BAB I PENDAHULUAN. maupun di Negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Persoalan dimana bagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. maupun di Negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Persoalan dimana bagi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan perempuan dan politik telah menjadi isu global, baik di negara maju maupun di Negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Persoalan dimana bagi perempuan konsep demokrasi menjadi satu hal yang sangat diidam-idamkan namun sekaligus menjadi mimpi buruk. Demokrasi yang diwariskan oleh tradisi Yunani, jelas tidak mengikutkan perempuan dalam politik. 1 Persoalan ini disebabkan masyarakat yang telah dibentuk oleh budayanya masing-masing yang menekankan bahwa kedudukan perempuan berkisar dalam lingkungan domestik, sedangkan politik merupakan sesuatu yang berkenaan dengan kekuasaan dari sejak dahulu dalam bidang yang selalu dikaitkan dengan dunia laki-laki yang menimbulkan suatu persepsi atau anggapan bahwa dunia politik tidak mungkin tabu untuk dimasuki oleh perempuan. Suatu kenyataan yang aneh bahwa, sekarang di dunia terdapat sesuatu keyakinan dalam sistem sosial yang menyebut dirinya demokratis dimana banyak Negara mengklaim bahwa basis dari pemerintahannya adalah demokrasi. G. Roskin menyatakan dalam bukunya Political Science: an introduction menyatakan defenisi demokrasi adalah menghargai kebebasan hak dan kewajiban warga negaranya, baik dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, tanpa membeda-bedakan agama, ras, suku dan jenis kelamin, tetapi dalam persoalan perempuan sebagai warga negara tidaklah sebebas laki-laki dalam segala bidang. Jika dicermati, keyakinan bahwa persoalan-persoalan akan terselesaikan manakala perempuan terjun langsung ke tataran kebijakan publik dan politik yang 1 Jurnal Perempuan No.34, Politik dan Keterwakilan Perempuan, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, 2004, hal.4

2 sangat dipengaruhi oleh pemikiran demokrasi kapitalistik. Sehingga mendominasi kultur masyarakat Indonesia dimana gerakan feminisme pada hakikatnya merupakan proses transformasi sosial yang identik dengan proses demokratisasi. 2 Karena, yang menjadi tujuan gerakan feminisme adalah menciptakan hubungan antara sesama manusia secara fundamental baru yang lebih baik dan adil, hal tersebut hanya mungkin dapat dicapai melalui cara demokratisasi. Hal ini disebabkan bahwa demokrasilah yang memungkinkan rakyat mengelola dirinya sendiri melalui diskusi dan aksi bersama, dengan prinsip kesamaan dan keadilan. Sehingga dapat dipahami mengapa para pejuang perempuan senantiasa intens terlibat dalam barisan pejuang demokrasi. Bahkan para pejuang perempuan Indonesia memasukkan agenda demokratisasi sebagai salah satu agenda pejuang mereka. Hingga saat ini belum ditemukan rumusan yang jelas mengenai apa yang sebenarnya menjadi inti dari persoalan dari perempuan. Kemiskinan, kekerasan (violence), ketidakadilan dan diskriminasi disebut sebagai persoalan krusial yang dialami oleh kaum perempuan dari masa ke masa hingga muncul semacam prejudice disebagian kalangan perempuan, bahwa perempuan pada zaman apapun memang tidak pernah diuntungkan. 3 Padahal dalam tatanan kehidupan umat manusia yang didominasi laki-laki atas kaum perempuan sudah menjadi akar sejarah yang panjang, dalam tatanan itu perempuan ditempatkan sebagai the second human being (manusia kelas kedua) yang berada dibawah superioritas laki-laki yang membawa implikasi luas dalam kehidupan sosial masyarakat. Perempuan selalu dianggap bukan dari dan 2 Michael G. Roskin, Political Science : an introduction, A. Viacom Company: Prentice Hall Upper Saddle River New Jersey, 1997, hal Najwa Sa idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, CV. Idea Pustaka Utama: Bogor, 2003, hal. 25.

3 untuk kepentingan laki-laki. Akibatnya, perempuan hanya ditempatkan di ranah domestik saja, sedangkan laki-laki berada di ranah publik. 4 Selama ini politik dan perilaku politik dipandang sebagai aktivitas maskulin (laki-laki). Dimana pada ranah ini diperlukan suatu keberanian, kemandirian, kebebasan berpendapat, dan tindakan agresif. 5 Karakteristik ini dianggap tidak dimiliki oleh kaum perempuan karena adanya suatu anggapan bahwa perempuan dalam menghadapi suatu persoalan lebih mementingkan perasaan dari pada rasionalitasnya. Anggapan seperti ini terus berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga perempuan sulit sekali untuk terjun ke ranah publik terutama terjun ke arena politik dan sudah sejak lama perempuan dikucilkan dari arena politik. Praktek ini berkaitan dengan isu pemisahan peran perempuan sebagai pengurus rumah tangga (sebagai istri dan ibu) dengan peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah. Budaya Patriarki yang mengakar dan sistem politik yang didominasi laki-laki berdampak negatif bagi upaya perempuan untuk mendapatkan hak dalam partisipasi politik terutama untuk memegang jabatan politik. Perempuan tidak didukung, bahkan dalam banyak hal malah dihambat untuk mengambil peran aktif di ruang publik. Sebaliknya, perempuan diharapkan untuk menggunakan kemampuannya di lingkungan rumah tangga (domestik) yang dianggap sebagai ruang privat. Bahkan pada masa sekarang, dikotomi konsep ruang publik privat masih mendominasi 6 4 Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2005, hal Siti Musdah dn Anik Farida, op.cit., hal.1. 6 Budaya Patriarki adalah sebagai sebuah system otoritas yang berdasarkan kekuasaan laki-laki, sistem yang mengejewantah melalui institusi-istitusi sosial, politik, ekonomi, Patriarki menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak dalam keluarga dan berlanjut pada dominasi laki-laki dalam sebuah lingkup kemasyarakatan lainnya. Patriarki didefenisikan bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, pemerintahan, militer, pendidikan, industri, agama dan sebagainya. Budaya patriarki adalah tatanan nilai-nilai yang dianut dan dikukuhi suatu masyarakat yang timpang, yakni berdasarkan konsep superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan yang menempatkan laki-laki lebih berkuasa disbanding perempuan.

4 masyarakat Indonesia yang mengakibatkan perempuan harus mengatasi praktek diskriminasi dan buta gender (gender blind) dalam bidang apapun. 7 Tetapi pada saat ini, di mana zaman telah berubah hampir semua negara maju maupun berkembang di dunia telah mulai memberikan hak-hak politik pada warga negara perempuannya, meskipun proses pemberian hak tersebut tidak sama realisasinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa PBB juga telah berperan dalam proses perkembangan kedudukan perempuan yaitu dengan membentuk badan The United Nations Committee on the status of Women, di mana PBB menyarankan kepada anggotanya agar membentuk Undang-Undang yang menjamin persamaan hak perempuan dan laki-laki. Dan pada tanggal 18 Desember 1979, PBB mengeluarkan deklarasi yaitu Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dalam Pasal 7, menyatakan: Negara-negara Peserta wajib melakukan langkah yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik, kehidupan kemasyarakatan di negaranya, khususnya menjamin bagi perempuan atas dasar persamaan dengan laki-laki, hak: (a) untuk memilih dan dipilih; (b) untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan disemua tingkat; (c) untuk berprestasi dalam organisasiorganisasi dan perkumpulan-perkumpulan non-pemerintahan yang 8 berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara. Besarnya polemik yang dihadapi oleh perempuan disegala aspek pengambilan keputusan dan produk kebijakan yang menyuarakan aspirasi perempuan. Karena permasalahan keterwakilan, kuota 30% diberlakukan. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu Pasal 65 ayat 1 menyebutkan: setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 7 Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, penerbit buku Kompas: Jakarta, 2005, hal Pusat Kajian Wanita dan Gender, Universitas Indonesia, Hak Azasi Perempuan: Instrumen untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 2004, hal. 15.

5 Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan sekurang-kurangnya 30%. 9 Namun penjatahan yang diyakini membuka jalan bagi perempuan secara optimal di dunia politik tidaklah memberikan penyelesaian. Karena ketika daftar caleg disusun oleh peserta pemilu, banyak kalangan peserta Pemilu kurang serius meningkatkan keterwakilan perempuan. Caleg-caleg tidak ditempatkan di nomor jadi sehingga kesempatan perempuan untuk dapat memperjuangkan kepentingankepentingan kaumnya terhambat adanya peraturan yang menetapkan kuota perempuan sebesar 30% dari caleg-caleg partai politik tidak menjamin bahwa akan ada 30% perempuan dalam parlemen, karena peraturan yang ada hanya mewajibkan partai politik untuk menyertakan perempuan sebagai caleg. Tetapi bila dilihat peraturan pemilu yang masih semi distrik yang artinya nomor urut caleg masih menjadi acuan, maka keikutsertaan perempuan hanya sekedar memenuhi ketentuan, para perempuan tersebut tidak menempati nomor urut jadi, dan disamping itu tidak ada hukuman apa pun bila partai politik tidak memenuhi kuota yang telah ditentukan. Walaupun pemerintah telah memberikan hak politik kepada perempuan yang diatur dalam Undang-Undang, namun pada dasarnya keterwakilan perempuan masih saja menjadi suatu persoalan besar. Besarnya masalah keterwakilan perempuan dalam politik menjadi hal yang sangat mendasar dan mendesak yang perlu mendapatkan penanganan yang serius dari pihak pemerintah, sama seperti masalah Penerapan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (UU APP) yang tidak kunjung usai permasalahannya, Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi sebelumnya saat masih berbentuk Rancangan bernama Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, atau yang sering 9 Undang-Undang Politik 2003, UU No. 12 tentang Pemilu, Fokus Media: Bandung, 2003, hal. 62.

6 disingkat (RUU APP) adalah suatu Rancangan produk hukum yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 14 Februari Rancangan Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai upaya mencegah berbagai bentuk kejahatan itu dalam kerangka menciptakan kehidupan yang bermoral. Pada rancangan kedua, beberapa pasal yang kontroversial dihapus hingga tersisa 82 pasal dan 8 bab. Diantara pasal yang dihapus pada rancangan kedua adalah pasal mengenai sanksi pidana dan pembentukan anti pornografi dan pornoaksi. Pornogafi pada rancangan pertama didefenisikan sebagai substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan erotika sementara pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan erotika dimuka umum. Karena defenisi ini dipermasalahkan, maka disetujui untuk menggunakan defenisi pornografi yang berasal dari bahasa yunani, yaitu porne (pelacur) dan graphos (gambar atau tulisan) sehingga secara harfiah berarti tulisan atau gambar tentang pelacur. Pornoaksi adalah upaya mengambil polemik mengenai Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang nyaris tidak produktif. Ruang dan energi berwacana yang diumbar masih fokus pada relativitas kebebasan berekspresi, etika dan moral. Wacana tersebut belum memasuki wilayah yang substansi perlindungan Pornografi pada anak dan perempuan. Lalu mengabaikan urgensi kriminalisasi perbuatan dalam pasal-pasal Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Selama pembahasannya dan setelah diundangkan, Undang-Undang ini banyak mendapatkan masalah dari masyarakat. 10 Karena Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi ini sangat berperan penting untuk masyarakat terutama kaum perempuan supaya tidak ada lagi kaum perempuan yang terdiskriminasi dan 10

7 menjadi korban pelecehan seksual oleh kaum laki-laki. Untuk memahami dan mengetahui masalah Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi ini, penulis ingin meneliti mengenai persoalan tersebut. B. Perumusan Masalah Setelah adanya Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang dibuat oleh Panitia Khusus (PANSUS) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diketuai oleh Balkan Kaplele dari Fraksi Demokrat. Undang-Undang Pornografi tersebut banyak mendapatkan masalah yang terjadi diberbagai daerah khususnya di Medan beberapa tahun belakangan ini. Seperti maraknya demonstrasi yang menolak dengan adanya Undang-Undang Pornografi dan ada sebagian masyarakat yang mendukung dengan adanya Undang-Undang Pornografi. Maka sebaiknya Undang-Undang ini benarbenar dilaksanakan karena untuk mencegah dan mengurangi korban pelecehan seksual. Kemudian Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Medan mengatakan dibuatnya Undang-Undang Pornografi ini untuk menyelamatkan rakyat dari praktek Pornografi dan Pornoaksi, Undang Undang Pornoaksi ini juga untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, kemudian Undang-Undang tersebut dibentuk untuk mencegah kegiatan eksploitasi yang selama ini dilakukan terhadap kaum perempuan. Hal ini tidak bisa dibicarakan dan harus dicegah kalau tidak bangsa ini akan menjadi hancur dan tidak bermoral. Namun berbeda dengan pihak Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara dan Forum Masyarakat Sipil Sumatera Utara, mereka menentang dengan adanya Undang-Undang Pornografi karena menurut mereka dengan adanya Undang-Undang Pornografi tersebut akan menganggu keharmonisan masyarakat di Medan. Mereka menganggap Undang-Undang Pornografi ini adalah produk yang bersifat multitafsir yang bisa memecah kesatuan dan persatuan bangsa.

8 Mereka keberatan dengan Undang-Undang Pornografi yang dianggap merendahkan kaum perempuan dan menjadikan perempuan sebagai objek seksual dimata Hukum. Sampai pihak Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara mengajak masyarakat supaya ikut dengan mereka dalam gabungan orang-orang yang melakukan penolakan dengan adanya Undang-Undang Pornografi tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Mengapa Majelis Ulama Indonesia di Sumatera Utara mendukung Undang- Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi? 2. Mengapa komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara mengajukan penolakan terhadap penetapan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui alasan Majelis Ulama Indonesia di Sumatera Utara dalam mendukung penetapan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi. 2. Untuk mengetahui alasan penolakan komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara terhadap penetapan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang undang-undang anti pornografi dan pornoaksi dan penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat menambah pendidikan politik bagi masyarakat terhadap isu politik yang beredar.

9 2. Secara praktis, berguna bagi masyarakat khususnya kaum perempuan sebagai bahan masukan dan informasi yang memberikan hal positif dalam menyuarakan aspirasi dan kepentingan perempuan di Indonesia terutama di Sumatera Utara. E. Kerangka Teori E.1. Analisis Gender dan Sex Teori yang mendukung dalam penelitian ini adalah teori gender sebagai alat analisis sosial konflik yang memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural dan disebabkan oleh keyakinan gender yang mengakar dan tersembunyi di berbagai tempat, seperti tradisi masyarakat, keyakinan beragama, serta kebijakan dan perencanaan pembangunan. Kata Gender sendiri berasal dari bahasa atau kata Inggris yang berarti suatu pemahaman sosial budaya tentang apa dan bagaimana lelaki dan perempuan seharusnya berprilaku. Secara estimologis, gender berasal dari bahasa latin (Italy) yaitu Genus yang berarti tipe atau jenis. Perbedaan seks antara laki-laki dan perempuan yang berproses pada budaya yang menciptakan perbedaan gender. Gender dapat diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, dan status antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan biologis tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas. 11 Perbedaan krusial antara seks dan gender adalah kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya dan psikologis, maka seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi fisik dan anatomi biologis. Istilah seks (dalam kamus bahasa Indonesia berarti Jenis Kelamin ) lebih 11 Leo Agistino, Perihal Ilmu Politik: Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 229

10 banyak berkonsentrasi kepada aspek biologis seseorang, meliputi komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Sebagai hasil konstruksi sosial budaya, gender menjadi konsep yang dinamis antara ruang dan waktu. Penelitian sejarah telah membuktikan bahwa konstruksi sosial gender sepanjang waktu berubah-ubah. Terkadang hampir tanpa terasa dinamikanya, namun di lain waktu menjadi isu yang sangat menarik untuk diperdebatkan. Gender juga dapat menjadi komoditas politik, pengalaman sejarah menunjukkan pemerintah kolonial, pengabar injil berkulit putih serta pengusaha telah membawa konsep gender dari struktur sosial mereka mencoba mengintroduksikannya pada masyarakat pribumi. Kegiatan ini menyebabkan dampak yang merusak bagi posisi dan kedudukan kaum perempuan pribumi yang berujung pada hilangnya hak, akses terhadap pekerjaan, kedudukan dan pengambilan keputusan dilingkungan Negara maupun keluarga. Terkadang penguasa kolonial juga menggunakan konsep gender untuk kepentingan ekonomi mereka, semisal untuk mempertahankan akses mereka terhadap tenaga kerja perempuan. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai konsekuensi wajar dari perbedaan biologis. Secara biologis, laki-laki dan perempuan memang berbeda. Untuk merubah prilaku sebagai akibat perbedaan biologis ini merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Perkembangan hasil-hasil penelitian ilmu sosial menunjukkan bahwa laki-laki dan prempuan berbeda tidak hanya sekedar akibat dari perbedaan biologis antara keduanya. Namun lebih dari itu, proses sosial dan budaya telah turut mempertajam perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

11 Pembahasan mengenai gender, melahirkan tiga teori yaitu: 1. Teori Nurture Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial budaya selama ini menempatkan perempuan dan lakilaki dalam kelas yang berbeda. Laki-laki selalu lebih superior dibandingkan perempuan. 2. Teori Nature Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang harus diterima. Perbedaan biologis memberikan dampak berupa perbedaan peran dan tugas diantara keduanya. Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada pula yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiah. 3. Teori Keseimbangan Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori yang berusaha memberikan kompromi yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan perempuan namun menuntut perlunya kerjasama yang harmonis antara keduanya. 12 Dalam pengertian identitas gender adalah defenisi seseorang tentang dirinya, khususnya dirinya sebagai perempuan dan berbagai karakteristik perilakunya yang ia kembangkan sebagai hasil proses sosialisasi 13 Sesuai dengan defenisi diatas, konsep gender tampak berlaku fleksibel, berbeda-beda dalam ruang dan waktu dan bisa diubah. Identitas gender diperoleh melalui proses belajar, proses sosialisasi dan melalui kebudayaan masyarakat yang 12 Saparinah, dan Soemarti P, Identitas Gender dan Peranan Gender, Dalam buku Kajian Wanita Dalam Pembangunan oleh T.O. Ihromi (Penyunting) hal Ibid.

12 bersangkutan. Karena tidak heran apabila identitas gender telah memberi label tentang jenis pekerjaan yang boleh atau layak dan tidak boleh atau tidak layak dilakukan oleh jenis kelamin tertentu. Sebagai contoh pembagian kerja seksual dirumah tangga yang berlaku umum paling tidak ditingkat ideology tugas perempuan adalah mengurus rumah tangga dan tugas laki-laki adalah mencari nafkah. Hilary M. Lips, mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya: Perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-iri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Hilary M. Lips dan S.A. Shield, membedakan teori strukturalis dan teori fungsionalis. Teori strukturalis condong ke sosiologi, sedangkan teori fungsionalis lebih condong ke psikologis namun keduanya mempunyai kesimpulan yang sama. Dalam teori itu, hubungan antara laki-laki dan perempuan lebih merupakan kelestarian, keharmonisan daripada bentuk persaingan. Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat, misalnya lakilaki sebagai pemburu dan perempuan sebagai peramu. Perempuan dengan fungsi reproduksinya menuntut untuk berada pada peran domestik. Sedangkan laki-laki memegang peran publik. Dalam masyarakat seperti itu, stratifikasi peran gender ditentukan oleh jenis kelamin (sex). Hilary Lips, membedakan kata sex sebagai (ciri-ciri biologis, fisik tertentu, jenis kelamin biologis) Sex merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis (kodrat), individu dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau

13 seorang perempuan. Gender lebih mendekatkan arti jenis kelamin dari sudut pandang sosial. 14 The Oxford Encyclopedia Of The Modern World (Esposito, 1995) menyatakan, gender adalah pengelompokkan individu dalam tata bahasa yang digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya kepemilikan terhadap satu ciri jenis kelamin tertentu. Illch (1998) menyatakan, gender merupakan salah satu diantara tiga jenis kata sandang dalam tata bahasa, yang kurang lebih berkaitan dengan pembedaan jenis kelamin, yang membeda-bedakan kata benda menurut sifat penyesuaian dan diperlukan ketika kata-kata benda itu dipakai dalam sebuah kalimat. Kata-kata benda dalam bahasa Inggris biasanya digolong-golongkan menurut gender maskulin, feminin, dan netral. Fredrich Engels, melengkapi pendapat Marx bahwa perbedaan dan ketimpangan gender tidak disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin (biologis) akan tetapi merupakan divine creation. Engles memandang masyarakat primitif lebih bersikap egaliter karena ketika itu belum dikenal dengan adanya surplus penghasilan. mereka hidup secara nomaden sehingga belum dikenal dengan adanya pemilikan secara pribadi. 15 Oakley (1972) menyatakan dalam Sex, Gender and Society memberi makna gender sebagai perbedaan jenis kelamin yang bukan biologis jenis kelamin (sex) merupakan kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara permanen dan Universal berbeda. Sementara Gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang socially constructed, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau 14 Op.Cit.,hal Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka pelajar: Yogyakarta, 2004, hal. 60.

14 bahkan ciptaan Tuhan, melainkan diciptakan oleh kaum lelaki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Caplan (1987) menyatakan dalam The Cultural Construction of Sexuality menegaskan bahwa perbedaan prilaku antara laki-laki dan perempuan selain secara biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses sosial dan kultural. Oleh karena itu, gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas ke kelas, sementara jenis kelamin biologis (sex) akan tetap tidak berubah. Perbedaan gender (gender differences) yang selanjutnya melahirkan peran gender (gender role) sesungguhnya tidaklah menimbulkan masalah, atau tidak perlu digugat. Kalau secara biologis (kodrat) kaum perempuan dengan organ reproduksinya bias hamil, melahirkan dan menyusui dan kemudian mempunyai peran gender sebagai perawat, pengasuh dan pendidikan anak, sesungguhnya tidak ada masalah dan tidak perlu digugat. Persoalannya adalah ternyata peran gender tradisional perempuan dinilai lebih rendah dibanding peran gender laki-laki. Selain itu ternyata peran gender melahirkan masalah yang perlu digugat, yakni ketidakadilan yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan gender tersebut. Manifestasi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender adalah sebagai berikut: 1. Terjadinya marginalisasi (kemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi perempuan yang disebabkan oleh ketidakadilan gender, yang dipersoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender. Misalnya banyak perempuan desa tersingkirkan dan menjadi miskin, akibat dari program pertanian revolusi hijau yang hanya memfokuskan pada petani laki-laki.

15 2. Terjadinya subordinasi pada salah satu jenis sex yang umumnya pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat, maupun negara, banyak kebijakan dibuat tanpa menganggap penting kaum perempuan. Misalnya, anggapan karena perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus sekolah tinggitinggi. 3. Pelabelan negative (stereotype) terhadap jenis kelamin tertentu, terutama kaum perempuan dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotype yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. 4. Kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, karena perbedaan gender. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan (seksual harassment) dan penciptaan ketergantungan. 5. Karena peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (burden). Dengan kata lain peran gender perempuan yang menjaga dan memelihara kerapian tersebut telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Sosialisasi peran gender tersebut menjadikan rasa bersalah bagi perempuan yang tidak melakukannya, sementara bagi kaum laki-laki, tidak saja merasa bukan tanggung jawabnya, bahkan dibanyak tradisi dilarang untuk berpartisipasi. Kesemua manifestasi ketidakadilan gender tersebut di atas adalah saling berkaitan dan secara dialektika saling mempengaruhi. Manifestasi ketidakadilan itu

16 tersosialisasi baik kaum lelaki maupun perempuan secara mantap, yang lambat laun baik laki-laki maupun perempuan menjadi terbiasa dan akhirnya percaya bahwa peran gender itu seolah-olah menjadi kodrat. Lambat laun terciptalah suatu struktur dan sistem ketidakadilan gender yang diterima dan sudah tidak lagi dapat dirasakan adanya sesuatu yang salah. Analisis gender di atas memberi perangkat teoritik untuk memahami sistem ketidakadilan gender. Kedua jenis kelamin baik pria maupun perempuan, bisa menjadi korban dari ketidakadilan gender tersebut. Namun karena mayoritas yang menjadi korban ketidakadilan gender adalah kaum perempuan, seolah-olah analisis gender hanya menjadi alat perjuangan kaum perempuan. Analisis gender justru menjadi alat gerakan feminisme untuk menjelaskan sistem ketidakadilan. 16 Tanpa analisis gender gerakan feminisme akan menjadi reduksionisme, yang lebih memusatkan perhatian perubahan sosial bagi kaum perempuan belaka. Analisis gender membantu memahami bahwa pokok persoalannya adalah sistem dan struktur yang tidak adil, baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi karena sistem ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami dehumanisasi karena ketidakadilan gender, sementara kaum laki-laki menjadi dehumanisasi karena melnggengkan penindasan gender. lebih lanjut, analisis gender ini memungkinkan gerakan feminisme memfokuskan pada relasi (struktur) gender serta keluar dari pemikiran yang memfokuskan pada perempuan. dengan demikian, yang menjadi agenda utama setiap usaha perubahan sosial tidak sekedar menjawab kebutuhan praktis atau merubah kondisi kaum perempuan, melainkan juga menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan, yakni memperjuangkan posisi kaum perempuan, termasuk konter 16 Mansour Fakih, Sesat Pikir teori Pembangunan dan globalisasi, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2001, hal. 171.

17 hegemoni dan konter discourse terhadap ideologi gender yang telah mengakar dalam keyakinan baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki. 17 Dalam teori ini yang dianggap sesuai dengan teori gender adalah teori gerakan feminisme. E.2. Gerakan Feminisme Gerakan feminisme, kata feminisme dipelopori pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, yaitu Charles Fourier pada tahun kemudian pergerakan Center Eropa feminisme ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi dari John Stuart Mill, yaitu The Subjection of Woman (1869). Pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pengekangan terhadap kebebasan kaum perempuan. Dimana feminisme merupakan suatu gerakan politik di beberapa negara barat yang memiliki perempuan sebagai fokus perhatiannya. Gerakan feminisme sesungguhnya berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi. Oleh karena itu, harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan dirugikan dalam semua bidang dengan dinomorduakan oleh kaum laki-laki khususnya dalam masyarakat yang sifatnya patriarki. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum perempuan lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki di depan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah (domestik). Inti dari pandangan feminisme adalah: Ibid. 18 Mansour Fakih, Op, Cit.,hal. 79.

18 bahwa setiap perempuan juga perlu mempunyai hak untuk dapat memilih apa yang menurutnya baik bukan yang ditentukan kaum laki-laki. 19 Sejarah lahirnya gerakan feminisme sebagai filsafat dan gerakan yang dapat dilacak dalam sejarah kelahirannya. Dengan lahirnya era pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley dan Marquis De Condorcep. Perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middlesburg, sebuah kota di selatan Belanda pada tahun Menjelang abad ke 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian, pada awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu dimana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan perempuan. Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamenatalisme agama yang cenderung melakukan operasi terhadap kaum perempuan. Sebagian kaum perempuan masih aktif dalam perjuangan persamaan hak dengan kaum laki-laki atau yang lazim disebut dengan kesetaraan gender. Sebenarnya sebagian besar perempuan yang sedang berjuang itu adalah para perempuan yang sudah merdeka. Biasanya mereka itu dari kalangan wanita karir yang sukses, punya prestasi, punya background dan pendidikan yang tinggi. Mereka tetap giat berjuang atas nama semua perempuan yang masih terpasung atau tidak memiliki hak setara dengan laki-laki atau perempuan yang tertindas. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Prancis di abad ke XVIII yang kemudian melanda Amerika Serikat dan keseluruhan dunia. Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang cendrung melakukan operasi terhadap kaum perempuan. Dari latar belakang demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk menaikan derajat kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi Revolusi sosial 19 Saparinah Sadli, Pengantar tentang Kajian Wanita, dalam buku Kajian Dalam Wanita Dalam Pembangunan, oleh T. O. Ihromi (penyunting), hal. 15.

19 dan politik, perhatian terhadap kaum-kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the Right of Women yang isinya dapat meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki. Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya: Gender Inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari: rasisme, stereotype, seksisme, penindasan perempuan, dan phalogosentrisme. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, di tandai dengan lahirnya Negaranegara baru yang terbebas dari penjajahan Eropa, lahirnya Feminisme Gelombang kedua pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan. Dalam gelombang kedua ini dipelopori oleh para feminisme Perancis seperti Helena Cixous dan Julia Kristeva bersama dengan kelahiran dekonstruksionis, Derrida. Dalam the Laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan White Anglo-Amerika- Feminist, dia menolak esensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida. Secara spesifik, banyak feminisme-individualis kulit putih, meskipun tidak semua, mengarahkan objek penelitiannya pada perempuan-perempuan dunia ketiga.

20 Meliputi Afrika, Asia, da Amerika Selatan. Dalam berbagai penelitian tersebut, telah terjadi pretense universalisme perempuan sebelum memasuki konteks relasi sosial, agama, ras dan budaya. Spivak membongkar tiga teks karya sastra Barat yang identik dengan tidak adanya kesadaran sejarah kolonialisme. Mohanty membongkar beberapa penelitian feminisme barat yang menjebak perempuan sebagai objek. Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam konteks All Women. Dengan apropriasi bahwa semua perempuan adalah sama. Dalam beberapa karya sastra novelis perempuan kulit putih yang ikut dalam perjuangan feminisme masih terdapat lubang hitam, yaitu: tidak adanya representasi perempuan budak dari tanah jajahan sebagai subjek. Penggambaran pejuang feminisme adalah yang masih mempertahankan posisi budak sebagai yang mengasuh bayi dan budak pembantu di rumah-rumah kulit putih. Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai Subaltern yang tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah perang dunia kedua. Selama sebelum PD- II, banyak pejuang tanah terjajah Eropa yang lebih mementingkan kemerdekaan bagi laki-laki saja. Terbukti kebangkitan semua Negara-Negara terjajah dipimpin oleh elit nasionalis dari kalangan pendidikan, politik dan militer yang kesemuanya adalah lakilaki. Pada era itu kelahiran feminisme gelombang kedua mengalami puncaknya. Tetapi perempuan dunia ketiga masih dalam kelompok yang bisu. Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan dunia ketiga menjadi objek analisis yang dipisah dari sejarah kolonialisasi, rasisme, dan relasi sosial. Dalam gerakan feminisme ini ada beberapa aliran feminisme yang berkaitan, yaitu aliran feminisme liberal dan aliran radikal.

21 E.2.1 Aliran Feminisme Liberal Teori feminisme liberal pertama kali dirumuskan oleh Mary Wollstonecraft ( ) dalam tulisan The Vindication of The Right of Woman dan John Stuart Mill dalam tulisannya The Subjection of Women, kemudian Betty Frei dan dalam tulisannya The Feminim Mystique dan The Second State. Mereka menekankan bahwa subordinasi perempuan berakar dalam keterbatasan hukum adat sehingga menghalangi perempuan untuk masuk ke lingkungan publik. 20 Masyarakat beranggapan bahwa perempuan dipengaruhi oleh kondisi alamiah yang dimilikinya, karena kurang memiliki intelektualitas dan kemampuan fisik dibanding laki-laki. Oleh karena itu, perempuan dianggap tidak mampu menjalankan peran di lingkungan publik. Anggapan inilah yang disangkal oleh feminisme liberal. Menurut mereka, manusia, perempuan atau laki-laki diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama dan harus pula mempunyai kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Menurut perspektif ini, jika leluasa berperan diluar rumah, perempuan pun akan dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Jadi, bukan kondisi alamiah perempuan yang menyebabkan mereka kurang memiliki intelektualitas dan kemampuan fisik seperti laki-laki, melainkan persepsi masyarakatlah yang menentukan bagaimana seorang laki-laki dan perempuan berfikir, bertindak, dan berperasaan agar perempuan dapat berkembang seperti laki-laki. Perempuan harus berpendidikan sama seperti laki-laki. Dalam tradisi feminisme liberal, penindasan perempuan dikenal sebagai kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individual atau kelompok. Cara pemecahan untuk merubahnya, yaitu menambah kesempatan bagi perempuan terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan partisipasi perempuan. 20 Siti Hidayati Amal, Beberapa Perspektif Feminisme Dalam Menganalisis Permasalahan Perempuan, Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 1995, hal. 86.

22 Perubahan-perubahan sosial tersebut menyediakan argumen-argumen politik maupun moral untuk gagasan-gagasan mengenai kemajuan, kontrak, sifat dasar dan alasan yang memutuskan ikatan-ikatan dan norma-norma tradisional. Akar teori feminisme liberal ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasional, oleh sebab itu asumsi dasar dari feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan (freedom) dan kesetaraan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Perempuan adalah makhluk rasional kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Pada intinya kaum feminisme liberal menganggap bahwa perempuan dan lakilaki memang diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama pula untuk memajukan dirinya dalam berbagai hal oleh sebab itu aliran ini berupaya mempercepat tercapainya kesetaran dan keadilan dalam berbagai bidang. Melalui suatu perdebatan terbentuklah teorisasi feminisme secara jelas dan meyakinkan perdebatan persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan, keduanya adalah istilah yang kaya, kompleks dan diperjuangkan dalam hak-hak mereka sendiri. Orang-orang yang berkepentingan dalam menggambarkan posisi ideologi telah memetakan pencarian persamaan kedalam bentuk-bentuk feminisme liberal atau sosialis dan mencari perbedaan ke dalam bentuk feminisme radikal atau kultural. 21 Salah satu tokoh feminisme liberal adalah Naomi Wolf, menurutnya feminisme liberal adalah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Menurut Wolf setiap manusia memiliki kapasitas untuk berfikir dan bertindak secara rasional. Untuk itu, perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing 21 Terjemahan dari buku: Judith Squires, Gender in political Theory, Polity Press; USA, 1999, hal. 115.

23 didunia dalam kerangka persaingan bebas dan punya kedudukan setara dengan lakilaki. Perempuanlah yang harus membekali diri dengan bekal pendidikan dan pendapatan (ekonomi). Setelah perempuan mempunyai kekuatan dari segi pendidikan, pendapatan, perempuan harus terus menuntut persamaan (equality) haknya serta saatnya perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada laki-laki. Wolf memaparkan isu persamaan (equality) hak antara laki-laki dan perempuan serta perluasan hak-hak individu. keterlibatan perempuan dalam industrialisasi dan program pembangunan yang populer disebut women in development. Intinya ialah semua aksi pergerakan perempuan dilakukan sedikit demi sedikit tanpa mengganggu status quo kekuasaan. Pada akhirnya laki-laki harus dipaksa memberikan tempat pada perempuan dalam segala kehidupan. Dengan menekankan bahwa untuk mengatasi rintangan sosial yang dihadapi perempuan diperlukan campur tangan pemerintah. Karena aliran feminisme liberal memandang sampai sekarang campur tangan pemerintah masih kurang peduli dengan masalah perempuan tersebut. Selain aliran feminisme liberal, ada salah satu aliran yang harus diperhatikan dalam gerakan feminisme yaitu aliran feminisme radikal. E.2.2 Aliran Feminisme Radikal Feminisme radikal ini muncul pertama kali sejak pertengahan tahun 1970an dimana aliran ini menawarkan ideologi perjuangan separatisme perempuan pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 1960an, kegiatan utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Gerakan ini sesuai dengan namanya yang radikal aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan

24 merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempersalahkan antara lain tumbuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privatpublik. The Personal is Political menjadi gagasan yang mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai pada ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditunjukkan kepada feminisme radikal. Pada hal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia memiliki UU RI No. 23 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (UU PKDRT). 22 Teori feminisme radikal ini menganut paham sosialis dan tokoh dari paham sosialis ini adalah Marxis, menurut Marx tidak ada sosialisme tanpa pembebasan perempuan. Tidak ada pembebasan perempuan tanpa sosialisme. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme radikal sosial menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung. Seperti dicontohkan oleh N. Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran perempuan. Agenda untuk meneranginya adalah menghapus kapitalisme dari sistem patriarki. Aliran ini menolak setiap jenis kerja sama dimana feminisme radikal ingin mengembangkan analisis feminis yang lebih nyata dan lebih merdeka. Dalam hal ini analisis sosialis Marx tersebut bermanfaat untuk melihat problem-problem 22

25 ketidakadilan, ketidaksetaraan dan penindasan yang menjadi beban kaum perempuan. Dalam membahas teori tentang kesetaraan (equality), banyak orang yang mempelajari teori gender dan politik dari persfektif kesetaraan (equality) sangat meyakini bahwa gender akan menjadi tidak relevan jika dilihat secara politik atau dengan kata lain tidak berhubungan satu sama lain. Pada kenyataannya bahwa pria dan wanita pada umumnya dipahami berbeda dalam lingkungan politik. 23 Selain kesetaraan (equality), keadilan (justice) pada dasarnya juga menyangkut akan masalah gender dan kaum perempuan. Adapun literatur mengenai gender dalam teori politik biasanya disamakan dengan yang namanya etika keadilan. Etika keadilan ini dikecam secara luas dalam teori politik feminis. Apa yang telah muncul dalam teori feminis yang dilambangkan sebagai perspektif, etika keadilan adalah sebuah artikulasi tertentu tentang objektivisme moral. Adapun ide dasar dari feminisme adalah kesetaraan (equality), kedudukan laki-laki dan perempuan yang dibangun atas dasar kesetaraan (equality) dan keadilan (justice) hak-hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. 24 F. Defenisi Konsep Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau persamaan (equality) dan keadilan (justice) hak dengan pria. Jadi gerakan feminisme adalah sebuah gerakan pembebasan dan perlindungan hak-hak perempuan dalam masyarakat. Adapun gerakan feminisme ini lebih memusatkan perhatian kepada masalah perempuan yang mengasumsikan bahwa munculnya permasalahan ketidakmampuan kaum perempuan untuk bersaing dengan laki-laki tetapi pada dasarnya perempuan adalah makluk rasional yang memiliki kemampuan sama dengan 23 Terjemahan dari buku: Judith Squires, Op.Cit., hal Ibid., hal. 142.

26 laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Adapun konsep persamaan (equality) dan keadilan (justice) adalah: 1. Persamaan (Equality). Persamaan adalah suatu konsep yang menunjukkan bahwa semua manusia sama dimata hukum. Persamaan juga menunjukkan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan yang adil terutama persamaan hak bagi perempuan harus ditegakkan di dalam suatu negara. Persamaan dan perbedaan keduanya istilah yang kaya, kompleks dan diperjuangkan dalam hakhak mereka sendiri, persamaan dan perbedaan telah menggambarkan perbedaan dan perspektif yang bersaing dalam teori feminis. Jika seseorang memperluas kerangka analisa ideologi dan geografis dengan perspektif kronologis, maka seseorang dapat melukiskan jalur teori feminis sehubungan dengan persamaan dan perbedaan sebagaimana dimulai dengan persamaan (equality), peralihan pada perbedaan, kemudian pergerakan terhadap resolusi dikotomi. Beberapa komentator telah memilih melambangkan tahapan feminisme ini sebagai feminisme gelombang-gelombang. 1. Gelombang pertama, yang di tandai oleh komitmen terhadap persamaan (equality). 2. Gelombang kedua, oleh komitmen terhadap perbedaan. 3. Gelombang ketiga, komitmen terhadap keragaman. Orang lain melihat pergerakan dari persamaan ke perbedaan sebagai internal terhadap feminisme gelombang kedua. Misalnya, Nancy Fraser menganggap bahwa perubahan terjadi dalam pergerakan wanita Amerika Serikat pada akhir era 1970an. Karena setiap cerita kronologis ini menggangap sesuatu dari perasaan dalam perdebatan feminis, maka masing-masing lebih skematis dan menanamkan dirinya

27 dalam kerangka normatif tertentu. Memungkinkan juga untuk mengkarakterisasikan sifat dinamis dari perdebatan persamaan dan perbedaan. 25 Memetakan perdebatan persamaan dan perbedaan dari perspektif usaha-usaha saat ini untuk bergerak melebihi persamaan dan perbedaan. Pelaksanaan yang berlebihan inilah yang secara lebih jelas mengkarakteristikan momen saat ini terhadap teorisasi gender. Status perspektif keragaman ketiga adalah kompleks tidak dimaksudkan untuk meliputi semua upaya yang dilakukan untuk mlebihi alat untuk mensistensikan perspektif persamaan dan perbedaan. Lebih dipahami sebagai negosiasi kompleks dari pola dasar yang ada dari pada artikulasi dari pola dasar yang baru. Orang-orang yang mendekati teori gender dan politik dari perspektif persamaan sangat meyakini bahwa gender akan menjadi tidak relevan secara politik atau tidak berhubungan, kenyataan bahwa pria dan wanita pada umumnya berbeda. Alasan yang tidak cukup untuk memperlakukan mereka secara berbeda dalam lingkungan politik. Proyek pemerintahan apapun yang benar-benar melaksanakan prinsip-prinsip persamaan liberal harus melebihi anggapan sexist tentang perbedaan Gender yang telah meneliti perbedaan tehadap wanita, untuk memberikan kepada wanita hak-hak yang sama dengan pria dan untuk memungkinkan wanita berpartisipasi seperti halnya pria dalam lingkungan publik. Perbedaan gender dipasang sebagai sebuah manifestasi seksisme, sebagai penciptaan yang digunakan untuk menasionalisasikan persamaan antara pria dan wanita. Anggapan yang luas bahwa wanita tidak rasional sepenuhnya digunakan secara berulang kali sebagai justifikasi untuk melanjutkan pengeluaran mereka dari kewarganegaraan penuh. 25 Terjemahan dari buku: Judith Squires, Op.Cit., hal. 117.

28 Gagasan bahwa wanita tidak dapat memiliki kemampuan rasional, abstrak, yang menguniversalisasikan bentuk pemikiran yang dibutuhkan untuk terlibat dalam arena penelitian dan politik publik perlu ditemui dengan penegasan kesamaan wanita dengan pria. Sebagaimana yang dijelaskan Fraser, dari perspektif persamaan, maka perbedaan gender terlihat tidak memungkinkan untuk lepas dari seksisme. Tugastugas politik selanjutnya akan lebih jelas, tujuan feminisme adalah untuk melepaskan belenggu perbedaan dan membentuk persamaan yang membawa pria dan wanita dibawah sebuah ukuran umum. Dari perspektif persamaan tersebut Keadilan (Justice) Mengenai keadilan (justice) dalam literatur gender, dalam teori politik disamakan dengan etika keadilan. Pertama, etika keadilan adalah perspektif yang lebih tepat dan memungkinkan. Menurut pandangan tidak dari manapun dan oleh karena itu pada dasarnya netral sehubungan dengan masalah gender. Kedua, etika keadilan adalah sebuah produk dari jiwa pria dan secara intrinsik bergender. Ketiga, etika keadilan adalah sebuah bentuk pemikiran moral yang terbatas secara khusus dan spesifik secara historis yang memainkan peranan signifikan dalam proses pengenderaan identitas sosial. Etika keadilan ini dikecam secara luas dalam teori politik feminis. Dari perspektif pertama para ahli teori tidak mengecam etika keadilan itu sendiri. Mereka menganggap bahwa tingkatan aplikasinya harus diperluas hingga meliputi bentukbentuk hubungan sosial dari etika keadilan. Mereka menganggap bahwa ini adalah bentuk pemikiran moral dan bentuk yang khusus bagi pria. Ada bentuk lain yang diambil dari dalam pendekatan kedua adalah pemikiran moral yang disebut etika 26 Terjemahan dari buku: Judith Squires, Op.Cit., hal.118.

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki

BAB II LANDASAN TEORI. terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Feminisme 2.1.1 Sejarah feminisme Lahirnya gerakan Feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki perkembangan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II FEMINISME LIBERAL NAOMI WOLF. mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori

BAB II FEMINISME LIBERAL NAOMI WOLF. mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori BAB II FEMINISME LIBERAL NAOMI WOLF A. Feminisme Liberal 1. Sejarah Feminisme Feminisme berasal dari bahasa Latin, yaitu femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah menjadi kebutuhan utama bagi manusia untuk menunjang aktivitasnya. Adanya transportasi menjadi suatu alat yang dapat mempermudah kegiatan

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

Media & Cultural Studies

Media & Cultural Studies Modul ke: Media & Cultural Studies Feminisme dalam perspektif Cultural Studies Fakultas ILMU KOMUNIKASI ADI SULHARDI. Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id FEMINISME DAN CULTURAL STUDIES Pemikiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum

BAB I PENDAHULUAN. Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LatarBelakang Bicara tentang tokoh pendidikan ataupun pelopor perjuangan kaum perempuan, sebagian besar masyarakat tentu lebih mengenal R.A Kartini. Memang, banyak tokoh perempuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut fakih (1996) dalam memahami konsep gender maka harus dibedakan pada kata gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Oleh; Agoes Moh. Moefad (NPM : 170130087012) Hamzah Turmudi (NPM : 170130087004) Zaenal Mukarom (NPM : 170230087001) Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang menjadi landasan dalam membahas permasalahan yang mendukung penelitian. Pertama-tama penulis akan menjelaskan secara detil tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

Penyebab kematian ibu melahirkan Musdah Mulia

Penyebab kematian ibu melahirkan Musdah Mulia Penyebab kematian ibu melahirkan Musdah Mulia 1) Rendahnya tingkat kualitas hidup perempuan Sejumlah penelitian mengungkapkan, ada banyak faktor penyebab kematian ibu melahirkan, namun penyebab utama adalah

Lebih terperinci

BAB II TEORI FEMINISME SOSIALIS. secara logis, yang menerangkan fenomena tertentu. 25

BAB II TEORI FEMINISME SOSIALIS. secara logis, yang menerangkan fenomena tertentu. 25 32 BAB II TEORI FEMINISME SOSIALIS A. Pengertian dan Teori Feminisme Teori merupakan seperangkat pernyataan atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang menerangkan fenomena tertentu. 25 Dalam penelitian

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN A. Gender dan Kajian tentang Perempuan Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gender dalam kespro Konsep dasar gender Pengertian

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang

BAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

BAB III PARADIGMA FEMINISME LIBERAL

BAB III PARADIGMA FEMINISME LIBERAL BAB III PARADIGMA FEMINISME LIBERAL A. Kategori Gerakan Feminisme Perbedaan pengalaman setiap orang melahirkan perbedaan pengetahuan dan juga perbedaan pandangan dunia. Oleh karena itu, suatu pemikiran,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME 51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan manusia mengalami perubahan dari generasi ke generasi. Contohnya, perubahan kebudayaan, adat istiadat, peradaban

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Tim Penyusun. Pengarah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan

Tim Penyusun. Pengarah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Tim Penyusun Pengarah Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Penanggungjawab Kepala Bidang Keluarga Sejahtera Ketua Panitia Kepala Sub Bidang Penguatan Advokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu kepada norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan

Lebih terperinci