Fibya Indah Sari, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fibya Indah Sari, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia"

Transkripsi

1 KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PASCABEDAH DI RUANG PERAWATAN INTENSIF (INTENSIVE CARE UNIT /ICU) RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO TAHUN 0-03 Fibya Indah Sari, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia ABSTRAK Bedah merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, dan berisiko tinggi menyebabkan infeksi. Adanya infeksi harus ditangani dengan antibiotika empiris yang tepat dan rasional. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data penggunaan antibiotika empiris pada pasien pascabedah di Ruang ICU RSAL Dr. Mintohardjo selama periode 0-03 dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan interaksi obat. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik empiris dari rekam medis pasien pascabedah dengan metode retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 99 pasien, dan 35 pasien diterima sebagai sampel penelitian. Pada penilaian terhadap jumlah pasien pascabedah, terdapat 00% pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien,,43% pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi, 0% pasien mendapatkan antibiotik tepat obat, 85,7% pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat, dan 5,43% pasien tidak mengalami interaksi obat. Sehingga dapat disimpulkan pengobatan antibiotik empiris pada pasien pascabedah di RSAL Dr. Mintohardjo tidak rasional. Kata Kunci : Infeksi bedah; antibiotik; kerasionalan ABSTRACT Surgery is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Patient who has infection must be given antibiotic immediately and rationally. The aim of this study was to collect empiric antibiotics usage data in Intensive Care Unit of Naval Hospital Dr. Mintohardjo 0-03 and to evaluate rationality of the administration through the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, and drugs interaction. This retrospective cross-sectional study was done by collecting empiric antibiotics usage data from medical record of postoperative patients on 0-03 using total sampling. Population of study included 99 patients, and 35 patients were accepted as samples of study. Appropriate assessment based on number of postoperative patients, showed 00% appropriate patient,,43% appropriate indication, 0% appropriate drug, 85,7% appropriate dose, and 3,43% no drugs interaction. It was concluded that, empirical antibiotic treatment in postoperative patients in Naval Hospital Dr. Mintohardjo were irrational. Keywords : Surgical infection; antibiotic; rational

2 PENDAHULUAN Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang berperan dalam terapi penyakit dengan melalui prosedur manual (Grill, 0). Setelah dilakukan pembedahan dapat terjadi berbagai komplikasi, salah satunya adalah infeksi. Jenis infeksi yang dapat terjadi dan bakteri penginfeksi merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada infeksi yang terjadi dalam kasus bedah. Contoh infeksi bedah adalah infeksi nosokomial, yaitu pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi aliran darah (bakteremia, SIRS (systemic inflammatory response syndrome), dan sepsis), dan infeksi luka operasi. Selain itu, terdapat infeksi intra abdominal, dan infeksi kulit dan jaringan lunak (Norton, 008). Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 7 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit. Di Indonesia yaitu di 0 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-6% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 00. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (Nugraheni, 0). Salah satu tindakan dalam menangani infeksi bedah adalah pemberian antibiotik. Penanganan pasien di intensive care unit (ICU) terhadap infeksi dibutuhkan terapi lebih cepat, tanpa harus menunggu hasil kepekaan bakteri untuk mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut (Roder, et al., 993). Apabila dicurigai terdapat infeksi, maka antibiotik harus segera diberikan secara empiris. Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi (Menkes, 0). Maka dari itu penanggulangan pemberian antibiotik empiris yang tepat terhadap pasien pascabedah sangat diperlukan. Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo adalah salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta dengan lebih dari 400 pasien setiap harinya. Tindakan bedah merupakan tindakan medis yang banyak dilakukan di rumah sakit ini hampir lebih dari 00 pasien setiap tahunnya, maka dari itu komplikasi seperti infeksi harus menjadi perhatian agar tidak meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada rumah sakit. Namun demikian, belum ada penelitian yang dilakukan mengenai kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah di rumah sakit tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk mengamati kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien bedah di RSAL Dr. Mintohardjo. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah di ruang perawatan intensif RSAL Dr. Mintohardjo,

3 melalui penilaian ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan tidak adanya interaksi obat. TINJAUAN TEORITIS Bedah meerupakan tindakan medis yang dilakukan untuk memengaruhi tubuh manusia secara struktural dengan melukai atau merusak jaringan (Grill, 0). Pembedahan menurut Mayhall Classification dibedakan menjadi empat jenis yaitu bedah bersih, bedah bersih terkontaminasi, bedah kontaminasi, dan bedah kotor. Seluruh jenis pembedahan beresiko tinggi dalam menyebabkan infeksi (SIGN, 008). Gejala yang timbul pada pasien pascabedah yang diduga terinfeksi diantaranya demam, kemerahan, bengkak, nyeri dan kehilangan fungsi. Hasil laboratorium pasien menujukkan jumlah leukosit yang tinggi. Selain itu, terdapatnya eksudat atau purulen juga merupakan ciri-ciri infeksi (Doherty dan Lewrence, 006). Contoh infeksi bedah adalah infeksi nosokomial, yaitu pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi aliran darah (bakterimia, SIRS (systemic inflammatory response syndrome), dan sepsis), dan infeksi luka operasi. Selain itu juga terdapat infeksi intra abdominal, dan infeksi kulit dan jaringan lunak (Norton, 008). Infeksi yang dapat menyebar atau bertahan membutuhkan terapi antibiotik, dipilih berdasarkan tes sensitivitas. Terapi antibiotik harus dimulai segera dan secara empiris, kemudian regimen dapat dimodikasi sesuai hasil kultur darah (O Leary, 996). Suatu pengobatan dikatakan rasional apabila memenuhi beberapa kriteria tertentu, antara lain: tepat penderita, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan cara pemakaian, serta waspada efek samping (Departemen Kesehatan RI, 998).. Tepat penderita Ketepatan pasien mencakup pertimbangan apakah terdapat kontraindikasi penggunaan antimikroba, atau kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual.. Tepat indikasi Indikasi tepat ditandai dengan pembuktian medis bahwa intervensi dengan obat, dalam hal ini berupa antibiotik, memang diperlukan dan telah diketahui memberikan manfaat terapetik. 3. Tepat obat Pemilihan jenis obat harus memenuhi beberapa segi pertimbangan, salah satunya jenis antibiotik yang digunakan sesuai dengan sensitivitas dari kuman yang diduga merupakan

4 penyebab infeksi atau sesuai dengan hasil uji sensitivitas terhadap kuman. 4. Tepat cara pemakaian dan dosis obat Cara pemakaian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetika, yakni cara pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian, pemilihan cara,dan perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya interaksi obat. 5. Waspada efek samping obat Hal ini termasuk pada penilaian kondisi atau faktor yang menyebabkan terjadinya efek samping obat pada penderita. Jika kemudian terjadi efek samping tertentu, harus dipersiapkan bagaimana menentukan dan menanganinya. Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya (Menkes, 0). Antibiotik empiris pada pasien pascabedah diberikan dengan menduga bakteri penyebab infeksi dilihat dari diagnosa, lokasi pembedahan, dan infeksi yang mungkin timbul. Selain itu, pemilihan antibiotik juga berdasarkan panduan dan pemetaan kuman di rumah sakit tersebut. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi survei atau observasional dengan metode retrospektif, dengan desain cross sectional. Data retrospektif yang digunakan adalah data periode 0-03 yang dikumpulkan melalui pengambilan data sekunder berupa rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ ICU), Ruang Administrasi Medis Sentral dan Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Sampel penelitian adalah pasien yang menerima perlakuan bedah di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo pada periode 0-03 yang memenuhi kriteria inklusi, antara lain kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang menerima antibiotik 4 hari atau lebih setelah proses pembedahan dan pasien dengan leukosit tinggi dan atau suhu rendah atau tinggi, sedangkan kriteria eksklusi penelitian adalah pasien memiliki gangguan fungsi organ hati dan ginjal dan pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap, hilang, atau tidak dapat terbaca dengan jelas. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini bakteri penyebab infeksi pada pasien pascabedah di RSAL Dr. Mintohardjo Variabel terikat yang digunakan diantaranya ialah ketepatan antibiotik yang dinilai dari ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan tidak adanya interaksi obat.

5 Pengolahan data yang dilakukan meliputi analisis data deskriptif untuk memperoleh data demografi pasien meliputi jenis kelamin, usia, lama perawatan, diagnosa penyakit, jenis bedah, jenis infeksi yang dapat timbul, dan status pasien; pola penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah (tunggal atau kombinasi); analisis angka sensitivitas antibiotik pada pemetaan kuman secara deskriptif, meliputi jenis spesimen yang banyak dijadikan kultur, jumlah kuman yang terlibat dalam pembuatan peta resistensi, serta tingkat resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik; analisis kerasionalan penggunaan antibiotik meliputi analisis ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan tidak adanya interaksi obat; serta analisis hubungan jumlah pergantian antibiotik dengan lama perawatan. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah dilakukan dengan menggunakan panduan dari Clinical Practice Guideline yang disusun oleh Infectious Diseases Society of America (IDSA), salah satu rumah sakit di Inggris yaitu Royal Devon and Exeter Hospital, Infectious Disease Advisory Board (IDAB), dan Guideline dari Surgical Infection Society (SIS). HASIL PENELITIAN Demografi Pasien Pasien yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 35 pasien. Demografi (persebaran) pasien berdasarkan berbagai karakteristik ditunjukkan pada Tabel. Tabel. Demografi pasien laparotomi berdasarkan berbagai karakteristik Variabel Kategori Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia >65 Lama Perawatan 4-0 (hari) -5 > ,9 45,7 4,9,43 0,00 5,7 5,7 85,7 5,7 8,58

6 Variabel Kategori Jumlah Persentase (%) Diagnosa Penyakit Hernia incisiona abdominal Ileus Paralitik Kanker Leher Kanker Pankreas Kolelitiasis Melanoma Maligna Mioma Uteri Nefrolitihiasis Obstruksi Ileus Peritonitis Prolaps Rekti dan Uteri Subdural Hematoma (SDH) Strok Hemoragik Trauma tumpul abdomen Tumor Cerebri Tumor Kolon Tutup Kolostomi VP Shunt 4 4 6,43 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7,43 5,7 7,4 Jenis Bedah Bilio-digestive bypass Laparotomi Laparotomi eksplorasi Kepala dan Leher Kolesistektomi Kolostomi Kraniotomi Myomektomi Nefrektomi ,9 5,7,43 5,7 8,57 5,7 Infeksi yang Dapat Timbul Infeksi Intra Abdominal Infeksi Luka Operasi Infeksi Saluran Kemih Pneumonia Nosokomial ,57 00,00 8,57 00,00

7 Variabel Kategori Jumlah Persentase (%) Sindrom Respon Inflamasi 35 00,00 Sistemik (SIRS) dan Sepsis Status Pasien Meninggal Pindah Ruangan 3 34,9 65,7 Pola Penggunaan Antibiotik Berdasarkan data rekam medis yang dikumpulkan, didapatkan 35 pasien pascabedah yang masuk kriteria inklusi. Jenis antibiotik yang diberikan pada pasien sangat beragam. Jumlah ini meliputi penggunaan tunggal dan kombinasi, meliputi antibiotik-antibiotik dan antibiotik-antiinfeksi lain. Tabel. Data penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah tahun 0-03 Penggunaan Antibiotik Nama Obat Jumlah Pasien Persentase (%) Meropenem 7, Antibiotik Tunggal Seftriakson 3 4,76 Siprofloksasin,59 Seftazidim,59 Seftriakson dan Gentamisin 4 6,35 Meropenem dan Gentamisin,59 Antibiotik dan Antibiotik Sefotaksim dan Gentamisin,59 Siprofloksasin dan Seftriakson,59 Siprofloksasin, Seftriakson, dan Meropenem,59 Meropenem dan Levofloksasin,59

8 Penggunaan Antibiotik Nama Obat Jumlah Pasien Persentase (%) Seftriakson, Gentamisin, dan Amikasin,59 Amikasin dan Piperasilin Tazobaktam,59 Seftriakson 4 6,35 Sefotaksim 0 5,87 Meropenem 0 5,87 Meropenem dan 4 6,35 Gentamisin Meropenem dan,59 Levofloksasin Sefotaksim dan 3,7 Antibiotik dan Gentamisin Sefotaksim, Metronidazol,59 Antiinfeksi lain Gentamisin, dan Meropenem Meropenem dan,59 Sefoperazon Amikasin dan,59 Piperasilin Tazobaktam Seftriakson dan,59 Siprofloksasin Seftriakson, Amikasin dan Meropenem Fluconazole,59

9 Penggunaan Antibiotik Nama Obat Jumlah Pasien Persentase (%) Antibiotik dan Antiinfeksi lain Amikasin dan Meropenem Amikasin dan Piperasilin Tazobaktam Fluconazole,59,59 Levofloksasin Fluconazole dan,59 Gentamisin Metronidazol,59 Jumlah 63 00,00 Pemetaan Kuman Peneliti melakukan pengambilan data pemetaan kuman untuk mengetahui kuman yang ada di rumah sakit tersebut dan mengetahui angka sensitivitas antibiotik. Peta kuman menunjukkan persentase resistensi dan sensitivitas berbagai bakteri terhadap beberapa jenis antibiotik yang digunakan di rumah sakit ini. Tabel 3. Data profil kuman berdasarkan jenis spesimen uji sensitivitas antibiotika RSAL Dr. Mintohardjo periode 0-03 No Jenis Isolat Jenis Kuman Jumlah % Cairan Sendi Alcaligenes sp 0,9 Cairan Abdomen Pseudomonas sp 0,9 3 Cairan Empedu Pseudomonas sp 0,9 4 Cairan Pleura Pseudomonas sp 0,9 5 Cairan intraabdomen Streptococcus hemolitikus 0,9 6 LCS Coliform 4 0,79 7 Gall Kultur Salmonella typhii 0,39 8 Sekret Mata Streptococcus viridians 0,9

10 No Jenis Isolat Jenis Kuman Jumlah % Pseudomonas sp 0,9 Eschericia coli 0,9 9 Sekret Hidung Eschericia coli 0,9 0 Sekret Vagina Eschericia coli 0,9 Staphylococcus aureus 0,9 Ludah Eschericia coli 0,9 Feses Proteus sp 0,9 Pseudomonas sp 0,9 3 Ujung Cup/Kateter Streptococcus sp 0,9 Eschericia coli 4 0,79 Alcaligenes faecalis 3 0,59 Coliform 3 0,59 Pseudomonas sp 0,39 Staphylococcus aureus 0,9 4 Apusan Tenggorok Streptococcus sp 0,39 Streptococcus pneumonia 0,9 Streptococcus viridans 0,9 Alcaligenes faecalis 0,39 g-streptococcus 0,9 Coliform 3 0,59 Proteus sp 0,9 5 Jaringan Staphylococcus aureus 0,9 Coliform 0,9 Pseudomonas sp 0,9 6 Biakan Bronkus Acetobacter aerogenes 0,9 Staphylococcus aureus 0,9 7 Cairan Pleura Staphylococcus aureus 0,9 8 Cairan Empedu Pseudomonas sp 0,9

11 No Jenis Isolat Jenis Kuman Jumlah % 9 Lemak Abdomen Staphylococcus pyrogenenes 0,9 0 Apusan Vagina Eschericia coli 0,9 Coliform 0,9 Staphylococcus albus 0,9 Darah Alcaligenes faecalis 0,90 Staphylococcus aureus 9,79 Coliform 5 0,99 Streptococcus sp 6,9 Eschericia coli 3 0,59 Pseudomonas sp 3 0,59 Pus Kultur Coliform 34 6,76 Eschericia coli 54 0,73 Proteus sp 3 6,6 Staphylococcus aureus 47 9,34 Pseudomonas sp 4,37 Streptococcus sp 5 0,99 Staphylococcus pyrogenenes 0,39 Aerobacter aerogenes 3 0,59 Alcaligenes faecalis 4,8 Enterobacter cloacae 0,9 Serratia sp 0,9 Streptococcus hemolitikus 6,93 Streptococcus pneumonia 3 0,59 Streptococcus viridans 0,39 3 Sputum Proteus sp 8 5,90 Pseudomonas sp 4 4,77 Coliform 44 8,74 Eschericia coli 0 3,98

12 No Jenis Isolat Jenis Kuman Jumlah % Streptococcus viridians 0,39 Acetobacter aerogenes 0,9 Alcaligenes faecalis 4 0,79 Staphylococcus aureus 6,9 Aerobacter aerogenes 3 0,59 g-streptococcus 0,9 Streptococcus aureus 3 0,59 Candida sp 0,9 4 Urine Eschericia coli 5,98 Alcaligenes sp 0,90 Pseudomonas sp 0,9 g-streptococcus 0,9 Streptococcus hemolitikus 0,39 Staphylococcus aureus 7,39 Proteus sp 0,9 Coliform 4,78 Jumlah 50 00,00 Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pascabedah dengan Peta Kuman Evaluasi kerasionalan antibiotik harus memperhatikan berbagai aspek, salah satunya adalah ketepatan obat yang dilihat dari hasil kultur pasien dan peta kuman rumah sakit. Tabel 4. Penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah dengan sensitivitas peta kuman pada tahun 0 No Jenis Antibiotik Golongan Jumlah Perse Sesitifitas peta kuman yang diberikan penggunaan ntase Staphylococcus Streptococcus Pseudomonas E. coli Coliform pada pasien pascabedah antibiotik (%) Meropenem Karbapenem 0 7,7 70,00 80,00 9,00 97,00 67,00 Sefotaksim Sefalosporin 6,50 0-7,00 0,00 3,00 3 Seftriakson Sefalosporin 3 3,63 35,00 0,00 7,00 9,00 3,00 4 Gentamisin Aminoglikosida,36 35,00 5,00 67,00 54,00 7,00

13 Tabel 5. Penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah dengan sensitivitas peta kuman pada tahun 03 No Jenis Antibiotik Golongan Jumlah Perse Sesitifitas peta kuman yang diberikan penggunaan ntase Staphylococcus Streptococcus Pseudomonas E. coli Coliform pada pasien pascabedah antibiotik (%) Meropenem Karbapenem 4 7,7 49,00 59,00 48,00 88,00 57,00 Seftriakson Sefalosporin 9 3,63 4,00 7,00 7,00 0,00,00 3 Sefotaksim Sefalosporin 5,50-0 7,00,00 6,00 4 Gentamisin Aminoglikosida 9,36 38,00 9,00 4,00 30,00 6,00 5 Levofloksasin Kuinolon,7 4,00 35,00 3,00,00,00 6 Siprofloksasin Kuinolon,7 8,00 35,00 38,00,00,00 7 Sefoperazon Sefalosporin,4 0,00 4,00 38,00 6,00 9,00 8 Seftazidim Sefalosporin,4 8,00 4,00 4,00 6,00,00 9 Amikasin Aminoglikosida,4 69,00,00 73,00 58,00 9,00 0 Piperasilin tazobaktam Penisilin, Analisis Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Penggunaan antibiotik yang rasional dinilai dengan aspek ketepatan, yaitu ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan tidak adanya interaksi obat. Pasien dikatakan mendapat terapi antibiotik secara rasional bila memenuhi evaluasi kelima penilaian ketepatan. Jika terdapat salah satu diantara kelima ketepatan tidak tepat, maka pasien tidak dapat memenuhi evaluasi ketepatan dan dikatan bahwa penggunaan antibiotik tidak rasional. Tabel 6. Distribusi analisis ketepatan antibiotik pada pasien Variabel Kriteria Jumlah Pasien Persentase (%) Ketepatan Pasien Tepat 35 00,00 Tidak tepat 0 0,00 Ketepatan Indikasi Tepat 4,43 Tidak tepat 3 88,57 Ketepatan Obat Tepat 0 0,00 Tidak tepat 00 00,00 Ketepatan Dosis Tepat 30 85,7 Tidak tepat 5 4,9 Tanpa Interaksi Obat Tepat 8 5,43 Tidak tepat 7 48,57

14 Variabel Kriteria Jumlah Pasien Persentase (%) Kerasionalan Rasional 0 0,00 Tidak rasional 00 00,00 Analisis Hubungan Jumlah Pergantian Antibiotik dengan Lama Perawatan Analisis hubungan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi. Nilai korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson dalam program SPSS.0. Tabel 7. Hasil Uji Korelasi Pearson Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R,47,30,709,0 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation,307,6,854,073 c N of Valid Cases 35 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. PEMBAHASAN Demografi Pasien Data persebaran pasien berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa pasien dengan umur dapat menderita penyakit penyerta yang berisiko menyebabkan infeksi pascabedah. Selain itu, data demografi berdasarkan lama perawatan menunjukkan bahwa semakin lama pasien dirawat maka semakin tinggi risiko timbulnya infeksi pascabedah. Data persebaran pasien berdasarkan diagnosa pasien menunjukkan bahwa penyakit yang paling banyak diderita pasien ruang rawat intensif adalah pada bagian kepala dan abdomen. Hal ini juga ditunjukkan pada data persebaran berdasarkan jenis bedah, bahwa tindakan bedah laparotomi dan kraniotomi paling banyak dilakukan. Pola Penggunaan Antibiotik Pola penggunaan antibiotik menunjukkan bahwa meropenem merupakan antibiotik yang paling sering digunakan pada pasien pascabedah, dosis regimen antibiotik tersebut

15 adalah g. Untuk penggunaan kombinasi antibiotik dibagi menjadi dua, yaitu kombinasi antibiotik dengan antibiotik dan kombinasi antibiotik dengan antiinfeksi lain. Pemisahan kombinasi antibiotik dikarenakan metronidazol dapat berperan sebagai antibiotik dan antiparasit. Pasien yang menggunakan kombinasi antibiotik paling banyak menerima seftriakson dan gentamisin. Penggunaan antibiotik kombinasi pada terapi empiris ditujukkan terhadap kelompok pasien yang dicurigai terinfeksi bakteri patogen Penggunaan antibiotik kombinasi ini diharapkan tercapai efektivitas antibiotik, dengan melalui mekanisme kerjanya. Misalnya golongan beta laktam dan aminoglikosida, kombinasi kedua antibiotik ini memanfaatkan mekanisme kerja yang sinergis, yaitu dengan penghambatan dinding sel bakteri yang dapat menyebabkan lisis (bakterisidal) dan penghambatan sintetis protein atau DNA bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Penggunaan kombinasi antibiotik dengan metronidazol, salah satunya dengan antibiotik golongan sefalosporin dan karbapenem diberikan agar mendapatkan target terapi yang luas dan efek kerja yang maksimal. Mekanisme kerja metronidazol sebagai bakterisidal dengan cara menghambat sintesis DNA, sehingga dapat diindikasikan untuk terapi infeksi. Pemetaan Kuman Spesimen terbanyak yang digunakan adalah pus atau apusan luka, darah, urine dan sputum. Bakteri yang banyak ditemukan pada kultur spesimen antara lain Escherichia coli (,6%), kelompok Coliform (0,76%), Alcaligenes faecalis (,98%), Pseudomonas sp. (,78%), dan Proteus sp. (8,38%) yang merupakan bakteri Gram negatif, serta kelompok bakteri Staphylococcus aureus (4,77%) dan Streptococcus sp. (7,99%) yang merupakan bakteri Gram positif. Pada pemetaan kuman tahun 0-03, bakteri yang paling dominan berkembang di RSAL Dr. Mintohardjo adalah Escherichia coli sebanyak,06% kemudian kelompok Coliform sebanyak 0,66%.. Escherichia coli dan kelompok Coliform merupakan bakteri yang banyak menjadi penyebab infeksi luka operasi dan infeksi intra abdominal, terutama pada bedah yang melibatkan area abdomen (Di Piro, 008). Selain itu, Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang tidak selalu patogen namun dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi, mulai dari infeksi kulit hingga bakteremia. Selain itu, bakteri ini termasuk bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial, diantaranya pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi luka operasi karena umum ditemukan pada kulit (Ryan, Ray, et al., 004; Norton, 008).

16 Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pascabedah dengan Peta Kuman Evaluasi kerasionalan antibiotik harus memperhatikan berbagai aspek, salah satunya adalah ketepatan obat yang dilihat dari hasil kultur pasien dan peta kuman rumah sakit Namun, hanya sebagian kecil pasien pascabedah yang melakukan kultur sehingga hanya digunakan peta kuman rumah sakit dalam menilai ketepatan obat. Dengan melihat angka sensitivitasnya dapat ditentukan antibiotik yang baik digunakan.penggunaan antibiotik meropenem sering digunakan sebagai terapi terhadap pasien pascabedah. Analisis Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Aspek ketepatan pasien ini dinilai dengan melihat kondisi individual pasien, peneliti menilai dari hasil laboratorium pasien. Karena peneliti telah mengeksklusikan pasien dengan hasil laboratorium, baik tes ginjal maupun hati, maka penilaian aspek ketepatan pasien ini telah tepat seluruhnya. Penilaian ketepatan indikasi dilakukan dengan membandingkan diagnosis penyakit dan jenis bedah dengan pedoman penggunaan antibiotik pada literatur. Setelah melihat diagnosis dan jenis bedah yang dilakukan, peneliti dapat memprediksi infeksi yang dapat timbul. Penilaian ketepatan obat dilakukan dengan membandingkan pedoman penggunaan antibiotik dengan pemetaan kuman di RSAL Dr. Mintohardjo. Pada hasil analisis data terlihat bahwa terdapat angka yang tinggi pada ketidaktepatan obat yaitu 00,00%. Angka ini menunjukkan bahwa pemberian antibiotik sudah tidak efektif lagi untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tinggi risikonya untuk menyebabkan infeksi pada pasien pascabedah. Penilaian ketepatan dosis dan interaksi obat disesuaian dengan panduan literatur yang berlaku. Setelah data ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan interaksi obat disesuaikan dengan panduan yang digunakan untuk menentukan kerasionalan penggunaan antibiotik pada masing-masing pasien. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada 35 (00%) pasien menerima antibiotik yang tidak rasional penggunaannya. Ketidakrasionalan paling banyak disebabkan oleh ketidaktepatan obat. Analisis Hubungan Jumlah Pergantian Antibiotik dengan Lama Perawatan Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan antara jumlah pergantian antibiotik dengan lama perawatan, yang ditujukkan dengan nilai probabilitas kurang dari 5%, P-value yang diperoleh sebesar 0.0 sehingga keputusannya adalah menolak H 0. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara banyaknya pergantian antibiotik dengan lama hari

17 perawatan. Nilai korelasinya juga positif yang artinya hubungan antara banyaknya pergantian antibiotik dengan lama hari perawatan itu searah. Artinya, semakin lamanya hari perawatan akan menambah banyaknya pergantian antibiotik, atau bisa juga sebaliknya. KESIMPULAN. Pasien paling banyak menerima meropenem sebagai terapi antibiotik tunggal, sedangkan seftriakson dan gentamisin sebagai terapi antibiotik kombinasi, serta kombinasi meropenem-metronidazol dan sefotaksim-metronidazol sebagai kombinasi antibiotik dengan antiinfeksi lain.. Secara empiris tidak terdapat pasien yang menerima antibiotik secara rasional. SARAN. Tim kesehatan disarankan membuat buku panduan mengenai pemberian antibiotik empiris untuk pasien pascabedah.. Sebaiknya perlu dipertimbangkan oleh rumah sakit untuk melakukan kultur bakteri pada seluruh pasien bedah. 3. Sebaiknya dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pascabedah setelah memperoleh hasil kultur bakteri. DAFTAR REFERENSI Departemen Kesehatan RI. (998). Materi Pelatihan Penggunaan Obat yang Rasional Untuk Dokter Puskesmas. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Di Piro J.T., Talbert, R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. (997). Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach. Connecticut: Appleton & Lange, pp Doherty, Gerard M., Way, Lewrence, W. (006). Current Surgical Diagnosis Treatment. New york: McGraw-Hill. Grill, C. (0). State of the states: defining surgery. Bulletin of the American College of Surgeons, 97(5): 7 9.

18 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (0). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 406/MENKES/PER/XII/0. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Norton, Jefrey A., et al. (008). Surgery Basic Science and Clinical Evidence. New York: Springer. Nugraheni, Ratna., Suhartono., Winarni, Sri. (0). Infeksi nosocomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Medikal Kesehatan Masyarakat Indonesia vol no April 0. O Leary, J.Patrick. (993). The Physiologic Basis of Surgery nd Edition. United States: Williams & Wilkins Company. Roder, B.L., et al Antibiotic Usage in an Intensive Care Unit in a Danish University Hospital. Journal of Antimicrobial Chemotherapy: 993; 3; Scottish Intercollegiate Guidelines Network. (008). Quick reference guide: Antibiotic prophylaxis in surgery principles. Maret, 04.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian

Lebih terperinci

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian (Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda

Lebih terperinci

Azizah Nurrakhmani, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah. Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok,

Azizah Nurrakhmani, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah. Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PENDERITA SINDROM RESPONS INFLAMASI SISTEMIK (SIRS) DI RUANG PERAWATAN INTENSIF (INTENSIVE CARE UNIT /ICU) RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO PADA

Lebih terperinci

KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS LAPAROTOMI DI RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT TAHUN 2012

KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS LAPAROTOMI DI RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT TAHUN 2012 KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS LAPAROTOMI DI RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT TAHUN 2012 Rafika Fathni, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah Program Studi Sarjana Farmasi,

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN PENDERITA PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG PERIODE JANUARI JUNI 2015 EVALUATION OF ANTIBIOTIC USE AT CHILDRENS

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Enterobacter sp. ini sering menyebabkan infeksi saluran kemih, berhubungan erat dengan trauma dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi sering diderita oleh masyarakat kita, salah satu infeksi yang diketahui adalah infeksi organ urogenitalia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA TERAPI EMPIRIS DENGAN KEPEKAAN BAKTERI DI ICU RSUP FATMAWATI JAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA TERAPI EMPIRIS DENGAN KEPEKAAN BAKTERI DI ICU RSUP FATMAWATI JAKARTA HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA TERAPI EMPIRIS DENGAN KEPEKAAN BAKTERI DI ICU RSUP FATMAWATI JAKARTA Siti Fauziyah 1, Maksum Radji 1, Nurgani A. 2 1 Departemen Farmasi, FMIPA Universitas Indonesia

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 1) EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014 2) 1) Abraham Sanni 1), Fatimawali 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang menyerang manusia yang disebabkan oleh berbagai macam mikroba patogen, salah satunya bakteri. Untuk menanggulangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan sehingga dapat menurunkan mutu pelayanan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Isolat Pseudomonas aeruginosa

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ABSTRAK Maria Roberty Tressy Da Helen Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat menyebabkan keadaan yang invasif pada pasien dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAK SESUAIAN PENGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN UJI KEPEKAAN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAK SESUAIAN PENGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN UJI KEPEKAAN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN MAKARA, KESEHATAN, VOL. 8, NO. 1, JUNI 2004: 21-26 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAK SESUAIAN PENGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN UJI KEPEKAAN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2001 2002 Refdanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN 62 62 63 63 64 Lampiran 3 SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN Berdasarkan penjelasan dan permohonan penulis yang sudah disampaikan kepada saya bahwa akan dilakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Lisa Citra N. Kuluri 1), Fatimawali

Lebih terperinci

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO Sanubari Rela Tobat, M. Husni Mukhtar dan Ida Hot Duma Pakpahan Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta kematian neonatus setiap tahun, 98% terjadi di negara berkembang. Penyebab paling umum kematian

Lebih terperinci

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA Utami, A.A.I.A.Y.T 1., Niruri, R 1., Ariawati, K 2 1 Jurusan Farmasi-Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare, infeksi saluran nafas, malaria, tuberkulosis masih menjadi penyebab utama kematian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme atau parasit dalam jaringan tubuh (1). Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di

Lebih terperinci

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh : POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER 2014 Oleh : DASTA SENORITA GINTING 120100251 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3 INTISARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DAN PNEUMONIA SERTA TB PARU STUDI DESKRIPTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Lisa Ariani 1 ; Erna

Lebih terperinci

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun... Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun di Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Sumbersari Periode 1 Januari-31 Maret 2014 (Study of Antibiotics Use on ARI Patients in Under

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu isu yang menjadi perhatian dunia dengan adanya globalisasi teknologi dan informasi adalah keselamatan pasien dan pengetahuan masyarakat tentang pelayanan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Subjek Penelitian Dari data pasien infeksi saluran kemih (ISK) yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada jangka waktu Januari 2001 hingga Desember 2005

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan jumlah rekam medik yang tercatat dengan kode tindakan operasi pada semua bagian periode bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan standar, terjadi resistensi terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007 ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007 Fransisca Maya Angela, 2010; Pembimbing I Pembimbing II : J. Teguh Widjaja, dr., Sp P : Evi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bedah caesar semakin meningkat setiap tahunnya baik di negara maju maupun berkembang. Di Inggris disampaikan bahwa terjadi kenaikan yakni 12% pada tahun

Lebih terperinci

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2011 ANTIBIOTIC SENSITIVITY OF SEPSIS PATIENTS IN THE INTENSIVE CARE UNIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016 23 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS JAKARTA UTARA PERIODE TAHUN 2016 Rahayu Wijayanti, Okpri Meila, Annisa Septiyani Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J PERBEDAAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI BERDASARKAN KATEGORI OPERASI PADA PASIEN BEDAH YANG DIBERIKAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus merupakan bakteri koagulase negatif, kecuali Staphylococcus aureus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 Nita Kristiani, 2010; Pembimbing I : Penny Setyawati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan inflamasi di bagian sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini berupa deskriptif non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lebih dari 80 tahun, antibiotik digunakan untuk menyembuhkan infeksi akibat bakteri baik yang didapatkan dari komunitas maupun di rumah sakit. Akan tetapi, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan penyakit infeksi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.

Lebih terperinci

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012 44 Artikel Penelitian Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 21 - Desember 212 Novilla Rezka Sjahjadi, Roslaili Rasyid, Erlina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

MATA KULIAH Onkologi dan Kemoterapi

MATA KULIAH Onkologi dan Kemoterapi RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH Onkologi dan Kemoterapi Tim Pengampu : Nurrochmad, MSi, (Koord) drh. Retno, PhD Dra. Sri Kadarinah, PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan lebih dari seperempat masyarakat Indonesia pernah mengalami infeksi pernafasan, dengan prevalensi infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatal merupakan penyebab penting morbiditas, lamanya tinggal di rumah sakit, dan kematian pada bayi. 1 Pola penyakit penyebab kematian menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam merespon pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi masalah utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia termasuk Indonesia. Infeksi dapat terjadi pada pasien pasca bedah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross-sectional terhadap data sekunder berupa rekam

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross-sectional terhadap data sekunder berupa rekam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional terhadap data sekunder berupa rekam medis yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang sudah terdaftar dan hanya diproduksi oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu

Lebih terperinci