BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN Sejarah Mahkamah Pelayaran Republik Indonesia

Transkripsi

1 BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 3.1 Gambaran Ilustrasi Organisasi Sejarah Mahkamah Pelayaran Republik Indonesia Secara geografis Negara Republik Indonesia terletak pada posisi yang cukup strategis yang menjadikan Republik Indonesia menjadi salah satu kawasan perdagangan yang penting di Asia Tenggara. Posisi strategis akan pelabuhan-pelabuhan laut di Indonesia memberikan gambaran bahwa sejak lama sudah ada jalur-jalur pelayaran internasional melalui Indonesia. Sehingga perairan Indonesia bisa dikatakan merupakan perairan yang sibuk dengan aktivitas pelayaran baik antar pulau maupun Internasional. Dengan semakin pesatnya pertumbuhan jaringan pelayaran, baik pelayaran antar pulau maupun internasional, maka resiko akan terjadinya kecelakaan di perairan Indonesia pun semakin besar. Oleh sebab itu, sejak jaman kolonial pemerintah Hindia Belanda sudah melakukan pemetaan pelayaran, termasuk sebuah pembentukan sebuah Raad van Tucht atau Dewan Tata Tertib yang ditetapkan sebagai Ordonnantie Nomor 119 Tahun Dewan ini pun mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: a. Menetapkan ketentuan-ketentuan rumah tangga dan tata tertib di kapal-kapa Hindia Belanda; b. Melakukan pemeriksaan terhadap sebab-sebab kecelakaan kapal, jika terdapat dugaan dan disertai dengan alasan kuat bahwa peristiwa atau kesalahan nakhoda atau perwira kapal yang terkait. Perkembangan dunia pelayaran semakin lama semakin berkembang, oleh sebab itu dibuatlah peraturan tentang keselamatan pelayaran dan perkapalan. Adapun peraturan-peraturan yang dibuat tersebut diantaranya: a. SOLAS 1929,yang merupakan ketentuan internasional mengenai keselamatan kapal, yang kemudian ditetapkan sebagai ketentuan Scheppen Ordonnantie / Scheppen Verordening (SO/SV 1935) atau yang dikenal dengan ordonansi dan peraturan kapal

2 58 b. Untuk keperluan pengaturan pengangkutan laut pada umumnya, pada tahun 1931 diberlakukan Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum DagangBuku II; c. Untuk kepentingan pelayaran, pada tahun 1936 dikeluarkan Indische Sheepsvaart Wet, atau Undang-Undang Pelayaran Hindia Belanda Dengan keluarnya sejumlah peraturan di bidang pelayaran dan perkapalan tersebut, maka Raad van Tucht pun dianggap perlu untuk di sesuaikan dan lebih disempurnakan. Menyikapi hal ini maka pada tahun 1934 dibentuk Raad Voor de Scheepvaart (Mahkamah Pelayaran) dengan landasan Ordonanntie op den Raad Voor de Scheepvaart, Staatsblad 215 Tahun 1934, yang mulai berlaku efektif tanggal 1 April 1938 (Staatsblad Nomor 2 Tahun 1938). Kedudukan Raad Voor de Scheepvaart berdasarkan ordonasi 1938 tersebut adalah sebagai lembaga pemeriksa kecelakaan pelayaran dan sekaligus juga sebagai pengadilan khusus pelayaran. Di dalam ordonasi ini diatur tentang tugas, susunan dan tata cara persidangan dari Mahkamah Pelayaran secara rinci. Menurut Pasal 1 Ordinansi tersebut, Mahkamah Pelayaran (Raad Voor de Scheepvaart) memiliki yurisdiksi untuk: 1. Mengadakan pemeriksaan dan mengambil keputusan atas hal-hal yang tercantum dalam Pasal 25 ayat (4), (7), (8) dan (11) Ordonansi Kapal (S No. 66). Ketentuan yang dimaksud adalah: a. Ayat (4): Direktur Jenderal Perhubungan Laut dapat, jika terjadi bencana kapal yang berat, mengundang Mahkamah Pelayaran untuk mengadakan pemeriksaan tentang sebab-sebab terjadinya bencana itu, juga tentang kesalahan orang-orang yang bersangkutan. b. Ayat (7): Jika bagi Mahkamah Pelayaran dalam pemeriksaan ternyata bahwa bencana disebabkan karena tindakan atau keahlian dari nakhoda atau seorang perwira kapal, maka Mahkamah Pelayaran dapat memberi hukuman disiplin kepadanya dengan hukuman teguran atau mencabut wewenang untuk kapal Indonesia yang

3 59 berlayar di perairan luar selama waktu tertentu, tidak lebih dari 2 tahun. c. Ayat (8): Jika telah mengadakan pemeriksaan Mahkamah Pelayaran berpendapat, bahwa Nakhoda atau Perwira kapal yang kecakapannya diragukan, tidak cakap, maka Mahkamah Pelayaran dengan keputusan dengan disertai dengna alasan yang kuat dapat menyatakan yang bersangkutan tidak berwenang untuk tugas dalam satu atau lebih jabatan tertentu di kapal Indonesia yang berlayar di perairan laut. d. Ayat (11): Berdasarkan fakta-fakta yang diketahui kemudian atau keadaankeadaan khusus atas usulan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, juga permohonan yang berkepentingan atau pengusaha pelayaran pada siapa ia terakhir bekerja, oleh Mahkamah Pelayaran dapat dikembalikan wewenang yang dicabut kepada yang berkepentingan berdasarkan ketentuan dalam ayat (8), jika Mahkamah Pelayaran berpendapat bahwa ia cakap kembali untuk memenuhi tugas-tugas jabatannya. 2. Memutuskan mengenai hal-hal yang diatur dalam Pasal 373a KUH Dagang, yang yaitu dalam hal seorang nakhoda melakukan sesuatu kesalahan terhadap kapal, muatan, atau penumpang. Pasal 373a KUHD menyatakan sebagai berikut: Nakhoda yang tidak dengan suatu cara telah bersikap tidak pantas terhadap kapal, muatan dan para penumpang, dengan keputusan Mahkamah Pelayaran dapat dicabut wewenangnya untuk berlayar sebagai nakhoda kapal Indonesia, selama waktu tertentu yang tidak lebih dari 2 tahun. Perlu dijelaskan bahwa ketentuan yang dimaksud oleh pasal tersebut adalah bahwa pengaduan harus dilakukan oleh Pengusaha Kapal atau penumpang yang bersangkutan, yang harus dimasukkan dalam jangka waktu 3 minggu. 3. Melakukan pemeriksaan dan atau mengambil keputusan dalam semua hal yang oleh undang-undang dibebannkan kepadannya. Mahkamah

4 60 tidak dapat mengambil keputusan lain selain mengenai hal yang telah ditetapkan menurut peraturan yang berlaku dan menjadi tugasnya untuk memeriksa atau mengerjakannya. Selanjutnya juga dikemukakan dalam Pasal 25 ayat (5) Ordonansi Kapal-kapal 1935 tersebut bahwa: Mahkamah Pelayaran wajib memenuhi undangan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Dengan ketentuan tersebut, Mahkamah Pelayaran dalam menjalankan tugasnya semata-mata hanya atas undangan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.Namun, hasilpemeriksaannya tidak dilaporkan atau dipertanggung jawabkan kepada Direktur Jenderal, melainkan kepada Menteri Perhubungan. Adapun susunan keangotaan Mahkamah Pelayaran menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 15 Tahun 1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Mahkamah Pelayaran Menteri Perhubungan sebagai berikut: Pasal 4: Mahkamah pelayaran Terdiri dari: a) Ketua; b) Anggota; c) Sekretariat; d) Sekretaris Pengganti; Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3): (1) Anggota Mahkamah Pelayaran terdiri dari para ahli yang meliputi: a) Sarjana Hukum; b) Ahli Nautika Tingkat II; c) Alhi Teknika Tingkat II; atau d) Sarjana TeknikPerkapalan. (2) Jumlah Anggota Mahkamah Pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyak-banyaknya 15 (lima belas) orang. (3) Anggota Mahkamah Pelayaran secara administratif bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Pelayaran.

5 61 Pengangkatan dan pemberhentian ketua, para Anggota dan Sekretaris mahkamah Pelayaran ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. Keberadaan Raad Voor de Scheepvaart ini dilanjutkan pada masa sesudah kemerdekaan, hanya saja namanya berubah menjadi Mahkamah Pelayaran, dengan tugas dan fungsi yang relatif hampir sama Visi dan Misi VISI Visi Mahkamah Pelayaran adalah terwujudnya penyelenggaraan proses Pemeriksaan Lanjutan Kecelakaan Kapal secara tepat, cepat dan seadiladilnya berdasarkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku terhadap pihakpihak berkaitan dengan keselamatan pelayaran. MISI Misi Mahkamah Pelayaran adalah menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan kecelakaan kapal oleh tenaga ahli dan professional dalam bidangnya secara kuantitatif sebagai pembinaan hukum dan penegakan hukum (Law Enforcement) perkapalan dan pelayaran serta tenaga profesi kepelautan agar angkutan laut Indonesia dapat terselenggara dengan aman, lancer, dan tertib Struktur Organisasi Gambar 3.1 Struktur Organisasi Mahkamah Pelayaran

6 Pembagian Tugas dan Wewenang Berikut Ini adalah tugas dan wewenang dari struktur Kementrian Perhubungan Mahkamah Pelayaran Republik Indonesia. 1. Ketua Mahkamah Pelayaran - Memimpin Mahkamah Pelayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. - Membina sumberdaya Mahkamah Pelayaran agar lebih berdaya guna dan berhasil. - Wajib dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya, dan dalam rangka memberikan bimbingan kepada bawahan masingmasing wajib mengadakan rapat berkala. - Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan, Ketua Mahkamah Pelayaran dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu tanpa mengurangi kebebasan sidang Majelis dalam menyelesaikan pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal. 2. Anggota Mahkamah Pelayaran Anggota Mahkamah Pelayaran terdiri dari para ahli yaitu, Sarjana Hukum, Ahli Nautika Tingkat 1, Ahli Teknika Tingkat 1, dan Sarjana Teknik Perkapalan. - Mengadakan pemeriksaan kasus kecelakaan kapal. - Melakukan pemeriksaan lanjutan yaitu meneliti dan menyelidiki, seperti sebab-sebab terjadinya kapal atau kesalahan yang terjadi dari pihak tersangkut dengan musibah kapal. - Bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Pelayaran. - Menjatuhkan sanksi administrasi Nahkoda dan Perwira kapal yang memiliki sertifikat keahlian pelaut yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang melakukan kesalahan

7 63 atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi, berupa peringatan dan pencabutan sementara sertifikat keahlian pelaut untuk bertugas dalam jabatan tertentu untuk paling lama dua tahun. 3. Sekretariat Mahkamah Pelayaran - Memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada Mahkamah Pelayaran. - Penyusunan rencana dan program. - Pengumpulan dan pengolahan data serta statistik. - Pencatat dalam sidang Majelis Mahkamah Pelayaran. - Pelaksanaan urusan adminitrasi hasil-hasil persidangan. - Pengelolaan urusan ketatausahaan, kepegawaian, dan keuangan. - Evaluasi dan penyusunan laporan Mahkama Pelayaran. 4. SubBagian Data dan Laporan - Melakukan pegumpulan dan pengolahan data. - Melakukan penyusunan rencana dan program. - Menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi dalam Mahkamah Pelayaran. 5. SubBagian Perkara - Melakukan penyiapan rapat-rapat Majelis dan sidang Majelis serta administrasi persidangan dalam sidang pemeriksaan lanjutan. - Pengetikan dan penggadaan konsep Putusan Mahkamah Pelayaran serta pendistribusian berkas perkara kepada tim Majelis.

8 64 - Menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi dalam Mahkamah Pelayaran. 6. SubBagian Umum - Melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan rumah tangga. - Menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi dalam Mahkamah Pelayaran. 7. Sekretaris Pengganti Mahkamah Pelayaran - Memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada Mahkamah Pelayaran. - Penyusunan rencana dan program. - Pengumpulan dan pengolahan data serta statistik. - Pencatat dalam sidang Majelis Mahkamah Pelayaran. - Bertanggung jawab kepada Sekretaris Mahkamah Pelayaran. - Pelaksanaan urusan administrasi hasil-hasil persidangan. - Pengelolaan urusan ketatausahaan, kepegawaian, dan keuangan. - Evaluasi dan penyusunan laporan Mahkamah Pelayaran. 3.2 Prosedur yang Sedang Berjalan Sistem Sidang Mahkamah Pelayaran Berikut FlowchartSistem Sidang Mahkamah Pelayaran yang sedang berjalan saat ini:

9 Gambar 3.2 Sistem Sidang Mahkamah Pelayaran 65

10 Sistem Putusan Mahkamah Pelayaran Berikut FlowchartSistem Putusan Mahkamah Pelayaran yang sedang berjalan saat ini: Gambar 3.3 Sistem Putusan Mahkamah Pelayaran

11 Permasalahan yang Sedang Dihadapi Dari hasil analisis dari sistem yang sedang berjalan di Menteri Perhubungan Mahkamah Pelayaran Republik Indonesia, permasalahan yang sedang dihadapi antara lain: - Membutuhkan waktu yang lama dalam proses pencarian data kecelakaan kapal maupun hasil putusan Mahkamah Pelayaran dikarenakan data-data tersebut masih disimpan dalam bentuk lembaran kertas. - Masih manualnya pendataan kecelakaan kapal dan pembuatan laporanhasil putusan Mahkamah Pelayaran. - Kurangnya penyampaian informasi mengenai data hasil putusan kecelakaan kapal yang ditangani oleh Mahkamah Pelayaran di perairan di Indonesia. 3.4 Usulan Pemecahan Masalah Dari permasalahan yang ada, berikut ini adalah usulan untuk masingmasingpermasalahan yang ada: - Merancang sistem basis data berbasis web yang dilengkapi fitur search sehingga dapat mempercepat pencarian informasi baik data kecelakaan maupun hasil putusan Mahkamah Pelayaran. - Menyediakan template master, transaksi, dan laporan pada web sehingga data-data dapat dengan mudah diinput serta dapat menghasilkan laporan yang dihasilkan dari data-data yang telah diinput dalam web. - Menyediakan fitur home dalam website yang dapat menampilkan hasilhasil putusan Mahkamah Pelayaran serta dilengkapi dengangrafik dimana pengunjung dapat melihat grafik kecelakaan kapal berdasarkan jumlah kecelakaan kapal perbulannya.

12 68