DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Transkripsi

1 PENGUJIAN TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA BERBASIS IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT TRISETIA INTIGA, KABUPATEN LAMANDAU, KALIMANTAN TENGAH FAUZIAH DWI HAYATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 ii PENGUJIAN TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA BERBASIS IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT TRISETIA INTIGA, KABUPATEN LAMANDAU, KALIMANTAN TENGAH FAUZIAH DWI HAYATI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

3 iii ABSTRAK FAUZIAH DWI HAYATI. Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA. Interpolasi spasial merupakan suatu proses perhitungan untuk mengestimasi nilai pada wilayah yang tidak terukur dari wilayah yang terukur dengan asumsi atribut data tersebut memiliki hubungan spasial yang kontinu. Penggunaan sampel data IHMB untuk pendugaan sebaran spasial volume dan biomassa tegakan merupakan sebuah tantangan tugas yang menarik, khususnya dalam mensukseskan program REDD+. Pada penelitian ini diuji beberapa metode interpolasi yang dapat digunakan untuk mengestimasi sediaan tegakan dan biomassa berbasis data IHMB di hutan lahan kering. Metode IDW (Inverse Distance Weight) dan Kriging diuji untuk interpolasi volume tegakan seluruh jenis kayu (D>10 cm), jenis kayu komersil (D>40 cm) dan biomassa. Analisis spasial yang dilakukan mencakup pembuatan isoline, pembangunan TIN (Triangulated Irreguler Network), konversi ke grid, konversi grid ke vektor dan perhitungan nilai tengah. Penelitian ini menunjukkan bahwa Metode IDW dengan power 3 memberikan estimasi terbaik untuk interpolasi seluruh jenis kayu (D>10 cm), jenis kayu komersil (D>40 cm) dan biomassa. Pada Metode Kriging interpolasi terbaiknya dihasilkan dengan pendekatan spherical dan circular. Secara umum, Metode IDW memberikan hasil sedikit lebih baik dibandingkan dengan metode Kriging dalam menduga sebaran spasial sediaan dan biomassa tegakan. Kata kunci: interpolasi, Kriging, IDW, IHMB, sediaan tegakan, biomassa ABSTRACT FAUZIAH DWI HAYATI. Interpolation Method of IHMB based Standing Stock and Biomass on Dry Land Forest, PT Trisetia Intiga, Lamandau Regency, Middle Borneo. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA. Spatial interpolation is a calculation process to estimate the value at unmeasured areas with the assumption that the data attributes have continuos spatial relationships. The use of IHMB sample data for estimating standing stock and biomass distribution is an interesting challenge of task, particularly in supporting the REDD+ program. In this study, several interpolation methods were examined to obtain the best method to be used in estimating the standing stock and biomass based on IHMB data in dry land forests. The IDW (Inverse Distance Weight) and Kriging method were tested for interpolating all size timber class (D>10 cm), commercial tree species (D>40 cm). The spatial analysis performed includes isolines development, construction of TIN (Triangulated irregular network), conversion to grid, grid to vector conversion and calculating the mean. This study shows that the IDW of power 3 provides the best estimation for interpolating all tree size from all species (D>10 cm), comerciall species (D>40 cm) and biomass, respectively. For the Kriging Method, the best estimation was derived from spherical and circular approaches. In general, the IDW method gives slightly better estimation than the Kriging method on estimating spatial distribution of standing stock and biomass. Keyword : interpolation, Kriging, IDW, IHMB, standing stock, biomass

4 iv PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Fauziah Dwi Hayati NIM E

5 v LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitia Nama Mahasiswa Nomor Pokok Departemen : Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah : Fauziah Dwi Hayati : E : Manajemen Hutan Menyetujui : Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr NIP Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP Tanggal :

6 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 22 Januari 1990 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Wawan Karyawan dan Ibu N. Siti Hodijah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Harjasari 1 lulus tahun 2002, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Bogor lulus tahun 2005 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bogor lulus tahun Pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur USMI (undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif berorganisasi di bidang kesenian (PSM Agriaswara IPB dan KSB Masyarakat Roempoet) dan himpunan profesi FMSC(Forest Manajemen Student Club). Penulis pernah menjadi salah satu bagian dari tim pelaksana Inventarisasi Hutan di Gunung Geulis Golf and Resort. Penulis juga pernah menjadi asisten Pelatihan Sistem Informasi Geografis (SIG) tingkat dasar dalam rangka Kegiatan Kajian Pemetaan Spasial Lingkungan Hidup Kota Batam, Pelatihan Teknologi Informasi Desain Sistem Informasi Kehutanan Berbasis WebGIS Kehutanan Provinsi Papua, asisten Pelatihan Sistem Informasi Geografis untuk pascasarjana dan asisten mata kuliah Geomatika dan Inderaja Kehutanan tahun ajaran Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan acara kampus maupun luar kampus. Pada tahun 2009, penulis mengikuti pelaksanaan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Gunung Sawal-Pangandaran, Jawa Barat. Dilanjutkan pada tahun 2010 Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Setelah itu, pada tahun 2011 penulis mengikuti pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Trisetia Intiga, Provinsi Kalimantan Tengah. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang mandiri di Kementerian Kehutanan Subdit Hutan Tanaman Rakyat.

7 vii PRAKATA Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas segala limpahan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomasa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini, orang tua penulis Bapak Wawan Karyawan dan Ibu N. Siti Hodijah, kakak-kakak penulis Siti Atia Destri Rahmawati dan Maulana Arsyad juga adik penulis Muhamad Ega Nugraha atas segala doa dan dukungan. Serta teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan masa studi di IPB. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 didasari oleh Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2009 Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Dalam hal ini dilakukan pengujian metode interpolasi terhadap plot contoh IHMB untuk menduga sediaan tegakan dan biomassa yang lokasinya tidak terjangkau oleh plot contoh tersebut. Oleh karena itu, diperlukan metode terbaik demi keakuratan dugaan sediaan tegakan dan biomassa yang mendekati nilai aktual. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga ini memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Februari 2013 Fauziah Dwi Hayati

8 viii DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Manfaat... 5 BAB II METODOLOGI Waktu dan Tempat Data, Software dan Hardware Data IHMB Software Hardware Metode Penelitian Pengumpulan Data Perhitungan Volume dan Biomassa Perhitungan Volume dan Biomassa per Hektar Pemilihan Data Contoh Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) Pembuatan Isoline Sediaan Tegakan dan Biomassa Pembangunan TIN Sediaan Tegakan dan Biomassa Analisis Uji Validasi Pembuatan Ranking (Skoring) BAB III LOKASI DAN KEADAAN UMUM Letak Geografis dan Luas Areal kerja IUPHHK-HA Status Areal... 21

9 ii ix 3.3 Keadaan Hutan Sediaan Tegakan Keadaan Lahan Geologi dan Tanah Geologi Tanah Iklim Hidrologi Demografi Aksesibilitas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Metode Interpolasi Metode IDW Interpolasi Metode Kriging Uji Validasi Pemilihan Metode Terbaik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 54

10 x DAFTAR TABEL 2.1 Daftar Nama Jenis Kayu di PT Trisetia Intiga Penentuan Jumlah Plot Model dan Plot Validasi Luas IUPHHK PT Trisetia Intiga Berdasarkn Penggunaan Kawasan dalam Areal Keja Penutupan Lahan Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Wilayah IUPHHK yang Overlap Penggunaannya dengan Perkebunan Data Sediaan Tegakan di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Berdasarkan Hasil IHMB Kelas kelerengan tempat di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Kelas ketinggian tempat di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Formasi Geologi Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Jenis Tanah yang Terdapat di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Jumlah dan Distribusi Curah Hujan di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Jumlah Penduduk di Sekitar Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Rekap Nilai Tengah untuk Metode IDW Rekap Nilai Tengah untuk Metode Kriging Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Seluruh Jenis Kayu D>10 cm untuk Metode IDW Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Jenis Kayu Komersil D>40 cm untuk Metode IDW Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Biomassa untuk Metode Kriging Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Seluruh Jenis Kayu D>10 cm untuk Metode IDW Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Jenis Kayu Komersil D>40 cm untuk Metode Kriging Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Biomassa untuk Metode Kriging Perbandingan Hasil Uji Validasi dan Skor Kedua Metode... 49

11 xi DAFTAR GAMBAR 2.1 Sebaran Plot IHMB di PT Trisetia Intiga Sebaran Plot Model dan Plot Validasi Seluruh Jenis Kayu D>10 cm Sebaran Plot Model dan Plot Validasi Jenis Kayu Komersil D>40 cm Semivariogram Pada Metode Kriging Semivariogram Pada (a) Spherical method (b) Exponential method (c) Linear with sill method (d) Gaussian method Diagram Alir Penelitian Penggunaan Kawasan Areal Keja PT Trisetia Intiga Penutupan Lahan Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Sebaran Volume (m 3 /ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode IDW Nilai Tengah (m 3 /ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode IDW Sebaran Volume (m 3 /ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode IDW Nilai Tengah (m 3 /ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 dengan Metode IDW Sebaran Volume (ton/ha) untuk Biomassa dengan Metode IDW Nilai Tengah (m 3 /ha) untuk Biomassa D>10 cm dengan Metode IDW Semivariogram Pada Pengujian Seluruh Jenis Kayu D>10 cm Semivariogram Pada Pengujian Jenis Kayu Komersil D>40 cm Semivariogram Pada Pengujian Biomassa Sebaran Volume (m 3 /ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode Kriging Nilai Tengah (m 3 /ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode IDW Sebaran Volume (m 3 /ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode Kriging Nilai Tengah (m 3 /ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode IDW Sebaran Volume (ton/ha) untuk Biomassa dengan Metode Kriging Nilai Tengah (ton/ha) untuk Biomassa dengan Metode Kriging... 39

12 xii v 4.16 Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode IDW Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode IDW Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Biomassa dengan Metode IDW Bobot Terbaik Estimasi Volume (m 3 /ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode Kriging Bobot Terbaik Estimasi Volume (m 3 /ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode Kriging Bobot Terbaik Estimasi Volume (m 3 /ha) untuk Biomassa dengan Metode Kriging Kurva Rata-rata Skor Metode IDW dan Kriging... 49

13 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Kayu di PT Trisetia Intiga Lampiran 2 Hasil Interpolasi Metode IDW untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm Lampiran 3 Hasil Interpolasi Metode IDW untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm Lampiran 4 Hasil Interpolasi Metode IDW untuk Biomassa Lampiran 5 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm Lampiran 6 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm Lampiran 7 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Biomassa Lampiran 8 Hasil Semivariogram Pada Metode Kriging untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm Lampiran 9 Hasil Semivariogram Pada Metode Kriging untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm Lampiran 10 Hasil Semivariogram Pada Metode Kriging untuk Biomassa.. 67

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) merupakan peningkatan temperatur di planet bumi secara global yang menimbulkan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap masa depan bumi termasuk manusia dan makhluk hidup lain. Peningkatan temperatur bumi tersebut meliputi temperatur atmosfer, laut, dan daratan bumi (Muhi 2011). Menurut Abdullah dan Khairuddin tahun 2009, efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menjadi penyebab pemanasan global merupakan proses terperangkapnya energi matahari dan gas-gas lain di atmosfer. Efek rumah kaca yang disebabkan oleh energi matahari merupakan sebuah proses alami guna menghangatkan bumi dari suhu dingin. Sedangkan efek rumah kaca yang disebabkan oleh gas lain hasil aktivitas manusia disebut dengan Gas Rumah Kaca (GRK). GRK memiliki sifat menyerap radiasi gelombang panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan naiknya suhu di bumi. Semakin banyak emisi GRK yang dihasilkan maka semakin tinggi kenaikan suhu di bumi. Menurut KNLH (2009) salah satu GRK yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim adalah Karbon dioksida (CO 2 ). Karbon dioksida adalah gas yang dapat bertahan cukup lama di atmosfer yang mempunyai efek sebagai penyelimut bumi dengan cara energi yang berasal dari matahari berupa radiasi gelombang pendek termasuk di dalamnya cahaya tampak ketika menyentuh permukaan bumi energi ini berubah dari cahaya menjadi panas lalu menghangatkan bumi. Hutan mampu menghasilkan dan menyerap CO 2. Menurut Butler (2010) emisi GRK Indonesia mencapai 2.1 milyar ton CO 2 di tahun Sebagian besar emisi tersebut berasal dari sektor kehutanan. Ilmuwan memperkirakan bahwa emisi yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan mencapai 20% dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK) per tahun. Ketika hutan ditebang atau digunduli, biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan membusuk atau terurai dan menghasilkan gas CO 2. Selain itu, beberapa kawasan hutan melindungi sejumlah besar karbon yang tersimpan di bawah tanah. Ketika lahan gambut

15 2 dibakar, maka emisi karbon yang dikeluarkan tidak hanya terbatas dari vegetasi yang tumbuh di permukaan tanah, bahan organik yang ada di dalam tanah pun akan terurai dan mengeluarkan CO 2 (CIFOR 2010). Fungsi hutan dalam menyerap karbondioksida dilakukan melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh pohon. Hasil riset menunjukkan bahwa dari 32 milyar ton CO 2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia per tahunnya kurang dari 5 milyar ton diserap oleh hutan (CIFOR 2010). Karbon yang diserap tersebut diubah menjadi oksigen dan disimpan sebagai biomassa di dalam tubuh pohon sepanjang tidak terbakar atau lapuk. Biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup, termasuk bahan organik yang hidup maupun yang mati, baik yang ada di atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah (Sulistyo et al. 2010). Biomassa secara spesifik merujuk pada limbah pertanian seperti jerami, sekam padi, limbah perhutanan seperti serbuk gergaji, tinja kotoran hewan, sampah dapur, lumpur kubangan dan sebagainya. Dalam kategori jenis tanaman, yang termasuk biomassa adalah kayu putih, poplar hybrid, kelapa sawit, tebu, rumput, rumput laut dan lain-lain. Sejak tahun 1994, berbagai negara telah berupaya membuat kerangka kerja mengenai perubahan iklim. Kemudian tahun 1997, Protokol Kyoto disetujui bersama sebagai mekanisme untuk mereduksi emisi gas rumah kaca. Proyek penyerapan karbon melalui penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan kegiatan kehutanan bisa menunjukkan situasi win-win solution dari sudut pandang perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan (Mudiyarso 2005). Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau dikenal juga dengan Clean Development Mechanism (CDM) merupakan salah satu mekanisme yang terdapat di dalam Protokol Kyoto Sebagai negara berkembang, Indonesia berkesempatan untuk menyetujui MPB karena mekanisme ini mewajibkan negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya dengan mengembangkan proyek ramah lingkungan di negara berkembang, sedangkan negara berkembang tidak diwajibkan untuk mengurangi emisinya. Proyek ramah lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan konservasi mengingat Indonesia memiliki dua per tiga hutan di dunia. Salah satu pendekatan yang dimaksud adalah REDD, kependekan dari Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation

16 3 (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan). REDD berbeda dengan kegiatan konservasi sebelumnya karena dikaitkan langsung dengan insentif finansial untuk konservasi yang bertujuan menyimpan karbon di hutan (CIFOR 2010). Untuk menjaga eksistensi fisik dan kualitas hutan tetap terjaga diperlukan suatu pengelolaan yang berdasarkan azas kelestarian dan lingkungan. Manajemen pengelolaan hutan yang terintegrasi perlu didukung oleh data dan informasi dasar tentang kondisi fisik hutan (Jaya 2010). Potensi sumberdaya tersebut dapat diketahui melalui kegiatan inventarisasi hutan. Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap dan pengeluaran hasil (Husch 1987). Inventarisasi hutan dilakukan untuk mengetahui kondisi biofisik sumberdaya hutan baik yang berupa flora, fauna maupun keadaan fisik lapangan, serta kondisi sosial ekonomi dari areal atau kawasan hutan yang diinventarisasi. Salah satu metode yang dikembangkan oleh Kementerian Kehutanan yakni metode Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB). IHMB merupakan inventarisasi hutan berkala sepuluh tahunan untuk menyusun rencana karya usaha pemanfaatan hasil hutan sepuluh tahunan, yang wajib dilakukan oleh para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Oleh karena itu, akan tersedia data sediaan tegakan areal IUPHHK di Indonesia melalui data hasil IHMB. Dari hasil IHMB ini biomassa tegakan berdiri (pohon) dapat dihitung menggunakan persamaan allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang dan tinggi pohon. Berdasarkan keberadaannya di alam, karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah dan nekromassa (Hairiah et al. 2011). Kelompok biomassa ini dapat diestimasi menggunakan model pendugaan biomassa berdasarkan data IHMB.

17 4 Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi dilakukan dengan konsep sampling. Konsep ini menyebabkan kemungkinan adanya lokasi-lokasi yang tidak mampu terwakili oleh sampel yang diambil untuk menerangkan karakteristik vegetasi di lokasi tersebut. Hal ini mampu diminimalisir dengan menggunakan metode-metode yang ada dalam sistem informasi geografis (SIG). SIG memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya (Puntodewo 2003). Dalam ilmu spasial data titik-titik sampel input dari data yang telah diukur dapat ditransformasikan menjadi informasi petak. Selanjutnya melalui ilmu spasial kondisi titik-titik lainnya yang terletak diantara titik-titik sampel tersebut diestimasi menggunakan metode interpolasi permukaan (surface interpolation) (Jaya 2010). Interpolasi spasial adalah metode atau fungsi matematis untuk menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia dan metode ini mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan secara spasial (Webster dan Oliver 2007 diacu dalam Primatika 2011). Metode interpolasi yang dapat digunakan, antara lain metode interpolasi IDW (Inverse Distance Weight), Spline dan Kriging. Pendugaan sediaan tegakan dan biomassa pada wilayah wilayah yang tidak diwakili plot dilakukan dengan pendekatan interpolasi spasial. Metode interpolasi menampilkan pola-pola spasial contoh dari hasil perhitungan dan dapat dibandingkan dengan pola-pola spasial dari obyek-obyek spasial lain. Metode yang direkomendasikan pada pelaksanaan IHMB adalah metode IDW. Namun demikian, beberapa IHMB ada yang menggunakan metode interpolasi spline dan kriging. Oleh karena itu, kajian terhadap beberapa metode interpolasi ini perlu difokuskan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat keakuratannya untuk menghasilkan dugaan sediaan dengan nilai yang mendekati akurat. Metode interpolasi yang digunakan umumnya membuat suatu asumsi tentang bagaimana menentukan estimasi terbaik. Apapun metode yang digunakan, hasil yang lebih reliable (handal) selalu akan diperoleh dari input titik titik yang

18 5 lebih rapat dengan distribusi yang lebih menyebar. Setiap metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda. Akan menjadi mudah dan bermanfaat bagi pengguna berikutnya apabila ada kajian tentang perbandingan hasil interpolasi dengan metode yang berbeda sehingga metode yang tepat dapat dipilih. 1.2 Permasalahan Secara umum, teknik interpolasi yang digunakan adalah metode IDW (Invers Distance Weight) atau Invers Jarak Tertimbang dengan nilai pangkat 2. Ada beberapa pertanyaan mendasar yang perlu dikaji dalam rangka aplikasi metode ini, antara lain: 1. Benarkah metode IDW ini paling sesuai untuk interpolasi IHMB dibandingkan dengan metode lain (Kriging)? 2. Berapakah nilai bobot yang paling terbaik? 3. Seberapa besar keakuratan masing masing metode tersebut? Berdasarkan pertanyaan di atas, maka perlu dilakukan pengujian beberapa metode interpolasi dan bobotnya dalam mengestimasi sediaan tegakan yang mendekati kondisi aktualnya di lapangan. 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan metode interpolasi yang paling teliti dalam interpolasi spasial sediaan tegakan dan biomassa hutan alam lahan kering di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca, pemerintah daerah setempat dan pihak-pihak yang terkait, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan pertimbangan dalam menggunakan metode interpolasi yang paling akurat untuk menduga (estimasi) sediaan tegakan dan biomassa.

19 BAB II METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakann dua tahap, yakni pada bulan April 2012 di PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Pengolahan data dilakukan pada Mei sampai Februari 2013 di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2.2 Data, Software dan Hardware Dataa IHMB Dataa yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil IHMB (Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala) di PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Kegiatan IHMB pada areal IUPHHK-HA PT Trisetia Intiga (PT TSI) dilaksanakan pada areal seluas Ha dengann luas efektif yang disurvey adalah Ha. Pelaksanaan n IHMB inii dilakukan pada 665 plot sampel, setiap plot sampel berukuran 20 m x 125 m atau seluas 0.25 Ha. Dari hasil IHMB tersebut terdapat 583 plot yang bervegetasi hutan (Gambar 2.1). Gambar 2.1 Sebaran plot IHMB PT Trisetia Intiga

20 Software Software yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Arcview 3.3 yang dilengkapi dengan Extension berbasis IHMB dan Kriging Interpolator 3.2, Arcgis 9.3 dan MS Office Hardware Hardware yang digunakan adalah seperangkat PC (Portable Computer) dan printer. 2.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari Rencana Kerja Umum (RKU) dan file elektronik IHMB PT TSI. Data yang diambil berupa data kondisi umum lokasi penelitian seperti letak geografis dan luas areal kerja, geologi dan tanah, iklim, keadaan hutan, kondisi sosial ekonomi. Selain data kondisi umum dilakukan pemilihan atribut data sekunder yakni no plot, id plot, Easting (E), Northing (N), nama jenis pohon, kelompok jenis, diameter pohon, tinggi bebas cabang, tinggi total, tinggi tempat. Selanjutnya dilakukan studi pustaka untuk mengetahui : a. Nama jenis pohon, nama botani, family (data terlampir) b. Kelas kuat kayu adalah tingkat ketahanan alami suatu jenis kayu terhadap kekuatan mekanis (beban) dinyatakan dalam Kelas Kuat I, II, III, IV dan V. Makin besar angka kelasnya makin rendah kekuatannya. Kekuatan kayu berhubungan dengan berat jenis (BJ). Makin berat BJ-nya, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin ringan suatu kayu, akan berkurang pula kekuatannya. Kayu memiliki BJ yang berkisar antara minimum 0.20 hingga Berikut kekuatan kayu menurut berat jenisnya (Dumanauw 2001) : Kelas kuat I : BJ > 0.90 Kelas kuat II : BJ Kelas kuat III : BJ Kelas kuat IV : BJ Kelas kuat V : BJ < 0.30 c. Rumus volume dan biomassa

21 8 d. Kelompok kayu dibagi berdasarkan jenis komersil dan non komersil. Jenis komersil terdiri dari kayu meranti dan rimba campuran, sedangkan jenis non komersil terdiri dari kayu lindung dan indah. Pada areal kerja IUPHHK PT TSI terdapat 17 jenis kayu non komersil (7 jenis kayu lindung, 9 jenis kayu indah) dan 303 jenis kayu komersil (288 jenis kayu rimba campuran, 15 jenis kayu meranti), nama jenis kayu tersebut disajikan pada Tabel 2.1. Kelompok Jenis Rimba Campuran (RC) Kayu Meranti (KM) Kayu Lindung (KL) Kayu Indah (KI) Tabel 2.1 Daftar nama jenis kayu di PT Trisetia Intiga Nama Jenis Agathis, Akasia,Anggrung, Ayau, Ba'at, Babara, Baji'ing, Bakau, Balaban, Balau, Balau Merah, Bangku, Banitan, Bansul, Banuat, Barangketam, Barikobung, Baroba, Bawang, Bayur, Bawang Hutan, Bedaru, Bejung, Bekalu, Bekapas, Bekunyit, Belanti, Bengaris, Bentana, Benuang, Benyalin, Benyalung, Betapai, Bintangur, Bolas, Brebikang, Bunling, Bunut, Butun, Damar timau, Dara, Dema, Dirung, Djaring, Emang, Embak, Gading, Gambir, Gandis, Garung, Gelam, Gembor, Gerunggang, Getah Merah, Gita, Gomi, Habu, Hais, Honap, Idur, Ilan, Ilat, Ipang, Ipu, Jabon, Jabon putih, Jambu-jambu, Jamoi, Jangkang, Januat, Jengkol hutan, Jirak, Kaboi, Kabosi, Kajul, Kaliat, Kamambung, Kanipul, Kanopa, Kanuat, Kapengil, Kapuk, Kapur, Karakubung, Karakung, Karamu, Karanayup, Karobung, Karuat, Katikal, Kayu abu, Kayu batu, Kayu buhu, Kayu bunga, Kayu furu, Kayu rabun, Kecapi, Kedondong, Kekali, Keliat, Kelopak, Kelpau, Keluat, Kemaja, Kembayau, Kemenyan, Kempas, Kempili, Kemuning, Kemunting, Kenabu, Kenakun, Kenanga, Kenapai, Kenari, Kenduyung, Kenipan, Kenopa, Kepayang, Kepuh, Kerakas, Kerangas, Keranji, Kerasang, Keriba, Ketapang, Kinip, Klampis, Kondang, Kumpang, Kumpat, Kunyit, Kusi, Laban, Langko, Lempahung, Lengkunang, Limun, Linang, Linggi, Lintak, Lodja, Lonsu, Lunding, Mahabai, Mahang, Majing, Malapan, Mambulan, Mampudu, Mampul, Manggurun, Mangil, Mangis labi, Manjing, Mantorung, Markubung, Matang, Matoa, Medang, Memarik, Membulan, Mempisang, Mengkudu, Mentajai, Mentawa, Merabu, Merah, Merambung, Meras, Merawan, Merbau, Mersawa, Nansau, Nanua, Ngensarai laut, Nilam, Nyaru, Omet, Pahi, Pakek, Palung, Pamai, Pandali, Pandau, Panggil, Pangit, Pangkutan, Paning, Pauh kijang, Pelawan, Pempaan, Pendaran, Pendaring, Pendiruk, Pendung, Penduri, Penjuling, Penopa, Penyeluangan, Penyerang tupai, Persi, Perupuk, Petai, Petai hutan, Pinang, Pinus, Pisangpisang, Pitam, Poga, Ponsi, Pontang, Potai, Pudu, Sanok, Sansarai, Saon, Sarang, Saras, Sarawa, Sarua, Sedawak, Segulang, Sengkubang, Sengon, Sewo, Sibau, Silar, Simpur, Singkang priuk, Sumpak, Sungkai, Sungkup, Surian, Takuyung, Tambosi, Tampajok, Tampasi, Tangkalak, Tangkutis, Terentang, Timau, Tongkoi, Tuba, Ubar, Umbing, Undingdam, Yanduk dan Yas. Bangkirai, Basampa, Giam, Kalapi, Keruing, Kontoi, Kubing, Lentang, Majau, Meranti, Meranti kuning, Meranti merah, Meranti putih, Nyatoh, Pakit dan Sintuk Duku, Durian, Hambawang, Jelutung, Kapul, Pulut, Tengkawang dan Teratungan Bengkal, Cempedak, Dahu, Eboni, Kayu malam, Kelampai, Lansat, Mempelam, Sindur dan Ulin Sumber : Diadaptasi dari laporan hasil IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

22 Perhitungan Volume dan Biomassa Berdasarkan tabel volume PT Trisetia Intiga, perhitungan volume dibedakan berdasarkan kelompok jenis yakni kelompok jenis meranti dan non meranti (Noor 2009). Untuk kelompok meranti dihitung dengan rumus : Volume = D Sedangkan untuk kelompok non meranti : Volume = D Dbh Perhitungan biomassa menggunakan model (Agustina 2013) : y=1.003x Keterangan : D = diameter setinggi dada (cm) y = seluruh biomassa atas permukaan (ton/ha) x = biomassa tegakan berdiri D>10 cm (ton/ha) Perhitungan Volume dan Biomassa per Hektar Volume per hektar dihitung berdasarkan volume per plot dalam atribut data sekunder yang dibagi dengan luasan plot masing-masing. Untuk D cm memiliki luas plot seluas 0.01 ha, kelas D cm seluas 0.04 ha dan D di atas 30 cm 0.25 ha Pemilihan Data Contoh Kajian interpolasi ini dilakukan menggunakan data yang diambil dari titik plot IHMB yang telah ditransformasikan menjadi informasi petak. Berdasarkan informasi tersebut titik plot dibagi menjadi 3 kelompok, yakni : a. Seluruh jenis kayu dengan D>10 cm b. Jenis kayu komersil D>40 cm c. Biomassa Pemilihan data sampel dilakukan dengan memilih plot yang tersebar merata. Untuk kajian ini data tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara berselang-seling, yaitu setengah dari jumlah plot digunakan untuk membangun model dan setengahnya lagi untuk validasi model. Pemilihan plot yang digunakan disajikan pada Gambar 2.2 dan 2.3.

23 10 Gambar 2.2 Sebaran plot model dan plot validasi seluruh jenis kayu D>10 cm Gambar 2.3 Sebaran plot model dan plot validasi jenis kayu komersil D>40 cm

24 11 Sebaran plot IHMB untuk jenis kayu komersil terlihat lebih renggang karena tidak semua plot IHMB terdapat jenis kayu komersil D>40 cm. Dari 583 plot IHMB yang bervegetasi hutan, terdapat 453 plot IHMB yang memiliki jenis komersil D>40 cm. Sehingga jumlah data yang diolah untuk jenis kayu komersil D>40 cm lebih sedikit dibandingkan dengan data untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dan biomassa (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Penentuan jumlah plot model dan plot validasi No Kelompok Jenis Jumlah Plot Model Validasi Total 1 Seluruh Jenis Kayu D>10cm Jenis Kayu Komersil D>40cm Biomassa D>10cm Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga menghasilkan peta sebaran nilai pada seluruh wilayah (Gamma Design Software 2005). Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan secara spasial. Penelitian ini mengkaji penggunaan metode IDW dan Kriging untuk interpolasi sediaan tegakan dan biomassa. Rekap data hasil pengolahan dan pengelompokkan data yang telah diolah menggunakan program pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis spasial menggunakan software ArcView 3.3 (Extention berbasis IHMB dan Kriging Interpolator 3.2) dan ArcGIS 9.3 guna menghasilkan estimasi penyebaran potensi volume dan biomassa per petak Pembuatan Isoline Sediaan Tegakan dan Biomassa Dalam penelitian ini, isoline dibangun dengan dua macam teknik interpolasi, yaitu metode Inverse Distance Weight (IDW) dan metode Kriging. a. Metode IDW Metode IDW adalah salah satu metode interpolasi permukaan (surface interpolation) dengan prinsip titik inputnya dapat berupa titik pusat plot yang tersebar secara acak maupun tersebar merata. Pada proses interpolasi dengan metode IDW, terdapat dua parameter yang dapat dikaji yakni power dan jumlah

25 12 sampel. Menurut Pramono (2008) penggunaan jumlah sampel data tidak memiliki efek yang berarti dalam proses interpolasi, maka pada penelitian ini diujikan parameter power atau nilai pangkat dengan berbagai tingkat (power 1 sampai 30). Power berpengaruh dalam menentukan pentingnya nilai sampel data pada perhitungan interpolasi. Dengan power yang semakin besar maka terbentuk permukaan yang semakin halus. Bentukan permukaan tersebut dapat menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh dari hasil interpolasi mulai mendekati nilai-nilai dengan jarak yang terdekat seiring dengan besarnya power yang digunakan. Menurut Jaya (2011), nilai pangkat (power) yang optimal ditentukan dengan meminimalisir nilai akar pangkat 2 dari kesalahan prediksi (RMSPE). Kesalahan prediksi ini diukur melalui uji validasi silang menggunakan plot yang telah dipilih. Nilai pangkat yang memberikan nilai RMSPE terkecil disebut dengan nilai pangkat yang optimal atau terbaik. Besarnya bobot adalah proporsional terhadap kebalikan jarak pangkat nilai bobot, karena itulah jika jarak meningkat maka bobot akan menurun. Hal itu mengakibatkan semakin tinggi nilai power maka semakin berkurang pengaruh dari sampel data sekitarnya dan hasil interpolasi menjadi lebih detail. Pada titik plot yang berdekatan cenderung menghasilkan rentang nilai yang sama, sedangkan pada titik plot yang berjauhan menghasilkan rentang nilai yang berbeda. Rentang nilai tersebut ditunjukkan dengan warna dan garis yang menjadi penegas perbedaan nilai (Gambar ). Metode bobot inverse distance atau jarak tertimbang terbalik (IDW) memperkirakan nilai-nilai atribut pada titik-titik yang tidak disampel menggunakan kombinasi linier dari nilai-nilai sampel tersebut dan ditimbang oleh fungsi terbalik dari jarak antar titik (Li 2008). Secara konseptual, jarak efektif dapat dianggap untuk memperpendek jarak antara titik contoh dan node diinterpolasi oleh faktor yang sama dengan rasio anisotropi (Tomczak 1998). Radius pencarian dapat disesuaikan untuk menentukan jumlah titik data tetangga yang digunakan ketika interpolasi berlangsung pada setiap node. Metode IDW yang dikaji pada penelitian ini menggunakan metode tetangga terdekat (Nearest Neighbors/NN), jumlah titik tetangga sebanyak 12 titik dan ukuran sel 30 m.

26 13 Interpolasi tetangga terdekat ini harus memilih sejumlah input titik di sekitarnya (number of neighbours/input points). Pada metode ini, nilai sediaan Z pada lokasi tertentu diperoleh dari sejumlah sediaan Z i...z n yang terletak pada jarak D 1...D n dari titik Z. Hasil interpolasi Z adalah rata-rata tertimbang dari sejumlah nilai Zi dikalikan dengan masingmasing bobotnya (w i ) dan dibagi dengan total bobot. Secara matematis rumus mendapatkan nilai rata-rata tertimbang ini adalah sebagai berikut (Jaya 2010): atau / / Dimana w i adalah 1/Jarak pangkat p dari nilai Z i, p biasanya sama dengan 2 (default) dan D i adalah jarak. Terdapat 30 power atau p yang terdapat pada metode IDW. Pangkat (power) yang digunakan berfungsi untuk mengatur signifikansi pengaruh dari titik-titik yang ada di sekitar. Dengan pangkat yang lebih tinggi maka akan menghasilkan pengaruh jarak ke titik di sekitarnya lebih rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil estimasi menjadi kurang memuaskan ketika p adalah 1 dan 2 dibandingkan dengan p adalah 4 (Ripley 1981 diacu dalam Li 2008). IDW disebut sebagai moving average bila p adalah 0 (Brus et al 1996 diacu dalam Li 2008), interpolasi linear ketika p adalah 1 dan rata-rata bergerak tertimbang ketika p tidak sama dengan 1 (Burrough dan McDonell 1998 dalam Li 2008). b. Metode Kriging Kriging adalah teknik interpolasi geostatistik yang menganggap baik jarak dan variasi antara data dari titik contoh saat memperkirakan nilai di daerah yang tidak diketahui. Estimasi yang dibuat oleh metode ini menggunakan kombinasi tertimbang linier dari nilai data di seluruh titik yang akan diprediksi (Bohling 2005). Metode kriging memiliki universal kriging dan ordinary kriging sebagai pendekatannya. Universal kriging termasuk ke dalam multivariate yakni metode yang mampu menggunakan informasi sekunder dan mengacu pada lebih dari satu variabel penjelas, sedangkan ordinary kriging termasuk ke dalam univariate yakni metode yang tidak menggunakan informasi sekunder (Li 2008), karena itulah

27 14 penelitian ini memilih ordinary kriging untuk dikaji dengan menggunakan satu variabel. Metode ordinary kriging yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan berbagai tingkat method (circular, exponential, gaussian, linier with sill dan spherical), lag interval 300 m, search distance 30 m dan ukuran sel 30 m. Terdapat perbedaan prinsip dalam mengestimasi nilai pada setiap. Pada exponential method terjadi peningkatan dalam semivariogram yang sangat curam dan mencapai nilai sill secara asimtotik. Gaussian method merupakan bentuk kuadrat dari exponential sehingga menghasilkan bentuk parabolik pada jarak yang dekat (Bohling 2005). Metode ini membuat semivariogram sebagai visualisasi, pemodelan dan eksploitasi autokorelasi spasial dari variabel. Semivariogram merupakan setengah dari variogram, dengan simbol γ. Variogram adalah ukuran dari variansi untuk menentukan jarak dimana nilai-nila data pengamatan menjadi tidak saling tergantung atau ada korelasinya. Berikut gambaran mengenai semivariogram pada kriging (lihat Gambar 2.4) : Variance Semivariogram Covariance Sumber : Bohling (2005) Gambar 2.4 Semivariogram pada metode kriging Karakteristik semivariogram dari korelasi spasial dalam arti data kurang atau tidak berkorelasi seiring bertambahnya jarak (lag) dari posisi data. Sill adalah nilai semivarian pada bagian variogram teratas (level off) atau sebagai amplitudo

28 15 suatu komponen tertentu dari variogram. Range adalah jarak lag ketika semivariogram mencapai sill atau korelasi sama dengan nol pada jarak tersebut. Nugget adalah ketika lag mendekati nol nilai semivariogram. Nugget mewakili variasi pada jarak (lag) yang sangat kecil atau lebih kecil dari sampel (Bohling 2005). Metode kriging digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai karakteristik pada titik tidak tersampel berdasarkan informasi dari karakteristik titiktersampel yang berada di sekitarnya dengan mempertimbangkan korelasi spasial yang ada dalam data tersebut. Estimator kriging (u) dituliskan dalam rumus (Bohling 2005) : Keterangan : u, u α = vektor lokasi untuk estimasi dan salah satu dari data yang berdekatan, dinyatakan sebagai α m(u) = nilai ekspektasi dari Z(u) m(u α ) = nilai ekspektasi dari Z(u α ) λ α (u) = nilai Z(u α ) untuk estimasi lokasi u. Nilai Z(u α ) yang sama akan memiliki nilai yang berbeda untuk estimasi pada lokasi berbeda n = banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi Metode ordinary kriging yang memiliki asumsi bahwa rata-rata (mean) tidak diketahui dan bernilai konstan. Pada ordinary kriging, m(u) merupakan mean dari Z(u) yaitu m(u)=e(z(u)), dimana E(Z(u))=µ. Cressie (1993) diacu dalam Alfiana (2010) menjelaskan bahwa ordinary kriging berhubungan dengan prediksi spasial dengan dua asumsi : Asumsi model : Z(u) = µ + δ(u), u D, µ R dan µ tak diketahui Asumsi prediksi : dengan 1 Keterangan : δ(u) = nilai error pada Z(u) n = banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi

29 16 (a) (b) (c) (d) Sumber : Li (2008) Gambar 2.5 Semivariogram (a) spherical method (b) exponential method (c) linear with sill method (d) gaussian method Pembangunan TIN Sediaan Tegakan dan Biomassa Untuk mendapatkan sediaan tegakan yang mencakup semua lokasi termasuk yang tidak terwakili oleh sampel titik IHMB, maka perlu dilakukan proses pengolahan untuk mengubah fitur garis hasil interpolasi menjadi fitur polygon. Proses ini dapat dilakukan menggunakan metode Triangulated Irreguler Network yang dikenal dengan TIN. Jaringan tidak teratur segitiga (TIN) dikembangkan oleh Peuker untuk model elevasi digital yang menghindari redudansi dari ketinggian matriks dalam sistem grid (Burrough dan McDonnell 1998 diacu dalam Li 2008). Dalam TIN semua titik contoh bergabung menjadi serangkaian segitiga berdasarkan triangulasi Delauney. Masing-masing segitiga kosong sehingga tidak mengandung nilai dari salah satu titik contoh. TIN membentuk dasar yang berbeda untuk membuat estimasi dibandingkan dengan yang digunakan di nearest neighbour. Nilai dari titik contoh dalam segitiga diestimasi oleh interpolasi polinomial linier atau kubik (Ripley 1981, Webster dan Oliver 2001 dalam Li 2008). Hasil TIN yang terbentuk selanjutnya dapat dikonversi ke

30 17 grid (convert to grid) dan kemudian ditransformasikan ke vektor (convert grid to vector). Hasil dari konversi vektor ini dapat digunakan sebagai data per petak Analisis Uji Validasi Untuk mendapatkan informasi tentang keakuratan dan peringkat dari setiap metode, maka dilakukan uji validasi menggunakan setengah data plot yang secara sengaja dipisahkan untuk melakukan pengujian. Ukuran yang digunakan untuk validasi ini adalah RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error), SR (Simpangan Rata-rata) dan SA (Simpangan Agregat). Ukuran kesalahan ini telah digunakan pada banyak penelitian untuk mengukur tingkat kesalahan dugaan atau prediksi terhadap model yang dibuat, seperti pada penelitian Pande (2010) untuk menguji keakuratan dalam pemilihan metode interpolasi terbaik dan Agustina (2013) untuk menguji validasi model biomassa atas permukaan pada hutan alam. Adapun rumus masing -masing dari setiap ukuran validasi adalah sebagai berikut: 1. RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error) dengan rumus: Nilai RMSPE adalah nilai yang dihitung dari nilai validasi silang dimana nilainya diperoleh melalui akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih nilai dugaan hasil interpolasi dengan nilai aktualnya pada titik plot validasi terhadap nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSPE maka nilai dugaannya semakin mendekati akurat. Berikut rumus RMSPE yang digunakan: n T Keterangan : ( ) ( ) i m T i a Ti(m) = nilai dugaan ke i berdasarkan interpolasi i= 1 T i ( a) RMSPE = 100% Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB (Spurr 1952) n n = jumlah plot validasi 2. SR (Simpangan Rata-rata) dengan rumus: SR Tim ( ) T ia ( ) Tim ( ) = x100% n Keterangan : Ti(m) = nilai dugaan ke i berdasarkan interpolasi Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB (Spurr 1952) n = jumlah plot validasi

31 18 Simpangan rata-rata adalah rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah nilai dugaan dan nilai aktual, proporsional terhadap jumlah nilai dugaan. Menurut Spurr (1952) nilai rata-rata simpangan yang baik adalah tidak lebih dari 10%. 3. SA (Simpangan Agregat) dengan rumus: n n Ti( m) Ti( a) Keterangan : SA = i= 1 i= 1 Ti(m) = nilai dugaan ke i berdasarkan interpolasi n Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB (Spurr 1952) Ti( m) i= 1 Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah nilai dugaan dari hasil interpolasi dan jumlah nilai aktual dari hasil IHMB pada titik plot validasi, sebagai persentase terhadap nilai dugaan. Menurut Spurr (1952) persamaan yang baik memiliki simpangan agregat (SA) antara -1 sampai Pembuatan Ranking (Skoring) Hasil dari uji validasi (RMSPE, SR dan SA) akan dihitung nilai skornya. Nilai skor ini dihitung dari setiap ukuran kesalahan kemudian dibuat nilai rata-ratanya. Rata-rata skor yang dihasilkan dijadikan acuan dalam menentukan metode terbaik. Nilai rata-rata skor berbanding lurus dengan nilai dari ukuran kesalahan. Semakin besar skor maka semakin besar kesalahan prediksi, dan semakin kecil nilai rata-rata skor maka semakin kecil pula keslahan prediksi. Sehingga metode terbaik yang dipilih memiliki skor terendah. Pembuatan ranking (skoring) ini pernah diujikan pada penelitian Pande (2010) dengan konsep yang sama. Cara ini berhasil dalam melogiskan hasil prediksi dari metode interpolasi. Nilai rata-rata skor yang digunakan berkisar 0 5. Berikut rumus dari pembuatan ranking (skoring): a min a 4 1 max min a Keterangan: a i : nilai RMSPE, SR dan SA min: nilai terendah max: nilai tertinggi

32 19 Mulai Pengumpulan Data Perhitungan Volume dan Biomassa per Hektar Data Validasi Pemilihan Data Contoh Data Model Analisis SIG Inverse Distance Weight (IDW) Kriging Pembuatan Isoline Pembuatan Semivariogram Pembangunan TIN Pembuatan Isoline Convert to Grid Pembangunan TIN Convert Grid to Shape Convert to Grid Perhitungan Nilai Tengah Convert Grid to Shape Validasi Model Perhitungan Nilai Tengah Diterima Skoring Metode Terbaik Selesai Ditolak Selesai Gambar 2.6 Diagram Alir Penelitian

33 20 BAB III LOKASI DAN KEADAAN UMUM 3.1 Letak Geografis dan Luas Areal kerja IUPHHK-HA Berdasarkan Surat Keputusan Perpanjangan IUPHHK No. 113/Menhut- II/2006 tanggal 19 April 2006, PT Trisetia Intiga memperoleh Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada areal hutan seluas Ha di provinsi Kalimantan Tengah. Letak areal IUPHHK PT Trisetia Intiga menurut administrasi pemerintahan, termasuk wilayah Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau dan Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah. Wilayah pengelolaannya termasuk dalam Dinas Kehutanan Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis terletak pada Lintang Selatan dan Bujur Timur. Adapun batasbatas areal IUPHHK PT Trisetia Intiga adalah : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah barat : HPH PT Karda Traders : Hutan Negara : HPH PT Intrado Jaya Intiga, PT Erythrina Nugraha Megah, PT Korintiga Hutani dan Hutan Lindung : Hutan Negara Tabel 3.1 Luas IUPHHK PT Trisetia Intiga Berdasarkan Penggunaan Kawasan dalam Areal Kerja Penggunaan Kawasan Luas (ha) Persen Buffer Zone Desa/enclave Kebun Benih (KB) Perlindungan Plasma Nutfah (PPN) PUP Sempadan Sungai Sarana dan prasarana lain yang belum dibangun Areal THPB Areal TPTI Areal TPTII Jumlah Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

34 21 Berdasarkan fungsi kawasan areal termasuk dalam fungsi Hutan HPT seluas Ha, HP seluass Ha dan HPK seluas Ha. Luas areal efektifnya (areal bersih produksi) adalah Ha yang terdiri atas areal THPB, TPTI dan TPTII. Gambar 3.1 Penggunaan kawasan areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga 3.2 Status Areal Fungsi kawasan berdasarkan tutupan lahan hasil penafsiran citra ALOS PALSAR A liputan 15 September 2007, A liputan 15 September 2007, A liputan 2 Oktober 2007, A liputan 2 Oktober 2007 (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Penutupann Lahan Luas (ha) Hutan sekunder baik Hutan sekunder rusak Perkebunan Semak belukar Badan air Lahan terbuka Jumlah Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) Persentase (%)

35 22 Kawasan produksi (luas areal efektif) di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga sekitar 84.6% dari luas areal total. Kawasan lindung untuk menjaga keseimbangan ekologi dan fungsi lingkungan lainnya dialokasikan dari areal penyanggaa Ha (10.3%) dan sempadan sungai seluas Ha atau sekitar 2.7% dari total areal. Kawasan bukan untuk produksi yang dialokasikan dalam areal kerja adalah areal kebun benih (KB), perlindungan plasma nutfah (PPN). petak ukur permanenn (PUP) dan sarana lain yang belum dibangun dengann total luas sekitar Ha atau sekitar 6.4% (Gambar 3.2).. Gambar 3.2 Penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga 3.3 Keadaan Hutan Kondisi umumm kawasan sangat beragam, di sebelah Utara merupakan kawasan yang masih berhutan. potensi kayunya cukup tinggi, namun topografinya bergelombang hingga curam. Di Sebelah Barat Dayaa merupakan kawasan yang relatif landai, namunn rendah potensi kayunya dan tinggi tingkat penyerobotan lahan. Di Sebelah Tenggara topografi relatif landai. namun banyak areal terbuka dan perkebunan sawit masuk ke dalam kawasan hutan. Berdasarkan kajian spasial pemanfaatan kawasan hutan di dalam areal kerja PT Trisetia Intiga diperoleh

36 23 gambaran bahwa sekitar 25.3% dari luas wilayah kerjanya atau sekitar Ha bertampalan (overlap) dengan ijin lokasi perkebunan. Di areal kerja PT Trisetia ini ada 6 perusahaan perkebunan yang telah mendapatkan ijin lokasi pembangunan kelapa sawit. Overlap terluas adalah dengan PT Mentobi Mitra Lestari (PT MML), selanjutnya disusul oleh PT Tanjung Sawit Abadi (PT TSA) dan PT Sawit Multi Abadi (PT SMA). Dilihat dari segi fungsi kawasannya (TGHK), luas areal overlap terluas ada di fungsi HP seluas Ha, selanjutnya di areal HPK seluas 6379 Ha dan sisanya sekitar 517 Ha termasuk dalam fungsi HPT. Secara keseluruhan, wilayah kerja dari PT Trisetia Intiga ini. 45% dari luas wilayahnya adalah berupa HPK. selanjutnya 35% HPT dan 20% HP (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Wilayah IUPHHK yang overlap penggunaannya dengan perkebunan Perusahaan HP (ha) HPT (ha) HPK (ha) Jumlah (ha) Presentase (%) PT SMA PT SWA PT.MML PT FLTI PT.KSA Jumlah Overlap Tidak Overlap Jumlah Presentase (%) Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) 3.4 Sediaan Tegakan Berdasarkan hasil IHMB tersebut diketahui bahwa hutan di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga masih cukup baik dan layak untuk dikelola dan diusahakan secara berkelanjutan yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari, khususnya dalam hal pengaturan hasil hutan yang didasarkan pada sediaan tegakan dan kemampuan regenerasi dari hutan di areal tersebut. Sediaan tegakan yang terdapat di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga didominasi oleh jenis kayu rimba campuran pada kelas D cm. Jumlah jenis kayu meranti meranti mendominasi pada kelas D>40 cm dan D>50 cm dibandingkan jenis rimba campuran dan kayu indah pada kelas diameter tersebut.

37 24 Jenis kayu indah memiliki jumlah yang paling sedikit diantara ketiganya pada setiap kelas diameter (Tabel 3.4). Hal ini membuktikan bahwa sediaan tegakan di areal kerja PT Trisetia Intiga layak dipanen untuk jenis komersil kelas D>40 cm. Tabel 3.4 Data sediaan tegakan (m 3 ) di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga berdasarkan hasil IHMB Kelompok Jenis Sediaan tegakan per kelas diameter cm cm 40 cm- up 50 cm up N N V N V N V Meranti Rimba Campuran Kayu Indah Jumlah Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) 3.5 Keadaan Lahan Keadaan topografi di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga, bervariasi dari dataran sampai agak curam. Berdasarkan analisis peta topografi areal IUPHHK tersebut kondisi kelas lereng areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga dapat dilihat pada Tabel 3.5. Dari kondisi topografi lahannya, keadaan topografi di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga yang paling dominan secara keseluruhan adalah datar seluas Ha atau sebesar 78.26% dari seluruh areal kerjanya. Keadaan topografi curam hanya seluas 1501 Ha atau sebesar 2.18 % dari seluruh wilayah areal kerjanya. Tabel 3.5 Kelas kelerengan tempat di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Bentuk Wilayah Kelas Kelerengan Luas (Ha) Ha % Datar A (0 8%) Landai B (8 15%) Agak Curam C (15 25%) Curam D (25-40%) Sangat Curam E ( > 40%) Jumlah Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

38 25 Berdasarkan data ketinggian tempat (Tabel 3.6), sebagian besar luas areal kerja PT Trisetia Intiga terletak pada ketinggian mdpl (84.41%). hanya 11.9% yang terdapat pada ketinggian antara mdpl dan hanya sedikit areal yang berada pada ketinggian diatas 500 mdpl. Tabel 3.6 Kelas ketinggian tempat di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Kelas tinggi Luas (ha) Persen Jumlah Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) 3.6 Geologi dan Tanah Geologi Berdasarkan Peta Geologi Kalimantan Tengah Lembat Tumbang Manjul Skala 1: terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung Tahun 1978 dalam Laporan IHMB (2010). Formasi geologi areal IUPHHK PT Trisetia Intiga berada pada kompleks batuan Oligosen dan Eosen Bawah. Seperti disajikan Tabel 3.7 terlihat bahwa formasi geologi terbesar adalah Lava Andesit, Riolit dan Desit sebesar 56.62%, sedangkan formasi geologi paling kecil sebesar 6.57% yaitu Andesit. Tabel 3.7 Formasi Geologi Areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga Kode Formasi geologi Luas (ha) (%) Kgm Granit Granadiorit Monzonit Rvk Lava Andesit, Riolit dan Desit Tma Andesit Jumlah Sumber : Peta Geologi Lembar Tumbang Manjul Kalimantan Tengah. Skala 1: (1979) dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

39 Tanah Berdasarkan Peta Land System and Suitability lembar Ambalu (1615) Kalimantan Tengah Skala 1: yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) jenis tanah yang terdapat areal PT. Trisetia Intiga adalah Tropodults dan Distropepts. Jenis tanah secara lengkap disajikan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Jenis tanah yang terdapat di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga Formasi tanah Luas (ha) (%) Tropodults Tropodults Distropepts Distropepts Jumlah Sumber : Peta Land System and Suitability lembar Ambalu (1615) Kalimantan Tengah. Skala 1: dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) 3.7 Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Laporan Akhir IHMB (2010) iklim di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan > 100 mm sepanjang tahun. Menurut hasil pengukuran curah hujan di stasiun meteorologi dan Geofisika Pangkalan Bun pada tahun 2008, curah hujan tahunan rata-rata yang tercatat pada penakar hujan adalah sebesar mm/tahun dengan hari hujan sebanyak 234 hari/tahun. Curah hujan bulan yang tertinggi sebesar mm terjadi pada bulan Januari dengan jumlah hari 27 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni yakni sebesar mm dan jumlah hari hujan sebanyak 10 hari (Tabel 3.9). Suhu udara rata-rata bulanan bervariasi antara 25.6ºC 26.9ºC, dengan ratarata tahunan 26.3ºC. Kelembaban bulanan bervariasi antara 84% - 93%. Penyinaran matahari rata-rata bulanan bervariasi antara 34% - 67% dengan ratarata tahunan 53%. Untuk kecepatan angin rata-rata bulanan bervariasi antara 5 Knots 7 Knots dengan rata-rata tahunan sebesar 6 Knots ( Stasiun Meteorologi Iskandar Pangkalan Bun 2008 dalam Laporan Akhir IHMB 2010).

40 27 Tabel 3.9 Jumlah dan distribusi curah hujan di sekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga No. Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan 1. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber : Stasium Meteorologi dan Geofisika Pangkalan Bun (2004) dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) 3.8 Hidrologi Areal IUPHHK PT Trisetia Intiga dilalui oleh beberapa sungai yang cukup besar. Sungai-sungai tersebut terdiri dari Sungai Bulik, Sungai Martobi dan Sungai Palikodan. Keberadaaan sungai bagi masyarakat sekitar adalah sangat vital. Disamping berfungsi sebagai sarana transportasi, sungai juga dimanfaatkkan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga baik untuk dikonsumsi ataupun untuk sarana kebersihan (MCK). Sungai-sungai yang ada di areal IUPHHK PT Trisetia Intiga ini memiliki topografi yang cukup datar dan dipenuhi oleh bebatuan yang cukup besar. Namun apabila terjadi hujan sepanjang malam. maka air sungai akan meluap dan membanjiri areal di sekitar Basecamp Palikodan. Air sungai yang ada disekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga ini bewarna jernih dan akan bewarna keruh jika terjadi hujan. 3.9 Demografi Areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga seluruhnya termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Bulik dan Mentobi Raya. Jumlah penduduk

41 28 didominasi oleh laki-laki angkatan kerja produktif tahun (Tabel 3.10). Bidang usaha yang mendukung perekonomian masyarakat setempat antara lain pertanian teknis, lahan kering (ladang), tangkap ikan (sungai), berburu dan kebun (karet dan kelapa sawit). Mayoritas bidang usaha yaitu pertanian, ladang dan kebun serta menjadi tenaga kerja pada perusahaan perkebunan maupun kehutanan yang dekat dengan pemukiman tersebut. Pada umumnya agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat desa di sekitar areal kerja adalah pemeluk agama islam, kristen protestan dan hindu kahariangan. Tabel 3.10 Jumlah penduduk di sekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga Tahun 2007 Uraian Satuan Kobar Lamandau Jumlah Penduduk : 1. Anak anak 0-14 tahun a. Laki laki b. Perempuan 2. Angkt. kerja produktif tahun a. Laki laki b. Perempuan 3. Angkt. kerja tidak produktif > 55 tahun a. Laki laki b. Perempuan Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jumlah Jiwa Sumber : Buku Kotawaringin Barat dan Lamandau (2007) dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) 3.10 Aksesibilitas Areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga memiliki tingkat aksesibilitas yang cukup tinggi. Perjalanan yang ditempuh dari jakarta menuju Pangkalan Bun membutuhkan waktu satu jam jika melewati jalan udara. Sedangkan perjalanan menuju Basecamp Palikodan dapat ditempuh dengan jalan darat selama empat jam. Kondisi jalan sebagian besar sudah beraspal, akan tetapi pada musim penghujan masih terdapat hambatan pada beberapa ruas jalan akibat genangan air. sehingga kendaraan roda empat sering terjebak dalam lumpur.

42 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Metode Interpolasi Metode IDW Berdasarkan hasil interpolasi pada pengujian power3 dari metode IDW, kisaran nilai volume yang dihasilkan pada bobot terbaik untuk seluruh jenis kayu (D>10 cm) adalah 17 sampai dengan 749 m 3 /ha. Bobot terbaikdengan power 3 ini dipilih karena memiliki nilai kesalahan yang paling kecil berdasarkan ukuran kesalahan RMSPE, SR dan SA. Setiap power memiliki rentang nilai berbeda, dimana pada power 1 nilai berkisar antara dan m 3 /ha, sedangkan rentang nilai hasil interpolasi IDW pada power 4 hingga 30 yang memilikii nilai kisaran dari sampai dengan m 3 /ha. Gambar 4.1 Estimasi sebaran volume (m 3 /ha) untuk seluruh jenis kayu D> >10 cm dengan Metode IDW Padaa Gambar 4.1 disajikan contoh estimasi sebaran spasial sediaan tegakan untuk seluruh jenis dan seluruh ukuran (D>10 cm) menggunakan metode IDW. Hasil studi ini berbeda dengann Pande (2010) yang menemukan bahwa untuk

43 30 metode IDW power 1 memberikan estimasi terbaik untuk interpolasi volume seluruh jenis kayu (kayu indah, lindung, komersil dan rimba) (D>10 cm). Pada penelitian ini, nilai tengah yang dihasilkan dari setiap power memberikan hasil yang bervariasi. Metode IDW dari Power 1 sampai dengan Power 30 menghasilkan rata-rata nilai tengah berkisar mulai dari 211 m 3 /ha sampai dengan 227 m3/ha. Nilai tengah pada power 2 sampai power 12 menghasilkan nilai yang semakin mendekati nilai tengah aktual yakni 219 m 3 /ha (Lihat Gambar 4.2). Rata-rata nilai tengah (m3/ha) Bobot (Power) Nilai tengah prediksi Nilai tengah aktual Gambar 4.2 Nilai tengah (m 3 /ha) untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dengan Metode IDW Hasil interpolasi pada pengujian metode IDW power 3 menghasilkan kisaran nilai volume untuk jenis kayu komersil (D>40 cm) adalah 5 sampai dengan 584 m 3 /ha. Kisaran nilai volume yang dihasilkan dari power 1 berbeda hingga power 3. Sedangkan pada power 4 sampai 30 menghasilkan kisaran nilai yang sama. Pada power 1, kisaran nilai volume yang dihasilkan berkisar antara dan m 3 /ha, sedangkan power 2 memiliki kisaran nilai volume yang lebih lebar mulai dari sampai dengan m 3 /ha. Lebih lanjut power 3 memiliki kisaran nilai yang hampir sama dengan power 2 yaitu antara dan m 3 /ha kisaran nilai volume yang relatif sama juga pada power 4 sampai 30 mulai dari sampai m 3 /ha. Distribusi spasial hasil interpolasi dengan metode IDW power 3 untuk jenis komersial (D>40 cm) disajikan pada Gambar 4.3. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pande (2010) yang menjelaskan bahwa untuk jenis kayu komersil (meranti dan rimba ) (D>40 cm) menghasilkan bobot optimal pada power 1.

44 31 Gambar 4.3 Sebaran volume (m 3 /ha) untuk jenis kayu komersil D>40 cm dengan Metode IDW power 3 Secara umum, pada pendugaan volume jenis kayu komersil (D>40 cm) nilai tengah yang dihasilkan dari setiap power memberikan hasil yang kurang dari nilai aktualnya (underestimate). Nilai aktual rata-rata pada plot validasi jenis kayu komersil (D>40 cm) adalah sebesar m 3 /ha. Semakin besar power nilai tengah yang dihasilkan semakin mendekati nilai aktual (Lihat Gambar 4.4). Metode IDW dari Power 1 sampai dengan Power 30 menghasilkan rata-rataa nilai tengah berkisar mulai dari m 3 /ha sampai dengan m 3 /ha. Rata-rata nilai tengah (m3/ha) Bobot (Power) Nilai tengah prediksi Nilai tengah aktual Gambar 4.4 Nilai tengah (m 3 /ha) untuk jenis kayu komersil D>40 cm dengan Metode IDW

45 32 Untuk estimasi biomassa, sebaran nilai yang dihasilkan metode IDW power 3 berkisarr antara 51 dan 1509 ton/ha. Estimasi nilaii biomassa yang dihasilkan metode IDW power 1 sampai dengan power 3 cukup bervariasi, sedangkan mulai power 4 kisaran nilai kurang lebih samaa besar. Pada power 1 kisaran nilai biomassa mulai dari 60.9 sampai dengan ton/ /ha. Power 2 menghasilkan kisaran nilai antara 50.8 ton/ha dan ton/ha. Pada Power 3 menghasilkan nilai berkisar antara ton/ha dan ton/ha. Berbeda dengan power 4 sampai 30 memiliki kisaran nilai sama yakni berkisar antara dan ton/ha. Distribusi spasial untuk biomassa disajikan pada Gambar 4.5. Gambar 4. 5 Sebaran biomassa (ton/ha) dengan Metodee IDW Nilai tengah yang dihasilkan dari setiap power pada pengujian biomassa ini memberikan lebih dari nilai aktualnya sebesar m 3 /ha. Semakin kecil power nilai tengah yang dihasilkan semakin mendekati nilai aktual (Lihat Gambar 4.6). Metode IDW dari Power 1 sampai dengan Power 30 menghasilkan rata-rataa nilai tengah berkisar mulai dari m 3 /ha sampai dengan m 3 /ha. Pada tabel 4.1 disajikan rekap nilaii tengah dari seluruh peubah yang diguakan pada metode IDW.

46 33 Rata-rata nilai tengah (m3/ha) Bobot (Power) Nilai tengah prediksi Nilai tengah aktual Gambar 4.6 Nilai tengah (m 3 /ha) untuk biomassa D>10 cm dengan Metode IDW Tabel 4.1 Rekap nilai tengah untuk Metode IDW Peubah Estimasi (m 3 /ha), *(ton/ha) Minimum Maksimum Rata-rata Seluruh Jenis Kayu (D>10 cm) Jenis Kayu Komersil (D>40 cm) Biomassa* Interpolasi Metode Kriging Pada metode ini evaluasi dapat dilakukan terhadap nilai pada kurva semivariogramnyayang menyatakan korelasi spasial dan nilai antara sampel data. Semivariogram dihitung berdasarkan sampel dengan jarak, beda nilai dan jumlah sampel data. Bila jarak semakin dekat maka nilai ragam (variance) semakin kecil. Sedangkan bila jarak semakin jauh maka nilairagam semakin besar.. Pada pengujian dapat terlihat pada jarak yang jauh niklai variasi yang dihasilkan naik turun secara drastis (Gambar ). Secara visual, berdasarkan nilai ragam yang diperlihatkan, model yang paling mendekati nilai aktulnya adalah bentuk circular dan spherical (Gambar 4.7 dan 4.9).

47 34 Gambar 4.7 Semivariogramm pada Pengujian Seluruh Jenis Kayu D>10cm Gambar 4.8 Semivariogram pada Pengujian Jenis Kayu Komersial D>40cm Gambar 4.9 Semivariogram pada Pengujian Biomassa Pengujian method (pendekatan) dari hasil interpolasi metode Kriging menghasilkan kisaran nilai volume pendekatan yang terbaik untuk seluruh jenis kayu mulai dari 70 m 3 /ha sampai dengan 540 m 3 /ha (setelah pembulatan) pada pendekatan spherical. Sama halnya dengan metode IDW, metode pendekatan

48 35 terpilih didasarkan atas nilai kesalahan yang paling kecil menggunakan ukuran kesalahan RMSPE, SR dan SA. Estimasi kisaran nilai volume yang dihasilkan dari setiap pendekatan memiliki nilai yang relatif bervariasi yakni pada pendekatan circular berkisar antara 70 m 3 /hadan 430 m 3 /ha. Pada pendekatan exponential nilai yang dihasilkan mulai dari 60 m 3 /hasampai dengan 570 m 3 /ha. Kisaran nilai yang dihasilkan pada pendekatan gaussian berkisar antara 70 m 3 /hadan 470 m 3 /ha dan padaa pendekatan linear with sill berkisar antara 70 m 3 /hadan 530 m 3 /ha. Distribusi spasial untuk biomassa (D>10 cm) menggunakan Metode Kriging dengan pendekatan model spherical disajikan pada Gambar Menurut penelitian Pande (2010) pendekatan terbaik yang dapat digunakan pada seluruh jenis kayu D>10 cm (kayu indah dan lindung) adalah metode circular, spherical dan (kayu meranti dan rimba) adalah metode circular dan exponential. Terdapat kesamaan pendekatan yang dapat digunakan yakni pendekatan spherical pengujian seluruh jenis kayu D> >10 cm. Gambar 4.10 Sebaran volume (m 3 /ha) untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dengan Metode Kriging

49 36 Rata-rata nilai tengah (m3/ha) Circular Exponential Gaussian Linear With Sill Spherical Bobot (Power) Nilai tengah prediksi Nilai tengah aktual Gambar 4.11 Nilai tengah (m 3 /ha) untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dengan Metode Kriging Gambar 4.11 menunjukkan kisaran nilai volume tersebut dihasilkan nilai tengah untuk dibandingkan dengan nilai tengah aktualnya. Nilai tengah yang dihasilkan dari semua pendekatan kurang dari nilai aktual yakni sebesar m 3 /ha. Nilai tengah prediksi hasil interpolasi dengan pendekatan circular, exponential, gaussian, spherical dan linear with sill berkisar antara m 3 /ha dan m 3 /ha. Hasil interpolasi pada pengujian method (pendekatan) metode Kriging ini menghasilkan kisaran nilai volume pada pendekatan terbaik untuk jenis kayu komersil adalah 30 dan 340 m 3 /ha (setelah pembulatan) juga pada pendekatan spherical. Kisaran nilai volume yang dihasilkan pada pendekatan circular, exponential, gaussian dan linear with sill memiliki nilai yang sama yakni berkisar antara 30 dan 280 m 3 /ha. Distribusi spasial untuk jenis komersial (D>40 cm) disajikan pada Gambar Hasil studi ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pande (2010) yang menjelaskan bahwa metode spherical sebagai pendekatan yang optimal untuk jenis kayu meranti dan rimba yang tergabung dalam jenis kayu komersil D>40 cm.

50 37 Gambar 4.12 Sebaran volume (m 3 /ha) untuk jenis kayu komersil D>40 cm dengan Metode Kriging Kisaran volume tersebut dihitung nilai tengahnya pada setiap titik plot model untuk dibandingkan dengan nilai tengah pada titik plot validasinya. Sama seperti pada seluruh jenis D>10 cm, nilai tengah yang dihasilkan dari semua pendekatan kurang dari nilai tengah aktual pada setiap titik plot model tetapi perubahannya tidak signifikan. Nilai aktual pada jenis kayu komersil D>40 cm adalah m 3 /ha. Nilai prediksi hasil interpolasi dengan pendekatan circular, exponential, gaussian, spherical dan linear with sill berkisar antara m 3 /ha. Rata-rata nilai tengah (m3/ha) Circular Exponential Gaussian Bobot (Power) Linear With Sill Spherical Nilai tengah prediksi Nilai tengah aktual Gambar 4.13 Nilai tengah (m 3 /ha) untuk jenis komersil D>40 cm dengan Metode Kriging

51 38 Kisaran biomassa yang dihasilkan bobot terbaik dari hasil interpolasi metode Kriging pada pengujiann method adalah 220 dan ton/ha (setelah pembulatan) pada circular. Kisaran biomassa yang dihasilkan pendekatan spherical sama dengan circular yakni mulai dari 220 ton/ha sampai dengan 1070 ton/ha, sedangkan pada pendekatan gaussian dan linear with sill rentang nilai yang dihasilkan juga sama yakni berkisar antara 230 dan 1070 ton/ha. Pada pendekatan exponential rentang nilai yang berkisar antara 210 dan 1070 ton/ha Distribusi spasial untuk jenis komersial (D> >40 cm) disajikan padaa Gambar Rata-rata nilai tengah biomassa yang dihasilkan oleh metode Kriging lebih besar dari rata-rata nilai tengah aktualnya. Nilai tengah aktual pada biomassa adalah ton/ha. Sedangkan kisaran biomassa yang dihasilkan oleh pendekatan circular, exponential, gaussian, spherical dan linear with sill berkisar antara ton/ha dan ton/ha (Lihat Gambar 4.15). Pada tabel 4.2 menyajikan rekap dari nilai tengah dengan ketiga peubah yang berbeda. Gambar Sebaran biomassa (ton/ha) dengan Metode Kriging

52 39 Rata-rata nilai tengah (m3/ha) Circular Exponential Gaussian Linear With Sill Spherical Bobot (Power) Nilai tengah prediksi Nilai tengah aktual Gambar 4.15 Nilai tengah (m 3 /ha) untuk biomassa D>10 cm dengan Metode Kriging Tabel 4.2 Rekap nilai tengah (m 3 /ha) untuk Metode Kriging Terbaik Peubah Estimasi (m 3 /ha), *(ton/ha) Minimum Maksimum Rata-rata Seluruh Jenis Kayu (D>10 cm) Jenis Kayu Komersil (D>40 cm) Biomassa* Uji Validasi Nilai hasil pemodelan cenderung mempunyai yang berbeda dengan nilai aktual di lapangannya yang didefinisikan sebagai kesalahan (error). Nilai kesalahan ini dapat dihitung melalui uji validasi dari titik contoh yang telah ditentukan. Uji validasi dilihat dari nilai ukuran kesalahan berupa Root Mean Square Prediction Error (RMSPE), Simpangan Rata-rata (SR dalam %) dan Simpangan Agregat (SA). Nilai RMSPE merupakan nilai prediksi kesalahan dari data validasi. Nilai RMSPE yang dihasilkan dari metode IDW terkecil didapatkan pada pengujian biomassa power 3 dengan nilai Sedangkan nilai RMSPE terbesar didapatkan pada pengujian jenis kayu komersil D>40 cm power 30 dengan nilai Pada pengujian biomassa dan seluruh jenis kayu D>10 cm berturut-turut dengan nilai terbesar dihasilkan oleh power 1 dan power 2 dengan nilai dan Nilai RMSPE terkecil yang dihasilkan pada pengujian seluruh jenis kayu D>10 cm dan jenis kayu komersil D>40 cm adalah berturutturut power 28 dan power 3 dengan nilai dan

53 40 Nilai SR merupakan nilai ukuran yang menyatakan penyimpangan (deviasi) data terhadap rata-ratanya dan dikalikan 100% agar terlihat presentase kesalahannya. Nilai SR yang dihasilkan pada metode IDW mendapatkan kisaran pada setiap power lebih besar dari 10%. Nilai SR terkecil dari seluruh kelompok jenis dihasilkan pada pengujian biomassa dengan nilai 0.364% power 2 dan nilai SR terbesar dihasilkan pada pengujian jenis kayu komersil D>40 cm dengan nilai 0.806% power 30. Nilai SR terkecil dari hasil pengujian pada seluruh jenis kayu D>10 cm dan jenis kayu komersil D>40 cm sama dihasilkan oleh power 2 dengan nilai berturut-turut adalah 0.364% dan 0.602%. Nilai SR terbesar dari hasil pengujian seluruh jenis kayu D>10 cm dan biomassa adalah 0.489% dan 0.434% pada power 29 dan 30. Nilai SA menghasilkan ukuran kesalahan dengan nilai terkecil diantara RMSPE dan SR. Nilai terkecil tersebut antara lain pada seluruh jenis kayu D>10 cm; pada jenis kayu komersil D>40 cm dan pada biomassa. Hasil-hasil tersebut dihasilkan oleh power 2, 1 dan 9. Nilai terbesar yang dihasilkan SA adalah pada power 29 pengujian seluruh jenis kayu D>10cm, pada power 20 pengujian jenis kayu komersil D>40 cm dan pada power 17 untuk biomassa (Tabel 4.3 sampai dengan 4.5).

54 41 Ukuran Kesalahan Tabel 4.3 Nilai uji validasi untuk Metode IDW untuk Seluruh jenis kayu D>10 cm IDW (Power) RMSPE SR SA Ukuran IDW (Power) Kesalahan RMSPE SR SA Ukuran Kesalahan Tabel 4.4 Nilai uji validasi untuk Metode IDW untuk Jenis kayu komersil D>40 cm IDW (Power) RMSPE SR SA Ukuran IDW (Power) Kesalahan RMSPE SR SA

55 42 Ukuran Kesalahan Tabel 4.5 Nilai uji validasi untuk Metode IDW untuk Biomassa IDW (Power) RMSPE SR SA Ukuran Kesalahan IDW (Power) RMSPE SR SA

56 43 Nilai hasil validasi untuk metode Kriging juga dilihat dari ukuran kesalahan RMSPE, SR dan SA pada seluruh jenis kayu D>10cm, jenis kayu komersil D>40cm dan biomassa. Berbeda dengan nilai yang dihasilkan metode IDW, pada metode Kriging nilai SR memiliki kisaran nilai terendah dibandingkan RMSPE dan SA. Pada metode kriging dengan pengujian pada seluruh jenis kayu D>10 cm memperoleh nilai terkecil sampai terbesar yakni berturut-turut pendekatan exponential, linear with sill, spherical, circular dan gaussian. Nilai RMSPE yang dihasilkan yakni berturut-turut dari terkecil sampai terbesar 1.399; 1.400; 1.487; dan Berbeda halnya dengan pengujian pada jenis kayu komersil D>40 cm pendekatan dengan nilai terkecil dihasilkan oleh pendekatan spherical dengan nilai Pendekatan exponential, linear with sill dan gaussian menghasilkan nilai yang sama yaitu sebesar Sedangkan pada pendekatan dengan nilai terbesar dihasilkan oleh pendekatan circular yakni Pada pengujian biomassa diperoleh nilai terkecil sampai terbesar yakni berturut-turut pendekatan exponential. Circular, spherical, linear with sill dan gaussian. Nilai RMSPE yang dihasilkan yakni berturut-turut dari terkecil sampai terbesaryaitu 0.998; 1.012; 1.013; dan Untuk nilai SR pengujian pada jenis kayu komersil D>40 cm diperoleh nilai yang sama pada seluruh pendekatan yaitu sebesar 0.66%. Pengujian pada biomassa nilai SR yang dihasilkan bervariasi setiap pendekatan. Nilai terkecil sampai terbesar berturut-turut dihasilkan oleh pendekatan gaussian sebesar 0.301%, linear with sill sebesar 0.303%, circular dan spherical sebesar 0.305% serta exponential dan sebesar 0.309%. Sama seperti yang dihasilkan RMSPE dan SR, untuk nilai SA menghasilkan nilai yang sama pada jenis komersil D>40 cm dengan pendekatan exponential, linear with sill dan gaussian adalah Sedangkan pada pendekatan circular dan spherical bernilai Pada pengujian biomassa diperoleh nilai terkecil sampai terbesar yakni berturut-turut pendekatan circular, spherical, exponential, linear with sill dan gaussian. Nilai SA yang dihasilkan yakni berturut-turut dari terkecil sampai terbesar ; ; ; dan Nilai hasil uji validasi tersebut disajikan pada Tabel dan 4.8.

57 44 Tabel 4.6 Nilai uji validasi pada pengujian seluruh jenis kayu D>10 cm dengan Metode Kriging Ukuran Kesalahan Kriging (Metode) Circular Exponential Gaussian Linear With Sill Spherical RMSPE SR (%) SA Tabel 4.7 Nilai uji validasi pada pengujian jenis kayu komersil D>40 cm dengan Metode Kriging Ukuran Kesalahan Kriging (metode) Circular Exponential Gaussian Linear With Sill Spherical RMSPE SR (%) SA Tabel 4.8 Nilai uji validasi pada pengujian biomassa dengan Metode Kriging Ukuran Kesalahan Kriging (metode) Circular Exponential Gaussian Linear With Sill Spherical RMSPE SR (%) SA Pemilihan Metode Terbaik Hasil dari uji validasi dilanjutkan dengan perhitungan skor sebagai acuan dalam pemilihan bobot terbaik yang dapat digunakan pada seluruh jenis kayu D>10cm, jenis kayu komersial D>40cm dan biomassa D>10cm. Semakin rendah rata-rata skor yang dihasilkan maka semakin bagus bobot yang dapat digunakan untuk interpolasi. Gambar 4.16, 4.17 dan 4.18 menunjukan bobot terbaik pada seluruh jenis kayu D>10cm, jenis kayu komersial D>40cm dan biomassa untuk metode IDW.

58 Nilai Skor Bobot (Power) RMSPE SR SA Rata-rata Skor Gambar 4.16 Bobot terbaik estimasi volume (m 3 /ha) untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dengan Metode IDW 6 5 Nilai Skor Bobot (Power) RMSPE SR SA Rata-rata Skor Gambar 4.17 Bobot terbaik estimasi volume (m 3 /ha) untuk jenis kayu komersil D>40 cm dengan Metode IDW

59 Nilai Skor Bobot (Power) RMSPE SR SA Rata-rata Skor Gambar 4.18 Bobot terbaik estimasi volume (m 3 /ha) untuk Biomassa dengan Metode IDW Nilai skor merupakan rata-rata dari ranking pada nilai SR, RMSPE dan SA. Rata-rata skor terendah dipilih menjadi bobot (power) terbaik dari hasil perhitungan skor yang digunakan dalam proses interpolasi metode IDW dengan nilai kesalahan terkecil. Pada metode kriging rata-rata skor terendah dimiliki oleh metode spherical untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dan jenis kayu komersil D>40 cm dan metode circular untuk biomassa. Rata-rata skor pada pengujian seluruh jenis kayu mendapatkan nilai terendah berturut-turut setelah spherical yakni linear with sill, exponential, circular dan gaussian dengan rentang nilai rata-rata skor berkisar sampai Berbeda dengan pengujian pada jenis kayu komersil D>40 cm memiliki rata-rata nilai skor yang sama pada exponential, gaussian dan linear with sill yakni sebesar serta yang tertinggi dihasilkan oleh circular dengan rata-rata skor sebesar Rata-rata nilai skor terkecil dimiliki oleh spherical sebesar Pada biomassa, rata-rata skor dengan nilai terendah setelah circular berturut-turut dihasilkan oleh metode spherical, linear with sill, exponential dan gaussian. Rentang nilai rata-rata skor yang dihasilkan berkisar sampai (Lihat Gambar 4.19 sampai dengan 4.21).

60 Nilai Skor Circular Exponential Gaussian Kriging (metode) Linear With Sill Spherical Gambar 4.19 Bobot terbaik estimasi volume (m 3 /ha) untuk seluruh jenis kayu D> 10 cm dengan Metode Kriging Nilai Skor RMSPE SR SA Rata-rata skor RMSPE SR SA Rata-rata skor Circular Exponential Gaussian Kriging (metode) Linear With Sill Spherical Gambar 4.20 Bobot terbaik estimasi volume (m 3 /ha) untuk jenis kayu komersil D>40 cm dengann Metode Kriging

61 Nilai Skor RMSPE SR SA Rata-rata skor Circular Exponential Gaussian Kriging (metode) Linear With Sill Spherical Gambar 4.21 Bobot terbaik estimasi biomassa (ton/ha) dengan Metode Kriging Perbandingan jumlah nilai dari hasil uji validasi dan rata-ratberbeda. Jumlah hasil uji skor antara metode IDW dan kriging menghasilkan nilai yang validasi dan rata-rata skor pada metode IDW memberikan nilai yang paling rendah dibandingkan dengan metode Kriging pada semua pengujian seluruh jenis kayu D>10 cm dan biomassa. Pada tabel 4.7 disajikan nilai rata-rata skor metode IDW dan kriging untuk semua kelompok jenis yang diujikan. Dari kedua metode tersebut dapat dilihat bahwa total skor terendah dimiliki oleh metode IDW pada dua kelompok jenis yang diujikan. Hal itu berarti bahwa tingkat kesalahan (error) yang dimilikinya paling kecil dibandingkan dengan metode IDW. Sehingga dapat disimpulkan bahwa padaa penelitian ini metode IDW merupakan metode terbaik yang dapat dipilih dalam melakukan interpolasi untuk seluruh jenis kayu D> >10cm, jenis kayu komersil D>40 cm dan biomassa (Gambar 4.22).

62 49 Tabel 4.9 Perbandingann hasil uji validasi dan skor kedua metode Metodee Interpolasi Ukuran IDW Kriging Jenis Kesalahan Hasil Hasil Skor Skor Validasi Validasi RMSPE Seluruh SR (%) Jenis Kayu D>10 cm SA Rata-rata skor * RMSPE Jenis Kayu SR (%) Komersil D>40 cm SA Rata-rata skor * RMSPE SR (%) Biomassa SA Rata-rata skor * Catatan : *) merupakan metode terbaik dengan skor terendah Rata rata skor Seluruh Jenis Kayu D>10 Jenis Kayu Komersil D>40 Biomassa D>10 cm cm cm IDW Kriging Gambar Kurva rata-rata skor metode IDW dan Kriging

63 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan sebagaimana diuraikan di depan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Interpolasi volume tegakan untuk seluruh jenis kayu (D>10cm), jenis kayu komersial (D>40cm) dan biomassa dapat menggunakan Metode IDW dengan Power 3 dan Metode Ordinary Kriging, 2. Secara umum interpolasi volume dan biomassa tegakan menggunakan metode IDW memberikan ketelitian sedikit lebih baik dibandingkan dengan Metode Kriging, 3. Pada Metode Ordinary Kriging interpolasi terbaiknya adalah dengan; a. Spherical method untuk volume seluruh jenis kayu (D>10cm) dan jenis kayu komersial (D>40cm), dan b. Circular method untuk biomassa. 5.2 Saran Mengingat saat ini tersedia data IHMB di setiap perusahaan pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), yang tersebar di berbagai ekosistem dan kelas hutan, maka penelitian lanjutan terkait dengan pengujian metode interpolasi volume tegakan dan biomassa perlu dilakukan. Pengujianpengujian lanjutan sebaiknya dititik beratkan pada tipe-tipe dan kondisi hutan yang berbeda. Saat ini pengujian pada ekosistem hutan rawa gambut dan hutan mangrove di Indonesia belum dilakukan.

64 51 DAFTAR PUSTAKA Agustina TL Model Pendugaan Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m di Areal Kerja PT Trisetia Intiga [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alfiana AN Metode Ordinary Kriging Pada Geostatistika [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta. Bohling G Kriging. [Internet]. 19 Oktober 2005;[diunduh tanggal 2013 Januari 31]. C&PE 940: Kansas Geological Survey. geoff@kgs.ku.edu. Bohling G Introduction to Geostatistics and Variogram Analysis. [Internet]. 17 Oktober 2005; [diunduh tanggal 2013 Januari 31]. C&PE 940: Kansas Geological Survey. geoff@kgs.ku.edu. Butler RA Indonesia Penghasil Gas Rumah Kaca Terbesar Ke-3 Namun Pengurangan Penggundulan Hutan Tawarkan Kesempatan Besar Kata Pemerintah. Banget I, penerjemah. [Internet]. 1 Oktober 2010;[diunduh tanggal 2013 Februari 1]. [CIFOR] Center for Internasional Forestry Research REDD Apakah itu?pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim dan REDD. Bogor (ID): CIFOR. Dumanauw JF Mengenal Kayu. Yogyakarta (ID): Kanisius. [Dephut] Departemen Kehutanan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu pada Hutan Produksi. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan. Gamma Design Software Interpolation in GS+. [Internet]. 5 Januari 2005; [2013 Januari 2]. Hairiah K. Ekadinata A. Sari RR. Rahayu S Pengukuran Cadangan Karbon: dari tingkat lahan ke bentang lahan. Petunjuk praktis.ed ke-2. Bogor (ID): World Agroforestry Centre. ICRAF SEA Regional office. University of Brawijaya (UB). Malang. Husch. B Perencanaan Inventarisasi Hutan. Agus Setyarso. penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Forest Planning.

65 52 Jaya INS Inventarisasi Hutan dan Perencanaan Pengaturan Kelestarian Tegakan Hutan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan RI. Jaya INS Validasi Interpolasi Metode Inverse Distance Weighted Terhadap Hasil IHMB [laporan]. Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan.2 (1). [KNLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka. Jakarta (ID): KNLH. Krisnawati H Struktur Tegakan dan Komposisi Jenis Hutan Alam Bekas Tebangan di Kalimantan Tengah [catatan penelitian]. Buletin Penelitian Hutan Visi & Misi P3H & KA. 639: Li J, Heap DA A Review of Spatial Interpolation Methods for Environmental Scientists. Record 2008 (23): 137 p. Canberra (AU): Geoscience Australia. Manfaat Penggunaan Biomassa. Asia Biomass Handbook. Bab 1: [Internet]. [diunduh tanggal 2013 Januari 31]. Mitas L, Mitasova. H Spatial Interpolation. In: P.Longley. M.F. Goodchild. D.J. Maguire. D.W.Rhind (Eds.). Geographical Information Systems: Principles. Techniques. Management and Applications. Wiley. Mudiyarso D. Herawati H. editor Carbon Forestry. Who Will Benefit? Proceedings of Workshop on Carbon Sequestration and Sustainable Livelihoods. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): CIFOR. Hlm 2-7. Noor MF Pembuatan Tabel Volume Lokal di PT Trisetia Intiga Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tiryana T Biomassa dan Simpanan Karbon pada Hutan Tanaman Mangium (Acacia mangium Willd). Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tomczak M Spatial Interpolation and its Uncertainty Using Automated Anisotropic Inverse Distance Weighting (IDW)-Cross-Validation/Jackknife Approach: Journal of Geographic Information and Decision Analysis [Internet]. [Diunduh 2013 Februari 9]; 2(2): Tersedia pada: http//

66 53 y_using_automated_anisotropic_inverse_distance_weighting_(idw)_cr oss_validation_jackknife_approach. Pande Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Inhutani I Labanan Kabupaten Berau Kalimantan Timur.[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pramono GH Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros. Sulawesi Selatan. Forum Geografi. Vol 22. No 1. Juli 2008: Primatika RA Pengaruh Arah Sirkular terhadap Laju Deformasi dan Pendugaan Laju Deformasi dengan Metode Kriging (Circular Kriging) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puntodewo A. Dewi S. Tarigan J Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): CIFOR. [PT TSI] PT Trisetia Intiga Laporan Akhir IHMB. Lamandau, Kalimantan Tengah. Spurr SH Forest Inventory. New York. The Ronald Press Company. Sulistyo B. Gunawan T. Hartono Pemetaan Faktor C Yang Diturunkan Dari Berbagai Indeks Vegetasi Data Penginderaan Jauh Sebagai Masukan Pemodelan Erosi di DAS Merawu. [Jurnal]. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

67 54 LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar kayu di PT Trisetia Intiga Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Agathis Agathis spp. Araucariaceae III RC 0.49 Akasia Acacia mangium Fabaceae III RC 0.34 Anggrung Trema orientalis (L.) Blume Ulmaceae II RC 0.62 Ayau Litsea sp. Lauraceae III RC 0.49 Ba'at Adinandra collina Kobuski Theaceae II RC 0.76 Babara - - II RC 0.65 Baji'ing Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae II RC 0.79 Bakau Rhizophora mangle L. Rhizoporaceae I RC 0.94 Balaban Shorea laevis Ridl Dipterocarpaceae I RC 0.9 Balau Shorea spp. Dipterocarpaceae I RC 0.98 Balau Merah Shorea kunstleri King. Dipterocarpaceae I RC 0.98 Bangkirai Shorea laevis Ridl Dipterocarpaceae I KM 0.91 Bangku Ganua motleyana Pierre Sapotaceae I RC 0.9 Banitan Polyaltha glauca Annonaceae II RC 0.75 Bansul Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae II RC 0.79 Banuat - - II RC 0.65 Barangketam - - II RC 0.65 Barikobung Endospermum spp. Euphorbiaceae III RC 0.45 Baroba - - II RC 0.78 Basampa Shorea spp. Dipterocarpaceae III KM 0.63 Bawang Melia excelsa Jack Meliaceae III RC 0.5 Bawang Hutan Scorodocarpus borneensis Becc. Olacaceae I RC 0.9 Bayur Pterospermum javanicum Jungh Steuliaceae III RC 0.52 Bedaru Cantleya corniculata Howard Icacinaceae I RC 1.84 Bejung Queus Fagaceae II RC 0.66 Bekalu - - II RC 0.65 Bekapas Botryophora geniculata Miq Euphorbiaceae II RC 0.65 Bekunyit Sageraea lanceolata Olacaceae III RC 0.5 Belanti Coccocerasborneense Euphorbiaceae II RC 0.65 Bengaris Koompassia malaccensis Warb Caesalpiniaceae I RC 0.95 Bengkal Albizia procera Benth. Malvaceae III KI 0.5 Bentana Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae II RC 0.79 Benuang Octomeles sumatrana Miq Daticaceae IV RC 0.33 Benyalin Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae II RC 0.79 Benyalung - - II RC 0.65 Betapai Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae II RC 0.79 Bintangur Calophyllum spp. Guttiferae II RC 0.78 Berat Jenis (BJ)

68 55 Lanjutan lampiran 1 Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Bolas - - II RC 0.65 Brebikang - - II RC 0.65 Bunling Shorea laevis Ridl Dipterocarpaceae I RC 0.9 Bunut Palaquium xanthoxhymum Pierre Sapotaceae II RC 0.67 Butun Cratoxylon formosum Dyer Gutticeae II RC 0.65 Cempedak Artocarpus teysmaniimig Moraceae III KI 0.5 Dahu Dracontomelon spp. Anacardiaceae III KI 0.58 Damar timau Agathis spp. Araucariaceae II RC 0.49 Dara Myristica maxima Myristicaceae III RC 0.51 Dema - - II RC 0.65 Dirung Aralidium pinnatifidum Miq Araliaceae III RC 0.46 Djaring Pithecellobium jiringa Prain Mimbaceae III RC 0.42 Duku L. domesticum var. duku Meliaceae II KL 0.85 Durian Durio zibethinus Murr Bombacaceae III KL 0.57 Eboni Diospyros spp. Ebenaceae I KI 1.05 Emang Hopea mengarawan Miq Dipterocarpaceae II RC 0.7 Embak - - II RC 0.65 Gading Koilodepas Euphorbiaceae I RC 0.82 Gambir Trigonopleura malayana Hook.f. Euphorbiaceae III RC 0.57 Gandis Gainia parvifolia Miq Guttiferae II RC 0.75 Garung Endospermum spp. Euphorbiaceae III RC 0.45 Gelam Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron Malaleuca spp II RC 0.75 Gembor Macaranga conifera Muell Arg Euphorbiaceae II RC 0.65 Gerunggang Cratoxylon arborescena Blume. Guttiferae III RC 0.47 Getah Merah Gluta percha - II RC 0.65 Giam Cotylelobium spp. Dipterocarpaceae I KM 0.99 Gita - - II RC 0.65 Gomi - - II RC 0.65 Habu Dacryodes laxa Burseraceae III RC 0.52 Hais - - II RC 0.65 Hambawang - - II KL 0.65 Honap - - II RC 0.65 Idur Nephelium sp. Sapindaceae II RC 0.65 Ilan Anthocephalus cadamba Miq Rubiaceae III RC 0.42 Ilat Parinarium glaberrinum Hassk Rosidaceae II RC 0.85 Ipang - - II RC 0.65 Ipu Ailanthus malaborica Adc - IV RC 0.38 Jabon Anthocephalus cadamba Miq Rubiaceae III RC 0.42 Jabon putih Anthocephalus chinensis Lamk Rubiaceae III RC 0.42 Jambu-jambu Syzigium spp. Myrtaceae II RC 0.75 Jamoi - - II RC 0.65 Berat Jenis (BJ)

69 56 Lanjutan lampiran 1 Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Jangkang Homalocladium platicadum (f. muallbailey) Annonaceae II RC 0.63 januat - - II RC 0.65 Jelutung Dyera costulata (Miq.) Hook.f. Apocynaceae III KL 0.43 Jengkol Hutan Archidendron pauciflorum Fabaceae III RC 0.47 Jirak Symplocos fasciculata Zoll. Symplococeae IV RC 0.38 Jomai - - II RC 0.65 Jomui - - II RC 0.65 Kaboi Litsea firma Lauraceae II RC 0.66 Kabosi - - II RC 0.65 Kajul - - II RC 0.65 Kalapi Shorea spp. Dipterocarpaceae II KM 0.65 Kaliat - - II RC 0.65 Kamambung - - II RC 0.65 Kambayau - - II RC 0.65 Kampus - - II RC 0.65 Kamunting - - II RC 0.65 Kanduyung - - II RC 0.65 Kanipul - - II RC 0.65 Kanopa - - II RC 0.65 Kanuat - - II RC 0.65 Kapengil - - II RC 0.65 Kapuk - - II RC 0.65 Kapul Baccaurea dulcis Muell Arg Euphorbiaceae II KL 0.61 Kapur Dryobalanops aromatica Dipterocarpaceae II RC 0.81 Karakubung - - II RC 0.65 Karakung - - II RC 0.65 Karamu - - II RC 0.65 Karanayup - - II RC 0.65 Karobung - - II RC 0.65 Karuat - - II RC 0.65 Katikal Ochanostachys amentaceae Mast Olacaceae I RC 0.9 Kayu abu Agrilaria microcarpa - II RC 0.65 Kayu Batu Rhodemnia sp.2/ Mallatus penangensis Myrtaceae I RC 1.02 Kayu Buhu - - II RC 0.65 Kayu bunga Terminalia comintona Merr Combreceae II RC 0.85 Kayu Furu - - II RC 0.42 Kayu Malam Diospyros spp. Ebenaceae I KI 1.05 Kayu rabun - - II RC 0.65 Kecapi Sandoricum spp - II RC 0.65 Kedondong Spondias pinnata Anacardiaceae II RC 0.33 Kekali Madhuca lancifolia Sapotaceae II RC 0.63 Berat Jenis (BJ)

70 57 Lanjutan lampiran 1 Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Kelampai Elateriospermum tapos Euphorbiaceae II KI 0.76 Keliat - - II RC 0.65 Kelopak - - II RC 0.65 Kelpau - - II RC 0.65 Keluat - - II RC 0.65 Kemaja - - II RC 0.65 Kembayau - - II RC 0.66 Kemenyan Styrax benzoin Dryand Styracaceae II RC 0.54 Kempas Koompassia excelsa Caesalpiniaceae II RC 0.95 Kempili - - II RC 0.9 kemuning Murraya paniculata Jack Rutaceae I RC 1.09 Kemunting - - II RC 0.65 Kenabu - - II RC 0.65 Kenakun Cyathocalyx sp. Annonaceae II RC 0.65 Kenanga Canangium odoratum Annonaceae IV RC 0.33 Kenapai - - II RC 0.65 Kenari Canarium spp. Burseraceae III RC 0.5 Kenduyung - - II RC 0.65 Kenipan - - II RC 0.65 Kenopa - - II RC 0.65 Kepayang - - II RC 0.65 Kepuh Sterculia macrophylla Vent Sterculiaceae IV RC 0.39 Kerakas Acrosticum aureum Pteridaceae II RC 0.65 Kerangas - - II RC 0.65 Keranji Dialium platysepalum Backer Caesalpiniaceae I RC 0.98 Kerasang - - II RC 0.65 Keriba - - II RC 0.65 Keruing Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae II KM 0.79 Ketapang Terminalia spp. Combreaceae III RC 0.6 Kinip - - II RC 0.65 Klampis Acasia tormentosa Fabaceae III RC 0.5 Kondang - - II RC 0.65 Kontoi Shorea spp. Dipterocarpaceae II KM 0.65 Kubing Shorea laevis Ridl Dipterocarpaceae I KM 0.9 Kumpang Knema sp. Myristicaceae II RC 0.75 Kumpat Durio burmanica Griff Bombacaceae I RC 1.02 Kunyit Cuuma longa L Zingiberaceae II RC 0.65 Kusi Koompasia malaccensis Maing Caesalpiniaceae II RC 0.9 Laban Vitex pubescens Vahl Verbenaceae II RC 0.88 Langko Shorea leprosula Miq Dipterocarpaceae III RC 0.52 Lansat Baccaurea racemoon Meliaceae II KI 0.85 Berat Jenis (BJ)

71 58 Lanjutan lampiran 1 Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Lempahung - - II RC 0.65 Lengkunang - - II RC 0.65 Lentang Shorea spp. Dipterocarpaceae II KM 0.65 Limun - - II RC 0.65 Linang - - II RC 0.65 Linggi Dacryodes costata Burseraceae I RC 0.91 Lintak - - II RC 0.65 Lodja Queus Fagaceae II RC 0.66 Lonsu - - II RC 0.65 Lunding - - II RC 0.65 Mahabai Xylopia spp. Annonaceae II RC 0.63 Mahang Macaranga spp. Euphorbiaceae III RC 0.5 Majau Shorea spp. Dipterocarpaceae II KM 0.65 Majing - - II RC 0.65 Malapan - - II RC 0.65 Mambulan - - II RC 0.65 Mampudu - - II RC 0.65 Mampul - - II RC 0.65 Manggurun - - II RC 0.65 Mangil - - II RC 0.65 Mangis labi - - II RC 0.65 Manjing - - II RC 0.65 Mantorung Dipterocarpus spp. Dipterocarpaceae II RC 0.79 Markubung Macaranga spp. Euphorbiaceae III RC 0.5 Matang - - II RC 0.65 Matoa Pometia pinnataforst. Sapindaceae II RC 0.77 Medang Cinnamomum parthenoxylon Meissn Lauraceae III RC 0.47 Memarik - - II RC 0.65 Membulan - - II RC 0.65 Mempelam Mangifera spp. Anacardiaceae II KI Mempisang Xylopia spp. Annonaceae II RC 0.63 Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae III RC 0.49 Mengurun - - II RC 0.65 Menjalin Celtis spp. Ulmaceae III RC 0.58 Mentabay - - II RC 0.65 Mentajai - - II RC 0.65 Mentanjai - - II RC 0.65 Mentawa Artocarpus anisophyllus Moracaceae II RC 0.65 Merabu - - II RC 0.65 Merah Mellettia Papicaceae II RC 0.73 Merambung Vernonia arborea Compaceae II RC 0.65 Berat Jenis (BJ)

72 59 Lanjutan lampiran 1 Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Meranti Shorea spp. Dipterocarpaceae III KM 0.5 Meranti Kuning Shorea faguetina Heim Dipterocarpaceae III KM 0.54 Meranti merah Shorea parvifolia Dyer Dipterocarpaceae III KM 0.48 Meranti Putih Shorea bracteolata Dyer Dipterocarpaceae II KM 0.66 Meras - - II RC 0.65 Merawan Hopea mengarawan Miq Dipterocarpaceae II RC 0.7 Merbau Intsia palembanica miq Fabaceae II RC 0.8 Merinjahan - - II RC 0.65 Mersawa Anisoptera marginata Korth Dipterocarpaceae II RC 0.61 Nansau - - II RC 0.65 Nanua - - II RC 0.65 Ngensarai Laut - - II RC 0.65 Nilam - - II RC 0.65 Nyaru - - II RC 0.65 Nyatoh Palaquium xanthoxhymum Pierre Sapotaceae II KM 0.67 Pahi Lophopetalum beccarianum P Celastriceae II RC 0.64 Pakek Shorea seminis V. Sl Dipterocarpaceae I RC 0.9 Pakit Shorea spp. Dipterocarpaceae II KM 0.65 Palung Palaquium dasyphyllum Pierre Sapotaceae II RC 0.62 Pamai Adenanthera Mimbaceae II RC 0.65 Pandali - - II RC 0.65 Pandau - - II RC 0.63 Panggil - - II RC 0.65 Pangit - - II RC 0.65 Pangkutan - - II RC 0.65 Paning - - II RC 0.65 Pauh Kijang Irvingin malayana Oliv Simarubaceae I RC 1.02 pelawan Tristania maingayi Duthie Myrtaceae I RC 1.17 Pempaan - - II RC 0.65 Pendaran - - II RC 0.65 Pendaring - - II RC 0.65 Pendiruk - - II RC 0.65 Pendung - - II RC 0.65 Penduri - - II RC 0.65 Penjuling - - II RC 0.65 Penopa - - II RC 0.65 Penyeluang - - II RC 0.63 Penyeluangan - - II RC 0.63 Penyerangtupai - - II RC 0.65 Persi - - II RC 0.65 Berat Jenis (BJ)

73 60 Lanjutan lampiran 1 Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Perupuk Lophopetalum beccarianum P Celastriceae II RC 0.64 Petai Parkia speciosa Hassk Mimbaceae III RC 0.96 Petai hutan Parkia speciosa Hassk Mimbaceae III RC 0.96 Pinang - - II RC 0.65 Pinus Pinus spp. Pinaceae III RC 0.55 Pisang-pisang Mezzetia parvifolia Annonaceae II RC 0.68 Pitam - - II RC 0.65 Poga - - II RC 0.7 Ponsi - - II RC 0.63 Pontang - - II RC 0.65 Potai Parkia speciosa Hassk Mimbaceae II RC 0.65 Pudu Calophyllum sclerophyllum V Guttiferae II RC 0.71 Puing - - II RC 0.65 Pukam - - II RC 0.65 Pulai Alstonia macrophylla wall.ex g.don Apocinaceae IV RC 0.46 Pulut Dyera costulata (Miq.) Hook.f. Apocynaceae III KL 0.53 Punak - - II RC 0.65 Pundur - - II RC 0.65 Putat Barringtonia racemosa Lecythidae III RC 0.59 Rasamala Altingia excelsa Noroña Hammamelidaceae II RC 0.81 Rengas Gluta aptera (King) Ding Hou Anacardiaceae II RC 0.69 Reraba - - II RC 0.65 Resak - - II RC 0.7 Resam - - II RC 0.65 Riga-riga - - II RC 0.63 Rua metoi Nephelium lappaceum L Sapindaceae I RC 0.91 Rukam Flacourtia inermis Roxb Flacaceae II RC 0.65 Rupis - - II RC 0.63 Sadawak - - II RC 0.63 Sahui - - II RC 0.63 Salam Eugenia spp. Myrtaceae II RC 0.76 Saliau - - II RC 0.65 Samak - - II RC 0.65 Samawa - - II RC 0.65 Sandak - - II RC 0.65 Sandau - - II RC 0.65 Sanok - - II RC 0.65 Sansarai - - II RC 0.65 Saon - - II RC 0.65 Sarang - - II RC 0.65 Saras - - II RC 0.65 Berat Jenis (BJ)

74 61 Lanjutan lampiran 1 Nama Jenis Nama Latin Family Kelas Kuat Kelompok Jenis Sarawa - - II RC 0.65 Sarua - - II RC 0.65 Sedawak - - II RC 0.65 Segulang Evodia sp. Rutaceae III RC 0.54 Sengkubak - - II RC 0.65 Sengon Paraserianthes falcataria Fabaceae IV RC 0.33 Sewo - - II RC 0.65 Sibau - - II RC 0.65 Silar - - II RC 0.65 Simpur Dillenia spp. Dilleniaceae II RC 0.76 Sindur Sindora spp. Fabaceae II KI 0.75 Singkang Priuk - - II RC 0.65 Sintuk Dryobalanops oocarpa Dipterocarpaceae II KM 0.65 Sumpak - - II RC 0.65 Sungkai Peronema canescens Verbenaceae II RC 0.62 sungkup - - II RC 0.65 Surian Koordersiodendron pinnatum Merr Anacardiaceae III RC 0.58 Takuyung - - II RC 0.65 Tambosi - - II RC 0.65 Tampajok - - II RC 0.65 Tampasi - - II RC 0.65 Tangkalak Knema sp. Myristicaceae II RC 0.75 Tangkutis - - II RC 0.65 Telihai - - II RC 0.65 Temoras - - II RC 0.63 Tempaja - - II RC 0.65 Tengkawang Shorea pinanga Dipterocarpaceae II KL 0.75 Tentopung - - II RC 0.65 Terap Artocarpus odoratissimus Moraceae III RC 0.44 Teratungan - - II KL 0.65 Terentang Campnospermum auriculatum Anacardiaceae III RC 0.4 Timau - - II RC 0.65 Tongkoi - - II RC 0.65 Tuba Strombossia javanica Bl Olacaceae II RC 0.65 Ubar Eugenia Myrtaceae II RC 0.8 Ulin Eusyderoxylon zwagery Lauraceae I KI 1.04 Umbing Dehaasia microcarpa Lauraceae II RC 0.65 Undingdam - - II RC 0.65 Yanduk - - II RC 0.65 Yas - - II RC 0.65 Sumber : Diadaptasi dari Laporan IHMB PT Trisetia Intiga dan berbagai sumber Berat Jenis (BJ)

75 Lampiran 2 Hasil interpolasi Metode IDW untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm 62

76 Lampiran 3 Hasil interpolasi Metode IDW untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm 63

77 64 Lampiran 4 Hasil interpolasi Metode IDW untuk Biomassa

78 Lampiran 5 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm 65

79 Lampiran 6 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm 66

80 Lampiran 7 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Biomassa 67

BAB II METODOLOGI. Tabel 1 Data hasil IHMB di PT. Inhutani I UMH Labanan. Jumlah plot Plot model Plot validasi

BAB II METODOLOGI. Tabel 1 Data hasil IHMB di PT. Inhutani I UMH Labanan. Jumlah plot Plot model Plot validasi BAB II METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2011 sampai dengan Januari 2012 di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan bobot yang digunakan, hasil kontur yang dihasilkan akan berbeda untuk masing-masing metode interpolasi. Bentuk konturnya ditampilkan pada Gambar 6 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan kekayaan Negara yang harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu

Lebih terperinci

TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT INHUTANI I LABANAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR I PUTU ARIMBAWA PANDE

TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT INHUTANI I LABANAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR I PUTU ARIMBAWA PANDE TEKNIK INTERPOLASI SEDIAAN TEGAKAN BERBASIS IHMB PADA HUTAN LAHAN KERING PT INHUTANI I LABANAN KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR I PUTU ARIMBAWA PANDE DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2011, bertempat di Seksi Wilayah Konservasi II Ambulu, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

West Kalimantan Community Carbon Pools

West Kalimantan Community Carbon Pools Progress Kegiatan DA REDD+ Mendukung Target Penurunan Emisi GRK Kehutanan West Kalimantan Community Carbon Pools Fauna & Flora International Indonesia Programme Tujuan: Pengembangan proyek REDD+ pada areal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk

BAB III PEMBAHASAN. Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kriging Metode kriging digunakan oleh G. Matheron pada tahun 1960-an, untuk menonjolkan metode khusus dalam moving average terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan variansi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) 4. Penghitungan dinamika karbon di tingkat bentang lahan Ekstrapolasi cadangan karbon dari tingkat lahan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebelumnya bernama Kebun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian dari ekosistem alam sebagai assosiasi flora fauna yang didominasi oleh tumbuhan berkayu yang menempati areal yang sangat luas sehingga menciptakan

Lebih terperinci

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung

Lebih terperinci

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK SKRIPSI Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans)

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) SKRIPSI OLEH: CICI IRMAYENI 061202012 / BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

INTERPOLASI. Mengapa perlu interpolasi? 12/19/2011 MINGGU 5 : INTERPOLASI. Data yg dapat diinterpolasi

INTERPOLASI. Mengapa perlu interpolasi? 12/19/2011 MINGGU 5 : INTERPOLASI. Data yg dapat diinterpolasi MINGGU 5 : INTERPOLASI INTERPOLASI 1. Sebuah proses untuk menentukan nilai observasi di suatu tempat (titik) berdasarkan nilai observasi di sekitarnya 2. Sebuah proses untuk menentukan nilai observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Areal konsesi hutan PT. Salaki Summa Sejahtera merupakan areal bekas tebangan dari PT. Tjirebon Agung yang berdasarkan SK IUPHHK Nomor

Lebih terperinci

METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN

METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN METODE ROBUST KRIGING UNTUK MENGESTIMASI DATA SPASIAL BERPENCILAN (Studi Kasus: Pencemaran Udara Gas NO 2 di Kota Semarang) SKRIPSI Disusun Oleh : ANJAN SETYO WAHYUDI 24010212130055 DEPARTEMEN STATISTIKA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2013 sampai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2013 sampai dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2013 sampai dengan Desember 2013. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

5. SIMPULAN DAN SARAN

5. SIMPULAN DAN SARAN 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terdiri dari sekumpulan vegetasi berkayu yang didominasi oleh pepohonan. Hutan

I. PENDAHULUAN. terdiri dari sekumpulan vegetasi berkayu yang didominasi oleh pepohonan. Hutan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan dalam pengertiannya merupakan suatu kesatuan ekosistem yang terdiri dari sekumpulan vegetasi berkayu yang didominasi oleh pepohonan. Hutan yang ditumbuhi pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRAK BAB I.

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRAK BAB I. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRAK... xii

Lebih terperinci

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN Asef K. Hardjana dan Suryanto Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Dalam rangka persiapan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI Oleh Ir. H. BUDIDAYA, M.For.Sc. (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi) Disampaikan pada Focus Group

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT.

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. i PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. WIRAKARYA SAKTI GIANDI NAROFALAH SIREGAR E 14104050 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci