. Peran kepala sekolah dalam implementasi pendidikan multikultural di sekolah 3. Program yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural (program unggulan, strategi) 4. Kegiatan yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural 5. Sarana yang mendukung pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah 6. Faktor pendukung pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah 7. Faktor penghambat pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah 8. Upaya mengatasi hambatan pelaksanaan 2. Guru Implementasi pendidikan multikultural di sekolah 3. Siswa Pemahaman tentang pendidikan multikultural pendidikan multikultural di sekolah 1. Peran guru dalam melaksanakan pendidikan multikultural 2. Strategi pelaksanaan pendidikan multikultural oleh guru 3. Proses belajar mengajar pendidikan multikultural di kelas 4. Metode yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan multikultural 5. Faktor pendukung pelaksanaan pendidikan multikultural di kelas maupun sekolah 6. Faktor penghambat pelaksanaan pendidikan multikultural di kelas maupun sekolah 7. Upaya mengatasi hambatan pelaksanaan pendidikan multikultural di kelas maupun sekolah 1. Bagaimana siswa menyikapi perbedaan agama, suku, dan kemampuan yang ada diantara siswa 2. Apakah guru pernah mengajarkan tentang multikultural 3. Kegiatan yang dilakukan untuk belajar tentang budaya orang lain 4. Nilai-nilai yang dipahami terkait dengan multikultural 139

154 PEDOMAN OBSERVASI 1. No. Aspek yang diamati Observasi fisik sekolah Indikator yang dicari c. Keadaan sekolah/lokasi d. Sarana dan prasarana sekolah e. Alat dan Kelengkapan Sekolah f. Fasilitas penunjang g. Pelaksanaan pembelajaran h. Alat dan media pembelajaran Sumber data Lingkungan sekolah 2. Observasi kegiatan a. Aktivitas siswa b. Interaksi antara guru dan siswa c. Interaksi antar siswa d. Interaksi antar guru e. Pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah Lingkungan sekolah dan Kelas 140

155 PEDOMAN DOKUMENTASI No Aspek Yang Dikaji Indikator yang Dicari Sumber Data 1. Profil Sekolah a. Visi dan Misi Sekolah b. Sejarah Sekolah c. Tenaga Pendidik dan Kependidikan d. Sarana dan Prasarana sekolah e. Alat dan kelengkapan sekolah Administrasi Sekolah 2. Strategi Pendidikan Multikultural di Sekolah a. Dokumen program dan kegiatan terkait pendidikan multikultural dan laporan pelaksanaanya. b. Foto-Foto kegiatan Kepala Sekolah. 141

156 TRANSKRIP HASIL WAWANCARA Identitas Narasumber : Nama : AR Tempat,tanggal lahir : Yogyakarta, 08/04/1964 Alamat : Kumendaman Agama : Katholik 1. Pertanyaan : Apakah pengertian pendidikan multikultural menurut pandangan anda? Jawaban : Pendidikan yang bermacam-macam dan bisa membaur anak-anak supaya anak bisa mengetahui pribadi-pribadi orang lain, dan anak itu aku harus mengerti dari anak-anak tersebut. Dari bahasa, dari daerahnya, dari agamanya, dari sosialnya itu anak bisa membaur, bisa menjadi satu. 2. Pertanyaan : Menurut anda, apakah pentingnya melaksanakan pendidikan multikultural disekolah? Jawaban : Penting banget,karena itu kita bisa membuat anak sederajat dan sama menjadi satu kesatuan dari bangsa Indonesia yang benar-benar mentaati pancasila. 3. Pertanyaan : Bagaimana upaya yang dilakukan sekolah dalam mengimplementasi pendidikan multikultural? Jawaban : Dengan upacara, sosialisasi, dikelas juga sudah jelas, terus ditanamkan di tangga-tangga, terus gambar-gambar, terus kita ada lomba, ada peringatan agama, ada peringatan hari-hari daerah, itu termasuk juga, antara lain itu dan masih banyak lagi. Sosialisasi dengan anak-anak misalnya pada waktu upacara, anak-anak menjadi petugas, pada awalnya anak-anak protes, memilih-milih mau berpasangan sama siapa, terus kita mengatasi dengan cara kita, kita rangkul anak tersebut, terus kita ceritakan bahwa kita adalah satu dari bangsa Indonesia, terutama kita adalah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan, SD pawiyatan itu adalah satu pokok dari tubuh kita, satu pokok itu kan saling membutuhkan, kalo yang ini tidak membutuhkan berarti yang lain membutuhkan, artinya saling membutuhkan. Jadi keluarga disitu, kita bisa membuat anak berpikir bahwa dia sama dengan anak yang lain dengan anak tersebut. 4. Pertanyaan : 142

157 Bagaimana peran anda sebagai kepala sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural? Jawaban : Saya sebagai ibu, sebagai teman, sebagai pembantu, sebagai yang momong, sebagai pendidik, sebagai yang mendampingi, hampir semuanya saya perankan. 5. Pertanyaan : Adakah kegiatan sekolah yang dilakukan diluar sekolah atau di masyarakat yang mendukung implementasi pendidikan multikultural? Jawaban : Banyak, hampir semuanya. Kita ada lomba kalau seperti acara kedaeraahan misalnya di Jogja itu, berarti dia yang bukan orang jawa pun harus bisa nyanyi jawa, itu sudah multi juga, terus kita ke museummuseum, terus kita perjalanan rohani, perjalanan rohani itu kita tidak hanya ke masjid saja, tetapi di vihara di klenteng di gereja, tempat-tempat ibadah keseluruhan, jadi tahu, oh berarti sama, kami menyembah satu Tuhan, jadi seperti itu, banyak hal termasuk outbond, outday dan sebagainya, itu bisa untuk satu pengetahuan bahwa kita itu beragam dan bisa bersatu. 6. Pertanyaan : Apa saja sarana prasarana yang dimiliki sekolah yang mendukung implementasi pendidikan multikultural di sekolah? Jawaban : Banyak, kalau untuk masjid kita ada, terus kita agama ada lima itu ada ruangan khusus, di perpustakaan juga bisa buat anak untuk multikultural, kita di lapangan-lapangan untuk anak-anak bermain juga bisa untuk banyak hal, bisa berbaur, ada pendopo, ada gedung, untuk lomba-lomba, tergantung lombanya,nanti bisa dikelas juga. 7. Pertanyaan : Menurut pandangan anda saat ini bagaimana interaksi yang terjalin antara guru, dan antara siswa? Jawaban : Interaksinya bagus, termasuk diantaranya sini sudah bener-bener termasuk berbaurnya luar biasa, anak-anak bisa menerima bahwa dari anak tersebut itu berbeda sudah menerima dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak yang tau bahwa dia cacat, dia langsung di rangkul diajak diambilkan minumnya, seperti itu, juga temannya saling mengingatkan misalnya pelajaran agama, itu pada sholat. Saya juga biasa meminta bantuan anak-anak untuk mengajarkan anak yang berkebutuhan khusus, saya menawarkan siapa 143

