KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS LAPAROTOMI DI RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT TAHUN 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS LAPAROTOMI DI RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT TAHUN 2012"

Transkripsi

1 KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS LAPAROTOMI DI RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT TAHUN 2012 Rafika Fathni, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Abstrak Laparotomi merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, yang berisiko tinggi mengalami infeksi, yang dicegah dengan antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik profilaksis yang dilakukan secara empiris dapat menyebabkan banyak dampak negatif jika dilakukan tanpa pengkajian kerasionalan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penggunaan antibiotik profilaksis dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi dari rekam medis pasien yang menerima prosedur laparotomi pada bulan Januari Desember 2012 secara retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 486 pasien, dan 161 pasien diterima sebagai sampel penelitian, dengan total administrasi antibiotik profilaksis laparotomi sebanyak 230 kali. Hasil penelitian menunjukkan pola penggunaan antibiotik profilaksis yang kebanyakan diberikan adalah antibiotik profilaksis tunggal (57,14%), dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim (34,78%). Penggunaan antibiotik profilaksis yang memenuhi kriteria tepat indikasi adalah 54,78%, tepat obat 3,48%, dan tepat dosis 88,70%. Namun demikian, dari seluruh sampel penelitian tidak ada yang dapat dikategorikan rasional dilihat dari ketepatan indikasi, obat, dan dosis. Kata kunci: antibiotik; laparotomi; profilaksis; rasional Abstract Laparotomy is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Surgical site infection is usually prevented by administration of prophylaxis antibiotics. Empirical administration of prophylaxis antibiotics without rationality study can cause many negative impacts. The aim of this study was to collect prophylaxis antibiotics usage data and to evaluate rationality of the administration, observed from the accuracy of indication, medication, and dose. This retrospective cross-sectional study was done by collecting laparotomy prophylaxis antibiotics usage data from medical record of patients who had received laparotomy procedure on January December 2012 using total sampling. Population of study included 486 patients, and 161 patients were accepted as samples of study, with total 230 times administration of laparotomy prophylaxis antibiotics. The results showed that most of antibiotic prophylaxis were given as single type antibiotic (57.14%), and the most antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime (34.78%). Patients given prophylaxis antibiotics with rational indication were 54.78%, only 3.48% were given the appropriate medication, and 88.70% were given antibiotics with the right dose. However, among all samples, none was considered rational in terms of indication, medication, and dose accuracy. Keywords : antibiotic; laparotomy; prophylaxis; rational

2 PENDAHULUAN Salah satu prosedur bedah yang banyak dilakukan adalah laparotomi, yang termasuk operasi besar dan menyebabkan banyak perlukaan, sehingga risiko terjadinya infeksi luka operasi laparotomi cukup tinggi (Goldman, 2007). Menurut Emori dan Gaynes (1993), sekitar 10% hingga 30% pasien operasi pada area gastrointestinal mengalami infeksi luka operasi (ILO). ILO rata-rata menyebabkan lebih dari 60% pasien dirawat di unit perawatan intensif (Intensive Care Unit), harus kembali dirawat di rumah sakit lima kali atau lebih, meningkatkan total biaya perawatan hingga 225% untuk ILO laparotomi dan 77% pada ILO area kolon, serta meningkatkan tingkat mortalitas pasien dibandingkan dengan pasien tanpa infeksi luka operasi (Kirkland, Briggs, Trivette, Wilkinson, dan Sexton, 1999). ILO juga merupakan insiden pasca operasi yang paling banyak terjadi, merupakan tipe infeksi nosokomial kedua terbanyak, dan salah satu penyebab utama kematian pasien di dunia (Karnadihardja, 1990). Infeksi nosokomial untuk luka bedah di Indonesia mencapai 18,3%, dan menyebabkan kematian lebih dari orang setiap harinya di dunia (Djojosugito, Roeshadi, Pusponegoro, dan Supardi, 2001). Salah satu tindakan pencegahan ILO adalah dengan pemberian antibiotik profilaksis, namun dalam penggunaannya masih terdapat beberapa kesalahan. Pasien Rumah Sakit Kanker Dharmais di Jakarta sebanyak 84,68% menerima antibiotik profilaksis tidak tepat waktu dan 81,98% menerima antibiotik profilaksis dalam kurun waktu lebih dari 24 jam Desiana, Soemardi, dan Radji, 2008). Penggunaan antibiotik secara tidak rasional dapat memperpanjang masa infeksi, memperburuk kondisi klinis, serta menyebabkan penggunaan antimikroba tingkat lanjut yang lebih mahal dengan efek samping dan toksisitas yang lebih besar pada pasien (Departemen Kesehatan RI, 2011). Prinsip penggunaan antibiotik yang rasional, termasuk antibiotik profilaksis, mencakup tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat rute pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Pemberian antibiotik profilaksis yang optimal dan rasional dapat menurunkan tingkat kejadian ILO hingga 5,6% (Evans, Classen, Pestotnik, et al., 1994). Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo adalah salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta dengan lebih dari 400 pasien setiap harinya. Tindakan bedah laparotomi darurat maupun elektif banyak dilakukan setiap tahunnya di rumah sakit ini. Namun demikian, belum ada penelitian yang dilakukan mengenai kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis di rumah sakit tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan antibiotik profilaksis serta menganalisis kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat.

