BAB II PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.39 TAHUN 2009 DAN PERATURAN PELAKSANANYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.39 TAHUN 2009 DAN PERATURAN PELAKSANANYA"

Transkripsi

1 28 BAB II PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.39 TAHUN 2009 DAN PERATURAN PELAKSANANYA A. Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia Lahirnya KEK pada mulanya diawali oleh pertumbuhan atau lahirnya kawasan-kawasan industri yang memang telah ada sejak pertengahan abad ke-19. Salah satu hal yang memicu perkembangan KEK di dunia yaitu globalisasi ekonomi yang diiringi dengan masuknya Investasi khususnya dari negara maju ke negara berkembang seperti Taiwan, China (Tiongkok). Konsep KEK pertama sekali mulai terkenal di Asia khususnya kawasan China (Tiongkok) pada era tahun 1980-an. Sedangkan di Indonesia konsep KEK baru diperkenalkan sejak dikeluarkannya UUPM, namun belum spesifik dan merinci pengaturannya 22. Lahirnya istilah KEK di Indonesia seiring dengan lahirnya UUPM telah menyebutkan KEK pada Bab XIV Pasal 31 yang berbunyi Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan KEK. KEK sebenarnya telah digulirkan jauh sebelum adanyauupm, hal ini dapat dilihat dari penandatangan kerja sama antar Indonesia dengan Singapura terkait pembentukan Special Economic Zone. KEK ini pada dasarnya dikembangkan dengan tujuan peningkatan kegiatan Investasi dengan mengkhususkan sebuah wilayah dengan potensial serta 22 Sejarah,defenisi,Keuntungan,danKelemahanKEK, (diakses pada 03 Desember 2015)

2 29 memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis guna kegiatan Industri yang tentunya punya daya saing internasional dan nilai ekonomi. 1. Pengertian Kawasan Ekonomi Khusus Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan sedikit mengenai konsep serta latar belakang munculnya istilah KEK di Indonesia. Namun untuk lebih memahami pengertian dari KEK tersebut maka akan dijelaskan mengenai pengertian dari KEK di Indonesia. Menurut Kementerian Perindustrian pengertian KEK ialah kawasan industri yang diberikan fasilitas kemudahan dan insentif serta infrastruktur yang memadai. 23 Pada dasarnya KEK dan Kawasan Industri ialah hal yang sama, yaitu berisi sekumpulan perusahaan yang relatif sejenis. Sehingga dalam konteks ini KEK tidak berbeda dengan kawasan industri tradisional, kawasan berikat, kawasan ekonomi terpadu, kawasan industri estate, free economic zones, dan free trade zones. Kawasan industri didefinisikan sebagai pembangunan sarana baru yang diperuntukkan untuk industri tertentu (sesuai dengan keunggulan daerah) yang mampu menyediakan infrastruktur untuk membantu pengembangan operasional dan industri serta fasilitas pendukung yang berperan mendorong perkembangan indutri tersebut 24. Perlakuan khusus tersebut diberlakukan di bidang kepabeaan (custom and excise), perpajakan, perizinan (licensing one stop service), keimigrasian serta ketenagakerjaan. Perlakuan khusus ini juga berbeda terhadap wilayah lain yang tidak termasuk dalam zona KEK. Sedangkan menurut UU KEK pengertian KEK 23 Ibid 24 Ibid

3 30 ialah kawasan dengan batas tertentu yang dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. 25 Menurut Joubert B. Maramis, KEK diartikan sebagai sebuah kawasan industri khusus, dikatakan aspek khusus karena KEK pada hal ini diberikan berbagai fasilitas kemudahan, insentif, dan infrastruktur yang lebih lengkap 26. Berdasarkan definisi di atas dapat diuraikan bahwa pengertian KEK secara umum ialah kawasan yang khusus dibentuk untuk menjalankan fungsi perekonomian serta diberikan kemudahan dan perlakuan khusus terhadap wilayah yang ada dalam kategori KEK, yang dibentuk dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional melalui kegiatan penanaman modal yang dikombinasikan melalui geoekonomis dan geostrategis yang baik dan dapat memberikan dampak positif dalam hal keberlanjutan eksistensi KEK di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas maka, dapat ditarik beberapa unsur-unsur terkait KEK yaitu; a. Kawasan yang dibentuk secara khusus untuk kegiatan investasi; b. Mempunyai batasan yang jelas; c. Diperuntukan untuk penyelenggaraan fungsi perekonomian; d. Memiliki fasilitas dan infrastruktur yang memadai dalam kegiatan penanaman modal. 2. Tujuan dan manfaat pembentukan kawasan ekonomi khusus 25 Pasal 1, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus, L.N. No. 147 Tahun 2009, T.L.N. No (diakses pada 03 Desember 2015)

4 31 Secara umum terdapat enam hal yang menjadi tujuan dalam pembentukan KEK di Indonesia yaitu ; a. Peningkatan investasi Melalui KEK jumlah investasi akan meningkat dan sejalan dengan hal tersebut pembangunan di wilayah Indonesia akan meningkat. b. Penyerapan tenaga kerja Melalui KEK maka jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia akan terserap melalui perusahaan yang didirikan untuk melakukan kegiatan investasi tersebut. c. Penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor Dengan meningkatknya jumlah atau total investasi di Indonesia maka secara langsung jumlah devisa sebagai peningkatan ekspor akan menjadi sumber penerimaan negara dalam jumlah besar yang akan memberikan keuntungan bagi negara penerima modal. d. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor Dampak positif yang akan dirasakan melalui pembentukan KEK ialah meningkatnya keunggulan kompetitif produk ekspor melalui pemakaian produk hasil industri dalam kegiatan investasi. e. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan, modal bagi peningkatan investasi. Melalui pembentukan KEK maka secara langsung sumber daya lokal juga akan mengalami peningkatan yang meliputi sumber bahan baku yang dekat dan mudah untuk dijangkau serta adanya pelayanan yang baik bagi investor.

5 32 f. Mendorong terjadinya peningkatan kualitas sumber daya alam (SDA) melalui transfer teknologi 27 Manfaat dari pembentukan KEK yang dapat dirasakan ialah transfer teknologi yang berakibat pada pertukaran informasi yang cepat bagi invstor dan negara penerima modal yang dengan mudah untuk mempersiapkan wilayah yang punya potensi khusus untuk dijadikan KEK, serta permintaan pasar internasional yang saat ini sedang dibutuhkan oleh masyarakat internasional dalam investasi. Sedangkan manfaat dari pembentukan KEK yaitu ; a. Memberikan peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, eksport, import, dan kegiatan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi b. Meningkatkan pendapatan devisa bagi negara melalui perdagangan internasional. c. Meningkatkan kesempatan kerja, kepariwisataan, dan investasi (penanaman modal). 28 Adapun fungsi dari pembentukan KEK menurut UU KEK telah dijelaskan dalam Bab II Pasal 2 bagian kesatu mengenai fungsi yaitu KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, 27 masalah seputar KEK pada 11 Desember 2015) 28 Budi Santoso, Tinjauan Dan Perspektif Departemen Perdagangan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Pengembangan KEK Diskusi Internal dengan tim peneliti P3DI, Jakarta, 04 April 2008.

6 33 dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. 29 Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa pembentukan KEK di Indonesia dibentuk dengan pengaturan yang cukup berdasarkan UU KEK telah membuktikan keseriusan komitmen pemerintah dalam proses pembentukan KEK di Indonesia. 3. Persyaratan Kawasan Ekonomi Khusus Berdasarkan Pasal 4 UU KEK dijelaskan bahwa lokasi yang diusulkan untuk pembentukan kawasan ekonomi khusus untuk memenuhi kriteria atau persyaratan berupa 30 : a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi menggangu kawasan lindung. Hal ini berarti bahwa sebuah kawasan yang akan dijadikan KEK haruslah dibentuk sesuai dengan rencana strategis yang telah ditentukan oleh departemen terkait kawasan lindung, kawasan lindung disini berarti wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, syarat ini dibuat guna melindungi kelestarian hutan dan mencegah terjadinya tindakan yang menyalahi hukum terhadap kesehatan lingkungan. b. Pemerintah provinsi / kabupaten / kota yang bersangkutan mendukung KEK. 29 Pasal 2, Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun Ibid., Pasal 4

7 34 Maksudnya ialah dalam rangka pembentukan sebuah kawasan yang diperuntukan untuk ekonomi khusus perlu adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota berupa upaya pengusulan daerah potensial yang disampaikan melalui dewan kawasan di tingkat provinsi/kabupaten/kota yang akan disampaikan pada pemerintah untuk mendapat persetujuan dengan tambahan telah memenuhi kelayakan untuk dijadikan lokasi pembentukan KEK. c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan. Sebuah KEK yang akan dibentuk tentulah harus memenuhi kriteria diatas karena tidak akan mungkin investor akan menanamakan modalnya di kawasan tersebut apabila tidak ada keuntungan serta fasilitas yang memadai di wilayah (kawasan) tersebut, karena secara otomatis keuntungan yang diharapkan akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai. d. Mempunyai batas yang jelas. Batas yang jelas disini ialah batas alam (sungai atau laut) atau batas buatan (pagar atau tembok) yang dimaksudkan dalam pembuatan batas ini ditujukan untuk memberikan kejelasan pada wilayah yang akan dijadikan sumber ekonomi potensial untuk menjalankan kegiatan penanaman modal, agar tidak terjadi kesalah pahaman dikemudian hari yang menyalahi hukum yang berlaku dalam batas wilayah tersebut.

8 35 Keempat syarat di atas dijadikan pedoman atau syarat dalam membentuk sebuah KEK untuk daerah potensial guna memberikan manfaat yang dapat dirasakan bagi investor maupun pemerintah dalam perkembangan ekonomi negara tersebut. 4. Zona ( Pembagian ) dalam Kawasan Ekonomi Khusus Menurut Pasal 3 UU KEK disebutkan bahwa KEK terdiri atas beberapa zonasi yaitu ; a. Zona Pengolahan Ekspor Yang dimaksud dengan zona ini ialah area yang diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang produksinya ditujukan untuk ekspor. b. Zona Logistik Yang dimaksud zona ini ialah area yang diperuntukan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian, perbaikan, dan perkondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri. c. Zona Industri Yang dimaksud ini ialah area yang diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan/ atau barang jadi, serta agroindustri dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang produksinya untuk ekspor dan/ atau untuk dalam negeri.

9 36 d. Zona Pengembangan Teknologi Adalah area yang diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi. e. Zona Pariwisata Adalah area yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, perjalanan intensif dan pameran, serta kegiatan yang terkait. f. Zona Energi Adalah area yang diperuntukkan antara lain untuk kegiatan pengembangan energi alternatif, energi terbarukan, teknologi hemat energi, dan pengolahan energi primer. g. Zona Ekonomi Lain Antar lain dapat berupa Zona Industri Kreatif dan Zona Olahraga. Zona atau pembagian terkait pembentukan KEK ini dimaksudkan untuk membedakan jenis kegiatan yang akan dilangsungkan sesuai kebutuhan serta hasil sumber daya alam dan sumber bahan baku yang dekat dengan lokasi kegiatan. Dengan adanya zonasi ini maka setiap kegiatan investasi di masing-masing zona juga telah disesuaikan dengan sumber potensial yang dihasilkan oleh wilayah tersebut sehingga lebih mempermudah jalannya kegiatan penanaman modal. B. Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia Sesuai dengan penjelasan pada bagian awal, telah dijelaskan bahwa konsep pembentukan KEK ialah dengan pengembangan sebuah wilayah dengan

10 37 sumber daya potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pemasukan ekonomi sebuah negara. Konsistensi pemerintah terhadap pembentukan KEK ini juga telah dibuktikan dengan dikeluarkan atau disahkannya Undang-Undang terkait KEK yaitu UU KEK, Undang-undang tersebut masih membutuhkan peraturan pelaksana. Hal terhadap pembentukan Peraturan Pemerintah terkait KEK itu telah ditegaskan dan di amanahkan dalam beberapa pasal dalam UU KEK yaitu : 1. Pasal 7 ayat (4) Pembentukan KEK ditetapkan dengan peraturan pemerintah 2. Pasal 9 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan kawasan diatur dalam peraturan pemerintah 3. Pasal 12 ayat (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah 4. Pasal 25 ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah 5. Pasal 30 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) dan (3) diatur dengan peraturan pemerintah

11 38 6. Pasal 32 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur dengan peraturan pemerintah Guna menindaklanjuti pasal-pasal tersebut maka pemerintah mengeluarkan PP No.2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan KEK, namun seiring perkembangan kemajuan dan teknologi dan dirasa perlu untuk dirubah (revisi) maka pemerintah melakukan perubahan terhadap beberapa pasal disertai dengan penambahan terkait penyelenggaraan KEK dalam PP Penyelenggaraan KEK. Peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh pemerintah diatas adalah sebuah bentuk lanjutan terhadap Undang-undang terdahulu yang telah disahkan guna penyelenggaraan dalam pembentukan serta pengelolaan kawasan ekonomi khusus yang akan dibentuk din dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam peraturan pemerintah ini pula semakin jelas mengenai proses penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus serta lingkup penyelenggaraannya. 1. Ruang Lingkup Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus Berdasarkan Pasal 2 PP No.2 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan KEK disebutkan bahwa penyelenggaraan KEK meliputi 31 ; a. Pengusulan kawasan ekonomi khusus. b. Penetapan kawasan ekonomi khusus. c. Pembangunan kawasan ekonomi khusus. d. Pengelolaan kawasan ekonomi khusus. e. Evaluasi pengelolaan kawasan ekonomi khusus. 31 Pasal 2, Peraturan Pemerintah Republi Indonesia No. 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, L.N. No. 2 Tahun 2011

12 39 Untuk lebih memahami mengenai ruang lingkup penyelenggaraan KEK ini maka akan dijelaskan bagian-bagian dari lingkup peneyelenggaraannya. a. Pengusulan kawasan ekonomi khusus Pembentukan KEK dapat diusulkan oleh pihak-pihak seperti : 1) Badan usaha. 2) Pemerintah Kabupaten/Provinsi. 3) Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementrian. Pihak diatas dapat mengusulkan program pembentukan KEK tentunya dengan melengkapai syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam pembentukan KEK. Usulan tersebut tentunya harus mendapat persetujuan dari pimpinan badan usaha yang akan menanamkan modalnya, tandatangan gubernur atau pemerintah provinsi. Usulan pembentukan KEK yang diajukan oleh pihak yang telah disebutkan diatas harus menyertakan beberapa dokumen pendukung selain izin dari pemerintah atau badan usah yang bersangkutan berupa 32 a) surat kuasa otorisasi, jika pengusul merupakan konsorsium; b) akta pendirian badan usaha; c) profil keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang sudah diaudit, atau dalam hal perusahaan baru maka profil keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari para pemegang saham yang sudah diaudit kecuali untuk Badan Usaha Milik Daerah; d) persetujuan dari pemerintah kabupaten / kota terkait dengan lokasi KEK yang diusulkan; 32 Ibid, Pasal 12

13 40 e) surat pernyataan mengenai kepemilikan nilai ekuitas paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari nilai investasi KEK yang diusulkan; f) deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana pembiayaan dan jadual pembangunan KEK; g) peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan; h) rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi; i) studi kelayakan ekonomi dan finansial; j) analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; k) usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; l) izin lokasi; m) rekomendasi dari otoritas pengelola infrastruktur pendukung dalam hal untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya; n) pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengolahan KEK. Setelah memenuhi atau melengkapi dokumen pendukung terkait pengembangan KEK maka pengusul dapat langsung menyerahkan dokumen tersebut pada dewan nasional yang selanjutnya akan diolah

14 41 untuk diperiksa (verifikasi) kelengkapan dokumen tersebut. Dokumen yang telah dilengkapi oleh pengusul selanjutnya akan diserahkan pada dewan nasional sebagai lembaga terkait dalam pengelolaan KEK. b. Penetapan kawasan ekonomi khusus Proses penetapan dalam sebuah KEK seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa pengusul harus memenuhi syarat tambahan selain izin dari pemerintah terkait pembangunan KEK, syarat tambahannya adalah berupa dokumen yang harus dilengkapi dan kemudian diserahkan pada dewan nasional untuk dilakukan verifikasi atau pemeriksaan dokumen tersebut. 33 Proses verifikasi ini ditandai dengan pemeriksaan dokumen yang telah disertakan oleh pengurus yang selanjutnya akan dikaji lebih rinci oleh Dewan Kawasan selama paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak penyerahan dokumen pelengkap tersebut. Kajian yang dilakukan oleh Dewan Nasional juga meliputi bebeapa kajian yang diantaranya kajian terhadap pemenuhan kriteria lokasi KEK, kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan. Setelah melakukan pengkajian terhadap dokumen tersebut maka Dewan Nasional akan mengumumkan apakah akan menerima atau menolak usulan pembentukan KEK tersebut, jika dewan nasional menerima usulan tersebut maka dewan nasional merekomendasikan pembentukan KEK kepada presiden yang disertai dengan rancangan peraturan pemerintah tentang penetapan lokasi KEK untuk ditetapkan 33 Ibid., Pasal 27

15 42 sebagai peraturan perundang-undangan, namun jika dewan nasional menolak usulan pembentukan KEK maka dewan nasional akan menyertakan alasan yang jelas terkait penolakan tersebut kepada pengusul secara tertulis melalui surat resmi yang dikeluarkan oleh dewan nasional. KEK yang telah disetujui penetapannya oleh presiden harus segera dibangun/beroperasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan oleh presiden. c. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Adapaun kegiatan dalam pembangunan KEK ini menurut pasal 30 PP No.2 Tahun 2011 yaitu meliputi pembebasan tanah untuk lokasi KEK dan pelaksanaan pembangunan fisik KEK. 34 Kegiatan pembangunan KEK dilakukan badan usaha sesuai dengan isi Pasal 10 ayat (1) 35 UU KEK, dan didukung Pasal 33 yang menyebutkan pelaksananaan pembangunan KEK dilakukan oleh Badan Usaha yang terdiri dari BUMN, BUMD, koperasi, swasta, maupun patungan. 36 Pembebasan tanah dalam hal ini ialah pelepasan hak atas tanah yang diberikan oleh pemerintah kepada pihak pengusul yang akan mengembangkan KEK, sedangkan pelaksanaan pembangunan fisik ialah pembangunan KEK yang meliputi pembangunan infrastruktur guna pelaksanaan kegiatan investasi. Kegiatan pembangunan KEK ini dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Daerah, badan usaha, 34 Ibid., Pasal Pasal 10 ayat (1), Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun Pasal 33, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.2 Tahun 2011

16 43 kerjasama pemerintah dengan badan usaha, dan atau sumber lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Pengelolaan kawasan ekonomi khusus Pengelolaan KEK dilakukan oleh Administrator dan Badan Usaha yang melakukan pengelolaan sekaligus melakukan pengawasan terkait jalannya proses pembangunan fisik kawasan ekonomi khusus di suatu wilayah yang telah mendapat izin dari presiden. 37 Administrator, dalam hal pengelolaan melaksanakan tugasnya yaitu berupa memberikan izin usaha dan izin lain yang diperlukan bagi pelaku usaha untk mendirikan/ menjalankan, dan mengembangkan usahanya di KEK, melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK yang dilakukan oleh badan usaha pengelola KEK, serta menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada dewan kawasan. Administrator dalam hal pengawasan juga berwenang untuk mengarahkan kepala badan usaha pengelola KEK untuk perbaikan operasionalisasi KEK, dan memberikan teguran apabila terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh badan usaha pengelola KEK dalam hal pengoperasian KEK. Dengan adanya Administrator kegiatan pengelolaan maupun pengawasan terhadap pengembangan KEK dapat berjalan dengan baik serta mempercepat kegiatan investasi (penanaman modal) yang akan berlangsung di Indonesia. 37 Ibid., Pasal 42

17 44 Selanjutnya pengelolaan KEK oleh badan usaha yaitu diantaranya Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Badan Usaha Koperasi/Swasta, dan Badan Usaha Patungan antara Pemerintah Provinsi dan Koperasi atau Swasta, badan usaha ini menjalankan tugas dan wewenangnya dalam pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian yang dibuat guna memperkuat tanggung jawab dari pihak pengelola itu sendiri atas pengelolaan KEK. Pemerintah dalam hal pengembangan dan pengelolaan KEK pemerintah juga akan meyelenggarakan kegiatan yang menjadi sebuah keuntungan (benefit) bagi para investor yaitu berupa Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang akan diperuntukkan bagi pengelola / investor yang akan menanamkan modalnya di Idonesia untuk membangun sebuah KEK. e. Evaluasi pengelolaan kawasan ekonomi khusus Evaluasi pengelolaan KEK telah diatur lebih rinci pada PP No.2 Tahun 2011 pada Bab VI Pasal dengan ketentuan yang hampir sama dengan pengelolaan KEK, namun pada bagian evaluasi ini pihak Administrator dan Badan Usaha berhak mencabut izin pengelolaan KEK yang telah ada sebelumnya yang didapatkan oleh pihak pengelola atau investor apabila pihak pengelola terbukti melanggar ketentuan yang berlaku dalam peraturan pemerintah tersebut. 38 Pihak Administrator akan melakukan penilaian terhadap kinerja pengelola KEK jika telah sesuai dengan perjanjian atau aturan yang telah disepakati maka pihak Administrator tidak akan melakukan pencabutan izin usaha terhadap pengelola KEK. Dalam hal pemutusan perjanjian 38 Ibid, Pasal 50

18 45 dilakukan oleh dewan nasional kepada dewan kawasan yang dilakukan apabila pihak pengelola tidak memenuhi standard kinerja pelayanan, dinyatakan pailit, melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin usaha, dan mengajukan permohonan pemberhentian sebagai badan usaha pengelola KEK. Selanjutnya rekomendasi pencabutan izin penetapan KEK disampaikan dewan nasional kepada presiden apabila dalam pengoperasian terjadi hal-hal seperti tidak dilakukannya perbaikan kinerja, terjadi dampak negatif skala luas terhadap lingkungan di sekitarnya, dan terjadi pelanggaran hukum di KEK. 2. Kelembagaan dalam kawasan ekonomi khusus Penyelenggaraan dan pembentukan sebuah KEK diperlukan lembaga guna membantu atau melaksanakan segala kegiatan yang berkaitan dengan KEK. Hal ini penting karena peran dan kedudukan lembaga dalam penyelenggaraan KEK ini secara langsung menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya penyelenggaraan sebuah KEK di Indonesia. Kelembagaan ini sendiri akan berperan sebagai pihak yang mengelola dan mengawasi berlangsungnya kegiatan penanaman modal pada KEK tersebut, sehingga terciptanya iklim investasi yang kondusif baik bagi para investor maupun bagi kepentingan nasional. Dalam PP No. 2 Tahun 2011 telah diuraikan tentang kelembagaan dalam KEK yang diantaranya meliputi Dewan Nasional, Dewan Kawasan, dan Administrator yang masing-masing mempunyai peran dan kedudukan dalam menjalankan tugasnya Pasal 14, Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 2009, Op.Cit

19 46 Dewan Nasional ialah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK, yang terdiri atas menteri dan kepala lembaga pemerintah non-kementerian. Dewan nasional dibentuk dan bertanggungjawab kepada presiden. 40 Dewan nasional juga diketuai oleh menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang perekonomian. dalam penyelenggaraan KEK Dewan Nasional mempunyai tugas yaitu : 41 a. menyusun rencana induk nasional KEK; b. menetapkan kebijakan umum serta langkah strategis untuk mempercepat pembentukan dan pengembangan KEK; c. menetapkan standart infrastruktur dan pelayanan minimal; d. melakukan pengkajian atau usulan suatu wilayah untuk dijadikan KEK; e. memberikan rekomendasi pembentukan KEK; f. mengkaji dan merekomendasikan langkah pembangunan di wilayah yang potensinya belum berkembang; g. menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan KEK dan; h. memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEK serta merekomendasikan tindak lanjut hasil evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan pencabutan status KEK.; Dewan Kawasan ialah dewan yang dibentuk di tingkat provinsi untuk membantu dewan nasional dalam menyelenggarakan KEK, yang beranggotakan wakil pemerintah dan pemerintah daerah Ibid, Pasal Ibid, Pasal Ibid, Pasal 20

20 47 Dewan Kawasan diusulkan oleh Dewan Nasional kepada Presiden dimana Dewan Kawasan bertanggung jawab pada Dewan Nasional, dalam penyelenggaraaan KEK Dewan Kawasasn mempunyai tugas yaitu : 43 a. melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional untuk mengelola dan mengembangkan KEK di wilayah kerjanya; b. membentuk Administrator KEK di setiap KEK; c. mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi, dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Administrator kawasan ekonomi khusus dalam penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu pintu dan operasionalisasi KEK; d. menetapkan langkah strategis penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan KEK di wilayah kerjanya; e. menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional setiap akhir tahun, dan; f. menyampaikan laporan insidental dalam hal terdapat permasalahan strategis kepada Dewan Nasional. Administrator ialah bagian dari Dewan Kawasan yang dibentuk untuk setiap KEK guna membantu Dewan Kawasan dalam penyelnggaraan KEK. Administrator terdiri dari badan usaha dalam pengelolaan KEK, 44 dalam pengelolaan KEK Administrator mempunyai tugas yaitu : Ibid, Pasal Pasal 42, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.2 Tahun Ibid., Pasal 23

21 48 a. melaksanakan pemberian izin usaha dan izin lain yang diperlukan Bagi pelaku usaha yang mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK; b. melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK; c. menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secar berkala dan insidental kepada Dewan Kawasan. C. Prosedur (Tata Cara) Pengadaan Badan Usaha Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Ekonomi khusus Diketahui dalam PP No.2 Tahun 2011 telah diketahui bahwa esensi dari Peraturan tersebut ialah lingkup penyelenggaraan KEK, namun seiring dengan perkembangan kemajuan dan teknologi ada beberapa pasal yang harus diubah karena sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi yang ada, untuk itu Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah untuk melengkapi peraturan yang telah ada sebelumnya yaitu menjadi PP No.100 Tahun Ketentuan mengenai tata cara pengadaan badan usaha pembangunan dan pengelolaan KEK tetap berlaku apabila diusulkan oleh badan usaha bukan pemerintah (swasta), sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) dimana badan usaha dalam penyelenggaraan KEK dapat berupa BUMN, BUMD, koperasi, swasta, maupun patungan. Hal ini juga berarti bahwa apabila pengusul berasal dari pihak swasta dan ditetapkan sebagai badan pengelola dimana lokasi KEK semula berasal dari tanah pribadi milik pihak swasta tersebut. Pengusulan dalam Pasal 34 (A) juga telah ditegaskan dilakukan oleh badan usaha sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (2) harus dilaksanakan secara transparan dan

22 49 terbuka, ini berarti tata cara pengadaan badan usaha pengelolaan dan pengembangan KEK oleh pihak swasta tetap mengikuti peraturan sesuai ketentuan PP Penyelenggara KEK. 46 Dijelaskan pula dalam PP Penyelenggara KEK juga dijelaskan mengenai tata cara pengadaan badan usaha pembangunan dan pengelolaan KEK yaitu meliputi Perencanaan Pengadaan dan Pelaksanaan Pengadaan. Berikut uraian singkat mengenai prosedur (tata cara) pengadaan badan usaha pembangunan dan pengelolaan KEK Perencanaan pengadaan a. menteri/lembaga pemerintahan non kementerian membentuk panitia pengadaan; b. anggota pengadaan harus memahami beberapa unsur seperti tata cara pekerjaan, substansi pekerjaan, hukum perjanjian, aspek teknis, dan aspek keuangan; c. menyusun jadual pelaksanaan dengan alokasi waktu yang cukup untuk semua tahapan proses pengadaan; d. perkiraan biaya investasi dengan cermat; e. membuat dokumen pelelangan umum yang memuat diantaranya; undangan kepada para peserta lelang, instruksi kepada peserta lelang yang memuat syarat umum (seperti lingkup kerja dan prosedur pembukaan penawaran lelang), rancangan perjanjian kerjasama, spesifikasi teknis dan gambar, bentuk surat penawaran, bentuk kerjasama, bentuk surat jaminan 46 Pasal 34 (A), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.100 Tahun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 100 Tahun 2012, Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan KEK, Bagian Lampiran.

23 50 penawaran, bentuk surat jaminan pelaksanaan, dan metode penyampaian dokumen penawaran. 2. Pelaksanaan pengadaan a. Pengumuman dan pendaftaran peserta Panitia pengadaan harus mengumumkan secara luas tentang adanya pelelangan umum, kemudian membuat pengumuman terkait pelelangan yang memuat keterangan umum pihak investor,agar pengumuman dapat sesuai dengan sasaran secara luas dan efisien serta sesuai dengan jangkauan masyarakat, maka pengumuman lelang harus menggunakan surat kabar dan srana elektronik lainnya yang mempunyai jangkauan masyarakat nasional/ internasional. b. Prakualifikasi Mencakup penilaian terhadap perizinan badan usaha, kewenangan menandatanagni kontrak secara hukum, status badan usaha dalam artian tidak dinyatakan pailit atatu tidak sedang menjalani sanksi pidana, pengalaman dalam proyek kerjasama sejenis, kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil, laporan keuangan yang telah diaudit 3 (tiga) tahun terakhir, surat dukungan keuangan dari bank, ketersediaan peralatan khusus untuk pekerjaan khusus/tertentu. c. Tata cara prakualifikasi Pengumuman prakualifikasi untuk pelelangan umum, pendaftaran dan pengambilalihan dokumen prakualifikasi, penyampaian oleh peserta lelang, evaluasi dan klasifikasi dokumen prakualifikasi, penetapan daftar peserta lelang yang lulus prakualifikasi oleh panitia pengadaan,

24 51 pengumuman hasil prakualifikasi, pengajuan keberatan oleh peserta lelang kepada menteri, penelitian dan tindak lanjut atas sanggahan terhadap hasil prakualifikasi, evaluasi ulang oleh panitian pengadaan apabila sanggahan terbukti benar, pengumuman dan prakualifikasi ulang dengan mengundang peserta lelang yang baru. d. Penyusunan daftar peserta, penyampaian undangan, dan pengambilalihan dokumen pelelangan umum. e. Penjelasan lelang Penjelasan lelang dilakukan di tempat dan waktu yang ditentukan oleh panitia pengadaan lelang, jika peserta tidak hadir pada penjelasan lelang maka peserta dinyatakan gugur, panitia pelelangan juga dapat melakukan penjelasan ulang dengan melakukan peninjauan lapangan, apabila dalam BAP terdapat ketentuan baru atas perubahan yang terjadi harus dituangkan dalam dokumen pelelangan umum. f. Penyampaian dan pembukaan dokumen penawaran Metode penyampaian dilakukan dengan menggunakan metode sampul yang berisi dokumen penawaran administrasi, teknis, dan finansial yang disampaikan kepada panitia pengadaan. g. Evaluasi penawaran dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam dokumen pelelangan h. Pembuatan berita acara hasil pelelangan Memuat kesimpulan dari hasil evaluasi yang dituangkan dalam berita hasil acara pelelangan yang bersifat rahasia sampai penandatanganan kontrak,

25 52 pelelangan ulang dilakukan setelah menteri/lembaga pemerintah non kementerian mengadakan evaluasi terhadap doumen pelelangan. i. Penetapan pemenang lelang j. Penetapan penawar tunggal k. Pengumuman pemenang lelang atau penawar tunggal yang diberitahukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat penetapan pemenang lelang atau penawar tunggal dari menteri/lembaga pemerintah non kementerian. l. Sanggahan peserta lelang Sanggahan disampaikan oleh peserta lelang kepada menteri/kepala lembaga pemerintahan non kementerian yang disampaikan baik secara sendiri-sendiri (individu) maupun secara bersama-sama. m. Penerbitan surat penetapan pemenang lelang Menteri/kepala lembaga pemerintahan non departemen menerbitkan surat penetapan pemenang lelang sebagai pelaksana proyek kerjasama dengan ketentuan tidak adanya bantahan dari pihak peserta lelang, surat penetapan pemenang lelang harus dibuat paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang, dan salah satu tembusan dari surat penetapan pemenang lelang harus disampaikan paling kurang kepada unit pengawas internal. n. Penerbitan surat penetapan penawar tunggal Menteri/kepala lembaga pemerintahan non kementerian menerbitkan surat penetapan penawar tunggal sebagai pelksana proyek kerjasama yang harus dibuat paling lama 5 (lima) hari setelah pengumuman penetapan penawar

26 53 tunggal dan segera disampaikan kepada penawar tunggal, dan memberikan surat tembusan kepada unit pengawas internal. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan penyelenggaraan KEK berdasarkan UU KEK beserta peraturannya hanya dapat dicapai apabila unsur-unsur dalam penyelenggaraan KEK telah terpenuhi yaitu 48 : 1. ada kesanggupan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan melaksanakan penyelenggaraan KEK; 2. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, ditetapkan sebagai kawasan budidaya berpotensi mengganggu kawasan hutan lindung; 3. terletak pada posisi yang strategis yaitu dekat dengan jalur perdagangan internasional, jalur pelayaran internasional, atau pada wilayah yang memiliki sumber daya unggulan; 4. telah tersedia dukungan dari masyarakat setempat; 5. tersedia lahan yang cukup untuk kegiatan investasi; 6. memiliki batasan yang jelas Setelah unsur-unsur tersebut telah terpenuhi, maka setiap wilayah yang diusulkan menjadi KEK akan mengikuti tahapan/proses guna legalisasi/pengesahan wilayah tersebut menjadi sebuah KEK. Melalui pemahaman yang komperhensif terhadap berbagai tahapan dalam penyelenggaraan KEK, ditambah dengan pemahaman dalam konteks daya saing, iklim investasi, dan penyelenggaraan KEK, maka diharapkan dapat dirumuskan berbagai kebijakan yang komperhensif, konsisten, dan proporsional dalam upaya mendongkrak 48 Pasal 4, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009

27 54 investasi langsung di Indonesia. Diharapkan ke depan, investasi langsung melalui KEK dapat berfungsi sebagai lokomotif bagi pembangunan nasional Indonesia. 49 Dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan KEK di Indonesia dilakukan secara terorganisir dan sistemik dimana dalam pembentukan KEK ini pemerintah membentuk Undang-undang tersendiri untuk KEK dan membentuk Peraturan Pemerintah untuk penyelenggaraan KEK, hal ini dilakukan untuk membuktikan keseriusan pemerintah dalam mengembangkan KEK di Indonesia. Penyelenggaraan KEK ini juga didukung dengan adanya lembaga-lembaga yang berfungsi untuk menjalankan tugasnya masing-masing dalam KEK, dan masing-masing lembaga mempunyai peran khusus dalam pembentukan dan pengembangan KEK yang telah tertulis dalam Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang KEK dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun Penyelenggaran KEK di Indonesia tetap memperhatikan kepentingan berbagai pihak yang ada dalam kegiatan investasi, sehingga melalui pembentukan undang-undang dan peraturan pemerintah dalam penyelenggaraan KEK di Indonesia minat para investor akan meningkat yang didukung dengan infrastruktur serta kepastian hukum, dan tentunya menjadikan Indonesia sebagai negara investasi baru yang berdaya saing dan berdaya guna di kancah Internasional. 49 Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung Di Indonesia (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,2006), hlm.170.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS I. UMUM Dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5371 PEREKONOMIAN. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 263) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-07/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN PENGUSULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pengembangan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2012 PEREKONOMIAN. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5371) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii

KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH I DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN LAPORAN AKHIR Jasa Konsultan Penyusunan Renstra KEK Tanjung Api Api

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA

TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 13 TAHUN 2010 TANGGAL : 28 JANUARI 2010 TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA A. Perencanaan Pengadaaan 1. Menteri/Kepala

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2 TAHUN 2011 TANGGAL : 5 JANUARI 2011

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2 TAHUN 2011 TANGGAL : 5 JANUARI 2011 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2 TAHUN 2011 TANGGAL : 5 JANUARI 2011 TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA PEMBANGUN DAN PENGELOLA KAWASAN EKONOMI KHUSUS DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA

Lebih terperinci

Prosedur Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Kawasan Ekonomi Khusus Di Indonesia. Jakarta 13 November 2014

Prosedur Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Kawasan Ekonomi Khusus Di Indonesia. Jakarta 13 November 2014 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Prosedur Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Kawasan Ekonomi Khusus Di Indonesia Jakarta 13 November

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-08/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN EVALUASI USULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA

TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 13 TAHUN 2010 TANGGAL : 28 JANUARI 2010 TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA A. Perencanaan Pengadaaan 1. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan investasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

1 / 8

1 / 8 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TANGGAL 9 NOVEMBER 2005 TENTANG TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA A. Perencanaan Pengadaan: 1. Menteri/Ketua

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand No.30, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. Tidak Langsung. Pemanfaatan. Pencabutan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6023). PERATURAN

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2014 MIGAS. Usaha. Panas Bumi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5595) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam No. 2005, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Dekonsentrasi. Pelimpahan dan Pedoman. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan No.611, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Penggunaan Dana Badan Usaha Terlebih Dahulu. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

- 1 - TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA BAB I PENDAHULUAN

- 1 - TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA BAB I PENDAHULUAN - 1 - LAMPIRAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGADAAN BADAN USAHA KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM

Lebih terperinci

2017, No listrik tenaga mikrohidro/pembangkit listrik tenaga surya dengan mekanisme sewa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2017, No listrik tenaga mikrohidro/pembangkit listrik tenaga surya dengan mekanisme sewa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.658, 2017 KEMENPU-PR. Mitra Pemanfaatan BMN. Pemilihan Badan Usaha. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/PRT/M/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014 NOMOR if SERI 17 NOMOR y PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIMALUNGUN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA ADMINISTRATOR KAWASAN EKONOMI KHUSUS SEI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/Per/M.KUKM/VIII/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAWASAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/PRT/M/2017 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN BADAN USAHA SEBAGAI

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

Prospek Pengembangan KEK di Sulawesi Selatan

Prospek Pengembangan KEK di Sulawesi Selatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Dipaparkan dalam: Workshop Pengembangan Kawasan Ekonomi di sulawesi Selatan Makassar ǀ November 2013 Prospek

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang - 2 - Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365, 2015 INDUSTRI. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG PENDANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 3 Agustus 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B 1/B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN NASIONAL DAN DEWAN KAWASAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA. 1. MenterilKepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan.

TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA. 1. MenterilKepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan. PRESIC'E REPUBUK INDONESIA LAMPlRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 Tahun 2011 TANGGAL 9 September 2011 TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA A. Perencanaan Pengadaaan

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1154, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kerjasama. Badan Swasta Asing. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci