KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii"

Transkripsi

1 DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH I DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN LAPORAN AKHIR Jasa Konsultan Penyusunan Renstra KEK Tanjung Api Api PT. ARTHAGUNA CITRAPRATAMA TAHUN 2012

2 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunianya, maka kami PT. Arthaguna Citrapratama dapat menyampaikan Laporan Akhir dari kegiatan berjudul Jasa Konsultan Penyusunan Renstra KEK Tanjung Api Api, Laporan Akhir ini memuat bab : 1) Pendahuluan, 2) Gambaran Umum Potensi dan Permasalahan Pengembangan KEK Tanjung Api Api, 3) Tinjauan Umum Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api, 4) Analisis Isu Strategis, 5) Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran, 6) Strategi dan Arah Kebijakan, 7) Program dan Rencana Aksi, serta 8) Kesimpulan dan Rekomendasi. Laporan Akhir ini tersusun dengan adanya dukungan dari berbagai pihak sebagai sebagai narasumber pemikiran. Dengan tersusunnya Laporan Akhir Jasa Konsultan Penyusunan Renstra KEK Tanjung Api Api ini, kami ucapkan terima kasih atas saran dan masukannya. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan. Jakarta, Oktober 2012 PT. ARTHAGUNA CITRAPRATAMA PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.... i DAFTAR ISI.... ii DAFTAR TABEL.... vi DAFTAR GAMBAR.... viii BAB I PENDAHULUAN... I Latar Belakang... I Maksud dan Tujuan... I Ruang Lingkup Kegiatan... I Hasil Keluaran... I Sistematika Pembahasan... I-3 BAB II KEBIJAKAN TERKAIT PENGEMBANGAN KEK TANJUNG API API... II Kebijakan Pengaturan KEK dan Kawasan Industri... II Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus... II Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus... II Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri... II Kebijakan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah... II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun II Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun II Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi ii

4 Daerah Provinsi Sumatera Utara... II Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Daerah Kabupaten Banyuasin... II Kebijakan Tata Ruang Nasional dan Daerah... II Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Tahun II Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera Berdasarkan Perpres No. 13 Tahun II Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan Tahun II Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin Tahun II Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No. 15 Tahun 2009 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pendukung Tanjung Api Api Kabupaten Banyuasin... II-88 BAB III GAMBARAN UMUM POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KEK TANJUNG API API... III Gambaran Makro KEK Tanjung Api Api... III Letak Geografis dalam Konstelasi Regional KEK Tanjung Api Api... III Potensi Sumber Daya dalam Konstrelasi Regional... III Potensi Sumber Daya Manusia dalam Konstelasi Regional... III Gambaran Mikro KEK Tanjung Api Api... III Sumberdaya Alam KEK... III Fisik Lingkungan KEK... III Pola Penggunaan dan Pengusahaan Lahan... III-42 PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi iii

5 3.2.4 Investasi... III Infrastruktur KEK... III Sumberdaya Manusia... III-46 BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS TANJUNG API API... IV Analisis Pengembangan Usaha/Industri... IV Analisa Pengembangan Lahan... IV Analisis Pengembangan Sumberdaya Manusia... IV Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana... IV Analisis Kebutuhan Sarana... IV Analisis Kebutuhan Prasarana... IV Analisis dan Konsep Struktur Ruang Kawasan... IV-34 BAB V ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL... V Analisa Lingkungan Internal... V Analisa Kekuatan KEK Tanjung Api Api... V Analisa Kelemahan KEK Tanjung Api Api... V Analisa Lingkungan Eksternal... V Analisa Peluang KEK Tanjung Api Api... V Analisa Ancaman KEK Tanjung Api Api... V-6 BAB VI ARAHAN PENGEMBANGAN KEK TANJUNG API API... VI Isu Strategis Pengembangan KEK Tanjung Api Api... VI Visi dan Misi... VI Visi... VI Misi... VI Tujuan dan Sasaran... VI-3 PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi iv

6 6.3.1 Tujuan... VI Sasaran... VI Strategi dan Arah Kebijakan... VI-5 BAB VII RUMUSAN RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN KEK TANJUNG API API... VII Strategi Pengembangan KEK Tanjung Api Api... VII Strategi Umum... VII Strategi Fungsional... VII Indikasi Program Pengembangan KEK Tanjung Api Api... VII Indikasi Program Jangka Menengah... VII Indikasi Program Jangka Panjang... VII-11 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... VIII Kesimpulan... VIII Rekomendasi... VIII-4 PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi v

7 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Bentuk dan Persyaratan Usulan KEK... II-6 Tabel 2.2 Rencana Struktur Wilayah Nasional di Provinsi Sumatera Selatan... II-41 Tabel 2.3 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional di Provinsi Sumatera Selatan... II-43 Tabel 2.4 Rencana Pengembangan Jalur Kereta Api Baru di Provinsi Sumatera Selatan... II-69 Tabel 2.5 Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan Tahun II-76 Tabel 2.6 Penetapan dan Arahan Penanganan Kawasan Strategis Provinsi Sumatera Selatan... II-81 Tabel 2.7 Rencana Tata Jenjang Fungsi Kegiatan & Pelayanan... II-91 Tabel 2.8 Rencana Perwilayahan Kawasan Penyangga Pelabuhan Tanjung Api Api... II-92 Tabel 2.9 Komposisi Rencana Penggunaan Lahan Kawasan... II-96 Tabel 2.10 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan per Kapita Provinsi Sumatera Selatan Periode II-26 Tabel 2.11 Pendapatan Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Dengan Migas) Kabupaten Banyuasin Periode II-26 Tabel 2.12 Pendapatan Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Tanpa Migas) Kabupaten Banyuasin Periode II-27 Tabel 2.13 Jaringan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi (urat nadi) di Provinsi Sumatera Selatan... II-29 Tabel 2.14 Transportasi Laut... II-33 Tabel 2.15 Banda Udara di Sumatera Selatan... II-35 Tabel 3.1 Potensi Sumber Daya Energi Sumatera Selatan... III-13 PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi vi

8 Tabel 3.2 Potensi Industri Besar Menengah Provinsi Sumatera Selatan. III-11 Tabel 3.3 Jumlah Industri di Kabupaten Banyuasin Tahun III-12 Tabel 3.4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuasin... III-14 Tabel 3.5 Struktur Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuasin... III-16 Tabel 3.6 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin, III-17 Tabel 3.7 Lapangan Pekerjaan Utama Kab. Banyuasin Tahun III-18 Tabel 3.8 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Banyuasin... III-19 Tabel 3.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Banyuasin... III-21 Tabel 3.10 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita Provinsi Sumatera Selatan Periode III-23 Tabel 3.11 Pendapatan Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Dengan Migas) Kabupaten Banyuasin Periode III-23 Tabel 3.12 Pendapatan Per Kapita Atas Dasar Harga konstan 2000 (Tanpa Migas) Kabupaten Banyuasin Periode III-24 Tabel 3.13 Jaringan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi (Urat Nadi) di Provinsi Sumatera Selatan... III-27 Tabel 3.14 Transportasi Laut... III-30 Tabel 3.15 Bandara di Sumatera Selatan... III-32 Tabel 7.1 Indikasi Program Jangka Menengah... VII-12 Tabel 7.2 Indikasi Program Jangka Panjang... VII-19 PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi vii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pembangunan Kawasan Strategis dalam RPJMN II-24 Gambar 2.2 Beberapa Industri yang Beroperasi di dekat Kawasan KEK Tanjung Api Api... II-17 Gambar 2.3 Konsep Struktur Ruang Kawasan dengan Pola Tangga... II-93 Gambar 2.4 Skematik Struktur Ruang Kawasan... II-94 Gambar 2.5 Rencana Pola Penggunaan Lahan Kawasan Tanjung Api Api... II-98 Gambar 3.1 Wilayah Tanjung Api Api... III-2 Gambar 3.2 Beberapa Industri Yang Beroperasi di Dekat Kawasan KEK Tanjung Api Api... III-13 Gambar 3.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuasin Tahun III-22 Gambar 4.1 Pohon Industri Kelapa Sawit... IV-2 Gambar 4.2 Pohon Industri Karet... IV-4 Gambar 4.3 Lokasi Lahan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api... IV-9 Gambar 4.4 Arahan Guna Lahan Lahan Berdasarakan Rencana Rencana Pola Ruang Provinsi Sumatera Selatan Tahun IV-11 Gambar 4.5 Analisis Sirkulasi Lahan... IV-16 Gambar 4.6 Analisis Utilitas Lahan... IV-19 Gambar 4.7 Konsep Pembagian Blok Kawasan... IV-38 Gambar 4.8 Konsep Pembagian Zona Kawasan... IV-39 Gambar 4.9 Konsep Pembagian Zona Kawasan Blok I... IV-40 Gambar 4.10 Konsep Pembagian Zona Kawasan Blok II... IV-41 Gambar 4.11 Konsep Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan... IV-42 Gambar 4.12 Konsep Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Blok I... IV-43 PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi viii

10 Gambar 4.13 Konsep Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Blok II... IV-44 Gambar 7.1 Tahapan Jangka Panjang Pengembangan KEK Tanjung Api Api... VII-18 PT. Arthaguna Citrapratama Kata Pengantar dan Daftar Isi ix

11 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang sangat membutuhkan investasi untuk menggerakan roda perekonomian nasional. Oleh karena itu untuk mengundang para investor baik nasional maupun asing, agar mereka mau menanamkan modalnya di wilayah Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Selatan diperlukan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat menarik minat investor. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menarik minat investor tersebut adalah mengembangkan kawasan ekonomi khusus (KEK) tanjung api-api di Kabupaten Banyuasin. Menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 2009 Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Secara administrasi, wilayah KEK Tanjung Api Api yang diusulkan menjadi KEK terletak di wilayah Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, yang berjarak ± 80 km dari Kota Palembang dengan waktu tempuh 1,5 sampai 2 jam. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2009 dan PP No. 2 Tahun 2011, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api merupakan kawasan yang sangat strategis, di samping ketersediaan infrastruktur dan sumber daya unggulan daerahnya. Secara fungsional KEK Tanjung Api Api memiliki 2 fungsi yaitu sebagai kawasan PT Pendahuluan I-1

12 pelabuhan laut dan kawasan industri yang diharapkan pada masa mendatang dapat menjadi pendorong pertumbuhan Provinsi Sumatera Selatan. KEK Tanjung Api Api sebagai kawasan fungsional tentu akan dapat menunjang kegiatan pelabuhan samudra dan kegiatan industri skala menengah dan besar bila dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai serta sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor dan impor wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan sekitarnya. Dalam PP Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus Penyelenggaraan KEK meliputi: a. pengusulan KEK; b. penetapan KEK; c. pembangunan KEK; d. pengelolaan KEK; dan e. evaluasi pengelolaan KEK. Pada saat ini penyelenggaraan KEK masuk dalam pengusulan KEK dengan sebagai pihak pengusul adalah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Dalam tahap pengusulan KEK banyak dokumen yang harus dilengkapi sebelum ditetapkan sebagai kawasan KEK salah satu dokumen yang diperlukan adalah Rencana Strategis (Renstra) KEK Tanjung Api-Apa. Terkait dokumen pengusulan KEK Tanjung Api-Api menjadi KEK maka Renstra ini disusun. 1.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api dimaksudkan dan ditujukan untuk mendapatkan gambaran ke depan apabila daerah ini dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup dalam kegiatan Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api antara lain : a. Melakukan pengumpulan data dan analisis, baik data primer maupun sekunder terkait karakteristik Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan yang meliputi aspek kebijakan, tata ruang, geografi, ekonomi, sosial dan budaya. PT Pendahuluan I-2

13 b. Melakukan analisis profil dan kegiatan ekonomi daerah kajian. c. Analisis internal dan eksternal Kawasan Industri/Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). d. Arah pengembangan Kawasan Industri/KEK (Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran). e. Strategi (strategi utama dan strategi fungsional), kebijakan, program, dan rencana aksi pengembangan Kawasan Industri/KEK. Rencana Strategis meliputi tahap pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaan. f. Implementasi strategis. g. Pengendalian strategis. h. Memberikan rekomendasi mengenai arah dan strategi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. 1.4 Hasil Keluaran Keluaran (output) dari kegiatan Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api ini adalah berupa Dokumen Rencana Strategis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api. 1.5 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada laporan antara ini meliputi : BAB I BAB II Pendahuluan Bab ini menjelaskan mengenai pendahuluan yang dimana pendahuluan ini meliputi latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Sasaran, ruang Lingkup Wilayah dan Sistematika Pembahasan. Kajian Kebijakan Kawasan Industri Kariangau Bab Ini menjelaskan mengenai kebijakan terkait Pengembangan KEK tanjung Api-Api yang terdiri dari peraturan perundangan undangan terkait, Peraturan Pemerintah Terkait, Kebijakan Rencana Jangka Menengah Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupatem Banyuasain, PT Pendahuluan I-3

14 kebijakan rencana tata ruang wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Banyuasi dan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pendukung Pelabuhan Tanjung Api-Api. BAB III Gambaran Umum Potensi dan Permasalahan KEK Tanjung Api-Api Pada Bab ini menjelaskan mengenai potensi dan permasalahan pengembangan KEK Tanjung Api-Api berupa gambaran makro regional Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Banyuasim serta Gambaran Mikro lingkup wilayah tanjung api-api. BAB IV Analisis Pengembangan KEK Tanjung Api-Api Pada Bab ini menjelaskan mengenai Analisis Pengembangan Usaha/Industri, Analisis Pengembangan Lahan, Analisis Pengembangan Sumberdaya Manusia, Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana, Analisis dan Konsep Struktur Ruang Kawasan KEK Tanjung Api-Api BAB V Analisis S Lingkungan Internal dan Eksternal Pada bab ini menjelaskan mengenai proses Analisis SWOT analisis SWOT ini meliputi Potensi, Kendala, Peluang dan ancaman. Setelah menganalisis maka akan teridentifikasi isu strategis pengembangan KEK Tanjung Api-Api. BAB VI Arahan Pengembangan KEK Tanjung Api-Api Pada bab ini menjeias isu Stategis untuk visi, misi, tujuan dan sasaran serta Kebijakan dan Strategi Pengembangan KEK Tanjung Api-Api BAB VII Rumusan Rencana Strategis Pengembangan KEK Tanjung Api-Api Pada Bab ini menjelaskan mengenai strategi umum dan strategi fungsiona Pengembangan KEK Tanjung Api-Api serta Indikasi Program Jangka Menengah dan Panjang Pengembangan KEK Tanjung Api-Api PT Pendahuluan I-4

15 BAB VIII Kesimpulan dan Rekomendasi Pada bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan rekomendasi arahan Pengembangan KEK Tanjung Api-Api. PT Pendahuluan I-5

16 BAB II. KEBIJAKAN TERKAIT PENGEMBANGAN KEK TANJUNG API-API 2.1 Kebijakan Pengaturan KEK dan Kawasan Industri Undang-Undang RI No. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Undang-undang No. 39 Tahun 2009 merupakan kebijakan yang mengatur mengenai kawasan ekonomi khusus. Definisi kawasan ekonomi khusus menurut undang-undang ini adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Pengembangan kawasan ekonomi khusus inim merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan nilai investasi di Indonesia. KEK didalam UU tersebut dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona: a. Pengolahan Ekspor Zona pengolahan ekspor diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri yang produksinya ditujukan untuk ekspor. b. Logistik Zona logistik diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan, perakitan, penyortiran, pengepakan, pendistribusian (bagian dari aktivitas logistik dalam Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-1

