PERUBAHAN PARAMETER BIOGEOFISIK DAN LINGKUNGAN TPA SAMPAH LEUWIGAJAH PASCA BENCANA LONGSOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN PARAMETER BIOGEOFISIK DAN LINGKUNGAN TPA SAMPAH LEUWIGAJAH PASCA BENCANA LONGSOR"

Transkripsi

1 JRL Vol. 4 No.3 Hal Jakarta, September 2008 ISSN : PERUBAHAN PARAMETER BIOGEOFISIK DAN LINGKUNGAN TPA SAMPAH LEUWIGAJAH PASCA BENCANA LONGSOR Wahyu Purwanta Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. MH. Thamrin No 8, Gd II, Lt 19, Jakarta Abstract This study is conduct to evaluate the changes of biogeophysical aspects of Leuwigajah Dumping Area (TPA) after the slidding event of municipal solid wastes in It is necessary to reuse the TPA in the future through rehabilitation and revitalitation.the study is important due to the detail engineering design (DED) of new TPA which is still in an on going process, whereas need some consideration from technical and non-technical aspects. The result of geological survey showed that there is no significant changes in geological condition, whether the changes were found in groundwater and surface water quality, before and after the slidding event. At the other side, the result of existing solid waste material showed that a high heavy metals content was found in the bulk material. It is also found that the quality of degraded material yet is closed to compost, with a C/N ratio between 12,04 to 15,74. This compost-soil is recommended for daily cover soil at the TPA. So, before operating a new TPA, landfill mining must be done as initial activity.to reduce or minimize environmental impact the new TPA has to apply sanitary landfill method. Key words : biogeophysical, post slidding, Leuwigajah dumping area 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Secara administratif, Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) Leuwigajah terletak di Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi dan Desa Batujajar Timur Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung. Luasan TPA Leuwigajah 25,1 Ha, dimana kepemilikannya terbagi atas Kota Bandung 17 Ha, Kabupaten Bandung 5,5 Ha dan Kota Cimahi 2,6 Ha (BPLHD Jabar, 2005) Tulisan ini mencoba memaparkan hasil analisis terhadap kondisi biogeofisik lingkungan sekitar TPA Leuwigajah berdasarkan penelusuran putaka maupun hasil pengukuran langsung ke lapangan, sebagai antisipasi dan rekomendasi bagi penggunaan kembali TPA tersebut di masa datang. Aspek biogeofi sik suatu TPA merupakan salah satu prasyarat dalam penentuan lokasi TPA disamping aspek-aspek lain seperti hukum dan sosial ekonomi dan budaya. 2. Analisa Kondisi Pasca Longsor 2.1 Perubahan Fisik a. Bau Sampah (odors) Kondisi lingkungan disekitar TPA Leuwigajah pasca bencana longsor tidak higienis, lalat berterbangan dan bau menyengat telah tercium dari kejauhan. Evaluasi tidak langsung terhadap kebauan telah dilakukan oleh Satgas ITB dengan melakukan pengukuran Indeks-Lalat (Fly-Index=FI) dari pengukuran diperoleh keterangan bahwa sebelum terjadinya longsor nilai FI relatif lebih rendah yaitu area PD. Kebersihan (FI=118), Kampung Cireundeu (FI=12), Kampung Pojok (FI=13) dan Kampung Cilimus (FI=9). Tingginya rata-rata kepadatan lalat dibandingkan dengan angka standard lebih tinggi dibandingkan sebelum longsor, menunjukkan bahwa longsoran sampah dapat membawa permasalahan sanitasi, sehingga upaya proteksi sanitasi dan kesehatan lingkungan dilokasi tersebut sangat dibutuhkan. 171 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

2 b. Udara Ambien d. Kualitas Air Lindi (Leachate) Longsornya timbunan sampah Hasil pengambilan sampel lindi menunjukkan menyebabkan terbukanya ruang gerak udara yang semula terkumpul didalam timbunan. kualitas lindi dari TPA Leuwigajah. Sampel ini diambil dari salah satu saluran lindi, yaitu aliran Karena longsornya TPA sampah Leuwigajah lindi pada saluran yang lokasinya dekat dengan memungkinkan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas undara ambient. Indikator udara ambien disekitar TPA yang paling dominan adalah kehadiran CO 2 dan CH 4. Hasil penelitian Satgas ITB diperoleh keterangan bahwa didalam area yang tertimbun sampah, CO 2 yang diukur berada diatas rata-rata kualitas udara ambien. pemukiman. Lindi tersebut memiliki kualitas limbah cair yang buruk, dimana terdapat banyak parameter yang melebihi baku mutu kualitas limbah cair sesuai Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun Parameter tersebut adalah Zat Padat Terlarut (TDS), Zat Padat Tersuspensi (TSS), Besi (Fe) terlarut, Kadmium (Cd), Nikel (Ni), Sulfida c. Gas Bio (CO 2 dan CH 4 ) (H 2 S), Timbal (Pb), Fenol, Amoniak bebas (NH 3 -N), Nitrit (NO 2 -N), BOD, COD dan minyak nabati. Berdasarkan penelitian Satgas ITB, Tingginya parameter organik berasal sampling ditimbunan sampah menunjukkan dari penguraian material-material organik yang bahwa gas-bio yang diukur berada diatas ratarata kualitas udara ambien dan walaupun terdapat dalam sampah. Disamping itu dalam sampel yang diperiksa ditemukan beberapa timbunan sampah telah mengalami longsoran logam berbahaya seperti Timbal (Pb), Kadmium yang cukup lama, namun tetap berpotensi (Cd) dan Nikel (Ni), yang mengindikasikan bahwa menghasilkan gas-bio yang relatif tinggi logam-logam tersebut akan terakumulasi dalam khususnya CO 2, yang mengindikasikan perlunya lingkungan sekitar secara terus-menerus dan kehati-hatian pada saat dilakukan penataan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran yang longsoran kelak. Dengan sifat gas CO 2 yang serius terhadap tanah, badan air penerima dan lebih berat dibanding udara, maka perlu juga air tanah sekitar lokasi TPA. Hasil pemeriksaan kehati-hatian kemungkinan infi ltrasi gas ini ke kualitas air lindi dari TPA Leuwigajah pra dan sumur-sumur sekitarnya, khususnya pada sumur pasca bencana disajikan dalam tabel berikut. yang ditutup. Tabel 1. Perbandingan Kualitas Lindi Pra (2003) dan Pasca Bencana Longsor (2005) No. Parameter Rentang Hasil Pengukuran Pra (2003) Pasca (2005) Baku Mutu Limbah Cair Gol. 1 *) 1 TDS DO 0,2 0,35 0,3 0,4-3 Nitrit 0,467 0, Sulfi da (H2S) BOD COD 3594, ,2 889, Fe 3,21 13,19 9,1 9, Pb 0,096 0,112 0,06 0, *) SK. Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

3 Pada Tabel tersebut di atas tampak bahwa hampir seluruh nilai hasil pengukuran pada tahun 2003, sebelum terjadi bencana, lebih tinggi daripada nilai pada tahun 2005 pasca bencana. Perbedaan nilai tersebut dimungkinkan karena telah terjadinya degradasi dan dekomposisi senyawa-senyawa kimia dari material sampah. Selain itu sejak bencana terjadi, TPA ini ditutup sehingga tidak terjadi penambahan material sampah baru, bahkan untuk Nitrit dan H 2 S sudah dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. e. Kualitas Air Permukaan Hasil pengujian laboratorium terhadap kualitas air Sungai Cireundeu menunjukkan adanya beberapa parameter yang melewati baku mutu yaitu warna, kekeruhan, Nitrit (NO 2 -N), seng (Zn), Sulfi da H 2 S), Fenol, BOD dan COD. Adanya parameter nitrit, seng, sulfi de dan fenol yang cukup tinggi tidak dapat dipastikan penyebabnya, dan perlu penelitian lebih lanjut. Namun sebagai gambaran kondisi lingkungan sekitar, terdapat aktivitas warga di Kampung Cireundeu yang memiliki mata pencaharian sebagai penghasil bahan makanan yang berasal dari singkong serta adanya aktivitas warga kampung yang memanfaatkan Sungai Cireundeu untuk pencucian plastik-plastik yang berasal dari TPA dan bernilai ekonomis. Tabel 2 menunjukkan hasil analisa air Sungai Cireundeu di bagian hulu sebelum pertemuan dengan aliran lindi dan di hilir setelah pertemuan dengan dua aliran lindi dari TPA, Hasil pengukuran pada tahun 2003 sebelum terjadinya bencana longsor. Adapun kondisi saat studi ini dilakukan kondisi Sungai Cireundeu mengalami kekeringan karena memasuki musim kemarau. Air yang ada pada sungai tersebut saat ini hanya pada lokasi-lokasi tertentu dan tidak mengalir, itupun merupakan air rembesan dan buangan dari kakus dan kamar mandi warga sekitar serta lindi. Kondisi air tersebut digunakan oleh para pemulung untuk mencuci plastik hasil pulungannya, sehingga secara teknis dan kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan atau pengukuran terhadap air sungai tersebut. f. Kualitas Air Tanah Penduduk di sekitar lokasi TPA Leuwigajah ini mendapatkan sumber air dari air tanah yang berupa mata air (di kampung Cireundeu), sumur gali (di kampong Pojok dan Cilimus) dan sumur bor (kampung Cilimus). Jarak antara aliran sungai Cireundeu yang tercemar dengan sumur warga di kampung Cilimus sekitar meter. Hasil pemeriksaan air tanah yang berasal dari sumur-sumur penduduk, menunjukkan bahwa pada sumur yang terletak di kampung Pojok terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu. Pada pengambilan sampel di sumur tersebut, lokasi sumur memiliki elevasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pemukiman penduduk di sekitarnya. Adanya beberapa parameter yang melewati baku mutu dimungkinkan karena adanya aktivitas penduduk di kampong Pojok, yang sebagian besar pemulung, membawa barang hasil pulungannya untuk diolah di rumahnya, seperti plastik-plastik untuk dicuci. Selain itu, kampung Pojok posisinya dekat dengan lokasi penggalian batuan golongan C yang berada tepat di atas kampung. Tingginya beberapa parameter pada kualitas air tanah juga dipengaruhi oleh dekatnya jarak antara sumur-sumur yang dipergunakan sebagai sumber air minum dengan lokasi jamban/ kamar mandi warga setempat yang berjarak kurang dari 10 m. Meskipun tidak dapat disimpulkan dengan pasti penyebabnya, namun pengelolaan terhadap kualitas air tanah di kampung Pojok tetap harus dilakukan. Tabel 3 menunjukkan hasil pemeriksaan kualitas air pada sumur-sumur warga kampung Cireundeu, Pojok dan Cilimus. Untuk mengetahui kualitas air tanah di daerah atau lokasi TPA ini dilakukan pengambilan sampel terhadap tiga buah sumur yang saat ini dan kedepan masih digunakan oleh warga untuk kebutuhan air minum dan air bersih sehari-hari. Sampel air diambil dari kampung Cireundeu, kampung Gunung Leutik dan Kampung Cibungur, yang pada saat nanti bila TPA ini dibuka kembali, sumur-sumur tersebut diperkirakan masih digunakan oleh warga sekitar TPA dan sampai saat ini lokasi tersebut tidak termasuk ke dalam rencana pembebasan lahan untuk perluasan TPA. 173 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

4 Tabel 2. Parameter Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Cireundeu (Juli 2003) No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Air Sungai Cireundeu Baku Mutu Air *) Hulu Hilir Fisika 1 Suhu o C 23,5 27,3 Suhu Udara Normal 2 Kekeruhan NTU 10,16 72,8 5 3 Zat Padat Terlarut mg/l Zat Padat Tersuspensi mg/l 8,23 56,8 5 Warna TCU 20 Hitam 15 6 Daya Hantar Listrik Mhos/cm Kimia 1 ph 7,21 8,22 6,5 8,5 2 DO mg/l 6,7 0,2 3 3 Air Raksa (Hg) ppb 0,06 0,6 0,001 4 Arsen (As) mg/l < 0,02 < 0,02 0,05 5 Barium (Ba) mg/l 0,043 0, Besi (Fe) Terlarut mg/l 0,7 1, Boron (B) mg/l 0 0, Fluorida (F) mg/l ,5 9 Kadmium (Cd) mg/l 0,006 0,043 0,01 10 Kesadahan CaCO 3 ) mg/l 94,15 779,1 500 (gol A) 11 Klorida (Cl) mg/l 1, , Krom Total (Cr6+) mg/l 0,019 0,157 0,05 13 Mangan (Mn) Terlarut mg/l 0 0 0,5 14 Natrium (Na) mg/l 9, (gol A) 15 Nitrat (NO 3 -N) mg/l 0,457 4, Nitrit (NO 2 -N) mg/l 0,081 1,022 0,06 17 Perak (Ag) mg/l 0,005 0,028 0,05 (gol A) 18 Selenium (Se) mg/l < 0, ,01 19 Seng (Zn) mg/l 0,159 0,327 0,02 20 Sulfat (SO 4 ) mg/l 4,2 455, Sulfi da (H 2 S) mg/l < 0, , Tembaga (Cu) mg/l 0,019 0,087 0,02 23 Timbal (Pb) mg/l < 0,010 0,08 0,03 24 Zat Organik (KMnO 4 ) mg/l 7, (gol A) 25 Fenol mg/l 0,04 0,931 0,01 26 MBAS mg/l 0,086 2,184 0,5 27 BOD mg/l 7,9 2059, COD mg/l 12, , Magnesium (Mg) mg/l 8,36 151,85 30 Ammonium (NH 4 -N) mg/l 0 14,544 0,02 Ket : *) Kep. Gub. Jabar 39/2000Gol. B,C,D Sumber : PD Kebersihan JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

5 Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tanah di Sekitar TPA, Juli 2003 No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Air Sumur Warga Cireundeu Pojok Cilimus PP N0. 20 Tahun 1990 Golongan A Fisika 1 Suhu o C 25,1 24,4 27,4 2 Kekeruhan NTU 0,76 3,82 1, Zat Padat Terlarut mg/l Zat Padat Tersuspensi mg/l 0,6 3,09 0,96 5 Warna TCU Daya Hantar Listrik Mhos/cm Kimia 1 ph 6 6,5 6,4 6,5 8,5 2 DO mg/l 5,1 5,5 6,3 3 Air Raksa (Hg) ppb 0,12 0,24 0,12 0,001 4 Arsen (As) mg/l < 0,02 < 0,02 < 0,02 0,05 5 Barium (Ba) mg/l 0,01 0,285 0, Besi (Fe) Terlarut mg/l 0,06 0,49 0,02 0,3 7 Boron (B) mg/l Fluorida (F) mg/l 0,1 0,05 0,05 0,5 9 Kadmium (Cd) mg/l < 0,005 0, Kesadahan CaCO3) mg/l 108,76 103,9 206, Klorida (Cl) mg/l 3,88 11,69 10, Krom Total (Cr6+) mg/l 0,002 < 0,002 0,007 0,05 13 Mangan (Mn) Terlarut mg/l ,1 14 Natrium (Na) mg/l 12,86 16,79 16, Nitrat (NO3-N) mg/l 1,088 1,798 1, Nitrit (NO2-N) mg/l 0,081 1,415 0, Perak (Ag) mg/l 0,005 < 0,005 0,05 18 Selenium (Se) mg/l 0,005 0,01 19 Seng (Zn) mg/l 0,02 0,005 0, Sulfat (SO4) mg/l 6,75 7, Sulfi da (H2S) mg/l < 0,14 22 Tembaga (Cu) mg/l 0,003 0,003 0, Timbal (Pb) mg/l < 0,01 0,02 0,05 24 Zat Organik (KmnO4) mg/l 0,9 6,32 3, Fenol mg/l 0,027 0,04 0,04 26 MBAS mg/l 0,043 0,541 0,144 0,5 27 BOD mg/l 9 13,6 12,2 28 COD mg/l 10,296 38,844 39, Magnesium (Mg) mg/l 8,75 6,7 17,35 30 Ammonium (NH4-N) mg/l Sumber : PD. Kebersihan, Juli JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

6 Hasil pemeriksaan kualitas air tanah yang berasal dari sumur warga tersebut, menunjukkan adanya beberapa parameter yang melebihi standar baku mutu air bersih yang mengacu kepada Permenkes No. 416/Men. Kes./Per./IX/1990. Yaitu parameter kandungan besi, mangan terlarut dan zat organik (KMNO4) yang melebihi batas maksimal yang diijinkan yang terdapat pada sumur warga yang berasal dari kampung Cibungur, sedangkan parameter lainnya masih di bawah batas maksimum, tetapi sebagian besar parameter lebih tinggi dari kualitas air sumur yang berasal dari dua kampung lainnya. Kualitas air yang berasal dari sumur di kampung Cireundeu dan Gunung Leutik, semua parameter yang diukur masih di bawah batas maksimum yang diijinkan berdasarkan permenkes tersebut di atas.kualitas air sumur yang berasal dari kampung Cibungur, yang berbeda dari dua kampung lainnya dikarenakan lokasi sumur tersebut yang lebih dekat, sekitar 40 m dari sungai Cireundeu yang mengalami pencemaran dari air lindi TPA. Juga letaknya lebih rendah dari sungai tersebut. 2.2 Perubahan Timbulan Sampah Dalam penelitian komposisi material sampah TPA Leuwigajah pasca longsor oleh tim PTL-BPPT pada 15 September 2005, fraksi sampah yang berukuran kurang dari 1 cm tidak dipilah sesuai dengan jenisnya karena pelaksanaan pemilahannya sudah sulit dilakukan. Oleh karena itu, pemilahan hanya dilakukan terhadap fraksi yang berukuran lebih dari 1 cm. Dari Tabel 4 terlihat bahwa material yang berukuran lebih besar dari 1 cm sebanyak 45,78 persen, sedangkan yang berukuran lebih kecil dari 1 cm sebanyak 54,22 persen, Komposisi fraksi yang berukuran lebih besar dari 1 cm komposisinya dapat dilihat pada Tabel 5. dari tabel tersebut terlihat bahwa material organik seperti daun, sisa makanan, sisa buahbuahan dan sebagainya sudah tidak didapatkan lagi karena sudah terurai menjadi material yang lebih kecil lagi atau menjadi kompos. Demikian juga material kertas, sudah tidak terdapat lagi di lokasi TPA. Seperti material organik lainnya, kertas kemungkinan besar sudah terurai. Tabel 4. Komposisi Rata-rata Sampah TPA Pasca Longsor No. Komponen Komposisi (% berat) 1 Organik (sisa makanan, daun, dll). 0% 2 Kertas 0% 3 Plastik 19,50% 4 Kayu 3,09% 5 Kain/tekstil 3,96% 6 Karet/Kulit Tiruan 1,00% 7 Logam/metal 0,51% 8 Gelas/kaca 1,42% 9 Sampah Bongkahan 9,04% 10 Sampah Khusus Beracun (B3) 0,46% 11 Lain-lain (pampers, tulang, dsb.) 6,81% Jumlah sampel berukuran > 1 cm 45,78% 12 Jumlah sampel berukuran < 1cm 54,22% Jumlah total sampel 100,00% Sumber : Survei PTL-BPPT, JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

7 Material organik yang masih tersisa yaitu ranting atau potongan kayu dengan jumlah sekitar 3,09 persen. Material tersebut peruraiannya memerlukan waktu yang lama karena mengandung selulosa yang tinggi. Dalam proses peruraian anaerobik di dalam TPA, selulosa tidak dapat terurai dengan mudah. Material plastik komposisinya cukup signifikan yaitu sebanyak 19,50 persen. Material plastik cukup banyak karena sifatnya yang tidak mudah terurai secara alamiah. Dari sejumlah itu, komposisi masing-masing jenis plastiknya dapat dilihat pada Tabel 4. dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa plastik lembaran putih, plastik kresek, dan plastik bungkus makanan jumlahnya dominan yaitu 38,31 persen, 33,05 persen dan 15,03 persen secara berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemakaian masyarakat terhadap ketiga jenis plastik tersebut cukup banyak. Plastik bekas mainan anak-anak jumlah sebanyak 3,02 persen, sedangkan karung pastik 2,45 persen. Material plastik lainnya seperti gelas air mineral, naso, himpek, spon, sandal, styrofoam, PE dan BS jumlah berkisar antara 0,10 sampai 1,66 persen. Tabel 5. Komposisi Rata-rata Sampah Plastik Berukuran > 1 cm No. Komponen Komposisi (% Berat) 1 Mainan 3,02 2 Aqua gelas 0,16 3 PE 1,33 4 Botol Aqua 0,00 5 Naso 0,10 6 Himpek 1,09 7 Spon 1,32 8 Sandal 1,66 9 BS 0,48 10 Styrofoam 0,65 11 Bungkus Mie/ Makanan 15,03 12 Plastik lembaran kresek 33,05 13 Plastik lembaran putih 38,31 14 Tali Rafi a 1,34 15 Karung Plastik 2,45 Total 100,00 Sumber : Survei PTL-BPPT, JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

8 Sementara karakteristik fi sika dan kimiawi tanah kompos di lahan bekas TPA Leuwigajah yang disampling dari 25 titik timbulan sampah pada tahun 2005 oleh BPPT, menghasilkan beberapa parameter kunci di Tabel 6. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Kegiatan Penyusunan DED TPA Leuwigajah BPLHD 2006 pada bulan Juli 2006, dari luasan hamparan longsoran sampah serta topografi yang terukur, maka dapat dihitung besar volume sampah TPA Leuwigajah yatu sebesar 3,1 juta m3. Tabel 6. Karakteristik Kompos dari TPA Leuwigajah Parameter Satuan Rata-rata Kadar Abu % 57,308 C Organik % 14,468 N-Organik % 0,85 N-NH4 % 0,118 N-NO3 % 0,084 N-Total % 1,052 P2O5 % 0,876 K2O % 0,428 Rasio C/N - 13,75 ph - 7,44 Cu ppm 350 Zn ppm 104 Pb ppm 243 Cr ppm 220 Sumber : Survei PTL-BPPT, Kesimpulan Dari hasil survey kondisi terkini terhadap aspek fisik lingkungan eks TPA Leuwigajah didapati bahwa secara geologi dan geohidrologi tidak ada perubahan yang signifikan, sehingga apabila akan dipergunakan kembali sebagai TPA, telah memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam SNI , hanya perlu diperhatikan penanganan adanya aliran mata air di sisi barat lokasi agar tidak terus menerus membasahi sampah dan menimbulkan lindi yang berlebihan serta ketidakstabilan tumpukan sampah. Guna mencegah terjadinya dampak serius ke lingkungan maupun bencana longsor, maka perlu penanganan gas dan lindi serta sistem penumpukan dan kemiringan sampah yang kesemuanya menerapkan teknologi sanitary landfill yang taat azas. Sebelum dioperasikan kembali, material sampah yang ada hendaknya dilakukan pengolahan dengan metode landfill mining yang tepat, mengingat karakteristik material sampah yang ada saat ini, yakni; Kandungan logam berat Cu, Pb dan Cr di atas ambang batas dimana sebagai ilustrasi standard kompos negara Jerman secara berturutturut 100, 150 dan 100 ppm. Rasio C/N (12,04 15,74) sudah mendekati rasio C/N tanah (12) dan sudah masuk kriteria kompos matang (<20), sedang kandungan N-NH 4 (+ 10 % dari N total) yang menunjukan kompos matang. Kandungan C organik antara 13,04 16,53 % menggambarkan kandungan bahan yang rendah dengan kemungkinan tingginya kontaminan. Disarankan tanah kompos yang ada saat ini dapat diaplikasikan sebagai tanah penutup harian TPA jika kelak dioperasikan kembali dengan sistem dan teknologi yang baru. 178 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

9 Daftar Pustaka 1. BPLHD-Jabar, 2005, Great Bandung Waste Management Corporation Consultant Report, Materi Presentasi-II Proses Pembentukan GBWMC. 2. Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1994, SNI Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah 3. Damanhuri, E.,1995. Teknik Pembuangan Akhir. Diktat - Teknik Lingkungan ITB 4. Diana Pramanik, Analisis Kualitas Air di TPA Leuwigajah dan Lingkungan Sekitarnya. Mahasiswa Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan ITB bersama PD. Kebersihan Kota Bandung. 5. Geodinamik Konsultan, PT., 2006, Penyusunan Audit Lingkungan TPA Leuwigajah Pasca Longsor, Materi Paparan Workshop 6. Pemkot Bandung, 2006, Penanggulangan Sampah dan Rencana Pabrik Pengolahan Sampah Kota Bandung, Materi Presentasi di Bappenas 23 Juni PD. Kebersihan, Laporan Hasil Studi Geolistrik dan Geoteknik di Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung. 179 JRL Vol. 4 No. 3, September 2008 :

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur Hari/ Tgl Menara Fahutan No Jam Meteran terbaca Volume Ketinggian Air Di Air Menara Terpakai Keterangan (m 3 ) (m 3 ) (m 3 ) 1 6:00

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU 85 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 416/MENKES/PER/IX/1990 TANGGAL : 3 SEPTEMBER 1990 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No Parameter Satuan A. FISIKA Bau Jumlah

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM I. PARAMETER WAJIB No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan 1. Parameter

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. berturut turut disajikan pada Tabel 5.1.

BAB V HASIL PENELITIAN. berturut turut disajikan pada Tabel 5.1. 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Aspek Teknis 5.1.1 Data Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk Kabupaten Jembrana selama 10 tahun terakir berturut turut disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1.

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU

EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU Afandi Andi Basri,1), Nieke Karnaningroem 2) 1) Teknik Sanitasi Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Teknik Lingkungan FTSP

Lebih terperinci

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 16 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG

Lebih terperinci

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12 LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-080-IDN Bahan atau produk yang Jenis Pengujian atau sifat-sifat yang Spesifikasi, metode pengujian, teknik yang Kimia/Fisika Pangan Olahan dan Pakan Kadar

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR I. DATA PEMOHON Data Pemohon Baru Perpanjangan Pembaharuan/ Perubahan Nama Perusahaan Jenis Usaha / Kegiatan Alamat........

Lebih terperinci

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU ISSN 2085-0050 ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU Subardi Bali, Abu Hanifah Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau e-mail:

Lebih terperinci

Air mineral SNI 3553:2015

Air mineral SNI 3553:2015 Standar Nasional Indonesia ICS 67.160.20 Air mineral Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah RI No. 20 tahun 1990, tanggal 5 Juni 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air

Peraturan Pemerintah RI No. 20 tahun 1990, tanggal 5 Juni 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air Lampiran Peraturan Pemerintah RI No. 20 tahun 1990, tanggal 5 Juni 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air A. Daftar Kriteria Kualitas Air Golonagan A (Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No Seri D

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No Seri D LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No. 27 2000 Seri D PERATURAN DAERAH JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2000 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN BAKU MUTU AIR PADA SUNGAI CITARUM DAN ANAK-ANAK SUNGAINYA DI JAWA BARAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pusat Teknologi Lingkungan, (PTL) BPPT 1

Pusat Teknologi Lingkungan, (PTL) BPPT 1 Bab i pendahuluan Masalah pencemaran lingkungan oleh air limbah saat ini sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan seperti halnya di DKI Jakarta. Beban polutan organik yang dibuang ke badan sungai atau

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK

EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK Hadi Iswanto 1) dan Nieke Karnaningroem 2) 1) Teknik Sanitasi Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Konsentrasi zat di titik sampling masuk dan keluar Hari/ mingg u WT H (jam) Masu k Seeding

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

PENENTUAN STATUS MUTU AIR PENENTUAN STATUS MUTU AIR I. METODE STORET I.. URAIAN METODE STORET Metode STORET ialah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 59 Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 60 Lampiran 2. Diagram alir pengolahan air oleh PDAM TP Bogor 61 Lampiran 3. Perbandingan antara kualitas air baku dengan baku mutu pemerintah

Lebih terperinci

Lampiran F - Kumpulan Data

Lampiran F - Kumpulan Data Lampiran F - Kumpulan Data TABEL 1.1.d. PEMANTAUAN KUALITAS AIR Jenis Perairan : Sungai Code Tahun Data : Desember 2006 Air Klas III Titik 1 Titik 2 1 1 Residu terlarut *** mg/l 1000 245 280 2 Residu tersuspensi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM TERHADAP KAN- DUNGAN CU. ZN, CN, NI, AG DAN SO4 DALAM AIR TANAH BEBAS DI DESA BANGUNTAPAN, BANTUL

PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM TERHADAP KAN- DUNGAN CU. ZN, CN, NI, AG DAN SO4 DALAM AIR TANAH BEBAS DI DESA BANGUNTAPAN, BANTUL 59 PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM TERHADAP KAN- DUNGAN CU. ZN, CN, NI, AG DAN SO4 DALAM AIR TANAH BEBAS DI DESA BANGUNTAPAN, BANTUL The Effect of Liquid Waste on The Content of Cu. Zn, Cn,

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :...

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :... Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT I. INFORMASI UMUM A. Pemohon 1. Nama Pemohon :... 2. Jabatan :... 3. Alamat :...

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-607-IDN Fisika/Kimia/ Tepung terigu Keadaan produk: Bentuk, Bau, Warna SNI 3751-2009, butir A.1 Mikrobiologi Benda asing SNI 3751-2009, butir A.2 Serangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/330/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/330/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/330/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN LABORATORIUM PERUSAHAAN UMUM JASA TIRTA I SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kampus IPB Dramaga dan dilakukan dari bulan Juni hingga bulan Oktober 2010. 3. 2 Alat dan Bahan 3.2.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Profil IPAL Sewon Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal Januari 1994 Desember 1995 yang kemudian dioperasikan pada tahun 1996. IPAL Sewon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

POTENSI HIDROLOGI DANAU DAN LAHAN GAMBUT SEBAGAI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DANAU AIR HITAM, PEDAMARAN, OKI)

POTENSI HIDROLOGI DANAU DAN LAHAN GAMBUT SEBAGAI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DANAU AIR HITAM, PEDAMARAN, OKI) POTENSI HIDROLOGI DANAU DAN LAHAN GAMBUT SEBAGAI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DANAU AIR HITAM, PEDAMARAN, OKI) Muh Bambang Prayitno dan Sabaruddin Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

DINAMIKA KUALITAS DAN KELAYAKAN AIR WADUK SEI HARAPAN UNTUK BAHAN BAKU AIR MINUM

DINAMIKA KUALITAS DAN KELAYAKAN AIR WADUK SEI HARAPAN UNTUK BAHAN BAKU AIR MINUM DINAMIKA KUALITAS DAN KELAYAKAN AIR WADUK SEI HARAPAN UNTUK BAHAN BAKU AIR MINUM Yudhi Soetrisno GARNO Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,

Lebih terperinci

Penentuan status mutu air dengan sistem STORET di Kecamatan Bantar Gebang

Penentuan status mutu air dengan sistem STORET di Kecamatan Bantar Gebang Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 2 Juni 27: 113118 Penentuan status mutu air dengan sistem STORET di Kecamatan Bantar Gebang Bethy Carolina Matahelumual Pusat Lingkungan Geologi, Jln. Diponegoro No.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar

BAB V PEMBAHASAN. mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar 68 BAB V PEMBAHASAN Salah satu parameter penentu kualitas air adalah parameter TDS, yang mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam air akan mempengaruhi besar kecilnya DHL yang dihasilkan. Daya hantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

Air mineral alami SNI 6242:2015

Air mineral alami SNI 6242:2015 Standar Nasional Indonesia Air mineral alami ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air

PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air SALINAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syaratsyarat Dan Pengawasan Kualitas Air MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan sehingga tidak menimbulkan dampak yang membahayakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI ATAS PENGAWASAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang

Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang Puti Sri Komala, Novia Loeis Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya. Air juga diperlukan untuk mengatur suhu tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya. Air juga diperlukan untuk mengatur suhu tubuh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan. Semua makhluk hidup memerlukan air. Tanpa air tidak akan ada kehidupan. Demikian pula manusia tidak

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-028-IDN Alamat Bidang Pengujian : Jl. Jend. Ahmad Yani No. 315, Surabaya 60234 Bahan atau produk Gaplek SNI 01-2905-1992 butir 7.1 Pati Serat Pasir/Silika

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun dari kegiatan industri. Volume sampah yang dihasilkan berbanding lurus

BAB I PENDAHULUAN. maupun dari kegiatan industri. Volume sampah yang dihasilkan berbanding lurus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa dari aktivitas manusia yang sudah tidak diinginkan karena dianggap tidak berguna lagi. Sampah dihasilkan dari aktivitas rumah tangga maupun dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH NOMOR 07 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR DAN SEDIMEN DASAR SUNGAI KUTAI LAMA-KAB. KUTAI KARTANEGARA SEBAGAI PERTIMBANGAN AWAL RENCANA PENGERUKAN

KAJIAN KUALITAS AIR DAN SEDIMEN DASAR SUNGAI KUTAI LAMA-KAB. KUTAI KARTANEGARA SEBAGAI PERTIMBANGAN AWAL RENCANA PENGERUKAN KAJIAN KUALITAS AIR DAN SEDIMEN DASAR SUNGAI KUTAI LAMA-KAB. KUTAI KARTANEGARA SEBAGAI PERTIMBANGAN AWAL RENCANA PENGERUKAN Mardi Wibowo Balai Teknologi Infrstruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai BPPT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NO. 13 2000 SERI D KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 28 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUNTUKAN AIR DAN BAKU MUTU AIR PADA SUNGAI CIWULAN DAN SUNGAI CILANGLA DI JAWA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 21/ KPTS/013/2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 21/ KPTS/013/2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 21/ KPTS/013/2005 TENTANG PENUNJUKAN LABORATORIUM BALAI BESAR TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (BBTKLPPM) SURABAYA

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI LABORATORIUM LINGKUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa melestarikan

Lebih terperinci

DATA KUALITAS AIR HASIL PEMANTAUAN TAHUN Tabel. 1. Data Hasil Analisis Laboratorium Pemantauan Kualitas Air Sungai Kabupaten Paniai

DATA KUALITAS AIR HASIL PEMANTAUAN TAHUN Tabel. 1. Data Hasil Analisis Laboratorium Pemantauan Kualitas Air Sungai Kabupaten Paniai DATA KUALITAS AIR HASIL PEMANTAUAN TAHUN 05 Tabel.. Data Hasil Analisis Laboratorium Pemantauan Kualitas Air Sungai Kabupaten Paniai Temp TDS TSS ph BOD5 COD DO NH3-N Cl F NO3-N NO-N PO4-P SO4 S-HS 0,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut No. Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1 Kecerahan a m Coral: >5 Mangrove : - Lamun : >3 2 Kebauan - Alami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bakung desa Keteguhan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung, jarak Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL)

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG

ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG Yenni Ruslinda*, Raida Hayati Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis, 25163 *E-mail: yenni@ft.unand.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR, 4. Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Jasa Tirta I ;

GUBERNUR JAWA TIMUR, 4. Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Jasa Tirta I ; GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 28 / KPTS/013/2005 TENTANG PENUNJUKAN LABORATORIUM KUALITAS AIR PERUSAHAAN UMUM JASA TIRTA (PIT) I SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17,504 pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km 2, dan memiliki panjang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna. Di Pipet

LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna. Di Pipet LAMPIRAN A : Bagan Uji Pendugaan, Penegasan dan Sempurna Benda uji Tabung reaksi berisi laktosa broth Di Pipet Diinkubasi pada suhu 35 ± 0,5ºC selama 24 jam Tahap Pendugaan Gas + dalam 24 jam Gas dalam

Lebih terperinci

ARAHAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BLOK OFFICE KABUPATEN MALANG

ARAHAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BLOK OFFICE KABUPATEN MALANG Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 0 ARAHAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BLOK OFFICE KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM Oleh IRMA PUDRI4RII R. F 26.1489 1993 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM lpdstltut PERTANIAN BOGOR B O G Q R Irma Andriani R. F 26.1489. studi Kualitas Air Sungai Cisadane Sebagai Bahan Baku Pasokan Air untuk

Lebih terperinci

DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL TAHUN 2015

DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL TAHUN 2015 DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL No : Kulonprogo Parameter Satuan Baku Mutu 1 2 3 4 5 6 7 1 Suhu udara ± 3 C thd suhu 31 32 31 32 32 33 33 29 29 29 29,5 30 30 33 3 Bau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi, air sangat penting bagi pemeliharaan bentuk kehidupan. Tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari

Lebih terperinci

ANALISIS BOD dan COD DI SUNGAI SROYO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI DI KECAMATAN JATEN

ANALISIS BOD dan COD DI SUNGAI SROYO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI DI KECAMATAN JATEN ISBN : 979-498-467-1 Kimia Anorganik, Analitik, Fisika, dan Lingkungan ANALISIS BOD dan COD DI SUNGAI SROYO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI DI KECAMATAN JATEN Nanik Dwi Nurhayati Program Studi P.Kimia FKIP UNS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air yang jernih, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini : Gambar 3.1 Tahapan Penelitian III-1 3.1 Penelitian Pendahuluan

Lebih terperinci