BAB IV ANALISIS. A. Struktur Novel Pasung Jiwa. Kajian pertama dilakukan melalui struktur karya sastra, yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS. A. Struktur Novel Pasung Jiwa. Kajian pertama dilakukan melalui struktur karya sastra, yaitu"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS A. Struktur Novel Pasung Jiwa Kajian pertama dilakukan melalui struktur karya sastra, yaitu mengungkapkan struktur karya sastra dilihat dari unsur-unsur yang membangun dalam karya sastra itu. Struktur karya sastra dapat diterapkan melalui oposisi biner untuk melihat makna karya sastra. Menurut Goldmann, karya sastra adalah ekspresi pandangan dunia pengarang secara imajiner sehingga dalam karya sastra terkandung pandangan dunia pengarang yang dapat ditemukan melalui tokohtokoh, objek-objek, dan relasi-relasi antartokoh dan objek yang berlangsung secara imajiner (Anwar, 2010:114). Pengarang menggunakan tokoh, objek, dan relasi antartokoh dan objek sebagai alat untuk mengungkapkan gagasannya yang menjadi wakil gagasan subjek kolektif. Berikut pemaparan mengenai oposisi manusia dan lingkungan sosial dalam novel PJ. 1. Oposisi dalam Novel PJ Oposisi dalam novel PJ adalah sebagai berikut: Tabel 1 Oposisi dalam Novel Pasung Jiwa No. Liberalis Konservatif Versus 1. miskin kaya 2. menerima perubahan tidak menerima perubahan 24

2 25 3. Jalanan rumah sakit jiwa 4. musik dangdut musik klasik 5. pandangan minoritas pandangan mayoritas 6. lemah kuat 7. menentang tatanan menjaga tatanan 8. HAM hukum 9. Ketidakadilan keadilan 10. Korban korupsi 11. keprihatinan ketidakpedulian 12. ketakutan kebebasan 13. tak berdaya kuasa 14. kehidupan kematian 15. Desa kota 16. perempuan laki-laki 17. Rakyat agama dan negara Struktur teks mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan memberikan penolakan terhadap aturan dan nilai mapan yang memasung kebebasan manusia. Teks ini memberikan reaksi menentang tradisi yang bersifat mengatur dan menjaga tatanan tanpa memperhatikan kebebasan manusia. Keberadaan kekuasaan dalam bingkai aturan, nilai, norma, adat, dan tradisi telah memasung kebebasan manusia. Berdasarkan penggolongan oposisi lingkungan sosial di atas, terdapat dua kubu yang saling bertentangan, yaitu liberalis versus konservatif. Kubu liberalis

3 26 ditandai dengan memusatkan perhatiannya dengan menerima perubahan dan perbedaan. Kubu liberalis menghendaki adanya suatu kebebasan individu dalam segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, dan agama. Berbanding terbalik dengan kubu konservatif, mereka memusatkan perhatiannya dengan percaya pada nilai yang dibentuk oleh praktik tradisi. Kelompok konservatif cenderung tidak menyukai dan tidak menerima perubahan ataupun ide-ide baru. Mereka memiliki pandangan untuk melindungi dan melestarikan nilai-nilai yang dibentuk oleh tradisi dalam masyarakat. Oposisi miskin dengan kaya menunjukkan adanya pertentangan kehidupan kelompok liberalis dengan kelompok konservatif. Kemiskinan menjadi fenomena yang selalu menerpa kondisi pembangunan di Indonesia. Kesenjangan ekonomi menjadi salah satu faktor yang memicu ketidakstabilan pembangunan. Dari penjaga kuburan aku tahu, rumah Ibu diambil oleh rentenir yang memberinya utangan. Utang Ibu tak banyak tapi terus beranak. Tiap hari rentenir bolak-balik ke rumah Ibu, tapi Ibu tetap tak bisa membayar sepersen pun. Ibu yang sakit-sakitan hanya makan dari pemberian tetangga. Tapi Ibu meninggal bukan karena sakitnya. Nggantung nganggo jarik, kata penjaga kuburan itu (Madasari, ). Relasi ini menunjukkan adanya hubungan pihak tidak berdaya dan pihak kuasa. Kubu kaya dapat melakukan hal sesuka hatinya karena mereka memiliki materi dan kekuasaan untuk berkehendak bebas. Masyarakat miskin cenderung tertindas oleh tradisi yang kolot. Kelompok liberalis identik lemah dan sulit untuk mendapatkan hak-haknya. Kelompok konservatif diidentikan kuat karena mereka melakukan penjagaan terhadap tatanan dalam lingkungannya. Relasi ini menunjukkan terampasnya hak-hak kelompok liberalis karena dominasi kelompok konservatif. Kehidupan yang dialami oleh Jaka dan ibunya tersebut

4 27 memperlihatkan kegagalan pembangunan yang tidak tersebar secara merata. Posisi kelompok liberalis menjadi semakin tertekan karena dominasi golongan penguasa sebagai representasi dari tradisi yang membatasi kebebasan individu. Oposisi manusia dalam novel PJ menunjukkan perlawanan yang terjadi antara kelompok liberalis dan konservatif. Selanjutnya dijelaskan mengenai perlawanan kelompok liberalis terhadap tradisi yang termanifestasikan dalam kutipan novel PJ. Oposisi menerima perubahan dan tidak menerima perubahan terletak pada hubungan Sasana sebagai anak dengan orang tua. Hubungan tersebut menunjukkan adanya relasi kekuasaan tradisi pada struktur keluarga. Hal pertama yang dikenal anak adalah keluarga. Manusia memulai mengenal keluarga dan aturan-aturan yang diterapkan dalam keluarga tersebut. Artinya, keluarga adalah hal pertama yang dihadapi dan menjadi pembatas kebebasan manusia. Orang tua merupakan representasi dari kelompok konservatif. Orang tua menjadi penentu mengenai aturan-aturan yang diterapkan kepada seluruh anggota keluarga, terutama anak. Secara tidak langsung, anak berada di bawah kekuasaan orang tua. Masa depan dan pendidikan anak tidak terlepas dari campur tangan orang tua. Kebebasan seorang anak justru mendapat tekanan dari keluarga. Kekolotan orang tua Sasana dalam mendidik anak memiliki cara pandang percaya pada tradisi yang berlaku di lingkungannya. Berbeda dengan Sasana sebagai representasi kelompok liberalis yang menghendaki kebebasan dalam menentukan pilihan sendiri tanpa ikut campur dari kedua orang tuanya. Saat itu aku sadar, selama ini aku salah. Memainkan piano tak sekedar memainkan alat yang bisa dilakukan siapa saja. Selama ini aku memang tak suka. Tapi aku bisa melakukannya karena aku ingin menunjukkan aku bisa. Karena aku ingin membuat Ayah dan Ibu bahagia (Madasari, 2013:23).

5 28 Keluarga tidak hanya menjadi pembatas kebebasan seorang anak. Posisi keluarga juga dapat menjadi kekuatan dan sumber semangat untuk meraih sesuatu. Orang tua akan melakukan sesuatu untuk kebahagiaan anak-anaknya. Pemahaman yang berbeda justru menjadi penyebab pembatasan kebebasan. Oposisi jalanan dengan rumah sakit jiwa dan rumah menunjukkan suatu hubungan pertentangan. Rumah menunjukkan simbol adanya awal pembatasan kebebasan yang dialami oleh manusia. Begitu pula dengan rumah sakit jiwa yang menunjukkan simbol sarana untuk mematikan kebebasan orang-orang yang dirawat di dalamnya. Rumah sakit jiwa merupakan simbol ketidakbebasan. Oposisi ini ditunjukkan melalui kutipan berikut: Setiap kata yang baru diucapkan Masita menjadi penghiburan bagiku. Dokter jwa tidak akan dibutuhkan lagi jika setiap orang berpikiran seperti dia. Dan itu artinya segala penelitiannya untuk bisa jadi dokter jiwa akan sia-sia. Tempat ini justru membunuh jiwa kalian, kata Masita. Bukankah di luar sana juga sama? tanyaku. Di sini kami dikungkung teralis dan tembok-tembok tinggi. Di luar sana kami diikat oleh aturan dan moral. (Madasari, 2013:151). Rumah sakit jiwa yang disimbolkan mematikan kebebasan menjadi wujud kungkungan secara fisik. Aturan dan moral menjadi simbol pembatasan kebebasan secara psikis. Pembatasan kebebasan ditujukan untuk kelompok liberalis. Berbagai aturan dan nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat menjadi penentu jalannya roda kehidupan. Manusia secara langsung mematuhi berbagai aturan dan nilai yang sebenarnya justru mengekang kebebasan mereka. Siapa saja yang menyalahi aturan dan nilai-nilai yang sudah ditetapkan dalam masyarakat akan tersingkirkan, termarginalkan, dan terkucilkan. Dampaknya, manusia yang melanggar aturan-aturan tersebut akan dianggap sakit jiwa dan perlu mendapat pengobatan.