3 TINJAUAN TEORITIS Bedah adalah perlakuan untuk tujuan diagnosis atau terapi suatu kondisi penyakit dengan alat yang dapat melokalisasi pengaruh atau melakukan pemindahan jaringan manusia hidup, yang melibatkan laser, gelombang ultrasonik, ionisasi, radiasi, pisau bedah, dan jarum (Grill, 2012). Kelas bedah atau operasi dapat dibedakan berdasarkan risiko terjadinya infeksi menjadi empat kelompok, antara lain operasi bersih, bersih-terkontaminasi, kontaminasi, dan kotor (NNIS, 2004). Contoh operasi bersih yang umum dilakukan adalah sirkumsisi (khitan), yakni keadaan pra bedah bersih merupakan kondisi tanpa luka dan proses bedah memperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik. Operasi bersih-kontaminasi memiliki kondisi pra bedah hampir mirip dengan operasi bersih, namun operasi dilakukan pada saluran pencernaan, urogenital, dan/atau melibatkan pemasangan drain, contohnya caesar (sectio caesarea) dan cholecystectomy. Operasi terkontaminasi adalah pembedahan yang melibatkan daerah dengan luka kurang dari 6 jam (Golden period) dengan atau tanpa zat asing pada luka, atau merupakan tindakan darurat yang mengabaikan prosedur aseptik dan antiseptik. Operasi kotor merupakan pembedahan yang melibatkan daerah dengan luka terbuka selama lebih dari 6 jam, luka dengan tanda-tanda klinik infeksi, atau luka perforasi (perlubangan) organ, misalnya operasi dengan perforasi diverkulitis atau operasi yang melewati daerah purulen (inflamasi bakterial), misalnya pada operasi infeksi usus besar (Mangram, Horan, Pearson, Silver, dan Jarvis, 1999). Laparotomi merupakan tindakan pembuatan insisi melalui dinding abdomen untuk mengakses rongga peritoneal, rongga preperitoneal, maupun rongga retroperitoneal, dengan tujuan eksplorasi (pengamatan), diagnosis, maupun terapi (Grill, 2012). Operasi ini diindikasikan untuk semua kelainan intraabdomen yang memerlukan operasi, baik darurat maupun elektif. Menurut Norton, Barie, dan Bollinger (2008), berdasarkan tekniknya, laparotomi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yakni insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision) dan insisi pada garis transversal abdomen (pfannenstiel incision). Laparotomi merupakan operasi besar, dan sebagian laparotomi termasuk operasi bersih-terkontaminasi yang menimbulkan banyak komplikasi, antara lain abses, infeksi luka operasi, gas gangrene, hematoma, perdarahan, dan lain-lain (Pessaux, Msika, Atalla, et al., 2003). Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/ Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi bakteri pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah operasi atau dalam waktu 1 tahun apabila terdapat implan (Hidajat, 2009). Menurut National Nosocomial Infection Surveillance (2004), terdapat 3 kriteria infeksi luka operasi, yaitu superficial incision SSI (infeksi luka operasi superfisial),

4 deep incisional SSI (infeksi luka operasi dalam), dan organ/space SSI (infeksi luka operasi organ/rongga tubuh). Bakteri yang menyebabkan infeksi pasca operasi berbeda-beda, tergantung pada kondisi dan jenis operasi, serta pola penyebaran mikroorganisme di lokasi operasi (Di Piro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, Posey, 1997). Pencegahan infeksi pasca bedah pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip bedah. Penggunaan antimikroba profilaksis di kamar operasi bertujuan untuk mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan, misalnya dengan mengurangi jumlah bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi pada operasi bersih terkontaminasi (Potter dan Perry, 2005). Dasar pemilihan jenis antibiotik untuk tujuan profilaksis antara lain antibiotik harus sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri patogen terbanyak pada kasus bersangkutan, berspektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi bakteri, memiliki toksisitas rendah, tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anestesi, bersifat bakterisida, dan harganya terjangkau. Sefalosporin generasi I II dianjurkan untuk digunakan sebagai profilaksis bedah, dan pada kasus-kasus yang dicurigai melibatkan bakteri anaerob dapat ditambahkan metronidazol. Tidak dianjurkan menggunakan sefalosporin generasi III dan IV, golongan karbapenem, dan golongan kuinolon untuk profilaksis bedah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi survei atau observasional dengan metode retrospektif, dengan desain cross sectional. Data retrospektif yang digunakan adalah data periode Januari Desember 2012 yang dikumpulkan melalui pengambilan data sekunder berupa rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Administrasi Kamar Operasi, Ruang Administrasi Medis Sentral dan Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat pada tanggal 15 Februari hingga 16 April Sampel penelitian adalah pasien yang menerima perlakuan laparotomi di Kamar Bedah Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo pada bulan Januari Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi, antara lain kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang menerima administrasi antibiotik profilaksis sebelum operasi, sedangkan kriteria eksklusi penelitian adalah pasien yang menerima tindakan laparotomi berupa sectio caesarea dan pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap, hilang, atau tidak dapat terbaca dengan jelas.

5 Pengolahan data yang dilakukan meliputi analisis data deskriptif untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi karakteristik data demografi pasien, meliputi jenis kelamin, umur, hasil diagnosa penyakit, dan jenis operasi yang dijalani; analisis pengaruh jenis kelamin dan umur terhadap diagnosa penyakit pasien; analisis data deskriptif untuk mengetahui jenis antibiotik profilaksis yang digunakan, pola penggunaan antibiotik profilaksis (tunggal atau kombinasi), dan antibiotik apa yang banyak digunakan sebagai profilaksis baik secara tunggal maupun kombinasi; analisis data peta resistensi bakteri terhadap antibiotik secara deskriptif, meliputi jenis spesimen yang banyak dijadikan kultur dalam uji resistensi, spesies bakteri yang paling banyak ditemukan pada kultur pus/apusan luka pasien, serta tingkat resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik; analisis ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis dari masing-masing jenis antibiotik profilaksis laparotomi, serta kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi pada setiap pasien, yang dilakukan secara deskriptif. Kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dilakukan dengan menggunakan panduan dari New York Presbyterian Hospital dan Peraturan Kementerian Kesehatan nomor 2406 tahun Dilakukan juga analisis regresi logistik binomial untuk mengetahui pengaruh jenis antibiotik yang digunakan sebagai laparotomi terhadap hasil sensitif pada uji resistensi bakteri Escherichia coli, Coliform, dan Staphylococcus sp. yang diperoleh dari peta resistensi bakteri RSAL Dr. Mintohardjo tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi penelitian, yakni seluruh pasien RSAL Dr. Mintohardjo yang menerima tindakan bedah laparotomi, berjumlah 486 pasien. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 161 orang pasien. Demografi (persebaran) pasien berdasarkan berbagai karakteristik ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Demografi pasien laparotomi berdasarkan berbagai karakteristik Variabel Kategori Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki 40 24,85 Perempuan ,15 Umur , , , , , , , , ,48 Diagnosa Penyakit Apendisitis 3 1,86 Apendisitis akut 3 1,86

6 Kolelitiasis 39 24,22 Hernia incisiona abdominal 1 0,62 Hipersplenisme 1 0,62 Kanker serviks 1 0,62 Kanker ovarium 1 0,62 Kanker rektusigmoid 1 0,62 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) 5 3,11 Kista ovarium 35 21,74 Mioma geburt 1 0,62 Mioma uteri 33 20,50 Nefrolithiasis 2 1,24 Obstruksi apendiks 1 0,62 Obstruksi ileus 10 6,21 Pendarahan postpartum 1 0,62 Peritonitis 5 3,11 Prolapsus uteri 2 1,24 Retensi plasenta 1 0,62 Retinoblastoma metastase 1 0,62 Striktura uretra 1 0,62 Trauma abdomen akut 2 1,24 Tumor abdomen 6 3,73 Tumor kolon 1 0,62 Tumor kolon sigmoid 2 1,24 Vulnus sclopetarium 2 1,24 Jenis Operasi Kolesistektomi 35 21,74 Histerektomi 12 7,45 Kistektomi 7 4,35 Laparoskopi 1 0,62 Laparotomi sederhana 69 42,86 Laparotomi eksploratif 31 19,25 Myomektomi 3 1,86 Nefrektomi 2 1,24 Ovarektomi 1 0,62 Pola Penggunaan Antibiotik Antibiotik Tunggal 92 57,14 Antibiotik Kombinasi 69 42,86 Data persebaran pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa pasien perempuan jauh lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki, dan berdasarkan diagnosa penyakit diperoleh bahwa penyakit yang banyak diderita oleh pasien laparotomi adalah kista ovarium dan mioma uteri. Data jenis kelamin dan diagnosa penyakit kemudian dihubungkan dengan uji kai-kuadrat, dan diperoleh hasil bahwa ada pengaruh antara jenis kelamin terhadap diagnosa penyakit pasien. Data rentang usia pasien juga menunjukkan bahwa pasien paling banyak berada pada rentang usia tahun. Analisis kai-kuadrat pada data tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kelompok usia dengan diagnosa penyakit (Tabel 2). Data demografi pasien berdasarkan diagnosa penyakit menunjukkan bahwa penyakit yang paling banyak diderita pasien laparotomi adalah kolelitiasis, mioma uteri, kista ovarium, obstruksi ileus, dan tumor abdomen. Meskipun kebanyakan penyakit yang memerlukan

7 tindakan laparotomi merupakan penyakit dengan prevalensi rendah, banyak pasien RSAL Dr. Mintohardjo yang baru menerima laparotomi setelah penyakit memerlukan pertolongan darurat, dan pada kondisi darurat inilah biasanya infeksi pada luka operasi berisiko cukup tinggi terjadi. Dosis regimen antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan secara tunggal adalah 1 g seftriakson dan 1 g sefotaksim, masing-masing pada 32 pasien (34,78%). Mayoritas pasien yang menerima antibiotik profilaksis kombinasi diberikan 1 g ampisilin dan 80 mg gentamisin, yakni sebanyak 32 pasien (46,38%). Data penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Analisis kai-kuadrat data demografi pasien laparotomi di RSAL Dr. Mintohardjo tahun 2012 Variabel 1 Variabel 2 p Jenis Kelamin Diagnosa Penyakit 0,000 Usia Diagnosa Penyakit 0,000 Tabel 3. Data penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien laparotomi RSAL Dr. Mintohardjo tahun 2012 Pola Penggunaan Antibiotik Antibiotik Kombinasi Antibiotik Tunggal Nama Generik Nama Generik Dosis Antibiotik 1 Antibiotik 2 Dosis Jumlah % Ampisilin 1 g Gentamisin 40 mg 1 1,45 80 mg 32 46, mg 17 24,64 Sefotaksim 1 g Gentamisin 80 mg 2 2,90 Seftriakson 1 g Gentamisin 80 mg 7 10, mg 8 11,59 Seftriakson 2 g Gentamisin 80 mg 2 2,90 Jumlah ,00 Ampisilin 1 g - 2 2,17 2 g - 1 1,09 Seftazidim 1 g - 1 1,09 Sefoperazon 1 g - 1 1,09 Sefotaksim 1 g ,78 2 g - 2 2,17 Seftriakson 1 g ,78 2 g - 9 9,78 Gentamisin 80 mg - 2 2, mg - 1 1,09 Meropenem 250 mg - 1 1,09 1 g - 7 7,61 Siprofloksasin 500 mg - 1 1,09 Jumlah ,00

8 Penggunaan antibiotik profilaksis yang diperoleh dari data tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan pedoman yang digunakan, karena kebanyakan antibiotik yang digunakan sebagai profilaksis laparotomi merupakan antibiotik berspektrum kerja luas, antara lain antibiotik golongan kuinolon, sefalosporin generasi III dan IV, serta golongan karbapenem. Namun demikian, seftriakson dan sefotaksim sebagai profilaksis sudah digunakan secara luas sebagai antibiotik profilaksis di berbagai rumah sakit di dunia. Seftriakson telah dibuktikan lebih efektif dalam mencegah infeksi luka operasi (Esposito, Noviello, Vanasia, dan Venturino, 2004). Penggunaan sefalosporin golongan III dan IV sebagai profilaksis laparotomi ini diduga disebabkan oleh resistensi bakteri penyebab infeksi di RSAL Dr. Mintohardjo yang sangat tinggi terhadap antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II. Rumah sakit lokasi penelitian juga tidak melakukan pengadaan sediaan antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II dalam bentuk injeksi, sehingga tidak tersedia untuk digunakan sebagai profilaksis laparotomi. Antibiotik kombinasi yang digunakan sebagai profilaksis di RSAL Dr. Mintohardjo terdiri dari dua antibiotik, dan dalam setiap kombinasi salah satunya adalah gentamisin. Gentamisin digunakan sebagai kombinasi dengan sefalosporin atau penisilin untuk meningkatkan aktivitasnya, sebab kombinasi tersebut dapat menunjukkan aktivitas bakterisidal pada strain bakteri yang diklaim telah resisten terhadap ampisilin dan penisilin. Antibiotik digunakan secara kombinasi untuk mencegah resistensi strain bakteri tersebut terhadap gentamisin (Villar, Jugo, dan Farinati, 1994). Penggunaan meropenem dan siprofloksasin sangat jarang dan tidak disarankan terlalu sering diberikan sebagai profilaksis, karena selain kedua antibiotik ini termasuk antibiotik berspektrum luas (broad spectrum), penggunaanya cukup baru dan efektivitasnya tinggi, sehingga penggunaannya secara luas dapat dengan cepat meningkatkan resistensi berbagai bakteri terhadap antibiotik tersebut (Nester, 1998). Bagaimanapun, siprofloksasin dalam hal ini digunakan sebagai profilaksis dalam laparotomi eksploratif pada penyakit striktura uretra atau penyempitan saluran urinasi, dimana siprofloksasin merupakan antibiotik yang direkomendasikan sebagai terapi lini pertama penyakit tersebut (Solomkin, Mazuski, Bradley, et al., 2010), sehingga penggunaannya sebagai profilaksis dalam hal ini dapat diterima. Bakteri yang ditemukan pada kultur spesimen yang diperoleh dari pasien antara lain Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. yang merupakan bakteri Gram positif, serta kelompok bakteri Coliform, Pseudomonas sp., Proteus sp., Alcaligenes sp., Aerobacter sp.,

9 dan Acetobacter sp. yang merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri yang paling banyak ditemukan dari spesimen yang digunakan adalah bakteri kelompok Coliform dan Escherichia coli, yakni pada 46 kultur spesimen terdapat bakteri kelompok Coliform (18,62%), dan pada 57 kultur spesimen pasien ditemukan bakteri Escherichia coli (23,08%). Jika seluruh kultur spesimen uji dimana terdapat bakteri Staphylococcus sp. digabungkan, baik yang bersifat hemolitik maupun tidak, jumlahnya juga cukup banyak, yaitu 48 spesimen (19,43%). Kultur pus atau apusan luka yang mengindikasikan infeksi pada luka diuji, dan diperoleh bahwa jenis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah bakteri Escherichia coli, yaitu ditemukan tumbuh pada 33 kultur (13,36%). Bakteri lainnya yang banyak ditemukan adalah Staphylococcus aureus pada 30 kultur (12,15%), dan Proteus sp., Alcaligenes sp., serta Pseudomonas sp. yang ditemukan pada masing-masing 12 kultur (4,86%). Data lengkap mengenai peta resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6. Tabel 4. Data profil kuman berdasarkan jenis spesimen uji sensitivitas antibiotik RSAL Dr. Mintohardjo periode Januari Desember 2012 No. Jenis Isolat Jenis Kuman Jumlah % 1 Cairan Sendi Alcaligenes sp. 1 0,40 2 Sekret Mata α-streptococcus 1 0,40 Pseudomonas sp. 1 0,40 3 Ludah Escherichia coli 1 0,40 4 Feses Proteus sp. 1 0,40 5 Ujung Cup/Ujung Kateter 6 Apusan Tenggorok 7 Jaringan 8 Biakan Bronkus Streptococcus sp. 1 0,40 Escherichia coli 2 0,81 Streptococcus sp 1 0,40 Streptococcus pneumoniae 1 0,40 Staphylococcus aureus 1 0,40 Coliform 1 0,40 Pseudomonas sp. 1 0,40 Acetobacter aerogenes 1 0,40 Staphylococcus aureus 1 0,40 9 Cairan Pleura Staphylococcus aureus 1 0,40 10 Cairan Empedu Pseudomonas sp. 1 0,40 11 Lemak Abdomen Staphylococcus pyrogenes 1 0,40 12 Apusan Vagina Escherichia coli 1 0,40 13 Apusan Tenggorok Streptococcus sp 1 0,40 Alcaligenes sp. 8 3,24 14 Darah Staphylococcus aureus 4 1,62 Coliform 3 1,21 Streptococcus sp. 6 2,43

10 No. Jenis Isolat Jenis Kuman Jumlah % Coliform 15 6,07 Escherichia coli 33 13,36 Proteus sp. 12 4,86 Staphylococcus aureus 30 12,15 15 Pus Pseudomonas sp. 12 4,86 Streptococcus sp. 5 2,02 Staphylococcus pyrogenes 1 0,40 Aerobacter aerogenes 1 0,40 Alcaligenes sp. 12 4,86 Proteus sp. 3 1,21 Pseudomonas sp. 14 5,67 Coliform 20 8,10 16 Sputum Escherichia coli 10 4,05 α-streptococcus 2 0,81 Acetobacter aerogenes 1 0,40 Alcaligenes faecalis 4 1,62 Staphylococcus aureus 1 0,40 Escherichia coli 10 4,05 Alcaligenes sp. 1 0,40 Pseudomonas sp. 1 0,40 17 Urine γ-streptococcus 1 0,40 Streptococcus sp. (haemolyticus) 2 0,81 Staphylococcus aureus 7 2,83 Proteus sp. 1 0,40 Coliform 7 2,83 Jumlah ,00

11 Tabel 5. Data jumlah kuman yang terlibat dalam pembuatan peta resistensi bakteri terhadap antibiotik di RSAL Dr. Mintohardjo periode Januari Desember 2012 No. Jenis Kuman Jumlah % 1 Acetobacter aerogenes 2 0,81 2 Aerobacter aerogenes 1 0,40 3 Alcaligenes sp ,53 4 a-streptococcus 3 1,21 5 Coliform 46 18,62 6 Escherichia coli 57 23,08 7 g-streptococcus 2 0,81 8 Proteus sp. 17 6,88 9 Pseudomonas sp ,15 10 Staphylococcus aureus 45 18,22 11 Staphylococcus pyrogenes 2 0,81 12 Streptococcus pneumoniae 1 0,40 13 Streptococcus sp. (anhaemolyticus) 1 0,40 14 Streptococcus sp. (haemolyticus) 14 5,67 Jumlah ,00 Tabel 6. Peta resistensi bakteri dari kultur pus/apusan luka pasien RSAL Dr. Mintohardjo periode Januari-Desember 2012 Spesies Bakteri Staphylococcus sp. Coliform Escherichia coli Status Resistensi Terhadap Antibiotik (%) AMP CFP CTX CAZ CRO CIP GN MEM S I R S I R S I R Data resistensi bakteri terhadap antibiotik memperlihatkan bahwa mayoritas bakteri, baik Gram positif maupun Gram negatif, sudah resisten terhadap lebih dari 10 jenis antibiotik dari berbagai golongan. Escherichia coli dan bakteri golongan Coliform yang merupakan bakteri yang paling tinggi kemungkinannya untuk menyebabkan infeksi pada luka operasi laparotomi sekaligus bakteri yang paling banyak terdapat di lingkungan RSAL Dr. Mintohardjo, sudah resisten pada hampir seluruh antibiotik yang digunakan sebagai

12 profilaksis di RSAL Dr. Mintohardjo, antara lain sefoperazon, sefotaksim, seftazidim, seftriakson, siprofloksasin, dan sefepim. Ampisilin yang ditujukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri kokus Gram positif seperti Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. juga sudah tidak efektif lagi untuk menghambat pertumbuhan bakteri tersebut, terlihat dari resistensi masing-masing bakteri terhadap ampisilin yang sudah lebih dari 50%. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu yang panjang pada pasien diduga menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, terlebih lagi karena pasien yang diambil jaringannya untuk dikultur merupakan pasien yang menerima terapi antibiotik secara empiris namun tidak kunjung sembuh. Fokus penilaian kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis yang diamati meliputi ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Data kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi RSAL Dr. Mintohardjo tahun 2012 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 7. Ketidaktepatan indikasi paling banyak disebabkan karena penggunaan seftriakson dan sefotaksim yang termasuk sefalosporin generasi 3, dan meropenem yang termasuk golongan karbapenem, dimana kedua golongan antibiotik tersebut tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai profilaksis secara rutin karena berspektrum luas, sehingga dapat meningkatkan risiko timbulnya resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut. Data yang diperoleh juga menunjukkan bahwa hampir semua antibiotik profilaksis yang digunakan sudah tidak efektif lagi untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang paling tinggi risikonya untuk menyebabkan infeksi pada luka operasi laparotomi. Berdasarkan ketepatan dosis, kebanyakan antibiotik profilaksis telah digunakan secara tepat dosis. Antibiotik yang digunakan secara tidak tepat dosis adalah gentamisin, yang digunakan lebih dari 120 mg pada 25 pasien dan kurang dari 1,5 mg/kg pada 1 pasien secara kombinasi dengan ampisilin atau seftriakson. Gentamisin memiliki efek samping nefrotoksik sehingga perlu berhati-hati dalam penggunaannya. Dosis gentamisin seharusnya disesuaikan dengan berat badan pasien, namun dosis antibiotik tersebut dalam penggunaannya sebagai profilaksis laparotomi di RSAL Dr. Mintohardjo biasanya disesuaikan dengan dosis lazim saja.

13 Tabel 7. Data evaluasi penggunaan antibiotik laparotomi RSAL Dr. Mintohardjo tahun 2012 berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis Variabel Kriteria Jumlah Administrasi Antibiotik Persentase (%) Ketepatan Indikasi Tepat indikasi ,78 Tidak tepat indikasi ,22 Ketepatan Obat Tepat obat 8 3,48 Tidak tepat obat ,52 Ketepatan Dosis Tepat dosis ,70 Tidak tepat dosis 26 11,30 Kerasionalan Rasional 0 0,00 Tidak rasional ,00 Ketidakrasionalan penggunaan antibiotik profilaksis paling banyak disebabkan oleh ketidaktepatan obat, yaitu sebanyak 222 kali pemberian pada 153 pasien (95,03%). Uji kaikuadrat yang dilakukan menunjukkan bahwa jenis antibiotik berpengaruh terhadap sensitivitas bakteri Escherichia coli, kelompok bakteri Coliform, dan Staphylococcus sp (Tabel ). Uji regresi logistik yang dilakukan terhadap data peta resistensi bakteri Escherichia coli menunjukkan bahwa meropenem merupakan antibiotik yang paling besar memberikan hasil sensitif, sedangkan siprofloksasin adalah antibiotik yang paling kecil memberikan hasil sensitif, artinya pada setiap 1 kali penggunaan siprofloksasin, kemungkinan diperoleh hasil resisten lebih besar dibandingkan dengan pemberian antibiotik lain. Uji regresi logistik juga dilakukan terhadap data resistensi kelompok bakteri Coliform dan Staphylococcus sp. Sefotaksim merupakan antibiotik yang paling kecil memberikan hasil sensitif pada kelompok bakteri Coliform, dan meropenem memberikan hasil sensitif paling besar. Ampisilin paling sedikit memberikan hasil sensitif pada Staphylococcus sp., sedangkan yang paling besar kemungkinannya untuk memberikan hasil sensitif adalah sefotaksim. Data lengkap mengenai hasil uji regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Data hasil uji regresi logistik jenis antibiotik dengan sensitivitas bakteri Escherichia coli, Coliform, dan Staphylococcus sp Spesies/Kelompok Bakteri Jenis Antibiotik Konstanta Regresi Odds Ratio Escherichia coli Sefotaksim -0,938 0,391 Seftriakson -0,814 0,443 Seftazidim -0,231 0,794 Sefoperazon -1,068 0,344 Meropenem 3,239 25,500

14 Siprofloksasin -1,349 0,260 Konstanta 0,288 1,333 Spesies/Kelompok Bakteri Jenis Antibiotik Konstanta Regresi Odds Ratio Sefotaksim -0,860 0,423 Seftriakson -0,375 0,688 Seftazidim -0,375 0,688 Coliform Sefoperazon -0,375 0,688 Meropenem 2,023 7,562 Siprofloksasin 0,606 1,833 Konstanta -1,012 0,364 Ampisilin -0,272 0,762 Sefotaksim 21, ,67 Seftriakson 0,651 1,917 Staphylococcus sp. Seftazidim 0,261 1,298 Sefoperazon 0,818 2,266 Meropenem 1,173 3,231 Siprofloksasin 0,131 1,140 Konstanta -0,325 0,722 Bagaimanapun, kerasionalan penggunaan antibiotik di RSAL Dr. Mintohardjo tidak dapat langsung disimpulkan tidak rasional secara keseluruhan, karena terdapat banyak hal yang memengaruhi keputusan dokter bedah untuk menggunakan antibiotik tersebut. Misalnya dalam penggunaan sefalosporin generasi III dan IV sebagai profilaksis, dapat disebabkan oleh terlalu rendahnya efektifitas penghambatan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi oleh sefalosporin generasi I dan II, dan resistensi bakteri terhadap sefalosporin generasi III dan IV yang masih relatif rendah walaupun sudah lebih dari 50%. KESIMPULAN Pasien yang menjadi sampel penelitian berjumlah 161 pasien, dan dari data pasien tersebut diperoleh total 230 kali administrasi antibiotik profilaksis. Pasien yang menerima antibiotik profilaksis tunggal sebanyak 92 pasien (57,14%) dan yang menerima antibiotik profilaksis kombinasi sebanyak 69 pasien (42,86%). Antibiotik tunggal yang paling banyak digunakan adalah sefotaksim dan seftriakson dengan dosis 1 g, masing-masing diberikan kepada 32 pasien (34,78%), sedangkan antibiotik kombinasi yang paling banyak digunakan adalah ampisilin 1 gram dan gentamisin 80 mg, yaitu pada 32 orang (46,38%). Pengkajian kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi di RSAL Dr. Mintohardjo menunjukkan bahwa administrasi antibiotik profilaksis yang tepat indikasi berjumlah 126 kali pemberian (54,78%), tepat obat 8 kali pemberian (3,48%), dan tepat dosis 204 kali pemberian

15 (88,70%). Tidak ada pasien yang menerima antibiotik profilaksis laparotomi secara rasional jika dilihat dari data ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. SARAN Dokter bedah disarankan menelaah panduan yang berlaku lebih lanjut, atau melakukan penyusunan panduan pemberian antibiotik profilaksis bedah bagi kalangan sendiri. Evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi secara evidence-based pada periode tertentu atau perputaran penggunaan antibiotik profilaksis yang tepat indikasi dan efektif disarankan untuk dilakukan untuk mencegah berkembangnya resistensi lebih lanjut pada bakteri penginfeksi. Selain itu, diperlukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dengan kejadian infeksi luka operasi laparotomi, serta faktor-faktor yang memengaruhinya. KEPUSTAKAAN Departemen Kesehatan RI. (2011). Masalah Kebal Obat Masalah Dunia. Dikutip 15 Oktober 2012, dari halaman web Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan: masalah-kebal-obat-masalah-dunia&catid=38:berita&itemid=82. Desiana, Lydia S., Soemardi, Ajoedi., Radji, Maksum. (2008). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis di Ruang Bedah Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta dan Hubungannya dengan Kejadian Infeksi Daerah Operasi. Indonesian Journal of Cancer, 2(4): Di Piro J.T., Talbert, R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. (1997). Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach. Connecticut: Appleton & Lange, pp Djojosugito, MA., Roeshadi, D., Pusponegoro, AD., Supardi, I. (2001). Buku Manual Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Emori, T.G., Gaynes, R.P. (1993). An overview of nosocomial infections, including the role of the microbiology laboratory. Clin. Microbiol Rev. 6(4): Esposito, S., Noviello, S., Vanasia, A., dan Venturino, P. (2004). Ceftriaxone versus Other Antibiotics for Surgical Prophylaxis: A Meta-Analysis. Clin Drug Investig. 24(1): Evans, RS., Classen, DC., Pestotnik, SL., et al. (1994). Improving empiric antibiotic selection using computer decision support. Archives of Internal Medicine, 154(8):

16 Goldman, Maxine A. (2007). Pocket Guide to the Operating Room Third Edition. Philadelphia: F.A.Davis Company. Grill, C. (2012). State of the states: defining surgery. Bulletin of the American College of Surgeons, 97(5): Hedrick, T.L., Turrentine, F.E., Smith, R.L., et al. (2007). Single Institutional Experience eith the Surgical Infection Prevention Project in Intra Abdominal Surgery. Surgical Infectioms 8(4): Hidajat, Nucki N. (2009). Pencegahan Infeksi Luka Operasi. Bandung: FK-UNPAD/Bag. Orthopaedi & Traumatologi RS. Hasan Sadikin. Karnadihardja W. (1990). Tinjauan terhadap Penelitian Infeksi Nosokomial di RS Hasan Sadikin dalam Usaha Penggunaan Antimikroba secara Rasional. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 2406/MENKES/PER/XII/2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kirkland, Kathryn B., Briggs, Jane P., Trivette, Sharon L., Wilkinson, William E., dan Sexton, Daniel J. (1999). The Impact of Surgical Site Infections in the 1990s: Attributable Mortality, Excess Length of Hospitalization, and Extra Costs. Infection Control and Hospital Epidemiology, 20(11): Mangram, A., Horan, T., Pearson, M., Silver, L., dan Jarvis, W. (1999). Guidelines for prevention of surgical site infection. Infection Control and Hospital Epidemiology, 20(4): 247. Dikutip 20 Oktober 2012, dari halaman web CDC: Nester, E.W., et al. (1998). Microbiology, A Human Perspective 2 nd edition. New York: McGraw-Hill. NNIS. (2004). National Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) System Report, data summary from January 1992 through June Dikutip 20 Oktober 2012, dari halaman web CDC: Norton, J.A., Barie, P.S., Bollinger, R.R. (2008). Surgery: Basic Science and Clinical Evidence. New York: Springer. Pessaux P., Msika S., Atalla D., et al. (2003). Risk factors for postoperative infectious complications in colorectal abdominal surgery: a multivariate analysis based on a prospective multicenter study of 4718 patients. Arch. Surg. 138(3): Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

17 Solomkin, J.S., Mazuski, J.E., Bradley, J.S., et al. (2010). Diagnosis and management of complicated intra-abdominal infection in adults and children: guidelines by the Surgical Infection Society and the Infetious Diseases Society of America. Clin. Infect. Dis. 50(2): Villar, H., Jugo, M., dan Farinati, A. (1994). Efficacy of gentamycin combined with betalactam antibiotics against penicillin-resistant and non-resistant Streptococcus agalactiae. Enferm Infecc Microbiol Clin. 12(8):

Fibya Indah Sari, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

Fibya Indah Sari, Maksum Radji, dan Siti Fauziyah Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PASCABEDAH DI RUANG PERAWATAN INTENSIF (INTENSIVE CARE UNIT /ICU) RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARDJO TAHUN 0-03 Fibya Indah Sari, Maksum Radji, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Caesar (Sectio Caesarea) di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center (PMC) Tahun 2014

Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Caesar (Sectio Caesarea) di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center (PMC) Tahun 2014 Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(2), 303-307 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (p- ISSN: 2407-7062 e-issn: 2442-5435) diterbitkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia - Sumatera Barat homepage: http://jsfkonline.org

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan jumlah rekam medik yang tercatat dengan kode tindakan operasi pada semua bagian periode bulan

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 1) EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014 2) 1) Abraham Sanni 1), Fatimawali 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bedah caesar semakin meningkat setiap tahunnya baik di negara maju maupun berkembang. Di Inggris disampaikan bahwa terjadi kenaikan yakni 12% pada tahun

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN PENDERITA PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG PERIODE JANUARI JUNI 2015 EVALUATION OF ANTIBIOTIC USE AT CHILDRENS

Lebih terperinci

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012 44 Artikel Penelitian Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 21 - Desember 212 Novilla Rezka Sjahjadi, Roslaili Rasyid, Erlina

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXON DAN NON-CEFTRIAXON TERHADAP KEJADIAN SURGICAL SITE INFECTION

PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXON DAN NON-CEFTRIAXON TERHADAP KEJADIAN SURGICAL SITE INFECTION PERBANDINGAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS CEFTRIAXON DAN NON-CEFTRIAXON TERHADAP KEJADIAN SURGICAL SITE INFECTION PASCA KOLESISTEKTOMI Studi pada Pasien Kolesistolitiasis yang dilakukan Laparoskopik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare, infeksi saluran nafas, malaria, tuberkulosis masih menjadi penyebab utama kematian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan sehingga dapat menurunkan mutu pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian (Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu isu yang menjadi perhatian dunia dengan adanya globalisasi teknologi dan informasi adalah keselamatan pasien dan pengetahuan masyarakat tentang pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi sering diderita oleh masyarakat kita, salah satu infeksi yang diketahui adalah infeksi organ urogenitalia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAK SESUAIAN PENGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN UJI KEPEKAAN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAK SESUAIAN PENGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN UJI KEPEKAAN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN MAKARA, KESEHATAN, VOL. 8, NO. 1, JUNI 2004: 21-26 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAK SESUAIAN PENGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN UJI KEPEKAAN DI RUANG INTENSIF RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2001 2002 Refdanita

Lebih terperinci

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat menyebabkan keadaan yang invasif pada pasien dengan penyakit kritis maupun pasien yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu infeksi nosokomial yang sering terjadi. Infeksi ini dapat menyebabkan ketidakmampuan fungsional, stress, penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Infeksi Luka Operasi Menurut kamus kedokteran Dorland (2012) infeksi merupakan masuknya mikroorganisme yang memperbanyak diri di jaringan tubuh yang menyebabkan peradangan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA TERAPI EMPIRIS DENGAN KEPEKAAN BAKTERI DI ICU RSUP FATMAWATI JAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA TERAPI EMPIRIS DENGAN KEPEKAAN BAKTERI DI ICU RSUP FATMAWATI JAKARTA HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA TERAPI EMPIRIS DENGAN KEPEKAAN BAKTERI DI ICU RSUP FATMAWATI JAKARTA Siti Fauziyah 1, Maksum Radji 1, Nurgani A. 2 1 Departemen Farmasi, FMIPA Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Lisa Citra N. Kuluri 1), Fatimawali

Lebih terperinci

Pencegahan Infeksi Luka Operasi Dr. Nucki N Hidajat, SpOT(K), M.Kes, FICS FK-UNPAD/Bag. Orthopaedi & Traumatologi RS. Hasan Sadikin Bandung

Pencegahan Infeksi Luka Operasi Dr. Nucki N Hidajat, SpOT(K), M.Kes, FICS FK-UNPAD/Bag. Orthopaedi & Traumatologi RS. Hasan Sadikin Bandung Pencegahan Infeksi Luka Operasi Dr. Nucki N Hidajat, SpOT(K), M.Kes, FICS FK-UNPAD/Bag. Orthopaedi & Traumatologi RS. Hasan Sadikin Bandung PENDAHULUAN Ilmu mengenai infeksi berkembang diawali oleh Hipocrates

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan pada struktur traktus urinarius. (1) Saluran

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ABSTRAK Maria Roberty Tressy Da Helen Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang

Lebih terperinci

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008 Nita Kristiani, 2010; Pembimbing I : Penny Setyawati.

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI 2013 - JUNI 2014 Fahijratin N.K.Mantu 1), Lily Ranti Goenawi 1),

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN OPERASI APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI TAHUN 2013 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN OPERASI APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI TAHUN 2013 SKRIPSI 1 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN OPERASI APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.MOEWARDI TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: NOFIAH MAR ATUS SULIKHAH K 100 100 180 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari Juni Oleh : LANDONG SIHOMBING

Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari Juni Oleh : LANDONG SIHOMBING Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari Juni 2015 Oleh : LANDONG SIHOMBING 120100122 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 Profil Infeksi Luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Enterobacter sp. ini sering menyebabkan infeksi saluran kemih, berhubungan erat dengan trauma dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki batu empedu yang memiliki diameter >3cm dan pasien yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki batu empedu yang memiliki diameter >3cm dan pasien yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cholecystolithiasis merupakan pembentukan batu empedu yang berlokasi di kandung empedu. 1 Sekitar 10%-15% penduduk Amerika Serikat memiliki batu empedu. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Isolat Pseudomonas aeruginosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Infeksi merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI Oleh : CANTIKA NUKITASARI K100130065 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pola Penggunaan Antibiotik Post Operasi pada Pasien yang Menjalani... (Imaniar Noor Faridah) 51

Pola Penggunaan Antibiotik Post Operasi pada Pasien yang Menjalani... (Imaniar Noor Faridah) 51 Pola Penggunaan Antibiotik Post Operasi pada Pasien yang Menjalani... (Imaniar Noor Faridah) 51 POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK POST OPERASI PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI GASTROINTESTINAL THE PATTERN OF

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Umur dan Penyakit Penyerta... (Imaniar Noor Faridah, dkk) 187

Pengaruh Umur dan Penyakit Penyerta... (Imaniar Noor Faridah, dkk) 187 Pengaruh Umur dan Penyakit Penyerta... (Imaniar Noor Faridah, dkk) 187 PENGARUH UMUR DAN PENYAKIT PENYERTA TERHADAP RESIKO INFEKSI LUKA OPERASI PADA PASIEN BEDAH GASTROINTESTINAL THE INFLUENCE OF AGE AND

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Multidrug-Resistant (MDR) didefinisikan sebagai organisme yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang dilakukan di Paris, didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme atau parasit dalam jaringan tubuh (1). Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang menyerang manusia yang disebabkan oleh berbagai macam mikroba patogen, salah satunya bakteri. Untuk menanggulangi

Lebih terperinci

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI Oleh: RATNANINGTYAS SULISTYANINGRUM K100120154 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lebih dari 80 tahun, antibiotik digunakan untuk menyembuhkan infeksi akibat bakteri baik yang didapatkan dari komunitas maupun di rumah sakit. Akan tetapi, penggunaan

Lebih terperinci

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO Sanubari Rela Tobat, M. Husni Mukhtar dan Ida Hot Duma Pakpahan Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam merespon pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi masalah utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia termasuk Indonesia. Infeksi dapat terjadi pada pasien pasca bedah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan penyakit infeksi ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M, dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II: Yanti Mulyana, Dra., Apt., DMM., MS.

ABSTRAK. Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M, dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II: Yanti Mulyana, Dra., Apt., DMM., MS. ABSTRAK POLA DAN KEPEKAAN MIKROORGANISME HASIL KULTUR URINE PASIEN RAWAT INAP DI RUANG ICU RS IMMANUEL BANDUNG TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PERIODE 2006 2008 Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah satunya adalah infeksi luka operasi. Infeksi tersebut menyerang pasien yang menjalani operasi atau

Lebih terperinci

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik Dra. Magdalena Niken Oktovina,M.Si.Apt. Farmasi klinik Instalasi Farmasi dan Anggota Sub.Komite Program Pengendalian Resistensi Antibiotik Abstrak

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE

POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE Fitri Ayu Wahyuni, Victoria Yulita Fitriani, Muhammad Amir Masruhim Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang lama pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J PERBEDAAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI BERDASARKAN KATEGORI OPERASI PADA PASIEN BEDAH YANG DIBERIKAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh : POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER 2014 Oleh : DASTA SENORITA GINTING 120100251 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,

Lebih terperinci

POLA KUMAN DAN UJI SENSITIVITAS PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI BEDAH DIGESTIF RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI-JUNI 2015

POLA KUMAN DAN UJI SENSITIVITAS PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI BEDAH DIGESTIF RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI-JUNI 2015 POLA KUMAN DAN UJI SENSITIVITAS PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI BEDAH DIGESTIF RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI-JUNI 2015 Oleh : REVIN HIRA KHAIRINNISA 120100345 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan,

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan, PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT RS ADVENT MANADO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENGERTIAN No. Dokumen... No. Revisi... Ditetapkan, Halaman 1 dari 5 Kepala RS Advent Manado Tanggal Terbit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016 17 EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016 EVALUATION OF DRUGS USE WITH PRESCRIBING INDICATORS AT PUSKESMAS AREA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan

Lebih terperinci

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3 INTISARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DAN PNEUMONIA SERTA TB PARU STUDI DESKRIPTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Lisa Ariani 1 ; Erna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian anak usia di bawah 5 tahun di negara berkembang pada tahun 2011 (Izadnegahdar dkk, 2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas

Lebih terperinci