STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANGGILAN NO. REVISI 00 HALAMAN 1/8 TANGGAL TERBIT : MEI 2016 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANGGILAN NO. REVISI 00 HALAMAN 1/8 TANGGAL TERBIT : MEI 2016 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH"

Transkripsi

1 PEMANGGILAN 1/8 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Pemanggilan adalah Kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentifikasian tersangka, saksi ahli, dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam berita acara pemeriksaan. 1.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 1.4 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri. 1.5 Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

2 PEMANGGILAN 2/8 1.6 Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan ahli guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia ketahui berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya. 2. Pedoman/Acuan 2.1 Pasal 7 ayat (1), huruf g, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 113, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2.2 Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2014 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol.: SKEP/1205/IX/20, tanggal 11 September Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP Pemanggilan Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkahlangkah Pemanggilan yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 4. Persiapan 4.1 Kelengkapan formal:

3 PEMANGGILAN 3/ laporan polisi; surat perintah tugas; surat perintah penyidikan. 4,2 Kelengkapan materiil Rencana kegiatan penyidikan yang di peroleh dari gelar perkara. 5. Pelaksanaan Pemanggilan 5.1 Pemanggilan dapat dilakukan untuk : saksi, tersangka dan ahli 5.2 Pemanggilan yang dilakukan di dalam negeri Pemanggilan harus dilakukan dengan cara: surat panggilan ditujukan kepada seseorang melalui surat panggilan kepada yang bersangkutan; penentuan waktu dan tempat pemeriksaan serta keterangan singkat tentang perkara yang sedang dilakukan penyidikan; surat panggilan dilengkapi dengan nomor telepon atau alamat petugas guna mengantisipasi apabila seseorang tidak bisa hadir pada waktu yang telah ditentukan; Tahap pembuatan surat panggilan Surat panggilan dibuat harus memuat : dasar pemanggilan; alasan pemanggilan terkait dengan tindak pidana dan pasalnya;

4 PEMANGGILAN 4/ status yang dipanggil (saksi, tersangka atau ahli); waktu dan tempat pemeriksaan; ditandatangani oleh Penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik; identitas penyidik yang akan melakukan pemeriksaan; Surat panggilan dibuat rangkap 5 (lima) dengan perincian : lembar diberikan kepada yang dipanggil; lembar sebagai tanda terima; lembar sebagai arsip; dan lembar untuk berkas perkara; Waktu pemanggilan diperkirakan 3 hari setelah surat panggilan diterima oleh pihak yang dipanggil Tahap pengiriman surat panggilan diantar oleh penyidik/penyidik pembantu/via kurir dengan membubuhkan tanda terima dalam rangkap surat panggilan; apabila pihak yang dipanggil tidak berada di tempat, surat panggilan diberikan kepada keluarga, pejabat RT/RW, pejabat Desa, Kelurahan setempat atau penasehat hukumnya dengan tetap membubuhkan tanda terima;

5 PEMANGGILAN 5/ apabila pihak yang dipanggil tidak mau menerima surat panggilan, diberikan penjelasan tentang kewajiban memenuhi panggilan sebagaimana pasal 216 KUHAP; apabila pihak yang dipanggil tetap tidak mau menerima, surat panggilan diberikan kepada keluarga, pejabat RT/RW, pejabat Desa, Kelurahan setempat atau penasehat hukumnya dengan tetap membubuhkan tanda terima dan diberikan catatan bahwa pihak yang dipanggil tidak mau menerima; surat panggilan dapat dikirim melalui pos tercatat atau khusus atau jasa pengiriman lainnya; pemanggilan terhadap saksi dan ahli dapat dilakukan melalui sarana komunikasi lainnya (faks, telepon, dll) berdasarkan kesepakatan antara petugas dengan pihak yang dipanggil, selanjutnya secara administratip surat panggilan diberikan pada saat pemeriksaan dilakukan Tahap penerimaan Surat Panggilan CATATAN: Dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2012 Pasal 31 ditentukan tentang syarat penerbitan DPO, akan menjadi perhatian: apabila saksi/tersangka tidak memenuhi panggilan atau menolak tanpa memenuhi alasan yang patut dan wajar maka penyidik membuat surat panggilan ke II disertai surat perintah membawa; apabila saksi/tersangka yang dipanggil memberikan alasan ketidak hadiran yang patut dan wajar maka panggilan berikutnya ditentukan berdasarkan kesepakatan;

6 PEMANGGILAN 6/ apabila saksi/tersangka yang dipanggil tidak memberikan alasan ketidak hadiran yang patut dan wajar maka dilakukan evaluasi untuk menentukan tindakan pemanggilan II. 5.3 Pemanggilan yang dilakukan di luar negeri Pemanggilan saksi di luar negeri dapat dilakukan dengan meminta bantuan pihak KBRI atau Perwakilan Negara RI, dengan prosedur Penyidik Polda mengirimkan surat permohonan bantuan pemanggilan saksi disertai surat pengantar yang berisi uraian singkat perkara pidana yang terjadi kepada Divhubinter Polri dengan tembusan kepada Kabareskrim Polri. 6. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN 6.1. dalam pemanggilan perlu dilakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemanggilan oleh atas penyidik dan atau pengawas penyidik; 6.2 apabila surat panggilan yang dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya tidak sampai dan surat kembali perlu dilakukan pengecekan kembali alamat yang bersangkutan atau penyidik berkoordinasi dengan penyidik setempat sesuai alamat pihak yang dipanggil; 6.3 apabila alamat pihak yang dipanggil tidak ditemukan maka penyidik meminta pengesahan dari kepala lingkungan setempat; 6.4 pemanggilan terhadap saksi/tersangka yang dalam status penahanan oleh pihak lain maka prosedurnya sebagai berikut :

7 PEMANGGILAN 7/ mengajukan surat permohonan izin pemeriksaan kepada penyidik, JPU, Hakim Pengadilan Negeri, Hakim Pengadilan Tinggi, Hakim MA dan Kalapas yang melakukan penahanan, untuk memberikan izin pemeriksaan terhadap saksi/tersangka yang sedang ditahan; surat permohonan izin pemeriksaan dilampirkan dengan Surat Panggilan kepada saksi/tersangka; prosedur pemanggilan lainnya sesuai dengan prosedur pemanggilan; waktu pemeriksaan agar diperhitungkan mengingat izin dari pihak yang melakukan penahanan. 6.5 terhadap pemanggilan ahli dapat dilakukan melalui pimpinan Instansi dimana ahli yang bersangkutan bertugas atau dapat langsung ditujukan kepada ahli yang bersangkutan.

8 PEMANGGILAN 8/8 7. Mekanisme Pemanggilan PETUGAS SURAT PANGGILAN DIBUAT OLEH PEJABAT YANG BERWENANG SESUAI DENGAN UU RI YANG BERLAKU - SURAT PANGGILAN DIANTAR OLEH PENYIDIK/ PENYIDIK PEMBANTU DISERTAI DENGAN EKSPEDISI - SURAT PANGGILAN DIKIRIM MELALUI POS TERCATAT/ KHUSUS PETUGAS - PENYIDIK ATAU PENYIDIK PEMBANTU MELAPORKAN KEPADA ATASAN (KANIT ATAU KASUBDIT) HASIL PENYAMPAIAN SURAT PANGGILAN PENERIMAAN - SURAT PANGGILAN DITANDA TANGANI OLEH YANG DIPANGGIL - APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK ADA DITEMPAT DISAMPAIKAN KEPADA PEJABAT RT ATAU RW ATAU PEJABAT DESA ATAU KELURAHAN SETEMPAT - PENERIMA SURAT PANGGILAN MENANDATANGANI EKSPEDISI PENGIRIMAN SURAT PANGGILAN MENOLAK PANGGILAN DENGAN ALASAN PATUT DAN WAJAR - APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK DAPAT MEMENUHI PANGGILAN DENGAN ALASAN YANG PATUT DAN WAJAR MAKA PENYIDIK DATANG KE TEMPAT KEDIAMANNYA UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN DATANG MEMENUHI PANGGILAN SAKSI/ SAKSI AHLI, TERSANGK MENOLAK PANGGILAN DENGAN ALASAN TIDAK PATUT DAN WAJAR - APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK MEMENUHI PANGGILAN ATAU MENOLAK DENGAN ALASAN YANG TIDAK PATUT DAN WAJAR MAKA PENYIDIK MEMBUAT SURAT PANGGILAN KE II PENERIMAAN TAHAP PEMERIKSAAN - APABILA YANG DIPANGGIL 2 KALI TETAP MENOLAK MAKA DIPERLUKAN SURAT PERINTAH MEMBAWA

9 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 1/20 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan dari tersangka, saksi, ahli tentang barang bukti maupun unsur unsur tindak pidana yang telah terjadi sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam Berita Acara Pemeriksaan. 1.2 Pemeriksa adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan baik sebagai penyidik maupun penyidik pembantu. 1.3 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan 1.4 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.5 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.

10 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 2/ Interogasi adalah salah satu teknik pemeriksaan tersangka atau saksi dalam rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada tersangka atau saksi guna mendapatkan keterangan, petunjuk petunjuk lainnya serta kebenaran keterlibatan tersangka, dalam rangka pembuatan Berita Acara Pemeriksaan/Interogasi. 1.7 Konfrontasi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka penyidikan dengan cara mempertemukan satu dengan lainnya (antara: tersangka dengan saksi, saksi dengan saksi, tersangka dengan tersangka lainnya) untuk menguji kebenaran dan persesuaian keterangan masing masing serta dituangkan didalam Berita Acara Pemeriksaan Konfrontasi. 1.8 Rekonstruksi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka penyidikan, dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana atau pengetahuan saksi, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang terjadinya tindak pidana tersebut dan untuk menguji kebenaran keterangan tersangka atau saksi sehingga dengan demikian dapat diketahui benar tidaknya tersangka tersebut sebagai pelaku dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan rekonstruksi. 1.9 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

11 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 3/ Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan ahli guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia ketahui berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mempunyai keahlian khusus yang membuat terang suatu tindak pidana guna kepentingan pemeriksaan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan Keterangan Anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal menurut cara yang diatur dalam KUHAP Berita acara pemeriksaan tersangka, saksi dan ahli adalah catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik/ penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik/ penyidik pembantu dan tersangka serta ahli yang diperiksa, memuat uraian tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu pidana dilakukan, identitas penyidik/ penyidik pembantu dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberi bantuan hukum

12 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 4/20 2. Pedoman/Acuan 2.1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2.2 Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP Pemeriksaan Saksi, Ahli, dan Tersangka Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah Pemeriksaan Saksi, Ahli, dan Tersangka yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 4. Persiapan: 4.1 Syarat formal: Laporan polisi; Surat perintah penyidikan;

13 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 5/ Surat panggilan saksi/tersangka; Surat perintah penangkapan terhadap tersangka. 4.2 Syarat materil: Laporan kemajuan penanganan perkara; Laporan hasil penyelidikan; Laporan hasil gelar perkara; 5. Persyaratan Penyidik/Penyidik Pembantu: 5.1 memiliki integritas sebagai penyidik (mindset, mental dan perilaku) yang profesional; 5.2 menguasai Administrasi Penyidikan perkara; 5.3 menguasai peraturan perundang-undangan yang terkait; 5.4 memahami dan menguasai perkembangan penyidikan perkara yang ditangani. 6. Kelengkapan dan Peralatan 6.1 memiliki data lengkap tentang orang/tersangka yang sedang dalam proses penyidikan; 6.2 ketersediaan format-format administrasi penyidikan berikut buku-buku registernya; 6.3 ketersediaan alat tulis dan per lengkapan kantor yang memadai;

14 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 6/20 7. Urutan Tindakan: 7.1 Persiapan Pemeriksaan penyidik dan atau penyidik pembantu menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada saksi, tersangka dan atau ahli yang akan dimintai keterangan dalam proses pemeriksaan; untuk pemeriksaan ahli, penyidik dan atau penyidik pembantu berkoordinasi dan berdiskusi dengan ahli terkait perkara tindak pidana yang ditangani dalam lingkup keahlian yang dimiliki ahli; penyidik dan atau penyidik pembantu menyiapkan dokumen, barang bukti, alat tulis, kertas, komputer/mesin tik, ruang pemeriksaan atau tempat yang akan digunakan untuk melakukan pemeriksaan dan peralatan lain yang akan digunakan dalam proses pemeriksaan; penyidik dan atau penyidik pembantu yang akan melakukan pemeriksaan wajib siap atau hadi r sebelum waktu pemeriksaan yang telah ditentukan; pemeriksaan dilaksanakan di kantor kesatuan tempat Penyidik dan atau Penyidik Pembantu bertugas. Dalam situasi dan kondisi tertentu, pemeriksaan dapat dilakukan di luar kantor kesatuan dengan melakukan koordinasi dengan instansi/tempat dimana pemeriksaan akan dilakukan memp ersiapkan tempat pemeriksaan atas sepengetahuan dan persetujuan atasan Penyidik dan atau Penyidik Pembantu;

15 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 7/ dalam hal pemeriksaan dilakukan di luar ne geri maka penyidik dan atau penyidik pembantu melakuk an koordinasi dengan Divhubinter Polri, Departemen Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia dimana pemeriksaan itu akan dilakukan untuk mempersiapkan tempat, pengamanan dan kesiapan orang yang akan diperiksa; penyidik dan atau penyidik pembantu menyiapkan tenaga penterjemah yang bersertifikat untuk kepentingan pemeriksaan orang asing atau terperiksa yang tidak bisa berbahasa Indonesia; penyidik dan atau penyidik pembantu menyiapkan/menunjuk penasihat hukum dalam hal tersangka melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri (pasal 56 KUHAP); penyidik dan atau penyidik pembantu menghubungi Penasehat Hukum Tersangka yang telah dilakukan penahanan untuk dapat mendampingi tersangka dalam proses pemeriksaan; dalam hal diperlukan, pemeriksa (penyidik/penyidik pembantu) dapat mengadakan konsultasi/meminta bantuan ahli antara lain psycholog atau psychiater tentang kepribadian atau keadaan kejiwaan tersangka/saksi; dalam hal tersangka yang tidak dilakukan penaha nan belum bisa diambil keterangannya karena alasan kesehatan sebanyak 2 (dua) kali atau lebih, maka Penyidik/Penyidik Pembantu dapat meminta bantuan dokter untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebagai pembanding.

16 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 8/ Langkah-langkah Pemeriksaan pemeriksaan dilakukan dengan cara tanya jawab menggunakan bahasa Indonesia. Apabila yang diperiksa tidak dapat berbahasa Indonesia, maka pertanyaan dan jawaban diterjemahkan oleh petugas penterjemah yang bersertifikat; penyidik dan atau penyidik pembantu mengajukan pertanyaan dengan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti, sopan, dan tidak menyinggung perasaan orang yang diperiksa, dalam hal ini tidak menyinggung unsur Suku, Agama, Ras/Antar golongan, dan norma susila; sedapat mungkin proses pemeri ksaan direkam baik secara audio maupun visual; penyidik dan atau penyidik pembantu mencatat keterangan yang diberikan oleh saksi, tersangka dan ahli dalam Berita Acara Pemeriksaan sesuai format yang memenuhi syarat-syarat formil dan materil; pembuatan Berita Acara Pemeriksaan: Persyaratan Formal pada halaman pertama disebelah sudut kiri atas disebutkan nama kesatuan dan wilayah dibawahnya nama kesatuan ditulis kata-kata PRO JUSTITIA atau UNTUK KEADILAN.

17 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 9/ pada tengah-tengah bagian atas halaman pertama ditulis kata-kata BERITA ACARA PEMERIKSAAN/ BERITA ACARA KONFRONTASI dan dibawahnya antara tanda kurung dituliskan TERSANGKA/ SAKSI/AHLI pada pendahuluan Berita Acara pemeriksaan dicantumkan: hari, tanggal, bulan, t ahun dan waktu pembuatan; identitas penyidik/penyidik pembantu yang memeriksa serta Skep penyidik; identitas yang diperiksa terdiri dari Nama (nama lengkap), termasuk nama kecil, alias (nama panggilan), tempat dan tanggal lahir (umur) agama, kewarganegaraan, tempat tinggal atau kediaman dan pekerjaan dari tersangka/saksi/ahli, berdasarkan keterangannya dan dicocokkan dengan identitas diri dalam Kartu Penduduk/ Passport/Kartu Pengenal lainnya (SIM, dll), Nomor Telephon yang bisa dihubungi;

18 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 10/ diperiksa selaku tersangka atau saksi/ahli; alasan pemeriksaan yang berisi nomor dan tanggal laporan polisi serta uraian singkat perkara dan pasal Undang- Undang yang dilanggar Pada awal pertanyaan dipertanyakan tentang: kondisi kesehatan yang diperiksa; bersedia atau tidak memberikan keterangan; untuk pemeriksaan terhadap tersangka ditanyakan pendampingan dengan penasehat hukum; biodata (riwayat hidup) orang yang diperiksa; untuk pemeriksaan ahli ditanyakan tentang pengalaman dan dasar keahlianya Pada akhir pertanyaan sebelum pemeriksaan ditutup dipertanyakan tentang: kebenaran tentang keterangan yang sudah diberikan dan tentang kondisi yang dialami pada proses pemeriksaan;

19 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 11/ untuk pemeriksaan tersangka ditanyakan tentang saksi yang meringankan; tentang keterangan lain yang akan ditambahkan Setiap halaman, kecuali halaman terakhir, yang diperiksa dan pihak-pihak yang mendampingi harus diberi paraf pada pojok kanan bawah Berita Acara Pemeriksaan Pada akhir Berita Acara Pemeriksaan terdapat kolom tanda tangan yang diperiksa dan pihak-pihak lain yang terlibat, kemudian Berita Acara Pemeriksaan ditutup dan ditandatangani oleh Penyidik Dalam hal pemeriksaan belum dapat diselesaikan, maka pemeriksaan maupun pembuatan Berita Acara Pemeriksaan dapat dihent ikan sementara dengan menutup dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan tersebut oleh yang diperiksa dan penyidik serta semua pihak yang terlibat Untuk melanjutkan Berita Acara Pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan, maka pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (Lanjutan) dilaksanakan sebagai berikut:

20 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 12/ ditulis nama kesatuan dan memakai kata-kata PRO JUSTITIA atau UNTUK KEADILAN; judul berita Acara Pemeriksaan adalah: Berita Acara Pemeriksaan Lanjutan Tersangka/saksi/Ahli; nomor pertanyaan melanj utkan nomor pertanyaan Berita Acara Pemeriksaan sebelumnya; pengantar pembuatan Berita Acara Pemeriksaan lanjutan dibuat sebagaimana Berita Acara sebelumnya Bila yang diperiksa ti dak dapat membaca dan menulis (buta huruf), maka kolom tanda tangan dibubuhkan cap jempol/tiga jari kanan (telunjuk, jari tengah, jari manis) kiri/kanan sesuai dengan keadaan yang paling memungkinkan dari pada yang diperiksa tersebut Apabila yang diperiksa mengalami tuna rungu dan tuna wicara maka penyidik wajib mencari ahli bahasa isyarat untuk mendampingi pemeriksaan sebagai penerjemah.

21 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 13/ Bagi yang diperiksa dikarenakan cacat tubuh tidak memiliki kedua belah tangan, maka pemeriksa membubuhkan keterangan tentang keadaan terperiksa dan diketahui oleh saksi lain Bilamana tersangka/saksi/ahli tidak mau menanda tangani Berita Acara Pemeriksaan, dibuatkan Berita Acara penolakan dengan menuliskan alasanalasannya Apabila tersangka/saksi didampingi juru bahasa/ahli bahasa isyarat maka agar disebutkan dalam uraian setelah kata-kata setelah Berita Acara Pemeriksaan ini selesai dibuat, maka... dst Selanjutnya juru bahasa/ahli isyarat turut menanda tangani Berita Acara Pemeriksaan dimaksud, disamping tanda tangan yang diperiksa Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan di Luar Negeri maka pada saat pemeriksaan harus didampingi dari perwakilan negara Republik I ndonesia (Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal atau Konsuler) dan hasil Berita Acara Pemeriksaan dilegalisir oleh Perwakilan Negara Republik Indonesia di negara tersebut Pada setiap awal dan akhir kalimat, apabila masih ada ruang kosong diisi dengan garis putus-putus.

22 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 14/ Bilamana ada tulisan-tulisan yang salah dan perlu diperbaiki supaya yang salah tersebut dicoret dan diparaf pada ujung atau kiri dan kanan, perbaikannya ditulis pada marge dan diparaf pada ujung kiri dan kanan dengan didahului kata-k ata SAH DIGANTI Kata-kata harus ditulis dengan lengkap, jangan menggunakan singkatan, kecuali singkatan katakata yang resmi dan sudah umum digunakan Penulisan angka yang menyebutkan jumlah, harus di ulangi dengan huruf dalam kurung Persyaratan Materiil. Persyaratan materil yang harus dipenuhi dalam suatu berita acara pemeriksaan terdiri atas keseluruhan isi/materi Berita Acara Pemeriksaan agar memenuhi jawaban atas pertanyaan 7 (tujuh) KAH yaitu: Siapakah. pengertian agar dapat menjawab tentang siapa saja orang atau pihak atau subjek yang terkait dengan dugaan tindak pidana yang terjadi Apakah.

23 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 15/20 pengertian agar dapat menj awab tentang peristiwa yang terjadi, akibat perbuatan, penyebab dan latar belakang dan objek lain terkait dugaan tindak pidana yang terjadi Dimanakah. pengertian agar dapat menjawab tempat atau lokasi terkait tindak pidana yang terjadi, misalnya tempat terjadinya peristiwa, tempat ditemukannya korban dan atau barang bukti, tempat keberadaan saksi dan atau tersangka, dan lain-lain Dengan apakah. pengertian agar dapat menjawab tentang alat yang dipergunakan terkait dugaan tindak pidana yang terjadi Mengapakah. pengertian agar dapat menjawab latar belakang kejadian, alasan dan peny ebab terjadinya tindak pidana Bagaimanakah pengertian agar dapat menjawab tentang cara perbuatan itu dilakukan terk ait tindak pidana yang terjadi.

24 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 16/ Bilamanakah pengertian agar dapat menjaw ab tentang waktu terkait terjadinya tindak pidana Bentuk Berita Acara Pemeriksaan. Bentuk Berita Acara Pemeriksaan berisikan gambaran/kontruksi suatu tindak pidana, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu bentuk cerita/pertanyaan kronologis, Tanya jawab dan gabungan antara bentuk cerita dengan tanya jawab Bentuk cerita pertanyaan. Berita Acara Pemeriksaan dalam bentuk cerita/pertanyaan adalah serangkaian jawaban atas pertanyaan lisan yang diajukan oleh pemeriksa kepada yang diperiksa disusun dalam kalimat sehingga merupakan rangkaian kejadian yang memenuhi jawaban-jawaban atas pertanyaan 7 KAH serta memenuhi unsur-unsur tindak pidana Bentuk tanya jawab. Berita Acara Pemeriksaan dalam bentuk tanya jawab disusun dalam bentuk tanya jawab antara penyidik dengan yang diperiksa sehingga memberikan gambaran kejadiannya secara jelas dan memenuhi jawaban-jawaban atas pertanyaan 7 KAH serta unsur-unsur tindak pidananya.

25 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 17/ Bentuk Gabungan cerita dan tanya jawab. Berita Acara Pemeriksaan dalam bentuk gabungan cerita dan tanya jawab pada hakekatnya disusun dalam bentuk tanya jawab dan dalam hal tertentu diselingi dengan bentuk cerita/pertanyaan Berita acara pemeriksaan konfrontasi Pemeriksaan Konfrontasi dila ksanakan apabila keterangan beberapa saksi atau beberapa tersangka tidak terdapat kesesuaian sehingga diperlukan pemeriksaan konfrontasi dengan cara: Pemeriksaan terhadap para tersangka (untuk tersangka lebih dari satu orang) yang keterangannya saling tidak ada kecocokan atau tidak terdapat persesuaian satu sama lain dihadapan penyidik guna diuji manakah di antara keteranganketerangan tersebut yang benar atau yang paling mendekati kebenaran Pemeriksaan terhadap para saksi yang keterangannya saling tidak ada kecocokan atau tidak terdapat persesuaian satu sama lain dihadapan penyidik guna diuji manakah di antara keterangan-keterangan tersebut yang benar atau yang paling mendekati kebenaran.

26 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 18/ Para tersangka/para saksi yang akan dilakukan pemeriksaan konfrontasi didudukan bersama-sama dihadapan penyidik dan diberikan pertanyaan yang sama untuk dijawab sesuai keterangan tersangka/saksi. 8. Hal-hal yang perlu diperhatikan 8.1 Sebelum memulai pemeriksaan, Penyidik dan atau Penyidik Pembantu memeriksa dan mencocokkan identitas saksi yang akan diperiksa, dan meminta saksi yang akan diperiksa untuk menuliskan biodata. 8.2 Penyidik dan atau Penyidik Pembantu memperkenalkan diri kepada saksi dan menjelaskan tentang perkara yang ditangani, maksud pemeriksaan, keterkaitan dan kapasitas saksi dalam perkara yang ditangani, serta hak dan kewajiban saksi dalam proses pemeriksaan. 8.3 Pemeriksaan saksi dilaksanakan dalam suasana yang tenang dan nyaman sehingga saksi dapat mem berikan keterangan dengan baik, benar, nyaman dan tidak tertekan. 8.4 Pemeriksaan yang dilakukan diluar kantor penyidik dengan pertimbangan: Kondisi yang diperiksa sakit/tidak dapat hadir kekantor penyidik; Faktor keamanan orang yang diperiksa; Kondisi ekonomi orang yang diperiksa Berita Acara Pemeriksaan Saksi dicetak rangkap 4 (empat), dengan perincian masing-masing 2 (dua) rangkap untuk berkas perkara, 2 (dua) rangkap untuk penyidik.

27 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 19/ Untuk Berita Acara Pemeriksaan Tersangka dicetak rangkap 5 (lima), dengan perincian masing-masing 2 (dua) rangkap untuk berkas perkara, 2 (dua) rangkap untuk penyidik dan 1 (satu) rangkap untuk tersangka. 8.7 Apabila diperlukan, misalnya ada cukup alasan untuk diduga bahwa saksi tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan, maka sebelum melakukan pemeriksaan, Penyidik dan atau Penyidik Pembantu melakukan pengambilan sumpah/janji terhadap saksi dan dibuatkan Berita Acara Pengambilan Sumpah/Janji dengan disaksikan rohaniawan. 8.8 Sebelum memberikan keterangan, penyidik dan atau penyidik pembantu melakukan pengambilan sumpah/janji terhadap ahli dan dibuatkan Berita Acara Pengambilan Sumpah/Janji.

28 PEMERIKSAAN SAKSI, AHLI, DAN TERSANGKA 20/20 9. MEKANISME PEMERIKSAAN SAKSI/AHLI/TERPERIKSA DATANG SESUAI DENGAN WAKTU DALAM SURAT PANGGILAN PEMERIKSA/PENYIDIK PEMERIKSA/PENYIDIK MEMBUAT RENCANA PERTANYAAN YANG AKAN DITANYAKAN KEPADATERPERIKSA PEMERIKSAAN / PENYIDIK MEMPERSIAPKAN RUANG PEMERIKSAAN DENGAN RAPI MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN SESUAI DENGAN WAKTU DALAM SURAT PANGGILAN SETELAH SELESAI MEMERIKSA PEMERIKSAAN / PENYIDIK MEMPERLIHATKAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPADA TERPERIKSA PEMERIKSA / PENYIDIK MENGUASAI PERSOALAN YANG DISIDIK BERSIKAP RAMAH DAN SOPAN SERTA BERPAKAIAN RAPI PADA WAKTU MEMERIKSA PEMERIKSA / PENYIDIK DAN TERPERIKSA MENANDA TANGANI BERITA ACARA YANG TELAH DIBUAT

29 PENAHANAN 1/24 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 1.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 1.4 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 1.5 Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat tertentu atau hubungan perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam suatu proses pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini 2. Pedoman / Acuan 2.1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

30 PENAHANAN 2/ Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP; 2.3 Peraturan Perundang-Undangan diluar KUHP ; 2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana; 2.5 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September 20; 2.6 Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP Penahanan Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkahlangkah Penahanan yang terukur, je las, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 4. Persiapan 4.1. Kelengkapan Formil: Laporan Polisi; Surat Perintah Tugas; Surat Perintah Penyidikan; Surat Perintah Dimulainya Penyidikan; Surat perintah penangkapan; Surat Perintah Penahanan;

31 PENAHANAN 3/ Berita acara penahanan; Berita acara saksi; Berita acara tersangka; Surat Perintah P engalihan Jenis Penahanan; Surat Perintah Pemindahan Tempat Penahanan; Surat Perintah pembantaran Penahanan; Surat Perintah Pencabutan Pembantaran penahanan; Surat Perintah penangguhan Penahanan; Surat Perintah Pencabutan Penangguhan Penahanan; Surat Perintah Penahanan Lanjutan; Surat Perintah Pengeluaran Tahanan; Surat permohonan ijin penahanan pejabat Negara yang ditujukan kepada Presiden. 4.2 Kelengkapan Materiil: Laporan hasil penyelidikan; Laporan kemajuan penanganan perkara; Laporan hasil gelar perkara. 4.3 Sarana dan Prasarana Ruang tahanan dan perlengkapannya; Alat transportasi;

32 PENAHANAN 4/ CCTV pada ruang tahanan; Alut dan alsus; Tim medis; Sarana ibadah; 5 Urutan Tindakan 5.1 Penahanan Penahanan dilakukan terhadap se seorang tersangka yang diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana Penahanan hanya dapat dikenakan kepada tersangka yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana sebagaim ana diatur dalam pasal 21 ayat (4) poin (a dan b) Dibuatkan Surat Perintah Penahanan (rangkap 9) diserahkan kepada tersangka yang akan ditahan untuk ditanda tangani dan dibuatkan berita acara penahanan tersangka, Surat Perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka, Pejabat Rutan, Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan Negeri disamping untuk keperluan kelengkapan Berkas Perkara.

33 PENAHANAN 5/ Apabila tersangka tidak bersedia dan atau menolak menandatangani Surat Perintah Penahanan, maka harus dibuatkan Berita Acara Penolakan Sebelum dimasukkan kedalam ruang tahanan dilakukan: Penyidik/penyidik pembantu memberikan Surat yang dilampiri surat Perintah Penahanan tersangka, berikut barang titipan diserahkan kepada Bag tahti/dit tahti/sat tahti/petugas ruang tahanan dan dicatat dalam buku ekspedisi Pejabat Bag tahti/dit tahti/sat tahti/petugas ruang tahanan menandatangani penyerahan dimaksud pada ekspedisi, dengan menyebutkan nama terang, pangkat, tanggal penerimaan dan dibubuhi cap jabatan/dinas Pejabat Bag tahti/dit tahti/sat tahti/petugas ruang tahanan membuat Berita Acara Penyerahan Tahanan dan menandatanganinya dengan disaksikan oleh 2 orang anggota Pejabat Tahti melakukan pemeriksaan terhadap tahanan untuk mencocokkan identitas tahanan dengan administrasi tahanan Pejabat Tahti meminta bantuan kepada dokter Polri dan atau petugas medis lainnya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan fisik terhadap tahanan, dan bila diperlukan meminta bantuan Psikiater untuk memeriksa kondisi kejiwaan tahanan dan hasil pemeriksaan tersebut dicatat dalam buku mutasi tahanan.

34 PENAHANAN 6/ Pejabat Tahti melaku kan penggeledahan badan dan pakaian tahanan dan semua barang yang tidak diperkenankan dibawa bila ada disimpan dan menjadi tanggung jawab Pejabat Tahanan dan barang bukti (Tahti) Penyimpanan dan pencatatan barang milik tahanan dilakukan oleh Pejabat Tahti dan dicatat dalam Buku Register Barang Titipan milik Tahanan, dan kepada tersangka diberikan tanda bukti penitipan Pejabat tahti/petugas tahanan berkoordinasi dengan fungsi identifikasi untuk pengamb ilan foto dan sidik jari Pejabat tahti/petugas tahanan mencatat surat perintah penahanan dan melakukan penyimpanan didalam arsip Surat Perintah Penahanan dan Kotak kontrol tahanan Pejabat tahti mencatat ident itas tahanan dalam papan daftar tahanan Pejabat tahti melaporkan kepada atasan pejabat tahti tentang adanya tahanan baru masuk Pejabat tahti melaporkan secara periodik minimum 1 kali sehari tentang jumlah dan kondisi tahanan kepada atasan pejabat tahti Setelah berada di Ruang Tahanan

35 PENAHANAN 7/ Petugas Tahanan menyampaikan tata tertib didalam ruang tahanan kepada tahanan yang baru akan masuk Petugas tahanan mengimbau apabila sakit segera melapor kepada petugas Petugas tahanan menyampaikan hak-hak tahanan antara lain: memperoleh makan dan minum dari negara sehari 2 kali; menjalankan ibadah sesuai dengan kondisi tahanan; memperoleh kesempatan untuk pemeriksaan kesehatan dan berobat; menerima kunjungan besuk sesuai dengan peraturan yang berlaku; menyampaikan permasalahan-permasalahan yang ditemukan diruang tahanan; tahanan dapat menerima makanan dan minuman dari keluarganya setelah melalui pemeriksaan Petugas tahanan menyampaikan kewajiban-kewajiban tahanan antara lain: tahanan mematuhi tata tertib yang berlaku didalam ruang tahanan; mengikuti apel pengecekan tahanan;

36 PENAHANAN 8/ tahanan menggunakan pakaian tahanan yang disediakan oleh negara; tahanan menerima makanan dan minuman yang disediakan negara; tahanan bertutur kata yang sopan dan santun; melaksanakan ibadah sesuai keyakinan masingmasing; menjaga kebersihan dan kerapihan ruang tahanan; mengikuti kegiatan pembinaan fisik dan atau olahraga Petugas tahanan menyampaikan larangan-larangan tahanan antara lain: menyimpan barang-barang yang dapat membahayakan keselamatan tahanan; pelecehan seksual (sodomi dan atau lesbian); membawa, meminjam dan menggunakan alat telekomunikasi dan alat elektronik lainnya; merusak fasilitas ruang tahanan; melakukan aktifitas yang membahayakan diri sendiri dan tahanan lainnya;

37 PENAHANAN 9/ petugas tahanan dalam memasukkan tahanan ke dalam ruang tahanan harus mempertimbangkan aspek-aspek antara lain jenis kelamin, kelompok usia, jenis kasus, kewarganegaraan dan kondisi kesehatan. 5.2 Pembantaran tahanan Petugas tahanan berkoordinasi dengan penyidik/penyidik pembantu apabila tahanan menderita sakit untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter Polri/tim medis lainnya dan jika dibutuhkan perawatan khusus maka perlu dilakukan pembantaran, dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: melaporkan kepada pejabat tahti tentang pembantaran tahanan; mencatat dalam buku mutasi tahanan tentang pembantaran tahanan; menyiapkan tahanan yang akan dibantar; berkoordinasi dengan penyidik/penyidik pembantu untuk menentukan rumah sakit rujukan, transportasi ke rumah sakit, menghubungi keluarga tahanan, dan menyiapkan petugas pengawalan dan jaga tahanan di rumah sakit; dalam keadaan darurat petugas jaga tahanan dapat mengambil tindakan untuk membawa tahanan ke rumah sakit dengan catatan dalam kesempatan pertama memberitahukan kepada pihak Penyidik dan melaporkan kepada pejabat tahti;

38 PENAHANAN 10/ Apabila tersangka sudah pulih kembali, sudah dinyatakan sehat oleh dokter yang ditunjuk Penyidik, dan memungkinkan untuk dilakukan penahanan, maka pembantaran terhadap tersangka dapat dicabut dan tersangka kembali menjalankan masa penahanan sepanjang penyidik masih mempunyai kewenangan untuk menahan/memperpanjang penahanan. Dengan membuat urat pencabutan pembantaran dan menerbitkan surat perintah penahanan lanjutan, maka pet ugas jaga tahanan melakukan kegiatan sebagai berikut: menerima kembali tahanan yang telah selesai dibantarkan dari penyidik; melakukan langkah-langkah penerimaan tahanan sesuai poin 2. a. butir 5) a) sampai f) tersebut di atas; melaporkan kembali kepada pejabat tahti dan atasan penyidik bahwa pembantaran tahanan sudah selesai; Terhadap tahanan yang berkewarganegaraan asing maka penyidik Polri, wajib memberitahukan kepada pihak kedutaan sesuai kewarganegaraan tahanan paling lambat 3 x 24 jam. 5.3 Perpanjangan penahanan Melalui nota dinas pejabat tahti memberitahukan kepada penyidik/penyidik pembantu 10 hari sebelum masa tahanan berakhir Penyidik Polri membuat surat permohonan perpanjangan penahanan kepada jaksa penuntut umum atau pengadilan negeri 10 (sepuluh) hari sebelum masa penahanan berakhir dengan melampirkan resume.

39 PENAHANAN 11/ Setelah penyidik Polri mengirimkan surat permohonan perpanjangan penahanan kepada jaksa penuntut umum atau pengadilan negeri, 5 hari sebelum masa penahanan berakhir penetapan perpanjangan penahanan belum diterbitkan, maka penyidik wajib berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum atau pengadilan negeri Pejabat tahti meminta: surat penetapan perpanjangan penahanan kepada penyidik, dan penyidik Polri wajib memberikan penetapan perpanjangan penahanan Setelah surat penetapan perpa njangan penahanan diterima oleh penyidik Polri, segera diserahkan kepada tahanan dan mengirimkan tembusannya kepada pejabat tahti dan keluarga/penasehat hukum Pejabat tahti mencatat surat penetapan perpanjangan penahanan dalam buku register tahanan dan menyimpan copynya di kotak kontrol tahanan. 5.4 Pengalihan jenis penahanan Atas pertimbangan penyidik/atasan penyidik dengan alasan tertentu dan tidak bertentangan hukum maka penyidik dapat mengalihkan jenis penahanan tersangka dari ruang t ahanan menjadi penahanan rumah dan atau kota dengan langkah- langkah sebagai berikut: penyidik Polri menerima surat permohonan pengalihan jenis penahanan dari pihak keluarga/penasihat hukum tahanan yang mencantumkan jaminan terhadap keamanan dan tidak akan melarikan diri; penyidik Polri menyelenggarakan gelar perkara dan melaporkan hasilnya kepada atasan penyidik;

40 PENAHANAN 12/ penyidik Polri membuat laporan kemajuan dengan disertakan saran dan pendapat untuk dilakukan pengalihan jenis tahanan; apabila atasan penyidik Polri menyetujui jenis pengalihan penahanan, maka penyidik Polri segera membuat surat perintah pengalihan jenis penahanan, surat perintah penahanan rumah dan surat pengeluaran tahanan serta membuat berita acara pengalihan jenis penahanan. Surat Perintah Pengalihan Jenis; Penahanan diserahkan kepada tersangka dalam rangkap 10 (s epuluh) untuk ditandatangani olehnya dan oleh petugas Polri yang menyerahkan, masing-masing pada kolom yang telah ditentukan; penyidik Polri menyerahkan surat perintah pengalihan jenis penahanan kepada tahanan, keluarga dan atau penasehat hukum, pejabat tahti, jaksa penuntut umum, dan pengadilan negeri; penyidik Polri menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada pejabat Tahti; penyidik Polri menyampaikan hak dan kewajiban kepada tahanan yang dialihkan jenis tahanan; penyidik Polri mempunyai kewajiban untuk memonitor, mengawasi dan berkoordinasi dengan pihak keluarga yang menjamin secara periodik di rumah tempat tahanan berada untuk menjamin bahwa tahanan tetap berada di rumah atau kota; pejabat Tahti menerima administrasi pengalihan jenis penahanan dan mencatat dalam buku register pengeluaran tahanan;

41 PENAHANAN 13/ pejabat Tahti memberitahukan dan memproses pengeluaran tahanan dan mengembalikan barang-barang titipan milik tahanan (jika ada) serta menyerahkan tahanan kepada pihak keluarga/ penjamin; untuk kepentingan pengecekan keberadaan tahanan maka penyidik Polri mewajibkan kepada tahanan tersebut untuk lapor diri; penyidik Polri menyampaikan surat pemberitahuan tentang jenis pengalihan penahanan atas nama tahanan kepada pejabat setempat (RT, RW, Lurah/Kepala desa). 5.5 Penangguhan Penahanan Atas pertimbangan penyidik/atasan penyidik dengan alasan tertentu dan tidak bertentangan hukum maka penyidik dapat menangguhkan penahanan terhadap tersangka dengan langkah-langkah sebagai berikut: penyidik Polri menerima surat permintaan dan atau permohonan penangguhan penahanan dari pihak tahanan, keluarga, penasehat hukum yang mencantumkan jaminan uang atau orang; penangguhan penahanan terhadap tersangka yang ditahan dalam Ruang tahanan dapat dilakukan atas jaminan uang dan orang atau tanpa jaminan dengan ketentuan sebagai berikut: Jaminan uang dibuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau penasehat hukumnya dengan menentukan syaratsyaratnya.

42 PENAHANAN 14/ jumlah uang jaminan harus secara jelas disebutkan dalam perjanjian yang besarnya ditetapkan oleh penyidik uang jaminan disetorkan oleh pemohon atau penasehat hukumnya atau keluarganya ke Panitera Pengadilan Negeri dengan formulir penyetoran yang dikeluarkan oleh penyidik bukti setoran dibuat rangkap tiga: lembar untuk arsip Panitera; lembar dibawa oleh yang menyetorkan untuk digunakan sebagai bukti telah melaksanakan isi perjanjian; lembar lagi dikiri mkan oleh Panitera kepada Penyidik melalui kurir untuk digunakan sebagai alat kontrol Berdasarkan tanda bukti penyetoran uang, yang diperlihatkan oleh keluarga atau kuasanya atau berdasarkan tanda bukti penyetoran uang jaminan yang diterima dari Panitera Pengadilan, maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penangguhan Penahanan Jaminan Orang

43 PENAHANAN 15/ tersangka atau Penasihat Hukumnya membuat surat perjanjian tentang kesanggupan untuk menyerahkan sejumlah uang berdasarkan syarat-syarat dan pertimbangan tertentu dari penyidik, sebagai jaminannya apabila dikemudian hari tersangka tidak dapat dihadirkan dihadapan penyidik selama 3 bulan berturut-turut; identitas orang yang menjamin dicantumkan dalam surat perjanjian dan juga ditetapkan besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin; berdasarkan surat jaminan dari penjamin tersebut, maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penangguhan Penahanan; apabila tersangka melarikan diri dan setelah lewat 3 bulan tidak dapat ditemukan, maka: penjamin segera menyerahkan/ menyetorkan jaminan uang tersebut ke Kas Negara;

44 PENAHANAN 16/ dalam hal jaminan orang, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh penyidik sesuai dengan yang tercantum dalam surat perjanjian untuk disetor ke Kas Negara melalui Panitera Pengadilan dan apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan dalam perjanjian maka dengan bantuan juru sita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui Panitera Pengadilan (PP No. 27 tahun 1983 Pasal 35 dan Permenkeh No. M.14.PN tahun 1983) Penyidik Polri menyelenggarakan gelar perkara dan melaporkan hasilnya kepada atasan penyidik Penyidik Polri membuat laporan kemajuan dengan disertakan saran dan pendapat untuk dilakukan penangguhan tahanan Apabila atasan penyidik Polri menyetujui penangguhan penahanan, maka penyidik Polri segera membuat surat perintah penangguhan penahanan dan surat perintah pengeluaran tahanan serta membuat berita acara penangguhan penahanan dan berita acara pengeluaran tahanan.

45 PENAHANAN 17/ Surat Perintah Penangguhan Penahanan diserahkan kepada tersangka dalam rangkap 10 (sepuluh) Penyidik Polri menyerahkan surat perintah penangguhan penahanan kepada tahanan, keluarga dan atau penasehat hukum, pejabat tahti, jaksa penuntut umum, dan pengadilan negeri Penyidik Polri menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada pejabat Tahti Penyidik Polri menyampaikan hak dan kewajiban kepada tahanan yang ditangguhkan penahanannya Penyidik Polri mempunyai kewajiban untuk memonitor, mengawasi dan menentukan hari wajib lapor dan mencatat kehadiran tersangka di ruang penyidik Pejabat tahti menerima adm inistrasi penangguhan penahanan dan mencatat dalam buku register pengeluaran tahanan Pejabat tahti memberitahukan dan memproses pengeluaran tahanan dan mengembalikan barang- barang titipan milik tahanan (jika ada) serta menyerahkan tahanan kepada pihak keluarga/penjamin Penyidik Polri menyampaikan surat pemberitahuan tentang penangguhan penahanan atas nama tahanan kepada pejabat setempat (RT, RW, Lurah/Kepala desa).

46 PENAHANAN 18/ Terhadap tersangka yang ditangguhkan melarikan diri dalam masa penahanan dibuatkan Berita Acara Melarikan Diri dan apabila tertangkap kembali maka diterbitkan Surat Perintah Penangkapan, Surat Perintah Penahanan lanjutan dan Berita Acara Penahanan Lanjutan. 5.6 Pengeluaran Tahanan Pengeluaran tahanan dilakukan dengan pertimbangan karena: masa penahanan telah habis dan perkara belum tuntas; Permohonan penangguhan penahanan yang dikabulkan; Tersangka dipindahkan ke rutan Polri lain atau dititip dilapas; Perkara yang melibatkan tersangka telah selesai P 21 dan dilimpahkan ke JPU Tata Cara Pengeluaran Tahanan Penyidik/Penyidik Pembantu menyiapkan dan membuat administrasi Pengeluaran Tahanan berupa: Surat Perintah Pengeluaran Tahanan; Berita Acara Pengeluaran Tahanan; Membuat Resume Singkat Surat Perintah Pengeluaran Tahanan diserahkan kepada tersangka dalam rangkap 10 (sepuluh) untuk ditanda tangani oleh tersangka, disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka, Pejabat Rutan, Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan Negeri, disamping untuk kepentingan kelengkapan berkas perkara.

47 PENAHANAN 19/ Sebelum pengeluaran tahanan dilakukan pemeriksaan kesehatan tersangka oleh Dokter dan penyerahan kembali barang-barang titipan milik tersangka dan dibuat kan Berita Acara Penyerahan Barang Titipan. 5.7 Pemindahan tempat penahanan Pemindahan penahanan dapat dilakukan dengan dasar dan alasan pertimbangan: tersangka meresahkan masyarakat sekitar dan atau tokoh masyarakat serta ada kekhawatiran pengeluaran paksa; terjadi bencana (Bencana alam, kebakaran, dll.) pada kantor kepolisian setempat dan tidak memungkinkan kembali untuk ditahan di kantor tersebut; jumlah tahanan pada kantor Polisi melebihi kapasitas; Pemindahan tempat penahanan hanya dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan yang cepat, mudah dan murah serta mempertimbangkan alasan pemindahan tempat penahanan, dengan langkah-langkah sebagai berikut: Penyidik Polri yang melakukan penahanan berkoordinasi dengan penyidik dari kesatuan lain yang mempunyai kaitan dengan kasus tersebut; Penyidik Polri menentukan waktu pemindahan Tahanan; Penyidik Polri menyerahkan tersangka dan menyelesaikan administrasi pemindahan tempat penahanan;

48 PENAHANAN 20/ Penyidik Polri membuat Rencana Pemindahan Tempat Penahanan dengan mempersiapkan administrasi penyidikan berupa: Surat perintah Tugas pemindahan Tempat penahanan; Surat Perintah Penyerahan Tersangka; Berita Acara Penyerahan Tersangka, Barang Bukti, dan Berkas Perkara; Surat Perintah Pemindahan Tempat Penahanan; Berita Acara Pemindahan Tempat Penahanan; Penyidik Polri membuat laporan pelaksanaan tugas pemindahan tempat penahanan. 5.8 Tahanan meninggal dunia di ruang tahanan Dalam menghadapi tahanan yang meninggal dunia di dalam ruang tahanan (wajar atau tidak wajar) langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: Pejabat tahti mengamankan tempat kejadian perkara meninggalnya tahanan; menghubungi penyidik, dokter Polri/tim medis lainnya, identifikasi untuk melakukan olah TKP; melaporkan kepada atasan pejabat tahti; membuat laporan kronologis kejadian tentang meninggalnya tahanan;

49 PENAHANAN 21/ mencatat dalam buku mutasi tahanan dan buku register tahanan; apabila tahanan yang meninggal tersebut menitipkan barang, maka akan diserahkan kepada keluarga/penasehat hukum; apabila tidak memiliki keluarga, maka barang tersebut diserahkan kepada penyidik untuk diserahkan kepada negara Penyidik Polri melaporkan kepada atasan penyidik; menghubungi keluarga/ penasehat hukumnya; mendatangi dan mengolah TKP; membawa mayat ke rumah sakit dengan surat permohonan untuk pemeriksaan otopsi terhadap mayat; setelah di otopsi mayat diserahkan kepada keluarga disertai berita acara serah terima mayat; apabila mayat tersebut belum diketahui keluarganya, untuk sementara mayat dititipkan di rumah sakit sampai batas waktu tertentu sambil mencari pihak keluarga; apabila batas waktu yang ditentukan oleh pihak rumah sakit berakhir, maka mayat diserahkan kepada pihak rumah sakit untuk dimakamkan dengan dihadiri oleh penyidik dengan dilengkapi berita acara pemakaman. 6. Hal-Hal yang perlu diperhatikan

50 PENAHANAN 22/ Kewenangan penahanan ada pada penyidik, penyidik pembantu atas perintah penyidik. 6.2 Setiap tindakan penahanan perlu diingat hak-hak tersangka yang ditahan, antara lain sebagai berikut: dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan, tersangka harus mulai diperiksa (Pasal 122 KUHAP); menghubungi Penasehat Hukum (Pasal 57 ayat (1) KUHAP); tersangka berkebangsaan asing berhak untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (2) KUHAP); tahanan mempunyai hak: mengirim dan menerima surat dari penasehat hukum atau keluarganya dan harus disediakan alat tulis menulis (Pasal 62 KUHAP); menghubungi dan menerima kunjungan: dokter pribadi (Pasal 58 KUHAP); pihak yang mempunyai hubungan keluarga (pihak lain) guna mendapatkan jaminan baik penangguhan penahanan atau untuk usaha mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60 KUHAP); rohaniawan (pasal 63 KUHAP) Mengajukan permintaan kepada Pengadilan Negeri setempat untuk dilakukan Pra peradilan tentang sah atau tidak sahnya penahanan atas dirinya (Pasal 124 KUHAP).

51 PENAHANAN 23/ Apabila tersangka berkebangsaan asing, Penyidik menyampaikan Surat Perintah Penahanan kepada: Perwakilan negaranya/kedutaan Besar/Konsulat Negara yang bersangkutan melalui Kementerian Luar Negeri; Kabareskrim Polri; Divisi Hubungan Internasional Polri; 6.4 Penahanan terhadap tersangka anggota MPR, DPR, DPD, Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/wakil walikota dilaksanakan harus dengan izin Presiden. 6.5 Penanganan terhadap Warga Negara Asing yang meninggal dalam status penahanan, wajib segera diberitahukan kepada: Perwakilan Negaranya melalui Kementerian Luar Negeri; Kabareskrim Polri; Divisi Hubungan Internasional Polri; 6.6 Apabila keluarga berada di luar kota, maka Surat pemberitahuan penahanan tersangka dapat dikirimkan melalui PT Pos Indonesia atau jasa titipan kilat dengan membuat tanda bukti pengiriman diketahui pejabat kantor pos atau jasa titipan dan atau dikirimkan penyidik pembantu wilayah setempat. 6.7 Terhadap tahanan yang keamanannya tidak dapat dijamin oleh satuan yang menahan, maka penahanannya dapat ditempatkan pada kesatuan atas.

52 PENAHANAN 24/24 7. Mekanisme TERSANGKA YANG ANCAMAN HUKUMANNYA 5 TAHUN KE ATAS DAN PASAL PASAL TERTENTU SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 21 (4) KUHAP DAN PERTIMBANGAN SUBYEKTIF PENYIDIK LAKUKAN GELAR PERKARA BAHWA TINDAK PIDANA TERSEBUT UNSUR UNSURNYA TERPENUHI ATAU TIDAK 1. BUATKAN NOTA DINAS KEPADA PIMPINAN DENGAN MENYAMPAIKAN TENTANG POSISI KASUS DAN UNSUR TINDAK PIDANA 2. MENYIAPKAN MINDIK TERKAIT DENGAN PENAHANAN 1. SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN DALAM WAKTU 40 HARI 2. TERBIT PERPANJANGAN PENAHANAN 3. BERIKAN SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN KEPADA KELUARGA 1. MELEPAS PAKAIAN PRIBADI TERSANGKA DAN MENGGANTI DENGAN PAKAIAN TAHANAN 2. MENEMPATKAN TERSANGKA KE DALAM RUTAN SESUAI : A. JENIS KELAMIN B. JENIS KEJAHATAN 1. TERSANGKA MENANDATANGANI SPRIN DAN BA TAHAN SERTA BERIKAN 1 (SATU) LEMBAR SPP KEPADA TERSANGKA 2. MENEMPATKAN 1 LEMBAR SPP DI KOTAK PENAHANAN 3. DALAM KESEMPATAN PERTAMA MENYAMPAIKAN SPP KEPADA KELUARGA

53 PENANGKAPAN 1/10 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang - undang Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

54 PENANGKAPAN 2/ DPO adalah Daftar Pencarian Orang yang telah ditetapkan sebagai seorang tersangka Satu hari adalah dua puluh empat jam dan satu bulan adalah waktu tiga puluh hari. 2. Pedoman / Acuan 2.1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2.2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2.3 Peraturan Perundang-Undangan diluar KUHP. 2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 2.5 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP Penangkapan Laporan Polisi Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah Penangkapan yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 4. Persiapan 4.1 Persyaratan Administrasi

55 PENANGKAPAN 3/ Syarat formal: laporan polisi; surat perintah tugas; surat perintah penyidikan; surat perintah penangkapan; surat perintah membawa; surat perintah penggeledahan Syarat materiil laporan hasil penyelidikan; laporan hasil gelar perkara. 4.2 Persyaratan Penyidik/Penyidik Pembantu memahami perkara yang sedang disidik; memiliki integritas sebagai penyidik (mainset, mental dan perilaku) yang profesional; menguasai tehnik dan taktik penangkapan; menguasai peraturan perundang-undangan yang sedang ditangani dan terkait; mempunyai informasi latar belakang dan karakter tersangka; memahami lokasi penangkapan; memahami adat istiadat setempat.

56 PENANGKAPAN 4/ Kelengkapan dan Peralatan membawa identitas diri yang jelas (kartu tanda anggota, tanda kewenangan); menggunakan rompi Polri dalam penangkapan tertentu; kendaraan Roda 2 dan Roda 4 atau alat transportasi lainnya; handphone/handy talky; kamera/ handycam; Alut dan Alsus (sesuai dengan keperluan); Kelengkapan bantuan teknis dan taktis sesuai keperluan. 5. Urutan Tindakan 5.1 Tindakan Penangkapan: Ketua Tim memberikan arahan tentang teknis dan taktis penangkapan; penyidik/penyidik pembantu memastikan identitas tersangka yang akan ditangkap sesuai dengan surat perintah penangkapan; koordinasi dengan Kepolisian setempat dan atau aparat pemerintah lingkungan setempat tentang pelaksanaan penangkapan yang akan dilaksanakan; hal-hal yang wajib dilakukan oleh penyidik dalam melakukan penangkapan: menjelaskan dan menunjukkan surat perintah tugas dan memberikan surat perintah penangkapan yang sah serta alasan penangkapan kepada tersangka;

57 PENANGKAPAN 5/ menghindari penggunaan kata-kata kasar dan bernada tinggi yang akan menarik perhatian orang-orang yang berada di sekitar tersangka; memperlakukan tersangka dengan humanis, manusiawi, menghormati HAM; setelah dilakukan penangkapan untuk menjaga keamanan dan keselamatan tersangka diborgol tangannya sebelum membawa tersangka lakukan penggeledahan badan untuk memastikan bahwa tersangka tidak membawa barang yang berbahaya dan memastikan adanya barang yang terkait dengan alat bukti terkait dengan kejahatan yang dituduhkan; apabila tersangka mengalami gejala penyakit, agar segera dilakukan pemeriksaan kesehatan di dokter kepolisian atau pelayanan kesehatan yang terdekat untuk memperoleh pemeriksaan kesehatan fisik dan psikis sesegera mungkin dan berkas pemeriksaan medis maupun pengobatan akan menjadi catatan bagi penyidik yang menangani kasusnya; kepada pihak keluarga tersangka atau kuasa hukumnya diberikan tembusan surat perintah penangkapan dan membubuhkan tanda terimanya; selanjutnya tersangka dibawa ke kesatuan penyidik dalam keadaan diborgol;

58 PENANGKAPAN 6/ setelah melakukan penangkapan penyidik segera melakukan pemeriksaan terhadap tersangka untuk memastikan apakah dapat dilanjutkan dengan penahanan atau tidak, dengan terlebih dahulu diberitahukan hak-haknya sebagai tersangka; penangkapan terhadap tersangka dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 jam dan wajib ditempatkan dalam ruangan yang layak dan manusiawi; dalam hal penangkapan melebihi waktu 24 jam maka kepada tersangka diterbitkan surat perintah membawa dengan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan di satuan Polri atau Instansi pemerintah terdekat; dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa Surat Perintah Penangkapan dengan ketentuan bahwa setelah penangkapan harus segera menyerahkan tersangka kepada penyidik/penyidik pembantu pada kantor Polisi yang terdekat, selanjutnya dibuatkan Berita Acara serah terima tersangka; pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan adalah atasan penyidik selaku penyidik; Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang tembusannya wajib disampaikan kepada Atasan langsung; penangkapan dapat dilakukan atas permintaan bantuan: Kesatuan Kepolisian lain berdasarkan Daftar Pencarian Orang;

59 PENANGKAPAN 7/ Instansi yang berwenang; Permintaan Negara anggota ICPO Interpol; Permintaan bantuan penangkapan harus dilengkapi dengan: Surat permintaan bantuan penangkapan; Laporan Polisi atau Laporan kejadian; Surat Perintah Penangkapan; Surat Perintah Tugas; Daftar Pencarian Orang dalam hal tersangka yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti bahasa yang dipergunakan oleh petugas maka tersangka tersebut berhak mendapatkan seorang penterjemah dan penyidik berkewajiban menyiapkannya; dalam hal tersangka berwarga negara asing (WNA) yang ditangkap, penangkapan tersebut harus segera diberitahukan kepada kedutaan, konsulat, atau misi diplomatik negaranya, atau keperwakilan organisasi international yang kompeten jika yang bersangkutan merupakan seorang pengungsi; dalam hal tersangka yang ditangkap, petugas wajib memperhatikan hak-hak tersangka sebagai berikut: tersangka yang diduga melakukan tindak pidana harus diperlakukan dengan asas praduga tak bersalah;

60 PENANGKAPAN 8/ tersangka diperlakukan dengan humanis dan manusiawi serta tidak melanggar HAM; saat melakukan penangkapan terhadap tersangka, segera memberitahukan kepada keluarganya, bila tidak ada keluarga maka diberitahukan pada RT/RW pada alamat tempat tinggal tersangka; dalam hal membantu penangkapan terhadap seseorang yang terdaftar di dalam Daftar Pencarian orang (DPO), setiap pejabat yang berwenang dapat membuat Surat Perintah Penangkapan; setelah dilakukan penangkapan harus dibuat Berita Acara Penangkapan yang ditanda tangani oleh penyidik/penyidik pembantu yang melakukan penangkapan terhadap tersangka yang ditangkap; tersangka yang tertangkap tangan atau yang ditangkap dengan surat perintah penangkapan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak memenuhi persyaratan dalam ketentuan yang dapat dilanjutkan dengan penahanan, maka tersangka harus dilepaskan dengan dibuatkan Berita Acara Pelepasan Penangkapan yang ditanda tangani oleh Penyidik dan tersangka yang ditangkap; pelepasan tersangka wajib dilengkapi surat perintah pelepasan tersangka dalam hal pemeriksaan telah selesai atau karena masa penangkapannya berakhir, selanjutnya dibuatkan berita acara pelepasan tersangka;

61 PENANGKAPAN 9/ Surat Perintah Pelepasan Tersangka diserahkan kepada tersangka dan tembusannya dikirimkan kepada keluarganya atau kuasa hukumnya atau walinya atau ketua lingkungan setempat domisili tersangka; dalam hal tersangka yang diserahkan oleh masyarakat kepada penyidik, penyidik wajib membuat berita acara penyerahan orang dengan mencantumkan keadaan fisik tersangka melalui pemeriksaan medis dan identitas yang menyerahkan. 6. Hal-hal yang perlu diperhatikan 6.1 untuk menghindari kejadian salah tangkap, kegagalan penangkapan sebelum melakukan penangkapan menugaskan anggota untuk mengetahui keberadaan tersangka dan situasi setempat; 6.2 dalam penangkapan perlu mempertimbangkan tindakan yang terukur; 6.3 dalam hal penangkapan tindak pidana terorisme dan narkotika tetap mengacu kepada peraturan perundangan-undangan tersebut; 6.4 apabila penangkapan dilakukan karena tersangka tertangkap tangan, segera memberitahukan kepada keluarganya dalam waktu (1x24 jam); 6.5 dalam hal tersangka yang tidak memiliki keluarga/wali, penyidik wajib menghubungi/memberitahukan kepada ketua RT/RW dimana tersangka berdomisili.

62 PENANGKAPAN 10/10 7. Mekanisme PETUGAS DENGAN MEMBAWA SURAT PERINTAH TUGAS DAN SURAT PERINTAH PENANGKAPAN TERHADAP SESEORANG YANG NAMANYA TERCANTUM DALAM SURAT PERINTAH PENANGKAPAN PETUGAS MEMBERIKAN SATU LEMBAR SURAT PERINTAH PENANGKAPAN KEPADA TERSANGKA SATU LEMBAR SURAT PERINTAH PENANGKAPAN DIBERIKAN KEPADA KELUARGA TERSANGKA MEMBERITAHUKAN KEPADA KEPALA DESA / LINGKUNGAN DIMANA TERSANGKA TINGGAL TENTANG PEANGKAPAN YANG TERJADI PENYIDIK/ PENYIDIK PEMBANTU MEMBUAT BERITA ACARA PENANGKAPAN YANG DITANDA TANGANI OLEH YANG MELAKUKAN PENANGKAPAN DAN TERSANGKA YANG DITANGKAP DILAKUKAN PENAHANAN MASA PENANGKAPAN BIASA : 1 X 24 JAM NARKOBA : 3 X 24 JAM TERORISME : 7 X 24 PENYIDIK/ PENYIDIK PEMBANTU MEMBUAT BERITA ACARA PEMULANGAN TIDAK DILAKUKAN PENAHANAN

63 PENGAJUAN ANGGARAN LIDIK SIDIK 1/5 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Anggaran ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang. 1.2 Penyelidikan (Lidik) ialah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 1.3 Penyidikan (Sidik) ialah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 1.4 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.5 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 1.6 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

64 PENGAJUAN ANGGARAN LIDIK SIDIK 2/5 2. Pedoman / Acuan 2.1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 01/PM.2/29 tanggal 4 Maret 29 tentang Standar Biaya Umum T.A Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/422/IX/29 tanggal 1 September 29 tentang Standar Biaya Khusus di Lingkungan polri T.A Surat Kabareskrim Polri No. Pol.: B/673/VI/24/Bareskrim tanggal 10 Juni 24 perihal Rencana Norma Indek, Renbut Materiil, Rencana Kinerja dan Bahan Masukan Jukcan Kapolri Bidang Reskrim Tahun Surat Kabareskrim Polri No. Pol.: B/1877/IX/28/Bareskrim tanggal 26 September 28 perihal Petunjuk Penggunaan dan Perwabku Dukungan Dana Lidik Sidik Tindak Pidana. 3. Tujuan Menyalurkan anggaran yang transparan dan akuntabel kepada pelaksana opsnal yaitu penyelidik dan penyidik secara sistematis tepat waktu dan sasaran. 4. Syarat 4.1 Laporan Polisi / Laporan Informasi. 4.2 Surat perintah tugas 4.3 Surat perintah penyelidikan/penyidikan. 4.4 Rencana penyelidikan/penyidikan. 4.5 Rencana anggaran biaya.

65 PENGAJUAN ANGGARAN LIDIK SIDIK 3/5 5. Prosedur 5.1 Proses pengajuan RAB (Rencana Anggaran Biaya) Harus ada LP (Laporan Polisi) atau LI (Laporan Informasi) Harus ada surat perintah tugas dan surat perintah lidik/sidik yang dikeluarkan oleh Kasatker kepada unit atau tim yang ditunjuk Ka Unit / Ka Tim yang mendapat perintah segera membuat rencana kegiatan dan rencana dukungan biaya yang disebut dengan RAB (Rencana Anggaran Biaya) RAB tersebut akan diteliti oleh Kasatker dalam hal ini Direktur Reskrimsus Polda NTB yang dilaksanakan oleh Bendahara Satker (Bensatker). 5.2 Pelaksanaan kegiatan Setelah Unit/Tim menerima dukungan biaya segera melaksanakan tugasnya sesuai dengan RAB yang telah diajukan kepada Kasatker Setelah melaksanakan tugas sesuai dengan yang telah direncanakan, Unit / Tim segera mengembalikan bukti-bukti pengeluaran biaya kepada Kasatker dalam hal ini melalui Bensat disertai dengan Laporan pelaksanaan tugas atau Resume hasil penyidikan atau Lapju penanganan kasus sebagai lampiran perwabku. 5.3 Pertanggungjawaban keuangan Melaksanakan pengecekan atau pencocokan apakah terhadap pengajuan RAB oleh Unit / Tim telah sesuai dengan ketentuan Melaksanakan pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan RAB yang diajukan.

66 PENGAJUAN ANGGARAN LIDIK SIDIK 4/ Melaksanakan pencocokan terhadap bukti-bukti pengeluaran biaya, apakah telah lengkap sesuai RAB atau belum Bila tidak ada bukti pengeluaran biaya apakah Ka Unit / Ka Tim telah membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai Apakah pelaksanaan tugas telah berdasarkan surat perintah Kasatker Apakah surat perintah kasatker sudah berdasarkan LP atau LI Apakah Unit / Tim telah membuat laporan hasil pelaksanaan tugas atau Lapju atau Resume penanganan kasus Apakah indeks yang digunakan dalam RAB telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Permenku / Skep Kapolri / Indeks daerah setempat) Apakah perwabku telah lengkap.

67 PENGAJUAN ANGGARAN LIDIK SIDIK 5/5 6. Mekanisme HARUS ADA LP (LAPORAN POLISI) ATAU LI (LAPORAN INFORMASI) KASATKER KELUARKAN SPRIN TUGAS, SPRINT LIDIK / SIDIK RAB DITELITI KASATKER DALAM HAL INI DILAKSANAKN OLEH BENSATKER KA UNIT / KA TIM BUAT RENCANA KEGIATAN & RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB) SETELAH RAB DITELITI & MEMENUHI PERSYARATAN, KA UNIT/ KA TIM BUAT NOTA DINAS YG DITANDA TANGANI OLEH KASAT DAN DIAJUKAN KPD DIREKTUR DIREKTUR MENYETUJUI RAB YANG DIAJUKAN OLEH KA UNIT / KA TIM SELANJUTNYA MEMBUAT DISPOSISI KEPADA BENSATKER. KA UNIT / KA TIM SETELAH MENERIMA DAN MENGGUNAKAN ANGGARAN MEMBUAT LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN DAN SELANJUTNYA DISERAHKAN KE BENSAT BENSATKER MELAKUKAN PENCAIRAN DANA DAN PENDISTRIBUSIAN DIBERIKAN KEPADA KA UNIT / KA TIM

68 PENGGELEDAHAN 1/8 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Penggeledahan Rumah adalah tindakan Penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan guna mencari benda yang diduga keras didalam rumah dan di tempat tertutup lainnya dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang. 1.2 Penggeledahan Badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya. 1.3 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.4 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 1.5 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan 1.6 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

69 PENGGELEDAHAN 2/8 1.7 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri. 1.8 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan. 1.9 Barang Temuan sebagai barang adalah benda bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau penyidik baik karena kejahatan maupun bukan karena kejahatan 2. Pedoman / Acuan : 2.1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 2.2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP; 2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana; 2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September 20; 2.5 Standard Internasional ISO 91:2016.

70 PENGGELEDAHAN 3/8 3. Tujuan SOP Penggeledahan Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkahlangkah Penggeledahan yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 4. Persiapan 4.1 Kelengkapan Formil: Laporan Polisi; Surat Perintah Penyidikan; Izin/persetujuan Penggeledahan dari pengadilan negeri; Surat Perintah Penggeledahan; Surat Perintah Penyitaan; Surat Perintah Tugas; Surat perintah penangkapan; Rencana penggeledahan. 4.2 Kelengkapan Materil LHP (laporan hasil penyelidikan); Laporan kemajuan penanganan perkara; Laporan hasil gelar perkara.

71 PENGGELEDAHAN 4/8 4.3 Perlengkapan dan peralatan Alut/alsus sesuai kebutuhan Identitas diri 5. Urutan Tindakan 5.1 Persiapan yang dilakukan: Tim Penyidik melaksanakan briefing dan koordinasi dengan seluruh unsur yang dilibatkan dalam kegiatan penggeledahan terkait pembagian tugas serta barang bukti berupa barang/dokumen yang akan disita dalam pelaksanaan penggeledahan Ketua tim menjelaskan target yang hendak dicapai dalam penggeledahan baik berupa orang maupun barang yang terkait dengan tindak pidana Sebelum mendatangi lokasi penggeledahan, Tim Penyidik sudah memantau situasi dan kondisi lokasi penggeledahan. 5.2 Pelaksanaan penggeledahan: Terhadap rumah dan atau tempat tertutup lainnya Penyidik memperlihatkan identitas diri dan administrasi penyidikan berupa Ijin Penggeledahan, Surat Perintah Penggeledahan, Surat Perintah Penyitaan dan Surat Perintah Tugas kepada pemilik/penghuni rumah atau tempat tertutup lainnya atau Kepala Kantor.

72 PENGGELEDAHAN 5/ Dalam hal lokasi penggeledahan merupakan kantor/dinas/instansi pemerintah, Penyidik memberitahukan kepada kepala kantor tersebut tentang pelaksanaan penggeledahan serta menyampaikan Surat Perintah Penggeledahan dan meminta 2 (dua) orang sebagai Saksi dalam pelaksanaan penggeledahan dimaksud Penggeledahan terhadap alat angkutan darat, agar memerintahkan pengemudi untuk memberhentikan dan menempatkan kendaraannya pada tempat yang aman agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas yang lain. Apabila terdapat barang bukti yang disembunyikan dan atau berada pada bagian dari kendaraan yang sulit untuk dicapai, maka diminta bantuan ahli untuk mengambilnya Penggeledahan terhadap kendaraan yang berjalan diatas rel, supaya terlebih dahulu memberitahu kepada Kepala Stasiun untuk dihentikan dan dipindahkan ketempat yang aman kemudian diadakan penggeledahan secara cermat, dan teliti terhadap gerbong, penumpang dan barang-barang Penggeledahan alat angkut air dan udara, agar melakukan koordinasi dan minta bantuan dari instansi-instansi yang berwenang dalam hal pengaturan, pengurusan dan penyelenggaraan angkutan air dan udara, mengikuti ketentuanketentuan yang berlaku.

73 PENGGELEDAHAN 6/ Terhadap orang Penggeledahan terhadap orang dilakukan dengan simpatik, teliti, cermat dan memperhatikan kesopanan, etika, hak orang yang di geledah serta memperhatikan faktor keamanan, Penggeledahan terhadap perempuan dilakukan oleh Polwan atau seorang perempuan yang ditunjuk oleh Penyidik Tertangkap tangan Penggeledahan yang dilakukan dalam hal tertangkap tangan tidak diperlukan Surat Izin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri dan Surat Perintah Penggeledahan Dapat dilakukan oleh Penyidik, Penyidik Pembantu dan penyelidik tanpa atas perintah penyidik Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan cukup dilengkapi dengan Surat Perintah penggeledahan dan Surat Perintah Penyitaan atau Surat Perintah Penangkapan, tanpa Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri. Setelah penggeledahan dilaksanakan penyidik wajib meminta penetapan persetujuan penggeledahan Ketua Pengadilan Negeri setempat.

74 PENGGELEDAHAN 7/8 5.3 Tahap akhir penggeledahan Setelah melaksanakan penggeledahan penyidik membuat Berita Acara Penggeledahan yang ditandatangani oleh penyidik dan para saksi serta Turunan Berita Acara Penggeledahan disampaikan kepada pihak yang dilakukan penggeledahan dalam waktu 2 (dua) hari setelah penggeledahan dilakukan setelah melaksanakan penggeledahan, penyidik melaksanakan konsolidasi dengan seluruh unsur yang dilibatkan dalam penggeledahan untuk mengevaluasi pelaksanaan penggeledahan dan menganalisa hasil penggeledahan. 6. Hal yang Perlu Diperhatikan 6.1 Proses penggeledahan didokumentasikan dengan rekaman video atau foto. 6.2 Dalam hal suatu lokasi belum selesai dilakukan penggeledahan karena alasan waktu atau hal lainnya, penyidik melakukan penyegelan dengan memasang Police-line. 6.3 Penggeledahan yang menyangkut benda, alat, fasilitas dan tempat-tempat lain yang menyangkut keamanan negara agar dikoordinasikan dengan instansi terkait. 6.4 Setelah melakukan penggeledahan penyidik wajib merapikan kembali tempat yang telah dilakukan penggeledahan. 6.5 Saksi yang dilibatkan dalam penggeledahan tidak diperkenankan meninggalkan tempat tanpa seijin ketua tim penyidik sampai penggeledahan selesai dilaksanakan.

75 PENGGELEDAHAN 7/8 7. Mekanisme PETUGAS MEMBAWA SURAT PERINTAH LENGKAP MELAKUKAN PENGGELEDAHAN TERHADAP TERSANGKA YANG TERCANTUM PADA SURAT PERINTAH TERSEBUT MENGAJUKAN PERMINTAAN IJIN KEPADA PENGADILAN NEGERI SEDAERAH HUKUM DIMANA PENGGELEDAHAN DILAKUKAN DILAKUKAN DENGAN KEADAAN SANGAT PERLU DAN MENDESAK TANPA MENGAJUKAN KEPADA PENGADILAN NEGERI TERLEBIH DAHULU PENGGELEDAHAN RUMAH / TEMPAT TERTUTUP LAINNYA DAN ATAU PENGGELEDAHAN BADAN/PAKAIAN PENYIDIK/PENYIDIK PEMBANTU MEMBUAT BERITA ACARA PENGGELEDAHAN PENANDA TANGANAN BERITA ACARA PENGGELEDAHAN OLEH YANG MELAKUKAN PENGGELEDAHAN DAN YANG DIGELEDAH SETELAH MELAKUKAN PENGGELEDAHAN MENGAJUKAN PERMINTAAN IJIN KEPADA PENGADILAN NEGERI SEDAERAH HUKUM DIMANA PENGGELEDAHAN DILAKUKAN KHUSUS UNTUK YANG DILAKUKAN DALAM KEADAAN SANGAT PERLU DAN MENDESAK

76 PENYITAAN 1/7 TANGGAL TERBIT : Mei 2016 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. 1.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 1.4 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri. 1.5 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. 1.6 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

77 PENYITAAN 2/7 1.7 Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang 2. Pedoman / Acuan melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. 2.1 Undang-undang No.2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2.2 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP Penyitaan Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah Penyitaan yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 4. Persiapan 4.1 Persyaratan Administrasi:

78 PENYITAAN 3/ Syarat formal: Laporan Polisi; Surat Perintah Penyidikan; Surat Perintah Penggeledahan; Surat Perintah Penyitaan Izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat untuk memperoleh Surat Izin Penyitaan atau Surat Izin Khusus untuk melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat/surat-surat lain Syarat Materiil: Laporan hasil penyelidikan; Laporan hasil gelar perkara. 4.2 Persyaratan Penyidik/Penyidik Pembantu memiliki integritas sebagai penyidik (mindset, mental dan perilaku) yang professional; menguasai tehnik dan taktik penyitaan; menguasai Peraturan Perundang-Undangan yang terkait; memahami tentang benda/barang bukti yang akan disita; memahami lokasi penyitaan; memahami adat istiadat setempat; 4.3 Kelengkapan dan peralatan membawa identitas diri yang jelas (kartu tanda anggota dan tanda kewenangan); kendaraan Roda 2 dan Roda 4 atau alat transportasi lainnya handphone/handytalky.

79 PENYITAAN 4/7 5. Urutan Tindakan kamera/handycam pembungkus, tali/benang, lakban, botol dan lain-lain alut dan alsus lain sesuai dengan kebutuhan Persiapan yang dilakukan: tim penyidik melakukan gelar perkara untuk menentukan benda/surat atau tulisan yang akan disita tim Penyidik melaksanakan koordinasi dengan pemilik barang, benda/surat atau tulisan yang akan disita dalam pelaksanaan penyitaan. Dimungkinkan tindakan penyitaan yang dilakukan bersamaan dengan tindakan penggeledahan sesaat sebelum tindakan penyitaan dilakukan Ketua tim menjelaskan target yang hendak dicapai dalam penyitaan baik berupa benda/surat atau tulisan yang terkait dengan tindak pidana. 5.2 Pelaksanaan penyitaan: Di luar hal tertangkap tangan: penyidik memperlihatkan identitas diri dan administrasi penyidikan berupa Ijin Penyitaan dari Ketua Pengadilan setempat, Surat Perintah Penyitaan dan Surat Perintah Tugas kepada pemilik/yang menguasai barang yang akan disita penyidik menjelaskan alasan dilakukannya penyitaan penyidik memastikan bahwa benar barang tersebut benar barang yang akan disita apabila barang tersebut bisa dibawa oleh penyidik maka barang tersebut dibawa kekesatuan penyidik kalau tidak dapat dibawa maka dititipkan

80 PENYITAAN 5/ Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak: Penyidik/Penyidik Pembantu dan Penyelidik atas perintah Penyidik dengan dilengkapi Surat Perintah Penyitaan dapat melakukan penyitaan tanpa Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri, terbatas hanya terhadap benda bergerak Setelah tindakan penyitaan dilakukan segera mengajukan persetujuan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri setempat Dalam hal tertangkap tangan: Penyidik/Penyidik Pembantu atau Penyelidik dalam hal tertangkap tangan tanpa Surat Perintah Penyitaan dapat melakukan penyitaan terhadap benda dan alat yang ternyata diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti tanpa Surat izin/surat Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri Penyitaan dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu, baik karena mendapatkan sendiri maupun karena adanya penyerahan dari Penyelidik atau orang lain Penyitaan Surat atau Tulisan Lain: Sebelum melakukan penyitaan berupa surat atau tulisan lain penyidik/penyidik pembantu wajib dilengkapi dengan Surat Persetujuan Penetapan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat Selanjutnya Penyidik/Penyidik pembantu mendatangi ketempat dimana barang bukti surat/tulisan itu berada untuk dilakukan penyitaan Alat Bukti Berupa Informasi/Dokumen Elektronik Dalam penyidikan suatu tindak pidana yang menggunakan persangkaan pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 28 tentang informasi dan transaksi elektronik, penyitaan terhadap dokumen elektronik harus dilengkapi dengan penetapan Pengadilan Negeri setempat.

81 PENYITAAN 6/ Penyidikan tindak pidana yang menggunakan persangkaan pasalpasal diluar Undang-undang Nomor 11 tahun 28 tentang informasi dan transaksi elektronik dapat dilakukan prosedur penyitaan biasa dengan menyita hasil print out dari data yang terdapat dalam alat elektronik dimaksud Setelah melakukan penyitaan penyidik membuat Berita Acara Penyitaan yang kemudian ditanda tangani oleh tersangka/atau keluarganya/lembaga/orang lain dari siapa benda itu disita serta diketahui oleh minimal 2 (dua) orang saksi bila diperlukan diketahui oleh Kepala Desa/Ketua Lingkungan. 6. Hal-hal yang perlu diperhatikan 6.1 Dalam hal benda sitaan terdiri dari atas benda yang mudah rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau jika biaya penyimpanannya menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya, dapat dijual lelang oleh penyidik dalam hal perkara dalam tahap penyidikan dan pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Kantor Lelang Negara. 6.2 Terhadap barang barang sitaan harus dirawat dan dijaga keamanannya, dalam menjaga keutuhan dan keasliannya atau dititipkan di kantor RUPBASAN setempat. 6.3 Barang sitaan berupa uang, dihitung lembar perlembar, dicatat angka nominal dan nomor seri. 6.4 Penyitaan terhadap barang bukti berupa emas/perhiasan terlebih dahulu dimintakan pemeriksaan kepada ahlinya. 6.5 Untuk penyitaan berupa uang yang disita suatu rekening disimpan/ditempatkan dalam rekening penampungan barang bukti yang terdapat: Di tingkat Mabes Polri ditempatkan pada rekening bensat Bareskrim Polri; Di tingkat Polda, Polres, dan Polsek ditempatkan pada rekening bensat Ditreskrimum. 6.6 Barang bukti yang disita dapat dipinjam pakaikan kepada pemilik/penguasa barang dengan pertimbangan untuk kepentingan umum dan terpeliharanya barang dimaksud secara bertanggung jawab serta tidak mengganggu proses penyidikan.

82 PENYITAAN 7/7 6.7 Apabila benda yang disita membutuhkan tempat yang besar/membutuhkan biaya yang tinggi dan Polri tidak memiliki tempat dan anggaran yang cukup maka barang bukti tersebut disita dan titipkan kembali kepada penguasa barang dengan diberi catatan untuk dijaga keutuhanya sedapat mungkin dikoordinasikan dengan JPU yang menangani kasus tersebut. 7. Mekanisme PETUGAS MEMBAWA SURAT PERINTAH LENGKAP MELAKUKAN PENYITAAN TERHADAP TERSANGKA YANG TERCANTUM PADA SURAT PERINTAH TERSEBUT MENGAJUKAN PERMINTAAN IJIN KEPADA PENGADILAN NEGERI SEDAERAH HUKUM DIMANA PENYITAAN DILAKUKAN DILAKUKAN DENGAN KEADAAN SANGAT PERLU DAN MENDESAK TANPA MENGAJUKAN KEPADA PENGADILAN NEGERI TERLEBIH DAHULU DILAKUKAN PENYITAAN PENYIDIK / PENYIDIK PEMBANTU MEMBUAT BERITA ACARA PENYITAAN PENANDA TANGANAN BERITA ACARA PENYITAAN OLEH YANG MELAKUKAN PENGGELEDAHAN DAN YANG DISITA DILAKUKAN PEMBUKUAN DAN PELABELAN BARANG BUKTI SETELAH MELAKUKAN PENGGELEDAHAN MENGAJUKAN PERMINTAAN IJIN KEPADA PENGADILAN NEGERI SEDAERAH HUKUM DIMANA PENYITAAN DILAKUKAN. KHUSUS UNTUK YANG DILAKUKAN DALAM KEADAAN SANGAT PERLU DAN MENDESAK

83 PERMINTAAN PENERBITAN RED NOTICE /DIFFUSION (FUGITIVE WANTED FOR PROSECUSION) 1/5 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Tujuan SOP Permintaan Penerbitan Red Notice/Diffusion (Fugitive Wanted For Prosecusion) Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah Permintaan Penerbitan Red Notice/Diffusion (Fugitive Wanted For Prosecusion) yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 2. Urutan Tindakan 2.1 Permintaan penerbitan Red Notice dapat diajukan terhadap tersangka yang diduga melarikan diri keluar negeri/negara lain dengan maksud agar dilakukan pencarian untuk ditangkap, ditahan dan diekstradisikan; 2.2 Permintaan penerbitan Red Notice dapat diajukan oleh Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil; 2.3 Permintaan penerbitan Red Notice dilakukan melalui Divisi Hubungan Internasional Polri dengan disertai kelengkapan: Kopi surat penangkapan yang berlaku sampai dengan tersangka tertangkap;

84 PERMINTAAN PENERBITAN RED NOTICE /DIFFUSION (FUGITIVE WANTED FOR PROSECUSION) 2/ Informasi yang wajib diberikan perihal tersangka adalah: nama depan; nama keluarga; nama lengkap; jenis kelamin; tempat dan tanggal lahir: tempat: kota dan Negara; tanggal lahir: tanggal/bulan/tahun; fakta fakta kasus: tanggal kejadian: tanggal/bulan/tahun; tempat kejadian: Kota dan Negara; ringkasan kasus: 7 Kah; sanksi hukum; Undang Undang atau Peraturan yang dilanggar (UU, pasal, dll); maksimum hukuman; surat perintah penangkapan atau putusan hakim yang memiliki nilai yang sama (nomor, tempat dan tanggal diter bitkan, penerbit atau Hakim yang berwenang); nama penyidik yang menangani kasus tersebut;

85 PERMINTAAN PENERBITAN RED NOTICE /DIFFUSION (FUGITIVE WANTED FOR PROSECUSION) 3/ Dokumen dan Identitas pendukung (kalau ada): nama keluarga saat lahir (nama keluarga sebelumnya atau nama keluarga suami yang dipakai oleh isteri); foto tersangka (sebaiknya bukan fotokopi); sidik jari tersangka; nama panggilan; nama alias/dikenal sebagai, nama keluarga, nama keluarga saat ini, nama depan, tempat tanggal lahir (tanggal, bulan, tahun, kota dan Negara); nama keluarga ayah dan nama depan ayah; kewarganegaraan; dokumen identitas pribadi (jenisnya, nomor, kewarganegaraan, tanggal bulan tahun diterbitkan, tempat diterbitkan (kota, Negara), dan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa; pekerjaan; bahasa (kemampuan bahasa); ciri ciri fisik antara lain: tinggi, berat badan, warna rambut, warna mata, bentuk badan; ciri ciri khusus contoh tattoo, bekas luka, amputasi, dll; yang menjadi perhatian contoh manusia, bersenjata, berbahaya, depresi, kecanduan obat, sakit jiwa, bunuh diri, dll; kode DNA;

86 PERMINTAAN PENERBITAN RED NOTICE /DIFFUSION (FUGITIVE WANTED FOR PROSECUSION) 4/ negara/wilayah yang kemungkinan/sering dikunjungi (kota, Negara); informasi tambahan contoh tempat dan tanggal kejadian kejahatan yang dilakukan sebelumnya, dll; nama orang yang turut serta melakukan kejahatan (nama depan, nama keluarga, tempat dan tanggal lahir); informasi tambahan terkait kasus; tanggal berakhirnya surat penangkapan atau putusan hakim yang bernilai sama; Dalam hal kelengkapan permintaan Red Notice terdapat kekurangan atau kurang memenuhi persyaratan Divisi Hubungan Internasional Polri akan segera memberitahukan kepada penyidik peminta untuk segera dilengkapi; Setelah persyaratan kelengkapan dinyatakan lengkap, maka Divisi Hubungan Internasional akan meneruskan ke Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri untuk dilakukan Gelar Perkara Khusus permintaan penerbitan Red Notice; Gelar perkara khusus permintaan penerbitan Red Notice mengikutsertakan Penyidik yang mengajukan permintaan, Biro Wassidik, Itwasum Polri, Divisi Hubungan Internasional Polri dan Divisi Propam Polri;

87 PERMINTAAN PENERBITAN RED NOTICE /DIFFUSION (FUGITIVE WANTED FOR PROSECUSION) 5/ Dalam hal hasil gelar merekomendasikan diteruskannya permintaan Red Notice, maka Divisi Hubungan Internasional Polri akan mengajukan permintaan penerbitan Red Notice kepada Interpol sesuai ketentuan yang ditetapkan; Segala perkembangan setelah permintaan pernerbitan Red Notice dilakukan akan segera diinformasikan kepada yang meminta permintaan.

88 REKONSTRUKSI 1/4 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Tujuan Untuk lebih meyakinkan kepada penyidik tentang kebenaran dari keterangan saksi dan atau tersangka serta barang bukti terhadap suatu peristiwa tindak pidana yang terjadi. 2. Pedoman / Acuan : 2.1 Undang-undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 2.2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP; 2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan tindak pidana; 2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September 20.; 2.5 Standart Internasional ISO 91: Pengertian 3.1 Rekonstruksi adalah tindakan Penyidik untuk memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana.

89 REKONSTRUKSI 2/4 3.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. 3.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 3.4 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana 3.5 Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan atau korban dan atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan. 4. Alat : 4.1 Komputer; 4.2 Printer; 4.3 Alat tulis; 4.4 Meja; 4.5 Kursi; 4.6 Tape Recorder; 4.7 Kamera; 4.8 Handycam; 4.9 Alat peraga 4.10 Police line

90 REKONSTRUKSI 3/4 5. Prosedur Rekonstruksi 5.1 Penyidik menyiapkan segala kelengkapan rekonstruksi; 5.2 Penyidik membuat rencana pelaksanaan rekonstruksi; 5.3 Penyidik menyiapkan personel pelaksana rekontruksi; 5.4 Penyidik menyiapkan personel pengamanan rekonstrusi; 5.5 Menyiapkan adegan-adegan yang direkonstruksikan; 5.6 Rekonstruksi dapat dilakukan di TKP atau tempat lain yang ditentukan oleh penyidik. 6. Mekanisme dilakukannya Rekonstruksi : 6.1 Adanya Laporan Polisi; 6.2 Melengkapi administrasi penyidikan; 6.3 Melakukan olah Tempat Kejadian Perkara; 6.4 Membuat sket TKP; 6.5 Melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Fungsi Operasional; 6.6 Membuat Berita Acara Rekonstruksi; 6.7 Melakukan analisa terhadap hasil rekonstruksi, hasil pemeriksaan saksi dan hasil pemeriksaan tersangka; 6.8 Melaksanakan Gelar perkara. 7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rekonstruksi: 7.1 Situasi keamanan TKP/tempat lain yang akan dijadikan lokasi rekonstruksi; 7.2 Pembagian tugas dan tanggungjawab pelibatan personel dalam pelaksanaan rekonstruksi sesuai dengan perannya;

91 REKONSTRUKSI 4/4 7.3 Memperhatikan keamanan tersangka selama pelaksanaan rekonstruksi; 7.4 Dukungan materiil dan logistik dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan rekonstruksi. 8. Mekanisme PETUGAS SIAP KELENGKAPAN REKONSTRUKSI SESUAI KASUS YANG DITANGANI BUAT RENCANA PELAKSANAAN REKONSTRUKSI : - ADEGAN / URUTAN ADEGAN - PEMERAN : KORBAN, SAKSI, PELAKU - ALAT PERAGA : BARANG BUKTI SIAPKAN PERSONIL PELAKSANAAN REKONSTRUKSI : 1. PEMERAN ANTARA LAIN : A. SEBAGAI KORBAN B. SEBAGAI SAKSI C. SEBAGAI TERSANGKA 2. PETUGAS IDENTIFIKASI A. FOTO B. ALAT PERAGA 3. PENYIDIK SIAPKAN BA TEMPAT REKONSTRUKSI SESUAI TKP DAN TENTUKAN PENYIDIK SIAPKAN ADEGAN YANG DIREKONSTRUKSI : 1. ALAT PERAGA BB SESUAI KASUS 2. PAMERAN SAKSI, KORBAN, TERSANGKA, BARANG BUKTI) 3. FOTO 4. POLICE LINE SIAPKAN PENGAMANAN REKONSTRUKSI : 1. APARAT SETEMPAT : A. SAMAPTA B. LANTAS C. INTEL D. PROVOS E. BINAMITRA 2. INSTANSI TERKAIT : A. DOKPOL B. PSIKIATER C. KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN

92 PENYELESAIAN PERKARA 1/33 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Berkas perkara adalah kumpulan dari seluruh kegiatan dan atau keterangan yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak pidana dalam bentuk produk tertulis yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu. 1.2 Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 1.3 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.4 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 1.5 Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak pidana yang terjadi, dituangkan dalam bentuk dan persyaratan penulisan tertentu. 1.6 Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara dengan susunan, syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan yang telah ditentukan serta pemberian nomor berkas perkara.

93 PENYELESAIAN PERKARA 2/ Penyerahan berkas perkara adalah tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum atau ke pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat atas kuasa penuntut umum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.8 Pengembalian berkas perkara adalah dikembalikannya berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena adanya kekurangan isi atau materi berkas perkara yang perlu dilengkapi sesuai petunjuk penuntut umum. 1.9 Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan 2. Pedoman/Acuan 2.1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2.2 Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

94 PENYELESAIAN PERKARA 3/ Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 3. Persiapan 3.1 Syarat formal: Laporan polisi; Surat perintah penyidikan; Surat panggilan saksi/tersangka; Surat perintah penangkapan terhadap tersangka. 3.2 Syarat materiil: Laporan kemajuan penanganan perkara; Laporan hasil penyelidikan; Laporan hasil gelar perkara;

95 PENYELESAIAN PERKARA 4/33 4. Pelaksanaan 4.1 Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara dapat digolongkan sebagai berikut: Pembuatan Berita Acara Resume Penyusunan Isi Berkas perkara Penyerahan berkas perkara Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti Penghentian penyidikan. 4.2 Pembuatan Resume Persyaratan syarat formal: pada halaman pertama disebelah sudut kiri atas disebutkan NAMA DAN TEMPAT KESATUAN ; dibawah nama kesatuan ditulis kata-kata PRO JUSTITIA ; pada tengah-tengah bagian atas halaman pertama ditulis perkaraan Berita Acara RESUME dan isinya dimulai dibawahnya; disebelah kiri dari setiap lembaran resume dikosongkan ¼ (seperempat ) halaman yang disebut marge yang maksudnya disediakan untuk tempat perbaikan apabila terjadi kekeliruan dalam penulisan materinya;

96 PENYELESAIAN PERKARA 5/ dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu dengan membubuhkan tanggal, tempat pembuatan, tanda tangan dan nama terang penyidik/penyidik pembantu serta diketahui oleh atasan penyidik/ penyidik pembantu Syarat materiil Dasar: Laporan Polisi Fakta-fakta membuat tindakan penyidikan yang telah dilakukan; barang bukti yang disita; keterangan-keterangan saksi dan/atau ahli Pembahasan Memuat gambaran kontruksi tindak pidananya didasarkan pada hubungan yang logis antara fakta-fakta dengan keteranganketerangan yang diperoleh, untuk dilakukan analisa meliputi: analisa kasus hubungan yang logis antara fakta-fakta yang ada dengan keterangan yang diperoleh baik dari tersangka maupun saksi/ahli; hubungan keterangan yang satu dengan keterangan lainnya;

97 PENYELESAIAN PERKARA 6/ hubungan yang logis antara barang bukti yang ada dengan fakta maupun keterangan-keterangan yang diperoleh; terjadinya hubungan/persentuhan antara tersangka, korban/saksi, barang bukti dan saksi-saksi di TKP; atas dasar kontruksi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan berdasarkan fakta-fakta yang dibahas dalam analsia kasus analisa yuridis Memuat gambaran konstruksi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan berdasarkan fakta-fakta yang dibahas dalam analisa kasus Kesimpulan: Memuat pendapat penyidik berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan tentang sangkaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan apakah perbuatan yang dilakukan tersangka telah memenuhi unsur-unsur pasal dalam undangundang atau tidak syarat penulisan diketik diatas kertas folio warna putih, dengan jarak 1 ½ spasi; diantara spasi tidak boleh dituliskan apapun;

98 PENYELESAIAN PERKARA 7/ Kata-kata harus ditulis lengkap, jangan menggunakan singkatan kecuali singkatan kata-kata resmi dan dikenal umum; penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus diulangi dengan huruf; nama orang ditulis dengan huruf besar (huruf balok dan digaris bawah). 4.3 Bentuk Resume Resume berbentuk berita acara yang memuat uraian pembahasan dan pendapat penyidik atau penyidik pembantu yang memuat: Dasar Perkara Fakta-fakta: (Sesuai dengan kegiatan dalam proses penyidikan), meliputi: penanganan tempat kejadian perkara; pemanggilan; penangkapan; membawa tersangka/saksi; penahanan; penangguhan penahanan; pengalihan jenis penahanan; perpanjangan penahanan;

99 PENYELESAIAN PERKARA 8/ pembantaran penahanan; pemindahan tempat penahanan; penahanan lanjutan; pengeluaran tahanan; penggeledahan; penyitaan; penyisihan barang bukti; pelelangan barang bukti; keterangan saksi; keterangan tersangka; barang bukti; catatan: Bila tidak ada kegiatan seperti tersebut s/d diatas, tidak perlu diuraikan Pembahasan Analisa kasus; Analisa yuridis; Kesimpulan 4.4 Materi/muatan resume, meliputi: Dasar Menyebutkan nomor dan tanggal Laporan Polisi yang menjadi dasar dilakukan penyidikan tindak pidana.

100 PENYELESAIAN PERKARA 9/ Perkara. Berisi uraian singkat tentang tindak pidana menyebutkan: yang terjadi dengan jenis perkaranya; pasal yang dipersangkakan; pelakunya; tempat dan waktu kejadian; korban; barang bukti; kerugian/taksiran kerugian Fakta-fakta Hasil Olah TKP Memuat temuan-temuan dan tindakan-tindakan yang dilakukan di TKP, sebagai hasil penanganan TKP yang diuraikan dalam BA pemeriksaan di TKP Pemanggilan saksi dan tersangka, memuat: nomor dan tanggal surat panggilan; nama dan identitas orang yang dipanggil; kapan yang bersangkutan telah memenuhi panggilan; tanggal Berita Acara Pemeriksaan Tersangka/Saksi.

101 PENYELESAIAN PERKARA 10/ Penangkapan, memuat: nomor dan tanggal surat perintah penangkapan; nama dan identitas tersangka; waktu dan tempat penangkapan; tanggal berita acara penangkapan Perintah membawa, memuat: nomor dan tanggal Surat Perintah Membawa; nama tersangka atau saksi yang dibawa; alasan diberlakukannya surat perintah membawa; tindakan penyidik setelah dipenuhinya perintah membawa; tanggal berita acara perintah membawa Penahanan, memuat: nomor dan tanggal Surat Perintah Penahanan; nama dan identitas tersangka; waktu dan tempat penahanan; tanggal berita acara penahanan Penangguhan penahanan, memuat: nomor dan tanggal Surat Perintah Penangguhan penahanan;

102 PENYELESAIAN PERKARA 11/ nama dan identitas tersangka; waktu penangguhan penahanan; tanggal berita acara penangguhan penahanan Pengalihan jenis penahanan, memuat: nomor dan tanggal surat perintah pengalihan jenis penahanan; nama dan identitas tersangka; waktu pengalihan jenis penahanan; tanggal berita acara pengalihan jenis penahanan Perpanjangan penahanan, memuat: nomor dan tanggal surat perintah perpanjangan penahanan; nama dan identitas tersangka; tanggal berlakunya perpanjangan penahanan; tanggal berita acara perpanjangan penahanan Pembantaran, memuat: nomor dan tanggal surat perintah pembantaran penahanan; nama dan identitas tersangka; tempat pembantaran; waktu pembantaran;

103 PENYELESAIAN PERKARA 12/ tanggal berita acara pembantaran penahanan Pemindahan tempat penahanan, memuat: nomor dan tanggal surat perintah pemindahan tempat penahanan; nama dan identitas tersangka; tempat pemindahan penahanan; waktu pemindahan penahanan; tanggal berita acara pemindahan tempat penahanan Penahanan lanjutan, memuat: nomor dan tanggal surat perintah penahanan lanjutan; nama dan identitas tersangka; tempat penahanan lanjutan; waktu penahanan lanjutan; tanggal berita acara penahanan lanjutan Pengeluaran tahanan, memuat: nomor dan tanggal surat perintah pengeluaran tahanan; nama dan identitas tersangka; alasan pengeluaran tahanan;

104 PENYELESAIAN PERKARA 13/ tanggal berita acara pengeluaran tahanan Penggeledahan, memuat: nomor dan tanggal surat izin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri; nomor dan tanggal surat perintah penggeledahan; tempat penggeledahan; nama pemilik atau yang menguasai tempat yang digeledah tanggal berita acara penggeledahan Penyitaan, memuat: nomor dan tanggal surat perintah penyitaan; nomor dan tanggal surat izin atau persetujuan penyitaan dari pengadilan negeri; jenis barang bukti yang disita; dari siapa, dimana dan kapan barang bukti disita; tanggal dan berita acara penyitaan Penyisihan barang bukti, memuat: jenis barang yang disisihkan; alasan dilakukan penyisihan; tanggal penyisihan barang bukti; tanggal berita acara penyisihan barang bukti.

105 PENYELESAIAN PERKARA 14/ Pelelangan barang bukti, memuat: jenis barang bukti yang dilelang; jumlah dan jenis barang yang dilelang; tempat pelelangan; harga atau hasil pelelangan; alasan dilakukannya pelelangan; tanggal berita acara pelelangan barang bukti Keterangan saksi, memuat: uraian secara singkat identitas, biodata serta semua keterangan-keterangan saksi tentang segala sesuatu yang dialami, dilihat, diketahui dan didengar tentang tindak pidana yang terjadi sesuai keterangan yang diberikan dalam berita acara pemeriksaan; dalam hal perkara yang memerlukan upaya pembuktian dari ahli (identifikasi, labfor, kedokteran, kehakiman dan ahli lainnya) maka diuraikan hasil pemeriksaan ahli yang bersangkutan sesuai keterangan yang diberikan dalam berita acaranya Keterangan tersangka, memuat:

106 PENYELESAIAN PERKARA 15/ uraian secara singkat identitas dan biodata tersangka serta keterangan-keterangan yang diberikan tentang tindak pidana yang diberikan tentang tindak pidana yang dilakukannya sebagaimana termuat dalam berita acara pemeriksaan tersangka dalam hal tersangka lebih dari satu orang maka diuraikan pula hubungan antara tersangka yang satu dengan yang lain sehingga tergambar status dan peranan masing-masing tersangka Barang bukti, memuat: Perincian satu per satu semua benda yang ditemukan dan telah disita yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi sesuai dengan Berita Acara Penyitaan. 4.5 Pembahasan Memuat gambaran konstruksi tindak pidana yang didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh dengan cara melakukan analisa kasus dan analisa yuridis Analisa kasus, memuat uraian acara kronologis tindak pidana yang disangkakan dengan didasarkan pada: adanya persesuaian antara keterangan para saksi; adanya persesuaian antara keterangan saksi dengan alat-alat bukti yang lain;

107 PENYELESAIAN PERKARA 16/ adanya dukungan barang bukti terhadap alat bukti yang ada sehingga terbentuk konstruksi tindak pidana yang disangkakan; dalam analisa tersebut terurai secara lengkap fakta perbuatan yang mendukung unsur-unsur setiap pasal yang disangkakan baik yang bersifat sangkaan tunggal, komulatif, dan subsider atau alternative, sehingga memudahkan dalam menyimpulkan sangkaan terhadap tersangka Analisa Yuridis Analisa Yuridis memuat rumusan unsur-unsur pasal tindak pidana yang disangkakan dengan fakta-fakta yang diperoleh dalam Analisa Kasus. 4.6 Kesimpulan Memuat pendapat Penyidik/Penyidik Pembantu setelah melakukan pembahasan tentang tindak pidana yang telah terjadi apakah memenuhi unsur-unsur pasal dalam undang-undang yang dipersangkakan atau tidak Kesimpulan pasal yang disangkakan tergantung dari Hasil Analisa Yuridis antara lain: apabila tindak pidana yang dilakukan hanya satu jenis/macam perbuatan maka pasal yang disangkakan adalah pasal tunggal; apabila tindak pidana yang dilakukan terdiri dari beberapa tindak pidana yang berdiri sendiri-sendiri atau dianggap berdiri sendiri-sendiri maka pasal yang disangkakan bersifat komulatif;

108 PENYELESAIAN PERKARA 17/ apabila Penyidik/Penyidik Pembantu tidak ada keraguan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka namun terdapat beberapa kwalifikasi atas berat ringannya tindak pidana tersebut maka sangkaan dapat menggunakan sangkaan subsider, dengan mengutamakan sangkaan primer yang kwalitasnya paling berat secara bersusun/berlapis kearah kwalitas yang lebih rendah apabila Penyidik/Penyidik pembantu mengalami keraguan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, maka sangkaan dapat menggunakan sangkaan alternative disamping keempat bentuk pokok sangkaan terhadap tersangka masih ada pula sangkaan dalam bentuk kombinasi antara lain: Komulatif subsider dan subsider komulatif, namun sangkaan seperti ini tidak lazim digunakan termasuk Jaksa/PU dalam membuat Surat Dakwaan penggunaan juncto (Jo) hanya dilakukan terhadap pasal-pasal yang tidak dapat berdiri sendiri dan berperan sebagai pasal penyertaan. 4.7 Penyusunan Isi Berkas Perkara dan Pemberkasan Persiapan: Melakukan pengecekan terhadap semua lembaran kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara, meliputi:

109 PENYELESAIAN PERKARA 18/ tanggal pembuatan setiap berita acara; penandatanganan setiap surat dan berita acara; paraf setiap lembar pada berita acara pemeriksaan tersangka, saksi/ahli; paraf tersangka, saksi/ahli bila terdapat pembetulan isi berita acara; tanggal, nomor dan cap dinas setiap surat dan Surat Perintah yang dijadikan isi berkas perkara Meneliti apakah semua lembar kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara sudah lengkap dan benar Melakukan penelitian terhadap alat-alat yang diperlukan untuk pemberkasan telah tersedia, terdiri dari: tali/benang; jarum; lak; cap (stempel) Kesatuan Polri setempat yang terbuat dari logam/kuningan dengan ukuran tertentu; lilin; korek api; perfurator (alat yang melobangi kertas); kertas sampul (cover).

110 PENYELESAIAN PERKARA 19/ Melakukan penelitian terhadap barang bukti yang disebut dalam berita acara penyitaan telah sesuai dengan yang disimpan di Rumah/Tempat Penyimpanan Barang Bukti guna pembuatan daftar barang bukti Pelaksanaan Penyusunan isi berkas perkara Setiap lembaran kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara disusun sesuai dengan urutan sebagai berikut: sampul berkas perkara; daftar isi Berkas Perkara; Berita Acara resume; Laporan Polisi/Pengaduan; Surat Perintah Penyidikan; Berita Acara Pemeriksaan di Tempat kejadian Perkara (TKP); Berita Acara Pemeriksaan Saksi/Ahli; Berita Acara Pemeriksaan Tersangka; Berita Acara Penolakan Menandatangani Berita Acara pemeriksaan (saksi/ahli/tersangka);

111 PENYELESAIAN PERKARA 20/ Surat Kuasa Penasehat Hukum/Surat Penunjukan Penasehat Hukum; Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan; Berita Acara Konfrontasi; Berita Acara Rekontruksi; Surat Panggilan; Surat Perintah Membawa Tersangka/Saksi; Berita Acara Membawa Tersangka/Saksi; Surat Perintah Tugas; Surat Perintah Penangkapan; Berita Acara Penangkapan; Berita Acara Penggeledahan Badan/Pakaian; Surat Perintah Membawa dan Menghadapkan Tersangka; Berita Acara Membawa dan Menghadapkan Tersangka; Surat Perintah Penahanan; Berita acara Penahanan;

112 PENYELESAIAN PERKARA 21/ Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan kepada Kepala Kejaksaan Negeri/Tinggi setempat; Surat Ketetapan Perpanjangan Penahanan dari Kejaksaan/Penuntut Umum; Surat Perintah Perpanjangan Penahanan; Berita acara Perpanjangan Penahanan; Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat; Surat Penetapan Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri; Surat Perintah Perpanjangan Penahanan; Berita Acara Perpanjangan Penahanan; Surat Permohonan Perpanjangan Penahanan; Surat Perintah Penangguhan Penahanan;

113 PENYELESAIAN PERKARA 22/ Berita Acara Penangguhan Penahanan; Surat Perintah Pencabutan Penangguhan; Berita acara Pencabutan Penangguhan Penahanan; Surat Perintah Pengalihan Tempat Penahanan; Berita Acara Pengalihan Tempat penahanan; Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan; Berita Acara Pengalihan Penahanan; Surat Perintah Pembantaran Penahanan; Berita Acara Pembantaran Penahanan; Surat Perintah Penahanan Lanjutan; Berita Acara Penahanan Lanjutan; Surat Perintah Pengeluaran Tahanan; Berita Acara Pengeluaran Tahanan; Surat Perintah Izin penggeledahan;

114 PENYELESAIAN PERKARA 23/ Surat Penetapan izin Penggeledahan dari Pengadilan Negeri; Surat Perintah Penggeledahan Rumah dan Tempat Tertutup lainnya/alat Transpotasi; Berita Acara Penggeledahan Rumah dan Tempat Tertutup lainnya/alat Transpotasi; Surat Permintaan Izin Penyitaan; Surat Penetapan Izin Penyitaan dari Pengadilan negeri; Tanda Penerimaan Barang Bukti; Berita Acara Penyitaan; Berita Acara Pembungkusan Barang Bukti; Berita Acara Penyegelan Barang Bukti; Berita Acara Penitipan Barang Bukti; Berita Acara Titip Rawat Barang Bukti; Berita Acara Pengembalian Barang Bukti; Surat Pemberitahuan dan Persetujuan Lelang Barang Bukti;

115 PENYELESAIAN PERKARA 24/ Surat Permohonan Izin Pelelangan Barang Bukti; Surat Penetapan Pelelangan Benda Sitaan/Barang Bukti; Surat Perintah Lelang Benda Sitaan/ Barang Bukti; Berita Acara Lelang Benda Sitaan/ Barang Bukti; Berita Acara Penyisihan Benda Sitaan/ Barang Bukti; Surat Permohonan Izin Pemusnahan/ Perampasan Benda Sitaan/Barang Bukti yang berbahaya dan terlarang/ dilarang untuk diedarkan; Surat Penetapan Izin Pemusnahan/ Perampasan Benda Sitaan/Barang Bukti; Berita Acara Pemusnahan/ Perampasan Benda Sitaan/Barang Bukti yang berbahaya dan terlarang/dilarang untuk diedarkan; Surat Permintaan Izin Khusus Penyitaan Surat kepada Ketua Pengadilan Negeri;

116 PENYELESAIAN PERKARA 25/ Surat Penetapan Izin Khusus Penyitaan Surat; Surat Perintah Pemeriksaan Surat; Berita Acara Pemeriksaan Surat; Surat Perintah Penyitaan surat; Berita Acara Penyitaan Surat; Surat Permintaan Pemeriksaan oleh Ahli; Surat Permintaan Pemeriksaan Mayat/Luka/Korban Perkosaan; Visum et Repertum (Mayat/ Luka/Perkosaan); Foto kopi Dokumen bukti; Petikan Surat Keputusan Pemindahan Terdahulu; Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan; Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan; Daftar Barang Bukti; Daftar Saksi; Daftar Tersangka;

117 PENYELESAIAN PERKARA 26/ Dalam hal suatu perkara tidak terdapat kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara secara lengkap maka isi berkas perkara disusun sedemikian rupa sesuai lembaran-lembaran yang ada Pemberkasan Setelah semua lembaran kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara tersusun, maka dilakukan pemberkasan sebagai berikut: Setiap lembaran kertas berkas perkara disusun rapih dan pada bagian kirinya (pada marge) dilubangi dengan perforator (alat pembuat lubang pada kertas) pada tiga tempat yaitu ditengah, atas dan bawah Dengan jarum dan tali/benang tanpa sambungan, kertas jilid sedemikian rupa sehingga benang tidak akan mudah putus/lepas dan simpul dibuat pada/diatas lubang tengah Kedua ujung dihimpun satu dan dipotong sepanjang 10 cm dari simpul, kemudian ditarik kebawah kanan Sepanjang 5 cm dari kedua ujung benang/tali dilak, dan sebelum lak tersebut kering ditekan dengan cap Kesatuan Polri setempat yang terbuat dari logam kuningan.

118 PENYELESAIAN PERKARA 27/ Tidak dibenarkan membubuhi lak diatas simpul Lak dan cap jangan sampai menghalanghalangi/menutupi tulisan-tulisan yang terdapat pada sampul Penomoran pada sampul berkas perkara diambil dari nomor urut Buku Register berkas perkara dan cara penomorannya sebagai berikut: Kode/singkatan berkas perkara (BP); Nomor Urut; Angka bulan (angka romawi); Angka tahun; Nama Kesatuan Polri yang bersangkutan Sampul Berkas Perkara ditanda tangani oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan diketahui oleh Kepala Kesatuan atau Pejabat yang ditunjuk Jumlah Berkas Perkara Mengingat sifat dan kepentingannya, maka berkas perkara dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan perincian: (dua) berkas untuk Penuntut Umum; (satu) b erkas untuk arsip kesatuan yang bersangkutan;

119 PENYELESAIAN PERKARA 28/ (satu) berkas untuk arsip kesatuan atasan. 4.8 Penyerahan Berkas Perkara Persiapan Melakukan pengecekan/penelitian terhadap: Berkas Perkara Meneliti apakah berkas sudah lengkap dan memenuhi persyaratan formal maupun materialnya Tersangka Meneliti kembali dan mempersiapkan tersangka yang akan diserahkan tanggung jawabnya kepada penuntut umum, meliputi pengecekan kondisi kesehatannya, keberadaannya dan lain-lain Barang bukti Meneliti kembali dan mempersiapkan barang bukti yang akan diserahkan tanggung jawabnya kepada penuntut umum Menyiapkan surat pengantar penyerahan Berkas Perkara; Surat pengantar ditujukan kepada: Kepala Kejaksaan Negeri/Tinggi, untuk Perkara acara pemeriksaan biasa Kepala Kejaksaan Negeri/Tinggi, untuk Perkara yang ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil.

120 PENYELESAIAN PERKARA 29/ Surat Pengantar memuat: nomor dan tanggal berkas perkara; jumlah berkas yang dikirim (rangkap dua); nama, umur, pekerjaan dan alamat tersangka; status tersangka (ditahan atau tidak); jumlah dan jenis barang bukti; tindak pidana dan pasal yang dipersangkakan; hal-hal lain yang dianggap perlu Surat Pengantar Penyerahan berkas Perkara ditanda tangani oleh Atasan penyidik selaku penyidik Tembusan surat Pengantar disampaikan kepada Kesatuan atasan dan Ketua Pengadilan Negeri. (tanpa lampiran) Menyiapkan transportasi dan pengamanan. Mempersiapkan petugas dan alat angkutan yang diperlukan untuk menyerahkan berkas perkara dan atau penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.

121 PENYELESAIAN PERKARA 30/ Pelaksanaan Penyerahan Berkas Perkara Atasan penyidik selaku penyidik segera menyerahkan berkas perkara tersebut dalam rangkap dua kepada penuntut umum Berkas Perkara yang akan dikirim dibungkus rapi dengan kertas sampul dan ditulis nomor dan tanggal berkas perkara Pengiriman berkas perkara dicatat dalam buku ekspedisi pengiriman berkas perkara yang telah disiapkan oleh penyidik/penyidik pembantu, dan setelah berkas perkara diterima dimintakan tanda tangan dan stempel/cap dinas kepada petugas kejaksaan yang diserahi tugas menerima berkas perkara. Hal ini penting dalam memperhitungkan jangka waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan yang dipergunakan bagi penuntut umum untuk meneliti dan mengembalikan berkas perkara Apabila sebelum batas waktu 14 hari berakhir berkas perkara dikembalikan dan disertai petunjuk Jaksa Penuntut Umum (P.19) maka Kepala Kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik atau penyidik pembantu segera melakukan penyidikan tambahan, guna melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk tertulis yang diberikan oleh Penuntut Umum dalam waktu maksimal 14 hari, dan segera mengirimkan kembali berkas perkaranya kepada Kepala Kejaksaan Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.

122 PENYELESAIAN PERKARA 31/ Apabila berkas perkara yang dikirim kepada Kepala Kejaksaan dalam waktu 14(empat belas) hari sejak tanggal penerimaan tidak dikembalikan atau sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan bahwa hasil penyidikan telah lengkap (P21), maka pada Hari berikutnya Kepala Kesatuan atau Pejabat yang ditunjuk selaku penyidik segera menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Kepala Kejaksaan dan memberikan tembusannya kepada Kepala Kesatuan Atas dan Ketua Pengadilan Negeri Dibuatkan Surat Pengantar dari Kepala Kesatuan untuk pengiriman tersangka dan barang bukti dan dicatat dalam ekspedisi yang harus ditandatangani oleh Pejabat Kejaksaan yang diberi tugas menerima penyerahan tersangka serta barang bukti dengan mencantumkan nama terang, tanggal serta stempel dinas, serta dibuat Berita Acara Serah Terima tersangka dan barang bukti yang ditandatangani oleh penyidik dan pejabat Kejaksaan yang diberi tugas menerima penyerahan tersangka dan barang bukti Surat Pengantar dan Berita Acara serah terima tersangka dan barang bukti harus mencantumkan: rujukan yang berkaitan dengan pengiriman berkas perkara; nama dan identitas tersangka secara lengkap;

123 PENYELESAIAN PERKARA 32/ keterangan tersangka ditahan atau tidak dengan mencantumkan tanggal dan waktu penahanannya; jenis, jumlah/berat barang bukti; permintaan Petikan Putusan (vonis) Hakim Pengadilan bila tersangka telah divonis Berita Acara Serah Terima tersangka dan Barang Bukti ditandatangani oleh Penyidik/Penyidik Pembantu yang menyerahkan dan petugas Kejaksaan yang menerima serta 2(dua) orang saksi Untuk keamanan dan keselamatan, maka pengiriman tersangka menggunakan mobil tahanan dengan pengawalan yang cukup serta memperhatikan petunjuk tehnis tentang pengawalan tahanan.

124 PENYELESAIAN PERKARA 33/33 4. MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA TAHAP PENYELESAIAN DAN MENYERAHKAN BERKAS PERKARA PENYIDIK PENYIDIK PENYIDIK PENYIDIK MEMAHAMI FORMAT PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN BERKAS PERKARA MENUANGKAN HASIL KEGIATAN SIDIK SECARA JELAS MENGANALISA KASUS SECARA CERMAT MENGANALISA KASUS SECARA CERMAT PENYIDIK MEMAHAMI FORMAT PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN BERKAS PERKARA BERKAS PERKARA DIKIRIM KE JAKSA PENUNTUT UMUM PENYIDIK MEMBUAT KESIMPULAN TERHADAP HASIL ANALISA KASUS DAN YURIDIS TERHADAP PERKARA YANG DIPERSANGKAKAN DALAM WAKTU 14 HARI BERKAS PERKARA DIKEMBALIKAN KE PENYIDIK DENGAN PETUNJUK YANG HARUS DIPENUHI (P-19) PENYIDIK MEMBUAT KESIMPULAN TERHADAP HASIL ANALISA KASUS DAN YURIDIS TERHADAP PERKARA YANG DIPERSANGKAKAN BERKAS PERKARA DINYATAKAN SUDAH LENGKAP (P-21) KIRIM TERSANGKA DAN BARANG BUKTI

125 PENYIDIKAN 1/6 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan Penyidikan Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang ini 2. Pedoman/Acuan 2.1. Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2.2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2.3 Undang-Undang lain di luar KUHP dan KUHAP. 2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

126 PENYIDIKAN 2/6 2.5 Himpunan Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol.: SKEP/1205/IX/20 Tanggal 11 September Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP rencana penyidikan bertujuan sebagai pedoman standar bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan prosedur rencana penyidikan secara profesional dan akuntabel agar kegiatan penyidikan dapat berlangsung dengan baik dan benar sesuai dengan target yang diharapkan untuk menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. 4. persiapan penyidikan 4.1 petugas memiliki kompetensi dan mentalitas yang baik serta tangguh; berpenampilan sesuai dengan situasi, tidak mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik yang mudah dikenali; menguasai perundang-undangan terkait; komunikatif; humanis; memiliki pemahaman tentang rencana penyidikn; dan memahami taktik dan teknis penyidikan

127 PENYIDIKAN 3/6 4.2 peralatan komputer/laptop dan perangkatnya; mesin fotocopy; ATK; Meja, kursi, lemari; Telepon/faximile; AC; Televisi; Akses internet; dan Buku referensi 5. prosedur pelaksanaan 5.1 persiapan rencana penyidikan: Mempelajari Laporan Polisi dan Laporan Informasi yang diterima penyidik serta menerbitkan surat perintah penyidikan; Mempersiapkan personil penyidik yang memiliki kompetensi; Mempersiapkan dan mengecek peralatan yang akan digunakan; Menentukan klasifikasi perkara (mudah, sedang, sulit, sangat sulit); Mencari tatktik dan teknis serta strategi penyidikan yang tepat untuk kegiatan penyidikan;

128 PENYIDIKAN 4/ Mempersiapkan dukungan anggaran yang akan digunakan dalam kegiatan penyidikan. 5.2 rencana penyidikan Sebelum melaksanakan kegiatan penyidikan, penyidik wajib menyiapkan administrasi penyidikan pada tahap awal meliputi: pembuatan tata naskah; dan rencana penyidikan Pembuatan tata naskah sekurang-kurangnya meliputi: Laporan Polisi; Laporan Hasil Penyelidikan bila telah dilakukan penyelidikan; Surat perintah penyidikan; SPDP; Rencana penyidikan; Gambar Skema Pokok Perkara; dan Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan Penyiapan rencana penyidikan meliputi: rencana kegiatan; rencana kebutuhan; target pencapaian kegiatan; skala prioritas penindakan; dan target penyelesaian perkara.

129 PENYIDIKAN 5/6 6. pelaksanaan penyidikan 6.1 Membuat rencana penyidikan yang mendasari Laporan Polisi atau Laporan Informasi serta Surat perintah penyidikan yang terdiri dari; Bentuk-bentuk kegiatan penyidikan yang akan dilakukan dengan menggunakan beberapa metode penyidikan; Lokasi tempat kegiatan penyidikan di ruang tertutup atau terbuka sesuai dengan sasaran penyidikan; Personil yang terlibat dalam penyidikan dengan memperhatikan kompetensi yang dimiliki dan jumlah yang dilibatkan; Hasil atau target yang akan dicapai dalam kegiatan penyidikan; dan Waktu pelaksanaan penyidikan dan masa berakhirnya pelaksanaan penyidikan. 6.2 Rencana penyidikan ditanda tangani oleh penyidik yang di beri wewenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 6.3 Ka tim penyidik membuat dan menandatangani laporan kemajuan penyidikan untuk dilaporkan kepada atasan penyidik; 6.4 Membuat rencana kebutuhan anggaran penyidikan dengan rincian meliputi: kebutuhan anggaran administrasi, transportasi, penginapan dan dukungan teknis penyidikan; dan 6.5 Rencana kebutuhan anggaran penyidikan ditandatangani oleh ka tim penyidik.

130 PENYIDIKAN 6/6 7. Hal-hal yang harus diperhatikan: 7.1 Rencana penyidikan harus sesuai dengn bobot atau klasifikasi perkara yang ditangani; 7.2 Petugas yang ditunjuk dalam Surat perintah penyidik harus sebagai pelaksana bukan penyidik lain; 7.3 Anggaran penyidikan digunakan sesuai dengan rencna kebutuhan anggaran penyidikan; 7.4 Apabila kegiatan penyidikan Tindak Pidana tersebut masih berlanjut sedangkan dukungan anggarannya sudah habis, maka dapat diajukan kembali, sesuai dengan prosedur pengajuan anggaran dengan dilampirkan Laporan kemajuan ; dan 7.5 Petugas yang melaksanakan penyidikan harus melaksanakan gelar perkara awal, pertengahan dan akhir proses penyidikan.

131 SP2HP 1/5 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Tujuan SOP SP2HP Bertujuan sebagai pedom an standar dalam melakukan langkah-langkah SP2HP yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 2. Persiapan 2.1 Penyidik: memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang penyidikan; sehat jasmani dan rohani; memiliki integritas moral yang tinggi; menguasai Perundang-undangan; cakap, komunikatif dan humanis Peralatan: komputer/laptop dan perangkatnya; mesin fotokopi; ATK;

132 SP2HP 2/ meja, kursi dan lemari; desk telepon/faksimile; akses internet/website/sms gateway; buku referensi. 3. Prosedur Pelaksanaan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) diberikan kepada pelapor/pengadu y ang ditandatangani oleh atasan penyidik melalui tahapan sebagai berikut : 3.1 Waktu pemberian SP2HP: SP2HP pada tingkat penyelidikan untuk kasus ringan/sedang selama 14 hari, sedangkan kasus sulit/sangat sulit selama 30 hari; SP2HP pada tingkat penyidikan : untuk kasus ringan, diberik an pada hari ke - 10, hari ke - 20 dan hari ke - 30; untuk kasus sedang, diberik an pada hari ke - 15, hari ke - 30, hari ke - 45 dan hari ke - 60; untuk kasus sulit, diberikan pada hari ke - 15, hari ke - 30, hari ke - 45, hari ke - 60, hari ke - 75 dan hari ke - 90; untuk kasus sangat sulit, diberikan pada hari ke - 20, hari ke - 40, hari ke - 60, hari ke - 80, hari ke - 1 dan hari ke - 120;

133 SP2HP 3/ tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara, SP2HP diberikan pada saat pelimpahan berkas perkara tahap pertama. Pada saat berkas perkara dikembalikan (P19, P18) maka SP2HP diberikan setelah dilakukan pelimpahan kembali ke jaksa penuntut umum, demikian juga pada saat penyerahan berkas perkara pada tahap kedua, SP2HP disampaikan kepada pelapor; pejabat yang menandatangani SP2HP adalah atasan penyidik yang menandatan gani surat perintah penyelidikan/peyidikan; bentuk blanko SP2HP terlampir. 4. Pengawasan dan Pengendalian 4.1 Direktur/Wadir mengendalikan pelaksanaan peny elidikan/penyidikan serta mengendalikan pembuatan SP2HP dalam setiap penanganan perkara; memimpin pelaksanaan gelar perkara terhadap kasus-kasus yang ditangani sesuai bidang tugasnya; memerintahkan penyidik untuk melaksanakan paparan gelar perkara dan menunjuk notulen yang membuat laporan hasil gelar perkara; mengendalikan Kataud, Kabag Analis, Kaur Bin Ops untuk menginput data tahapan penyidikan baik terhadap kasus yang belum sempat ditangani/ yang sedang ditangani oleh penyidik ke dalam progam SPPKP (Sistem Pengawasan dan Penilaian Kinerja Penyidik).

134 SP2HP 4/5 4.2 Pengawas Penyidik mengawasi dan mengarahkan penyidik didalam melakukan penyidikan terhadap perkara yang ditangani dan pengawas dalam pembuatan SP2HP; menanggapi komplain terhadap penyidikan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar (masyarakat); mengajukan saran untuk melakukan gelar perkara. 4.3 Penyidik melaksanakan penyidikan secara profesional, proporsional, transparan, akuntabel dan tepat biaya; melaksanakan gelar perkara terhadap kasus yang ditangani; melaporkan perkembangan penyidikan secara periodik dan insidentil kepada direktur fungsi yang bersangkutan; membuat SP2HP dan mengirimkan kepada pelapor sesuai ketentuan dalam rangka transparansi penyidikan. 4.4 Direskrim Polda mengendalikan penyidik ditingkat Polda agar membuat SP2HP dalam setiap penanganan perkara; memimpin pelaksanaan gelar perkara ditingkat polda terhadap kasuskasus yang ditangani sesuai bidang tugasnya; memerintahkan penyidik tingkat polda dan polres untuk melaksanakan paparan gelar perkara;

135 SP2HP 5/ menunjuk notulen untuk membuat laporan hasil gelar perkara yang dilaporkan kepada Kapolda. 5. Hal-hal yang Harus Diperhatikan 5.1 Standar Operasional Prosedur tentang SP2HP ini harus menjadi acuan bagi penyidik dalam hal pelayanan kepada masyarakat agar proses penyelidikan dan penyidikan dilaksanakan secara professional dan transparan; 5.2 semua prosedur yang mengatur tentang pelaksanaan pemberian SP2HP di lingkungan Badan Reserse Kriminal Polri yang telah ada sebelumnya, dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini.

136 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 1/8 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Tujuan SOP Penghentian Penyidikan Bertujuan sebagai pe doman standar dalam melakukan langkah-langkah Penghentian Penyidikan yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 2. Persiapan Perkara-perkara yang akan dihentik an penyidikannya harus memenuhi persyaratan yang memadai dan rasional serta dapat diterima oleh hukum, yaitu antara lain: 2.1 Bukan merupakan Tindak Pidana Apabila dari hasil penyidikan, penyidik berpendapat bahwa apa yang telah dipersangkakan terhadap tersangka ternyata bukan merupakan perbuatan pidana (pelanggaran ataupun kejahatan), maka penyidik harus membuat suatu keputusan untuk menghentikan penyidikannya. 2.2 Tidak cukup bukti

137 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 2/8 Bahwa setelah dilakukan upaya penyidikan, ternyata penyidik berpendapat bahwa hasilnya tidak dapat memenuhi persyaratan unsur-unsur perbuatan pidana sebagaimana untuk memenuhi alat-alat bukti yang dimaksud dalam pasal 183 dan 184 KUHAP, misalkan dari 5 (l ima) alat bukti yang sah, baru ditemukan 1 (satu) alat bukti. 2.3 Demi hukum Bahwa perkara-perkara yang termasuk dalam kategori dihentikan demi hukum adalah sebagai berikut: Tersangka meninggal dunia; Perkaranya sudah kadaluwarsa; Perkaranya dicabut, karena perkaranya termasuk dalam klasifikasi delik aduan (Klacht Delict); Nebis in idem, yaitu terhadap pe rkara tersebut telah disidik dan diputus oleh Pengadilan serta telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde). 3. Pelaksanaan 3.1 Pejabat yang dapat menghentikan Penyidikan Di Tingkat Mabes Polri (Direktorat pada Bareskrim Polri) : Direktur; Di Tingkat Polda: Dirreskrim Polda; Di Tingkat Polres: Kasatreskrim atau Kapolres; Di Tingkat Polsek: Kapolsek.

138 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 3/8 3.2 Mekanisme Penghentian Penyidikan Perkara yang akan dihentikan penyidikannya Terhadap perkara-perkara yang sedang dilakukan penyidikan, dan ditengah jalan ternyata mengalami berbagai hambatan/kendala yang sulit dicari solusinya. Sementara itu Penyidik sudah berupaya seoptimal mungkin untuk mengatasi kendala dimaksud, namun demikian tetap saja tidak ada perkembangan yang signifikan dalam penyidikannya, maka Penyidik harus segera menentukan sikap, apakah penyidikannya dapat dilanjutkan sesuai dengan rencana penyidikannya atau penyidik akan merevisi rencana penyidikan sesuai dengan situasi dan perkembangan ataukah penyidik akan menentukan sikap lain berupa penghentian penyidikan Apabila alternatif ketiga yang diputuskan oleh penyidik, maka sebelum melakukan tindakan kepolisian berupa penghentian penyidikan, penyidik wajib terlebih dahulu melakukan Gelar Perkara tahap akhir Gelar perkara dimaksud untuk menentukan sikap apakah perkara ini layak untuk dilanjutkan penyidikannya disertai dengan rekomendasi ataukah perkara ini akan dihentikan penyidikannya karena alasan tertentu Laporan Kemajuan

139 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 4/ Penyidik yang menangani perkara wajib membuat Laporan Kemajuan dari perkara yang sedang disidiknya Dalam Laporan Kemajuan dimaksud menggambarkan tentang perkembangan terakhir pelaksanaan penyidikan yang telah dilakukan yang meliputi: Langkah apa saja yang telah dilakukan dalam proses penyidikan; Hambatan/kendala dalam proses penyidikan; Apa pendapat penyidik terhadap proses penyidikan yang sudah dilaksanakan Dalam hal penyidik berpendapat sesuai kesimpulan dalam Laporan Kemajuan mengarah pada penghentian penyidikan dengan alasan tertentu, maka Penyidik wajib melakukan kegiatan Gelar Perkara Gelar Perkara yang dimaksud disini adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) huruf e Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan tindak pidana yang mangatakan Gelar Perkara pada tahap akhir bertujuan antara lain untuk menentukan layak tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepada Penuntut Umum atau dihentikan Gelar Perkara Gelar Perkara sesuai Pasal 69 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Polri ada 2 (dua) yaitu Gelar Perkara biasa dan Gelar perkara khusus.

140 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 5/ Gelar Perkara biasa dilaksanakan pada tahap: awal proses penyidikan; pertengahan proses penyidikan; dan akhir proses penyidikan Gelar Perkara pada akhir penyidikan bertujuan untuk: evaluasi proses penyidikan yang telah dilaksanakan; pemecahan masalah atau hambatan penyidikan; memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka dan bukti; penyempurnaan berkas perkara; menentukan layak tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepada Penuntut Umum atau dihentikan; dan/atau pemenuhan petunjuk Jaksa Peserta Gelar Perkara biasa tahap akhir dalam rangka Penghentian Penyidik an dihadiri oleh: atasan penyidik; penyidik beserta tim; ahli atau pihak lain bila diperlukan Rekomendasi peserta Gelar Perkara

141 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 6/ Gelar perkara untuk menentukan apakah perkara dimaksud dapat dilanjutkan penyidikannya ataukah tidak, akan menjadi bahan pertimbangan penyidik dalam memutuskan kelanjutan penanganan perkara tersebut Dalam hal rekomendasi dari para peserta Gelar Perkara menyatakan perkara tersebut mengarah pada dihentikan penyidikannya, maka penyidik dapat mempertimbangkan hal tersebut dan merumuskannya Rumusan rekomendasi tersebut selanjutnya dianalisis dan evaluasi oleh Penyidik untuk dijadikan kesimpulan tentang alasan yang paling sesuai atas dihentikannya perkara dimaksud, yaitu apakah perkara pidana tersebut dihentikan karena: Bukan merupakan Tindak Pidana; atau Tidak cukup bukti; atau Demi hukum Alasan penghentian penyidikan tersebut tentunya harus dilengkapi oleh dokumen pendukung dan fakta-fakta dilapangan maupun fakta hukum Menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan

142 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 7/ Rekomendasi dari hasil Gelar Perkara tahap Akhir yang menyimpulkan bahwa perkara tersebut dihentikan penyidikannya, maka Penyidik segera menindaklanjuti rekomendasi dimaksud dengan membuat Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Alasan dihentikannya penyidikan tersebut harus jelas disebutkan dalam Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan, yaitu apakah perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana atau tidak cukup bukti atau perkara tersebut dihentikan demi hukum Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SP3) dibuat rangkap 6 (enam) sebagaimana format Reserse dengan perincian: (empat) lembar untuk bekas perkara; (satu) lembar untuk penyidik/penyidik pembantu; (satu) lembar untuk arsip Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan ditandatangani oleh Atasan Penyidik atau oleh Kasatker selaku penyidik Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan diberi nomor urut dan cap stempel kesatuan sesuai aturan dalam administrasi penyidikan dan dicatat dalam buku register Membuat Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan:

143 PEMBERHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) 8/ Setelah penyidik menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan, selanjutnya penyidik membuat Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan dibuat dan ditandatangani oleh Kasatker atau atasan penyidik yang menghentikan penyidikan perkaranya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan dikirimkan kepada: Jaksa Penuntut Umum; Tersangka atau keluarganya Penyidik agar memastikan bahwa Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan tersebut sampai ke alamat yang dituju Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan diberi nomor urut dan cap stempel kesatuan sesuai aturan dalam administrasi penyidikan dan dicatat dalam buku register.

144 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 1/11 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Pengertian 1.1 Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang, bahwa telah atau sedang terjadi peristiwa pidana. 1.2 SPK adalah Sentra Pelayanan Kepolisian pada Polda NTB. 1.3 Subbag Renmin adalah Sub bagian perencanaan dan administrasi pada Ditreskrimsus Polda NTB. 1.4 Min Subdit I adalah Unit kerja dibidang penata usahaan administrasi pada Subdit I Ditreskrimus Polda NTB. 1.5 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1.6 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini. 1.7 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

145 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 2/11 2. Pedoman/Acuan 2.1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2.2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. 2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol.: Skep/1205/IX/20, tanggal 11 September Standart Internasional ISO 91: Tujuan SOP Penerimaan Laporan Polisi Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah Penerimaan Laporan Polisi yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 4. Persiapan 4.1 Petugas anggota Polri; memiliki mentalitas yang baik; berpenampilan simpatik; menguasai perundang-undangan dan pengetahuan lainnya;

146 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 3/ memiliki kemampuan komunikasi sosial yang efektif memiliki sifat humanis; memiliki keterampilan mengoperasionalkan komputer; memiliki pemahaman tentang prosedur penerimaan laporan Polisi. 4.2 Sarana dan Prasarana ruangan yang nyaman dan aman; meja dan kursi; komputer dan printer; alat tulis kantor (ATK); Alkom, telepon/faksimile; dan buku register dan formulir penerimaan laporan. 5. Prosedur Pelaksanaan Penerimaan Laporan Polisi 5.1 Penerimaan Laporan Polisi Model A Laporan Polisi Model A adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang karena akan, sedang, atau telah terjadi peristiwa pidana; bagi petugas Polri yang telah membuat laporan Polisi datang ke Petugas piket siaga/spkt untuk menyerahkan laporan dan bukti-bukti pendukung atas laporan tersebut kepada Ka siaga/ Ka SPKT/piket fungsi;

147 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 4/ setelah laporan polisi diterima oleh Ka siaga/kaspkt/piket fungsi dilakukan interviu/diskusi untuk mengkaji dan menilai laporan polisi dimaksud; apabila laporan tersebut dinilai telah memenuhi persyaratan: syarat formal penulisan Laporan Polisi; syarat materiil tentang pemenuhan bukti-bukti yang diperlukan sebagai tindak pidana, maka segera dicatat dalam buku register laporan polisi Model A dan diberikan surat tanda bukti lapor selanjutnya segera diteruskan kepada Dirreskrimsus Polda NTB pejabat tersebut di atas setelah menerima laporan polisi, selanjutnya menyalurkan laporan tersebut kepada penyidik untuk ditindaklanjuti; apabila tidak memenuhi persyaratan formil maupun materiil sebagai tindak pidana agar diberikan penjelasan dan disalurkan kepada yang berwenang. 5.2 Penerimaan Laporan Polisi Model B Laporan Polisi Model B adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya pengaduan atau pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang bahwa akan, sedang, atau telah terjadi peristiwa pidana; Seseorang yang hendak menyampaikan laporan / pengaduan tentang dugaan adanya peristiwa pidana, datang ke Petugas piket siaga/spkt;

148 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 5/ Petugas piket siaga/spktmenerima seseorang yang hendak menyampaikan laporannya dengan sikap empati, komunikatif dan humanis dengan mengambil langkah tindak sebagai berikut: mempersilahkan duduk kemudian mempertanyakan maksud dan tujuan membuat laporan/pengaduan; meminta untuk menceritakan kronologis kejadian/ peristiwa yang akan dilaporkan (memenuhi unsur pertanyaan 7 Kah); petugas menanyakan kepastian bahwa peristiwa yang dilaporkan/diadukan belum pernah dilaporkan ke kantor Polisi yang lain dan dinyatakan dengan surat pernyataan dari pelapor/pengadu; petugas mencatat dalam buku kronologis kejadian/ peristiwa; petugas menanyakan ada tidaknya bukti-bukti pendukung atas laporan/pengaduan yang disampaikan: apabila bukti pendukung terpenuhi dengan peristiwa yang dilaporkan maka segera dibuatkan laporan Polisi; apabila tidak disertai dengan bukti pendukung maka ditanyakan kepada pelapor/pengadu untuk melengkapi bukti pendukung dan apabila tidak terpenuhi maka petugas piket siaga/spkt hanya mencatat dibuku kejadian;

149 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 6/ apabila peristiwa diketahui atau dialami langsung oleh pelapor, maka Petugas piket siaga/spkt bersama-sama unit TP TKP wajib segera mendatangi TKP; setelah melaksanakan kegiatan tersebut petugas pelayanan/penerima laporan melaporkan kepada Ka Siaga/Ka SPKT tentang adanya laporan/pengaduan masyarakat; Ka Siaga/Ka SPKT meneliti dan menilai laporan dari petugas penerima laporan/pengaduan tersebut untuk kemudian memutuskan dan menentukan: dibuat atau tidaknya laporan Polisi; apabila dibuat laporan Polisi maka dilanjutkan dengan kegiatan administrasi berupa: registrasi dan pencatatan laporan polisi kedalam buku register; membuat surat tanda bukti laporan (STBL); menandatangani laporan Polisi; apabila Ka Siaga/Ka SPKT meragukan laporan/ pengaduan tersebut maka melakukan langkah-langkah sebagai berikut: mengundang seluruh petugas siaga/spkt untuk melakukan penilaian terhadap laporan/pengaduan;

150 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 7/ mengajak pelapor/pengadu untuk membahas/ diskusi bersama-sama dengan tujuan sebagai berikut: memberikan kesempatan kepada pelapor untuk memaparkan dan menjelaskan perkara yang dilaporkan secara detail dan terperinci; meminta pelapor untuk menyerahkan bukti - bukti pendukung yang terkait dengan Laporan/ pengaduan yang telah dilaporkan/diadukan; melakukan diskusi dan tanya jawab secara mendalam tentang perkara yang dilaporkan/ diadukan; menyusun laporan hasil penelitian dan penilaian, yang memuat hal-hal sebagai berikut: laporan/pengaduan tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana atau tidak (apabila dari hasil penelitian dan penilaian belum diperoleh data dan informasi yang cukup untuk menentukan pidana atau bukan maka perlu diberikan penjelasan kepada pelapor/pengadu dan atau disalurkan kepada yang berwenang);

151 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 8/ anatomi kasus dengan mencantumkan konstruksi hukum, unsur melawan hukum, alat bukti, dan hal lainnya terkait pembuktian; penentuan bobot dan Kompetensi dari Laporan/ Pengaduan sebagai bahan catatan tambahan laporan polisi Ka Siaga/Ka SPKT yang dilampirkan dalam laporan polisi, kepada: setelah langkah-langkah tersebut di atas dilakukan dan telah memenuhi unsur-unsur pidana, maka Petugas pelayanan pembuat laporan polisi Model B dan tersangka (apabila pelapor/pengadu membawa orang yang diduga sebagai tersangka) diamankan untuk selanjutnya diserahkan kepada piket fungsi yang berwenang kepada pelapor/pengadu dibuatkan berita acara serah terima tersangka; apabila pelapor/pengadu pada saat akan membuat laporan/ pengaduan ke Petugas piket siaga/spkt dengan membawa yang diduga tersangka oleh pelapor/pengadu, maka langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut: menempatkan yang diduga sebagai tersangka ketempat yang aman dan terpisah dengan pelapor/pengadu; mencatat identitas orang yang diduga sebagai tersangka oleh pelapor/pengadu dan;

152 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 9/ memeriksa kondisi kesehatan yang diduga sebagai tersangka oleh pelapor/pengadu bila perlu melibatkan dokter kepolisian; untuk menentukan status yang diduga sebagai tersangka oleh pelapor/ pengadu untuk ditingkatkan sebagai tersangka dalam laporan polisi yang akan dibuat, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: hasil penelitian dan penilaian atas laporan/pengaduan yang dibuat pelapor/pengadu; terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang dipersangkakan dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung; persesuaian point a) dan b) dengan hasil introgasi yang di duga tersangka; apabila yang diduga sebagai tersangka tidak memenuhi unsur tindak pidana yang disangkakan oleh pelapor/pengadu maka penerima laporan Petugas piket siaga/spkt memberikan penjelasan secara transparan, objektif dan akuntabel kepada pelapor/pengadu bahwa laporan/pengaduannya tidak bisa ditindak lanjuti menjadi laporan polisi; terhadap orang yang diduga tersangka oleh pelapor/ pengadu diberikan penjelasan secara transparan, objektif dan akuntabel tentang peristiwa yang terjadi dan dipulangkan setelah ada pihak keluarga yang bertanggung jawab; 5.3 setelah membuat laporan polisi Model A dan Model B tersebut kemudian petugas pelayanan membuat berita acara pemeriksaan saksi pelapor.

153 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 10/11 6. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan 6.1 setiap laporan/pengaduan yang diduga sebagai tindak pidana wajib di terima oleh petugas piket siaga/spkt; 6.2 dalam penerimaan laporan/pengaduan harus dilakukan secara humanis, simpatik, komunikatif, responsip, tidak diskriminatif dan tidak arogan; 6.3 laporan yang dibuat harus objektif, tranparan dan akuntabel; 6.4 tidak boleh melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis; 6.5 tidak boleh memungut biaya dengan alasan apapun.

154 PENERIMAAN LAPORAN POLISI NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI 11/11 7. Mekanisme Pelaksanaan PERITIWA DIDUGA TINDAK PIDANA LAPORAN ANGGOTA POLRI MEMBAWA TERSANGKA LAPORAN/PENGADUAN DARI MASYARAKAT PIKET SIAGA/SPKT PIKET SIAGA/SPKT PIKET SIAGA/SPKT 1. TERIMA LP MODEL A 2. TELITI DAN NILAI KRONOLOGIS PERISTIWA (UNSU R 7 KAH) 3. MODUS, LOCUS DAN TEMPUS 4. UNSUR UNSUR TP 5. BUKTI BUKTI PENDUKUNG UNTUK MEMENUHI SYARAT FORMAL DAN MATERIIL 6. TIDAK MEMENUHI SYARAT FORMAL DAN MATERIIL BERI PENJELASAN /DIARAHKAN KEPADA INSTANSI YANG BERW ENANG. 1. MENERIMA LAPORAN/PENGADUAN. 2. IDENTIFIKASI PELAPOR/PENGADU DENGAN SESEORANG YANG DIDUGA TERSANGKA. 3. PEMISAHAN PELAPOR/PENGADU DENGAN SESEORANG YANG DIDUGA TERSANGKA. 4. TERHADAP PELAPOR DILAKUKAN PENELITIAN DAN PENILAIAN ATAS LAPORAN/ PENGADUAN. 5. MEMENUHI UNSUR 7 KAH ATAU TIDAK. 6. ADANYA BUKTI PENDUKUNG TERHADAP DIDUGA TSK. 7. CEK KESEHATAN DAN AMANKAN DIDUGA TSK. 8. PENYESUAIAN HASIL PENELITIAN DAN PENILAIAN DGN HASIL INTROGASI YANG DIDUG SEBAGAI TSK. 9. JIKA MEMENUHI UNSUR NSUR TP DAN BUKTI BUKTI PENDUKUNG (MEMENUHI SYARAT FORMIL DAN MATERIIL) DIBUAT LP. 10. JIKA TIDAK MEMENUHI UNSUR BERI PENJELASAN KPD PELAPOR/ PENGADU DAN TSK DISERAHKAN KEPADA KELUARGA YANG BERTANGGUNG JAW AB 1. MENERIMA LAPORAN/ PENGADUAN 2. TELITI DAN NILAI KRONOLOGIS PERISTIWA (UNSUR 7 KAH) 3. MODUS, LOCUS DAN TEMPUS 4. UNSUR UNSUR TP 5. BUKTI BUKTI PENDUKUNG UNTUK MEMENUHI SYARAT FORMAL DAN MATERIIL 6. TIDAK MEMENUHI SYARAT FORMAL DAN MATERIIL BERI PENJELASAN/DIARAHKAN KEPADA INSTANSI YANG BERWENANG. 7. MEMENUHI SYARAT BUAT LP MODEL B LP MODEL A/B DAN REKOMENDASI

155 MENGHADAPI TUNTUTAN PRAPERADILAN 1/7 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT I DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIR RESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK AKBP NRP ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. AKBP NRP Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H. BRIGADIR JENDERAL POLISI 1. Tujuan SOP Menghadapi Tuntutan Praperadilan Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan langkah-langkah Menghadapi Tuntutan Praperadilan yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu. 2. Persiapan 2.1 Kelengkapan Formil: Laporan Polisi; Surat Perintah Penyidikan; Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan; Surat perintah penangkapan; Surat perintah penahanan; Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3); Surat Perintah Tugas; surat perintah / Surat kuasa khusus dalam hal penyidik / atasan penyidik mewakilkan kepada pejabat Polri.

156 MENGHADAPI TUNTUTAN PRAPERADILAN 2/ Kelengkapan Materiil: surat perintah/surat kuasa khusus dalam hal penyidik/atasan penyidik mewakilkan kepada pejabat Polri; Berkas perkara dan Mindik yang berkaitan dengan proses penangkapan dan penahanan serta penghentian penyidikan; Materi Tangkisan terhadap permohonan praperadilan; Dokumen permohonan tentang tuntutan praperadilan; Berita acara penangkapan dan penahanan; Hasil gelar perkara yang berkait dengan proses penangkapan dan penetapan tersangka dan penahanan; Laporan kemajuan penyidikan; Hasil gelar perkara tentang penghentian penyidikan; Laporan hasil penyidikan Kasatker termohon mempersiapkan hal-hal sebagai berikut: mempersiapkan personil penyidik atau pejabat yang ditunjuk selaku kuasa khusus polri untuk menghadiri dan mengikuti sidang praperadilan; memberikan arahan dan petunjuk secara mendalam kepada penyidik tentang hal-hal yang harus dikuasainya yaitu materi termohon praperadilan dan hal-hal yang akan disampaikan dalam menjawab tuntutan praperadilan;

157 MENGHADAPI TUNTUTAN PRAPERADILAN 3/ memberikan jukrah secara cermat kepada penyidik tentang fakta-fakta hukum yang harus disampaikan dalam sidang khususnya yang berkaitan segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya paksa (Penahanan dan penangkapan) sehingga dapat memberikan keyakinan Hakim dalam membuat keputusan siding; memberikan Jukrah secara cermat kepada penyidik tentang fakta-fakta hukum yang harus disampaikan dalam sidang khususnya yang berkaitan segala sesuatu yang berkaitan dengan Penghentian Penyidikan sehingga dapat memberikan keyakinan Hakim dalam membuat keputusan sidang; memberikan Jukrah agar penyidik mempelajari ulang ketentuanketentuan Praperadilan yang tercantum dalam KUHAP dan Peraturan pelaksanaan khusus yang menyangkut kompetensi dan Praperadilan dan tuntutan PraPeradilan termohon sehingga penyidik nantinya dalam sidang Memahami dengan benar tentang materi berkas yang akan dihadapi dalam sidang praperadilan dan mampu menjelaskan secara verbal tentang kronologis penangkapan, penahanan dan didukung dokumen administrasi penyidikan serta dokumen lainnya; memberikan Jukrah secara tepat kepada penyidik tentang alasan yuridis proses penetapan dan penangkapan tersangka. Serta penahanan tersangka sehingga dalam sidang nantinya terarah dalam membahas hal ikhwal tentang upaya paksa ini;

158 MENGHADAPI TUNTUTAN PRAPERADILAN 4/ memberikan Jukrah secara tepat kepada penyidik tentang alasan yuridis proses penghentian penyidikan. Sehingga dalam sidang nantinya terarah dalam membahas hal ikhwal tentang hal ini. 2.4 Penyidik dan atau penyidik pembantu melakukan hal-hal sebagai berikut: mempersiapkan surat perintah terhadap penyidik dan atau penyidik pembantu yang ditunjuk untuk mengikuti sidang praperadilan; mempersiapkan surat kuasa khusus kepada pejabat yang ditunjuk untuk mewakili atasan penyidik jika berhalangan hadir untuk mengikuti sidang praperadilan; mempelajari tuntutan permohonan praperadilan; mempersiapkan materi tangkisan (replik dan duplik) yang akan dibawa dalam sidang praperadilan; mempersiapkan berkas perkara kasus sesuai yang dimohonkan praperadilan; mempersiapkan seluruh dokumen mindik yang dibutuhkan yang berkaitan dengan proses penangkapan dan penahanan; mempersiapkan seluruh dokumen mindik yang berkaitan dengan penghentian penyidikan; membaca ulang ketentuan yuridis yang berkaitan dengan praperadilan.

159 MENGHADAPI TUNTUTAN PRAPERADILAN 5/7 3. Urutan Tindakan 3.1 penyidik dan atau penyidik pembantu/tim yang ditunjuk sebagai kuasa polri untuk mengikuti dan menghadiri sidang praperadilan berangkat menuju ke Pengadilan Negeri sesuai rencana; 3.2 melaporkan kehadiran kepada Panitera Pengadilan dan mengikuti sidang praperadilan; 3.3 mengikuti proses sidang praperadilan dan melakukan langkah sebagai berikut: mengikuti seluruh rangkaian kegiatan sidang (Pembukaan, proses sidang dan penutupan sidang) sesuai dengan etika sidang yang ditetapkan pimpinan siding; mendengarkan dengan seksama pembacaan Pemohon tentang tuntutan permohonan sidang praperadilan; mendengarkan dengan seksama semua keterangan pemohon tentang duduk perkara dalam sidang praperadilan; memberikan keterangan sebagai saksi sesuai perintah pimpinan sidang; memberikan keterangan saksi (verbal lisan) tentang upaya paksa (penangkapan dan penahanan) sesuai permintaan pimpinan sidang; memberikan dokumen mindik dan atau dokumen pendukung lainnya yang diminta oleh pimpinan sidang; KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

160 MENGHADAPI TUNTUTAN PRAPERADILAN 6/ menyampaikan materi tangkisan dalam sidang dan sesudah dibacakan maka diserahkan kepada pimpinan sidang jika diminta; mendengarkan dan mencatat dengan seksama tuntutan sidang praperadilan yang disampaikan Pemohon; mengikuti dengan seksama keputusan yang disampaikan pimpinan sidang dan mencatatnya dengan baik; mengikuti proses penutupan sidang. 3.4 melaporkan hasil sidang praperadilan kepada pimpinan/kasatker; 3.5. menindaklanjuti hasil sidang praperadilan dan melakukan langkah sebagai berikut: terhadap putusan bahwa upaya paksa (penangkapan dan penahanan) tidak sah maka penyidik/penyidik pembantu segera mengeluarkan tersangka dari tahanan; terhadap putusan Hakim tentang Ganti rugi maka Kasatker bertanggung jawab untuk membayar sesuai ketentuan yuridis; terhadap putusan Hakim tentang rehabilitasi maka penyidik memulihkan nama baik dengan menerbitkan Surat Penetapan Rehabilitasi dan mengumumkannya di media massa (sesuai dengan putusan Hakim); terhadap penetapan penghentian penyidikan yang harus dibuka kembali, maka penyidik segera meminta penetapan pengadilan tinggi; dan apabila penyidik menolak putusan tentang pencabutan SP3 maka dapat melakukan upaya hukum luar biasa (kasasi, peninjauan kembali).

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN A. Pertimbangan. Penahanan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDURE PEMERIKSAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDURE PEMERIKSAAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDURE PEMERIKSAAN 1. Syarat-syarat Pemeriksaan. a. Pemeriksaan. 1) Mempunyai kewenanganan

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENAHANAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENAHANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENAHANAN BALIKPAPAN, FEBRUARI 2013 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PEMANGGILAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PEMANGGILAN KEPOLISIAN NEGARAA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTANN TIMUR DIREKTORATT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PEMANGGILAN BALIKPAPAN, SEPTEMB BER 2012 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan disusun dalam 9 (sembilan) bab

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

BAB I BERKAS PENYIDIKAN BAB I BERKAS PENYIDIKAN Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan, suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, namun untuk menentukan apakah

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL GUBERNUR

Lebih terperinci

NO. REVISI 00 TANGGAL TERBIT : Juni 2016 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH

NO. REVISI 00 TANGGAL TERBIT : Juni 2016 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH PEMANGGILAN SOP-DIT REKRIMSUS0 1/3 DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH KASUBDIT II DIT RESKRIMSUS POLDA NTB DIRRESKRIMSUS POLDA NTB KAPOLDA NTB DARSONO SETYO A, SIK, SH AKBP NRP 75030724 ANOM WIBOWO,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN BALIKPAPAN, FEBRUARI 2013 2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP )

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORATT RESERSEE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDURR ( SOP ) PENYITAAN BALIKPAPAN, PEBRUAR RI 2013 2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KOTA YOGYAKARTA DALAM ACARA PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20..

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20.. LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PENATAAN RUANG SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA. A. Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP

BAB II PENGATURAN PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA. A. Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP BAB II PENGATURAN PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA A. Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP 1. Menurut HIR (Herzeine Inlands Regelement) Pada masa HIR (Herzeine Inlands Reglement),

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-Ol.Hl.07.02 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1996 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1996 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DALAM KERANGKA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KEPENDUDUKAN DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (UNIT PPA)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN KEPOLISIAN NEGARAA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTANN TIMUR DIREKTORATT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENANGKAPAN BALIKPAPAN, PEBRUARI 2013 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT RESERSE NARKOBA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimang : a. b. bahwa dalam upaya penegakan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal : 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber : LN 1981/76;

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 3 2007 SERI C R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI KABUPATEN GARUT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta No.407, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENATR/BPN. PPNS. Penataan Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA ATAU TERDAKWA PENYALAH GUNA, KORBAN PENYALAHGUNAAN, DAN PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/76; TLN NO. 3209 Tentang: HUKUM ACARA PIDANA Indeks: KEHAKIMAN.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK

Lebih terperinci

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kedua, Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2 Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2.1 Penyelidikan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI SALINAN BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PPNS ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DALAM WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAFTAR ISI LAMPIRAN.A. SAMPUL BERKAS PERKARA. B. ISI BERKAS

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pada dasarnya setiap penguasaan ataupun memakai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.617, 2015 KKI. Pelanggaran Disiplin. Dokter dan Dokter Gigi. Dugaan. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGURUSAN TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGURUSAN TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGURUSAN TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR : F-315.PW TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN ORANG ASING DI INDONESIA

PETUNJUK PELAKSANAAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR : F-315.PW TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN ORANG ASING DI INDONESIA PETUNJUK PELAKSANAAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR : F-315.PW.09.02 TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN ORANG ASING DI INDONESIA PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan 1. Petunjuk Pelaksanaan ini dimaksudkan

Lebih terperinci