158 yang mau jadi pamong cilik itu pasti anak-anak langsung mengajukan diri. Itu diantara anak dengan anak. Kalau dengan guru-guru ya luar biasa guruguru disini otomatis sudah bisa untuk menjalankan semua dari kegiatan tersebut sebagai pendamping iya seperti saya, sebagai pelayan iya, sebagai teman juga iya, dia akrab untuk sebagai orang tua juga iya, kalau meluruskan anak-anak kalau dia berbuat tidak baik, atau ada yang melenceng kata-katanya dan sebagainya, juga dia sebagai orang tua menasehati dan yang memberi contoh dan sebagainya. 8. Pertanyaan : Apakah ada kaitan antara pedidikan ketamansiswaan yang diterapkan sekolah dengan pelaksanaan pendidikan multikultural? Jawaban : Ada, misalnya sistem pamong itu ngemong anak itu kan ngemong dari keseluruhan, tidak ada yang memilih-milih, dalam hal apapun itu kan terkait. Namanya keluarga itu satu keluarga kalau di tamansiswa adalah kekeluargaan yang nomer satu, itu ya otomatis mau itu yang cacat, itu yang cantik, itu yang ganteng, yang pintar, semuanya sama satu keluarga, yang penting kita melihat menganggapnya sebagai anak. Tapi begitu dia punya keinginan kita rangkul dia sebagai teman, kita rangkul dia supaya dia mencapai apa yang dia inginkan, kita ikuti dia dari belakang, itulah yang tut wuri handayani, dia terus kita dorong supaya bisa mencapai dari cita-cita anak tersebut, itu kan menjadi satu dari kesatuan tamansiswa seperti itu, makanya kenapa tamansiswa juga multikultural karena dia sudah bersumber seperti itu dari ajaran Ki Hajar Dewantara, jadi erat sekali ajaran damai didalamnya. 9. Pertanyaan : Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam impelementasi pendidikan multikultural di sekolah? Jawaban : Kalau pendukung hampir semuanya mendukung semuanya karena itu kan pelaku ya. Hambatannya itu kadang dari waktu. Kadang waktu kita mengajari atau memberi contoh anak itu tidak harus dengan satu kali atau dua kali, dan dengan kedisiplinan, berkali-kali dengan kebiasaan, kalau sekali kadang tidak dengar,sudah dengan contoh, sudah diberi nasehat, sudah di beri dengan kita melakukannya, itu kan berproses, tidak hanya sekali dua kali, jadi waktu perlu proses waktu itu dibutuhkan, tidak bisa langsung instan, langsung jadi sempurna, jadi Indonesia yang hebat. 10. Pertanyaan : Sejauh ini bagaimana upaya sekolah dalam mengatasi hambatan yang ada dalam implementasi pendidikan multikultural? 144

159 Jawaban : Otomatis kita harus sabar, dan harus telaten sebagai sikap keibuan. Kalau tidak fokus-fokus banget kadang kita sering marah, sering tidak cocok, kalau yang tidak terbiasa pasti ada yang tidak sesuai dan sebagainya, pasti butuh kesabaran, ketelatenan, keibuan, yang paling penting cinta kasih.kalau tidak seperti itu kita juga akan kesulitan sendiri, kalau hanya dengan suara yang lantang, kita menasehati tetapi kita sendiri tidak melakukan, itu kan akan sulit, seperti itu. Disini juga memang ada satu dua yang belum baik, tapi untuk selama ini keseluruhan sudah melaksanakan tugas dengan baik. 145

160 TRANSKRIP HASIL WAWACARA Identitas Narasumber : Nama : CITR Tempat,tanggal lahir : Yogyakarta, 22/06/1978 Alamat : Kadipaten Kulon KP I/308 Agama : Katholik - Pertanyaan : Bagaimana upaya sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural disekolah? Jawaban : Kalau disini karna memang disini kan lima agama, sejak dini memang anak-anaknya sudah diperkenalkan dengan itu, jadi belajar untuk menerima perbedaan dari teman-teman yang lain. Jadi kalau kita awal tahun ajaran baru, itu kita akan masuk ke kelas-kelas untuk memperkenalkan guru-guru agama dan kita memberikan arahan-arahan. Terus karena perbedaan-perbedaan yang ada kita juga menanamkan kepada anak-anak bagaimana untuk saling menghargai, toleransi, menghormati, jadi kalau bulan puasa gitu, anak-anak sudah tau, jadi kalau makan itu larinya ke ruang agama,biar gak ada yang liat, seperti itu kalau masalah agama. Kemudian, kan yang berbeda disini gak hanya agama ya, suku-sukunya juga, ada beberapa anak yang memang dari luar daerah, itu juga awalnya kita minta teman-temannya itu membantu dia untuk istilahnya merangkul dia dan juga membantu dia kalau dia kesulitan dalam menggunakan bahasa jawa. Itu juga kita menanamkan temanmu kan dari luar jawa, tidak bisa bahasa jawa, jadi kalau kamu bicara sama dia gunakan bahasa Indonesia, kemudian juga anak-anak yang gak bisa bahasa jawa kita beri pemahaman kalau ada teman-teman ngomong itu belum tentu membicarakan kamu, kan kadang-kadang anak gak tau yang dibicarakan, nah itu kita memberitahu kalau ada teman yang seperti itu, gunakan bahasa Indonesia, sambil dia diajarin pelan-pelan. - Pertanyaan : Bagaimana peran anda sebagai guru dalam menanamkan pendidikan multikultural disekolah? Jawaban : Selain mengajarkan, memberi contoh. Kan kita pamongnya dari lima agama juga, itu kita juga memberi contoh, bagaimana kita juga saling menghormati, jadi anak-anak juga akan mencontoh kita, kalau kita 146

161 pamongnya aja gak rukun ya anak-anaknya juga tau, itu kan memberi pelajaran dengan memberi contoh, juga lebih banyak komunikasi, menyapa seperti itu. - Pertanyaan : Menurut pandangan anda, sejauh ini bagaimana interaksi siswa satu sama lain? Jawaban : Kalau anak-anak kan sudah gaul ya, anak-anak sudah bergaul gak ada batasan dintara anak-anak itu. Kalau anak-anak saya rasa gak ada problem. Untuk komunikasi untuk mereka belajar bersama disini, hidup bersama, gak ada masalah. Memang awal-awalnya kalau ada anak baru, terutama yang pindahan ya, namanya juga anak baru, kalo yang anak lama kan biasanya lebih terpadu?. Kalo anak baru yang dari luar daerah yang gak bisa bahasa jawa itu kadang-kadang memang membutuhkan bantuan kita supaya mengingatkan anak-anak supaya lebih menghormati. - Pertanyaan : Apakah ada hal khusus yang selalu ditanamkan atau ditekankan kepada siswa dalam melaksanakan pendidikan multikultural? Jawaban : Kalau saya, yang selalu saya tekankan ada dua, yang kesatu itu bahwa kita semua berbeda,latar belakangnya, agamanya juga berbeda-beda, tapi kita menyembah Tuhan yang sama, jadi semuanya agama mengajarkan kebaikan, itu yang saya selalu tanamkan dengan anak-anak yang saya dampingi. Kemudian yang kedua, karna kita sudah boleh bebas memilih agama, kita juga harus saling menghormati, kalau saya gitu sih, dua itu, pokoknya agama itu hak asasi, semuanya mengajarkan kebaikan, terus itu saling menghormati tidak membeda-bedakan. - Pertanyaan : Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan multikultural disekolah? Jawaban : Kalau saya melihat kesulitannya, gini, misalnya kalau masalah agama, pihak agama, itu masalahnya adalah ada beberapa anak yang orang tuanya beda agama, jadi bapaknya kristen ibunya katholik, anaknya bingung mau masuk Kristen apa katholik, bapaknya islam ibunya Kristen, anaknya kadang ikut pelajaran agama islam kadang ikut pelajaran agama Kristen, jadi dua-duanya ikut, kadang kalo jumatan juga ikut. Seperti itu kita ngasih taunya pelan-pelan dan harus hati-hati, karna itu agama masalah yang kritis. Itu kita ngucapinnya pelan-pelan, udah sekarang agama ibu bapak semuanya baik, kamu mau milih yang bapak apa ibu, itu juga kita 147

