BAB I PENDAHULUAN. Dua perusahan penyelenggara telekomunikasi bergerak seluler melakukan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dua perusahan penyelenggara telekomunikasi bergerak seluler melakukan penggabungan usaha pada tahun Aksi korporasi ini mewajibkan perusahaan yang baru terbentuk untuk mengembalikan 2 dari 5 blok spektrum frekuensi radio pita 2100 megahertz (MHz) yang dimilikinya kepada pemerintah Indonesia. Kedua blok spektrum tersebut hingga saat ini belum ditetapkan kembali penggunanya (Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, 2014: 52). Penetapan spektum memiliki peranan penting baik bagi pemerintah yang berwenang mengatur spektrum maupun bagi penyelenggara telekomunikasi yang berminat untuk menggunakan spektrum. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang telekomunikasi, penetapan spektrum selain menetapkan penyelenggara telekomunikasi yang akan menggunakan spektrum selama 10 tahun, juga menetapkan besaran biaya lisensi yang harus dibayar oleh penyelenggara telekomunikasi atas penggunaan spektrum selama masa penggunaan. Biaya lisensi ini di Indonesia disebut biaya hak penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio. BHP adalah salah satu jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penentuan besaran tarif BHP oleh pemerintah memiliki tujuan agar skema BHP mencerminkan manfaat ekonomi, penggunaan yang efektif dan efisien, memiliki formula tarif yang sederhana dan mendorong pemerataan pertumbuhan usaha (Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, 2009: 1). 1

2 Keadilan besaran tarif BHP atas spektrum yang digunakan untuk layanan komersial telah lama menjadi bahan perdebatan (Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, 2009: 2). Salah satu contohnya terjadi pada tahun 2014, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengajukan permohonan pengujian UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ke Mahkamah Konstitusi, terkait dengan pembebanan BHP yang dikhawatirkan semena-mena (Mahkamah Konstitusi, 2014). Penentuan besaran tarif BHP spektrum pita 2100 MHz menggunakan mekanisme seleksi sejak tahun 2006, yaitu dengan penetapan melalui lelang (Republik Indonesia, 2006) dan penetapan melalui evaluasi komparatif pada tahun Kedua mekanisme menggunakan hasil lelang pada tahun 2006 sebagai dasar penetapan BHP (Republik Indonesia, 2012). Limit lelang pada tahun 2006 dikalkulasikan berdasarkan perhitungan konversi biaya penggunaan frekuensi yang telah ada, Average Revenue per User (ARPU), dan perbandingan dengan hasil lelang di negara lain (Judijanto, 2007). Biaya lisensi dan limit lelang seringkali ditetapkan oleh pemerintah di berbagai negara dengan menggunakan dasar harga lelang penetapan sebelumnya atau lelang yang dilakukan di negara lain. Pada kenyataanya, nilai spektrum berbeda secara signifikan antarnegara bahkan pada negara yang sama namun pada waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti karakteristik spektrum, arus kas hasil layanan serta syarat dan ketentuan dari proses lisensi (GSMA, 2015). Metode benchmarking mampu menyajikan harga spektrum dengan sederhana dan efektif. Namun metode ini tidak dapat digunakan untuk mendorong harga ke 2

3 tingkat yang paling efisien (O'Rourke dan Rogerson, 2014). Pada saat metode benchmarking digunakan, penting untuk mempertimbangkan apakah perbandingan yang digunakan benar-benar sebanding atau apakah memungkinkan membuat penyesuaian terhadap berbagai perbedaan yang relevan. Metode benchmarking perlu sangat hati-hati karena seringkali menimbulkan perdebatan (GSMA, 2015). Limit lelang memiliki fungsi mendorong kuantitas penawar dan menyediakan harga dasar saat kondisi kompetisi industri lemah. Penentuan limit lelang membutuhkan estimasi nilai (GSMA, 2015). Nilai spektrum, selain dengan metode benchmarking, dapat diestimasi dengan 2 metode yaitu metode cost reduction yang menghasilkan nilai minimum spektrum dan metode Disounted Cash Flow (DCF) yang menghasilkan nilai maksimum spektrum (Plum Consulting, 2011). Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian kali ini, penulis melakukan penilaian spektrum pita 2100 MHz yang akan ditetapkan kembali penggunanya dengan metode DCF. Metode DCF dipilih karena mampu menghasilkan nilai ekonomi maksimum. Hasil estimasi nilai ekonomi maksimum memperlihatkan angka maksimum yang dapat dibayar oleh penyelenggara telekomunikasi sehingga mencerminkan manfaat ekonomi yang didapat penyelenggara atas penggunaan spektrum. Metode DCF juga dipilih karena perhitungannya lebih sederhana, mudah dipahami, dilaksanakan dan dilacak (Bancel & Mittoo, 2014). Penelitian ini mengestimasi nilai spektrum yang muncul atas pemanfaatan oleh penyelenggara telekomunikasi dengan asumsi bahwa pita spektrum 2100 MHz telah dialokasikan pada penggunaan tertingginya dan akan digunakan untuk 3

4 menyelenggarakan teknologi netral. Penelitian mengestimasi nilai spektrum atas penggunaan oleh penyelenggara telekomunikasi dan tidak memperhitungkan spillover manfaat spektrum pada masyarakat. Penelitian ini menghasilkan estimasi nilai ekonomi spektrum pita 2100 MHz dalam satuan rupiah per MHz-Pop pada tanggal penelitian, yaitu tanggal 31 Desember 2015, yang dapat digunakan sebagai dasar penghitungan besaran tarif BHP. Untuk mendapatkan tarif BHP yang optimal, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait penghitungan formula BHP yang didasarkan atas nilai spektrum. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penilaian spektrum telah beberapa kali dilakukan, antara lain sebagai berikut. Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No Penulis/Tahun Tujuan 1. Mölleryd, Markendahl dan Mäkitalo (2010). Mengestimasi nilai spektrum pita 800 MHz jika dibandingkan pita 2600 MHZ untuk menyediakan layanan di daerah pedesaan. 2. Bazelon (2011). Meneliti apakah pita AWS-3 lebih menguntungkan apabila dipasangkan dengan pita 1695 MHz atau dengan pita 1755 MHz. Desain/ Metodologi/ Pendekatan pendekatan opportunity cost. Pengaruh alokasi spektrum terhadap keuntungan operator analisis perbandingan.. metode DCF. Temuan Penggunaan pita 2600 MHz sebagai pengganti pita 800 MHz menimbulkan kenaikan belanja modal sebesar 3,5 kali lipat di Jerman, 6 kali lipat di Swedia, sehingga menimbulkan kerugian. Di Amerika Serikat, keuntungan apabila pita AWS-3 dipasangkan dengan pita 1755 MHz adalah 12 milyar dollar, sementara apabila dipasangkan dengan pita 1690 MHz sebesar 7,3 milyar dollar. Pita AWS-3 akan lebih menguntungkan apabila dipasangkan dengan pita 1755 MHz. 4

5 Tabel 1.1 Lanjutan No Penulis/ Tahun Tujuan Desain/ Metodologi/ Pendekatan Temuan 3. Mölleryd dan Markendahl (2012). 4. Sinha dan Sathiyanaraya nan (2012). Menganalisis nilai marjinal spektrum untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi spektrum dengan ilustraso di India, Swedia dan Thailand. Melakukan estimasi nilai spektrum. pendekatan nilai teknik di India dan Swedia dan DCF di Thailand. pendekatan real option dan dengan metode DCF. Harga lelang ditentukan oleh tingkat kompetisi dan jenis pita yang dinilai. Nilai spektrum untuk penyelenggaraan 2G secara umum di India per 1 MHz berkisar antara hingga juta rupee. 5. Prasad dan Kathuria (2013). Melakukan estimasi nilai spektrum pita 1800 MHz 2G di India sebagai patokan harga spektrum. Mendiskusikan dampak estimasi nilai spektrum terhadap desain lelang spektrum. 6. Prasad (2015) Meneliti apakah metode production function, yang dianggap dapat menangkap nilai instrinsik spektrum, lebih baik dalam mengestimasi nilai spektrum. spektrum pita 1800 MHz dilakukan dengan analisis DCF. Lelang didesain dengan membandingkan hasil estimasi nilai spektrum pita 1800 MHz dengan harga spektrum pita 2100 MHz yang terbentuk pada lelang sebelumnya. spektrum dilakukan dengan metode production function. Hasil estimasi nilai spektrum dibandingkan dengan harga lelang dan hasil penilaian dengan menggunakan metode DCF. Rekomendasi harga dasar penawaran lelang spektrum pita 1800 MHz untuk 22 area layanan di India. Rekomendasi desain lelang yaitu jangka waktu lisensi 10 tahun, harga dasar penawaran sebesar 80% dari estimasi nilai spektrum dan penggunaan format lelang naik secara simultan. spektrum per MHz pada 13 area di India. Asumsi elastisitas konstan pada metode production function dapat menimbulkan bias, dan data yang digunakan terlalu sedikit sehingga kurang mencerminkan hasil yang optimal. Metode ini dapat bekerja dengan baik pada pasar yang berisi operator yang telah berpengalaman Rekomendasi: penggunaan metode arus kas, production function dan engineering capacity secara berdampingan untuk mencapai hasil optimal. 5

6 Penelitian ini memiliki persamaan dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu menggunakan metode DCF. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objeknya. Objek penelitian ini adalah spektrum pita 2100 MHz untuk penyelenggaraan telekomunikasi bergerak seluler yang dilakukan di Indonesia. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah terdapat kebutuhan untuk melakukan penilaian spektrum pita 2100 MHz dengan metode DCF sebagai dasar penghitungan tarif BHP atas spektrum yang akan ditetapkan kembali penggunanya. Skema penghitungan BHP harus mencerminkan manfaat ekonomi, penggunaan yang efektif dan efisien, memiliki formula tarif yang sederhana dan mendorong pemerataan pertumbuhan usaha. Metode benchmarking yang selama ini dipraktekkan sulit dilakukan tanpa meninggalkan risiko kesalahan yang signifikan dan ruang untuk perdebatan. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, dibuat suatu pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian ini adalah berapa estimasi nilai spektrum frekuensi radio pita 2100 MHz dengan metode Discounted Cash Flow (DCF)?. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, dibuat tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah mengestimasi nilai spektrum frekuensi radio pita 2100 MHz dengan metode Discounted Cash Flow (DCF). 6

7 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat yang berarti yaitu: 1. dapat menjadi dasar penghitungan BHP yang mencerminkan manfaat ekonomi, penggunaan yang efektif dan efisien, memiliki formula tarif yang sederhana dan mendorong pemerataan pertumbuhan usaha; 2. dapat memberi gambaran tentang penggunaan metode DCF dalam menilai spektrum yang dapat dijadikan dasar penghitungan BHP; 3. dapat memberi gambaran umum kepada peneliti selanjutnya tentang penilaian spektrum. 1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini terbagi menjadi 5 bab. Bab I Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang, keaslian penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori/Kajian Pustaka mencakup teori/kajian pustaka, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III Metoda Penelitian menjelaskan tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, definisi operasional, dan instrument penelitian. Bab IV Analisis menguraikan tentang deskripsi data, penilaian spektrum dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran mencakup simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. 7