PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG"

Transkripsi

1 PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Timur merupakan bagian integral dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai unsur pelaksana tugas pokok yang berada dibawah Kapolda yang mengemban tugas untuk menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus termasuk menyelenggarakan koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Direktorat Reserse Kriminal Khusus dalam pelaksanaan tugasnya senantiasa memberikan pelayanan, perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat, sedangkan penindakan secara hukum tetap dilaksanankan secara tegas, cepat dan tuntas dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada masyarakat; c. bahwa dalam rangka mewujudkan tugas fungsi dan peranan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Timur agar dapat dilaksanakan secara efektif, efisien dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan; d.dalam...

2 2 d. dalam pelaksanaan tugasnya personil Direktorat Reserse Kriminal Khusus dituntut untuk professional dan proporsional, sehingga tercapai suatu proses penyidikan yang cepat, tepat dan tuntas; e. bahwa Standar Operasinal Prosedur (SOP) Administrasi penyidikan Direktorat Reserse Kriminal Khusus dapat menjadi pedoman pelaksanaan tugas sehingga tercipta tertib administrasi; f. bahwa berdasarkan perimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan e, perlu menetapkan Peraturan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Penyidikan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 3. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1528/XI/2000 Tentang Buku Petunjuk Induk Operasional Polri; 4. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1205/IV/2000 Tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana; 5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di lingkungan Polri. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KHUSUS. BAB I...

3 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Administrasi Penyidikan adalah penatausahaan dan segala kelengkapan yang di isyaratkan undang-undang dalam proses penyidikan, meliputi pencatatan, pelaporan, pendataan, pengarsipan atau dokumentasi untuk menjamin ketertiban, kelancaran dan keseragaman administrasi baik untuk kepentingan peradilan, operasional, maupun pengawasan; 2. Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang bahwa, sedang, atau telah terjadi peristiwa tindak pidana; 3. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya; 4. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang-undang; 5. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan; 6. Atasan Penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan surat perintah tugas, surat perintah penyelidikan dan surat perintah penyidikan diwilayah hukum atasan penyidik yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya; 8.penangkapan...

4 4 8. Penangkapan adalah tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang; 9. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang; 10. Penggeledahan Rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang; 11. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan; 12. Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut ditemukan; 13. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana; 14. Surat Perintah dimulainya Penyidikan yang selanjutnya disingkat SPDP adalah surat yang menyatakan berdasarkan bukti permulaan yang cukup sudah dapat dilakukan penyidikan; dan 15. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan yang selanjutnya disingkat SP2HP adalah surat pemberitahuan terhadap si pelapor tentang hasil perkembangan penyidikan. Pasal 2 Tujuan peraturan ini adalah : a. sebagai pedoman bagi penyidik/penyidik pembantu di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim dalam penyusunan administrasi penyidikan sehinggah tidak terjadi cacat Administrasi; b. terwujudnya citra Polri sebagai pelayan masyarakat yang professional, proporsional dan akuntabel demi menjamin kepastian hukum. Pasal 3...

5 5 Pasal 3 Ruang lingkup pelaksanaan Administrasi di lingkungan Dir Reskrimsus : a. penerimaan Laporan Polisi; b. pemanggilan; c. penyelidikan; d. penyidikan; e. pemeriksaan; f. penggeledahan; g. penyitaan; h. penangkapan; i. penahanan; dan j. penyerahan Berkas perkara ke JPU. BAB II STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ADMISTRASI PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KHUSUS Bagian Kesatu Fungsi Dan Tujuan Pembuatan Administrasi Penyidikan Pasal 4 Tugas Pokok Direktorat Reserse Kriminal Khusus menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, termasuk menyelenggarakan koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah hukum Polda Kaltim. Pasal 5 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Dit Reskrimsus Polda Kaltim menyelenggarakan fungsinya : a. menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi dan tindak pidana tertentu di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur; b.menganalisa...

6 6 b. menganalisa kasus tindak pidana khusus beserta penanganannya serta mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Dit Reskrimsus Polda Kalimantan Timur; c. melaksanakan pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan operasional serta administrasi penyidikan oleh PPNS; d. melaksanakan pengawasan penyidikan tindak pidana khusus dilingkungan Polda Kalimantan Timur; dan e. pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan Dit Reskrimsus Polda Kalimantan Timur. Bagian Kedua Laporan Polisi Pasal 6 Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas polri berupa pengaduan dari masyarakat melalui : a. datang langsung ke Satuan Pelayanan Kepolisian; b. melalui surat dari berbagai sumber; dan c. SMS, serta telepon. Pasal 7 Mekanisme penerimaan laporan/pengaduan : a. laporan Polisi yang masuk klasifikasi delik aduan pelapor / pengadu agar melengkapi laporannya dengan surat pengaduan yang ditanda tangani oleh pelapor / pengadu (orang yang menjadi korban/dirugikan) di atas materai; b. pelapor/pengadu datang ke SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian) Polda Kaltim untuk membuat laporan sesuai dengan perkara yang akan dilaporkan (Tindak Pidana) dengan membawa bukti-bukti pendukung laporan antara lain identitas pelapor, dokumen asli dan fotokopi legalisirnya serta dokumen pendukung lainnya yang dapat dijadikan sebagai alat bukti; c. tim Dumas (Pengaduan Masyarakat) Dit Reskrimsus Polda Kaltim kemudian melakukan analisa laporan pelapor/pengadu termasuk penelitan bukti bukti pendukung laporan/pengaduan tersebut : 1.bila...

7 7 1. bila berdasarkan hasil analisa laporan/pengaduan ditemukan bukti permulaan maka tim Dumas memberikan rekomendasi penerbitan laporan polisi ke SPK. Selanjutnya SPK membuat laporan polisi dan memberikan STTL (Surat Tanda Terima Laporan) kepada pelapor/pengadu; dan 2. sebaliknya jika berdasarkan hasil analisa Tim Dumas Dit Reskrimsus Polda Kaltim tidak di temukan bukti permulaan adanya tindak pidana, maka diberikan penjelasan kepada pelapor/pengadu tentang alasan alasan kenapa belum atau tidak dapat diterimanya laporan/pengaduan tersebut dan dicatat dalam Buku Mutasi Tim Dumas Dit Reskrimsus Polda Kaltim. d. setelah menerima STTL (Surat Tanda Terima Laporan) pelapor/pengadu diantar oleh petugas SPK ke piket Dit Reskrimsus Polda Kaltim guna dilakukan pemeriksaan awal dalam bentuk Berita Acara Permintaan Keterangan (Non Pro Justitia), jika pada saat itu juga pelapor/pengadu menolak untuk dimintai keterangannya, maka dibuatkan Surat Pernyataan belum bersedia dilakukan pemeriksaan awal dengan menyebutkan alasannya; dan e. laporan Polisi, dilampiri rekomendasi LP, Berita Acara Permintaan Keterangan (Non Pro Justitia) atau surat pernyataan belum bersedia dilakukan pemeriksaan awal kemudian diserahkan oleh SPK ke Renmin Ditreskrimsus Polda Kaltim dan dicatat dalam buku register. Pasal 8 Pendistribusian Laporan Polisi : a. Laporan Polisi yang telah diregister di Renmin Ditreskrimsus Polda Kaltim, kemudian diajukan kepada Dir Reskrimsus Polda Kaltim guna didisposisi lebih lanjut penanganannya; b. Renmin mencatat kembali disposisi Dirreskrimsus Polda Kaltim tentang penanganan laporan polisi; c. Bila penanganan laporan polisi tersebut dilimpahkan ke kesatuan wilayah Polresta/Polres di jajaran Polda Kaltim atau ke kesatuan lain maka pelimpahannya melalui Bag Bin Ops Ditreskrimsus Polda Kaltim; dan d.setelah...

8 8 d. Setelah Unit-unit Opsnal menerima laporan polisi tersebut, dilaksanakan gelar perkara awal guna penunjukan penyidik/penyidik pembantu, penentuan bobot perkara (perkara mudah, sedang, sulit, sangat sulit), penyusunan rencana penyelidikan/penyidikan dan kebutuhan anggaran penyelidikan/penyidikan serta pembuatan kelengkapan administrasi penyelidikan/penyidikan. Bagian Ketiga Pemanggilan Pasal 9 Pemanggilan adalah Kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentifikasian tersangka, saksi ahli, dan atau barang bukti maupun tentang unsurunsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam berita acara pemeriksaan. Pasal 10 (1). Tahap Pembuatan : a. surat panggilan dibuat sesuai dengan persyaratan formil dan materil; b. surat panggilan dibuat rangkap sesuai dengan kebutuhan proses sidik. c. surat panggilan ditandatangani oleh penyidik; dan d. diberikan tenggang waktu yang wajar kepada yang dipanggil untuk hadir memenuhi panggilan. (2) Tahap Pengiriman : a. surat panggilan diantar oleh penyidik/penyidik pembantu disertai dengan ekspedisi; b. surat panggilan dikirim melalui pos tercatat/khusus; c. surat panggilan ditandatangani oleh yang dipanggil; d. apabila yang dipanggil tidak ada ditempat disampaikan kepada pejabat RT atau RW atau Pejabat Desa atau Kelurahan setempat; dan e. penerima surat panggilan menandatangani ekspedisi pengiriman surat panggilan. (3).tahap...

9 9 (3). Tahap Penerimaan Surat Panggilan : a. apabila yang dipanggil tidak memenuhi panggilan atau menolak tanpa memenuhi alasan patut dan wajar maka penyidik membuat surat panggilan ke II; b. apabila yang bersangkutan dipanggil 2 (dua) kali tetap menolak maka diperlukan surat perintah membawa; dan c. apabila yang dipanggil tidak dapat memenuhi panggilan dengan alasan yang patut dan wajar maka penyidik datang ke tempat kediamannya untuk melakukan pemeriksaan. Bagian Keempat Penyelidikan Pasal 11 Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undangundang. Bagian Kelima Penyidikan Pasal 12 Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya: a. membuat surat perintah penyidikan; b. menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk BAP; c. menyiapkan ruangan untuk pemeriksaan; d. membuat SPDP dan dikirimkan ke JPU; dan e. membuat BAP saksi. Saksi ahli, Tersangka. Pasal 13...

10 10 Pasal 13 (1) penghentian penyidikan hanya dapat dilaksanakan setelah dilakukan tindakan penyidikan secara maksimal dan hasilnya ternyata penyidikan tidak dapat dilanjutkan karena alasan : a. tidak cukup bukti; b. perkaranya bukan perkara pidana; c. demi Hukum; d. tersangka meninggal dunia; e. perkara telah melampui masa daluwarsa; f. pengaduan dicabut bagi delik aduan; dan g. nebis In Idem tindak pidana telah memperoleh keputusan hakim yang telah berkekuatan hukum kuat. (2) Terhadap delik pidana murni yang sudah berdamai dan laporan telah dicabut antara pelapor dan terlapor bagi perkara yang hanya menimbulkan kerugian materi atau merupakan tindak pidana ringan, sesuai penilaian penyidik bahwa perkara tersebut layak untuk dihentikan penyidikannya. (3) Pelaksanaan penghentian penyidikan, dilakukan dalam bentuk : a. keputusan penghentian penyidikan setelah melalui tahapan gelar perkara; b. penerbitan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Dirreskrim; dan c. pengiriman Surat Pemberitahuan Penghentian Perkara (SP3) oleh penyidik kepada tersangka atau keluarga dan JPU. Bagian Keenam Pemeriksaan Pasal 14 Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan dari tersangka, saksi, ahli tentang barang bukti maupun unsur unsur tindak pidana yang telah terjadi sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam Berita Acara Pemeriksaan. Pasal 15...

11 11 Pasal 15 Pelaksanaan Pemeriksaan : (1) Interogasi adalah salah satu teknik pemeriksaan tersangka atau saksi dalam rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada tersangka atau saksi guna mendapatkan keterangan, petunjuk petunjuk lainya serta kebenaran keterlibatan tersangka, dalam rangka pembuatan Berita Acara Pemeriksaan/Interogasi; (2). Konfrontasi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka penyidikan dengan cara mempertemukan satu dengan lainnya (antara: tersangka dengan saksi, saksi dengan saksi, tersangka dengan tersangka lainnya) untuk menguji kebenaran dan persesuaian keterangan masing masing serta dituangkan didalam Berita Acara Pemeriksaan Konfrontasi; dan (3). Rekonstruksi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka penyidikan, dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana atau pengetahuan saksi, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang terjadinya tindak pidana tersebut dan untuk menguji kebenaran keterangan tersangka atau saksi sehingga dengan demikian dapat diketahui benar tidaknya tersangka tersebut sebagai pelaku yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan rekonstruksi. Pasal 16 Prosedur Pemeriksaan : a. Tahap Persiapan : 1. penyidik/penyidik pembantu menyiapkan daftar pertanyaan yang dapat memenuhi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan; 2. penyidik menyiapkan ruangan pemeriksaan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan; 3. apabila pada hari yang sama penyidik / penyidik pembantu melakukan pemeriksaan lebih dari dari satu orang maka penyidik harus dapat mengatur pembagian waktu agar yang diperiksa tidak sampai menunggu. Untuk mengantisipasi panggilan yang pertama tidak datang sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dalam surat panggilan maka penyidik / penyidik...

12 12 penyidik pembantu mempersiapkan penyidik / penyidik pembantu yang lain untuk membantu pemeriksaan untuk panggilan yang kedua; dan 4. penyidik / penyidik pembantu berpakaian rapi. b. Tahap pelaksanaan : 1. pemeriksaan saksi : a) saksi diperiksa tidak disumpah, kecuali cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan dipengadilan, maka pemeriksaan terhadap saksi dilakukan diatas sumpah dalam hal ini disaksikan atau didampingi rohaniawan (vide Pasal 116 ayat 1 KUHAP); b) saksi diperiksa secara sendiri - sendiri namun boleh juga dipertemukan satu dengan yang lain (konfrontasi) dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya (vide Pasal 116 ayat (2) KUHAP); c) saksi dalam memberikan keterangan kepada penyidik / penyidik pembantu tidak boleh dalam tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun (vide Pasal 117 ayat (1) KUHAP); d) saksi dapat menolak memberikan kesaksian karena ada hubungan keluarga dengan tersangka sampai derajat ke 3 (tiga) karena berdasarkan hubungan darah/ keluarga atau karena akibat perkawinan maupun karena situasi tertentu, mereka itu adalah : a) Karena ada hubungan darah atau keluarga; b) Karena akibat perkawinan. e) keterangan saksi wajib ditulis secara teliti dalam berita acara pemeriksaan dan setelah selesai diberikan kesempatan untuk membaca kembali hasil berita acara pemeriksaan dan apabila setuju, saksi diminta untuk membutuhkan paraf dan tanda tangan pada berita acara pemeriksaan tersebut; f) penyidik / penyidik pembantu bersikap ramah dan santun selama pemeriksaan dilaksanakan; dan g) pada saat pemeriksaan diberikan kesempatan untuk makan dan beribadah bila tiba waktunya. 2.pemeriksaan...

13 13 2. pemeriksaan tersangka : a) tersangka dapat diperiksa dengan didahului oleh proses pemanggilan atau perintah membawa atau penangkapan. Kecuali terhadap tersangka yang telah dilakukan penahanan maka dapat langsung dilakukan pemeriksaan; b) sebelum mengajukan pertanyaan, penyidik atau penyidik pembantu wajib memberitahukan kepada tersangka tentang haknya mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya tersebut wajib didampingi oleh penasehat hukum (Pasal 54 s/d Pasal 56 KUHAP); c) tersangka berhak diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti tentang apa yang dipersangkakan kepadanya sebelum pemeriksaan dimulai; d) dalam hal tersangka ditahan dalam waktu 1 (satu) hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, tersangka mulai diperiksa oleh penyidik/ penyidik pembantu; e) dalam hal tersangka agak sulit/ kurang lancar dalam memberikan keterangan maka penyidik / penyidik pembantu menyampaikan bukti bukti yang telah didapat penyidik sehingga tersangka dapat memberikan keterangan tentang jalannya tindak pidana secara lengkap sistematis dan berurutan; f) tersangka memiliki hak untuk bebas menjawab pertanyaan yang diajukan atau tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Dalam hal ini penyidik / penyidik pembantu harus menjelaskan kepada tersangka bahwa keterangan tersangka sangat dibutuhkan oleh tersangka tersendiri sebagai pembelaan atas persangkaan pasal yang diterapkan dalam tindak pidana tersebut. Dalam hal tersangka menolak untuk menanda tangani berita acara penolakan maka penyidik menyiapkan berita acara penolakan tanda tangan BAP; g) pemeriksaan tersangka tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak berkepentingan dengan pemeriksaan tersebut; h) keterangan tersangka wajib ditulis secara teliti dan dilengkapi dalam berita acara pemeriksaan dan setelah selesai diberikan kepada tersangka untuk membaca kembali hasil Berita Acara pemeriksaan...

14 14 Pemeriksaan dan apabila setuju, tersangka diminta untuk membutuhkan paraf dan tanda tangan pada Berita Acara Pemeriksaan tersebut; i) tersangka berhak mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus yang dapat menguntungkan baginya dalam pemeriksaan (vide pasal 116 ayat (3) dan (4) dan pasal 65 KUHAP); j) Jika seorang tersangka yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya (vide Pasal 113 KUHAP); k) Penyidik / penyidik pembantu bersikap ramah dan santun selama pemeriksaan dilaksanakan; dan l) Pada saat pemeriksaan diberikan kesempatan untuk makan dan beribadah bila tiba waktunya. 3. Pemeriksaan Ahli : a) apabila dalam pemeriksaan suatu tindak pidana terhadap hal hal tertentu, (misal : bila ada pengaduan bahwa suatu surat/tulisan palsu/dipalsukan/ diduga palsu) atau barang-barang (misal : emas, berlian) atau dalam menangani seorang korban (luka / keracunan / mati karena peristiwa yang diduga tindak pidana), yang hanya dapat diterangkan atau dijelaskan oleh orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu, maka rmaka penyidik/ penyidik pembantu dapat meminta pendapat kepada orang ahli/ yang memiliki keahlian khusus. (vide pasal 120 ayat (1) KUHAP); b) pemeriksaan ahli dilaksanakan setelah penyidik / penyidik pembantu mendapatkan bukti bukti yang dapat dianalisa oleh ahli sesuai dengan keahliannya, dengan jalan mengajukan permintaan tertulis keterangan keahlian atau dengan jalan memanggil orang ahli/yang memiliki keahlian khusus; c) sebelum memberikan keterangan berdasarkan keahliannya seorang ahli terlebih dahulu disumpah / mengucapkan janji dihadapan penyidik/ penyidik pembantu bahwa ia akan memberikan...

15 15 memberikan keterangan menurut pengetahuannya dan keahliannya; d) untuk memberikan keterangan itu, ahli mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dihadapan penyidik, kecuali bila disebabkan karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya orang mewajibkan menyimpan rahasia, dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta (Vide pasal 120 ayat (2) KUHAP); e) penyidik / penyidik pembantu memberikan penjelasan kepada ahli tentang kronologis perkara berdasarkan alat bukti dan bukti-bukti yang telah didapat oleh penyidik, setelah itu ahli akan memberikan keterangannya berdasarkan keahliannya; f) penyidik/ Penyidik Pembantu menuangkan keterangan yang diberikan oleh ahli tersebut dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli; g) penyidik/ penyidik pembantu dapat pula meminta pendapat kepada orang ahli/ yang memiliki keahlian khusus sesuai dengan perundang undangan yang berlaku dalam bentuk surat berupa keterangan ahli yang telah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli dari Laboratorium Forensik; h) dalam hal penyidik/penyidik pembantu meminta pendapat kepada orang ahli/yang memiliki keahlian khusus, misalnya pemeriksaan tulisan/surat palsu/dipalsukan/diduga palsu, maka penyidik/penyidik pembantu mengirimkan barang-barang bukti/surat-surat atau korban tersebut kepada orang ahli yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, guna mendapatkan keterangan atau keterangan ahli atau acara hasil pemeriksaan oleh ahli; i) dalam hal saksi ahli bersedia hadir untuk memberikan keterangan tanpa surat panggilan, surat panggilan dapat dibuat dan ditanda tangani oleh penyidik dan saksi ahli, sesaat sebelum pemeriksaan dilakukan; j) penyidik / penyidik pembantu bersikap ramah dan santun selama pemeriksaan dilaksanakan; dan k) pada saat pemeriksaan diberikan kesempatan untuk makan dan beribadah bila tiba waktunya. Pasal 17...

16 16 Pasal 17 Tahap Akhir Pemeriksaan : a. Setelah pemeriksaan selesai maka pemeriksa memperlihatkan isi Berita Acara Pemeriksaan kepada terperiksa agar terperiksa dapat membaca dan meneliti ulang apa yang telah disampaikan kepada pemeriksa yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan; b. Pemeriksa dan terperiksa membubuhkan tanda tangan pada lembar terakhir Berita Acara Pemeriksaan; c. Pada setiap lembar berita acara pemeriksaan saksi / tersangka dibubuhkan paraf oleh terperiksa sehingga pemeriksa tidak dapat merubah isi pada setiap lembar pemeriksaan; dan d. Salinan Berita Acara Pemeriksaan yang dapat diberikan kepada yang diperiksa hanya Berita Acara Pemeriksaan tersangka sedangkan untuk Berita Acara Pemeriksaan saksi tidak dapat diberikan kepada saksi atau pihak lain untuk menjaga kerahasiaan. Tersangka atau kuasa hukumnya dapat meminta turunan dari Berita Acara Pemeriksaan yang telah dibuat oleh penyidik/ penyidik pembantu (Pasal 72 KUHAP). Bagian Ketujuh Penggeledahan Pasal 18 Penggeledahan terbagi : a. penggeledahan Rumah adalah tindakan Penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan guna mencari benda yang diduga keras ada rumah dan di tempat tertutup lainnya dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang; b. penggeledahan Badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya. Pasal 19...

17 17 Pasal 19 Prosedur Penggeledahan : a. Wewenang penggeledahan : 1. penyidik, 2. penyidik pembantu yang berwenang; dan 3. penyelidik, pada saat menangkap tersangka hanya berwenang menggeledah pakaian, termasuk benda yang dibawa apabila terdapat dugaan keras ada sangkut pautnya terhadap perkara pidana. b. Proses Penggeledahan : 1. yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penggeledahan adalah Penyidik; 2. sasaran penggeledahan adalah: a) rumah atau bangunan dan tempat tempat tertutup lainnya; b) pakaian; c) badan; dan d) sarana angkutan. 3. menunjukkan surat perintah tugas dan/atau kartu identitas petugas serta memberitahukan tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan; 4. penggeledahan rumah dilakukan dengan Surat Perintah Penggeledahan setelah mendapat Surat Ijin Ketua Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan mendesak; 5. dalam melaksanakan penggeledahan terhadap tempat/orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyidik wajib mendapat ijin khusus dari Ketua Pengadilan; 6. dalam melakukan tindakan penggeledahan orang, petugas wajib memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan dengan sopan dan bahasa yang mudah dimengerti; 7. memperhatikan dan menghargai hak-hak orang dan tempat yang akan digeledah; 8. kecuali dalam hal tertangkap tangan Penyidik, tidak diperkenankan memasuki : a) ruang sedang berlangsung Sidang MPR, DPR atau DPD; b).tempat...

18 18 b) tempat dimana sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan; dan c) ruang dimana sedang berlangsung Sidang Pengadilan. 9. dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, bilamana Penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan Surat Ijin terlebih dahulu, Penyidik dapat melakukan penggeledahan : a) pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau berada dan yang ada diatasnya; b) pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada; c) di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya; dan d) di tempat penginapan dan tempat umum lainnya. 10. dalam hal penyidik melakukan penggeledahan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi; 11. keadaan yang sangat perlu dan mendesak ialah bilamana ditempat yang akan digeledah diduga keras terdapat tersangka yang patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan, sedangkan Surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat; 12. dalam hal Penyidik harus melakukan penggeledahan rumah diluar wilayah hukumnya, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri setempat dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum dimana penggeledahan itu dilakukan; 13. pada waktu menangkap tersangka, atau tersangka ditangkap dan dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau badan termasuk benda yang dibawa serta, apabila terdapat dugaan keras bahwa pada tersangka terdapat benda yang dapat disita. Bila mana yang akan digeledah seorang wanita, maka yang melakukan penggeledahan adalah petugas wanita; 14.penyidik...

19 penyidik harus membuat Berita Acara Penggeledahan Rumah, dan harus membacakan terlebih dahulu Berita Acara Penggeledahan rumah tersebut kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penyidik maupun tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dan 2 (dua) orang saksi; dan 15. paling lambat dalam waktu 2 (dua) hari Penyidik harus membuat Berita Acara penggeledahan dan turunannya harus disampaikan kepada pemilik yang menjadi sasaran penggeledahan. Pasal 20 Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam melakukan penggeledahan : a. Penggeledahan pakaian dan atau badan terhadap wanita dilakukan dalam ruangan tertutup oleh Polisi Wanita atau wanita yang diminta bantuannya oleh Pejabat Polri yang berwenang; b. Penggeledahan dilakukan dengan disaksikan oleh dua orang warga lingkungan yang bersangkutan bila tersangka/keluarga tersangka/ penghuni menyetujui, dalam hal tersangka atau keluarga/penghuni tidak menyetujui atau tidak hadir, maka oleh kepala desa atau ketua lingkungan dan dua orang warga yang bersangkutan; dan c. Penggeledahan terhadap anak penyidik wajib mempertimbangkan faktor-faktor psikologis bagi anak. Bagian Kedelapan Penyitaan Pasal 21 Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Pasal 22...

20 20 Pasal 22 Wewenang Penyitaan : a. Penyidik; b. Penyidik pembantu; dan c. Penyelidik atas perintah Penyidik melakukan penyitaan surat. Pasal 23 Proses Penyitaan : a. Penyitaan hanya dapat dilakukan Penyidik dengan Surat Ijin Ketua Pengadilan, kecuali dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak Penyidik harus melakukan penyitaan dan tidak mungkin untuk mendapatkan Surat Ijin terlebih dahulu, maka Penyidik dapat melakukan penyitaan namun hanya atas benda bergerak dan wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuaannya; b. Dalam melaksanakan penyitaan terhadap tempat / orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyidik wajib mendapat ijin khusus dari Ketua Pengadilan : 1. dalam hal tertangkap tangan Penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya, atau pengirimannya dilakukan oleh Kantor Pos dan Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal dari padanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat Kantor Pos dan Telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan harus diberikan Surat Tanda Penerimaan (vide Pasal 41 KUHAP); 2. penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan telekomunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan ijin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri; 3.penyitaan...

21 21 3. penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas ijin khusus ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali undangundang menentukan lain; 4. dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu penyidik harus menunjukkan tanda pengenal dan surat perintah tugas dan surat perintah penyitaan kepada orang dari siapa benda itu disita; 5. penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan; 6. dalam melaksanakan penyitaan penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda tersebut disita, dan harus disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi; dan 7. setelah melakukan penyitaan harus dibuatkan Berita Acara Penyitaan dan diberikan Surat tanda penerimaan. Pasal 24 Barang Bukti yang Dapat Dilakukan Penyitaan : a. Benda atau tagihan tersangka yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang halangi penyelidikan tindak pidana; d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan; f. Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit; dan g. Surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya yang diduga kuat dapat diperoleh keterangan tentang sesuatu tindak pidana. Bagian...

22 22 Bagian Kesembilan Pasal 25 Penangkapan Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 26 Wewenang Penangkapan : a. Penyidik; b. Penyidik pembantu; dan c. Penyelidik atas perintah penyidik melakukan penangkapan. Pasal 27 Proses Penangkapan : a. Penangkapan dilakukan terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan hanya berlaku terhadap satu orang tersangka yang identitasnya tersebut dalam surat penangkapan; b. Memberitahu/menunjukkan tanda identitas petugas sebagai petugas polri; dan c. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh pejabat yang berwenang dengan memperlihatkan surat perintah tugas, memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka, menyebutkan alasan penangkapan tindak pidana yang dipersangkakan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa kecuali dalam hal tertangkap tangan; d. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa Surat Perintah Penangkapan dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada penyidik/penyidik pembantu yang terdekat, selanjutnya dibuatkan Berita Acara serah terima Tersangka dan Barang Bukti; e.masa...

23 23 e. Masa penangkapan terhadap tersangka dalam perkara Tindak Pidana Ekonomi adalah 1 x 24 jam; f. Di dalam melakukan penangkapan hendaknya berpedomana kepada : 1. Pasal 16 s/d 19 KUHAP; 2. Petunjuk teknis proses penyidikan tindak pidana; dan 3. Pasal 70 s/d 84 Peraturan Kapolri No. 12 Tahun g. Menghindari penggunaan kekerasan dan pelanggaran HAM lainnya dalam proses penangkapan; h. Penyidik wajib menunjukan surat perintah tugas dan surat perintah penangkapan kepada orang yang akan ditangkap serta keluarganya; i. Pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan adalah Dirreskrimsus; j. Dalam hal yang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan adalah Kepala Kesatuan atau Pejabat Struktural, Surat Perintah Penangkapan ditandatangani yang bersangkutan selaku Penyidik; k. Penangkapan dapat dilakukan atas permintaan bantuan : 1. kesatuan Kepolisian lain berdasarkan Daftar Pencarian Orang; 2. instansi yang berwenang; 3. permintaan Negara anggota ICPO Interpol; dan 4. permintaan bantuan penangkapan harus mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. l. Dalam hal orang yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti bahasa yang dipergunakan oleh petugas maka orang tersebut berhak mendapatkan seorang penerjemah tanpa dipungut biaya; m. Dalam hal orang asing yang ditangkap, penangkapan tersebut harus segera diberitahukan kepada kedutaan, konsulat, atau misi diplomatik negaranya, atau keperwakilan organisasi international yang kompeten jika yang bersangkutan merupakan seorang pengungsi atau dalam lingkungan organisasi antar pemerintah; n. Dalam hal anak yang ditangkap, petugas wajib memperhatikan hak tambahan bagi anak yang ditangkap sebagai berikut : 1. hak untuk didampingi oleh orang tua/wali; 2. hak privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya agar anak tidak menderita atau disakiti akibat publikasi tersebut; 3.hak...

24 24 3. hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak; 4. diperiksa di ruang pelayanan khusus; 5. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa; dan 6. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan anak. o. Dalam hal perempuan yang ditangkap, petugas wajib memperhatikan perlakukan khusus sebagai berikut : 1. sedapat mungkin diperiksa oleh petugas perempuan; 2. diperiksa diruang pelayanan khusus; 3. perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan; 4. hal mendapat perlakuan khusus; 5. dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki; dan 6. penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan. p. Setelah melakukan penangkapan penyidik wajib : 1. menyerahkan satu lembar surat perintah penangkapan kepada tersangka dan mengirimkan tembusannya kepada keluarganya; 2. wajib memeriksa kesehatan tersangka; dan 3. terhadap tersangka dalam keadaan luka parah, penyidik wajib memberi pertolongan kesehatan dan membuat berita acara tentang keadaan tersangka. q. Dalam hal membantu penangkapan terhadap seseorang yang terdaftar di dalam Daftar Pencarian orang (DPO), setiap pejabat yang berwenang disuatu kesatuan dapat membuat Surat Perintah Penangkapan; r. Setelah dilakukan penangkapan harus dibuat Berita Acara Penangkapan yang ditandatangani oleh petugas yang melakukan penangkapan dan orang yang ditangkap; s. Tersangka yang tertangkap tangan atau yang ditangkap dengan surat perintah penangkapan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak terbukti melakukan tindak pidana atau tindak pidana yang dilakukan tersebut tidak termasuk dalam ketentuan yang dapat ditahan, Tersangka harus dilepaskan dengan dibuatkan Berita Acara Pelepasan Penangkapan yang ditanda tangani oleh Penyidik dan orang yang ditangkap; t. Terhadap Tersangka Yang Akan Dilakukan Penahanan Harus Dikeluarkan Surat Perintah Penangkapan; u. Dalam Hal Tersangka Tidak Bersedia Diperiksa, Penyidik Wajib Membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan; v.pembebasan...

25 25 v. Pembebasan Tersangka Wajib Dilengkapi Surat Perintah Pembebasan Tersangka Dalam Hal Pemeriksaan Telah Selesai Atau Karena Masa Penangkapannya Berakhir; dan w. Surat Perintah Pembebasan Diserahkan Kepada Tersangka Dan Tembusannya Dikirimkan Kepada Keluarganya. Pasal 28 Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Penangkapan Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan, kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara syah 2 (dua) kali berturut-turut, tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa alasan yang sah. Pasal 29 Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat dan waktu tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 30 Wewenang Penahanan : a. Yang berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan adalah penyidik, atau penyidik pembantu atas perintah penyidik; b. Dalam hal Kepala Kesatuan atau Pejabat Struktural melakukan penahanan maka Surat Perintah Penahanan tersebut ditanda tangani yang bersangkutan selaku Penyidik; c. Pertimbangan melakukan Penahanan : Penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup melakukan tindak pidana yang dipersangkakan, dengan pertimbangan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka : 1. melarikan diri; 2. merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau; dan 3. mengulangi tindak pidana. d. Di dalam melakukan penahanan, penyidik hendaknya berpedoman pada: 1.pasal...

26 26 1. Pasal 20 s/d 31 KUHAP; 2. Petunjuk Teknis Proses Penyidikan Tindak Pidana; 3. Pasal 85 s/d Pasal 99 Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009; dan 4. Harus didukung minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP dan/atau Pasal 44 Undang-Undang ITE. e. Memperhatikan dan mempercepat kegiatan penyidikan selama melakukan penahanan untuk menghindari habisnya masa penahanan; f. Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan dalam hal tersangka melakukan tindak pidana dan atau percobaan melakukan maupun pemberian bantuan dan atau turut serta melakukan tindak pidana : 1. Tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih; dan 2. Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 tahun, namun secara eksplisit disebutkan dalam pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP. Pasal 31 Jenis penahanan dapat berupa : a. penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan); b. penahanan di Rumah; dan c. penahanan Kota. Pasal 32 Penyidik berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu ke jenis penahanan yang lain, hal tersebut yang dinyatakan dengan Surat Perintah dari Penyidik yang tembusannya diberikan kepada tersangka, serta keluarganya dan atau kepada instansi yang berkepentingan. Pasal 33 Jangka Waktu Penahan : (1) Penyidik berwenang melakukan penahanan paling lama 20 (dua puluh) hari; (2) Apabila diperlukan untuk kepentingan penyidikan/pemeriksaan, dapat diperpanjang selama 40 hari oleh jaksa penuntut umum atas permintaan penyidik yang bersangkutan; (3).apabila...

27 27 (3) Apabila pemeriksaan belum selesai, dalam hal adanya alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena tersangka menderita gangguan fisik atau mental berat yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter atau tersangka diperiksa dalam perkara yang diancam dengan penjara 9 tahun atau lebih, maka penahanan terhadapnya dapat diperpanjang lagi paling lama 2 x 30 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri atas permintaan dari penyidik yang bersangkutan yang disertai dengan laporan hasil penyidikan/pemeriksaan. Pasal 34 Kepada tersangka yang ditahan diberikan Surat Perintah Penahanan yang ditanda tangani oleh Penyidik dengan mencantumkan identitas tersangka, alasan penahanan dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan. Tembusan Surat Perintah Penahanan harus diberikan kepada keluarga tersangka dan selanjutnya Penyidik membuat Berita Acara Penahanan. Pasal 35 Dalam hal tersangka dikeluarkan dari tahanan, penyidik harus membuat Surat Perintah Pengeluaran Tahanan dan Berita Acara Pengeluaran Tahanan. Pasal 36 Dalam hal tersangka ditahan mengalami sakit dan memerlukan perawatan dokter, penyidik memeriksakan ke dokter pemerintah/polri, dari hasil : a. pemeriksaan dokter dinyatakan perlu rawat inap, surat keterangan dokter tersebut dijadikan dasar untuk pembantaran penahanan, dengan mengeluarkan Surat Perintah Pembantaran dan selanjutnya Penyidik/Penyidik Pembantu membuat Berita Acara Pembantaran penahanan; b. dalam hal tersangka dinyatakan sembuh oleh dokter dan tidak perlu rawat inap, surat keterangan dokter tersebut dijadikan dasar pencabutan pembantaran penahanan, dengan mengeluarkan Surat Perintah Pencabutan Pembantaran Penahanan dan dibuatkan Berita Acara Pencabutan Pembantaran penahanan, selanjutnya Penyidik/penyidik Pembantu mengeluarkan...

28 28 mengeluarkan Surat Perintah Penahanan lanjutan sisa waktu penahanan dan dibuatkan Berita Acara Penahanan lanjutan; dan c. surat perintah pembantaran dan surat perintah penahanan lanjutan diberitahukan kepada tersangka dan keluarganya. Pasal 37 Penangguhan Penahanan : a. Penangguhan penahanan terhadap tersangka dapat dilakukan atas jaminan uang atau jaminan orang; dan b. Karena jabatannya penyidik sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka melanggar syarat penangguhan penahanan. Pasal 38 Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penahanan : a. Dalam hal-hal tertentu dan untuk waktu terbatas, guna kepentingan penyidikan, atas permintaan penyidik dan izin kepala rutan, penyidik dapat membawa tahanan keluar rutan; b. Apabila terhadap tersangka dilakukan penahanan rumah, maka pelaksanaan penahanan itu dilakukan di rumah tempat tinggal/kediaman tersangka dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan timbulnya kesulitan dalam penyidikan; c. Apabila terhadap tersangka dilakukan penahanan kota maka pelaksanaan penahanan itu dilakukan dikota tempat tinggal/kediaman tersangka, dengan kewajiban tersangka melapor diri pada waktu yang ditentukan oleh penyidik; d. Dalam hal penyidik memerlukan perpanjangan penahanan dari Jaksa Penuntut Umum atau Ketua Pengadilan Negeri agar permintaan perpanjangan penahanan itu diajukan sebelum waktu penahanan berakhir, apabila waktu penahanan berakhir penyidik harus mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hokum; dan e. Apabila tersangka melaksanakan penahanan Rumah/Kota tersangka hanya boleh keluar rumah atau kota dengan ijin dari penyidikan. Bagian...

29 29 Bagian Kesepuluh Penyerahan Berkas Perkara ke JPU Pasal 39 Pengertian : 1. Berkas Perkara adalah kumpulan dari seluruh kegiatan dan atau keterangan yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak pidana dalam bentuk produk tertulis yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu; 2. Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak pidana yang terjadi, dituangkan dalam bentuk dan persyaratan penulisan tertentu; 3. Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara dengan susunan, syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan yang telah ditentukan serta pemberian nomor berkas perkara; 4. Penyerahan Berkas Perkara adalah tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum atau ke pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat atas kuasa penuntut umum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Pengembalian Berkas Perkara adalah dikembalikannya berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena adanya kekurangan isi atau materi berkas perkara yang perlu dilengkapi sesuai petunjuk penuntut umum; 6. Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara dengan susunan, syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan yang telah ditentukan serta pemberian nomor berkas perkara; 7. Penyerahan Berkas Perkara adalah tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum atau ke pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat atas kuasa penuntut umum sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 8. Pengembalian Berkas Perkara adalah di kembalikannya berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena adanya kekurangan isi atau materi berkas perkara yang perlu dilengkapi sesuai petunjuk penuntut umum. Pasal 40...

30 30 Pasal 40 Urutan Penyerahan Berkas Perkara : a. penyerahan tahap I (satu) : 1. bila penanganan berkas perkara telah selesai maka penyidik melimpahkan perkara berupa pengiriman berkas perkara ke penuntut umum; 2. berkas perkara dikirim ke JPU rangkap 2 (dua); 3. berkas dibungkus dan dikirim dengan kertas sampul yang rapi ditulis nomor dan tanggal berkas perkara; 4. pengiriman berkas perkara dicatat dibuku ekspedisi pengiriman berkas perkara dan ditandatangani oleh penerima dan stempel instansi; 5. jika diterima P-18 dan P-19 dari Jaksa Penuntut Umum maka penyidik menginventarisir satu persatu petunjuk Jaksa Penuntut Umum tersebut dan menyiapkan langkah-langkah untuk penyidikan tambahan; 6. penyidik segera melengkapi petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum dan mengirimkan kembali berkas ke kejaksaan; dan 7. apabila sebelum batas waktu 14 hari berkas perkara dikembalikan dan disertai petunjuk oleh JPU, penyidik harus melengkapinya. b. Penyerahan tahap II (dua) (penyerahan berkas, tersangka dan barang bukti) : 1. setelah memperoleh P-21 (berkas dinyatakan lengkap) dari Jaksa Penuntut Umum, maka penyidik berkewajiban segera menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum; 2. penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti disertai dengan surat pengantar dan dibuatkan berita acara penyerahan tersangka dan barang bukti serta tanda terimanya; 3. jika tersangka dan barang bukti tidak dapat diserahkan kepada Penuntut Umum maka penyidik segera membuat Daftar Pencarian Orang (DPO), Daftar Pencarian Barang (DPB), Surat Perintah Tugas, untuk melakukan pencarian dan atau penangkapan secara intensif terhadap tersangka, memberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum secara tertulis dan meminta pertanggungjawaban terhadap penjamin, dalam hal tersangka ditangguhkan penahanannya; dan 4.pengiriman...

31 31 4. pengiriman berkas perkara apabila sudah melebihi 14 hari dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mengembalikan berkas perkara sebagaimana diatur pada pasal 110 ayat (4) KUHAP penyidik dianggap telah selesai melakukan penyidikan dan penyerahan tahap kedua bisa dilaksanakan. BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Peraturan Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Timur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Paraf : 1. Kabag Bin Ops : 2. Kasubbag Renmin : 3. Wadir Reskrimsus : 4. Kabidkum : 5. Kasetum : 6. Waka Polda : Ditetapkan di Balikpapan pada tanggal Juli 2012 DIREKTUR RESKRIMSUS POLDA KALTIM Drs. IMAN SUMANTRI, MSi KOMISARIS BESAR POLISI NRP Disahkan di Balikpapan pada tanggal Juli 2012 KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR Drs. ANAS YUSUF, SH, MH, MM INSPEKTUR JENDERAL POLISI REGISTRASI SETUM POLDA KALTIM NOMOR TAHUN 2012

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEDOMAN DALAM PEMBERIAN SP2HP

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEDOMAN DALAM PEMBERIAN SP2HP PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEDOMAN DALAM PEMBERIAN SP2HP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RESERSE KRIMINAL

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-Ol.Hl.07.02 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN PENYIDIKAN

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PEMANGGILAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PEMANGGILAN KEPOLISIAN NEGARAA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTANN TIMUR DIREKTORATT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PEMANGGILAN BALIKPAPAN, SEPTEMB BER 2012 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN KEPOLISIAN NEGARAA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTANN TIMUR DIREKTORATT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENANGKAPAN BALIKPAPAN, PEBRUARI 2013 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENAHANAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENAHANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENAHANAN BALIKPAPAN, FEBRUARI 2013 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Lebih terperinci

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORATT RESERSEE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDURR ( SOP ) PENYITAAN BALIKPAPAN, PEBRUAR RI 2013 2 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN KEPO OLISIAN NEGARA N A REPUB BLIK INDO ONESIA DAER RAH KALIMANTAN N TIMUR EKTORAT T RESER RSE KRIM MINAL KH HUSUS DIRE STAN NDAR OP PERASIO

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal : 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber : LN 1981/76;

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 52/2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/76; TLN NO. 3209 Tentang: HUKUM ACARA PIDANA Indeks: KEHAKIMAN.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 239/PMK.03/2014, 22 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.983, 2013 KEPOLISIAN. Penyidikan. Tindak Pidana. Pemilu. Tata Cara. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYIDIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMORxxxxTAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENEGAKAN HUKUM BIDANG POS DAN TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan C. Penggeledahan Definisi Menurut M. Yahya Harahap, penggeledahan yaitu adanya seorang atau beberapa orang petugas mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang, kemudian petugas memeriksa segala sudut rumah

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG -1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PIDANA Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM ACARA PIDANA Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : HUKUM ACARA PIDANA Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum

Lebih terperinci

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN A. Pertimbangan. Penahanan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENYELIDIKAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENYELIDIKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENYELIDIKAN BALIKPAPAN, SEPTEMBER 2012 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta No.407, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENATR/BPN. PPNS. Penataan Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.TAHUN 2009 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.TAHUN 2009 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.TAHUN 2009 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/76; TLN NO. 3209 Tentang: HUKUM ACARA PIDANA Indeks: KEHAKIMAN.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kedua, Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2 Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2.1 Penyelidikan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYUSUNAN BERKAS PERKARA SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYIDIKAN PELANGGARAN PIDANA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH DAN DEWAN

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.TAHUN 2009 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.TAHUN 2009 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.TAHUN 2009 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KOTA YOGYAKARTA DALAM ACARA PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) NOMOR 8 TAHUN 1981

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) NOMOR 8 TAHUN 1981 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) NOMOR 8 TAHUN 1981 Bab I Ketentuan Umum Bab II Ruang Lingkup Berlakunya Undang-undang Bab III Dasar Peradilan Bab IV Penyidik dan Penuntut Umum Bagian Kesatu:

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGGELEDAHAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016 STANDAR OPERASIONAL

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG PERATURAN BERSAMA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM Oleh : Sumaidi ABSTRAK Penyitaan merupakan tindakan paksa yang dilegitimasi (dibenarkan) oleh undang-undang atau dihalalkan oleh hukum,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK

Lebih terperinci

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20..

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20.. LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PENATAAN RUANG SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

2 memberikan kepastian hukum, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan dan penelitian Pajak Bumi dan Bangunan; d. bahwa berdasarkan per

2 memberikan kepastian hukum, perlu mengatur ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan dan penelitian Pajak Bumi dan Bangunan; d. bahwa berdasarkan per BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2015, 2014 KEMENKEU. Pajak Bumi Dan Bangunan. Penelitian. Pemeriksaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 256/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINALKHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN LAPORAN POLISI

PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINALKHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN LAPORAN POLISI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DIREKTUR RESERSE KRIMINALKHUSUS POLDA KALTIM NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN LAPORAN POLISI DIREKTORAT

Lebih terperinci

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No No.757, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Sistem Informasi Penyidikan. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 7 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci