B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
|
|
- Hartono Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk menjamin efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan dosis, cara, interval serta lama pemberian yang tepat. Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based therapy). Manfaat tersebut dinilai dengan menimbang semua bukti tertulis hasil uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksana. Menimbang manfaat dan resiko tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan penyakit yang akan diobati, efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan dan frekuensi efek samping yang mungkin timbul, serta efektivitas dan keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti. Semakin parah suatu penyakit, semakin berani mengambil resiko efek samping, namun bila efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari penyakitnya sendiri mungkin pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu penyakit, semakin perlu bersikap tidak menerima efek samping. Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik yang disajikan menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam pedoman pengobatan, pilihan obat yang ada telah melalui proses tersebut, dan dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of choice), pilihan kedua, dan seterusnya. PENGOBATAN RASIONAL Mengapa diperlukan pengobatan rasional? Pengobatan yang tidak rasional dapat menyebabkan : Pengobatan yang tidak aman Kambuhnya penyakit Masa sakit memanjang Membahayakan dan menimbulkan kekhawatiran pasien Membengkaknya biaya Pengertian rasional itu sendiri menurut WHO adalah : sesuai dengan keperluan klinik dosis sesuai dengan kebutuhan pasien
2 diberikan dalam jangka yang sesuai dengan biaya termurah bagi pasien dan komunitasnya Dalam konteks biomedis, P.O.R mempunyai kriteria : Tepat diagnosis Tepat indikasi Tepat pemilihan obat (khasiat, keamanan, mutu, biaya) Tepat dosis, cara dan lama pemberian Tepat penilaian terhadap kondisi pasien Tepat peracikan dan pemberian informasi Kepatuhan pasien Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut Penggunaan obat yang rasional memberi perhatian penting kepada pemberian antibiotika, ada tidaknya poli-farmasi serta pemberian injeksi. BEBERAPA PERTIMBANGAN DALAM PEMILIHAN OBAT (WHO, 1995 ) Manfaat ( Efecacy ) Kemanfaatan dan Keamanan Obat sudah terbukti Keamanan ( safety ) Resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbangdengan manfaat dan keamanan yang sama danterjangkau oleh pasien ( affordable ) Kesesuaian / suittability ( cost ) Contoh penggunaan obat yang tidak rasional dan harus dihindarkan antara lain : Penggunaan obat dimana terapi obat tidak diindikasikan misal antibiotika untuk ISPA ringan, diare. Pemilihan obat yang salah untuk indikasi tertentu, misal tetrasiklin untuk infeksi streptokokus faringitis anak. Penggunaan obat dengan indikasi meragukan dan status keamanan yang tidak jelas Cara pemberian yang salah Penggunaan obat mahal walaupun alternatif obat yang aman, efektif dan lebih murah tersedia. Secara umum dan dalam konteks yang lebih luas penggunaan obat yang tidak rasional dapat memberi dampak ; terjadinya pemborosan biaya dan anggaran masyarakat, resiko efek samping dan resistensi, ketersediaan obat kurang terjamin, mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk, memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan pada masyarakat. ad.1. Menentukan masalah pasien atau melakukan diagnosis. Merupakan dasar dari tindakan pengobatan rasional. Diagnosis dibuat atas dasar fakta yang ditemukan dari suatu urutan yang logis yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan. Dalam praktek sehari-hari sering diagnosis sudah dibuat sebelum semua
3 fakta terkumpul, malah sering pula tidak dapat dibuat atau baru dibuat setelah beberapa waktu bila gejala penyakit berkembang. Dalam proses membuat diagnosis ini terletak kesulitan pertama yang mengakibatkan pengobatan lebih ditentukan oleh kebiasaan daripada deduksi ilmiah rasional. Bila diagnosis belum dapat ditentukan sering dipikirkan berbagai kemungkinan diagnosis atau differensial diagnosis yang kemudian diobati, sehingga pengobatan diberikan secara polifarmasi untuk menutupi berbagai kemungkinan tersebut. Selain itu seringkali diagnosis sulit dibuat karena pasien tidak mampu membayar pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. ad.2. Menetapkan tujuan pengobatan Sebelum memilih pengobatan harus lebih dahulu ditetapkan tujuan terapi. Apa sebetulnya yang ingin dicapai. Menguraikan tujuan pengobatan merupakan cara yang baik untuk menyusun pola berpikir, melakukan konsentrasi untuk problem sesungguhnya, meminimalkan kemungkinan pengobatan yang perlu dilakukan sehingga pilihan akhir lebih mudah ditentukan. Menguraikan tujuan pengobatan mencegah penggunaan obat yang tidak perlu. ad.3. Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih Setelah menetapkan tujuan pengobatan, jika memang dibutuhkan obat untuk mengatasi masalah, perlu diperiksa apakah obat yang dipilih sesuai dengan kondisi pasien. Obat yang dipilih selain harus memenuhi kriteria efektif,aman, nyaman dan terjangkau, perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Langkah pertama melihat pedoman pengobatan yang tersedia, apakah bahan aktif, bentuk sediaan, dosis, cara pemberian dan lama pemberian telah sesuai untuk pasien. Untuk tiap-tiap aspek yang ditelaah, harus dipertimbangkan masalahefektivitas dan keamanannya. Meneliti efektivitas mencakup penelaahan indikasi apakah pengobatan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta kenyamanan bentuk sediaan. Keamanan berkaitan dengan kontra indikasi dan kemungkinan interaksi serta kewaspadaan pada pasien dengan resiko tinggi. Kemampuan melakukan telaahan mengenai masalah tersebut perlu dilihat dari hasil uji klinik yang bermutu. Kajian ini sulit dilakukan, karena itu perlu disediakan informasi yang berisi telaahan efektivitas berbagai obat denan indikasi serupa, beserta kajian keamanannya, juga informasi mengenai biayanya. Pedoman pengobatan yang tersedia juga terbatas, sebagian besar berisi pedoman tata laksana diagnosis dan tindakan medik yang perlu dilakukan, tetapi tidak mengenai pemilihan dan penggunaan obat. ad.4 Membuat resep Resep adalah instruksi dari peresep untuk pemberi obat (dispenser). Setiap negara mempunyai peraturan mengenai standar pembuatan resep. Secara umum resep harus jelas, dapat dibaca dan mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan. Resep seharusnya ditulis dengan nama generik, namun informasi mengenai obat generik hampir-hampir tidak tidak ada yang sampai pada peresep. Selain itu, seringkali juga peresep meragukan mutu obat enerik ini. a.d.5 Memberi informasi,instruksi dan hal-hal yang perlu diwaspadai
4 Dikatakan 50% pasien tidak menggunakan obat secara benar, tidak teratur, atau tidak menggunakan sama sekali. Penyebab yang paling sering adalah timbulnya efek samping, pasien tidak merasakan manfaat obat, atau cara penggunaan yang rumit terutama bagi orang tua. Untuk meningkatkan ketaatan pasien, perlu dilakukan pemilihan obat dengan benar, membina hubungan baik dokter-pasien serta menyediakan waku untuk memberi informasi/instruksi/peringatan. Pemberian informasi ini masih jauh dari harapan karena dianggap memakan waktu. a.d.6 Melakukan monitoring Dengan monitoring dapat ditentukan apakah pengobatan memberi hasil seperti yang diharapkan. Atau perlu dilakukan tindak lanjut. Bila penyakit telah sembuh obat perlu dihentikan, bila penyakit belum sembuh tetapi terapi efektif tanpa efek samping pengobatan dapat dilanjutkan, bila timbul efek samping perlu ditelaah kembali obat yang diberikan. Bila terapi tidak efektif perlu dipertimbangkan kembali diagnosis yang telah dibuat, obat yang dipilih, apakah dosis dan cara penggunaannya telah sesuai, dan apakah cara monitoring telah tepat. UPAYA IMPLEMENTASI PENGOBATAN RASIONAL Dunia kedokteran belum sepenuhnya menerima tantangan untuk memperbaiki penggunaan obat karena sebagian besar pasien ternyata memperlihatkan perbaikan, sebagian besar obat mempunyai batas keamanan (margin of safety) yang luas, banyak penyakit yang bersifat self limiting dan masalah yang timbul karena penggunaan obat seringkali dapat ditimpakan pada penyakit yang diobatinya. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerasionalan pengunaan obat yaitu : 1. Upaya regulasi Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan berperan dalam pengaturan yang dapat mendukung penggunaan obat yang rasional 2. Upaya pendidikan Pengajaran penggunaan obat rasional dalam kurikulum Fak.Kedokteran. Bagi para dokter dapat diberikan post service training melalui berbagai program pelatihan dan penyegaran mengenai penggunaan obat rasional. Pendidikan dan pelatihan juga diberikan bagi petugas pelayanan kesehatan lain serta masyarakat. 3. Upaya manajerial Dalam upaya ini termasuk pembentukan Komisi farmasi dan Terapi (KFT) di RS, Penetapan daftar Obat Essensial, penyusunan pedoman pengobatan. Upaya diatas dapat dirinci sebagai berikut : 1. Pendidikan dan pelatihan P.O.R Pelatihan/pengajaran farmakologi klinik yang tidak adekuat menghasilkan praktek peresepan yang tidak rasional. Karenanya pendidikan dan pelatihan P.O.R perlu dilakukan. 2. Pendidikan Berkelanjutan dan supervisi
5 Pendidikan berkelanjutan, supervisi dan telaah kritis mengenai peresepan dapat mendukung pengobatan rasional. Sangat sedikit kesempatan untuk penelaahan rutin kebiasaan peresepan dan sedikit kesempatan untuk mempelajari obat baru dari sumber yang tidak bias. Kegiatan penelitian dan pengembangan menyebabkan pengetahuan juga bertambah baik mengenai pengobatan yang telah ada maupun pengenalan pengobatan yang sama sekali baru. Untuk menjamin bahwa pengetahuan ini dapat memberi manfaat bagi pasien, perlu dilaksanakan program pendidikan berkelanjutan. 3. Pengaturan promosi industri obat Aktivitas promosi yang dilakukan oleh pabrik obat mengenai produkproduk khusus menghasilkan peresepan yang tidak rasional dan mahal. Pengobatan rasional menghadapi problem besar karena informasi yang tidak seimbang, bias dan tidak etis yang disampaikan oleh pabrik obat. Diamati pula bahwa ada insentif yang besar bagi dokter yang dimasukkan dalam biaya promosi untuk menjamin loyalitas. Menurut laporan CIC (1991), sejumlah industri farmasi membuat kontrak dengan para dokter untuk selalu menggunakan produk mereka dalam peresepannya. Direkomendasikan untuk memberikan informasi obyektif sesuai kebutuhan yang diikuti dengan sistem untuk melakukan auditnya. Tidak adanya kontrol terhadap bahan promosi yang diberikan langsung kepada dokter dan imbalan yang rendah yang diterimadokter pemerintah, mengakibatkan pengaruh insentif yang menarik dari industri lebih berpengaruh ketimbang kebutuhan rasional pasien 4. Penyusunan dan revisi berkala pedoman pengobatan Umumnya pedoman yang tersedia lebih pada pedoman tata laksana diagnosis dan tindakan medik. Bila ada pedoman, seringkali sudah kedaluarsa. Seharusnya pedoman pengobatan berisi terapi yang paling efektif, aman,dengan biaya yang paling menguntungkan, dan disusun secara nasional dengan konsensus dari berbagai kelompok profesi multi disiplin. 5. Drug surveillance Perlu dilakukan drug surveillance untuk memberikan data pendukung pengobatan rasional serta menimbulkan keyakinan pada peresep, apalagi bila mereka dilibatkan secara langsung. 6. Informasi obat Informasi yang obyektif, berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang terpercaya berdasarkan uji klinik yang memenuhi standar. Perlu dibuat terbitan berkala/buletin yang berisi antara lain informasi obat generik, mutu obat generik, telaahan efektivitas dan keamanan berbagai obat untuk indikasi yang sama, dan telaahan harga obat untuk terapi yang serupa. Informasi harus meningkatkan kesadaran mengenai biaya pengobatan. Profesi dapat memprakarsai penerbitan informasi ini bersama pihak terkait. 7. Monitoring dan evaluasi Evaluasi disertai umpan balik yang dilaksanakan secara berkesinambungan memberi dampak positif terhadap pengobatan rasional. Penerapan konsep obat esensial dan obat generik di fasilitas kesehatan publik perlu diperkuat melalui monitoring dan evaluasi penggunaan obat serta pengendalian suplai obat. Monitoring dan
6 evaluasi dapat meningkatkan ketaatan pada berbagai ketentuan dan pedoman yang berlaku 8. Pemberdayaan KFT KFT atau komisi sejenisnya perlu dibentuk dan diupayakan agar dapat melaksanakan fungsinya dalam mencermati penggunaan obat dan kerasionalan pengobatan 9. Ketersediaan sumber daya Untuk upaya seperti informasi obat, drug surveillance, pemasaran obat generik yang mendukung peresepan obat rasional, perlu didukung ketersediaan sumber dana. Peran Pasien Demi Tercapainya Penggunaan Obat Rasional/POR (Rational Drug Use/RDU) POR/RDU bukan semata-mata tanggung jawab tenaga kesehatan. Tetapi terwujudnya POR/RDU juga sangat dipengaruhi oleh perilaku pasien sebagai konsumen medis, sehingga pasien pun memiliki tanggung jawab yang sama besarnya untuk mendukung tercapainya POR/RDU. Apa saja yang bisa dilakukan pasien dalam mendukung terwujudnya POR/RDU? 1. Agar tercapai Tepat Pasien Bantu tenaga kesehatan agar dapat menilai kondisi pasien dengan tepat. Informasikan pada tenaga kesehatan jika pasien adalah seorang ibu menyusui, atau memiliki riwayat alergi terhadap obat tertentu, memiliki kelainan ginjal, hati, dll. Memang seharusnya hal ini diajukan oleh tenaga kesehatan sendiri, tetapi tidak ada salahnya pasien berinisiatif menginformasikannya jika tenaga kesehatan lupa menanyakan. Toh semua demi kepentingan pasien sendiri. 2. Agar tercapai Tepat Indikasi Bantu tenaga kesehatan menegakkan diagnosa dengan menginformasikan selengkap-lengkapnya gejala, keluhan atau sakit yang sedang dialami. 3. Agar tercapai Tepat Obat Pada saat pasien menerima resep, seharusnya bukan menjadi tanda bahwa waktu kunjungan ke dokter telah berakhir. Justru konsultasi harus dilanjutkan guna mendiskusikan obat apa saja yang diresepkan. Tanyakan pada dokter mengenai komposisinya, kegunaannya, cara pakai, hingga lama penggunaan obat. Dengan demikian pasien sudah mendapat gambaran obat apa saja yang akan diminum dan efek terapinya yang didapatkan sebelum memutuskan untuk membeli obat tersebut. Jika ada obat yang dirasa tidak sesuai dengan gejala yang dirasakan, tanyakan pada Dokter. Sebaiknya pasien aktif bertanya, jangan hanya pasrah dan diam saja karena
7 yang sedang dibahas adalah kesehatan pasien sendiri. Hal ini juga akan menjadi fungsi kontrol dari pasien bagi dokter agar selalu terdorong memberikan obat yang sesuai indikasi. 4. Agar tercapai Tepat Biaya Pasien harus mengetahui hak-haknya sebagai konsumen medis termasuk memilih obat yang sesuai dengan keuangannya, apakah menggunakan obat generik, obat bermerek atau obat originator / paten. Mari kembali galakkan penggunaan obat yang rasional demi taraf hidup sehat yang lebih baik. B. Tujuan Agar penggunaan obat yang rasional mempunyai dampak positif yang cukup besar didalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan penurunan biaya kesehatan masyarakat.
8 BAB.II PEMBAHASAN. A. Penggunaan Obat Yang Rasional. Penggunaan Obat secara Rasional (POR) atau Rational Use of Medicine (RUM) merupakan suatu kampanye yang disebarkan ke seluruh dunia, juga di Indonesia. Dalam situsnya, WHO menjelaskan bahwa definisi Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat. Dengan empat kata kunci yaitu kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya yang sesuai, POR merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Kampanye POR oleh WHO dilatarbelakangi oleh dua kondisi yang bertolak belakang. Kondisi pertama menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% obat-obatan di dunia diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak efisien. Bertolak belakang dengan kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa sepertiga dari jumlah penduduk dunia ternyata kesulitan mendapatkan akses memperoleh obat esensial. Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada tersebut adalah Tepat diagnosis, Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara dan lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek Samping Obat. Beberapa pustaka lain merumuskannya dalam bentuk 7 tepat tetapi penjabarannya tetap sama. Melalui prinsip tersebut, tenaga kesehatan dapat menganalisis secara sistematis proses penggunaan obat yang sedang berlangsung. Penggunaan obat yang dapat dianalisis adalah penggunaan obat melalui bantuan tenaga kesehatan maupun swamedikasi oleh pasien. LANGKAH-LANGKAH MENERAPKAN PENGGUNAAN OBAT SECARA RASIONAL WHO action programme on essential drugs (1994), mengemukakan bahwa untuk menetapkan penggunaan obat secara rasional perlu dilalui serangkaian langkah yaitu : 1. menentukan masalah pasien 2. menetapkan tujuan pengobatan 3. memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih serta meneliti efektivitas dan keamanannya 4. membuat resep 5. memberi informasi, instruksi, hal-hal yang perlu diwaspadai 6. melakukan monitoring PENGGUNAAN OBAT YANG RASIONAL (Rational Drug Use) Menurut WHO (1987 ), pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria : Sesuai dengan indikasi penyakit Tersedia setiap saat dengan harga terjangkau Diberikan dengan dosis yang tepat Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat Lama pemberian yang tepat Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
9 penjabaran dari Indikator Rasionalisasi Obat yaitu 8 Tepat dan 1 Waspada: 1. Tepat Diagnosis Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol. 2. Tepat pemilihan obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin. 3. Tepat indikasi Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter. Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri. 4. Tepat pasien Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari. 5. Tepat dosis Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu. 6.Tepat cara dan lama pemberian Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat.
10 7. Tepat harga Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.l 8. Tepat informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah. 9. Waspada efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar. Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye POR diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan. 1. Standard Operating Procedure (SOP) di unit Pelayanan Kesehatan - Anamnesis - Pemeriksaan - Penegakan Diagnosis - Pemilihan Intervensi Pengobatan - Penulisan Resep - Pemberian Informasi - Tindak Lanjut Pengobatan 2. Penggunaan Obat Yang Rasional Memenuhi kriteria : - Sesuai dengan Indikasi penyakit
11 - Diberikan dengan dosis yang tepat - Interval waktu pemberian yang tepat - Lama Pemberian yang tepat - Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin, murah dan aman. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Haruslah Mencakup : 1. Tepat Diagnosis Contoh : Penyakit diare disertai lendir, darah serta gejala tenesmus diagnosis amoehiasis R / metronidazol 2. Tepat Indikasi Contoh Infeksi Bakteri antibiotic Misal : Pada infeksi saluran nafas, adanya Sputummucapuralen atau banyi kurang dari 2 bulan, dengankecepatan respirasi > 60 x/menit Tepat Pemilihan Obat Contoh : Demam untuk kasus Infeksi dan inflamasi Parasetamol (paling aman) Sedangkan Asam mefenamat dan ibuprofen (anti inflamasi non steroid) demam yang terjadi akibat proses peradangan / inflamasi 4. Tepat dosis, cara dan lama pemberian pemberian dosis >>> untuk obat yang bersifat narrow therapeuric margin (rentang terapi yang sempit (mis : teofilin, digitalis, minoklosida) berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis terlalu kecil tidak menjamin terapi yang diinginkan. 5. Kepatuhan pasien Ketidaktaatan minum obat terjadi pada keadaan : Jenis/jumlah obat yang diberikan terlalu banyak Frekuensi pemberian obat perhari terlalu sering Jenis sediaan obat terlalu beragam (mis : sirup, tablet dan lain-lain) Pemberian obat dalam jangka panjang (mis : DM, hipertensi) Pasien tidak mendapatkan penjelasan cukup cara minum dan lainlain. Timbul efek samping (mis : ruam kulit, nyeri lambung) atau ikutan (urin menjadi merah karena minum rifampisin) Program Nasional TBC tanpa supervisi gagal 6. Tepat penilaian terhadap kondisi pasien Respon terhadap efek obat sangat beragam teofilin dan aminoglikosida pada kelainan ginjal pemberian aminoglokosida hindarkan nefrotoksik meningkat.
12 Yang perlu dipertimbangkan : ß- blocker (mis : propanol) tidak diberikan pada hipertensiyang mempunyai riwayat asma bronkospasmus Anti inflamasi non steroid sebaiknya dihindarai pada penderita asma mencetuskan serangan asma. Simetidin, klorpropamid, aminoglikosida, alopurinal pada usialanjut ekstra hati-hati oleh karena waktu paruh memanjang secara bermakna efek toksik meningkat pada pemberian secara berulang. Peresapan kunilon (mis : siproloksaksin, afloksasin, tetrasiklin, doksisiklin dan metronidazol pada ibu hamil dihindari (efek buruk pada janin yang dikandungnya) 1. Tepat pemberian informasi Contoh : Rifampisin urin berwarna merah Antibiotika harus diminum sampai habis (1 course of treatment) 2. Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut Contoh : Teofilin sering gejala takikardi, jika terjadi dosis ditinjau ulang/obatnya diganti Syok anafilaksis pemberian injeksi adrenali yang kedua perlusegera dilakukan, jika yang pertama respons sirkulasikardiovaculer belum seperti yang diharapkan. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang keliru serta harga yang mahal contoh ketidakrasionalan peresepan. Tidak rasional dampak negatif yang diterima oleh pasien >>dari manfaatnya. Dampak negatif (efek samping dan resistensi kuman)dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau) dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat) Penggunaan obat yang tidak rasional dikategorikan (ciri-ciri) : 1. Peresepan berlebih (over prescribing)yaitu memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukanuntuk penyakit yang bersangkutan. Contoh : 2. Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnyadisebabkan oleh virus). 3. Pemberian obat dengan dosis >> dari yang dianjurkan. 4. Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan penyakit tersebut. 5. Peresepan kurang (under prescribing)yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnyadiperlukan, baik dosis, jumlah maupun lama pemberian. Contoh :
13 Pemberian antibiotika obat selama 3 hari untuk ISPA Pneumonia Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare 6. Peresepan majemuk (multiple prescribing) Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk suatu indikasipenyakit yang sama, pemberian lebih dari satu obat untuk penyakityang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.contoh : pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek, berisi : a. Amoksisilin b. Parasetamol c. GG d. Deksametason e. CTM dan Luminal 7. Peresepan salah (incorrect prescribing) Yaitu Pemberian obat untuk indikasi yang keliru dengan resiko efek samping Contoh : Pemberian antibiotic golongan kuinolon (mis: Siprofloksasin dan Ofloksasin) untuk wanita hamil. Meresepkan Asam Mefenamat untuk demam pada anak < 2 tahun Contoh lain ketidakrasionalan penggunaan obat dalam prakteksehari-hari: 1. Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terapiobat Contoh : Pemberian Robaransia untuk perangsang nafsu makan pada anak interverensi gizi jauh lebih bermanfaat 2. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Contoh : Pemberian Injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegel linu 3. Pemberian obat yang tidak sesuai dengan aturan Contoh : - Pemberian Ampisilin setelah makan - Frekuensi Pemberian Amoksilin 4 x sehari, bukannya 3 x 4. Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas >> sementaraobat lain dengan mamfaat yang sama tetapi jauh lebih amantersedia. Contoh : Pemakaian antibiotik golongan Aminoglikosida pada penderita usia lanjut resiko ototolsik dan nefrotoksik, sementara antibiotik lain yang aman tersedia. 5. Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis denganmutu yang sama dan harga lebih murah tersediacontoh : Peresepan obat paten relative mahal, padahal ada obat generik murah, manfaat sama 6. Penggunaan obat yang belum terbukti secara ilmiah kemanfaatan dan keamanannya Contoh : Obat baru yang belum teruji manfaat, keamanannya sementaraobat lain telah teruji tersedia. 7. Penggunaan obat yang jelas-jelas akan mempengaruhi kebiasaan/persepsiyang keliru dari masyarakat terhadap hasil pengobatan Contoh : Kebiasaan pemberian injeksi Roboransia penderita dewasa akan mendorong selalu meminta diinjeksi jika datang dengan keluhan yang sama. Contoh penggunaan obat yang tidak rasional Pemberian injeksi B 12 untuk keluhan pegel linu
14 Dampak Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Dampak negative beragam dan bervariasi (efek samping danbiaya mahal) yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotik terterntu ), mutu pelayanan secara umum. Secara ringkas dampak negative meliputi : 1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan 2. Dampak terhadap biaya pengobatan 3. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yangtidak diharapkan. 4. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat. 5. Dampak psikosisial Ad.1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan Menghambat upaya penurunan angka morboditas dan mortalitas penyakit. Contoh : Penyakit diare akut non spesifik umumnya mendapat antibiotik dan obat injeksi sementara pemberian oralit (yang lebih dianjurkan) kurang banyak dilakukan resiko terjadinya dehidrasi pada anak membahayakan keselamatan. ISPA non pneumonia pada anak umumnya mendapat antibiotik yang sebenarnya tidak perlu. Tidak mengherankan angka kematianbanyi dan balita akibat ISPA dan diare masih cukup tinggi diindonesia Ad.2 Dampak terhadap biaya pengobatan Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas Pemakaian obat sama sekali tidak memerlukan terapi obat, merupakan pemborosan dan membebani pasien. Peresepan obat mahal, ada murah antibiotik. Contoh : ISPA non pneumonia antibiotic. Ad.3. Dampak terhadap kemungkinan Efek Samping dan efek lain yang tidak diharapkan Contoh : - Resiko terjadinya penularan penyakit (misal:hepatitis danhiv) meningkat pada penggunaan injeksi yang tidak legeartis (mis : 1 jarum suntik digunakan untuk lebih dari 1 pasien) - Kebiasaan memberikan injeksi meningkatkan syok anafilaksis - Resiko efek samping meningkat secara konsisten banyaknya jenis obat yang diberikan pasien nyata pada usia lanjut. Kelompok usia ini 1 diantara 6 penderita. - Terjadi resistensi kuman antibiotic berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), pemberian yangbukan indikasi (missal : oleh virus) Ad. 4. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat Dari studi dasar yang dilakukan oleh bagian farmakologi FKUGM bekerja sama dengan Dirjen POM Depkes RI 1997 Tahun 1998 lebih dari 80 % keluhan demam, batuk dan pilek antibiotik rata -rata 3 hari pemberian keluhan puskesmas tidak cukup ketersediaan
15 antibiotic, akibatnya pasien menderita infeksi bakteri antibiotik sudah tidak tersedia. Selanjutnya yang terjadi pasien antibiotik yang bukan menjadi drug of choice dari infeksi tersebut. Terdapat 2 masalah utama. - Seolah-olah mutu ketersediaan obat sangat jauh dari memadai. Padahal yang terjadi antibiotic telah dibagi rata kesemua pasien yang sebenarnya tidak memerlukan. - Dengan mengganti jenis antibiotik tidak sembuh pasien (karena antibiotik yang diberikan mungkin tidak memiliki spektrum anti bakteri untuk penyakit tersebut (missal : Pneumonia metronidazole) atau penyakit parah meninggal. Ad. 5 Dampak Psikososial Ketidakrasionalan pemberian obat berpengaruh buruk bagi pasien. Pengaruh buruk dapat berupa : Ketergantungan terhadap intervensi obat maupun persepsi yang keliru terhadap pengobatan. Contoh yang banyak dijumpai sehari-hari : Kebiasaan dokter/petugas kesehatan injeksi memuaskan pasien dikaji ulang oral lebih aman dari injeksi. Resiko >> pemberian tidak lege artis (menggunakan satu jarum secaraberulang-ulang). Tentunya kenyakinan pada masyarakat injeksi pengobatan terbaik yang selalu dianjurkan/ditawarkan oleh dokter atau petugas. Memberikan Roboransia pada anak merangsang nafsu makan keliru, motivasi orang tua makan bergizi apalagi anak sakit. Pemberian subtitusi terapi pada diare. Diare oralit (benar tidak dianjurkan) Diare akukt non spesifik injeksi, antibiotic (tidak diperlukan) Akibat penggunaan obat tidak rasional 1. Pemborosan biaya dan anggaran masyarakat 2. Resiko efek samping dan resistensi 3. Mutu ketesediaan obat kurang terjamin. 4. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk. 5. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan padamasyarakat Upaya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Dikelompokkan dalam beberapa hal 1. Upaya pendidikan (educational strategies) 2. Pendidikan selama masa kuliah (pre-service) 3. Sesudah menjalankan prkatek kepropesian (past-service) 4. Pendidikan past-service antara lain : Pendidikan berkelanjutan (contining-medical education) Informasi pengobatan (academic based detailing) Seminar-seminar, buletin dan lain-lain
16 Sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk intervensi : Materi cetak buletin, pedoman pengobatan Pendidikan tatap muka (face to face education) : kuliah penyegaran, seminar. Media lain : televise, video dan lain-lain. Informasi / sumber-sumber informasi Upaya informasi - Intervensi informasi bagi dokter. Informasi ilmiah menunjang praktek keprofesian bebas dari pengaruh promosi industry farmasi. - Intervensi apoteker mengenai obat - Intervensi informasi bagi pasien / masyarakat mentaati upaya pengobatan Informasi yang disampaikan ke pasien antara lain : 1. Penyakit yang diderita 2. Jenis dan peran obat yang diberikan dalam proses penyembuhan. 3. Informasi mengenai cara, frekuensi, lama pemberian obat. 4. Kemungkinan resiko efek samping. 5. Cara penanggulangan efek samping. 6. Apa yang harus dilakukan, jika dalam periode tertentu belum memberikan hasil yang diharapkan. Informasi yang harus dilakukan, selain pengobatan yang diberikanseperti : banyak minum bagi penderita demam, istirahat dan makan minum secukupnya common cold. Jangan memberikan injeksi bila : 1. Tanpa indikasi yang jelas 2. Tidak dapat menyediakan satu jarum untuk satu pasien 3. Tidak dapat menyediakan adrenalin dan cartison di samping obatsuntik yang ada. 4. Tidak mengetahui cara penangaaanan syok anafilaksis. 6. Pedoman Pengobatan a. Yaitu suatu perangkat ilmiah yang dapat digunakan sebagaipedoman dalam melakukan pengobatan. Pedoman pengobatan hanyamemuat pilihan utama dan alternatif yang telah terbukti memberikanmamfaat yang maksimal bagi pasien dengan risiko yang minimal. b. Pedoman pengobatan sangat diperlukan sebagai salah satu pegangandalam pengambilan keputusan terapetika, karena pedomanpengobatan pada dasarnya menganjurkan pilihan terapi utama danaltrnartif yang sudah terbukti kemanfaatan (efficacy) dan keamanannya (safety) untuk masing-masing kondisi penyakit c. Dengan menggunakan pedoman pengobatan maka : a. Pasien hanya akan menerima pilihan obat yang baik (palingbermanfaat, aman, ekonomik dan rasional serta tersedia setiapsaat diperlukan). b. Pelaksanaan pengobatan mencerminkan standard keprofesianyang tinggi. c. Kesediaan setiap obat lebih terjamin. d. Pelaksanaan program pengobatan lebih efisien. e. Secara formal memberi pengamanan hukum bagi dokter.
17 7. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Yang Rasional 1. Tujuan Pemantauan Penggunaan Obat yang RasionalUntuk menilai apakah kenyataan praktek penggunaan obatyang dilakukan telah sesuai dengan pedoman yang disepakatim 2. Manfaat Pemantauan : Dengan pemantauan ini dapat dideteksi adanya kemungkinanpemakaian obat yang berlebih (over prescribing), kurang(under prescribing), boros (extravagant prescribing), maupuntidak tepat incorrect prescribing). Perencanaan obat. 3. Cara Melakukan Pemantauan Penggunaan Obat Secara langsung anamnesis sampai penyerahan obat. 4. Apa yang Dipantau Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symstoms/sings),diagnosis dan pengobatan yang diberikan Kesesuaian pengobatan yang diberikan dengan pengobatanyang ada Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (antibiotic untuk ISPA non peneumonia) Praktek polyfarmasi Ketepatan indikasi Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian. Monitoring dan Evaluasia. Indikator Peresepan Empat parameter utama yang akan dinilai dalam monitoring dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah : - Penggunaan standar pengobatan - Proses pengobatan (Penerapan SOP) - Ketepatan diasnostik - Ketepatan pemilihan intervensi pengobatan Keempat parameter tersebut dijabarkan dalam indicator penggunaan obat : Rata-rata jenis obat per kasus Presentase penggunaan obat antibiotik Presentase penggunaan injeksi.
18 BAB III PENUTUPAN Kesimpulan Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu terapi obat terpenting terhadap pasien. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati pasien yang memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan pasien dalam banyak hal, beberapa obat yang menimbulkan efek yang berbahaya akibat efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon dan membantu pasien menggunakannya dengar benar dan berdasarkan pengetahuan akan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien. DAFTAR PUSTAKA Sneha Ambwani,Dr, A K Mathur,Dr, Rational Drug Use, Health Administrator Vol : XIX Number 1: Iwan Dwiprahasto, Penggunaan obat yang tidak rasional dan implikasinya dalam sistem pelayanan kesehatan, Bagian Farmakologi & Terapi/Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit FK-UGM/RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Masalah Penggunaan Obat di Institusi Pelayanan Kesehatan, Rational Use of Antibiotic,
B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan harga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Diharapkan mahasiswa memahami tentang cara pemberian oabat yang tepat sesuai dengan obat dan rute pemberian yang benar.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu obat terpenting perawat.obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.
Lebih terperinciRASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT. Yusmaninita RSUP. H.ADAM MALIK Tahun 2009
RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT Yusmaninita RSUP. H.ADAM MALIK Tahun 2009 PENDAHULUAN Pharmaceutical Care ( PC ): adalah suatu konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis untuk menjamin TERAPI OBAT OPTIMAL
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang
Lebih terperinciJangan Sembarangan Minum Antibiotik
Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit
Lebih terperinciDi bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :
Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat
Lebih terperinciStabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit
Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN ARAH KEBIJAKAN Program peningkatan pelayanan kefarmasian diarahkan untuk
Lebih terperinciPENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk didalamnya hak untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas
Lebih terperinciPROF. DR. SRI SURYAWATI, APT. Gurubesar Farmakologi dan Terapi - Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
PROF. DR. SRI SURYAWATI, APT. Gurubesar Farmakologi dan Terapi - Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jabatan di UGM: Kepala Divisi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Pengelola Klaster S3 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta
Lebih terperinciOleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PENGERTIAN : PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR): Apabila Pasien menerima pengobatan PENGGUNAAN OBAT RASIONAL, WHY? Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah
Lebih terperinci2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek
2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta Yogyakarta melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia.
Lebih terperincidalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.
BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) yang disebut juga penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang menular lewat hubungan seksual baik dengan pasangan yang sudah tertular,
Lebih terperinciMODUL PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
MODUL PENGGUNAAN OBAT RASIONAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2011 ii Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR) KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas izin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. (Undang Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari
1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni
Lebih terperinciFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA
KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit
Lebih terperinciPERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya
PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Ketersediaan obat yang mudah diakses
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dituntut adanya perubahan berbagai aspek, termasuk perubahan dalam dunia kesehatan. Adanya ketimpangan kualitas di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaanya self medication dapat menjadi sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan
Lebih terperinciKAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO
KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran sudah semestinya manusia menjaga kesehatan. Kesehatan adalah suatu kondisi yang stabil dalam sistem badan dan jiwa raga
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA SKRIPSI Disusun oleh: WAHYU PURNOMO J 220 050 027 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian
30 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Studi Pendahuluan dan Penentuan Jumlah Sampel Penelitian Terdapat 5 satelit farmasi di RS Immanuel yaitu satelit spesialis Diagnostik Center (DC) II, satelit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
Lebih terperinciSugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...
Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun di Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Sumbersari Periode 1 Januari-31 Maret 2014 (Study of Antibiotics Use on ARI Patients in Under
Lebih terperinciKEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN
ARTIKEL PENELITIAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN YANG MENDAPAT TERAPI ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS MENDAWAI PANGKALAN BUN Eli Beni Fauziah Mahasiswa Program Studi D-III Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG
KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin berkembang ini semakin banyak pula penyakit yang menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik atau anti mikroba adalah obat yang digunakan sebagai obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan manusia. Antibiotik yaitu zat yang dihasilkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada saluran pernapasan merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan pada lokasi infeksinya terbagi menjadi dua yaitu,
Lebih terperinciINTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3
INTISARI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DENGAN DIAGNOSIS TB PARU DENGAN ATAU TANPA GEJALA HEMAPTO DI RSUD ULIN BANJARMASIN PADA TAHUN 2013 Ari Aulia Rahman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal
4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur kesehatan, apotek termasuk salah satu pilar penunjang yang sering menjadi korban ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan apotek yang menganggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang
Lebih terperinci* Dosen FK UNIMUS. 82
Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Unit Rawat Inap Bagian Anak dan Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Periode Januari Desember 2004 Drug Use Evaluation of Adults and Children
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan kesehatan profesional, pusat terapi dan diagnosis yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi dan anak biasanya rentan terhadap penyakit infeksi salah
Lebih terperinciDRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007
DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: TOUDA KURNIA ANDRIYA K 100 040 180 FAKULTAS
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI
TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang rasional didefinisikan sebagai suatu kondisi jika pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, baik dilihat dari regimen
Lebih terperinciMASALAH POLIFARMASI DAN PERESEPAN OBAT RACIKAN. Rianto Setiabudy Departemen Farmakologi FKUI Sorowako,, 24 Februari 2011
MASALAH POLIFARMASI DAN PERESEPAN OBAT RACIKAN Rianto Setiabudy Departemen Farmakologi FKUI Sorowako,, 24 Februari 2011 1 POLIFARMASI 2 Polifarmasi dalam peresepan (1) Polifarmasi ialah penggunaan jenis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi
Lebih terperinciPANDUAN PELAYANAN MEMINTA PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION)
PANDUAN PELAYANAN MEMINTA PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION) A. DEFINISI 1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli medis terhadap suatu diagnosa, terapidan rekomendasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pelayanan kesehatan menjadi penunjang penting tercapainya tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus dipandang sebagai suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika digunakan secara tepat dan rasional. 1 Penggunaan obat secara rasional adalah pasien mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat setiap penduduk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian
Lebih terperinciAntibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013
Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013 Advisedly, Tarigan A, Masykur-Berawi M. Faculty of Medicine Lampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik
A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien
Lebih terperinci2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat
Lebih terperinci