BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DIABETES MELLITUS Defenisi Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang dihasilkan dari kurangnya ketersediaan insulin atau penurunan efek biologis dari insulin, yang ditandai dengan hiperglikemia. 1,2,5 Diabetes mellitus tipe 2, yang merupakan 90-95% dari populasi diabetes, meliputi individual yang mengalami resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif Klasifikasi Klasifikasi dari diabetes meliputi empat golongan klinis: 1. Diabetes tipe 1 Destruksi sel-β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. A. Immune-mediated B. Idiopathic 2. Diabetes tipe 2 Bervariasi mulai dari resisten insulin dominan disertai defisiensi insulin relative hingga kurangnya sekresi insulin disertai dengan resistensi insulin. 3. Diabetes tipe lain A. Defek genetik sel-β pancreas B. Defek genetik kerja insulin 3,5

2 C. Penyakit-penyakit dari eksokrin pancreas (seperti cystic fibrosis) D. Endokrinopati (akromegali, Cushing s syndrome, glucagonoma, pheochromocytoma, hyperthyroidism, somatostatinoma, aldosteronoma) E. Akibat obat-obatan atau zat kimia (seperti pada pengobatan AIDS atau setelah transplantasi organ) F. Infeksi (rubella kongenital, cytomegalovirus, coxsackie) G. Diabetes imunologis yang jarang ( stiff-person syndrome, anti-insulin reseptor antibodi) H. Sindroma lainnya yang terkadang berkaitan dengan diabetes (Down s syndrome, Klinefelter s syndrome, Turner s syndrome, Wolfram s syndrome, Huntington s chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, myotonic dystrophy, porphyria, Prader-Willi syndrome) 4. Diabetes mellitus gestational (GDM) Epidemiologi Prevalensi DM di dunia telah meningkat drastis selama dua dekade terakhir, dari perkiraan 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 177 juta kasus di tahun Berdasarkan kecenderungan ini, > 360 juta orang diperkirakan akan menderita diabetes pada tahun ,7. Indonesia merupakan negara kedelapan dengan jumlah penderita diabetes dewasa terbanyak di dunia pada tahun 2010, dan diperkirakan menjadi peringkat keenam pada tahun 2030 dengan jumlah penderita diabetes dewasa sebanyak 12 juta orang, dengan penderita terbanyak berada pada rentang usia tahun. 7 Menurut Riskesda 2007 prevalensi DM di Indonesia adalah 5,7%, dengan jumlah kasus sebanyak kasus, dan angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat menjadi 60%, dimana DM menempati urutan ketiga dari penyebab kematian di Indonesia. 8

3 Diagnosis Selama beberapa dekade, diabetes didiagnosis berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik glukosa plasma puasa atau nilai 2-h 75- g oral glucose tolerance test (OGTT). Pada tahun 1997, kriteria diagnostik direvisi oleh Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus dengan mengobservasi hubungan antara kadar glukosa dan munculnya retinophaty. Analisis itu menghasilkan nilai diagnostik yang baru yaitu 126 mg/dl (7.0 mmol/l) untuk glukosa plasma puasa dan ditegaskan dengan nilai glukosa plasma 2 jam setelah puasa 200 mg/dl (11.1 mmol/l). Dengan semakin terstandarisasinya pemeriksaan HbA1C dan hasilnya yang dapat diterapkan pada seluruh populasi, maka ADA menyetujui untuk menggunakan HbA1C sebagai tes untuk mendiagnosa DM dengan nilai 6.5% (tabel 1). 3 Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa untuk Diabetes 3 1. A1C 6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai standar pemeriksaan DCCT.* 2. Glukosa Plasma Puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam.* 3. Glukosa Plasma Dua-jam 200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO, menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan dalam air. 4. Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau krisis hiperglikemik, glukosa plasma random 200 mg/dl (11.1 mmol/l). *Jika tidak ada hiperglikemi yg tegas, criteria 1-3 harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan ulang.

4 Patofisiologi DM tipe 2 dikarakteristikkan dengan sekresi insulin yang terganggu, resistensi insulin, produksi glukosa hepatik yang berlebihan, dan metabolisme lemak abnormal. 1,5 Sebagian besar pasien diabetes mellitus tipe 2 memiliki berat badan berlebih. 5,27 Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. 4,5,27 Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah, akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. 27 Pada tahap awal, toleransi glukosa akan tetap mendekati-normal, meskipun resistensi insulin, karena sel beta pancreas mengimbanginya dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan berkembangnya resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia, sel-sel beta pancreas pada individu tertentu tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia. Impaired Glucose Tolerance (IGT), ditandai dengan meningkatnya glukosa postprandial, akan berkembang. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik memicu timbulnya diabetes dengan hiperglikemia puasa. Akhirnya, kegagalan sel beta dapat terjadi Metabolisme Abnormal Resistensi insulin, menurunnya kemampuan insulin untuk bekerja pada jaringan target (terutama otot, hati dan lemak), merupakan ciri yang menonjol dari DM tipe 2 dan dihasilkan dari kombinasi disposisi genetic dan obesitas. Resistensi insulin mengurangi penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitive-insulin dan meningkatkan keluaran

5 glukosa hepatic; efek keduanya menimbulkan hiperglikemia. 1,5 Gambar 2.1. Skema sederhana jalur sintesis hexosamine. Panah hitam menunjukkan bahwa aliran kedalam jalur sintesis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan glukosa yang masuk atau menghambar glikolisis. 6 Mekanisme tepat bagaimana timbulnya resistensi insulin pada DM tipe 2 belum dapat dijelaskan. Beberapa laboratorium mengusulkan bahwa jalur sintesis hexosamine (HSP) berperan dalam perkembangan resistensi insulin dan komplikasi vaskular pada diabetes. Pada sistem ini terjadi modifikasi protein posttranslational, dimana N- acetylgalactosamine (GlcNAc) diubah menjadi O-linkage (O-GlcNAc), yang bagian modifikasinya (O- GlcNAcylation) berdekatan dengan bagian posporilasi, menunjukkan adanya fungsi regulasi. Fungsi signifikan dari O-GlcNAcylation telah dilaporkan pada beberapa protein, termasuk pada insulin receptor substrates (IRS)-1 dan 2 juga mungkin pada GLUT4. Modifikasi reversibel inilah yang diusulkan oleh banyak peneliti sebagai mekanisme yang menyebabkan peningkatan aktifitas HSP dapat menyebabkan insulin resisten dan komplikasi diabetes. 6

6 Obesitas pada DM tipe 2 juga merupakan bagian dari proses patogenik. Meningkatnya massa adipocyte menyebabkan meningkatnya jumlah asam lemak bebas dan produk sel lemak lainnya yang bersirkulasi. Selain mengatur berat badan, selera makan, dan pengeluaran energy, adipokines (sitokin jaringan lemak) juga mengatur sensitivitas insulin. Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokines dapat menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan hati. Dengan kata lain, asam lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa di otot rangka, memicu produksi glukosa oleh hati, dan merusak fungsi sel beta. Sebaliknya, produksi adiponectin (peptide peka-insulin) oleh adipocyte menurun pada obesitas dan berkontribusi pada terjadinya resistensi insulin hepatik. Produk-produk adipocyte dan adipokines juga menciptakan keadaan inflamasi dan dapat menjelaskan kenapa penanda inflamasi seperti IL-6 dan C-reaktive protein sering meningkat pada DM tipe 2. 1, Sekresi Insulin Berkurang Sekresi dan sensitifitas insulin saling berhubungan. Pada DM tipe 2, sekresi insulin awalnya meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa yang normal. Awalnya, defek sekresi insulin ringan dan hanya melibatkan sekresi insulin yang distimulasi glukosa. Akhirnya, defek sekresi insulin berlanjut ke tahap dimana sekresi insulin sangat tidak adekuat. 1,5 Alasan menurunnya kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum jelas. Asumsinya adalah terdapat defek genetic kedua bertumpang tindih dengan resistensi

7 insulin menuju pada kegagalan sel beta. Lingkungan metabolik diabetes juga memiliki pengaruh negatif terhadap fungsi islet. Contohnya, hiperglikemia kronis akan melemahkan fungsi islet ( glucose toxicity ) dan memperburuk hiperglikemia. Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan perbaikan fungsi islet. Dan juga, peningkatan jumlah asam lemak bebas ( lipotoxicity ) dan lemak makanan dapat juga memperburuk fungsi islet. Massa sel beta menurun pada individu dengan DM tipe 2 yang telah berlangsung lama. 1, Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik dan Lipid Pada DM tipe 2, resistensi insulin di hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis. Akibat resistensi insulin di jaringan lemak dan obesitas, aliran asam lemak bebas dari adipocyte meningkat, menyebabkan meningkatnya sintesa lemak [very low density lipoprotein (VLDL) dan trigliserida] di hati. 5,27 Gambar 2.2. Patofisiologi Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2. 27

8 Komplikasi Kelainan metabolik pada defisiensi insulin yang tidak diterapi secara adekuat akan menyebabkan perubahan yang luas dan ireversibel di dalam tubuh. Di dalam sel glukosa direduksi menjadi sorbitol dan tidak dapat melalui membrane sel. Penumpukan sorbitol di dalam sel menyebabkan pembengkakan sel (A1), di lensa mata hal ini akan menimbulkan katarak (A2), pada sel Schwann dan neuron akan mengurangi konduksi saraf (polineuropati), terutama system saraf otonom, reflex dan fungsi sensorik (A3). 27 Sel yang tidak dapat mengambil cukup glukosa akan menyusut akibat hiperosmolaritas ekstrasel (A4), fungsi sel limposit yang menyusut akan terganggu dan tubuh rentan terhadap infeksi (A5). Hiperglikemi meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinogen, haptoglobin, macroglobulin-α serta factor pembekuan V-VIII (A6), yang meningkatkan viskositas darah sehingga meningkatkan resiko trombosis. Glycoprotein, atau dikenal juga sebagai glikosilasi lanjut produk akhir (AGE) merupakan komponen normal yang ada di membrane basalis pembuluh darah kecil dan kapiler. Peningkat konsentrasi glukosa intraseluler yang dihubungkan dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol pada diabetes mendukung pembentukan AGEs Penumpukan AGEs ini menyebabkan gangguan struktur membrane basalis dengan penurunan permeabilitas dan penyempitan lumen (A7). 1,27 Pada retina menyebabkan timbulnya retinopati (A8), di ginjal akan terjadi glomerulosklerosis yang menyebabkan proteinuria, penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kehilangan glomerulus, hipertensi dan gagal ginjal (A9)

9 Bersama dengan peningkatan VLDL, peningkatan viskositas darah, dan hipertensi mendorong terjadinya makroangiopati (A10). 5,27 Akhirnya, glukosa dapat bereaksi dengan hemoglobin (HbA) untuk membentuk HbA1C, yang peningkatan konsentrasinya di dalam darah menunjukkan keadaan hiperglikemia yang telah berlangsung lama. HbA1C memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen, sehingga sukar melepas oksigen di perifer (A11). Defisiensi insulin yang menetap selanjutnya menyebabkan penurunan konsentasi 2,3-bifosfogliserat (BPG), sehingga memperkuat afinitas hemoglobin terhadap oksigen. 27 Gambar 2.3. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2. 27

10 2.2. TROMBOSIT Produksi Trombosit Trombosit, dihasilkan dari megakariosit sumsum tulang, sebuah sel raksasa yang memiliki 8-32 inti hasil dari pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sel, 2 yang memiliki ukuran 1-2µm. Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoetik. Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Pada berbagai stadium dalam perkembangannya (paling banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti pembentukan mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu membentuk membrane pembatas trombosit. tiap sel megakariosit menghasilkan trombosit. Sehingga diperkirakan akan dihasilkan /ul trombosit per hari. Interval waktu semenjak diferensiasi sel induk sampai produksi trombosit berkisar sekitar 10 hari. 2,28,29 Trombopetin adalah pengatur utama produksi trombosit, dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombopetin meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit. 2,30,31 Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 10 9 /l (rentang x 10 9 /l) dan lama hidup trombosit yang normal adalah 7-10 hari. Hingga sepertiga dari trombosit produksi sumsum tulang dapat terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi jumlah ini meningkat menjadi 90% pada kasus splenomegali berat. 2,30, Morfologi Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adhesi dan agregasi trombosit. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GP Ia). Glikoprotein Ib dan IIb/IIIa penting dalam

11 perlekatan trombosit pada von Willebrand factor (VWF) dan subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit. 30,31,32 Gambar 2.4. Gambaran Skematik Morfologi Trombosit. 12 Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem membrane (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbsi secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor X menjadi Xa dan protrombin (faktor II) menjadi thrombin (faktor IIa). 30,31,32 Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium, nukleotida (terutama ADP, ATP dan serotonin) yang terkandung dalam granula padat. Granula alfa mengandung antagonis heparin, faktor pertumbuhan (PDGF), β-tromboglobulin, fibrinogen, vwf. Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hifrolitik, dan peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular. 30,31, Fungsi Trombosit Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cedera vascular. Tanpa

12 trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting untuk fungsinya. 32,33, Pembentukan Sumbat Trombosit Agar dapat terjadi hemostasis primer yang normal, dan agar trombosit memenuhi tugasnya membentuk sumbat trombosit inisial, maka harus terdapat trombosit dalam jumlah memadai di dalam sirkulasi, dan trombosit tesebut harus berfungsi normal. Fungsi hemostasis normal memerlukan peran serta trombosit yang berlangsung secara teratur, yang penting dalam pembentukan sumbat hemostatik primer. Hal ini melibatkan, pada awalnya, adhesi trombosit, agregasi trombosit dan akhirnya reaksi pembebasan trombosit disertai rekrutmen trombosit lain. 32,34-38 Gambar 2.5. Fungsi normal trombosit Adhesi Trombosit Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Trombosit menjadi aktif apabila terpajan ke kolagen subendotel dan bagian jaringan yang cedera. Adhesi trombosit melibatkan suatu interaksi antara glikoprotein membrane trombosit dan 39

13 jaringan yang terpajan atau cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor protein plasma yang disebut faktor von Willebrand, yang memiliki hubungan yang integral dan kompleks dengan faktor koagulasi antihemofilia VIII plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein Ib membrane trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya lekat trombosit sehingga trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotel atau jaringan yang cedera. Dengan demikian, terbentuk sumbat hemostatik primer atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan rekrutmen trombosit lain menghasilkan suatu massa trombosit lengket dan dipermudah oleh proses agregasi trombosit. 33,34,40, Aggregasi Trombosit Agregasi adalah kemampuan trombosit melekat satu sama lain untuk membentuk suatu sumbat. Agregasi awal terjadi akibat kontak permukaan dan pembebasan ADP dari trombosit lain yang melekat ke permukaan endotel. Hal ini disebut gelombang agregasi primer. Kemudian, seiring dengan makin banyaknya trombosit yang terlibat, maka lebih banyak ADP yang dibebaskan sehingga terjadi gelombang agregasi sekunder disertai rekrutmen lebih banyak trombosit. Agregasi berkaitan dengan perubahan bentuk trombosit dari discoid menjadi bulat. Gelombang agregasi sekunder merupakan suatu fenomena ireversibel, sedangkan perubahan bentuk awal dan agregasi primer masih reversible. 33,34,40,41 In vitro, agregasi dapat dipicu dengan reagen ADP, thrombin, epinefrin, serotonin, kolagen atau antibiotik ristosetin.

14 Agregasi in vitro juga terjadi dalam dua fase; aggregasi primer atau reversible dan agregasi sekunder atau ireversibel. Pengikatan ADP yang dibebaskan dari trombosit aktif ke membrane trombosit akan mengaktifkan enzim fosfolipase, yang menghidrolisis fosfolipid di membrane trombosit untuk menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat adalah precursor mediator kimiawi yang sangat kuat baik pada agregasi maupun inhibisi agregasi yang terlibat dalam jalur prostaglandin. Melalui proses ini, asam arakidonat diubah di sitoplasma trombosit oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida siklik, PGG2 dan PGH2. Stimulator kuat untuk agregasi trombosit, senyawa tromboksan A2, dihasilkan oleh kerja enzim tromboksan sintetase pada berbagai endoperoksidase siklik ini. Tromboksan A2 adalah senyawa yang sangat aktif, tetapi tidak stabil yang mengalami penguraian menjadi tromboksan B2 yang stabil dan inaktif. Tromboksan A2 juga merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mencegah pengeluaran darah lebih lanjut dari pembuluh yang rusak. 33,34,40, Reaksi Pembebasan Pemajanan kolagen atau kerja thrombin menyebabkan sekresi isi granul trombosit yang meliputi ADP, serotonin, fibrinogen, enzim lisosom, β-tromboglobulin dan factor trombosit 4. Kolagen dan thrombin mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat (menyebabkan pelepasan ion

15 kalsium intrasel) menyebabkan terbentuknya tromboksan A2. 33,34,41 Agregasi primer melibatkan perubahan bentuk trombosit dan disebabkan oleh kontraksi mikrotubulus. Gelombang agregasi trombosit sekunder melibatkan terutama pelepasan mediator-mediator kimiawi yang terdapat di dalam granula padat. Pelepasan ini melengkapi fungsi utama ketiga trombosit, yaitu reaksi pembebasan. Reaksi pembebasan diperkuat oleh peningkatan kalsium intrasel, yang semakin mengaktifkan dan meningkatkan pembebasan tromboksan A2. Tromboksan A2 memperkuat agregasi trombosit serta mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar camp trombosit, salah satunya adalah prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh sel endotel vascular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vascular normal. 33,34, Aktifitas Prokoagulan Trombosit Setelah agregasi trombosit dan reaksi pelepasan, fosfolipid membrane yang terpajan (factor trombosit 3) tersedia untuk 2 jenis reaksi dalam kaskade koagulasi. Kedua reaksi yang diperantarai fosfolipid ini bergantung pada ion kalsium. Reaksi pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa dan X dalam pembentukan faktor Xa. Reaksi kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan thrombin dari interaksi factor Xa, Va dan protrombin. Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting. 34,36,41

16 Aggregasi Trombosit Ireversibel Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversible pada trombosit yang beragregasi [ada lokasi cedera vascular. Trombin juga mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk. 34,36, Trombosit pada Diabetes Mellitus Gangguan fungsi trombosit pada pasien dengan DM dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, seperti hiperglikemia, defisiensi insulin, kondisi metabolik yang menyertai, dan abnormalitas seluler lainnya. Hiperglikemia dapat meningkatkan reaktifitas trombosit melalui glikasi protein permukaan trombosit (mengganggu aliran membrane dan oleh karena itu meningkatkan adhesi trombosit), mengaktifkan protein kinase C (mediator aktifasi trombosit), merangsang ekspresi P-selectin (protein adhesi permukaan) dan efek osmotiknya. Defisiensi insulin juga memegang peranan penting dalam gangguan fungsi trombosit melalui mekanisme berbeda, yaitu yang tergantung sindroma resistensi insulin (IRS-dependent), seperti meningkatnya konsentrasi kalsium intraseluler yang mempercepat degranulasi trombosit dan aggregasi trombosit, dan faktor lain yang tidak tergantung IRS, seperti terganggunya respon terhadap NO dan PGI 2, yang meningkatkan reaftifitas trombosit. Kondisi metabolic yang sering menyertai DM juga berperan pada hiperreaktifitas trombosit, termasuk obesitas, dislipidemia, dan meningkatnya inflamasi sistemik. Obesitas, juga berperan dalam disfungsi trombosit, terutama dalam adhesi dan aktifasi, akibat mekanisme seperti meningkatnya konsentasi kalsium

17 sitosolik. Abnormalitas profil lemak, khususnya trigliserida, juga mempengaruhi reaktifitas trombosit melalui mekanisme yang berbeda, termasuk merangsang terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan karakteristik DM, yang meningkatkan reaktifitas trombosit dengan menurunkan produksi NO dan PGI 2 dan memicu timbulnya keadaan prothrombotic melalui peningkatan produksi tissue factor (TF). Pasien dengan DM menunjukkan abnormalitas trombosit lainnya yang dapat meningkatkan adhesi dan aktifasi trombosit, seperti: meningkatnya ekspresi protein permukaan (P-selectin dan GP IIb/IIIa), bertambahnya konsentrasi kalsium sitosolik, meningkatnya signalling P2Y 12, meningkatnya turnover trombosit, dan oxidative stress, yang memicu produksi berlebihan oksigen dan nitrogen reaktif. 10 Aktifasi dari jalur nuclear transcription factor- κb (NF-κB) juga menyebabkan perubahan fungsi endotel kearah prothrombotic, yang bersama dengan gangguan metabolisme trombosit dan perubahan jalur sinyal intratrombosit, menyebabkan terjadinya komplikasi aterothrombotic pada DM. 42 Telah diterima secara umum bahwa pada diabetes distribusi volume trombosit perifer melebar dan bergeser kea rah trombosit 43 yang lebih besar. Trombosit yang lebih besar dan lebih muda dianggap lebih reaktif. Distribusi volume trombosit (biasa diukur sebagai mean platelet volume) berkorelasi positif dengan jumlah reseptor glikoprotein trombosit (GPIb dan GPIIb/IIIa) pada membrane trombosit, kapasitas sintesa tromboxan dan kandungan granul trombosit dari berbagai protein spesifik trombosit. 44 Hal ini dianggap mencerminkan sistem megakariosit-trombosit yang aktif dan meningkatnya turnover. Megakariosit bereaksi terhadap perubahan lingkungan seperti dyslipoproteinemia. Karenanya, ketidakseimbangan endokrin pada DM sepertinya berperan penting. Insulin mempengaruhi ukuran dan maturasi megakariosit pada

18 kultur, yang mengindikasikan kemungkinan pengaruh insulin pada siklus endomitotik megakariosit. 43 Gambar 2.6. Mekanisme Terjadinya Disfungsi Trombosit Pada Diabetes Mellitus. Penelitian sistem megakariosit-trombosit pada saat diabetes timbul dan pada kondisi penggunaan insulin jangka panjang pada tikus dewasa, menunjukkan peningkatan rekrutmen sel-sel progenitor bersama dengan konsumsi megakariosit matang dengan ploid yang lebih tinggi merupakan penjelasan terjadinya peningkatan ukuran dan jumlah, juga ekspresi GPIIb/IIIa, pada onset diabetes dan setelah terapi insulin. Percepatan maturasi megakariosit, bersama dengan dilepasnya sejumlah besar trombosit besar, mencerminkan efek tambahan insulin yang diperantarai oleh berbagai sitokin. 9 43

19 2.3. TES FUNGSI TROMBOSIT Tes fungsi trombosit dimulai dengan dilakukannya bleeding time in vivo oleh Duke pada tahun 1910, 45 dan masih dianggap sebagai tes penyaring fungsi trombosit yang paling bermanfaat hingga awal tahun an Selama tahun terakhir ini, penggunaan bleeding time sudah semakin menurun karena telah diketahui keterbatasannya dan berkembangnya tes penyaring lain yang tidak terlalu invasive. Pada tahun 1960-an ditemukan alat pengukur aggregasi trombosit (light transmission aggregometry [LTA]) yang kemudian merubah cara identifikasi dan diagnosis dari kelainan hemostasis primer. 51,53 LTA masih dianggap sebagai gold standard untuk pemeriksaan fungsi trombosit dan, dengan menambahkan agonis dalam beberapa konsentrasi berbeda pada trombosit yang diaduk (stirred), memungkinkan untuk mendapatkan banyak informasi dari berbagai aspek yang berbeda pada fungsi dan biokimia trombosit. 15 Walaupun LTA telah menjadi gold standard yang tidak tergantikan untuk mendiagnosis kelainan-kelainan yang berkaitan dengan trombosit, juga diketahui dengan baik bahwa LTA tidak menggambarkan fungsi trombosit seperti pada kondisi invivo dengan akurat, dan penggunaannya masih terbatas pada laboratorium-laboratorium umum. Meskipun banyak peneliti yang telah menggunakan flow chambers dan mikroskop untuk mempelajari perilaku trombosit pada keadaan yang menyerupai kondisi in vivo, tes ini masih terbatas pada laboratorium khusus tertentu saja dan tidak ideal untuk digunakan sebagai tes rutin. Hal ini, ditambah dengan kekurangan LTA dan bleeding time, membuka jalan untuk berkembangnya model alat pengukur aggregasi trombosit yang mudah digunakan Light Transmission Aggregometer (LTA) Prinsip Pemeriksaan Tahun 1962 O`Brien dan Born menemukan instrument untuk mengukur aggregasi trombosit yang memakai dasar

20 turbidimetri 45, dan memanfaatkan prinsip bahwa absorben dari suatu suspensi tergantung pada jumlah partikel bukan ukuran. Darah sodium sitrat diputar menggunakan centrifuge berkecepatan rendah (850g selama 3 menit atau 100g selama 10 menit) untuk mendapatkan platelet-rich plasma (PRP) yang dianggap sebagai 0% aggregasi. PRP kemudian dipindahkan ke cuvet dengan stirrer dan diaduk ( rpm) selagi ditambahkan agonis pada suhu 37 0 C. Saat aggregasi terbentuk, jumlah partikel berkurang dan transmisi cahaya meningkat. Platelet-poor plasma (PPP) digunakan sebagai blank untuk aggregometer, dianggap sebagai 100% aggregasi. 39 (gambar 2.7). Gambar 2.7. Respon trombosit yang diukur dalam cuvette aggregometer 53 Untuk mengukur persentasi aggregasi yang terjadi, jarak antara baseline dan 100% aggregasi (B) diukur dan dibandingkan dengan jarak antara baseline dengan amplitudo maksimum yang terbentuk (A). Pembagian nilai A dengan B merupakan persentasi maksimal aggregasi (gambar 2.8). 54

21 Gambar 2.8. Perhitungan persentasi aggregasi trombosit. 54 Agonis yang berbeda akan menghasilkan pola agregasi yang berbeda. Pola agregasi yang tercatat merupakan kurva waktu vs optical density (OD), yang dapat memperlihatkan lag phase, shape phase, dan gelombang pertama dan kedua dari proses aggregasi (gambar 2.9). 55 Gambar 2.9. Tahapan aggregasi trombosit. 55

22 Pola aggregasi trombosit dikenal dengan istilah respon primer trombosit yang timbul akibat penambahan agonis eksogen seperti ADP, diikuti oleh respon sekunder yang timbul dari pelepasan adenine nukleotida yang terdapat dalam dense granul trombosit. Respon tersebut dikenal sebagai gelombang pertama dan kedua (gambar 2.10). Respon bifasik ini dapat tidak terlihat pada penambahan agonis konsentrasi tinggi Gambar Pola biphasic pada aggregasi trombosit Variabel Pemeriksaan Aggregasi Trombosit Venapuncture Pengambilan sampel darah pada orang dewasa dianjurkan untuk menggunakan jarum dengan ukuran 18-20G, sedang pada anak-anak menggunakan jarum berukuran 23-25G. Pengambilan sampel menggunakan syringe lebih dianjurkan dari vacutainer. 54 Peningkatan respon terhadap ADP dosis rendah dijumpai PRP yang diperoleh dari vacutainer. 53

23 Antikoagulan Antikoagulan yang sesuai untuk pemeriksaan aggregasi trombosit adalah sodium sitrat (0,102 M, 0,129 M sitrat buffered atau non buffered) dengan rasio perbandingan 9 bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan. 53,54 Sodium sitrat 0,1 M buffered lebih dianjurka untuk digunakan karena dapat membantu mempertahankan ph, terutama jika sampel harus menunggu 1-2 jam sebelum dikerjakan Tabung Kaca vs Tabung Plastik Pemeriksaan aggregasi trombosit harus menggunakan tabung plastik atau tabung kaca yang dilapisi silikon. Tabung kaca yang tidak dilapisi akan menyebabkan aktivasi platelet, dan akhirnya mempengaruhi hasil Koreksi Jumlah Trombosit Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai perlu atau tidaknya menstandarisasi jumlah trombosit pada PRP yang digunakan untuk pemeriksaan aggregasi trombosit. 53,54,56 Karena telah dilaporkan bahwa variasi respon aggregasi berhubungan dengan jumlah trombosit, perbandingan respon aggregasi pada pasien yang berbeda atau pada penelitian multicenter mengharuskan adanya standarisasi jumlah trombosit. 56 Biasanya pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan pada jumlah trombosit /mm 3. 54

24 Kontaminasi Sel Darah Merah, Hemolisis dan Lipemia Pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan berdasarkan transmisi optikal, adanya partikel kontaminan, seperti sel darah merah, atau lemak dapat mempengaruhi kemampuan aggregometer untuk mengukur aggregasi trombosit dan dapat menyebabkan menurunnya persentasi aggregasi. Sel darah merah yang lisis akan melepaskan ADP, yang dapat menyebabkan trombosit refrakter pada penambahan ADP eksogem 53, Fibrinogen Aggregasi trombosit membutuhkan fibrinogen untuk dapat terjadi. Kadar fibrinogen yang terlalu rendah atau fibrinogen dengan struktur yang abnormal dapat menghambat aggregasi trombosit ph Pemeriksaan aggregasi trombosit sebaiknya dilakukan pada ph 7,2-7,4. Bila ph plasma turun hingga 6,4 maka tidak akan terjadi aggregasi, demikian juga bila ph meningkat hingga diatas 8,0 maka akan terjadi aggregasi spontan. Disarankan untuk menyimpan plasma trombosit pada tabung yang bertutup. 53, Suhu Pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan pada suhu 37⁰ C agar menyerupai susana in

25 vivo, sedangakan untuk penyimpanannya sebelum dilakukan pemeriksaan dianjurkan pada suhu ruangan. 53, Kecepatan Putaran Aggregasi Agar aggregasi terjadi, trombosit harus kontak satu sama lain. Jika agonis ditambahkan pada trombosit yang tidak diputar, maka trombosit hanya akan teraktifasi namun tidak beraggregasi. Kecepatan putaran yang optimal pada setiap alat diperhitungkan berdasarkan tinggi kolom PRP, diameter kuvet, dan ukuran batangan pemutar yang digunakan. 53, Batasan Waktu Pada Aggregasi Trombosit Trombosit membutuhkan waktu satu jam istirahat setelah persiapan PRP untuk mendapatkan respon stabil pada ketiga konsentrasi (2, 5, 10 µm) dari agonis ADP yang digunakan pada pemeriksaan aggregasi. Kestabilan respon trombosit ini akan bertahan selama 3 jam, kemudian akan mulai menghilang dimulai dari konsentrasi ADP yang paling rendah. Karena itu direkomendasikan untuk menyelesaikan pemeriksaan aggregasi dalam waktu kurang dari 3 jam setelah persiapan PRP dilakukan Agonis Penambahan agonis trombosit pada PRP menyebabkan terjadinya aktifasi, perubahan bentuk trombosit dari discoid

26 ke spiny sphere yang berkaitan dengan peningkatan sementara dari optical density. Pengecualian terjadi pada epinephrine dimana tidak dijumpai adanya perubahan bentuk dan ristocetin yang menyebabkan agglutinasi trombosit bukannya aggregasi. Terdapat dua tipe agonis: agonis kuat (kolagen, trombin, TxA2) yang langsung menyebabkan terjadi-nya aggregasi, sintesa TxA2 dan sekresi granul trom-bosit, dan agonis lemah (ADP & epinephrine) yang menyebabkan terjadinya aggregasi tanpa sekresi. Agonis yang sering digunakan antara lain: 1. ADP Konsentrasi ADP 1-10 µm sering digunakan pada pemeriksaan aggregasi trombosit. Konsentrasi rendah ADP dapat menghasilkan kurva tunggal (monophasic) ataupun biphasic. Pada konsentrasi rendah ikatan fibrinogen bersifat reversibel dan trombosit akan disaggregasi. Konsentrasi ADP yang lebih tinggi (10-20 µm) dapat menutupi respon biphasic yang ditimbulkan oleh pelepasan ADP endogen. Aspirin akan menghambat respon aggregasi ADP yang terlihat pada konsentrasi rendah, akibat dihambatnya jalur siklooksigenase dan pelepasan isi granul. 53,54, Epinephrine Pada pemeriksaan aggregasi trombosit konsen-trasi epinephrine yang paling sering dipakai adalah 5-10 µm. Biasanya, respon pertama yang muncul berupa gelombang kecil, terkadang diikuti oleh gelombang kedua yang lebih besar. Gelombang kedua ini dihambat

27 oleh aspirin, NSAIDs, antihistamin, dan beberapa antibiotik. 53,54,56 Epinephrin merupakan agonis yang paling tidak konsisten dari keseluruhan agonis yang sering digunakan. 53,54 Apabila abnor-malitas hanya terlihat pada agonis epinephrine, maka akan meragukan untuk menegakkan diagnosis kelainan berdasarkan hasil tersebut Kolagen Kolagen merupakan agonis yang paling kuat, konsentrasi yang biasa dipakai adalah 1-5 µg/ml. Aggregasi yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase selama 1 menit, ketika trombosit melekat pada fibril kolagen dan mengalami perubahan bentuk dan kemudian pelepasan. Respon aggregasi yang diukur adalah gelombang kedua yang merupakan lanjutan dari peristiwa aktifasi dan pelepasan trombosit. Pada kolagen konsentrasi rendah, respon aggregasi dihambat oleh aspirin dan anti trombosit lainnya. 53,54,56 4. Ristocetin Pada keadaan trombosit normal dan jumlah antigen von Willebrand faktor cukup, antibiotik ristocetin dengan konsentrasi 1,5 mg/ml, menyebabkan agglutinasi trombosit GPIb/VWF-dependent. Bila dijumpai respon abnormal maka kemungkinan penyakit von Willebrand atau sindrom Bernard-Soulier (kekurangan kompleks GPIb-IX-V) harus dipertimbangkan. 53,54

28 5. α-thrombin Merupakan agonis yang sangat kuat, namun pada sediaan PRP, α-trombin akan memotong fibrinogen dan menuntun terjadinya pembentukan bekuan. Konsentrasi α-trombin 0,1-0,5 U/mL dapat digunakan untuk mengaktifasi platelet yang dipersiapkan melalui proses pencucian dan gel-filtered. 53,54 6. Asam Arakidonat Asam arakidonat direaksikan dengan siklooksigenase, akan dikonversikan menjadi thromboxane A2, agonis trombosit yang kuat. Aspirin menghambat siklooksigense dan akan menghambat aggregasi trombosit yang diinduksi oleh asam arakidonat. Pasien yang mengkon-sumsi aspirin atau memiliki gangguan pelepasan intrinsik atau Glanzmann thrombasthenia akan memiliki pola aggregasi abnormal. 53,54 7. Adrenalin Adrenaline berikatan dengan reseptor α 2 -adrenergic yang ada di permukaan trombosit menyebabkan terhambatnya adenyl cyclase dan pelepasan ion kalsium. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 5-10µM. Gelombang aggregasi yang terjadi mirip dengan aggregasi yang diinduksi oleh ADP Obat-obatan yang Mempengaruhi Aggregasi Trombosit Banyak obat-obatan yang dapat mempengaruhi fungsi trombosit. Jika hasil pemeriksaan aggregasi trombosit yang didapatkan tidak menggambarkan suatu kelainan dengan jelas, perlu dipertimbangkan kemungkinan penggunaan

29 obat-obatan dalam seminggu atau 10 hari sebelum pemeriksaan. 1. Antibiotik Antibiotik yang memiliki struktur cincin β-lactam, seperti penicillin dan cephalosporins, dapat menyebabkan terjadi perubahan membran yang menghambat interaksi antara reseptor dan agonis atau mempengaruhi influx kalsium ion Dypiridamole Dipyridamole adalah pyrimidopyrimidine yang menghambat uptake adenosine dalam trombosit, sel endotel dan eritrosit, menyebabkan peningkatan lokal kadar adenosine yang menstimulasi adenilat siklase trombosit dan meningkatkan kadar cyclic 3, 5 - adenosine monophosphate (camp). Peningkatan ini mengurangi kemampuan beraggregasi Fibrinolytik Fibrinolisis dan pembentukan fibrin degradation products (FDPs) berhubungan dengan menurunnya aggregasi trombosit. FDPs bersaing dengan fibrinogen untuk berikatan pada membran trombosit dan mengganggu aggregasi trombosit Dextran Pemberian dextran intravena dapat menyebabkan menurunnya fungsi trombosit. Pada pasien dengan penyakit arteri perifer, Dextran 40 mengurangi terjadinya aggregasi spontan dan yang diinduksi oleh agonis serta

30 ekspresi marker aktifasi seperti P-selectin pada permukaan eritrosit Anastesi Obat-obatan anastesi telah menunjukkan efeknya terhadap respon aggregasi trombosit dan melibat-kan peningkatan resiko terjadinya komplikasi per-darahan. Obat-obatan anastesi seperti lidokain, dibukain, kokain, dll. memiliki efek langsung terha-dap membran trombosit. Penambahan kokain pada trombosit in vitro menyebabkan berkurangnya ikatan fibrinogen dengan reseptor GpIIb-IIIa Inhibitor Trombin Trombin memegang peranan regulasi dalam patofisiologi dari sindroma koroner akut. Trombin memperantarai perubahan fibrinogen menjadi fibrin, mengaktifkan faktor XIII yang menstabilisasi bekuan, dan merupakan agonis trombosit yang kuat. Generasi terbaru dari inhibitor trombin direk yang bekerja secara bebas dari antithrombin III dapat menghambat ikatan bekuan dan trombin juga aktifasi trombosit yang diinduksi oleh trombin Thienopyridines ADP merupakan agonis trombosit yang berfungsi dengan berikatan pada reseptor yang bergandengan dengan protein G, P2Y 1 dan P2Y 12. Reseptor P2Y 12 merupakan reseptor utama pada ADP yang memperantarai ikatan fibrinogen dan mempertahankan respon aggregasi. 53

31 8. Antagonis GpIIb-IIIa Antagonis GPIIb-IIIa berikatan dengan reseptor GPIIb- IIIa (integrin αiibβ3) dan mencegah terjadinya ikatan antara fibrinogen atau VWF pada trombosit yang teraktifasi. Antagonis GPIIb-IIIa, eptifibatide, abciximab, dan tirofiban merupakan yang paling kuat dari seluruh antiplatelet karena ketika berikatan dengan GPIIb-IIIa, aggregasi trombosit terhadap semua agonis (ADP, kolagen) akan dihambat secara signifikan Mean Platelet Volume (MPV) MPV dan trombosit dihitung menggunakan automated blood cells counter yang menggunakan teknologi aperture-impedance untuk mengukur trombosit. Di samping itu, sel-sel difokuskan melewati celah kecil secara hidrodinamik, dan gelombang listrik yang sesuai dengan ukuran dan volume sel dihasilkan. Pemisah autodiscriminators yang bergerak memisahkan antara machine noise pada bagian bawah dan sel darah merah pada bagian atas dari setiap distribusi volume trombosit. MPV dihitung dengan menggunakan rumus: MPV (fl)=pct (%)x1000 Plt (x10 3 /µl), dimana Plt adalah jumlah trombosit dan jumlah partikel diantara pemisah atas dan bawah, Pct merupakan platelet crit dan dihitung secara elektronik dari data histogram. 58

32 Kerangka Teori Genetic Predispotition Environmental Factor Deranged Insulin Release Insulin Resistance Obesity Increased Hepatic Glucose Output Decrease Glucose Uptake Hiperglikemia Tidak terkontrol DM Tipe 2 Terkontrol Hiperaktifitas Trombosit Aktifasi Trombosit Vascular Complications Microcirculatory Disturbance Aterogenesis Trombogenesis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan apheresis baik pada donor darah maupun untuk terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan apheresis baik pada donor darah maupun untuk terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Apheresis Penggunaan apheresis baik pada donor darah maupun untuk terapi pasien, senantiasa melibatkan pentingnya pertimbangan fisiologis. Pemakaian antikoagulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Trombosit 1. Asal Trombosit Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan cara melepaskan diri (fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya (megakariosit) melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TROMBOSIT 2.1.1 Produksi Trombosit Sel trombosit merupakan pecahan fragmen kecil dari sitoplasma megakariosit, berdiameter sekitar 2 5 μm. Ukurannya dapat bervariasi bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Trombosit adalah kepingan darah terkecil dari sel darah. Sel ini berbentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Trombosit adalah kepingan darah terkecil dari sel darah. Sel ini berbentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trombosit 2.1.1 Pengertian Trombosit Trombosit adalah kepingan darah terkecil dari sel darah. Sel ini berbentuk bulat oval atau gepeng tidak berinti dan mempunyai struktur mirip

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Defenisi dan Diagnosis Sindrom Nefrotik Relaps Sering

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Defenisi dan Diagnosis Sindrom Nefrotik Relaps Sering BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Defenisi dan Diagnosis Sindrom Nefrotik Relaps Sering Sindrom nefrotik adalah kondisi klinis yang ditandai dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalsium. Trombosit melekat pada lapisan pembuluh darah yang rombak. (luka) dengan membentuk plug trombosit (Rukman, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalsium. Trombosit melekat pada lapisan pembuluh darah yang rombak. (luka) dengan membentuk plug trombosit (Rukman, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Trombosit Trombosit merupakan elemen terkecil dalam struktur darah, merupakan sel darah yang berperan penting dalam hemostasis, karena granula trombosit mengandung faktor pembekuan

Lebih terperinci

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut America DiabetesAssociation (ADA) tahun 2012, Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2, HbF( fetus) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. HbA 1c (hemoglobin terglikasi /glikohemoglobin/hemoglobin terglikosilasi/ Hb glikat/ghb) 2.1.1Biokimiawi dan metabolisme Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA 1, HbA 2,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sel trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit sumsum

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sel trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit sumsum BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. TROMBOSIT 2.1.1.Produksi Trombosit Sel trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit sumsum tulang. Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2). 53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Lebih terperinci

4 Universitas Sumatera Utara

4 Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stroke Iskemik 2.1.1. Definisi Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih; pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kontributor utama terjadinya aterosklerosis. Diabetes mellitus merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Peningkatan Agregasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes melitus atau DM merupakan penyakit metabolisme karbohidrat yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah suatu kelompok berbagai macam kelainan yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. 14 Gejala khasnya adalah poliuri, polifagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolute atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 patofisiologi dasar : sekresi insulin yang terganggu, resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM seluruh dunia sebanyak 171 juta penderita pada Tahun 2000, dan meningkat, menjadi 366 juta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan mengalami peningkatan di masa datang (Suyono, 2014). Diabetes melitus adalah penyakit

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian darah Darah merupakan jaringan cair yang merupakan bagian terpenting dari sistem transportasi zat dalam tubuh. Darah berfungsi mengangkut semua nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme Pembekuan Darah Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trombosit Trombosit adalah sel darah tak berinti yang berasal dari sitoplasma megakariosit. Hitung trombosit antara 150-400 X 10 9 /ltr, sedangkan umur trombosit berkisar antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan karena kekurangan hormon insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat Sindrom metabolik, juga dikenal sebagai sindrom resistensi insulin atau sindrom X, merupakan istilah yang biasa digunakan

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka a. Kardiovaskuler Penyakit kardiovaskular adalah penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Karena sistem kardiovaskular sangat vital, maka penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 592 juta orang (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 592 juta orang (Kementrian Kesehatan RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) sering dikenal dengan sebutan penyakit kencing manis. DM merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Trombosit merupakan salah satu komponen sel darah yang tidak berinti dalam jumlah normal 150-450x10 9 sel/l. Ukuran sel ini bervariasi dengan rerata diameter 8-10 fl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Berdasarkan penelitian epidemiologi, Word Healty Organitation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes mellitus di atas umur 20 tahun berjumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 11 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 1. Hemostasis (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Evaluasi hemostasis di laboratorium. b. Interpretasi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterkendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat kompleks, seringkali sudah disertai dengan komplikasi mikro maupun makrovaskular.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering diperiksa adalah fungsi agregasi. (Wirawan R, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. yang sering diperiksa adalah fungsi agregasi. (Wirawan R, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trombosit adalah sel darah tak berinti berasal dari sitoplasma megakariosit. Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis dengan pembentukan sumbat hemostatik untuk

Lebih terperinci

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak tubuh dengan berat badan total lebih besar daripada normal, atau terjadi peningkatan energi akibat ambilan makanan yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena adanya suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Selama kehamilan normal, sitotrofoblas vili menginvasi hingga ke sepertiga bagian dalam miometrium, dan arteri spiralis kehilangan endotelium dan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan World Health Organization (WHO) tahun 1995 menyatakan bahwa batasan Berat Badan (BB) normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) memperkirakan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi pada tahun 2030 jumlah penyandang diabetes mellitus di dunia mencapai 388 juta dan di Indonesia mencapai sekitar 21,3 juta.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah bagian dari tubuh yang berbentuk cair dengan jumlah %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah bagian dari tubuh yang berbentuk cair dengan jumlah % BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Darah Darah adalah bagian dari tubuh yang berbentuk cair dengan jumlah 60 80 % dari berat badan, viskositas darah 4,5 kali lebih besar daripada air. Darah terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok berbahaya bagi kesehatan, menyebabkan banyak penyakit dan mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global World Health Organization

Lebih terperinci

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide Obat Penyakit Metformin Biguanide. Obat diabetes ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin, baik pada jaringan hati maupun perifer. Peningkatan sensitivitas

Lebih terperinci

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) PENDAHULUAN Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing BAB V PEMBAHASAN Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing kelompok dapat dilihat pada tabel 11. Peningkatan kadar glukosa darah ini dikarenakan pemberian STZ yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 16 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Kadar Glukosa Darah Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum dan setelah pemberian alloxan, rata-rata kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian

Lebih terperinci

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent BAB 1 PENDAHULUAN Hiperglikemia adalah istilah teknis untuk glukosa darah yang tinggi. Glukosa darah tinggi terjadi ketika tubuh memiliki insulin yang terlalu sedikit atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas merupakan kelainan metabolisme yang paling sering diderita manusia. Saat ini penderita obesitas di dunia terus meningkat. Penelitian sejak tahun 1990-an menunjukkan

Lebih terperinci