BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Yulia Santoso
6 tahun lalu
Tontonan:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu tahun 2013 dan 2014, telah terjadi 325 insiden bahan nuklir dan radioaktif yang meliputi pencurian, kehilangan atau bahan yang berada di luar kendali di 38 negara[1]. Kebanyakan insiden disebabkan oleh kecerobohan, ketidaksengajaan, bukan kriminal terorgaisasi maupun terorisme. Hanya 5% dari insiden diidentifikasi sebagai kasus yang melibatkan sumber radioaktif berisiko (weapon-usable). Meskipun data belum menunjukkan konvergensi antara perdagangan gelap, kriminal terorganisasi dan terorisme, hubungan tersebut dapat saja muncul. Ancaman pencurian, sabotase atau penyalahgunaan terhadap sumber radioaktif adalah nyata. Sumber-sumber radioaktif dengan aktifitas (4 sampai 50 TBq) merupakan target yang menarik bagi pihak-pihak yang memiliki niat jahat[2]. IAEA mencatat sebagian besar insiden melibatkan sumber radioaktif kategori III. Insiden pencurian sumber kategori I salah satunya pernah terjadi di Mexico pada Desember Sebuah truk yang mengangkut cobalt-60 dari rumah sakit dibegal, kemudian sumber dibuang di ladang jagung 1 km dari lokasi kejadian dan dipungut oleh penduduk setempat. Peristiwa ini menyebabkan 3 orang terluka serius. Di India, pada April 2010 terjadi kecelakaan radiologis yang disebabkan oleh kesalahan pihak kampus University of Delhi yang membuang irradiator riset gammacell 220 yang berisi cobalt-60 ke tempat pelelangan logam[3]. 1

2 Gambar I. 1 Grafik jumlah insiden bahan nuklir dan radioaktif dari tahun 1993 hingga 2013 oleh IAEA[1]. Di Indonesia, peristiwa kehilangan bahan radioaktif pernah terjadi pada tahun 2000.

2 2 Gambar I. 1 Grafik jumlah insiden bahan nuklir dan radioaktif dari tahun 1993 hingga 2013 oleh IAEA[1]. Di Indonesia, peristiwa kehilangan bahan radioaktif pernah terjadi pada tahun Sumber cobalt-60 dan americium-241 dicuri dari gudang milik PT. Krakatu Steel, Cilegon, Jawa Barat. Berdasarkan bukti di lapangan, peristiwa kehilangan ini diduga melibatkan orang dalam. Sedangkan motif pencurian diduga adalah untuk mendapatkan kontainer sumber yang harganya sangat mahal[4]. Interpol Indonesia merangkum kejadian kriminal dan teror dengan material bahan ledak yang terjadi di Indonesia dari tahun 1999 sampai Pada tahun 2000 dan 2001 terjadi lonjakan kejadian kriminal dan teror[5]. Tahun tersebut merupakan kejadian hilangnya cobalt-60 dan americium-241. Meskipun belum ada bukti yang menyatakan keterhubungan kejadian tersebut, bisa jadi sumber sumber yang hilang tersebut merupakan bahan yang digunakan dalam kejadian kriminal dan teror yang menggunakan bahan ledak.

3 3 Tabel I.1. Jumlah peristiwa kriminal dengan material bahan ledak di Indonesia pada periode [5]. Tahun Peristiwa Dipecahkan Diselidiki Tabel I.2. Jumlah peristiwa teror dengan material bahan ledak di Indonesia pada periode [5]. Tahun Peristiwa Dipecahkan Diselidiki Sumber radioaktif berpotensi untuk diselewengkan menjadi senjata radioaktif yang berupa RED (Radiological Exposure Device) dan RDD (Radiological Dispersal Device)[6]. RDD merupakan sebuah alat yang dibuat untuk tujuan penyebaran material radioaktif tanpa ledakan nuklr[7]. Penyebaran material radioaktif ini bisa melalui dirty bomb. Pada dirty bomb, sumber radioaktif dikombinasikan dengan bahan peledak sehinga ketika bom meledak, material radioaktif akan menyebar ke udara. Ledakan dirty bomb mengakibatkan kontaminasi radiasi ke lingkungan, paparan radiasi, cidera fisik, kebakaran dan kepanikan. RDD juga dapat disebarkan melalui metode lain seperti disebar melalui pesawat terbang dan dalam tanah atau air. RED disebut juga sebagai sumber tersembunyi, adalah sumber terbungkus yang disembunyikan di lokasi lokasi publik seperti di bawah kursi dalam kereta, food court atau arena olah raga untuk tujuan memaparkan radiasi ke orang orang yang berada di lingkungan tersebut. Dalam dunia terorisme, hanya sebagian dari radioisotop yang menjadi target utama. Hal yang menjadi pertimbangan adalah tingkat, tipe radiasi yang

4 4 dipacarkan, waktu paruh, kuantitas bahan, bentuk, ukuran, perisai, portabilitas sumber, prevalensi penggunaan dan seberapa mudah sumber terdispersi[8]. Sumber radioaktif dengan waktu paruh singkat tidak memenuhi kriteria sebagai bahan RDD maupun RED. Center for Nonproliferation Studies (CNS) menyebutkan bahwa radioisotop dengan rentang waktu paruh bulan sampai sepuluh tahun memiliki tingkat risiko kesehatan ter. Sumber sumber inilah yang paling potensial digunakan sebagai bahan RED ataupun RDD. Menurut CNS terdapat 8 radioisotop yang memiliki tingkat risiko keamanan paling seperti pada Tabel I.3. Tabel I.3. Peringkat radioisotop paling potensial digunakan sebagai RED dan RDD[8] No Radioisotop Waktu paruh Aktivitas spesifik (Ci/g i ) alfa beta 1 Cobalt-60 5,3 tahun Energi 2 Cesium-137 (Barium-137m) i 30 tahun (2,6 menit) Iridium hari >450 (standar) >1.000 () 4 Stronsium-90 (Ythium-90) 29 tahun (64 jam) 140 ( ) - Energi ( ) gamma Ya - (Ya) - Ya Ya - Ya (Ya) - Enrgi 5 Americium tahun 3,4 Ya - Energi 6 Californium-252 2,7 tahun 536 Ya - Enrgi 7 Plutonium tahun 17,2 Ya - Energi 8 Radium tahun 1 Ya - Energi

5 5 Pengamanan nuklir terhadap fasilitas yang memiliki sumber radioaktif di dalamnya merupakan hal yang penting. Kegiatan pengamanan nuklir memiliki tujuan untuk melindungi sumber dari berbagai bentuk penyelewengan seperti pencurian, pemindahan tanpa ijin, sabotase dan tindak kriminal lainnya melalui deteksi, penghambatan dan respon[9]. Sistem proteksi fisik yang optimal harus bisa menyediakan proteksi yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kurang terhadap target yang dilindungi. Efektifitas SPF dapat ditentukan baik dalam proses perancangan maupun perancangan kembali SPF yang sudah ada setelah proses evaluasi. I.2. Perumusan masalah Pemanfaatan sumber cobalt-60 pada fasilitas teleterapi menimbulkan konsekuensi penyelewengan. Penelitain menunjukkan fungsi deteksi SPF fasilitas teleterapi RSUP Dr. Sardjito rentan sehingga dibutuhkan karakterisasi SPF lebih mendalam dan mencakup tidak hanya fungsi deteksi namun juga delay dan respon untuk keperluan evaluasi. I.3. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan karakter sistem proteksi fisik fasilitas teleterapi RSUP Dr. Sardjito untuk keperluan evaluasi. I.4. Manfaat Hasil penelitian ini berupa karakteriasi SPF fasilitas radioterapi RSUP Dr. Sardjito yang bisa digunakan untuk evaluasi dan perancangan SPF di fasilitas teleterapi RSUP Dr, Sardjito dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan keamanan nuklir.

dokumen-dokumen yang mirip

Sihana

Sihana Surabaya, 5-9 Oktober 2015 Sihana Email: sihana@ugm.ac.id Pengantar tentang Senjata NUKLIR Ancaman teroris nuklir Ancaman serangan fasilitas nuklir Ancaman serangan dengan bahan radioaktif 2 Hiroshima