BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. 2 Istilah telematika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. 2 Istilah telematika"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradaban dunia pada masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi infromasi dan globalisasi yang berlangsung hampir di semua bidang kehidupan. Globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke 20, yakni pada saat terjadi revolusi transportasi dan elektronika yang menyebarluaskan dan mempercepat perdagangan antar bangsa, disamping pertambahan dan kecepatan lalu lintas barang dan jasa. 1 Berkenaan dengan pembangunan teknologi, dewasa ini seperti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, peradaban manusia dihadapkan pada fenomena baru yang mampu mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial masyarakat. Bagi sebagian orang munculnya fenomena ini telah mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. 2 Istilah telematika berasal dari Perancis yang merupakan asal kata telematique yang menggambarkan berpadunya sistem jaringan komunikasi dan teknologi informasi. Istilah telematics 1 Juwono Sudarsono, Globalisasi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia, artikel dalam Majalah Prisma, No 8. Tahun XIX 1990, LP3ES, Jakarta. dalam buku Dikdik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber law: Aspek Hukum Teknologi Informasi,(Bandung: PT Refika Aditama, 2005), hal 1 2 Ibid.,hal 2

2 2 juga dikenal sebagai new hybrid technology yang lahir akibat perkembangan teknologi digital telah mengakibatkan teknologi komunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau popoler dengan istilah konvergensi. 3 Kemajuan di bidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan perubahan di bidang kemasyarakatan. 4 Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia sampai dengan saat ini berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi sehingga mampu menciptakan alat alat yang mendukung perkembangan teknologi informasi, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Teknologi yang mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa dekade ini adalah handphone (telepon seluler). Salah satu perkembangan pertama dalam layanan handphone adalah SMS. 5 Layanan pesan singkat atau surat masa singkat (short message service) disingkat SMS adalah sebuah layanan yang dilaksanakan dengan sebuah telepon genggam untuk mengirim atau menerima pesan pesan pendek. 6 Message sebagai informasi/dokumen elektronik yang tersimpan dalam sebuah perangkat mobile (handphone, smartphone, maupun blackberry) pada umumnya tetap tersimpan dalam memori maupun log perangkat, meskipun telah dihapus. Apabila 3 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) hal 3, dalam buku Maskun, Kejahatan Siber: cyber crime (Jakarta: Kencana, 2013) hal 1 4 Soerjono Soekanto, Pokok Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1980), hal Perkembangan Teknologi Komunikasi, diakses tanggal 3 Februari 2016, pukul wib 6 Layanan Pesan Singkat, diakses tanggal 3 Februari 2016, pukul wib

3 3 tidak tersimpan/ dihapus secara permanen dengan tehnik tertentu dalam perangkat, pesan tersebut untuk periode tertentu tetap tersimpan dalam server operator (RIM untuk blackberry dan operator seluler pemilik. 7 Terkait dengan hubungan teknologi informasi dan komunikasi dengan hukum, teknologi dan hukum merupakan dua unsur yang saling mempengaruhi dan keduanya juga mempengaruhi masyarakat. Kedudukan hukum dalam ranah telematika, jika ditelaah lebih jauh ternyata juga membawa implikasi bagi perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Perkembangan teknologi informasi (telematika) telah melahirkan bias bias bagi lingkungan sekitarnya termasuk di dalamnya masyarakat. Perubahan sosial yang timbul sebagai implikasi berkembangnya ranah telematika haruslah menempatkan hukum sebagai sandaran kerangka untuk mendukung usaha usaha yang terjadi didalam masyarakat. 8 Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap (perilaku) seseorang dan masyarakat yang terhadap pelanggarannya dikenakan sanksi oleh negara. Meskipun dunia siber ialah dunia virtual, hukum tetap diperlukan untuk mengatur sikap tindak masyarakat setidaknya karena dua hal. Pertama masyarakat yang ada di dunia virtual ialah masyarakat yang berasal dari dunia nyata; masyarakat memiliki nilai dan kepentingan baik secara sendiri sendiri maupun bersama sama yang harus dilindungi. Kedua, walaupun terjadi di dunia virtual, transaksi yang 7 Cara Pembuktian Ancaman Yang Dilakukan Melalui Pesan Blackberry Messenger (BBM), http;//m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f7a6b0b86a1f/cara-pembuktian-ancaman-yang-dilakukanmelalui-pesan-blackberry-messenger-(bbm), diakses tanggal 2 Februari 2016, pukul Maskun, Op. Cit. hal 10

4 4 dilakukan oleh masyarakat memiliki pengaruh dalam dunia nyata, baik secara ekonomis maupun non ekonomis. Hukum pada dasarnya merupakan batasan bagi masyarakat dalam bertingkah laku dan terhadap pelanggaran nya dikenakan sanksi yang memaksa oleh otoritas tertinggi dalam satu negara. 9 Hukum diperlukan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat dan memberikan keadilan. Ketertiban dan keadilan tersebut dicapai dengan menjaga kepentingan tertentu, baik individu maupun kolektif. Di dalam masyarakat terdapat dinamika dan didalam masyarakat pula muncul kejahatan. Teknologi dan masyarakat bersifat dinamis karena terus berkembang, sedangkan hukum berada di perkembangan teknologi demi kepentingan masyarakat, tetapi di sisi lain hukum memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga teknologi yang ada sekarang, sehingga tetap menjaga berbagai kepentingan atau kebutuhan masyarakat luas yang telah terpenuhi dengan teknologi yang ada itu. 10 Bentuk- bentuk kejahatan semakin hari semakin bervariasi.kejahatan itu sendiri telah ada dan muncul sejak permulaan zaman sampai sekarang dan masa yang akan datang. 11 Perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, perkembangan teknologi informasi di satu sisi akan mempermudah manusia dalam menjalankan aktivitasnya, di sisi lain dapat menimbulkan berbagai masalah yang memerlukan penanganan yang serius, seperti 9 Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana,(Jakarta: PT Tata Nusa, 2012), hal Ibid.,hal Agus Raharjo, Cyber Crime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hal 28

5 5 munculnya kejahatan baru berkaitan dengan hukum (cyberlaw). Ruang lingkup cyberlaw telah membentuk rezim hukum baru di Indonesia khususnya dalam teknologi dan informasi. 12 Cyberlaw sebagai suatu rezim hukum yang baru akan lebih memudahkan untuk dipahami dengan mengetahui ruang lingkup pengaturannya. Pengaturan Hukum terhadap suatu tindak pidana di Indonesia, diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Terkait dengan pengaturan tentang penghinaan, KUHP tidak mendefenisikan penghinaan dalam penjelasan pengertian sebagaimana diatur dalam pasal 86 sampai dengan 102 KUHP yang memuat defenisi beberapa istilah yang dipakai. Penghinaan diatur secara tersendiri dalam Bab Penghinaan pasal R Soesilo menafsirkan bahwa menghina yaitu menyerang kehoratan dan nama baik seseorang. Kehormatan yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksuil. 13 Hal ini dapat dilihat dengan melihat pada tiga ketentuan umum yang mendasari delik delik penghinaan di KUHP. Terkait dengan tindak pidana terhadap kehormatan yang diatur dalam KUHP, istilah lain yang juga umum digunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan adalah tindak pidana penghinaan. Dipandang dari sisi sasaran atau objek delicti, yang merupakan maksud dan tujuan dari pasal tersebut, yakni melindungi 12 Rezim hukum Cyberlaw di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diundangkan oleh Presiden RI pada tanggal 21 April R. Soesilo, Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1996), hal 225

6 6 kehormatan, maka tindak pidana terhadapkehormatan, lebih tepat. Pembuat undang undang, sejak semula bermaksud melindungi: kehormatan, yang dalam bahasa Belanda disebut eer, nama baik yang dalam bahasa Belanda disebut goede naam. Akan tetapi, jika dipandang dari sisi feit atau perbuatan, maka tindak pidana penghinaan, tidak keliru. 14 Hukum itu meluas dan sangat bervariasi, tidak terbatas pada internet (TI) tetapi juga telepon seluler (ponsel) maupun komputer. 15 Sisi lain dari perkembangan teknologi membawa atau menyisakan permasalahan permasalahan hukum. Kejahatan yang terjadi sebagai bentuk masalah hukum yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi dan komunikasi terkait dengan penghinaan yang dilakukan melalui layanan pesan singkat atau sering disebut SMS (Short Message Service). Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkatagorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, kegiatan siber adalah kegiatan virtual tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik, dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasi pula sebagai telah melakukan perbuatan hukum secara nyata yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. 16 Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya mengandung makna pencelaan pembuat (subjek hukum) atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Oleh karena itu, 14 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, (Jakarta: Sinar Grafika,2010),hal 7 15 Merry Magdalena dan Maswigrantoro Roes Setiyadi, Cyberlaw: Tidak Perlu Takut, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2007), hal Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Eleketronik, (Jakarta: Depkominfo, 2007), hal 2

7 7 pertanggungjawaban pidana mengandung di dalamnya pencelaan/pertanggungjawaban objektif dan subjektif. Artinya, secara objektif si pembuat telah melakukan tindak pidana menurut hukum yang berlaku (asas legalitas) dan secara subjektif si pembuat patut dicela atau dipersalahkan/dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukannya itu (asas culpabilitas/kesalahan) sehingga ia patut di pidana. Bertolak dari persyaratan objektif yang konvensional (asas legalitas), pertanggungjawaban cyber crime tentunya harus didasarkan pada sumber hukum perundang undangan yang berlaku saat ini. 17 Dalam hal ini penghinaan yang dilakukan melalui SMS (short message service) dimana medianya bersifat secara elektronik. 18 Dimana dilakukan melalui layanan telepon seluler yaitu layanan SMS (Short Message Service). Filosofi perlu adanya aturan dan/atau norma adalah untuk memberikan tuntunan bagi manusia dalam bertingkah dan berperilaku. Untuk mengatasi berbagai permasalahan hukum yang muncul dalam informasi dan bersifat elektronik, pemerintah telah menetapkan regulasi, dengan mengundangkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik (UU ITE). Undang Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan cyberlaw pertama di Indonesia yang mengatur secara khusus tentang informasi dan transaksi elektronik. Materi Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar: (i) pengaturan infromasi dan transaksi elektronik, dan (ii) pengaturan 17 Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Op.cit. hal 21

8 8 mengenai perbuatan yang dilarang (cybercrime). Terhadap ancaman pidana atas perbuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dirumuskan melalui Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 UU ITE. Dalam Hal Penerapan Hukum, Hakim dalam menangani perkara di pengadilan, dibimbing dan diarahkan oleh seperangkat pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya. Pengetahuan dan keyakinan tersebut membimbing dan memberikan orientasi terhadap pola pikir, sikap dan perilakunya dalam menginterpretasikan peristiwa peristiwa yang dihadapi dan juga menentukan vonis bersalah atau tidaknya seseorang terdakwa dan akhirnya menentukan pula sanksi yang layak dijatuhkan terhadap terdakwa jika dianggap bersalah, apakah sanksi ringan, sedang atau berat. 19 Terkait dengan kasus penghinaan yang dilakukan melalui SMS (Short Message Service), beberapa Putusan Pengadilan dimana ditemukan penerapan hukum yang berbeda terhadap penghinaan melalui SMS (Short Message Service), yaitu: 1. Putusan Nomor: 45/Pid.Sus/2013/PN.Pt. yang memutus Terdakwa NUNUNG SETYANINGRUM,SH binti KARLAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU No 11 Tahun M, Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2012), hal 116

9 9 2. Putusan Nomor: 232/Pid.B/2010/PN.Kdl yang memutus Terdakwa Drs. PRABOWO, MM Bin TJASAN PRAMONO SAPUTRO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU No 11 Tahun Putusan Nomor: 70/Pid.B/2010/PN.SMP yang memutus Terdakwa MOH.HISYAM Als ICANK telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penghinaan Ringan sebagaimana diatur dalam pasal 315 KUHP Permasalahan lain yang perlu dikaji yaitu dalam Aspek pembuktian, Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum mengatur secara tegas mengenai alat bukti elektronik yang sah, akan tetapi perkembangan peraturan perundang undangan setelah KUHAP menunjukkan adanya kebutuhan untuk mengatur alat bukti elektronik. Sampai saat ini ada beberapa eksistensi alat bukti elektronik. Pengaturan alat bukti pada perundang undangan tersebut menunjukkan keberagaman. 20 Pengaturan alat bukti elektronik dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diaturdalam BAB III tentang informasi, dokumen, dan tanda tangan elektronik serta pasal 44 UU ITE. 20 Josua Sitompul Op.cit. hal 270

10 10 Pasal 5 ayat (1) UU ITE mengatur secara tegas bahwa informasi atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. UU ITE tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan perluasan dari alat bukti yang sah akan tetapi, pasal 5 ayat (2) UU ITE memberikan petunjuk penting mengenai perluasan ini, yaitu bahwa perluasan tersebut harus sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia maksudnya ialah bahwa harus ada alat penguji terhadap alat bukti elektronik agar alat bukti tersebut sah dinyatakan dipersidangan sama seperti terhadap alat bukti lainnya. 21 Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas maka dalam penulisan ini akan mengkaji dan menganalisisdengan judul penelitian Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penghinaan Melalui Layanan Pesan Singkat atau SMS (Short Message Service) B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan pembuktian tindak pidana penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service)? 2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service)? C. Tujuan Penelitian 21 Ibid.,hal

11 11 Penelitian ini terkait dengan judul dan perumusan masalah yang dikemukakan menitikberatkan pertanggungjawaban pidana pelaku penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (short message service), maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengkaji serta menganalisis penerapan pembuktian tindak pidana penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) 2. Untuk mengkaji serta menganalisis pertanggungjawaban pidana pelaku penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) D. Manfaat Penelitian Penelitian ini di harapkan memberi manfaat baik kegunaan dalam pengembangan ilmu atau manfaat di bidang teoritis dan manfaat bidang praktis antara lain: 1. Secara teoritis a. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya b. Untuk memperkaya literatur kepustakaan. 2. Secara Praktis Manfaat praktis dari penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi masukan ke semua pihak, bagi masyarakat agar lebih berhati hati dalam pemanfaatan teknologi komunikasi yang ada, hendaknya di manfaatkan dengan sebaik baiknya sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dalam penggunaannya khususnya dalam mengungkapkan kata kata yang bermuatan penghinaan kepada orang lain karena pelaku harus bertanggungjawab dengan perbuatan yang dilakukan sebagaimana diatur

12 12 dalam peraturan perundang undangan. Bagi aparat penegak hukum diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam penanganan dan penyelesaian perkara yang berkaitan dengan penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan bahwa penelitian mengenai Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) belum pernah dilakukan oleh mahasiswa terdahulu. Hasil dari pemeriksaan judul penelitian pada perpustakaan Fakultas Hukum adalah sebagai berikut: 1. Aamul Fadhly Noor, 2005, Tinjauan Yuridis terhadap cybercrime di Indonesia 2. Hiras Afandy Silaban, 2008, Aspek Hukum Pembuktian Dalam Tindak Penipuan dengan menggunakan Telepon Seluler Melalui SMS (Short Message Service) Penelitian ini dapat dikatakan asli sesuai dengan asas asas keilmuan yaitu, jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

13 13 F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori Hukum Pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya, masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban. 22 Dasar dari pada penjatuhan pidana terhadap suatu tindak pidana, harus dilandasi oleh suatu teori teori pendukung, dimana mengenai teori teori ini (dalam bentuk literatur hukum disebut dengan teori hukum pidana/strafrech theorien) yang berhubungan langsung dengan pengertian hukum pidana subjektif tersebut. 23 Teori yang digunakan dalam penulisan tesis ini a. Teori Pertanggungjawaban pidana. Simons mengartikan bahwa tindak pidana (strafbaar feit) adalah perbuatan (handeling) kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum. yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. 24 Perbuatan (handeling) bilamana melanggar ketentaun perundang undangan yang berlaku, maka perbuatan itu menjadi perbuatan pidana (feit). Perbuatan pidanajika terbukti ada sifat melawan hukum (wederechttelijk), ada kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) ada juga kemampuan bertanggungjawab, maka dari feit, meningkatkan menjadi perbuatan yang dapat di hukum 22 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum, (Jakarta: CV. Rajawali, 1987), hal Iswanto, dalam buku A.Fuad Usfa dan tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press, 2004), hal Chairul huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hal 27

14 14 (strafbaarfeit). 25 Pertanggungjawaban pidana merupakan suatu prinsip yang mendasar di dalam hukum pidana, atau yang lebih sering di kenal dengan asas geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana itu adalah merupakan unsur subjektif (kesalahan dalam arti luas). 26 Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasarkan kesalahan si pembuat (liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana. Sehingga kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak pidana. 27 Berpangkal tolak pada asas tiada pidana tanpa kesalahan, Moeljatno mengemukakan suatu pandangan yang dalam hukum pidana Indonesia dikenal dengan ajaran dualistis, pada pokoknya ajaran ini memisahkan tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana ini hanya menyangkut persoalan perbuatan sedangkan masalah apakah orang yang melakukanya kemudian dipertanggungjawabkan, adalah persoalan lain. 28 Pertanggungjawaban pidana hanya dapat dimintai kepada para pelaku pidana apabila unsur unsur tindak pidana telah terpenuhi. Sikap mampu bertanggungjawab dan untuk dapat dimintai pertanggungjawaban pidana harus terdapat suatu kesalahan (perbuatan yang dilarang). perbuatan yang dilarang merupakan (perbuatan manusia 25 Osman Simanjuntak,Tehnik Perumusan Perbuatan Pidana dan Asas asas Umum, (Jakarta, 1997), hal H.M. Hamdan. Hukum dan Pengecualian Hukum Menurut KUHP dan KUHAP, (Medan:USU Press, 2010), hal Chairul Huda,Op.Cit, hal Ibid., hal 5

15 15 yaitu suatu kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang lain), artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya sementara itu ancaman pidananya ditujukan pada orangnya. 29 b. Teori Pembuktian Dalam Peradilan Pidana, pembuktian ialah upaya untuk menemukan kebenaran materil (materiel waarheid) tentang telah terjadi suatu tindak pidana dan jelas siapa pelakunya. Untuk itu, aparat penegak hukum pada tingkat penyidikan, penuntutan, maupun persidangan berusaha untuk kembali kemasa lalu untuk merekonstruksi rangkaian kejadian dan menemukan pelaku. Semua itu dilakukan berdasarkan fakta fakta hukum yang tertanam dalam ingatan saksi saksi, yang tertulis dalam dokumen dokumen, yang tersimpulkan berdasarkan keterangan ahli, yang diakui oleh pelaku; fakta fakta hukum tersebut juga dapat menjadi satu kesatuan dalam barang- barang bukti. 30 Pembuktian dalam peradilan pidana di Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal 183 KUHAP, menganut sistem pembuktian menurut undang undang secara negative (negatiefwettelijkstelsel), maksudnya ialah bahwa kesalahan terdakwa harus dibuktikan berdasarkan: 1) Alat alat bukti dan cara pembuktian yang diatur dalam undang undang; 2) Keyakinan hakim berdasarkan alat alat bukti dan cara pembuktian tersebut. 29 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal JosuaSitompul,Op. Cithal 265

16 16 Kedua unsur diatas merupakan satu kesatuan. Seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah hanya berdasarkan keyakinan hakim saja. Keyakinan hakim harus memiliki sumber. Dan sumber itu ialah fakta fakta hukum (peristiwa hukum yang terjadi mengenai atau terkait suatu tindak pidana dan pelaku tindak pidana) yang terkandung atau diberikan oleh alat bukti yang telah ditetapkan sebelumnya dalam undang - undang. Sebaliknya walaupun alat bukti yang diajukan menunjukkan bahwa terdakwa bersalah, hakim tidak dapat menghukumnya tanpa ada keyakinan yang didasarkan pada alat bukti yang diajukan itu. 31 a) Alat bukti menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur secara limitatif mengenai alat bukti, yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Semua alat bukti dinyatakan sah apabila telah memenuhi pembuktian formil maupun ketentuan materil. Kekuatan pembuktian dari semua alat bukti tersebut bersifat bebas (volledigbewijskract) maksudnya alat alat bukti tersebut bersifat tidak sempurna dan bersifat tidak mengikat atau menentukan (beslissendebe wijskracht). Sedangkan nilai pembuktian dari seluruh alat bukti didasarkan pada keyakinan hakim. 32 Alat bukti yang sah diatur dalam pasal 184 KUHAP yaitu, Keterangan saksi, Keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. 31 Ibid., 32 Ibid., hal 266

17 17 2. Kerangka Konsep Kerangka konsepsional merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep konsep yang akan diteliti. Konsep (concept) adalah kata yang akan menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari gejala gejala tertentu. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep adalah defenisi. 33 Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca dan memahami penulisan dalam penelitian ini, maka dipandang untuk dijelaskan beberapa kerangka konseptual sebagaimana yang terdapat dibawah ini: a. Pertanggungjawaban pidana adalah merupakan unsur kesalahan yang terdapat dalam diri seseorang 34 b. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi orang yang melanggar larangan tersebut. 35 c. Penghinaan adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Kehormatan yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksuil. 36 d. Pelaku Tindak Pidana (Dader) Menurut Profesor Pompe yang harus dipandang sebagai pelaku itu adalah semua orang yang disebutkan dalam pasal 55 KUHP Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006) hal Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta: Penerbit Universitas, 1960) Hal Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana. Cetakan kedua. (Jakarta: Bina aksara, 1982) Hal R. Soesilo, Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1996), hal 225

18 18 Pasal 55 (1) KUHP yang berbunyi: 1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 38 e. Pembuktian adalah ketentuan ketentuan yang mengatur alat bukti- alat bukti yang dibenarkan undang undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. 39 f. Layanan pesan singkat atau surat masa singkat yang biasa disingkat SMS (Short Message Service) adalah suatu fasilitas untuk mengirim suatu pesan dan menerima singkat berupa teks melalui perangkat nirkabel, yaitu perangkat komunikasi telepon seluler dalam hal inisial perangkat nirkabel yang digunakan adalah telepon seluler. 40 G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriftif analitis yaitu penelitian ini hanya menggambarkan situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah 37 P.F.F. Lamintang, Dasar - Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997) hal Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana 39 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal Best Translation, diakses tanggal 3 Februari 2016, Pukul Wib

19 19 dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesis hipotesa atau teori teori. 41 Pengumpulan data dengan cara deksriftif ini dilakukan pendekatan jenis penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah suatu proses untuk menemukan aturan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 42 Jenis penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan Pendekatan Perundang undangan yang berlaku terkait dengan perumusan masalah yang akan dikaji dalam pembahasan dengan menggunakan kasus berupa putusan putusan pengadilan sebagai bahan kajian yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum terhadap perkara penghinaan melalui layanan pesan singkat atau SMS (Short Message Service) Sumber Bahan Hukum Sumber bahan penelitian yang dibutuhkan dalam hal ini adalah wujud sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum tertier. Jenis data tersebut diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yakni: 41 Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hal 299

20 20 a. Bahan hukum primer, yaitu bahan bahan hukum yang mengikat dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, terdiri dari: 1) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana 3) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana 4) Putusan Pengadilan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor: 45/Pid.Sus/2013/PN.Pt, Putusan Pengadilan Negeri Kendal Nomor: 232/Pid.B/2010/PN.Kdl, Putusan Pengadilan Negeri Sumenep Nomor: 70/Pid.B/2010/PN.SMP 5) Putusan MK Nomor 14/PUU-VI/2008 b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terutama adalah buku teks (text book) karena berisi mengenai prinsip prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan pandangan klasik para sarjana. Disamping buku teks, bahan hukum sekunder berupa tulisan tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal jurnal yang relevan dengan topik penelitian. c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.

21 21 3. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian tesis ini menggunakan teknik Penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian berupa putusan putusan pengadilan dan peraturan perundang undangan, dan buku buku. 4. Analisis Bahan Hukum Bahan hukum yang telah diperoleh selanjutnya akan di susun dan dianalisis secara kualitatif, terhadap data yang sifatnya kualitatif ditafsirkan secara yuridis, logis, dan sistematis dengan menggunakan metode deduktif melihat suatu peraturan perundang undangan yang berlaku secara umum dikaitkan dengan putusan putusan pengadilan negeri untuk dijadikan dasar hukum untuk mengkaji penerapan hukum, pembuktian dan pertanggungjawaban pidana pada pertimbangan hukum dalam putusan hakim dalam mengadili perkara ini.

BAB III PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini

BAB III PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini BAB III PENUTUP Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini penulis mencoba menyimpulkan hasil penulisan sesuai dengan masalah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. diketahui umum. Intinya, sebuah layanan pesan singkat yang dikirimkan. lebih tepat untuk menggunakan Undang-Undang ITE dikarenakan

BAB III PENUTUP. diketahui umum. Intinya, sebuah layanan pesan singkat yang dikirimkan. lebih tepat untuk menggunakan Undang-Undang ITE dikarenakan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terjadinya perbedaan penerapan hukum dalam kasus pencemaran nama baik melalui layanan pesan singkat disebabkan adanya perbedaan pendapat oleh aparat penegak hukum, Pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara demokrasi tuntutan masyarakat terhadap keterbukaan informasi semakin besar. Pada masa sekarang kemajuan teknologi informasi, media elektronika dan globalisasi

Lebih terperinci

USU Law Journal, Vol.5.No.1 (Januari 2017)

USU Law Journal, Vol.5.No.1 (Januari 2017) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGHINAAN MELALUI LAYANAN PESAN SINGKAT ATAU SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) (Studi Putusan: Pengadilan Negeri Sumenep Nomor: 70/Pid.B/2010/PN.SMP, Putusan Pengadilan Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan industri yang merupakan hasil dari budaya manusia membawa dampak positif, dalam arti teknologi dapat di daya gunakan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam Perspektif Hukum tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Upaya upaya yang dilakukan dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi BAB V PENUTUP A KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil keseluruhan pembahasan tersebut di atas, Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem eletronik adalah system computer yang mencakup perangkat keras lunak komputer, juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan teknologi dan. guna memenuhi kebutuhan dan melakukan interaksi atau komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan teknologi dan. guna memenuhi kebutuhan dan melakukan interaksi atau komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan teknologi dan komunikasi memberi kemudahan bagi manusia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar-Belakang Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada,

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Ali Wisnubroto, Praktek Peradilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Tujuan dari negara yang menganut sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era perkembangan teknologi informasi.fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi memegang peran yang penting baik di masa kini,

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi memegang peran yang penting baik di masa kini, 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi memegang peran yang penting baik di masa kini, maupun di masa yang akan datang. 4 Menurut Didik J. Rachbini, teknologi informasi dan media elektronika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu permasalahan. Dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belakangan marak diberitakan tentang tuduhan pencemaran nama baik oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list (milis), meneruskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, mengatakan bahwa Teknologi Informasi semakin dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Elsa Karina Br. Gultom Suhirman Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Regulation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa di era globalisasi perkembangan dan kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling menonjol adalah dengan hadirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) telah membawa perubahan besar dalam kehidupan umat manusia di seluruh dunia. Dengan kemampuan akal yang dimilikinya,

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB IV PENUTUP A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diringkas dalam suatu simpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan Ahli Psikolog dan Psikiater

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN Andrian Yoga Prastyanto 1 Heni Hendrawati 2 Abstrak Main hakim sendiri memang fenomena yang sering ditemui di tengah masyarakat sebagaimana

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan

Lebih terperinci

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apa yang sering dihasilkan oleh kemajuan teknologi, tentu mempunyai berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek penyalahgunaannya. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elektronik sudah mengalami perluasan terhadap Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. elektronik sudah mengalami perluasan terhadap Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenai alat bukti dalam hukum acara pidana dalam mengantisipasi meningkatnya tindak kejahatan dengan menggunakan sarana dan media informasi dan elektronik

Lebih terperinci