KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. WANA HIJAU PESAGUAN, KALIMANTAN BARAT YUSUF MUHAMMAD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. WANA HIJAU PESAGUAN, KALIMANTAN BARAT YUSUF MUHAMMAD"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. WANA HIJAU PESAGUAN, KALIMANTAN BARAT YUSUF MUHAMMAD DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Amfibi di Hutan Tanaman Industri PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Yusuf Muhammad NIM E

4 ii ABSTRAK YUSUF MUHAMMAD. Keanekaragaman Amfibi di Hutan Tanaman Industri PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan CECEP KUSMANA. Adanya perubahan kawasan alami menjadi hutan tanaman industri (HTI) menyebabkan potensi turunnya keanekaragaman hayati. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah komposisi, status konservasi, serta keanekaragaman jenis amfibi di wilayah kerja PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat di dalam maupun luar kawasan lindung. Pengambilan data dilakukan pada tanggal Mei 20 dengan metode Visual Encounter Survey (VES) with Transect Design dan VES with Time-Constrained Technique. Selama penelitian didapatkan 27 jenis amfibi dari enam famili. Terdapat bias dalam penelitian karena sebagian luar kawasan lindung yang ditelaah meliputi areal yang belum dibuka sehingga menghasilkan data keanekaragaman yang lebih tinggi daripada kawasan lindung. Namun demikian, terlihat jelas pada komposisi areal terganggu didominasi oleh jenisjenis yang biasa hidup dekat hunian manusia seperti Fejervarya limnocharis dan Polypedates leucomystax. Jika areal di luar kawasan lindung tersebut dibuka untuk penanaman akasia, diperkirakan jumlah jenis akan turun. Kata kunci: amfibi, Kalimantan, keanekaragaman, hutan tanaman produksi ABSTRACT YUSUF MUHAMMAD. Amphibian Diversity in Industrial Timber Plantation PT. Wana Hijau Pesaguan, West Kalimantan. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and CECEP KUSMANA. The change of natural areas into industrial timber plantations will potentially decrease biodiversity. This study aimed to examine the composition, conservation status, as well as the diversity of amphibians in the region of PT. Wana Hijau Pesaguan, West Kalimantan, within its protected areas and surrounding areas. Data were collected on 20 th to 29 th May 20, using Visual Encounter Survey (VES) method with Transect Design and Time-Constrained Technique. We found 27 amphibian species from six families. There is a bias in the study because several location categorized as outside protected areas were still unopened, resulting amphibian diversity is higher than protected areas. Nevertheless, it is clear that the composition of amphibian in disturbed areas is dominated by species that used to live near human civilization such as Fejervarya limnocharis and Polypedates leucomystax. If areas in outside protected area will be opened for acacia planting, it is estimated that the number of the species will decrease. Keywords: amphibians, diversity, Kalimantan, industrial timber plantation

5 iii KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. WANA HIJAU PESAGUAN, KALIMANTAN BARAT YUSUF MUHAMMAD Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6 iv

7

8 vi PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-nya sehingga skripsi yang berjudul: Keanekaragaman Amfibi di Hutan Tanaman Industri PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat dapat tersusun atas bimbingan Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat pada bulan Mei 20. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dorongan semangat, ilmu, saran, nasihat, dan atas kesabarannya dalam membimbing selama penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT Wana Hijau Pesaguan, Catur Sotaradu Radja Gultom, S.Hut, Dinen Bintang, S.Hut, Rifky Wahyuningtyas, dan pihak lainnya yang telah banyak membantu selama pengambilan data. Terima kasih juga kepada keluarga, ayah, ibu, kakak, adik, dan kerabat lainnya atas doa dan semangat yang telah diberikan. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Paguyuban Karya Salemba Empat yang telah membiayai uang bulanan penulis sejak 2011 hingga Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman satu bimbingan (Novi, Eko, Dhila, Habib, Andri) serta segenap keluarga besar Fahutan IPB, DKSHE, Himakova, DKM Ibaadurrahman, Birena Al- Hurriyyah, Marboth Al-Hurriyyah, JY (Fahutan 47), dan Nepenthes rafflesiana (KSHE 47) yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas kebersamaannya selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor. Semoga semua kebaikan yang diberikan dibalas oleh Allah SWT. Aamiin. Bogor, Agustus 2015 Yusuf Muhammad

9 vii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 3 Lokasi dan Waktu 3 Metode Pengumpulan Data 6 Analisis Data 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil 8 Pembahasan 13 SIMPULAN DAN SARAN 17 Simpulan 17 Saran 18 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 22

10 viii DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi daerah pengamatan, metode yang digunakan, serta lama pengamatan dan jumlah transek 5 2 Penemuan amfibi pada berbagai tempat pengamatan di lokasi penelitian 9 3 Status konservasi dan endemisitas spesies 10 DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian di PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat 3 2 (a) Hutan dan anak sungai sekitar bekas tebangan; (b) Hutan dan sungai di pinggir jalan mobil; (c) Lahan terbuka; (d) Kubangan bekas kerukan mesin; (e) Hutan; (f) Hutan riparian; (g) Sungai 4 3 Kurva pertambahan jenis amfibi selama pengamatan di PT WHP, Kalimantan Barat 9 4 Dendrogram kesamaan jenis amfibi berdasarkan lokasi pengamatan 12 5 Frekuensi relatif pertemuan spesies di beberapa lokasi di luar kawasan lindung 12 6 Frekuensi relatif pertemuan spesies di beberapa lokasi di kawasan lindung 12 7 Indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis amfibi di dalam dan di luar kawasan lindung 13 8 I. divergens yang ditemukan bersembunyi di balik kulit kayu sisa penebangan di tepi hutan, dekat jalan mobil (off-road) 16 9 H. baramica (a) dan H. glandulosa (b) yang ditemukan di tepi hutan, dekat jalan mobil (off-road) 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan 22 2 Tabel data spesimen yang diawetkan 35

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Amfibi adalah hewan bertulang belakang (vertebrata) yang kehidupannya tergantung terhadap kondisi lingkungan. Menurut Carey dan Alexander (2003), populasi amfibi sensitif dan mempunyai respons kuat terhadap perubahan serta variabilitas temperatur udara dan air, curah hujan, dan hydroperiod (jangka waktu dan musim kehadiran air) dari lingkungan mereka. Sensitivitas terhadap perubahan lingkungan membuat amfibi dapat dijadikan indikator terhadap perubahan kualitas atau kondisi lingkungan. Kalimantan memiliki paling tidak dua dari tiga bangsa amfibi, yaitu bangsa Gymnophiona atau sesilia dan Anura atau katak. Caudata atau salamander merupakan satu-satunya bangsa di amfibi yang tidak terdapat di Asia Tenggara kecuali Vietnam Utara dan Thailand Utara (Iskandar 1998). Menurut Nishikawa et al. (2012), sesilia (Gymnophiona) berbentuk seperti cacing, merupakan amfibi yang sebagian besar hidup di bawah tanah (fossorial). Kebiasaan mereka di bawah tanah membuat mereka menjadi urutan pertama tetrapod paling terkenal. Menurut Iskandar (1998), terdapat dua marga sesilia yang berada di Kalimantan, yaitu marga Caudacaecilia dan Ichthyophis. Kedua marga tersebut termasuk dalam suku Ichthyophiidae. Terdapat sekitar 150 jenis katak di Borneo (Thiessen 2012). Pada tahun 1997 Inger dan Stuebing menyatakan bahwa kurang lebih ada 0 spesies katak di Borneo. Jumlah tepat tidak bisa dipastikan sebab spesies baru ditemukan setiap tahun (Inger dan Stuebing 1997). Menurut Pio (2005), tujuh jenis katak baru ditemukan sejak 1994 hingga 2004 di Borneo. Beberapa di antaranya adalah Ansonia anotis yang ditemukan pertama kali di dataran tinggi Sabah pada Maret Philautus erythrophthalmus ditemukan pertama kali pada April 1999 di Sabah. Ditemukan juga spesies baru di dataran tinggi Sarawak, Kalophrynus eok, pada September Penemuan terbaru juga didapati oleh Mistar (2008). Ansonia jenis baru (bukan Ansonia anotis) ditemukan di Hutan Lindung Beratus, Provinsi Kalimantan Tengah. Katak tersebut termasuk dalam daftar jenis amfibi endemik yang ada di Kalimantan. Amfibi sebenarnya mempunyai persebaran yang luas, mulai dari hutan primer, hutan sekunder, habitat yang terganggu (sawah, kebun, ladang, hutan produksi, pemukiman manusia), serta terdapat di dataran rendah maupun dataran tinggi (Iskandar 1998). Jenis-jenis amfibi yang menghuni berbagai habitat ini berbeda, tergantung adaptasi dari masing-masing spesies dengan karakteristik habitat yang ada. Habitat amfibi secara garis besar terdapat empat, yaitu perairan (akuatik), darat (terestrial), pepohonan (arboreal), dan dalam tanah (fossorial) (Mistar 2008). Menurut Sudrajat (2001), amfibi dibagi menurut perilaku dan habitatnya menjadi tiga grup besar yaitu: 1). Jenis yang terbuka berasosiasi dengan manusia dan tergantung pada manusia, 2). Jenis yang dapat berasosiasi dengan manusia tapi tidak tergantung pada manusia, 3). Jenis yang tidak berasosiasi dengan manusia. Penelitian amfibi untuk mengetahui keanekaragaman amfibi di hutan produksi penting digunakan terutama sebagai basis data keanekaragaman jenis

12 2 amfibi sebelum adanya perubahan tutupan lahan atau deforestasi. Menurut Sumargo et al.. (2011), luas deforestasi di Kalimantan sejak tahun adalah sebesar ,93 Ha atau sebesar 16,76% dari total tutupan lahan di Kalimantan pada tahun Kalimantan juga mempunyai persentase terbesar deforestasi sejak dibandingkan dengan Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara (digabung), Sulawesi, Maluku, dan Papua, yaitu sebesar 36,32%. Pengalihan habitat alami menjadi hutan produksi atau hutan tanaman industri akan merubah bentuk lanskap yang ada. Setiap pengusahaan hutan maupun hutan industri saat ini diharuskan memiliki hutan lindung di dalam konsesi mereka sebagai komitmen untuk konservasi jenis. Kawasan lindung ini umumnya memiliki luasan terbatas dan membentuk fragmen-fragmen kecil di dalam lanskap. Fragmentasi habitat dan isolasi, hilangnya habitat, serta penurunan kualitas habitat merupakan ancaman utama terhadap populasi amfibi (Hamer dan McDonnell 2008). Luasan daerah dan jarak area terfragmentasi juga menentukan keanekaragaman jenis dan kelimpahan herpetofauna (Fitrian 2013). Penelitian amfibi di kawasan hutan produksi di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain oleh Utama (2003) di HPH (Hak Pengusahaan Hutan) PT. Intracawood Manufacturing dan Darmawan (2008) di Eks-HPH PT. Rimba Karya Indah. Kedua peneliti ini melakukan penelitian terutama di hutan produksi (HPH). Penelitian di atas tidak melihat perbandingan antara kawasan lindung dan luar kawasan lindung tapi melihat keanekaragaman amfibi antara areal bekas tebangan dengan periode tebangan beberapa tahun. Penelitian tersebut menemukan bahwa keanekaragaman amfibi di areal bekas tebangan lebih dari sepuluh tahun memiliki keanekaragaman lebih tinggi dibanding dengan areal bekas tebangan kurang dari satu tahun. Hampir tidak ada penelitian yang melihat fungsi hutan lindung dalam kawasan hutan tanaman industri bagi amfibi. Oleh karena itu dirasa perlu untuk melakukan penelitian ini. PT. Wana Hijau Pesaguan merupakan perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang memiliki izin mengelola sejak tahun 2009 dengan nomor SK 719/Menhut-II/2009. Luas kawasan sebesar Ha dan berlokasi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan 2010). Di dalam kawasan ini ditetapkan kawasan lindung berupa KPSL (Kawasan Pelepasliaran Satwa Liar), KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah), dan Buffer Zone (Zona Penyangga). Oleh karena itu, lokasi ini sangat baik untuk melihat kemungkinan adanya perbedaan keanekaragaman hayati amfibi antara kawasan lindung dengan kawasan di luar kawasan lindung dengan mempertimbangkan adanya gangguan dari kegiatan manusia sebagai dasar terjadinya perbedaan. Tujuan Penelitian Penelitian tentang keanekaragaman amfibi di hutan tanaman industri ini dilakukan dengan tujuan untuk: menelaah komposisi, status konservasi serta keanekaragaman jenis amfibi di wilayah kerja PT. Wana Hijau Pesaguan (PT. WHP) yang meliputi area dalam kawasan lindung berupa KPSL (Kawasan Pelepasliaran Satwa Liar), KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah), dan Buffer Zone, serta area di luar kawasan lindung.

13 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di dalam dan luar kawasan lindung, PT. Wana Hijau Pesaguan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Gambar 1). Terdapat dua kawasan lindung, yaitu Bukit Buru Bayan dan Bukit Tukul. Penelitian di kawasan lindung meliputi tiga zona, yaitu KPSL (Kawasan Pelepasliaran Satwa Liar), KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah), dan Buffer Zone (Zona Penyangga). Daerah luar kawasan lindung yang diambil datanya meliputi Arboretum Distrik Pesaguan, Sungai Pos Jaga Distrik Pesaguan, Pesaguan 2, dan Pesaguan 1. Pengambilan data dilakukan di dua habitat, yaitu darat dan sungai. Waktu pengambilan data dilakukan pada tanggal Mei 20. Gambar 1 Peta lokasi penelitian di PT. Wana Hijau Pesaguan, Kalimantan Barat

14 4 Pengambilan data dilakukan di dalam hutan alam, hutan riparian, sungai, danau, sekitar bekas tebangan, pinggir jalan mobil (off-road), lahan terbuka, dan kubangan bekas kerukan mesin (Gambar 2). Daerah pengamatan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu daerah luar kawasan lindung dan kawasan lindung (Tabel 1). (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Gambar 2 (a) Hutan dan anak sungai sekitar bekas tebangan; (b) Hutan dan sungai di pinggir jalan mobil; (c) Lahan terbuka; (d) Kubangan bekas kerukan mesin; (e) Hutan; (f) Hutan riparian; (g) Sungai

15 5 Daerah Luar Kawasan Lindung Daerah Kawasan Lindung Arboretum Pesaguan Pesaguan 2 Sungai Pos Jaga Pesaguan Pesaguan 1 Buru Bayan Tabel 1 Klasifikasi daerah pengamatan, metode yang digunakan, serta lama pengamatan dan jumlah transek Klasifikasi Pengamat- Tipe Habitat Metode Hamatan Daerah N Penga- N N O- Jam rang Kawasan an ri (jamorang) Hutan dan Sungai Kubangan bekas kerukan mesin dan Sekitar tebangan Sungai VES Time Constrained ,5 3 4,5 Lahan terbuka (1) serta Kubangan dan Pinggir jalan mobil (1) Hutan KPSL riparian KPPN Hutan alam Tukul KPSL Sungai (1) dan Pinggir VES jalan mobil Transect dan Danau Design (1) KPPN Buffer Zone Hutan riparian (1) dan Sungai (2) Hutan alam (1) dan Sungai (2)

16 6 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan metode Visual Encounter Survey (VES) dengan dua pendekatan berbeda. Visual Encounter Survey merupakan metode yang menghitung jenis dan jumlah individu yang terlihat secara visual saat pengamatan. Pengambilan data di kawasan lindung (KPSL, KPPN, dan Buffer Zone) menggunakan metode VES with Transect Design (survei perjumpaan visual dengan pola transek) sepanjang 100 m. Metode VES dengan pola transek dapat digunakan di habitat darat maupun akuatik, bahkan cocok untuk pengambilan sampel data pada habitat mikro yang berbeda. Menurut Hedley dan Buckland (2004), transek garis merupakan salah satu teknik yang paling sering digunakan dalam memperkirakan ukuran populasi satwaliar. Total transek di dalam kawasan lindung berjumlah 10. Sepuluh transek dengan panjang transek 100 m pada area pengamatan yang luas dianggap sudah sesuai (Heyer et al. 1994). Pengambilan data di luar kawasan lindung (Arboretum Distrik Pesaguan, Sungai Pos Jaga Distrik Pesaguan, Pesaguan 2, dan Pesaguan 1) menggunakan metode VES with Time-Constrained Technique (survei perjumpaan visual dengan teknik pembatasan waktu) selama dua jam. Metode ini memiliki beberapa asumsi, yaitu: 1). Setiap individu dari setiap spesies memiliki kesempatan yang sama untuk diamati, 2). Setiap spesies tidak memiliki perbedaan efek musiman dari aktivitas, cuaca, predator, atau kompetitor, 3). Satu individu hanya dicatat sekali selama survei, 4). Tidak ada perbedaan hasil antar pengamat (bila pengamat lebih dari satu) (Heyer et al. 1994). Pengamatan di luar kawasan lindung ini dilakukan 5 kali pada habitat berbeda. Pengumpulan data satwa dilakukan pada malam hari setelah dilakukan survei lokasi terlebih dahulu pada siang hari. Saat survei siang, peneliti menggunakan peta, kompas, dan GPS untuk menentukan dan menandai lokasi pengamatan. Panjang jalur pengamatan diukur dengan meteran (50 m) dan per sepuluh meter diberikan tagging yang terbuat dari tali rafia dan selotip. Saat pengamatan malam headlamp dan GPS diperlukan agar dapat melihat dan tidak tersesat di dalam hutan. Lama pengamatan dalam satu malam berbeda-beda disebabkan metode dan kondisi lapang yang berbeda. Waktu tercepat dimulai pengamatan adalah pukul 18:30 WIB dan waktu terlama akhir pengamatan adalah pukul 01:20 WIB. Rata-rata waktu yang terpakai untuk pengamatan dalam satu malam adalah dua jam delapan menit. Data satwa yang diambil saat pengamatan berupa data jenis (nama spesies), waktu, substrat, posisi, aktivitas, panjang tubuh atau SVL (Snout-Vent Lenght), dan massa tubuh. Tidak semua individu dicatat data SVL dan massa tubuh karena tidak semua individu ditangkap. Individu yang ditangkap dimasukkan ke dalam plastik spesimen lalu dikumpulkan dalam kantong atau tas agar memudahkan pengangkutan. Penulisan data di lapangan dapat menggunakan spidol permanen di atas plastik spesimen ataupun dicatat di buku lapangan dengan pensil. Pengukuran SVL menggunakan jangka sorong sementara pengukuran massa tubuh menggunakan neraca pegas (30 g dan 60 g). Identifikasi jenis dilakukan dengan bantuan buku identifikasi, seperti A Field Guide to The Frogs of Borneo (Inger dan Stuebing 1997), Amphibians and Reptiles of Brunei: A Pocket Guide (Das 2007), dan Panduan Lapang Amfibi Sekitar Hulu Belantikan (Kirono dan

17 7 Santoso 2010). Kaca pembesar (lup) dipakai apabila penciri jenis sulit dilihat dengan mata telanjang. Pengawetan perwakilan spesies yang ditemukan dilakukan untuk tujuan koleksi ilmu pengetahuan. Satwa diawetkan dengan cara dipingsankan terlebih dahulu memakai alkohol 70%. Setelah pingsan satwa disuntik alkohol 70% ke dalam otaknya agar mati. Spesimen yang telah mati disuntik alkohol ke dalam perut dan kaki belakangnya melalui anus agar tidak terjadi pembusukan dari dalam. Mulut spesimen disumpal dengan kapas yang sudah diberi alkohol agar mulut spesimen selalu terbuka. Terbukanya mulut dimaksudkan agar ketika dipindahkan ke dalam tabung spesimen, alkohol dapat masuk ke dalam perut awetan. Awetan yang akan dibawa ke laboratorium disusun dalam boks sampel yang telah dilapisi oleh tisu dapur. Data awetan ditulis di atas kertas karkir dengan menggunakan pensil. Kertas karkir diikatkan ke awetan dengan menggunakan benang jahit agar tidak tertukar. Setelah semua awetan telah masuk ke dalam boks sampel, boks ditutup dan dilapisi oleh lakban hitam hingga menutupi semua bagian boks. Pelapisan oleh lakban hitam dimaksudkan agar boks tidak terbuka selama perjalanan. Karakteristik habitat tempat pengamatan diambil siang hari saat survei lokasi pengamatan. Semua data yang didapatkan di lapangan lalu dicatat dan dianalisis menggunakan program statistika sederhana. Analisis Data Keanekaragaman jenis Keanekaragaman jenis amfibi didapatkan dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon (Brower dan Zar 1997, Magurran 2004). Nilai ini kemudian akan digunakan untuk membandingkan keanekaragaman amfibi berdasarkan habitatnya. Persamaan indeks keanekaragaman jenis Shannon adalah sebagai berikut: H = - pi Log pi Keterangan: H = Indeks keanekaragaman jenis Shannon pi = Proporsi jenis ke-i (diperoleh dari jumlah individu jenis ke-i dibagi jumlah seluruh individu yang diperoleh di suatu lokasi) Nilai indeks keanekaragaman jenis berdasarkan Magurran (1988) diacu dalam Hilwan et al. (2013) dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan, yaitu: Jika nilai H < 2 nilai H tergolong rendah, jika nilai H = 2-3 tergolong sedang, dan jika nilai H > 3 tergolong tinggi. Kemerataan jenis Derajat kemerataan jenis amfibi didapatkan dengan menggunakan Derajat Kemerataan Jenis Shannon (Magurran 2004). Persamaan derajat kemerataan jenis Shannon adalah sebagai berikut: J = (H ) / (Ln S) Keterangan: J = Derajat kemerataan jenis Shannon

18 8 H = Indeks keanekaragaman jenis Shannon S = Jumlah jenis yang ditemukan Lambang J dalam Magurran (2004) adalah sama dengan lambang E menurut Magurran (1988) diacu dalam Hilwan et al. (2013). Menurut Magurran (1988) diacu dalam Hilwan et al. (2013) besaran nilai E < 0,3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, E = 0,3-0,6 menunjukkan kemerataan jenis tergolong sedang, dan E > 0,6 maka kemerataan jenis tergolong tinggi. Frekuensi jenis Frekuensi jenis dan frekuensi relatif dihitung untuk mengetahui jenis yang paling sering ditemukan di berbagai tipe habitat. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Frekuensi Jenis = Frekuensi Relatif Jenis = x 100% Kesamaan jenis antar habitat Kesamaan jenis amfibi antar habitat dianalisis dengan program minitab 16 menggunakan Ward s Linkage Clustering berdasarkan nilai kehadiran (presenceabsent) amfibi. Analisis klaster (cluster analysis) adalah proses membagi suatu set objek data menjadi kelompok-kelompok sedemikian rupa sehingga objek yang berasal dari klaster yang sama mempunyai kemiripan dan objek yang berasal dari klaster berbeda tidak memiliki kemiripan (Long et al. 2010). Data habitat dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi habitat amfibi pada lokasi penelitian untuk dikaitkan dengan data satwa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi jenis, status konservasi, dan endemisitas Jumlah jenis amfibi yang ditemukan di PT. WHP (kawasan lindung dan di luar kawasan lindung) adalah sebanyak 27 jenis dari enam famili dengan total individu 206 ekor. Amfibi yang ditemukan di luar kawasan lindung sebanyak 19 jenis amfibi dari enam famili, sedangkan hasil pengamatan di kawasan lindung sebanyak 17 jenis amfibi dari 4 famili. Terdapat dua famili yang tidak ditemukan di kawasan lindung yaitu famili Microhylidae dan Rhacophoridae. Daftar penemuan jenis amfibi di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Kurva pertambahan jenis yang ditemukan selama pengamatan (sembilan hari) menunjukkan bahwa sampai pengamatan terakhir jumlah jenis amfibi yang ditemukan terus meningkat (Gambar 3).

19 9 Gambar 3 Kurva pertambahan jenis amfibi selama pengamatan di PT WHP, Kalimantan Barat Tabel 2 Penemuan amfibi pada berbagai tempat pengamatan di lokasi penelitian Kawasan Lindung Luar Kawasan Famili Buru Lindung Tukul Nama Spesies Bayan AR PS2 PJ PS1 SL PN SL PN BZ Bufonidae Ansonia leptopus Ansonia spinulifer Ingerophrynus divergens Leptophryne borbonica Phrynoidis asper + + Dicroglossidae Fejervarya cancrivora + + Fejervarya limnocharis Limnonectes ibanorum + Limnonectes kuhlii Limnonectes malesianus + + Limnonectes paramacrodon Megophryidae Leptolalax gracilis + + Leptolalax hamidi + Megophrys nasuta + Microhylidae Microhyla borneensis + Ranidae Hylarana baramica + + Hylarana chalconota Hylarana erythraea + Hylarana glandulosa +

20 10 Tabel 2 Penemuan amfibi pada berbagai tempat pengamatan di lokasi penelitian (lanjutan) Kawasan Lindung Luar Kawasan Famili Buru Lindung Tukul Nama Spesies Bayan AR PS2 PJ PS1 SL PN SL PN BZ Hylarana nicobariensis + Meristogenys phaeomerus Staurois natator + + Rhacophoridae Nyctixalus pictus + Polypedates leucomystax + + Polypedates macrotis + + Polypedates otilophus + + Rhacophorus pardalis + Total Spesies Keterangan: AR : Arboretum Distrik Pesaguan PS2 : Pesaguan 2 PJ : Sungai Pos Jaga Distrik Pesaguan PS1 : Pesaguan 1 SL : Kawasan Pelepasliaran Satwa Liar (KPSL) BZ : Buffer Zone PN : Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) Berdasarkan status konservasi, tidak ada spesies yang terdaftar di Apendiks CITES dan Lampiran PP RI No. 7 Tahun 1999 tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Status IUCN spesies yang ditemukan terbagi menjadi empat, yaitu not yet been assessed, LC (Least Concern), NT (Near Threatened), dan VU (Vulnerable). Selain itu ditemukan enam spesies yang termasuk endemik Borneo. Status perlindungan amfibi dan endemisitas disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Status konservasi dan endemisitas spesies Famili Status Nama Spesies IUCN Endemisitas Bufonidae Ansonia leptopus NT Endemik Ansonia spinulifer NT Endemik Ingerophrynus divergens LC Tidak Leptophryne borbonica LC Tidak Phrynoidis Casper LC Tidak Dicroglossidae Fejervarya cancrivora LC Tidak Fejervarya limnocharis LC Tidak Limnonectes ibanorum NT Endemik Limnonectes kuhlii LC Tidak Limnonectes malesianus NT Tidak Limnonectes paramacrodon NT Tidak

21 11 Tabel 3 Status konservasi dan endemisitas spesies (lanjutan) Famili Status Nama Spesies IUCN Endemik Megophryidae Leptolalax gracilis NT Tidak Leptolalax hamidi VU Endemik Megophrys nasuta LC Tidak Microhylidae Microhyla borneensis LC Endemik Ranidae Hylarana baramica LC Tidak Hylarana chalconota LC Tidak Hylarana erythraea LC Tidak Hylarana glandulosa LC Tidak Hylarana nicobariensis LC Tidak Meristogenys phaeomerus NT Endemik Staurois natator * Tidak Rhacophoridae Nyctixalus pictus NT Tidak Polypedates leucomystax LC Tidak Polypedates macrotis LC Tidak Polypedates otilophus LC Tidak Rhacophorus pardalis LC Tidak Keterangan: * : Not yet been assessed LC : Least Concern NT : Near Threatened VU : Vulnerable Pengelompokan dan keanekaragaman jenis amfibi di kawasan lindung dengan luar kawasan lindung Hasil analisis kesamaan jenis amfibi menunjukkan bahwa terdapat pengelompokan komunitas amfibi berdasarkan kesamaan jenis yang ditemukan. Pengelompokan terbesar berada antara KPPN Tukul dengan Buffer Zone Tukul sebesar 83,34% serta antara Arboretum Distrik Pesaguan dengan Pesaguan 2 sebesar 73,60%. Selanjutnya KPSL Tukul bergabung dengan KPPN Tukul dan Buffer Zone Tukul dengan nilai sebesar 58,82%. Sungai di Pos Jaga Distrik Pesaguan bergabung dengan KPSL Buru Bayan sebesar 57,37%. Lokasi dengan persentase kesamaan jenis terendah adalah Pesaguan 1 yang bergabung dengan Sungai di Pos Jaga dan KPSL Buru Bayan dengan nilai sebesar 49,47% dan KPPN Buru Bayan yang bergabung dengan Arboretum, Pesaguan 2, Sungai Pos Jaga, KPSL Buru Bayan, dan Pesaguan 1 sebesar 35,67% (Gambar 4). Hasil perhitungan frekuensi relatif, spesies dengan frekuensi relatif terbesar di luar kawasan lindung adalah Ingerophrynus divergens, Fejervarya limnocharis, Limnonectes paramacrodon, dan Hylarana chalconota, sebesar 9% (Gambar 5). Keempat spesies tersebut ditemukan di tiga lokasi dari total empat lokasi pengamatan yang ada di luar kawasan lindung (Tabel 2). Spesies dengan frekuensi terbesar di kawasan lindung adalah Leptophryne borbonica, Limnonectes kuhlii, Hylarana chalconota, dan Meristogenys phaeomerus, sebesar 10% (Gambar 6).

22 12 Keempat spesies tersebut ditemukan di setiap lokasi pengamatan di kawasan lindung (Tabel 2). Keterangan: AR : Arboretum Distrik Pesaguan PS2 : Pesaguan 2 PJ : Sungai Pos Jaga Distrik Pesaguan SLB : KPSL Buru Bayan PS1 : Pesaguan 1 PNB : KPPN Buru Bayan SLT : KPSL Tukul PNT : KPPN Tukul BZT : Buffer Zone Tukul Gambar 4 Dendrogram kesamaan jenis amfibi berdasarkan lokasi pengamatan Gambar 5 Frekuensi relatif pertemuan spesies di beberapa lokasi di luar kawasan lindung Gambar 6 Frekuensi relatif pertemuan spesies di beberapa lokasi di kawasan lindung

23 13 Indeks keanekaragaman jenis di luar kawasan lindung sebesar 2,57 hasil ini relatif lebih tinggi dibandingkan nilai indeks di kawasan lindung sebesar 2,21 (Gambar 7). Nilai indeks kemerataan di kedua kawasan relatif rendah, yaitu 0,13 di kawasan lindung dan 0, di luar kawasan lindung. Gambar 7 Indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis amfibi di dalam dan di luar kawasan lindung Pembahasan Spesies amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (WHP), Kalimantan Barat sebanyak 27 spesies dari enam famili dengan jumlah total individu 206 ekor. Hasil tersebut sama dengan penemuan Utama (2003) di PT. Intracawood Manufacturing, Kalimantan Timur. Adapun jumlah yang lebih sedikit ditemukan oleh Sardi et al. (20) sebanyak 24 spesies di Resort Lekawai Kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat, Yani et al. (2015) sebanyak 18 spesies di Kawasan Hutan Lindung Gunung Semahung, Kalimantan Barat, serta Mistar (2008) sebanyak 15 spesies di Areal Mawas, Kalimantan Tengah. Akan tetapi jumlah yang ditemukan di PT. WHP lebih sedikit jika dibandingkan dengan Kolanus et al. (2009) dan Himakova (2008) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya sebanyak 29 spesies, Abdiansyah (2011) sebanyak 31 spesies di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur, Rahmania (20) sebanyak 36 spesies di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, Iskandar et al. (1998) sebanyak 55 spesies di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat, maupun Iskandar et al. (2007) sebanyak 56 spesies di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Sedikitnya jumlah spesies yang ditemukan di PT. WHP disebabkan jumlah hari pengamatan yang lebih sedikit dibandingkan Abdiansyah (2011), Rahmania (20), maupun Iskandar et al. (2007). Total 31 spesies yang ditemukan Abdiansyah (2011) didapatkan dalam kurun waktu 17 hari pengamatan dari total 20 hari pengamatan (tidak ada penambahan spesies sejak hari ke-18). Sedangkan 36 spesies yang ditemukan Rahmania (20) didapatkan dalam kurun waktu 29 hari dari total 30 hari pengamatan. Adapun total 56 spesies yang ditemukan Iskandar et al. (2007) didapatkan dalam kurun waktu 19 hari. Hasil penelitian di PT. WHP dan Iskandar et al. (2007) sama-sama masih menunjukkan grafik yang meningkat pada kurva penambahan spesies. Menurut Iskandar et al. (2007), grafik

24 penambahan spesies yang masih menunjukkan peningkatan menunjukkan masih adanya potensi penambahan spesies jika dilakukan penelitian lebih lanjut di daerah tersebut. Selain jumlah hari pengamatan, hal yang mempengaruhi lebih sedikitnya jumlah spesies yang ditemukan di PT. WHP adalah luas dan kondisi lokasi pengamatan. Penelitian Iskandar et al. (1998) di Taman Nasional Bentuang Karimun dan Iskandar et al. (2007) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya mendapatkan banyak jumlah spesies karena luasnya lokasi pengamatan dan beragamnya jenis habitat. Kondisi lokasi yang terganggu juga mempengaruhi sedikitnya jumlah spesies amfibi yang didapatkan (Utama 2003). Berdasarkan penelitian Utama (2003), didapatkan hasil bahwa jumlah spesies anura berkorelasi negatif dengan usaha pembukaan wilayah hutan (PWH). Pembukaan wilayah hutan (PWH) merupakan kegiatan pembuatan sarana dan prasarana untuk mengeluarkan kayu tebangan dari hutan. Lebih lanjut lagi Utama (2003) menyatakan hutan alami mempunyai jumlah spesies yang lebih banyak dibandingkan kawasan hutan yang telah mengalami pembukaan lahan. Kegiatan PWH berpengaruh pada terjadinya fragmentasi-fragmentasi di habitat terestrial. Sementara pada habitat sungai, kegiatan PWH memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan penebangan karena pembukaan lahan menyebabkan adanya erosi yang mengotori kejernihan sungai. Erosi berasal dari tanah yang tergerus akibat dijadikan jalan sarad. Penelitian Darmawan (2008) di lima habitat (hutan primer, hutan sekunder, kebun karet, kebun sawit, dan areal bekas tebangan) juga menunjukkan bahwa kawasan hutan memiliki keanekaragaman dan kemerataan amfibi yang lebih besar dibandingkan kawasan kebun dan areal bekas tebangan. Spesies-spesies endemik Borneo yang ditemukan sepanjang pengamatan adalah Ansonia leptopus, Ansonia spinulifer, Limnonectes ibanorum, Leptolalax hamidi, Microhyla borneensis, dan Meristogenys phaeomerus (Inger dan Stuebing 1997). Meskipun keenam spesies tersebut adalah endemik Borneo, yang banyak ditemukan hanya dua spesies, yaitu M. phaeomerus (45 individu) dan A. leptopus (15 individu). Sisanya hanya ditemukan satu individu ataupun di bawah lima individu, yaitu A. spinulifer (4 individu), L. ibanorum (2 individu), L. hamidi (1 individu), dan M. borneensis (1 individu). Sebagian besar spesies yang ditemukan termasuk kategori LC, yaitu sebanyak 17 jenis. Sisanya sebanyak delapan jenis masuk kategori NT, satu jenis VU, dan satu jenis belum dinilai, yaitu Staurois natator. Selain alasan kerusakan atau kehilangan habitat, salah satu ancaman kepunahan adalah perburuan oleh manusia. Tiga spesies yang ditemukan selama penelitian yang biasa diburu manusia pada umumnya adalah Fejervarya cancrivora, Fejervarya limnocharis, dan Limnonectes kuhlii (van Dijk et al. 2004a, Zhigang et al. 2004, van Dijk et al. 2009, Saputra et al. 20). Beberapa jenis katak di lokasi penelitian juga biasa diburu oleh masyarakat lokal (Suku Dayak) meski belum diketahui jenisnya secara pasti. Secara umum 27 jenis katak yang ditemukan dianggap tidak memiliki catatan perdagangan atau perburuan yang membahayakan, sehingga tidak ada yang terdaftar di apendiks CITES maupun lampiran PP No. 7 tahun Leptolalax hamidi menjadi satu-satunya spesies yang ditemukan dengan kategori VU. Menurut Inger et al. (2004a), L. hamidi terdaftar sebagai Rentan (Vulnerable), karena cakupan distribusi kurang dari km 2 dengan area hunian kurang dari km 2, distribusi sangat terfragmentasi, serta penurunan

25 terus menerus luas dan kualitas habitat hutan. Katak L. hamidi juga ditemukan hanya sekali dengan total satu individu pada penelitian ini. Satu individu ini ditemukan di KPPN Bukit Tukul. Habitat terganggu di lokasi penelitian mencakup habitat sekitar bekas tebangan, pinggir jalan mobil (off-road), lahan terbuka, dan kubangan bekas kerukan mesin. Sementara habitat tidak terganggu di lokasi penelitian mencakup habitat hutan alam, hutan riparian, sungai, dan danau. Berdasarkan gambar 3 terlihat bahwa lokasi penelitian dengan indeks kesamaan > 50% memiliki tiga kelompok, yaitu AR-PS2 (habitat terganggu), PJ-SLB (habitat tidak terganggu), dan SLT-PNT-BZT (habitat tidak terganggu). Terdapat dua lokasi penelitian yang tidak memiliki kesamaan jenis yang besar dengan lokasi lainnya (indeks kesamaan < 50%), yaitu PS1 (habitat terganggu) dan PNB (habitat tidak terganggu). Habitat terganggu (disturbed area) adalah daerah di mana vegetasi, lapisan atas tanah (topsoil), atau lapisan penutup (overburden) telah hilang, atau di mana lapisan atas tanah (topsoil) rusak dan ditemukannya limbah olahan (Ecology Dictionary 2008). Menurut Biology Online (2005), daerah terganggu (disturbed area) merupakan daerah di mana vegetasi, tanah, dan/atau hidrologi telah berubah secara signifikan, sehingga membuat sulit penentuan lahan basah. Nilai indeks keanekaragaman jenis di luar kawasan lindung sebesar 2,57 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lindung sebesar 2,21 disebabkan beragamnya mikrohabitat di luar kawasan lindung. Terdapat enam tipe habitat di tempat pengamatan luar kawasan lindung, yaitu hutan alam, sungai, kubangan bekas kerukan mesin, hutan atau anak sungai sekitar bekas tebangan, lahan terbuka, dan pinggir jalan mobil (off-road). Sementara itu hanya terdapat lima tipe habitat di tempat pengamatan kawasan lindung, yaitu hutan alam, hutan riparian, sungai, pinggir jalan mobil (off-road), dan danau. Menurut Kusrini (2009), keanekaragaman tumbuhan dan habitat dapat meningkatkan kekayaan jenis. Selain itu, terdapat kemungkinan bias. Saat penelitian, penebangan di Pesaguan 2 yang merupakan salah satu lokasi pengamatan di luar kawasan lindung belum terlalu besar. Selama pengambilan data tidak ditemukan aktivitas manusia yang intensif di sana, selain itu lokasinya berdekatan dengan kawasan lindung dan jauh dari pemukiman manusia. Tidak diketahui pula kapan aktivitas penebangan terakhir dilakukan di daerah tersebut. Hal ini membuat keanekaragaman amfibi di lokasi ini tinggi dibandingkan daerah kawasan lindung. Indeks kemerataan di dua macam kawasan relatif rendah, yaitu 0,13 di kawasan lindung dan 0, di luar kawasan lindung. Nilai indeks yang rendah tersebut disebabkan pembagian jumlah pengamatan antar habitat baik antara daerah terganggu dengan daerah tidak terganggu atau antara habitat terestrial dengan akuatik tidak merata. Jumlah pengamatan di habitat akuatik atau semiakuatik lebih banyak, sehingga jumlah individu amfibi yang hidup di habitat akuatik dan semi-akuatik lebih banyak ditemukan dibandingkan amfibi terestrial, arboreal, maupun fossorial. Beberapa spesies yang hanya ditemukan satu individu sepanjang pengamatan (sembilan hari) adalah Leptolalax hamidi, Megophrys nasuta, M. borneensis, Nyctixalus pictus, dan Rhacophorus pardalis. Sementara spesies yang paling banyak ditemukan adalah M. phaeomerus, yaitu sebanyak 45 individu. Dilihat dari kedekatannya dengan air, maka jenis-jenis yang ditemukan dekat sumber air ada 23 spesies. Empat spesies lainnya hanya ditemukan di 15

26 16 habitat terestrial (jauh dari sumber air), yaitu M. nasuta (Megophyridae), M. borneensis (Microhylidae), serta Hylarana glandulosa dan Hylarana nicobariensis (Ranidae). Menurut Baker et al. (2011), amfibi yang hidup di habitat terestrial tetap sangat tergantung pada air Mereka memiliki kulit permeabel yang membuat mereka rentan terhadap pengeringan, meskipun toleransi kondisi kering bervariasi antarspesies. Menurut Inger dan Stuebing (1997), M. borneensis dan H. glandulosa merupakan spesies yang tinggal di serasah-serasah daun di lantai hutan, sementara M. nasuta biasa ditemukan di sekitar sungai hutan, tetapi katak dewasanya tinggal di habitat terestrial (Malkmus et al. 2002). Adapun di lokasi penelitian, H. nicobariensis ditemukan di pinggir jalan mobil (off-road). Menurut Inger dan Stuebing (1997), H. nicobariensis tersebar luas di daerah terganggu termasuk di sepanjang sisi jalan. Spesies yang dominan ditemukan di daerah terganggu adalah F. limnocharis (15 individu) dan Polypedates leucomystax (12 individu). Sementara di daerah tidak terganggu, spesies yang dominan ditemukan adalah amfibi akuatik, yaitu M. phaeomerus (45 individu), A. leptopus (17 individu), Leptophryne borbonica (15 individu), dan L. kuhlii (12 individu). Beberapa spesies yang menurut Inger dan Stuebing (1997) tidak hidup di daerah terganggu tetapi ditemukan di daerah terganggu saat penelitian adalah Ingerophrynus divergens, Phrynoidis asper, M. borneensis, L. gracilis, Hylarana baramica, dan H. glandulosa. Phrynoidis asper ditemukan di anak sungai sekitar bekas tebangan, Pesaguan 2. Ingerophrynus divergens ditemukan di sekitar bekas tebangan (Pesaguan 2) dan sekitar jalan mobil (off-road) (Pesaguan 1) (Gambar 8). Jenis M. borneensis hanya ditemukan di lahan terbuka (Pesaguan 1) di tempat penanaman semai akasia, sedangkan L. gracilis, H. baramica, dan H. glandulosa ditemukan di sekitar jalan mobil (off-road) menuju KPSL Pesaguan 1 di Bukit Buru Bayan (Gambar 9). Keberadaan P. asper di luar kawasan lindung (Pesaguan 2) dan jenis-jenis lainnya yang tidak toleran terhadap gangguan besar diperkirakan akan hilang jika sudah terjadi penebangan. Gambar 8 I. divergens yang ditemukan bersembunyi di balik kulit kayu sisa penebangan di tepi hutan, dekat jalan mobil (off-road)

27 17 (a) (b) Gambar 9 H. baramica (a) dan H. glandulosa (b) yang ditemukan di tepi hutan, dekat jalan mobil (off-road) Menurut Inger dan Stuebing (1997), I. divergens hidup di hutan primer dan sekunder, sedangkan L. gracilis hidup di hutan primer dan sekunder tua. Leptolalax gracilis membutuhkan aliran air yang bersih untuk berkembang biak, sehingga ditemukannya L. gracilis di tempat tersebut menunjukkan meski terdapat pembukaan jalan dan beberapa penebangan, secara garis besar habitat di sana masih baik. Menurut Marks (2006), kebanyakan amfibi memiliki kemampuan dispersal yang buruk dan sering tidak dapat pindah ke daerah alternatif ketika habitatnya terganggu. Berdasarkan hal tersebut, wajar jika L. gracilis dan I. divergens masih dapat ditemukan di tepi hutan samping jalan mobil (off-road) karena intensitas gangguan di sana juga masih sangat rendah. Suatu saat jika tempat tersebut dibuka untuk penanaman akasia, terdapat ancaman besar terhadap populasi dua jenis tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Inger et al. (2004b) dan van Dijk et al. (2004b) yang mengatakan bahwa deforestrasi dan penebangan hutan menjadi ancaman terbesar terhadap populasi dua jenis tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nilai indeks keanekaragaman jenis amfibi PT. WHP di dalam maupun luar kawasan lindung relatif baik terutama sekitar bagian daerah aliran sungai. Terdapat bias dalam hasil penelitian disebabkan perbedaan metode pengambilan data antara kawasan lindung dan luar kawasan lindung, serta jumlah pengamatan yang tidak berimbang antara habitat terestrial dan habitat akuatik. Akan tetapi hasil penelitian tetap bisa menjadi gambaran umum tentang keanekaragaman jenis amfibi yang ada di PT. WHP. Komunitas amfibi yang ditemukan bisa dikelompokkan menjadi amfibi yang hidup di habitat terganggu dan habitat tidak terganggu. Semua lokasi di dalam kawasan lindung masuk dalam kategori tidak terganggu, meski terdapat sedikit gangguan di Bukit Tukul berupa jalan mobil. Lokasi di luar kawasan

28 18 lindung terbagi menjadi dua, yaitu terganggu dan tidak terganggu. Masing-masing tipe habitat memiliki komunitas amfibi tersendiri meskipun terdapat beberapa spesies yang tersebar di banyak tipe habitat. Saran Perlu dilakukan kajian mengenai pergerakan atau wilayah jelajah amfibi untuk memperhitungkan dampak apabila terjadi kerusakan habitat. Perbedaan metode dalam pengambilan data membuat pembandingan kurang tepat sehingga diperlukan kesamaan metode dan jumlah pengamatan yang sama di berbagai tipe habitat untuk mendapatkan nilai keanekaragaman dan kemerataan jenis yang lebih baik. Beragamnya spesies amfibi yang berada di luar kawasan lindung mengharuskan pengelola kawasan untuk juga menjaga habitat di luar kawasan lindung. DAFTAR PUSTAKA [Himakova] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (ID) Laporan Studi Konservasi Lingkungan (Surili) 2008: Eksplorasi Keanekaragaman Hayati Flora Fauna di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Abdiansyah R Studi keanekaragaman jenis amfibi di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Baker J, Beebee T, Buckley J, Gent A, Orchard D Amphibian Habitat Management Handbook. Bournemouth: Amphibian and Reptile Conservation. Biology Online Disturbed Area. [internet]. [diunduh 31 Agustus 20]. Tersedia pada: Brower JE, Zar JH Field and Laboratory Methods for General Ecology. Iowa: Brown. Carey C, Alexander MA Climate change and Amphibian declines: Is there a link? Diversity and Distributions 9: Darmawan B Keanekaragaman Amfibi di berbagai tipe habitat: studi kasus di Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Das I Amphibians and Reptiles of Brunei: A Pocket Guide. Kinabalu: Natural History Publications (Borneo). Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Pemanfaatan Kawasan. [internet]. [diunduh 7 Mei 20]. Tersedia pada:

29 Ecology Dictionary Definition of: Disturbed Area. [internet]. [diunduh 31 Oktober 20]. Tersedia pada: Fitrian F Pengaruh luasan dan jarak dari daerah inti pada area terfragmentasi terhadap keanekaragaman herpetofauna [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hamer AJ, McDonnell MJ Amphibian ecology and conservation in the urbanising world: are view. Biological Conservation 1 (2008) Hedley SL, Buckland ST Spatial models for line transect sampling. Journal of Agricultural, Biological, and Environmental Statistics Volume 9, Number 2, Pages Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Washington: Smihsonian Institution Press. Hilwan I, Mulyana D, Pananjung WD Keanekaragaman spesies tumbuhan bawah pada tegakan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan trembesi (Samanea saman Merr.) di lahan pasca tambang batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. Jurnal Silvikultur Tropika 4 (1): Inger R, Iskandar D, Das I, Stuebing R, Lakim M, Yambun P. 2004a. Leptolalax hamidi. The IUCN Red List of Threatened Species. Version [internet]. [diunduh 17 Desember 20]. Tersedia pada: Inger R, Stuebing R, Iskandar D, Mumpuni. 2004b. Ingerophrynus divergens. The IUCN Red List of Threatened Species. Version [internet]. [diunduh 3 November 20]. Tersedia pada: Inger RF dan Stuebing RB A Field Guide to The Frogs of Borneo. Kinabalu: Natural History Publications. Iskandar DT, Bickford DP, Ruyani A, Karyado B, Gusman D Laporan Ekspedisi Sumatra-Kalimantan: Aquatic Biodiversity of Sundaland. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Iskandar DT, Setyanto DY, Liswanto D Keanekaragaman herpetofauna di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei Iskandar DT Amfibi Jawa dan Bali Seri Panduan Lapangan. Bogor: Puslitbang LIPI. Kirono S dan Santoso E Panduan Lapangan Amfibi Sekitar Hulu Belantikan. Indonesia: Pustaka Yayorin. Kolanus F, Yunanti BD, Kaban A, R. Faid Abdul M Keanekaragaman amfibi di Kawasan Penyangga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (Studi kasus PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Barat) [PKM-AI]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 19

30 20 Kusrini MD Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Long B, Zhang Z, Yu PS Relational Data Clustering: Models, Alghorithma, and Applications. New York: CRC Press. Magurran AE Measuring Biological Diversity. Oxford: Blackwell Publishing. Malkmus R, Manthey U, Vogel G, Hoffmann P, KosuchJ Amphibians and Reptiles of Mount Kinabalu (North Borneo). Ruggell: ARG Gantner Verlag KG. Marks R Amphibians and Reptiles. Fish and Wildlife Habitat Management Leaflet Number 35. Washington: US Department of Agriculture (USDA). Mistar Panduan Lapangan Amfibi & Reptil di Areal Mawas Propinsi Kalimantan Tengah (Catatan di Hutan Lindung Beratus). Mawas: BOS. Nishikawa K, Matsui M, Yong HS, Ahmad N, Yambun P, Belabut DM, Sudin A, Hamidy A, Orlov NL, Ota H, et al Molecular phylogeny and biogeography of Caecilians from Southeast Asia (Amphibia, Gymnophiona, Ichthyophiidae), with Special reference do High cryptic species diversity in Sundaland. Molecular Phylogenetics and Evolution 63 (2012) Pio D Borneo s Lost World. Newly Discovered Species on Borneo. Jakarta: WWF-Indonesia. Rahmania M. 20. Keanekaragaman amfibi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saputra D, Setyawati TR, Yanti AH. 20. Karakteristik populasi katak sawah (Fejervarya cancrivora) di persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat. Protobiont Vol 3 (2) : Sardi M, Erianto, Siahaan S. 20. Keragaman herpetofauna di Resort Lekawai Kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Kabupaten Sintang Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari Vol. 2 (1). Sudrajat Keanekaragaman dan ekologi herpetofauna (reptil dan amfibi) di Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumargo W, Nanggara SG, Nainggolan FA, Apriani I Potret Keadaan Hutan Indonesia. Edisi Pertama. Bogor: Forest Watch Indonesia. Thiessen T Borneo: Sabah-Brunei-Sarawak. Edition 2. Guilford: The Globe Pequot Press Inc. Utama H Studi keanekaragaman amfibi (ordo Anura) di areal PT Intracawood Manufacturing, Kalimatan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. van Dijk PP, Inger R, Sukumaran J, Chuaynkern Y. 2004b. Leptolalax gracilis. The IUCN Red List of Threatened Species. Version [internet]. [diunduh 3 November 20]. Tersedia pada: van Dijk PP, Iskandar D, Inger R, Lau MWN, Datong Y, Ohler A, Shunqing L, Sengupta S, Bordoloi S. 2004a. Limnonectes kuhlii. The IUCN Red List of Threatened Species. Version [internet]. [diunduh 17 Desember 20]. Tersedia pada: van Dijk PP, Iskandar D, Inger R, Lau MWN, Ermi Z, Baorong G, Dutta S, Arachchi KM, de Silva A, Bordoloi S, et al Fejervarya limnocharis. The IUCN Red List of Threatened Species. Version [internet].

31 [diunduh 17 Desember 20]. Tersedia pada: Yani A, Said S, Erianto Keanekaragaman jenis amfibi ordo anura di Kawasan Hutan Lindung Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari Vol. 3 (1): Zhigang Y, Ermi Z, Haitao S, Diesmos A, Alcala A, Brown R, Afuang L, Gee G, Sukumaran J, Yaakob N, et al Fejervarya cancrivora. The IUCN Red List of Threatened Species. Version [internet]. [diunduh 17 Desember 20]. Tersedia pada: 21

32 22 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan Famili Bufonidae Ansonia leptopus Gunther, 1872 Nama Inggris: Brown Slender Toad Deskripsi: Ansonia leptopus berperawakan ramping dan berukuran kecil. Tidak mempunyai kelenjar paratoid. Jari-jari tangan tidak berselaput, jari-jari kaki separuhnya berselaput kecuali jari kaki keempat yang hanya seperempatnya berselaput. Tekstur kulit berbintilbintil kasar. Tubuh berwarna cokelat keabuan. Biasanya dijumpai bercak-bercak berwarna oranye sampai merah yang tersebar tidak beraturan di seluruh tubuh. Sering ditemukan di tepian sungai kecil sampai sedang ataupun di hutan riparian. Ketika pengamatan sering ditemukan di antara bebatuan atau di dedaunan rendah. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan. Ansonia spinulifer Mocquard 1890 Nama Inggris: Spiny Slender Toad Deskripsi: Ansonia spinulifer berperawakan ramping dan berukuran kecil hingga sedang. Jari-jari tangan dan kaki hampir tidak berselaput. Tekstur kulit berbintilbintil kasar. Tubuh berwarna hitam keabuan. Bagian samping tubuh berwarna lebih cerah. Dijumpai bercak berwarna oranye yang berbentuk oval atau diamond di punggung dekat kepala. Bercak-bercak lainnya tersebar tidak beraturan di seluruh tubuh. Sering ditemukan di tepian sungai kecil sampai sedang. Ketika pengamatan sering ditemukan di atas dedaunan. Penyebaran: Tersebar di perbukitan dataran rendah. Endemik Borneo. Ingerophrynus divergens Peters, 1871 Nama Inggris: Crested Toad Deskripsi: Ingerophrynus divergens mempunyai alur parietal di atas kepala. Jari tangan tidak berselaput, sedangkan jari kaki hanya separuhnya berselaput, kecuali jari keempat seperempatnya berselaput. Tekstur kulit berbintil-bintil kasar. Berukuran kecil hingga sedang. Berwarna cokelat muda. Kemudian pada bagian punggungnya ditemukan corak berwarna cokelat tua sampai kehitaman berbentuk silang X atau V terbalik. Ditemukan di sekitar hutan, rawa, ataupun pinggiran sungai. Ketika pengamatan ditemukan di atas dedaunan rendah, batang kayu rubuh, ataupun tanah. Penyebaran: Kalimantan dan Sumatera.

33 23 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Phrynoidis asper Gravenhorst, 1829 Nama Inggris: River Toad Deskripsi: Kodok berperawakan besar dan gemuk. Kelenjar paratoid membulat atau oval berada di belakang mata dan panjangnya sama dengan lebarnya. Lengan pendek dan gemuk. Ujung jari-jari tangan dan kaki tumpul atau sedikit membesar. Jari-jari tangan tidak berselaput sedangkan pada jari kaki berselaput sampai ke ujung kecuali jari keempat yang hanya menyempit sampai ke ujung jari. Tekstur kulit kasar, berbintil-bintil besar dan kecil, terutama pada bagian sisi tubuh dan lengannya. Warna tubuh cokelat tua, tidak jarang pula berwarna kehitaman. Ditemukan di sepanjang tepian sungai yang berarus lambat sampai agak cepat dan subtrat umumnya berpasir Penyebaran: Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Leptophryne borbonica Tschudi, 1838 Nama Inggris: Cross Toad Deskripsi: Leptophryne borbonica adalah katak kecil dengan tubuh ramping, kaki panjang, dan kulit keriput. Tidak ada kelenjar paratoid. Jari tangan dan kaki bulat dan tumpul. Jari-jari kaki berselaput di dasar. Sesuai dengan nama umum, ia memiliki jam pasir hitam atau X di punggungnya. Beberapa anggota spesies ini juga menunjukkan segitiga hitam menandai di belakang mata. Katak ini memiliki punggung berwarna cokelat keabu-abuan; tenggorokan dan dada berwarna cokelat; serta perut dan permukaan ventral kaki berwarna abu-abu kekuningan. Biasa ditemukan di serasah dedaunan di ruang terbuka di hutan. Penyebaran: Tersebar di Kalimantan, Sumatera, dan Asia Tenggara.

34 24 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Famili Megophryidae Leptolalax gracilis Günther, 1872 Nama Inggris: Sarawak Slender Litter Frog Deskripsi: Katak bertubuh ramping dan berukuran sedang. Timpanum terkadang ditutupi oleh corak berwarna hitam. Lipatan supratimpanik dari belakang mata melengkung sampai pangkal lengan. Lengan panjang dan ramping, ujung jari tangan dan kaki membesar. Jari-jari tangan tidak berselaput sedangkan jari-jari kaki berselaput hanya pada dasar ruas. Tekstur kulit punggung berbintil halus kecuali sisi tubuhnya yang berbintik agak kasar. Tubuh umumnya berwarna kelabu sampai cokelat tua dan dipenuhi oleh bercak-bercak kehitaman yang tersebar tidak beraturan. Sisi tubuh berwarna kelabu lebih muda sampai keputihan. Biasa ditemukan di serasah hutan atau di semak-semak atau tumbuhan bawah. Penyebaran: Tersebar di Kalimantan, Sumatera, dan Asia Tenggara. Leptolalax hamidi Matsui, 1997 Nama Inggris: White-Bellied Slender Litter Frog Deskripsi: Ujung jari tangan dan kaki tumpul membulat. Jari-jari kaki berselaput di pangkalan. Kulit halus. Tubuh berwarna cokelat dengan bercak hitam yang dikelilingi cahaya oranye yang tersebar di punggung dan kepala. Perut berwarna putih atau berwarna krem tanpa bintik-bintik. Spesies ini hidup di perbukitan hutan primer dan sekunder tua, meter di atas permukaan laut. Saat pengamatan ditemukan di bawah batu di samping sungai. Penyebaran: Endemik Kalimantan.

35 25 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Megophrys nasuta Schlegel, 1858 Nama Inggris: Bornean Horned Frog Deskripsi: Katak bertubuh gemuk, ukuran tubuh sedang sampai besar. Terdapat pelebaran kulit di atas kelopak mata dan ujung moncong yang ujungnya meruncing sehingga terlihat seperti tanduk. Pada pangkal rahang biasanya ditemukan lipatan kulit meruncing terutama pada individu dewasa. Kedua pasang lengan pendek dan pada permukaan atasnya ditemukan lipatan kulit tipis yang melintang, biasanya ditutupi pula oleh garis berwarna cokelat tua. Ujung jari tangan sedikit menumpul sedangkan ujung jari kaki membesar. Jari tangan tidak berselaput dan selaput pada pangkal ruas ditemukan pada jari kakinya. Tekstur kulit halus, sejumlah bintil besar dan runcing berwarna hitam dan beberapa bintik-bintik kecil yang ujungnya runcing di punggung dan sisi tubuh. Warna tubuh umumnya cokelat sampai cokelat tua. Bagian tenggorokan, dada dan perut dipenuhi oleh corak berwarna kehitaman. Katak juvenile biasa ditemukan di sekitar sungai, sementara katak dewasa hidup di serasah hutan (habitat terestrial). Penyebaran: Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Famili Microhylidae Microhyla borneensis Parker, 1928 Nama Inggris: Bornean Narrow-Mouthed Frog Deskripsi: Katak bertubuh kecil dan gemuk. Timpanum tidak kelihatan. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar kecuali jari pertama agak meruncing dan ukurannya sangat kecil. Jari-jari tangan tidak berselaput, jari kaki separuhnya berselaput. Tekstur kulit berbintik halus, begitu pula dengan bagian perut. Tubuh umumnya berwarna kelabu kecokelatan sampai cokelat dan biasanya pada bagian pangkal paha berwarna agak keunguan. Perut berwarna keputihan. Terdapat bercak berwarna hitam di bibir sampai menyentuh bawah mata. Kemudian terdapat corak berbentuk seperti anak panah di punggung yang berwarna cokelat tua di mana tepinya diliputi garis berwarna cokelat lebih muda. Biasa ditemukan di serasah hutan primer, sekunder, maupun tepi hutan. Penyebaran: Endemik Kalimantan.

36 26 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Famili Ranidae Meristogenys phaeomerus Inger & Gritis, 1983 Nama Inggris: Brown Torrent Frog Deskripsi: Katak berukuran kecil sampai sedang. Tubuhnya ramping sampai agak gemuk. Timpanum jantan lebih besar dibandingkan betina. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar membentuk piringan sendi. Jari-jari tangan tidak berselaput. Jari kaki berselaput penuh, kecuali jari kaki keempat yang hanya 3/4 berselaput. Tekstur kulit halus kecuali pada sisi tubuh yang berbintik halus terutama pada lengan belakang. Memiliki lipatan dorsolateral yang dimulai dari belakang mata sampai pangkal paha. Punggung berwarna cokelat dan terdapat bercakbercak hijau tua terkadang cokelat tua punggung. Sisi tubuh tubuh berwarna cokelat tua atau keunguan khususnya di bagian timpanum. Perut berwarna kekuningan sampai kuning. Saat pengamatan ditemukan melimpah di pinggir sungai. Penyebaran: Endemik Kalimantan. Hylarana baramica Boettger, 1900 Nama Inggris: Brown Marsh Frog Deskripsi: Berukuran sedang dan ramping. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari ramping. Ujung jari tangan dan kaki agak melebar dan membentuk piringan sendi. Jari-jari tangan tidak berselaput, sedangkan jari-jari kaki sepertiganya berselaput. Pada individu jantan biasanya terdapat tonjolan yang besar pada pangkal permukaan bawah lengan depan. Tekstur kulit berbintil-bintil kasar, bagian sisi tubuh dan perut berbintik lebih halus. Lipatan dorsolateral sangat tipis. Tubuh berwarna krem kecokelatan atau kelabu. Biasanya terdapat bercak-bercak bulat seragam berwarna cokelat lebih tua di punggung dan sisi tubuh. Kemudian terdapat garis-garis cokelat tua yang melintang pada permukaan atas lengan belakang. Perut berwarna kekuningan atau yang juga ditemukan bercak-bercak hitam lebih kecil. Ketika pengamatan ditemukan di serasah, akar pohon, dan pohon tumbang. Penyebaran: Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

37 27 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Hylarana chalconota Schlegel, 1837 Nama Inggris: White-Lipped Frog Deskripsi: Katak bertubuh ramping. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar membentuk piringan sendi yang mana piringan jari tangan lebih lebar dari jari kaki. Jari-jari tangan tidak berselaput sedangkan jari-jari kaki berselaput penuh kecuali jari keempat yang hanya 3/4 berselaput. Tekstur kulit halus. Lipatan dorsolateral tipis dari belakang mata sampai pangkal paha. Tubuh berwarna kuning kehijauan sampai hijau. Biasanya terdapat bintik-bintik kecil berwarna cokelat tua yang menyebar ke seluruh punggung. Sisi tubuh selalu berwarna lebih terang dari bagian punggung. Perut halus dan berwarna putih. Pada pangkal paha atau daerah anal berwarna kemerahjambuan. Saat pengamatan banyak ditemukan di pinggir sungai. Penyebaran: Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali. Hylarana erythraea Schlegel, 1837 Nama Inggris: Green Paddy Frog Deskripsi: Perawakan ramping sampai gemuk dan berukuran sedang. Kepala menyempit dan ujung moncong meruncing. Lengan panjang dan dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar membentuk piringan sendi. Jari-jari tangan tidak berselaput. Jari kaki separuhnya diliputi oleh selaput. Tekstur kulit halus atau dengan beberapa bintik-bintik kecil pada sisi tubuh. Mudah dikenali dengan adanya lipatan dorsolateral yang tebal berwarna putih atau krem yang pada kedua sisinya biasanya dilindungi oleh corak berwarna hitam. Tubuh berwarna hijau sampai hijau tua. Sisi tubuh juga berwarna hijau yang biasanya terdapat garis atau bercak berwarna hitam yang membatasi warna sisi tubuh dan perut. Perut halus berwarna putih atau krem. Lengan berwarna kecokelatan. Saat pengamatan ditemukan banyak di pinggir danau di bukit Tukul. Penyebaran: Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.

38 28 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Hylarana glandulosa Boulenger, 1882 Nama Inggris: Rough-Sided Frog Deskripsi: Perawakan gemuk dan berukuran sedang. Kepala melebar dan ujung moncong agak meruncing. Lengan cukup panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar membentuk piringan sendi. Tekstur kulit berbintil-bintil kasar, khususnya bagian sisi tubuh. Tidak terdapat lipatan dorsolateral dan jari kaki separuhnya berselaput. Tubuh berwarna cokelat sampai cokelat tua, sedangkan sisi tubuh berwarna cokelat lebih muda. Biasanya terdapat bercak-bercak bulat seragam berwarna kehitaman di punggung, sedangkan bercak-bercak lebih besar dijumpai di sisi tubuh. Terdapat garis-garis kehitaman yang melintang pada permukaan atas lengan belakang. Perut berwarna krem atau keputihan dan seluruhnya dipenuhi oleh bintik-bintik berwarna cokelat. Ketika pengamatan ditemukan di serasah dan batang tumbang. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan. Hylarana nicobariensis Stoliczka, 1870 Nama Inggris: Cricket Frog Deskripsi: Perawakan ramping. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki dengan piringan sendi. Jari-jari tangan tidak berselaput, sedangkan separuh jari kaki diliputi oleh selaput. Tekstur kulit berbintik-bintik halus terutama di sisi tubuh. Lipatan dorsolateral tipis. Tubuh berwarna cokelat sampai cokelat tua. Terdapat bintik-bintik berwarna kehitaman di pertengahan punggung. Sisi tubuh berwarna cokelat lebih tua sampai kehitaman khususnya daerah moncong sampai sedikit melewati timpanum. Perut halus dan berwarna keputihan, tenggorokan dan dada berbintik-bintik kekuningan sampai cokelat tua. Permukaan atas lengan belakang biasanya bergaris-garis melintang berwarna cokelat lebih tua. Biasa ditemukan di habitat terganggu. Saat pengamatan ditemukan di pinggir jalan mobil (off-road) Bukit Tukul. Penyebaran: Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali.

39 29 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Staurois natator Günther, 1858 Nama Inggris: Black-Spotted Rock Frog Deskripsi: Bertubuh ramping. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar membentuk piringan sendi, piringan sendi jari kaki lebih lebar dari jari kaki. Seluruh ruas jari-jari kaki diliputi oleh selaput yang menyempit sampai ke ujung jari. Selaput biasanya berwarna hijau kebiruan. Tekstur kulit berbintik agak kasar. Sisi tubuh lebih halus. Tidak terdapat lipatan dorsolateral. Punggung dan tungkai berwarna kehijauan sampai cokelat keemasan yang dipenuhi oleh corak bulat melingkar berwarna kehitaman. Sisi tubuh berwarna hijau tanpa ada corak yang menghiasi, begitu pula dengan perut tetapi berbintik-bintik halus dan berwarna hijau keputihan. Terdapat garis-garis berwarna hitam melintang pada permukaan atas lengannya. Seperti R. hossi katak ini juga mengeluarkan bau yang tidak sedap ketika ditangkap. Saat pengamatan banyak ditemukan di dedaunan pohon yang ada di kiri kanan sungai. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan. Famili Dicroglossidae Fejervarya cancrivora Gravenhorst, 1829 Nama Inggris: Mangrove Frog Deskripsi: Katak bertubuh gemuk dan berukuran sedang sampai besar. Lengan panjang dan gemuk. Ujung jari-jari tangan dan kaki tumpul. Jari-jari tangan tidak berselaput, sedangkan jari kaki sebanyak 3/4 berselaput. Kemudian pada tepi jari kaki kelima dilengkapi dengan lipatan kulit tipis dari pangkal ruas sampai hampir ke ujung jari. Tekstur kulit di punggung dan sisi tubuh dipenuhi oleh lipatan-lipatan kulit terputus-putus yang memanjang dari belakang mata sampai menyebar ke seluruh punggung. Tubuh umumnya berwarna cokelat dan dipenuhi oleh bercak-bercak berwarna kehijauan sampai cokelat lebih tua. Terdapat garis-garis berwarna cokelat tua sampai kehitaman yang melintang di atas lengan. Kemudian corak yang sama juga ditemukan di bibir melintang sampai menyentuh bagian bawah mata. Perut berwarna keputihan di mana biasanya dipenuhi oleh bercak-bercak berwarna cokelat tua di tenggorokan sampai dadanya. Saat pengamatan banyak ditemukan di pinggir hutan atau sekitar kubangan. Penyebaran: Tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia.

40 30 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Fejervarya limnocharis Boie, 1835 Nama Inggris: Grass Frog Deskripsi: Katak bertubuh ramping dan berukuran kecil sampai sedang. Jenis ini sangat mirip dengan F. cancrivora baik corak tubuh maupun alur kulit di punggung. Perbedaan terletak pada selaput jari kaki yang hanya separuhnya berselaput. Kemudian tidak ditemukan lipatan kulit tipis pada tepi jari kaki memiliki kulit kelima. Perbedaan selanjutnya adalah bentuk kepala yang lebih menyempit dari pada bentuk kepala F. cancrivora. Saat pengamatan banyak ditemukan di pinggir hutan atau sekitar kubangan. Penyebaran: Tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia. Limnonectes ibanorum Inger, 1964 Nama Inggris: Rough-Backed River Frog Deskripsi: Katak yang besar dan kuat. Jari-jari tangan bulat dan tumpul, tanpa selaput, meskipun ada tutupan sempit kulit sepanjang kedua tepi jari-jari kedua dan ketiga. Jari-jari kaki yang tumpul dan sepenuhnya berselaput. Tekstur kulit di punggung dan sisi tubuh dipenuhi oleh lipatan-lipatan kulit terputus-putus yang memanjang. Dewasa sebagian besar cokelat keabuabuan sampai cokelat kehitaman, dan tenggorokan berwarna keputihan dengan bercak gelap. Permukaan bawah berwarna putih murni. Spesies ini umum ditemukan di sungai berbatu dengan lebar 10 sampai 30 meter di hutan pertumbuhan primer dan sekunder tua di daerah berbukit. Penyebaran: Endemik Kalimantan.

41 31 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Limnonectes kuhlii Tschudi, 1838 Nama Inggris: Kuhl s Creek Frog Deskripsi: Berperawakan gemuk dan berukuran sedang hingga besar. Bagian atas kepala menonjol dan berotot yang dijumpai pada jantan dewasa dan biasanya dilengkapi dengan sepasang kulit mengeras yang menyerupai gigi di rahang bawah. Lipatan supratimpanik dari belakang mata sampai pangkal lengan, sedangkan timpanum tidak kelihatan. Lengan pendek dan gemuk. Ujung jari-jari tangan agak tumpul dan tidak berselaput. Ujung jari kaki dengan piringan sendi agak membesar dan seluruh jari-jari kakinya berselaput. Pada tepi jari kaki kelima ditemukan lipatan kulit tipis dari pangkal sampai ujung jari. Tekstur kulit berbintik-bintik halus yang pada sisi-sisinya dengan lipatan-lipatan kulit tipis yang satu sama lain saling menghubungkan. Tubuh berwarna kening kecokelatan sampai cokelat, sedangkan sisi tubuh berwarna kuning atau cokelat lebih muda. Perut berwarna keputihan yang juga berbintik halus. Hidup di sekitar sungai. Penyebaran: Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Limnonectes malesianus Kiew, 1984 Nama Inggris: Peat Swamp Frog Deskripsi: Katak berukuran sedang sampai besar. Lipatan supratimpanik dari belakang mata sampai pangkal lengan. Timpanum sekitar lebih dari separuh lingkar mata. Sebagian timpanum ditutupi oleh bercak berwarna hitam. Lengan panjang, besar dan kuat. Ujung jari-jari tangan tumpul sedangkan ujung jari kaki membentuk piringan sendi yang agak membesar. Jari tangan tidak berselaput, kemudian sebanyak 3/4 jari kaki diliputi oleh selaput. Tekstur kulit halus kecuali beberapa bintik yang jelas meruncing di atas kelopak mata dan permukaan atas lengan belakang. Warna tubuh umumnya merah kecokelatan sampai cokelat tua. Bagian sisi tubuh berwarna cokelat muda. Bagian perut berwarna putih, kecuali tenggorokan yang biasanya terdapat corak berwarna cokelat lebih tua. Sering dijumpai pada beberapa individu yang memiliki garis berwarna putih atau krem dari ujung moncong memanjang sampai anal. Terdapat garis-garis melintang berwarna cokelat tua pada lengan belakang serta di bibir sampai menyentuh kelopak mata bagian bawah. Biasa ditemukan di sekitar sungai ataupun daerah berawa. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan.

42 32 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Limnonectes paramacrodon Inger, 1966 Nama Inggris: Lesser Swamp Frog Deskripsi: Perawakan tubuh ramping sampai agak gemuk. Ukuran tubuh kecil sampai sedang. Kepala lebar dan ujung moncong meruncing. Terdapat lipatan supratimpanik dari belakang mata sampai pangkal lengan. Timpanum hampir seluruhnya ditutupi oleh corak berwarna hitam. Lengan panjang dan ramping kecuali lengan belakang yang terlihat agak gemuk. Ujung jari-jari tangan tumpul sedangkan ujung jari kaki agak membesar. Jari-jari tangan tidak berselaput. Jari-jari kaki berselaput sampai ke ujung kecuali jari keempat yang hanya 3/4 berselaput. Terdapat lipatan kulit tipis di tepi jari kaki kelima dari pangkal sampai ke ujung jari. Tekstur kulit dengan beberapa bintik-bintik halus di sisi atas punggung, atas kelopak mata atau beberapa lipatan kulit tipis pada sisi tubuh. Tubuh berwarna merah kecokelatan sampai cokelat tua dengan beberapa bercak-bercak hitam di punggung dan sisi tubuh atau di sekitar tenggorokan. Bagian perut halus dan berwarna putih, mendekati anal dan pangkal paha biasanya berwarna lebih kekuningan. Biasa ditemukan di sekitar sungai ataupun daerah berawa. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan. FAMILI RHACOPHORIDAE Nyctixalus pictus Peters, 1871 Nama Inggris: Cinnamon Frog Deskripsi: Bertubuh ramping. Iris mata biasanya berwarna keputihan sampai oranye. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar membentuk piringan sendi. Jari-jari tangan tidak berselaput sedangkan separuh jari-jari kaki diliputi oleh selaput. Tekstur kulit pada umumnya berbintik-bintik halus kecuali perutnya yang berbintik-bintik lebih kasar. Tubuh berwarna merah kecokelatan sampai merah marun, Sisi tubuh dan perut berwarna merah lebih muda atau putih kemerahan. Terdapat corak bulat berwarna putih yang tersebar. Terdapat bintik-bintik berwarna putih yang berukuran tidak seragam yang menyebar tidak beraturan di seluruh permukaan tubuh. Bintik berwarna putih khususnya terdapat pada permukaan atas ujung moncong sampai mengitari kelopak mata dan berakhir sampai di atas timpanum, kemudian bintik-bintik putih tersebut juga membentuk sebuah garis-garis yang melintang di permukaan atas kedua lengan dan seluruh jari-jarinya. Biasa ditemukan di semak-semak ataupun strata terendah tajuk pohon. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan.

43 33 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 Nama Inggris: Common Tree Frog Deskripsi: Katak pohon berukuran sedang, berwarna cokelat kekuningan, satu warna atau dengan bintik hitam atau dengan enam garis yang jelas memanjang dari kepala sampai ujung tubuh. Jari tangan dan jari kaki melebar dengan ujung rata. Kulit kepala menyatu dengan tengkorak. Jari tangan setengahnya berselaput, jari kaki hampir sepenuhnya berselaput. Sering ditemukan di antara tetumbuhan atau di sekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder. Saat pengamatan banyak ditemukan di sekitar kubangan. Penyebaran: Tersebar luas di Asia Tenggara. Polypedates macrotis Boulenger, 1891 Nama Inggris: Dark-Eared Tree Frog Deskripsi: Perawakan ramping. Terdapat lipatan kulit tipis yang berada di belakang mata sedikit melengkung sampai ke pertengahan sisi tubuh. Katak ini dicirikan dengan adanya corak berwarna cokelat tua sampai kehitaman yang berasal dari belakang mata sampai menutupi timpanum yang berakhir sampai sisi tubuh. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari tangan dan kaki melebar membentuk piringan sendi. Jari-jari tangan separuhnya berselaput, seluruh jari-jari kaki berselaput kecuali jari kaki keempat yang separuhnya berselaput. Tekstur kulit halus. Sisi tubuh dan perut berbintikbintik lebih kasar. Tubuh berwarna kuning kecokelatan. Sejumlah garis memanjang dari ujung moncong sampai anal dan pangkal paha. Garis melintang berwarna cokelat tua juga ditemukan di permukaan atas kedua pasang lengan. Perut berwarna keputihan. Saat pengamatan ditemukan di dekat sungai dan juga kubangan. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan.

44 34 Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi yang ditemukan di PT. Wana Hijau Pesaguan (lanjutan) Polypedates otilophus Boulenger, 1893 Nama Inggris: File-Eared Tree Frog Deskripsi: Perawakan ramping sampai agak gemuk. Mudah dikenali dengan adanya tulang yang mengeras dan bergerigi di belakang mata, Kemudian rahang bawah yang jelas menonjol. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari tangan dan kaki dengan piringan sendi. Jari kaki berselaput hanya pada dasar ruas, sedangkan separuh jari kaki berselaput. Tekstur kulit halus. Terdapat bintil yang meruncing pada tumit dan sikunya. Tubuh berwarna kuning kecokelatan sampai kecokelatan. Sejumlah garis-garis tipis dan bercak berwarna cokelat tua di punggung. Kemudian sisi tubuh khususnya pada pangkal paha sampai permukaan atas lengan dengan corak atau garis-garis hitam dan melintang. Perut berwarna keputihan. Saat pengamatan banyak ditemukan di sekitar kubangan bersama P. leucomystax. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan. Rhacophorus pardalis Günther, 1858 Nama Inggris: Harlequin Tree Frog Deskripsi: Perawakan tubuh ramping dan berukuran sedang. Lengan panjang dan ramping. Ujung jari-jari kaki melebar membentuk piringan sendi. Jari tangan dan kaki berselaput melebar sampai ke ujung jari, kecuali jari tangan pertama yang hanya separuhnya berselaput. Terdapat lipatan kulit tipis di tepi jari tangan keempat dan jari kaki kelima yang dimulai dari siku sampai pada pangkal jari. Kemudian lipatan kulit yang lebar juga ditemukan mengelilingi tumitnya. Tekstur kulit halus kecuali di bagian perut yang berbintik-bintik agak kasar. Tubuh berwarna kuning, oranye sampai merah kecokelatan. Biasanya terdapat bercak-bercak berwarna cokelat tua menyilang dari belakang mata sampai punggung. Perut berwarna kuning dan dipenuhi oleh bercak berwarna oranye yang menyebar ke seluruh perut. Ketika pengamatan ditemukan di atas dedaunan di samping sungai. Penyebaran: Sumatera dan Kalimantan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi FMIPA-UR 2 Bidang Zoologi Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS AMPIBI (Ordo Anura) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity of Amphibians Species (Ordo Anura) in Gunung Ambawang Protected Forest

Lebih terperinci

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK Oleh: Hellen Kurniati Editor: Gono Semiadi LIPI PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI BIDANG ZOOLOGI-LABORATORIUM HERPETOLOGI Cibinong, 2016

Lebih terperinci

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 15 20

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 15 20 KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI ORDO ANURA DI KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT Species Amphibians Diversity Ordo Anura in Gunung Semahung Protected

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

Inventarisasi Jenis-jenis Amfibi (Ordo Anura) di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas

Inventarisasi Jenis-jenis Amfibi (Ordo Anura) di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas Inventarisasi Jenis-jenis Amfibi (Ordo Anura) di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas Rino Saputra 1, Ari Hepi Yanti 1, Tri Rima Setyawati 1 1 Program Studi Biologi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

Keywords: Herpetofauna, species diversity, TNBBBR

Keywords: Herpetofauna, species diversity, TNBBBR KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI RESORT LEKAWAI KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT The Diversity Herpetofauna At The Resort Lekawai In Bukit Baka Bukit Raya National

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitiana Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai April 2012, pengamatan dan pengambilan data dilakukan pada malam hari

Lebih terperinci

DISTRIBUSI VERTIKAL ANURA DI GUNUNG SEBLAT KABUPATEN LEBONG, BENGKULU VERTICAL DISTRIBUTION OF ANURA IN SEBLAT MOUNT LEBONG REGENCY, BENGKULU

DISTRIBUSI VERTIKAL ANURA DI GUNUNG SEBLAT KABUPATEN LEBONG, BENGKULU VERTICAL DISTRIBUTION OF ANURA IN SEBLAT MOUNT LEBONG REGENCY, BENGKULU Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKSPTN Barat Hal 173 178 DISTRIBUSI ERTIKAL ANURA DI GUNUNG SEBLAT KABUPATEN LEBONG, BENGKULU ERTICAL DISTRIBUTION OF ANURA IN SEBLAT MOUNT LEBONG REGENCY, BENGKULU

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KATAK (AMPHIBI: ANURA) DI DESA KEPENUHAN HULU KECAMATAN KEPENUHAN HULU KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

JENIS-JENIS KATAK (AMPHIBI: ANURA) DI DESA KEPENUHAN HULU KECAMATAN KEPENUHAN HULU KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU JENIS-JENIS KATAK (AMPHIBI: ANURA) DI DESA KEPENUHAN HULU KECAMATAN KEPENUHAN HULU KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU Egi Yudha Winata 1), Arief Anthonius Purnama 2) dan Ria Karno 3) 1 Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (21 30)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (21 30) KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI YOUTH CAMP DESA HURUN KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN (AMPHIBIANS DIVERSITY (ORDO ANURA) ON SEVERAL HABITAT TYPES YOUTH

Lebih terperinci

EKOLOGI KUANTITATIF KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO. Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E

EKOLOGI KUANTITATIF KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO. Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E EKOLOGI KUANTITATIF KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA SUAKA MARGASATWA NANTU PROVINSI GORONTALO Disusun oleh : RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen : Dr Ir Agus Priyono Kartono, M.Si KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

Keywords : Diversity in Cikaweni PPKAB Bodogol, Dominance, Inventory, Herpetofauna, VES with Time Search methods

Keywords : Diversity in Cikaweni PPKAB Bodogol, Dominance, Inventory, Herpetofauna, VES with Time Search methods KEANEKARAGAMAN JENIS HERPETOFAUNA DI JALUR CIKAWENI PUSAT PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BODOGOL (PPKAB), RESORT BODOGOL, TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO Oleh: Isniatul Wahyuni 1) (E34120017), Rizki Kurnia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Secara umum, areal yang diteliti adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG JURNAL HUTAN LESTARI (217) KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG (The Diversity Herpetofauna

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI Lutfi Aditia Pratama 1), Moerfiah 2), Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Amfibi Amfibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bio yang berarti hidup. Secara harfiah amfibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam, yakni dunia darat

Lebih terperinci

Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna ABSTRAK

Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna ABSTRAK Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Miftah Hadi Sopyan 1), Moerfiah 2), Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) Program Studi Biologi Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Krui Kabupaten Pesisir Barat (Gambar 2).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi berperan sebagai

Lebih terperinci

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, 19 III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, di areal pertambakan intensif PT. CPB Provinsi Lampung dan PT. WM Provinsi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* Oleh: Noar Muda Satyawan HMPS Biologi FKIP Unram, Jl. Majapahit 62 Mataram, Email : noarmudasatyawan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

Keanekaragaman Herpetofauna di Lahan Reklamasi Tambang Batubara PT Singlurus Pratama, Kalimantan Timur

Keanekaragaman Herpetofauna di Lahan Reklamasi Tambang Batubara PT Singlurus Pratama, Kalimantan Timur Seminar Nasional Biologi 06 Keanekaragaman Herpetofauna di Lahan Reklamasi Tambang Batubara PT Singlurus Pratama, Kalimantan Timur Teguh Muslim dan Ulfah Karmila Sari, Balai Penelitian Teknologi Konservasi

Lebih terperinci

SURVEI AWAL KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI DESA KETENGER, BATU RADEN, JAWA TENGAH

SURVEI AWAL KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI DESA KETENGER, BATU RADEN, JAWA TENGAH SURVEI AWAL KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI DESA KETENGER, BATU RADEN, JAWA TENGAH I G. A. Ayu Ratna P. 1) dan E. A. P. Willy Wijaya 2) 1) Laboratorium Taksonomi Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal

Lebih terperinci

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 30 34

JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 30 34 KEANEKARAGAMAN JENIS REPTIL ORDO SQUAMATA DIKAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SEBATIH KECAMATAN SENGAH TEMILAKABUPATEN LANDAK The Diversity of Squamates Semahung MountainProtected Forest in Sebatih

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Anura (Amphibia) Di Hutan Harapan, Jambi. The Anuran species (Amphibia) at Harapan Rainforest, Jambi

Jenis-Jenis Anura (Amphibia) Di Hutan Harapan, Jambi. The Anuran species (Amphibia) at Harapan Rainforest, Jambi Jenis-Jenis Anura (Amphibia) Di Hutan Harapan, Jambi The Anuran species (Amphibia) at Harapan Rainforest, Jambi Irvan Fadli Wanda 1), Wilson Novarino 2) dan Djong Hon Tjong 3)*) 1) Laboratorium Riset Taksonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

SPECIES AMPHIBIA PADA ZONA PEMANFAATAN TNKS JORONG PINCURAN TUJUH KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN. Mita Ria Azalia, Jasmi, Meliya Wati.

SPECIES AMPHIBIA PADA ZONA PEMANFAATAN TNKS JORONG PINCURAN TUJUH KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN. Mita Ria Azalia, Jasmi, Meliya Wati. SPECIES AMPHIBIA PADA ZONA PEMANFAATAN TNKS JORONG PINCURAN TUJUH KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN Mita Ria Azalia, Jasmi, Meliya Wati. Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN LINDUNG SUNGAI LESAN, KALIMANTAN TIMUR RAHMAT ABDIANSYAH

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN LINDUNG SUNGAI LESAN, KALIMANTAN TIMUR RAHMAT ABDIANSYAH STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN LINDUNG SUNGAI LESAN, KALIMANTAN TIMUR RAHMAT ABDIANSYAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

JENIS- JENIS AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN KELAPA SAWIT KANAGARIAN KUNANGAN PARIK RANTANG KABUPATEN SIJUNJUNG

JENIS- JENIS AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN KELAPA SAWIT KANAGARIAN KUNANGAN PARIK RANTANG KABUPATEN SIJUNJUNG 1 JENIS- JENIS AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN KELAPA SAWIT KANAGARIAN KUNANGAN PARIK RANTANG KABUPATEN SIJUNJUNG,, Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat Jurusan Biologi Universitas

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI KABUPATEN MURUNG RAYA, KALIMANTAN TENGAH MILA RAHMANIA

KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI KABUPATEN MURUNG RAYA, KALIMANTAN TENGAH MILA RAHMANIA KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI KABUPATEN MURUNG RAYA, KALIMANTAN TENGAH MILA RAHMANIA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR AMPHIBIAN SPECIES DIVERSITY IN PROHIBITION FOREST AREA OF KENEGERIAN RUMBIO COSTUMARY KAMPAR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Berry Fakhry Hanifa dkk. Kajian Keanekaragaman dan Kemelimpahan Ordo Anura Sebagai Indikator Lingkungan Pada Tempat Wisata di Karesidenan Kediri

Berry Fakhry Hanifa dkk. Kajian Keanekaragaman dan Kemelimpahan Ordo Anura Sebagai Indikator Lingkungan Pada Tempat Wisata di Karesidenan Kediri KAJIAN KEANEKARAGAMAN DAN KEMELIMPAHAN ORDO ANURA SEBAGAI INDIKATOR LINGKUNGAN PADA TEMPAT WISATA DI KARESIDENAN KEDIRI Berry Fakhry Hanifa 1) Nadya Ismi 2) Wahyu Setyobudi 2) Budhi Utami 1) 1) Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan alam semesta salah satunya adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan. Baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Semuanya hidup saling ketergantungan.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Kawasan Lindung Sungai Lesan Kawasan lindung Sungai Lesan terletak di Kecamatan Kelai Kabupaten Berau Kalimantan Timur dalam koordinat antara 01 0 32

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi

Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi Community of Anura (Amphibia) in three types of wetland habitat at the Harapan Rainforest Jambi Kharisma Putra

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan satwa endemik di Kalimantan Tengah. Distribusi owa (H. albibarbis) ini terletak di bagian barat daya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Lawu merupakan salah satu gunung yang berada di propinsi Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak disekitar 111 o 15 BT dan 7

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH LUASAN DAN JARAK DARI DAERAH INTI PADA AREA TERFRAGMENTASI TERHADAP KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA FAITH FITRIAN

PENGARUH LUASAN DAN JARAK DARI DAERAH INTI PADA AREA TERFRAGMENTASI TERHADAP KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA FAITH FITRIAN PENGARUH LUASAN DAN JARAK DARI DAERAH INTI PADA AREA TERFRAGMENTASI TERHADAP KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA FAITH FITRIAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

SPESIES KATAK (ANURA) YANG DITEMUKAN PADA KEBUN KARET DESA TRIMULYA KENAGARIAN PANYUBRANGAN KECAMATAN TIMPEH KABUPATEN DHARMASRAYA

SPESIES KATAK (ANURA) YANG DITEMUKAN PADA KEBUN KARET DESA TRIMULYA KENAGARIAN PANYUBRANGAN KECAMATAN TIMPEH KABUPATEN DHARMASRAYA SPESIES KATAK (ANURA) YANG DITEMUKAN PADA KEBUN KARET DESA TRIMULYA KENAGARIAN PANYUBRANGAN KECAMATAN TIMPEH KABUPATEN DHARMASRAYA Desi Anita, Meliya Wati, Ria Kasmeri 3 Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

JENIS DAN KOMPOSISI KOMUNITAS AMFIBI DI DESA BATU MBELIN KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA SKRIPSI

JENIS DAN KOMPOSISI KOMUNITAS AMFIBI DI DESA BATU MBELIN KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA SKRIPSI i JENIS DAN KOMPOSISI KOMUNITAS AMFIBI DI DESA BATU MBELIN KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA SKRIPSI TENGKU GILANG PRADANA 080805050 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC CURRICULUM VITAE WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC 1 Jabatan Peneliti Peneliti Madya 2 Kepakaran Konservasi Sumberdaya Hutan 3 E-mail wkuswan@yahoo.com 4 Riwayat Pendidikan S1 : Jurusan Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Dinamika Populasi Amfibi pada Tiga Sungai di Kawasan Gunung Payung, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten

Dinamika Populasi Amfibi pada Tiga Sungai di Kawasan Gunung Payung, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten Dinamika Populasi Amfibi pada Tiga Sungai di Kawasan Gunung Payung, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten Muhammad Suherman 1. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PEELITIA 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Peleng Kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi Tengah. Pengambilan data dilakukan pada empat tipe habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan bahwa

Lebih terperinci

PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax)

PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) PENGAMATAN AKTIVITAS HARIAN DAN WAKTU AKTIF KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) Desy Natalia Sitorus (E34120011), Rizki Kurnia Tohir (E34120028), Dita Trifani (E34120100) Departemen Konservasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci