BAB I PENDAHULUAN. banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group. 1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu bentuk kehidupan yang besar dengan jumlah anggota yang banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group. 1 Dengan banyaknya masyarakat yang ada dalam suatu negara maka rentan akan menimbulkan suatu konflik didalamnya. Sehingga dibutuhkan suatu peraturan perundang-undang yang diharapkan peraturan perundang-undang tersebut dapat membatasi masyarakat dalam melakukan aktifitasnya. Dengan demikian akan muncul kebiasaan-kebiasaan masyarakat taat akan hukum. Karena pada hakikatnya hukum menganut kebiasaan-kebiasaaan manusia selama tinggal di suatu negara. Hukum pada dasarnya membatasi agar seseorang tidak berperilaku sewenang-wenang, dengan hukum pula yang menjadikan masayarakat dalam suatu negara terlindungi dari ancaman yang dapat merugikan dan merampas hak asasinya. Permasalahan yang terjadi di negara Indonesia selalu mengalami perkembangan dan perubahan dengan seiring kemajuan zaman. Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan menjadikan pemerintah mau tidak mau harus membuat suatu peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang muncul dalam suatu masyarakat. Pada dasarnya hukum berlaku bagi setiap orang tanpa terkecuali, sehingga hukum tidak memandang status sosial yang ada dalam suatu negara. Hukum diterapkan kepada semua lapisan masyarakat dengan demikian berimplikasi pada seseorang yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku dalam suatu negara maka seseoranng tersebut dapat dikenai dengan pidana. 1 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik, Erlangga, Jakarta, 2010, h. 2.

2 Menurut Profesor Doktor W. L. G. Lemaire hukum pidana terdiri dari norma-norma keharusan dan larangan yang telah dikaitkan dengan sanksi berupa hukuman dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut. 2 Sebagai salah satu hukum yang berlaku di Indonesia hukum pidana terkait dengan segala hal yang menyangkut mengenai perilaku setiap warga negara di Indonesia. Dengan berlakunya hukum pidana di Indonesia maka norma-norma yang berlaku dalam masyarakat akan selalu ditaati karena didalam hukum pidana terdapat sanksi-sanksi bagi pelaku tindak pidana. Hukum pidana mengandung ketentuan-ketentuan tentang penderitaan yang dialami bagi pelaku tindak pidana apabila sebuah tindak pidana benar-benar dilakukan dengan sengaja oleh pelaku. Suatu perilaku dapat dikatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan apabila akibat hukum dari perilaku tersebut dilarang dalam ketentuan dari peraturan perundangundangan tersebut. Perilaku kriminal termasuk perilaku yang bertentangan terhadap hukum pidana yang merupakan kajian dari ilmu Kriminologi. Perilaku kriminal dilakukan dengan berbagai cara yaitu sebagai contoh kekerasan. Di Indonesia perilaku kekerasan sudah banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat. Berbagai kalangan masyarakat bisa saja terlibat dalam suatu tindakan kekerasan. Kekerasan dapat dilakukan secara fisik maupun psikis. Perilaku kekerasan dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga negara mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari tindakan diskriminasi maupun gangguan lain yang dapat merugikan anak.berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) (selanjutnya disebut 2 P.A.F. Lamintang & Franciscus Theojunior Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2014, h. 2.

3 UUD 1945) bahwa: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi. Apabila membaca pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maka dari itu status anak dalam hukum belum cakap untuk bertanggung jawab atas perbutan yang bertentangan dengan hukum. Anak masih membutuhkan pengarahan dan bimbingan dari kedua orang tuanya karena pola pikir anak masih berubah-ubah dengan pengaruh orang lain, lingkungan sekitar dan lingkungan keluarga. Dengan demikian anak mendapatkan perlindungan hukum sejak dalam kandungan karena secara otomatis negara menjamin dan memberikan perlindungan terhadap anak sekalipun anak tersebut masih dalam kandungan. Berdasarkan konvensi hak anak yang disetujui oleh majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Pasal 3 ayat 2 menyatakan bahwa: Negara-negara peserta berusaha untuk menjamin bahwa akan mendapat perlindungan dan perawatan seperti yang diperlukan bagi kesejahteraannya, dengan memperhatikan hak-hak dan tanggung jawab orangtuanya, wali atau perorangan lainnya yang secara hukum bertanggung jawab atas anak itu, dan untuk tujuan ini, akan mengambil semua langkah legislatif dan administratif yang tepat. Peran anak didalam keluarga sangat tergantung dari kedua orang tuanya. Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu : 1) Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi : perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.

4 2) Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi : perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, dan bidang pendidikan. 3 Menurut Santrock, perkembangan emosi dan sosial anak tidak terlepas peran dari faktorfaktor keluarga, relasi anak dengan teman sebayanya, dan kualitas bermain yang dilakukan bersama teman sebayanya. 4 Maka dari itu anak akan sangat mudah terpengaruh oleh berbagai suasana dan keadaan didalam keluarga maupun di luar keluarga. Di dalam lingkungan pendidikan seperti sekolah anak merupakan tanggung jawab seorang guru pendidik untuk mendapatkan pendidikan dan mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial. 5 Kesadaran diri anak yang terus tumbuh terkait dengan kemampuan dirinya untuk merasakan tentang emosi yang semakin luas. Perkembangan emosional mereka pada masa kanak-kanak awal memungkinkan mereka untuk mencoba memahami reaksi emosional orang lain dan untuk mulai belajar mengendalikan emosi mereka sendiri. 6 Dengan berbagai macam pengendalian diri dari seorang anak, maka anak akan selalu mencoba hal-hal baru yang dirasa belum pernah dia coba selama hidupnya. Tanggungjawab orang tua lah yang dibutuhkan untuk mengarahkan anak-anaknya agar anak-anaknya dapat berperilaku yang baik. Kehidupan anak akan sangat bergantung dari kedua orang tuanya dalam memberikan bimbingan serta arahan untuk kemajuan anak. Orang tua dapat bertindak sebagai pengatur peluang kontak sosial remaja dengan kawan-kawan sebaya, kawan-kawan lain, dan orang-orang dewasa. 7 3 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008, h Crisriana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak, Prenada Media, Jakarta, 2012, h Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008, h John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak, Salemba Humanika, Jakarta, 2009, h John W. Santrock, Remaja, Erlangga, Jakarta, 2002, h. 13.

5 Pada hakekatnya seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi tumbuh kembang anak tersebut. Dengan pendidikan yang layak tersebut maka seorang anak akan membentuk pola pikir yang sehat dalam bidang pendidikan formal maupun informal. Dalam sistem pendidikan di Indonesia memiliki fungsi untuk membentuk karakter dari peserta didik sebagaimana yang termuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan berbagai macam latar belakang siswa yang berbeda maka timbul perilaku kenakalan anak yang bisa menimbulkan dampak negatif terhadap fisik dan psikis anak. Menurut Soedjono Dirdjosisworo kenakalan anak mencakup 3 pengertian, yaitu : a. Perbuatan yang dilakukan orang dewasa merupakan tindak pidana (kejahatan), akan tetapi bila dilakukan oleh anak-anak belum dewasa dinamakan delinquency seperti pencurian, perampokan, dan pembunuhan. b. Perbuatan anak yang menyeleweng dari norma kelompok yang menimbulkan keonaran seperti kebut-kebutan, perkelahian kelompok, dan sebagainya. c. Anak-anak yang hidupnya membutuhkan bantuan dan perlindungan, seperti anak-anak terlantar, yatim piatu, dan sebagainya, yang jika dibiarkan berkeliaran dapat berkembang menjadi orang-orang jahat. 8 Salah satu perilaku kenakalan anak di lingkungan sekolah adalah Bullying. Bullying berasal dari bahasa Inggris yaitu bully yang artinya menggertak atau menggangu. Menurut 8 Marlina, Peradilan Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2009, h. 40.

6 Echols dan Hassan perilaku mereka bisa mengganggu secara fisik atau emosional. 9 Perilaku ini dapat dikategorikan menjadi suatu perilaku kekerasan terhadap anak dalam lingkungan pendidikan yaitu sekolah seperti yang termuat dalam Pasal 1 Angka 15a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa kekerasan adalah: Setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Pelaku kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah dapat berasal dari individu ataupun kelompok orang yang memiliki alasan sebab tertentu untuk melakukan perilaku tersebut. Dalam kaitannya terhadap perilaku Bullying bahwa perilaku Bullying memberikan suatu akibat yang merugikan terhadap anak dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Perilaku Bullying akan berdampak pada perkembangan fisik dan psikis dari anak. Pelaku Bullying dapat saja melakukan dengan kehendak mereka oleh pihak korban namun korban dari perilaku Bullying tersebut belum tentu akan kuat menghadapi perilaku-perilaku Bullying yang dialami oleh korban secara terus menerus. Pada dasarnya seorang anak memiliki kekuatan fisik dan mental yang lebih lemah dibandingkan orang yang sudah dewasa. Sebagai contoh apabila seorang anak berada dalam lingkungan yang baru maka secara tidak langsung anak tersebut akan mulai beradaptasi menyesuaikan suasana keadaan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian terhadap lingkungan yang baru membutuhkan waktu yang bermacam-macam tergantung dari pola pikir masing-masing anak. 9 Cynantia Rachmijati, Bullying Dalam Dunia Pendidikan, STKIP Siliwang, 2015 diakses dari dikunjungi pada tanggal 07 September 2015 pukul

7 Melihat dalam realita yang terjadi saat ini banyak perilaku anak yang menyimpang dilingkungan Sekolah Dasar (selanjutnya disebut SD). Pada dasarnya SD merupakan tempat untuk belajar bagi anak, disamping itu sekolah dasar memiliki fungsi membentuk karakter serta membentuk perilaku seorang anak menjadi lebih baik. Selain itu, lingkungan sekolah juga merupakan tempat untuk mengembangan perilaku anak, fisik serta mental anak dengan dibekali ilmu dan akhlak yang akan membentuk anak agar menjadi manusia yang bermartabat. Tetapi melihat pada kenyataan yang terjadi pada saat ini di lingkungan SD malah dijadikan tempat untuk melakukan perilaku kekerasan Bullying. Maka dari itu perlu adanya ketentuan hukum mengenai perilaku Bullying di lingkungan SD dengan tujuan agar di lingkungan SD dapat melaksanakan kegiatan pendidikan dengan baik. Dengan demikian dari hasil penelitian di 3 (tiga) SD yaitu SDN mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga mengungkapkan bahwa dari 3 SD tersebut terjadi perilaku Bullying. Saat terjadinya perilaku tersebut pihak sekolah ikut berperan memberikan penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying tersebut diantaranya adalah : Hasil Wawancara di SDN Mangunsari 03 Salatiga Terdapat melakukan wawancara di SDN Mangunsari 03 Salatiga mengenai bentuk penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying yang dilakukan oleh SD apabila terjadi perilaku Bullying di dalam lingkungan SD diantaranya guru memberikan nasehat kepada siswa yang bersangkutan agar perilaku Bullying tidak terjadi lagi serta memberikan nasehat untuk tidak saling mengejek dan saling mengucilkan antar sesama. Pihak sekolah mengharapkan anak dalam bersosialisasi dengan teman-temannya dapat menjaga kerukunan bersama. Selain itu guru juga memberikan mediasi kepada orang tua dari kedua belah pihak serta anak yang bersangkutan

8 untuk mencari solusi terbaik, namun orang tua tidak ikut campur secara penuh, karena ini merupakan masalah anak. Untuk sanksi yang diberikan dari pihak sekolah kepada pihak yang bersangkutan yaitu berupa teguran dan peringatan agar tidak diulangi lagi. Apabila pihak yang bersangkutan mengulangi perbuatan tersebut maka pihak sekolah memberikan sanksi yang lebih tegas kepada pihak yang bersangkutan yaitu berupa nilai sikap pelaku tersebut menjadi jelek pada bidang studi PKN. 10 Hasil Wawancara di SDN Blotongan 03 Salatiga Sedangkan untuk hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada Kepala Sekolah SDN Blotongan 03 Salatiga bahwa pada tahun 2008 terdapat insiden meninggalnya seorang siswa yang terjadi di SD tersebut yang disebabkan karena ketidaksengajaan seorang siswa sebagai pelaku bercanda dengan temannya yang tidak lain adalah korban. Pihak sekolah memberikan tindakan pertama ketika terjadi kasus tersebut melakukan perlindungan dan tanggungjawab terhadap pelaku dan korban. Saat korban pingsan pihak sekolah langsung membawa ke Puskesmas namun dalam perjalanan menuju Puskesmas nyawa korban tidak dapat tertolong lagi. Sedangkan bentuk pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pelaku, pihak sekolah melakukan pendampingan selama proses perkara. Pihak sekolah juga mengklarifikasi kronologi kejadian kepada Polisi, wartawan, Dinas Pendidikan Kota Salatiga serta warga sekitar untuk memberikan suasana yang aman dan kondusif. Dalam hal dikaitkan dengan peran sekolah dalam kasus diatas, pihak sekolah disini menjadi mediator antara pihak pelaku, pihak korban serta pihak terkait untuk dilakukan mediasi secara kekeluargaan mengingat bahwa sebagaimana dalam ketentuanpasal 4 Undang-Undang 10 Wawancara dengan Guru SD N mangunsari 03 Salatiga, Salatiga, 22 Oktober 2015.

9 Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Maka dengan demikian anak tidak dapat dipidana karena kasus tersebut merupakan suatu ketidaksengajaan yang dilakukan oleh pelaku. Bentuk dari pertanggungjawaban dari pihak sekolah dan pihak pelaku terhadap korban yaitu dengan memberikan santunan bantuan kepada korban seperti biaya pemakaman dan juga peringatan 7 (tujuh) hari kematian korban. 11 Hasil Wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga Selanjutnya penulis juga melakukan wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga mengenai penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying dari pihak sekolah apabila terjadi suatu perilaku Bullying yang terjadi di sekolah tersebut diantaranya bentuk peran sekolah dengan memberikan pengawasan dan perlindungan bagi siswa baik itu korban maupun pelaku supaya tidak terjadi perilaku Bullying di lingkungan sekolah dasar demi kelancaran proses belajar. Selain itu pihak sekolah juga melakukan tindakan pertama saat terjadi perilaku Bullying dengan melakukan interogasi kronologi kejadian untuk mengetahui awal mula penyebab perilaku Bullying, serta melakukan perlindungan bagi korban dan pelaku agar tercipta suasana yang kondusif. 12 Dari peran ke-3 SD di atas yang telah dilakukan mengenai penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying yang pernah terjadi di sekolah tersebut maka Dinas Pendidikan Kota Salatiga mengetahui informasi dari sebagian SD yang pernah terjadi perilaku Bullying di 3 (tiga) SD tersebut. Karena dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan di 3 11 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD N Blotongan 03 Salatiga, Salatiga, 9 November Wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga, Salatiga, 7 November 2015.

10 (tiga) SD tersebut hanya ada 1 (satu) SD yang mana informasi kejadian Bullying sampai ke Dinas Pendidikan kota Salatiga yaitu di SD Blotongan 03 Salatiga karena pada SD tersebut hingga berakibat kematian seorang siswa. Sedangkan dari 2 (dua) SD yaitu SDN Mangunsari 03 Salatiga dan SDN Salatiga 08 Salatiga telah dapat menyelesaikan perkara dalam lingkup sekolah dasar dan tidak perlu melapor ke Dinas Pendidikan kota Salatiga karena masalah yang terjadi dapat diselesaikan secara kekeluargaan oleh pihak sekolah sendiri. Dengan demikian Dinas Pendidikan kota Salatiga tidak mengetahui adanya suatu perilaku Bullying yang terjadi di sekolah tersebut. Sehingga Dinas pendidikan kota Salatiga tidak dapat menjalankan tugasnya sepenuhnya karena tidak adanya hubungan kerjasama yang baik antara Dinas dengan pihak sekolah itu sendiri. Dengan tidak adanya kerjasama inilah yang akan menimbulkan adanya perilaku Bullying secara terus menerus. Perilaku Bullying dalam lingkungan sekolah dapat mengakibatkan anak tidak dapat mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik dan bermartabat karena dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan memiliki tujuan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 13 Perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadang kala sama dengan kejahatan yang dilakukan orang dewasa, tidak berarti sanksi yang diberikan juga sama. Anak 13 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

11 tetaplah anak yang tentu saja masih mengalami proses pengembangan fisik, mental, psikis, dan sosial, menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki orang dewasa. 14 Dengan munculnya perilaku Bullying sering kali masyarakat atau orang tua masih menganggap hal sepele dan wajar saat dilakukan oleh seorang anak. Padahal perilaku ini termasuk dalam kategori perilaku kekeraan anak. Dengan demikian orang tua serta masayarakat kurang memperhatikan adanya ketentuan hukum yang melarang adanya perilaku Bullying. Maka berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, Penulis bermaksud menulis skripsi dengan judul PENANGANAN DAN PENANGGULANGAN PERILAKU BULLYING DI BEBERAPA SEKOLAH DASAR DI KOTA SALATIGA 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka disusun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu: Bagaimana upaya penanganan dan penanggulangan dari perilaku Bullying di sekolah dasar oleh Dinas Pendidikan dan beberapa sekolah dasar di kota Salatiga? 3. Tujuan Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang akan dituju dalam skripsi ini yaitu : 1. Untuk mengetahui kasus posisi yang terjadi karena adanya perilaku Bullying di beberapa sekolah dasar di kota Salatiga; 2. Untuk mengetahui bentuk penanganan perilaku Bullying yang terjadi di lingkungan sekolah dasar oleh pihak sekolah. 14 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 75.

12 3. Untuk mengetahui penanggulangan dari perilaku Bullying di sekolah dasar oleh Dinas Pendidikan kota salatiga 4. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan perilaku anak khususnya Bullying di dalam lingkungan sekolah, serta peran dari pihak sekolah dalam menanggulangi perilaku Bullying.Sehingga skripsi ini dapat menjadi referensi bagi pembaca sekaligus menjadi bahan kajian ilmiah bagi para mahasiswa Fakultas Hukum dan para praktisi hukum. b. Manfaat Praktis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pihak atau instansi yang terkait terhadap perilaku Bullying sebagai kekerasan anak di sekolah dan juga dalam penelitian ini diharapkandapat meminimalisir terjadinya Bullying di lingkungan sekolah. 5. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Purposive Sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif. 15 Dengan demikian penulis melakukan wawancara dengan mencari data di Dinas Pendidikan kota Salatiga SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN 15 diakses pada tanggal 21 Mei 2016 Pukul 16.15

13 Blotongan 03 Salatiga. Ketiga SD tersebut merupakan sampel data populasi SD yang pernah terjadi perilaku Bullying di sekolah tersebut. Karena tujuan penulis melakukan wawancara dengan pengambilan sampel di beberapa SD tersebut untuk dapat mengambil data yang nantinya akan berkaitan dengan permasalahan dan tujuan tulisan ini. b. Pendekatan Hukum. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Pendekatan Socio-Legal Research. Dalam penelitian sosiolegal hukum dikaitkan dengan masalah sosial yang terjadi di SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 8 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga mengenai tindakan Bullying yang pernah terjadi di sekolah tersebut. Dalam penelitian ini peraturan yang berlaku di Indonesia akan di kaitkan dengan penerapan dari ketentuan peraturan tersebut berdasarkan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat. c. Lokasi penelitian. Dalam melakukan penelitian skripsi ini penulis menggunakan lokasi penelitian di Dinas Pendidikan kota Salatiga, SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga. d. Bahan Hukum. Menggunakan Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undanganan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan atau putusan hakim. 16 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun b. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005, h. 128.

14 c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. d. Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga Selain itu juga menggunakan Bahan Non-hukum. 17 Bahan Non-hukum dapat berupa buku-buku mengenai ilmu politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, kebudayaan ataupun laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. e. Pengumpulan Data. Dalam pengumpulan data dalam penelitian ini Penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. 18 Dalam data primer penulis menggunakan teknik wawancara (interview). Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. 19 Penulis melakukan wawancara dengan Dinas Pendidikan Kota Salatiga, pihak sekolah SDN Blotongan 03 Salatiga, SDN Mangunsari 03 Salatiga dan SDN Salatiga 08 Salatiga. Dalam penggunaan Data Sekunder penulis menggunakan teknik pengumpulan data atau data yang diperoleh dari suatu organisasi atau perorangan yang berasal dari pihak lain yang pernah mengumpulkan dan mengolah sebelumnya. 17 Ibid., h J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2003, h Ibid., h. 144.

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena pendidikan adalah upaya manusia untuk memperluas dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum, dimana menurut Logemann Negara merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya yang mengatur serta menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula pelanggaran terhadap hukum. Perkembangan pelanggaran

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK A. Tindak Pidana Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya persoalan anak masih menjadi perhatian kita semua. Kekerasan terhadap anak sudah banyak yang memperhatikan namun masih sedikit perhatian tertuju untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sektor penunjang yang sangat penting dalam pembangunan nasional, kualitas hidup suatu bangsa akan menjadi baik apabila kebutuhan akan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan segenap potensi peserta didiknya secara optimal. Potensi ini mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan Mahluk sosial, sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka saat serta mendapat perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat timbul disebabkan oleh faktor- faktor penyebab, baik faktor intern

BAB I PENDAHULUAN. dapat timbul disebabkan oleh faktor- faktor penyebab, baik faktor intern 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu gejala sosial yang berada di dalam suatu masyarakat yang dapat dilihat dari berbagai aspek yang berbeda. Kejahatan dapat timbul disebabkan

Lebih terperinci

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, dimana kata anak merujuk pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan karakter siswa yang diharapkan bangsa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara mempunyai kewajiban mencerdaskan kehidupan warga negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang Dasar 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang diamanahkan kepada orang tua untuk dicintai dan dirawat dengan sepenuh hati. Anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa demi peristiwa bullying masih terus terjadi di wilayah sekolah. Kasus kekerasan ini telah lama terjadi di Indonesia, namun luput dari perhatian. Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini kita sebagai manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian, kita sebagai makhluk yang sosialis, tentunya membutuhkan proses saling tolong menolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu proses kegiatan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : Mengingat a. bahwa anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan sebagai hak asasi manusia telah dilindungi oleh undangundang dan hukum, sehingga setiap individu memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian terpenting yang tidak dapat terpisahkan dengan keberlangsungan perjuangan suatu Negara. Oleh karena pentingnya peran anak ini, di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 (Burhanuddin, 2007: 82), mengungkapkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 (Burhanuddin, 2007: 82), mengungkapkan bahwa: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan selanjutnya. Dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SALINAN Menimbang : BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa anak adalah anugerah dan

Lebih terperinci

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa erat hubungannya dengan dunia pendidikan. Pendidikan bukan hanya sebatas media menyalurkan ilmu dari pendidik kepada siswa,

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disebut dengan UU SPPA menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan 1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas. Hal ini bertujuan untuk membentuk kepribadian

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik peserta didiknya. Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci