Prevalens Asma Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Pola Pengobatan Asma Pada Siswa SLTP di Kepulauan Seribu Tahun 2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prevalens Asma Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Pola Pengobatan Asma Pada Siswa SLTP di Kepulauan Seribu Tahun 2008"

Transkripsi

1 Prevalens Asma Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Pola Pengobatan Asma Pada Siswa SLTP di Kepulauan Seribu Tahun 2008 Syaiful Hidayat, Faisal Yunus, Budhi Antariksa Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstract Introduction: Prevalence of asthma is still rising in developed countries including Indonesian. Asthma is one of the most important diseases in childhood, causing substansial morbidity. This study using the ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood) questionnaire to determine asthma prevalence in Junior High School Student especially years old and asthma medication pattern among student in Seribu Island. Methods: The ISAAC questionnaire were distributed to all Junior High School in Seribu Island and total subject 725 to answer the ISAAC questionnaire and additional questionnaire about asthma medication pattern. Self administrated were applied. Result: was 6,76% and among of student were get medication when they had asthmatic attack, found that 27,27% student got their medicine from free store, 18,18% student went to olderly clinic/nurse/midlife, 15,16% student went to general practicioner and the most of student wich was 39,39% student went to public heath center. Junior High School student has already known about inhalation treatment for asthma medication routinely (controller). Conclusion: Keyword: Asthma prevalence, ISAAC questionnaire, pattern of asthma medication Abstrak Pendahuluan: Prevalens asma semakin meningkat di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Asma adalah salah satu penyakit yang menimbulkan morbiditas terutama pada populasi anak-anak. Penelitian ini menggunakan kuesioner ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood) untuk menilai prevalens asma pada siswa SLTP pada kelompok umur tahun dan pola pengobatan asma di kepulauan seribu. Metode: Kuesioner ISAAC dibagikan kepada seluruh siswa SLTP di kepulauan seribu dan didapatkan total subyek sebanyak 275 orang yang menjawab kuesioner tersebut dan kuesioner tambahan mengenai pengobatan asma. Teknik jawaban mandiri digunakan pada penelitian ini. Hasil: Tujuh ratus dua puluh lima subyek dengan umur tahun disertakan pada penelitian ini. Prevalens asma adalah 6,76% pada siswa dan berdasarkan obat yang dipakai saat serangan asma didapatkan bahwa 27,27% membeli obat asma bebas di toko; 18,18% pergi ke klinik/suster/paramedis; 15,16% siswa pergi ke dokter umum; namun sebagian besar (39,39%) pergi ke puskesmas. Didapatkan bahwa siswa SLTP telah mengetahui terapi inhalasi yang digunakan secara teratur (controller). Kesimpulan: antara asma dan atopi. Kata kunci: Prevalens asma, kuesioner ISAAC, pola pengobatan asma. J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober

2 PENDAHULUAN Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyakit dengan morbiditas tertinggi. Berdasarkan SKRT 1992, penyakit asma, bronkitis kronik dan mortalitas tertinggi di Indonesia sebesar 5,6%. Di AS terdapat 40 juta orang penderita asma setiap tahunnya, 3 juta penderita mengunjungi instalasi gawat darurat (IGD), 500 ribu dirawat di rumah sakit (RS) dan sekitar 6 ribu orang meninggal karena asma. 1 Selama tahun 1980 terjadi peningkatan laju mortalitas 6,2% dengan kematian terbanyak pada usia 5-14 tahun dibandingkan usia tahun. 2 Asma dapat menyerang semua tingkat umur, tersebar hampir di seluruh penjuru dunia baik di negara maju maupun negara berkembang. Peningkatan penyakit ini berbeda-beda di setiap negara dan cenderung meningkat pada negara berkembang. Penyebab peningkatan prevalens asma tidak terlepas dari semakin kompleks dan bervariasinya faktor pencetus dan faktor yang mendasarinya. 1,2 Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor lingkungan. Faktor pejamu termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergi, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. 3 Perbedaan prevalens asma anak di kota biasanya lebih tinggi dibanding di desa, terlebih golongan sosio-ekonomi rendah dibanding sosio-ekonomi tinggi. Pola hidup di kota besar, perkembangan industri yang pesat dan banyaknya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan tinggi polusi udara, keadaan ini meningkatkan hiperesponsif saluran napas, rinitis alergi dan atopi akibat zat polutan dan secara tidak langsung meningkatkan risiko terjadinya asma baik prevalens, morbiditas (perawatan dan kunjungan ke instalasi gawat darurat) maupun mortalitasnya. 4,5 Prevalens asma anak berkisar 0-30% pada populasi yang berbeda. Perbedaan jenis kelamin pada asma bervariasi tergantung usia dan perbedaan biologi. Asma pada anak laki-laki antara 2-5 tahun dengan kekerapan 2 kali lebih sering daripada anak perempuan. Pada usia 14 tahun risiko asma 4 kali lebih sering daripada perempuan. Perbedaan ini mungkin menandakan bahwa anak laki-laki relatif mempunyai saluran napas lebih kecil daripada anak perempuan pada usia tersebut. Pada usia 20 tahun terjadi kebalikan insidens karena pada usia pubertas kaliber anak laki-laki lebih besar daripada perempuan. Faktor yang lain adalah perubahan hormonal sejak pubertas. 4 International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) melakukan penelitian prevalens asma pada 56 negara pada tahun 1990 menemukan bahwa prevalens asma berkisar antara 2-3% di Eropa Timur, Indonesia, Yunani, Uzbekistan, India dan Ethiopia sedangkan di negara maju seperti Inggris, Australia dan Selandia Baru prevalensnya sebesar 20%. Pada tahun 2001 sebanyak 20,3 juta orang dilaporkan menderita asma termasuk anak-anak kira-kira 6,5 juta. Asma menyebabkan kehilangan 16% hari sekolah pada anak-anak di Asia, 34% anak-anak di Eropa dan 40% anak-anak di Amerika Serikat. 3,6-8 Respons pengobatan atau pengelolaan asma seringkali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Faktor penyebab mungkin saja berada pada keluarga penderita, penderita itu sendiri bahkan dapat pula dokter yang menanganinya. International Study of Asthma and Allergies in Childhood merupakan metode yang praktis untuk mengukur prevalens asma pada anak, rinitis alergi dan eksim di masyarakat. 2 Kuesioner ini dapat yang berbeda. Kuesioner ISAAC telah diuji coba oleh 156 pusat asma di 56 negara di dunia. Kuesioner ISAAC dirancang untuk dua kelompok umur yaitu kelompok umur tahun dan kelompok umur 6-7 tahun. Survei dilakukan dengan menggunakan 194 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011

3 kuesioner tertulis yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan mengi, rinitis dan eksim. Kelompok umur tahun mengisi sendiri kuesioner sedangkan kelompok umur 6-7 tahun kuesioner diisi oleh orang tua yang bersangkutan. 9 Penelitian tentang asma di Indonesia masih terbatas terutama penelitian asma pada anak sedangkan prevalensnya diperkirakan cenderung meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalens asma anak SLTP di wilayah kepulauan yaitu di Kepulauan Seribu pada tahun 2008 dengan menggunakan kuesioner dari International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia serta mengetahui pola pengobatan pada anak yang menderita asma. 9 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mengetahui aspek-aspek penting yang berkaitan dengan semakin sering timbulnya gejala penyakit asma anak di masyarakat terutama di daerah kepulauan dan bagaimana pola pengobatan yang ditemukan sehingga dapat dilakukan edukasi tentang langkah-langkah pengobatan asma. 10 Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Jumlah keseluruhan pulau mencapai 110 pulau tetapi yang dihuni oleh penduduk hanya 11 pulau, sebagian lain adalah pulau wisata. Wilayah ini membawahi 2 kecamatan yaitu kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kepulauan Seribu Selatan, masing-masing membawahi 3 kelurahan yaitu kelurahan P Pramuka, P Tidung, P Panggang, P Pari, P Harapan, P Untung Jawa dan P Kelapa. Masing-masing kelurahan di pulau tersebut tersedia fasiliti satu puskesmas, satu SLTP sedangkan fasiliti rumah sakit hanya ada di ibukota kabupaten yaitu Pulau Pramuka. Kepadatan penduduk 1.523/km2 dengan total jumlah penduduk sekitar jiwa. Mata pencaharian utama adalah nelayan sekitar 70%. 11 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan uji cross sectional untuk mengetahui prevalens asma berdasarkan kuesioner ISAAC dan pola pengobatan asma pada anak SLTP di Kepulauan Seribu. Penelitian dilakukan di seluruh SLTP di Kepulauan Seribu. Waktu penelitian dilakukan antara bulan Februari 2008 sampai bulan Desember Populasi target penelitian ini adalah anak remaja atau pubertas di Indonesia. Populasi yang mudah terjangkau pada penelitian ini adalah siswa SLTP Negeri yang berumur tahun di Kepulauan Seribu. Subjek dibagikan kuesioner ISAAC dan diisi sendiri. Sebelum pengisian angket seluruh subjek penelitian diberi penjelasan mengenai penyakit asma secara umum disertai gejala klinis asma yang harus dikenali seperti mengi, batuk, sesak, rinitis dan eksim. Dari kuesioner yang telah diisi oleh murid akan dijumpai 3 kelompok yaitu asma dalam 12 bulan terakhir, pernah asma dan yang bukan asma. Diagnosis asma ditegakkan bila dalam 12 bulan terakhir terdapat mengi, dapat disertai ada atau tidak ada riwayat mengi, batuk dan sesak. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS 15 for Windows. HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Desember 2008 di 7 SLTP yang tersebar di 7 pulau Kepulauan Seribu. Tabel 1 menunjukkan daftar sekolah terpilih di masingmasing pulau dan jumlah siswa masing-masing sekolah yang ikut dalam penelitian. Tabel 1. Daftar Wilayah kepulauan, Sekolah dan Jumlah Sampel No Pulau Panggang Tidung Harapan Untung Jawa Kelapa Pari Pramuka Nama Sekolah Jumlah Kuisioner Persentase (%) 10,4 11,8/ 17,8 12,5 19,5 5,7 22,3 Jumlah J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober

4 Kuesioner responden disebarkan terhadap siswa SLTP yang berusia tahun. Didapatkan 725 siswa yang terdiri atas 367 siswa laki-laki (36,7%) dan 358 (49,4%) siswa perempuan. Pertanyaan pernapasan Sebanyak 725 kuesioner yang berhasil dikumpulkan terdapat 54 siswa (7,45%) yang mempunyai riwayat mengi yang terdiri atas 28 siswa laki-laki (3,9%) dan 26 siswa perempuan (3,6%). Mengi 12 bulan terakhir dijumpai pada 18 siswa (2,48%) terdiri atas 7 siswa laki-laki (1%) dan 11 siswa perempuan (1,5%). Dari 18 siswa yang mengalami mengi 12 bulan terakhir, 14 siswa pernah mengalami mengi 1-3 kali, 2 siswa mengalami serangan 4-12 kali dan 2 siswa mengalami serangan lebih dari 12 kali. Dalam hal gangguan tidur pada 18 siswa yang mengalami mengi 12 bulan terakhir dijumpai 9 siswa tidurnya tidak terganggu (1,24%) dan 9 siswa tidurnya terganggu lebih dari 1 kali dalam seminggu (1,24%). Dalam 12 bulan terakhir siswa yang pernah mengalami serangan hebat sebanyak 10 siswa (1,38%) yang terdiri atas 3 siswa laki-laki (0,4%) dan 7 siswa perempuan (1%). Riwayat asma dijumpai pada 61 siswa yang terdiri atas 30 siswa laki-laki (4,1%) dan 31 siswa perempuan (4,3%). Mengi setelah olahraga terdapat pada 14 siswa (1,93%) terdiri atas 5 siswa lakilaki (0,7%) dan 9 siswa perempuan (1,2%). Batuk malam hari dijumpai 42 siswa (17,38%) yang terdiri atas 19 siswa laki-laki (7,7%) dan 23 siswa (9,7%) perempuan (tabel 2) Tabel 2. Distribusi Gejala Gejala Pria Wanita Jumlah (%) Riwayat mengi Mengi 12 bulan terakhir Serangan mengi 12 bulan terakhir Tidak pernah 1-3 kali 4-12 kali >12 kali tidak pernah >1 kali/minggu Tidur terganggu karena mengi Serangan hebat 12 bulan terkahir Riwayat asma mengi setelah olahraga Batuk malam hari 28 (3,90%) 7 (1,00%) 0 (0,00%) 5 (0,70%) 0 (0,00%) 2 (0,30%) 4 (0,60%) 3 (0,40%) 3 (0,40%) 30 (4,10%) 5 (0,70%) 19 (7,70%) 26 (3,60%) 11 (1,50%) 0 (0,00%) 9 (1,20%) 2 (0,30%) 0 (0,00%) 5 (0,70%) 6 (0,80%) 7 (1,00%) 31 (4,30%) 9 (1,20%) 23 (9,70) Tabel 2 menunjukan siswa penyandang asma atau mengi 12 bulan terakhir sebanyak 49 siswa ,45 2,48 1,38 8,41 1,93 17,4 (6,76%) yang terdiri yang terdiri atas 22 siswa laki-laki (3%) dan 27 siswa perempuan (3,7%). Jumlah tersebut diperoleh dari gabungan jawaban pertanyaan pernapasan nomor 2 (mengi 12 bulan terakhir), pertanyaan nomor 7 (mengi setelah olah raga 12 bulan terakhir) dan pertanyaan nomor 8 (batuk malam hari 12 bulan terakhir). Mengi kumulatif yang merupakan gabungan pertanyaan no 1 (riwayat mengi), nomor 2, nomor 6, nomor 7 dan nomor 8 dijumpai pada 85 siswa (11,72%) yang terdiri atas 45 siswa laki-laki (26,9%) dan 40 (24%) siswa perempuan (tabel 3). Tabel 3. Prevalens siswa yang menyandang asma 12 bulan terakhir dan asma kumulatif Gejala Asma 12 bulan Asma Kumulatif Pertanyaan Pilek Jumlah siswa yang mempunyai riwayat rinitis adalah 80 siswa (11,3%) yang terdiri dari 32 siswa (4,4%) laki-laki dan 48 siswa (6,6%) perempuan. Sedangkan responden yang menderita rinitis dalam 12 bulan terakhir ada 43 siswa (5,93%) terdiri dari 20 siswa (2,8%) laki-laki dan 23 siswa (3,2%) perempuan (tabel 4). Tabel 4. Distribusi gejala rinitis Gejala Riwayat Rinitis Rinitis 12 bulan terakhir Pertanyaan Eksim Siswa yang mempunyai riwayat eksim adalah 59 siswa (8,14%) terdiri dari 30 siswa (4,1%) laki-laki dan 29 siswa (4%) perempuan. Sedangkan siswa yang menderita eksim 12 bulan terakhir adalah 47 siswa (6,48%) terdiri dari 23 siswa (3,2%) laki-laki dan 24 siswa (3,3%) perempuan (tabel 5). Tabel 5. Distribusi gejala eksim Gejala Riwayat eksim Eksim 12 bulan terakhir Jenis Kelamin Pria Wanita 22 (3,00%) 45 (6,21%) 27 (3,76%) 40 (5,51%) Jenis Kelamin Pria Wanita 32 (4,40%) 20 (2,80%) 48 (6,63%) 23 (3,17%) Jenis Kelamin Pria Wanita 30 (4,10%) 23 (3,20%) 29 (4,04%) 24 (3,28%) Jumlah (%) ,76 11,72 Jumlah (%) ,03 5,93 Jumlah (%) 8,14 6, J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011

5 Diantara 54 siswa yang mempunyai riwayat mengi terdapat 29 siswa (53,7%) dengan riwayat atopi terdiri dari 20 siswa (37%) yang mempunyai riwayat rinitis dan 9 siswa (16,7%) yang mempunyai gejala eksim (Tabel 6). Secara statistik didapatkan hubungan bermakna antara gejala mengi dengan rinitis dan eksim. Risiko relatif mengi terhadap rinitis adalah 5,99 (3,246-11,05) dengan nilai p <0,001 sedangkan risiko relatif mengi terhadap eksim dijumpai 2,48 (1,148-5,37) dengan nilai p <0,05. Tabel 6. Hubungan antara riwayat mengi dengan riwayat rinitis atau eksim Gejala Atopi Mengi OR P CI 95% Rinitis Eksim 20 (37%) 9 (16,7%) 5,99 2,48 < 0,001 < 0,017 3,246-11,05 1,148-5,37 Sebanyak 18 siswa yang mempunyai riwayat mengi 12 bulan terakhir, dijumpai 17 siswa (94,%) yang mempunyai riwayat atopi terdiri dari 11 siswa (61,1%) yang mempunyai riwayat rinitis 12 bulan terakhir dan 6 siswa (33,3%) yang mempunyai gejala eksim 12 bulan terakhir (Tabel 7). Secara statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara mengi 12 bulan terakhir dengan rinitis 12 bulan maupun eksim 12 bulan terakhir. Risiko relatif mengi terhadap rinitis 12 bulan terakhir adalah 14,53 (545-38,7) nilai p <0,001. Risiko relatif mengi terhadap eksim 12 bulan terakhir adalah 6,17 (2,227-17,096) dengan nilai p <0,001. Tabel 7. Hubungan antara mengi 12 bulan terakhir dengan rinitis atau eksim 12 bulan terakhir Riwayat Pengobatan Asma Sebanyak 49 siswa yang menderita asma 12 bulan terakhir, dijumpai 33 siswa yang minum obatobatan asma (67,35%) dan 16 siswa (32,65%) tidak minum obat. Diantara siswa yang minum obat asma saat serangan 12 bulan terakhir, terdapat 1 siswa (3,03%) yang minum kapsul saja, 7 siswa (21,22%) minum sirup saja, 6 siswa (18,18%) minum tablet saja, 8 siswa (24,24%) minum tablet dan sirup,3 siswa (9,09%) minum kapsul, tablet dan sirup, 5 siswa (15,15%) minum kapsul, tablet, sirup dan semprot serta 3 siswa (9,09%) yang memakai kapsul, tablet, sirup, semprot dan uap (tabel 8). Tabel 8. Bentuk obat yang dipakai pada saat serangan asma Rincian siswa yang berobat adalah 9 siswa (27,7%) membeli obat di warung, 6 siswa (18,18%) yang berobat ke mantri/bidan/perawat, 13 siswa (39,39%) yang berobat ke puskesmas dan 5 siswa (15,6%) berobat ke dokter umum (tabel 9). Tabel 9. Asal obat saat serangan asma Sebanyak 9 siswa yang membeli obat di warung terdiri atas 1 siswa (11,1%) yang membeli tablet dan sirup, 3 siswa (3,3%) yang membeli tablet saja dan 5 siswa (56,6%) yang membeli sirup saja. Dari 6 siswa yang mendapat obat dari mantri/bidan/ perawat terdiri atas 4 siswa yang mendapat tablet dan sirup (66,8%), 1 siswa (16,6%) mendapat tablet dan 1 siswa (16,6%) yang mendapat sirup saja. Dari 13 siswa yang mendapat obat dari puskesmas terdiri atas 1 siswa (7,70%) yang mendapat kapsul, 3 siswa (23,08%) yang mendapat tablet dan sirup, 2 siswa (15,38%) mendapat kapsul, tablet dan sirup, 2 siswa (15,38%) mendapat kapsul, tablet, sirup dan semprot, 3 siswa (23,08%) mendapat kapsul, tablet, sirup, semprot dan uap serta 2 siswa (15,38%) mendapat tablet saja. Diantara siswa yang mendapat obat dari dokter umum terdapat 1 siswa (20%) yang mendapat kapsul, tablet dan sirup, 1 siswa mendapat sirup (20%) dan 3 siswa (60%) yang mendapat kapsul, tablet, sirup dan semprot. Sebanyak 33 siswa dengan asma 12 bulan terakhir yang memakai obat terdapat 8 siswa J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober

6 (24%) yang memakai obat rutin tiap hari. Jenis obat rutin yang dipakai adalah semprot. Dari siswa yang mempunyai riwayat mengi 12 terakhir, siswa yang tidak minum obat, terdapat 3 siswa (30%) yang pernah mengalami serangan hebat, 4 siswa (28,5%) mengalami setelah olahraga dan 9 siswa (21,4%) mengalami batuk malam hari pernah serangan 1-2 kali yang minum obat terdiri atas 7 siswa (39%) yang mengalami serangan 1-3 kali, 2 siswa (11%) mengalami serangan 4-12 kali dan 2 siswa (11%) yang mengalami serangan > 12 kali, 6 siswa (33,3%) tidurnya tidak pernah terganggu dan 5 siswa (27,8%) yang tidurnya pernah terganggu >1x/ minggu sedangkan dari siswa yang tidak minum obat terdiri atas 7 siswa (39%) yang pernah mengalami serangan 1-3 kali, 3 (16,7%) siswa yang tidurnya tidak pernah terganggu dan 4 siswa (22,2%) yang tidurnya pernah terganggu >1x/minggu. Diantara siswa yang minum obat saat serangan, terdapat 7 siswa (70%) yang pernah mengalami serangan hebat dalam 12 bulan terakhir, 10 siswa (71,5%) yang pernah mengi setelah olahraga dan 33 siswa (78,6%) yang mengalami batuk malam hari. Rincian siswa yang memakai obat rutin dalam 12 bulan terakhir terdapat 4 siswa (22,2%) dan 2 mengalami serangan 4-12 kali, 2 siswa (11,1%) mengalami serangan > 12 kali, 4 siswa (22,2%) tidurnya tidak pernah terganggu dan 4 siswa (22,2%) yang tidurnya terganggu > 1x/minggu, 7 siswa (70%) yang pernah mengalami serangan hebat, 8 siswa (58%) mengalami mengi setelah olahraga dan 8 siswa (19%) yang mengalami batuk malam hari dalam 12 bulan terakhir. Siswa yang tidak memakai obat rutin, dalam 12 bulan terakhir terdapat 10 siswa (55,6%) yang pernah mengalami serangan 1-3 kali, 5 siswa (27,8%) tidurnya tidak pernah terganggu dan 5 siswa (27,8%) tidurnya terganggu > 1x/minggu, 3 siswa (30%) yang pernah mengalami serangan hebat, 6 siswa (42%) mengalami mengi setelah olahraga dan 34 siswa (81%) mengalami batuk malam hari dalam 12 bulan terakhir (tabel 10). Tabel 10. Riwayat minum obat-obatan dan distribusi gejala dalam 12 bulan terakhir PEMBAHASAN Kuesioner Penggunaan kuesioner yang berisi gejala asma menjadi tulang punggung penelitian epidemiologi untuk mencari prevalens asma. Cara ini memungkinkan memperoleh sampel penelitian yang besar, biaya yang relatif murah dan waktu singkat. Kebanyakan penelitian epidemiologi untuk prevalens asma berdasarkan kriteria subjektif yang diperoleh dari responden. Kelemahannya adalah tidak dapat mendeteksi obstruksi saluran napas yang tidak memberikan gejala tetapi hal ini bukan masalah yang penting karena tujuan penelitian adalah membandingkan prevalens asma di antara kelompok masyarakat dan bukan diagnosis asma pada individu. Selain itu kuesioner ISAAC dirancang untuk menghindari cara pengisian yang salah atau penyangkalan responden dalam pengisian kuesioner. Prevalens Asma Indonesia sebagai negara yang mempunyai prevalens asma rendah juga mendapatkan hasil yang berbeda-beda. Pada umumnya peneliti asma menetapkan diagnosis asma berdasarkan gejala asma 12 bulan terakhir. Pada penelitian ini didapatkan prevalens asma 12 bulan terakhir 6,76% dan prevalens asma kumulatif didapatkan 11,72%. Prevalens asma antar negara sulit dibandingkan karena masing-masing penelitian menggunakan 198 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011

7 kuesioner dan cara penelitian yang berbeda serta banyaknya perbedaan parameter yang digunakan terakhir. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dari berbagai daerah di DKI Jakarta dan luar Jakarta, prevalens asma di Kepulauan Seribu lebih rendah. Yunus dkk. 12 di Jakarta Timur tahun 2001 prevalens asma 12 bulan terakhir yaitu 8,9%, Amu dkk 13 di Jakarta Utara tahun 2008 sebesar 9,2%, 14 di Jakarta Barat tahun 2008 sebesar 9,1%. Sundaru dkk. 15 di Jakarta Pusat tahun 2004 mendapatkan prevalens asma 12 bulan terakhir 12,5%. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Rahajoe dkk 16 di Jakarta tahun 2002 yaitu 6,7%, Fitriani dkk 17 di Jakarta Selatan tahun 2008 sebesar 6,64%. Prevalens asma pada penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian di Bandung tahun 2002 oleh Kartasasmita yaitu 5,2%. dikutip dari 18 Prevalens asma yang rendah bisa dimungkinkan bahwa anak-anak di Kepulauan Seribu banyak mengkonsumsi ikan karena dari hasil penelitian Amu dkk 13 bahwa profesi orang tua mereka 80% sebagai nelayan. Suatu studi selama 7 tahun yang dilakukan terhadap 460 anak-anak di Pulau Menorca Spanyol menunjukkan bahwa pemberian diet yang kaya ikan dapat menurunkan insidens penyakit asma. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang mengkomsumsi ikan lebih dari 60 gram sehari lebih jarang menderita alergi, hal ini mencerminkan efek protektif yang didapat jika ibunya mengkonsumsi ikan selama hamil. Para peneliti menyimpulkan bahwa hubungan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antar anak yang bebas gejala dengan diet yang kaya sayuran dan ikan. 19 Suatu penelitian lain yang melibatkan anak dari ibu yang ikut dalam studi dan mengisi kuesioner menunjukkan bahwa konsumsi apel dan ikan selama kehamilan dapat menurunkan risiko timbulnya asma. 20 Hasil yang berbeda dengan peneliti didapatkan 14 di Jakarta Barat didapatkan jumlah kasus asma lebih banyak pada anak perempuan dibanding laki-laki. Sundaru dkk 15 yang membandingkan perbandingan asma pada daerah rural dan urban didapatkan jumlah kasus asma lebih banyak pada anak perempuan dibanding laki-laki pada daerah urban yang diwakili Jakarta sedangkan pada daerah rural yang diwakili Subang didapatkan jumlah kasus asma lebih banyak pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Atopi Pada penelitian ini prevalens rinitis pada siswa SLTP di Kepulauan Seribu dijumpai 11,03%, sebaliknya yang terjadi pada eksim 8,14%. Penelitian ISAAC di 56 negara didapatkan prevalens rinitis alergi bervariasi antara 1,4 sampai 39,7% dan prevalens eksim antara 0,3 sampai 20,5%. Dari penelitian ini semua responden yang mempunyai riwayat mengi, 20 siswa (37%) mempunyai riwayat rinitis dan 9 siswa (16,7%) mempunyai riwayat eksim. Dengan menggunakan uji statistik Chi-Square didapatkan hubungan yang bermakna antara mengi dengan gejala rinitis dan eksim dengan nilai odds ratio (OR) mengi terhadap rinitis adalah 5,99 (3,246-11,054) dengan nilai p< 0,001, sedangkan OR mengi terhadap eksim dijumpai 2,48 (1,148-5,37) dengan nilai p< 0,017. Dalam penjelasan perjalanan alamiah penyakit alergi, dimulai dengan dermatitis atopi pada masa bayi, kemudian timbul rinitis atau asma pada masa kanak-kanak. Penelitian epidemiologi mengungkapkan bahwa faktor atopi mempunyai kaitan yang erat dengan angka kekerapan penyakit asma. 4 Tingginya insidens penyakit infeksi pada anak di Indonesia diduga merupakan salah satu faktor rendahnya prevalens asma dibanding dengan negara maju. Infeksi virus di masa kecil merupakan faktor predisposisi yang mengakibatkan menurunnya respons imun Th 2 seseorang menjadi lebih rendah sehingga produksi IgE menjadi rendah. Teori hygiene hypothesis menyebutkan bahwa peningkatan atopi berhubungan dengan berkurangnya pajanan terhadap infeksi pada awal kehidupan. Pola pengobatan siswa asma Pada penelitian ini, 49 siswa yang menderita J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober

8 asma 12 bulan terakhir dijumpai 33 siswa yang minum obat-obatan asma (67,35%) dan 16 siswa (32,65%) tidak minum obat saat mengalami gejala asma. Dari siswa yang mempunyai riwayat asma 12 bulan terakhir, siswa yang minum obat terdiri atas 7 siswa (39%) yang mengalami serangan 1-3 kali, 2 siswa (11%) mengalami serangan 4-12 kali dan 2 siswa (11%) yang mengalami serangan > 12 kali, 6 siswa (33,3%) tidurnya tidak pernah terganggu, 5 siswa (27,8%) yang tidurnya pernah terganggu > 1x/minggu, 7 siswa (70%) yang pernah mengalami serangan hebat, 10 siswa (71,5%) yang pernah mengi setelah olahraga dan 33 siswa (78,6%) yang mengalami batuk malam hari. Diantara siswa yang tidak minum obat, dalam 12 bulan terakhir terdapat 7 siswa (39%) yang pernah mengalami serangan 1-3 kali, 3 (16,7%) siswa yang tidurnya tidak pernah terganggu, 4 siswa (22,2%) yang tidurnya pernah terganggu >1x/minggu, 3 siswa (30%) yang pernah mengalami serangan hebat, 4 siswa (28,5%) mengalami setelah olahraga dan 9 siswa (21,4%) mengalami batuk malam hari. Siswa yang minum obat asma saat serangan 12 bulan terakhir, terdapat 1 siswa (3,03%) yang minum kapsul saja, 7 siswa (21,22%) minum sirup saja, 6 siswa (18,18%) minum tablet saja, 8 siswa (24,24%) minum tablet dan sirup, 3 siswa (9,09%) minum kapsul, tablet dan sirup, 5 siswa (15,15%) minum kapsul, tablet, sirup dan inhalasi (semprot) serta 3 siswa (9,09%) yang memakai kapsul, tablet, sirup, inhalasi (semprot) dan nebulisasi (uap). Rincian siswa yang berobat, 9 siswa (27,27%) membeli obat di warung, 6 siswa (18,18%) yang berobat ke mantri/bidan/perawat, 13 siswa (39,39%) yang berobat ke puskesmas dan 5 siswa (15,16%) berobat ke dokter umum. Sebanyak 9 siswa yang membeli obat di warung terdiri atas 1 siswa (11,1%) yang membeli tablet dan sirup, 3 siswa (33,3%) yang membeli tablet saja dan 5 siswa (56,6%) yang membeli sirup saja. Sebanyak 6 siswa yang mendapat obat dari mantri/bidan/ perawat terdiri atas 4 siswa yang mendapat tablet dan sirup (66,8%), 1 siswa (16,6%) mendapat tablet dan 1 siswa (16,6%) yang mendapat sirup saja. Dari 13 siswa yang mendapat obat dari puskesmas terdiri atas 1 siswa (7,70%) yang mendapat kapsul, 3 siswa (23,08%) yang mendapat tablet dan sirup, 2 siswa (15,38%) mendapat kapsul, tablet dan sirup, 2 siswa (15,38%) mendapat kapsul, tablet, sirup dan inhalasi (semprot), 3 siswa (23,08%) mendapat kapsul, tablet, sirup, inhalasi (semprot) dan nebulisasi (uap) serta 2 siswa (15,38%) mendapat tablet saja. Dari siswa yang mendapat obat dari dokter umum terdapat 1 siswa (20%) yang mendapat kapsul, tablet dan sirup, 1 siswa mendapat sirup (20%) dan 3 siswa (60%) yang mendapat kapsul, tablet, sirup dan inhalasi (semprot). Sebanyak 33 siswa dengan asma 12 bulan terakhir yang memakai obat terdapat 8 siswa (24%) yang memakai obat rutin tiap hari, jenis obat yang dipakai yaitu semprot sebanyak 8 siswa (100%). Sebanyak 8 siswa yang memakai obat rutin terdiri atas 5 siswa (62,5%) yang memakai kurang dari 1 tahun dan 3 siswa (37,5%) yang memakai lebih dari 1 tahun. Sebanyak 8 siswa yang memakai obat rutin mendapatkan dari dokter umum. Rincian siswa yang memakai obat rutin, dalam 12 bulan terakhir terdapat 4 siswa (22,2%) yang pernah serangan 1-3 kali, 2 siswa (11,1%) mengalami serangan 4-12 kali, 2 siswa (11,1%) mengalami serangan > 12 kali, 4 siswa (22,2%) tidurnya tidak pernah terganggu dan 4 siswa (22,2%) yang tidurnya terganggu > 1x/minggu, 7 siswa (70%) yang pernah mengalami serangan hebat, 8 siswa (58%) mengalami mengi setelah olahraga dan 8 siswa (19%) yang mengalami batuk malam hari. Dari siswa yang tidak memakai obat rutin, dalam 12 bulan terakhir terdapat 10 siswa (55,6%) yang pernah mengalami serangan 1-3 kali, 5 siswa (27,8%) tidurnya tidak pernah terganggu, 5 siswa (27,8%) tidurnya terganggu > 1x/minggu, 3 siswa (30%) yang pernah mengalami serangan hebat, 6 siswa (42%) mengalami mengi setelah olahraga dan 34 siswa (81%) mengalami batuk malam hari. 200 J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011

9 KESIMPULAN 1. Prevalens asma pada siswa SLTP yang berusia tahun di Kepulauan Seribu tahun 2008 adalah 6,76% sedangkan prevalens asma kumulatif yaitu 11,74%. 2. Prevalens siswa yang pernah menderita rinitis dan eksim yaitu 11,03% dan 8,14%, terdapat hubungan yang bermakna antara asma dan atopi. 3. Kejadian asma pada anak usia tahun lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan perempuan, hal ini sesuai dengan penelitian di luar negeri dan hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Amu dkk di Jakarta dkk di Jakarta Selatan tahun 2008 yang menunjukkan prevalens asma lebih tinggi pada anak perempuan. 4. Dari penelitian ini didapatkan, dari 33 siswa yang mempunyai gejala asma dalam 12 bulan terakhir terdapat 67% (33 siswa) yang minum obat dan 32,65% (16 siswa) yang tidak minum obat. 5. Masih banyak siswa yang membeli obat dari warung yaitu sebesar 27,27% (9 siswa). Siswa paling banyak berobat ke puskesmas yaitu sebesar 39,39% (13 siswa). 6. Siswa SLTP di Kepulauan Seribu sudah mengenal pemakaian obat secara inhalasi sebagai obat rutin yaitu dijumpai 24% (8 siswa). DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Pradjnaparamita, Suryanto E, dkk. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia. 1 st ed. Jakarta: balai Pustaka FKUI;2004.p National Institute of Health. NHLBI, Burder of asthma. In: Global initiative for asthma. Bethesda: National Institutes of health.;2005.p Brenner B. Asthma [cited 2000 Oct 24]. Available from : URL: topic43.htm 4. The IHC Primary care Clinical Program Asthma Workgroup. Management of asthma 2004 update. Available at: COITipp@ihc. com. Accessed on September 25 TH, Eder W, Ege MJ, Erika. The Asthma Epidemic. N Engl J Med 2006;355: Sunyer J, Anto JM, Kogevinas M, Barcelo MA, Soriano J B, Tobias A, et al. Risk factors for asthma in young adults. Eur Respir J 1997;10: Von Hertzen L, Haahtela T. Sign of reversing trends in prevalence of asthma. Allergy 2005;60: Galant SP, Morphew T, Amaro S, Liao O. Current asthma guidelines may not identify young morbidity. Pediatrics 2006;117: The International Study of Asthma and allergies in Childhood (ISAAC) Steering Committee. Worlwide variations in the prevalence of asthma symptoms: The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Eur Respir J 1998;12: Message SD, Johnston SL. Infections. In: Barnes PJ, Drazen JM, Rennard S, Thompson NC, editors. Asthma and COPD. London: academic press;2002.p Keadaan umum wilayah kepulauan seribu. Available at : Accesed on May 28 th, Yunus F, Ratnawati, Rasmin M, Mangunnegoro H, Jusuf A, Bachtiar A. Asthma prevalence among High School Student in East Jakarta 2001 based on ISSAC questionnaire. Med J univ Indonesia. Jakarta 2003; 12: Amu FA. Prevalens asma pada siswa SLTP berdasarkan kuesioner ISAAC dan hubungan dengan sosial ekonomi di daerah pantai Jakarta tahun (Tesis). Jakarta: Departemen Pulmonologi FKUI; J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober

10 berdasarkan kuesioner ISAAC dan hubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi asma di daerah padat penduduk Jakarta Barat tahun (Tesis). Jakarta: Departemen Pulmonologi FKUI; Sundaru H. Perbandingan prevalens dan derajat berat asma antara daerah urban dan rural pada siswa sekolah usia tahun (disertasi). Jakarta: Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Dalam: Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Eds. Pedoman nasional asma anak. Jakarta: Balai pustaka FKUI p Fitriani F. Prevalens asma pada siswa SLTP di daerah hijau Jakarta berdasarkan kuesioner ISAAC disertai uji provokasi bronkus tahun (Tesis). Jakarta: Departemen Pulmonologi FKUI; Pulmonologi PP IDAI. Pedoman nasional asma anak. Jakarta 2004 and allergies. Available at : wordpress.com. Accessed on May 27 th, 2009 protect against childhood asthma and allergies at : Accessed on May 27 th, J Respir Indo Vol. 31, No. 4, Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)

Lebih terperinci

Prevalens Asma Pada Siswa Usia Tahun Berdasarkan Kuesioner ISAAC di Jakarta

Prevalens Asma Pada Siswa Usia Tahun Berdasarkan Kuesioner ISAAC di Jakarta Prevalens Asma Pada Siswa Usia 13-14 Tahun Berdasarkan Kuesioner ISAAC di Jakarta Faisal Yunus, Menaldi Rasmin, Dianiati Kusumo Sutoyo, Wiwien Heru Wiyono, Budhi Antariksa, Department of Pulmonology and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan

Lebih terperinci

Prevalens Asma Bronkial Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Perilaku Merokok pada Siswa SLTP di Daerah Industri Jakarta Timur

Prevalens Asma Bronkial Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Perilaku Merokok pada Siswa SLTP di Daerah Industri Jakarta Timur Prevalens Asma Bronkial Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Perilaku Merokok pada Siswa SLTP di Daerah Industri Jakarta Timur Rosamarlina, Faisal Yunus, Dianiati KS Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan suatu penyakit kronik yang mengenai jalan napas pada paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa batuk kronik,

Lebih terperinci

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Herry Priyanto*, Faisal Yunus*, Wiwien H.Wiyono* Abstract Background : Method : April 2009 Result : Conclusion : Keywords

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi asma di berbagai negara sangat bervariasi, namun perbedaannya menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA 13-14 TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

Prevalens Asma Pada Kelompok Siswa Tahun Menggunakan Kuesioner ISAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Pusat.

Prevalens Asma Pada Kelompok Siswa Tahun Menggunakan Kuesioner ISAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Pusat. Prevalens Asma Pada Kelompok Siswa 13-14 Tahun Menggunakan Kuesioner ISAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Pusat. Jonaidi Mustafa, Faisal Yunus, Wiwien Heru Wiyono Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi adalah salah satu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh immunoglobulin E dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

Wiwien Heru Wiyono Departement of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/ Persahabatan Hospital Jakarta

Wiwien Heru Wiyono Departement of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/ Persahabatan Hospital Jakarta Prevalens Asma Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Hubungan dengan Faktor yang Mempengaruhi Asma Pada Siswa SLTP di Daerah Padat Penduduk Jakarta Barat Tahun 2008 Wiwien Heru Wiyono Departement of Pulmonology

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas akibat mekanisme imunologi yang pada banyak kasus dipengaruhi oleh immunoglobulin E (IgE). Atopi merupakan suatu kecenderungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA 13-14 TAHUN DI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA Tn. S DENGAN MASALAH ASMAPADA Ny. L DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik yang menyerang antara 100-150 juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa derajat penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit asma telah dikenal sejak dimulainya ilmu kesehatan. Kata asma berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali digunakan oleh Bapak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Bidang Penelitian ini adalah penelitian bidang Pendidikan Kedokteran,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Bidang Penelitian ini adalah penelitian bidang Pendidikan Kedokteran, BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Bidang Penelitian ini adalah penelitian bidang Pendidikan Kedokteran, khususnya bagian ilmu kesehatan anak divisi alergi & imunologi dan fisiologi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian khusus karena lebih dari 60% dalam suatu populasi memiliki setidaknya satu jenis penyakit kulit, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan masalah kesehatan yang serius secara global. Diperkirakan sekitar 300 juta orang menderita asma bronkial di seluruh dunia setiap

