BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
|
|
- Sukarno Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah diperbaharui menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan adanya kedua UU tersebut, maka aspirasi daerah untuk melakukan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab akan terwujud. Konsekuensinya di satu sisi pemerintah daerah dituntut untuk menggali, meningkatkan sumber-sumber pendapatannya, dan di sisi lain peran pemerintah pusat semakin berkurang. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaan yang independen, misalnya pajak dan retribusi daerah, Sumber Daya Alam (SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) akan sangat menentukan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya itu. Selama ini pemerintah pusat mengontrol sedemikian ketat dan kaku pada pengeluaranpengeluaran daerah. Optimalisasi penerimaan pajak harus diartikan dalam konteks nasional bukan hanya dalam perspektif untuk kepentingan daerah semata. Hal ini 1
2 dapat dicapai jika sumber-sumber pajak yang penting dikelola oleh pusat. Kecuali untuk jenis-jenis pajak tertentu dan retribusi yang secara faktual memang lebih cocok dikelola oleh daerah daripada pusat. Oleh karena itu, orientasinya adalah bukan bagaimana pihak daerah atau pusat mendapatkan penerimaan yang sebesar-besarnya tetapi bagaimana aspek keadilan, efisiensi, dan transparansi dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) memberi kewenangan besar kepada daerah untuk memperluas jenis dan cakupan pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini juga memberikan fleksibilitas bagi daerah untuk memungut jenis pajak daerah dan retribusi daerah. Pasal 77 ayat (1) Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimilik, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Ayat (2), termasuk dalam pengertian bangunan adalah (1) jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; (2) jalan tol; (3) kolam renang; (4) pagar mewah; (5) tempat olah raga; (6) galangan kapal; (7) dermaga; (8) taman mewah; (9) tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak, dan (10) menara. Tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan ditetapkan paling tinggi 0,3 persen, yang ditetapkan dengan peraturan 2
3 daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan wilayahnya. Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh kepala daerah. Sebagai daerah otonom Kabupaten Sleman dituntut memiliki kemandirian dan kreativitas dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Pemerintah daerah harus dapat melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah. Salah satu sumber penerimaan daerah adalah manara telekomunikasi yang ditetapkan sebagai salah satu objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pengenaan pajak dan retribusi pengendalian menara Base Transceiver Station (BTS), ditujukan untuk meningkatkan pelayanan dan pengendalian daerah terhadap pembangunan dan pemeliharaan menara BTS. Dengan pengendalian ini, keberadaan menara akan memenuhi aspek tata ruang, keamanan, keselamatan, keindahan, dan sekaligus kepastian bagi pengusaha. Jumlah keseluruhan menara BTS di Kabupaten Sleman hingga saat ini berjumlah 245 menara BTS. Depok salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Lokasi ibu kota Kecamatan Depok berada di LS 3
4 dan BT. Kecamatan Depok merupakan wilayah dengan pertumbuhan paling pesat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berada di kawasan utara aglomerasi Kota Yogyakarta, Depok terasa istimewa dengan keberadaan berbagai perguruan tinggi, objek vital, dan kawasan pemukiman baru. Kawasan yang terdiri dari 3 desa dan 58 dusun ini sudah sedemikian menyatu dengan Kota Yogyakarta sehingga batasnya tidak kelihatan lagi karena perkembangannya yang pesat. Kecamatan Depok merupakan salah satu kecamatan yang paling banyak berdiri menara BTS, yaitu sebanyak 148 menara BTS, 12 menara telah memiliki Nomor Objek Pajak (NOP) yang ditetapkan oleh Direktorat Pajak Pratama Kabupaten Sleman pada tahun 2003, sampai saat ini belum dilakukan pembaharuan NOP sedangkan 136 menara belum ditetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) nya. Dalam rangka pengelolaan, pengoptimalisasian aset untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah. Pemberian diskresi dalam penetapan tarif pajak daerah dan retribusi daerah yang dalam pelaksanaannya berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, peran serta masyarakat, serta akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Sejalan dengan ditetapkannya UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pemerintah Kabupaten Sleman telah menindaklanjuti dengan menetapkan Peraturan Daerah Sleman No 11 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Sampai saat ini masih belum dilaksanakan dengan sepenuhnya terutama penentuan NJOP untuk menara BTS. Hal inilah yang mendasari penelitian tentang nilai wajar menara BTS dalam hubungannya dengan 4
5 penetuan NJOP untuk optimalisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 1.2 Keaslian Penelitian Keaslian dari penelitian ini menggunakan analisis pendekatan biaya dengan metode Depreciated Replacement Cost (DRC), yaitu biaya pembuatan baru (Replacement Cost New) dikurangi dengan biaya depresiasi (depreciation cost) sebagai alat analisis utama untuk menara BTS. Market comparison technique sebagai alat analisis tanah tempat berdirinya menara BTS di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, yang digunakan sebagai dasar penentuan NJOP untuk optimalisasi PBB. Di bawah ini diuraikan secara singkat mengenai hasil dari penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Kurniawan (2005), melakukan penelitian tentang analisis penilaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) terhadap nilai pasar di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui level of assessment antara Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan nilai pasar tanah, regresivitas atau progresivitas dalam penetapan NJOP, keseragaman ( equity) penetapan NJOP, dan potensi kehilangan pajak (tax-loss) PBB di Kecamatan Depok akibat under assesssment. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi under assessment terhadap penetapan NJOP baik diperumahan dan perkampungan (perumahan = Z hitung ;6,002>Z tabel ;1,96) dan perkampungan (t hitung ;21,669> t tabel ;2,00). Hasil Mann Whitney Test terjadi ketidakadilan ( inequity) (Z hitung ;4,41>Z tabel ;1,96) sehingga terjadi vertical inequity. Hasil Speratment Test menunjukkan terjadi progresivitas baik di perumahan maupun di perkampungan (t hitung ; postif dan 5
6 hasil COD/COV>15 persen), terjadi kehilangan pajak ( tax loss) PBB dari target optimalisasi sebesar Rp9,8 miliar per tahun di Kecamatan Depok, Sleman tahun 2005 akibat penetapan NJOP yang under assessment (mean; 0,487162). 2. Sohilait (2 005), menganalisis perbedaan penetapan PBB dengan nilai pasar, menganalisis progresivitas/regresivitas dalam penetapan nilai jual, dan menganalisis kerugian akibat hilangnya potensi pajak di Kabupaten Jayawijaya, menggunakan variabel NJOP, nilai pasar dan assessment ratio. Hasil analisis menunjukkan bahwa penetapan PBB terjadi under assessment dimana penetapannya tidak sesuai dengan nilai pasar. Nilai test untuk assessment progresivitas/regresivitas daerah perkotaan dan pedesaan diperoleh hasil bahwa t-hitung positif sesuai standar IAAO bahwa bila t-hitung positif maka terjadinya progresivitas. Indikasi kehilangan potensi pajak sebesar Rp9,8 miliar/tahun, ditunjukkan dengan mean gabungan sebesar 0,52 dan standar pokok target PBB adalah Rp12 miliar. 3. McMillen dan Weber (2006), melakukan analisis statistika dengan penilaian 10 unit properti residensial tahun 2003 dan harga jual properti tersebut pada tahun , menggunakan variabel 2 nd sales price, tax property dan assessment ratio dengan temuan bahwa model logit multinomial dapat terdistribusi oleh assessment ratio. 4. Dahlan M (2007), menganalisis assessment ratio penetapan PBB di Kabupaten Sindereng Rappang Provinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan data NJOP 3 kecamatan (MaritengngaE, Watang Pullu dan Tellu LimpoE) dan 6
7 harga transakasi tahun 2005 yang telah disesuaikan. Hasil analisis sebagai berikut. a. Assessment ratio masing-masing kecamatan berdistribusi normal. b. Dari analisis tendensi sentral, tingkat assessment ratio terendah dengan mean 0,61 dan rata-rata tertimbang 0,70 untuk Kecamatan Watang Pullu, Kecamatan MaritengngaE dengan mean 0,76 dan rata-rata tertimbang 0,72. Tingkat assessment ratio tertinggi di Kecamatan Tellu LimpoE dengan mean 0,75 dan rata-rata tertimbang 0,75. c. Analisis level of assessment, NJOP ditetapkan di bawah rata-rata level yang diinginkan sebesar 1 (100 persen) atau terjadi under assessment. d. Berdasarkan hasil analisis variabilitas diperoleh gambaran bahwa tingkat assessment ratio di semua kecamatan mempunyai tingkat variabilitas dan disperse (penyebaran) yang cukup besar. e. Uji keseragaman ( uniformity) rata-rata assessment ratio ditetapkan pada presentase yang tidak sama. 5. Raslanas (2010), melakukan penelitian tentang nilai pajak tanah dalam konsep pembangunan berkelanjutan untuk riil properti di Lithuania. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pentingnya pajak untuk sektor riil properti dalam sistem perpajakan Lithuania dan merencanakan pelaksanaan reformasi tersebut di masa depan. Pajak atas tanah disajikan sebagai salah satu alternatif untuk reformasi sistem perpajakan pada riill properti di Lithuania. Model yang disarankan untuk pajak real properti adalah dengan meramalkan penggantian pajak bangunan dan pajak atas sewa tanah dengan pajak pertambahan nilai 7
8 tanah saja yang diikuti dengan beberapa kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah Lithuania. Selain itu melakukan penilaian massal untuk penilaian dasar tanah untuk tujuan perpajakan, dan beberapa metode penilaian digunakan untuk mengontrol penilaian tersebut. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa biaya penilaian akan berkurang secara substansial, investasi untuk bangunan harus dirangsang, spekulasi tanah akan berkurang, akan mendorong pemilik baik untuk merenovasi atau untuk menghancurkan, membangun kembali bangunan yang lusuh dan bangunan berantakan, akan ada ketidak berpihakan lebih besar di wilayah perencanaan, tanah akan terhindar dan digunakan lebih efektif, meningkatkan jalan akan memperlambat bersama dengan konsumsi energi. Alam dan lanskap akan lebih baik diawetkan serta pertumbuhan harga tanah harus menurun. 6. Beckman (2013), melakukan penilaian terhadap menara BTS di New York dengan menggunakan pendekatan biaya untuk kepentingan pajak, dan menggunakan pendekatan pendapatan untuk menghitung arus kas serta memproyeksikan pendapatan yang akan diperoleh selama menara BTS tersebut beroperasi. 7. Hartoyo, dkk. (2014), menganalisis kinerja NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dan mencari solusi untuk kinerja yang buruk serta mengusulkan suatu model yang sesuai untuk mengukur potensi kerugian pajak di Jabodetabek. Berdasarkan pengujian tingkat penilaian, 13 kota di seluruh Jabodetabek yang dibuktikan dengan kinerja under-assessment, dengan tendensi sentral berkisar 0,610-0,888. Kinerja variabilitas COD, hanya di 4 kota di bawah 20 persen, dengan 8
9 variabilitas COV pada 4 (empat) kota di bawah 25 persen sedangkan yang lain melampaui batas tersebut. Pengujian tingkat ekuitas membuktikan bahwa dalam penentuan NJOP, 9 kota regresif, 1 kota progresif, dan hanya di 3 kota independen. Untuk kota yang kinerjanya kurang (miskin) perlu perbaikan atau koreksi melalui penilaian kembali, penilaian ulang atau dengan NJOP penyesuaian. 1.3 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini berdasarkan fakta atau realita tentang penerapan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah daerah (Pemda) Sleman dengan adanya UU tersebut telah menindaklajuti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Sleman No 11 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang di dalamnya menyebutkan menara merupakan salah satu objek pajak khusus. Dalam perhitungan penentuan PBB mengalami kendala terutama dalam penentuan nilai wajar menara sebagai dasar penentuan NJOP yang hingga saat ini Pemda Sleman belum menentukan nilai wajar untuk menara BTS. Rumusan masalah ini didasarkan pada upaya Pemda Sleman untuk memaksimalkan atau mengoptimalkan PBB khususnya untuk pajak dan retribusi menara BTS, dengan menentukan nilai wajar sebagai langkah awal dalam menentukan NJOP untuk optimalisasi PBB. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan masalah yang dipaparkan di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut. Berapakah nilai wajar menara BTS yang dapat 9
10 dijadikan sebagai dasar penentuan NJOP untuk optimalisasi PBB di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi nilai wajar menara BTS untuk wilayah Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman sebagai dasar penentuan NJOP untuk optimalisasi PBB. Penentuan nilai wajar tersebut diperoleh dengan pendekatan biaya menggunakan metode Depreciated Replacement Cost (DRC) yaitu biaya pembuatan baru ( Replacement Cost New) dikurangi dengan biaya depresiasi (depreciation cost), sebagai metode untuk mengestimasi nilai wajar menara BTS, dan untuk tanahnya diperoleh dari pendekatan perbandingan data pasar (sales comparison aproach). 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat Praktis Menjadi bahan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam menentukan nilai wajar menara BTS. Nilai wajar tersebut digunakan sebagai dasar penentuan NJOP di Kecamatan Depok untuk optimalisasi PBB Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah pengetahuan tentang penilaian properti untuk tujuan penetapan NJOP. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan biaya dengan metode Depreciated Replacement Cost yaitu Replacement Cost New (RCN) dikurangi dengan biaya depresiasi (depreciation cost), sebagai metode untuk mengestimasi nilai wajar menara BTS. Tanahnya diperoleh dari pendekatan perbandingan data 10
11 pasar ( sales comparison aproach) dan dapat menjadi referensi untuk penelitianpenelitian selanjutnya. 1.7 Sistematika Penulisan Dalam penelitian tesis ini, penyajiannya dibagi dalam empat bab. Bab I berisikan uraian latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II berisikan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu dan kerangka penelitian yang digunakan. Bab III berisikan desain penelitian, metode pengumpulan data, data penelitian, metode penentuan objek penelitian (menara BTS), waktu penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian dan metode analisis data. Bab IV terdiri dari deskripsi data dan pembahasan. Bab V yang merupakan bab terakhir yang berisikan simpulan dari hasil analisis, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran yang diperlukan untuk memperbaiki kelemahan yang ditemui di lapangan. 11
PENDAHULUAN. dan cakupan pajak daerah, retribusi daerah, serta pemberian fleksibilitas bagi
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kewenangan besar kepada daerah untuk memperluas jenis dan cakupan pajak daerah, retribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah telah disahkan pada tanggal 15 September 2009 dan mulai berlaku secara
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah disahkan pada tanggal 15 September 2009 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi, kabupaten/kota untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan pembantuan.
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dan tepat untuk diterapkan (Ismail, 2005: 1). Dengan pemberian otonomi secara
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Di negara yang memiliki sebaran wilayah kepulauan yang luas dengan keanekaragaman budaya majemuk seperti Indonesia ini, pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terbagi atas daerah-daerah kabupaten
Lebih terperinciOLEH: Yulazri M.Ak. CPA
OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 12 1985 Perubahan 12 1994 OBJEK PAJAK Pasal 2 ayat (1) BUMI BANGUNAN Adalah: Permukaan bumi yang meliputi tanah dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT
BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT 1. Pengertian Pajak Hukum pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksanakan)
Lebih terperinciBAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2
BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2 2.1. Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman. xiii xv xvi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Kebaruan (Novelty) 2 TINJAUAN
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Metode Assessment Sales Ratio Menurut Hartoyo (20013:1) Assessment sales ratio (ASR) adalah rasio atau perbandingan antara nilai yang digunakan untuk penetapan pajak
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO
PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG
1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN DAN PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLandasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a) Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan
39 BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Langkat Berdasarkan Peraturan Daerah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan Ada beberapa macam pengertian atau definisi mengenai pajak bumi bangunan yang diungkapkan oleh beberapa ahli, tetapi pada intinya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN,
Lebih terperinciDengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang
Lebih terperinciMENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT
MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu penerimaan negara yang saat ini sedang gencar-gencarnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penerimaan negara yang saat ini sedang gencar-gencarnya digalakkan adalah pajak. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam struktur pendapatan negara, Indonesia menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan terbesar yang mencakup pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi dan Bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu syarat dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dan metode untuk mempraktikan
Lebih terperinciDASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB
DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB I. Dasar Hukum Pemungutan PBB 1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : a. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu properti berwujud (Tangible Property) yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu properti berwujud (Tangible Property) yang sangat peka terhadap perkembangan. Perkembangan yang cukup pesat pada suatu daerah menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN A. UMUM Pajak Daerah dipungut berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem 1. Pengertian Sistem secara Umum Sistem adalah suatu sistem yang menyediakan informasi untuk manajemen pengambilan keputusan/kebijakan dan menjalankan operasional dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya otonomi daerah maka dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah, pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kondisi pembangunan yang semakin berkembang memberikan dampak yang sangat besar bagi negara kita, khususnya dibidang ekonomi. Pembangunan ekonomi bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peran penting dalam kehidupan bernegara terutama dalam menjalankan pemerintahan di suatu negara, karena diperlukan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Seiring dengan perkembangan perekonomian indonesia akan diikuti pula dengan kebijakan kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan/atau
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu ketersediaan
Lebih terperinciWALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak
Lebih terperinciBUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang
Lebih terperinciABSTRACT. Keywords : Effectiveness, contribution, land and building tax ABSTRAKSI
Efektifitas dan Kontribusi Pengalihan Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Peningkatan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Blora ALIF WISNU
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia pada tahun 1999 menjadi titik tolak tumbuh kembangnya desentralisasi fiskal yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi. Pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menggantikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
1 Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
Lebih terperinciBUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
SALINAN BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinci-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam. menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara.
BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,
PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Pajak Bumi
Lebih terperinciMASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH 1. Kebutuhan anggaran (fiscal need) dan kapasitas anggaran (fiscal capacity) tidak seimbang 2. Tanggapan negatif atas layanan publik. Rendahnya ketaatan membayar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau Jawa dikuasai oleh Inggris. Pada saat itu, pemerintahan yang dipimpin oleh Letnan Jendral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,
Lebih terperinciDEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PEDESAAN DAN PERKOTAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN: Undang Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Bumi dan Bangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pajak Daerah adalah salah satu sumber penerimaan Pemerintah Daerah yang diatur oleh konstitusi negara dalam Undang undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. 3.1 Gambaran Umum Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Umum Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 3.1.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Menurut Peraturan Daerah Kabupaten
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Nilai Waktu Uang Dalam Manajemen Keuangan Dr. Mamduh M. Hanafi (2008:83) menyatakan bahwa Rp1 juta yang diterima sekarang tentunya lebih bernilai dibanding
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BULELENG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BULELENG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN
QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciBUPATI MALUKU TENGGARA
SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU TENGGARA,
Lebih terperinciWALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini begitu banyak pembangunan di wilayah perkotaan atau di
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini begitu banyak pembangunan di wilayah perkotaan atau di pinggiran kota seiring berkembangnya zaman dan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Lebih terperinciKeterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Pada hari ini tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Perkembangan Negara yang semakin meningkat untuk memakmurkan rakyatnya disegala bidang yang membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki penerimaan dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar yaitu dari penerimaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak secara Umum Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 44 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 443TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Sistem otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diterapkan Indonesia sejak tahun 2004 mengharuskan pemerintah untuk menyerahkan beberapa urusan untuk diselesaikan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal
Lebih terperinciWALIKOTA PANGKALPINANG
WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SINGKAWANG
PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA PERATURAN DAERAH KONAWE UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada millennium keempat ini Indonesia memasuki era baru dalam sistem pemerintahannya. Otonomi Daerah, sebagai salah satu pilihan yang bermula pada awal 2001 bertepatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan pekembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial
Lebih terperinci