Bab 1 PENDAHULUAN. PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan LAPORAN AKHIR I - 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 1 PENDAHULUAN. PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan LAPORAN AKHIR I - 1"

Transkripsi

1

2 Bab 1 PENDAHULUAN PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan I - 1

3 1.1. LATAR BELAKANG Pemekaran daerah di Indonesia atau yang sebenarnya adalah bermakna sebagai pembentukan wilayah administratif pemerintahan baru di tingkat provinsi, maupun kota dan kabupaten dari wilayah induknya. Landasan hukum terjadinya pemekaran di Indonesia ini adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian dioperasionalisasikan dengan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Pada undang undang tersebut, pada Pasal 4 ayat (3) dijelaskan bahwa pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah. Syaratsyarat pembentukannya tercantum dalam peraturan pemerintah berupa syarat adminstratif, teknis, dan fisik kewilayahan yang terinci dalam 11 faktor dan 35 indikator. Implikasi pemekaran berdampak pada perubahan kepemilikan maupun pengelolaan sarana dan prasarana untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Proses pemekaran yang terjadi biasanya berjalan normal, namun demikian dalam beberapa hal, misalnya pembagian aset masih kerap terjadi tidak berjalan dengan lancar dan bahkan berlarut-larut tanpa keputusan. Pada sektor air minum, pemekaran ini dapat berdampak rumit. Pemekaran daerah mengharuskan wilayah baru membentuk kelembagaan, regulasi serta rencana pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang terpisah dari wilayah induknya. Pada beberapa kondisi terkait pemekaran wilayah dan sektor air minum di Indonesia, penyelenggara SPAM sebagai operator di wilayah pemekaran, ada yang mengalami kesulitan karena harus menyesuaikan dengan situasi pemekaran tersebut. Proses pematangan kelembagaan tersebut tampaknya masih membutuhkan waktu dan dukungan baik dari Pemerintah (Pusat) maupun dari Pemerintah Daerah induknya. Berkaitan dengan kondisi tersebut di atas, maka sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 294 tahun 2005 tentang Badan I - 2

4 Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) yang salah satu fungsinya adalah memberikan masukan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan dan strategi, maka pada tahun anggaran 2013 ini BPPSPAM akan melakukan kajian mengenai implikasi pemekaran daerah terhadap kinerja PDAM MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kinerja PDAM di daerah pemekaran menjadi lebih baik dalam melayani akses air minum di masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun rekomendasi kepada Pemerintah terkait dengan kebijakan dan strategi yang efektif dalam menangani sektor air minum di wilayah pemekaran SASARAN Sasaran kegiatan yang akan dicapai, yaitu tersedianya rekomendasi BPPSPAM kepada Pemerintah dalam menyikapi implikasi pemekaran terhadap sektor air minum di Indonesia DASAR HUKUM Beberapa dasar hukum yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1. Undang Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 2. Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; 3. Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah; 4. Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah; 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 294 tahun 2005 tentang Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; I - 3

5 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 18 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 12 tahun 2010 tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; dan 8. Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya nomor 07/SE/DC/2012 tentang Pembagian tugas antara BPPSPAM dengan Direktorat Pengembangan Air Minum RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi kondisi kab/kota setelah adanya kab/kota pemekaran. 2. Menelaah kebijakan dan regulasi yang terkait dengan pemekaran wilayah di Indonesia, serta tentang pengembangan sistem penyediaan air minum. 3. Mengindentifikasi faktor faktor utama yang diindikasi dapat memperlambat pengembangan sistem penyediaan air minum di wilayah pemekaran. 4. Melakukan kunjungan lapangan ke PDAM lokasi uji petik wilayah pemekaran untuk melihat aspek aspek yang perlu mendapat perhatian dan dukungan kebijakan Pemerintah. 5. Melakukan analisis hasil kunjungan lapangan dari lokasi uji petik wilayah pemekaran, termasuk isu strategis sebagai faktor utama terjadinya pemekaran wilayah. 6. Mengidentifikasi keuntungan dan kelemahan pembentukan PDAM akibat pemekaran. 7. Menyusun konsep rekomendasi dari hasil analisis kunjungan lapangan terkait dengan kebijakan Pemerintah yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja PDAM di wilayah pemekaran. 8. Mengadakan workshop (pertemuan) untuk mendiskusikan hasil kunjungan lapangan dengan PDAM yang merupakan lokasi uji petik. 9. Mengadakan workshop (pertemuan) untuk mendiskusikan hasil konsep rekomendasi kebijakan terkait implikasi kinerja PDAM di wilayah pemekaran dengan para pemangku kepentingan. 10. Menyusun finalisasi hasil rekomendasi yang akan diserahkan kepada Pemerintah. I - 4

6 1.6. KELUARAN Output: Produk akhir dari kegiatan ini adalah laporan penyelenggaraan SPAM tentang rekomendasi Kajian Kebijakan Implikasi Pemekaran terhadap Kinerja PDAM. Outcome: Manfaat dari kegiatan ini adalah tercapainya penyelenggaraan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang lebih baik di wilayah pemekaran SISTEMATIKA PELAPORAN Bab 1. Pendahuluan Membahas tentang latar belakang kajian, maksud dan tujuan, sasaran, keluaran, landasan hukum, ruang lingkup dan sistematika pelaporan. Bab 2. Pendekatan dan Metodologi Membahas tentang pendekatan yang digunakan dalam kajian ini, sebagai penggabungan antara sudut pandang akademis, empiris dan kebijakan yang meliputi aspek teknis dan non teknis menyangkut SPAM pada daerah pemekaran. Dalam metodologinya akan didalami tahapan-tahapan pelaksanaan pekerjaan, termasuk pola analisisnya. Bab 3. Peraturan & Kebijakan terkait Pemekaran Wilayah dan SPAM Di bab ini dibahas mengenai substansi perundangan dan kebijakan terkait pemekaran wilayah dan SPAM sebagai rambu-rambu awal bagi pembahasan selanjutnya. Bab 4. Gambaran Umum Pemekaran Daerah di Indonesia Membahas tentang motif, perkembangan, situasi dan kondisi pemekaran wilayah yang terjadi di Indonesia beserta dinamikanya. Bab 5. Gambaran Umum Kinerja Air Minum Di Indonesia dan Daerah Pemekaran I - 5

7 Membahas tentang kinerja air minum di indonesia secara umum. Selain itu, diuraikan pula kinerja di daerah pemekaran secara lebih spesifik. Bab 6. Hasil Kunjungan Lapangan PDAM Wilayah Pemekaran Dalam Bab ini diuraikan hasil kunjungan lapangan ke PDAM di wilayah Pemekaran. Proses analisis terkait temuan kondisi, kinerja, permasalahan dan dinamika yang terjadi di lokasi uji petik dituangkan secara jelas di Bab ini. Bab 7. Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Dalam Bab ini menguraikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan kebijakan dan strategi yang efektif dalam menangani sektor air minum di wilayah pemekaran. Bab 8. Penutup I - 6

8 Bab 2 PENDEKATAN DAN METODOLOGI PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan II - 1

9 2.1. PENDEKATAN KAJIAN Pendekatan kajian ini didasarkan pada beberapa sudut pandang pokok, yaitu [1] tentang pemekaran wilayah dan [2] sistem penyediaan air minum (SPAM) [3] karakteristik usaha dan kegiatan PDAM [4] sisi aspek masyarakat pelanggan. Pemahaman tentang pemekaran wilayah akan memberikan sudut pandang tentang tujuan pemekaran, ciri-ciri, syarat dan implikasinya. SPAM sebagai salah satu unsur penting dalam kehidupan karenanya akan berkaitan dengan dengan pemekaran wilayah. Selanjutnya pemahaman terhadap karakteristik usaha dan kegiatan PDAM memberikan pemahaman mengenai peluang pemecahan dan ancaman yang bisa terjadi bila ada pemecahan terhadap PDAM. Aspek masyarakat pelanggan juga perlu mendapat perhatian, mengingat masyarakat pelanggan yang merasakan adanya peningkatan atau pelemahan layanan setelah adanya pemekaran. Keempat sudut pandang pokok tersebut menjadi pusat analisis dan kemudian dengan dilandaskan pada sejumlah kebijakan dan strategi terkait air minum yang berkaitan, untuk menghasilkan metode pelaksanaan kajian serta rencana kerja. Pertimbangan-pertimbangan mengenai pemekaran wilayah, SPAM dan karakteristik PDAM, selanjutnya digunakan sebagai pendekatan dan disusun dalam kerangka pikir berikut ini, II - 2

10 SPAM - PDAM PEMEKARAN WILAYAH Unit Air Baku Unit Produksi Unit Distribusi Unit Pelayanan Unit Pengelolaan Administrasi Demografi Pelayanan DAPAT DIPECAH (DIVISIBLE) TAK DAPAT DIPECAH (NON-DIVISIBLE) POLICY [PEMECAHAN] PERTIMBANGAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PELAYANAN AIR MINUM Gambar 2.1 Kerangka Pendekatan Pemekaran Wilayah dan Kinerja PDAM dalam SPAM Kerangka pikirnya adalah sebelum ada pemekaran, di daerah tersebut sudah ada PDAM yang umumnya menggunakan sistem jaringan perpipaan. Karena itu didalamnya ada unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan dan unit pengelolaan dan letak berbagai unit tersebut ada di suatu wilayah tertentu, ada yang terkumpul atau menyebar ke seluruh wilayah. II - 3

11 Pemisahan asset adalah kegiatan yang mengiringi Pemekaran Daerah. Termasuk di dalamnya kemungkinan pemecahan BUMD seperti PDAM. Pemisahan aset ini berhubungan dengan unit air baku, produksi, distribusi, pelayanan, dan unit pengelolaan. Aset tersebut ada yang dipecah (divisible) dan unit yang tidak dapat dipecah (non-divisible), dengan pertimbangan dampaknya pada efektifitas dan efisiensi layanan air minum. Kemudian bila terjadi pemekaran daerah, maka akan terjadi pemisahan wilayah administratif dan secara umumnya wilayah administratif Daerah Induk dan Daerah Otonom Baru akan lebih sempit. Implikasinya penduduk yang berada di atasnya juga akan dipisah berdasarkan wilayah administratif. Termasuk pula pemisahan sumber daya pemerintah daerah yang mengalami pemekaran tersebut. Pemisahan aset adalah implikasi yang lainnya. Selain aset liabilities atas aset tersebut juga harus diperhitungkan. Dalam hal ini, PDAM juga potensial untuk dipecah menurut kepemilikan daerah. Namun demikian pola penyebaran aset dan sifatnya yang berupa jaringan terhubung serta aset-aset lainnya, menyebabkan aset-aset tersebut ada yang dapat dipisah (divisible) dan ada pula yang tidak (indivisible). Proses pemisahan aset PDAM ini memerlukan kebijakan yang tepat. Tolok ukur dampak pemecahan aset tersebut adalah efektifitas dan efisiensi pelayanan air minum oleh PDAM tersebut. Secara rinci, beberapa sudut pandang pokok pendekatan kajian ini diuraikan sebagai berikut: Aspek Pemekaran Wilayah Pemekaran wilayah atau pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari wilayah induknya. Landasan hukum terjadinya pemekaran di Indonesia ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam undang undang tersebut, tercantum pada Pasal 4 ayat (3) tercantum bahwa Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah. II - 4

12 Dalam UU No 32 Tahun 2004 dikatakan salah satu tujuan pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Implikasi pemekaran daerah akan berdampak pada sarana dan prasarana untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Karena pemekaran daerah yang umumnya diikuti oleh pemisahan pengelolaan sarana dan prasarana, maka pada daerah pemekaran secara langsung juga, berbagai hal akan terbagi untuk daerah induk dan daerah pemekaran. Implikasi yang muncul, baik yang positif dan maupun negatif bisa saja terjadi sebagai akibat dari pemekaran daerah ini. Kualitas pelayanan publik dengan demikian erat kaitannya dengan pemekaran daerah. Dalam penentuan pemekaran suatu daerah, telah dikeluarkan PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Pembentukan Daerah harus memenuhi syarat administratif, syarat teknis dan fisik kewilayahannya. Di dalamnya membahas tentang Syarat Teknis (Pasal 4) yang harus dipertimbangkan dalam usulan pemekaran daerah. Syarat tersebut diantaranya adalah meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebagaimana tujuannya, maka pemekaran daerah diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, antara lain melalui peningkatan dan pemerataan pelayanan publik, termasuk bidang kesehatan dan pendidikan. Jelas bahwa pembangunan fasilitas publik seyogyanya dibarengi dengan peningkatan kualitas dan efektivitas pelayanannya, sehingga dapat secara optimal mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah Aspek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Dalam konteks pemekaran daerah, akan berkaitan pula dengan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Karakteristik SPAM, sedikit atau banyak akan terdampak oleh pemekaran daerah. Karena itu berikut ini akan dibahas mengenai SPAM (mengacu pada Peraturan Pemerintah No.16 tahun 2005). II - 5

13 Sistem penyediaan air minum (SPAM) merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. SPAM dapat digolongkan menjadi jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan. Dalam sistem jaringan perpipaan komponen adalah sebagai berikut; 1. UNIT AIR BAKU. Unit air baku terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/ penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya. 2. UNIT PRODUKSI. Unit produksi merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau biologi. Unit produksi dapat terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air minum. 3. UNIT DISTRIBUSI. Unit distribusi terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan. Unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan kontinuitas pengaliran. Kontinuitas pengaliran wajib memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari. 4. UNIT PELAYANAN. Unit pelayanan terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah II - 6

14 dan hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air. Untuk menjamin keakurasiannya, meter air wajib ditera secara berkala oleh instansi yang berwenang. 5. UNIT PENGELOLAAN. Unit pengelolaan terdiri dari pengelolaan teknis dan pengelolaan nonteknis. Pengelolaan teknis terdiri dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi. Pengelolaan nonteknis terdiri dari administrasi dan pelayanan Aspek Karakteristik PDAM PDAM adalah termasuk salah satu pemeran dalam sistem penyediaan air minum (SPAM). PDAM adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), memiliki karakteristik yang unik. Karena itu pendekatan terhadap upaya pemisahannya yang mengikuti pemekaran daerah juga harus betul-betul dilakukan secara hati-hati. Karena itulah memahami karakteristikkarakteristik tersebut menjadi informasi yang sangat penting. Beberapa karakteristik PDAM sebagai suatu entitas usaha adalah sebagai berikut: 1. TUJUAN: diadakan untuk memberikan pelayanan air minum kepada seluruh lapisan masyarakat. 2. PRODUK : produknya unik karena mengalami perubahan kategori barang dari hulu hingga hilir. Pada sisi hulu, yaitu sejak air baku, maka air adalah termasuk barang semi publik (common pool resources), yang orang boleh memanfaatkannya relatif lebih bebas karena milik umum, misalnya mata air, air sungai, danau dan lain sebagainya. Namun demikian, sampai dihilir yaitu pada konsumen, maka air tersebut termasuk dalam kategori barang semi private sampai private goods. Artinya orang sudah harus membayar atas air yang diperoleh tersebut. Selain itu secara substansi, air adalah barang yang mutlak dibutuhkan, artinya pasti ada yang membeli. Setidaknya dalam jumlah minimum. Namun karena jumlah dan pilihan di alam yang banyak (abundant), maka secara umum, harganya menjadi murah. 3. SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI: umumnya menggunakan sistem pengolahan yang teknologinya relatif sederhana dan distribusi umumnya menggunakan sistem perpipaan (berupa jaringan infrastruktur). II - 7

15 4. PELANGGAN: karakteristik pelanggan PDAM umumnya adalah menetap atau tidak berpindah, misalnya rumah tangga, sosial dan industri. Pelanggan ini berbeda dengan produk lainnya, yang pelanggan bisa bergerak atau berpindah. Dengan karakteristik ini, maka pelanggan PDAM akan lebih terprediksi atau fluktuasinya rendah. 5. POLA TRANSAKSI: pola transaksinya berdasarkan waktu bulanan. Artinya fluktuasi aliran kas tidak terlalu besar. 6. KATEGORI INVESTASI: investasi (fixed cost) yang besar. Investasi besar terutama adalah untuk membuat prasarana dan sarana yang dibutuhkan. Perusahaan yang membutuhkan jaringan, pada umumnya memerlukan investasi besar karena sifatnya yang melintasi area-area. Namun demikian investasi sektor ini relatif stabil dari aspek kemajuan teknologi. Artinya investasi dapat bermanfaat dalam jangka panjang. Investasi yang besar dan harga produk yang umumnya rendah dapat menjadikan minat investor rendah, sehingga mereka beralih pada produk yang lebih unggul dalam permintaan pasar. 7. KOMPETITOR: PDAM memiliki kompetitor atau substitusi produknya, yaitu yang menggunakan sumur gali, pompa, artesis dan lain sebagainya yang dilakukan oleh individu, koperasi, industri, kelompok masyarakat dan lain sebagainya. Tingginya tingkat substitusi dan relatif tersedianya berbagai alternatif (legal/illegal) turut mempengaruhi pemilihan pelanggan terhadap produk PDAM Aspek Pelanggan Aspek masyarakat pelanggan merupakan salah satu aspek penting yang menjadi perhatian, mengingat masyarakat pelanggan yang merasakan adanya peningkatan atau pelemahan layanan setelah adanya pemekaran METODOLOGI Secara umum metode pengkajian dilakukan dengan mengikuti diagram berikut ini. II - 8

16 ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH Perundangan otonomi daerah dan pemekaran daerah. Perundangan aset pemerintah daerah. ANALISIS KEBIJAKAN TERKAIT SPAM Perundangan terkait SPAM Kebijakan dan strategi pembangunan air minum. ANALISIS PDAM [Umum & Lokasi Kajian] Kinerja PDAM nasional Kondisi PDAM di lokasi kajian. Aspek pelanggan Hipotesis awal ESTIMASI FAKTOR KRITIS PEMEKARAN TERHADAP PDAM Pertimbangan pemecahan unit Pertimbangan teknis, ekonomis, kelembagaan. Pertimbangan masa transisi Pertimbangan pelanggan ANALISIS DATA SEKUNDER SURVEI LAPANGAN ANALISIS INTEGRATIF Analisis integrasi multi aspek dan hasil analisis lapangan. REKOMENDASI Terkait pembagian aset Terkait pelayanan Terkait kelembagaan Terkait kerjasama Kepada berbagai pihak yang berhubungan. Gambar 2.2. Metode Pengkajian Analisis dilakukan pada 3 level, yaitu : 1. Analisis Kebijakan Pemekaran Daerah Analisis ini meliputi perundangan otonomi daerah dan pemekatan daerah serta perundangan tentang aset pemerintah daerah. Metode yang dilakukan adalah analisis substansi kebijakan. Substansi kebijakan ini II - 9

17 perlu dibahas dengan mendalam. Selanjutnya analisis dilakukan dengan metode koherensi antar substansi. Koherensi ini akan dapat menguji ketepatan atau kesesuaian dan menjadi masukan penting bagi aspekaspek kritis yang perlu diperhatikan. Beberapa perundangan diantaranya adalah: UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah Dokumen teknis pemekaran daerah PP 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Dan lain sebagainya 2. Analisis Kebijakan SPAM Analisis ini meliputi pemahaman substansi sistem penyediaan air minum, khususnya jaringan perpipaan yang banyak digunakan oleh PDAM. Kebijakan kebijakan tersebut meliputi pula kebijakan dan strategi nasional pembangunan air minum. Analisis dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan teknik operasional. Selanjutnya analisis dilakukan dengan metode keherensi antar substansi SPAM. Koherensi ini akan dapat menguji ketepatan atau kesesuaian dan menjadi masukan penting bagi aspek-aspek kritis yang perlu diperhatikan: Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 18 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 12 tahun 2010 tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Dan lain sebagainya 3. Analisis PDAM Analisis kinerja PDAM dilakukan secara umum dan lebih khususnya PDAM-PDAM di provinsi yang menjadi lokasi survei. Analisis dilakukan secara diskriptif dengan metode cross section dan atau time series. Dari proses ini akan dapat diperoleh hipotesis-hipotesis awal yang mungkin sesuai dengan situasi kondisi daerah. II - 10

18 Dari analisis sintesis ketiga hal tersebut di atas, kemudian dilakukan analisis perkiraan faktor kritis dalam pemekaran wilayah terhadap kinerja PDAM. Analisis sangat penting sebagai bahan untuk mengetahui jawaban awal mengetahui titik-titik penting (kritis) yang harus diketahui dalam kajian ini. Dalam analisis faktor ini, setidaknya ada tiga pertimbangan yang akan digunakan, yaitu: 1. Pertimbangan pemecahan unit 2. Pertimbangan teknis, ekonomi dan kelembagaan akibat pemecahan. 3. Pertimbangan masa transisi pemecahan. 4. Pertimbangan masyarakat pelanggan. Bahan-bahan yang diperoleh dari estimasi faktor strategis tersebut kemudian digunakan untuk melakukan survei lapangan dan analisis data sekunder lanjutan. Survei lapangan dilakukan terhadap narasumber di pemerintah daerah terutama yang berkaitan dengan urusan PDAM, diantaranya: 1. Narasumber PDAM 2. Narasumber Dinas Teknis (misalnya Dinas Pekerjaan Umum) 3. Narasumber Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 4. Narasumber Sekretariat Daerah (perlengkapan/ aset) 5. Informan masyarakat. Pada saat survei, daerah yang menjadi fokus adalah di kabupaten/kota dan sebagian narasumber berasal dari provinsi. Bila diperlukan akan juga dilakukan penggalian data dan informasi dari Kementerian Dalam Negeri yang terkait dengan implementasi pemerintah daerah. Bila proses survei dan analisis data sekunder telah dilakukan, maka dilakukan analisis integratif. Metode yang digunakan adalah dalam bentuk matriks yang mempertautkan berbagai aspek yang dianalisis. Dengan kombinasi matriks ini akan dapat diketahui bagian-bagian yang masih kosong atau dapat diketahui pula titik-titik kritis yang dapat menjadi pengungkit (leverage) bagi penyelesaian permasalahan pemekaran daerah terhadap PDAM. Selanjutnya dilakukan penyusun Rekomendasi Kebijakan. Rekomendasi kebijakan terdiri dari aspek-aspek berikut ini: 1. Aspek Pembagian aset PDAM dalam konteks pemekaran wilayah. II - 11

19 2. Aspek pelayanan 3. Aspek kelembagaan 4. Aspek kerjasama II - 12

20 Bab 3 PERATURAN & KEBIJAKAN TERKAIT PEMEKARAN WILAYAH DAN SPAM PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan III - 1

21 Berikut ini akan diuraikan secara mendetail mengenai peraturan perundangan dan kebijakan yang terkait dengan sistem penyediaan air minum (SPAM) dan pemekaran daerah. PERATURAN & KEBIJAKAN TERKAIT SPAM UU No. 7 Tahun 2004 ttg Sumber Daya Air PP No.16 Tahun 2005 ttg Pengembangan SPAM Permen PU No. 20/PRT/M/2006 ttg KSNP-SPAM PermenPU No. 18/PRT/M/2007 ttg Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Permen PU No. 12 tahun 2010 ttg Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan SPAM Peraturan Menteri PU No. 23/PRT/M/2010 ttg Renstra PU PERATURAN & KEBIJAKAN TERKAIT PEMDA & PEMEKARAN DAERAH UU No 32 Tahun 2004 ttg Pemerintahan Daerah PP No.38 tahun 2007 ttg Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota PP No.78 tahun 2007 ttg Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Perpres No.5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Gambar 3.1 Peraturan & Kebijakan Terkait Pemekaran Wilayah Dan SPAM 2.1. Peraturan dan Kebijakan terkait SPAM Berikut ini diuraikan peraturan dan kebijakan yang terkait dengan sistem penyediaan air minum (SPAM). A. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Berikut ini diuraikan beberapa pasal penting yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini. Pasal 5 Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. III - 2

22 Pasal 6 (1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (2) Penguasaan sumber daya air... diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan. Pasal 40 (1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga... dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). (2) Pengembangan sistem penyediaan air minum... menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. (3) Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah merupakan penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum (4) Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Secara umum beberapa substansi yang diatur dalam UU no.7 Tahun 2004 ini antara lain sebagai berikut: a. Wewenang dan tanggungjawab b. Konservasi sumber daya air c. Pendayagunaan sumber daya air d. Pengendalian daya rusak air e. Perencanaan f. Pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan g. Sistem informasi sumber daya air h. Pemberdayaan dan pengawasan i. Pembiayaan j. Hak, kewajiban, dan peran masyarakat k. Koordinasi l. Penyelesaian sengketa m. Gugatan masyarakat dan organisasi n. Penyidikan o. Ketentuan Pidana, dan p. Ketentuan peralihan III - 3

23 B. Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Dalam PP No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) disebutkan bahwa SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum. Pasal 2 Pengaturan pengembangan SPAM diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan Prasarana dan Sarana Sanitasi yang berkaitan dengan air minum. Pasal 4 Pengaturan pengembangan SPAM bertujuan untuk: a. terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau; b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan; dan c. tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. Pasal 5 (1) SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. (2) SPAM dengan jaringan perpipaan... dapat meliputi meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. (3) SPAM bukan jaringan... dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pasal 37 (1) Pengembangan SPAM menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh BUMN atau BUMD yang dibentuk secara khusus untuk pengembangan SPAM. (3) Dalam hal BUMN atau BUMD... tidak dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas (4) pelayanan SPAM di wilayah pelayanannya, BUMN atau BUMD atas persetujuan dewan pengawas/komisaris dapat mengikutsertakan koperasi, badan usaha swasta, dan/atau masyarakat dalam penyelenggaraan di wilayah pelayanannya. (5) Dalam hal pelayanan air minum yang dibutuhkan masyarakat tidak dapat diwujudkan oleh BUMN atau BUMD... Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat membangun sebagian atau seluruh PS SPAM yang selanjutnya dioperasikan oleh BUMN atau BUMD. Pasal 40 Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM meliputi: III - 4

24 a. menyusun kebijakan dan strategi di daerahnya berdasarkan kebijakan dan strategi nasional serta kebijakan dan strategi provinsi b. dapat membentuk BUMD penyelenggara pengembangan SPAM c. memenuhi kebutuhan air minum masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan d. memenuhi kebutuhan pelayanan sanitasi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayahnya sesuai dengan standar pelayanan minimum yang ditetapkan e. menjamin terselenggaranya keberlanjutan pengembangan SPAM di wilayahnya f. melaksanakan pengadaan jasa konstruksi dan/atau pengusahaan penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayah yang belum terjangkau pelayanan BUMD g. memberi bantuan teknis kepada kecamatan, pemerintah desa, serta kelompok masyarakat di wilayahnya dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM h. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pengembangan SPAM yang utuh berada di wilayahnya i. menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan kepada pemerintah provinsi, Pemerintah, dan Badan Pendukung Pengembangan SPAM j. melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengembangan SPAM yang berada di wilayahnya k. memberikan izin penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayahnya l. memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM sesuai dengan kewenangannya. C. Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM), merupakan pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem penyediaan air minum, baik bagi pemerintah pusat maupun daerah, dunia usaha, swasta dan masyarakat. Sasaran dari Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) melalui perpipaan, non perpipaan terlindungi, antara lain sebagai berikut: Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau dengan peningkatan cakupan pelayanan melalui sistem perpipaan yang semula 18% pada tahun 2004 menjadi 32% pada tahun 2009 dan selanjutnya meningkat menjadi 60% pada tahun III - 5

25 Tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air dengan menekan tingkat kehilangan air direncanakan hingga pada angka 20% dengan melibatkan peran serta masyrakat dan dunia usaha. Penurunan persentase cakupan pelayanan air minum dengan sistem nonperpipaan terlindungi dari tahun 2004 sebesar 37.47% menjadi 33% pada tahun 2009 dan 20% pada tahun 2015, sehingga persentase penggunaan SPAM melalui sistem non-perpipaan tidak terlindungi semakin menurun dari tahun ke tahun. Pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pembiayaan untuk membangun, memperluas serta meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem nonfisik. Dalam hal pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan pengembangan SPAM, Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan sampai dengan pemenuhan standar pelayanan minimal sebesar 60 L/o/h yang dibutuhkan secara bertahap; Bantuan Pemerintah diutamakan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan Kebijakan dan strategi pengembangan SPAM dirumuskan sebagai berikut: 1. Kebijakan 1 : Peningkatan cakupan dan kualitas air minum bagi seluruh masyarakat Indonesia Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara konsisten dan bertahap, menurunkan tingkat kehilangan air melalui perbaikan dan rehabilitasi serta memprioritaskan pembangunan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan SPAM dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan minimal untuk memperluas jangkauan pelayanan air minum terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang dilakukan secara bertahap di setiap propinsi b. Mengembangkan aset manajemen SPAM dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan c. Meningkatkan dan memperluas akses air yang aman melalui nonperpipaan terlindungi bagi masyarakat berpenghasilan rendah d. Mengembangkan penyediaan air minum yang terpadu dengan sistem sanitasi III - 6

26 e. Mengembangkan pelayanan air minum dengan kualitas yang sesuai dengan standar baku mutu f. Mengembangkan sistem informasi dan pendataan dalam rangka monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan air minum. 2. Kebijakan 2: Pengembangan pendanaan untuk penyelenggaraan SPAM dari berbagai sumber secara optimal Arah kebijakan ini adalah untuk meningkatkan alokasi dana pembangunan SPAM melalui pengembangan alternatif sumber dan pola pembiayaan serta memperkuat kemampuan finansial PDAM. Strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan sumber alternatif pembiayaan melalui penciptaan sistem pembiayaan dan pola investasi b. Meningkatkan peran dunia usaha/swasta & atau masyarakat (koperasi) dalam pembiayaan sarana air minum c. Meningkatkan kemampuan finansial PDAM 3. Kebijakan 3: Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan Kebijakan ini diarahkan untuk memperkuat fungsi regulator dan operator dalam penyelenggaraan SPAM, menerapkan prinsip kepengusahaan pada lembaga penyelenggaraan dan menyusun peraturan perundangan. Strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Memperkuat peran dan fungsi dinas/instansi di tingkat kabupaten/kota dalam pengembangan SPAM b. Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance dan Good Corporate Governance terutama untuk penyelenggara/operator SPAM c. Melengkapi produk-produk peraturan perundangan dalam penyelenggaraan SPAM 4. Kebijakan 4: Peningkatan penyediaan Air Baku secara berkelanjutan Arah dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan penyediaan air baku untuk kebutuhan air minum, meningkatkan pengelolaan sumber daya air terpadu berbasis wilayah sungai serta meningkatkan perlindungan air baku dari pencemaran. III - 7

27 Strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Konservasi wilayah sungai dan perlindungan sumber air baku b. Peningkatan dan penjaminan kuantitas dan kualitas air baku terutama bagi kota metro dan besar c. Menyediakan air baku bagi daerah-daerah rawan air d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya air melalui pendekatan berbasis wilayah sungai 5. Kebijakan 5: Peningkatan peran dan kemitraan dunia usaha, swasta dan masyarakat Kebijakan ini diarahkan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan SPAM. Strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah b. Menciptakan iklim investasi dengan pola insentif dan kepastian hukum D. Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non-fisik penyediaan air minum. Pasal 2 Maksud dan tujuan dari pengaturan dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah sebagai pedoman bagi Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara, dan para ahli dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan SPAM untuk: a. mewujudkan pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau; b. mencapai kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan; c. mencapai peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum; dan d. mendorong upaya gerakan penghematan pemakaian air. Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan pengembangan SPAM dalam Peraturan Menteri ini meliputi SPAM dengan jaringan perpipaan yang mencakup: III - 8

28 a. Perencanaan pengembangan SPAM yang terdiri dari penyusunan: 1. Rencana Induk Pengembangan SPAM, 2. Studi Kelayakan Pengembangan SPAM, dan 3. Perencanaan Teknis Pengembangan SPAM. b. Pelaksanaan Konstruksi SPAM; c. Pengelolaan SPAM; d. Pemeliharaan dan Rehabilitasi SPAM; dan e. Pemantauan dan Evaluasi SPAM. E. Peraturan Menteri PU No. 12 tahun 2010 tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Disebutkan dalam Permen PU No.12 Tahun 2010, bahwa kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM adalah upaya memanfaatkan SPAM untuk memenuhi penyediaan air minum, guna kepentingan masyarakat yang dilakukan antara Pemerintah dengan Badan Usaha atau antara BUMN/BUMD Penyelenggara dengan Badan Usaha. Pasal 5 Aset hasil kerjasama pengusahaan antara pemerintah dengan Badan Usaha menjadi aset pemerintah. Pasal 6 (1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam pengusahaan pengembangan SPAM dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan pada daerah, wilayah atau kawasan yang belum terjangkau pelayanan jaringan perpipaan SPAM BUMN/BUMD Penyelenggara. Pasal 10 (1) Lingkup kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM meliputi: a. Unit air baku b. Unit produksi c. Unit distribusi d. Unit pelayanan, dan e. Pengelolaan. (2) Dalam hal lingkup kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM hanya meliputi sebagian dari SPAM... maka untuk menyelenggarakan unit SPAM yang tidak dikerjasamakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menugaskan BUMN/BUMD penyelenggara atau BLU penyelenggara SPAM. III - 9

29 Secara umum, pengaturan yang termuat dalam Permen PU ini antara lain sebagai berikut: a. Aspek kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam pengusahaan Pengembangan SPAM dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan 1. Wewenang dalam kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM 2. Tugas dan kewenangan PJPK 3. Lingkup kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM 4. Bentuk perjanjian kerjasama 5. Tatacara kerjasama 6. Dukungan pemerintah dan jaminan pemerintah 7. Proyek kerjasama atas prakarsa Badan Usaha 8. Perjanjian kerjasama 9. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan perjanjian kerjasama b. Aspek kerjasama BUMN/BUMD Penyelenggara dengan Badan Usaha di Dalam Wilayah Pelayanan BUMN/BUMD Penyelenggara dengan sistem jaringan dan teknologi pengolahan. 1. Kerjasama pengusahaan 2. Lingkup kerjasama pengusahaan pengembangan SPAM 3. Bentuk perjanjian kerjasama dan bentuk pengusahaan kerjasama 4. Persyaratan kerjasama BUMN/BUMD Penyelenggara dengan Badan Usaha 5. Perjanjian kerjasama. F. Peraturan Menteri PU No. 23/PRT/M/2010 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Nomor: 02/PRT/M/2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PU Tahun diuraikan tentang Mandat, Tugas, Fungsi dan Kewenangan serta Peran Kementerian Pekerjaan Umum, Kondisi dan Tantangan serta Kebijakan, Strategi, Program dan kegiatan yang dilengkapi dengan indikator output, indikator outcome, target capaian, pendanaan, dan indikator kinerja utama (IKU). Terkait dengan subbidang air minum, sasaran strategisnya terdapat di Tujuan 3, yaitu sebagai berikut: III - 10

30 Tujuan 3 : Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan infrastruktur dasar bidang permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran terkait dengan air minum adalah sebagai berikut: Sasaran : Meningkatnya kualitas layanan air minum dan sanitasi permukiman perkotaan, dengan outcome-nya: 1. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang menerapkan NSPK dalam pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang wilayah/kawasan bagi terwujudnya pembangunan permukiman. 2. Meningkatnya jumlah pelayanan sanitasi. 3. Terlaksananya pembinaan kemampuan Pemda/PDAM. 4. Meningkatnya cakupan pelayanan air minum. 5. Berkurangnya potensi timbunan sampah. Kebijakan pembangunan infrastruktur permukiman, terutama dalam subbidang air minum adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan kinerja pengelola air minum (PDAM) dengan melanjutkan kebijakan sebelumnya, yaitu restrukturisasi utang pokok dan peningkatan manajemen melalui penetapan tarif yang wajar serta penurunan tingkat kebocoran/kehilangan air pada ambang batas normal (20%). b. Mendorong pengelolaan PDAM agar lebih profesional dan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola pelayanan air minum melalui uji kompetensi, pendidikan dan pelatihan. c. Meningkatkan pembiayaan melalui Dana Alokasi Khusus yang diarahkan untuk membantu pelayanan air minum perdesaan serta insentif bagi PDAM, disamping mendorong pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk berinvestasi di bidang pengembangan air minum. d. Meningkatkan peranserta seluruh pemangku kepentingan dalam upaya mencapai sasaran pembangunan air minum. e. Menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha (swasta) untuk turut berperan serta secara aktif dalam memberikan pelayanan air minum. III - 11

31 2.2. Peraturan dan Kebijakan terkait Pemerintah Daerah dan Pemekaran Daerah Berikut ini diuraikan peraturan dan kebijakan yang terkait pemekaran daerah (daerah otonom baru). A. Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pemekaran wilayah atau pemekatan daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari wilayah induknya. Landasan hukum terjadinya pemekaran di Indonesia ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Disebutkan bahwa pembentukan daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pasal 4 (1) Pembentukan daerah... ditetapkan dengan undang-undang (2) Undang-undang pembentukan daerah... antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah. (3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. (4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih... dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Pasal 5 (1) Pembentukan daerah... harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. (2) Syarat administratif... untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (3) Syarat administratif... untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (4) Syarat teknis... meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. (5) Syarat fisik... meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. III - 12

32 Pasal 6 (1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. (2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. B. Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Subbidang Air Minum) Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dani atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Terkait subbidang air minum, pembagian urusan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota adalah sebagai berikut: Sub Sub Bidang Pemerintah Pengaturan 1. Penetapan kebijakan dan strategi nasional pengembangan pelayanan air minum 2. Pembentukan Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP-SPAM). 3. Penetapan BUMN penyelenggara SPAM lintas provinsi. 4. Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelayanan PS air minum secara nasional termasuk penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Tabel 3.1 Pembagian Urusan Subbidang Air Minum Pemerintahan Daerah Provinsi 1. Penetapan peraturan daerah provinsi mengenai kebijakan dan strategi pengembangan air minum lintas kabupaten/kota di wilayahnya 2. Penetapan BUMD provinsi sebagai penyelenggara SPAM lintas kabupaten/kota. 3. Penetapan peraturan daerah NSPK pelayanan PS air minum berdasarkan SPM yang disusun pemerintah. 4. Memberikan izin penyelenggaraan untuk lintas kabupaten/kota. Pemerintahan Daerah Kab/Kota 1. Penetapan peraturan daerah kabupaten/kota mengenai kebijakan dan strategi pengembangan air minum di daerah kabupaten/kota. 2. Penetapan BUMD sebagai penyelenggara SPAM di kabupaten/kota. 3. Penetapan peraturan daerah NSPK pelayanan PS air minum berdasarkan SPM yang disusun pemerintah dan provinsi 4. Memberikan izin penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayahnya. III - 13

33 Sub Sub Bidang Pemerintah 5. Memberikan izin penyelenggaraan pelayanan PS air minum lintas provinsi. 6. Penentuan alokasi air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM. Pembinaan 1. Fasilitasi penyelesaian masalah dan permasalahan antar provinsi, yang bersifat khusus, strategis, baik yang bersifat nasional maupun internasional. 2. Fasilitasi peningkatan kapasitas teknis dan manajemen pelayanan air minum secara nasional. 3. Penetapan standar kompetensi teknis SDM untuk kelompok ahli dan terampil bidang air minum. Pembangunan 1. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM secara nasional. 2. Fasilitasi penyelenggaraan bantuan teknis penyelenggaraan pengembangan SPAM secara nasional. 3. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM wilayah pelayanan lintas provinsi. 4. Fasilitasi penyediaan prasarana dan sarana air minum dalam rangka kepentingan strategis nasional. 5. Penanganan bencana alam tingkat nasional. Pengawasan 1. Pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM secara nasional. 2. Evaluasi kinerja pelayanan Pemerintahan Daerah Provinsi 1. Penyelesaian masalah dan permasalahan yang bersifat lintas kabupaten/kota. 2. Peningkatan kapasitas teknis dan manajemen pelayanan air minum di lingkungan wilayah provinsi. 1. Penetapan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM di lingkungan wilayah provinsi. 2. Fasilitasi penyelenggaraan (bantuan teknis) penyelenggaraan pengembangan SPAM di wilayah provinsi. 3. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM wilayah pelayanan lintas kabupaten/kota setelah berkoordinasi dengan daerah kabupaten/kota. 4. Penyediaan PS air minum untuk daerah bencana dan daerah rawan air skala provinsi. 5. Penanganan bencana alam tingkat provinsi 1. Pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM yang berada di wilayah provinsi. 2. Evaluasi kinerja Pemerintahan Daerah Kab/Kota 1. Penyelesaian masalah dan permasalahannya di dalam wilayah kabupaten/kota. 2. Peningkatan kapasitas teknis dan manajemen pelayanan air minum di wilayah kabupaten/kota termasuk kepada Badan Pengusahaan Pelayanan (operator) BUMD. 1. Penetapan pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM di wilayah kabupaten/kota. 2. Pengembangan SPAM di wilayah kabupaten/kota untuk pemenuhan SPM. 3. Fasilitasi penyelenggaraan (bantuan teknis) kepada kecamatan, pemerintah desa, serta kelompok masyarakat di wilayahnya dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM. 4. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM wilayah administrasi kabupaten/kota. 5. Penyediaan PS air minum untuk daerah bencana dan daerah rawan air skala kabupaten/kota. 6. Penanganan bencana alam tingkat kabupaten/kota. 1. Pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM yang berada di wilayah kabupaten/kota. 2. Evaluasi terhadap III - 14

34 Sub Sub Bidang Pemerintah penyelenggaraan pengembangan SPAM secara nasional. 3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK Pemerintahan Daerah Provinsi pelayanan air minum di lingkungan wilayah provinsi. 3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK. Sumber : Lampiran PP 38/2007 (C. Bidang Pekerjaan Umum) Pemerintahan Daerah Kab/Kota penyelenggaraan pengembangan SPAM yang utuh di wilayahnya. 3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK. C. Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Pengaturan terkait pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah tertuang secara lebih rinci di Peraturan Pemerintah no.78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Pasal 3 Daerah yang dibentuk... dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan 10 (sepuluh) tahun bagi provinsi dan 7 (tujuh) tahun bagi kabupaten dan kota. Pasal 5 (2) Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota... meliputi: a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan e. Rekomendasi Menteri. Pasal 6 (1) Syarat teknis... meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Faktor... dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator... Pasal 7 Syarat fisik kewilayahan... meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. III - 15

35 Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat setempat untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan melakukan kajian daerah terhadap rencana pembentukan daerah. Kajian daerah ini merupakan hasil kajian Tim yang dibentuk oleh kepala daerah yang bersangkutan untuk menilai kelayakan pembentukan daerah otonom baru secara obyektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktorfaktor teknis. Penilaian kuantitatif ini dilengkapi dengan proyeksi faktorfaktor dominan (kependudukan, potensi daerah, kemampuan ekonomi dan kemampuan keuangan) selama 10 (sepuluh) tahun dan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Induk serta penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri antara lain potensi sumber daya alam yang belum tergali, kondisi etnik, potensi konflik dan historis. Faktor tersebut dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator. Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu. Cakupan wilayah untuk pembentukan kabupaten/kota adalah sebagai berikut: a. pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan; dan b. pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan. Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan perangkat kabupaten/kota baru, dalam hal ini dilaksanakan oleh penjabat bupati/walikota dan difasilitasi oleh gubernur bersama dengan bupati induk. Dalam hal pengisian personil pada perangkat daerah baru diprioritaskan dari pegawai negeri sipil daerah induk yang mempunyai kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. III - 16

36 Aset Daerah Dalam hal pengelolaan aset daerah, dalam PP no.78 Tahun 2007 diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 35 sebagai berikut: Pasal 33 (1) Aset provinsi dan kabupaten/kota induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada provinsi baru dan kabupaten/kota baru, dibuat dalam bentuk daftar aset. (2) Aset provinsi dan kabupaten induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diserahkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak peresmian provinsi baru dan kabupaten/kota baru. (3) Dalam hal aset daerah kabupaten induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada kota yang baru dibentuk., dapat diserahkan secara bertahap dan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak ditetapkannya ibukota kabupaten induk yang baru. Pasal 34 (1) Pelaksanaan penyerahan aset provinsi induk kepada provinsi baru difasilitasi oleh Menteri. (2) Pelaksanaan penyerahan aset daerah induk kepada kabupaten/kota baru difasilitasi oleh gubernur dan bupati/walikota kabupaten/kota induk. (3) Tata cara pelaksanaan penyerahan aset daerah induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, dengan demikian baik daerah yang dibentuk maupun daerah induknya harus mampu menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud. Daerah otonom dapat dihapus, apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. III - 17

37 Disebutkan dalam PP 78 Tahun 2007 bahwa aset daerah induk diserahkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak peresmian daerah baru. Aset juga dapat diserahkan secara bertahap dan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak ditetapkannya ibukota kabupaten induk yang baru. D. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun (Terkait Kebijakan Pemekaran Daerah) Dalam Lampiran RPJMN Buku II (Memperkuat Sinergi Antarbidang Pembangunan) Bab IX Wilayah dan Tata Ruang, disebutkan bahwa permasalahan dalam desentralisasi, khususnya terkait pemekaran daerahanya ialah pelaksanaan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang masih perlu ditingkatkan efektivitasnya. Sasaran yang tertuang dalam RPJMN terkait dengan Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah, dan Antardaerah adalah sebagai berikut : Meningkatnya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditandai dengan tertatanya perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan antartingkat pemerintahan; Peningkatan kerja sama daerah dan manfaat yang diperoleh; Pembatasan/penundaan pemekaran daerah; dan Terlaksananya sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaran pemerintahan daerah yang baik. E. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah Dalam PP No.50 Tahun 2007 ini yang disebut kerja sama daerah adalah adalah kesepakatan antara gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/wali kota atau antara bupati/wali kota dengan bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban. III - 18

38 Pasal 2 Kerja sama daerah dilakukan dengan prinsip: a. efisiensi; b. efektivitas; c. sinergi; d. saling menguntungkan; e. kesepakatan bersama; f. itikad baik; g. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. persamaan kedudukan; i. transparansi; j. keadilan; dan k. kepastian hukum. Pasal 5 Objek kerja sama daerah adalah seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa penyediaan pelayanan publik. Pasal 6 Kerja sama daerah dalam hal ini dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama Melalui kerja sama daerah diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antardaerah dan daerah tertinggal. Kerja sama daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan sumber pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, kerja sama daerah yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Beberapa hal yang diatur dalam PP ini antara lain sebagai berikut: a. Tata cara kerja sama daerah b. Persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah c. Hasil kerja sama d. Penyelesaian perselisihan e. Perubahan kerja sama daerah f. Berakhirnya kerja sama daerah g. Pembinaan dan pengawasan h. Badan kerja sama i. Ketentuan peralihan III - 19

39 F. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 2 (1) Barang milik negara/daerah meliputi: a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, (2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 3 (1) Pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. (2) Pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi: a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; b. pengadaan; c. penggunaan; d. pemanfaatan; e. pengamanan dan pemeliharaan; f. penilaian; g. penghapusan; h. pemindahtanganan; i. penatausahaan; j. pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Pasal 15 Barang milik negara/daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan. Pasal 20 Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa: a. sewa; b. pinjam pakai; c. kerjasama pemanfaatan; d. bangun guna serah dan bangun serah guna. Pasal 45 Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik negara/daerah meliputi: a. penjualan; b. tukar Menukar; III - 20

40 c. hibah; d. penyertaan modal pemerintah pusat/daerah. Barang milik negara/daerah dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan apabila tidak digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah. Dalam konteks pemanfaatan tidak terjadi adanya peralihan kepemilikan dari pemerintah kepada pihak lain. Sedangkan dalam konteks pemindahtanganan akan terjadi peralihan kepemilikan atas barang milik negara/daerah dari pemerintah kepada pihak lain. Tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi instansi pengguna barang harus diserahkan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola barang untuk barang milik negara, atau gubernur/bupati/walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah untuk barang milik daerah. Penyerahan kembali barang milik negara/daerah tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi status tanah dan/atau bangunan, apakah telah bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah) atau tidak bersertifikat baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah). Barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan tersebut selanjutnya didayagunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara, yang meliputi fungsi-fungsi berikut: 1. Fungsi pelayanan Fungsi ini direalisasikan melalui pengalihan status penggunaan, di mana barang milik negara/daerah dialihkan penggunaannya kepada instansi pemerintah lainnya untuk digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 2. Fungsi budgeter Fungsi ini direalisasikan melalui pemanfaatan dan pemindahtanganan. Pemanfaatan dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa, kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun serah guna. Sedangkan pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal negara/daerah. Kewenangan pelaksanaan pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan pada barang milik negara prinsipnya dilakukan oleh pengelola barang, dan untuk barang milik daerah dilakukan oleh gubernur/bupati/walikota, kecuali hal-hal sebagai berikut: 1) Pemanfaatan tanah dan/atau bangunan untuk memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas pokok dan fungsi instansi III - 21

41 pengguna dan berada di dalam lingkungan instansi pengguna, contohnya : kantin, bank dan koperasi. 2) Pemindahtanganan dalam bentuk tukar-menukar berupa tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan untuk tugas pokok dan fungsi namun tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. 3) Pemindahtanganan dalam bentuk penyertaan modal pemerintah pusat/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara. Pengecualian tersebut, untuk barang milik negara dilakukan ojeh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang, sedangkan untuk barang milik daerah dilakukan oleh pengelola barang dengan persetujuan gubernur/bupati/walikota. III - 22

42 Bab 4 GAMBARAN UMUM PEMEKARAN DAERAH DI INDONESIA PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan IV - 1

43 Berikut ini akan diuraikan perkembangan dan dinamika pemekaran daerah secara umum, serta dikaitkan dengan dampaknya terhadap pelayanan air minum di daerah pemekaran Motif Pemekaran Daerah Motif di belakang aspirasi pembentukan daerah baru sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Di suatu daerah suatu faktor dapat lebih menonjol daripada di daerah lain, sedangkan di lokasi yang lain keadaan yang sebaliknya mungkin terjadi. Besarnya hasrat masyarakat dan elit politik lokal untuk membentuk daerah otonom baru terutama disebabkan oleh cakupan geografis yang terlalu luas, ketertinggalan pembangunan, kurangnya fasilitas pelayanan publik, serta kegagalan pengelolaan konflik komunal. Pemekaran dipandang sebagai cara ampuh bagi daerah, yang selama ini merasa dipinggirkan dalam pembangunan, untuk mendorong pembangunan di daerahnya. Setidaknya, dengan membentuk daerah otonom baru akan ada aliran Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), membuka peluang kerja sebagai pegawai negeri, memunculkan elit-elit politik baru yang akan duduk di DPRD, serta meningkatkan eksistensi identitas lokal. Pada titik inilah, dalam banyak kasus, upaya pemekaran daerah menjadi arena bagi para pemburu rente (rent-seeker) maupun para petualang politik yang mengejar kepentingan sendiri dan kepentingan jangka pendek (Kemendagri, Desartada ). Seldadyo (2009) mencoba mengklasifikasikan motif pemekaran daerah ke dalam tiga dimensi motif: sosiologis, ekonomis, dan politis. A. Motif Sosial Motif sosial dalam pemekaran daerah berada dalam konteks latar belakang yang lebih luas, yakni desentralisasi utamanya jika diingat bahwa kebijakan desentralisasi lahir di tengah-tengah tantangan heterogenitas Indonesia dan ketidakpuasan Daerah atas kebijakan sentralisasi dengan penyeragaman di banyak aspek pembangunan. Ketika desentralisasi digelindingkan, gejala etnosentrisme, ditengarai akan banyak mewarnai perkembangan otonomi daerah. Etnosentrisme itu mengambil beberapa bentuk seperti yang terlihat dalam penetapan IV - 2

44 dan pemilihan pemimpin daerah, baik di eksekutif maupun legislatif, dalam recruitment dan promosi birokrat lokal. Khusus mengenai etnosentrisme dalam pemekaran daerah, Fitrani (2005) menemukan bahwa pengelompokan menurut etnis (ethnic clustering) telah memicu kecenderungan Daerah untuk memekarkan diri. Dari keadaan ini tampak bahwa identitas etnis cenderung dilekatkan pada identitas teritorial, karena pada dasarnya fenomena pengelompokan etnis ini adalah cermin dari homogenitas preferensi masyarakat, sedangkan pemekaran dalam wujudnya adalah pembentukan teritori baru. Semangat ini berbeda dengan spirit normatif yang tertuang dalam simbol Bhinneka Tunggal Ika sebagai komitmen ideologi nasional. B. Motif Politik Di tingkat normatif, pembentukan daerah baru bisa dipandang sebagai upaya untuk mendekatkan pemimpin-pemimpin politik pada konstitutennya, sehingga aspirasi dan preferensi masyarakat dapat lebih efektif untuk ditangkap. Namun demikian, di tingkat empiris, sudah barang tentu ada kalkulasi politik yang dilakukan sehingga partai-partai memberi respons atas ekspresi yang bersifat bottom-up ini. Beberapa di antaranya adalah terbukanya peluang baru bagi kompetisi jabatanjabatan eksekutif dan legislatif di yurisdiksi-yurisdiksi bentukan baru, termasuk juga ekspansi konstituensi. Keadaan ini memperlihatkan bahwa partai politik dan politisi mempunyai preferensi yang lebih besar pada pemekaran. C. Motif Ekonomi Potensi perolehan insentif melalui transfer Dana Alokasi Umum (DAU) biasanya menjadi latar belakang penting dalam gagasan untuk memekarkan diri. Sekali sebuah yurisdiksi terbentuk, sejak itu pula DAU diterima sebagai hak Daerah. Pada ranah motif ekonomi yang lain, ekspektasi pembagian hasil ekstraksi sumber daya alam juga merupakan faktor pemicu yang tak kalah penting. Ekspektasi ini utamanya ada pada wilayah-wilayah yang secara alami kaya sumber daya alam. Di wilayah-wilayah seperti ini, membangun yurisdiksi baru, sama artinya dengan membangun otoritas atas hak perolehan manfaat atas hasil-hasil ekstraksi sumber daya alam IV - 3

45 sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Sama seperti DAU, transfer Dana Bagi Hasil ini pun bersifat otomatis. Setelah suatu yurisdiksi terbentuk, secepat itu pula Dana Bagi Hasil (DBH) dialirkan. Argumentasi lain dalam kelompok motif ekonomi pemekaran adalah kehendak untuk mengejar ketertinggalan. Ini sesungguhnya bertolak belakang dengan syarat-syarat administratif pemekaran sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) 129 tahun 2000 maupun versi revisinya (PP 78 tahun 2007). Jika syarat-syarat dalam PP itu dipenuhi, ketertinggalan praktis bukan merupakan isu penting di balik pemekaran. Namun demikian, bukti empiris memperlihatkan kenyataan yang sebaliknya. Pemekaran dipandang sebagai cara ampuh bagi daerah, yang selama ini merasa dipinggirkan dalam pembangunan, untuk mendorong pembangunan di daerahnya. Setidaknya, dengan membentuk daerah otonom baru akan ada aliran Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), membuka peluang kerja sebagai pegawai negeri, memunculkan elit-elit politik baru yang akan duduk di DPRD, serta meningkatkan eksistensi identitas lokal. Sedangkan hasil kajian Lembaga Administrasi Negara (LAN) terkait Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah, menyimpulkan bahwa terdapat beberapa alasan yang mendasari dilaksanakannya pemekaran daerah, yaitu: a. Alasan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dijadikan alasan utama karena adanya kendala geografis, infrastruktur dan sarana perhubungan yang minim, seperti terjadi pada pemekaran Provinsi Bangka Belitung (pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan) dan Provinsi Irian Jaya Barat (pemekaran dari Provinsi Papua) serta pemekaran Kabupaten Keerom (pemekaran dari Kabupaten Jayapura). b. Alasan historis. Pemekaran suatu daerah dilakukan karena alasan sejarah, yaitu bahwa daerah hasil pemekaran memiliki nilai historis tertentu. Sebagai contoh: Provinsi Maluku Utara sebelumnya pernah menjadi ibukota Irian Barat, dimana Raja Ternate (Alm. Zainal Abidin Syah) dinobatkan sebagai IV - 4

46 Gubernur pertama. Disamping itu di Pulau Movotai pada Perang Dunia II merupakan ajang penghalau udara Amerika Serikat. c. Alasan kultural atau budaya (etnis). Pemekaran daerah terjadi karena menganggap adanya perbedaan budaya antara daerah yang bersangkutan dengan daerah induknya. Sebagai contoh: Penduduk Bangka Belitung dengan penduduk Sumatera Selatan, kemudian Provinsi Gorontalo dengan Sulawesi Utara, demikian pula Kabupaten Minahasa Utara yang merasa berbeda budaya dengan Kabupaten Minahasa. d. Alasan ekonomi. Pemekaran daerah diharapkan dapat mempercepat pembangunan di daerah. Kondisi seperti ini terutama terjadi di Indonesia Timur seperti Papua (Keerom) dan Irian Jaya Barat (Kabupaten Sorong), dan pemekaran yang terjadi di daerah lainnya seperti Kalimantan Timur (Kutai Timur), Sulawesi Tenggara (Konawe Selatan), Sumatera Utara (Serdang Bedagai), dan Lampung (Tanggamus). e. Alasan anggaran. Pemekaran daerah dilakukan untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Sebagaimana diketahui daerah yang dimekarkan akan mendapatkan anggaran dari daerah induk selama 3 tahun dan mendapatkan dana dari pemerintah pusat (DAU dan DAK). f. Alasan keadilan. Bahwa pemekaran dijadikan alasan untuk mendapatkan keadilan. Artinya, pemekaran daerah diharapkan akan menciptakan keadilan dalam hal pengisian jabatan pubik dan pemerataan pembangunan. Contoh: pemekaran Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi Sulawesi Tenggara. IV - 5

47 Pelayanan kpd Masyarakat Keadilan Historis Alasan Pemekaran Daerah Anggaran Kultural/Bud aya (Etnis) Ekonomi Gambar 4.1 Alasan yang Mendasari Dilaksanakannya Pemekaran Daerah 4.2. Perkembangan Pemekaran Daerah Pemekaran daerah secara intensif berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Salah satu di antara yang paling fenomenal sejak desentralisasi digulirkan ialah pembentukan daerah baru, atau lazim dikenal sebagai pemekaran daerah, khususnya pembentukan yurisdiksi tingkat kabupaten-kota. Pemekaran menjadi fenomenal karena ini merupakan sebuah ledakan besar (big bang) - sebuah fenomena pembentukan yurisdiksi terbesar dalam 30 tahun terakhir. Dinamika sosiopolitik yang menyertainya juga terhitung fenomenal (Seldadyo, 2009). Saat ini wacana desentralisasi Indonesia bahkan hampir didominasi oleh wacana pembentukan daerah baru. IV - 6

48 Sumber : Harry Seldadyo, Pemekaran Daerah : Mencari Alternatif ke Arah Kesejahteraan Rakyat, BRIDGE Project UNDP-BAPPENAS, (2009). Gambar 4.2 Perkembangan Jumlah Kabupaten Kota Dalam lintasan sejarah politik-administrasi Indonesia, pembentukan yurisdiksi lingkup kabupaten-kota sesungguhnya bukan hal baru. Yurisdiksiyurisdiksi lingkup kabupaten-kota -bahkan juga provinsi- yang ada sekarang ini pada hakekatnya adalah juga hasil pemekaran dari yurisdiksi-yurisdiksi awal yang dibentuk saat Republik Indonesia diproklamasikan tahun Ini berarti yang mengemuka paska era reformasi 1998/1999 dapat dikatakan sebagai fenomena lama yang muncul kembali. Terlihat jelas lompatan-lompatan yang relatif besar dalam jumlah kabupaten-kota hanya terjadi di dua sub-periode, yaitu (1) masa-masa sebelum Dekrit Presiden 1959 dan (2) masa-masa setelah reformasi sistem politik dan desentralisasi sistem administrasi Dalam 10 tahun pertama sejak kemerdekaan, jumlah kabupaten-kota di Indonesia terhitung baru sekitar 101 yurisdiksi. Antara tahun , jumlah ini cepat membesar dari 149 (1956), 177 (1958),ke 254 kabupatenkota (1959). Tetapi sejak tahun 1960 hingga 33 tahun kemudian, kecepatan IV - 7

49 JUMLAH DAERAH perbambahan jumlah kabupaten-kota praktis rendah. Tahun 1966, misalnya, hanya dibentuk enam kabupaten-kota baru, sehingga secara keseluruhan ada 260 kabupaten-kota yang mewarnai landscape administrasi Indonesia. Jumlah ini bertambah sembilan unit saja untuk menjadi 269 kabupaten-kota di tahun 1970, lalu meningkat enam unit sehingga menjadi 275 kabupatenkota sepuluh tahun kemudian. Di paruh akhir 1980-an terbentuk tidak lebih dari dua unit kabupaten-kota baru untuk menjadi 277, sebelum ia naik menjadi 280 yurisdiksi memasuki tahun 1990-an. Secara total 340 kabupaten-kota mewarnai awal reformasi politik Indonesia (Seldadyo, 2009). Dalam lintasan sejarah politik-administrasi Indonesia, pembentukan yurisdiksi lingkup kabupaten-kota sesungguhnya bukan hal baru. Terdapat lompatan yang relatif besar dalam jumlah kabupaten-kota yang terjadi di dua sub-periode, yaitu (1) masa-masa sebelum Dekrit Presiden 1959 dan (2) masa-masa setelah reformasi sistem politik dan desentralisasi sistem administrasi Jumlah daerah otonom baru (DOB) di tingkat provinsi/kabupaten/kota pembentukan tahun adalah berjumlah 217 DOB, meliputi (i) 8 Provinsi, (ii) 175 Kabupaten, dan (iii) 34 Kota (Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri) Jumlah Provinsi Jumlah Kab/Kota Sumber : Olahan, Bappenas & Kemendagri Ket : 1 Kabupaten dan 5 Kota di Provinsi DKI Jakarta adalah daerah administratif dan bukan daerah otonom Gambar 4.3. Perkembangan Jumlah Daerah di Indonesia Tahun Daftar Daerah Otonom Baru secara lengkap dapat dilihat di Lampiran 1 IV - 8

50 4.3. Evaluasi Kinerja Pemekaran Daerah Pemekaran daerah telah terjadi sebelum dan setelah masa Otonomi Daerah di Indonesia. Berbagai pendapat positif maupun negatif kerap muncul terkait hal tersebut. Namun sesungguhnya implikasi tersebut perlu dilihat secara lebih arif, tidak semata-mata karena faktor pemekaran saja. Implikasi pemekaran memiliki rentang waktu yang panjang dan karenanya bersifat dinamis atau dapat berubah cepat dalam jangka menengah dan panjang. Faktor kepemimpinan daerah juga menjadi faktor penting, yang mungkin agak sulit direplikasi di lokasi yang lainnya. Karena itu berbagai pembahasan terkait pemekaran perlu kita pandang dari sudut pandang yang lebih tinggi dan luas, untuk memperoleh gambaran secara tepat dan dapat memproyeksikan di masa yang akan datang dengan cara yang lebih baik. Terkait dengan pemekaran daerah, Bappenas-UNDP (United Nations Development Program) pada tahun 2008 telah melakukan evaluasi dampak pemekaran daerah untuk periode Disimpulkan bahwa kecenderungan tinggi pembentukan yurisdiksi baru tidak serta merta diikuti oleh kinerja yurisdiksi itu dalam peningkatan pelayanan dan pencapaian kesejahteraan rakyat sebagai ide-ide pokok yang mendasari pembentukan yurisdiksi. Bahkan dilaporkan dalam studi ini bahwa pemekaran daerah cenderung menunjukkan hasil negatif, dimana diuraikan bahwa biaya pemekaran terhitung mahal, sedangkan manfaatnya relatif terbatas. Studi ini menyimpulkan bahwa selama periode , posisi daerah induk dan kontrol selalu lebih baik dari daerah otonom baru dalam semua aspek. Oleh karena itu diperlukan masa persiapan sebelum dilakukan pemekaran, baik (i) pengalihan aparatur, dan (ii) penyiapan infrastruktur perekonomian dan pemerintahan. Satu hal yang pasti adalah pembagian potensi ekonomi yang merata menjadi syarat mutlak agar daerah otonom baru dapat sebanding dengan daerah induk. Salah satu aspek yang diukur dalam studi Bappenas-UNDP adalah perkembangan Indeks Kinerja Pelayanan Publik (IKPP) pada Daerah Induk, Daerah Otonom Baru (DOB) dan daerah kontrol. Indeks Kinerja Pelayanan Publik diteliti berdasarkan data tahun 2001 hingga 2005, seperti tertera pada gambar berikut : IV - 9

51 Gambar 4.4. Indeks Pelayanan Publik Daerah Pemekatan Tahun Data di atas menunjukkan bahwa selama kurun tersebut, Indeks Kinerja Pelayanan Publik Daerah Otonom Baru (DOB) pada tahap awal pemekaran lebih rendah daripada Daerah Induk. Namun demikian gap tersebut cenderung mengecil hingga tahun Walaupun demikian secara total Indeks Kinerja Pelayanan Publik DOB selalu lebih rendah dari pada Daerah Induk. Namun demikian fluktuasi Indeks Kinerja Pelayanan Publik DOB dan Daerah Induk cenderung mengikuti pola yang sama, yaitu semakin menurun. Penjelasan dasar terhadap lebih rendahnya IKPP pada DOB dapat dipahami sebagai proses belajar bagi daerah baru, sehingga perjalanan waktu, hingga tahun 2005 gapnya dengan daerah induk semakin mengecil. Namun demikian, total IKPP yang secara total menurun ini harus diwaspadai. Penurun pelayanan total dapat terjadi karena kebetulan karakteristik birokrasi di daerah pemekaran relatif kurang bagus. Namun demikian, bila penurunan total adalah akibat dari proses dan hasil distribusi berbagai aset dan sumber daya, sehingga tidak mencapai skala pelayanan yang efektif dan efisien, maka dapat dikatakan pemekaran daerah secara total justru menyebabkan penurunan kesejahteraan umum. Hal tersebut di atas menjadi gambaran kurang optimalnya pelayanan publik di DOB dibandingkan daerah induk atau termasuk bagi keduanya. Dalam studi tersebut disebutkan bahwa, belum optimalnya pelayanan publik di daerah pemekaran disebabkan oleh sejumlah permasalahan, diantaranya adalah: Tidak efektifnya penggunaan dana. IV - 10

52 Tidak tersedianya tenaga layanan publik. Belum optimalnya pemanfaatan pelayanan publik. Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan peringkat dari daerah otonom hasil pemekaran (DOHP) selama kurun waktu , baik provinsi maupun kabupaten/kota berdasarkan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peringkat penyelenggaraan pemerintahan DOHP ini dievaluasi berdasarkan empat faktor yaitu (i) kesejahteraan rakyat dengan bobot 30 persen, (ii) pemerintahan yang baik 25 persen, (ii) pelayanan publik 25 persen, dan (iv) faktor daya saing 20 persen. Sesuai Keputusan Mendagri Nomor Tahun 2011, peringkat penyelenggaraan pemerintahan DOHP untuk provinsi, dari peringkat satu hingga tujuh berturut-turut, yaitu Maluku Utara dengan total skor 55,88 persen, Gorontalo 51,31 persen, Kepulauan Bangka Belitung 49,64 persen, Sulawesi Barat 46,73 persen, Kepulauan Riau 46,64 persen, Banten 44,57 persen, dan Papua Barat 24,99 persen. Sementara untuk kabupaten hasil pemekaran, daerah yang masuk peringkat 10 besar yakni Dharmas Raya di Provinsi Sumatera Barat, Bangka Tengah (Kepulauan Babel), Samosir (Sumatera Utara), Boalemo (Gorontalo), Serdang Bedagai (Sumut), Bangka Selatan (Kepulauan Babel), Malinau (Kaltim), Muaro Jambi (Jambi), Bangka Barat (Kepulauan Babel), dan Sumbawa Barat (NTB). Kesepuluh kabupaten ini memperoleh total skor di atas 53 persen. Sementara itu untuk kota pemekaran hasil pemekaran, daerah yang masuk peringkat 10 besar yaitu Banjarbaru (Kalsel), Cimahi (Jabar), Singkawang (Kalbar), Tasikmalaya (Jabar), Palopo (Sulsel), Cilegon (Banten), Banjar (Jabar), Batam (Kepri), Tanjung Pinang (Kepri), dan Tomohon (Sulut). Kesepuluh kota ini mendapat total skor di atas 53,50 persen. Hasil evaluasi juga menunjukkan sejumlah kabupaten baru yang masuk dalam ranking terendah yaitu Sabu Raijua (NTT), Deiyai (Papua), Maybrat (Papua Barat), Tambrauw (Papua Barat), Nias Utara (Sumut), Buru Selatan (Maluku), Puncak Jaya (Papua) dan Paniai (Papua) yang peroleh skor di bawah 10 persen. IV - 11

53 Ranking Daerah Tabel 4.1 Skor Penilaian Daerah Otonomi Kesejahteraan Masyarakat (30%) Good Governance (25%) Pelayanan Publik (25%) Daya Saing (20%) Total Skor Provinsi 1 Maluku Utara Gorontalo dari 7 Kep. Bangka Provinsi Belitung Kabupaten 1 Dharmas Raya (Sumbar) Bangka Tengah (Babel) 3 dari 164 Samosir (Sumut) Kabupaten Kota 1 Banjarbaru (Kalsel) Cimahi (Jabar) Singkawang (Kalbar) 3 dari 34 Kota Sumber : Litbang Kompas/NDW dari Keputusan Mendagri No /2011 tentang Penetapan Peringkat Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom Hasil Pemekaran Tahun Dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota hasil pemekaran sepanjang periode , hanya dua daerah yang mendapat nilai total di atas 60 dari nilai tertinggi 100. Kedua daerah itu adalah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dengan nilai total 64,61 dan Kota Cimahi, Jawa Barat, dengan nilai 60,43. Ditinjau dari sisi efektivitas, secara umum kebijakan pemekaran daerah sejauh ini belum menunjukkan capaian yang cukup positif. Sebaliknya kompleksitas gagasan pemekaran memunculkan beragam persoalan, baik pada tahap inisiasi pemekaran, proses pemekaran, maupun kinerja daerah otonom baru (Kemendagri, Desartada ). Tahap Inisiasi Pemekaran Pada tahap inisiasi, gagasan pemekaran tak jarang memicu konflik horizontal di antara masyarakat yang pro dan kontra pemekaran. Tahap Proses Pemekaran Dalam prosesnya, persoalan yang muncul antara lain adalah kuatnya kecenderungan politik uang, politisasi sentimen kedaerahan, penetapan batas-batas wilayah, hingga persoalan penentuan calon ibu kota. IV - 12

54 Kinerja Setelah Terbentuk (Kinerja Daerah Otonom Baru) Sementara ketika sudah terbentuk, beragam persoalan membelit pemerintah daerah baru yang membuatnya sulit untuk mewujudkan citacita awal pembentukan daerah. Tahapan Inisiasi Pemekaran Konflik horizontal di masyarakat (pro dan kontra pemekaran), dll Tahap Proses Pemekaran Politik uang Politisasi sentimen kedaerahan Penetapan batas-batas wilayah Penentuan calon ibu kota, dll Kinerja Setelah Terbentuk Aset/kepemilikan Pelayanan publik Aparatur, dll Gambar 4.5. Beberapa Permasalahan Di Tiap Tahapan Pemekaran Daerah Berdasarkan hasil evaluasi Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, ditemui berbagai permasalahan di 57 DOB usia dibawah 3 tahun, terutama terkait dengan pengalihan Personil, Perlengkapan, Pembiayaan dan Dokumen (P3D), penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan, penetapan batas wilayah, dan permasalahan lainnya. Hasil perkembangan DOB menunjukkan hingga usia 3 tahun kondisi penyelenggaraan pemerintahan masih belum sepenuhnya efektif karena berbagai permasalahan yang belum tuntas. Hal ini mengindikasikan perlunya masa transisi dalam pembentukan daerah otonom. Dalam konteks pemekaran daerah yang biasanya diikuti dengan pemisahan aset dapat dilihat dalam UU No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah. Pada Pasal 33 ayat 1 dikatakan bahwa aset provinsi dan kabupaten/kota induk yang bergerak IV - 13

55 dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada provinsi baru dan kabupaten/kota baru, dibuat dalam bentuk daftar aset. Pemekaran wilayah yang berarti pembagian wilayah administratif dan pembagian penduduk. Pembagian administrasi daerah mencakup beberapa hal diantaranya pemisahan urusan atau tanggungjawab pemerintah daerah, pemisahan aset daerah, pembagian SDM dan pemisahan BUMD. Pembagian wilayah administratif dan pembagian penduduk akan berimplikasi pada struktur penduduk dan rumah tangga yang berbeda pada setiap wilayahnya. Walaupun demikian secara faktual proses pemisahan aset tersebut kerap kurang berjalan secara lancar. Ada kecenderungan daerah-daerah lebih fokus pada pembagian aset-aset tersebut, namun menghindari kewajibankewajiban (liabilities) atas aset tersebut. Karena itu selama proses pemisahannya saja sudah akan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Bila sudah terlanjur dipisahkan, maka dampaknya akan cenderung bersifat permanen. Karena itu fokus perhatian dampak pemekaran pada kinerja layanan publik menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Sektor air minum, khususnya PDAM sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) akan menghadapi hal-hal serupa. Pemisahan aset akibat pemekaran daerah bisa mendorong PDAM di suatu daerah terpecah. Dampaknya, adalah kinerja salah satunya akan lebih rendah atau secara total semuanya mengalami penurunan karena faktor skala ekonomi, teknis dan lain sebagainya Kasus Terkait Dampak Pemekaran pada Pelayanan Air Minum Seiring dengan euphoria pembentukan atau pemekaran daerah yang baru tanpa adanya suatu studi yang mendalam, secara otomatis pula maka setiap Pemerintah Daerah yang baru dimekarkan tersebut cenderung untuk langsung mendirikan unit-unit pelayanan masyarakat, termasuk pelayanan penyediaan air minum di Kabupaten atau Kota yang baru tersebut. Mereka langsung saja membentuk suatu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) baru atau pemecahan dari PDAM induk yang lama, dimana sebagian besar diantaranya dalam kondisi kurang sehat atau bahkan sakit. Menurut catatan IV - 14

56 dan analisa dari pakar air minum, pada dua dekade terakhir ini jumlah PDAM telah meningkat hampir 2 (dua) kali lipat sejalan dengan semakin gencarnya pemekaran daerah. Lebih ironis lagi kondisi pelayanan air minum semakin memprihatinkan karena PDAM yang baru dibentuk ini sebagian merupakan pemecahan dari PDAM lama yang sakit parah, atau bahkan kondisinya belum layak untuk menjadi suatu PDAM yang baru (Sugiri, 2012). Pemekaran daerah mengharuskan wilayah baru membentuk kelembagaan, regulasi serta rencana-rencana pengembangan yang terpisah dengan induknya, walaupun tetap dalam kesatuan sinergi. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) mungkin juga menjadi terpisah dari wilayah induknya. PDAM yang berada di dalamnya juga menghadapi hal demikian. PDAM sebagai salah satu penyelenggara SPAM yang bertugas sebagai operator di wilayah pemekaran bisa mengalami kesulitan karena harus menyesuaikan dengan situasi yang ada dan proses transisi ini, membutuhkan waktu dan dukungan baik dari Pemerintah (Pusat) maupun dari Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten/kota induknya). Sebagai salah satu bagian dari aspek pelayanan publik, pembagian aset ataupun peralihan PDAM harus tetap memperhatikan tujuan utamanya sebagai pemberi pelayanan dalam bidang air minum. Beberapa implikasi pemekaran daerah terhadap PDAM diantaranya bisa jadi berupa pembagian sumber air, pembagian aset, pembagian wilayah layanan, pembagian sumber daya manusia hingga pembagian pelanggan. Karakteristik PDAM yang demikian (seperti disebutkan di atas) memerlukan pola pemisahan aset yang khas pula. Proses pemisahan ini dapat menyebabkan terdapat perselisihan. Pola pikir yang beredar secara umum terkadang juga kurang tepat, yaitu jika terjadi pemecahan wilayah, maka seluruh aset juga harus dibagi. Beberapa fakta seperti tersebut di atas terjadi misalnya pada PDAM Kabupaten Bandung yang dimekarkan menjadi Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi. Di Provinsi Jambi juga terdapat kendala pada pemekaran Kota Sungai Penuh dari Kabupaten Kerinci. Permasalahan serupa juga terjadi di Kabupaten Toraja yang telah dimekarkan menjadi Kabupaten Toraja Utara. IV - 15

57 Bab 5 GAMBARAN UMUM KINERJA AIR MINUM DI INDONESIA DAN DAERAH PEMEKARAN PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan V - 1

58 5.1. KINERJA AIR MINUM DI INDONESIA Cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 menurut BPS, yaitu sebesar 44,2%. Di sisi lain, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Umum (Ditjen Cipta Karya), cakupannya mencapai 52,1%. Cakupan air minum layak (aman) tahun 2011 menurut dapat BPS, lebih rendah dari pada tahun Setidaknya sekitar setengah dari penduduk belum mampu mengakses air minum layak Sumber : BPS dan Ditjen Cipta Karya (data diolah) Gambar 5.1 Cakupan Air Minum Layak Nasional dan Trendnya (%) Berdasarkan kecenderungan (trend) data BPS, ada kecenderungan kuat (R 2 =0,58) cakupan air minum layak nasional semakin menurun. Hal ini patut menjadi fokus penting bagi pembangunan bidang air minum nasional. V - 2

59 Sumber : BPS dan Ditjen Cipta Karya (data diolah) Gambar 5.2 Cakupan Air Minum Layak Nasional Tahun 2010 (%) Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian PU (Ditjen. Cipta Karya), cakupan air minum layak (aman) di Pulau Kalimantan tahun 2010 yaitu sebesar 44,9%. Angka ini lebih rendah, bila dibandingkan dengan data yang diperoleh dari BPS, yakni sebesar 46,8%. Di Pulau Sulawesi, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian PU (Ditjen Cipta Karya), cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 sebesar 37,2%. Angka ini lebih rendah, bila dibandingkan dengan data yang diperoleh dari BPS, yakni sebesar 42,2%. Untuk Pulau Jawa, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian PU, cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 sebesar 62,9%. Angka ini jauh lebih tinggi, bila dibandingkan dengan data yang diperoleh dari BPS, yakni sebesar 42,8%. Angka yang dihasilkan tersebut menunjukan adanya gap yang tinggi antara hasil survei Kementerian PU dan BPS. Dari Gambar di atas dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki cakupan air minum layak (aman) tertinggi berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian PU adalah Pulau Jawa, yakni sebesar 62,9%. Namun menurut V - 3

60 data yang diperoleh dari BPS, daerah yang memiliki cakupan air minum layak tertinggi adalah Bali & Nusa Tenggara sebesar 48,0%. Sedangkan daerah yang memiliki cakupan air minum layak (aman) terendah berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian PU adalah Pulau Sulawesi, yakni sebesar 37,2%. Namun menurut data yang diperoleh dari BPS, daerah yang memiliki cakupan air minum layak terendah adalah Pulau Sumatera sebesar 38,0%. Berdasarkan kepengelolaan unit layanan air minum perpipaan, PDAM merupakan entitas utama di Indonesia, yaitu mencapai 91,2% di tahun Sedangkan sisanya sebesar 8,8% dikelola oleh non-pdam. Tabel 5.1 Kepengelolaan Unit Layanan Air Minum Perpipaan di Indonesia Tahun 2010 Wilayah PDAM Non PDAM % Sumatera 86,4 13,6 100 Jawa 99,3 0,7 100 Bali & Nusa Tenggara 87,0 13,0 100 Maluku & Papua 45,3 54,7 100 Sulawesi 94,9 5,1 100 Kalimantan 96,4 3,6 100 TOTAL 91,2 8,8 100 Sumber : Ditpam Kementerian PU (data diolah) Untuk Pulau Sumatera, Jawa, Bali & Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan, pengelolaan unit layanan air minum perpipaan oleh PDAM berada di atas 86%. Hanya di Pulau Maluku dan Papua saja yang pengelolaan non-pdam-nya cukup dominan (54,7%). Akses air minum melalui PDAM terbesar berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 99,3%. Kebutuhan layanan air minum yang layak dalam hal ini dapat dilihat melalui aspek (i) tingkat cakupan air minum yang layak dan (ii) tingkat kepadatan rumah tangga di daerah tersebut. Melalui analisis tabulasi silang (cross tabulation), maka dapat diperoleh gambaran wilayah provinsi yang memerlukan prioritas. V - 4

61 2 Kepadatan Tinggi Cakupan Tinggi 1 Kepadatan Tinggi Cakupan Rendah Sumber : BPS (data diolah) Gambar 5.3 Prioritas Kebutuhan Layanan Air Minum Layak Menurut Provinsi Tahun 2010 Prioritas ke-1 yang perlu ditangani dengan segera ialah provinsi yang memiliki tingkat cakupan air minum layak yang relatif rendah dan kepadatan rumah tangga yang tinggi. Hal ini karena dengan semakin tingginya kepadatan rumah tangga, maka akses masyarakat terhadap air bersih relatif lebih sulit, sehingga penyediaan air minum layak sudah sangat urgent untuk disediakan. Beberapa provinsi yang memiliki karakteristik ini diantaranya Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, NTB, Bali, Banten, dan Jawa Barat. Sedangkan prioritas ke-2 ialah provinsi yang memiliki karakteristik tingkat cakupan air minum layak tinggi dan juga kepadatan rumah tangga tinggi. Beberapa provinsi yang memiliki karakteristik ini antara lain Provinsi Kepri, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY. V - 5

62 5.2. KINERJA PDAM DI DAERAH PEMEKARAN Berikut ini akan diuraikan potret kondisi dan kinerja PDAM dari hasil daerah pemekaran paska tahun 1999, baik di daerah induknya ataupun di daerah otonom baru (DOB) secara umum. Komparasi hasil kinerja juga dilakukan dengan kondisi nasional secara keseluruhan agar dapat diperbandingkan Tingkat Kesehatan PDAM PDAM di Indonesia pada tahun 2011 berjumlah 391. Dari seluruh PDAM tersebut, sebanyak 335 telah dinilai kinerjanya oleh Kementerian Pekerjaan Umum (BPPSPAM) pada tahun 2011, berdasarkan data hasil audit BPKP tahun Dari data tersebut, diketahui terdapat 95 daerah yang termasuk daerah induk dan 58 daerah otonom baru (DOB) dari hasil pemekaran daerah selama tahun Tabel 5.3 Jumlah PDAM Daerah Induk dan DOB yang telah Dinilai Kinerjanya Tahun 2010 No Kategori Daerah Jumlah PDAM Ket. 1 Daerah Induk 95 2 Daerah Otonom Baru (DOB) 58 Total 153 Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Diketahui bahwa persentase PDAM di daerah induk dan daerah otonom baru (DOB)/hasil pemekaran memiliki kinerja yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan tingkat nasional secara keseluruhan. Jika di tingkat nasional, persentase PDAM dengan kategori sehat tahun 2010 mencapai 43,28%, maka kategori PDAM sehat di daerah induk hanya sebesar 24,21% dan di DOB sebesar 27,59%. Sebaliknya, kategori PDAM sakit di daerah induk dan DOB, persentasenya lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat nasional. V - 6

63 No Kategori Tabel 5.4 Kinerja PDAM Tahun 2010 Nasional Persentase (%) PDAM Daerah yang Dimekarkan Daerah Induk Daerah Otonom Baru (DOB) Daerah Tidak Mekar 1 Sehat 43,28% 24,21% 27,59% 55,85% 2 Kurang Sehat 30,75% 40,00% 41,38% 34,04% 3 Sakit 25,97% 35,79% 31,03% 10,11% Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Ket : DOB merupakan daerah yang dimekarkan setelah tahun 1999 Jika ditelaah lebih lanjut, terlihat juga bahwa persentase daerah yang tidak mengalami pemekaran (daerah tidak mekar) kinerjanya lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat nasional. Pada tahun 2010, persentase PDAM di daerah tidak mekar (DTM) yang sehat mencapai 55,85% dan PDAM yang sakit hanya sebesar 10,11%. Hal ini setidaknya memberikan indikasi awal bahwa permasalahan PDAM cenderung akan relatif banyak ditemui di daerah yang mengalami pemekaran wilayah. Banyak hal yang dapat menyebabkan kondisi seperti ini dan diperlukan telaah yang mendalam untuk dapat menguraikannya. Daerah Induk Daerah Otonom Baru (DOB) Sakit 36% Sehat 24% Sakit 31% Sehat 28% Kurang Sehat 40% Kurang Sehat 41% Daerah Tidak Mekar Nasional V - 7

64 Kurang Sehat 34% Sakit 10% Sehat 56% Sakit 26% Kurang Sehat 31% Sehat 43% Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Gambar 5.5 Kinerja PDAM di Daerah Induk, DOB, Daerah Tidak Mekar, serta secara Nasional Tahun 2010 (%) Pada daerah pemekaran (daerah induk dan DOB) persentase PDAM sakit dan kurang sehat lebih besar dibandingkan Daerah Tidak Mekar dan Nasional Jumlah Pelanggan Salah satu aspek penting dari karakteristik bisnis PDAM dicirikan dengan proses produksi air yang membutuhkan investasi dalam jumlah besar untuk pengolahan hingga distribusinya. Investasi ini tergolong sebagai biaya tetap (fixed cost). Karakteristik ini membutuhkan produksi dan pelanggan dalam jumlah besar atau membutuhkan skala produksi yang mencukupi untuk dapat mengembalikan investasinya dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut dapat berpengaruh pada tingkat kesehatan PDAM tersebut (BPP SPAM, 2013). Dengan adanya proses skala ekonomis (economies of scale), maka dengan semakin besarnya pelanggan yang ada diharapkan dapat meningkatkan potensi pendapatan yang lebih baik, yang pada akhirnya akan berkorelasi dengan tingkat kesehatan organisasi PDAM itu sendiri. Berdasarkan jumlah sambungan pelanggannya, pola yang terdapat di daerah induk, daerah otonom baru (DOB), daerah tidak mekar, serta secara nasional (keseluruhan) dapat dilihat dalam Tabel berikut ini. V - 8

65 No Tabel 5.5 Komposisi PDAM Menurut Kategori Jumlah Pelanggan Tahun 2010 Kategori Jumlah Sambungan Pelanggan (Unit SL) PDAM Daerah yang Dimekarkan Daerah Induk Daerah Otonom Baru (DOB) Persentase (%) Daerah Tidak Mekar Nasional 1 > ,05% 0,00% 4,79% 2,93% 2 > ,00% 0,00% 2,13% 1,17% 3 > ,11% 0,00% 7,45% 4,69% 4 > ,37% 0,00% 13,83% 9,68% 5 > ,00% 13,79% 45,74% 33,14% ,47% 86,21% 26,06% 48,39% Sumber Jumlah 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% : BPP SPAM 2011 (data diolah) Ket : DOB merupakan daerah yang dimekarkan setelah tahun 1999 Terlihat dari tabel di atas, bahwa sebagian besar daerah induk dan DOB memiliki jumlah pelanggan yang relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan rerata tingkat nasional secara keseluruhan. Komposisi jumlah pelanggan di daerah induk dan DOB bahkan sebagian besar di bawah SL. Bahkan di DOB, jumlah pelanggan SL mencapai 86,21%. Ini menunjukkan bahwa PDAM daerah induk dan DOB merupakan perusahaan berskala kecil. Hal ini dapat menjadi indikasi awal bahwa dengan kondisi skala produksi yang relatif kecil, maka akan cenderung kurang menguntungkan. PDAM yang dipecah pada awalnya berukuran kecil. Maka dengan adanya pemekaran daerah, jumlah SL PDAM semakin sedikit. Artinya PDAM di daerah pemekaran (daerah induk dan DOB) akan menghadapi persoalan ketidakcukupan skala ekonomi Jika dikaitkan dengan relatif lebih besarnya persentase PDAM sakit di daerah induk dan DOB, maka kecilnya jumlah sambungan pelanggan di wilayahwilayah ini dapat menjadi indikasi salah satu penyebabnya. Dengan dimekarkannya suatu daerah, maka dapat dipastikan bahwa jumlah pelanggan yang dilayani akan semakin mengecil, terutama jika daerah hasil pemekaran (DOB) membentuk organisasi PDAM baru. V - 9

66 Tingkat Kesehatan Kab. Kutai Kab. Bandung Kab. Malang R² = 0,1294 Kab. Bogor 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0, Sumber Jumlah Pelanggan (Unit SL) : BPP SPAM 2011 (data diolah) Gambar 5.6 Tabulasi Silang Tingkat Kesehatan PDAM dan Jumlah Sambungan Pelanggan di Daerah Pemekaran Tahun 2010 PDAM termasuk sehat apabila skor total seluruh aspek penilaian dari BPPSPAM Kementerian Pekerjaan Umum lebih dari 2,8. Berdasarkan kerangka pikir skala produksi, jumlah pelanggan dan potensi pendapatannya, maka jumlah pelanggan tampaknya berhubungan dengan tingkat kesehatan PDAM. Temuan menarik dengan dilakukan cross tabulation antara jumlah sambungan pelanggan (unit SL) dengan tingkat kesehatan PDAM di daerah pemekaran (daerah induk dan DOB) tahun 2010, ialah PDAM yang memiliki jumlah sambungan pelanggan di atas unit SL merupakan PDAM yang sehat. Hal ini setidaknya menjadi indikasi awal bahwa besaran sambungan pelanggan berpengaruh positif terhadap tingkat kesehatan PDAM. Tabel 5.6 Persentase PDAM Sehat Berdasarkan Kategori Jumlah Pelanggan di Daerah Pemekaran Tahun 2010 No Kategori Jumlah Pelanggan (Unit SL) Persentase PDAM Sehat Daerah Induk Daerah Otonom Baru (DOB) 1 > ,00% - 2 > > ,00% - 4 > ,86% - V - 10

67 No Kategori Jumlah Pelanggan (Unit SL) Persentase PDAM Sehat Daerah Induk Daerah Otonom Baru (DOB) 5 > ,58% 87,50% ,67% 18,00% Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Terlihat dari Tabel di atas bahwa terdapat kecenderungan dimana semakin mengecil jumlah sambungan pelanggan, persentase PDAM yang sehat juga semakin menurun di daerah induk dan DOB Tarif Air Minum PDAM Penetapan harga/tarif normal oleh suatu perusahaan, umumnya adalah lebih tinggi daripada rata-rata biaya produksinya. Jika tarif yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan biaya produksinya, maka dapat dipastikan perusahaan tersebut mengalami kerugian usaha. Hal ini juga berlaku bagi PDAM. Dengan demikian, tarif memegang peranan yang sangat penting untuk meningkatkan pelayanan PDAM yang optimal. No Kondisi yang ada dari sebagian PDAM saat ini menujukkan tarif yang ditetapkan masih berada di bawah harga pokok produksi (HPP), sehingga tarif tersebut belum mampu mencukupi seluruh biaya produksi (full cost recovery/fcr). Bila diteliti lebih jauh, penetapan tarif memiliki pola keterkaitan dengan jumlah sambungan pelanggan suatu PDAM. Tabel 5.7 Selisih Tarif Rata-rata Terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) PDAM di Daerah Induk dan DOB Tahun 2010 Kategori Jumlah Pelanggan (Unit SL) Rerata Selisih Tarif terhadap HPP (Rp/m 3 ) Daerah Otonom Daerah Induk Baru (DOB) 1 > ,6-2 > > ,9-4 > (537,4) - 5 > (1.496,1) (592,0) (2.027,2) (2.623,4) Sumber Ket : BPP SPAM 2011 (data diolah) : Angka di dalam kurung merupakan angka negatif V - 11

68 Selish Tarif Rerata - HPP (Rp/m3) Dari PDAM daerah induk dan DOB tahun 2010 diketahui bahwa PDAM yang memiliki jumlah sambungan pelanggan di atas SL mempunyai nilai selisih tarif rata-rata terhadap HPP yang positif. Di sisi lain, PDAM yang memiliki jumlah sambungan pelanggan di bawah SL mempunyai nilai selisih tarif rata-rata terhadap HPP yang negatif. PDAM daerah pemekaran yang memiliki jumlah SL di atas SL umumnya mempunyai selisih tarif rata-rata terhadap HPP yang positif (jual untung). PDAM daerah pemekaran yang memiliki jumlah SL di bawah SL umumnya mempunyai selisih tarif rata-rata terhadap HPP yang negatif (jual rugi). Jika dilihat pola dan kecenderungannya, semakin sedikit jumlah sambungan pelanggan, maka semakin besar kerugian yang diderita oleh PDAM akibat semakin besarnya jurang perbedaan (gap) antara tarif air yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pokok produksi. 500,0-188,9 226, (500,0) (1.000,0) (592,0) (537,4) (1.500,0) (2.000,0) (2.500,0) (2.027,2) (1.496,1) Daerah Induk Daerah Otonom Baru (DOB) (3.000,0) (2.623,4) > > > > > Sumber Jumlah Sambungan Pelanggan (Unit SL) : BPP SPAM 2011 (data diolah) Gambar 5.7 Selisih Tarif Rata-rata Terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) PDAM di Daerah Induk dan DOB Tahun 2010 Pada PDAM daerah induk dan DOB yang tarifnya masih di bawah HPP, maka diperlukan penyesuaian tarif. Namun pertimbangan dari aspek lainnya perlu V - 12

69 mendapat perhatian terlebih dahulu sebelum disesuaikan tarifnya, diantaranya teknis produksi, distribusi dan pola pengelolaan keuangannya. No. Analisis kombinasi antara tarif dan tingkat kesehatan PDAM di daerah induk dan DOB dapat menunjukkan empat situasi, yaitu [1] PDAM sehat dan selisih tarif positif/untung [2] PDAM sehat dan selisih tarif negatif/rugi [3] PDAM tidak sehat dan selisih tarif negatif/rugi [4] PDAM tidak sehat dan selisih tarif positif/untung. Tabel 5.8 PDAM menurut Tingkat Kesehatan dan Selisih Tarif Air terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) Rata-Rata di Daerah Induk dan DOB Tahun 2010 Kondisi PDAM Daerah Induk & Daerah Induk DOB DOB Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Sehat & Tarif Untung 5 5,3% 2 3,4% 7 4,6% 2 Sehat & Tarif Rugi 18 18,9% 14 24,1% 32 20,9% 3 Tidak Sehat & Tarif Rugi 67 70,5% 41 70,7% ,6% 4 Tidak Sehat & Tarif Untung 5 5,3% 1 1,7% 6 3,9% TOTAL % % % Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Dari Tabel di atas, terlihat bahwa sebagai besar PDAM di daerah induk dan DOB ada dalam situasi tidak sehat & tarif rugi, yaitu mencapai 70% dari PDAM yang ada. Ini merupakan posisi terberat yang dapat mengancam keberlanjutan dan kelangsungan usaha PDAM. Di daerah induk hanya terdapat 5,3% PDAM yang sehat dan memiliki tarif yang menguntungkan. Sedangkan di DOB kondisi PDAM seperti ini hanya mencapai 3,4%. Sebagian besar PDAM daerah induk dan DOB dalam kondisi TIDAK SEHAT & TARIF RUGI (mencapai 70% dari PDAM yang ada). Ini merupakan posisi terberat yang dapat MENGANCAM KEBERLANJUTAN DAN KELANGSUNGAN USAHA PDAM. V - 13

70 Tingkat Kehilangan Air (Kebocoran) PDAM Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan PDAM adalah tingkat kehilangan air (kebocoran). Kehilangan air dihitung dari selisih antara air yang disalurkan dibandingkan jumlah air yang terjual. Tabel 5.9 Tingkat Kehilangan Air PDAM di Indonesia Tahun 2010 No. Tingkat Kehilangan Air (Kebocoran) PDAM Rerata 1 Nasional 33% 2 Daerah Tidak Mekar 31,4% 3 Daerah Induk 35,8% 4 Daerah Otonom Baru (DOB) 30,8% Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Rata-rata kehilangan air PDAM secara nasional pada tahun 2010 mencapai 33%. Nilai kehilangan air ini cukup besar, atau hampir 1/3 dari air yang didistribusikan. Untuk daerah yang merupakan daerah induk dan DOB ratarata kehilangan air tidak terlalu jauh berbeda dengan tingkat nasional secara keseluruhan. Jika dilihat dari Tabel di atas ternyata daerah induk mempunyai rata-rata kehilangan air di atas nilai nasional, yaitu mencapai 35,8%. Dalam hal ini terdapat hubungan antara tingkat kehilangan air dengan tingkat kesehatan PDAM di daerah induk dan DOB. Tingkat kehilangan air berhubungan negatif dengan tingkat kesehatan PDAM, yaitu semakin kecil tingkat kehilangan air, maka semakin meningkat tingkat kesehatan PDAM. V - 14

71 Tingkat Kehilangan Air (%) 90,0% 80,0% 70,0% 60,0% 50,0% R² = 0, ,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0% - 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 Skor Kesehatan PDAM Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Gambar 5.8 Tingkat Kehilangan Air dan Kesehatan PDAM di Daerah Induk dan DOB Tahun Cakupan Pelayanan PDAM Diketahui bahwa rata-rata cakupan pelayanan PDAM di daerah induk dan DOB pada tahun 2010 lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tingkat nasional secara keseluruhan yang mencapai 35,1%. Rata-rata cakupan pelayanan PDAM di daerah induk hanya sebesar 30,6%, sedangkan di DOB sebesar 29,5%. V - 15

72 Tingkat Cakupan Pelayanan (%) 45,0% 40,0% 35,0% 30,0% 35,1% 39,1% 30,6% 29,5% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% Nasional Daerah Otonom Lama (DOL) Daerah Induk Daerah Otonom Baru (DOB) Sumber : BPP SPAM 2011 (data diolah) Gambar 5.9 Rerata Tingkat Cakupan Pelayanan PDAM Tahun 2010 Hal ini perlu ditingkatkan lebih lanjut, terutama untuk dapat mencapai target MDGs dimana cakupan air minum sebesar 68,8%. Sebagaimana diketahui, kondisi pada tahun 2011 menunjukkan bahwa cakupan pelayanan air minum secara nasional masih cukup rendah yakni sebesar 55,04% (BPP SPAM, 2013). V - 16

73 Bab 6 HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN PDAM WILAYAH PEMEKARAN PT. Kartika Pradiptaprisma Konsultan VI - 1

74 6.1. GAMBARAN UMUM LOKASI UJI PETIK Terdapat 8 provinsi yang menjadi lokasi uji petik kegiatan Kajian Implikasi Pemekaran (Daerah) terhadap Kinerja PDAM, yaitu (1) Lampung, (2) Jawa Barat, (3) Kalimantan Timur, (4) Sulawesi Barat, (5) Sulawesi Tenggara, (6) Nusa Tenggara Timur, (7) Maluku Utara, serta Papua Barat. Gambar 6.1 Lokasi Uji Petik Dalam hal ini dipilih beberapa PDAM di kabupaten/kota yang merupakan daerah pemekaran, baik yang merupakan daerah induk ataupun daerah otonom barunya (DOB). Selain itu, pemilihan PDAM juga mempertimbangkan karateristik tertentu, diantaranya tingkat kesehatan PDAM, kondisi kelembagaan PDAM di daerah hasil pemekaran, dan sebagainya. Wilayah yang disurvei dalam hal ini tidak hanya daerah yang memiliki PDAM saja, namun juga wilayah yang menjadi daerah pelayanan PDAM daerah induk. Ini merupakan contoh kasus untuk Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, yang dilayani oleh PDAM Kabupaten Bandung. Berikut ini merupakan lokasi PDAM di tingkat kabupaten/kota yang menjadi objek kunjungan lapangan. VI - 2

75 No. Provinsi Kab/Kota Daerah Pemekaran 1 Lampung Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Timur Tabel 6.1 PDAM Kabupaten/Kota Lokasi Uji Petik Status Daerah Keberadaan PDAM Ada Tidak Keterangan Daerah Induk Awal rencana survei ialah ke PDAM Kab. Lampung Tengah. Namun karena PDAM Lampung Tengah sudah tidak beroperasi (bangkrut), lokasi uji petik dipindahkan ke PDAM Kab. Lampung Selatan. DOB 2 Jawa Barat Kab. Bandung Daerah Induk 3 Kalimantan Timur 4 Sulawesi Barat 5 Sulawesi Tenggara 6 Maluku Utara Kota Cimahi DOB Kab. Bandung Barat DOB Terdapat BUMD PT. Perdana Mutiguna Sarana Bandung Barat yang bergerak di bidang agrobisnis, pengelolaan air baku, penyediaan jasa sarana dan prasarana. Kab. Ciamis Daerah Induk Kota Banjar DOB Kab. Kutai Kartanegara Daerah Induk Kota Botang DOB Kab. Polewali Mandar Daerah Induk Kab. Mamasa DOB Kab. Kolaka Daerah Induk Kab. Kolaka Utara DOB Kab. Halmahera Tengah Kota Tidore Kepulauan Daerah Induk DOB 7 NTT Kab. Kupang Daerah Induk 8 Papua Barat Kab. Rote Ndao DOB Kab. Manokwari Daerah Induk VI - 3

76 6.2. GAMBARAN UMUM PDAM DI LOKASI UJI PETIK Berikut ini diuraikan gambaran umum PDAM yang menjadi lokasi uji petik kegiatan kegiatan Kajian Implikasi Pemekaran (Daerah) terhadap Kinerja PDAM. Skema substansi yang dibahas dalam subbab gambaran umum PDAM ini dapat dilihat dalam Gambar di bawah ini. ASPEK TEKNIS Unit Air Baku Unit Produksi Unit Distribusi Unit Pelayanan Sejarah Pembentukan PDAM Gambaran Umum PDAM ASPEK NON TEKNIS Keuangan Kelembagaan TINGKAT KESEHATAN PDAM Tabel 6.2 Skema Substansi Gambaran Umum PDAM Lokasi Survei PDAM di Wilayah Lampung PDAM wilayah pemekaran Provinsi Lampung yang menjadi lokasi uji petik adalah PDAM Kabupaten Lampung Selatan (daerah induk) dan PDAM Lampung Timur (DOB). Pada awalnya lokasi uji petik yang dituju ialah PDAM Lampung Tengah dan PDAM Lampung Timur. Namun ketika dilakukan kunjungan lapangan ternyata PDAM Lampung Tengah Way Irang" ternyata telah berhenti beroperasi (bangkrut), maka lokasi uji petik dialihkan menjadi ke PDAM Kabupaten Lampung Selatan. VI - 4

77 PDAM Kabupaten Lampung Selatan A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Pembangunan sarana dan prasarana penyediaan Air bersih Kabupaten Lampung Selatan di mulai di Kota Agung sejak tahun melalui Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Air Bersih Lampung Selatan dengan status pengawasan di bawah Badan Pengelola Air Minum Kabupaten Lampung Selatan. Dengan di mekarkannya Kabupaten Lampung Selatan menjadi 2 (dua) kabupaten pada tahun 1997, yaitu (i) Kabupaten Lampung Selatan dan (ii) Kabupaten Tanggamus, maka bentuk hukum PDAM Tirta Jasa mengalami perubahan. Terakhir dengan Peraturan Daerah no 44 tahun 2000 yang mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan air bersih kepada Masyarakat Kabupaten Lampung Selatan. Dengan mengacu Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah no 8 tahun 2000 tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum maka Perusahaan daerah Air minum Tirta Jasa Kabupaten Lampung Selatan masuk dalam Klasifikasi PDAM Type A dengan jumlah pelangan saat ini sebanyak Sambungan pelanggan. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku yang digunakan untuk memenuhi air baku berasal dari beberapa macam sumber antara lain : 1. Untuk Wilayah Kalianda terdiri dari 3 (tiga) macam : a. Mata air Gunung yaitu Sumur Kumbang,Cijeluk dan Way Mamata. Untuk saat ini kapasitas yang dapat di manfaatkan untuk ketiga sumber di atas sangat kecil khususnya di musim kemarau Debit air berkurang serta adannya permasalahan pemanfaatan air untuk pertanian. b. Mata air Permukaan yaitu Pematang Landak dan Way Biah (Canti) untuk sumber dari Pematang Landak di saat kemarau air tidak dapat di manfaatkan sama sekali sedangkan untuk way Biah relatif stabil. VI - 5

78 c. Air permukaan yaitu Way Ujau. Untuk saat ini pemanfaatan sumber Way Ujau hanya di pakai sebagai Cadangan apabila sumber Way Biah ( canti) mengalami penurunan. 2. Untuk Wilayah Pelayanan Unit Branti sumber air berasal dari Sungai Way Sekampung. Sungai Way Sekampung merupakan salah satu Sungai Lampung yang cukup besar mengalir dari beberapa wilayah Kabupaten dan merupakan sumber utama untuk kebutuhan pertanian yang dalam kondisi normal, debit airnya stabil, sehingga untuk rencana peningkatan kapasitas produksi air sangat memungkinkan. 3. Untuk Wilayah Penengahan sumber air berasal dari Way Pahibungan yang merupakan mata air permukaan, dialirkan secara gravitasi ke daerah pelayanan selama 24 jam akan tetapi untuk saat ini masih belum dapat mencukupi kebutuhan pelanggan dari debit produksi 5 ltr/detik, tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya karena sebagian dimanfaatkan oleh masyarakat. 4. Untuk wilayah Unit Bakauheni sumber air baku berasal dari hasil bagi pihak ketiga yaitu yang mengelola penyediaan air di Pelabuhan Bakauheni. Pada saat kondisi normal kapasitas produksi dapat mencapai 5 liter/detik, akan tetapi untuk kondisi kemarau penurunan Debit bisa mencapai 50 % ataupun lebih sehingga pendistribusian air dilakukan secara bergiliran. Selain sumber air baku diatas PDAM Tirta Jasa Kabupaten Lampung Selatan juga memiliki 4 ( empat) unit sumur Bor pada beberapa unit pelayanan yaitu: Unit Sidomulyo debit 10 liter/detik,unit hajimena debit 5 Liter/detik, Unit Way Kandis debit 5 liter/detik dan Unit Jati Agung debit 10 liter/detik. Pada saat ini debit Sumur Bor tersebut relatif stabil, hanya di Unit Way Kandis yang mengalami kekurangan karena telah cukup lama beroperasi. 2. Unit Instalasi Jumlah sistem yang digunakan PDAM Tirta Jasa Kabupaten Lampung Selatan saat ini terdiri dari 6 (enam) unit pelayanan yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan dengan rincian sebagai berikut. VI - 6

79 Tabel 6.3 Unit Instalasi PDAM Tirta Jasa No. Cabang/Unit, Lokasi Sumber Jenis Sumber 1 Kalianda - Sumur Kumbang - Cijeluk - Way memata - Pematang landak - Canti - Way ujau MAG ( Gravitasi) MAG (Grafitasi) MAG ( Grafitasi) MAG (Grafitasi) MAP ( perpompaan) AP ( Perpompaan) Kapasitas (l/detik) Terpasang Produksi 2 Bakauheni -Totoharjo MAP ( Grafitasi ) Penengahan Way Pahibungan MAP (Grafitasi) 5 2,5 4 Way kandis - Way kandis - Hajimena - Jati Agung SB ( Perpompaan) SB ( Perpompaan) SB ( Perpompaan) 5 Branti - Tegineneng AP/Sungai (Perpompaan) , Sidomulyo -Sidomulyo SB ( Perpompaan) 10 8 Jumlah Ketersediaan air baku di PDAM Tirta Jasa Kabupaten Lampung Selatan untuk dimanfaatkan cukup tersedia untuk wilayah Kalianda dan Branti, sedangkan untuk daerah lainnya kondisinya sudah maksimal. Peningkatan produksi hanya dapat dilakukan dengan penambahan jam operasi untuk wilayah Hajimena, Jati Agung dan Sidomulyo. Untuk wilayah Kalianda sarana dan prasarana yang telah terbangun untuk penyediaan air bersih adalah Intake Canti yang terletak di Desa canti (berjarak kurang lebih 1 km dari lokasi IPA Glumpai). Sistem pengambilan air baku dilakukan dengan cara Pembuatan saluran terbuka yang mengalir ke 2 (dua) buah bak pengumpul, dari bak pengumpul di alirkan ke IPA Glumpai dengan 2 (dua) buah pompa centrifugal kapasitas 30 l/dt. Pada awal mula beroperasi Intake canti terdiri dari 2 buah intake yang masing masing mempunyai 2 (dua) buah pompa untuk menyuplai air ke IPA Glumpai, akan tetapi untuk saat ini yang berfungsi hanya 1 (satu) buah pompa untuk masing masing intake yang beroperasi selama kurang lebih 18 jam sehingga mengakibatkan sering terjadinya kerusakan. VI - 7

80 Untuk itu perlu adanya penambahan pompa di Intake Canti agar beroperasi secara bergantian serta adannya pompa cadangan. Selanjutnya pada tahun 2000 di bangun intake baru dengan di buatnya bendungan di sungai Way Ujau yang kemudian di alirkan dengan saluran terbuka ke bak pengumpul. Dari bak pengumpul air di alirkan ke IPA Glumpai dengan centrifugal kapasitas 60 l/dt yang berjarak kurang lebih 5 km. Intake Way Ujau terdiri dari 2 ( dua) buah pompa centrifugal dengan kapasitas 60 l/dt. Intake Way Ujau hanya di operasikan apabila terjadi kekurangan kwantitas air di Intake canti mengingat tingginya biaya operasional karena masih menggunakan tenaga Genset. Untuk wilayah Unit Branti sistem Intake berupa Sumur intake yang di bangun pada tahun 1998 di pinggiran sungai Way Sekamopung, pipa inlet berupa pipa sceen GIP dia 350 mm yang berjumlah 2 buah menjorok ke tengah sungai. Dari sumuran air dialirkan ke IPA mengunakan Pompa Submersible dengan kapasitas 25 l/dt yang berjarak kurang lebih 50 mter,pompa intake sendiri terdiri dari 2(dua) buah pompa Submersible kapasitas 25 l/dt yang beroperasi secara bergantian. Sistem pengolahan air bersih dan kapasitas produksi terpasang pada PDAM Tirta Jasa dapat dilihat pada tabel berikut. No. Tabel 6.4 Kapasitas Terpasang PDAM Tirta Jasa N a m a Tahun Pembuatan Kapasitas Terpasang (Liter/Detik) 1. WTP I Glumpai/Canti Kalianda WTP II Glumpai /Canti Kalianda WTP III Glumpai /Canti Kalianda WTP Tegineneng / Branti natar PDAM Tirta Jasa memiliki 10 (sepuluh) unit reservoir dapat dilihat pada tabel berikut VI - 8

81 No. N a m a Tabel 6.5 Reservoir PDAM Tirta Jasa Tahun Pembuatan Kapasitas Terpasang (M3) 1 Reservoir Sukamandi Kalianda Reservoir Sukamandi Kalianda Reservoir Glumpai Kalianda Reservoir Glumpai kalianda Reservoir Lubuk Kalianda Reservoir Bakauheni Reservoir Tegineneng Branti Reservoir Tegineneng Branti Reservoir KNA Branti Reservoir Jati Agung Unit Produksi Dari seluruh sistem yang ada saat ini, jumlah kapasitas terpasang adalah 240 lt/dtk. Selain wilayah pelayanan Kalianda seluruh kapasitas produksi/sumber air, pengolahan dan distribusi yang terpasang telah di manfaatkan untuk melayani air bersih sehingga tidak ada kapasitas yang mengangur. Yang ada sebagian hanyalah belum maksimalnya jam operasi di karenakan menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Untuk wilayah Kalianda pada saat musim kemarau sumber air dari MAG tidak dapat di manfaatkan di karenakan debitnya sangat kecil sekali,sedangkan belum di manfaatkan sumber air baku Way ujau di karenakan biaya operasional yang sangat tinggi. Pada saat ini jam operasi produksi maupun distribusi pada wilayah masing masing wilayah berbeda : 1. Wilayah kalianda jam operasi untuk saat ini 18 jam perhari dengan sistem pendistribusian secara bergiliran. 2. Wilayah Bakauheni dan penengahan jam operasi 24 jam /hari 3. Wilayah Sidomulyo jam operasi 9 jam /hari. 4. Wilayah way kandis jam operasi 18 jam /hari. 5. Wilayah Hajimena jam operasi 6 jam /hari. 6. Wilayah Jati Agung jam operasi 5 jam /hari. 7. Wilayah branti jam operasi 12 jam /hari. Produksi air PDAM Tirta Jasa selama 1 (satu) tahun yaitu tahun 2011 setelah dikurangi dengan jumlah produksi air wilayah Pesawaran mengalami peningkatan sebesar m3 dibandingkan pada tahun 2010,dari jumlah VI - 9

82 air produksi sebesar m3 pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar pada tahun Jumlah air yang didistribusikan pada tahun 2011 adalah sebesar m³ dibandingkan tahun 2010 sebanyak m³ dan tahun 2009 hanya sebanyak m³. Peningkatan jumlah produksi dan distribusi air tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah pelanggan aktif sebanyak 486 unit sambungan baru, yakni penambahan sebanyak 98 unit tahun 2010, tahun 2011 sebanyak 388. Peningkatan jumlah pelanggan Khususnya tahun 2011 di sebabkan adannya terobosan penurunan Biaya Pemasangan serta masih berkembangnya Unit baru yaitu Wilayah Kecamatan Sidomulyo. 4. Unit Distribusi Sistem distribusi PDAM Tirta Jasa berdasarkan DED Sistem Penyediaan Air Bersih PDAM Tirta Jasa dibagi dalam 8 wilayah pelayanan teknis, yaitu : Wilayah Pelayanan : Unit Bakauheni. Wilayah Pelayanan : Unit Penengahan. Wilayah Pelayanan : Cabang Kalianda. Wilayah Pelayanan : Unit Sidomulyo. Wilayah Pelayanan : Unit Way kandis. Wilayah Pelayanan : Unit Hajimena. Wilayah Pelayanan : Unit Jati Agung. Wilayah Pelayanan : Unit Branti. Ke 8 wilayah pelayanan tersebut merupakan wilayah yang terpisahkan, sistim Distribusi untuk wilayah selain Cabang Kalianda hanya mengunakan satu pipa distribusi utama, sedangkan untuk wilayah Kalianda terdapat 4 (empat) jalur pipa distribusi utama yang saling terkoneksi. Untuk wilayah Kalianda pendistribusian air minum dilakukan secara langsung dari reservoir ke wilayah pelayanan dengan sistem grafitasi dan perpompaan serta ada sebagian yang di bantu menggunakan Boster Pump. Untuk Wilayah Penengahan Bakauheni dan penengahan pendistribusian air di lakukan secara langsung dengan sistem grafitasi. Untuk wilayah Sidomulyo, Way Kandis dan Hajimena, pendistribusian air di lakukan secara langsung dengan sistem perpompaan dari Sumur Bor ke wilayah pelayanan, sedangkan untuk wilayah Jati Agung dan Branti di VI - 10

83 lakukan secara langsung dengan sistem perpompaan dari reservoir ke wilayah pelayanan. 5. Unit Pelayanan Berdasarkan data kependudukan pada tahun 2011 untuk Kabupaten Lampung Selatan adalah jiwa. Jumlah penduduk terlayani PDAM Tirta Jasa sesuai hasil audit BPKP tahun 2010 adalah sebanyak jiwa, sehingga cakupan pelayanan wilayah administrasi sebesar 4,41 % dari jumlah penduduk sebanyak jiwa atau 13,29% terhadap jumlah penduduk dalam wilayah pelayanan teknis sebanyak jiwa. Cakupan pelayanan air minum tahun 2011 untuk wilayah teknis pelayanan sebanyak jiwa atau 13,32 % dari jumlah penduduk sebanyak jiwa, sedangkan untuk wilayah Kabupaten Lampung Selatan sebesar 6,65% dari jumlah penduduk sebanyak jiwa. Perkembangan cakupan pelayanan dalam 3 tahun terakhir tersaji pada table dibawah ini : Tabel 6.6 Perkembangan Cakupan Pelayanan PDAM Tirta Jasa Tahun Jumlah Pddk. Wil. Pelayanan (Jiwa) Jumlah Langganan Jumlah Penduduk Terlayani (Jiwa) Persentase Pelayanan (%) , , ,32 Jumlah pelanggan selama 2 tahun terakhir mengalami peningkatan, yaitu SL pada tahun 2010 menjadi SL pada tahun Adanya pertambahan pelanggan ini disebabkan penurunan biaya pasang baru serta pengembangan jaringan baru dan unit baru. Wilayah Operasi Pelayanan PDAM Tirta Jasa Kabupaten Lampung Selatan adalah sebagai berikut : a. PDAM Cabang Kalianda b. PDAM Unit Bakauheni c. PDAM Unit Penengahan d. PDAM Unit Sidomulyo e. PDAM Unit Way Kandis / Haji Mena f. PDAM Unit Way Hui g. PDAM Unit Branti VI - 11

84 h. PDAM Unit Gedong tataan i. PDAM Unit Way Lima j. PDAM Unit Kedondong k. PDAM Unit Padang Cermin l. PDAM Unit tangki. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Berdasarkan laporan audit per 31 Desember 2011, total pendapatan PDAM Tirta Jasa meningkat sebesar Rp ,63 atau 15 yaitu sebesar Rp yang terdiri dari Pendapatan Air Rp dan Pendapatan Non air sebesar Rp dibandingkan tahun 2010 hanya sebesar Rp Biaya operasional pada tahun 2010 sebesar Rp ,15 dan pada tahun 2009 sebesar Rp ,57 Meningkatnya biaya operasional disebabkan biaya umum dan administrasi serta adannya sumur bor yang memakai bahan bakar solar serta pemakaian listrik di Kalianda. Total biaya operasional tahun 2011 adalah Rp ,00 dengan rincian biaya sebagai berikut. Biaya Sumber air : Rp Biaya Pengolahan Air : Rp Biaya Transmisi & Distribusi : Rp ,5 Jumlah Biaya Langsung : Rp ,5 Biaya Umum dan Administrasi : Rp ,5 Jumlah Biaya Tidak Langsung : Rp ,5 Saldo Kas PDAM selama 2 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar Rp ,58 atau sebesar 15 %. Dimana saldo kas pada tahun 2010 sebesar Rp ,05 menjadi sebesar Rp ,47,- pada tahun Dibandingkan pada tahun 2008 hanya sebesar Rp ,05,-Kenaikan saldo karena Tarif baru. VI - 12

85 Tarif Tarif air yang berlaku sampai dengan awal tahun 2012 masih berdasarkan tarif air tahun 2008 yang mengacu pada pada Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan Nomor : 5 Tahun tentang Penetapan Tarif/Harga Dasar Air Minum pada PDAM Tirta Jasa Pada bulan oktober tahun 2008, perusahaan telah menaikkan tarif air yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati Lampung Selatan Nomor : 5 Tahun tanggal 15 Oktober2008. dengan tarif yang berlaku tarif progresif. Dibandingkan tahun 2002 tarif dasar tahun 2008 meningkat sebesar 55 % dimana tarif dasar 2008 sebesar Rp2100./M³ menjadi Rp3.800./M³ pada tahun Kelembagaan PDAM Organisasi Struktur Organisasi PDAM Tirta Jasa berdasarkan Keputusan Bupati Lampung Selatan No. 11 Tahun 2001 yang terdiri dari 3 orang Badan Pengawas, 1 orang Direktur, 2 orang Kepala Bagian, 7 orang Kasubbag, 1 orang Kepala Cabang dan 11 orang Kepala Unit dan 75 orang Pelaksana, seluruhnya berjumlah 97 orang. Gambar 6.2 Struktur Organisasi PDAM Tirta Jasa VI - 13

86 Sumber Daya Manusia Berdasarkan hasil audit dan mengacu pada Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah No. 8 Tahun 2000 tanggal 10 Agustus 2000 tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum, maka sistem organisasi PDAM Tirta Jasa Kabupaten Lampung Selatan termasuk Tipe A mengikuti jumlah pelanggan yang ada, yaitu sebanyak unit. Adapun bentuk organisasi yang ada, sesuai dengan peraturan yang ada, terdiri dari 1 (satu) Direktur dan 2 (dua) Kepala Bagian, yaitu Bagian Administrasi/Keuangan dan Bagian Teknik. Sumber Daya Manusia yang dimiliki PDAM Tirta Jasa Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2011 berjumlah 93 orang, sehingga rasio perbandingan antara jumlah karyawan dan jumlah pelanggan pada tahun 2011, dengan jumlah pelanggan sebanyak pelanggan, adalah sebesar 13,2 per pelanggan. D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2010 dapat diklasifikasikan Sakit PDAM Kabupaten Lampung Timur A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Sistem penyediaan dan pengelolaan air bersih di Kabupaten Lampung Timur antara lain dipenuhi dari sistem penyediaan air bersih yang dikelola oleh pemerintah bernama Lampung Timur Cemerlang dan sistem penyediaan air bersih individu berupa sumur gali, sumur pompa tangan, sumur pompa listrik dan lain-lain. Namun dalam perjalanannya, PT. Lampung Timur Cemerlang telah dilikuidasi dan sekarang pengelolaan air minum dikelola oleh pemerintah daerah melalui perusahaan air minum yang diberi nama PDAM Way Guruh. PDAM Way Guruh didirikan berdasarkan Peraturan Dareah Kabupaten Lampung Timur No. 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Way Guruh Kabupaten Lampung Timur. Kegiatan operasional PDAM dimulai pada tahun PDAM Way Guruh Kabupaten Lampung Timur berasal dari pemisahan PDAM Way Irang Kabupaten VI - 14

87 Lampung Tengah sehubungan dengan pemekaran Kabupaten Lampung Tengah. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kab Lampung Timur untuk melayani penduduk di Kabupaten Lampung Timur adalah Mata Air, Sungai, dan Air tanah, yaitu: No Nama Unit Lokasi Tabel 6.7 Sumber Air Baku PDAM Way Guruh Sumber Air Jenis Sistem Tahun Pembuatan Status 1 Unit Sukadana Sukadana Sungai IPA 1990 Non Aktif 2 Unit Sribhawono Bandar Sribhawono Mata Air Pompa 1983 Aktif 3 Unit Peniangan Marga Sekampung Mata Air Pompa 1992 Non Aktif 4 Unit Labuhan Maringgai Labuhan Maringgai Mata Air Pompa 1986 Non Aktif 5 Unit Pelindung Jaya Gunung Pelindung Mata Air Pompa 1993 Non Aktif 6 Unit Melinting Raman Utara Air Tanah Sumur Bor 1995 Non Aktif 7 Unit Pugung Raharjo Sekampung Udik Mata Air Pompa 1993 Aktif 8 Unit Margototo Metro Kibang Mata Air Pompa 1992 Non Aktif 9 Unit Purbolinggo Purbolinggo Air Tanah Sumur Bor 1997 Non Aktif 10 Unit Brajasakti Way Jepara Air Tanah Sumur Bor 1988 Non Aktif 11 Unit Sumber Gede Sekampung Mata AIr Pompa 1988 Non Aktif 12 Unit Pekalongan Pekalongan Air Tanah Sumur Bor 1983 Non Aktif 13 Unit Negara Batin Jabung Mata Air Pompa 1988 Non Aktif 3. Unit Produksi Kapasitas terpasang PDAM Kabupaten Lampung Timur untuk daerah pelayanan adalah 100 l/det. Hal ini disebabkan kapasitas sumber air berkurang dan peralatan IPA sudah rusak karena faktor usia. Untuk Unit Pekalongan, Saat masih tergabung dalam Kabupaten Lampung Tengah, Kecamatan Pekalongan mendapat suplai air dari PDAM Way Irang. Namun setelah pemekaran Lampung Timur dan Kota Metro, Kecamatan Pekalongan tidak lagi mendapat suplai. Untuk mengatasi kebutuhan air masyarakat Pekalongan maka pemerintah daerah membangun 2 buah sumur bor di Desa Pekalongan. VI - 15

88 Tabel 6.8 Isu dan Permasalahan Aspek Teknis PDAM Way Guruh No Aspek Teknis Isu atau Masalah 1. Unit Air Baku Sumur Bor Kering, pada tahun 1999 air dikirim dari PDAM Way Irang Metro. Namun setelah pemekaran kab. Lampung Timur Kec. Pekalongan tidak disuplai lagi 2. Unit Produksi Pompa rusak/hilang, genset hilang namun bisa diganti jaringan PLN Ruang Genset dan kantor dalam kondisi baik 3. Unit Distribusi Pendistribusian tidak terukur karena tidak ada water meter induk Jaringan distribusi dalam kondisi baik 4. Unit Pelayanan Desa layanan : Adirejo, Sidodadi, Wanasari, Pekalongan Konsumen potensial namun sempat kecewa karena pendistribusian yang tidak tetap dari PDAM Way Irang. Sumber air yang dipergunakan adalah sumber air baku yang berasal dari air tanah dalam dan sumber air baku yang berasal dari air sungai/ air permukaan serta mata air. Ketidaksesuaian antara potensi demand dan supply yang tersedia yaitu besarnya demand (tahun 2012, kebutuhan rata-rata = 623,81 lt/det) jauh lebih besar dari supply (209 lt/det) yang tersedia. Masih tingginya tingkat kehilangan air (31,21 %) jauh dari standar nasional yang hanya 20 %, yang terutama disebabkan karena sebagian besar jaringan perpipaan dan meter air yang telah melewati umur teknisnya, kurangnya meter air induk dan tingkat rekening tertagih rendah. 2. Unit Pelayanan Jumlah sambungan rumah (SR) terpasang sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 2976, sambungan Rumah dengan sumber air yang dipergunakan adalah sumber air baku yang berasal dari air tanah dalam (ATD) dan dan sumber air baku yang berasal dari air sungai/air permukaan serta mata air. Cakupan layanan masih sangat rendah yaitu hanya 24,8 % dari jumlah penduduk yang ada jaringan perpipaan dan 1,80 % dari jumlah penduduk Kabupaten Lampung Timur. Belum mampu melayani selama 24 jam penuh (hanya bekerja selama 8 jam) Air minum hasil olahan masing-masing unit PDAM memenuhi semua standar baku air minum. Namun sulit melaksanakan pengaliran air bersih yang memenuhi K3 (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) yang disyaratkan sebagai bentuk pelayanan prima kepada pelanggan karena keterbatasan sumber daya yang ada. Terbatasnya skala pelayanan kebutuhan air bersih oleh PDAM Way Guruh saat ini baik dari segi kapasitas produksi maupun aspek prasarana jaringannya membawa dampak bagi banyak rumah tangga di kota-kota kecamatan dan VI - 16

89 perdesaan di Kabupaten Lampung Timur. Sebagian besar rumah tangga yang belum terlayani oleh PDAM memilih sumur pompa, sumur bor dan sumur gali untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih. Berikut adalah tingkat pelayanan air bersih di Kabupaten Lampung Timur. Tabel 6.9 Pelayanan Air Bersih PDAM Way Guruh No Pelayanan Air Bersih Uraian 1 Kapasitas Terpasang 100 Liter/Detik 2 Unit Pengelolaan 13 Unit 3 Jumlah Sambungan Rumah (SR) SR 4 Distribusi/Terjual ,00 M3/tahun 5 Sumber Air Air Permukaan (AP) Air Tanah Dalam (ATD) Mata Air (MA) Sumber : PDAM Way Guruh, 2012 PDAM Way Guruh terbagi menjadi 13 unit pengelolaan yang keseluruhannya merupakan unit IKK yaitu: 1. Unit Sukadana 2. Unit Sribhawoni 3. Unit Peniangan (Marga Sekampung) 4. Unit Labuhan Maringai 5. Unit Pelindung Jaya (Gunung Pelindung) 6. Unit Melinting 7. Unit Pugung Raharjo 8. Unit Margototo (Metro Kibang) 9. Unit Probolinggo 10. Unit Brajasakti (Way Jepara) 11. Unit Sumber Gede (Way Sekampung) 12. Unit Pekalongan C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Kondisi keuangan PDAM Way Guruh Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2011 ialah mengalami kerugian. Besaran kerugian mencapai Rp 848 juta. VI - 17

90 Tarif Pendapatan operasi belum dapat menutupi biaya operasinya. Hal ini disebabkan karena tarif dasar saat ini adalah Rp /m3 (tahun 2009), sedangkan hitungan biaya produksi menurut auditor adalah Rp /m3 sehingga belum memenuhi prinsip FCR. 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Struktur organisasi PDAM Way Guruh telah diatur dalam Perda Kabupaten Lampung Timur No. 5 Tahun Susunan organisasi PDAM Way Guruh terdiri dari : 1. Pembina, yaitu bupati 2. Dewan pengawas 3. Direksi 4. Bagian, terdiri dari Bagian Administrasi Umum dan Keuangan dan Bagian Teknik dan Produksi 5. Cabang 6. Unit Sumber Daya Manusia Permasalahan yang terjadi pada aspek kelembagaan dan sumber daya manusia adalah sebagai berikut : Kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan SDM belum mengacu pada kebutuhan standar, baik dari segi jumlah maupun dari segi kompetensi, sehingga jumlah pegawai melebihi kebutuhan standar, yaitu sebanyak 18,9 orang per pelanggan, sedangkan kebutuhan standar adalah 8 orang per pelanggan. Standar kompetensi pegawai belum diterapkan di semua jabatan dan belum semua pegawai memiliki uraian kerja yang telah terdokumentasikan dan disahkan oleh pihak pimpinan PDAM; Belum memiliki program diklat yang bersifat perjenjangan karir atau diklat intern lainnya. PDAM Way Guruh belum memiliki indikator kinerja kunci (Key Performance Indicators) yang dilengkapi penetapan kontrak manajemen pada setiap level manajemen dan karyawan dalam upaya mengukur produktivitas secara komprehensif. PDAM Way Guruh belum memiliki rencana strategis jangka menengah sebagai panduan pelaksanaan kegiatan lima tahun kedepan. Belum menetapkan pedoman penilaian karyawan yang komprehensif sehingga produktifitas karyawan belum terukur. Sistem Informasi manajemen belum optimal, belum terintegrasi. VI - 18

91 D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 dapat diklasifikasikan Kurang Sehat PDAM di Wilayah Jawa Barat Terdapat beberapa lokasi uji petik yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat. Wilayah yang disurvei dalam hal ini tidak hanya daerah yang memiliki PDAM saja, namun juga wilayah yang menjadi daerah pelayanan PDAM daerah induk. Ini merupakan contoh kasus untuk Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat PDAM Kabupaten Bandung Tirta Raharja A. SEJARAH PEMBENTUKKAN PDAM Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Raharja Kabupaten Bandung awalnya didirikan pada tahun 1926 dengan nama Water Leiding Bedrift, diperuntukan memenuhi kebutuhan air bersih komunitas Belanda di Cimahi dan Lembang. Hingga pada perkembangannya, di tahun 1977 dibentuk dengan Perda Nomor : XVII tahun 1977 dan disahkan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 510/HK/011/SK/77 serta diubah terakhir kalinya melalui Peraturan Daerah Nomor 5 tahun Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Raharja Kabupaten Bandung adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang mempunyai tugas memberikan pelayanan air bersih untuk masyarakat Kabupaten Bandung. Seiring dengan era otonomi daerah maka, pada tahun 2001 dengan Undangundang 9 tahun 2001 dengan terbentuknya daerah otonomi baru yaitu, Kota Cimahi. Selanjutnya, dengan Undang-undang 12 tahun 2007 pemekaran wilayah Kabupaten Bandung di wilayah Barat menjadi Kabupaten Bandung Barat, sehingga wilayah pelayanan PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung secara administratif, meliputi 3 daerah otonom yaitu, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. Hal ini merupakan peluang untuk pengembangan pelayanan air minum dengan potensi demand yang tinggi, untuk dapat dilayani PDAM Tirta Raharja. VI - 19

92 B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sebagian besar sumber air di wilayah pelayanan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat adalah mata air, air permukaan dan waduk yang potensial untuk dikembangkan oleh PDAM Tirta Raharja sebagai sumber air baku. Kondisi mata air di 3 (tiga) wilayah tersebut sangat banyak namun dengan kapasitas debit yang berbeda-beda dan sangat tergantung pada musim, serta pemanfaatannya sebagian sudah dikuasai oleh perorangan, swasta dan lembaga pemerintah. Air permukaan yaitu sungai Citarum, sungai Cisangkuy dan sungai Cimahi yang pemanfaatannya bersaing dengan kebutuhan irigasi, air pedesaan dan pembangkit tenaga listrik. Waduk yang ada yaitu Waduk Saguling, Waduk Situ Cileunca dan Waduk Cirata merupakan potensi sumber air baku bagi PDAM Tirta Raharja. 2. Unit Instalasi dan Produksi Untuk memenuhi pasokan air minum bagi pelanggan di wilayah Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, PDAM Tirta Raharja memproduksi air dengan standar kualitas air minum di 26 instalasi yang tersebar di 3 wilayah tersebut, masing-masing mempunyai kapasitas produksi yang beragam yaitu : 1. Wilayah Kabupaten Bandung 1. IPA Nagrak liter/detik 2. IPA Sukamaju liter/detik 3. MA. Cigadog Ciwidey - 25 liter/detik 4. MA. Citere Pangalengan - 30 liter/detik 5. IPA Ciparay liter/detik 6. MA. Cilembang Pacet - 5 liter/detik 7. DW 4 Rancaekek - 8 liter/detik 8. DW 6 Rancaekek - 8 liter/detik 9. DW 7 Rancaekek - 8 liter/detik 10. MA. Cihampelas - 6 liter/detik 11. DW 2 Majalaya - 12,5 liter/detik 12. MA. Cisaladah Paseh - 5 liter/detik 2. Wilayah Kabupaten Bandung Barat 1. MA. Cikole Gede Cipanghuluan - 12 liter/detik 2. MA. Pasir Ipis 1 (CWP) - 30 liter/detik VI - 20

93 3. MA. Pasir Ipis 2 (Gravitasi) - 5 liter/detik 4. IPA Cisarua - 36 liter/detik 5. DW 1 Padalarang - 15 liter/detik 6. DW 2 Padalarang - 20 liter/detik 7. MA. Cibulakan - 8 liter/detik 8. MA. Cipulus - 30 liter/detik 9. IPA Cililin - 15 liter/detik 3. Wilayah Kota Cimahi 1. MA. Cikudapati - 5 liter/detik 2. MA. Cisintok - 5 liter/detik 3. DW 11 Cimahi - 8 liter/detik 4. DW 12 Cimahi - 8 liter/detik 5. IPA Cimahi liter/detik Air yang diproduksi oleh 26 instalasi pengolahan di atas telah memenuhi standar kualitas Air Minum seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang standar Air Minum pada IPA yang dimiliki. 3. Cakupan Layanan Sejak diberlakukannya Undang-undang nomor 9 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Cimahi dan Undang-undang nomor 12 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Bandung Barat, secara administratif wilayah pelayanan PDAM Tirta Raharja menjadi 3 daerah otonomi atau pelayanan. VI - 21

94 Gambar 6.3 Peta Wilayah Pelayanan Air Minum PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung Jumlah penduduk terlayani lebih kurang jiwa atau setara dengan Sambungan Langganan (SL) hingga akhir Desember Di akhir tahun 2012 SL telah mengalami kenaikan menjadi sebesar SL. Tabel 6.10 Cakupan Pelayanan Tahun 2010 No Wilayah Jumlah Sambungan Langganan Total Jumlah Penduduk Total Jumlah Penduduk Terlayani Jumlah Jiwa Terlayani % Terhadap Total (SL) (jiwa) (jiwa) (jiwa) Penduduk % Terhadap Total Penduduk Terlayani 1 Kabupaten Bandung ,64 17,63 2 Kota Cimahi ,05 21,05 3 Kabupaten Bandung Barat ,85 10,54 T o t a l ,95 16,59 Sumber : PDAM Kab. Bandung VI - 22

95 C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Pendapatan usaha PDAM selama periode cukup mengalami kenaikan. Jika pada tahun 2005 tingkat pendapatan mencapai hampir Rp 28,3 milyar, maka pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 60,4 milyar. PDAM Kota Bandung selama periode setiap tahunnya membukukan keuntungan (laba). Selain itu tingkat laba yang ada cenderung mengalami kenaikan. Jika pada tahun 2005 laba yang diperoleh sebesar Rp 1,6 milyar, di tahun 2012 laba yang dihasilkan telah menjadi sebesar Rp 4,3 milyar. Tarif Tarif rata-rata (Rp/m3) pada tahun 2011 mencapai Rp Selisih tarif rata-rata dikurangi - HPP ialah sebesar Rp 904. Ini menunjukkan bahwa terdapat margin keuntungan yang diperoleh dari tarif. 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Dasar hukum struktur organisasi PDAM Tirta Raharja adalah Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi Dan Tata Kerja PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung. VI - 23

96 Gambar 6.4 Struktur Organisasi PDAM Tirta Raharja Kab. Bandung Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai PDAM Kabupaten Bandung berdasarkan tingkat pendidikan di tahun 2012 dapat dilihat dalam Tabel berikut ini. Tabel 6.11 Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan PDAM Tirta Raharja Kab. Bandung No. Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai Persentase 1 SD 20 6,5% 2 SMP 23 7,4% 3 SMU ,5% 4 D3 30 9,7% 5 S ,7% 6 S2 13 4,2% Total ,0% Sumber : PDAM Kab. Bandung VI - 24

97 Rasio Pegawai Rasio pegawai PDAM Tirta Raharja juga menunjukkan perbaikan selama periode Jika pada tahun 2004 rasio pegawai per 1000 pelanggan ada di tingkat 7,1, maka di tahun 2012 mengalami penurunan menjadi sebesar 4,68. Penurunan rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas tenaga kerja dibandingkan dengan volume kegiatan operasional dan pelayanan pelanggan ,1 6,58 6,58 6,14 6,35 6,01 5,68 5,2 4, Gambar 6.5 Rasio Pegawai Per 1000 Pelanggan PDAM Tirta Raharja Kab. Bandung D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Bandung selama tahun dapat diklasifikasikan Sehat Pelayanan Air Minum di Kota Cimahi Seiring dengan era otonomi daerah, pada tahun 2001 dengan Undangundang 9 tahun 2001 terbentuk daerah otonomi baru yaitu Kota Cimahi. Dalam hal ini pelayanan air bersih Kota Cimahi tetap dilakukan oleh PDAM Kabupaten Bandung. Pelayanan lintas administrasi yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Bandung selama ini cukup berjalan secara lancar. Tidak terdapat kendala yang cukup besar dari pihak pemerintahan Kota Cimahi atas operasionalisasi PDAM Kabupaten Bandung. Namun hal yang terpenting ialah bahwa VI - 25

98 masyarakat dapat terlayani air bersih, tanpa melihat kepemilikan BUMDnya. Jumlah penduduk Kota Cimahi yang telah terlayani di tahun 2010 mencapai jiwa atau mencapai 21,05% dari total penduduk yang ada. Hal yang sempat mengemuka terutama ialah terkait profit sharing bagi Pemerintah Kota Cimahi. Walaupun telah dilakukan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Bandung, Pemerintah Kota Cimahi, dan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tentang Pengelolaan Air Minum Oleh PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung Kepada Masyarakat Di Wilayah Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat di tahun 2010, namun pengejewantahan lanjutan melalui Perjanjian Kerjasama hingga saat ini belum terealisasi. Ini mengakibatkan salah satu butir kesepakatan, terutama terkait profit sharing belum terimplementasi. Disebutkan dalam butir no.3 dan 4 dari Kesepakatan Bersama tersebut adalah sebagai berikut: Butir No.3 Dalam pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan air minum kepada masyarakat, akan diperoleh manfaat ekonomi oleh PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung dan harus dibagikan kepada PARA PIHAK dalam bentuk pembagian hasil secara proporsional Butir No.4 Yang dimaksud dengan pembagian hasil secara proporsional adalah pembagian hasil secara seimbang dengan kriteria yang disepakati bersama berdasarkan nilai aset, air baku, jumlah langganan atau pendapatan yang ada di masing-masing wilayah berdasarkan hasil audit oleh lembaga pemeriksa independen dengan tidak mengubah status kepemilikan Kemudian diuraikan dalam Pasal 5 sebagai berikut: Kesepakatan Bersama ini akan ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama yang lebih teknis dan operasional, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Jika dilihat secara teknis, memang Kota Cimahi tidak memiliki sumber air baku (air permukaan) yang mencukupi apabila ingin membentuk pengelolaan air bersih tersendiri. Namun dari hasil penelusuran informasi selama survei, di Kota Cimahi telah ada wacana dalam musrenbang mengenai pembentukkan kelembagaan pengelolaan air bersih sendiri. VI - 26

99 Pelayanan Air Minum di Kabupaten Bandung Barat Dengan disahkannya Undang-undang 12 tahun 2007 terkait pemekaran wilayah Kabupaten Bandung di wilayah Barat, maka terbentuklah Kabupaten Bandung Barat. Dalam hal ini pelayanan air bersih, Kabupaten Bandung Barat tetap dilakukan oleh PDAM Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung Barat yang telah terlayani oleh PDAM Kabupaten Bandung di tahun 2010 mencapai jiwa atau mencapai 8,95% dari total penduduk yang ada. Permasalahan yang ada saat ini terkait pengelolaan air bersih antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat ialah terkait profit sharing PDAM. Hal ini terutama karena sumber air baku dan jumlah pelanggan yang cukup banyak di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Ini juga diperkuat dengan telah dilakukannya Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Bandung, Pemerintah Kota Cimahi, dan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tentang Pengelolaan Air Minum Oleh PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung Kepada Masyarakat Di Wilayah Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat di tahun Namun hingga kini proses pelaksanaan profit sharing masih belum terealisasi karena belum adanya Perjanjian Kerjasama yang lebih teknis dan operasional. Memanasnya permasalah profit sharing ini mengemuka kembali di tahun 2013 dimana Bupati Kab. Bandung, Dadang M Naser berpendapat bahwa selama ini tidak ada kewajiban atau peraturan yang mengharuskan Pemkab. Bandung berbagi keuntungan dengan kedua daerah hasil pemekaran tersebut. Diutarakan oleh Bupati Kab. Bandung bahwa meskipun keberadaan PDAM Tirtaraharja berada di Kota Cimahi, serta operasionalnya meliputi Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, tetapi tidak serta merta harus berbagi keuntungan dengan kedua pemerintah daerah tersebut. Disisi lain, Bupati Kab. Bandung Barat, H. Abubakar merasa perlu mempertanyakan hingga saat ini belum mendapatkan kompensasi apapun dari PDAM Tirta Raharja. Padahal Kabupaten Bandung Barat memiliki hak untuk mendapatkan pendapatan dari PDAM Tirta Raharja. Menurutnya, PDAM Tirta Raharja merupakan kekayaan bersama daerah-daerah pemekaran Kab. Bandung. Atas dasar pemikiran itu, Kab. Bandung Barat (KBB) memiliki hak merasakan hasil dari PDAM Tirta Raharja. Mengenai VI - 27

100 investasi yang ditanamkan KBB yang menyebabkan berhak atas profit sharing, Bupati H. Abubakar mengatakan hal tersebut bukan yang menjadi permasalahannya, tetapi menyangkut kekayaan bersama, sehingga masyarakat Kabupaten Bandung Barat juga bisa merasakan hasil dari keuntungan PDAM Tirta Raharja. Dikatakan Abubakar, sejak pemekaran KBB dari Kab. Bandung, terdapat aset yang harus diserahkan. Namun penyerahan aset PDAM Tirta Raharja sama sekali belum ada pembicaraan yang jelas. Sebagaimana diketahui PDAM Tirtaraharja yang dimiliki Kab. Bandung berada di wilayah Kota Cimahi, serta operasionalnya meliputi Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat juga telah mendirikan BUMD PT Perdana Multiguna Sarana melalui Peraturan Daerah No.21 Tahun 2009 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Perdana Multiguna Sarana Bandung Barat. Kegiatan usaha BUMD PT. Perdana Multiguna Sarana Bandung Barat meliputi: a. Agrobisnis b. Pengelolaan air baku c. Penyediaan sarana dan prasarana d. Jenis usaha lainnya berdasarkan kajian potensi daerah yang ditetapkan oleh keputusan RUPS. BUMD PT. Perdana Multiguna Sarana Bandung Barat merupakan perusahaan induk (holding company) dan dapat membentuk anak perusahaan. Modal yang dimiliki PT. Perdana Multiguna Sarana Bandung Barat adalah seluruhnya atau minimal 51% dimiliki pemerintah daerah. Modal dasar yang ditempatkan oleh Pemda Kabupaten Bandung Barat merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalam hal ini modal dasar terdiri dari modal pemerintah daerah dan penyertaan modal Koperasi Pegawai Wibawa Mukti Kertaraharja sebesar minimal 1% dari modal dasar. Terkait perkembangan kegiatan usaha pelayanan air bersih, di tahun 2013 ini PT Perdana Multiguna Sarana (PT PMS) Bandung Barat pelayanan kepada sebagian masyarakat. Di tahun 2011, badan usaha ini telah memiliki 700 pelanggan yang tersebar di tiga desa, yakni Tanimulya, Pakuhaji, dan Cilame, Kecamatan Ngamprah. Badan usaha ini merupakan pengalihan pengelolaan VI - 28

101 dari Koperasi Pakusarakan di Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah. Air baku pengelolaan air bersih berasal dari Sungai Cijanggel di Cisarua yang mendistribusikan air sebanyak 20 liter per detik. Fokus saat ini dari PT PMS ialah dalam penyediaan air bersih untuk masyarakat. Bahkan pada tahun 2015 ditargetkan anggota masyarakat menjadi pelanggan dalam pelayanan air bersih di Kab Bandung Barat. Selain itu, di tahun 2013 ini PT PMS menyatakan kesiapannya untuk memasok kebutuhan air pusat perkantoran Pemerintah Kabupaten Bandung Barat di Ngamprah. Kesiapannya memasok kebutuhan air tidak terlepas dari telah selesai pemasangan instalasi air dan bahkan sudah diujicobakan. Gambar 6.6 BUMD PT. Perdana Multiguna Sarana Bandung Barat PT PMS juga sudah memasok air pada saat pengerjaan pembangunan Pusat Perkantoran Pemkab Bandung Barat dilakukan PT Adhi Karya. Selama itu, tidak ada kendala, kendati mata airnya berjarak 7 kilometer. Untuk pasokan air ke pusat perkantoran Pemkab Bandung Barat, sumber airnya berasal dari mata air Cijanggel di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua dengan debit maksimal 50 liter/detik. Untuk tahap pertama dengan prediksi sekitar orang yang bekerja, suplai dua liter per detik dinilainya sudah mencukupi. Di tahun 2012, PT PMS sudah memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp200 juta dan meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP). VI - 29

102 Dengan telah beroperasinya PT. PMS dalam pelayanan air bersih, maka PDAM Kabupaten Bandung memiliki pesaing/kompetitor dalam pelayanan air bersih di Kabupaten Bandung Barat PDAM Kabupaten Ciamis A. SEJARAH PEMBENTUKKAN PDAM PDAM Tirta Galuh Kabupaten Ciamis pertama kali berdiri pada tahun 1979 dengan nama BPAM dibawah naungan Departemen PUTL. PDAM secara resmi berdiri sejak tanggal 1 Agustus 1988 dimana dikeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun Perda tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan, diantaranya dengan Perda No. 1 Tahun 2004 tentang Pendirian PDAM, kemudian dengan Perda No. 9 Tahun 2005 tentang perubahan atas Perda No. 1 Tahun 2004, dan terakhir dengan Perda No. 10 Tahun 2008 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Galuh Kabupaten Ciamis. PDAM Tirta Galuh terletak di kabupaten Ciamis yang merupakan sebuah kabupaten di Jawa Barat dengan Ibu kota di Kota Ciamis. Secara geogafis wilayahnya terletak antara 7,40 ~7, 41,20 lintang selatan dan 108,20 ~108, 40 Bujur Timur. Posisi wilayah kabupaten Ciamis berada di wilayah timur bagian selatan provinsi Jawa Barat. kabupaten Ciamis secara langsung berbatasan langgsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Galuh Kabupaten Ciamis pada periode bulan Desember 2012 memiliki jumlah pelanggan sebanyak Sambungan Langganan dengan jumlah pelayanan sekitar 116,578 jiwa dari 406,810 jiwa jumlah penduduk daerah pelayanan. Dengan penduduk Kabupaten Ciamis sekitar jiwa (tahun 2012), maka secara keseluruhan tingkat pelayanan baru mencapai 6,77%. Pelayanan PDAM Tirta Galuh Ciamis meliputi 16 (enam belas) kecamatan dari 36 (tiga puluh enam) kecamatan di Kabupaten Ciamis yang dibedakan dalam 6 cabang pelayanan, yaitu : Ciamis (Kota), Sindangkasih, Panumbangan, Kawali, Banjarsari dan Pangandaran VI - 30

103 B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku PDAM Kabupaten Ciamis terdiri dari sungai dan mata air. Berikut ini merupakan beberapa sumber air baku yang digunakan: 1. Sungai Cileueur 2. Sungai Citanduy 3. Sungai Cimuncang 4. Mata Air Geresik 5. Sungai Cimuncur 6. Sungai Ciputrahaji 7. Mata air Binuang 8. Mata Air Cibayun 9. Sungai Citumang 10. Sungai Palatar 11. Sungai Cikarak 2. Unit Produksi dan Distribusi Pada Gambar di bawah ini dapat dilihat kapasitas produksi dan distribusi PDAM Kabupaten Ciamis. Selain itu dapat diketahui air yang terjual dan jumlah kehilangan air selama periode Produksi (m3) Distribusi (m3) Terjual (m3) Kehilangan (M3) Gambar 6.7 Kapasitas Produksi, Distribusi, Terjual dan Kehilangan Air PDAM Ciamis Uraian secara lebih lengkap terkait kapasitas terpasang dan yang dimanfaatkan dari PDAM Kab Ciamis dapat dilihat sebagai berikut: VI - 31

104 Tabel 6.12 Cakupan Pelayanan PDAM Ciamis No. Cabang/Wilayah Sumber Air Tahun Operasi Kapasitas Terpasang (L/d) Kapasitas Dimanfaat kan (L/d) Sisa Kapasitas (L/d) Jam Operasi Sistem Operasi Sistem Pengolahan 1 Ciamis Sungai Cileueur Gravitasi Lengkap 2 Sindangkasih Sungai Citanduy Pompa, Gravitasi Lengkap 3 Panumbangan Sungai Cimuncang Gravitasi Lengkap Unit Cihaurbeuti Mata Air Cigeresik Gravitasi Sederhana 4 Kawali Sungai Cimuntur Pompa Lengkap 5 Banjarsari Sungai Ciputrahaji Pompa Lengkap Unit Padaherang Mata Air Binuang Gravitasi Sederhana Unit Pamarican Mata Air Cibayun Gravitasi Sederhana BAPAMAPURLA Sungai Citanduy Pompa Lengkap 6 Pangandaran Sungai Citumang Pompa Lengkap Unit Parigi Sungai Palatar (0.08) 13 Pompa Lengkap Unit Kalipucang Sungai Cikarak Pompa Lengkap J U M L A H Unit Pelayanan Cakupan pelayanan PDAM Ciamis terdiri dari 6 wilayah dengan 12 Instalasi Pengolahan Air. Total Sambungan Langsung unit, dengan total cakupan pelayanan daerah teknis sebesar 28,66%. Gambar 6.8 Cakupan Pelayanan PDAM Ciamis VI - 32

105 Uraian jumlah sambungan langganan tiap cabang beserta wilayah kecamatan yang belum terlayani jaringan pipa PDAM dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 6.13 Jumlah Sambungan Langganan Kabupaten Ciamis No. Cabang RT 1 RT 2 RT 3 Pemerint ah Jenis Pelanggan Niaga Besar Niaga Kecil Lembaga Sosial Sosial Umum Jumlah 1 Ciamis 267 6, ,717 2 Sindangkasih 303 5, ,297 3 Panumbangan Kawali 1,110 1, ,366 5 Banjarsari ,169 6 Pangandaran 945 1, ,260 Jumlah 3,399 14, ,514 A. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Pendapatan air dalam rupiah mengalami kenaikan dari tahun 2008 sampai 2011 akan tetapi mengalami penurunan kecil pada tahun Pendapatan air dalam meter (M3) tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini: VI - 33

106 ( ) Total Pendapatan Pendapatan Air Pendapatan Non Air dan Lain-lain Total Biaya Biaya Langsung Usaha Biaya Umum dan Lain-lain Laba/Rugi sebelum Pajak Laba/Rugi setelah Pajak Gambar 6.9 Grafik Pendapatan PDAM Ciamis Tarif Tarif rata-rata (Rp/m3) pada tahun 2011 mencapai Rp Selisih tarif rata-rata dikurangi - HPP ialah sebesar Rp 984. Ini menunjukkan bahwa terdapat margin keuntungan yang diperoleh dari tarif. 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Untuk mendukung komitmen manajemen dalam peningkatan kualitas pelayanan dengan lebih berorientasi kepada pelanggan (customer oriented), PDAM Tirta Galuh Ciamis telah menerapkan struktur organisasi yang pada dasarnya lebih dinamis dan profesional. Dimana pelimpahan tugas, wewenang dan tanggung jawab dilakukan secara tegas, transparan dan koordinatif antara satu unit kerja dengan unit kerja lainnya VI - 34

107 Gambar 6.10 Struktur Organisasi PDAM Ciamis Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai PDAM Tirta Galuh Kabupaten Ciamis per Bulan Desember 2012 adalah sebanyak 148 orang. Dengan jumlah pelanggan sebanyak SL pada periode tersebut, dapat ketahui bahwa rasio pegawai terhadap jumlah pelanggan adalah 1 : 138,60. Tabel 6.14 Komposisi SDM PDAM Ciamis Data Per Bulan November 2012 PDAM Kab. Ciamis VI - 35

108 Data Per Bulan November 2012 PDAM Kab. Ciamis Gambar 6.11 Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan B. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Ciamis tahun 2011 dapat diklasifikasikan Sehat PDAM Kota Banjar A. SEJARAH PENDIRIAN PDAM Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Anom Kota Banjar didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 23 Tahun 2004 tertanggal 24 Juni 2004, dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Banjar Nomor 24 Tahun 2004, seri C. Organ Perusahaan pada awalnya mengacu pada Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor : 24 Tahun 2004 tanggal 30 Juni 2004, tentang Ketentuanketentuan Pokok Badan Pengawas, Direksi dan Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum Kota Banjar, disahkan oleh DPRD Kota Banjar, diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Banjar No.24 Tahun 2004 seri D. Kemudian dilengkapi dengan Surat Keputusan Walikota Banjar Nomor : 821.2/Kpts.461/KEPEG/2004 tanggal 13 Desember 2004 tentang Direksi Perusahaan Daerah Air Minum Kota Banjar. VI - 36

109 Selanjutnya pada pertengahan tahun 2010 berdasarkan persetujuan DPRD Kota Banjar, Pemerintah Kota Banjar melakukan revisi dengan mencabut Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 24 dan menetapkan Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor : 3 Tahun 2010, Tentang Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Anom Kota Banjar, Lembaran Daerah Kota Banjar Nomor 3 Tahun 2010, dan Tambahan Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 1 Tahun 201. Ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota Banjar Nomor 14 Tahun 2010 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Anom Kota Banjar. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Jenis sumber air yang dimanfaatkan PDAM Tirta Anom Kota Banjar, sistem pengolahan dan sistem distribusi air dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel 6.15 Jenis Sumber Air, Sistem Pengolahan, dan Sistem Distribusi Air NO CABANG/UNIT/IKK JENIS SUMBER SISTEM SISTEM AIR PENGOLAHAN DISTRIBUSI 1 Banjar Air Permukaan WTP Pompa 2 Langensari Air Permukaan WTP Pompa 3 Cisaga Air Permukaan WTP Pompa Sumber : Laporan Keuangan PDAM Tirta Anom Kota Banjar Tahun Unit Produksi dan Distribusi Kapasitas, Produksi, Distribusi dan Penjualan Air PDAM Tirta Anom Kota Banjar per Desember 201 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6.16 Kapasitas Produksi, Distribusi dan Penjualan Air Selama Tahun 2012 NO INSTALASI KAPASITAS PENGOLAHAN TERPASANG KAPASITAS PRODUKSI 1 Banjar 60 Liter/detik 60 Liter/detik 2 Langensari 20 Liter/detik 20 Liter/detik 3 Cisaga 20 Liter/detik 20 Liter/detik 4 IPA Ultra Filtrasi 50 Liter/detik Belum dioperasikan Sumber : Laporan Keuangan PDAM Tirta Anom Kota Banjar Tahun 2012 VI - 37

110 Walaupun sudah dibagi 4 (empat) Cabang/IKK, akan tetapi system pengolahan maupun distribusi belum sepenuhnya bisa dihitung secara terpisah. Data produksi, distribusi dan penjualan baru dapat disajikan sebagai berikut. NO CABANG/UNIT/I KK Tabel 6.17 Produksi, Distribusi dan Penjualan per Desember 2012 PRODUKSI M 3 DISTRIBUSI M 3 TERJUAL M 3 KEHILANGAN 1 Banjar Kota ,07 2 Banjar Barat Banjar Timur Cisaga ,64 5 Langensari ,33 Jumlah ,55 Sumber : Laporan Keuangan PDAM Tirta Anom Kota Banjar Tahun 2012 M 3 % 3. Cakupan Pelayanan Jumlah penduduk terlayani oleh PDAM Tirta Anom Kota Banjar sebanyak jiwa atau 27,45% dari jumlah penduduk Kota Banjar sebanyak jiwa. Sedangkan cakupan wilayah teknis yang terlayani jaringan pipa PDAM sebesar 36,94% dari jumlah penduduk yang ada jaringan pipa PDAM sebanyak jiwa. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Laba bersih setelah pajak pada tahun 2011 dari PDAM Kota Banjar ialah sebesar Rp ( ). Ini menunjukkan bahwa PDAM Kota Banjar mengalami kerugian di tahun Tarif Air Minum Tarif Air Minum yang berlaku sampai 31 Desember 2012 yang diberlakukan mulai Daftar Rekening Ditagih (DRD) bulan Februari 2012 berdasarkan Surat Keputusan Walikota Banjar Nomor : 690/Kpts.8.a-PDAM/2012 tanggal VI - 38

111 8 Januari 2012 tentang penyesuaian tariff air minum Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Anom Kota Banjar yaitu dengan tariff dasar sebesar Rp ,- per M Kelembagaan Organisasi Struktur Organisasi dan tata Kerja (SOTK) Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Anom Kota Banjar berdasarkan Peraturan Walikota Banjar Nomor 14 Tahun 2010 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Anom Kota Banjar, juga diperkuat oleh Surat Keputusan Direktur Perusahaan Daerah ir Minum Tirta Anom Kota Banjar No.18/Kpts/PDAM/Bjr/VIII/2010 tanggal 31 Agusus 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Anom Kota Banjar. Dimana Kegiatan operasional perusahaan hanya dipimpin oleh 1 (satu) orang direktur yang dibantu oleh 2 (dua) orang Kepala Bagian dan 4 orang Kepala Cabang/IKK. Berdasarkan Struktur Organisasi dan tata Kerja tersebut kegiatan operasional perusahaan sehari-hari dipimpin oleh direktur. Direktur Kabag Adminsitrasi Keuangan Kabag Teknik Kepala Cabang Pelayanan Banjar Kota Kepala Cabang Pelayanan Banjar Barat Kepala Cabang Pelayanan Banjar Timur IKK Pelayanan Langensari : H. Benny H. Hoelman, SE. : Suryana, Sos. : Drs. Taufiqurochman : Karsam Edy Sophia, S.IP (Plt) : Memet M. Abbas, S.Sos : Karsam Edy Sophia, S.IP : Aos Kusnendar, S.IP Sumber Daya Manusia Hingga Tanggal 31 Desember 2012 jumlah tenaga kerja PDAM Tirta Anom Kota Banjar adalah sebanyak 75 orang dengan jumlah pelanggan terpasang SL dan terbuat rekening SL. Maka rasio per pelanggan adalah sebesar 7,82. D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja Banjar tahun 2011 dapat diklasifikasikan Sehat. yang ada, PDAM Kota VI - 39

112 PDAM di Wilayah Kalimantan Timur PDAM wilayah pemekaran di Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi lokasi uji petik adalah PDAM Kabupaten Kutai Kartanegara (daerah induk) dan PDAM Kota Bontang (DOB) PDAM Kabupaten Kutai Kartanegara A. SEJARAH PEMBENTUKKAN PDAM PDAM Tirta Mahakam lahir dan berawal dari dibentuknya Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai pada tahun 1981 dibawah instansi Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Direktorat Air Bersih. Pada tahun 1987, berubah nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kutai berdasarkan SK Gubernur KDH Tingkat I Provinsi Kalimantan Timur Nomor 42/L-II/1987 dan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai No 4/1987 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kutai. Serah terima aset BPAM oleh Direktorat Air Bersih kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur baru dilakukan pada tahun 1991, dengan ditandatanganinya Berita Acara Surat Serah Terima Aset No. 05/BA/SK/1991 dan No. 539/1359/TU-PP/Ekad-XI/Tanggal 19 Desember Oleh Pemda Tingkat I Kaltim kemudian diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kutai. Seiring dengan semangat otonomi daerah, dimana salah satu poin penting adalah percepatan pembangunan daerah, maka Kabupaten Kutai pada tahun 1999 dimekarkan menjadi 3 Kabupaten dan 1 Kota yakni Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai (kemudian berubah menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara), dan Kota Bontang. Pada tahun 2002, nama Kabupaten Kutai berubah menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah RI No 8/2002. PDAM Kabupaten Kutai pun berubah nama menjadi PDAM Tirta Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara. Atas dasar ketentuan tersebut di atas, secara organisatoris PDAM Tirta Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara langsung berada dibawah VI - 40

113 pembinaan dan pengawasan Pemerintah Kabupaten Kutai Kutai Kartanegara. Gambar 6.12 IPA PDAM Tirta Mahakam B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber Air Baku PDAM Tirta Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara berasal dari air permukaan dan Air Bawah Tanah. AIR PERMUKAAN 1. Sungai Mahakam 2. Sungai Tenggarong / Bekotok (anak sungai Mahakam) 3. Sungai Merdeka 4. Sungai Sangkuliman 5. Sungai Purwajaya 6. Sungai Marangkayu 7. Sungai Jantur 8. Sungai SangaSanga 9. Sungai Belayan 10. Sungai Kahala AIR BAWAH TANAH VI - 41

114 1. IPA MuaraJawa 2. IPA MuaraBadak 2. Unit Produksi Berikut ini diuraikan unit produksi PDAM Kabupaten Kutai Tirta Mahakam Tabel 6.18 Unit Produksi PDAM Tirta Mahakam URAIAN DATA TAHUN 2012 Satuan Jumlah 1 Kapasitas Terpasang L/dt 1.034,00 Realisasi L/dt 976,24 2 Air Produksi Air yang diolah M ,70 Air untukoperasi M ,70 Air distribusikan M ,00 3 Jam Operasi PLN Jam ,00 Genzet Jam ,50 Intake Jam ,50 Distribusi Jam ,80 4 Bahan Kimia AlluminiumSulfat Kg ,00 Soda Ash Kg ,00 Kaporite Kg ,00 PAC Kg 8.699,00 Cetron Liter 3.269,50 5 BBM &Pelumas Solar Liter ,50 Olie Liter 2.316,00 Sumber : PDAM Tirta Mahakam 3. Unit Distribusi Berikut ini diuraikan unit distribusi PDAM Kabupaten Kutai Tirta Mahakam Tabel 6.19 Unit Distribusi PDAM Tirta Mahakam URAIAN DATA TAHUN 2012 Satuan Jumlah 1 Panjang Jaringan Meter ,00 2 Air Distribusi Bulan lalu M ,00 Air Terjual M ,00 Kebocoran Distribusi M ,00 % Kebocoran % 25,64 Sumber : PDAM Tirta Mahakam VI - 42

115 4. Cakupan Pelayanan Hingga tahun 2011, cakupan pelayanan untuk wilayah administrasi sebesar 49,39% dari jumlah pendudu ksebanyak 620,388 jiwa masih dibawah target RPJMN tahun 2011 sebesar 62,50%. Sedangkan penduduk di wilayah teknis yang terlayani sebesar 76,34% dari jumlah penduduk yang ada jaringan pipa PDAM sebanyak 401,182 jiwa. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Saldo pinjaman PDAM TIrta Mahakam kepada pemerintah pusat per akhir tahun 2011 yaitu sebesar Rp ,27. Dengan rinsian sebagai berikut. Tabel 6.20 Struktur Hutang PDAM Tirta Mahakam Jumlah Utang Pokok Rp ,62 Jumlah Utang Non Pokok Rp ,65 Jumlah Utang Rp ,27 Sumber : PDAM Tirta Mahakam Tarif Tarif Air Minum PDAM Tirta Mahakam mengacu pada Keputusan Bupati Kutai Kartanegara No /HK-565/2002 Tanggal 1 Nopember 2002 tentang penyesuaian tarif air Minum PDAM Tirta Mahakam tahap pelaksanaan ke-3 yaitu : Tabel 6.21 Penggolongan Tarif PDAM Tirta Mahakam Gol I SOSIAL KLASIFIKASI GOLONGAN TINGKAT PEMAKAIAN (M3) A Sosial Umum B Sosial Khusus II NON NIAGA A Rumah Tangga I B Rumah Tangga II VI - 43

116 Gol KLASIFIKASI GOLONGAN TINGKAT PEMAKAIAN (M3) C Rumah Tangga III D Kedutaan / Konsulat III IV E Pemerintah NIAGA A Niaga Kecil B Niaga Besar INDUSTRI A Industri Kecil B Industri Besar V PELABUHAN Laut / Sungai / Udara Sumber : PDAM Tirta Mahakam 2. Kelembagaan Organisasi Dibawah ini merupakan struktur organisasi PDAM Tirta Mahakam VI - 44

117 BUPATI KUTAI KARTANEGARA DIREKTUR UTAMA BADAN PENGAWAS DIREKTUR UMUM DIREKTUR TEKNIK KEPALA S P I KEPALA BAGIAN KEUANGAN KEPALA BAGIAN HUBLANG KEPALA BAGIAN UMUM KEPALA BAGIAN KEPEGAWAIAN UNIT PDE KEPALA BAGIAN PRODUKSI KEPALA BAGIAN DISTRIBUSI KEPALA BAGIAN PERENCANAAN KEPALA BAGIAN PERAWATAN KEPALA LITBANG KASUBAG SPI KEUANGAN KASUBAG PERENCANAAN KEUANGAN KASUBAG PELAYANAN PELANGGAN KA.SUBAG PEMBELIAN KASUBAG MUTASI KOORDINATOR JARINGAN PDE KASUBAG PRODUKSI KASUBAG DISTRIBUSI KASUBAG PERENCANAAN KASUBAG PERAWATAN KASUBAG UMUM LITBANG KASUBAG SPI TEKNIK KASUBAG KAS & PENAGIHAN KASUBAG PENELITI REKENING KASUBAG GUDANG KASUBAG PEMBINAAN & PENGEMBANGAN KOORDINATOR UMUM PDE KASUBAG LABORATORIUM KASUBAG PEMELIHARAAN METER KASUBAG PENGAWASAN KASUBAG BANGUNAN UMUM KASUBAG TEKNIK LITBANG KASUBAG SPI UMUM KASUBAG PEMBUKUAN KASUBAG TATA USAHA KASUBAG ASET KASUBAG HUMAS&Pr otokol CABANG & RANTING VI - 45

118 Sumber Daya Manusia Berikut ini diuraikan Sumber Daya Manusia (SDM) PDAM Tirta Mahakam berdasarkan (i) Status Karyawan dan (ii) Jenjang Pendidikan. Tabel 6.22 SDM PDAM Tirta Mahakam URAIAN DATA TAHUN 2012 SATUAN JUMLAH 1 Berdasarkan Status Karyawan Direksi Orang 3 PegawaiTetap Orang % Orang 19 Honorkontrak Orang 8 HonorLepas Orang 5 Jumlah Orang Berdasarkan Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Orang 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Orang 17 Sekolah Menengah Atas/Sederajat (SMA) Orang 296 D 2 Orang 2 D 3 Orang 1 S 1 Orang 52 S 2 Orang 1 Sumber : PDAM Tirta Mahakam Jumlah Orang 373 D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Tingkat kesehatan PDAM yang dinilai berdasarkan indikator kinerja yang ditetapkan oleh BPPSPAM mendapatkan nilai 3,170 dan tergolong SEHAT PDAM Kota Bontang Kota Bontang terletak 150 km di utara Samarinda. Dengan wilayah yang relatif kecil dibandingkan kabupaten lainnya di Kalimantan Timur (406,70 km²), Bontang memegang peranan yang cukup penting dalam pembangunan Kaltim maupun nasional. Karena di kota yang berpenduduk sekitar jiwa ini, terdapat dua perusahaan raksasa internasional yaitu PT Badak NGL di Bontang Selatan dan PT Pupuk Kaltim di Bontang Utara. Kota Bontang secara administratif dikembangkan sebagai Daerah Otonom Kota sejak tahun 1999, setelah sebelumnya berada dalam wilayah administrasi Kabupaten VI - 46

119 Kutai Kertanegara. Letaknya tergolong strategis, pada poros jalan Trans- Kalimantan serta dilalui jalur pelayaran Selat Makassar sehingga menguntungkan dalam mendukung interaksi wilayah Kota Bontang dengan wilayah luar Kota Bontang. Gambar 6.13 Tampak Depan PDAM Tirta Taman Kota Bontang A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM PDAM Kota Bontang merupakan pemecahan dari PDAM Kabupaten Kutai terkait dengan pemekaran wilayah Kabupaten Kutai menjadi 4 (empat) Kabupaten/Kota yaitu Kota Bontang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Kutai Barat. PDAM Kota Bontang pertama kali dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bontang Nomor 6 Tahun 2001 yang kemudian diperbaharui dengan perda Nomor 02 Tahun 2009 tanggal 7 Januari 2009, dan berubah nama dari PDAM Kota Bontang menjadi PDAM Tirta Taman Kota Bontang. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku yang digunakan PDAM adalah Air Tanah (Sumur Dalam) dengan tingkat pemanfaatan yang cukup maksimal. Sementara ini, di Kota Bontang tidak terdapat sumber air lain yang berpotensi untuk digunakan sebagai sumber air baku. VI - 47

120 PDAM merencanakan upaya pengembangan air baku melalui Kementerian Pekerjaan Umum menyediakan air permukaan di wilayah Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara dengan kapasitas 200 liter/detik. Gambar 6.14 IPA PDAM Tirta Taman Kota Bontang 2. Unit Pelayanan Jumlah penduduk yang terlayani tahun 2011 sebanyak jiwa atau 53,26% dari jumlah penduduk sebanyak jiwa. Sedangkan penduduk di wilayah teknis yang terlayani sebanyak jiwa atau 66,66% dari jumlah penduduk yang ada jaringan pipa PDAM sebanyak jiwa. Cakupan pelayanan masih di bawah target RPJMN tahun 2011 sebesar 62,5%. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Jumlah pendapatan usaha PDAM Tirta Taman Kota Bontang tahun 2011 mencapai Rp 14,63 milyar. Jumlah pendapatan air mencapai Rp 13 milyar dan jumlah pendapatan non air sebesar Rp 1,6 milyar. VI - 48

121 Tabel 6.23 Tingkat Pendapatan PDAM Tirta Taman Kota Bontang Tahun 2011 PENDAPATAN USAHA Pendapatan Air URAIAN REALISASI TAHUN 2011 Penjualan Air (Harga Air) Administrasi Jumlah Pendapatan Air Pendapatan Non Air Sambungan baru Pendapatan Jasa Survey Pendapatan Jasa Administrasi Pendapatan Denda Pendapatan Penyambungan Kembali Pendapatan Pemeriksaan Instalasi pelanggan - Pendapatan Meter Rusak Pendapatn Non Air Lainnya Jumlah Pendapatan Non Air Jumlah Pendapatan Usaha Sumber : Laporan Hasil Audit Kinerja PDAM Tirta Taman Kota Bontang Tahun 2011 Beban Berikut ini diuraikan beban PDAM Tirta Taman Kota Bontang di tahun 2011 Tabel 6.24 Jumlah Beban PDAM Tirta Taman Kota Bontang Tahun 2011 URAIAN REALISASI TAHUN 2011 BEBAN LANGSUNG USAHA Beban Instalasi Sumber/Pompa Beban Instalasi Pengolahan Beban Instalasi Transmisi dan Distribusi Jumlah Beban Langsung Usaha BEBAN TIDAK LANGSUNG USAHA Beban Umum dan Administrasi Jumlah Beban Tidak Langsung Jumlah Beban Usaha Sumber : Laporan Hasil Audit Kinerja PDAM Tirta Taman Kota Bontang Tahun 2011 Tarif Rata-rata harga jual air sebesar Rp.2.649,81 sedangkan harga pokok air sebesar Rp.5.164,36 sehingga harga jual yang berlaku tersebut belum dapat menutup biaya secara penuh (full cost recovery). Pendapatan belum dapat menutupi biaya secara penuh karena usulan kenaikan tarif sejak tahun 2009 belum disetujui oleh Walikota Bontang. VI - 49

122 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Organisasi PDAM Tirta Taman Kota Bontang dibentuk berdasarkan Keputusan Direksi No.690/37/PDAM-BTG/IX/2009 tanggal 1 September 2009 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PDAM Tirta Taman Bontang yang terdiri dari : 1. Pemilik, yaitu Pemerintah Daerah yang diwakili Walikota Bontang 2. Badan Pengawas PDAM Bontang memiliki 3 (tiga) orang anggota Badan Pengawas yang diangkat dengan keputusan Walikota Bontang No.19 Tahun 2009 tanggal 3 Februari 2009 dengan komposisi sebagai berikut : Ketua merangkap anggota Sekretaris merangkap anggota Anggota 3. Direksi Dalam operasionalnya, PDAM Bontang dipimpin oleh 1 (satu) orang direktur yang diangkat dengan Keputusan Walikota Bontang Nomor 261 Tahun 2011 tanggal 25 Agustus Direktur dibantu dengan 3 (tiga) manajer yaitu Manajer Produksi, Manajer Pemasaran dan Manajer Administrasi Umum dan Keuangan. Susunan Direktur dan Manajer PDAM Bontang saat ini sebagai berikut : Direktur Manajer Manajer Pemasaran Manajer Administrasi Umum dan Keuangan Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai yang ada di PDAM Kota Botang di tahun 2011 mencapai 59 orang. Komposisi SDM PDAM Tirta Taman Kota Bontang secara rinci diuraikan dalam Tabel di bawah ini. VI - 50

123 Tabel 6.25 Komposisi SDM PDAM Tirta Taman Kota Bontang Tahun 2011 No Bagian/Direksi SD SLTP SLTA D3 S1 S2 Jumlah 1 Direksi Manager Produksi 1 1 Bag. Produksi Bag. Perawatan Manager Pemasaran 1 1 Bag. Perencanaan Bag. Distribusi Bag. Hublang Manager Adm. 1 1 Keuangan Bag. keuangan Bag. Umum Personalia Sekretaris Direktur Satuan Pengawas 1 1 Kualitas Air Jumlah Sumber : Laporan Hasil Audit Kinerja PDAM Tirta Taman Kota Bontang Tahun 2011 D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Tingkat kesehatan PDAM Kota Bontang tahun 2010 yang dinilai berdasarkan indikator kinerja yang ditetapkan oleh BPPSPAM mendapatkan nilai 3,19 dan tergolong SEHAT PDAM di Wilayah Sulawesi Barat PDAM wilayah pemekaran di Provinsi Sulawesi Barat yang menjadi lokasi uji petik adalah PDAM Kabupaten Polewali Mandar (daerah induk) dan PDAM Kabupaten Mamasa (DOB) PDAM Kabupaten Polewali Mandar A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak dalam bidang pelayanan air bersih untuk masyarakat Kabupaten Polewali Mandar. PDAM didirikan pada tahun 1990 dan disahkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Polewali Mamasa No. 2 Tahun 1990 tentang pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Polewali Mamasa. Namun dengan adanya pemekaran wilayah Kabupaten VI - 51

124 Polewali Mamasa, yaitu dengan berdirinya Kabupaten Mamasa di tahun 2002, maka Kabupaten Induk berubah nama menjadi Kabupaten Polewali Mandar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 Tanggal 30 Desember 2005 dan keputusan DPRD Kabupaten Polewali Mamasa Nomor 38/KPTS/DPRD tanggal 24 juli 2004, maka PDAM Kabupaten Polewali Mamasa berubah nama menjadi PDAM Kabupaten Polewali Mandar. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kab Polewali Mandar untuk melayani penduduk di Kabupaten Polewali Mandar adalah air permukaan, mata air dan deep well, yaitu: 1. Air Permukaan - Sungai Kunyi Kecamatan Anreapi - Sungai Dulang Kecamatan Anreapi - Sungai Lemo Kecamatan Binuang - Sungai Lokko Kecamatan Tapango - Sungai Sare Kecamatan Alu - Sungai Palece Kecamatan Limboro 2. Air tanah (Tidak Berfungsi/Rusak) Kecamatan Campalagian Kapasitas sumber air, dalam hal ini air permukaan pada umumnya menurun terutama pada musim kemarau. Ini salah satunya juga disebabkan oleh penebangan hutan/rusaknya hutan. Sedangkan kapasitas sumur bor, semakin lama semakin menurun karena kondisi faktor usia sumur sebagian peralatan sudah rusak. Kualitas sumber air dari air permukaan cukup baik sedangkan untuk sumber air tanah (sumur bor), kurang baik karena mengandung zat besi (Fe). Kualitas air permukaan menghadapi pada musim hujan, dimana tingkat kekeruhannya meningkat sehingga di unit pengolahan diperlukan bak prasedimentasi. 2. Unit Produksi dan Distribusi Kapasitas terpasang PDAM Kabupaten Polewali Mandar untuk daerah pelayanan adalah 140 l/det, sedangkan kapasitas produksi yang telah dimanfaatkan adalah 100 l/det. Masih terdapat kapasitas yang belum VI - 52

125 termanfaatkan (idle capacity) sebesar 40 l/det. Hal ini disebabkan kapasitas sumber air berkurang dan peralatan IPA sudah rusak karena faktor usia. Dengan demikian kapasitas produksi yang telah dimanfaatkan sebesar 71,43%. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat kapasitas terpasang dan kapasitas termanfaatkan sumber air baku PDAM Kab Polewali Mandar untuk cabang PDAM di Kabupaten Polewali Mandar. NO KOTA / INSTALASI PRODUKSI POLEWALI Tabel 6.26 Konsolidasi Kapasitas Produksi PDAM Polewali Mandar (Cabang PDAM) SUMBER TERPASANG DIMANFAATKAN ( l/d ) ( l/d ) ( l/d ) 1 IPA Pulele IPA Anreapi SPC Lemo WONOMULYO 1 IPA Kalimbua I IPA Kalimbua II CAMPALAGIAN 1 AIR TANAH DALAM 10 - TINAMBUNG 1 IPA Lembanglembang IPA Salarri SPC Saragian Sumber : PDAM Polewali Mandar 2012 Untuk memenuhi pasokan air bersih bagi pelanggan di wilayah Kabupaten Polewali Mandar, PDAM Kabupaten Polewali Mandar memproduksi air dengan standar kualitas air minum dengan 7 instalasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Polewali Mandar. Masing-masing memiliki kapasitas beragam, yaitu: IPA Pulele 35 liter/detik IPA Anreapi 10 liter/detik SPC Lemo 5 liter/detik IPA Kalimbua I 30 liter/detik IPA Kalimbua II 10 liter/detik IPA Salarri 5 liter/detik SPC Saragian 5 liter/detik VI - 53

126 Air yang diproduksi pada 7 instalasi pengolahan di atas telah memenuhi standar kualitas Air Minum seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang standar Air Minum pada IPA yang dimiliki. Tingkat kehilangan air PDAM Kab Polewali Mandar pada tahun 2011 sebesar 36,42%. 3. Unit Pelayanan SPAM yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Polewali Mandar sampai 2011 melayani 4 wilayah, yaitu (i) Polewali (Pusat), (ii) Cabang Wonomulyo, (iii) Unit Campalagian, (iv) Unit Tinambung. Di Kabupaten Polewali Mandar, yang telah memperoleh pelayananan air minum PDAM adalah 11 kecamatan dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Polewali Mandar. Jumlah pelanggan PDAM di Kab Polewali Mandar adalah pelanggan dengan rincian sebagai berikut: 1. Polewali (Pusat) SL dengan daerah pelayanan: - Polewali : SL - Matakali : 536 SL - Binuang : 444 SL - Anreapi : 4 SL 2. Cabang Wonomulyo SL dengan daerah pelayanan: - Wonomulyo : SL - Mapilli : 579 SL - Tapango : 77 SL 3. Unit Campalagian 560 SL 4. Unit Tinambung 719 SL dengan daerah pelayanan : - Tinambung : 518 SL - Limboro : 201 SL - Alu : - VI - 54

127 Gambar 6.15 Cakupan Layanan PDAM Polewali Mandar Wilayah Kabupaten Polewali mandar Jumlah Sambungan Langganan Tabel 6.27 Data Umum PDAM Polewali Mandar Total Jumlah Penduduk Total Jumlah Penduduk Terlayani Jumlah Jiwa terlayani %Total Jiwa %Terhadap total penduduk terlayani SL ,86% 17,87% Sumber : PDAM Polewali Mandar 2012 PDAM Kabupaten Polewali Mandar memiliki cakupan perlayanan terhadap total penduduk terlayani sebesar 17,87%. VI - 55

128 C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Pendapatan air dalam meter (M3) tahun 2011 Rp M3, sektor rumah tangga dominan memberikan konstribusi terhadap pendapatan air, selain sektor pemerintah/abri dan Industri besar yang memberikan kontribusi pada pendapatan PDAM. Pendapatan air dalam rupiah pun mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai 2011 sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6.28 Pendapatan Air PDAM Polewali Mandar Uraian Pendapatan Air (Rp.000) Sumber : Audit kinerja PDAM Polewali Mandar 2011 Pengeluaran PDAM Kabupaten Polewali Mandar Tahun dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 6.29 Pengeluaran PDAM Kabupaten Polewali Mandar No Uraian Biaya Pengeluaran Instalasi Sumber , ,- 2 Instalasi Pengolahan , ,- 3 Instalasi Transmisi & Distri , ,- 4 Umum & Administrasi , ,20 5 Biaya Air Limbah/ kotor Jumlah Biaya ,20 Sumber : Audit kinerja PDAM Polewali Mandar 2011 Seiring dengan operasional perusahaan yang berkembang setiap tahunnya yang tergambar dari kenaikan pendapatan air, kenaikan pengeluaran juga harus dihadapi dalam menunjang kegiatan operasionalnya PDAM. Sebagai perbandingan untuk tahun 2011, biaya operasional sebesar Rp ,- dan volume air terjual adalah Rp ,-M3, sehingga harga pokok air adalah Rp 2.830,44 m3. Hal ini menyebabkan kinerja keuangan PDAM Polewali Mandar mengalami permasalahan keuangan. VI - 56

129 Berdasarkan rasio biaya operasional dengan pendapatan operasional selama tahun 2011 menunjukkan angka 1,10. Kondisi ini memerlukan perhatian yang lebih karena tingkat rasio demikian maka relatif berat bagi PDAM Kabupaten Polewali Mandar untuk menutup pengeluaran-pengeluaran (cost recovery). Oleh karena itu maka PDAM perlu memperhatikan efisiensi kinerja operasionalnya. Selama tahun 2011 PDAM Kabupaten Polewali Mandar membukukan kerugian (sebelum pajak) sebesar Rp ,03,- atau sebesar 4,74%. Tarif Hingga saat ini, tarif yang ada belum mencapai full cost recovery (FCR). Untuk mendapatkan tingkat tarif yang full cost recovery maka perlu dilakukan stimulasi sehingga didapatkan tingkat pengembalian (return) yang mampu menutup seluruh biaya investasi, biaya operasi, biaya resiko usaha serta keuntungan yang wajar. Rata rata harga jual (tarif) air PDAM Polewali Mandar Rp 3.042,72 per m3 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Secara kelembagaan Pengelolaan Air Minum di Kabupaten Polewali Mandar menjadi tanggungjawab PDAM Polewali Mandar Kabupaten Polewali Mandar berdasarkan Perda No. 2 Tahun 1990 tentang pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Polewali Mamasa. Sesuai perkembangannya, Perda ini beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan Perda No.74 Tahun 2005 tanggal 30 Desember 2005 dan Keputusan DPRD No. 38/KPTS/DPRD tanggal 24 Juli tentang Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Polewali Mandar. Struktur organisasi berdasarkan Surat Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2005, tanggal 15 September 2005 tentang Susunan Organisasi, Rincian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja, PDAM dipimpin oleh 3 orang direksi terdiri dari 1 Direktur Utama dan 2 orang Direktur dan membawahi beberapa cabang dan unit IKK. VI - 57

130 BUPATI DEWAN PENGAWAS DIREKTUR Sub Bagian Adm. Umum Bagian Adm & Keuangan Bagian Tehnik Satuan Pengawasan Internal Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Hub.Langganan Sub Bagian Perencanaan & Pemeliharaan Sub Bagian Transmisi, Produksi & Distribusi Bidang Adm/Keu Seksi Umum & Kepegawaian Seksi Kas & Penagihan Seksi Layanan & Seksi Penelitian & Pengembangan Seksi Transmisi & Dsitribusi Bidang Tehnik Seksi Pembelian Seksi Pembukaan & Akuntansi Seksi Olah Data Rekening Seksi Peralatan & Pemeliharaan Seksi Produksi & Laboratorium Seksi Gudang &Logistik Seksi Pemasaran & Pel. Non-Air Seksi Pemasangan / Penutupan & Segel Meter Kantor Cabang Kantor Ranting Subseksi Pel. Adm & Keu Subseksi Pel. Rekening Subseksi Pel. Tehnik Subseksi Produksi Unit Pelayanan Khusus Gambar 6.16 Struktur Organisasi PDAM Polewali Mandar Sumber Daya Manusia Jumlah seluruh Karyawan PDAM Tirta Raharja bulan Maret 2011 adalah 65 orang yang melayani sambungan langganan (SL), sehingga rasio karyawan dengan jumlah sambungan adalah 1 : 143,8. Kondisi ini kurang cukup baik karena telah melampaui dari rasio yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja. Di bawah ini diuraikan kelompok tenaga kerja/karyawan berdasarkan beberapa kategori seperti profil karyawan berdasarkan status, berdasarkan tingkat dan kualifikasi pendidikan. Tabel 6.30 Profil Karyawan PDAM Polewali Mandar berdasarkan Status Tahun 2011 Status Karyawan Jumlah (orang) Pegawai tetap Perusahaan 50 Calon Pegawai 0 Pegawai tidak tetap/kontrak 15 Jumlah 65 Sumber: laporan Operasional 2011 VI - 58

131 Tabel 6.31 Profil Karyawan PDAM Polewali Mandar Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Karyawan Jumlah Persentase (%) SD 5 7,69 SLTP 5 7,69 SLTA 35 53,85 D3 1 1,54 S ,69 S2 1 1,54 Jumlah Sumber: laporan Operasional 2011 D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Polewali Mandar tahun 2010 dapat diklasifikasikan Kurang Sehat PDAM Kabupaten Mamasa A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM PDAM Kab. Mamasa adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mempunyai tugas memberikan pelayanan air bersih untuk masyarakat di Kab. Mamasa. PDAM Kab. Mamasa didirikan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 07 Tahun 2003 tentang Pembentukkan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Mamasa. Seiring dengan terbentuknya Kabupaten Mamasa sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2002 tentang Pembentukkan Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo di Sulawesi Selatan (sebelum terbentuk Sulawesi Barat) dan dikeluarkannya Keputusan DPRD Kabupaten Polmas No. 18/Kpts/DPRD/2003 tanggal 21 Juli 2003 tentang persetujuan pengalihan dan pengolahan serta tanggung jawab Perusahaan Daerah Air Minum milik Pemda Kabupaten Polmas yang berada dalam Wilayah Kabupaten Mamasa kepada Pemda Kabupaten Mamasa, pengelolaan air bersih di Kabupaten Mamasa berada di organisasi PDAM. VI - 59

132 Dilihat dari proses pembentukkan, PDAM Kab. Mamasa relatif cepat terbentuk. Hanya dibutuhkan waktu 1 tahun setelah proses pemekaran/pemisahan dari daerah induknya (Kab. Polewali Mamasa, yang telah berganti nama menjadi Kab. Polewali Mandar) B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kab. Mamasa untuk melayani penduduk berasal dari air permukaan/sungai, yaitu : 1. Sungai Loko sebagai sumber air baku Kecamatan Mamasa 2. Sungai Parak sebagai sumber air baku Kecamatan Tawalian 3. Sungai Kampinnisan sebagai sumber air baku Kecamatan Tanduk Kalua' 4. Sungai Liawan sebagai sumber air baku Kecamatan Sumarorong 5. Sungai Messawa sebagai sumber air baku Kecamatan Messawa 6. Sungai Mayang sebagai sumber air baku Kecamatan Mambi 7. Sungai Tandi Allo/Rea sebagai sumber air baku Kecamatan Nosu Kondisi air baku pada saat musim kemarau mengalami penurunan, tapi tidak terlalu berpengaruh pada pendistribusian air. 2. Unit Produksi dan Distribusi Kapasitas terpasang PDAM Kab.Mamasa untuk daerah pelayanan adalah 53 L/dtk dengan rincian masing-masing per kecamatan sebagai berikut: 1. Kecamatan Mamasa, 10 L/Dtk IPA Iengkap 2. Kecamatan Tawalian, 10 L/Dtk IPA Iengkap 3. Kecamatan Tanduk Kalua', 5 L/Dtk Bron Kaptering 4. Kecamatan Sumarorong, 5 L/Dtk Bron Kaptering 5. Kecamatan Messawa, 3 L/Dtk Bron Kaptering 6. Kecamatan Mambi, 10 L/Dtk IPA Iengkap belum difungsikan 7. Kecamatan Nosu, 10 L/Dtk IPA Iengkap belum ada Sambungan Rumah. Sedang kapasitas produksi yang dimanfaatkan adalah 29 L/Dtk. Untuk Kecamatan Mambi belum dioperasikan karena kendala faktor biaya operasional yang menggunakan sistem pompanisasi. Di Kecamatan Nosu belum dioperasikan karena pemasangan Sambungan Rumah belum dilaksanakan. VI - 60

133 Untuk memenuhi pasokan air bersih bagi pelanggan di wilayah Kabupaten Mamasa dan ke 5 IKK dengan Standar kualitas air bersih, maka pihak PDAM Kab. Mamasa tetap mengusul ke Satker Air Minum Provinsi Sulawesi Barat untuk Pembangunan IPA. Air yang diproduksi pada 2 Unit IPA telah memenuhi Kualitas air minum, namun 3 IKK yang belum memiliki instalasi, yaitu Tanduk Kalua', Sumarorong, dan Messawa belum memenuhi standar air minum. Tingkat kehilangan air PDAM Kab. Mamasa sangat tinggi selama ini, yaitu mencapai 60%. Tabel 6.32 Kapasitas Produksi, Distribusi dan Air yang Terjual PDAM Kabupaten Mamasa No. Tahun Produksi ( m 3 ) Distribusi ( m 3 ) Terjual (m 3 ) Sumber : PDAM Kab. Mamasa, 2012 Sistem pendistribusian yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Mamasa ialah secara gravitasi. 3. Unit Pelayanan Kabupaten Mamasa telah melayani 6 Kecamatan dari total 17 Kecamatan yang ada di Kab. Mamasa. Jumlah Pelanggan PDAM Kab. Mamasa pada tahun 2011 mencapai SR. Rincian jumlah pelanggan per kecamatan dirinci sebagai berikut: Tabel 6.33 Jumlah Sambungan Pelanggan PDAM Kab. Mamasa Tahun 2011 No Wilayah Kecamatan yang dilayani jaringan Pipa PDAM Jumlah SR Wilayah Kecamatan yang belum terlayani jaringan Pipa PDAM 1 Kec.Mamasa dan Kec. Tawalian 2 Kec. Tanduk Kalua' 93 SR 3 Kec. Sumarorong 194 SR 4 Kec. Messawa 25 SR 5 Kec. Mambi - 6 Kec. Nosu - Jumlah Sumber : PDAM Kab. Mamasa, SR 1. Kec. Pana 2. Kec. Tabang 3. Kec. Messawa 4. Kec. Aralle 5. Kec. Bambang 6. Kec.Rante Bulahan Timur 7. Kec. Sesena Padang 8. Kec. Tabulahan SR VI - 61

134 Masih terdapat 8 Kecamatan yang belum dilayani jaringan pipa PDAM, namun telah ada sebagian jaringan perpipaan di kecamatan tersebut, melalui PMPN dan Weslic, namun belum memuaskan sesuai laporan masyarakat. Total pelayanan PDAM Kab. Mamasa hingga saat ini baru mencapai 11 % dari jumlah penduduk pada tahun C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Kondisi keuangan PDAM Kabupaten Mamasa pada tahun 2013 ini cukup memprihatinkan. Di satu sisi, biaya operasional yang mencapai ± 64 juta/bulan, namun pendapatan dari pelayanan air minum hanya mencapai ± 35 juta/bulan. Besaran pendapatan per bulan hanya bisa menutupi 55% biaya operasional yang ada. Dari informasi yang didapat melalui pihak PDAM Kab. Mamasa diketahui juga bahwa sudah beberapa bulan ini para pegawai PDAM tidak memperoleh gaji. Hal ini menimbulkan ketidakpastian akan keberlanjutan pengelolaan air bersih yang ada. Walaupun telah ada kucuran dana dari penyertaan modal APBD Kab. Mamasa di tahun 2013 sebesar Rp 500 juta, namun pengalokasiannya tidak bisa digunakan untuk membayar gaji pegawai. Informasi yang di dapat dari pihak PDAM Kab. Mamasa diketahui bahwa status di tahun 2013 PDAM Mamasa tidak memiliki hutang jangka panjang. Pembiayaan pengembangan air bersih yang ada bersumber dari dana APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan APBN. Kondisi pengelolaan Keuangan PDAM Kabupaten Mamasa hingga saat ini belum cukup membiayai biaya operasional PDAM secara keseluruhan. Hal ini salah satunya disebabkan karena gaji karyawan yang sangat tinggi akibat jumlah karyawan yang melebihi kebutuhan yang ada, terutama karyawan di bagian administrasi. Jumlah pegawai yang ada saat ini telah melebihi dari ketentuan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja. VI - 62

135 Tarif Tarif yang ditetapkan oleh PDAM Kab. Mamasa masih berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP). Relatif rendahnya tarif yang dikenakan bagi pelanggan PDAM Kab. Mamasa juga menjadi salah satu faktor kendala dalam peningkatan pendapatan. 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Secara kelembagaan, pengelolaan air minum Kab. Mamasa menjadi tanggung jawab PDAM Kab. Mamasa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun PDAM Mamasa dipimpin oleh seorang Direktur dan 2 Kepala Bagian, yaitu (i) Kepala Bagian Umum dan (ii) Kepala Bagian Teknik. Berikut ini diuraikan struktur organisasi PDAM Kabupaten Mamasa. Bupati Badan Pengawas Direktur PDAM Bidang Umum Bidang Teknik Seksi Hubungan Pelanggaran Seksi Umum/ Personalia Seksi Distribusi Seksi Perencanaan Seksi Keuangan Seksi Pemeliharaan UNIT PELAYANAN Gambar 6.17 Struktur Organisasi PDAM Kab. Mamasa Sumber Daya Manusia Jumlah karyawan tetap PDAM Kab. Mamasa ialah sebanyak 22 orang dan Tenaga Kontrak/Honor sebanyak 23 orang dalam melayani sambungan Iayanan SR. VI - 63

136 Tabel 6.34 Jumlah Karyawan PDAM Kabupaten Mamasa No Status Karyawan Jumlah 1 Pegawai Tetap Perusahaan 22 Orang 2 Calon Pegawai - 3 Pegawai Tidak Tetap / Kontrak 23 Orang Jumlah Sumber : PDAM Kab. Mamasa, Orang Tabel 6.35 Profil Karyawan PDAM Kabupaten Mamasa Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Karyawan Jumlah 1 SD 2 Orang 2 SLTP 5 Orang 3 SLTA 34 Orang 4 D3-5 S 1 4 Orang 6 S2 1 Orang Sumber : PDAM Kab. Mamasa, 2012 D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Tingkat kesehatan PDAM Kabupaten Mamasa di tahun 2006 menunjukkan kondisi sakit. Status di tahun 2013 ini belum diketahui secara pasti, namun jika menilik dari kinerja yang ada, hampir dapat dipastikan bahwa PDAM Kab. Mamasa tetap merupakan PDAM yang tergolong sakit. Bahkan menurut pengakuan dari pihak PDAM Kab. Mamasa, kondisi kesehatan PDAM bisa dibilang sangat kritis PDAM di Wilayah Sulawesi Tenggara PDAM wilayah pemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara yang menjadi lokasi uji petik adalah PDAM Kabupaten Kolaka (daerah induk) dan PDAM Kabupaten Kolaka Utara (DOB). VI - 64

137 PDAM Kabupaten Kolaka A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kolaka pada awalnya merupakan Badan Pengelola Air Minum (BPAM) yang dibentuk pada tanggal 16 Februari 1982, melalui SK Menteri Pekerjaan Umum No. 16/KPTS/CK/II/1982, dan pada tanggal 11 Desember 1993 terbentuklah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kolaka melalui Perda No. 6 Tahun B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku diambil dari air permukaan (sungai) baik di Ibu Kota Kabupaten maupun di Ibu Kota Kecamatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6.36 Sumber Air Baku PDAM Kabupaten Kolaka No. Wilayah Pelayanan Sumber Air Baku Kondisi Air Baku Hasil 1. Kota Kolaka Sungai Kolaka Keruh Baik 2. IKK Rate-Rate Sungai Simbune Keruh Baik 3. IKK Lambandia Sungai Lambandia Keruh Baik 4. IKK Mowewe Mata Air Mowewe Baik Baik 5. IKK Wundulako Sungai Wundulako Keruh Baik 6. IKK Pomalaa Sungai Huko-Huko Keruh Baik 7. IKK Wolo Sungai Lana Keruh Baik 8. IKK Tamboli Sungai Tamboli Keruh Baik 9. IKK Lambandia Sungai Pinanggoosi Keruh Baik 10. IKK Baula Sungai mata bontu Keruh Baik Sumber data : PDAM Kabupaten Kolaka. 2. Unit Instalasi Sistem pengolahan air PDAM Kabupaten Kolaka menggunakan sistem IPA, SPL dan PS, sistem pengolahan tersebut hanya digunakan pada Unit Pelayanan Kota Kolaka, IKK Mowewe dan IKK Pomalaa, dengan uraian sebagai berikut : 1) Unit Pelayanan Kota Kolaka menggunakan 2 (dua) sistem pengolahan air yaitu sistem pengolahan air dengan pasir cepat dan Instalasi pengolahan VI - 65

138 Air (IPA), dengan kapasitas 160 ltr/dtk dan menggunakan sumber air baku dari sungai Poluloa (intake 1) dan sungai Kolaka (intake 2). 2) IKK Mowewe menggunakan sistem pengolahan sederhana (PS) dengan kapasitas 10 ltr/dtk dan menggunakan sumber air baku mata air Inebenggi 3) IKK Pomalaa menggunakan sistem pengolahan dengan Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan kapasitas 10 ltr/dtk dan menggunakan sumber air baku sungai Huko-Huko. Sedangkan untuk ibukota Kecamatan (IKK) lainnya tidak memiliki sarana pengolahan air. 3. Unit Produksi Produksi air bersih PDAM Kabupaten Kolaka seluruhnya tidak melalui sistem pengolahan air, yang menggunakan Instalasi Pengolahan Air (IPA) hanya pada Unit Pelayanan Kota Kolaka sebanyak 3 unit dan IKK Pomalaa sebanyak 1 unit. Instalasi Pengolahan Air (IPA) pada Unit Pelayanan Kota Kolaka dan IKK Pomalaa dengan kondisi baik dan beroperasi serta masih dapat melayani air bersih ke pelanggan di Kota Kolaka dan Pomalaa. Produksi air per 31 Desember 2011 mengalami kenaikan sebesar 7,7% dibanding tahun 2010, dimana jumlah produksi pada tahun 2010 air sebesar m3 menjadi ,77 m3 pada tahun Kemudian tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 2% atau menajadi ,05. Dari seluruh sistem yang ada saat ini, jumlah kapasitas terpasang adalah 385 l/detik, sedangkan jumlah kapasitas yang dioperasikan adalah sebesar 240 l/detik. Selisih antara kapasitas terpasang dengan kapasitas yang dioperasikan (idle capacity) sebesar 145 l/dt karena kapasitas instalasi pengolahan air lebih kecil/kurang dari kapasitas intake/pompa. Pada saat ini jam operasi produksi air minum berjalan selama rata-rata 11 Jam dan operasi distribusi dilakukan selama 10 jam per hari. VI - 66

139 No. Tabel 6.37 Data Aspek Teknis PDAM Kabupaten Kolaka U r a i a n 1. Kapasitas Terpasang menurut design (l/detik) Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun Kapasitas dioperasikan (l/detik) Kapasitas menganggur (Idle Capacity (l/detik) Operasi Produksi (Jam) Operasi Distribusi (Jam) Volume Produksi Air : - Produksi Instalasi PDAM (000 M³/tahun) - Pembelian Air Olahan 7. Volume Air Didistribusikan (000 m 3 ) ,39 Sumber data : PDAM Kabupaten Kolaka. 4. Unit Pelayanan Penduduk yang mendapat pelayanan air minum tahun 2010 sebanyak jiwa ( SR) atau 19,0 % dari jumlah penduduk wilayah teknis. Tahun 2011 pelayanan air minum meningkat menjadi sebanyak jiwa ( SR) atau 24 % dari jumlah penduduk wilayah teknis pelayanan sebanyak jiwa dan tahun 2012 sebanyak jiwa ( SR) atau 23% dari jumlah penduduk wilayah teknis pelayanan sebanyak jiwa. Tabel 6.38 Cakupan Daerah Pelayanan Air Bersih Tahun 2012 No Daerah Pelayanan Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk Pelayanan % Kolaka/Latambaga IKK Rate Rate IKK Lambandia IKK Mowewe IKK Wundulako IKK Pomalaa IKK Wolo IKK Tamboli IKK Baula Jumlah 525,57 299,21 299,70 92,75 478,07 373,82 730,54 344, ,11 16,156 1,71 19,94 32,37 17,64 6,55 15,82 0,2 23,23 Sumber data : PDAM Kabupaten Kolaka. VI - 67

140 C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Pendapatan PDAM Kabupaten Kolaka diperoleh dari pendapatan hasil penjualan air dan pendapatan Non air lainnya yang terdiri dari Pendapatan penyambungan baru, pendapatan denda keterlambatan pembayaran, pendapatan penyambungan kembali dan lain-lain. Untuk tahun 2010 (per 31 Desember 2010) pendapatan PDAM Kab. Kolaka adalah Rp ,-.Sedangkan untuk pengeluaran biaya terdiri dari : Biaya Operasional dan Biaya Administrasi dan Kepegawaian, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6.39 Pendapatan dan Biaya Per 31 Desember 2010 dan per 31 Oktober 2011 No. Periode Pendapatan Operasional Biaya Administrasi & Kepagawaian Jumlah Laba/Rugi Kotor 1. 31/12/ ( ) 2 31/10/ Sumber data : PDAM Kabupaten Kolaka. Biaya operasional pada tahun 2010 adalah sebesar Rp ,00.- kemudian tahun 2011 turun menjadi sebesarrp ,00.- sedangkan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp ,52-. Rincian biaya operasional selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 adalah sebagai berikut : VI - 68

141 Tabel 6.40 Rincian biaya operasional PDAM Kabupaten Kolaka Jenis Biaya Biaya Langsung - Sumber , , ,32 - Pengolahan , , ,78 - Transmisi Distribusi , , ,82 Jumlah Biaya Langsung , , ,92 Biaya Administrasi , , ,60 Umum Jumlah Biaya Usaha , , ,52 Sumber data : PDAM Kabupaten Kolaka. Tarif Tarif air minum ditentukan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka No. 391 Tahun 2005 dan mulai berlaku Desember Tarif Air ini secara pemakaian rata-rata adalah Rp /m³ 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kolaka di Pimpin oleh Direksi yang terdiri dari : 1. Direktur Utama 2. Direktur Bidang Tehnik 3. Direktur Bidang Umum & Keuangan Direktur Bidang Tehnik membawahi bagian Produksi, Bagian Perencanaan Tehnik dan Bagian Distribusi sedangkan Direktur Bidang Umum dan Keuangan membawahi Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Bagian Hubungan Langganan. Sedangkan Unit Pelayanan Ibu Kota Kecamatan (IKK) di pimpin oleh Kepala Unit yang terdiri dari Unit Pelayanan IKK Rate-Rate, IKK Lambandia, IKK Mowewe, IKK Pomalaa, IKK Wundulako, IKK Wolo, IKK Tamboli dan IKK Baula. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 2007, tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa PDAM dengan jumlah pelanggan kurang dari di pimpin oleh seorang Direksi dan dibantu oleh 3 orang kepala bagian, namun saat ini karena pertimbangan kebutuhan managerial PDAM Kab. Kolaka di pimpin oleh 2 orang Direksi yaitu Direktur Utama dan Direktur Tehnik dilain VI - 69

142 pihak Struktur Organisasi yang sesuai dengan PerMendagri masih sementara di proses di bagian Hukum Pemda Kab. Kolaka. Prosesi Interview Kantor PDAM Kolaka Bagaian Kantor PDAM Kolaka Loket Pembayaran Kartu Bukti Pembayaran PDAM Kartu Bukti Pembayaran PDAM Gambar 6.18 Pelaksanaan Survei di PDAM Kabupaten Kolaka VI - 70

143 Sumber Daya Manusia Sistem kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kolaka terdiri Pegawai Organik dan Pegawai Harian dengan Jumlah Pegawai saat ini sebanyak 127 Orang tidak termasuk Badan Pengawas dan Direksi. Bila dibandingkan dengan jumlah pelanggan saat ini sebanyak SR, maka rasio pegawai : Pelanggan adalah 13/1.000 pelanggan. Untuk melihat Komposisi Struktur Kepegawaian PDAM Kabupaten Kolaka dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : Tabel 6.41 Struktur Kepegawaian PDAM Kabupaten KolakaTahun 2011 No. Status Kepegawaian Jumlah Orang Tingkat Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S Badan Pengawas Direksi Pegawai Organik Pegawai Harian Org Org 1 Org 1 Org - 94 Org Org - 1 Org 2 Org 22 Org - 1 Org Jumlah Sumber data : PDAM Kabupaten Kolaka. D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Kolaka tahun 2010 dapat diklasifikasikan Sakit PDAM Kabupaten Kolaka Utara A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tampanama Kabupaten Kolaka Utara pada awalnya masih menggunakan nama PDAM Kabupaten Kolaka Utara yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Utara Nomor 5 Tahun 2005, tanggal 12 Desember 2005, tentang pendirian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kolaka Utara. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tampanama Kabupaten Kolaka Utara pada awalnya merupakan unit dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kab. Kolaka yang terdiri dari 2 (dua) unit IKK (Ibu Kota Kecamatan) yaitu IKK Lasusua dan IKK Ranteangin. VI - 71

144 Pada tahun 2003 terbentuk Kabupaten Kolaka Utara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kolaka. Dengan mekarnya Kabupaten Kolaka Utara. Pemerintah Daerah Kolaka Utara mendirikan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kolaka Utara berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2005, tanggal 12 Desember Selanjutnya tanggal 3 Januari 2006 Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka secara resmi menyerahkan asset 2 (dua) unit IKK Ranteangin dan IKK Lasusua kepada Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara, dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Sarana Air Minum Nomor 690/004 yang meliputi utang piutang, personil, dan perlengkapan Perusahaan Daerah Air Minum dalam wilayah Kabupaten Kolaka Utara. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kolaka Utara sebagian besar berasal dari air permukaan (sungai) dan mata air, dengan rincian sebagai berikut : Tabel 6.42 Sumber Air Baku PDAM Kabupaten Kolaka Utara No Lokasi Sumber Konstruksi Thn Kapasitas L/dtk Ket 1 Ranteangin Torotuo Mata Air Beton Berfungsi 2 Lambai Nippong Mata Air Beton Berfungsi 3 Lasusua Indewe Sungai Beton Tdk Berfungsi Besi (Baja) Berfungsi 4 Kodeoha Mala-mala Sungai Beton Berfungsi 5 Pakue Purau Mata Air Beton Berfungsi 6 Pakue Utara Lengkong Batu Mata Air Beton Berfungsi Sumber : PDAM Kabupaten Kolaka Utara 2. Unit Produksi dan Distribusi Produksi air bersih PDAM Kabupaten Kolaka Utara tidak semua melalui sistem pengolahan air, yang menggunakan Instalasi Pengolahan Air (IPA) hanya pada Unit Pelayanan Kabupaten Kolaka Utara sebanyak 1 unit, dan IKK Ranteangin sebanyak 1 unit. Instalasi Pengolahan Air (IPA) pada Unit Pelayanan kabupaten Kolaka Utara dan IKK Renteangin dengan kondisi baik dan beroperasi serta masih dapat melayani air bersih ke pelanggan di kabupaten Kolaka Utara dan Renteangin VI - 72

145 Pipa transmisi yang digunakan jenis pipa GIP dan PVC diameter 6 inch, 4 inch, 3 inch, 2½ inch, 2 inch dan 1 inch. Pipa distribusi yang digunakan jenis pipa GIP dan PVC diameter ¾ inch dan ½ inch Air yang didistribusikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tampanama Kabupaten Kolaka Utara meliputi wilayah : Tabel 6.43 Wilayah Distribusi PDAM Kabupaten Kolaka Utara No Lokasi Sumber Kapasitas Produksi L/dtk Wilayah Distribusi 1 Ranteangin Torotuo 10 Kec. Ranteangin (kel. Ranteangin, ds. Pohu, ds. Torotuo, ds. Lawekara, ds. Rantebaru, ds. Landolia ), Kec. Wawo (ds. Wawo, ds. Puumbolo) 2 Lambai Nippong 8 Kec. Lambai (Ds. Lambai, ds. Lapasipasi) 3 Lasusua Indewe 22 Kec. Lasusua (Kel. Lasusua, ds. Watuliwu, ds. Patowonua, ds. Pitulua, ds. Tojabi, Rantelimbong, ds. Ponggiha (sebagian) 4 Kodeoha Mala-mala 10 Kec. Kodeoha (kel. Mala-mala, ds. Ainani Tadjriani, ds. Jabbal Nur) 5 Pakue & Ngapa Purau 10 Melayani 2 IKK, yaitu Wilayah IKK Pakue : Kec. Pakue (ds. Alipato, ds. Kasumeeto, ds. Kosali, ds. Lalume, ds. Mikuasi, ds. Kondara, ds. Sipakainge, kel. Olo Oloho) dan Wilayah IKK Ngapa meliputi : Kec. Pakue (ds. Toaha, ds. Seuwwa), Kec. Ngapa (ds. Purau, ds. Lawalatu, ds. Ds. Beringin, Kel. Lapai) Serta kec. Watunohu (ds. Tambuha, ds. Samaturu, ds. Lahabaru, ds. Sarona, ds. Nyule, ds. Watunohu, Lelehao, ds. Sapooiha) 6 Pakue Utara Lengkong Batu 15 Kec. Pakue Utara (ds. Lengkong Batu, ds. Amowe, ds. Teposua, ds. Pakue) Sumber : PDAM Kabupaten Kolaka Utara 3. Unit Pelayanan Cakupan pelayanan PDAM Tirta Tampanama Kabupaten Kolaka Utara sampai dengan tahun 2011 sebesar 20,42% dibandingkan jumlah penduduk (administrative area), atau 32.39% bila dibandingkan jumlah penduduk perkotaan atau 42,93% jika dibandingkan jumlah penduduk wilayah teknis (service area), dengan jumlah pelanggan sebanyak SR yang setara dengan jiwa. VI - 73

146 Wilayah pelayanan meliputi 9 kecamatan dengan 44 kelurahan/desa dari 15 kecamatan dengan 133 kelurahan/desa yang ada di Kabupaten Kolaka Utara. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Kinerja keuangan PDAM Kabupaten Kolaka Utara di tahun 2010 dilihat dari laba bersih yang dihasilkan menunjukkan nilai negatif (merugi). Kerugian setelah pajak mencapai Rp 1, 4 milyar. Tarif Tarif yang berlaku di PDAM Tirta Tampanama Kab. Kolaka Utara sejak berdirinya sampai dengan saat ini masih mengacu pada tarif Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kolaka berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kolaka No 942 Tahun 2001 tanggal 24 November 2001, rincian sebagai berikut : Tabel 6.44 Struktur Tarif PDAM Kabupaten Kolaka Utara Kelompok I II III IV Sosial Umum (SU) Golongan Pelanggan Blok Pemakaian dan Besarnya Tarif / M³ 0-10 M³ M³ M³ >31 M³ (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) - Hidran Umum 650,- 650,- 650,- 650,- - Terminal Air 650,- 650,- 650,- 650,- Kamar Mandi / WC Umum 650,- 650,- 650,- 650,- Tempat Ibadah 650,- 650,- 650,- 650,- Rumah Tangga I dan Sosial - Rumah Tangga (RT) 1.000, , , ,- - Puskesmas 1.000, , , ,- - Klinik Pemerintah 1.000, , , ,- - Rumah Sakit Pemerintah 1.000, , , ,- - Panti Asuhan 1.000, , , ,- - Yayasan Sosial 1.000, , , ,- - Sekolah Negeri dan Swasta 1.000, , , ,- Sekolah Negeri dan Swasta 1.000, , , ,- Rumah Tangga II dan Kantor - Rumah Tangga yang Mempunyai Usaha Sampingan 1.500, , , ,- - Rumah Kontrakan 1.500, , , ,- - Kantor Pemerintah 1.500, , , ,- - Lembaga / Instansi Pemerintah 1.500, , , ,- - Kolam renang Umum dan Tempat Rekreasi Milik Pemerintah 1.500, , , ,- Rumah Tangga III dan Niaga Besar, VI - 74

147 Kelompok Industri dan Hotel Golongan Pelanggan Blok Pemakaian dan Besarnya Tarif / M³ 0-10 M³ M³ M³ >31 M³ (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) - Warung, Toko, Rumah Makan, Losmen, 2.000, , ,- Hotel dan Penginapan - Pesanggrahan dan Restoran 2.000, , ,- - Bengkel ( Service Station ) 2.000, , ,- - Klinik Swasta 2.000, , ,- - Pasar Ikan 2.000, , ,- - Tempat-tempat Hiburan 2.000, , ,- - Sarana Olahraga Milik Perorangan, 2.000, , ,- Yayasan dan atau suatu usaha lainnya - Salon 2.000, , ,- - Depot BBM 2.000, , ,- - Industri Rumah Tangga 2.000, , ,- - Pabrik Es 2.000, , ,- - Industri Perikanan 2.000, , ,- - Pabrik Makanan Kaleng 2.000, , ,- Sumber : PDAM Kabupaten Kolaka Utara 2. Kelembagaan PDAM Organisasi PDAM Tirta Tampanama Kab. Kolaka Utara telah mengajukan struktur organisasi dan uraian tugas pada awal Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kolaka Utara, struktur tersebut merinci dari tingkatan Direksi yang terdiri dari : 1 direktur, dengan 3 Kepala Bagian (Kepala Bagian Keuangan dan Administrasi, Kepala Bagian Teknik dan Kepala Bagian Hubungan Langganan) serta 9 Kepala Sub Bagian, tetapi belum sempat disahkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka, kemudian pada awal tahun 2011 untuk lebih mengoptimalkan dan meningkatkan kinerja Perusahaan dajukan kembali dan telah disahkan Peraturan Bupati Kolaka Utara No 04 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kolaka Utara, dengan struktur terdiri dari 1 direktur, dengan 3 Kepala Bagian (Kepala Bagian Administsi dan Umum, Kepala Bagian Teknik, Kepala Bagian Keuangan dan Akuntansi) serta 9 Kepala Sub Bagian. VI - 75

148 Lokasi PDAM Kolaka Utara Bagian Kasir dan Administrasi menyatu Bagan Struktur Organisasi CP : PDAM Meteran di Rumah masyarakat Kiri : Pengawas, Kanan : Tim Teknis IPA VI - 76

149 Mesin pengolahan air baku Mesin pengolahan air baku Air yang sudah siah di distribusikan ke masyarakat Alat ukur air yang keluar (L/Detik) Sumber Air sungai Pengendapan Gambar 6.19 Pelaksanaan Survei di PDAM Kabupaten Kolaka Utara VI - 77

150 Sumber Daya Manusia Pegawai PDAM Tirta Tampanama Kabupaten Kolaka Utara per 31 Desember 2011 berjumlah 49 orang dengan rincian sebagai berikut : Tabel 6.45 Komposisi Pegawai di PDAM Kabupaten Kolaka Utara Berdasarkan Status Pegawai No Nama Jumlah a. Pegawai Tetap 38 b. Pegawai Tidak Tetap 4 c. Pegawai Kontrak 7 Sumber : PDAM Kabupaten Kolaka Utara Jumlah 49 Tabel 6.46 Komposisi Pegawai di PDAM Kabupaten Kolaka Utara Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan No Nama Jumlah a. SD 0 b. SMP 1 c. SMA 37 d. Diploma 1 e. S-1 10 Jumlah 49 D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Kolaka Utara tahun 2010 dapat diklasifikasikan Sakit PDAM di Wilayah Maluku Utara PDAM wilayah pemekaran di Provinsi Maluku Utara yang menjadi lokasi uji petik adalah PDAM Kabupaten Halmahera Tengah (daerah induk) dan PDAM Kota Tidore Kepulauan (DOB). VI - 78

151 PDAM Kabupaten Halmahera Tengah A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Sejatinya, PDAM Halmahera Tengah merupakan PDAM Induk dengan luas pelayanan dari Kepulauan Halmahera hingga Kepulauan Tidore. Dengan wilayah cakupan luas pelayanan yang begitu besar ini, PDAM Halmahera memiliki peran strategis dalam pengembangan air bersih di Maluku Utara. Namun pada tahun 2003 terjadi pemekaran, maka munculah Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Timur. Dua wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Halmahera Tengah. Maka sejak itu semua aktivitas pemerintahan Kabupaten Halmahera Tengah yang berada di luar wilayah administrasi Kabupaten Halmahera Tengah (yang berada di Kabupaten Halmahera Timur dan Tidore Kepulauan) berpindah ke wilayah Halmahera Tengah. Sehingga atas dasar itu aktivitas pemerintahan Kabupaten Halmahera terpusat di ibukota Kabupaten Halmahera Tengah, yakni di kota Weda. Permasalahan yang cukup rumit adalah Kantor Pelayanan, asset, hingga pelanggan PDAM Halmahera Tengah berada di wilayah Kota Tidore Kepuauan. Penyelesaian permasalahan yang berlarut-larut hingga tahun 2008 (5 tahun) menyebabkan kurang maksimalnya pelayanan air bersih di Kota Tidore Kepulauan karena belum ada kepastian status PDAM tersebut apakah tetap PDAM Kabupaten Halmahera Tengah, apakah menjadi PDAM Kota Tidore Kepulauan. Akhirnya terbitlah Perda No.9 tahun 2008 tentang pendirian PDAM Kota Tidore Kepulauan. Maka dari mulai bangunan fisik, asset, hingga pelanggan yang semula dimiliki oleh Kabupaten Halmahera Tengah berpindah tangan menjadi miliki Kota Tidore Kepulauan. Saat ini status PDAM Halmahera Tengah pun belum menjadi PDAM baru sebatas Kantor Pelayanan Air Minum atau biasa disingkat dengan KAPAM. KAPAM Halmahera Tengah ini berada di kota Weda. VI - 79

152 Gambar 6.20 Kantor Pelayanan Air Minum Kabupaten Halmahera Tengah B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Air Baku yang dimiliki oleh KAPAM Halmahera Tengah ini hanya mengandalkan sungai dengan sistem pompa. Permasalahan kualitas air menjadi yang krusial di kota Weda ini. Berbeda dengan wilayah di daerah lain yang memiliki kualitas air yang jauh lebih baik. Oleh karena itu, KAPAM Halmahera Tengah ini hanya melayani kota Weda saja, karena di wilayah lain masyarakat secara swadaya memiliki sistem pemompaan sendiri untuk menyuplai air ke rumah. VI - 80

153 Gambar 6.21 Peta Wilayah Kota Weda Gambar 6.22 Sumber Air Baku KAPAM Kabupaten Halmahera Tengah VI - 81

154 2. Unit Pelayanan Secara faktual KAPAM Kabupaten Halmahera Tengah ini baru beroperasi 5 tahun (mulai dari tahun 2008). HIngga saat ini KAPAM Kabupaten Halmahera Tengah hanya melayani masyarakat yang berada di wilayah kota Weda. Dengan jumlah pelanggan 813 pelanggan. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Karena secara kelembagaan pengelolaan air minum di Kabupaten Halmahera Tengah berupa Kantor, maka pendapatan yang diterima langsung disetor ke kas daerah. Dalam hal ini pihak KAPAM tidak bisa memberikan secara pasti besaran pendapatan yang telah disetor ke kas daerah. Tarif Menurut data yang bersumber dari BPPSPAM tahun 2007 bahwa tarif ratarata penjualan PDAM Kab. Halmahera Tengah (sebelum menjadi KAPAM) adalah sebesar Rp.3.778,78/m 3, sedangkan HPP rata-rata full cost sebesar Rp.5.533,80/mp 3 sehingga terdapat gap antara tarif dan biaya operasi. Namun setelah menjadi KAPAM, dari hasil penelusuran survei tidak diketahui secara pasti terkait besaran tarif yang harus dibayar oleh masyarakat pelanggan. Dari hasil penelusuran sruvei diketahui bahwa memang usaha untuk menaikan tarif mengalami kendala yang cukup besar, karena kualitas air masih jauh dari harapan. Jika memang kualitas air yang sudah baik, maka rasanya pelanggan pun tidak mempermasalahkannya. Namun saat ini tidak memungkinkan menaikan tarif dengan kualitas air yang masih jauh dari harapan. 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Sebelum terjadi pemekaran, pelayanan air minum di Kabupaten Halmahera Tengah dilakukan oleh PDAM. Namun karena setelah pemekaran, sarana dan prasarana PDAM (Kantor Pelayanan, asset, dll) dan pelanggan PDAM berada di wilayah Kota Tidore Kepulauan, maka PDAM Kabupaten Halmahera VI - 82

155 Tengah menjadi tersisihkan. Bahkan secara kelembagaan telah mengalami perubahan bentuk menjadi Kantor. Struktur organisasi Kantor Pelayanan Air Minum Kabupaten Halmahera Tengah dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 6.23 Struktur Organisasi KAPAM Halmahera Tengah Sumber Daya Manusia Kualitas sumber daya manusia di KAPAM masih jauh dari kondisi ideal, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Saat ini jumlah karyawan KAPAM Kabupaten Halmahera Tengah berjumlah 32 orang. Hal yang diharapkan pihak KAPAM Kabupaten Halmahera Tengah saat ini ialah adanya bantuan/fasilitasi pelatihan yang diselenggarakan baik oleh Direktorat Pengembangan Air Minum maupun dari BPPSPAM. D. TINGKAT KESEHATAN Menurut data yang bersumer dari BPPSPAM tahun 2007 tingkat kesehatan PDAM Kab. Halmahera Tengah (sebelum menjadi KAPAM Kabupaten Halmahera Tengah) berada pada kategori Sakit. Namun karena saat ini bentuk kelembagaannya telah berubah menjadi Kantor, maka sudah tidak termasuk kategori sebagai perusahaan daerah yang mengelola air minum. VI - 83

156 PDAM Kota Tidore Kepulauan A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Pada awalnya PDAM Tidore Kepulauan berbentuk BPAM pada tahun Kemudian mulai berubah menjadi (cabang) PDAM pada tahun Pada tahun 2003 terjadi pemekaran wilayah dan sejak itu semua aktivitas pemerintahan Kabupaten Halmahera tengah yang berada di wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan dipindahtangankan, sehingga Kota Tidore Kepulauan membentuk PDAM baru pada tahun Rumitnya persoalan yang dihadapi PDAM Tidore Kepualauan, mulai dari masalah asset hingga pelanggan PDAM yang masuk wilayah Tidore Kepualauan tapi berbeda pulau. Penyelesaian permasalahan yang berlarutlarut hingga tahun 2008 (5 tahun) menyebabkan kurang maksimalnya pelayanan air bersih di Kota Tidore Kepulauan karena belum ada kepastian status PDAM tersebut apakah tetap menjadi bagian PDAM Kabupaten Halmahera Tengah, atau menjadi kewenangan PDAM Kota Tidore Kepulauan secara otonom. Akhirnya kondisi ini ada kejelasan dengan ditetapkannya Perda No.9 tahun 2008 tentang pendirian PDAM Kota Tidore Kepulauan. Konsekuensinya dari mulai bangunan fisik, asset, hingga pelanggan yang semula dimiliki oleh Kabupaten Halmahera Tengah berpindah tangan menjadi miliki Kota Tidore Kepulauan. Gambar 6.24 Kantor PDAM Tidore Kepualauan VI - 84

157 B. ASPEK TEKNIS 1. Air Baku Air baku yang dimiliki oleh PDAM Tidore Kepulauan hanya mengandalkan air bawah tanah dengan sistem pompa. Permasalahan dalam mencari sumber air baku baru menjadi penghambat dalam meningkatkan cakupan layanan. Sebab peluang intruisi yang banyak terjadi di wilayah Tidore Kepulauan. Dari 8 kecamatan yang ada di wilayah Tidore Kepualauan hanya 4 yang terlayani yaitu Tidore, Tidore Timur, Tidore Utara, dan Tidore Selatan. Kemudian hanya terdapat 3 IKK dari 4 Kecamatan yang terlayani, dimana wilayah Tidore Timur mendapatkan distribusi dari Kota Tidore. Gambar 6.25 Peta Jaringan Distribusi Air Minum PDAM Kota Tidore Kepulauan 2. Unit Produksi Kapasitas produksi terpasang sampai dengan tahun 2012 sebesar m 3, dari jumlah ini sebesar m 3 (43,09%) tidak dapat dimanfaatkan (kapasitas riil) sebesar m 3 (56,91%). Kapasitas terpasang tidak dapat dimanfaatkan disebabkan umur teknis pompa, keterbatasan daya listrik, terbatasnya jaringan pipa distribusi. Upaya PDAM untuk meningkatkan utilitas kapasitas produksi terpasang antara lain dengan mengembangkan jaringan pipa distribusi untuk pemukiman masyarakat yang belum terjangkau jaringan distribusi untuk wilayah yang secara teknis VI - 85

158 telah terlayani PDAM dan menambah jam produksi pompa. Pada tahun 2012 tidak ada kapasitas produksi yang menganggur. 3. Cakupan Layanan PDAM Jumlah penduduk Tidore Kepualauan yang terlayani sebanyak jiwa atau 25,15% dari jumlah penduduk sebanyak jiwa. Sedangkan penduduk di wilayah teknis yang terlayani sebanyak jiwa atau 57,16% dari penduduk yang ada jaringan pipa PDAM sebanyak jiwa. PDAM telah berupaya untuk menongkatkan cakupan pelayanannya di tahun 2012 dengan menambah sambungan rumah sebanyak 104 pelanggan dan di masa mendatang akan menambah sambungan rumah sebanyak 500 pelanggan. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Rata-rata tarif air sebesar RP 3.438,55, sedangkan harga pokok air sebesar Rp 6.158,16 sehingga harga jual yang berlaku tersebut belum dapat menutup biaya secara penuh (Full Cost Recovery). 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Struktur Organisasi PDAM Tidore Kepulauan secara lengkap dapat dilihat dalam Gambar di bawah ini. VI - 86

159 Gambar 6.26 Struktur Organisasi PDAM Tidore Kepulauan Sumber Daya Manusia Karena masa transisi yang memakan waktu yang lama, maka menyebabkan banyak pegawai negeri dan juga non-pns yang dipekerjakan di PDAM Tidore Kepulauan. Dalam hal ini banyak pegawai yang mengundurkan diri karena penggajian tidak berjalan lancar (tersendat). Diketahui juga bahwa pelatihan terkait kompetensi nyaris tidak ada. Selain itu, pelatihan mengenai aspek pengolahan dan keuangan masih sangat terbatas. Secara umum kuantitas dan kualitas SDM di PDAM Tidore Kepulauan masih banyak memiliki kekurangan. D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Tingkat kesehatan PDAM Tidore Kepulauan berdasarkan BPPSPAM mendapatkan nilai 2,44 dan tergolong Kurang Sehat. Hal ini disebabkan oleh: 1. Aspek Keuangan Kerugian yang dialami perusahaan meningkat dibanding tahun sebelumnya 2. Aspek Pelayanan Cakupan pelayanan teknis masih rendah VI - 87

160 Pertumbuhan pelanggan masih rendah 3. Aspek Operasi Efisiensi produksi masih rendah, yaitu indikator masih tingginya angka kapasitas produksi yang tidak dimanfaatkan. Tingkat kehilangan air masih diatas 20% Jam operasi layanan air ke pelanggan rata-rata 18 jam sehari. Belum adanya data akurat jumlah pelanggan yang dilayani dengan tekanan > 0,7 Bar. Masih rendahnya rasio penggantian meter air dibanding jumlah pelanggan PDAM di Wilayah NTT PDAM wilayah pemekaran di Provinsi NTT yang menjadi lokasi uji petik adalah PDAM Kabupaten Kupang (daerah induk) dan PDAM Kab. Rote Ndao (DOB) PDAM Kabupaten Kupang A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Sejak tahun 1970/1971 telah dibangun instalasi air minum dan penyempurnaan jaringan jaringan yang ada. Sesuai dengan SK Dirjen Cipta Karya No: 1/21/ KPTS/CK/1997 terbentuklah badan pengelola air minum (BPAM) Kabupaten Dati II Kupang. Kebutuhan air minum tidak saja terbatas pada Kota Kupang, sehingga oleh Pemerintah pusat BPAM ditingkatkan menjadi BPAM Kabupaten Dati II Kupang yang ditetapkan dengan SK Menteri Pekerjaan Umum No: 069/KPTS/CK/1982 tanggal 17 Mei Pada Tahun 1986 BPAM Kabupaten Dati II Kupang beralih status menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang berbadan hukum dengan ditetapkan Perda No 1 Tahun 1986 tentang pendirian PDAM kabupaten Dati II Kupang tertanggal 12 september 1987 yang disahkan oleh Gubenur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Nusa tenggara Timur. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Total sumber air baku di Kabupaten Kupang yaitu sebanyak 27 mata air, yang terdiri dari (i) 15 mata air dan (ii) 12 sumur bor. VI - 88

161 2. Unit Produksi dan Distribusi Dari seluruh sistem yang ada saat ini, jumlah kapasitas terpasang adalah 516,50 liter/detik, sedangkan jumlah kapasitas yang dioperasikan adalah sebesar 308,35 liter/detik. Besarnya selisih antara kapasitas terpasang dengan kapasitas yang dioperasikan (idle capacity) karena penurunan debit dan jam operasi pompa hanya rata-rata 10 jam perhari. Pada saat ini jam operasi produksi air minum berjalan selama 24 sampai 10 jam dan operasi distribusi dilakukan selama 8-12jam per hari. Produksi air per 31 Desember 2007 mengalami peningkatan sebesar 4,01% dibanding tahun 2006, dimana jumlah produksi air pada tahun 2006 sebesar m3 menjadi m3 pada tahun Sedangkan jumlah air yang didistribusikan mengalami peningkatan yaitu dari m 3 pada tahun 2006 menjadi m3 tahun Cakupan Layanan PDAM Cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Kupang meliputi wilayah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Cakupan Pelayanan terbesar terdapat di Kota Kupang sedangkan cakupan pelayanan di Kabupaten Kupang terdapat di Unit IKK Takari, IKK Camplong, IKK Seba dan IKK Bolou. Berdasarkan data kependudukan pada Tahun 2007 untuk Kabupaten Kupang dengan proyeksi rata-rata pertumbuhan 5,46% dan kota Kupang 3,78% (rata-rata pertumbuhan penduduk tiap tahun per Kabupaten/kota). Tabel 6.47 Cakupan Layanan PDAM Kabupaten Kupang No Uraian Peningkatan/ Penurunan 1 Jumlah penduduk Administratif *) (Kab dan Kota) 2 Jumlah Penduduk Teknis (Kab dan Kota) Cakupan Pelayanan 25,62% 28,63% 3,01% Administratif (Kab+Kota) 4 Cakupan Pelayanan Teknis 44,30% 44,64% 0,34% (Kab+Kota) *) Penurunan tersebut disebabkan adanya pemekaran Wlayah Kabupaten Rote Ndao VI - 89

162 C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Pendapatan penjualan air dan pendapatan lain-lain meningkat 25,02% dari sebesar Rp pada tahun 2006 menjadi Rp pada tahun 2007, peningkatan tersebut terjadi karena kenaikan tarif dasar dari Rp.420,- menjadi Rp ,- yang secara efektif berlaku pada bulan Agustus Biaya operasional mengalami peningkatan 25,27 % dari Rp pada Januari 2005 menjadi Rp pada tahun 2006, peningkatan 27,95% dari Rp pada tahun 2006 menjadi Rp pada tahun 2007 yang diakibatkan dari kenaikan biaya pegawai, biaya bunga dan biaya penyisihan Piutang Tarif Tarif harga dasar air berdasarkan SK Bupati tersebut sudah diberlakukan selama hampir 2,5 tahun Tarif dasar sebelumnya adalah sebesar Rp.420/m3. Sedangkan tarif air sejak Agustus 2006 sudah memenuhi tarif Full Cost Recovery dengan rasio 129%( harga jual rata - rata Rp.2.402/Harga pokok produksi Rp 1.859) 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Struktur organisasi dan tata kerja PDAM kabupaten Kupang berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kupang Nomor : 44 Tahun 2000 Tanggal 14 September 2000, dalam surat keputusan tersebut telah diuraikan secara rinci tentang ketentuan umum, kedudukan, tugas pokok dan fungsi, susunan organisasi, uraian tugas, tata kerja kepegawaian, pembiayaan, dan ketentuan lain-lain. Sumber Daya Manusia Jumlah karyawan PDAM Kabupaten Kupang sampai akhir tahun 2001 sebanyak 228 karyawan. Sebagaimana digariskan berdasarkan ketentuan yang berlaku, kesejahteraan karyawan selalu mendapatkan perhatian yang tentunya akan terus diupayakan peningkatannya sesuai ketentuan yang berlaku dan kemampuan keuangan perusahaan yang meliputi : VI - 90

163 - Gaji berserta tunjangan yang berlaku. - Jaminan Pemeliharaan kesehatan. - Astek. - dan Jaminan Hari Tua yang bekerjasama dengan PT. Askrida dan Yayasan DAPENMA PAMSI PDAM Kabupaten Rote Ndao A. SEJARAH PEMBENTUKKAN PDAM Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Rote Ndao adalah satusatunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak dalam bidang pelayanan air bersih untuk masyarakat Kabupaten Rote Ndao. PDAM Kab. Rote Ndao didirikan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pembentukkan PDAM. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air yang dimiliki Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Rote Ndao, hingga saat ini produksi yang dihasilkan masing-masing sumber air milik perusahan cukup tinggi. Sumber air baku diantaranya dari mata air dan air tanah. Dua sumber mata air yang direncanakan segera dikelola, yakni (i) sumber mata air Oemau di Kecamatan Lobalain dan (ii) sumber mata air Lualemba di Kecamatan Rote Barat. 2. Unit Produksi dan Distribusi Debit air produksi PDAM Kabupaten Rote Ndao saat ini mencapai 37 liter per detik, sedangkan produksi yang terpakai hanya 25 liter per detik. Kapasitas terpasang PDAM Kota Kupang adalah 35 Liter/detik. 3. Unit Pelayanan Sejak didirikan hingga saat ini, baru 18% dari 123 ribu lebih penduduk di Kabupaten Rote Ndao yang terlayani air bersih oleh PDAM. Pelayanan PDAM saat ini memang belum mencapai seluruh wilayah Rote Ndao, karena beberapa hal antara lain (i) sumber air yang minim dan (ii) minimnya biaya pengembangan jaringan. VI - 91

164 Pihak PDAM telah melakukan pelayanan pada sejumlah wilayah di Kabupaten Rote Ndao, yakni Kecamatan Lobalain, Pantai Baru, Papela, Della di Kecamatan Rote Barat, dan di Lidabesi kecamatan Rote Barat Laut. C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Biaya operasional yang tinggi, sementara pendapatannya rendah menyebabkan PDAM Kabupaten Rote Ndao mengalami kerugian. Di Tahun 2011, kerugian mencapai Rp 1 milyar. Dari sisi keuangan memang PDAM Rote Ndao kurang sehat, karena biaya operasional tinggi tetapi pendapatan rendah. Banyak hal yang mempengaruhi hal ini, diantaranya ada kemungkinan pencatatan meteran yang tidak tertib. Kemungkinan lainnya, ada dugaan kolusi antara pencatat meteran dengan pelanggan. Selain itu juga terdapat indikasi kesalahan input data meteran dari lapangan yang dimasukan ke dalam komputer. Di tahun 2010 dan 2011, PDAM Kabupaten Rote Ndao sempat tersendat dalam membayar gaji pegawainya. Hal ini dikarenakan posisi riil dana pada kas/bank badan usaha milik daerah (BUMD) Pemkab Rote Ndao ini sudah tidak mencukupi untuk melakukan pembayaran gaji karyawan. Hingga tahun 2009, PDAM Kota Kupang memang tidak mempunyai hutang jangka panjang. Namun tercatat hingga tahun 2009 PDAM Kota Kupang memiliki hutang lancar sebesar Rp Tarif Tarif rata-rata penjualan PDAM Kota Kupang adalah Rp ,62/m 3. Sedangkan HPP rata-rata full cost sebesar Rp ,92/m Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai yang dilmiliki oleh PDAM Kota Kupang adalah 44 orang. Dengan rasio jumlah pegawai/1000 pelanggan sebesar 32,57. VI - 92

165 D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Menurut data yang bersumer dari BPPSPAM tahun 2009 tingkat kesehatan PDAM Kabupaten Rote Ndao berada pada kategori Kurang Sehat PDAM di Wilayah Papua Barat PDAM wilayah pemekaran di Provinsi Papua barat yang menjadi lokasi uji petik adalah PDAM Manokwari (daerah induk). Dalam hal ini tidak dilakukan survei ke DOB di Papua Barat karena belum ada yang membentuk PDAM baru PDAM Kabupaten Manokwari A. SEJARAH PEMBENTUKAN PDAM Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Manokwari dibentuk berdasarkan Perda kabupaten tingkat II Manokwari Nomor : 5 Tahun 1993 tanggal 28 Juni PDAM Kabupaten Dati II Manokwari mulai beroperasi tanggal 25 Februari 1993 yaitu sejak ditetapkan searah terima pengelola prasarana dan sarana penyediaan air bersih Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Dati II Manokwari berdasarkan berita acara serah terima Nomor : 690/536 SET tanggal 25 februari 1993 antara menteri pekerjaan umum dengan Gubernur Kepala Daerah Tingkat satu Irian Jaya dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Manokwari. B. ASPEK TEKNIS 1. Unit Air Baku Sumber air baku PDAM Kabupaten Manokwari diperoleh dari beberapa sumber diantaranya sumber mata air. Sistem pengolahan air bersih (IPA) dan kapasitas produksi terpasang pada PDAM Kabupaten Manokwari tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : VI - 93

166 Tabel 6.48 Unit Instalasi PDAM Kabupaten Manokwari No. N a m a Tahun Pembuatan Kapasitas Terpasang (Liter/Detik) 1. IPA Cab. Tanah Merah L/detik Sumber : PDAM Kab. Manokwari Semua sistem pengolahan (IPA) yang ada menggunakan sistem Buffle Channel. PDAM Kabupaten Manokwari memiliki 17 (tujuh belas) unit reservoir dapat dilihat pada tabel berikut : No. Tabel 6.49 Unit Reservoir PDAM Kabupaten Manokwari N a m a Tahun Pembuatan Kapasitas Terpasang (M3) 1. Reservoar Maripi Reservoar Arfai Base camp Reservoar Sowi Reservoar Sanggeng Peninggalan Belanda Reservoar Reremi I Reservoar Reremi II Reservoar Reremi III Reservoar Kwawi Peninggalan Belanda Reservoar DPR Swadaya DPR Reservoar Ktr Bupati Baru Swadaya Bupati Reservoar Makobrimob Swadaya Makobrimob Reservoar Batalyon Peninggalan Belanda Reservoar Fanindi Peninggalan Belanda Reservoar PDAM Peninggalan Belanda Reservoar Gubernur Swadaya Gubernur Reservoar Tanah Merah I Reservoar Tanah Merah II Sumber : PDAM Kab. Manokwari 2. Unit Produksi dan Distribusi Dari seluruh sistem yang ada saat ini, jumlah kapasitas terpasang adalah 84 l/dtk dengan kapasitas produksi dimanfaatkan sebesar 64 l/d. Secara keseluruhan pemanfaatan kapasitas terpasang belum optimal, dikarenakan adanya kebocoran di Gate Valve,pengonekan di Batalyon Arfai I, II. Pada saat ini jam operasi produksi maupun distribusi pada masing-masing wilayah pelayanan/cabang adalah sebagai berikut : VI - 94

167 Cabang Rendani I. jam produksi 24. jam/hari sedangkan distribusi 24. jam/hari. Cabang Kwawi. jam produksi 24. jam/hari sedangkan distribusi 24 jam/hari. Cabang Maruni Tanah Merah. jam produksi 24. jam/hari sedangkan distribusi 24 jam//hari. Produksi air pada tahun 2010 adalah sebesar m3 dan di tahun 2011 produksi air naik sebesar m3, sehingga produksi air mengalami peningkatan sebesar 0,018 % atau m3. Pada tahun 2012 produksi air menjadi m3, sehingga dengan demikian terjadi peningkatan/penurunan produksi sebesar 0,17 % atau m3 tahun 2012 dibandingkan dengan tahun Volume distribusi air pada tahun 2011 adalah sebesar m³ dibandingkan tahun 2010 sebanyak m³ dan pada tahun 2012 sebanyak m³. Peningkatan/penurunan jumlah distribusi air tersebut disebabkan karena adanya kebocoran-kebocoran pada pipa distribusi.adanya perbaikan di sumber. Selengkapnya data aspek teknik dapat dilihat pada table berikut ini : No. 1. Tabel 6.50 Aspek teknik PDAM Kabupaten Manokwari U r a i a n Kapasitas Terpasang menurut design (l/detik) Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun Kapasitas dioperasikan (l/detik) Kapasitas menganggur (Idle Capacity (l/detik) Operasi Produksi (Jam) Operasi Distribusi (Jam) Volume Produksi Air : - Produksi Instalasi PDAM (000 M³/tahun) - Pembelian Air Olahan Volume Air Didistribusikan (000 m 3 ) Sumber : PDAM Kab. Manokwari VI - 95

168 Adanya selisih antara kapasitas terpasang dengan kapasitas dioperasikan karena : Tahun 2010 Kapasitas di operasikan reservoir Rendani I masih 2 L/dtk,Reservoar Rendani II masih 3 L/dtk dan Reservoar Fanindi masih aktif,serta pendistribusian lewat mata air Maruni blm melalui IPA. Tahun 2011 dan 2012 Kapasitas di operasikan Reservoar Rendani I dan II mengalami penurunan menjadi 1 L/dtk,Reservoar Fanindi sudah tidak di manfaatkan serta pengoperasian air dari sumber Maruni melalui IPA dan adanya kebocoran-kebocoran Gate valve dan pengonekan ke Batalyon Arfai I dan II. Adanya selisih antara kapasitas terpasang dan kapasitas dioperasikan karena kurangnya daya tampung kapasitas air pada IPA. 3. Unit Pelayanan Penduduk yang mendapat pelayanan air minum tahun 2010 sebanyak jiwa ( SR) atau 16,6 % dari jumlah penduduk wilayah teknis pelayanan sebesar jiwa, tahun 2011 sebanyak jiwa (4.803 SR) atau 16,6 % dari jumlah penduduk wilayah teknis pelayanan sebanyak jiwa dan tahun 2012 sebanyak jiwa (4.926 SR) atau 16,6 % dari jumlah penduduk wilayah teknis pelayanan sebanyak jiwa. Tabel 6.51 Cakupan Layanan PDAM Kabupaten Manokwari No. Kecamatan Jml Jiwa Administrasi Jml Jiwa Dilayani 1. Manokwari Barat Manokwari Timur Manokwari Selatan Manokwari Utara Jml Desa/Kel dilayani Sumber : PDAM Kab. Manokwari Jumlah pelanggan air minum PDAM Kabupaten Manokwari dapat diuraikan sebagai berikut VI - 96

169 Tabel 6.52 Jumlah PDAM Kabupaten Manokwari Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 a. Jumlah Pelanggan (unit) Sosial dan Hidran Umum Rumah Tangga Instansi Pemerintah Niaga Industri Khusus - Lain-lain / Mobil tangki b. Jumlah Pelanggan Water Meter Tidak Berfungsi (unit) Sumber : PDAM Kab. Manokwari C. ASPEK NON TEKNIS 1. Aspek Keuangan Kondisi dan Kinerja Keuangan Pada tahun 2010 jumlah pendapatan PDAM Kabupaten Manokwari adalah Rp turun di tahun 2011 menjadi sebesar Rp ,- atau -2,5 %. Sedangkan pada tahun 2012 perolehan pendapatan adalah sebesar Rp terjadi peningkatan pendapatan sebesar 33,7 % atau naik sebesar Rp ,-. Biaya operasional pada tahun 2010 adalah sebesar Rp kemudian tahun 2011 turun menjadisebesarrp sedangkan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp Rincian biaya operasional selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 adalah sebagai berikut : VI - 97

170 Tabel 6.53 Rincian Biaya Operasional PDAM Kabupaten Manokwari Jenis Biaya Biaya Langsung - Sumber 72,019, ,455,481 - Pengolahan 15,539, ,831,355 - Transmisi Distribusi 883,827,965 2,788,542,082 2,633,335,640 Jumlah Biaya Langsung 971,386,711 2,888,807,504 2,717,622,476 Biaya Administrasi 4,199,885, ,620,371,408 Umum Jumlah Biaya Usaha 5,171,272, ,337,993,884 Sumber : PDAM Kab. Manokwari Tarif Tarif air yang berlaku saat ini masih berdasarkan peraturan tarif tahun 2002 yang mengacu pada Peraturan Bupati Manokwari Nomor :320 tahun 2002.Tanggal 01 Oktober tahun 2002,tentang Penetapan Penyesuaian Tarif Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Manokwari. Adapun tarif yang berlaku adalah Rp. 860 m3 sebagai tarif dasar dengan 3 (tiga) blok konsumsi dan 5 (lima)golongan pelanggan. Tarif air terendah Rp /m³ diperuntukkan kepada golongan pelanggan sosial sedangkan untuk Non Niaga yaitu Rumah tangga klasifikasi tarif terendah adalah Rp. 860,-/m³ dan tertinggi Rp. 1,545,-/m³. 2. Kelembagaan PDAM Organisasi Perusahaan Daerah Air Minum Manokwari di Pimpin oleh Direksi yang terdiri dari : 1. Direktur Utama 2. Direktur Bidang Tehnik 3. Direktur Bidang Umum & Keuangan Direktur Bidang Tehnik membawahi bagian Produksi, Bagian Perencanaan Tehnik dan Bagian Distribusi sedangkan Direktur Bidang Umum dan Keuangan membawahi Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Bagian VI - 98

171 Hubungan Langganan. Sedangkan Unit Pelayanan Ibu Kota Kecamatan (IKK) di pimpin oleh Kepala Unit. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 2007, tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa PDAM dengan jumlah pelanggan kurang dari di pimpin oleh seorang Direksi dan dibantu oleh 3 orang kepala bagian, namun saat ini karena pertimbangan kebutuhan managerial PDAM Manokwari di pimpin oleh 2 orang Direksi yaitu Direktur Utama dan Direktur Tehnik dilain pihak Struktur Organisasi yang sesuai dengan PerMendagri masih sementara BUPATI DEWAN PENGAWAS DIREKTUR Seksi Hubungan Plenggan Bagian Adm & Keuangan Bagian Tehnik Satuan Pengawasan Internal Seksi Personilia Umum Seksi Keuangan Sub Bagian Perencanaan & Pemeliharaan Sub Bagian Transmisi, Produksi & Distribusi Bidang Adm/Keu Sub Seksi Pelayanan dan Pengaduan Sub Seksi ADM Umum Seksi Layanan & Seksi Penelitian & Pengembangan Seksi Transmisi & Dsitribusi Bidang Tehnik Sub Seksi Pembaca Meter Sub Seksi Pembelian Seksi Olah Data Rekening Seksi Peralatan & Pemeliharaan Seksi Produksi & Laboratorium Seksi Gudang &Logistik Seksi Pemasaran & Pel. Non-Air Seksi Pemasangan / Penutupan & Segel Meter Kantor Cabang Kantor Ranting Subseksi Pel. Adm & Keu Subseksi Pel. Rekening Subseksi Pel. Tehnik Subseksi Produksi Unit Pelayanan Khusus Tabel 6.54 Struktur Organisasi PDAM Kabupaten Manokwari VI - 99

172 VI - 100

173 Gambar 6.27 Pelaksanaan Survei di PDAM Kabupaten Manokwari Sumber Daya Manusia Sistem kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Manokwari terdiri Pegawai Organik dan Pegawai Harian dengan Jumlah Pegawai saat ini sebanyak 28 Orang tidak termasuk Badan Pengawas dan Direksi. Rasio karyawan per 1000 pelanggan pada tahun 2011 adalah sebesar 6 per 1000 pelanggan. Untuk melihat Komposisi Struktur Kepegawaian PDAM Manokwari dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : No Tabel 6.55 Struktur Kepegawaian PDAM Manokwari Tahun 2013 Status Kepegawaian Badan Pengawas Direksi Pegawai Organik Pegawai Harian Jumlah Orang Tingkat Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S Jumlah Sumber : PDAM Kab. Manokwari D. TINGKAT KESEHATAN PDAM Secara umum, berdasarkan atas penilaian kinerja yang ada, PDAM Kabupaten Manokwari tahun 2010 dapat diklasifikasikan Kurang Sehat. VI - 101

174 6.3. ANALISIS PDAM DI DAERAH PEMEKARAN WILAYAH STUDI Berikut ini diuraikan hasil analisis di PDAM daerah pemekaran, baik yang merupakan daerah induk atau daerah otonom baru (DOB) dalam bentuk analisis lingkup makro wilayah dan spesifik PDAM yang dimaksud Cakupan Air Minum Aman di Wilayah Studi Cakupan air minum adalah tujuan umum dari kegiatan pembangunan air minum. Cakupan air minum di wilayah studi dapat dilihat dari data BPS dan SIMSPAM Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum. Walaupun data keduanya menunjukkan sejumlah perbedaan, setidaknya akan menunjukkan tingkat cakupan di wilayah studi. Data cakupan akses air minum aman per provinsi wilayah studi dapat dibandingkan dengan capaian nasional sebagai bentuk analisis. Berdasarkan data BPS, cakupan akses air minum tinggi bila dibandingkan angka nasional adalah Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Tenggara dan NTT. Berdasarkan data DJCK, cakupan tertinggi bila dibandingkan angka nasional adalah Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat. Cakupan terendah berdasarkan data DJCK adalah Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, NTT dan Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan data BPS, di antara provinsi tersebut yang terendah adalah Papua Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur dan Jawa Barat. Di Provinsi Sulawesi Barat, berdasarkan data DJCK, cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 sebesar 26,10%. Angka ini jauh lebih rendah dari angka nasional. Berdasarkan data BPS, cakupan air minum layak sebesar 37,44%, angka tersebut masih berada di bawah angka nasional. Provinsi Sulawesi Tenggara, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian PU, cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 sebesar 39,10%, angka ini jauh lebih rendah angka nasional, sedangkan menurut data BPS, cakupan air minum layak sebesar 50,74%, angka tersebut berada di atas angka nasional. VI - 102

175 Sumber : BPS & Ditpam Dirjen Cipta Karya. Gambar 6.28 Cakupan Air Minum Layak di Wilayah Studi Tahun 2010 Ditpam (merah) & BPS (biru) Di Provinsi Kalimantan Timur, berdasarkan data DJCK, cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 sebesar 50,91%. Menurut data BPS, cakupan air minum layak di provinsi ini sebesar 43,27%, angka tersebut berada di bawah angka nasional. Pada Provinsi Nusa Tenggara Timur, cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 sebesar 24,15% berdasarkan dat DJCK, angka ini lebih rendah angka nasional, sedangkan menurut data BPS, cakupan air minum layak sebesar 46,20% atau di atas angka nasional. Selanjutnya di Provinsi Jawa Barat, berdasarkan data DJCK, cakupan air minum layak (aman) tahun 2010 sebesar 44,68%, atau lebih rendah angka nasional, sedangkan menurut data BPS, cakupannya sebesar 35,32%, dan juga berada di bawah angka nasional versi BPS. VI - 103

176 Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa pada wilayah makro yang disurvei, umumnya memiliki cakupan air minum aman yang lebih rendah daripada angka nasional. Artinya PDAM sebagai bagian penting untuk meningkatkan akses air minum aman melalui jaringan perpipaan, sesungguhnya memegang peranan sangat penting, yaitu diharapkan dapat meningkatkan cakupan layanan yang lebih tinggi lagi. Seperti yang telah diketahui bahwa cakupan air minum layak secara nasional dari data DJCK adalah sebesar 52,08%, yang terdiri dari SPAM Bukan Jaringan Perpipaan 32,22%. SPAM Jaringan Perpipaan terdiri dari wilayah perkotaan 18,09% dan perdesaan 1,77%. Jaringan perpipaan di perdesaan yang jauh lebih kecil datanya ini dapat dipahami, karena umumnya sumber air minum non perpipaan di perdesaan relatif masih aman atau belum banyak tercemar, atau sebaliknya dengan wilayah perkotaan. Faktor penyebabnya adalah karena kepadatan penduduk di perdesaan yang umumnya rendah, sehingga intrusi polusi sumur gali atau sejenisnya kecil, sehingga penduduknya masih dapat mengakses air minum yang baik. Berbeda dengan wilayah perkotaan yang umumnya berpenduduk lebih padat, sehingga kualitas air sumur lebih mudah menurun karena tercemar. Karena itu di wilayah perdesaan, kebutuhan sistem jaringan perpipaan relatif belum tinggi. Pembangunan sistem perpipaan di perdesaan umumnya juga karena dorongan akses air minum yang sulit, sehingga memerlukan penyaluran dari wilayah yang lebih jauh dengan sistem perpipaan. Selain itu pembangunan jaringan perpipaan perdesaan akan membutuhkan investasi dan biaya operasional lebih besar karena jarak antar rumah yang relatif berjauhan. Kondisi ini berbalikan dengan wilayah perkotaan yang justru umumnya sangat membutuhkan air minum jaringan perpipaan. Karena kepadatan penduduk yang tinggi, maka biaya satuan investasi jaringan perpipaan akan lebih kecil. Terkait dengan sistem jaringan perpipaan dan bukan perpipaan, pada wilayah provinsi yang disurvei, dapat diperoleh data yang menggambarkan kondisi tersebut di atas. SPAM jaringan perpipaan yang umumnya melayani wilayah perkotaan, memiliki cakupan sekitar 19,86%, sedangkan bukan jaringan perpipaan sekitar 32,22%. VI - 104

177 Provinsi Tabel 6.56 Cakupan Layanan Air Minum Layak (Aman) Wilayah Studi Tahun 2010 SPAM Jaringan Perpipaan (%) Perkotaan Perdesaan SPAM Bukan Jaringan Perpipaan (%) Cakupan Total (%) Penduduk Jawa Barat 13,43 0,28 30,97 44, NTT 9,82 1,27 13,06 24, Kalimantan Timur 40,02 0,02 10,87 50, Sulawesi Tenggara 16,94 2,51 19,65 39, Sulawesi Barat 10,82 3,9 11,38 26, Maluku Utara 23,22 0,78 63,73 87, Papua Barat 18,78 0,57 37,77 57, Nasional 18,09 1,77 32,22 52, Sumber : DJCK Kementerian PU (data diolah) Pada provinsi wilayah kajian, persentase Sistem Jaringan Perpipaan terbesar adalah di Kalimantan Timur, yaitu mencapai 40,04%, diikuti oleh Maluku Utara 24%, Sulawesi Tenggara 19,45% dan Papua Barat 19,35%. Sistem jaringan perpipaan inilah umumnya sebagai hasil capaian dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Akses air minum bukan jaringan perpipaan yang aman persentasenya tinggi di Maluku Utara, Papua Barat dan Jawa Barat. SPAM jaringan perpipaan umumnya dilakukan berdasarkan program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan bukan perpipaan, umumnya adalah akses sendiri yang diupayakan secara individu atau berkelompok. Karena itu sistem ini umumnya bukan termasuk dalam program pembangunan SPAM atau relatif sangat sedikit menjadi sasaran pembangunan. VI - 105

178 Dari data sekunder tersebut dapat dikatakan bahwa pada wilayah provinsi yang dikaji, akses air minum aman umumnya lebih rendah daripada tingkat nasional. Artinya permasalahan air minum pada wilayah tersebut dapat dikatakan relatif lebih berat. Selain itu, secara kualitas berdasarkan sudut pandang persentase sistem jaringan perpipaan yang dianggap lebih aman, maka sebagian besar provinsi tersebut juga relatif masih lebih kecil akses air minumnya yang melalui jaringan perpipaan, bila dibandingkan dengan angka nasional. Karena itu PDAM-PDAM di wilayah tersebut sesungguhnya termasuk menjadi bagian strategis untuk meningkatkan akses air minum aman perpipaan Kinerja PDAM Daerah Pemekaran di Wilayah Studi Secara Umum Selain PDAM yang menjadi sasaran kajian, pada dasarnya masih ada PDAM lain yang pembentukannya terkait dengan pemekaran daerah di daerah tersebut. Kemudian diantara PDAM tersebut diteliti dan diangkat sebagai titik tinjauan lapangan untuk memperoleh informasi lebih jauh. Rincian PDAM yang terpilih sebagai titik tinjau sudah dibahas pada sub bab sebelumnya. Secara umum kinerja PDAM di daerah pemekaran (daerah induk dan DOB) tersebut cukup beragam tingkat kesehatannya menurut kategori BPPSPAM. Di Jawa Barat, PDAM Kota Banjar adalah hasil pemekaran dari Kab. Ciamis. PDAM di kedua daerah tersebut tergolong PDAM yang sehat, yakni samasama memperoleh skor 2,93. Pada aspek keuangan pun keduanya cukup baik. Kab. Ciamis memperoleh skor 0,81 dan Kab. Banjar memperoleh skor 0,70. Di Kalimantan Timur, terdapat 4 (empat) DOB dari hasil pemekaran di 2 (dua) daerah Induk. Kab. Bontang, Kab. Kutai Timur, dan Kab. Kutai Barat adalah hasil pemekaran dari Kab. Kutai Kartanegara. Dari 3 (tiga) DOB tersebut, Kota Bontang memiliki PDAM yang sehat, sedangkan PDAM Kab. Kutai Timur dan Kutai Barat kondisi PDAMnya kurang sehat. Khusus untuk VI - 106

179 PDAM Kota. Bontang, ini merupakan DOB hasil pemekaran yang paling baik kinerja dan dapat dilihat dari aspek kesehatan, keuangan, pelayanan, operasi dan SDM yang melebihi standar. Di Provinsi Lampung, PDAM Kab, Lampung Timur adalah hasil pemekaran dari Kab. Lampung Tengah. Daerah induk dan DOBnya masing-masing memiliki PDAM dengan kategori sakit. Hal ini dapat dilihat dari aspek kesehatan, keuangan, pelayanan, operasi, dan SDM yang memiliki skor rendah. Kinerja PDAM di wilayah kajian secara lebih jelas dapat dilihat dalam Tabel berikut. Tabel 6.57 Kinerja PDAM Daerah Pemekaran di Wilayah Kajian Tahun 2010 Provinsi PDAM Kesehatan Keuangan Pelayanan Operasi SDM Jawa Barat Kalimantan Timur Lampung Maluku Utara NTT Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Papua Barat Ciamis (DI) 2,93 0,81 0,68 0,68 0,36 Banjar (DOB) 2,93 0,70 0,85 0,85 0,37 Kutai Kartanegara (DI) 3,25 0,80 1,00 1,00 0,40 Bontang (DOB) 3,28 0,90 1,00 1,00 0,50 Kutai Timur (DOB) 2,58 0,60 0,70 0,70 0,20 Kutai Barat (DOB) 2,38 0,60 0,40 0,40 0,20 Paser (DI) 3,03 0,90 0,90 0,90 0,40 Penajam Paser Utara (DOB) 2,35 0,80 0,50 0,50 0,30 Lampung Tengah (DI) 1,54 0,65 0,25 0,25 0,15 Lampung Timur (DOB) 1,60 0,65 0,25 0,25 0,15 Halmahera Barat (DI) 2,39 0,86 0,40 0,40 0,22 Halmahera Selatan (DOB) 3,64 0,97 0,75 0,75 0,43 Halmahera Tengah (DI) 2,07 0,76 0,45 0,45 0,15 Kota Tidore Kepulauan (DOB) 1,96 0,87 0,30 0,30 0,15 Flores Timur(DI) 2,27 0,87 0,45 0,45 0,15 Lembata (DOB) 2,10 0,59 0,50 0,50 0,29 Polewali Mandar (DI) 2,07 0,30 0,50 0,50 0,30 Mamasa (DOB) 2,80 0,60 0,50 0,50 0,20 Buton (DI) 2,60 0,90 0,60 0,60 0,40 Wakatobi (DOB) 2,34 0,70 0,60 0,60 0,20 Kota Bau-bau (DOB) 2,53 0,70 0,60 0,60 0,20 Bombana (DOB) 2,75 0,90 0,50 0,50 0,20 Kolaka (DI) 2,08 0,60 0,50 0,50 0,20 Kolaka Utara (DOB) 2,12 0,60 0,50 0,50 0,20 Manokwari (DI) 2,24 0,50 0,60 0,70 0,4 Fak-fak (DI) 3,01 1,00 0,60 1,00 0,4 Standar Skor Kesehatan 2,80 0,70 0,70 0,98 0,42 Sumber : BPP SPAM tahun 2011 (data diolah) Ket : DI = daerah induk DOB = Daerah Otonom Baru VI - 107

180 Berdasarkan data dan penjelasan di atas, tampak bahwa sesungguhnya PDAM bentuk baru dari hasil pemekaran daerah banyak yang dalam kondisi kurang sehat atau sakit. Hal ini terjadi karena PDAM yang dipecah tersebut umumnya juga dalam kondisi kurang sehat atau sakit. Artinya dari awalnya, beberapa PDAM kondisinya kurang sehat atau sakit, kemudian dipecah menjadi PDAM baru. Karena itu PDAM bentukannya juga umumnya kurang sehat atau sakit. Selanjutnya dapat dianalisis data PDAM dari BPPSPAM tahun Dari data tersebut dapat diketahui jumlah sambungan rumah. Rerata jumlah pelanggan PDAM adalah sebanyak unit SL. Jika dilihat dari jumlah pelanggannya (Unit SL) di PDAM daerah pemekaran wilayah kajian, terlihat bahwa PDAM Kab. Kutai Kartanegara merupakan yang terbesar, yaitu memiliki unit SL. Sedangkan PDAM Kab. Mamasa adalah PDAM dengan jumlah pelanggan terkecil, yaitu hanya 971 unit SL. Pada umumnya jumlah pelanggan di PDAM kurang dari SR. Dari PDAM di wilayah studi, hanya 4 PDAM yang memiliki pelanggan lebih dari Artinya banyak sekali PDAM akibat pemekaran yang menghadapi skala ekonomi yang kurang menguntungkan. Jumlah pelanggan secara konsep berkaitan dengan tingkat kesehatan PDAM seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Indikasi kinerja yang lainnya adalah keberlanjutan PDAM tersebut dalam memberikan pelayanan. Indikator tersebut adalah ketepatan penentuan tarif yang dapat menjaga keberlangsungan operasi dan memulihkan investasi, sehingga dalam jangka panjang dapat berlangsung pelayanan air minum. Namun demikian, secara faktual, tarif air minum PDAM masih banyak yang lebih rendah dari biaya pokok full cost recovery (FCR). Selisih tarif negatif mengindikasikan bahwa PDAM tersebut dalam kondisi yang berat untuk melayani pelanggan dan bahkan bertahan. Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2010 rata-rata selisih tarif dengan HPP (full cost) adalah sebesar minus Rp.1.190,- per m3. Artinya, secara umum PDAM masih menjual rugi produknya. Pada PDAM pemekaran di provinsi kajian, selisih (kerugian) yang paling besar adalah PDAM Kab. VI - 108

181 Wakatobi yakni sebesar Rp ,-, sedangkan PDAM Kab. Fak-fak berhasil menjual produknya dengan keuntungan sebesar Rp.312 per m3. Secara umum jumlah pelanggan PDAM daerah pemekaran di wilayah kajian tergolong sedikit (<10.000). Kondisi ini menjadi indikasi yang memberatkan PDAM dapat mencapai skala ekonomi. Di samping itu PDAM juga menghadapi penetapan tarif yang kurang tepat, karena dijual lebih murah daripada biaya produksi. Pada PDAM wilayah kajian, hanya 2 PDAM yang menjual air minum pada tarif positif. Situasi ini menggambarkan bahwa PDAM-PDAM di daerah pemekaran menghadapi permasalahan berat terkait jumlah pelanggan dan penetapan tarif. Tabel 6.58 Jumlah Pelanggan dan Selisih Tarif PDAM Wilayah Kajian Tahun 2010 Wilayah Studi PDAM Jumlah Pelanggan (Unit SL) Selisih (tarif rata² - HPP full cost) Jawa Barat Kalimantan Timur Lampung Maluku Utara NTT Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Ciamis (DI) (506) Banjar (DOB) (435) Kutai Kartanegara (DI) (497) Bontang (DOB) (486) Kutai Timur (DOB) (5.893) Kutai Barat (DOB) (1.809) Paser (DI) (3.451) Penajam Paser Utara (DOB) (1.527) Lampung Tengah (DI) (1.523) Lampung Timur (DOB) (1.548) Halmahera Barat (DI) Halmahera Selatan (DOB) (212) Halmahera Tengah (DI) (1.761) Kota Tidore Kepulauan (DOB) (1.794) Flores Timur (DI) (843) Lembata (DOB) (5.943) Polewali Mandar (DI) (2.328) Mamasa (DOB) 971 (974) Buton (DI) (622) Wakatobi (DOB) (10.733) Kota Bau-bau (DOB) (2.455) Bombana (DOB) (1.046) VI - 109

182 Wilayah Studi Papua Barat PDAM Jumlah Pelanggan (Unit SL) Selisih (tarif rata² - HPP full cost) Kolaka (DI) (1.739) Kolaka Utara (DOB) (2.905) Manokwari (DI) (665) Fak-fak (DI) Rerata Nasional (1.190) Sumber : BPP SPAM tahun 2011 (data diolah) Ket : DI = daerah induk DOB = Daerah Otonom Baru Selanjutnya dapat dianalisis perbedaan atau rasio kinerja PDAM DOB dan DI dengan menggunakan rasio atau perbandingan. Rasio diukur dengan membagi data DOB terhadap DI. Rasio jumlah pelanggan 1 menunjukkan bahwa jumlah pelanggan PDAM DOB lebih banyak daripada PDAM daerah induk (DI). Secara umum jumlah pelanggan pada PDAM DOB lebih sedikit daripada PDAM DI, kecuali Lampung yang memiliki jumlah pelanggan pada PDAM DOB lebih banyak daripada PDAM daerah induk. Secara umum kinerja PDAM di DOB lebih baik bila dibandingkan daerah induk (DI). Lebih lengkapnya lihat tabel berikut, Tabel 6.59 Perbandingan Kinerja PDAM DOB dan Daerah Induk (DI) di Wilayah Kajian Tahun 2010 Wilayah Studi Jumlah Pelanggan Kesehatan Keuangan Pelayanan Operasi SDM (Unit SL) Jawa Barat 0,41 1,00 0,86 1,26 1,26 1,03 Kalimantan Timur 0,47 1,69 1,71 1,37 1,37 1,50 Lampung 1,33 1,04 1,00 1,00 1,00 1,00 Maluku Utara 0,99 1,26 1,14 1,24 1,24 1,57 NTT 0,52 0,92 0,68 1,11 1,11 1,93 Sulawesi Barat 0,16 1,35 2,00 1,00 1,00 0,67 Sulawesi Tenggara 0,33 2,08 1,93 2,00 2,00 1,33 Rerata 0,60 1,34 1,33 1,28 1,28 1,29 Sumber : BPP SPAM tahun 2011 (data diolah) VI - 110

183 DOB Lebih Buruk DOB Lebih Baik Gambar 6.29 Rasio Kesehatan PDAM DOB dibanding Daerah Induk (DI) di Wilayah Kajian Tahun Analisis PDAM di Lokasi Tinjauan Pemekaran Analisis PDAM yang diteliti di lokasi tinjauan sebagai hasil dari proses pemekaran daerah dibahas dari aspek [1] Proses Pemisahan PDAM [2] Permasalahan Berat di Masa Pemisahan [3] Dukungan/ Fasilitasi Provinsi selama Proses Pemisahan PDAM [4] Pembagian Pelanggan Akibat Pemisahan PDAM [5] Persoalan Setelah Pemekaran [6] Pendapat Masyarakat Pelanggan PDAM Proses Pemisahan PDAM Dari hasil pelaksanaan survei ke PDAM lokasi tinjauan lapangan, diketahui secara umum bahwa proses pemisahan PDAM akibat adanya pemekaran daerah relatif cepat, yaitu ± 1 tahun. Kecepatan pembentukan PDAM di daerah otonom baru (DOB) tersebut sebagian besar tidak didasarkan dengan hasil studi kelayakan. Kecepatan tersebut juga disebabkan karena relatif sederhananya proses pembagian aset. Berdasarkan hasil tinjauan lapangan, terdapat indikasi bahwa ada beberapa PDAM baru di daerah hasil pemekaran yang sebetulnya tidak layak, namun pembentukannya cenderung dipaksakan. Indikasi ini dapat terlihat dari beberapa PDAM di DOB yang kondisi kesehatannya selama ini sakit. VI - 111

184 Tabel 6.60 Proses Pemisahan PDAM dan Dukungan Studi Kelayakan di Lokasi Uji Petik No. Provinsi PDAM di Daerah Pemekaran Proses Pemisahan PDAM Dukungan Studi Kelayakan Cepat Lama Ada Tidak 1 Lampung 2 Jawa Barat Kab. Lampung Selatan - - Kab. Lampung Timur - - Kab. Bandung PDAM tidak Kota Cimahi dipisah/ - Kab. Bandung Barat dimekarkan Kab. Ciamis - - Kota Banjar Kalimantan Kab. Kutai Kartanegara - - Timur Kota Botang Sulawesi Barat Kab. Polewali Mandar - - Kab. Mamasa Sulawesi Kab. Kolaka - - Tenggara Kab. Kolaka Utara Maluku Utara Kab. Halmahera Tengah - - Kota Tidore Kepulauan NTT Kab. Kupang - - Kab. Rote Ndao Papua Barat Kab. Manokwari PDAM tidak dimekarkan - Sumber : Hasil Analisis, 2013 Dari tabel di atas, terlihat bahwa proses pemisahan PDAM sebanyak 85,7% dilakukan secara cepat. Contoh kasus spesifik, proses pemisahan PDAM yang cepat ialah terjadi di PDAM Kab. Mamasa sebagai daerah baru hasil pemekaran dari wilayah induknya (Kabupaten Polewali Mandar). Proses pembentukkan PDAM Kab. Mamasa terjadi kurang dari 1 (satu) tahun setelah pemekaran daerah. Menurut informasi selama survei, bahkan sebelum SKPD Kab. Mamasa terbentuk, PDAM yang baru telah terbentuk. Salah satu faktor pendorong cepat terbentuknya PDAM Kab. Mamasa ialah ada anggapan bahwa PDAM bisa menghasilkan keuntungan secara cepat, terutama bagi PAD. Hal yang tidak diketahui pihak Kab. Mamasa ialah bahwa sebelum pemekaran, Cabang PDAM Kabupaten Polewali Mandar yang berada di wilayah Kab. Mamasa merupakan cabang PDAM yang merugi. Setelah PDAM Kab. Mamasa beroperasi sendiri, baru diketahui banyak kendala dan permasalahan yang mengakibatkan tingkat kesehatan PDAM VI - 112

185 dalam kondisi sakit. Ini terjadi karena proses pembentukan PDAM Kab. Mamasa yang tidak didahului oleh hasil studi kelayakan dan bahkan cenderung tergesa-gesa. Hanya sebanyak 14,3% saja yang proses pemisahannya berlangsung lama. Ini terjadi PDAM Kabupaten Halmahera Tengah dan Kota Tidore Kepulauan. Proses pemisahan kedua PDAM tersebut berlangsung selama 5 (lima) tahun. Keputusan pemekaran daerah antara Kabupaten Halmahera Tengah (daerah induk) dan Kota Tidore Kepulauan (DOB) terjadi pada tahun Tidak adanya kejelasan status aset, kantor, pelanggan PDAM Kabupaten Halmahera Tengah yang kebanyakan berada di wilayah administrasi Tidore Kepulauan, mengakibatkan kinerja PDAM terbengkalai. Akhirnya pada tahun 2008 adanya keputusan pendirian PDAM Tidore Kepulauan. Dari mulai tahun 2008, seluruh aset (termasuk kantor), pelanggan, serta aktivitas operasional PDAM Kab. Halmahera Tengah yang berada di lokasi Tidore Kepulauan diambil alih oleh PDAM Tidore Kepulauan. PROSES PEMISAHAN PDAM Lama 14,3% DUKUNGAN STUDI KELAYAKAN Ada 12,5% Cepat 85,7% Tidak 87,5% Gambar 6.30 Proses Pemisahan PDAM dan Dukungan Studi Kelayakan di Lokasi Tinjauan Lapangan Dari hasil pelaksanaan survei diketahui juga bahwa tidak terdapat cukup masa transisi pemisahan PDAM daerah induk dan DOB. Ini mengakibatkan beberapa persoalan, antara lain sebagai berikut: Sarana dan prasarana di PDAM bentukan baru belum siap. VI - 113

186 Sumber daya manusia (SDM) teknis tidak mencukupi di PDAM bentukan baru SDM yang memiliki tugas di bidang non teknis, seperti bidang administrasi dan keuangan tidak ada/cukup dimiliki PDAM bentukan baru. Terutama urusan keuangan yang selama ini dilakukan secara terpusat (di Kantor Pusat), maka ketika ada pemisahan PDAM, Dari hasil pelaksanaan survei juga diketahui bahwa cepatnya pembentukan BUMD (terutama PDAM) di DOB ialah karena dalam Undang-Undang pembentukan DOB tidak mengatur secara jelas prasyarat atau kriteria yang harus dipenuhi dalam membentuk PDAM. Implikasi dari hal ini, maka pihak DOB secara leluasa membentuk PDAM tanpa harus memenuhi prasyarat/kriteria yang baku. Salah satu penyebab dari relatif cepatnya pembentukan PDAM di DOB ialah akibat Undang-Undang pembentuan DOB tidak mengatur secara jelas prasyarat atau kriteria yang harus dipenuhi dalam membentuk PDAM. Implikasi dari hal ini, maka maka pihak DOB secara LELUASA membentuk PDAM tanpa harus memenuhi prasyarat/kriteria yang baku. Dengan tidak adanya mekanisme kontrol antisipatif, maka banyak PDAM di DOB yang kondisinya kurang sehat atau sakit Masalah Berat Pada Masa Pemisahan PDAM Berikut ini diuraikan masalah-masalah berat di masa pemisahan PDAM di lokasi survei, baik di daerah induk (DI) ataupun daerah otonom baru (DOB). Tabel 6.61 Masalah Berat Masa Pemisahan PDAM di Lokasi Survei No. Provinsi PDAM di Daerah Pemekaran Aset Hutang SDM Pelanggan Profit Sharing 1 Lampung 2 Jawa Barat Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Timur Kab. Bandung Kota Cimahi VI - 114

187 No. Provinsi PDAM di Daerah Pemekaran Aset Hutang SDM Pelanggan Profit Sharing Kab. Bandung Barat Kab. Ciamis Kota Banjar Kalimantan 3 Timur 4 Sulawesi Barat Sulawesi 5 Tenggara 6 Maluku Utara 7 NTT Kab. Kutai Kartanegara Kota Botang Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Kolaka Kab. Kolaka Utara Kab. Halmahera Tengah Kota Tidore Kepulauan - - Kab. Kupang Kab. Rote Ndao Papua Barat Kab. Manokwari TOTAL Sumber : Hasil Analisis, 2013 Permasalahan berat yang dihadapi oleh PDAM yang dipisahkan/dimekarkan cukup variatif antar PDAM. Namun jenis permasalahan yang banyak dijumpai adalah: 1. Permasalahan aset : terkait (i) cara perhitungan pembagian aset, (ii) klaim kepemilikan aset tanpa proses diskusi, dan lain sebagainya. 2. Permasalahan hutang : terkait (i) hutang yang hanya ditanggung oleh daerah induk, (ii) hutang ke Pusat secara legal ialah beban Daerah Induk (DI), tapi DI menagih hutang dari nilai aset di masing-masing wilayah pemekaran, dan sebagainya. 3. Permasalahan SDM : terkait minimnya ketersediaan SDM yang sesuai kebutuhan (SDM teknis, administrasi, dan keuangan) Selain itu, terdapat kasus unik yang dihadapi PDAM Kab. Bandung dalam hubungannya dengan Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat. Diantaranya adalah permasalahan profit sharing di PDAM Kabupaten Bandung yang melayani wilayah Kab. Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. VI - 115

188 Dalam hal kelancaran pembentukan baru di sebagian PDAM daerah pemekaran disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: Sistem penyediaan air minum (SPAM) yang terpisah antara daerah induk dan daerah otonom baru. Cabang PDAM yang ada di daerah otonom baru cenderung menjadi beban PDAM daerah induk, sehingga ketika dipisahkan, PDAM induk merasa bebannya berkurang. Contoh kasus dari kondisi ini terdapat di (i) PDAM Kab. Polewali VS Kab. Mamasa dan (ii) PDAM Kab. Kupang VS Kab. Rote Ndao Dukungan Provinsi Dalam Proses Pemisahan PDAM Permasalahan pemekaran daerah biasanya melibatkan provinsi, karena beberapa kondisi yang terkait sifatnya lintas kab/kota. Namun demikian dalam hal pemisahan PDAM yang mengiringi pemekaran daerah ini, diketahui bahwa dalam proses pemisahan PDAM di daerah induk (DI) dan daerah otonom baru (DOB), tidak disebutkan adanya dukungan/fasilitasi pemerintah Provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan dan peran provinsi dalam urusan lintas batas wilayah kabupaten/kota (khususnya dalam SPAM - PDAM) kurang peka dan atau beberapa persoalan tersebut tidak muncul ke permukaan, sehingga tidak terpantau oleh provinsi. Tabel 6.62 Dukungan/Fasilitasi Provinsi dalam Proses Pemisahan PDAM di Lokasi Survei No. Provinsi PDAM di Daerah Pemekaran Ada Tidak 1 Lampung 2 Jawa Barat 3 Kalimantan Timur 4 Sulawesi Barat Kab. Lampung Selatan - Kab. Lampung Timur - Kab. Bandung - Kota Cimahi - Kab. Bandung Barat - Kab. Ciamis - Kota Banjar - Kab. Kutai Kartanegara - Kota Botang - Kab. Polewali Mandar - Kab. Mamasa - VI - 116

189 No. Provinsi PDAM di Daerah Pemekaran Ada Tidak 5 Sulawesi Tenggara 6 Maluku Utara 7 NTT Kab. Kolaka - Kab. Kolaka Utara - Kab. Halmahera Tengah - Kota Tidore Kepulauan - Kab. Kupang - Kab. Rote Ndao - 8 Papua Barat Kab. Manokwari - Sumber : Hasil Analisis, 2013 Dalam konteks ini peran provinsi sebenarnya sangat penting, terlebih dalam situasi munculnya permasalahan yang perlu diselesaikan di masa pemecahan atau pasca pemecahan. Fasilitasi provinsi dapat mengarah pada regionalisasi PDAM yang lintas batas kabupaten/kota. ADA 5,6% TIDAK 94,4% Gambar Dukungan/Fasilitasi Provinsi dalam Proses Pemisahan PDAM di Lokasi Survei Fasilitasi provinsi dalam proses pemisahan PDAM, hanya terdapat di Kabupaten Rote Ndao. Dalam hal ini pihak provinsi memberi dukungan keuangan selama proses awal pembentukan PDAM Rote Ndao selama 3 (tiga) tahun sebesar Rp 4,6 milyar. VI - 117

190 Dukungan/fasilitasi provinsi dalam membantu proses pemisahan PDAM HAMPIR TIDAK ADA di daerah wilayah studi. Ini menunjukkan bahwa kewenangan dan peran provinsi dalam urusan lintas batas wilayah kabupaten/kota (khususnya dalam SPAM - PDAM) KURANG PEKA. Padahal dukungan fasilitasi provinsi bisa mengarah pada : REGIONALISASI PDAM Pembagian Pelanggan Akibat Pemisahan PDAM Proses pembentukan PDAM, umumnya terjadi dari pemecahan unit-unit PDAM lama dan dipecah ke dalam PDAM baru. Dari hasil pelaksanaan survei diketahui bahwa akibat adanya pembentukan PDAM di daerah otonom baru, maka jumlah pelanggan PDAM di daerah induk mengalami pengurangan, namun tidak terlalu signifikan. Kebanyakan PDAM daerah induk hanya mengalami penurunan jumlah pelanggan di bawah 25%. Namun demikian, walaupun pengurangan persentasenya, karena jumlah pelanggan sebelumnya juga sedikit, maka hal tersebut dapat mengganggu operasionalisasi PDAM induk. Terlebih bila PDAM tersebut masih menanggung beban hutang. Tabel 6.63 Penurunan Pelanggan Akibat Pemisahan PDAM di Wilayah Daerah Induk No PDAM di Daerah Induk <25% menjadi pelanggan PDAM yang baru 25%-50% menjadi pelanggan PDAM yang baru 50-75% menjadi pelanggan PDAM yang baru >75% menjadi pelanggan PDAM yang baru 1 Kab. Lampung Selatan Kab. Bandung PDAM tidak dipisah Kab. Ciamis Kab. Kutai Kartanegara Kab. Polewali Mandar Kab. Kolaka Kab. Halmahera Tengah (KaPAM) Kab. Kupang Kab. Manokwari PDAM tidak Dipisah Sumber : Hasil Analisis, 2013 VI - 118

191 Di samping itu, terdapat juga PDAM daerah induk yang mengalami penurunan pelanggan dikisaran 25% s.d 50%. Ini terjadi di PDAM Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Relatif banyaknya penurunan pelanggan di Kutai karena pemekaran wilayah dipisah menjadi 4 daerah baru, yaitu (i) Kabupaten Kutai Kartanegara, (ii) Kabupaten Kutai Timur, (iii) Kabupaten Kutai Barat, dan (iv) Kota Bontang. Selain itu, kasus di Kabupaten Halmahera Tengah (sebagai daerah induk), penurunan pelanggan akibat adanya PDAM baru di Kota Tidore Kepulauan mencapai lebih dari 75%. Ini dikarenakan pelanggan lama sebagian besar berdomisili di wilayah Kota Tidore Kepulauan (sebelum pemekaran). Hal ini menjadikan jumlah pelanggan di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah (setelah pemekaran) menjadi sangat sedikit. Bahkan secara kelembagaan, pelayanan air bersih di Kab. Halmahera Tengah berubah menjadi Kantor PAM (yang awalnya berbentuk PDAM sebelum pemekaran). >75% menjadi pelanggan PDAM yang baru 14,3% 50-75% menjadi pelanggan PDAM yang baru 0,0% 25%-50% menjadi pelanggan PDAM yang baru 28,6% <25% menjadi pelanggan PDAM yang baru 57,1% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Persentase Gambar 6.32 Penurunan Pelanggan Akibat Pemisahan PDAM di Wilayah Daerah Induk Dilihat dari persentasenya, terdapat 57,1% PDAM daerah induk yang mengalami penurunan pelanggan di bawah 25% dari kondisi sebelum pemekaran. Sedangkan sebanyak 28,6% PDAM daerah induk mengalami penurunan pelanggan di kisaran 25% s.d. 50% dari kondisi sebelum VI - 119

192 pemekaran. Sedangkan untuk di PDAM baru (DOB) diketahui bahwa sebagian besar (>50%) pelanggan ialah berasal dari pelanggan PDAM lama. Tabel 6.64 Kondisi Pelanggan di PDAM Daerah Otonom Baru No Provinsi PDAM di Daerah Pemekaran Semua pelanggan baru (bukan dari pelanggan PDAM lama) Sebagian besar (>50%) pelanggan lama (dari pelanggan PDAM lama) Sebagian besar (>50%) pelanggan baru (bukan dari pelanggan PDAM lama) 1 Lampung Kab. Lampung Timur Jawa Barat Kota Banjar Kalimantan Timur Kota Botang Sulawesi Barat Kab. Mamasa Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Utara Maluku Utara Kota Tidore Kepulauan NTT Kab. Rote Ndao - - Sumber : Hasil Analisis, 2013 Ket : Di Provinsi Papua Barat belum ada PDAM di DOB Banyaknya pelanggan (dari pelanggan PDAM lama) di daerah otonom baru dikarenakan sebelum adanya pemekaran daerah, pelanggan tersebut telah menjadi konsumen di Cabang PDAM lama. Sebagian besar (>50%) pelanggan baru (bukan dari pelanggan PDAM lama) 0% Sebagian besar (>50%) pelanggan lama ( dari pelanggan PDAM lama) 100% Semua pelanggan baru (bukan dari pelanggan PDAM lama) 0% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% Persentase Gambar 6.33 Kondisi Pelanggan di PDAM Daerah Otonom Baru VI - 120

193 Persoalan Setelah Pemekaran Selain persoalan di masa pembentukan PDAM, ternyata setelah terbentuk PDAM baru, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh PDAM baru dan yang lama. Hasil survei menunjukkan bahwa persoalan terberat yang dihadapi PDAM daerah pemekaran adalah persoalan kondisi infrastruktur, sebagai persoalan yang paling banyak dihadapi di PDAM daerah pemekaran (87,5%). Persoalan berikutnya yang dirasa berat oleh PDAM daerah pemekaran juga terkait SDM (68,8%), penetapan tarif (62,5%), biaya pengolahan (62,5%). Pengembangan bisnis ke depan dari PDAM juga menjadi salah satu masalah berat yang dihadapi PDAM Daerah pemekaran. Ini terutama disebabkan rendahnya ketersediaan pendanaan dalam proses pengembangan bisnis. Pelayanan terhadap pelanggan juga menjadi salah satu masalah berat (50%), selain tingkat kebocoran dan permasalahan di air baku. Infrastruktur 87,5% SDM Penetapan Tarif Biaya Pengolahan Pengembangan Bisnis Pelayanan Pelanggan Kebocoran Air Baku 68,8% 62,5% 62,5% 56,3% 50,0% 43,8% 43,8% Hutang Jangka Panjang 25,0% Hutang Jangka Pendek 0,0% 0,0% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0% 100,0% Persentase Gambar 6.34 Persoalan Terberat yang Dihadapi PDAM Daerah Pemekaran VI - 121

194 Tabel 6.65 Persoalan Terberat Yang Di Hadapi PDAM Daerah Pemekaran No PDAM Daerah Pemekaran Air Baku Biaya Pengolahan SDM Infrastruktur Kebocoran Pelayanan Pelanggan Penetapan Tarif Hutang Jangka Panjang Hutang Jangka Pendek Pengembangan Bisnis Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Timur Kab. Bandung Kab. Ciamis Kota Banjar Kab. Kutai Kartanegara Kota Botang Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Kolaka Kab. Kolaka Utara Kab. Halmahera Tengah (KaPAM) - - Kota Tidore Kepulauan Kab. Kupang Kab. Rote Ndao Kab. Manokwari Sumber : Hasil Analisis, 2013 VI - 122

195 Pendapat Masyarakat Pelanggan PDAM Karena tujuan akhir pelayanan air minum PDAM adalah pelanggan dapat mengakses air minum aman, maka pendapat pelanggan juga perlu dikumpulkan untuk analisis dari sisi konsumen. Konsumen yang digali informasinya adalah pelanggan pada PDAM daerah induk dan daerah pemekaran. Secara umum, masyarakat pelanggan tidak mempermasalahkan pemecahan PDAM akibat pemekaran wilayah. Hal yang terpenting ialah kualitas, kuantitas, kontinuitas air yang baik, disertai dengan harga yang terjangkau (namun tetap memperhatikan HPP). Pelaksanaan survei ke masyarakat pelanggan juga menanyakan terkait (i) kualitas air, (ii) kuantitas air, (iii) kontinuitas air, serta (iv) keterjangkauan harga air dari PDAM, sebelum dan setelah pemekaran. Gambar 6.35 Persepsi Masyarakat Pelanggan Terkait Kuantitas (Jumlah) Air, Sebelum dan Setelah Pemekaran Dari survei juga diketahui bahwa persepsi bahwa setelah pemekaran lebih banyak pelanggan yang merasa tidak mencukupi jumlah air yang didapat. Sebelum pemekaran terdapat 21,3% pelanggan yang merasa tidak mencukupi. Tapi setelah dimekarkan terdapat 28% masyarakat pelanggan yang merasa tidak cukup kuantitas (jumlah air) yang diterima. VI - 123

196 Tapi disisi lain setelah pemekaran lebih banyak pelanggan yang merasa mencukupi dan memuaskan dari segi kuantitas (jumlah) air yang diterima. Terdapat sebanyak 44,9% pelanggan yang merasa setelah dimekarkan kuantitas airnya mencukup dan memuaskan. Karakteristik dan pola jawaban yang diperoleh masyarakat pelanggan ini setidaknya menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah yang setelah pemekaran mengalami peningkatan dari aspek kuantitas (jumlah) air, namun secara paradoks, ada juga sebagian daerah pemekaran lain yang mengalami penurunan di lokasi studi. Gambar 6.36 Persepsi Masyarakat Pelanggan Terkait Kualitas Air, Sebelum dan Setelah Pemekaran Sebelum pemekaran terdapat 6,7% masyarakat pelanggan yang merasa kualitas air yang diterima tidak bagus. Kondisi ini lebih tinggi lagi setelah pemecahan PDAM yang ada (19,7%). Namun di sisi lain, masyarakat yang merasa kualitas air yang diterima bagus dan memuaskan juga sedikit mengalami peningkatan setelah pemekaran (47%). Ini menunjukkan bahwa setelah pemecahan PDAM kualitas air relatif sedikit mengalami penurunan di sebagian besar daerah pemekaran lokasi studi. VI - 124

197 Gambar 6.37 Persepsi Masyarakat Pelanggan Terkait Kontinuitas Air, Sebelum dan Setelah Pemekaran Dari hasil survei, diketahui bahwa masyarakat yang merasa bahwa air tidak mengalir terus menerus mengalami penurunan setelah pemecahan PDAM. Selain itu, terdapat kenaikan juga dari persepsi pelanggan yang merasa kontinuitas air terus menerus dan memuaskan. Ini menunjukkan bahwa dari segi kontinuitas, setelah pemecahan PDAM mengalami perbaikan. Gambar 6.38 Persepsi Masyarakat Pelanggan Terkait Keterjangkauan Harga Air, Sebelum dan Setelah Pemekaran VI - 125

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 33, 2005 Lingkungan Hidup. Sumber Daya Alam. Pengadaan. Konsumen. Air Minum (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAERAH KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Permen PU No. 294/2005 tt BPPSPAM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 294/PRT/M/2005 TENTANG

Permen PU No. 294/2005 tt BPPSPAM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 294/PRT/M/2005 TENTANG Page 1 of 10 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 294/PRT/M/2005 TENTANG BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I SUMBER DAYA AIR. Air Minum. Penyediaan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 345 Tahun 2015) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PRT/M/2016 TENTANG PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN SENDIRI OLEH BADAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

LAMPIRAN 2 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM LAMPIRAN 2 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM 710 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota.

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota. - 20 - C. PEMBAGIAN URUSAN AN PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - - 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN DAN

RANCANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN DAN RANCANAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAERAH KABUPATEN KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN AN ANTARA,, DAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Isu Strategis

Isu Strategis Isu Strategis 2015-2019 Masih rendahnya akses aman air minum (rata-rata Nasional masih di bawah 70%) Terbatasnya opsi pendanaan (APBN terbatas, APBD minim, KPS belum kondusif) Belum memadainya kapasitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

- 26 - PEMERINTAH. 3. Penetapan rencana. 3. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai

- 26 - PEMERINTAH. 3. Penetapan rencana. 3. Penetapan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai - 26 - C. PEMBAGIAN URUSAN AN PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 294/PRT /M/2005 TENTANG BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 294/PRT /M/2005 TENTANG BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 294/PRT /M/2005 TENTANG BADAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2014-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1059, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengembangan Sistem Air Minum. Badan Usaha. Pedoman Pemberian Izin. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM disampaikan oleh Direktur Pengembangan SPAM pada: Sosialisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Air Minum TA 2019 Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan

Lebih terperinci

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT

Lebih terperinci

- 6 - SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah.

- 6 - SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN. 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. - 6-3. BIDANG PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu 3. Penetapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 13/PRT/M/2013

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 13/PRT/M/2013 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 13/PRT/M/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Ali Masduqi Penyediaan Air Minum Aspek Teknis Unit Air Baku Unit Produksi Unit Distribusi Unit Pelayanan Unit Pengelolaan Aspek Keuangan Aspek Sosial Tanggap Kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

CIPTA KARYA A - Z KELEMBAGAAN CIPTA KARYA DAERAH DALAM PENCAPAIAN Diana Kusumastuti - BPPSPAM

CIPTA KARYA A - Z KELEMBAGAAN CIPTA KARYA DAERAH DALAM PENCAPAIAN Diana Kusumastuti - BPPSPAM CIPTA KARYA A - Z KELEMBAGAAN CIPTA KARYA DAERAH DALAM PENCAPAIAN 100 0 100 Diana Kusumastuti - BPPSPAM PEMBAGIAN URUSAN UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah ABSOLUT (6) URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

Perencanaan pengembangan SPAM

Perencanaan pengembangan SPAM Perencanaan pengembangan SPAM Dasar Hukum PP No. 16/2005: Pengembangan SPAM Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007: Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Ruang Lingkup Perencanaan pengembangan SPAM terdiri

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air minum merupakan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Untuk itu, sejalan dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2018, No Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran

2018, No Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.34, 2018 KEMENPU-PR. DAK Infrastruktur PU-PR. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2017 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2014 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. No.606, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PRT/M/2010 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945

Lebih terperinci

D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Sumber Daya Air

D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN. 1. Sumber Daya Air D. BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem irigasi beserta keberhasilan pengelolaannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PRT/M/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN DIREKTORAT PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Temu Ilmiah Lingkungan, HCD 35 TH PSIL Universitas Indonesia INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SUBSTANSI DALAM PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. 2.

DAFTAR ISI TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SUBSTANSI DALAM PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. 2. DAFTAR ISI Halaman: Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III LAMPIRAN IV...... TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR 1. Umum 2. Lampiran 1a: Wilayah

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peran yang

Lebih terperinci

PROFIL BPPSPAM. I.I Tugas dan Fungsi Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM)

PROFIL BPPSPAM. I.I Tugas dan Fungsi Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) PROFIL BPPSPAM I.I Tugas dan Fungsi Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 294/PRT/M/2005, Badan Pendukung Pengembangan Sistem

Lebih terperinci