6 29 Kehendak kebebasan menjadi suatu hal yang mahal bagi kelompok liberalis. Pemusatan kekuasaan pada aturan-aturan yang tercipta semakin membuat posisi mereka lemah dan tidak berdaya. Posisi aturan dan nilai menjadi berkuasa dan berperan untuk membatasi. Kelompok liberalis tidak dapat dengan bebas mengekspresikan kehendak kebebasan yang menjadi tujuan hidupnya. Rumah sakit jiwa beroposisi dengan jalanan. Jalanan disimbolkan sebagai kebebasan untuk mengembangkan diri. Oposisi musik dangdut dengan musik klasik menegaskan adanya pertentangan. Musik dangdut disimbolkan sebagai pandangan minoritas dan musik klasik disimbolkan sebagai pandangan mayoritas. Musik seperti itu tidak baik, Sasana, kata Ayah. Musiknya orang mabuk, orang yang tidak pernah sekolah. Kamu lihat sendiri kan, semalam banyak orang mabuk? (Madasari, 2013:23). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa pandangan Ayah mewakili pandangan kelompok konservatif bahwa musik dangdut adalah musik milik orang-orang tidak berpendidikan. Pandangan-pandangan mayoritas tersebut selalu menekan pandangan minoritas. Tekanan tersebut menyebabkan pandangan minoritas selalu menunjukkan kekalahan. Sebaliknya, pandangan mayoritas dalam masyarakat selalu mendapatkan kemenangan dan dianggap benar. Oposisi pandangan mayoritas dengan pandangan minoritas juga terdapat dalam kutipan sebagai berikut. Mereka yakin musik yang dimainkan dengan piano itu akan memberikan kecerdasan pada anak-anak mereka. Itu keyakinan yang mereka dapat dari buku-buku yang mereka baca. Aku dan Melati menjadi perwujudan keyakinan itudan aku telah memberikan buktinya. Anak laki-laki yang baik, penurut, penuh kasih sayang, dan cerdas. Lebih dari itu aku pandai bermain piano. Hal yang menjadi obsesi mereka berdua. Akulah anak kesayangan dan kebanggaan (Madasari, 2013:17).

7 30 Oposisi ini menunjukkan adanya pembatasan kebebasan akibat perbedaan pandangan. Keberadaan pandangan minoritas selalu menjumpai kekalahan apabila berhadapan dengan pandangan mayoritas. Kebebasan individu tidak dapat terwujud apabila selalu ada pemaksaan kehendak akibat perbedaan pandangan. Pemahaman yang berbeda menimbulkan konflik dalam kehidupan sosial. Oposisi selanjutnya adalah lemah dan kuat yang menunjukkan hubungan pertentangan. Kelompok liberalis berada pada pihak lemah, sedangkan kelompok konservatif berada pada pihak kuat. Oposisi ini menunjukkan pertentangan kelas antara kelompok liberalis dengan konservatif. Pandangan kelompok liberalis menganggap perlakukan kelompok konservatif yang kolot, tidak modern, dan kuno telah membatasi kebebasan individu Keberadaan tradisi semakin mendominasi dan memperbudak kelompok liberalis. Oposisi lemah dan kuat terletak pada hubungan Sasana dengan Dark Geng dan ormas agama. Sasana terjebak dalam aturan-aturan yang dibuat oleh Dark Geng. Munculnya kelompok manusia untuk berkumpul dipicu karena memiliki persamaan cara berpikir dalam menanggapi sesuatu. Selain itu, nasib yang sama juga menjadi faktor manusia untuk membentuk suatu kelompok sosial. Banyaknya kelompok sosial secara tidak langsung juga mengindikasikan banyaknya pandangan yang berbeda. Situasi demikian menyebabkan konflik yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. konflik yang terjadi merupakan pertentangan antara kelompok liberalis dengan kelompok konservatif. Pemaksaan kehendak tidak dapat dihindari karena perbedaan pandangan. Kelompok konservatif dengan menjaga tradisi berperan melakukan pemaksaan kehendak untuk menyamakan

8 31 cara pandang mereka. Cara yang dilakukan dapat berupa kekerasan fisik dan psikis seperti memukul, memeras, mengintimidasi, bahkan mencibir. Ayah berbalik menghadap Ibu. Dia diam sebentar lalu menggeleng. Yayasan tak berani. Mereka minta Sasana yang dipindahkan. Demi kebaikan bersama... (Madasari, 2013:44). Hubungan Sasana dengan Dark Geng menunjukkan hubungan antara kelompok liberalis dengan aturan yang terbentuk dalam lingkungan. Hubungan tersebut menunjukkan adanya ketimpangan struktur sosial antara masyarakat kelas bawah dengan masyarakat kelas atas. Perjuangan mendapatkan hak asasi kemanusiaan bagi kelompok liberalis sangat sulit untuk didapatkan. Kelompok konservatif menggunakan tradisi untuk menjaga tatanan dan menggunakan aturan untuk membatasi kebebasan manusia. Dark Geng sebagai kelompok radikal menggunakan aturan yang dimilikinya untuk mengintimidasi Sasana sebagai wakil kelompok liberalis. Oposisi Sasana sebagai representasi kelompok liberalis berhadapan dengan kelompok radikal ormas agama. Oposisi ini memiliki penjelasan yang sama dengan oposisi sebelumnya. Oposisi ditunjukkan pada kutipan sebagai berikut: Kawan-kawan laskar terus bergerak. Kami hancurkan semua botol minuman dengan gelas-gelas yang bertebaran di meja-meja. Lampu kerlap-kerlip di langit-langit ruangan juga jadi sasaran. Pengunjung kafe berteriak ketakutan, ada juga yang sampai menangis. Kebanyakan anak-anak muda. Salah sendiri, siapa suruh berkeliaran di tempat maksiat seperti ini? (Madasari, 2013:267). Kelompok radikal melakukan pemaksaan kehendak dengan melakukan tindakan anarkis. Kelompok radikal ini merupakan simbol pandangan agama yang konservatif terkait dengan nilai-nilai yang menyertainya. Kelompok radikal melakukan pemaksaan kehendak terhadap sesuatu yang dianggap menyimpang.

9 32 Ormas agama memiliki cara pandang dengan menjaga tradisi dan menolak perubahan yang bertentangan dengan nilai dan norma yang diyakininya. Hubungan antara kelompok liberalis dengan ormas agama sebagai representasi kelompok konservatif juga menunjukkan hubungan antara tidak berdaya dengan kuasa. Ketidakberdayaan Sasana menghadapi ormas agama menunjukkan kekalahan kelompok liberalis terhadap tradisi dominan yang ada dalam masyarakat. Hubungan tersebut juga menandai adanya perbedaan pendapat antar kelompok dalam masyarakat. Perbedaan pendapat tersebut dimenangkan oleh pendapat dominan yang menganggap sikap Sasana adalah perbuatan menyimpang dan harus mendapatkan hukuman. Pilihannya menjadi seorang transgender mendapatkan kecaman dalam masyarakat karena pendapat dominan menganggap transgender adalah perbuatan yang menyimpang norma-norma dalam masyarakat. Nasib kelompok liberalis harus kalah dengan dominasi tradisi. Sikap kelompok konservatif yang memaksakan kehendak orang lain telah mengarah pada bentuk pelanggaran hak asasi. Kelompok liberalis yang merasa hak-haknya telah dirampas tidak hanya tinggal diam. Mereka memperjuangkan kebebasan dengan menggugat yang seharusnya didapatkan oleh setiap individu. Hal tersebut dibuktikan melalui oposisi HAM dengan hukum dalam kutipan berikut. Jadi siapakah yang memimpin sidang? Hakim atau orang-orang itu? hakim terlihat tak punya nyali. Diteriaki sedikit saja ia langsung mengubah cara bertanya. Hakim itu hanya mau cari aman sendiri. Kebenaran ada ketika banyak orang yang mengatakannya. Keadilan diukur dari jumlah orang yang mendukung. Aku hanya seorang diri. Tanpa dukungan, tanpa ada orang-orang dibelakangku. Apalah artinya membela orang sepertiku, ketika segala sesuatu di negeri ini ditentukan dengan jumlah? Setan-setan berjubah putih itu dianggap suara banyak orang. Lebih baik mendengarkan mereka, bergabung dengan kekuatan yang berkuasa. Itulah mental picik orang-orang di

10 33 sekitarku. Termasuk mereka yang seharusnya memutuskan secara adil (Madasari, 2013: ). Oposisi tersebut menjelaskan mengenai tindakan penegak hukum dalam mengambil keputusan. Kritik sosial mengenai hukum di Indonesia ingin dimunculkan pengarang melalui oposisi ini. Ketidaktegasan hukum telah memutarbalikkan keadaan. Hukum seharusnya berfungsi sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Permainan hukum berdampak pada penyimpangan hak asasi kemanusiaan. Kutipan tersebut juga mewakili oposisi berikutnya, yaitu ketidakadilan dan keadilan. Tidak semua orang dapat merasakan keadilan, khususnya bagi kelompok liberalis. Mereka menuntut keadilan terhadap dominasi tradisi yang dijaga oleh kelompok konservatif. Mereka memandang tradisi yang berperan membatasi menjadi tidak adil bagi kelompok liberalis. Keberadaan kelompok liberalis tidak mendapatkan tempat di lingkungan masyarakat. Pada era demokrasi, manusia memiliki kedudukan yang sederajat. Semua memiliki hak untuk mendapatkan kebebasan untuk hidup dalam suatu negara. Pemaknaan demokrasi yang tidak dapat dipahami oleh seluruh rakyat mengakibatkan demokrasi digunakan sebagai kebebasan yang merugikan orang lain. Di Indonesia pada era Reformasi ini tidak semua orang juga memahami makna demokrasi sehingga penerapan yang dipaksakan tidak sesuai dengan kondisi objektif bangsa. Pada kenyataannya kondisi tersebut menimbulkan banyak konflik dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Oposisi selanjutnya adalah penentang tatanan dengan penjaga tatanan Oposisi tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut.

11 34 Setiap hari mereka melakukan hal sama. Membawaku ke luar dari sel, menanyaiku sekali-dua kali, lalu sisanya mereka menggunakan tubuhku untuk melayani mereka. Aku sudah kehilangan harapan, sampai pada hari keempat belas, mereka membawaku keluar dari gedung itu. Baru aku tahu di mana sebenarnya aku berada selama ini. Kantor Koramil (Madasari, 2013: 100). Hubungan antara tahanan dengan Koramil menunjukkan adanya pihak lemah dan kuat. Koramil digolongkan dalam kelompok konservatif yang ingin menjaga tatanan. Berbanding dengan Sasana yang digolongkan dalam kelompok liberalis yang ingin menentang tatanan. Sasana harus mendekam di penjara setelah melakukan demonstrasi bersama teman-temanya. Tindakan Sasana menentang tatanan didasari oleh keinginan untuk mendapatkan kebebasan dalam mengekspresikan diri. Sasana melakukan perlawanan terhadap tatanan sebagai simbol melawan tradisi. Tradisi kerap dipertaankan dan dijaga oleh kelompok konservatif. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda dengan kelompok liberalis. Sasana mendapatkan perlakuan tidak adil dari petugas Koramil. Sasana mendapatkan kekerasan fisik berupa pemukulan dan juga psikis berupa pelecehan seksual. Sebagai tahanan ia tidak mendapatkan hak-haknya. Begitu pula sebagai manusia, ia mendapatkan pelecehan yang membuat harga dirinya hancur dan mengalami goncangan kejiwaan. Tindakan Sasana dalam menentang tatanan harus berurusan dengan kelompok yang ingin menjaga tatanan. Perlakukan yang diterima Sasana menunjukkan kekalahan yang dihadapi Sasana dalam memperjuangkan kehendak bebas. Petugas Koramil merupakan salah satu petugas yang bekerja demi pertahanan dan keamanan negara beserta warganya. Namun, perlakuan yang dilakukan oleh petugas Koramil telah menyimpang dari tujuan utama melindungi keamanan warga negara. Perlakuan semena-mena dan main hakim sendiri

12 35 menunjukan penjajahan kebebasan yang dilakukan kelompok konservatif, dalam hal ini petugas keamanan terhadap tahanan. Tahanan seharusnya tetap mendapatkan hak asasi sebagai manusia, yaitu mendapatkan perlindungan negara, bukan perlakuan semena-mena. Oposisi penjaga tatanan dengan penentang tatanan juga terlihat dari relasi Orkes Melayu Sasa dengan petugas keamanan. Oposisi tersebut juga memiliki penjelasan yang sama dengan oposisi sebelumnya. DOR! Bunyi tembakan menghentikan kami semua. Polisi dan tentara sudah ada disekeliling kami. Tak terlalu banyak bicara senapan kini ada di belakang kepala kami. Ikuti kata mereka atau peluru akan menembus kepala. Kami digiring untuk masuk ke truk tentara (Madasari, 2013:95-96). Pertentangan yang terjadi antara Orkes Melayu Sasa dengan petugas keamanan dilatarbelakangi karena hilangnya Marsini. Usaha yang dilakukan untuk mencari keadilan harus berhadapan dengan pihak keamanan yang memiliki kekuasaan. Kekuasaan petugas keamanan tersebut memiliki wewenang untuk menghukum seseorang yang bersalah dan menggunakan senjata. Memang wewenang yang dimiliki petugas keamanan tersebut bertujuan untuk menjaga perdamaian dan menghukum siapa saja yang berbuat kericuhan. Kericuhan yang dilakukan oleh Orkes Melayu Sasa bertentangan dengan wewenang pihak keamanan. Upaya yang dilakukan kelompok orkes bertujuan mencari perhatian kepada masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan oleh Orkes Melayu Sasa ditunjukkan dengan memainkan alat musik dan tarian erotis. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi masih mendapatkan berbagai pembatasan dalam kehidupan bermasyarakat.

13 36 Demonstrasi merupakan pernyataan protes yang dikemukakan secara massal. Unjuk rasa yang dilakukan kelompok liberalis merupakan wujud protes kekecewaan terhadap tradisi yang intoleran. Kelompok liberalis memperjuangkan keadilan karena posisi mereka tidak diakui. Perlawanan yang dilakukan guna mencapai tujuan yaitu terpenuhinya hak mereka sebagai rakyat yang hidup dalam suatu negara. Oposisi korban dengan korupsi terdapat dalam kutipan berikut. Bener. Negara kita ini sudah bubrah. Lha, pemerintahnya saja bromocorah, sahut salah satu dari mereka. Kita ini korban. Korban pemerintahan yang ndak bener. Korban pejabat yang serakah, kata yang lainnya lagi (Madasari, 2013:66). Posisi rakyat sebagai korban merasa dirugikan karena sikap pemerintah yang tidak amanat dengan tugasnya. Fenomena korupsi menjadi hal yang selalu dihadapi dalam setiap pemerintahan. Negara yang seharusnya menjadi tempat pengayom untuk seluruh rakyatnya berbalik menjadi pengayom untuk sebagian orang. Para pejabat yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kekuasaannya untuk merampas uang rakyat. Kutipan tersebut merupakan wujud kritik sosial terkait permasalahan tradisi yang ingin disampaikan pengarang. Oposisi selanjutnya mengenai keprihatinan dan ketidakpedulian terlihat melalui kutipan berikut. Dapat uang berapa tadi? tanya salah satu dari mereka. Berapa ini... paling cuma buat makan sehari, jawab Cak Jek. Nah itu dia. Selamanya nasib kita akan seperti ini. Kerja, makan, kerja, makan, kata orang itu lagi. Masa kita mau seperti ini terus? Kita harus melakukan perubahan, lanjutnya. Aku dan Cak Jek saling melirik. Bener. Negara kita ini sudah bubrah. Lha, pemerintahnya saja bromocorah, sahut salah satu dari mereka. Kita ini korban. Korban pemerintah yang ndak bener. Korban pejabat yang serakah, kata yang lainnya lagi. Aku dan Cak Jek hanya diam. Kami sama-sama bingung.

14 37 Kita harus melawan. Jangan diam saja kalau sudah bisa makan, kata mereka lagi. Pandangannya serius menatap kami. (...) Ya, kita harus berjuang! seru beberapa dari mereka hampir bersamaan(madasari, 2013:66-67). Permasalahan tradisi yang mengakar dalam lingkungan struktur teks memunculkan keprihatinan. Keprihatinan ditunjukkan oleh kelompok liberalis atas keterbelengguan mereka karena ulah kelompok konservatif. Keprihatinan kelompok liberalis bertentangan dengan ketidakpedulian kelompok konservatif. Kelompok konservatif memiliki pandangan menentang tindakan sewenangwenang yang menyimpang dari aturan yang berlaku. Kondisi yang tidak menguntungkan tersebut memunculkan perlawanan golongan liberalis. Mereka melawan untuk memperjuangkan hak kebebasan yang seharusnya tidak dibatasi oleh sistem peraturan. Kaelan (2015:84) mendefinisikan manusia berdasarkan pandangan liberalisme, sebagai manusia pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Sejalan dengan pemahaman bahwa manusia sebagai makhluk pribadi dan berperan sebagai individu yang bebas seharusnya tidak ada kekuasaan yang mengekangnya. Kehidupan masyarakat yang memiliki perbedaan pandangan menyimpan potensi konflik mengakibatkan manusia akan menjadi ancaman bagi manusia lainnya. Manusia akan bereaksi dengan membuat suatu perlindungan terhadap dirinya sendiri dengan bentuk perlindungan bersama atas kepentingan bersama. Oposisi selanjutnya mengenai kebebasan dengan ketakutan. Maksud oposisi tersebut ingin menegaskan kebebasan memang harus diperjuangkan. Makna kebebasan terletak pada keberanian untuk mendapatkannya. Kebebasan

15 38 bertentangan dengan ketakutan. Menurut ideologi liberalisme kebebasan merupakan nilai tertinggi dalam hidup (Kaelan, 2015:84). Manusia akan mendapatkan kebebasan apabila mereka tidak memiliki perasaan takut untuk melakukan sesuatu. Ketidakberdayaan akan menjumpai manusia yang berhadapan dengan kekuasaan. Hal ini terwujud dalam kutipan berikut: Tapi jika ceritaku tak berlanjut esok pagi, ikutlah berbahagia! Aku telah bebas. Sebab aku tak lagi takut. Sebab aku tak lagi menyerah dan berserah karena takut. Bukankah itu kebebasan yang sesungguhnya? (Madasari, 2013:10). Oposisi tak berdaya dengan kuasa dapat diketahui dari hubungan antara Jaka, Marsini, dan Kalina sebagai buruh dengan pemilik modal terlihat pada kutipan berikut: Setiap hari dari jam delapan pagi sampai jam empat sore, aku berdiri di hadapan meja besar ini, mengusap dan memasang ratusan bahkan bisa sampai ribuan kaca setiap hari. Pikiranku sudah mati. Aku bekerja sudah tidak pakai otak lagi. Yang penting tanganku ini terus bergerak, mengulang hal yang sama persis setiap menitnya. Aku sekarang adalah mesin. Bergerak sesuai apa yang sudah diperintahkan, mengulang saja apa yang sudah dilakukan kemarin dan kemarinnya lagi (Madasari, 2013: ). Kemunculan pabrik mengindikasikan adanya peralihan kekuasaan pemerintah ke pemilik modal. Sistem ekonomi pasar bebas mengakibatkan berkuasanya pemodal yang menggeser peran pemerintah. Relasi antara buruh dengan pemilik modal menunjukkan adanya hubungan yang merugikan bagi pihak buruh. Buruh mendapatkan perlakuan tidak adil dalam kuasa pemilik modal. Buruh dijadikan sebagai alat pemenuh kebutuhan produksi pabrik. Sebagai sumber daya manusia, para pekerja tersebut tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya. Mereka dituntut untuk bekerja produktif setiap hari sehingga menyebabkan mereka kehilangan hak sebagai manusia. Mereka juga

16 39 menghadapi belenggu sosial karena tidak dapat bersosialisasi ataupun berorganisasi karena berada di bawah tekanan target produksi yang harus dicapai setiap harinya. Posisi buruh termarginalkan karena ulah pemilik modal yang tidak mempedulikan hak dan kesejahteraan yang seharusnya didapatkan oleh buruh. Buruh sebagai manusia memiliki kesempatan untuk mendapatkan kehidupan layak untuk bertahan hidup. Buruh diperlakukan sebagai mesin-mesin yang tidak memerlukan otak dalam bekerja. Tenaga mereka diperas sepanjang hari dengan upah minimum bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Upah rendah yang diberikan kepada buruh menjadi strategi kelompok kapitalis agar mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan kembali. Kelompok buruh mengalami belenggu ekonomi karena kuatnya dominasi kelompok kapitalis. Oposisi selanjutnya, Elis, seorang pelacur merupakan representasi kelompok liberalis dengan pemilik SINTAI, sebagai penguasa. Oposisi tersebut ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut: Tidak buat saya semua, Mas. Bosnya kan juga mesti disetori, katanya. Makanya kalau ditambahi juga boleh. Biar bagian saya jadi tambah banyak, bisiknya tepat ditelingaku. Berapa yang mesti disetor? tanyaku. Mukanya kini tampak masam. Tiap terima tamu satu jam saya cuma dapat lima ribu, Mas. (Madasari, 2013:175). Relasi antara pelacur dan mucikari juga memiliki hubungan yang merugikan. Posisi pelacur dapat dikatakan sebagai buruh yang bekerja kepada kapitalis yang memiliki sarana tempat. Pelacur termarginalkan dengan mengalami belenggu ekonomi karena dominasi kapitalis. Buruh memiliki ketidakberdayaan karena penghasilan minim. Sebagai pekerja, buruh mendapatkan upah yang tidak sepadan atas pekerjaan yang ia lakukan. Kapitalisme menimbulkan ketidakadilan

17 40 bagi kelompok buruh yang menjadi pekerja. Kesenjangan ekonomi yang dirasakan kelompok buruh membuat mereka tidak berdaya dan bekerja dengan upah rendah. Kelompok kapitalis memiliki kebebasan karena penguasaan alat-alat produksi. Kekuasaan menjadi sumber kekuatan pemilik modal untuk menekan posisi pekerja. Oposisi kehidupan dengan kematian menegaskan adanya batas kehidupan duniawi dan adanya kehidupan baru setelahnya. Oposisi ini ditunjukkan melalui kutipan berikut. Aku masih tetap berdiri di depan pintu. Polisi tetap memasang pembatas kuning, melarang siapapun memasuki kamar Banua. Pandanganku menyusur ke sekeliling kamar. Ada tulisan tangan Banua menggunakan spidol besar warna merah di sisi tembok dekat cermin. AKU SUDAH BEBAS. Kubaca tulisan itu berulang kali. Mulutku mengeja, mengucapkan berulang kali seperti mantra. Air mata mengalir di pipiku. Selamat untuk kebebasanmu, Ban... (Madasari, 2013: ). Kebebasan yang didambakan oleh kelompok liberalis benar-benar menjadi barang mahal. Kelompok liberalis menghendaki kesempatan untuk menjalani kehidupan. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan tanpa ketakutan. Kehidupan disimbolkan sebagai pengekangan kebebasan duniawi. Kehidupan duniawi dianggap sebagai sarana pengekangan kebebasan manusia sepanjang hidupnya. Hal ini karena berbagai kekuasaan yang semakin menekan keberadaan kelompok liberalis. Manusia akan selalu mendapatkan pembatasan kebebasan selama ia masih hidup di dunia. Berbeda dengan kehidupan, kematian menjadi simbol kebebasan yang dicapai manusia dengan meninggalkan kehidupan duniawi.liberasi yang dilakukan dalam wujud kematian hanya akan membebaskannya pada kehidupan duniawi. Kematian menjadi cara untuk membebaskan himpitan kekuasaan duniawi.

18 41 Oposisi desa dengan kota menunjukkan pertentangan dua sisi yang berbeda. Oposisi tersebut termanifestasi dalam kutipan berikut. Hampir tiga tahun hidup di laut membuatku gamang ketika harus kembali hidup di darat. Apalagi di kota seperti Jakarta. Aku tak berniat tinggal lama di kota ini. Aku hanya singgah untuk selanjutnya pulang ke Malang. Aku tak mau pulang tanpa sedikit pun membawa uang. Di Jakarta, aku ingin bekerja dulu sebentar sekedar untuk mencari bekal yang akan kubawa pulang. Kalau bisa aku mau ngamen saja. Agar bekerja tak terasa bekerja (Madasari, 2013:248). Hubungan antara desa dengan kota mengarah pada urbanisasi. Di era modernisme, muncul kesenjangan dalam bidang teknologi, industrialisasi, dan urbanisasi. Urbanisasi merupakan perpindahan dari desa ke kota. Jakarta menjadi tempat incaran oleh rakyat yang ingin mengadu nasib dan mencari pekerjaan. Dampak adanya industrialisasi dirasakan oleh kota-kota kecil. Pembangunan dan penyebaran penduduk menjadi tidak merata. Jakarta menjadi kota metropolitan yang sangat sibuk dan para pekerja berpacu dengan waktu. Jakarta sebagai kota metropolis erat dengan modernisasi dan pembangunan sehingga gaya hidup penduduknya akan berbeda dengan daerah lainnya. Pola pikir manusia yang dibesarkan dalam lingkungan desa akan berbeda dengan mereka yang berada di kota. Perpindahan penduduk menunjukkan wilayah ruang marginal. Berpindahnya penduduk dari tempat lama menuju tempat baru mengharuskan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Manusia akan bertemu dengan wilayah, manusia, kebiasaan, cara, dan aturan baru yang sama sekali belum mereka kenal. Posisi tersebut menjadikan manusia berada di bawah tekanan dan mendapatkan pemaksaan terhadap tradisi yang sedang berlaku pada lingkungan tersebut.

19 42 Oposisi selanjutnya yaitu perempuan dengan laki-laki termanifestasi dalam kutipan berikut. Saya dulu punya suami. Punya anak juga. Kok rasanya malah bikin saya sengsara saja. Harus ini, harus itu. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Duit harus minta. Mending kalau yang dimintai punya. Lha memang seperti itu to kalau jadi istri, kataku. Huahaha... Tertawanya dibuat-buat. Sengaja untuk menertawakan aku. Dulu saya juga tahunya seperti itu. tapi untungnya saya sadar, hidup kok cuma buat susah. Ia kembali tertawa. Apa lagi kalau dapat suami yang bajingan seperti suami saya itu. Sudah punya istri juga masih main sama yang lain. ya sudah, saya tinggal pergi saja. (Madasari, 2013:172). Oposisi ini menegaskan bahwa keberadaan perempuan dan laki-laki tidak memiliki derajat yang sama. Oposisi laki-laki dengan perempuan tercermin melalui tokoh Elis dengan suaminya. Tokoh Elis merupakan wanita kuat yang dapat menentukan sendiri nasib dan arah kehidupannya. Tokoh tersebut merupakan gambaran wanita yang melawan dominasi sistem patriarki. Oposisi tersebut menggambarkan posisi wanita selalu kalah dengan dominasi patriarki. Elis melakukan perlawanan dengan kehendak bebasnya untuk mendapatkan pengakuan mengenai kesetaraan jender. berikut. Oposisi rakyat dengan agama dan negara ditunjukkan melalui kutipan Sepanjang jalan, sesekali ada yang selawatan, menyanyikan lagulagu yang mengagungkan Gusti Allah. Senjata di tangan terus kami acung-acungkan. Itu cara kami mengirim pesan pada setiap orang di jalanan. Sampai di warung yang kami tuju, semua orang bergerak cepat. Mereka menghancurkan bir dan tuak. Mengambil yang masih bisa diambil. Kami ingin bikin kapok dan agar penjual tahu ancaman kami bukan main-main. (Madasari, 2013:267). Oposisi tersebut menjelaskan kehidupan bernegara dan agama telah menjadi sistem pengaturan bagi manusia. Keberadaan agama dijadikan sebagai

20 43 alat untuk memaksakan kehendak orang lain. Esensi agama adalah tidak memaksa dan berbuat kerusakan. Setiap agama memiliki tujuan baik bagi manusia yang mengimaninya. Keberadaan negara dengan agama yang semakin pudar menjauhkan kesejahteraan yang diimpikan dalam pembangunan sebuah negara. Keberadaan agama dan negara digunakan sebagai alat untuk mengatur kehidupan manusia. Peran keduanya menjadi sarana pembatasan kebabasan manusia. Sistem pengaturan pada sebuah negara sengaja dibuat agar manusia mengikuti dan menuruti perintah yang telah ditetapkan. Menurut kelompok liberal (dalam Kaelan, 2015:93), negara merupakan alat atau sarana individu sehingga masalah agama dalam negara sangat ditentukan oleh kebebasan individu. Jadi, negara dan agama tidak seharusnya mengekang kebebasan orang lain. Menurut pemahaman kelompok liberal, kebenaran individu merupakan sumber kebenaran tertinggi. Struktur teks novel PJ memberikan keutamaan pada kelompok liberalis dan menolak tradisi yang dikukuhkan oleh kelompok konservatif. Struktur teks ini menentang kelompok konservatif yang menggunakan tradisi untuk mengatur dan membatasi kebebasan sehingga berdampak merugikan kelompok liberalis. Sasana sebagai kelompok liberalis menganggap dunia yang melingkupinya tidak berpihak kepadanya. Persoalan dalam struktur teks menunjukkan mengenai pergulatan manusia untuk mendapatkan kebebasan dan mengekspresikan diri dalam dunia yang terdegradasi. Terdapat oposisi yang menghasilkan dua kubu yang saling bertentangan, yaitu kubu liberalis dan kubu konservatif. Oposisi kubu liberalis ditandai dengan keprihatinan, ketakutan, lemah dan ketidakadilan yang

21 44 berlawanan dengan ketidakpedulian, kuasa, kuat, dan keadilan. Oposisi teks ini pada awalnya memenangkan kubu konservatif, tetapi pada akhir cerita kubu liberalis lebih diunggulkan. Peran kubu konservatif selalu bertindak membatasi kebebasan manusia. Hal ini menunjukkan adanya usaha untuk membangun keseimbangan dalam dunia yang distrukturkan dalam teks. Okky menggunakan Sasana, tokoh LGBT sebagai simbol bangkitnya semangat untuk mencari kebebasan dalam dunia yang penuh dengan aturan, sistem, nilai, norma, dan pandangan dominan dalam masyarakat.struktur teks menunjukkan keinginan perubahan untuk mendapatkan kehidupan yang harmonis yang didasarkan pada moralitas dan toleransi sesama manusia. Gagasan mengenai moralitas diartikan sebagai cara manusia dalam menghargai setiap pilihan manusia, dapat mengeskpresikan pemikirannya, menunjukkan identitas, melakukan kehendak yang diinginkan. Semua cara tersebut terangkum dalam satu bingkai kesatuan yaitu kebebasan individu tanpa dilandasi rasa takut. Novel PJ berusaha mengomunikasikan tentang kondisi manusia dalam masyarakat di era Reformasi yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Novel PJ mengandung penolakan terhadap dominasi tradisi yangmengesampingkan hak kelompok liberalis. Novel PJ mengungkapkan pergulatan manusia dalam mencari kebebasan dalam kondisi belenggu ekonomi, sosial, politik, dan agama. Tokohtokoh dalam novel PJ tersebut mengalami pergulatan dalam menemukan kebebasan di tengah masyarakat yang dibentuk dalam sistem norma, nilai, dan tradisi. Pengarang meminjam tokoh LGBT dalam menggambarkan realitas yang terjadi dalam masyarakat Indonesia mengenai penghilangan HAM kelompok

22 45 liberalis atas norma-norma dalam masyarakat. Tokoh transgender digambarkan melakukan pemberontakan melalui goyangan tubuhnya. Goyangan tersebut menjadi gugatan terhadap realitas ketidakadilan yang dialami oleh kelompok liberalis. Ketidakberdayaan kelompok liberalis untuk memperoleh kebebasan dalam kondisi masyarakat yang demokratis direpresentasikan melalui kebebasan tubuh. Setiap individu memiliki kuasa atas tubuhnya sehingga individu berhak atas tubuhnya. Mereka berhak untuk menentukan pilihan bagi tubuhnya. Oposisi yang terjadi menunjukkan kubu liberalis berada dalam posisi yang tidak diuntungkan. Kubu ini tidak mematuhi aturan dan tradisi, selalu berhadapan dengan kesulitan hidup, dan memiliki pandangan kebebasan sebagai sumber kebenaran tertinggi. Kubu ini menghadirkan manusia yang bangkit melakukan perlawanan terhadap tradisi yang berada di lingkungan mereka. Sebaliknya, kubu konservatif berada dalam posisi taat dan patuh terhadap tradisi dan aturan yang berlaku, menjaga dan melindungi tatanan yang sudah ada, mengecam bahkan menyingkirkan manusia yang menyimpang dari aturan dalam lingkungannya. Oposisi antara kubu liberalis dengan kubu konservatif mengakibatkan muncul cara pandang yang berbeda dalam menanggapi lingkungannya. Sasana sebagai wakil dari kubu liberalis atau yang mengutamakan kebebasan individu memandang lingkungannya akan berjalan dengan harmonis apabila manusia, hukum, dan negara menjadikan kebebasan individu sebagai hak dasar manusia yang harus dihargai, dihormati, dan dijaga. Berbeda dengan kubu konservatif atau yang lebih mengutamakan tradisi memandang lingkungannya merupakan tempat untuk berlangsungnya kegiatan manusia yang harus patuh dan taat pada nilai, aturan, norma, tradisi, adat, dan hukum yang berlaku.

23 46 Kubu yang beroposisi dapat dikategorikan sebagai kebebasan versus tradisi. Oposisi ini menimbulkan persoalan pilihan-pilihan manusia. Persoalan tersebut ditunukkan melalui kubu anak versus orang tua, perempuan versus lakilaki, dan rakyat versus negara dan agama. Anak, perempuan dan rakyat termasuk dalam kategori kebebasan. Orang tua, laki-laki, negara, dan agama termasuk dalam kategori tradisi. Golongan liberalis yang menghendaki kebebasan sebagai sarana mengukuhkan identitas diri dipandang menyimpang dari lingkungannya. Kepentingan golongan liberalis berbenturan dengan tradisi dibingkaikan dalam wujud kekuasaan suatu negara. Melalui oposisi yang ada, seakan-akan Okky melakukan penyerangan terhadap kuasa negara. Usaha yang dilakuakan merupakan cara untuk menyerang tradisi. Okky menggunakan kuasa negara untuk menyerang tradisi yang membatasi kebebasan manusia. Hal ini menunjukkan Okky tidak berhasil melakukan asimilasi dan akomodasi terhadap kondisi yang ditawarkan oleh lingkungannya. B. Pengarang sebagai Subjek Kolektif 1. Okky Madasari sebagai Jurnalis Okky Puspa Madasari lahir di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 30 Oktober Ia menikah dengan Abdul Khalik yang kemudian menjadi temannya berdiskusi mengenai karya-karyanya sebelum diterbitkan. Sejak kecil Okky sangat dekat dengan dunia membaca dan menulis. Meskipun akses bacaan masih sangat terbatas, hal tersebut tidak membuatnya untuk berhenti membaca.

24 47 Okky memanfaatkan koran, majalah, dan buku-buku yang dapat dia temui. Menginjak bangku SMP, Okky mulai mengikuti kegiatan menulis dan jurnalistik. Pada tahun 2005 Okky lulus dari Universitas Gadjah Mada, Departemen Hubungan Internasional dengan gelar Sarjana Ilmu Politik. Setelah kelulusannya, Okky menjadi seorang jurnalis dan bekerja di surat kabar berbahasa Inggris, The Jakarta Post dan Jakarta Globe. Pada tahun 2014, Okky lulus dari Universitas Indonesia untuk gelar Master Jurusan Sosiologi. The Jakarta Post adalah sebuah harian berbahasa Inggris di Indonesia. Surat kabar ini dimiliki oleh PT Bina Media Tenggara yang berkantor pusat di Jakarta. The Jakarta Post bermula sebagai sebuah kolaborasi antara empat media Indonesia di bawah arahan Menteri Penerangan Ali Moertopo dan politikus Jusuf Wanandi 1. Surat kabar ini memiliki sasaran pembaca dan pebisnis masyarakat asing dan masyarakat Indonesia yang berpendidikan. Harian ini dikenal sebagai tempat latihan para wartawan lokal dan internasional. Harian ini mulai mengambil posisi pro-demokrasi pada tahun Selain The Jakarta Post, Okky juga pernah menjadi wartawan pada surat kabar Jakarta Globe. Surat kabar ini juga memiliki sasaran pembaca yang sama dengan The Jakarta Post, yaitu kelas menengah atas yang berpendidikan. Koran The Jakarta Globe memuat berbagai macam berita seperti berita olahraga, politik, ekonomi, budaya, internasional, kesehatan, teknologi, dan lifestyle. Tujuan surat kabar tersebut dapat diketahui bahwa gagasan yang dibawanya adalah demokrasi. Gagasan yang dibawa oleh kedua surat kabar tersebut menekankan pada kalangan 1 Merdeka.com, Profil The Jakarta Post, < (diakses tanggal 17 Juni 2016 pukul WIB).

25 48 menengah ke atas. Upaya pemberitaan secara nasional dan internasional menjadi semangat demokrasi untuk menyajikan berita kepada rakyat Indonesia. Gagasan demokrasi yang dibawa oleh kedua surat kabar tersebut berhubungan dengan kebebasan pers terkait dengan fungsi pers dalam masyarakat demokratis. Pers menjadi salah satu kekuatan demokrasi terutama kekuatan untuk mengontrol dan mengendalikan jalannya pemerintahan. Kedudukan pers yang membawa gagasan demokrasi bertujuan untuk memberikan informasi pada masyarakat. Partisipasi pers dalam penyelenggaraan negara ditujukan untuk kepentingan rakyat dengan menyajikan berita secara objektif dan berdasarkan fakta yang terjadi. Kebebasan pers dilandasi oleh kode etik jurnalistik yang memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam meyajikan berita. Berdasarkan ketentuan tersebut, pers harus menjunjung tinggi kebenaran, menghargai privasi, dan dapat mempertanggungjawabkan berita. Kebebasan pers juga harus diiringi dengan kode etik jurnalistik yang tidak boleh dilanggar. Pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Profesionalitas pada pers diperlukan dengan dilandasi pada moral dan etika dalam menyajikan berita. Sebagai surat kabar yang memiliki gagasan demokrasi, The Jakarta Post dan The Jakarta Globe berperan sebagai media yang bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis. Penyalahgunaan kebebasan pers sering terjadi karena beberapa faktor, diantaranya penyajian informasi yang tidak akurat, tidak objektif, menghina, memfitnah, menyebarkan kebohongan, pornografi, dan menyebarkan permusuhan yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Untuk menghindari

26 49 penyalahgunaan kebebasan pers, pemberlakuan kode etik jurnalistik menjadi hal yang harus ditaati dalam kegiatan pers. Gagasan utama Okky sebagai jurnalis ditunjukkan dengan profesionalisme kerja dalam membuat berita. Kebebasan pers membuat wartawan dapat menuliskan apa saja bahkan mengkritik sebuah negara. Sebagai seorang jurnalis, Okky menyajikan informasi sesuai dengan kode etik jurnalistik. Selama tiga tahun bekerja pada bidang jurnalistik, Okky memutuskan untuk berhenti menjadi seorang jurnalis. Ketidakbebasan dalam menulis dan banyak mementingkan pihak lain menjadi salah satu alasan Okky untuk berhenti menjadi seorang wartawan. Okky memutuskan secara total menjadi seorang sastrawan. Bagi Okky menjadi wartawan semua harus diatur, tidak bebas untuk menulis karena ada banyak kepentingan pihak lain. Konsekuensi yang harus dihadapi Okky sebagai seorang jurnalis yaitu dengan menaati kode etik jurnalistik dalam membuat berita. Keterikatannya dengan kode etik jurnalistik membuat Okky tidak dapat dengan bebas menyampaikan gagasannya. Kritik-kritik yang dilakukan oleh seorang jurnalis kerap berbenturan dengan penyalahgunaan kebebasan pers. Pengendalian kebebasan pers sering dilakukan oleh pihak-pihak berwenang. Penyalahgunaan pers juga terjadi pada kondisi pers yang memanfaatkan kebebasan bertentangan dengan peran dan fungsi pers terhadap pemberitaan yang tidak akurat. Berdasarkan konsekuensi yang dialaminya tersebut, Okky memilih untuk meninggalkan dunia jurnalistik dan memulai kiprahnya menjadi seorang sastrawan. Rasa peka yang dimiliki Okky terhadap permasalahan-permasalahan sosial seperti kebebasan dan ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat Indonesia

27 50 mendorongnya untuk menulis karya sastra. Karya sastra menjadi solusi Okky menemukan kebebasan dalam berekspresi dan menuangkan gagasan yang tidak membatasi apa yang ingin ditulisnya. 2. Okky Madasari sebagai Sastrawan Sebagai seorang sastrawan, Okky menghasilkan beberapa karyanya dalam bentuk novel. Novel pertamanya berjudul Entrok pada tahun 2010 yang berbicara mengenai dominasi militer pada masa Orde Baru. Kemudian pada tahun 2011 ia menghasilkan 86 yang mengisahkan mengenai bobroknya sistem hukum yang ditandai dengan munculnya praktik korupsi dan dominasi orang-orang yang berkuasa atas hukum. Karya ini menjadi nominasi lima besar Khatulistiwa Literary Award Menginjak tahun 2012, ia mengeluarkan kembali karyanya berupa novel dengan judul Maryam. Novel ini mengisahkan mengenai keterasingan dan ketertindasan masyarakat Ahmadiyah sebagai kelompok minoritas dari tempat tinggalnya. Karya ini menjadi pemenang Khatulistiwa Literary Award Pada tahun 2013, Okky kembali menghadirkan karyanya dalam bentuk novel berjudul Pasung Jiwa yang mengisahkan mengenai pencarian makna kebebasan oleh orang-orang yang tertindas. Pada tahun 2016, ia menerbitkan karya Kerumunan Terakhir yang mengisahkan tantangan masyarakat dalam menghadapi era digital. Karya-karya Okky kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Entrok diterjemahkan menjadi The Years of Voiceless. Maryam diterjemahkan menjadi The Outcast. Novel PJ diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi Bound dan dalam bahasa Jerman menjadi Gebunden.

28 51 Selain novel, Okky juga menulis cerpen dan esai-esai yang diterbitkan dalam beberapa surat kabar. Okky termasuk dalam pengarang yang produktif serta memiliki ciri khas dalam menulis yaitu menggunakan gaya bercerita dengan kalimat yang singkat dan mudah dipahami. Okky menuliskan karya-karyanya tidak terlepas dari realitas sosial dan lingkungan tempat ia hidup. Realitas sosial dalam karya-karya Okky mengungkapkan permasalahan ketidakadilan dan kebebasan terkait dengan ekonomi dan kesejahteraan negara yang terjadi di Indonesia. Melalui karyanya, Okky mengungkapkan permasalahan korupsi, keserakahan, penindasan, kekuasaan represif, intoleransi antarumat beragama, dan kebebasan hak asasi manusia yang masih dibatasi. Sebagai seorang sastrawan, Okky menggunakan karya sastra sebagai tujuan politis dengan menyuarakan permasalahan dalam masyarakat. Dalam karyanya, Okky secara konsisten menggambarkan kehidupan masyarakat liberalis yang mengalami ketertindasan. Melalui wawancara dengan Ilham DS (2015:1) dalam acara ALF, Okky menuturkan, Karya-karya saya bisa dibilang adalah karya-karya yang memotret kondisi Indonesia. Karya-karya yang hendak memunculkan persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa ini (Ilham DS, 2015). Karya sastra merupakan suatu wadah untuk mengungkapkan gagasan dan memberikan kontribusi bagi masyarakat. Kontribusi karya-karya yang dihasilkan Okky bagi masyarakat berusaha untuk mengomunikasikan kondisi masyarakat serta membukakan pemikiran masyarakat mengenai segala jenis persoalan yang seharusnya ditanggapi secara kritis. Melalui hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap pengarang pada 31 Mei 2016, Okky mengutarakan posisinya

29 52 dengan novel-novel yang diciptakannya menunjukkan adanya dorongan untuk membuka dan mengusik hati nurani masyarakat. Berikut pemaparan Okky: Posisi saya dengan novel-novel saya adalah mengajak kita untuk selalu mempertanyakan ideologi-ideologi dominan, pemikiranpemikiran dominan, nilai-nilai dominan dalam masyarakat. Mencoba melihat dan menimbang berdasarkan hati nurani bukan berdasarkan kata orang lain dan kata kebanyakan orang. Karya-karya yang dihasilkan Okky mengajak masyarakat untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda. Karya sastra hadir untuk mengusik hati nurani terhadap hal-hal yang harus diperjuangkan meski tidak sama dengan pendapat kebanyakan orang. Melalui karya sastra, masyarakat dapat belajar dan mengetahui berbagai persoalan yang sedang dihadapi. Okky ingin para pembacanya peka terhadap segala bentuk permasalahan sosial dan ingin mendidik mereka dengan nilai-nilai kemanusiaan sehingga membawanya untuk menghargai kebebasan orang lain. Setelah memutuskan untuk berhenti bekerja di bidang jurnalistik, Okky memilih untuk menulis sebagai sastrawan. Okky menemukan kebebasannya untuk menyampaikan pendapat melalui menulis. Melalui wawancara dengan Liputan 6 pada 15 Februari 2013 Okky mengungkapkan, yang paling bernilai dari kegiatan menulis: ia memberi saya kebebasan untuk berpikir dan menyuarakan sesuatu. Dengan menulis saya tak lagi punya ketakutan (Liputan 6, 2013) Okky memiliki tujuan khusus dengan upayanya menciptakan karya sastra diharapkan dapat mempengaruhi kesadaran pembaca. Ia ingin menunjukkan berbagai persoalan yang ada disekitarnya dan mengharapkan adanya perubahan, Saya percaya bahwa karya sastra, novel, seharusnya bisa melawan ketidakadilan, bisa menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan, bisa menjadi suara bagi mereka yang

30 53 menjadi korban, bisa mengetuk jiwa-jiwa pembaca sehingga bisa ada perubahan di Indonesia ini (Ilmah DS, 2015). Hubungan antara novel PJ dengan Okky Madasari sebagai sastrawan menunjukkan adanya reaksi sosial dari pengamatan yang ia alami dalam kehidupannya. Diasumsikan penciptaan novel ini sebagai kritik kondisi sosial masyarakat di era Reformasi yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Masalah yang dimunculkan dalam novel tersebut mengenai ketidakadilan, kemiskinan, kekerasan, kesengsaraan masyarakat liberalis, dan kesenjangan antara kelompok liberalis dengan kelompok konservatif. Penulisan novel PJ dilakukan oleh Okky dari apa yang ada disekitarnya, begitu pula dengan gagasan semua novelnya. Novel tersebut ditulis selama kurang lebih satu tahun. Dalam menuangkan karakter yang ada dalam karyakaryanya, Okky terinspirasi dari novel-novel yang dibacanya dan hasil pengamatan orang-orang yang ada disekitarnya. Melalui PJ, Okky ingin menyampaikan kebebasan individu karena terpasung oleh aturan keluarga, norma, tradisi, agama, serta dominasi politik dan ekonomi di masyarakat. 3. Okky Madasari sebagai Pendiri Rumah Muara Bangsa Selain aktif di bidang kepenulisan, Okky juga aktif di bidang kegiatan sosial. Ia bersama suaminya menjadi penggagas sekaligus pengelola di Rumah Muara Bangsa. Yayasan ini bergerak dalam bidang pendidikan, kesenian, dan kebudayaan untuk menyebarkan nilai-nilai kebebasan dan kemasyarakatan. Yayasan ini menampung masyarakat yang kurang mampu secara finansial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu sarana untuk mengungkapkan masalah manusia dan kemanusiaan. Sastra merupakan hasil cipta kreatif dari seorang pengarang, lahir melalui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan mempunyai kesenian sendiri-sendiri berdasarkan ciri khas dari

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan mempunyai kesenian sendiri-sendiri berdasarkan ciri khas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya dengan berbagai suku, bahasa, dan adat istiadat. Salah satunya adalah seni. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa peran perempuan pengarang dalam sejarah sastra Indonesia masih sukar untuk dipetakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tanggung jawab. Karya sastra lahir dari seorang pengarang yang

BAB I PENDAHULUAN. dan tanggung jawab. Karya sastra lahir dari seorang pengarang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengarang mendatangkan permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan berdasarkan pengalamannya. Walaupun bersifat fiksi pengarang mendatangkan konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang perjuangan seorang perempuan yang ingin memperjuangkan perempuan lain, agar mendapatkan haknya. Tujuan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Meskipun analisis ini dapat dikatakan kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. bahwa masyarakat Indonesia sekarang ini masih terkurung dengan pemikiran

BAB IV KESIMPULAN. bahwa masyarakat Indonesia sekarang ini masih terkurung dengan pemikiran 127 BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia sekarang ini masih terkurung dengan pemikiran bahwa penilaian identitas seseorang mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan kaum waria seakan penuh dengan nilai-nilai negatif dalam pribadi seseorang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya,

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita hidup ditengah derasnya perkembangan sistem komunikasi. Media massa adalah media atau sarana penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

NOTA PEMBELAAN. BASUKI TJAHAJA PURNAMA TERHADAP TUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA PIDANA No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR

NOTA PEMBELAAN. BASUKI TJAHAJA PURNAMA TERHADAP TUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA PIDANA No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR NOTA PEMBELAAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA TERHADAP TUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA PIDANA No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR TETAP MELAYANI WALAU DI FITNAH Bapak Ketua Majelis Hakim, dan Anggota Yang saya

Lebih terperinci

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang. BAB II PEMBAHASAN A. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Film Ip Man III Dikisahkan kehidupan seorang guru besar bela diri aliran Wing Chun yang sangat dihormati oleh masyarakat di wilayah itu bernama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Perempuan bekerja bukan lagi pemandangan langka. Ada yang bergaji tinggi sebagaimana karyawan kantoran yang berbekal titel, ada pula pegawai rendahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan pers merupakan salah satu dimensi Hak Asasi Manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI

REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI REPRESENTASI PERAMPASAN HAK HIDUP INDIVIDU YANG DIANGGAP TAPOL DALAM NOVEL MENCOBA TIDAK MENYERAH KARYA YUDHISTIRA ANM MASSARDI Bangga Pramesti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI bangga_108@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan (machstaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa

Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang diresmikan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dianalisis menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce mengenai representasi etika jurnalistik dalam drama Pinocchio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat kian tergantung dengan media massa, yang menjadi salah satu sumber informasi yang sangat dibutuhkan khalayak. Terlebih dengan kecanggihan teknologi di mana

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi

Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Ketiga dapat dikatakan benar. Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami proses demokrasi Rani Apriliani Aditya 6211111049 Hubungan Internasional 2011 Demokratisasi di Mesir (Arab Spring) Apa yang diprediksikan oleh Huntington dalam bukunya Gelombang Demokrasi Ketiga dapat dikatakan benar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU No.547, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DPR-RI. Kode Etik. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN HASIL WAWANCARA Informan I Nama : Manimbul Hutauruk Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015 Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk Waktu : Pukul 13.00 WIB 1. Berapa lama anda tinggal di Desa Hutauruk?

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi politik di Pakistan tak pernah jauh dari pemberitaan media internasional, kekacauan politik seolah menjadi citra buruk di mata internasional. Kekacauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban Nama Kelompok: 1. Rizeki Amalia 2. Setiawan Hartanto 3. Rizki Saputra 4. Sarah Julianti 5. Yessy Dwi Yulianti 6. Yuniar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAGIAN I PEREMPUAN DI GARIS DEPAN

BAGIAN I PEREMPUAN DI GARIS DEPAN BAGIAN I PEREMPUAN DI GARIS DEPAN 1 MOGOK Oleh: Susi 2 Pagi itu langit cerah. Di kawasan industri Pasar Kemis, Tangerang, sebuah perusahaan memasang pengumuman tentang adanya lowongan kerja. Syarat bagi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa yang bersifat estetik (dalam arti seni), hasilnya

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan 1 UU 7/1950, PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENJADI UNDANG UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:7 TAHUN 1950 (7/1950) Tanggal:15 AGUSTUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Punk merupakan sebuah budaya yang lahir di Negara inggris, pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Punk merupakan sebuah budaya yang lahir di Negara inggris, pada awal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Punk merupakan sebuah budaya yang lahir di Negara inggris, pada awal mulanya, sekelompok punk selalu saling berselisih paham dengan golongan skin head. Namun,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 14 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Pers OLEH : M. BATTLESON SH. MH. DESKRIPSI : Hukum Pers mengatur mengeni dunia pers di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar di Indonesia termasuk di Kota Medan. Sejak berbagai pemberitaan tentang geng motor menjadi sajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai monolog Marsinah Menggugat sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia) menyatakan dalam Artikel Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Esai merupakan suatu ekspresi diri berupa gagasan atau pemikiran seseorang tentang suatu hal yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang berupa teks. Esai atau tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan semua hal yang harus kalian peroleh atau dapatkan. Hak bisa berbentuk kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hak yang diperoleh merupakan akibat

Lebih terperinci