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0. Deskripsi Rerponden

HASIL DAN PEMBAHASAN. 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0. Deskripsi Rerponden 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0 8. Peubah rancangan alat pembersih yang digunakan di rumah (ALAT). Alat pembersih di rumah (1) (2) Sapu 1

Lebih terperinci

Prevalens Asma Pada Siswa Usia Tahun Dengan Menggunakan Kuesionor ISSAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Selatan

Prevalens Asma Pada Siswa Usia Tahun Dengan Menggunakan Kuesionor ISSAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Selatan Prevalens Asma Pada Siswa Usia 13-14 Tahun Dengan Menggunakan Kuesionor ISSAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Selatan Feni Fitriani, Faisal Yunus, Menaldi Rasmin Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem respirasi tersering pada anak (GINA, 2009). Dalam 20 tahun terakhir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era sekarang ini tantangan dalam bidang pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya berbagai penyakit menular yang

Lebih terperinci

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Fisioterapi Disusun Oleh: NOVI LIQMAYANTI Nim : J120110036 PROGRAM STUDI S1 FISOTERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada anak yang memiliki atopi yang sebelumnya telah terpapar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO, (2013) memperkirakan terdapat 235 juta orang yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 berdasarkan hasil survei

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN ANGKA KEJADIAN BATUK KRONIK PADA ANAK YANG BEROBAT KE SEORANG DOKTER PRAKTEK SWASTA PERIODE SEPTEMBER OKTOBER 2011 Devlin Alfiana, 2011. Pembimbing I :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga di dunia setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat

Lebih terperinci

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) Dyah Surya Kusumawati (Prodi S1 Keperawatan) Stikes Bhakti

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang The Global Initiative For Asthma (GINA) menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari asma sedunia. Semakin meningkatnya jumlah penderita asma di dunia membuat berbagai badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK Yumeina Gagarani 1,M S Anam 2,Nahwa Arkhaesi 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama 72 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Insiden Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama kehidupan adalah 10,9%. Moore, dkk. (2004) mendapatkan insiden dermatitis atopik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam

Lebih terperinci

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit

Lebih terperinci

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010) Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 21) Mulyadi * ** ** ABSTRACT Keyword: PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan kaitannya dengan kemiskinan,

Lebih terperinci

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian dari penerapan pembangunan global. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan millennium SDGs adalah kesehatan. Salah

Lebih terperinci

The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013

The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013 The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013 Angka Kejadian Konjungtivitis di RS Pedesaan dibandingkan dengan RS Perkotaan 1 Januari -31 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit alergi merupakan penyakit kronis terbanyak di negara-negara berkembang. Beberapa studi prevalensi menunjukkan terjadi peningkatan proporsi populasi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok telah membunuh 50 persen pemakainya, hampir membunuh enam juta orang setiap tahunnya yang merupakan bekas perokok dan 600.000 diantaranya adalah perokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4-5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 2. Pradono, Senewe, dkk, Transisi Kesehatan di Indonesia, Jurnal Ekologi Kesehatan Edisi Desember 2005.

DAFTAR PUSTAKA. 2. Pradono, Senewe, dkk, Transisi Kesehatan di Indonesia, Jurnal Ekologi Kesehatan Edisi Desember 2005. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010- http://www.depkes.go.id/. Diakses April 2. Pradono, Senewe, dkk,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA 120100267 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN 2015 ii ABSTRAK Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ASMA DENGAN TINGKAT KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU. Syahira. Indra Yovi

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ASMA DENGAN TINGKAT KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU. Syahira. Indra Yovi HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ASMA DENGAN TINGKAT KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU Syahira Indra Yovi Miftah Azrin syahiralala93@yahoo.com ABSTRACT Asthma is a chronic inflammatory

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi selalu muncul setiap kali terpapar dengan alergen. Reaksi dari alergi juga tidak tergantung pada

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatif kronis, disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis diseminata (Leung et al, 2003). Manifestasi

Lebih terperinci

Yogie Irawan, dr. Roro Rukmi Windi P M.Kes Fakultas Kedokteran Universitas Lampung No. Telpon:

Yogie Irawan, dr. Roro Rukmi Windi P M.Kes Fakultas Kedokteran Universitas Lampung No. Telpon: 69 PERBEDAAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASMA BRONKIAL PADA PASIEN DENGAN ASMA BRONKIAL DAN PASIEN TANPA ASMA BRONKIAL DI POLI ANAK RAWAT JALAN RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG PADA OKTOBER DESEMBER 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan Pencetus

Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan Pencetus Artikel Penelitian Asma pada Anak di Indonesia: Penyebab dan Pencetus Asthma among Children in Indonesia: Causes and Triggers Ika Dharmayanti, Dwi Hapsari, Khadijah Azhar Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit alergi merupakan masalah kesehatan serius pada anak. 1 Alergi adalah reaksi hipersentisitivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi. 2 Mekanisme alergi

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA Latar Belakang: Virus Hepatitis B atau (HBV) adalah virus DNA ganda hepadnaviridae. Virus Hepatitis B dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG Anita Mayasari 1, Setyoko 2, Andra Novitasari 3 1 Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insidens dan prevalensi PTM (Penyakit Tidak Menular) diperkirakan terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga kesehatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control retrospektif/studi kasus kontrol retrospektif. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU. RSUP. H. Adam Malik, Medan

LAMPIRAN. : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU. RSUP. H. Adam Malik, Medan LAMPIRAN 1. Personil Penelitian 1. Ketua penelitian Nama Jabatan : dr. Soewira Sastra : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU RSUP. H. Adam Malik, Medan 2. Supervisor penelitian 1. Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas pada anak saat ini mulai meningkat dari tahun ke tahun. Data Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki dengan obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci