BAB I PENDAHULUAN. pemborosan, dan sumber kebocoran anggaran. Konsep value for money yang terdiri dari tiga

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik di Indonesia masih dinilai sebagai lembaga yang inefisiensi, pemborosan, dan sumber kebocoran anggaran. Konsep value for money yang terdiri dari tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas diharapkan menjadi dasar pengelolaan organisasi sektor publik di Indonesia (Mardiasmo, 2002). Berdasarkan The Global Competitiveness Report yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (W EF) menempatkan Indonesia pada peringkat 37 di bawah Malaysia dan Thailand. Laporan tersebut menilai tingkat kemampuan negara untuk memberikan kemakmuran bagi warganya. Hal ini pada gilirannya tergantung pada seberapa produktif negara menggunakan sumber daya yang tersedia (WEF, 2016). Selain itu, menurut The Worldwide Governance Indicators yang didasarkan pada data dan survei dari World Bank periode , menilai bahwa lima dari enam indikator kinerja pemerintah Indonesia masih minus. Laporan tersebut menunjukkan bahwa nilai ratarata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia (government effectiveness) di tahun 2014 masih sangat rendah, yaitu dengan nilai indeks 0,01 dan berada di peringkat ke-85 (World Bank, 2016). Salah satu langkah dalam peningkatan efektivitas sektor publik yaitu dengan melalui manajemen biaya. Namun, sampai saat ini instansi pemerintah di Indonesia belum 1

2 2 mempunyai metode untuk analisis biaya produk layanan pemerintah. Meskipun telah disusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 dan PMK Nomor 115/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2016 sebagai batas tertinggi dan estimasi biaya setiap tahunnya, batas-batas biaya tersebut hanya didasarkan kepada biaya input. Seharusnya diperlukan juga analisis biaya berdasarkan data biaya aktual, baik untuk penghitungan biaya (costing) produk layanan pemerintah, maupun untuk memperoleh informasi proses bisnis bagi manajemen organisasi. Cokins (2015) melalui International Federation of Accountants (IFAC) menyatakan bahwa salah satu metode yang dapat memberikan data informasi biaya bagi pemerintah secara akurat ialah metode Activity-Based Costing atau metode ABC (IFAC, 2016). Senada dengan pendapat tersebut, studi kasus pada layanan kesehatan tahanan di Australia oleh Cai et al. (2013) berdasarkan aktivitas yang sebenarnya dilakukan, ABC telah terbukti diterima oleh semua personel organisasi. Metode ABC menyediakan data yang berguna untuk mendukung efisiensi dan upaya memperoleh tolok ukur (benchmarking). Pengalaman dari desain model biaya, validasi, perbaikan dan juga proses keterlibatan dengan semua pihak disarankan untuk organisasi kesehatan lainnya. Eksperimen Harrison (1998) yang membandingkan antara informasi yang dihasilkan dari ABC dan informasi yang dihasilkan dari traditional costing, yaitu Volume-Based Costing (VBC). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan waktu proses yang relatif

3 3 sama, informasi yang dihasilkan ABC lebih baik dalam pengambilan keputusan untuk memaksimalkan laba. Namun, seperti halnya Just-in Time (JIT), Balanced Scorecard (BSC), dan Total Quality Management (TQM), metode ABC bukanlah sebuah formula magis yang serta-merta langsung sukses (Morgan, 1993). Setiap metode yang diperkenalkan ialah bagian langkah demi langkah proses perbaikan dalam kinerja organisasi. Beberapa penelitian, misalnya Morgan (1993); Datar dan Gufta (1994); Lawson (2005); Jones (2014) membahas kelemahan dan kendala dalam implementasi ABC. Kelemahan ABC diantaranya, menimbulkan resistensi penolakan dari personel karena melibatkan lintas departemen dan penghapusan kegiatan tertentu. Metode ABC sulit untuk diterima ketika manfaat yang signifikan pada awal penerapan ABC tidak dapat diidentifikasi (Morgan, 1993). Peningkatan frekuensi kesalahan dalam pengukuran biaya produk yang disebabkan peningkatan jumlah kolam biaya (cost pool) dan peningkatan spesifikasi basis biaya (Datar dan Gufta, 1994). Penelitian Lawson (2005) menyatakan bahwa fokus organisasi lebih kepada biaya daripada manajemen menyebabkan banyak yang menyimpulkan bahwa manfaat dari ABC tidak melebihi biaya yang besar untuk menerapkan dan memilhara sistem tersebut. Informasi yang dihasilkan ABC juga tidak dapat diandalkan karena pengalokasian biaya ke produk dilakukan secara sewenang-wenang tanpa mendasarkan kepada seberapa besar konsumsi atau penyebab biaya (Jones, 2014).

4 4 Setiap organisasi perlu mempelajari pro dan kontra dari setiap metode a nalisis biaya untuk mengetahui metode yang paling tepat untuk organisasi mereka. Tidak ada metode analisis biaya yang terbaik, tetapi hanya metode analisis biaya yang paling cocok untuk digunakan manajemen organisasi (Rasiah, 2011). Manajemen organisasi juga harus dapat menentukan pada level bagaimana metode ABC dapat relevan dan bermanfaat pada kinerja organisasi (Vokurka dan Lummus, 2001). Bertolak pada belum dilakukannya analisis biaya oleh organisasi sektor publik di Indonesia maupun karena pentingnya data informasi biaya produk sebagai tolok ukur biaya pelayanan pemerintah. Di samping itu, data hasil analisis biaya juga sebagai alat untuk pengambilan keputusan manajemen, maka dibutuhkan sebuah metode analisis biaya yang tepat untuk dapat diterapkan di Indonesia. ABC sebagai metode alternatif yang direkomendasikan untuk sektor publik, misalnya Michel (2004), Cai et al. (2013), Cokins (2015) sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang prospek ABC di sektor publik Indonesia. 1.2 Rumusan Permasalahan Sampai dengan saat ini belum dilakukan analisis biaya produk layanan pada instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini menyebabkan tidak diketahuinya tolok ukur biaya produk layanan dari masing-masing instansi pemerintah. Selain itu, masih minim atau bahkan belum ada penelitian tentang analisis biaya dengan metode ABC pada organisasi/instansi pemerintah.

5 5 Terdapat perbedaaan konsep kebijakan biaya standar yang diberlakukan pemerintah saat ini dengan konsep analisis biaya harga pokok produk dengan ABC. Kebijakan biaya standar digunakan sebagai pengendalian ekternal instansi oleh pemerintah, sedangkan analisis biaya ABC didorong sebagai kebutuhan internal terhadap informasi biaya. Berdasarkan pentingnya informasi biaya produk layanan pemerintah dan untuk menambah literatur penelitian ABC di sektor publik Indonesia, dibutuhkan penelitian dalam hal prospek penerapan ABC di instansi pemerintah. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian untuk menganalisis prospek penerapan metode ABC pada salah satu instansi pemerintah, yaitu pada KPPN Jakarta IV. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana cara menghitung biaya produk dengan metode ABC di instansi pemerintah? 2. Bagaimana prospek penerapan ABC di KPPN Jakarta IV? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis bagaimana cara menghitung biaya produk dengan metode ABC di instansi pemerintah; 2. Untuk mengeksplorasi bagaimana prospek penerapan ABC di KPPN Jakarta IV.

6 6 1.5 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi, baik pada kontribusi akademis maupun kontribusi praktis. 1. Kontribusi akademis, yaitu dapat memperkaya literatur teori ABC di sektor publik. Bagaimana berbagai konsep teori ABC yang telah ada dapat merespon terhadap karakteristik organisasi sektor publik yang berbeda dengan konsep awal ABC di perusahaan manufaktur; 2. Sedangkan kontribusi praktis, dapat memberikan alternatif bagi manajemen instansi pemerintah, khususnya KPPN Jakarta IV dalam mengelola informasi biaya dan informasi operasi untuk efisiensi, pemberdayaan karyawan, dan alat penilaian kinerja.