17 kegiatan produksi), perbaikan, dan perekondisian permesinan dari dalam negeri dan dari luar negeri. c. Industri Zona Industri diperuntukkan bagi kegiatan industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi, serta agroindustri dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang produksinya untuk ekspor dan/atau untuk dalam negeri. d. Pengembangan Teknologi Zona Pengembangan teknologi diperuntukkan bagi kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun dan rekayasa, teknologi terapan, pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang teknologi informasi. e. Pariwisata Zona Pariwisata diperuntukkan bagi kegiatan usaha pariwisata untuk mendukung penyelenggaraan hiburan dan rekreasi, pertemuan, pameran, serta kegiatan yang terkait. f. Energi Zona Energi diperuntukkan untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang energi serta produksi dari energi alternatif, energi terbarukan, dan energi primer. g. Ekonomi Lain Zona Ekonomi Lain diperuntukkan untuk kegiatan lain selain sebagaimana dimaksud huruf (a) hingga (f) yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja serta disediakan lokasi untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK. Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-2

18 Untuk menyelenggarakan KEK, dibentuk lembaga penyelenggara KEK yang terdiri atas Dewan Nasional di tingkat pusat dan Dewan Kawasan di tingkat provinsi. Dewan Kawasan membentuk Administrator KEK di setiap KEK untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan, dan pengendalian operasionalisasi KEK. Kegiatan usaha di KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha. Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas fasilitas fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, dan fasilitas nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus Dalam peraturan pemerintah RI No. 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus diarahkan bahwa dalam penyelenggaraan KEK terdiri dari : a. Pengusulan KEK; b. Penetapan KEK; c. Pembangunan KEK; d. Pengelolaan KEK; dan e. Evaluasi pengelolaan KEK. Tahapan-tahapan yang diarahkan dalam penyelenggaraan KEK adalah sebagai berikut : Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-3

19 A. Pengusuanl KEK Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional secara tertulis sesuai dengan format yang ditentukan oleh Dewan Nasional, dimana diusulkan dan ditandatangani oleh : 1. Pemimpin untuk Badan Usaha yang didirikan di Indonesia dengan ketentuan lokasi dalam satu wilayah Kabupaten/Kota; 2. Bupati/Walikota untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dengan ketentuan lokasi berada dalam satu wilayah Kabupaten/Kota; atau 3. Gubernur untuk Pemerintah Provinsi dengan ketentuan lokasi berada pada lintas wilayah Kabupaten/Kota Dalam hal tertentu, Pemerintah dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK dan Penetapannya dilakukan berdasarkan usulan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Lokasi KEK yang diusulkan dapat merupakan area baru (yang belum ditetapkan sebagai KEK) atau perluasan KEK yang sudah ada dengan kriteria : 1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, yaitu meliputi kawasan budidaya yang peruntukannya berdasarkan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dapat digunakan untuk kegiatan KEK yang diusulkan. 2. Adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan, meliputi : a. Komitmen rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah (ketentuan perundangundangan di bidang pajak dan retribusi daerah) serta kemudahan; dan b. Pendelegasian kewenangan di bidang perizinan, fasilitas, dan kemudahan. 3. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan dimana merupakan lokasi Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-4

20 yang memiliki akses ke pelabuhan atau bandar udara atau tempat lain yang melayani kegiatan perdagangan internacional (adanya infrastruktur yang menghubungkan lokasi KEK dengan pelabuhan atau bandar udara atau tempat lain yang melayani kegiatan perdagangan internasional) Posisi yang dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia merupakan lokasi yang memiliki akses ke: Alur Laut Kepulauan Indonesia; Jaringan pelayaran yang menghubungkan antar pelabuhan internasional hub di Indonesia dan pelabuhan internasional di Indonesia; dan Jaringan pelayaran yang menghubungkan antara pelabuhan internasional hub dan pelabuhan internasional dengan pelabuhan internasional di negara lain. Posisi yang terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan merupakan lokasi yang berdekatan dengan sumber bahan baku industri pengolahan yang dikembangkan seperti lokasi yang berdekatan dengan kawasan budidaya pertanian, kawasan perkebunan, kawasan perikanan dan kelautan, atau kawasan pertambangan. 4. Mempunyai batas yang jelas Batas yang jelas meliputi batas alam (sungai/laut) atau batas buatan (pagar/tembok/batas lain yang terlihat secara fisik). Pada batas KEK harus ditetapkan pintu keluar atau masuk barang untuk keperluan pengawasan barang yang masih terkandung kewajiban kepabeanan. Penetapannya dilakukan dengan berkoordinasi dengan kantor pabean setempat. Sedangkan tata cara bentuk usulan yang dilakukan oleh badan usaha, Pemerintah Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi yang diatur dalam PP No. 2 Tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-5

21 Tabel 2.1 Bentuk dan Persyaratan Usulan KEK No Pemberi Usulan Penyampaian Usulan 1. Badan Usaha Usulan disampaikan melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh persetujuan pemerintah Kabupaten/Kota 2. Pemerintah Kabupaten/ Kota Usulan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional disampaikan melalui Pemerintah Provinsi Kelengkapan Dokumen a. surat kuasa otorisasi, jika pengusul merupakan konsorsium; b. akta pendirian Badan Usaha; c. profil keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang sudah diaudit, atau dalam hal perusahaan baru maka profil keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari para pemegang saham yang sudah diaudit kecuali untuk Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah; d. persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota terkait dengan lokasi KEK yang diusulkan; e. surat pernyataan mengenai kepemilikan nilai ekuitas paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai investasi KEK yang diusulkan; f. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana pembiayaan dan jadwal pembangunan KEK; g. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan; h. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi; i. studi kelayakan ekonomi dan finansial; j. analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; k. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; l. izin lokasi; m. rekomendasi dari otoritas pengelola infrastruktur pendukung dalam hal untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya; dan n. pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK. a. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana pembiayaan dan jadwal pembangunan KEK; b. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan; Usulan Lokasi KEK Dalam Satu Wilayah Kabupaten/Kota Dalam Lintas Wilayah Kabupaten/Kota Satu Wilayah Kabupaten/Kota Permohonan Pengajuan Bupati/Walikota Gubernur Bupati/Walikota Bentuk Usulan Tertulis sesuai format yang ditentukan oleh Dewan Nasional dan ditandatangani oleh Pimpinan untuk Badan Usaha Tertulis sesuai format yang ditentukan oleh Dewan Nasional dan ditandatangani oleh Gubernur Tertulis sesuai format yang ditentukan oleh Dewan Nasional dan ditandatangani oleh Bupati/Walikota Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-6

22 No Pemberi Usulan 3. Pemerintah Provinsi Penyampaian Usulan Usulan disampaikan setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten/kota. Kelengkapan Dokumen c. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi; d. studi kelayakan ekonomi dan finansial; e. analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; g. penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah; h. rekomendasi dari otoritas pengelola infrastruktur pendukung dalam hal untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya; i. pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK; dan j. komitmen pemerintahan kabupaten/kota mengenai rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan. a. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana pembiayaan dan jadwal pembangunan KEK; b. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan; c. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi; d. studi kelayakan ekonomi dan finansial; e. analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; g. penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah; h. persetujuan dari pemerintah kabupaten/kota terkait dengan lokasi KEK yang diusulkan; i. rekomendasi dari otoritas pengelola infrastruktur pendukung dalam hal untuk pengoperasian KEK memerlukan dukungan infrastruktur lainnya; dan j. pernyataan kesanggupan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan KEK. Usulan Lokasi KEK Lintas Kabupaten/Kota Permohonan Pengajuan Pemerintah Provinsi menyampaikan rencana pembentukan KEK pada lintas wilayah kabupaten/kota kepada pemerintah kabupaten/kota yang wilayahnya akan menjadi bagian dari lokasi KEK. Bentuk Usulan Tertulis sesuai format yang ditentukan oleh Dewan Nasional dan ditandatangani oleh Gubernur Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-7

23 No Pemberi Usulan 4.4. Kementerian/ Lembaga Pemerintah Non Kementerian Penyampaian Usulan menyampaikan usulan pembentukan KEK kepada Dewan Nasional Kelengkapan Dokumen a. deskripsi rencana pengembangan KEK yang diusulkan, paling sedikit memuat rencana pembiayaan dan jadwal pembangunan KEK; b. peta detail lokasi pengembangan serta luas area KEK yang diusulkan; c. rencana peruntukan ruang pada lokasi KEK yang dilengkapi dengan peraturan zonasi; d. rencana dan sumber pembiayaan; e. studi kelayakan ekonomi dan finansial; f. analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; g. usulan jangka waktu beroperasinya KEK dan rencana strategis pengembangan KEK; dan h. penetapan lokasi atau bukti hak atas tanah. Usulan Lokasi KEK Permohonan Pengajuan Usulan kementerian/lemba ga pemerintah non kementerian disampaikan kepada Dewan Nasional setelah dikonsultasikan dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Bentuk Usulan Tertulis sesuai format yang ditentukan oleh Dewan Nasional dan ditandatangani oleh Menteri/kepala lembaga non kementerian A. Penetapan KEK Dewan nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen usulan secara lengkap. Kajian dilakukan terhadap : Pemenuhan kriteria lokasi KEK; dan Kebenaran dan kelayakan isi dokumen yang dipersyaratkan. Berdasarkan hasil kajian, Dewan Nasional memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK. Keputusan dilakukan dalam sidang Dewan Nasional. Dalam hal Dewan Nasional menyetujui pembentukan KEK, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden disertai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK untuk ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal Dewan Nasional menolak usulan pembentukan KEK, penolakan disampaikan secara tertulis kepada pengusul disertai dengan alasan. Selain Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-8

24 itu, KEK yang telah ditetapkan harus siap beroperasi paling lambat 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkan. B. Pembangunan KEK Pembangunan KEK dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Badan Usaha; Kerjasama pemerintah, pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha; dan/atau Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pembangunan KEK meliputi kegiatan : 1. Pembebasan tanah untuk lokasi KEK Pembebasan tanah untuk lokasi KEK dilakukan oleh: a. Badan Usaha dalam hal KEK diusulkan oleh Badan Usaha; b. Pemerintah Provinsi dalam hal KEK diusulkan oleh pemerintah provinsi; c. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal KEK diusulkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota; d. Kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dalam hal KEK diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam hal tanah untuk lokasi KEK dibebaskan oleh Badan Usaha yang berbentuk koperasi atau swasta, kepada badan usaha dapat diberikan hak atas tanah berupa hak guna bangunan. Dalam hal tanah untuk lokasi KEK dibebaskan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah provinsi, pemerintah Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-9

25 kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dapat diberikan hak atas tanah berupa hak pakai atau hak pengelolaan. 2. Pelaksanaan pembangunan fisik KEK Berdasarkan penetapan KEK, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian menetapkan Badan Usaha untuk melakukan pembangunan KEK. a. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Badan Usaha, Badan Usaha pengusul ditetapkan sebagai Badan Usaha untuk membangun KEK oleh: pemerintah provinsi dalam hal lokasi KEK berada pada lintas wilayah kabupaten/kota; atau pemerintah kabupaten/kota dalam hal lokasi KEK berada dalam satu wilayah kabupaten/kota. Badan Usaha bertanggung jawab atas pembiayaan pembangunan KEK. b. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan pemerintah kabupaten/kota, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan: ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota; ata ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha. Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-10

26 c. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan pemerintah provinsi, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh pemerintah provinsi sesuai dengan: ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi; atau ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama pemerintah provinsi dengan Badan Usaha. d. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian, penetapan Badan Usaha untuk membangun KEK dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan: ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; atau ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Badan Usaha yang ditetapkan dalam melaksanakan pembangunan KEK berdasarkan perjanjian pembangunan KEK yang ditandatangani bersama antara Badan Usaha dengan pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan kewenangannya. Perjanjian paling sedikit memuat: lingkup pekerjaan; jangka waktu; jaminan pelaksanaan untuk pembangunan KEK; sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian; Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-11

27 mekanisme penyelesaian sengketa; dan pemutusan atau pengakhiran perjanjian. Adapun prosedur pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut : 1. Badan Usaha yang melaksanakan pembangunan KEK harus menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian setiap 12 (dua belas) bulan. 2. Badan Usaha harus menyampaikan laporan status kesiapan KEK kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian untuk dinyatakan siap operasi oleh Dewan Nasional pada jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak KEK ditetapkan. 3. Pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meneruskan laporan perkembangan pelaksanaan pembangunan KEK dan laporan status kesiapan KEK kepada Dewan Nasional melalui Dewan Kawasan. Dalam memantau pelaksanaan KEK, maka Dewan Nasional melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan KEK setiap Tahun dan disampaikan kepada pengusul untuk ditindaklanjuti. Jika dalam kurun waktu 3 (tiga) Tahun sejak KEK ditetapkan, KEK belim siap beroperasi, maka Dewan Nasional : Dalam hal setelah 3 (tiga) tahun sejak KEK ditetapkan, KEK belum siap beroperasi, Dewan Nasional: Melakukan perubahan atas usulan sebelumnya mencakup luas area yang dibangun. Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-12

28 Memberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK paling lama 2 (dua) tahun. Dalam hal setelah perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud, KEK belum siap beroperasi karena force majeure (terjadinya bencana alam, perang, pemberontakan bersenjata, dan kerusuhan sosial skala besar) atau bukan karena kelalaian (terjadi hambatan dalam pelaksanaan pembebasan tanah atau pelaksanaan pembangunan yang diluar kendali Badan Usaha, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian), Dewan Kawasan menyampaikan pertimbangan perpanjangan waktu kepada Dewan Nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu perpanjangan. Pertimbangan didasarkan pada hasil konsultasi dengan instansi Pemerintah terkait, pemerintah daerah, dan para ahli sesuai bidangnya sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Dewan Nasional melakukan evaluasi atas pertimbangan yang disampaikan oleh Dewan Kawasan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, dimana evaluasi dilakukan terhadap kelayakan dioperasikannya KEK. Berdasarkan evaluasi, Dewan Nasional dapat: (a) memberikan perpanjangan waktu pembangunan KEK untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) Tahun; atau (b) menyampaikan usulan pencabutan penetapan KEK kepada Presiden disertai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pencabutan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK. Melakukan langkah penyelesaian masalah pembangunan KEK. Jika KEK belum dapat juga beroperasi, Dewan Nasional mengajukan usulan pencabutan penetapan KEK kepada Presiden disertai dengan Rancangan Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-13

29 Peraturan Pemerintah tentang pencabutan Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu lokasi sebagai KEK. C. Pengelolaan KEK Pengelolaan KEK dilakukan oleh: a. Administrator yang dibentuk oleh Dewan Kawasan Administrator bertugas: Memberikan izin usaha dan izin lain yang diperlukan bagi Pelaku Usaha untuk mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK. Pelaksanaan pemberian izin melalui PTSP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK yang dilakukan oleh Badan Usaha pengelola KEK, dimana administrator berwenang memberikan : Arahan kepada Badan Usaha pengelola KEK untuk perbaikan operasionalisasi KEK; dan Teguran kepada Badan Usaha pengelola KEK dalam hal terjadi penyimpangan dalam pengoperasian KEK. Menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada Dewan Kawasan. Laporan operasionalisasi KEK disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan. Laporan operasionalisasi KEK secara insidental disampaikan dalam hal Dewan Nasional atau Dewan Kawasan membutuhkan perkembangan operasionalisasi KEK atau Administrator menilai terdapat kondisi yang harus dilaporkan segera. b. Badan Usaha pengelola. Badan Usaha pengelola KEK bertugas menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. Badan Usaha pengelola KEK berbentuk: Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-14

30 Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; Badan Usaha koperasi; Badan Usaha swasta; atau Badan Usaha patungan antara swasta dan/atau koperasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Badan Usaha pengelola KEK ditetapkan pada masa pelaksanaan pembangunan KEK dan paling lambat sebelum KEK dinyatakan siap beroperasi oleh Dewan Nasional. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Badan Usaha, Badan Usaha pengusul ditetapkan sebagai Badan Usaha pengelola oleh: Pemerintah Provinsi dalam hal lokasi KEK berada pada lintas wilayah kabupaten/kota; atau Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal lokasi KEK berada dalam satu wilayah Kabupaten/Kota. Badan Usaha bertanggung jawab atas pembiayaan pengelolaan KEK. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Pemerintah Kabupaten/Kota, penetapan Badan Usaha pengelola dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan: (a) Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik daerah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota; atau (b) Ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama pemerintah kabupaten/kota dengan Badan Usaha. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan Pemerintah Provinsi, penetapan Badan Usaha pengelola dilakukan oleh Pemerintah Provinsi sesuai dengan: Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-15

31 (a) Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik daerah dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi; atau (b) Ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama pemerintah provinsi dengan Badan Usaha. Dalam hal KEK yang ditetapkan merupakan usulan kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian, penetapan Badan Usaha pengelola dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan: (a) Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; atau (b) Ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini dalam hal pembangunan KEK dibiayai dari kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pengelola KEK melaksanakan pengelolaan KEK berdasarkan perjanjian pengelolaan KEK yang ditandatangani bersama antara Badan Usaha dengan pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sesuai dengan kewenangannya. Perjanjian paling sedikit memuat: Lingkup pekerjaan; Jangka waktu; Standar kinerja pelayanan; Sanksi; Pelaksanaan pelayanan KEK dalam hal terjadi sengketa; Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-16

32 Pemutusan perjanjian oleh pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dalam hal tertentu; Pengakhiran perjanjian; Pertanggungjawaban terhadap barang milik negara/daerah; Serah terima aset atau infrastruktur oleh Badan Usaha pengelola kepada kementerian/lembaga, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota setelah kerjasama pengelolaan berakhir; dan Kesanggupan penyediaan ruang kantor untuk kegiatan pelayanan kepabeanan dan cukai. Dalam hal tanah yang digunakan sebagai lokasi KEK merupakan milik Badan Usaha, selain harus memuat ketentuan diatas, perjanjian harus memuat pula ketentuan mengenai larangan mengalihkan sebagian atau seluruh tanah lokasi KEK kepada pihak lain. D. Evaluasi Pengelolaan KEK Berdasarkan laporan dari Administrator, Dewan Nasional melakukan evaluasi pengelolaan KEK dan hasil evaluasi disampaikan kepada Administrator dan Dewan Nasional. Evaluasi dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap operasionalisasi KEK. Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Nasional dapat: a. Memberikan arahan kepada Dewan Kawasan untuk peningkatan kinerja operasionalisasi KEK; b. Melakukan pemantauan terhadap operasionalisasi KEK; dan/atau c. Memberikan rekomendasi mengenai langkah tindak lanjut operasionalisasi KEK berupa pemutusan perjanjian pengelolaan KEK atau pengusulan pencabutan penetapan KEK. Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-17

33 Rekomendasi pemutusan perjanjian pengelolaan KEK disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Dewan Kawasan, apabila Badan Usaha pengelola: tidak memenuhi standar kinerja pelayanan; dinyatakan pailit; melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin usaha dan izin lain yang diberikan; dan/atau mengajukan permohonan pemberhentian sebagai Badan Usaha pengelola KEK. Rekomendasi pencabutan penetapan KEK disampaikan oleh Dewan Nasional kepada Presiden apabila dalam pengoperasian KEK : tidak dilakukan perbaikan kinerja setelah dilakukan langkah-langkah di atas; terjadi dampak negatif skala luas terhadap lingkungan di sekitarnya; menimbulkan gejolak sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya; dan/atau terjadi pelanggaran hukum di KEK (pelanggaran yang mengakibatkan kerugian negara, seperti penyelundupan atau penyalahgunaan insentif kepada yang tidak berhak). Apabila status Badan Usaha pengelola dicabut, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian melakukan proses penetapan Badan Usaha pengelola yang baru dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah pencabutan Badan Usaha pengelola. Selama jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, pengelolaan KEK sementara dilakukan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sampai dengan penetapan Badan Usaha pengelola yang baru. Proses penunjukan Badan Usaha pengelola yang baru mengacu pada ketentuan Pasal 48 dalam PP No. 2 Tahun Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-18

34 2.1.3 Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.nPembangunan Kawasan Industri bertujuan untuk: a. mengendalikan pemanfaatan ruang; b. meningkatkan upaya pembangunan Industri yang berwawasan lingkungan; c. mempercepat pertumbuhan Industri di daerah; d. meningkatkan daya saing Industri; e. meningkatkan daya saing investasi; dan f. memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur, yang terkoordinasi antar sektor terkait. Pembangunan kawasan kawasan industri harus sesuai dengan rencana tata ruang nasional, provinsi dan Kabupaten. Luas lahan Kawasan Industri paling rendah 50 (lima puluh) hektar dalam satu hamparan. Luas lahan Kawasan Industri Tertentu untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah paling rendah 5 (lima) hektar dalam satu hamparan. Proses pembangunan kawasan industri dimulau dengan dengan mendapatkan Persetujuan Prinsip. Setelah medapatkan izin prinsip wajin wajib memperoleh Izin Lokasi baru akan mendapatkan izin operasional berupa izin usaha kawasan industri apabila selesai pembangunan kawasan. Pembangunan kawasan t dilaksanakan dalam batas waktu 2 tahun setelah dapat persetujuan prinsiip dengan melaksanakan: a. penyediaan/penguasaan tanah; b. penyusunan rencana tapak tanah; c. pematangan tanah; d. penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan mendapatkan pengesahan; Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-19

35 b. perencanaan dan pembangunan prasarana dan sarana penunjang termasuk pemasangan instalasi/peralatan yang diperlukan; a. penyusunan Tata Tertib Kawasan Industri; b. pemasaran kaveling Industri; dan c. penyediaan, pengoperasian, dan/atau pemeliharaan pelayanan jasa bagi Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri. Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa setelah ada kawasa industri ada sautu daerah maka pembangunan industri baru dan pengembangan industri harus berada pada kawasan industri yang ada pada daerah tersebut. 2.2 Kebijakan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus merupakan tahapan yang harus dilakukan oleh pemerintah. Amanat pelaksanaan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus telah tertuang dalam RPJPN yang terbagi dalam tahapan pelaksanaan 4 periode RPJM. Tahapan RPJPN sebagaimana didalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun meliputi tahapan pembangunan sebagai berikut; RPJM 1 ( ) : Menata kembali NKRI, membangunan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik RPJM 2 ( ) : Mamantapkan penataan kembali NKRI, meingkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan Iptek, memperkuat daya saing perekonomian RPJM 3 ( ) : Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan Iptek. Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-20

36 RPJM 4 ( ) : Mewujdukan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif Arah kebijakan yang mendukung pelaksanaan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus adalah arah ke-5 RPJPN , diantarnya Mewujudkan Pembangunan Yang Lebih Merata dan Berkeadilan, yang meliputi; 1. Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memperhatikan potensi dan peluang keunggulan sumberdaya darat dan/atau laut di setiap wilayah 2. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis 3. Rencana Tata Ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan konsep pengembangan konsentrasi kegiatan untuk menarik minat investor dalam pengembangan industrialisasi dengan bahan baku dan tenaga kerja lokal. Potensi dan keunggulan sumberdaya laut dan darat dimaksimalkan untuk menciptakan pemerataan pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Arah Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis dalam RPJMN memiliki sasaran sebagai berikut; 1. Terciptanya iklim kondusif bagi investor melalui kejelasan peraturan perundangan yang ditetapkan pemerintah untuk mendorong perkembangan KAPET, KPBPB dan KEK. Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-21

37 2. Terbentuknya kelembagaan pembinaan dan pengawasan di tingkat pemerintah pusat serta kelembagaan pengelolaan dan pengusahaan di tingkat pemerintah daerah dan pengelola kawasan yang profesional. 3. Terbangunnya sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, air baku, dan permukiman yang mendukung pengembangan kawasan, serta sarana dan prasarana pendukung lainnya sesuai dengan kebutuhan kawasan. Sumber: Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun Gambar 2.1 Kerangka Pembangunan Kawasan Strategis dalam RPJMN Arah kebijakan yang kemudian dijabarkan dalam Strategi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagaimana dalam RPJMN adalah terdiri dari; 1. Penciptaan iklim investasi yang kondusif di KEK: a) Penetapan lokasi KEK; b) Penyelesaian peraturan operasional KEK; c) Penyelesaian RTR KEK dan Rencana Detail KEK; d) Koordinasi perencanaan dan implementasi pembangunan KEK; Kebijakan Terkait Pengembangan KEK Tanjung Api-Api II-22

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2012 PEREKONOMIAN. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5371) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-07/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN PENGUSULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pengembangan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5371 PEREKONOMIAN. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 263) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan investasi

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365, 2015 INDUSTRI. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-08/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN EVALUASI USULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p - 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2014 KEMENPERIN. Izin Usaha. Izin Perluasan. Kawasan Industri. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/M-IND/PER/2/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 63 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Prospek Pengembangan KEK di Sulawesi Selatan

Prospek Pengembangan KEK di Sulawesi Selatan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Dipaparkan dalam: Workshop Pengembangan Kawasan Ekonomi di sulawesi Selatan Makassar ǀ November 2013 Prospek

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5783 EKONOMI. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Fasilitas. Kemudahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 309). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah wajib

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2012011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERSPEKTIF PEMERINTAHAN JOKOWI DAN JK 2015-2019 ( 9 AGENDA PRIORITAS ) Nomor PRIORITAS 1 Perlindungan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam No. 2005, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Dekonsentrasi. Pelimpahan dan Pedoman. TA 2017. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci