PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,

Transkripsi

1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA, Menimbang : a. bahwa untuk tertib dan teraturnya bangunan-bangunan di Kabupaten Jayapura perlu adanya penataan dan pengendalian bangunan sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota Kabupaten Jayapura melalui pemberian izin mendirikan bangunan. b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 7 Tahun 1996 tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perkembangan daerah, sehingga dipandang perlu untuk diganti. c. bahwa untuk maksud tersebut huruf a dan b diatas perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonomi Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonomi di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2097); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1301); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3693), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara 4048); 6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4151); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);

2 8. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1992 tentang Tata Cara lzin Mendirikan Bangunan (1MB); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-Produk Hukum Daerah; 13. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Jayapura (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 12); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Jayapura dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jayapura (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 14), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 3 Tahun 2003 (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 5); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 8 tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dinas Cipta Karya dan Dinas Prasarana Daerah Kabupaten Jayapura (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 10); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN JAYAPURA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA TENTANG IZIN MENDIR1KAN BANGUNAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud adengan : 1. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Jayapura; 2. Bupati ialah Bupati Jayapura; 3. Dinas Cipta Karya adalah Dinas Cipta Karya Kabupaten Jayapura; 4. Kepala Dinas Cipta Karya ialah Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Jayapura; 5. Sub Dinas adalah Sub Dinas pada Dinas Cipta Karya Kabupaten Jayapura; 6. Kepala Distrik ialah Kepala Distrik yang mempunyai wilayah dimana bangunan itu berada; 7. Badan Komisi adalah suatu Badan Tingkat Distrik yang Keanggotaannya terdiri dari Pejabat

3 Distrik setempat; 8. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya di singkat 1MB adalah izin tertulis yang diberikan oleh Bupati kepada perorangan atau badan usaha untuk mendirikan, merubah dan memindahkan bangunan; 9. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mendirikan bangunan di suatu tempat dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan mendirikan bangunan tersebut hingga selesai; 10. Bangunan adalah konstruksi teknis yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan; 11. Merubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti sebagian atau seluruh bangunan dan atau menambah bangunan yang telah ada; 12. Bangunan Permanen adalah bangunan yang dibuat dari bahan-bahan yang kokoh (konstruksi beton) dan dapat dipergunakan sekurang-kurangnya 25 tahun; 13. Bangunan Semi Permanen adalah bangunan yang dibuat dari bahan-bahan yang berkualitas baik (konstruksi kayu) dan dapat dipergunakan sekurang-kurangnya 15 tahun; 14. Bangunan tidak permanen adalah bangunan yang dibuat dari bahan lokal yang dipergunakan sekurang-kurangnya 5 tahun; 15. Bangunan Darurat adalah bangunan yang dibuat dari bahan lokal yang diperkirakan dapat dipergunakan paling lama 1 tahun; 16. Bangunan Sosial adalah bangunan yang direncanakan dan digunakan sebagai tempat peribadatan dan fasilitas kesehatan; 17. Bangunan Peruahan adalah bangunan yang direncanakan dan diguankan sebagai tempat kediaman oleh satu keluarga atau lebih; 18. Bangunan Fasilitas Umum adalah bangunan yang direncanakan dan diguankan sebagai tempat rekreasi dan olah raga; 19. Bangunan Pendidikan adalah bangunan yang direncanakan dan digunakan sebagai tempat pendidikan dengan kegiatan belajar mengajar seperti sekolah, kursus dan pelatihan; 20. Bangunan Kelembagaan/Kantor adalah bangunan yang direncanakan dan diguankan sebagai tempat kegiatan perkantoran; 21. Bangunan Perdagangan dan Jasa adalah bangunan yang direncanakan dan digunakan sebagai tempat berusaha di bidang perdagangan dan jasa; 22. Bangunan lndustri adalah bangunan yang direncanakan dan digunakan sebagai tempat pengolahan bahan-bahan industri; 23. Bangunan Khusus adalah bangunan yang direncanakan dan digunakan sebagai tempat khusus instalasi air minum, telekomunikasi, listrik, nuklir dan bangunan khusus lainnya yang perlu dilindungi dari gangguan keamanan; 24. Bangunan Campur adalah bangunan yang direncanakan dan diguankan sebagai tempat berbagai unsur kegiatan dalam satu kesatuan bangunan; 25. Garis Sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, as sungai, as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling atau pekarangan yang boleh dan tidak boleh dibangun bangun-bangunan; 26. Garis Sempadan Bangunan adalah garis sempadan yang di atasnya atau sejajar di belakangnya dapat didirikan bangunan; 27. Garis Sempadan Pagar adalah garis sempadan yang di atasnya atau sejajar di belakangnya dapat dibuat pagar; 28. Koefisien Lantai Bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara jumlah lantai bangunan dengan luas kapling/pekarangan;

4 29. Koefisien Tingkat Bangunan adalah bilangan pokok yang ditetapkan atas dasar tinggi bangunan yang diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik teratas dari bangunan tersebut; 30. Koefisien Guna Bangunan adalah bilangan pokok yang ditetapkan atas dasar jenis manfaat bangunan; 31. Koefisien Konstruksi Bangunan adalah bilangan pokok yang ditetapkan atas dasar jenis konstruksi bangunan; 32. Koefisien Letak Bangunan adalah bilangan pokok yang ditetapkan atas perbandingan antara kelas jalan dengan letak suatu bangunan; 33. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tertinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; 34. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan /pembagian dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi ; 35. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi; 36. Retribusi izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin untuk mendirikan dan atau merubah bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan; 37. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi; 38. Penyidikan Pelanggaran Peraturan Daerah di bidang retribusi adalah Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang pelanggaran di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya; 39. Penyidik adalah penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. BAB II OBYEK DAN SUBJEK Pasal 2 (1) Obyek dalam pengaturan IMB dalam Peraturan Daerah ini adalah setiap bangunan yang akan atau yang sudah dibangun dan atau yang diubah baik bangunan milik perorangan, badan hukum atau instansi. (2) Subyek dalam Peraturan Daerah ini adalah setiap orang, badan hukum atau instansi yang akan mendirikan atau yang sudah mendirikan dan atau merubah bangunan. BAB III SYARAT DAN MEKANISME PERIZINAN Bagian Pertama Persyaratan Administrasi Pasal 3 (1) Untuk mendirikan bangunan harus memiliki IMB dari Bupati.

5 (2) Untuk memperoleh IMB yang berkepentingan mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan melampirkan: a. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk; b. Foto Copy Sertifikat Tanah dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor BPN atau Pejabat pembuat Akte Tanah; c. Foto copy bukti pembayaran PBB tahun terakhir; d. Gambar rencana dan konstruksi bangunan serta dalam lembaran pada bagian kanan dicantumkan peta situasi letak bangunan; e. Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Bukti Pembayaran pajak bahan galian golongan C; f. Surat Pernyataan bersedia melepaskan sebagian hak atas tanahnya untuk kepentingan umum; g. Untuk bangunan bertingkat disertakan perhitungan konstruksi; h. Berita Acara hasil pemeriksaan Badan Komisi Distrik. (3) Semua persyaratan yang dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini dibuat dalam rangkap 6 (enam). Pasal 4 Permohonan IMB yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah ini juga berlaku untuk membuat perubahan atau perombakan bangunan lama. Bagian Kedua Persyaratan Teknik Pasal 5 Untuk mendirikan bangunan harus memenuhi persyaratan teknik ketahanan bangunan dan perhitungan konstruksi yang berlaku meliputi: a. Peralatan-peralatan bangunan baik bahan maupun sistem penempatannya harus diperhitungkan terhadap kemungkinan bahaya kebakaran dan keselamatan umum; b. Penggunaan bahan perlu diperhitungkan terhadap keselamatan struktur bangunan dan keselamatan umum yang ditentukan oleh Dinas; c. Konstruksi bangunan perlu didasarkan pada perhitungan atas bahaya kebakaran, keselamatan umum dan estetika. d. Macam/jenis dan konstruksi bangunan harus disesuaikan dengan struktur, kemampuan, daya dukung tanah dan daya tampung lahan. Bagian Ketiga Mekanisme Perizinan Pasal 6 (1) Badan komisi Distrik dalam jangka waktu 4 (empat) hari kerja setelah menerima permohonan, mengadakan pemeriksaan dan kemudian mengumumkannya selama 20 (dua puluh) hari di lokasi yang dimohon;

6 (2) Kepala Distrik menerbitkan Berita Acara pemeriksaan dan melanjutkan permohonan kepada Bupati melalui Dinas sesudah jangka waktu sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini, disertai pertimbangan-pertimbangannya. Pasal 7 (l) Dinas setelah menerima berkas permohonan IMB dan Berita Acara dari Kepala Distrik, seiambat-lambatnya 14 (empat belas) hari harus selesai mengadakan pemeriksaan yang meliputi : a. Pemeriksaan zonning (peruntukkan lahan); b. Pemeriksaan tehnis bangunan; c. Gambar, perhitungan konstruksi dan RAB bangunan; d. Garis sempadan; e. Letak, lingkungan bangunan dan hal-hal lain yang dianggap perlu. (2) Ketentuan jumlah hari sebagaimana tersebut ayat (1) hanya dapat dipenuhi apabila semua berkas persyaratan yang diterima telah lengkap. (3) Hasil pemeriksaan sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini akan dibahas oleh Tim IMB yang ditetapkan oleh Bupati untuk memperoleh persetujuan atau penolakan. () Tim sebagaimana tersebut ayat (2) terdiri dari Instansi terkait sebagai berikut : a. Dinas Cipta Karya Kabupaten Jayapura; b. Dinas Prasarana Daerah Kabupaten Jayapura; c. Bappeda Kabupaten Jayapura; d. Bagian Hukum Setda Kabupaten Jayapura; e. Kantor Polisi Pamong Praja; f. Distrik setempat. Pasal 8 (1) Hasil rapat Tim IMB dimaksud Pasal 7 ayat (3), dituangkan dalam suatu Berita Acara Rapat yang menyatakan bahwa permohonan IMB disetujui atau di tolak. (2) Permohonan yang disetujui selanjutnya proses IMB-nya oleh dinas dan apabila ditolak maka penolakan tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan alasan-alasan penolakan yang ditandatangani oleh Bupati. BAB IV KEPUTUSAN PENERBITAN IMB Pasal 9 Bupati harus telah memutuskan dan menandatangani pemberian maupun penolakan IMB selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya berkas permohonan IMB dari Dinas. Pasal 10 Permohonan 1MB ditolak apabila pekerjaan mendirikan bangunan yang direncanakan dalam permohonan IMB bertentangan dengan :

7 a. Peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Kepentingan umum; c. Kepentingan penataan kota; d. Rencana pengembangan kota; e. Kelestarian, keserasian dan keseimbangan lingkungan; f. Adanya keberatanjgugatan pihak lain. Pasal 11 Keputusan penerbitan IMB ditunda berdasarkan alasan masih memerlukan waktu tambahan untuk penilaian khusus persyaratan konstruksi, arsitektur, instalasi atau kelengkapan bangunan, pertimbangan nilai lingkungan yang direncanakan dalam IMB. Pasal 12 (1) Penundaan keputusan pemberian IMB sebagaimana dimaksud Pasal 11 Peraturan Daerah ini dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung dari hari penetapan penundaan. (2) Selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah waktu tersebut ayat (1) harus telah diterbitkan IMB atau ditolak. Pasal 13 IMB bagi bangunan sementara dapat diberikan dengan mencantumkan syarat-syarat dalam IMB tersebut bahwa bangunan yang bersangkutan akan dibongkar kembali setelah lewat jangka waktu yang ditetapkan dalam IMB. BAB V KETENTUAN IZIN MULAI PEKERJAAN Pasal 14 Pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan dan atau merombak bangunan oleh pemilik atau orang perorangan dan atau Badan Hukum yang diserahi pekerjaan itu baru dapat dilaksanakan setelah diterbitkan/diterimanya IMB. Pasal 15 Pelaksanaan suatu pekerjaan mendirikan bangunan baru dapat dimulai dikerjakan setelah Dinas menetapkan Garis Sempadan pagar, garis sempadan muka bangunan, sempadan kanan, kiri dan belakang bangunan serta ketinggian permukaan tanah pekarangan tempat bangunan didirikan sesuai dengan rencana yang ditetapkan dalam IMB. Pasal 16 Pekerjaan yang dimaksud dalam Pasal 15 Peraturan Daerah ini tidak boleh dimulai sebelum pemohon menerima IMB, dan selanjutnya berkewajiban untuk memelihara surat-surat izin tersebut agar selalu

8 ada di tempat pekerjaan. Pasal 17 (1) Bentuk dari bangunan/gedung, pagar pekarangan dan pagar lainnya harus dibuat selaras dan sesuai dengan sekitarnya. (2) Agar mencapai tujuan tersebut ayat (1) Pasal ini Bupati dapat menentukan syarat-syarat mengenai bentuk dan susunan bagian luar dari bangunan-bangunan. Pasal 18 (1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkannya IMB sebagaimana dimaksud Pasal 9 Peraturan Daerah ini pekerjaan sudah harus selesai. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat diperpanjang apabila Bupati dapat menerima alasan-alasan yang menyebabkan kelambatan penyelesaian bangunan, perpanjangan tenggang waktu itu selamanya 6 (enam) bulan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana tersebut ayat (2) Pasal ini tidak dipenuhi, maka IMB dinyatakan tidak berlaku lagi dan diwajibkan mengurus IMB baru. Pasal 19 (1) IMB hanya berlaku bagi perseorangan atau Badan Hukum Penerima IMB yang namanya tercantum dalam IMB; (2) Apabila karena suatu hal perseorangan atau Badan Penerima IMB tidak menjadi pihak yang mendirikan bangunan, maka IMB tersebut harus dimohonkan balik nama kepada Bupati oleh pihak yang mendirikan bangunan. BAB VI PEMBONGKARAN/PERBAIKAN Pasal 20 (1) Apabila suatu bangunan dan bagian-bagiannya mengalami kerusakan sehingga dikhawatirkan akan runtuh baik sebagian atau seluruhnya dan atau bangunan tersebut sudah tidak sesuai dengan rencana tata ruang kota, karena alasan umur, fungsi, estetika dan alasan teknis lainnya maka Bupati secara tertulis memberitahukan dan mengharuskan pemilik membongkar bangunannya. (2) Keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1) didasarkan pada hasil pemeriksaan Dinas. (3) Dalam keadaan tersebut sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini pemilik tidak mengindahkan, maka Bupati dapat mengambil tindakan pembongkaran. Pasal 21 Pemilik yang bermaksud membongkar/merobohkan bangunan harus memberitahukan rencana pembongkaran bangunannya secara tertulis kepada Bupati.

9 BAB VII GARIS SEMPADAN Pasal 22 Garis sempadan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 23 (1) Bagian terluar dari suatu bangunan maksimum di atas atau sejajar dengan garis sempadan. (2) Dilarang untuk melakukan perubahan atau penambahan bagian-bagian bangunan yang mengakibatkan bagian bangunan tersebut melebihi garis sempadan. (3) Batas ketinggian pagar pekarangan yang didirikan di sepanjang garis sempadan jalan ditentukan setinggi-tingginya 2 (dua) meter, kecuali ditentukan lain oleh Bupati. BAB VIII RETRIBUSI DAN CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA SERTA PENETAPAN BESARNYA TARIF Bagian pertama Retribusi Pasal 24 Sebelum IMB diserahkan, Pemohon wajib membayar retribusi ke Kas Daerah melalui pejabat yang ditunjuk pada Dinas. Pasal 25 (1) Retribusi IMB dipungut 1 (satu) kali untuk setiap penerbitan IMB; (2) Retribusi yang telah dibayar ke Kas Daerah tidak dapat diminta kembali bila IMB yang bersangkutan dicabut atas permohonan Pemohon IMB ataupun karena alasan lain. Bagian Kedua Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 26 (1) Tingkat penggunaan jasa IMB diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan, rencana penggunaan bangunan, konstruksi bangunan dan letak bangunan. (2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini diberikan bobot (koefisien) (3) Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini ditetapkan sebagai berikut : a. Koefisien Luas Lantai Bangunan

10 No Luas Bangunan Koefisien 1. Bangunan dengan luas s/d 100 M2 1,00 2. Bangunan dengan luas 101 s/d 250 M2 1,50 3. Bangunan dengan luas 251 s/d 1000 M2 2,50 4. Bangunan dengan luas 1001 s/d 2000 M2 3,50 5. Bangunan dengan luas 2001 s/d 3000 M2 4,00 6. Bangunan dengan luas 3001 s/d 4000 M2 4,50 7. Bangunan dengan luas > 4000 M2 5,00 b. Koefisien Tingkat Bangunan. No Tingkat Bangunan Koefisien 1. Bangunan 1 lantai 1,00 2. Bangunan 2 lantai 1,50 3. Bangunan 3 lantai 2,50 4. Bangunan 4 lantai 3,00 5. Bangunan 5 lantai ke atas 4,00 c. Koefisien Guna Bangunan No Guna Bangunan Koefisien 1. Bangunan sosial 0,50 2. Bangunan perumahan 1,00 3. Bangunan fasilitas umum 1,00 4. Bangunan pendidikan 1,00 5. Bangunan kelembagaan/kantor 1,50 6. Bangunan perdagangan dan jasa 2,00 7. Bangunan industri 2,00 8. Bangunan khusus 2,50 9. Bangunan campur 2, Bangunan lain-lain 3,00 d. Koefisien Konstruksi Bangunan No Jenis Konstruksi Koefisien 1. Konstruksi sederhana 1 2. Konstruksi semi permanen 1,5 3. Konstruksi permanen 2 4. Konstruksi Luks/Mewah 3

11 e. Koefisien Letak Bangunan No Letak Bangunan Koefisien 1. Bangunan di pinggir jalan Arteri 1,5 2. Bangunan yang langsung berada di belakang 1,4 bangunan dipinggir jalan Arteri. 3. Bangunan dipinggir jalan kolektor 1,4 4. Bangunan yang langsung berada di belakang 1,3 bangunan dipinggir jalan kolekto 5. Bangunan dipinggir jalan lokal 1,2 6. Bangunan yang langsung berada di belakang 1 bangunan dipinggir jalan lokal (4) Tingkat penggunaan jasa dihitung sebagai perkalian koefisien-koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini huruf a sampai dengan huruf e. Bagian Ketiga Besarnya Tarif Retribusi Pasal 27 (1) Tarif dasar ditetapka seragam untuk setiap bangunan; (2) Besarnya tarif retribusi ditetapkan sebesar Rp ,- untuk setiap izin. Bagian Keempat Cara Perhitungan Retribusi Pasal 28 Besarnya retribusi dihitung dengan cara mengalikan tarif dasar retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dengan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). Bagian Kelima Prinsip Dan Sasaran Penetapan Tarif Pasal 29 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan antara lain untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini antara lain meliputi biaya pengecekan dan pengukuran lokasi, biaya pemetaan dan biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) Pasal ini diambil dari retribusi yang ditetapkan yakni sebesar 10% dari jumlah retribusi. (4) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini dijadikan 100% dengan perincian sebagai berikut :

12 a. Untuk biaya pengecekan dan pengukuran lokasi sebesar 20 %; b. Untuk biaya pelaksanaan rapat Tim IMB sebesar 20 %; c. Untuk biaya pengawasan dan pengendalian petugas sebesar 20 %; d. Untuk biaya pelaksana penyiapan surat izin bangunan sebesar 20 %; e. Untuk biaya tersebut Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) sebesar 20 %. (5) Penerimaan retribusi tersebut Pasal 28 Peraturan Daerah ini merupakan pendapatan Asli Daerah. BAB IX PENGECUALIAN Pasal 30 Bupati dapat menetapkan lain atas pengenaan retribusi IMB terhadap IMB bagi bangunan sebagai berikut : 1. Bangunan yang dibangun kembali karena bencana alam; 2. Bangunan penunjang yang bersifat sementara; 3. Bangunan yang didirikan oleh Pemohon Perorangan yang dinyatakan secara resmi tidak mampu oleh Kepala Kampung/Kepala Kelurahan sepanjang luas bangunan kurang dari 25 M2 (dua puluh lima meter persegi). Pasal 31 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 2 Peraturan Daerah ini tidak berlaku bagi pekerjaan perbaikan dan perombakan yang bersifat ringan antara lain: a. Lantai, sepanjang tidak mengubah tinggi lantai asal termasuk lantai kayu; b. Bagian jendela dan pintu yang dapat digerakkan, dinding, atap termasuk cukit yang jaraknya tidak lebih dari 0,60 M dari tembok dan seluruhnya dalam garis Sempadan; c. Memindah atau membuat lobang cahaya yang luasnya kurang dari 1 M2 (satu meter persegi); d. Membongkar atau memperbaiki tembok-tembok yang retak; e. Langit-langit; f. Mengganti usuk, reng sepanjang tidak mengubah bentuk atau mengganti dengan jenis bahan atap yang lebih berat; g. Got-got riool dan bak kamar mandi di dalam rumah; h. Pagar atau pintu pagar sepanjang tidak merubah bentuknya; i. Membongkar bangunan-bangunan yang menurut pertimbangan Dinas tidak membahayakan; j. Pemeliharaan bangunan-bangunan dengan tidak merubah denah, konstruksi maupun arsitektonis dari bangunan-bangunan semula yang telah mendapat izin; k. Pendirian bangunan-bangunan yang tidak permanen untuk pemeliharaan binatangbinatang jinak atau tanaman-tanaman dengan syarat-syarat sebagai berikut : 1. ditempatkan di halaman belakang 2. luasnya tidak melebihi 2 (dua) meter persegi dan tingginya tidak melebihi 1 (satu) meter sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan tentang garis sempadan. g. Membuat pagar-pagar yang tingginya tidak melebihi 1,2 (satu koma dua) meter kecuali

13 pagar itu dibuat permanen dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan tentang garis sempadan. h. Membuat kolam taman, taman, patung-patung dalam taman, dan tiang bendera BAB X PENGAWASAN DAN PENGUSUTAN Pasal 32 (1) Tugas untuk mengawasi dan mengusut pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas, atau petugas pengawas yang ditunjuk oleh Bupati. (2) Petugas dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berhak melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian antara pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan dengan persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini, dan Petugas dapat memasuki tempat-tempat berlangsungnya kegiatan mendirikan bangunan pada setiap jam kerja, sedangkan pelaksana pembangunan/pemilik bangunan berkewajiban memberi izin masuk. (3) Petugas dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini pada setiap pemeriksaan membuat catatan tentang. a. pemeriksaan umum yang dilakukan; b. saat dimulainya pekerjaan; c. hasil penyelidikan/pemeriksaan; d. peringatan-peringatan yang perlu diberikan kepada pemilik IMB. (4) Petugas dlmaksud berwenang setiap waktu meminta agar pemilik bangunan memperlihatkan IMB beserta lampirannya. (5) Jika pelaksanaan pekerjaan bertentangan dengan izin yang telah dikeluarkan, petugas dapat menghentikan pekerjaan sambil menunggu dikeluarkan surat perintah resmi Bupati menyangkut penghentian pelaksanaan kegiatan selanjutnya. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 (1) Sebelum dimulai rencana mendirikan bangunan oleh seseorang, badan hukum atau instansi yang bersangkutan wajib menyesuaikan atau memilih lokasi sesuai dengan peruntukkan lahan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota di Kabupaten Jayapura; (2) Bupati dapat memerintahkan pembongkaran terhadap bangunan-bangunan di luar ketentuan Rencana Umum Tata Kota sesuai ayat (1) Pasal 21 Peraturan Daerah ini. (3) Untuk lokasi yang telah ditetapkan dan berada di dalam kawasan penerbangan/jalur penerbangan wajib menyampaikan tentang rencana kegiatan kepada Dinas Perhubungan/Kepala Bandar Udara setempat guna mendapat pertimbangan teknis berupa rekomendasi dan lain-lain. (4) Khusus lokasi yang berada di sepanjang hutan lindung, cagar alam, tepian sungai, lereng/bukit atau kawasan rawan bencana tidak diperkenankan mendirikan bangunan. (5) Pemilik bangunan wajib membuat sumur tertutup untuk pembuangan limbah cair agar tidak mencemarkan lingkungan sekitarnya.

14 Pasal 34 (1) Bupati dapat menghentikan setiap bangunan yang didirikan, dirubah dan atau dirobohkan yang tidak berdasarkan izin. (2) Segera setelah diterimanya pemberitahuan penghentian kegiatan sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini dan pemilik bangunan tidak mengindahkan perintah, maka Bupati dapat melakukan pembongkaran. Pasal 35 (1) IMB dapat dicabut apabila : a. persyaratan yang menjadi dasar diberikan izin (IMB) terbukti tidak benar atau dipalsukan; b. setelah pekerjaan mendirikan bangunan dimulai kemudian dihentikan sehingga setelah 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya IMB ternyata belum selesai; c. apabila setelah 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya IMB belum memulai pembangunan; d. pelaksanaan pekerjaan mendirikan/merubah bangunan menyimpang dari rencana ya disahkan dalam IMB. (2) Pencabutan IMB ditetapkan oleh Bupati secara tertulis dan disampaikan kepada pemilik IMB dengan disertai alasan-alasan pencabutan. Pasal 36 (1) Izin bagi bangunan darurat dapat diberikan dengan mencantumkan ketentuan dalam IMB tersebut bahwa bangunan itu akan dibongkar kembali setelah habis masa berlakunya. (2) Bangunan darurat yang terletak di pinggir jalan arteri tidak boleh lebih dari 1 (satu) tahun. (3) Bangunan tidak permanen yang terletak di pinggir jalan arteri dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus ditingkatkan menjadi bangunan permanen. (4) Bangunan permanen dapat dinyatakan roboh sebelum umur bangunan habis,karena alasan konstruksi atau arsitektur dan atau alasan lainnya. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 37 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam hukuman pidana kurungan selama-lamanya 5 (lima) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp , (Lima ratus ribu rupiah). (2) Tindak pidana tersebut ayat (1) Pasal ini adalah tindakan pidana pelanggaran. Pasal 38 Orang/Badan yang terhukum karena melanggar Peraturan Daerah ini, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan harus minta izin baru atau membongkar/mengubah dan memperbaiki hal-hal yang bertentangan dengan IMB yang diberikan.

15 BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 39 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum, penyidik atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya telah ditetapkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari perbuatannya dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara; h. Mendatangkan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindakan pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 40 (1) Terhadap seluruh bangunan yang dibangun sebelum berlakunya peraturan daerah ini dan belum memperoleh IMB, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. (2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 7 Tahun 1996 tentang lzin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan serta ketentuan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku lagi. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya akan diatur kemudian dengan Keputusan Bupati;

16 Pasal 42 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jayapura. Diundangkan di Sentani pada tanggal 22 Desember 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JAYAPURA ttd GIDEON DODOP, MM. PEMBINA NIP Disahkan di Sentani pada tanggal 19 Desember 2003 BUPATI JAYAPURA ttd. HABEL MELKIAS SUWAE, S.Sos. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA TAHUN 2003 NOMOR 25