BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dilakukan.penelitian yang pernah dilakukan tersebut dapat digunakan untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dilakukan.penelitian yang pernah dilakukan tersebut dapat digunakan untuk"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian terkait bagi hasil tanah pertanian bukan pertama kali dilakukan.penelitian yang pernah dilakukan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat landasan dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Adhe (2013), Pelaksanaan Bagi Hasil Pertanian Sawah di Desa Bumen Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif, dimana peneliti mengumpulkan data primer (wawancara dan obeservasi) dan data sekunder (dokumentasi). Setelah itu data yang diperoleh dianalisis dengan UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa pelaksanaan bagi hasil pertanian sawah di Desa Bumen, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang dilakukan dengan sistem maro dan mertelu yaitu pembagiannya masingmasing pemilik dan penggarap sawah bisa mendapatkan 1/2 bagian ataupun 1/3 bagian, faktor-faktor yang mempengaruhi tidak dapat dilaksanakannya undang-undang nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil ini ialah masyarakat tidak mengetahui adanya ketentuan bagi hasil pertanian yang diatur dalam undang-undang tersebut karena tidak adanya sosialisasi dari perangkat desa maupun dinas yang terkait dan kurangnya wawasan dari masyarakat karena rendahnya tingkat 2. Skripsi Penelitian oleh Siti Khusnul Khotimah, yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penerapan Sistem Bagi Hasil (Profit Sharing) di

2 8 Baitul Mal Wattamwil (BMT) Arrahman Dalam rumusan masalahnya dituliskan tentang: 1) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad sistem bagi hasil di BMT Arrahman? 2) Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap proses penentuan pencairan yang dilakukan pihak BMT Arrahman? 3) Bagaimana pembatasan angsuran pembiayaan sekaligus bagi hasilnya? Metode penelitian yang digunakan berupa jenis pendekatan kualitatif dan jenis penelitian studi kasus serta studi diskriptif kualitatif.dari hasil kesimpulannya bahwa dari data analisis data kualitatif yang berdasarkan data hasil interview, observasi serta dokumentasi menunjukkan kemurnian dari penerapan sistem bagi hasil di BMT Arrahman. Terhadap proses penentuan pencairan yang dilakukan pihak BMT Arrahman sudah sesuai dengan hukum Islam serta sesuai dengan aturan perbankan syariah yang ada, walaupun belum 100% semua cara ideal digunakan. Dari cara pembatasan waktu angsuran pembiayaan sekaligus bagi hasilnya tidak ada penyelewengan terhadap hukum Islam atau operasional BMT Arrahman. Letak perbedaannya pada sistem bagi hasil, yang mana pada penelitian yang dilakukan Siti Khusnul Khotimah, membahas bagi hasil terkait masalah perbankan bebas bunga. Sedangkan pada penelitian yang saya lakukan ini membahas sistem bagi hasil berdasarkan prinsip Kerja sama disektor pertanian. Persamaannya adalah sama-sama membahas bagi hasil, dan metode yang digunakan berupa jenis pendekatan kualitatif.

3 9 3. Penelitian tentang kemitraan/kerjasama (syirkah) yang dilakukan oleh Zainulloh Zabidi, yang berjudul: Analisis Hukum Islam Terhadap Pola Kemitraan Ayam Ras di UD Jatinom Indah PS, Desa Jatinom Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar. Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa dalam hukum Islam sudah diatur mengenai tata cara dalam melakukan kemitraan. Dimana tentang sistem akad, hutang piutang, pembiayaan, serta jual beli dalam kajian hukum Islam dalam mekanisme pelaksanaannya harus jelas tanpa mengurangi rukun dan syarat yang bisa menjadikan hal tersebut menjadi menyimpang dari hukum Islam atau peraturan yang sudah ditetapkan. Islam sudah memberikan arahan dan tuntunan dalam melaksanakan jual beli, hutang piutang, serta pembiayaan. Sedangkan pola kemitraan yang diterapkan dalam Islam adalah bertujuan saling tolong menolong dalam kebaikan. Dan analisis hukum Islam terhadap pola kemitraan ini adalah apabila tidak ada kejelasan akad dalam bertransaksi, maka transaksi atau kemitraan tersebut tidak sah karena hal tersebut akan berimbas pada cacatnya kerjasama tersebut sehingga salah satu pihak akan dirugikan, dan hal itu sangat bertentangan dengan hukum Islam. Sedangkan kemitraan yang diterapkan yang dilakukan oleh perusahaan dengan plasma termasuk kategori mudharabah musyarakah, dimana dalam kemitraan tersebut mengandung unsur hutang piutang, selain itu antara mudharib dan shahibul maal sama-sama menyertakan modalnya walaupun porsinya tidak sama.

4 10 Sudah jelas diketahui bahwa dari ketiga penelitian, diatas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Di dalam penelitian ini penulis lebih menekankan kepada petani kebun salak dalam penerapan bagi hasil antara penggarap dan pemilik kebun dengan bagi hasil sesuai kesepakatan antara dua belah pihak, menurut Fatwa Dewan Syariah nasional (DSN). B. Kerangka Teoritik 1. Tinjauan Umum Bagi Hasil a. Prinsip Pembiayaan Mudharabah Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah pelaku harus mentaati hukum yang berwenang. Di Indonesia Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia yang berwenang untuk mengeluarkan fatwa terkait dengan pembiayaan mudharabah ini. Yaitu dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor: 07/ DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah (qiradh). Dalam fatwa tersebut Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia menetapkan pembiayaan mudharabah sebagai berikut: 1) Ketentuan Pembiayaan a) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. b) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha),

5 11 sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. c) Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). d) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. e) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. f) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. g) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. h) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. i) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

6 12 j) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. 2) Rukun dan Syarat Pembiayaan a) Penyedia dana (shahibul mal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. b) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: i) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). ii) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. iii) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. c) Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: i) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. ii) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad. iii) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

7 13 d) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: i) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. ii) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. iii) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. e) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: i) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. ii) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

8 14 iii) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu. 3) Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan a) Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. b) Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. c) Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad alamanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. d) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. b. Pengertian Bagi Hasil Bagi hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana (Ahmad Rofig, 2004: 153). Pengertian bagi hasil. Muhammad (2004:18) menyebutkan bahwa: Bagi hasil menurut terminologi asing dikenal dengan profit

9 15 sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharing adalah distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan. Dalam buku yang lain dijelaskan bahwa bagi hasil adalah : bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar-kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi (Adiwarman A. Karim, 2007: 203). Sedangkan menurut pengertian dari UU No. 2 tahun 1960 tentang perjanjian Bagi Hasil (Tanah pertanian) disebutkan dalam pasal 1 poin c, bahwa: perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau Badan Hukum pada lain pihak yang dalam Undang-undang ini disebut penggarap berdasarkan perjanjian mana penggarap di perkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak (Dahlan Idami, 1994). Sedangkan menurut (Muhamad Syafi i Antonio, 2001: 90) juga menjelaskan tentang bagi hasil, bahwa: Bagi hasil adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

10 16 Jadi perjanjian Bagi Hasil menurut Hukum Adat pada dasarnya adalah suatu perjanjian yang timbul dalam masyarakat, Hukum Adat antara pemilik tanah dengan petani penggarap dan umumnya perjanjian tersebut tidak diwujudkan dalam bentuk tertulis tetapi hanya bersifat lisan dengan dasar saling percaya. Sebelum menjelaskan perjanjian Bagi Hasil, perlu kiranya diketahui pemakaian istilah dari perjanjian bagi hasil, karena disetiap daerah berbeda-beda penyebutannya seperti: 1) Memperduoi (Minangkabau) 2) Toyo (Minahasa) 3) Tesang (Sulawesi) 4) Maro (1:1), Mertelu (1.2), (Jawa Tengah). 5) Nengah (1.1), Jejuron (1.2), (Priangah) Menurut para ahli hukum adat perjanjian bagi hasil itu mempunyai pengertian yang bermacam-macam, di antaranya sebagai berikut: perjanjian bagi hasil adalah hubungan hukum antara seorang yang berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu (Djaren Saragih,1984: 97) Pengertian perjanjian bagi hasil menurut Hilman Hadikusuma, 1990) menyatakan Sebagai asas umum dalam hukum adat: Apabila seseorang menanami tanah orang lain dengan persetujuan atau tanpa persetujuan, berkewajiban menyerahkan sebagian hasil tanah itu kepada pemilik tanah. Asas ini berlaku tidak saja untuk tanah kosong, tanah ladang, tanah kebun, atau tanah sawah, tetapi juga untuk tanah perairan, perikanan dan peternakan.

11 17 Dari beberapa pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjian adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. c. Prinsip Bagi Hasil Prinsip bagi hasil secara murni ada empat macam yaitu:almusyarakah, al-mudharabah, al-muzara ah dan al-musaqah (Muhammad Syafi i Antonio, 2001: 90). Prinsip al-musyarakah dan al-mudharabah sering dipakai atau digunakan dalam bentuk akad bagi hasil yang ada kaitannya dengan masalah perbankan bebas bunga. Sedangkan al-muzara ah dan almusaqah sering digunakan pada hal-hal yang berkaitan dengan pertanian. Mekanisme pelaksanaan sistem bagi hasil pada petani kebun salak merupakan aplikasi bagi hasil dengan prinsip al-musaqah, di mana pembagian hasil dibagi antara pemilik kebun salak dengan penggarap atau juga disebut dengan pekerja yang mana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas usaha yang dilaksanakan menurut perjanjian tersebut. Dari hasil pertanian kebun salak maka hasil dibagi bersama dengan jumalah yang ada, masingmasing pihak medapatkan sesuai dengan kesepakatan.

12 18 d. Bagi Hasil Pertanian dalam Hukum Islam Dalam hukum Islam, kerjasama dalam pertanian biasa disebut dengan tiga istilah yakni musaqah, muzara ah, dan mukhabarah. 1) Musaqah a) Pengertian Musaqah Musaqah diambil dari kata al-saqa, yaitu seseorang bekerja dengan mengurus pohon tamar, anggur, atau pohon-pohon lainnya supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalan (Hendi, 2014: 120). Sedangkan secara etimologi, musaqah berarti transaksi dalam pengairan, yang oleh penduduk Madinah disebut dengan almu amalah, akan tetapi istilah yang lebih dikenal adalah musaqah (Abdul, 2015: 23). antaranya: Musaqah menurut terminologi Islam dalam Rachmat (2001) di Suatu akad dengan memberikan pohon kepada penggarap agar dikelola dan hasilnya dibagi antara keduanya. Ulama Syafi iyah: Memperkerjakan orang lain untuk menggarap kurma atau pohon anggur, dengan perjanjian dia akan menyiram dan mengurusnya, kemudian buahnya untuk mereka berdua. Berdasarkan definisi-definisi di atas, akad musaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik kebun dan petani dimana pemilik kebun menyerahkan kebun kepada petani untuk dirawat dan dipelihara, sehingga ketika kebun itu menghasilkan kemudian pemilik memberikan upah kepada petani yang diambil dari hasil dari kebun tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

13 19 Kiranya dapat dimengerti bahwa pada akad musaqah, pada kebun telah ada pohon/tanaman yang sudah ada, kemudian penggarap dalam hal ini berkewajiban untuk merawat dan memelihara pohon/tanaman dalam kebun tersebut agar dapat menghasilkan hasil yang maksimal. Kerjasama dalam bentuk musaqah berbeda dengan mengupah tukang kebun untuk merawat tanaman, karena hasil yang diterimanya adalah bukan upah yang telah pasti ukurannya seperti tukang kebun, melainkan dari hasil kebun yang belum tentu besarannya. b) Dasar Hukum Menurut kebanyakan ulama, hukum musaqah yaitu boleh atau mubah (Abdul, 2015). Asas hukum musaqah dalam Hendi (2014) dan Abdul (2015) adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi SAW telah menyerahkan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar dipelihara dengan perjanjian: mereka akan memperoleh dari penghasilannya, baik dari buah-buahan maupun dari hasil tanaman. (HR. Muslim). c) Rukun dan Syarat Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam akad musaqah adalah ijab dari pemilik tanah perkebunan, kabul dari petani, dan pekerjaan dari pihak penggarap (Abdul, 2015). Menurut Nasroen (2007) dalam Abdul (2015). Adapun Jumhur Ulama fiqh terdiri dari ulama Malikiyah, Syafi iyah, dan Hanabilah berpendirian bahwa rukun musaqah ada lima, yaitu: 1) Dua orang/pihak yang melakukan transaksi. 2) Tanah yang dijadikan objek musaqah.

14 20 3) Jenis usaha yang akan dilakukan petani penggarap. 4) Ketentuan mengenai pembagian hasil musaqah. 5) Shigat (ungkapan) ijab dan kabul. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak dalam akad musaqah adalah sebagai berikut (Abdul, 2015): 1. Kedua belah pihak harus cakap bertindak hukum, yakni dewasa (akil balig) dan berakal. 2. Objek musaqah haruslah pohon yang memiliki buah. Dalam menentukan objek musaqah terdapat perbedaan pendapat para ulama. Menurut Hanafiyah, haruslah pohon yang berbuah seperti kurma, anggur, dan terong. Namun Hanafiyah mutaakhirin menyatakan, musaqah juga berlaku bagi pepohonan yang tidak berbuah jika memang diperlukan oleh masyarakat. Menurut ulama Hanabilah, yang boleh menjadi objek musaqah adalah pohon yang memiliki buah saja. Ulama Syafi iyah berpendapat bahwa yang boleh menjadi objek musaqah adalah kurma dan anggur saja. Sedangkan ulama malikiyah menyatakan objek musaqah adalah tanaman keras dan palawija, seperti kurma, terong, apel, dan anggur dengan syarat bahwa: a) Akad musaqah itu dilakukan sebelum buah itu layak dipanen. b) Tenggang waktu yang ditentukan jelas. c) Akadnya dilakukan setelah tanaman itu tumbuh. d) Pemilik perkebunan tidak mampu untuk mengolah dan memelihara tanaman.

15 21 3. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani penggarap, tanpa campur tangan pemilik kebun lagi. 4. Hasil buah merupakan hasil bersama sesuai kesepakatan awal pemilik dan penggarap. Bagi penggarap hasil yang didapatkannya merupakan upahnya. 5. Lamanya perjanjian harus jelas agar terhindar dari ketidakpastian. d) Berakhirnya Akad Berakhirnya akad musaqah berdasarkan fiqh dan pendapat para ulama adalah sebagai berikut: 1) Jangka waktu yang disepakati dalam akad telah habis (berakhir). (fiqh dan pendapat jumhur ulama) 2) Dibatalkan atas kesepakatan pihak pemilik kebun dan penggarap. Jika pembatalan itu terjadi ketika buah telah berbuah, maka hasilnya dibagi dua antara pemilik kebun dan penggarap. (Ulama Hanabilah) Menurut ulama Syafi iyah, akad musaqah tidak boleh dibatalkan karena penggarap tidak mampu bekerja. Jika penggarap tidak mampu bekerja, misalnya karena sakit, maka harus menunjuk orang lain untuk menggantikannya.dalam akad musaqah, menurut ulama Malikiyah adalah akad yang boleh diwariskan. Sehingga apabila salah satu pihak meninggal dunia dapat diteruskan oleh ahli warisnya. Namun jika kedua belah pihak meninggal dunia, ahli waris dibolehkan bersepakat untuk melanjutkan ataupun membatalkan akad musaqah (Abdul, 2015). 2) Muzara ah

16 22 a) Pengertian Muzara ah Menurut bahasa, al-muzara ah memiliki dua arti, yang pertama al-muzara ah yang berarti tharhal-zur ah (melemparkan tanaman), yang kedua maksudnya adalah modal (al-hadzar). Makna yang pertama adalah makna majaz dan yang kedua adalah makna hakiki. (Hendi, 2015). Menurut Abdul, (2014) secara etimologi, muzara ah berarti kerjasama di bidang pertanian antara pihak pemilik dan petani penggarap. Secara terminologi, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh, diantaranya: Ulama Malikiyah, muzara ah adalah perserikatan dalam pertanian. (Abdul, 2015) Ulama Hanabilah, muzara ah adalah penyerahan tanah pertanian kepada seorang tani untuk ditanami dan yang bekerja diberi bibit. (Hendi, 2014).Ulama Syafi iyah membedakan muzara ah dan mukhabarah, Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkannya dan benihnya berasal dari pengelola. Adapun muzara ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya berasal dari pemilik tanah (Rachmat, 2001). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa muzara ah adalah bentuk kerjasama antara pemilik tanah dengan penggarap tanah dimana bibit berasal dari pemilik tanah dengan perjanjian bagi hasil dengan bagian masing-masing yang telah disepakati. b) Dasar Hukum

17 23 Kerjasama dalam bentuk muzara ah menurut kebanyakan ulama fiqh hukumnya boleh (mubah). Dasar kebolehan muzara ah di samping dapat dipahami dari firman-firman Allah yang memerintahkan saling tolong menolong, terdapat hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a (Hendi, 2014): Sesungguhnya Nabi SAW menyatakan, tidak mengharamkan bermuzara ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barang siapa yang emmiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu. c) Rukun dan Syarat Jumhur ulama yang membolehkan akad muzara ah mengemukakan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga akad dianggap sah, diantaranya (Abdul, 2015): 1) Pemilik tanah. 2) Petani penggarap. 3) Objek al-muzara ah, yaitu antara manfaat dan hasil kerja petani. 4) Ijab dan Kabul. Untuk syarat-syarat muzara ah, menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut (Abdul, 2015): 1) Syarat yang menyangkut orang yang berakad, keduanya harus baligh dan berakal.

18 24 2) Syarat yang menyangkut dengan tanaman, yaitu harus disebutkan tanaman jenis apa yang akan ditanam agar jelas dan akan menghasilkan. 3) Syarat yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami, yaitu tanah tersebut dapat ditanami (bukan lahan tandus yang tidak dapat ditanami), dapat diketahui batas-batanya secara jelas, tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada penggarap untuk digarap. 4) Syarat yang berhubungan dengan bagi hasil tanaman, yaitu: a) Pembagian masing-masing pihak harus disebutkan secara jelas ketika akad. b) Hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad. c) Bagian itu ditentukan: setengah, sepertiga, atau seperempat, sejak awal akad. Penentuannya tidak boleh dalam bentuk jumlah tertentu secara mutlak seperti misalnya satu kuintal/satu karung. 5) Syarat yang berkaitan dengan jangka waktu akad muzara ah harus dijelaskan dalam akad sejak semula. d) Berakhirnya muzara ah Beberapa hal yang menyebabkan muzara ah berakhir (Rachmat, 2001): 1) Berakhirnya masa akad muzara ah. 2) Salah seorang yang berakad meninggal dunia. 3) Adanya uzur, seperti:

19 25 a) Tanah garapannya terpaksa dijual, misalnya untuk membayar utang. b) Penggarap tidak dapat mengelola tanah, seperti sakit keras. 3) Mukhabarah a. Pengertian Mukhabaah Mengacu pada pendapat ulama Syafi iyah terkait pengertian muzara ah dan mukhabarah, maka kiranya dapat dimengerti mukhabarah adalah bentuk kerjasama antara pemilik tanah dengan penggarap tanah dimana bibit berasal dari penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil dengan bagian masing-masing yang telah disepakati. Untuk rukun, syarat, dan berakhirnya akad dalam mukhabarah ialah sama dengan muzara ah kecuali asal dari benih tanaman. Pada muzara ah benih tanaman berasal dari pemilik, sedangkan dalam mukhabarah benih berasal dari penggarap. Pada umunya, kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada pertanian yang benihnya murah, seperti padi, jagung, dan kacang. Namun tidak menutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerja sama muzara ah. (Abdul, dkk., 2015). b) Dasar Hukum Mukhabarah Hukum mukhabarah sama dengan muzara ah yaitu mubah (boleh). Landasan hukum mukhabarah adalah sabda Nabi SAW (Abdul, 2015): Dari Thawus r.a bahwa ia suka bermukhabarah, Amru berkata: Lalu aku katakan kepadanya: Ya Abu Abdurrahman, kalau

20 26 C. Karangka Berpikir engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi SAW telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus berkata: Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguh mengetahui hal itu, yaitu Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: Seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik daripada ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu (HR. Muslim). Pada prinsipnya Islam membolehkan semua bentuk kerjasama, selama kerjasama tersebut saling mendatangkan masalah yang baik terhadap dirinya dan masyarakat banyak. Begitu halnya dengan pelaksanaan sistem bagi hasil pada petani kebun salak yang ada di Dusun Gang Gong Kecamatan Turi Yogyakarta. Kontrak bagi hasil ini merupakan model yang dikembangkan dari konsep perjanjian bagi hasil yang dikenal dalam hukum Islam, yaitu seorang yang berhak atas tanah yang karena suatu sebab tidak dapat mengerjakannya sendiri, tetapi ingin tetap mendapatkan hasilnya, maka memperkenankan orang lain untuk menyelenggarakan usaha pertanian atas tanah yang dimilikinya dan hasilnya dibagi antara mereka berdasarkan persetujuan. Konsep perjanjian bagi hasil yang dikenal dalam hukum Islam tersebut telah dimodifikasi dalam UU Nomor. 2 tahun 1960 tentang perjanjian Bagi Hasil pasal 1 huruf c, yang berbunyi: Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau Badan Hukum pada lain pihak yang dalam Undang-undang ini disebut penggarap berdasarkan perjanjian mana penggarap di perkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemlik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak. (Dahlan Idami, 1994: 9) Pelaksanaan sistem bagi hasil pada petani salak yang dilaksanakan oleh masyarakat Gang Gong merupakan salah satu kerjasama para petani

21 27 pemilik dan penggarap kebun salak, masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan usaha yang dilaksanakan menurut perbandingan tertentu dari hasil pertanian tersebut. Dari hasil pertanian tersebut hasilnya dibagi bersama dengan jumlah sekian persen (%) untuk masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan. Dalam Islam memang tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pertanian kebun salak. Tetapi Islam lebih mengarahkan kepada kebijakan dari kedua belah pihak atau lebih dengan tidak ada pihak yang dirugikan disamping itu juga Islam tidak memberikan metode yang jelas tentang cara pembagian keuntungan menurut situasi dan kondisi serta faktor lain sehinga dikalangan para ulama dan ahli hukum Islam menyesuaikan faktor-faktor tersebut sesuai dengan kewajaran dan kemaslahatan. Namun didalam pelaksanaan sistem bagi hasil pertanian kebun salak tersebut jika dikaji dari hukum Islam lebih tepat menggunakan akad musaqah yang mana mereka bersekutu dalam sebuah usaha pertanian, dan masing-masing pihak berhak atas segalah keuntungan dan bertanggung jawab atas usaha yang dilaksanakan menurut perbandingan tersebut dari hasil pertanian kebun salak tersebut. Hal ini dengan Firman Allah SWT, dalam Q.S An Najm 53:39 Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (Q.S An Najm 53:39) Firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa 4:29

22 28... Artinya:... Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu...(qs. An-Nisa 4:29) Penafsiran tentang memakan harat sesama adalah berlaku curang dalam perserikatan dan cara yang terbaik dalam pengembangan modal adalah berniaga dengan kerja sama yang iklas dan menguntungkan bagi kedua pihak atau lebih. Sistem bagi hasil yang dijadikan sebagai pegangan dalam Islam mengkaji permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sangat umum dilakukan pada masa Rasullullah dan Khalifah setelah beliau. Penentuan hukum pelaksanaan bagi hasil pada petani kebun salak di Dusun Gang Gong Kecamatan Turi Yogyakarta menurut hukum Islam akan dibahas berdasarkan istilah yakni salah satu penetapan hukum Islam terdapat suatu peristiwa dengan memperhatikan faktor kemaslahatan bagi manusia dalam hidup (Zarkasji, 1986: 121). Dengan demikian dapat diketahui sejauh mana pelaksana bagi hasil para petani salak tersebut dapat membawa kemaslahatan dan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berakad pada khususnya dan masyarakat Dusun Gang Gong pada umumnya. Prinsip bagi hasil yang dilakukan pada masyarakat Dusun Gang Gong merupakan prinsip-prinsip yang mengatur pembagian hasil yang diperoleh dari hasil pertanian antara pemilik lahan kebun salak dan

23 29 penggarap. Pembagian hasil ini dirungikan di antara para pihak dan biasanya dilakukan dalam bentuk perjanjian secara lisan. Gambar 1 Skema Karangka Berpikir Perjanjian Bagi Hasil Pada Petani Kebun Salak Menurut Hukum Islam Pemilik Kebun Salak Hak dan Kewajiban Penggarap Kebun Salak Penerapan Sistem Bagi Hasil Pada Petani kebun salak di Dusun Gang Gong Kecamatan Turi Yogyakarta

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Mudharabah (Qiradh) Kontribusi dari Administrator Saturday, 15 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perjanjian Bagi Hasil Pertanian Perjanjian bagi hasil adalah suatu bentuk perjanjian antara seseorang yang berhak atas suatu bidang tanah pertanian dan orang lain yang disebut

Lebih terperinci

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah : Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, 20120730138 I. Flow-chart Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah : 1. Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank dengan akad musyarakah untuk mendapatkan tambahan modal.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA A. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah atau yang disebut juga dengan qirad adalah suatu bentuk akad kerja sama antara

Lebih terperinci

fiqih muamalah "MusaQoh"

fiqih muamalah MusaQoh fiqih muamalah "MusaQoh" BAB I PENDAHULUAN Musaqah ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya,

Lebih terperinci

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1 5.1. Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha lembaga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA 51 BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA A. Aplikasi Pemberian Upah Tanpa Kontrak Di UD. Samudera Pratama Surabaya. Perjanjian (kontrak) adalah suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Analisis Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan BAB II LANDASAN TEORI A. WADI AH 1. Pengertian Wadi ah Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadi ah. Hal ini dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu

Lebih terperinci

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI.

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI. MUDHARABAH dan MUSYARAKAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI. Oleh Fiqri Yunanda Pratama 20120730132 Swasti Saraswati 20120730137

Lebih terperinci

1. Firman Allah QS. al-nisa' [4]: 29: 2. Firman Allah QS. al-ma'idah [5]: 1: 3. Firman Allah QS. al-baqarah [2]: 283:

1. Firman Allah QS. al-nisa' [4]: 29: 2. Firman Allah QS. al-ma'idah [5]: 1: 3. Firman Allah QS. al-baqarah [2]: 283: Lampiran 1 FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) رمس للٱ للٱر ٱل للٱ س Dewan Syari ah Nasional setelah Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil Koperasi syariah yang lebih dikenal dengan nama KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) dan UJKS (Unit Jasa

Lebih terperinci

BAB III KONSEP EKONOMI ISLAM TENTANG BAGI HASIL. profit sharing. Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara

BAB III KONSEP EKONOMI ISLAM TENTANG BAGI HASIL. profit sharing. Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara BAB III KONSEP EKONOMI ISLAM TENTANG BAGI HASIL A. Pengertian Bagi Hasil Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kaus ekonomi diartikan pembagian

Lebih terperinci

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN NISBAH PEMBIAYAAN AKAD MUḌĀRABAH KHUSUS DI PT. BPRS BAKTI ARTHA SEJAHTERA CABANG BANYUATES SAMPANG MADURA A. Analisis Aplikasi Pengambilan Nisbah Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO. BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.15/DSN-MUI/IX/2000 A. Analisis Kesesuaian Metode Perhitungan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah

Lebih terperinci

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN BARANG JAMINAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA PENYENGAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA KEPULAUAN RIAU A. Analisis Terhadap Akad Pemanfaatan Barang Jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perbankan syariah, sistem bagi hasil produk penghimpunan dana terus dilakukan sebagai sarana kajian. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN A. Analisis Praktek Sistem Ngijo di Desa Sebayi Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA 61 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA A. Rukun dan syarat yang berakad Catonan yang sudah menjadi tradisi di masyarakat sangat berpengaruh dalam

Lebih terperinci

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad Mudharabah Mudharabah berasal dari adhdharby fil ardhy yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Ada berbagai jurnal yang telah meneliti tentang PSAK 105 dan kesesuaiannya dengan system yang ada di lembaga keuangan syariah diantaranya : Turrosifa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA Lembaga-lembaga keuangan muncul karena tuntutan obyek yang berlandaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang BAB II LANDASAN TEORI Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang mendasari dan mendukung penelitian. A. Pengertian Koperasi Di dalam ilmu ekonomi, pengertian Koperasi adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Deposito 1. Pengertian Deposito Secara umum, deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL A. Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Handphone Black Market di

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle L/C Impor Syariah Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

Muza>ra ah dan mukha>barah adalah sama-sama bentuk kerja sama

Muza>ra ah dan mukha>barah adalah sama-sama bentuk kerja sama BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Analisis terhadap Praktik Penggarapan Tanah Sawah dengan Sistem Setoran di

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE.

PEMBIAYAAN MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE. PEMBIAYAAN MUDHARABAH dan MUSYARAKAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI Oleh Yeni Bunga Anggraini 20120730130 Intan C Tyas 20120730135

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al 48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL Produk & Jasa Lembaga Keuangan Syariah Operasional Bank Syariah di Indonesia Penghimpunan Dana Penggunaan Dana Wadiah Mudharabah Equity Financing Debt Financing Giro

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Akad Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah adalah berasal dari kata dharb, berari memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS MELALUI MODEL WARALABA SYARI AH DI LAUNDRY POLARIS SEMARANG

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS MELALUI MODEL WARALABA SYARI AH DI LAUNDRY POLARIS SEMARANG BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS MELALUI MODEL WARALABA SYARI AH DI LAUNDRY POLARIS SEMARANG Pengembangan Bisnis Melalui Model Waralaba Syari ah di Laundry Polaris Semarang Di dalam konteks fiqh klasik

Lebih terperinci

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 46/DSN-MUI/VII/2005 Tentang POTONGAN TAGIHAN MURABAHAH (AL-KHASHM FI AL-MURABAHAH) Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN RESIKO SENGKETA PADA KEMITRAAN TERNAK AYAM DI DESA NONGKOSAWIT KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN RESIKO SENGKETA PADA KEMITRAAN TERNAK AYAM DI DESA NONGKOSAWIT KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN RESIKO SENGKETA PADA KEMITRAAN TERNAK AYAM DI DESA NONGKOSAWIT KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG A. Analisis Akad atau perjanjian penyelesaian kemitraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUDHARABAH. dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUDHARABAH. dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUDHARABAH A. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.404, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Penerbitan Efek Syariah. Akad. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5822) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB II Landasan Teori

BAB II Landasan Teori BAB II Landasan Teori A. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan adalah bentuk kata lain dari kredit. Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Samlawi selaku sesepuh desa Tanjung Anom, dan masyarakat setempat lainnya. Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap aplikasi jual beli ikan bandeng dengan pemberian jatuh tempo. Jual beli ikan

Lebih terperinci

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen Perbankan Syariah Modul ke: Transaksi Musyarakah Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Perbankan Syariah di Indonesia PENGERTIAN MUSYARAKAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Ada beberapa penelitian yang relevan dengan tema yang penulis. angkat. Penelitian tersebut antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Ada beberapa penelitian yang relevan dengan tema yang penulis. angkat. Penelitian tersebut antara lain: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjaun Pustaka Ada beberapa penelitian yang relevan dengan tema yang penulis angkat. Penelitian tersebut antara lain: 1. Skripsi Karya Feriazah Zahiruddin,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORITIS A. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 59 (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut : Bank Syariah

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):278 45)& %*('! Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang b

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):278 45)& %*('! Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang b DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 37/DSN-MUI/IX/2002 Tentang PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARI AH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang BAB II DASAR TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Bank Syariah Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang operasional dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR A. Tinjauan Literatur 1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Dalam UU No.21 tahun 2008 dijelaskan mengenai Perbankan Syariah dan Bank Syariah. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Bursa Efek Indonesia Surabaya Ada dua jenis perdagangan di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : DRAFT PERATURAN NOMOR IX.A.14 : AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL 1. Definisi a. Ijarah adalah

Lebih terperinci

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2016-01-07 Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI (QARD} DAN MURA>BAH}AH) DI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Analisis

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan BAB V PEMBAHASAN A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah Al-Bahjah Tulungagung Setelah melakukan pengamatan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI KENDAL Dikeluarkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2): dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):27

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2): dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):27 DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 38/DSN-MUI/X/2002 Tentang SERTIFIKAT INVESTASI MUDHARABAH ANTAR BANK (SERTIFIKAT IMA) Dewan Syari ah Nasional, setelah

Lebih terperinci

b. Undang-undang RI. Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. c. Surat dari PT. Danareksa Investment Management, nomor S-09/01/DPS- DIM. d. Pendapat pe

b. Undang-undang RI. Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. c. Surat dari PT. Danareksa Investment Management, nomor S-09/01/DPS- DIM. d. Pendapat pe DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 20/ DSN-MUI/IX/2000 Tentang PEDOMAN PELAKSANAAN INVESTASI UNTUK REKSA DANA SYARIAH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang

Lebih terperinci

Konversi Akad Murabahah

Konversi Akad Murabahah Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Konversi Akad Murabahah Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

BAB IV. Pengelolaan Pembiayaan Mudharabah dalam Modal Kerja di BMT Bina Ummat menurut Fatwa DSN-MUI

BAB IV. Pengelolaan Pembiayaan Mudharabah dalam Modal Kerja di BMT Bina Ummat menurut Fatwa DSN-MUI 50 BAB IV Pengelolaan Pembiayaan Mudharabah dalam Modal Kerja di BMT Bina Ummat menurut Fatwa DSN-MUI A. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah Pengelolaan pembiayaan mudharabah modal kerja adalah usaha yang

Lebih terperinci

Sebagaimana yang telah diriwayatkan Ibnu Umar ra :

Sebagaimana yang telah diriwayatkan Ibnu Umar ra : BAB II NORMA MUKHA>BARAH MENURUT HUKUM ISLAM A. Tinjauan Bagi Hasil dalam Hukum Islam 1. Pengertian Bagi Hasil Bagi hasil sebagaimana telah disebutkan adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh orang-orang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor Sebelum menganalisa praktek makelar yang ada di lapangan, terlebih dahulu akan menjelaskan makelar

Lebih terperinci

PERLAKUAN AKUNTANSI PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

PERLAKUAN AKUNTANSI PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. PERLAKUAN AKUNTANSI PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. NAMA : RINA ARIANI NPM : 21208507 JURUSAN : AKUNTANSI DOSEN PEMBIMBING : DR. MASODAH, SE., MMSI PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP SEWA JASA PENGEBORAN SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Mekanisme Sewa Jasa Pengeboran Sumur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO 59 BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO A. Analisis Pelaksanaan Akad Mudharabah Pada Simpanan Serbaguna di BMT Bismillah Sukorejo 1. Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.A.14 : AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

PERATURAN NOMOR IX.A.14 : AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL Nomor : Kep-131/BL/2006 PERATURAN NOMOR IX.A.14 : AKAD-AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: a. Ijarah adalah perjanjian (akad) dimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENALTI PADA PENGAMBILAN SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (DEPOSITO) SEBELUM JATUH TEMPO DI BMT SYIRKAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENALTI PADA PENGAMBILAN SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (DEPOSITO) SEBELUM JATUH TEMPO DI BMT SYIRKAH BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENALTI PADA PENGAMBILAN SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (DEPOSITO) SEBELUM JATUH TEMPO DI BMT SYIRKAH MUAWANAH MWC NU ADIWERNA TEGAL A. Analisis Praktek Penalti Pada

Lebih terperinci

(dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang me

(dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang me FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 49/DSN-MUI/II/2005 Tentang KONVERSI AKAD MURABAHAH Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari

Lebih terperinci

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni 15 BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH A. PENGERTIAN SYIRKAH Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi riil dengan pemilik dana.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Bank 1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 31 tentang Akuntansi Perbankan (revisi 2000:31.1) Bank adalah suatu lembaga yang berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1.Kerangka Teori 2.1.1. Pengertian pembiayaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut M. Syafi I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk

Lebih terperinci

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga. FATWA DSN MUI Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro Pertama: Giro ada dua jenis: 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga. 2. Giro yang dibenarkan secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN A. Analisis terhadap Praktik Utang Piutang dalam Bentuk Uang dan Pupuk di

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 131/BL/2006 TENTANG AKAD-AKAD

Lebih terperinci

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk BAB III Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) A. Pengertian Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) Koperasi adalah suatu kerja sama dalam lapangan perekonomian. Kerjasama ini karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup.

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Murabahah Kontribusi dari Administrator Saturday, 15 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis

Lebih terperinci

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Dewan Syariah Nasional setelah, PENJADWALAN KEMBALI TAGIHAN MURABAHAH Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dalam pembukaan Rakernas Asosiasi Petani cengkeh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dalam pembukaan Rakernas Asosiasi Petani cengkeh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman cengkeh merupakan salah satu tanaman rempah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan industri farmasi maupun makanan. Saat ini Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan BAB II LANDASAN TEORI A. Teori-Teori 1. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan Penyaluran dana pada bank syari ah disebut dengan pembiayaan. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah terbagi menjadi beberapa

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. LAMPIRAN Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AKAD MUDHARABAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN SYARIAH

BAB II TINJAUAN UMUM AKAD MUDHARABAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN SYARIAH BAB II TINJAUAN UMUM AKAD MUDHARABAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN SYARIAH A. PEMBIAYAAN 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh orang islam yang ingin terhindar dari transaksi bank yang dipandang mengandung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN A. Analisis Penerapan Syarat Hasil Investasi Minimum Pada Pembiayaan Mudharabah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Produk SI RELA AULIA di KSPPS BMT Amanah Usaha Mulia (AULIA) Magelang. 1 1. Mekanisme Pembukaan Rekening Tabungan SI RELA AULIA. Langkah pertama dalam

Lebih terperinci

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI 22 BAB II MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI A. Mura>bah}ah 1. Pengertian Mura>bah}ah Terdapat beberapa muraba>h}ah pengertian tentang yang diuraikan dalam beberapa literatur, antara lain: a. Muraba>h}ah adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MEKANISME PEMBAGIAN HASIL USAHA ANTARA PIHAK BMT DENGAN PIHAK NASABAH DAN ANALISIS KESESUIAN

BAB IV ANALISIS MEKANISME PEMBAGIAN HASIL USAHA ANTARA PIHAK BMT DENGAN PIHAK NASABAH DAN ANALISIS KESESUIAN 52 BAB IV ANALISIS MEKANISME PEMBAGIAN HASIL USAHA ANTARA PIHAK BMT DENGAN PIHAK NASABAH DAN ANALISIS KESESUIAN TERSEBUT DENGAN FATWA DSN-MUI NO. 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 TENTANG PRINSIP DISTRIBUSI HASIL

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA A. Analisa Terhadap Penerapan Sistem Mud{a>rabah Musya>rakah Pada PT. Asuransi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan berdasarkan prinsip syari ah dalam praktiknya di lembaga perbankan syari ah telah membentuk sebuah sub sistem, sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syari

Lebih terperinci

BAB IX MUZARA AH. Bagian Pertama Rukun dan Syarat Muzara ah

BAB IX MUZARA AH. Bagian Pertama Rukun dan Syarat Muzara ah Lampiran 1 BAB IX MUZARA AH Bagian Pertama Rukun dan Syarat Muzara ah Pasal 255 Rukun Muzara ah adalah : a. Pemilik lahan; b. Penggarap; c. Lahan yang digarap; dan d. Akad Pasal 256 Pemilik lahan harus

Lebih terperinci

c. QS. al-ma idah [5]: 6: 78.9&:;8&<,-.,, &DEF2 4A0.0BC 78#1 #F7"; 1, 4&G5)42 # % J5#,#;52 #HI Hai orang yang beriman, janganlah ke

c. QS. al-ma idah [5]: 6: 78.9&:;8&<,-.,, &DEF2 4A0.0BC 78#1 #F7; 1, 4&G5)42 # % J5#,#;52 #HI Hai orang yang beriman, janganlah ke FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 47/DSN-MUI/II/2005 Tentang PENYELESAIAN PIUTANG MURABAHAH BAGI NASABAH TIDAK MAMPU MEMBAYAR Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam

Lebih terperinci

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 29/DSN-MUI/VI/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang PEMBIAYAAN PENGURUSAN HAJI LEMBAGA KEUANGAN SYARI AH Menimbang

Lebih terperinci

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN AKAD KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT SIDOGIRI CAPEM SUKOREJO KOTA BLITAR Pembiayaan take over merupakan pembiayaan yang digunakan

Lebih terperinci

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%:  #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 32/DSN-MUI/IX/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang OBLIGASI SYARIAH Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk instrumen

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP DISKON PEMBELIAN BARANG DALAM TRANSAKSI MURA>BAH}AH DI BMT MANDIRI SEJAHTERA JL. RAYA SEKAPUK KECAMATAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah: Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. 1. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian. Kabupaten Kapuas merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. 1. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian. Kabupaten Kapuas merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Penyajian Data 1. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian a. Letak dan Luas Kabupaten Kapuas merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di Wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

mud}a>rabah dalam usaha peternakan sapi. Yang mana Taufiq sebagai

mud}a>rabah dalam usaha peternakan sapi. Yang mana Taufiq sebagai BAB IV KONSEP BAGI HASIL KERJASAMA PARON PENGGEMUKAN SAPI DI DESA BATAH BARAT KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN BANGKALAN A. Analisis Terhadap Mekanisme Kerjasama Paron Penggemukan Sapi di Desa Batah Barat Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA Lembaga-lembaga keuangan muncul karena tuntutan obyek yang berlandaskan prinsip efisiensi.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BINA AGROBISNIS DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 09/ DSN-MUI/ IV/ 2000

BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BINA AGROBISNIS DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 09/ DSN-MUI/ IV/ 2000 BAB IV ANALISIS PENERAPAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN BINA AGROBISNIS DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 09/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan

Lebih terperinci

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH SESI 14: Akuntansi Sharf Wadiah - Wakalah Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA.,CA AKAD SHARF TUKAR MENUKAR VALAS 2 Definisi Sharf Bahasa: penambahan, penukaran, penghindaran, atau

Lebih terperinci