162 tidak hanya tanya anak-anak, kita juga tanya orang tua, orang tua maunya anak disekolah mengikuti pelajaran agama apa, dan kalau memang sudah maunya ikut agama apa, kalo Kristen yasudah Kristen karena anak-anak yang meminta, tinggal mereka harus tanda tangan diatas materai, agar tidak mengikuti pelajaran agama yang lain. Itu kalau yang masalah agama yang Kristen. Kemudian yang budaya juga, kalau kita menanamkan kebudayaankebudayaan itu, untuk saling menghargai seperti itu, kita menerangkan semuanya adalah bangsa Indonesia, terus dari suku apapun kita tetap warga negara Indonesia, kadang yang biasanya yang jadi ejekan itu kan warna kulit, warna kulit, rambut, itu kan yang biasanya jadi ejekan, nah itu biasanya yang coba kita uraikan perlahan-lahan biar anak-anak mengetahui itu semua, dan saling menghormati antar suku yang ada. Tapi biasanya itu cuma berjalan satu atau dua minggu awal saja, biasanya setelah itu anak kan sudah membaur juga, cuma memang kadang-kadang kita memang masih harus mengingatkan ayo, gak bicara soal suku, gak bicara soal agama, biasanya kalau kita dengar sepintas anak-anak, kita mengingatkan saja. Kalau faktor pendukungnya, karna di sini ciri khasnya kan tamansiswa, jadi sudah ada istilah menerima manusia seutuhnya, memanusiakan manusia, jadi tidak hanya ajaran-ajaran ki hajar yang istilahnya membebaskan. Selain itu ya lingkungan sekitar juga, lingkungan disini sudah terbiasa untuk menerima perbedaan-perbedaan, itu karena sudah terbiasa itu kita kesulitan ada tapi saya lihat tidak separah yang dialami di sekolah-sekolah negeri, karena di sekolah negeri kan untuk ruangan belajar yang non islam aja gak punya, seperti itu, tapi kalau disini kan memang sudah disediakan. Dan untuk anak-anak yang disini memang ada yang khusus dari jawa, karawitan, tembang, tetapi selain itu kalau ada dolanan anak itu juga kita juga mengajarkan dolanan anak yang juga tidak hanya khusus jawa, anak-anak juga dikenalkan dengan budaya lain. - Pertanyaan : Apakah ada kaitan antara pendidikan ketamansiswaan dengan pelaksanaan pendidikan multikultural disekolah? Jawaban : Kalau tamansiswa kan memang identic dengan kebudayaan, budaya jawanyanya, itu memang kita ada kurikulumnya sudah masuk kesitu, untuk tentang kebudayaan memang sudah ada disitu, jadi tamansiswa memang mendukung tentang multikultural, bagaimana kita harus melestarikan kebudayaan yang ada, perbedaan yang ada, kita tidak boleh menuntut semua harus sama, kita harus menghormati perbedaan itu, ada 148

163 sih ajaran-ajaran ki hajar yang, tapi kalau saya gak hapal, ada tri dharma, ada panca dharma, kayak gitu. Kalau untuk mendalami satu-persatu memang gak hapal tapi memang disini itulah saling dukung itu ya, saling mengerti saling mendukung. 149

164 TRANSKRIP HASIL WAWACARA Identitas Narasumber : Nama : ESR Tempat,tanggal lahir : Sleman, 14/10/1981 Alamat : Jalan Magelang Rogoyudan Agama : Islam - Pertanyaan : Bagaimana upaya sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah? Jawaban : Kalau untuk pendidikan multikulturalnya sendiri kami pamong berusaha memahami karakter anak, jadi untuk anak yang satu dengan anak yang lain berbeda. Seperti karena kita tinggal di jogja, kita mata pelajarannya bahasa daerahnya jogja, jawa. Sementara ada anak pindahan dari luar, dia mengalami kesulitan dalam hal bahasa jawa, saya memberikan batasan untuk anak itu beda dengan anak-anak yang lainnya, sementara kelas iv sudah harus bisa aksara jawa sedangkan dia tidak, jadi saya sesuaikan dengan kemampuan anak itu sampai dimana, disesuaikan dengan kemampuan anak saja, untuk anak ABK juga seperti itu, kita memberikan sesuai dengan kemamppuan anak. - Pertanyaan : Bagaimana peran anda sebagai guru dalam melaksanakan pendidikan multikultural? Jawaban : Kalau dikelas menanamkan multikultural itu, kita beri contoh yang real, yang simple saja, seperti antara laki-laki dan perempuan, itu kan multikultural yang simple tidak usah sampai ke agama, kalau ke agama kan nanti untuk ke anak-anak cukup beda cara sembahyangnya, tapi untuk laki-laki dan perempuan kita harus saling menghormati, beda kekuatannya antara laki-laki dan perempuan, contohnya seperti itu. Jadi kita berikan contoh-contoh ke suatu yang real, sesuatu yang nyata, kita saling menghormati, menghargai. - Pertanyaan : Apakah siswa diajarkan bertukar pengetahuan budaya antara siswa satu dengan yang lain? Jawaban : Kalau mengajari kebiasaan atau budaya itu biasanya yang dari daerah sini mengajari yang dari luar tapi kalau yang dari luar kesini, itu sekedar cukup tau saja, misalnya kalau kita,kebiasaan budaya seperti upacara adat, 150

165 misalnya ada orang Jakarta apa contohnya, kalau ditempat kita dikenalkan, di Jogja seperti ini, hanya untuk mereka tau saja, tapi tidak terus dikupas sampai detail, karna kita memang harus tau adat orang lain, tapi karna kita orang jawa jadi anak-anak lebih ditekankan ke yang Jogja, untuk orang yang dari luar jogja mereka saling membantu untuk mereka yang dari luar jogja untuk memahami adatnya jogja seperti itu. - Pertanyaan : Bagaimana integrasi pendidikan multikultural dalam pembelajaran yang dilakukan di sekolah? melalui pelajaran apa saja? Jawaban : Semuanya ya, semuanya bisa. Kalau IPS jelas disitu ada, PKn juga bisa kita terapkan, trus IPA juga bisa kita terapkan, misalnya kalau IPA itu pemanfaatan SDA, misalnya kalau orang jogja itu biasa dengan padi orang luar biasa dengan sagu, diberikan contoh-contoh dan alasannya kenapa, dan seperti apa. Jadi semua pelajaran bisa diintegrasikan, bahasa Indonesia juga jelas bisa. - Pertanyaan : Menurut pandangan anda sejauh ini bagaimana interaksi diantara siswa? Jawaban : Kalau dikelas IV sendiri kebetulan anak-anak sangat amat menghargai tentang masalah perbedaan, mereka sudah terbiasa memiliki teman yang seperti itu, ada yang ABK, ada yang jenis temannya yang autis, mereka sangat menghargai, walaupun bercanda biasa, tapi ketika diminta membantu mereka dengan senang hati membantu. Kemudian untuk kepedulian mereka dengan teman-temannya, kekompakan mereka tanpa memandang apapun, agama apa ataupun dari mana, sukunya apa, dia tipenya seperti apa, itu tidak. Ya namanya anak-anak kalau kurang cocok kan biasa, tapi tidak terus itu dibuat menjadi suatu masalah itu tidak. Dikelas sendiri ada empat anak yang ABK dengan bermacam-macam jenis, tapi mereka dengan adanya perbedaan seperti itu tidak digunakan untuk bahan ejekan, seperti salah satu anak yang gangguan pendengaran, kebetulan dia terpilih dengan anak yang satunya untuk lomba menggambar, kemudian dari sekolahan memberitahukan ke anak yang satunya, latihan gambarnya hari ini jam sekian, terus dia memberitahukan ke anak yang gangguan pendengaran itu, karna kalau ngomong biasa begini dia kurang jelas, jadi dia ngasih taunya pake gerak mulutnya yang lebih jelas, kalau gak dia tulis kalau kira-kira temannya belum paham. Dia tanpa saya suruh, sudah tau seperti itu, jadi sudah tau temannya membutuhkan penanganan seperti apa, itu tanpa saya suruh dia sudah tau seperti itu. 151

166 - Pertanyaan : Sebagai guru, adakah hal khusus yang selalu ditanamkan atau ditekankan kepada siswa? Jawaban : Kalau yang selalu ditanamkan, sikap selalu menghargai, saling menghormati, kita tidak boleh meremehkan orang lain, selalu saya tekankan dengan siapapun itu kita harus saling menghormati, karena kita tidak tau kedepannya itu akan seperti apa, apa yang terjadi, mungkin temanmu yang seperti ini kamu anggap anaknya kurang atau bagaimana, belum tau besok dia lebih baik dari kita, suatu saat kita membutuhkan dia, kalau kita bebuat baik kita tidak akan masalah, tapi kalau kita pernah tidak menghargai atau pernah berbuat sesuatu pasti kita akan sungkan seperti gak enak. Tapi kalau tidak ada apa-apa, baik dengan semua orang, ketika kita membutuhkan dia, karna dulu anaknya seperti ini ternyata setelah besar dia lebih sukses, dia lebih berhasil dengan kita, kita ketika membutuhkan kita tidak sungkan atau istilahnya tidak ada rasa hutang budi, kalau kita pernah berbuat baik ternyata dia jadi orang yang lebih tinggi dari kita, kita akan rugi sendiri, selalu itu saya tekankan seperti itu, tidak hanya dengan anak-anak tapi dengan siapapun, semua orang. Jangan menganggap orang lain sepele, siapapun itu. - Pertanyaan : Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan pendidikan multikultural di sekolah? Jawaban : Pendukungnya, sekolah sendiri. Sekolah itu menerapkan sekolah yang menerima berbagai siswa, jadi anak-anak disini lebih mudah untuk mengetahui bahwa ternyata selain saya masih ada orang yang seperti itu, itu menyebabkan anak-anak mudah untuk menghargai orang lain, apalagi sudah terbiasa dari kelas I, kalau kelas I mungkin mereka belum begitu tau,anak kelas I kan masih polos, misalnya seperti itu, nanti semakin besar mereka semakin tau, semakin dewasa, beda kalau yang terbiasa dengan teman yang tidak apa-apa apalagi dengan lingkungan yang sedikitsedikit ada yang kurang terus dikeluarkan nanti ketika dia di sekolah lain atau di universitas atau ditempat lain melihat orang yang kurang atau berbeda langsung keliatan jadi, ini kok orang kayak gini, padahal gak tau bahwa dibagian lain itu banyak sekali orang-orang seperti itu, itu yang dari sekolahan. Kemudian dari siswa-siswa mereka kebetulan disini siswasiswa diajarkan ketamansiswaan, jadi anak-anak mudah untuk mengarahkan ke segi itu, jadi mereka itu di kasih tau, kecuali anak kelas 6, kalau anak kelas 6 kan memang anaknya over gitu, karna anaknya seperti 152

167 itu. Tapi kalau anak kelas I-V ini, kalau kita kasih tau sedikit aja, contohnya nyentil masalah ibu aja mereka sudah bilang bu jangan dong seperti itu, beda dengan sekolah lain, saya kan juga ngajar di sekolah lain, itu biar dikasih tau gimana pun keliatannya seperti gak masalah, kalau disini, diajarkan sedikit saja, karna diajarkan budi pekerti dan ketamansiswaan, itu anaknya itu jadi enak diajak ke hal-hal seperti itu. Terus yang lainnya ya temen-teman yang lain dengan mereka kita saling membantu, misalnya ada anak yang seperti ini bagaimana cara menanganinya, kita saling sharing aja. Kalau faktor penghambatnya, itu ya ada biasanya orang tua, ya kalau orang tua kan biasanya membela anak yang benar ya, itu ada, tapi ya tidak semuanya, karna kita disini sudah terbiasa dengan anak-anak yang seperti itu,jadi pada maklum, tapi kadang juga kurang berkenan, kok anaknya seperti itu, nanti takut mempengaruhi seperti itu juga ada, ya mungkin cuma itu aja hambatannya, tidak ada, karna dari sekolah semua mendukung sepenuhnya untuk hal multikultural. 153

168 TRANSKRIP HASIL WAWACARA Identitas Narasumber : Nama : AS Tempat,tanggal lahir : Gunung Kidul, 21/06/1991 Alamat : Nglampar Agama : Islam 1. Pertanyaan : Bagaimana upaya sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural disekolah? Jawaban : Kita disini saling mengerti tentang budaya anak, saling mengerti agama, tidak membeda-bedakan, jadi anak-anak saling berbagi, orang jawa, yang bukan orang jawa mengajari anak-anak budayanya mereka, kalo disini biasanya yang mudah nyanyiannya, biasanya nyanyiannya, diajarkan. Kalo yang asli jawa, mengajari yang luar jawa, jadi saling tukar-menukar. 2. Pertanyaan : Bagaimana praktek pendidikan multikultural dalam pembelajaran? Jawaban : Kalo pembelajaran multikultural itu tidak ada mata pelajaran nya, jadi langsung terserap diberbagai mata pelajaran, misalnya PKn, sama IPS, dan ketamansiswaan. 3. Pertanyaan : Bagaimana anda mengimplementasikan pendidikan multikultural di dalam kelas? Jawaban : Kalau dikelas itu multikultural lebih kepada kita berbaur dengan berbagai macam karakter, kebudayaan, agama, budaya mereka yang ada dirumah, tentunya dikelas pembelajarannya lebih kepada saling bertukar pikiran, memberikan contoh yang baik, lebih kepada menjaga sikap-sikap saja, jadi multikultural itu diharapkan dapat menumbuhkan karakter yang baik, jadi walaupun mereka itu berbeda dari segi agama, kebudayaan, apapun, tapi diharapkan perbedaan itu menjadikan mereka itu belajar, bahwa ternyata saya harus menghargai, menghormati, seperti itu. 4. Pertanyaan : Adakah kegiatan khusus yang dilakukan sekolah sebagai bentuk pelaksanaan pendidikan multikultural? Jawaban : Kalo untuk kegiatan khususnya belum ada. 154

169 5. Pertanyaan : Bagaimana peran anda sebagai guru dalam melaksanakan pendidikan multikultural? Jawaban : Perannya tentu memberikan contoh, jadi tidak membeda-bedakan. Lebih ke pemberian contoh, kalo guru kan tidak langsung hanya memberi pengertian anak-anak multikultural itu apa, jadi memberi contoh, kalo anak-anak SD kan harus diberi contoh, jadi bagaimana memperlakukan anak satu dan lainnya, menghormati agama, kebudayaan itu disitu diajarkan dengan contoh, jadi tidak langsung diajarkan ke materi. 6. Pertanyaan : Menurut pandangan anda, sejauh ini bagaimana interaksi siswa antara satu sama lain? Jawaban : Semuanya sangat baik dan akrab, namun ada anak yang tidak akrab, karena anak tersebut berkebutuhan khusus dalam hal emosi, jadi karena dari kelas 1-kelas 5 emosinya itu emosi sekali, jadi anak-anak itu kurang menyukai anak tersebut karena anak tersebut punya gangguan emosi, tapi saya dikelas itu tetap ada apa, kalo bisa itu diikutkan dalam berbagai kelompok-kelompok, jadi anak yang tidak suka itu walaupun tidak suka atau malas, dikelas itu semuanya harus berkelompok apapun kalo sudah ditentukan dengan kesepakatan dengan musyawarah maka tidak bisa tidak setuju lagi, harus setuju semua. 7. Pertanyaan : Apa sajakah kegiatan yang dilakukan sekolah yang mendukung pelaksanaan pendidikan multikultural? Jawaban : Misalnya terkait kebudayaan dan keagamaan, kalo kebudayaan disini karena ada anak-anak yang dari luar jawa diajarkan tembang, itu kan mereka sudah multikultural juga, kalo disini seperti itu. Kalo agamanya, setiap pelajaran agama islam, yang agama berbeda belajar diruang agama sendiri, ada pendampingnya masing-masing untuk mengajari agama mereka. Kalo ABK tetap dikelas, karena inklusi jadi tidak boleh dipisahkan atau dibedakan, jadi tetap berbaur disitu (dikelas) mereka sama-sama. Jadi multikulturalnya disitu, kalo disini kan siswanya berbagai jenis,anak-anak harus mampu berbaur dengan yang ABK, bisa menghargai, saling berbagi, kalo saya mengajarkan seperti itu dan anakanak tidak boleh memandang jelak ABK, saya tidak mengajarkan seperti itu, karena kita semua sama, hanya saja teman kita perlu bantuan, misalnya seperti itu. Jadi anak-anak nanti sudah bisa membantu teman-temannya 155

170 yang kekurangan, maksudnya yang kekurangan kemampuannya secara akademik ataupun yang lain, nanti yang bisa itu, membantu. Kalau disini ABK belum ada kelas khusus, disini ada istilahnya sistem full out. Full out itu untuk siswa yang benar-benar tidak bisa diatur didalam kelas, itu ada nanti sistem full out. Sistem full out itu ditaruh di ruangan sendiri itu nanti untuk siswa yang memang perlu pembimbingan khusus, jadi kalau ada siswa yg bermasalah biasannya dengan guru pendamping biasanya diruangan agama atau diruangan yang tidak terpakai, itu nanti pendamping memberikan masukan, motivasi, atau biasanya juga diruang guru. Dikelas V sendiri ada 4 orang siswa, semuanya termasuk Slow Learner. Jadi lemah dalam pelajaran akademik. 8. Pertanyaan : Adakah kaitan antara pendidikan ketamansiswaan dengan pendidikan multikultural? contohnya seperti apa? Jawaban : Itu tentang budaya tamansiswa, misalnya sopan santun, kalo taman siswa itu salamnya seperti apa, nyanyiannya, lambangnya, kemudian bentukbentuk kebudayaan, seperti memanggil pamong, kemudian wilayahwilayah taman muda dan lain-lain, seputar itu, karna anak SD, jadi belum sampai ke sistem amongnya. Kan sistem among itu untuk pamong, kalo siswa baru sekitar kayak nyanyian, lingkungan sekitar, kebudayaan jawa. Sistem among, sistem yang diterapkan untuk pembelajaran, seperti siswa yang aktif, guru mengikuti saja, cuma mengawasi saja, kalo misalnya anak maunya seperti ini, guru memfasilitasi seperti itu. 9. Pertanyaan : Bagaimana pendidikan budi pekerti luhur dilaksanakan di sekolah? Jawaban : Budi pekerti luhur, menyapa, sapaan, salam sama pamong, mau ke kamar mandi, ya seperti itu, kejujuran anak, kalau pas ulangan juga kejujuran anak dengan tidak mencontek itu kan termasuk budi pekerti juga, hormat pada guru,pada pamongnya, jadi lebih kepada contohnya. Jadi tidak dalam bentuk pembelajaran, karena kalau dalam pembelajaran misalnya budi pekerti itu apa, seperti itu, anak-anak akan bosan, jadi memberi pengertian, nanti kalau misalnya ada anak yang melanggar peraturan, dikasih pengertian bahwa ini baik atau tidak, mereka bisa menilai, berarti kita gunakan contoh real, jadi anak-anak bisa mengerti budi pekerti itu seperti ini. Jadi mereka mencontoh. Kalo ada anak-anak melakukan hal yang tidak baik, kita memberi pengertian itu baik atau tidak, jadi kita mencontohkan apa yang ada disekitar. Tidak langsung seperti budi pekerti itu apa dan lain-lain. 156

171 10. Pertanyaan : Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah? Jawaban : Faktor yang mendukung adalah kultur sekolah, juga pihak-pihak sekolah mulai dari kepala sekolah sampai kebawah, sangat mendukung untuk pendidikan multikultural. Penghambatnya, sarana dan prasarana, masih kurang, lebih memperkenalkan anak misalnya, lebih kepada mempraktekkan diluar, di lingkungan luar terkait pendidikan multikultural. 11. Pertanyaan : Sampai saat ini bagaimana upaya sekolah dalam mengatasi hambatan dalam melaksanakan pendidikan multikultural di sekolah? Jawaban : Sekolah selalu mendukung kegiatan, misalnya kelas mau melakukan kegiatan atau program apapun yang berhubungan dengan multikultural pasti selalu didukung. Upayanya seperti itu, jadi tinggal bagaimana untuk mengkoordinasikannya saja. 157

172 CATATAN LAPANGAN I Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/Tanggal : Sabtu, 07 Mei 2016 Lokasi : Ruang Guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Sumber Data : Wali Kelas V Deskripsi data : Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara, menghasilkan jawaban sebagai berikut : 1. Mengimplementasikan dengan saling mengerti tentang budaya siswa, saling mengerti agama, tidak membeda-bedakan, saling berbagi, yang bukan orang jawa mengajari budayanya. Kalo yang asli jawa, mengajari yang luar jawa, jadi saling tukar-menukar. 2. Pembelajaran multikultural langsung terserap diberbagai mata pelajaran, misalnya PKn, IPS, dan Ketamansiswaan. 3. Di kelas multikultural dilakukan dengan berbaur dengan berbagai macam karakter, kebudayaan, agama, budaya siswa yang ada dirumah, pembelajaran dikelas dilkukan dengan saling bertukar pikiran, memberikan contoh yang baik, dan menjaga sikap-sikap. 4. Peran guru yaitu memberikan contoh. Bersikap tidak membeda-bedakan dalam memperlakukan siswa satu dan lainnya, menghormati agama, dan kebudayaan siswa. 5. Interaksi siswa sangat baik dan akrab, namun ada siswa yang tidak akrab, karena siswa tersebut berkebutuhan khusus dalam hal emosi. 6. Terkait kebudayaan dan keagamaan, siswa yang dari luar jawa diajarkan tembang. Kalau agamanya, setiap pelajaran agama islam, yang agama berbeda belajar diruang agama sendiri, dengan guru pendamping masingmasing. Karena disekolah siswanya berbagai jenis, siswa harus mampu berbaur dengan yang ABK, bisa menghargai, saling berbagi. Jadi siswa sudah bisa membantu teman-temannya yang kekurangan kemampuannya secara akademik. 7. Faktor yang mendukung adalah kultur sekolah, juga pihak-pihak sekolah mulai dari kepala sekolah sampai kebawah, sangat mendukung untuk pendidikan multikultural. 8. Penghambatnya, sarana untuk lebih memperkenalkan, mempraktekkan, di lingkungan luar terkait pendidikan multikultural masih kurang. 158

173 CATATAN LAPANGAN II Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/Tanggal : Rabu, 11 Mei 2016 Lokasi : Ruang guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Sumber Data : Wali Kelas IV Deskripsi data : Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara, menghasilkan jawaban sebagai berikut : 1. Pendidikan multikultural diwujudkan dengan sikap pamong yang berusaha memahami karakter masing-masing anak. 2. Dikelas guru menanamkan multikultural dengan memberi contoh yang nyata, seperti antara laki-laki dan perempuan saling menghormati dan menghargai. 3. Siswa saling belajar tentang kebiasaan atau budaya jawa dan luar jawa. Contohnya kebiasaan, budaya seperti upacara adat. 4. Semua mata pelajaran bisa diintegrasi. IPS, PKn, maupun IPA juga bisa kita terapkan, misalnya IPA itu pemanfaatan SDA. Semua pelajaran bisa diintegrasikan, termasuk Bahasa Indonesia. 5. Siswa sangat menghargai tentang masalah perbedaan, mereka sudah terbiasa memiliki teman yang seperti berbeda-beda, siswa yang ABK, maupun jenis teman yang autis, siswa sangat menghargai. 6. Guru selalu menanamkan sikap menghargai, saling menghormati, dan tidak boleh meremehkan orang lain. 7. Faktor pendukung adalah sekolah sendiri. Sekolah menerapkan sekolah yang menerima berbagai siswa, jadi siswa di sekolah lebih mudah untuk menerima dan menghargai orang lain. Siswa juga diajarkan ketamansiswaan sehingga lebih mudah untuk menanamkan nilai-nilai multikultural. 8. Faktor penghambatnya adalah adanya sikap beberapa orang tua yang khawatir dengan adanya siswa ABK didalam satu kelas. 159

174 CATATAN LAPANGAN III Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/Tanggal : Kamis, 12 Mei 2016 Lokasi : Ruang Guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Sumber Data : Guru Agama Katholik Deskripsi data : Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara, menghasilkan jawaban sebagai berikut : 1. Siswa dikenalkan dengan lima agama yang ada di sekolah dan diajarkan untuk menerima perbedaan dari teman-teman yang lain. Sekolah juga menanamkan kepada anak-anak bagaimana untuk saling menghargai, toleransi, menghormati, dan merangkul siswa yang berasal dari luar jawa. 2. Peran guru adalah selain mengajarkan yaitu juga memberi contoh. 3. Interaksi siswa sudah baik, tidak ada batasan dintara siswa. Tidak ada masalah dalam berkomunikasi dan belajar bersama. 4. Guru selalu menekankan bahwa semua berbeda latar belakangnya, agamanya, tetapi semuanya mengajarkan kebaikan. Karena semua sudah boleh bebas memilih agama sebagai hak asasi, maka siswa juga harus saling menghormati. 5. Faktor penghambat, adanya siswa yang memiliki orang tua yang berbeda agama, membuat siswa dan sekolah bingung untuk mengikuti dan mengajarkan agama kepada siswa. Serta sikap beberapa siswa yang membuat perbedaan suku menjadi bahan candaan. 6. Faktor pendukung adalah ciri khas sekolah yang bercirikan tamansiswa yang sudah ada ajaran menerima manusia seutuhnya, memanusiakan manusia, jadi tidak hanya ajaran-ajaran ki hajar yang istilahnya membebaskan. Selain itu lingkungan sekolah yang sudah terbiasa untuk menerima perbedaan-perbedaan. 7. Didalam ketamansiswaan yang identik dengan kebudayaan didalam kurikulumnya sudah mendukung tentang multikultural, bagaimana sekolah harus melestarikan kebudayaan yang ada, perbedaan yang ada, tidak boleh menuntut semua harus sama, dan harus menghormati perbedaan. 160

175 CATATAN LAPANGAN IV Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/Tanggal : Selasa, 10 Mei 2016 Lokasi : Ruang administrasi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Sumber Data : Kepala Sekolah Deskripsi data : Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara, menghasilkan jawaban sebagai berikut : 1. Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang bermacam-macam bahasa, daerah, dan agama, dan bisa membaur agar bisa mengetahui pribadi-pribadi orang lain. 2. Pendidikan multikultural sangat penting karena melalui pendidikan multikultural dapat membuat anak sederajat dan sama menjadi satu kesatuan dari bangsa Indonesia yang benar-benar mentaati pancasila. 3. Pendidikan multikultural di sekolah dilakukan dengan upacara, sosialisasi, ditanamkan dan dijajarkan dikelas, ditanamkan melalui gambar-gambar dan tulisan-tulisan di tangga-tangga, melalui lomba-lomba, peringatan hari besar agama-agama, peringatan hari-hari daerah, dan lain-lain. 4. Peran kepala sekolah sebagai ibu, sebagai teman, sebagai pembantu, sebagai yang momong, sebagai pendidik, sebagai yang mendampingi. 5. Kegiatan sekolah yang mendukung contohnya lomba-lomba seperti acara kedaeraahan misalnya di Jogja, berarti siswa yang bukan orang jawa pun harus bisa nyanyi jawa. Studi ke museum-museum, perjalanan rohani yang tidak hanya ke masjid saja, tetapi ke Vihara, Klenteng, Gereja, tempattempat ibadah keseluruhan. Kegiatan Outbond, Outday dan sebagainya, untuk memberi pengetahuan bahwa walaupun beragam tetapi bisa bersatu. 6. Sarana yang mendukung antara lain masjid, untuk agama lain disediakan ruangan khusus yaitu ruang agama, perpustakaan juga bisa untuk siswa belajar multikultural, lapangan-lapangan untuk anak-anak bermain dan berbaur, pendopo, dan gedung untuk kegiatan luar kelas dan lomba-lomba. 7. Interaksi diantara siswa sangat baik. Siswa sudah dapat berbaur, siswa bisa menerima bahwa siswa yang lainnya berbeda dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak yang tau bahwa dia cacat langsung di rangkul dan diajak untuk bersama-sama. Siswa juga saling mengingatkan misalnya pada pelajaran agama, maupun saat ibadah. Kepala sekolah juga biasa meminta bantuan anak-anak untuk mengajarkan anak yang berkebutuhan khusus untuk menjadi pamong cilik dan antusias siswa sangat baik. Interaksi antara 161

176 guru-guru juga sudah baik. Guru menjalankan tugas dengan baik sebagai pendamping, sebagai pelayan, sebagai teman, sebagai orang tua juga, meluruskan anak-anak yang berbuat tidak baik, menasehati dan memberi contoh. 8. Kaitan pendidikan ketamansiswaan dengan pendidikan multikultural misalnya sistem pamong yang membimbing anak dari keseluruhan, tidak ada yang memilih-milih, dalam hal apapun. Di tamansiswa adalah kekeluargaan yang utama. Bagaimanapun keadaan siswa adalah dianggap anak. Pada saat siswa punya keinginan, siswa dirangkul sebagai teman agar dapat mencapai apa yang dia inginkan, diikuti dari belakang, seperti tut wuri handayani, dan sekolah terus mendorong agar bisa mencapai citacita siswa. Ajaran Ki Hajar Dewantara dalam tamansiswa erat sekali dengan ajaran damai dan persatuan didalamnya. 9. Hambatan terkadang adalah dari segi waktu. Perlu proses dan waktu untuk mengajarkan kepada siswa tentang nilai-nilai multikultural. 10. Upaya mengatasi hambatan dengan kesabaran, dan harus telaten dengan sikap keibuan. Karena untuk menanamkan kepada siswa butuh kesabaran, ketelatenan, keibuan, dan yang paling penting cinta kasih. 162

177 CATATAN LAPANGAN V Metode Pengumpulan Data: Wawancara Hari/Tanggal : Senin, 16 Mei 2016 Lokasi : Ruang guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Sumber Data : Wali Kelas VI Deskripsi data : Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara, menghasilkan jawaban sebagai berikut : 1. Pendidikan multikultural dapat dilihat dengan berbagai aspek, peserta didik, keadaan sekolah, maupun alat-alat yang digunakan untuk mengajar siswa. multiku. Disekolah siswa dengan berbagai suku dijadikan satu, tetapi dasar pengembangannya dengan berbagai macam cara dan pendekatan. 2. Sekolah berupaya melaksanakan pendidikan multikultural misalnya melalui bahasa. Contohnya siswa dari luar jawa setiap hari jumat diwajibkan menggunakan bahasa Jawa dikarenakan sekolah dibawah yayasan tamansiswa dan kedudukannya di Jawa. Juga siswa yang dari jawa diajarkan materi tari dari luar daerah, itu adalah contoh multikultural dari satu aspek. 3. Peran guru adalah sebagai penggerak dan memberikan contoh yang nyata. 4. Banyak kaitan antara pendidikan ketamansiswaan dengan pendidikan multikultural, contohnya tembang dan materi-materi tentang sopan santun, adab berbicara, adab bertamu, dan lain-lain. Terkait tentang peran guru, yaitu didepan, disamping dan dibelakang. 5. Banyak ekstrakurikuler yang mengandung pendidikan multikultural, misalnya itu ada karawitan, pramuka, dolanan anak, tari, dan lain-lain. 6. Interaksi guru sangat baik. Guru-guru saling berbagi apabila mendapat sesuatu, dan kebersamaan dibangun agar bisa berjalan satu misi satu visi. 7. Sekolah menekankan sopan santun yang utama. Untuk membangun kesadaran siswa, guru berusaha mengembangkan kemampuan dan kepekaan siswa dengan menenkankan bahwa siswa adalah manusia sosial yang membutuhkan orang lain. 8. Interaksinya baik, tetapi belum seratus persen seperti yang diharapkan, karena disini sekolah inklusi. Kalau inklusi pasti ada perbedaanperbedaan. Sehingga pasti ada kendala yang dialami. 9. Faktor pendukungnya adalah implementasi dari guru ke siswa, kebiasaan, penekanan, peraturan, yang sudah berjalan. Sarana yang dimiliki sekolah 163

178 sudah banyak yang mendukung, dan fasilitas sudah termasuk lengkap, walaupun masih sederhana. 10. Faktor yang menjadi penghambat adalah sikap individu masing-masing. Upaya mengatasi hambatan yang ada dengan selalu mengumpulkan orang tua, dan berdiskusi, melalu paguyuban orang tua yang ada disetiap kelas. 164

179 PROFIL SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 A. B. C. D. E. F. G. SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA JL TAMANSISWA NO 25 WIROGUNAN MERGANGSAN YOGYAKARTA PROFIL SEKOLAH SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN 165

ARTIKEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKULRAL MELALUI MODUL DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI SUPLEMEN PELAJARAN IPS

ARTIKEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKULRAL MELALUI MODUL DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI SUPLEMEN PELAJARAN IPS PENDIDIKAN ARTIKEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKULRAL MELALUI MODUL DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI SUPLEMEN PELAJARAN IPS Tim Peneliti: Dr. Farida Hanum Setya Raharja, M.Pd UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOVEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jarak antar Negara melalui fitur-fitur komunikasi yang terus dikembangkan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. jarak antar Negara melalui fitur-fitur komunikasi yang terus dikembangkan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi di era globalisasi menghilangkan jarak antar Negara melalui fitur-fitur komunikasi yang terus dikembangkan. Hal ini menjadikan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA Implementasi Pendidikan Multikultural (Nuhraini Palipung) 558 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA YOGYAKARTA (THE IMPLEMENTATION OF MULTICULTURAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sudah disusun secara matang dan terperinci. (http://elkawaqi.blogspot.com/2012/12/pengertian-implementasi-menurut-para.html).

II. TINJAUAN PUSTAKA. sudah disusun secara matang dan terperinci. (http://elkawaqi.blogspot.com/2012/12/pengertian-implementasi-menurut-para.html). 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka A.1 Konsep Penerapan Penerapan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. (http://elkawaqi.blogspot.com/2012/12/pengertian-implementasi-menurut-para.html).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategis dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER. Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel 1 PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER Muh.Anwar Widyaiswara LPMP SulSel Abstrak Setiap etnik atau ras cenderung memunyai semangat dan ideologi yang etnosentris,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005:

BAB II KAJIAN TEORI. dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Mengenai Multikulturalisme Istilah multikulturalisme berasal dari asal kata kultur. Adapun definisi dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, keyakinan, ras, adat, nilai,

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE MUTHMAINNAH 131211132004 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA hmadib2011@gmail.com1 a. Judul Toleransi yang tak akan pernah pupus antar umat beragama di dalam

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses yang ditempuh oleh peserta didik melalui proses pembelajaran dengan tujuan untuk memperoleh berbagai ilmu berupa pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan Pendidikan Nasional secara yuridis terkandung dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis, suku, ras, budaya, bahasa, adat istiadat, agama. Bangsa kita memiliki berbagai etnis bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan. Fenomena tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional,

Lebih terperinci

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai keragaman sosial, suku bangsa, kelompok etnis, budaya, adat istiadat, bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Fenomena tersebut sebenarnya

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap insan manusia. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap pendidikan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia, khususnya siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis (Renstra) Depdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena sosial budaya seperti pendidikan multikultural penting untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid Hasan, masyarakat dan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20. Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20. Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan UU Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum. Definisi pendidikan secara luas (hidup) adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Belajar Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote yang penuh dengan keanekaragaman dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan psikis seorang manusia. Pada usia anak-anak terjadi pematangan fisik yang siap merespon apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pendidikan multikultural, keberagamaan inklusif, dan materi PAI

Kata Kunci: Pendidikan multikultural, keberagamaan inklusif, dan materi PAI Pendidikan Multikultural (1) Oleh : Efrin Baka Abstrak Indonesia adalah satu di antara negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) multikulturalitas bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan harus mampu dalam perbaikan dan pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dan dialami serta disadari oleh manusia dan masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologinya. Ideologi yang bersumberkan pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diterima dan

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab itu hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kearah suatu tujuan yang dicita-citakan dan diharapkan perubahan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sebagai salah satu proses perubahan pada pembentukan sikap, kepribadian dan keterampilan manusia untuk menghadapi masa depan. Dalam proses pertumbuhan dan

Lebih terperinci

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA Diah Uswatun Nurhayati Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, suku, ras, agama, kebudayaan ataupun peradaban. Pemicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan suatu upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada generasi penerus bangsa yang berakar pada nilai karakter dari budaya bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki eksistensi yang lebih bermartabat. Pendidikan formal pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini peneliti akan menyajikan terkait dengan latar balakang masalah yang ada dilapangan yang membuat peneliti tertarik melakukan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio kultural maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia. Karena itulah kita dituntut untuk mampu mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu menmbuhkembangkan potensi diri, sosial, dan alam di kehidupannya. Sesuai dengan perkembangan zaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Bahan ajar dijadikan sebagai salah satu sumber informasi materi yang penting bagi guru maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat vital bagi sebuah Negara. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat vital bagi sebuah Negara. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat vital bagi sebuah Negara. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang mumpuni.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Implikasi C. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA...

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Implikasi C. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR ISI Daftar Isi Halaman LEMBARAN PENGESAHAN... i LEMBARAN PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN... iv PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii UCAPAN TERIMA KASIH...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

MOTTO. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah: 6) Usaha dan doa itu mutlak. Mereka adalah pasangan yang tidak bisa

MOTTO. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah: 6) Usaha dan doa itu mutlak. Mereka adalah pasangan yang tidak bisa MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah: 6) Usaha dan doa itu mutlak. Mereka adalah pasangan yang tidak bisa ditolak.(penulis) Be your self and always be positive. (Penulis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai level/jenjang pendidikan. Mulai dari pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya dan upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena akan berusaha mengungkap atau mendeskripsikan proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan

Lebih terperinci

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Bahan Pembicara Untuk Dialog Kebangsaan Pada Acara Dies Natalis Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin. Topik Makalah. RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21

Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin. Topik Makalah. RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21 Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin Topik Makalah RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21 Tanggal Penyerahan Makalah : 25 Juni 2013 Tanggal Upload

Lebih terperinci

PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM PANCASILA

PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM PANCASILA Modul ke: PANCASILA PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM PANCASILA Fakultas 2FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN Short Survey Mengapa anda Mengambil Mata Kuliah Pancasila? Hanya sekedar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

PENANAMAN KARAKTER TOLERANSI DI SEKOLAH DASAR INKLUSI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL

PENANAMAN KARAKTER TOLERANSI DI SEKOLAH DASAR INKLUSI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL PENANAMAN KARAKTER TOLERANSI DI SEKOLAH DASAR INKLUSI MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIKULTURAL Kiki Rahmawati, Laila Fatmawati Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta kiki12005156@webmail. uad. ac. id Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini kecenderungan prilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang anak masih mudah ditemukan. Berbagai kasus kriminal yang pernah terjadi tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Isu tentang lingkungan hidup merupakan salah satu perhatian utama dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Isu tentang lingkungan hidup merupakan salah satu perhatian utama dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang lingkungan hidup merupakan salah satu perhatian utama dunia internasional saat ini. Hal ini dipicu oleh perilaku manusia yang kurang peduli pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. generasi muda untuk mempunyai jiwa kemanusiaan.

I. PENDAHULUAN. generasi muda untuk mempunyai jiwa kemanusiaan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah tindakan yang fundamental, yaitu perbuatan yang menyentuh akar-akar kehidupan bangsa sehingga mengubah dan menentukan hidup manusia.

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

PLURALISASI PEMBELAJARAN MOTIF BATIK NUSANTARA. Oleh: Ismadi Pendidikan Seni Rupa FBS UNY

PLURALISASI PEMBELAJARAN MOTIF BATIK NUSANTARA. Oleh: Ismadi Pendidikan Seni Rupa FBS UNY PLURALISASI PEMBELAJARAN MOTIF BATIK NUSANTARA Oleh: Ismadi Pendidikan Seni Rupa FBS UNY A. Pendahuluan Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan munculnya batik Malaysia dan bahwa batik telah dipatenkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia ini di isi oleh penduduk dengan bermacam-macam perbedaan. Perbedaan tersebut mencangkup agama, profesi, jenis kelamin, dan wilayah. Walaupun sebenarnya tak hanya

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan 338 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan diajukan beberapa

Lebih terperinci