HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 45 HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Kepulauan Anambas Kepulauan Anambas yang terdiri 140 buah pulau besar dan kecil, tersebar diantara Laut Natuna dan Laut Cina Selatan yang merupakan gugusan pulau-pulau yang memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar seperti, terumbu karang, mangrove, sumberdaya ikan, pariwisata dan lain sebaginya. Wilayah Kepulauan Anambas yang memiliki luas daratan yang lebih kecil dibanding luas lautan, dimana 90 % merupakan wilayah lautan dan sebagiannya merupakan wilayah daratan, wilayah ini sudah barang tentu dipengaruhi oleh hukum dan yuridiksi sebagai wilayah perairan. Secara teritorial sejauh 12 mil laut dari garis pangkal pantai kepulauan merupakan kewenangan provinsi, artinya kapal asing mempunyai hak damai untuk lewat dengan aman, dalam perairan ini tetapi dibatasi oleh alur di lautan yang sudah ditetapkan. Sedangkan berdasarkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditetapkan maksimum sejauh 200 mil laut dari garis pangkal pantai, didalamnya Indonesia mempunyai kekuasaan hukum terhadap eksploitasi dan pengawasan sumberdaya laut yang ada. Kepulauan Anambas yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yang diantaranya terdiri dari Kecamatan Siantan, Kecamatan Palmatak, dan Kecamatan Jemaja, namun dalam penelitian ini Kecamatan Jemaja tidak termasuk dalam kawasan penelitian, hal ini dilakukan karena jarak Kecamatan Jemaja sangat jauh dengan dua kecamatan lainnya. Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder, pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian, didapat sejumlah potensi pada masing-masing kecamatan di Kepulauan Anambas. 1. Terumbu Karang Berdasarkan data Puslitbang P3O-LIPI (1997) dan Bakosurtanal (1997) diacu dalam Bappeda Kabupaten Natuna dan Lamtek UI (2005), terdapat 3 (tiga) jenis terumbu karang yang melingkupi wilayah Kepulauan Anambas, yaitu terumbu karang tepi (fringging reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), dan terumbu karang cincin (atoll), dapat dilihat pada Gambar 12. Kondisi terumbu

2 46 karang di Kepulauan Anambas menunjukkan bahwa wilayah ini mempunyai terumbu karang dalam kondisi sedang sampai kondisi baik, hal ini dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut Dutton et al. (2001), kriteria kondisi ekosistem terumbu karang di katakan buruk apabila persentase tutupan karang hidup antara 0-25%. kondisi sedang 26 50%, kondisi baik 51 75%, dan kondisi sangat baik %. Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Anambas masih terlihat di beberapa lokasi, umumnya berada di kawasan yang jauh dari pemukiman nelayan. Kerusakan terumbu karang diakibatkan dari pencemaran, penangkapan ikan dengan menggunakan bom, bahan kimia dan pengambilan karang yang berlebihan. Tabel 18 Luas dan sebaran tebumbu karang di perairan Kepulauan Anambas No. Lokasi Mati (km²) % Hidup (km²) % Luas (km²) 1. Kec. Palmatak 9, ,96 12, ,04 21, Kec. Siantan 18, ,87 27, ,13 46,0542 Sumber: Hasil interpretasi citra landsat TM7, 2002 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2006). Gambar 12 Terumbu karang dan mangrove yang terdapat di Kepulauan Anambas 2. Mangrove Ekosistem mangrove tersebar disemua kecamatan dalam Kepulauan Anambas, ekosistem mangrove merupakan ekosistem penopang dari ekosistem penting lainnya seperti ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Sebaran mangrove (bakau) di daerah ini mulai dari kerapatan vegetasi yang rapat sampai

3 47 vegetasi jarang. Total luas hutan mangrove hasil interpretasi dari citra satelit Landsat 7 TM adalah km 2. Kondisi hutan mangrove di Kepulauan Anambas dapat diketahui persentase tutupannya yang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Luas dan sebaran mangrove di Kepulauan Anambas No Lokasi Rapat (km²) % Sedang (km²) % Jarang (km²) % Luas (km²) 1. Kec. Palmatak Kec. Siantan Sumber: Hasil interpretasi citra landsat TM7, 2002 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2006) Berdasarkan data Puslitbang P3O-LIPI (1997) dan Bakosurtanal (1997) diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2005). Lokasi mangrove dengan kondisi yang rapat ditemukan di Kecamatan Palmatak (47,78 %). Kondisi kerapatan mangrove yang sedang hampir sama disemua kecamatan di Kepulauan Anambas. Fungsi dari ekosistem mangrove adalah sebagai tempat bertelur bagi ikan-ikan (hatching ground), sebagai tempat pembesaran (spowning ground) dan sebagai tempat mencari makan (feeding ground), dari ketiga fungsi ekologis tadi dapat menggambarkan pentingnya ekosistem mangrove terhadap organismeorganisme yang berasosiasi di dalamnya. Kerusakan hutan mangrove masih dijumpai beberapa kawasan, yang dulu merupakan kawasan mangrove dikonvesi menjadi kawasan pemukiman dan pelabuhan nelayan. Kerusakan lainnya juga diakibatkan pemanfaatan mangrove yang dijadikan sebagai bahan bakar (arang) dan sebagian digunakan sebagai bahan bangunan. Dampak pontensial dari aktivitas manusia pada ekosistem mangrove akan mengakibatkan regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai dan terjadinya pendangkalan perairan pantai serta abrasi pantai. 3. Sumberdaya Ikan Ikan merupakan salah satu biota laut yang paling banyak diminati oleh berbagai pihak pemanfaat sumberdaya, selain karena nilai ekonominya yang begitu tinggi, ikan juga relatif mudah untuk ditangkap. Jenis biota ini dapat dijumpai hampir seluruh bagian wilayah perairan di Kepulauan Anambas. Secara umum, ikan dikategorikan kedalam 2 (dua) kelompok besar berdasarkan pola

4 48 ruaya dan bentuk perilakunya, yaitu pertama, kelompok ikan demersal, merupakan jenis ikan yang hidup dan berkembang biak didasar perairan seperti terumbu karang, akar-akar mangrove dan pantai berpasir, contoh ikan kelompok ini adalah ikan Kerapu sunu, ikan Kepe-kepe, ikan Kakap, ikan Kelinci, Kepiting, Cumi-cumi dan lain sebagainya. Kedua adalah kelompok Ikan Pelagis, merupakan jenis ikan yang bermigrasi atau beruaya secara dinamis dari satu tempat ke tempat lainnya, seperti ikan Kembung, Tuna, Tenggiri, Marlin dan lain sebagainya. Kedua kelompok ikan ini cukup banyak di perairan Kepulauan Anambas, dapat dilihat pada Tabel 20 dan Gambar 13. Potensi perikanan Kepulauan Anambas menjadi sangat strategis karena merupakan kawasan laut Cina Selatan dan berada pada daerah perbatasan dimana merupakan potensi pemasaran yang baik. Berdasarkan data perikanan setempat tahun 2004, tercatat volume produksi sebesar 405,12 ton. Potensi perikanan Kepulauan Anambas sampai saat ini belum tercatat dengan baik, salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya jumlah kapal dari luar Natuna yang ikut melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan tetapi melanggar ketentuan pencatatan hasil perikanan. Faktor lain adalah pembeli ikan hidup yang berasal dari negara tetangga yang langsung melakukan transaksi didalam kantong-kantong nelayan budidaya ikan (kem) tanpa proses administrasi. Gambar 13 Beberapa jenis ikan laut yang ditangkap oleh nelayan di Kepulauan Anambas

5 49 Tabel 20 Jenis ikan yang bernilai ekonomis di Kepulauan Anambas No Nama Ikan Nama Latin Musim 1. Cumi-cumi Sepia spp & sepiateuthis sp Timur, Barat dan Selatan 2. Ekor Kuning Caesio spp Timur dan Barat 3. Hiu Carcharhinus spp Timur, Barat dan Selatan 4. Kembung Rastrelliger spp Timur dan Barat 5. Kerapu macan Ephinephelus fuscoguttatus Sebelum musim Utara 6. Kerapu sunu Plectopomus leopardus Sebelum musim Utara 7. Mayu/kewe Caranx spp Timur dan Barat 8. Merah Lutjanus spp Timur, Barat dan Selatan 9. Napoleon wrasse/ketipas Chelinius undulatus Sebelum musim Utara 10. Selar kuning Selaroides leptolepis Timur dan Barat 11. Sotong Sepia sp Timur, Barat dan Selatan 12. Tenggiri Scomberemorus Utara 13. Tongkol Eutynnus Sepanjang tahun Sumber: Hasil survei lapangan (2006) 4. Pariwisata Pemanfaatan pariwisata di Kecamatan Siantan dan Palmatak, sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Beberapa pantai dan laut dengan panorama terumbu karang dan ikan karang merupakan lokasi yang ideal untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Di Kecamatan Siantan dan Palmatak merupakan potensi wisata bahari dimana wisata penyelaman (diving), memancing (fishing), pengamatan ekosistem bawah laut (snorkling) juga panorama air terjun, pohon kelapa, pasir putih dan situs sejarah menjadi daya tarik utama dalam pariwisata. Potensi Sumberdaya Teresterial di Kepulauan Anambas 1. Perkebunan Perkebunan di Kecamatan Siantan dan Palmatak memiliki komoditi antara lain berupa cengkeh, kelapa, karet dan lada. Menurut hasil survei komodiatas yang memiliki nilai jual tertinggi saat ini adalah cengkeh yang mencapai Rp /kg. komoditas ini mampu menjadi pengganti bagi masyarakat sebagai mata pencarian setelah perikanan. Sedangkan komoditas karet, kelapa dan lada

6 50 belum diusahakan secara maksimal baik dari segi jumlah, luas perkebunan, maupun produksinya (Tabel 21). Tabel 21 Produksi perkebunan menurut jenis di Kepulauan Anambas No Kecamatan Produksi Perkebunan (Ton) Jumlah Karet Kelapa Kopi Cengkeh Lada 1. Siantan 815, ,0 0,9 108,0 0, Palmatak 169,0 776,0 1,3 32,0 0, Sumber: BPS Kab. Natuna (2004) 2. Industri Sektor Industri sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan karena wilayah Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Palmatak memiliki sumberdaya yang sangat pontensial pada bidang minyak dan gas alam, ada tiga perusahan besar migas di Kepulauan Anambas antara lain: Conoco phillips, Premier oil dan Star energy. Namun masih menjadi pertentangan alot terhadap wilayah ekploitasi yang berada pada kawasan ZEE, dimana eksplorasi dan eksploitasi sumber minyak dan gas cukup memberikan peranan bagi perkembangan dan pembangunan wilayah, dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Potensi sumberdaya terseterial di Kepulauan Anambas.

7 51 3. Pertanian dan Kehutanan Pertanian dan Kehutanan di Kecamatan Siantan dan Palmatak sangat sedikit dimanfaatkan ini karena topografi kepulauan yang bukit dan berbatuan. Pengadaan kebutuhan pokok dan kehutanan banyak didapatkan dari luar kota, yaitu Tanjung pinang, Letung, dan Kalimatan. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuian lahan dititik beratkan pada kawasan lindung dan kawasan budidaya, langkah ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya arahan pengembangan kegiatan di kawasan berfungsi lindung. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisa kesesuaiannya berdasarkan kriteria dan syarat penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang dianalisa antara lain; kawasan lindung (konservasi pantai) dan kawasan budidaya (kawasan pemukiman, kegiatan budidaya perikanan, perikanan tangkap, dan pariwisata pantai). Semua analisis ini identifikasi secara terpisah-pisah dengan memperhatikan parameter pembatas berupa kriteria. Kriteria ini merujuk dari Departemen Kelautan dan Perikanan, FAO, Bakosurtanal, dan hasil penelitian lainnya. Kriteria yang ada pada masing-masing instansi ini mutlak harus dipergunakan Tetapi dapat dilakukan proses deliniasi, karena kawasan pulau kecil mempunyai lingkungan yang unik, tidak selalu sama dengan keadaan di daratan. Langkah selajutnya adalah melakukan klasifikasi, dimana kriteria bagi peruntukan penggunaan lahan diberi pembobotan, skoring (kelas). Sistem Informasi geografis (SIG) mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal analysis), dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun, karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Analisis kesesuian lahan Kepulauan Anambas yang terdiri dari 10 desa di 2 kecamatan di Kepulauan Anambas. Secara keseluruhan luas wilayah yang dianalisis sebesar ha. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan pendekatan SIG menggunakan metode overlay diperoleh hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai, pemukiman, budidaya perikanan laut (keramba), perikanan tangkap, dan pariwisata pantai.

8 52 Kesesuaian Kawasan Konservasi Pantai Pengembangan wilayah untuk berbagai peruntukan dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semestinya menyisakan wilayah dengan luas tertentu dengan membiarkan secara alami tanpa perlakuan yang sifatnya merusak. Konservasi pantai di Kepulauan Anambas perlu dilakukan mengingat kondisinya sudah sangat menghawatirkan, disebabkan oleh berbagai aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Konservasi pantai salah satunya ádalah konservasi mangrove di pesisir dan laut dimana berfungsi mempertahankan dan melindungi keanekaragaman hayati, mengingat hasil perikanan, pariwisata, memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir, serta memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem mangrove. Kawasan konservasi ini diharapkan salah satunya mampu mengatasi dampak permasalahan over-eksploitasi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masing-masing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal dengan persentase 4,04 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas, dengan wilayah kesesuaian banyak terdapat di Kecamatan Palmatak. Kategori sesuai meliputi 24,13 %, kategori sesuai bersyarat meliputi 69,20 % dan kategori tidak sesuai meliputi 2,61 % yang terdistribusi diseluruh desa di Kepulauan Anambas. Setiap kategori disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi di Kepulauan Anambas (ha). No. Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%)

9 53 Data di atas mengambarkan, setiap kecamatan umumnya dapat dijadikan peruntukan kawasan konservasi pantai (konservasi mangrove), hal ini dikarenakan jarak dari pantai dan vegetasi mangrove merupakan salah satu kriteria utama (bobot tertinggi) dalam kriteria kesesuaian kawasan konservasi mangrove. Kondisi ekosistem mangrove di Kepulauan Anambas belum mengalami kerusakan, namun perlu langkah-langkah untuk menjaga dan mempertahankan ekosistem tersebut dari kerusakan. Kecamatan Palmatak dari hasil analisis memperlihatkan kategori sangat sesuai terdapat diseluruh pesisir Pulau Mubur, di Pulau Matak terdapat pada sebagian utara pesisir Pulau Matak (Desa Ladan), dan sebagian pesisir selatan (Desa Air asuk). Kategori sesuai terdapat di sepanjang wilayah pesisir pulau di Kecamatan Palmatak yang umumnya kawasan mangrove, namun tingkat kerapatan mangrove cukup sedikit dibandingkan dengan kategori sangat sesuai. Pada Kecamatan Siantan kategori sangat sesuai terdapat disepanjang pesisir pulau Siantan, Pulau Telaga besar, Pulau Ayerabu dan Pulau Bajau. Kawasan tersebut dinilai belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga penggunaan lahan cenderung belum mempertlihatkan tumpang tindih untuk suatu peruntukan. Setiap kategori untuk kawasan konservasi pantai dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan Gambar 15. Kategori sesuai bersyarat dan tidak sesuai bagi peruntukan wilayah konservasi, umumnya terdapat di sekitar wilayah pemukiman dimana kerapatan vegetasi mangrove dilihat jarang dan bahkan tidak ada, hal ini memperlihatkan, pembukaan lahan untuk kawasan pemukiman memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove. Pemanfaatan kawasan konservasi di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Kecamatan Palmatak, di Pulau Pahat (Desa Mubur) saat ini dijadikan wilayah konservasi oleh masyarakat setempat, dimana terdapat perlindungan biota-biota laut seperti wilayah penangkaran penyu dan Pulau Mubur dijadikan kawasan lindung hutan mangrove dimana berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning groud) bagi bermacam biota perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.

10 54 Secara umum, suatu kawasan konservasi dapat dikelompokan atas tiga zona, yaitu : zona inti atau perlindungan, zona penyangga dan zona pemanfaatan. Zona inti memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktifitas manusia. Zona penyangga berada di belakang zona inti, dimana zona ini bersifat terbuka, tetapi tetap dikontrol dan beberapa bentuk pemanfaatan masih diizinkan untuk dilakukan. Sedangkan zona pemanfaatan sebaiknya berada disekitar pemukiman penduduk, pemanfaatan yang direkomendasikan terbatas hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kayu bakar dan bukan dalam skala produksi secara besar-besaran. Kesesuaian Kawasan Pemukiman Peran kawasan pemukiman dalam pengembangan wilayah sangatlah strategis, mengingat kawasan pemukiman merupakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah (center of growth) sekaligus merupakan pusat koleksi distribusi produkproduk unggulan wilayah serta pusat pelayanan jasa pemerintahan dan jasa-jasa lainnya. Melalui keterkaitan yang sangat erat antar pusat pemukiman, diharapkan dapat tercipta pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan kesejahteraan masyarakat pada kawasan yang lebih luas. Menurut Dahuri (2000), bentuk dan hakekat pemukiman khususnya di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologi pesisir secara menyeluruh. Hal yang sangat prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan pemukiman, menuntut pengaturan tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Tata ruang pemukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan meyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan seperti erosi, sedimentasi, pencemaran, dan banjir.

11 Gambar 15 Peta kesesuaian kawasan konservasi 55

12 56 Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masing-masing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal 7,87 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas. Kategori sesuai meliputi %, kategori sesuai bersyarat meliputi 38,46 % dan kategori tidak sesuai meliputi 14,42 % yang terdistribusi diseluruh desa di Kepulauan Anambas, yang umumnya berada pesisir pantai di Kepulauan Anambas. Setiap kategori disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas (ha). No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%) Data tersebut memperlihatkan kesesuaian kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas sangat minim, dari kategori sangat sesuai hanya 7.87 %, faktor jarak dari pantai, sumber air tawar dan ketinggian merupakan salah satu kriteria utama bagi peruntukan kawasan pemukiman. Kategori sesuai umunya berada di daerah berbukitan, dimana untuk mencapai kawasan tersebut cukup sulit, sehingga pemukiman yang ada dikawasan tersebut sangat sedikit. Setiap kategori untuk kawasan pemukiman dapat dilihat pada peta kesesuaian Gambar 16. Pemanfaatan kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas saat ini masih dalam kondisi normal dimana pemukiman di kawasan ini belum tumpang tindih dengan kawasan yang lainnya. Perkembangan kawasan pemukiman harus terus diperhatikan dan ditingkatkan, hal ini dikarenakan tiap tahun kebutuhan akan wilayah pemukiman akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk.

13 Gambar 16 Peta kesesuaian kawasan pemukiman 57

14 58 Kesesuaian Kawasan Budidaya Perikanan Laut (Keramba) Hasil analisis SIG mengambarkan peruntukan kawasan kesesuaian keramba didapati kategori sangat sesuai meliputi areal 1,72 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas. Wilayah kesesuaian banyak terdapat di Kecamatan Palmatak. Kategori sesuai meliputi areal 3,97 %, kategori sesuai bersyarat meliputi areal 8,29 % dan kategori tidak sesuai meliputi areal 86 %. Setiap kategori disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Luas kesesuaian kawasan budidaya perikanan laut (keramba) di Kepulauan Anambas (ha) No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%) Secara deskriptif dari hasil analisis digambarkan bahwa kecamatan Palmatak merupakan kecamatan yang sangat sesuai untuk peruntukan budidaya perikanan (keramba), karena keterlindungan wilayah dan dasar perairan yang umumnya adalah terumbu karang dengan berpasir halus dan kedalaman tertentu. Di Kecamatan Palmatak kategori sangat sesuai, antara lain: Desa Ladan, Desa Tebang dan Desa Air asuk yang umumnya berada di kawasan teluk yang merupakan daerah terlindung dari arus dan gelombang. Potensi sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Anambas sangat tinggi begitu juga kebutuhan akan ikan hidup, sehingga pengembangan budidaya perikanan (keramba) umumnya pembesaran ikan sangat baik dikembangkan. Namun saat ini pemanfaatan budidaya perikanan di Kepulauan Anambas masih banyak kendala, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang cukup berpengaruh, baik dari segi budaya, ilmu dan teknologi juga sumberdaya manusianya sendiri.

15 59 Kecamatan Siantan, kategori sangat sesuai bagi peruntukan keramba adalah sebelah barat Pulau Siantan antara lain; Desa Batu belah dan Desa Nyamuk, sebagian terdapat di Pulau Ayerabu dan Pulau Telaga besar. Setiap kategori untuk kawasan budidaya perikanan laut dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan Gambar 17. Kesesuaian Kawasan Perikanan Tangkap Secara fisik perairan dangkal umumnya sangat sesuai untuk daerah penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai macam alat penangkapan ikan, seperti pancing, jaring, bubu, pukat dan lain-lain. Salah satu parameter pembatas untuk kesesuaian kawasan perikanan tangkap adalah jarak penangkapan dengan kawasan pemanfaatan lainnya seperti zona budidaya laut dan kawasan lindung. Penetuan kawasan perairan kedalam kelas kesesuaian lahan tidak berdasarkan metode penangkapan ikan yang digunakan ataupun jenis ikan yang sesuai untuk ditangkap, tapi secara umum didasarkan pada kemampuan fisik daerah penelitian. Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masingmasing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal 99,45 % dan kategori tidak sesuai 0,54% dan setiap kategori disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan perikanan tangkap di Kepulauan Anambas (ha) No Jalur Penagkapan Ikan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Ia Ib IIa Jumlah Persentase (%) Kategori sangat sesuai untuk kawasan penangkapan ikan, umumnya berada pada wilayah yang jauh dari kegiatan budidaya perikanan. Kategori sangat sesuai ini dibagi menjadi beberapa jalur penangkapan ikan yang merujuk dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 392 tahun 1999 Tentang Jalur Penangkapan Ikan (Lampiran 4), dimana jalur penagkapan ikan (JPI) I

16 60 meliputi perairan pantai dari garis pantai sampai dengan 6 (enam) mil kearah dalam. Penerapannya dibagi menjadi perairan 0-3 mil (JPI Ia), 3-6 mil (JIP Ib) dan 6-12 mil (JIP IIa). Dapat dilihat pada peta kesesuaian pada Gambar 18. Pada jalur penangkapan ikan JPI Ia, alat tangkap yang boleh beroperasi adalah alat tangkap ikan yang menetap serta kapal perikanan tanpa motor. Pada jalur penangkapan ikan Ib, alat tangkap yang boleh beroperasi diantaranya alat tangkap yang tidak menetap yang dimodifikasi, kapal perikanan tanpa/dengan bermotor tempel ukuran kurang dari 12 m atau kurang dari 5 GT, dengan alat tangkap pukat cincin ukuran kurang dari 150 m dan jaring insang hanyut ukuran kurang 1000 m Kelas kesesuian kategori tidak sesuai, berada pada areal perairan yang digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan/keramba. Luas areal yang tidak sesuai untuk penangkapan ikan ha. Pelarangan penangkapan di wilayah budidaya sudah merupakan tradisi lokal di Kepulauan Anambas, secara langsung dapat menggangu lalu lintas kapal juga limbah dari pembuangan air balans mesin kapal yang dapat mencemari kawasan budidaya.

17 Gambar 17 Peta kesesuaian Keramba 61

18 Gambar 18 Peta kesesuian Tangkap Ikan 62

19 63 Kesesuaian Kawasan Pariwisata Pantai Berdasarkan hasil analisis pendekatan SIG dengan memasukan kriteria kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata didapatkan beberapa kesesuaian lahan antara lain; Kategori sangat sesuai 0,23 %, sebagian besar berada di Kecamatan Siantan berada sebelah barat Pulau Siantan kategori sesuai 1,58 %, sesuai bersyarat 3,10 % dan tidak sesuai 95,07 %. Berdasarkan hasil survei lapangan pada wilayah penelitian pengembangan wisata yang cocok adalah wisata pantai. Pengembangan wisata ini salah satu kriteria didasarkan pada keindahan pantai yang ada dan substrat dasar perairan. Setiap kategori disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Kesesuian lahan untuk kawasan pariwisata di Kepulauan Anambas (ha) No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan Palmatak Jumlah Persentase (%) Kecamatan Palmatak kategori sangat sesuai terdapat di Desa Air asuk, sedangkan kategori sesuai terdapat di Desa Ladan, Desa Tebang, Desa Air asuk dan Desa Mubur, sedangkan di Kecamatan Siantan kategori sangat sesuai terdapat di Kelurahan Terempa dan Desa Batu belah dan sebagian di Desa Nyamuk. Kesesuaian lahan peruntukan pariwisata pantai merupakan penyediaan basis data dan informasi yang penting bagi pengembangan sumberdaya wilayah pesisir di Kepulauan Anambas, kedepan akan memerlukan prioritas dalam pengembangan. Pembangunan pariwisata pantai yang pada hakekatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisatawan di wilayah pesisir, berupa kekayaan alam yang indah, flora dan fauna dan peninggalan bersejarah. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Anambas memiliki bentuk pantai yang indah, desa-desa yang berdekatan dengan pantai memiliki kekayaan alam yang cukup berpotensi, semuanya itu menjadikan produk dalam pengembangan pariwisata pantai sebagaimana yang dijelaskan Kusumastanto (2002), bahwa yang menjadi produk-produk pariwisata pantai, wisata pesiar, wisata alam, wisata bisnis, wisata budaya dan wisata olah raga.

20 64 Lokasi Kesesuain lahan untuk pariwisata dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan untuk pariwisata dapat dilihat pada Gambar 19. Analisis Karateristik Tipologi Desa Pesisir Menurut Analisis Komponen Utama Proses analisis komponen utama terhadap karakteristik tipologi desa-desa kecamatan di wilayah Kepulauan Anambas yang didasarkan pada data potensi desa (PONDES) tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dimana menghasilkan 3 faktor utama yang merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Ketiga faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 85,117% dan ini merupakan nilai akar ciri (eigenvalues), hal ini merupakan suatu gambaran yang cukup baik karena nilai akar ciri berada diatas 80%. Secara jelas 3 faktor utama tersebut sebagai berikut: 1. Faktor utama 1 berkorelasi positif dengan invers jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kecamatan yang membawahinya, dengan jumlah SD/100 penduduk, jumlah SLTP/100 penduduk, jumlah SLTA/100 penduduk dan rasio ladang/ kebun dengan luas desa, 2. Faktor utama 2 berkorelasi negatif dengan kepadatan penduduk, namun faktor utama 2 berkorelasi positif dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I (keluarga) dengan jumlah keluarga (keluarga), 3. Faktor utama 3 berkorelasi positif dengan rasio perumahan dan pemukiman dengan luas desa dan rasio jumlah keluarga yang menangkap ikan di laut dengan jumlah keluarga. Adapun arti korelasi positif adalah faktor utama berbanding lurus dengan variabel penjelas, korelasi negatif adalah faktor utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Selengkapnya hasil analisis ini dapat dilihat dari nilai Eigenvalue pada Tabel 27.

21 Gambar 19 Peta KesesuianWisata Pantai 65

22 66 Tabel 27 Akar ciri (eigenvalue) hasil analisis komponen utama % Total Kumulatif Kumulatif Eigenval Variance (Akar Ciri) (Ragam) Akar Ciri % F F F Kenyataan ini mengambarkan wilayah desa dan kecamatan yang ada di Kepulauan Anambas termasuk wilayah yang sedang berkembang, dimana faktor utama 1 kedekatan variabel JRK-KK, SD, SLTP, SLTA dan LADANG mengambarkan aksesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan baik dan dengan ketersediaan lahan yang luas. Faktor utama 2 mengambarkan kedekatan variabel PADAT dan PRASEJAH, dimana kepadatan penduduk yang tinggi dengan tingkat masyarakat prasejahtera. Sedangkan faktor utama 3 memiliki variabel RUMAH dan IKAN dimana kepadatan pemukiman yang dominasi nelayan. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 20 dan Tabel 28 Gambar 20 Korelasi variable sumbu utama F1 dan F2, sumbu utama F1 dan F3

23 67 Tabel 28 Penyederhana variabel analisis komponen utama Variabel Awal Invers Jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kecamatan yang membawahi Notasi Faktor loding JRK-KK Faktor utama Penciri Asesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan baik dengan ketersediaan lahan yang luas. Jumlah SD/100 penduduk, SD Jumlah SLTP/100 penduduk, SLTP Jumlah SLTA/100 penduduk SLTA Rasio ladang/kebun dengan luas desa LADANG Kepadatan penduduk PADAT Rasio jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I (keluarga) dengan jumlah keluarga (keluarga) PRASEJAH Kepadatan penduduk yang rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahteraan tinggi Rasio perumahan dan pemukiman dengan luas desa Rasio jumlah keluarga yang menangkap ikan di laut dengan jumlah keluarga RUMAH IKAN Kawasan pemukiman dengan dominasi nelayan Analisis Kelompok (Cluster Analysis) Setelah didapatkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan dengan mengunakan analisis kelompok (cluster). Analisis kelompok yang dilakukan menggunakan metode K-Means. Faktor utama yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 kelompok besar pada desa di dua kecamatan di Kepulauan Anambas, seperti dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok desa yang mengambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk masingmasing kelompok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masing-masing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari masing-masing kelompok.

24 68 Tabel 29 Hasil cluster pada desa di Kepulauan Anambas Kecamatan Desa Cluster Palmatak Air asuk I Ladan II Tebang II Mubur II Siantan Terempa Barat I Terempa II Nyamuk II Batu Belah II Telaga III Kiabu III Hasil analisis gerombolan yang mengungkapkan adanya karakteristik tiga kelompok desa pada masing-masing kecamatan di Kepulauan Anambas, desa-desa yang termasuk tipologi I (cluster I) merupakan wilayah desa dengan tingkat perkembangan tinggi, tipologi II (cluster II) dan III (cluster III) merupakan desadesa dengan tingkat perkembangan sedang dan rendah, dapat dilihat Gambar Plot of Means for Each Cluster FACTOR_1 FACTOR_2 FACTOR_3 Variables Cluster No. 1 Cluster No. 2 Cluster No. 3 Gambar 21 Garfik nilai tengah kelompok variabel cluster desa di Kepulauan Anambas

25 69 Masing masing cluster dapat dijelaskan sebagai berikut : Cluster 1 memiliki nilai rata-rata terendah untuk faktor utama kedua. dan faktor utama ke satu kondisi ini menunjukan bahwa kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah. Cluster 2 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada faktor utama kesatu dan faktor utama ketiga, kondisi ini menunjukan bahwa kondisi aksesibilitas prasarana yang tinggi, kawasan pemukiman terbatas dan jumlah keluarga nelayan yang rendah. Cluster 3 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada faktor utama ketiga dan kedua, dimana kawasan sentra pemukiman dengan kepadatan rendah didominasi nelayan prasejahtera tinggi. Analisis Tipologi Wilayah Kecamatan Siantan Kecamatan Siantan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kepulauan Anambas, kecamatan ini terdiri dari 5 desa dan 1 kelurahan dengan Kota Terempa merupakan ibukota kecamatan. Luas wilayah Kecamatan Siatan 19,226 km 2 (97,68% adalah lautan) terdiri dari 74 buah pulau dan hanya 24 pulau yang berpenghuni. Masing-masing desa di Kecamatan Siantan memiliki tingkat keragaman wilayah. Keragaman wilayah di kecamatan dapat dilihat melalui hasil analisis karakteristik tipologi desa-desa pesisir. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan analisis tipologi wilayah berbasis desa ditingkat Kecamatan Siantan teridentifikasi 3 (tiga) tipologi wilayah, yaitu wilayah dengan perkembangan maju (tipologi I), wilayah dengan tingkat perkembangan sedang (tipologi II) dan wilayah dengan tingkat tipologi rendah (tipologi III). Untuk melihat karakteristik desa di kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 22.

26 70 Tabel 30 Karakteristi tipologi desa di Kecamatan Siantan No Desa Tipologi Kesimpulan 1. Terempa barat 2. Terempa 3. Batu belah 4. Nyamuk 5. Kiabu 6. Telaga I II III Wilayah dengan kepadatan tinggi dan ekonomi yang baik, namun minim infrastruktur Wilayah dengan infratruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan Wilayah dengan kepadatan pemukiman tinggi, dan dominasi nelayan prasejahtera Hasil analisis memperlihatkan karakteristik desa pada tipologi I dimana Desa Terempa barat merupakan wilayah dengan kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah, dari hasil survei lapangan desa di Terempa barat merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan tinggi jika dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Siantan, disisi lain Desa Terempa barat berdekatan dengan ibukota kecamatan (Kelurahan Terempa), sehingga cukup mendukung desa tersebut terhadap minimnya asesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan yang ada. Desa Nyamuk, Batu belah dan Kelurahan Terempa digambarkan dari hasil analisis karakteristik termasuk dalam tipologi II, wilayah ini tergolong dengan tingkat perkembangan sedang, dimana wilayah dengan infrastruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan, hal ini dikarenakan kecendrungan masyarakat bermukim di luar pusat pemerintahan dan masyarakat umumnya banyak berkerja sebagai pegawai negeri, buruh dan jasa. Desa Kiabu dan Desa Telaga, termasuk dalam tipologi III, merupakan wilayah dengan kepadatan pemukiman tinggi, dan dominasi nelayan prasejahtera, sehingga desa tersebut tergolong wilayah dengan tingkat perkembangan rendah.

27 Gambar 22 Peta tipologi desa pesisir di Kepulauan Anambas 71

28 72 Analisis Tipologi Wilayah Kecamatan Palmatak Kecamatan Palmatak merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Siantan dimana Kecamatan Palmatak dengan luas wilayahnya km 2 (95,73% adalah lautan) terdiri dari 66 buah pulau dan hanya 20 pulau yang berpenghuni. Hasil analisis komponen utama mengambarkan bahwa karakteristi tipologi desa di wilayah Kecamatan Palmatak terdapat dua tipologi wilayah, tipologi I dan tipologi II, dapat dilihat pada Tabel 31 berikut. Tabel 31 Karakteristi tipologi desa di Kecamatan Palmatak No Desa Tipologi Kesimpulan 1. Air Asuk 2. Tebang 3. Ladan 4. Mubur I II Wilayah dengan kepadatan tingg dan ekonomi yang baik, namun minim infrastruktur Wilayah dengan infratruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan Desa Air asuk merupakan wilayah kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah, desa ini sangat terkenal di Kepulauan Anambas sebagai desa kaya dengan pendapatannya, hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai nelayan budidaya ikan hidup, dimana tingkat pendapatan masyarakat sangat baik. Desa-desa lain merupakan wilayah desa dengan tingkat perkembangan yang sedang adalah Desa Ladan, Tebang dan Desa Mubur, dimana wilayah dengan prasarana tinggi, pemukiman rendah dengan keluarga nelayan yang minim. Uraian diatas dapat digambarkan wilayah Kecamatan Palmatak cukup baik dibandingkan dengan Kecamatan Siantan. Keberadaan perusahaan pengeboran minyak yang berada di wilayah Palmatak juga mempengaruhi tingkat perkembangan suatu wilayah. Analisis Fungsi Diskriminan (Diskriminant Fuction Analysis/DFA) Analisis ini dilakukan setelah analisis kelompok. Pada analisis ini akan diketahui faktor-faktor yang paling mencirikan karakteristik tipologi wilayah dari analisis kelompok, artinya penciri faktor-faktor mana saja yang paling berpengaruh terhadap tipologi wilayah, masing-masing akan teridentifikasi

29 73 (Lampiran 5). Adapun tujuan adalah untuk mencari dan mengidentifikasi faktorfaktor yang paling berpengaruh pada masing-masing tipologi. Fungsi klasifikasi menjelaskan bahwa, pada tipologi I terdapat suatu penciri kelompok yang saling berpengaruh yaitu faktor utama kedua. Tipologi wilayah ke II terdapat dua penciri yang saling berpengaruh yaitu faktor utama kesatu dan faktor utama kedua. Sedangkan untuk tipologi wilayah III terdapat dua penciri kelompok yang saling perpengaruh yaitu faktor utama kedua dan faktor utama ketiga, indikatornya dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Indikator penciri tipologi wilayah G_1:1 G_2:2 G_3:3 p= p= p= F 1 = Jarak kantor desa ke kecamatan, jumlah sarana pendidikan dan rasio ladang/kebun F 2 = Kepadatan dan jumlah keluarga prasejahtera F 3 = Rasio pemukiman dan rasio jumlah keluarga nelayan Constant Persepsi Stakeholder Terhadap Arah Pengembangan Pemanfaatan Ruang berdasarkan AHP Untuk mengetahui persepsi stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) terhadap prioritas arah pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, digunakan metode AHP. Melalui metode ini, dari persepsi stakeholder diketahui berdasarkan hasil kuisioner untuk masing-masing penilaian responden didua kecamatan di Kepulauan Anambas. Hasil kuisioner akan menunjukan pilihan responden terhadap alternatif-alternatif yang ada. Responden akan dapat memberikan nilai pada pilihan yang ditentukan dibandingkan terhadap pilihan lain. Nilai-nilai hasil perbandingan sesuai dengan skala nilai Saaty. Pada hasil analisis ini terdapat lima bagian, terdiri atas tujuan dan empat level. Keempat level tersebut terdiri atas aspek (level 1), kriteria (level 2) stakeholder (level 3) dan pengembangan (level 4). Untuk mendapatkan solusi yang diinginkan, perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan suatu kebijakan.

30 74 Analisis AHP pada Tiap Kecamatan Penilaan AHP ini didasarkan atas dua kecamatan yang ada di Kepulauan Anambas, hal ini memperlihatkan bagaimana persepsi stakeholder terhadap prioritas pengembangan pemanfaatan ruang yang ada disetiap kecamatan. Hasil analisis yang diperoleh di Kecamatan Siantan, mengambarkan keinginan stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang pada level kriteria untuk lingkungan prioritas utama pada ketersediaan lahan (0,221%) dari pada pencegahan degradasi (0,114%), untuk kriteria ekonomi lebih prioritas utama pada peningkatan pendapatan (0,183%), dan kriteria sosial prioritas utama pada pelestarian budaya (0,026%). Sedangkan arah prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Siantan, prioritas utama pada kawasan pemukiman (0,371%), kedua kawasan perikanan tangkap (0,270%), ketiga kawasan pariwisata pantai (0,119%), keempat kawasan budidaya perikanan (0,083%) dan prioritas terakhir pada pengembangan kawasan konservasi pantai (0,063%), dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Siantan Pengembangan Pemanfaatan Ruang Aspek Bobot Prioritas Lingkungan 0,367 P2 Ekonomi 0,447 P1 Sosial 0,090 P3 Kriteria Lingkungan Bobot Prioritas Pencegahan Degradasi Lingkungan 0,114 P2 Ketersediaan Lahan 0,221 P1 Kriteria Ekonomi Bobot Prioritas Peningkatan lapangan Kerja 0,093 P2 Peningkatan Pendapartan 0,183 P1 Produktivitas pemanfaatan Sumberdaya 0,063 P3 Kriteria Sosial Bobot Prioritas Pemerataan Pembangunan 0,019 P2 Pelestarian Budaya 0,026 P1 Kelembagan 0,018 P3 Stakeholder Bobot Prioritas Pemerintah 0,519 P1 Masyarakat 0,259 P2 Swasta 0,174 P3 Pengembangan Bobot Prioritas Pemukiman 0,371 P1 Pariwisata 0,119 P3 Konservasi 0,063 P5 Perikanan Tangkap 0,083 P4 Budidaya Perikanan 0,270 P2

31 75 Secara umum persepsi stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Palmatak hampir sama dengan Kecamatan Siantan, hal ini menunjukan tingkat pemahaman yang sama atas prioritas pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, namun ada perbedaan pada kriteria sosial dimana pemerataan pembangunan (0,047%) menjadi prioritas utama, prioritas kedua pada pelestarian budaya (0,018%) dan prioritas ketiga pada kelembagaan (0,013%), dapat dilihat pada Tabel 34. Perbedaan ini dapat dimengerti bahwa pembangunan di wilayah di Kecamatan Palmatak ini belum sepenuhnya terlaksana, hal ini dilihat pada dari pola administrasi pemerintahan dengan belum terbentuknya kelurahan sebagai suatu ibukota kecamatan, sebelum pemekaran kecamatan tersebut masih bergabung dengan Kecamatan Sientan. Peran kota Terempa secara historis masih berlaku di Kepulauan Anambas dimana sebagai pusat sentral perdagangan dan ekonomi. Mengenai faktor pelestarian budaya dan kelembagaan masih sangat perlu dikembangkan di wilayah Kecamatan Palmatak, hal ini terlihat mulai lunturnya ciri khas kebudayaan di Kepulauan Anambas, dimana dulunya cukup terkenal sebagai kawasan melayu yang khas dengan keislamannya. Lunturnya nilai kebudayaan tersebut lebih diakibatkan dari masyarakat pendatang yang masuk dari berbagai etnis kebudayaan dimana Kepulauan Anambas dapat dikatakan sebagai daerah transit/persinggahan sementara, hal ini cukup memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan adat dan kebiasan masyarakat Kepulauan Anambas dan tingginya pengaruh kemajuan zaman. Untuk itu diperlukan peningkatan pelestarian budaya dan kelembagaan guna mempertahankan dan meningkatkan pelestarian budaya dari kepunahan.

32 76 Tabel 34 Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Palmatak Pengembangan Pemanfaatan Ruang Aspek Bobot Prioritas Lingkungan 0,313 P2 Ekonomi 0,447 P1 Sosial 0,094 P3 Kriteria Lingkungan Bobot Prioritas Pencegahan Degradasi Lingkungan 0,080 P2 Ketersediaan Lahan 0,208 P1 Kriteria Ekonomi Bobot Prioritas Peningkatan lapangan Kerja 0,101 P2 Peningkatan Pendapartan 0,197 P1 Produktivitas pemanfaatan Sumberdaya 0,060 P3 Kriteria Sosial Bobot Prioritas Pemerataan Pembangunan 0,047 P1 Pelestarian Budaya 0,018 P2 Kelembagan 0,013 P3 Stakeholder Bobot Prioritas Pemerintah 0,474 P1 Masyarakat 0,286 P2 Swasta 0,196 P3 Pengembangan Bobot Prioritas Pemukiman 0,432 P1 Pariwisata 0,137 P3 Konservasi 0,071 P5 Perikanan Tangkap 0,061 P4 Budidaya Perikanan 0,288 P2 Hasil Analisis Gabungan Secara Keseluruhan Aspek Ekonomi Terhadap Level Pengembangan Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas berdasarkan aspek ekonomi, disajikan pada Gambar 23. Berdasarkan Gambar 24 tersebut dapat ditentukan bahwa aspek ekonomi merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka peningkatan pendapatan masyarakat menjadi prioritas utama (0,190%), diikuti peningkatan lapangan kerja (0,097 %) dan pendapatan daerah (0,062 %).

33 77 Sosial Ekonomi Aspek Lingkungan Gambar 23 Nilai bobot prioritas aspek dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Pendapatan Daerah Peningkatan Pendapatan Masyarakat 0.19 Krite ria Peningkatan Lapangan kerja Gambar 24 Nilai bobot prioritas kriteria aspek ekonomi dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas. Sebagian besar penduduk Kepulauan Anambas bekerja pada sektor Pertanian dan Perikanan, dimana persentase jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersebut di Kecamatan Siantan 19,43 % dan Kecamatan Palmatak 24,57 %. Sektor lain yang cukup menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa, hal ini dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian wilayah Kepulauan Anambas bertumpu pada sektor pertanian, perikanan dengan sektor pendukung perdagangan dan jasa. Sektor industri sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan karena pada wilayah Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Palmatak terdapat Matak Base yang merupakan kawasan operasional dari perusahaan minyak dan gas alam. Perusahaan ini mengeksplorasi dan eksploitasi sumberdaya minyak dan gas yang ada di wilayah perairan Kepulauan, dimana cukup berperan bagi perkembangan wilayah dan menciptakan lapangan kerja dimana nantinya dapat memberikan peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

34 78 Kerjasama regional yang dilakukan Pemerintah pusat adalah kerjasama Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Sinagpura (IMS-GT), yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari segitiga pertumbuhan SIJORI (Singapura, Johor dan Riau). Perkembangan yang terjadi sampai saat ini terpusat di wilayah Kota Batam dan Pulau Bintan. Perkembangan selanjutnya diharapkan dapat terjadi pula diseluruh wilayah Kepulauan Riau termasuk Kepulauan Anambas. Adapun kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kerjasama tersebut: 1. Keterbatasan saran dan prasarana pendukung, 2. Kurangnya akses ke wilayah Kepulauan Anambas, 3. Masih rendahnya kualitas tenaga kerja yang tersedia. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran Kepulauan Anambas dalam konstelasi regional belum terlihat secara jelas karena belum optimalnya pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya alam. Pendapatan masyarakat di Kepulauan Anambas terlihat masih minim, dengan sumberdaya alam yang cukup berlimpah. Hasil wawancara dan survei lapangan, terlihat pendapatan masyarakat di Kepulauan Anambas yang umumnya bekerja dari hasil pendapatan perikanan hanya sebatas untuk satu hari saja. dan ini juga dilihat tingginya penduduk dengan tingkat prasejahtera. Sumberdaya manusia dan penerapan teknologi merupakan salah satu kendala dalam pencapaian pendapatan masyarakan di Kepulauan Anambas. Aspek Lingkungan Terhadap Level Pengembangan Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan, untuk mencapai tujuan pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas disajikan pada Gambar 25. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek lingkungan merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka ketersediaan lahan menjadi prioritas utama (0,214%), diikuti pencegahan degradasi lingkungan (0,096%).

35 79 Ketersediaan lahan Kriteria Pencegahan Degradasi Lingkungan Gambar 25 Nilai bobot prioritas kriteria aspek lingkungan dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Aspek Sosial Terhadap Level Pengembangan Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan untuk mencapai tujuan pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas disajikan pada Gambar 26. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek sosial merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka pemerataan pembangunan menjadi prioritas utama (0,030%),diikuti adat kebiasaan (0,022%) dan kelembagaan (0,016%). Kelembagaan Adat dan Kebiasaan Kriteria Pemerataan Pembangunan Gambar 26 Nilai bobot prioritas kriteria aspek sosial dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Stakeholder yang Berperan dalam Pengembangan Ditinjau dari persepsi gabungan dalam melaksanakan aspek kebijakan untuk mencapai pengembangan pemanfaatan ruang pesisir kepulauan Anambas dapat disajikan pada Gambar 27. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek ekonomi yang menjadi penekanan utama dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka peran pemerintah disini

36 80 sangat diutamakan dalam pencapaiannnya (0,496%), kemudian pihak masyarakat (0.272%) dan pihak swasta (0.185%). Swasta Masyarakat Stakeholder Pemerintah Gambar 27 Nilai bobot prioritas stakeholder pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas Prioritas Pengembangan Hasil analisis persepsi stakeholder gabungan untuk semua level dan stuktur hierarki AHP beserta setiap nilai bobotnya disajikan pada Gambar 28. Berdasarkan hasil analisis persepsi gabungan, maka secara umum dapat dikatakan prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, dimana pengembangan pemukiman merupakan prioritas utama dengan bobot 0,444%. Arahan pengembangan sektor pemukiman ini dipengaruhi oleh aspek lingkungan, dan sosial dimana ketersediaan lahan memiliki bobot 0,214% dan pemerataan pembagunan 0,030%, merupakan hal yang paling kuat mempengaruhi pengambil keputusan. Hasil wawancara dan observasi lapangan yang dilakukan terlihat level aspek lingkungan dan aspek sosial sangat menentukan keberlanjutan pemanfaatan ruang wilayah pesisir, dan dapat menjawab ketersediaan lahan dan pemerataan pembangunan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang terarah. Prioritas kedua dalam pengembagan pemanfaatan ruang adalah pengembangan budidaya perikanan dengan bobot 0,279%, ini merupakan hal yang wajar, dimana Kepulauan Anambas kaya akan sumberdaya ikan, jenis ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang banyak terdapat di perairan Anambas. Prioritas ketiga dan seterusnya dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir di Kepualaun Anambas berturut-turu adalah: pengembangan pariwisata dengan bobot 0,128%, pengembangan perikanan tangkap 0,071% dan pengembangan kawasan konservasi pantai dengan bobot 0,067%.

37 Gambar 28 Struktur hirarki pemanfaatan ruang hasil analisis gabungan AHP 81

38 82 Arahan Pengembangan Pemanfaatan Ruang Pesisir Kepulauan Anambas. Arahan Pengembangan Kawasan Pemukiman Pemukiman di wilayah penelitian umunya terletak di pesisir pantai, hal ini dikarenakan sebagian besar topografi Kepulauan Anambas merupakan kawasan perbukitan batu dengan keberadaan tanah datar relatif terbatas. Pemukiman yang ada sekarang ini terlihat tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan, hal ini tergambar dari banyaknya pemukiman yang dibangun di pesisir pantai, sehingga aksesibilitas terhadap pembangunan pemukiman terabaikan, seperti sarana air bersih, jalan dan MCK, ini dapat dilihat dari rendahnya nilai kesesuaian lahan yang hanya 7.87% untuk kawasan pemukiman, terlebih lagi kerusakan ekosistim di wilayah pesisir yang diakibatkan dari konversi lahan untuk pemukiman dan pencemaran yang bersumber dari pembuangan limbah rumah tangga yang langsung ke laut. Hasil kesesuaian lahan didapatkan kategori sesuai masih dapat dijumpai di daratan yang jauh dari pantai namun aksesibilitas dan kebudayaan pesisir masih mendominasi masyarakat di Kepulauan Anambas. Menurut Dahuri et al (2001) Bentuk hakekat pemukiman dan perkotaan khususnya di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis secara menyeluruh. Hal yang prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan pemukiman, menuntut peraturan tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu yang berwawasan lingkungan. Tata ruang pemukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan menyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan yaitu erosi, sedimentasi, pencemaran lingkungan dan banjir. Kondisi pemukiman saat ini di Kepulauan Anambas pada tahun 2003, umumnya masih terkosentrasi di jalur jalan, tepi pantai dan pusat-pusat pemerintahan, dapat dilihat pada Gambar 29. Kondisi bangunan pada umumnya dalam kondisi baik, dimana sekitar 72,3% dari bangunan yang ada merupakan bangunan permanen sedangkan sisanya sebanyak 27,7% merupakan bangunan non permanen. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi penyebaran perumahan di dua kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 35.

39 83 Tabel 35 Jumlah dan kondisi bangunan di Kepulauan Anambas tahun 2003 No Kecamatan Permanen Kondisi Bangunan Non Permanen Jumlah 1. Siantan Palmatak Sumber: Kimpraswil Kepulauan Anambas 2003 diacu dalam Bappeda Kabupaten Natuna dan Lemtek UI (2005) Gambar 29 Pemukiman di Kecamatan Siantan dan Palmatak di Kepulauan Anambas Penggunaan lahan di Kepulauan Anambas yang diperoleh mencakup perkebunan seluas ha, permukiman dan bangunan 2052 ha, sawah 20 ha dan lain-lain ha. Untuk Iebih jelasnya mengenai penggunaan lahan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Luas lahan menurut penggunaan di Kepulauan Anambas tahun 2003 (ha) No Kecamatan Sawah (ha) Perkebunan (ha) Pemukiman (ha) Lain-lain (ha) 1. Siantan Palmatak J u m l a h Sumber: BPS Kab. Natuna (2003) Petumbuhan penduduk di Kepulauan Anambas memperlihatkan rata-rata di Kecamatan Siatan 1.58% dan di Kecamatan Palmatak 8.75%, sehingga kebutuhan akan pemukiman juga meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan pengunaan lahan pemukiman di kedua kecamatan merupakan prioritas utama, sehingga pengembangan untuk kawasan pemukiman kedepan harus mempertimbangkan

40 84 kesesuaian dan daya dukung lahan, sehingga dapat terlaksana sesuai kelayakan sebuah pemukiman yang sehat dan teratur. Tingkat perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk disetiap kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 37 Tabel 37 Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk per-kecamatan di Kepulauan Anambas tahun No Kecamatan Tahun ( Jiwa) Rata-rata Pertumbuhan 1. Siantan % 2. Palmatak NA NA NA NA NA NA % Sumber: BPS Kab. Natuna (2003) Pengembangan ruang pusat pemukiman sebaiknya harus bercirikan lokal dan tidak menghancurkan tatanan sosial yang sudah ada. Tatanan sosial yang dimaksud adalah; (1) adat istidat dan sosial budaya, nilai-nilai yang hidup dimasyarakat, (2) potensi sumberdaya manusia yang dimiliki, termasuk didalamnya individu yang mampu membuat perencanaan tata ruang detail. Selanjutnya didalam pengembangan kawasan pemukiman masalah kependudukan perlu diperhatikan. Baik dilihat dari subyek maupun obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan potensi penduduk merupakan ujung tombak untuk mempercepat peningkatan kearah kehidupan yang lebih baik. Sedangkan obyek pembangunan, kedudukan penduduk perlu mendapatkan tekanan, kerena pembangunan yang hanya bertujuan fisik saja, tanpa diiringi dengan mempersiapkan perangkat pendukungnya, akan menimbulkan kesenjangan. Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Perikanan Kegiatan budidaya perikanan di Kepulauan Anambas dilihat cukup berhasil, ini dilihat dari nilai ekonomi ikan hidup dikedua kecamatan sangat bagus, permintaan akan ikan hidup oleh negara-negara tetangga terlihat semakin tinggi, dapat dilihat dari masuknya kapal-kapal penampung ikan hidup, baik kapal lokal maupun kapal asing (dari Hongkong) yang datang ke Kepulauan Anambas. Budidaya laut yang dilakukan oleh nelayan di Kepulauan Anambas adalah

41 85 pembesaran ikan hidup yang umumnya dengan menggunakan keramba tancap (KJT) biasanya disebut kem, dapat dilihat pada Gambar 30 dan 31. Kawasan budidaya laut banyak terdapat di kawasan teluk yang merupakan kawasan yang terlindung dari arus dan gelombang. Kawasan budidaya perikanan di Kecamatan Siantan lebih sedikit jika dibandingkan dengan Kecamatan Palmatak, hal ini dikarenakan wilayah perairan Palmatak lebih cenderung terlindung dan masih terdapat banyak terumbu karang dan perairannya tidak begitu dalam, namun sampai sejauh ini informasi mengenai budidaya perikanan yang telah dikembangkan di kedua kecamatan belum seakurat dimana dapat memprediksi pengembangan kemasa yang akan datang. Sumber: Darwin (2005) Gambar 30 Keramba jaring apung (KJA) dan ikan-ikan yang dibudidayakan Budidaya perikanan laut menjadi primadona nelayan setempat karena hasil panen yang bernilai tinggi, nilai ekonomis ikan hidup di wilayah Kepulauan Anambas cukup tinggi tergantung jenis ikan yang di perlihara, untuk ikan karang jenis kerapu sunu dan macan dengan harga Rp /kg dan napoleon Rp /kg. Kapal kapal penampung ikan dari Hongkong masuk ke Dusun Air sena, Desa Air asuk sebagai tempat pengusaha ikan kem terbesar di Kepulauan Anambas, omset nelayan penampung ikan di kem tersebut mencapai milyaran rupiah.

42 86 Sumber: Darwin 2005 Gambar 31 Kem masyarakat (KJT) di Dusun Airsena, Desa Air asuk, Kecamatan Palmatak Keuntungan lain dari budiaya perikanan terletak dari kondisi geografis Kepulauan Anambas yang merupakan kawasan Laut Cina Selatan yang berdekatan dengan Negara Singapura, dan Cina yang menjadi pasaran ikan hidup yang cukup tinggi. Hasil produksi perikanan tahun dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Data dan produksi budidaya perikanan di Kepulauan Anambas menurut kecamatan, tahun 2004 No Kecamatan Jumlah RTP Jumlah Produksi (Ton) Karamba Siantan ,56 117,90 2. Palmatak Jumlah ,56 117,90 Sumber: BPS Kab. Natuna (2004) Kondisi topografi wilayah Kepualauan Anambas merupakan perairan terbuka menjadikan kawasan budidaya laut cukup sulit untuk kembangkan. Hasil analisis kesesuaian lahan memperlihatkan rendahnya persentase dimana hanya 1.72% dengan kategori sangat sesuai, dengan penerapan teknologi dimana menggunakan keramba tancap nelayan budidaya dapat mengembangkan budidaya laut dengan melihat jadwal musim. Penjagaan mutu lingkungan juga harus dipertahankan volume dan kualitas air serta hama berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan usaha keramba. Dalam kegiatan budidaya perikanan, pengaruh utama yang perlu diperhatikan antara lain

43 87 adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya lokasi budidaya termasuk aktivitas dilahan atas dan pengaruh kegiatan budidaya terhadap lingkungan. Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata Hampir disemua daerah Kepulauan Anambas mempunyai obyek wisata alam yang sangat menarik, terutama pada daerah pantainya dan terumbu karang di dua kecamatan, obyek wisata dengan pesona pantai yang menarik, berupa pemandangan yang indah serta pantai yang berpasir putih. Pantai-pantai tersebut adalah Pantai Terempa, Pantai Tanjung momong, Air terjun Temburun, Teluk Bayat, Pantai Semut, Pantai Mangkian, Pantai Selat, Pulau Penjalin Kecil, Pulau Tokong Belayar dan kawasan Oil Rig (Tabel 39.) Uraian mengenai kepariwisataan Kepulauan Anambas akan mencakup tinjauan tipologi, sebaran dan atraksi obyek wisata, kondisi visual obyek-obyek wisata serta aspek permintaan pariwisata. Tipologi, Sebaran, dan Atraksi Obyek Wisata Undang-Undang No. 09 Tahun 1990 tentang pariwisata dijelaskan bahwa atraksi wisata adalah segala perwujudan dan sajian alam dan/atau kebudayaan yang secara nyata dapat kunjungi, disaksikan, dan dinikmati di suatu kawasan wisata atau di daerah tujuan wisata. Pada dasarnya definisi tersebut terkait dengan potensi obyek wisata alam, budaya dan sejarah. Daya tarik obyek wisata di Kepulauan Anambas terletak pada bentuk/pola yang heterogen sehingga dapat menjadi salah satu faktor penarik (pull factor) bagi kunjungan wisatawan. Pull factor adalah keunikan serta ciri khas setiap obyek yang dipadu oleh ekosistem, keanekaragaman flora dan fauna sebagai salah satu kesatuan bentang alam yang berwujud hutan, pertanian/perkebunan, lingkungan tata perkampungan/perdesaan, serta dikelilingi oleh sejumlah pulau-pulau kecil dengan karakteristik yang berbeda.

44 88 Secara umum, obyek-obyek wisata di Kepulauan Anambas dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) tipologi yaitu: 1. Wisata Alam Obyek wisata alam terdiri dan wisata pantai/bahari, gunung/pegunungan termasuk air terjun dan gua-gua, serta cagar alam, 2. Wisata Budaya Obyek wisata budaya terdiri dan obyek peninggalan sejarah, dan pementasan kesenian tradisional, 3. Wisata Sejarah Objek peninggalan penjajahan Belanda dan Jepang Berdasarkan rencana induk pariwisata pengembangan daerah (RIPPDA) kabupaten Kepulauan Riau 1989/1999. objek wisata di Kepulauan Anambas termasuk ke dalam wilayah pengembangan pariwisata (WPP) I mempunyai 20 objek wisata potensial terdiri dari Kecamatan Jemaja, Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan dengan pusat pengembangan di Jemaja. Pemanfaatan pariwisata di Kepulauan Anambas belum dilakukan secara optimal, ini terlihat dari tingkat wisatawan yang berkunjung kesana, terlebih lagi saran dan prasarana yang menunjang seperti penginapan, trasportasi, data informasi yang masih minim. Hasil kesesuaian lahan juga mengambarkan rendanya persentase kategori sangat sesuai (0,23%), namun dengan pemanfaatan yang optimal dan didukung dengan sarana prasarana dan informasi pariwisata dapat menjadi andalan bagi pendapatan daerah dan masyarakat setempat..

45 89 Tabel 39 Sebaran, tipologi, jenis dan atraksi obyek wisata di Kepulauan Anambas Tahun 2005 No Sebaran/ Kecamatan 1 Siantan dan Palmatak Tipologi Obyek Wisata a. Alam Jenis Wisata Atraksi Wisata Pantai : Tarempa Rekreasi Pantai Berenang Tanjung Momon Keindahan Alam Pantai Rekreasi Pantai Teluk Bayat Keindahan Alam Pantai Diving, Taman Laut Langok Keindahan Alam Pantai Semut TamanLaut (Marine Park) Diving fhising Pelestarian Burung Layang-layang Penjalin kecil Keindahan dasar laut Pulau bawah Fising dan diving Pantai dan PulauSelat Keindahan Alam Pantai Hiking, Swimming Taman Laut Karang Egeria Terumbu Karang Diving Kawasan PulauTelibang Terumbu Karang Diving Pulau Durai Cagar alam konservasi satwa laut (kura-kura) Fising Divimg Pulau Tokang Berlayar Keindahan Alam Pantai Taman Laut (Marline park) Diving, Fising Pelestarian burung Layanglayang Pulau Pahat Kawasan Hutan Lindung Konservasi Kura- Kura b. Budaya c.minat Khusus Peninggalan Sejarah : Meriam Benteng Keramat Makam Nahkoda alang Kesenian Gendang Joged Selatan Zapin Marak Siantan Hadrah Ziarah Makam Nahkoda alang (matak) Makam Sahid Yahya Olah raga dan Rekreasi Air terjun Temurun Oil Rig Belanja Handicraf Air Asuk Handicraf Air Sena Peninggalan Sejarah Zarah/tempat pemujaan Event Budaya Ziarah Panorama air terjun Panorama Pantai Hutan Wisata Outbond/Penjelajahan Keindahan Taman Laut Diving dan Fising Wisata Belanja Sumber: Dinas pariwisata dan survei lapangan Tahun 2005 diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI, (2006) dan foto hasil survei lapangan (2006)

46 90 Arahan Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap Sektor perikanan tangkap di Kepulauan Anambas masih menggunakan teknologi penangkapan ikan secara tradisional, ini merupakan suatu kemunduran mengingat sebagian besar wilayah Kepulauan Anambas adalah lautan, baik yang merupakan laut dangkal maupun perairan lepas pantai yang sangat kaya akan sumberdaya perikanan. Berdasarkan data perikanan pada tahun 2004 tercatat volume produksi sebesar 405,12 ton, tingkat produksi perikanan ini masih dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi yang tepat. Stock assessment atau pendugaan stock ikan di Kepulauan Anambas telah dilakukan oleh Suhendar, 2000 diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005), dengan menggunakan metode aplikasi echo sounder, echo integrator terhadap ikan pelagis. Hasil pendugaan menunjukkan adanya stock untuk berbagai jenis ikan pelagis. Analisis hasil penggunaan metode pendugaan stock tersebut, maka dapat diketahui identifikasi ikan dalam jumlah rata-ratanya pada Tabel 40. Tabel 40 Dugaan potensi sumbedaya ikan di Kepulauan Anambas No Potensi (Ton/Mil²) MSY*) (Ton/Mil²) 1. < > > Sumber : Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005) *) Dihitung dengan menggunakan Rumus : Py = 0,5 Mbo (1) (0 10) x ton/mil² atau <5.46 ton/mil² (2) (10 30) x ton/mil² atau ton/mil² (3) (30 60) x ton/mil² atau ton/mil² (4) > 60 x ton/mil² atau > ton/mil² Pengelolaan perikanan di Kepulauan Anambas umumnya masih menggunakan teknologi yang sifatnya tradisional, dengan pola pengelolaan seperti ini, dimana volume tangkap relatif kecil, areal penangkapan terbatas serta waktu jelajah yang digunakan relatif singkat, sehingga perolehan hasil produksi menjadi tidak maksimal. Meskipun secara ril, nilai potensi deposit sumberdaya perikanan di Kepulauan Anambas kecil, tetapi berdasarkan dari beberapa hasil studi mendeskripsikan, bahwa sesungguhnya volume produksi dapat diperoleh dengan

47 91 angka yang lebih besar, apabila pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan secara efektif. Bahkan diproyeksikan, volume produksi dapat mencapai beberapa kali lipat dari volume produksi perikanan tangkap seperti yang tertera pada Tabel 41. Tabel 41 Volume produksi perikanan menurut kecamatan, tahun (Ton) No. Kecamatan Volume Produksi Siantan , ,4 2. Palmatak - - Sumber: Natuna dalam Angka (2004) Sedangkan menurut Azis, (2000) diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005), maka sumberdaya perikanan di perairan laut Cina Selatan, yang sebagian besar wilayahnya meliputi perairan Kepulauan Anambas, disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Potensi sumberdaya ikan di perairan Laut Cina Selatan No Kelompok Sumberdaya Potensi (000 Ton) 1. Ikan Pelagis Besar * 2. Ikan Pelagis Kecil Ikan Demersal Ikan Karang Konsumsi Udang Paneid Lobster Cumi Cumi 2.70 Keterangan Sumber : * = data tidak tersedia : Pemetaan potensi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dalam mengantisipasi kegiatan penambangan pasir laut yang dilakukan oleh Sub Pokja 1 TP4L /Program Zonasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, dengan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Jenis alat tangkap nelayan lokal tergambar pola penangkapan dengan menggunakan peralatan tangkap tradisional, dengan demikian hasil yang diperoleh akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nelayan-nelayan dari luar yang telah menggunakan peralatan yang lebih modern. Implikasi positif dari alat tangkap ini adalah terjaminnya keberlanjutan ekosistem perikanan yang ada. Namun perlu perhatian yang lebih besar dari pemerintah setempat untuk mengatur

48 92 regulasi daerah tangkapan karena nelayan-nelayan dari luar daerah akan cenderung melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya perikanan yang ada, jenis alat tangkap di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43 Jumlah alat penangkap ikan di Kepulauan Anambas menurut kecamatan, tahun 2004 No Kecamatan Pancing Ulur Pancing Tonda Bagan Jaring Pantai Kelong Rawai Bubu 1. Siantan Palmatak Sumber: BPS Kab. Natuna (2004) Tabel 44 dan Gambar 32, berikutnya menjelaskan bahwa armada laut (armada semut) nelayan lokal masih relatif sederhana. Dengan demikian optimalisasi dari peralatan dan zona penangkapan ikan sangat berpengaruh pada hasil perikanan tagkap daerah ini. Tabel 44 Armada kapal/perahu penangkap ikan yang beroperasi menurut kecamatan tahun 2004 No. Kecamatan Perahu Tanpa Motor (PTM) Perahu Bermotor Diesel Perahu Tempel Jumlah 1 Siantan Palmatak Sumber: Natuna dalam Angka (2004) Gambar 32 Armada kapal nelayan dan kapal Thailand di Kepulauan Anambas.

49 93 Arahan Pengembangan Kawasan Konservasi/Lindung Pemantapan Kawasan Konservasi/Lindung Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan untuk fungsi utamanya melindungi kelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya buatan, nilai sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan ini harus dilindungi dari kegiatan produksi dan kegiatan manusia lainnya yang dapat merusak fungsi lindung. Kawasan lindung tersebut dapat dibedakan ke dalam 4 (empat) kawasan, yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, meliputi kawasan hutan lindung, kawasan konservasi laut dan kawasan resapan air, 2. Kawasan perlindungan setempat, mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk atau danau dan kawasan sekitar mata air, 3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya, meliputi kawasan suaka alam, taman nasional, taman wisata dan cagar budaya, 4. Kawasan rawan bencana, kawasan yang diidentifikasikan sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti banjir dan lainnya, Untuk pemantapan kawasan lindung dalam rencana, maka dilakukan langkah-langkah tindak lanjut sesuai dengan jenis kawasan lindung berikut pemantapannya. Penetapan kawasan lindung berdasarkan kriteria-kriteria yang tertera dalam Keppres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung. Penetapan tersebut disertai beberapa tindak lanjut yang berkaitan dengan adanya penggunaan dan pemanfaatan pada kawasan lindung tersebut pada saat ini. Untuk itu terdapat 3 (tiga) pilihan langkah penanganannya, yaitu: 1. Membiarkan kegiatan budidaya tersebut pada kawasan lindung, selama kegiatan fungsi tersebut tidak mengubah fungsi lindung dari kawasan lindung tertentu, 2. Membatasi perkembangan kegiatan budidaya dalam areal tertentu di dalam kawasan lindung, 3. Mengeluarkan kegiatan budidaya tersebut, apabila terdapat indikasi adanya kemungkinan merusak fungsi lindung kawasan,

50 94 Penetapan kawasan konservasi saat ini di Kepulauan Anambas sebagian besar belum tampak, namun dibeberapa tempat kawasan konservasi telah terbentuk, hal ini dapat dilihat dari keinginan masyarakat untuk menjaga kelestarian ekosistem yang merupakan tempat bergantung hidup para nelayan guna memenuhi kebutuhannya. Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukan Kepulauan Anambas masih merupakan wilayah yang belum mengalami kerusakan lingkungan yang berarti, di Pulau Mubur misalnya terdapat kawasan penangkaran penyu yang merupakan langkah maju dari masyarakat yang ingin menjaga kelestarian satwa yang dilindungi. Sebagai salah satu contoh kongkrit dengan dibuatnya suatu peraturan pemerintah (Perdes) setempat yang melindungi kawasan dan segala isinya dari perusakan dan kepunahannya dengan menetapkan zona-zona perlindungan. Motivasi ini dilihat juga oleh pihak swasta yaitu perusahaan migas yang berada di Kepulauan Anambas yang tergabung dalam Konsorsium Natuna Barat (West Natuna Consortium/WNC), beberapa program ComDev yang menekankan kepada wujud konservasi berupa pendidikan lingkungan seperti pelatihan trasplantasi karang dan bantuan alat tangkap yang ramah lingkungan. Dapat dilihat pada Gambar 33 dan Tabel 45. Gambar 33 Transplantasi karang, penangkaran penyu dan kawasan konservasi laut Tanjung momong di Kepulauan Anambas.

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU KAJIAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUT KEPULAUAN ANAMBAS KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU OLEH CHANDRA JOEI KOENAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KAJIAN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pendekatan Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa meningkatnya persepsi masyarakat yang melihat adanya hubungan tidak searah antara keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelalawan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Riau. Kabupaten ini terletak di bagian tengah pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu bentang alam yang memiliki keunikan karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Asahan secara geografis terletak pada 2 0 56 46,2 LU dan 99 0 51 51,4 BT. Sungai Asahan merupakan salah satu sungai terbesar di Sumatera Utara, Indonesia. Sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Gili Indah yang terletak di wilayah perairan laut bagian barat pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, merupakan salah satu kawasan pesisir di Indonesia yang mengalami

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci