HUBUNGAN SOSIALISASI KELUARGA DENGAN PERILAKU KESEHATAN PREVENTIF (STUDI PERILAKU TIDAK MEROKOK REMAJA PADA SMAN 78 JAKARTA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN SOSIALISASI KELUARGA DENGAN PERILAKU KESEHATAN PREVENTIF (STUDI PERILAKU TIDAK MEROKOK REMAJA PADA SMAN 78 JAKARTA)"

Transkripsi

1 HUBUNGAN SOSIALISASI KELUARGA DENGAN PERILAKU KESEHATAN PREVENTIF (STUDI PERILAKU TIDAK MEROKOK REMAJA PADA SMAN 78 JAKARTA) Mario Maulana Sosiologi FISIP UI Program S1 Reguler ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi yang bertujuan untuk mengetahui apakah sosialisasi keluarga memiliki hubungan dengan perilaku tidak merokok remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data survey terhadap 285 responden. Penelitian ini dilakukan di SMAN 78 Jakarta dengan teknik penarikan sampel Cluster yang bersifat probabilita. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sosialisasi keluarga memiliki hubungan dengan perilaku tidak merokok remaja. Diketahui pula bahwa sekolah dan media massa merupakan faktor lain yang berhubungan dengan perilaku tidak merokok remaja. Kata Kunci : Sosiologi, Sosialisasi Kesehatan, Perilaku Tidak Merokok, Perilaku Kesehatan Preventif ABSTRACT This research aimed to find out the the relationship of Family Socialization to Preventive Health Behaviors Teenagers. This research uses quantitative approach with survey data collection method to 285 respondents. This research take place at 78 Senior High School, which is located in Jakarta with cluster sampling technique. This research findings show that family socialization have relationship with nonsmoking behaviors teenagers. This research also show that school and mass media is another factor who have relationship with non-smoking behaviors teenagers. Keyword : Sociology, Sociology of Health, Non-Smoking Behaviors, Preventif Health Behavior. PENDAHULUAN Jurnal yang berjudul perilaku beresiko remaja di Indonesia menurut survey kesehatan reproduksi remaja Indonesia tahun 2007 yang dilakukan oleh Henry Lestary dan Sugiharti pada tahun 2007 memperlihatkan lebih dari setengah remaja di Indonesia cenderung memiliki perilaku merokok (52,7%), dimana data tersebut menunjukkan bahwa jumlah remaja di Indonesia yang memiliki perilaku merokok masih tergolong tinggi. Tingginya jumlah tersebut turut mengindikasikan bahwa jumlah remaja yang memiliki perilaku kesehatan preventif masih tergolong rendah. Setelah mendapatkan data mengenai perilaku merokok pada tahun 2007, peneliti menemukan kembali data yang memaparkan jumlah remaja yang memiliki perilaku merokok pada tahun Data pada tahun 2012 ini bermanfaat untuk melihat perkembangan perilaku merokok remaja di Indonesia dibandingkan pada tahun Data pada tahun 2012 mengenai perilaku merokok remaja di Indonesia yang diambil dari Laporan Pendahuluan Kesehatan Reproduksi Remaja pada tahun 2012, diketahui bahwa persentase wanita usia tahun yang memiliki perilaku merokok mencapai 8,9%. Kelompok umur wanita yang lebih tua (20-24 tahun) persentase perilaku merokok-nya lebih tinggi, yaitu mencapai 14%. Data tersebut mengindikasikan semakin dewasa seorang wanita, kemungkinan untuk memiliki perilaku merokok justru lebih tinggi. Data tersebut juga diketahui bahwa persentase pria usia tahun yang memiliki perilaku merokok mencapai 74,4%, dan persentase lebih tinggi (89,2%) pada pria usia tahun mengenai pria yang memiliki perilaku merokok. Data mengenai perilaku merokok tersebut menunjukkan bahwa jumlah pria di Indonesia masih tergolong banyak yang memiliki perilaku merokok dan perilaku minum minuman beralkohol. Data perilaku merokok remaja di Indonesia pada tahun 2012 dan tahun 2007 menunjukkan bahwa banyak remaja di Indonesia memiliki perilaku merokok. Kedua data tersebut juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase remaja yang memiliki perilaku merokok pada tahun 2012

2 dibandingkan pada tahun Peningkatan Jumlah persentase perilaku merokok remaja dari tahun ke tahun membuat permasalahan perilaku merokok remaja ini menjadi semakin penting untuk ditanggulangi. Permasalahan perilaku merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun tentunya perlu diatasi. Salah satu cara untuk mengatasi perilaku merokok remaja adalah dengan mencari tahu faktor apa saja yang dapat mempengaruhi remaja untuk tidak memiliki perilaku merokok, dengan kata lain mencari tahu faktor apa saja yang dapat mempengaruhi remaja untuk memiliki perilaku tidak merokok. Perilaku tidak merokok berada dalam komponen perilaku kesehatan preventif, hal tersebut berbeda dengan perilaku merokok yang berada dalam komponen perilaku beresiko. Untuk mencegah individu memiliki perilaku merokok, individu memerlukan perilaku tidak merokok dalam dirinya. Perlu untuk diketahui, Perilaku tidak merokok sebagai salah satu perilaku kesehatan preventif merupakan perilaku yang tidak homogen. Hal tersebut disebabkan adanya kategori atau tingkatan yang berbeda dalam perilaku tidak merokok ini, ada individu yang benar-benar menjauhi rokok dan ada pula individu yang tidak merokok tetapi tetap nyaman berada disekitaran orang yang sedang merokok. Berbagai perilaku yang ditunjukkan oleh remaja termasuk perilaku tidak merokok memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya. Keluarga, Teman Sebaya, Media Massa, dan Sekolah merupakan Significant Others yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi seseorang khususnya remaja untuk berperilaku. Kekuatan dalam mempengaruhi perilaku seseorang tersebut dilakukan melalui penanaman nilai-nilai dan norma. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan yang berjudul Pengaruh Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku Merokok Remaja memberikan salah satu kesimpulan bahwa fungsi sosial keluarga mempunyai pengaruh terhadap perilaku merokok remaja. Sosialisasi melalui pendampingan keluarga dengan penerapan perilaku disiplin, menghargai norma, budaya, dan pemenuhan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangan remaja sehingga akan memberikan pengaruh terhadap remaja untuk tidak merokok (Bibit Priyatin, Marsito, Sarwono, 2009: 23). Jurnal tersebut menunjukkan bahwa fungsi keluarga sebagai agen sosialisasi memiliki pengaruh terhadap perilaku remaja untuk tidak merokok. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya indikasi pengaruh keluarga sebagai significant other terhadap perilaku tidak merokok remaja. Keluarga sebagai agen sosialisasi, memiliki fungsi untuk menanamkan nilai dan norma kepada anak yang sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat, karena keluarga merupakan agen sosialisasi primer yang dapat membentuk perilaku dan kepribadian anak. Peneliti memahami terdapat beberapa komponen dalam perilaku kesehatan preventif, yaitu pola makan sehat, olahraga teratur, tidur cukup, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak menggunakan narkoba, mengendalikan stress, dan perilaku positif lain sepeti seks bebas. Akan tetapi, pada penelitian ini peneliti hanya akan melihat pada satu komponen saja yang ada di dalam perilaku kesehatan preventif, yaitu perilaku tidak merokok. Penentuan satu dari tujuh cakupan perilaku kesehatan preventif didasari oleh permasalahan jumlah remaja yang memiliki perilaku merokok yang banyak dan semakin meningkat dari tahun ketahun. Dalam jurnal Endy, Hale, dan Engles (2006) yang berjudul Parental Anti-smoking Socialization menjelaskan bahwa mereka telah melakukan studi yang mengidentifikasikan bahwa SSE, ketersediaan dan harga rokok, kepribadian, persepsi mengenai norma sosial khususnya mengenai rokok dan pengaruh teman sebaya mempengaruhi remaja mengambil resiko berperilaku merokok. Kesimpulan studi mereka terdahulu tersebut membuat mereka melihat pada faktor lain yaitu sosialisasi keluarga. Hal tersebutlah yang membuat peneliti melakukan penelitian pada faktor sosialisasi keluarga saja. Faktor-faktor lain seperti SSE, ketersediaan dan harga rokok, kepribadian, persepsi mengenai norma sosial khususnya mengenai rokok dan pengaruh teman sebaya sudah dijelaskan oleh Studi Endy, Hale, dan Engles sebelumnya yang menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut memang memiliki pengaruh, sehingga fokus penelitian pun beralih ke sosialisasi keluarga. Hasil dalam studi yang mereka lakukan mengenai Sosialisasi keluarga dan perilaku merokok remaja di Belanda menunjukkan bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan. Berdasarkan hasil studi tersebut, maka dari itu peneliti mencoba untuk melihat peranan sosialisasi keluarga terhadap perilaku tidak merokok remaja. Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas maka tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan Bagaimana hubungan antara sosialisasi keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja. Tulisan ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sehingga tulisan ini dapat mendeskripsikan dan/atau menjelaskan gambaran mengenai perilaku tidak merokok remaja dan hubungannya dengan sosialisasi keluarga. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi berumur antara tahun yang bersekolah di SMAN 78 Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik penggumpulan data survey dengan jumlah sampel sebanyak 285 siswa dari sebanyak 1160 siswa SMAN 78 Jakarta. Tehnik penarikan sampel dalam

3 penelitian ini adalah tehnik penarikan sampel yang bersifat probabilita. Peneliti mengikuti Tabel Kranjie- Morgan dalam penentuan jumlah sampel. PERILAKU KESEHATAN PREVENTIF, PERILAKU TIDAK MEROKOK, DAN REMAJA Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang memiliki bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, menangis bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003: 114). Notoatmodjo memiliki definisi sendiri mengenai perilaku kesehatan. Dalam bukunya, Perilaku Kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003: 117). Perilaku kesehatan dibagi kedalam tiga jenis, yaitu perilaku kesehatan preventif (preventif health behavior), perilaku sakit (illness behavior), dan perilaku peran sakit (sick-role behavior). Dalam penelitian ini perilaku kesehatan yang akan kita amati adalah perilaku kesehatan preventif. Definisi yang dikemukakan oleh Kasl and Cobb (lihat Glanz dan Maddock, 2002) mengenai perilaku kesehatan preventif adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh individu yang percaya bahwa mereka sehat, dengan maksud mencegah dan mendeteksi penyakit dalam keadaan asimtomatis. Dalam perilaku kesehatan preventif, untuk melihat tingkat pengetahuan seseorang dalam menjaga kesehatan dapat dengan menguji pengetahuan mereka tentang cara pemeliharan kesehatan. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan jenis-jenis makanan yang bergizi, pengetahuan manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya, pengetahuan pentingnya olahraga bagi kesehatan, pengetahauan bahaya merokok, pengetahaun bahaya minum minuman keras, pengetahuan bahaya narkoba, dan pengetahuan pentingnya istirahat cukup serta rekreasi bagi kesehatan. Adapun untuk melihat penilaian seseorang terhadap kesehatan dalam menjaga kesehatannya sejalan dengan pengetahuan kesehatan. Penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara berperilaku sehat, seperti penilaian mereka terhadap makanan, minuman, olahraga, istirahat dan sebagainya bagi kesehatan. Terakhir dalam melihat tindakan seseorang untuk menjaga kesehatannya dapat dilihat dari mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, dan sebagainya. Sudah dijelaskan bahwa penelitian ini hanya melihat pada satu cakupan perilaku dari tujuh perilaku yang ada di dalam perilaku kesehatan preventif, yaitu perilaku tidak merokok. Perlu diketahui pula bahwa peneliti memiliki pemahaman bahwa perilaku merokok dan perilaku tidak merokok adalah hal yang berbeda. Perilaku merokok merupakan perilaku yang dimiliki oleh individu yang memiliki kebiasaan merokok. Perilaku tidak merokok merupakan perilaku yang dimiliki oleh individu yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Variabel Perilaku tidak merokok pada penelitian ini memiliki gradasi nilai, dimana terdapat individu yang tidak merokok dengan perilaku yang kurang baik dan ada pula yang memiliki perilaku sangat baik. Gradasi nilai dari perilaku tidak merokok tersebutlah yang ingin peneliti lihat dalam penelitian ini. Notoatmodjo (2003: 120) mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar. Perilaku terjadi melalui adanya stimulus terhadap individu dan kemudian individu tersebut memberikan respon. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya (Notoatmodjo,2003: 132). Sesuai dengan penjelasan Notoatmodjo, perilaku seseorang dilihat dan dibentuk dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice) yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Sesuai dengan pemikiran Notoatmodjo, perilaku tidak merokok dilihat melalui pengetahuan, sikap, dan tindakannya. Pengetahuan, sikap, dan tindakan tersebut berisikan hal-hal yang berhubungan dengan rokok dan merokok. Pengetahuan mengenai kandungan rokok dan bahaya merokok dapat mencerminkan Perilaku tidak merokok seseorang. Semakin baik pengetahuan dan pemahaman individu mengenai kandungan rokok dan bahaya merokok, maka akan mempengaruhi individu tersebut untuk tidak merokok. Sikap individu terhadap kandungan rokok dan perokok pun mencerminkan perilaku tidak merokok individu tersebut. Semakin negatif sikap individu dalam menilai kandungan rokok dan merokok, maka akan mempengaruhi individu tersebut untuk menjauhi rokok dan perokok. Terakhir, tindakan individu terhadap rokok dan merokok, dapat mempengaruhi perilaku individu tersebut. Semakin individu menuunjukkan tindakan yang menjahui rokok dan merokok, maka akan semakin baik pula tindakannya mengenai perilaku tidak merokok. Dalam diperlukan kesinambungan antara pengetahuan, sikap, dan

4 tindakan individu terhadap rokok dan perokok agar individu tersebut memiliki perilaku tidak merokok yang baik. Untuk melihat perilaku tidak merokok, kita juga perlu memiliki pemahaman mengenai rokok dan seorang perokok. Hal tersebut berguna untuk membantu melihat dan mengukur perilaku tidak merokok seseorang. Tentunya perilaku tidak merokok seseorang dilihat dari pengetahuan, sikap, dan tindakannya mengenai rokok dan merokok. Rokok adalah produk yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari daun tembakau sebagai bahan mentah, yang sengaja dibuat untuk dapat dihisap ataupun dikunyah (WHO,2008). Bahaya merokok bagi kesehatan telah dibicarakan dan diakui secara luas. Penelitian yang dilakukan para ahli memberikan bukti nyata adanya bahaya merokok bagi kesehatan si perokok dan bahaya bagi orang yang ada disekitarnya. Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru, bronchitis kronis, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya (Aditama, 1997). Perokok aktif adalah orang yang mengkonsumsi rokok secara rutin, dengan jumlah sekecil apapun (1 batang rokok per-hari sudah cukup untuk disebut sebagai perokok aktif), sedangkan perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tapi menghisap asap rokok orang lain, atau berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang sedang merokok (Depkes RI,2009). Perilaku tidak merokok yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah perilaku tidak merokok pada remaja, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Sebagaimana yang dijelaskan oleh John W. Santrock (2003), remaja (adolescent) merupakan masa perkembangan atau transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional. WHO (World Health Organization) membagi masa remaja dalam dua periode, yaitu masa remaja awal (10-14 tahun) & remaja akhir (15-20 tahun). Sesuai dengan definisi WHO, Santrock (2003) juga membagi masa remaja menjadi dua tahapan, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Penelitian ini memilih subjek remaja yang duduk di SMA, yang berusia tahun, atau masuk ke dalam kategori remaja akhir yang merujuk pada definisi WHO dan Penjelasan Santrock. Definisi mengenai remaja yang dijelaskan Santrock dipilih karena definisi ini diperkuat oleh WHO. Pemilihan remaja yang berusia tahun (duduk di bangku SMA) karena untuk remaja kurang dari 16 tahun (duduk di bangku SMP) masih belum baik dan jelas dalam menentukan sikap dan perilakunya, sedangkan untuk remaja yang lebih dari 19 tahun dinilai perilakunya sudah tidak signifikan dipengaruhi oleh keluarga atau bahkan remaja tersebut keputusannya sudah tidak dipengaruhi oleh keluarga lagi. SOSIALISASI KELUARGA Keluarga memiliki fungsi penting yang sangat berguna bagi keberadaan suatu masyarakat. Keluarga disini memiliki fungsi untuk menyosialisasikan perilaku, peran-peran, dan posisi-posisi yang ada di dalam masyarakat. Keluarga menjadi elemen atau unit yang keberadaannya tidak terpisahkan dari masyarakat. Sehubungan dengan topik penelitian ini yang terkait dengan fungsi keluarga sebagai agen sosialisasi, maka berikut ini dijelaskan mengenai fungsi tersebut. Sosialisasi diartikan sebagai suatu proses melalui mana seseorang mempelajari sikap, nilai, dan tindakan yang layak bagi individu sebagai bagian dari kebudayaan yang khusus (Schaeffer, 1986:78). Sosialisasi dapat pula dilihat sebagai suatu proses interaksi dimana perilaku seseorang dibentuk sehingga dapat sesuai dengan yang diharapkan oleh anggota-anggota kelompok dimana ia berada. Menurut Persell (1990), sosialisasi mengacu pada persiapan dari orang baru untuk menjadi bagian dari kelompok yang sudah ada dan membuat orang baru tersebut memiliki pikiran, perasaan, dan tindakan yang sesuai dengan harapan kelompoknya. Society was seen as the primary factor responsible for how individuals learned to think and behave. This view is evident in the work of functionalist Talcott Parsons, who gave no hint that the result of socialization might be uncertain or might vary from person to person. If people failed to play their expected roles or behaved strangely, functionalists explained this in terms of incomplete or inadequate socialization. Dari kutipan diatas, Persell menjelaskan bahwa masyarakat adalah faktor utama yang mempengaruhi seseorang belajar untuk berfikir dan berperilaku. Persell pun menjelaskan bahwa pandangannya tersebut sesuai dengan karya fungsionalis Talcott Parsons. Dari kutipan di atas Parsons mencoba menjelaskan bahwa sosialisasi memiliki pengaruh pada cara pikir dan berperilaku seseorang. Fungsionalis dalam kutipan di atas menjelaskan pula apabila ada seseorang yang tidak berperilaku sesuai

5 dengan harapan orang lain, maka ia dikatakan sebagai individu yang tidak menerima sosialisasi dengan baik. Dalam setiap proses sosialisasi yang dilalui individu, terdapat agen-agen sosialisasi yang berperan didalamnya. Menurut Farley (1994), agen sosialisasi berperan dalam membentuk pikiran dan perilaku orang yang diasosiasikan melalui proses-proses berikut: Terpaan yang selektif (selective exposure) Agen sosialisasi memberikan penjelasan mengenai perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan. Dalam mekanisme ini terjadi penanaman nilai-nilai atau norma-norma dalam bentuk penjelasan, harapan, atau larangan dari agen-agen sosialisasi. Modelling Modelling adalah suatu proses dimana individu menirukan cara berpikir, berperasaan, berperilaku, dan bertabiat dari orang lain yang dianggapnya paling berarti dan berkuasa dalam lingkungannya (significant others). Pada awalnya pihak yang disosialisasikan akan menperhatikan perilaku significant other dan mengingatnya dalam memori, selanjutnya adalah imitasi perilaku tersebut. Imbalan atau sanksi Ketika pihak yang disosialisasikan (dalam hal ini remaja) melakukan tindakan yang diharapkan oleh significant other (keluarga), maka significant other tersebut merespon dengan memberikan persetujuan. Jika pihak yang disosialisasikan (remaja) tidak melakukan tindakan sesuai aturan atau harapan significant other (keluarga) maka significant other akan memberikan ganjaran. Pemikiran Farley dijadikan acuan pada penelitian ini karena sosialisasi yang dilakukan oleh agen sosialisasi dalam konsep ini memiliki dimensi-dimensi yang relevan dan sistematis untuk diukur. Orang dan kelompok yang mempengaruhi orientasi kita ke kehidupan (konsep diri, emosi, sikap, dan perilaku kita) dinamakan agen sosialisasi (Henslin, 2009). Agen sosialisasi disini mengambil peran untuk mempersiapkan kita untuk mengambil tempat dalam Masyarakat. Bossard dalam bukunya The Sociology of Child Development mengatakan bahwa keluarga adalah masyarakat, masyarakat pertama dimana seorang anak hidup dan sosok yang paling dominan dalam membentuk perilaku dan kepribadian seseorang (Bossard, 1948). Keluarga adalah agen sosialisasi yang paling efektif dalam proses sosialisasi, kita memasukkan nilai, etika, ketertarikan, dan pengetahuan agar kita dapat menjadi bagian dari lingkungan tersebut (Merton, 1957 dalam Coltrane, 1976:18). Melalui proses langsung tersebut, seorang anak dapat menjalankan peran mereka di masyarakat. Sehingga dapat dikatakan keluarga adalah penghubung utama antara anak dan masyarakat (Coltrane, 1976: 18). Dalam Buku Wolinsky yang berjudul The Sociology Of Health, dijelaskan bahwa terdapat beberapa konteks sosial yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Seorang perokok dan seorang alkoholik adalah beberapa contoh individu yang kesehatannya tidak baik akibat dari lingkungannya. Tidak hanya lingkungan itu sendiri yang dapat mempengaruhi kesehatan seorang individu, social order pun dapat mempengaruhi kesehatan individu. Selain itu, faktor yang penting juga adalah caring. Kepedulian adalah senjata yang paling bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan diri. Dengan kepedulian, kesempatan untuk meningkatkan kesehatan akan semakin besar. kepedulian yang kita tunjukkan terhadap lingkungan berpotensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan tersebut. SMAN 78 JAKARTA Sub-bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum tentang SMAN 78 Jakarta. Deskripsi sekolah ini tentu terkait dan berhubungan dengan fokus penelitian, yaitu perilaku tidak merokok remaja. Sekolah pun dilihat sebagai suatu setting sosial yang memberikan penanaman nilai-nilai yang ada di masyarakat, khususnya penanaman nilai yang berhubungan dengan kesehatan. Deskripsi umum mengenai lokasi penelitian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu prestasi sekolah dan simbol sekolah. Prestasi Sekolah Bagian ini mendeskripsikan tentang prestasi-prestasi yang telah diraih oleh SMAN 78 Jakarta dalam beberapa tahun terakhir. Prestasi-prestasi sekolah tersebut tentunya berhubungan dengan fokus penelitian ini. Prestasi sekolah mengenai kesehatan menjadi penting dalam penelitian ini karena dengan pencapaian prestasi tersebut dapat menggambarkan upaya sekolah dalam peningkatan kesehatan lingkungan dan warga sekolahnya. Berikut adalah prestasi sekolah yang telah diraih beberapa tahun terakhir: Tabel 1 Prestasi Sekolah Yang Berhubungan Dengan Kesehatan

6 No. Nama Prestasi Tingkat Tahun 1. Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional Nasional Juara 1 Sekolah Adiwiyata Propinsi Juara I Lomba Sekolah Sehat Propinsi Juara II Lomba PIK (Pusat Informasi Konseling) Remaja Propinsi Juara I Sekolah Adiwiyata Propinsi Juara Tiga Lomba Sekolah Sehat Nasional Penghargaan Khusus Menteri Hukum dan HAM (Sekolah Tertib Bebas Tawuran, Anti Kekerasan, dan Anti NARKOBA) Nasional 2011 Prestasi yang diraih selama beberapa tahun terakhir pun menunjukkan bahwa SMAN 78 Jakarta menjalankan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) secara berkesinambungan. Dengan Prestasi yang diraih, peneliti menilai bahwa adanya indikasi SMAN 78 Jakarta memiliki siswa-siswa yang cenderung menerapkan perilaku tidak merokok. Tidak dapat dipastikan bahwa semua siswa-siswi SMAN 78 Jakarta semua memiliki perilaku tidak merokok, akan tetapi dengan prestasi yang diraih ini cukup menggambarkan bahwa kebanyakan siswa-siswi SMAN 78 memiliki perilaku tidak merokok. Simbol di Sekolah Di SMAN 78 Jakarta terdapat banyak simbol atau tulisan yang mencerminkan nilai-nilai yang ditanamkan oleh sekolah. Simbol dan tulisan tersebut di pasang di tempat-tempat strategis di dalam lingkungan sekolah. Di SMAN 78 Jakarta terdapat Spanduk Kawasan Dilarang Merokok, Spanduk ini berada di wilayah yang cukup strategis karena spanduk ini berada di parkiran sekolah. Spanduk tersebut berisikan tulisan yang memberitahukan bahwa sekolah merupakan kawasan bebas asap rokok. Dengan adanya Spanduk tersebut, sudah jelas bahwa warga sekolah dilarang keras untuk merokok di lingkungan sekolah. Spanduk tersebut adalah salah satu bentuk upaya preventif sekolah agar warga sekolahnya tidak merokok di dalam lingkungan sekolah. Selain upaya preventif dengan memasang spanduk seperti di atas, sekolah juga menempelkan simbol-simbol di lorong sekolah yang berisikan pengetahuan tentang bahaya merokok. Gambar tersebut ditempel di dinding lorong-lorong kelas. Gambar-gambar ini berada hampir di setiap lorong kelas, sehingga siswa-siswi dapat membacanya kapanpun mereka memiliki waktu saat di sekolah. Dalam gambar tersebut terdapat pengetahuan mengenai kandungan berbahaya yang ada di dalam rokok dan bahaya bila seseorang menjadi perokok. Dengan adanya gambar tersebut, sekolah menunjukkan usaha dalam penanaman nilai mengenai bahaya rokok agar siswanya terhindar dari bahaya merokok dengan memberikan pengetahuan tentang kandungan rokok dan bahaya merokok. Dari semua penjelasan di atas mengenai deskripsi SMAN 78 Jakarta, Sebagai suatu setting sosial, sekolah melakukan penanaman nilai-nilai yang tujuannya untuk membentuk dan meningkatkan perilaku kesehatan preventif remaja, khususnya perilaku tidak merokok. Penanaman nilai-nilai dilakukan dengan upaya pemberian pengetahuhan mengenai bahaya merokok, dimana bila hal tersebut adalah suatu terpaan selektif jika dilihat dari konsep sosialisasi. Penanaman nilai juga dilakukan melalui pembuatan peraturan yang berhubungan dengan perilaku merokok. Hal tersebut adalah proses penanaman nilai melalui suatu ganjaran jika dilihat dari konsep sosialisasi. Perilaku Tidak Merokok Remaja SMAN 78 Jakarta Variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel Perilaku tidak merokok remaja. Variabel perilaku tidak merokok diukur menggunakan skala ordinal dengan membaginya kedalam tiga kategori, yaitu kurang baik, baik, dan sangat baik. Grafik 1 Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 78 Jakarta N=285

7 100.00% 78.00% 50.00% 10.00% 12.00% 0.00% Kurang Sangat Sumber: Hasil Data Peneliti 2014 Dari grafik di atas, terlihat sebanyak 10% responden memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong kurang baik. Grafik pun memperlihatkan sebanyak 78% responden memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong baik. terakhir, grafik memperlihatkan bahwa sebanyak 12% responden masuk ke dalam kategori sangat baik. Perilaku tidak merokok yang sangat baik dapat disebabkan berbagai macam hal, termasuk terkait dengan tiga dimensi yang digunakan untuk mengukur perilaku tidak merokok. Mereka yang memiliki perilaku tidak merokok yang sangat baik dapat berarti pengetahuan mereka tentang kandungan rokok dan bahaya merokok yang baik, sikap mereka terhadap kandungan rokok dan orang yang merokok yang baik, dan tindakan mereka terhadap rokok dan perokok yang baik pula. Dimana hal tersebut mengakibatkan mereka memiliki kecendrungan perilaku tidak merokok yang tergolong sangat baik. Akan tetapi sebaliknya, bagi responden yang termasuk ke dalam kategori kurang baik (1.8%) berarti ada indikasi ketiga dimensi tersebut memiliki nilai yang cukup rendah sehingga mereka masuk ke dalam remaja yang cenderung memiliki perilaku tidak merokok yang kurang baik. Hasil dari wawancara mendalam dengan keempat Informan, mereka memang memiliki pengetahuan yang baik mengenai kandungan rokok dan bahaya merokok. lalu, keempat Informan juga memiliki penilaian yang buruk mengenai rokok dan perokok aktif. Terakhir, keempat Informan dalam penelitian ini juga memiliki tindakan yang baik mengenai perilaku tidak merokok dengan menghindari orang yang sedang merokok dan dengan tidak menjadi perokok aktif. Jadi, data mengenai perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta yang hampir semuanya tergolong baik didukung oleh hasil wawancara mendalam yang menemukan bahwa semua informan terindikasi memiliki perilaku tidak merokok yang baik Sosialisasi Keluarga Kepada Remaja di SMAN 78 Jakarta Sosialisasi keluarga adalah variabel independen dalam penelitian ini. Variabel sosialisasi keluarga diukur menggunakan skala ordinal dengan membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu kurang baik, baik, dan sangat baik. Compute dan Re-code adalah tahapan awal sebelum menentukan pembagian ketiga kategori, dimana seluruh pertanyaan yang dilihat dari satu per-satu dimensi di compute dan bila perlu di-recode jawabannya agar dapat dimasukkan kedalam pembagian kategori tersebut. Grafik 2 Sosialisasi Keluarga Mengenai Perilaku Tidak Merokok N= % 40.00% 20.00% 0.00% 24.00% 26.00% Kurang 50.00% Sangat Sumber: Hasil Data Peneliti 2014 Grafik di atas memperlihatkan 24% orangtua tergolong kurang baik dalam melakukan sosialisasi perilaku tidak merokok, 26% orangtua tergolong baik dalam melakukan sosialisasi perilaku tidak merokok,

8 dan 50% orangtua tergolong sangat baik dalam melakukan sosialisasi perilaku tidak merokok. Sosialisasi keluarga mengenai perilaku tidak merokok yang tergolong kurang baik kemungkinan besar dipengaruhi oleh terpaan selektif, keteladanan, dan reward & punishment yang kurang dilakukan oleh keluarga. Sebaliknya, sosialisasi keluarga mengenai perilaku tidak merokok yang tergolong sangat baik kemungkinan besar dipengaruhi oleh terpaan selektif, keteladanan, dan reward & punishment dilakukan dengan sangat baik oleh keluarga. Data sosialisasi keluarga mengenai perilaku tidak merokok yang bervariasi ini didukung oleh hasil wawancara mendalam dengan beberapa Informan. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa Informan, diketahui bahwa orangtua dari masing-masing Informan berbeda-beda dalam melakukan sosialisasi mengenai perilaku tidak merokok. Terdapat orangtua yang memang melakukan sosialisasi dengan baik dari semua dimensi yang ada, tetapi ada juga orangtua yang hanya baik dalam satu atau dua dimensi saja. Hal tersebut terlihat dari pengakuan Informan G yang dari hasil wawancara ternyata orangtua melakukan sosialisasi mengenai perilaku tidak merokok dengan reward and punishment saja tetapi dalam terpaan selektif dan keteladanan orangtua dinilai masih kurang baik. HUBUNGAN TINGKAT SOSIALISASI KELUARGA DENGAN PERILAKU TIDAK MEROKOK Bagian ini menguraikan penjelasan mengenai hubungan antara variabel tingkat sosialisasi keluarga dengan variabel perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Kedua variabel ini diuji menggunakan uji statistik Somers d. Pengujian menggunakan uji statistik Somers d dianggap paling tepat karena hubungan antara variabel ini bersifat asimetrik dan skala yang digunakan dalam pengukurannya adalah skala ordinal. Uji Somers d memiliki value range atau rentang nilai korelasi dari -1 hingga 1. Nilai -1 menunjukkan hubungan korelasi negatif sempurna, nilai 0 menunjukkan tidak ada hubungan korelasi, dan nilai 1 menunjukkan hubungan korelasi positif sempurna. Selain memperlihatkan positif atau negatifnya korelasi antar variabel, uji Somers d juga dapat menunjukkan kekuatan hubungan dari variabel-variabel tersebut. Jika nilai Somers d adalah antara 0,0 - <0,2 menunjukkan hubungan yang sangat lemah; antara 0,2 - <0,4 menunjukkan hubungan yang lemah; antara 0,4 - <0,7 menunjukkan hubungan yang cukup kuat ; antara 0,7 - <0,9 menunjukkan hubungan yang kuat ; antara 0,9-1,0 menunjukkan hubungan yang sangat kuat. Kemudian berdasarkan nilai signifikansi (approx. sig.) juga dapat diketahui apakah tingkat hubungan antar variabel tersebut dapat diberlakukan di tingkat populasi atau hanya pada tingkat sampel saja, yaitu dengan cara membandingkannya dengan nilai alpha. Nilai alpha dalam penelitian ini adalah sebesar 5% atau 0,05. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka hubungan antar variabel tersebut dapat berlaku di tingkat populasi, sebaliknya jika nilai signifikansi > 0,05 maka hubungan antar variabel tersebut hanya berlaku pada tingkat sampel. Tabel 2 Hubungan Sosialisasi Keluarga Dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 78 Jakarta N= 285 Sosialisasi Keluarga Kurang Sangat TOTAL Perilaku Tidak Merokok Kurang Sangat TOTAL (59,7%) (33,3%) (33,6%) (39,6%) (16,4%) (22,7%) (19,6%) (19,6%) (23,9%) (44,0%) (46,9%) (40,7%) (100,0%) (100,0%) (100,0%) (100%) Sumber:Hasil Data Peneliti 2014

9 Tabel di atas memperlihatkan bahwa perilaku tidak merokok remaja yang tergolong kurang baik didominasi oleh responden yang mendapat sosialisasi keluarga yang kurang baik pula (59,7%), lalu dikuti oleh responden yang mendapat sosialisasi keluarga sangat baik (23,9%), dan di urutan terakhir adalah responden yang mendapat sosialisasi keluarga yang tergolong baik (16,4%). Data juga memperlihatkan bahwa responden dengan perilaku tidak merokok yang tergolong baik paling banyak berasal dari responden yang mendapatkan sosialisasi keluarga yang tergolong sangat baik (44,0%). Lalu diikuti dengan responden yang mendapat sosialisasi keluarga yang kurang baik dan baik (masing-masing sebesar 33,3% dan 27,7%). Dari hasil tabel silang dapat lihat bahwa responden dengan perilaku tidak merokok yang tergolong sangat baik paling banyak berasal dari responden yang mendapatkan sosialisasi keluarga sangat baik pula (46,9%), lalu diikuti oleh responden yang mendapatkan sosialisasi keluarga kurang baik (33,6%), dan di urutan terakhir adalah responden yang mendapatkan sosialisasi keluarga kurang baik (19,6%). Data Tabel di atas menunjukkan bagaimana hubungan antara sosialisasi keluarga dengan kecenderungan perilaku tidak merokok remaja. Data tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki perilaku tidak merokok kurang baik kebanyakan merupakan responden yang mendapatkan sosialisasi keluarga yang tergolong kurang baik juga. Lalu, responden yang memiliki perilaku tidak merokok sangat baik kebanyakan merupakan responden yang mendapatkan sosialisasi keluarga yang tergolong sangat baik juga. Data yang cukup menarik adalah responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong baik kebanyakan adalah responden yang mendapatkan sosialisasi keluarga yang tergolong sangat baik. Peneliti melakukan uji hipotesis dengan Somers d untuk melihat bagaimana arah hubungan, kekuatan hubungan, dan tingkat keberlakuan hubungan antara variabel tingkat sosialisasi keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Hasil uji hipotesis Somers d terlihat dari tabel berikut: Tabel 3 Hasil Uji Somers d antara Tingkat Sosialisasi Keluarga dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 78 Jakarta N= 285 Uji Statistik Variabel Tingkat Sosialisasi Keluarga dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 78 JAKARTA Value Approx. Signification 0,172 0,001 Sumber: Hasil Data Studi Peneliti 2014 Hasil uji statistik Somers d memperlihatkan bahwa nilai hubungan antara kedua variabel tersebut adalah 0,172. Nilai 0,172 berarti variabel tingkat sosialisasi keluarga dan perilaku tidak merokok remaja memiliki hubungan yang sangat lemah menurut pembagian kekuatan hubungan oleh Cohen dan Holiday (bryman dan Cramer, 2001). Tingkat signifikasi dengan nilai sebesar 0,001 yang lebih kecil dari nilai Alpha (0,05) membuat hipotesis penelitian ini dapat diterima. Berdasarkan hasil tersebut berarti hubungan antara kedua variabel dalam penelitian ini dapat digeneralisasikan di tingkat populasi. Artinya, terdapat hubungan antara tingkat sosialisasi keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa variabel tingkat sosialisasi keluarga dengan variabel perilaku tidak merokok remaja memiliki hubungan yang lemah dan dapat digeneralisasikan pada tingkat populasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel tingkat sosialisasi keluarga dengan variabel perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Penelitian ini memang menemukan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel, akan tetapi penelitian ini juga mendapatkan temuan mengenai variabel lain yang berpotensi memiliki hubungan dengan perilaku tidak merokok remaja yang dihasilkan dari wawancara mendalam dengan beberapa Informan yang bersekolah di SMAN 78 Jakarta. Temuan datanya adalah semua Informan berpendapat bahwa perilaku tidak merokok yang mereka miliki ini selain mendapatkannya dari sosialisasi keluarga, sekolah dan media massa juga memiliki pengaruh dalam pembentukan perilaku tidak merokok mereka. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Henslin (2009): melalui proses sosialisasi, nilai dan norma ditransmisikan ke dalam diri seseorang yang notabene merupakan anggota dari masyarakat tersebut. Terdapat agen-agen yang berperan dalam setiap proses sosialisasi yang dilalui individu. Dalam penelitian ini keluarga, sekolah, dan media massa adalah agen-agen sosialisasi yang memberikan pemahaman dan menanamkan nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku tidak merokok.

10 Berikut adalah penuturan dari Informan F yang menyatakan bahwa ia menyadari kandungan negatif rokokok dan bahaya merokok dari media massa dan sekolah: Gue sih taunya bahaya merokok dari media-media juga banyak, terus tau juga dari guru, terus poster-poster anti rokok di sekolah. Ya gue banyak tau lah tentang apa aja kandungan rokok dan bahayanya ngerokok (Hasil wawancara dengan F pada tanggal 18 Mei 2014) Lalu penuturan dari Informan G juga turut memperkuat argumen bahwa sekolah dan media massa memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak merokoknya. Dari penuturan Informan G, ia mengatakan bahwa ia menyadari akan bahaya merokok dan kesadaran itu ia dapat melalui info-info di media massa yang mengatakan bahwa banyak orang meninggal akibat menjadi seorang perokok. Hal tersebut menunjukkan bahwa media massa sebagai agen sosialisasi melakukan sosialisasi mengenai bahaya merokok. Media massa dominan melakukan terpaan selektif dalam menyosialisasikan bahaya merokok karena sosialisasi yang dilakukan hanya melalui pemberian pengetahuan mengenai kandungan rokok dan bahaya merokok. Media Massa sebagai salah satu agen sosialisasi tidak dapat melakukan keteladanan dan reward and punishment. Selain media massa, sekolah juga memiliki pengaruh terhadap perilaku tidak merokoknya. Sebagai agen sosialisasi, sekolah melakukan penanaman nilai-nilai dan norma dengan pemberian terpaan selektif dan reward and punishment. Terpaan selektif yang dilakukan oleh sekolah adalah melalui pemberian pengetahuan mengenai bahaya merokok dalam proses pembelajaran. Selain itu, pemasangan spandukspanduk dan simbol-simbol di lingkungan sekolah yang berisi pengetahuan tentang bahaya merokok juga merupakan suatu bentuk terpaan selektif yang dilakukan sekolah sebagai agen sosialisasi. Sekolah juga melakukan reward and punishment dalam melakukan sosialisasi mengenai bahaya merokok. Reward and punishment terlihat pada pembuatan peraturan yang berisi larangan untuk merokok di sekolah, dimana siswa yang melanggar peraturan tersebut akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Keteladanan tidak terlihat dalam proses sosialisasi yang dilakukan oleh sekolah sebagai suatu agen sosialisasi, karena sekolah disini dilihat sebagai suatu setting sosial bukan suatu kelompok atau individu yang dapat memberikan contoh dan keteladanan. Adanya pengaruh sekolah terhadap perilaku tidak merokok yang dimiliki oleh remaja di SMAN 78 Jakarta menunjukkan penjelasan dari Wolinsky dalam buku The Sociology of Health sesuai dengan temuan data dalam penelitian ini. Menurut Wolinsky, kita harus berada di lingkungan sosial yang lebih baik untuk meningkatkan kesehatan diri. Dalam konteks ini, SMAN 78 Jakarta suatu setting sosial adalah lingkungan yang baik untuk meningkatkan kesehatan diri. Hal tersebut karena SMAN 78 Jakarta merupakan lingkungan sekolah yang bersih dan menerapkan nilai-nilai yang menjujung tinggi kesehatan. Tidak hanya itu, SMAN 78 Jakarta juga menunjukkan Caring terhadap warga sekolahnya dengan melengkapi fasilitas untuk meningkatkan kesehatan dan sekolah pun menerapkan peraturan agar siswanya menerapkan perilaku sehat. Dari penjelasan diatas, peneliti melihat bahwa agen sosialisasi yang cenderung mememiliki hubungan dengan perilaku tidak merokok remaja adalah sekolah dan media massa. Hal tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Yan Dkk dengan judul Understanding Green Purchase Behavior: College Student and Socialization Agent yang menyatakan bahwa selain keluarga, agen sosialisasi yang berpengaruh terhadap perilaku remaja adalah sekolah dan teman sebaya. Sehingga terdapat kesamaan antara kedua hasil penelitian ini, yaitu sekolah adalah salah satu agen sosialisasi yang menanamkan nilai-nilai dan norma terhadap pembentukan perilaku seseorang. Hasil Penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Pengaruh Sosialisasi Keluarga Tehadap Perilaku Prososial Anak Kategori Remaja Muda. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Pengaruh Sosialisasi Keluarga Tehadap Perilaku Prososial Anak Kategori Remaja Muda menyatakan bahwa sosialisasi keluarga memiliki hubungan terhadap perilaku remaja. Sejalan dengan hasil temuan penelitian tersebut, Penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan antara variabel tingkat sosialisasi keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara hasil studi Pengaruh Sosialisasi Keluarga Tehadap Perilaku Prososial Anak Kategori Remaja Muda dengan hasil studi pada penelitian ini. Perbedaan kedua hasil studi tersebut adalah variabel sosialisasi keluarga memiliki pengaruh yang tergolong cukup kuat terhadap variabel dependen pada studi Pengaruh Sosialisasi Keluarga Tehadap Perilaku Prososial Anak Kategori Remaja Muda. Sedangkan dalam penelitian ini, variabel sosialisasi keluarga hanya memiliki pengaruh yang tergolong lemah terhadap variabel dependen. Hal tersebut menunjukkan bahwa sosialisasi keluarga memiliki pengaruh yang cukup kuat pada perilaku remaja usia tahun, sedangkan hanya memiliki pengaruh yang lemah kepada remaja usia tahun.

11 Dengan hasil temuan pada penelitian ini, dapat dibenarkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh keluarga berhubungan dengan perilaku tidak merokok remaja. Hal tersebut pun sesuai dengan pemikiran Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa: Orangtua sebagai significant other atau agen sosialisasi terdekat dengan seorang individu, dimana keluarga adalah sumber utama dan pertama untuk individu mendapatkan pelajaran mengenai bagaimana cara untuk berfikir dan berperilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Tidak hanya Notoatmodjo, Bossard dalam bukunya The Sociology of Child Development pun mengatakan bahwa keluarga adalah masyarakat pertama bagi seorang individu, dimana keluarga adalah sosok yang paling dominan dalam pembentukan perilaku dan kepribadian seseorang (Bossard, 1948). Peran keluarga dalam melakukan sosialisasi nilai dan norma untuk berperilaku dalam kehidupan remaja menjadi penting karena dengan sosialisasi tersebut remaja menjadi memiliki pegangan nilai untuk menjadi tameng pengaruh-pengaruh negatif setelah remaja tersebut memasuki dunia yang lebih luas dibandingkan lingkungan keluarga. Temuan yang memperlihatkan bahwa tingkat sosialisasi keluarga memiliki hubungan dengan perilaku tidak merokok membuat peneliti ingin melihat lebih jauh lagi hubungan kedua variabel tersebut dengan analisa melalui dimensi yang ada dalam variabel sosialisasi keluarga. Keinginan untuk melihat hubungan antar variabel secara lebih mendalam (per-dimensi) dikarenakan peneliti ingin mengetahui dimensi apa yang memiliki hubungan paling baik dan dimensi mana yang tidak memiliki hubungan dengan variabel perilaku tidak merokok remaja. Dalam Variabel Sosialisasi Keluarga terdapat 3 Dimensi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Dimensi Terpaan Selektif, Dimensi Keteladanan, dan Dimensi Reward and Punishment. Analisis dilakukan untuk melihat hubungan antara dimensi-dimensi dalam sosialisasi keluarga dengan variabel perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta Hubungan dimensi-dimensi dalam tingkat sosialisasi keluarga dengan variabel perilaku tidak merokok dilakukan dengan analisis menggunakan tabel uji Somers d. Dimensi pertama yang akan dipaparkan adalah dimensi tingkat terpaan selektif. Berikut adalah hasil analisis tabel silang yang memperlihatkan hubungan antara dimensi terpaan selektif keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja: Tabel 4 Hubungan Terpaan Selektif Keluarga dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 78 Jakarta N= 285 Terpaan Selektif Perilaku Tidak Merokok Kurang Sangat TOTAL Kurang (29,9%) (18,7%) (20,3%) (22,1%) (56,7%) (45,3%) (48,3%) (49,5%) Sangat (13,4%) (36,0%) (31,5%) (28,4%) TOTAL (100,0%) (100,0%) (100,0%) (100%) Sumber: Hasil Data Studi Peneliti 2014 Tabel Silang di atas memperlihatkan bahwa responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong kurang baik paling banyak terlihat pada responden yang mendapatkan terpaan selektif yang tergolong baik (56,7%) dibandingkan pada responden yang mendapatkan terpaan selektif kurang baik (29,9%) dan sangat baik (13,4%). Selanjutnya, responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong baik paling banyak terlihat pada responden yang mendapatkan terpaan selektif yang tergolong baik pula (45,3%), dibandingkan responden yang mendapatkan terpaan selektif yang tergolong kurang baik (18,7%) dan terpaan selektif yang tergolong sangat baik (36,0%) pada tingkat perilaku tidak merokok yang sama. Terakhir, pada responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong sangat baik paling banyak terlihat pada responden yang mendapatkan terpaan selektif yang tergolong baik (48,3%),

12 dibandingkan responden yang mendapatkan terpaan selektif yang tergolong sangat baik (31,5%) dan terpaan selektif yang tergolong kurang baik (20,3%) pada tingkat perilaku tidak merokok yang sama. Data diatas memperlihatkan bahwa responden yang memiliki perilaku tidak merokok kurang baik, baik, dan sangat baik merupakan responden yang mendapatkan terpaan selektif dari keluarga yang tergolong baik. Untuk lebih jelasnya, peneliti melakukan uji hipotesis dengan Somers d untuk melihat bagaimana arah hubungan, kekuatan hubungan, dan tingkat keberlakuan hubungan antara dimensi terpaan selektif dengan perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil uji hipotesis Somers d: Tabel 5 Hasil Uji Somers d antara Terpaan Selektif dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 78 Jakarta N= 285 Uji Statistik Variabel Value Approx. Signification Tingkat Terpaan Selektif Keluarga dengan Perilaku Tidak Merokok 0,110 0,033 Remaja di SMAN 78 JAKARTA Sumber: Hasil Data Studi Peneliti 2014 Hasil uji statistik Somers d memperlihatkan bahwa nilai hubungan antara kedua variabel tersebut adalah 0,110. Dengan nilai 0,110 berarti dimensi terpaan selektif keluarga dan perilaku tidak merokok remaja memiliki hubungan yang sangat lemah. Tingkat signifikasi dengan nilai sebesar 0,033 yang lebih kecil dari nilai Alpha (0,05) membuat hipotesis penelitian ini dapat diterima. Berdasarkan hasil tersebut berarti hubungan kedua variabel ini dapat digeneralisasikan di tingkat populasi. Artinya, terdapat hubungan antara terpaan selektif keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Hasil data yang menunjukkan bahwa temuan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara terpaan selektif keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja. Temuan penelitian ini sesuai dengan temuan studi yang berjudul Parental Anti-Smoking Socialization,dimana temuan studi tersebut adalah Penjelasan Orangtua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku tidak merokok remaja. Temuan penelitian ini yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara terpaan selektif dengan perilaku tidak merokok remaja membuat penelitian ini memperkuat temuan studi Parental Anti-Smoking Socialization. Sehingga dapat dikatakan temuan kedua penelitian ini adalah segala bentuk terpaan selektif yang dilakukan oleh keluarga seperti penjelasan, larangan, himbauan, dan harapan merupakan salah satu cara efektif dalam mensosialisasikan perilaku yang diharapkan. Dimensi selanjutnya untuk dilihat nilai signifikansi dalam variabel tingkat sosialisasi keluarga adalah dimensi keteladanan. Berikut adalah analisa hubungan antara dimensi keteladanan orangtua dengan perilaku tidak merokok remaja. Tabel 6 Hubungan Keteladanan Keluarga dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 78 Jakarta N= 285 Keteladanan Perilaku Tidak Merokok Kurang Sangat TOTAL Kurang Sangat TOTAL 39 (58,2%) 29 (38,7%) (17,9%) (17,3%) (23,9%) (44,0%) (100,0%) (100,0%) Sumber: Hasil Data peneliti (32,2,%) 38 (26,6%) 59 (41,3%) 143 (100,0%) 114 (40,0%) 63 (22,1%) 108 (37,9%) 285 (100%)

13 Tabel Silang di atas memperlihatkan bahwa responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong kurang baik paling banyak terlihat pada responden yang mendapatkan keteladanan kurang baik pula (58,2%) dibandingkan pada responden yang mendapatkan keteladanan baik (17,9%) dan sangat baik (23,9%) pada perilaku tidak merokok yang sama. Selanjutnya, responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong baik paling banyak terlihat pada responden yang mendapatkan keteladanan yang tergolong sangat baik (44,0%), diikuti responden yang mendapatkan keteladanan yang tergolong baik dan kurang baik (masing-masing sebesar 38,7% dan 17,3%) pada tingkat perilaku tidak merokok yang sama. Terakhir, pada responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong sangat baik paling banyak terlihat pada responden yang mendapatkan keteladanan yang tergolong sangat baik pula (41,3%), dibandingkan responden yang mendapatkan keteladanan yang tergolong kurang baik (32,2%) dan keteladanan yang tergolong baik (26,6%) pada tingkat perilaku tidak merokok yang sama. Data Tabel menunjukkan bagaimana hubungan antara keteladanan keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja. Data tersebut menunjukkan bahwa responden yang memiliki perilaku tidak merokok kurang baik kebanyakan merupakan responden yang mendapatkan keteladanan keluarga yang tergolong kurang baik juga. Lalu, responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong sangat baik kebanyakan merupakan responden yang mendapatkan keteladanan keluarga yang tergolong sangat baik juga. Data yang cukup menarik adalah responden yang memiliki perilaku tidak merokok yang tergolong baik kebanyakan adalah responden yang mendapatkan keteladanan keluarga yang tergolong sangat baik. Peneliti melakukan uji hipotesis dengan Somers d untuk melihat bagaimana arah hubungan, kekuatan hubungan, dan tingkat keberlakuan hubungan antara dimensi keteladanan keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Berikut adalah tabel yang menunjulkkan hasil uji hipotesis Somers d: Tabel 6 Hasil Uji Somers d Antara Keteladanan Keluarga Dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja N= 285 Uji Statistik Variabel Value Approx. Signification Tingkat Keteladanan Keluarga dengan Perilaku Tidak Merokok Remaja di SMAN 0,154 0, JAKARTA Sumber: Hasil Data peneliti 2014 Hasil uji statistik Somers d memperlihatkan bahwa nilai hubungan antara kedua variabel tersebut adalah 0,154. Dengan nilai 0,154 berarti dimensi keteladanan keluarga dan perilaku tidak merokok remaja memiliki hubungan yang sangat lemah. Tingkat signifikasi dengan nilai sebesar 0,003 yang lebih kecil dari nilai Alpha (0,05) membuat hipotesis penelitian ini diterima. Berdasarkan hasil tersebut berarti hubungan keteladanan keluarga dan perilaku tidak merokok dapat digeneralisasikan di tingkat populasi. Artinya, terdapat hubungan antara keteladanan keluarga dengan perilaku tidak merokok remaja SMAN 78 Jakarta. Hasil temuan data kuantitatif di atas menunjukkan bahwa keteladanan keluarga memiliki hubungan dengan perilaku tidak merokok remaja di SMAN 78 Jakarta. Temuan tersebut diperkuat oleh hasil wawancara mendalam dengan Informan. Terdapat temuan mengenai keteladanan keluarga dalam sosialisasi mengenai perilaku tidak merokok. Berdasarkan hasil wawancara dengan Informan R, ia mengakui bahwa ayahnya merupakan seorang perokok aktif dan tidak segan-segan untuk merokok di lingkungan rumah. Setelah itu, Informan R menuturkan bahwa Bokap sih ngerokok, tapi nyokap gue engga ngerokok Mungkin sih, gara gara bokap ngerokok makanya gue jadi berani nyoba. Dari kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa Informan R berani untuk mencoba merokok dikarenakan melihat orangtuanya yang merupakan seorang perokok aktif. Dari wawancara dengan Informan R juga terlihat bahwa mencoba merokok menurutnya bukanlah sebuah kesalahan, pemikiran tersebut diindikasikan karena keteladanan yang ditunjukkan orangtua Informan R yang terus-menerus merokok dihadapan Informan R. Dari berbagai pernyataan tersebutlah yang mengindikasikan bahwa keteladanan orangtua mengenai perilaku merokok dapat mempengaruhi remaja dalam perilaku tidak merokoknya. Dapat

BAB IV ANALISA HUBUNGAN ANTAR VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN

BAB IV ANALISA HUBUNGAN ANTAR VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN 59 BAB IV ANALISA HUBUNGAN ANTAR VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN Dalam bab ini, peneliti menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian ini, dimana yang utama adalah hubungan antara sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok adalah perilaku membakar dedaunan (tembakau) yang dilinting atau diletakkan pada pipa kecil lalu menghisapnya melalui mulut dan dilakukan secara berulang-ulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah hasil dari non-perokok yang terpapar asap rokok. Hampir 80% dari lebih 1

BAB I PENDAHULUAN. adalah hasil dari non-perokok yang terpapar asap rokok. Hampir 80% dari lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi dunia, membunuh hampir sekitar 6 juta orang per tahun. Lebih dari 5 juta kematian adalah akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2003). Remaja merupakan bagian perkembangan yang penting dan unik,

BAB I PENDAHULUAN. 2003). Remaja merupakan bagian perkembangan yang penting dan unik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah salah satu bagian perkembangan disetiap manusia. masa remaja dimulai saat seorang individu berumur 11-22 tahun (Santrock, 2003). Remaja merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok adalah salah satu zat adiktif yang apabila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular dan penyakit tidak menular masih memiliki angka prevalensi yang harus diperhitungkan. Beban ganda kesehatan menjadi permasalahan kesehatan bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah

BAB I PENDAHULUAN. dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena merokok dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemui dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah makan, taman rekreasi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (World Health Organization) (2007) adalah 12 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN MEROKOK PADA REMAJA PUTRI DI KELURAHAN JATI KOTA PADANG TAHUN 2010

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN MEROKOK PADA REMAJA PUTRI DI KELURAHAN JATI KOTA PADANG TAHUN 2010 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN MEROKOK PADA REMAJA PUTRI DI KELURAHAN JATI KOTA PADANG TAHUN 2010 Skripsi Diajukan ke Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terdiri dari 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terdiri dari 4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Tempat Penelitian Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terdiri dari 4 Program Studi yaitu Teknik Sipil, Teknik Elektro, Teknik Mesin dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status

BAB I PENDAHULUAN. merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak muda, orang tua, status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dimanapun tempat selalu ditemukan orang merokok baik laki-laki, perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam

Lebih terperinci

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan.

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat di Indonesia dan cenderung meningkat. Hal ini memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO (1995) masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia 10-19 tahun. Remaja adalah populasi besar dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu penyumbang kematian terbesar di dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 juta kematian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap sebagai perilaku yang wajar dan menjadi bagian dari kehidupan sosial dan gaya hidup tanpa memahami risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rokok sudah dikenal manusia sejak 1.000 tahun sebelum Masehi. Sejak setengah abad yang lalu telah diketahui bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan pada perokok itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan modernisasi bangsa guna peningkatan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein & BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merokok merupakan salah satu kebiasaan negatif manusia yang sudah lama dilakukan. Kebiasaan ini sering kali sulit dihentikan karena adanya efek ketergantungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang umum di masyarakat Indonesia. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan pola perilaku yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi

BAB I PENDAHULUAN. muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok sangat melekat dalam keseharian banyak orang, muncul pula tingkat kecanduan yang berbeda-beda dan bentuk implementasi yang juga tidak sama, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah rokok merupakan pembicaraan yang selalu berkembang di dunia. Dari tahun ke tahun prevalensi perokok di dunia semakin meningkat. Jumlah perokok saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kematian akibat rokok adalah 4 juta jiwa pertahun yang 500.000 diantaranya adalah perempuan. Data Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Merokok merupakan kebiasaan buruk yang menjadi masalah seluruh dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Di negara-negara yang maju kebiasaan merokok telah jauh

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1) BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN

PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN Perbedaan Keterampilan Sosial (Afrian Budiarto) 512 PERBEDAAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA AKTIF DAN PASIF ORGANISASI KESISWAAN DI SMP NEGERI 2 BINANGUN DIFFERENCE SOCIAL SKILLS STUDENTS ACTIVE AND PASSSIVE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia kesehatan karena dapat menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal dalam setahun. Lebih dari 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kebiasaan buruk yang dilakukan manusia yang telah sejak dulu adalah merokok.merokok merupakan masalah yang utama bagi kesehatan masyarakat di dunia.karena

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan sekitar 6 juta kematian pertahun. Lebih

Lebih terperinci

Hubungan Terpaan Iklan Produk Rokok di Media Massa dan Interaksi Peer Group dengan Minat Merokok pada Remaja

Hubungan Terpaan Iklan Produk Rokok di Media Massa dan Interaksi Peer Group dengan Minat Merokok pada Remaja Hubungan Terpaan Iklan Produk Rokok di Media Massa dan Interaksi Peer Group dengan Minat Merokok pada Remaja Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata S1 Jurusan Ilmu Komunikasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 miliar yang terdiri dari 47% pria, 12% wanita dan 41% anak-anak (Wahyono, 2010). Pada tahun 2030, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama kanker di dunia. Survei dari WHO 8,2 juta orang meninggal kerena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama kanker di dunia. Survei dari WHO 8,2 juta orang meninggal kerena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) menjelaskan rokok menjadi penyebab utama kanker di dunia. Survei dari WHO 8,2 juta orang meninggal kerena penyakit kanker dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PELAJAR DI SALAH SATU SMA DI BANJARMASIN MENGENAI MASALAH MEROKOK

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PELAJAR DI SALAH SATU SMA DI BANJARMASIN MENGENAI MASALAH MEROKOK ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PELAJAR DI SALAH SATU SMA DI BANJARMASIN MENGENAI MASALAH MEROKOK Anna Erliana Oetarman, 2010; Pembimbing I : dr. J. Teguh Widjaja, SpP. Pembimbing II :

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( )

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( ) LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH (10503124) KECADUAN MEROKOK MENUNJUKKAN BAHWA KEBANYAKAN PEROKOK MUDA YANG MULAI DIPENGARUHI OLEH KEBIASAAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kandung kemih, pankreas atau ginjal. Unsur-unsur yang terdapat didalam rokok

BAB 1 : PENDAHULUAN. kandung kemih, pankreas atau ginjal. Unsur-unsur yang terdapat didalam rokok BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan karena rokok memiliki dampak fisiologis seperti terjadinya batuk menahun, penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif menahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok sudah menjadi kebudayaan di masyarakat sehingga kegiatan merokok ini dapat kita jumpai di banyak tempat. Padahal sebagian besar masyarakat sudah mengatahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah siswa remaja yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah siswa remaja yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah siswa remaja yang sedang mengalami masa transisi atau masa peralihan. Dapat dimengerti bahwa akibat yag luas dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan

Lebih terperinci

cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris,

cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas yang digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan, daging, dan sebagainya sebesar 11% (Setiarti, 2005). perokok di Indonesia merokok sebelum usia 19 tahun (Jamal, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. ikan, daging, dan sebagainya sebesar 11% (Setiarti, 2005). perokok di Indonesia merokok sebelum usia 19 tahun (Jamal, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok adalah salah satu komoditas tertinggi di Indonesia. Menurut data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2005, pengeluaran rumah tangga untuk rokok menghabiskan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN IKLAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN IKLAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 BOYOLALI GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 011 (695-705) HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN IKLAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI MADRASAH ALIYAH NEGERI BOYOLALI Arina Uswatun

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari,

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari, baik diri sendiri yang merokok atau melihat orang lain merokok. Sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN. 34 tahun), lainnya masuk pada kategori dewasa muda (35-65 tahun) (39%) dan hanya

BAB 7 KESIMPULAN. 34 tahun), lainnya masuk pada kategori dewasa muda (35-65 tahun) (39%) dan hanya - 41 - BAB 7 KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pengumpulan, analisis, dan intepretasi data dalam pelaksanaan penelitian mengenai Sikap dan Perilaku Merokok Dosen UI di Depok Tahun 2008, dimana data

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. WHO mencatat jumlah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya yang ditimbulkan dari merokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 1 Hubungan Terpaan Sosialisasi Tertib Lalu Lintas Kementerian Perhubungan di Televisi dan Interaksi Peer Group dengan Perilaku Tertib Berlalu Lintas Pelajar dan Mahasiswa Semarang Skripsi Disusun untuk

Lebih terperinci

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA OLEH : TRIA FEBRIANI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku adalah aktifitas nyata dan bisa dilihat dari setiap orang. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya. Rokok pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai gencar mengembangkan pengadaan Kelas Khusus Olahraga (KKO) atau disebut pula dengan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan menghargai hak-hak setiap individu tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai warga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok telah lama dikenal oleh masyakarat Indonesia dan dunia dan jumlah perokok semakin terus bertambah dari waktu ke waktu. The Tobacco Atlas 2009 mencatat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Menurut beberapa ahli, selain istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik bagi masa depan negara. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik bagi masa depan negara. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang selalu menarik untuk dikaji. Remaja dianggap sebagai generasi penerus bangsa dan merupakan aset terbesar yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, dan rasa percaya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat determinasi diri pada

BAB V PENUTUP. kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat determinasi diri pada BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini, yakni: 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat peran ayah pada remaja kelas X di SMAN 3 Malang adalah tinggi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 penyakit yang berkaitan dengan tembakau/rokok akan menjadi masalah kesehatan utama terbesar dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal yang ditandai dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. World Health Organization

Lebih terperinci

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003): 2.3 macam-macam perilaku kesehatan Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP NEGERI X DI KOTA BOGOR TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP NEGERI X DI KOTA BOGOR TAHUN 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA SMP NEGERI X DI KOTA BOGOR TAHUN 2014 Eneng Vini Widianti, Tri Yunis Miko Wahyono Departemen Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik). Berdasarkan intrinsic-extrinsic model Curry et,al (1990) dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik). Berdasarkan intrinsic-extrinsic model Curry et,al (1990) dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Motivasi pada dasarnya dapat bersumber pada diri seseorang (motivasi intrinsik) dan dapat pula bersumber dari luar diri seseorang (motivasi ekstrinsik). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan rokok di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dikelilingi persawahan,dan dekat dengan jalan raya. Sekolah SMPN 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dikelilingi persawahan,dan dekat dengan jalan raya. Sekolah SMPN 2 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum lokasi penelitian Lokasi penelitian ini adalah SMPN 2 Sanden yang terletak di Desa Srigading, Sanden.Kabupaten Bantul Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rokok. Masalah rokok tidak hanya merugikan si perokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. rokok. Masalah rokok tidak hanya merugikan si perokok (perokok aktif) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang yang ada disekitarnya. Merokok merupakan suatu hal yang tidak asing lagi, bahkan kita sering

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, dalam segi fisik, kognitif, sosial ataupun emosional. Masa remaja dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku merokok dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku merokok dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sangat merugikan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Perilaku merokok saat ini merupakan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan bahkan sudah menjadi masalah nasional dan internasional. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian SMA Negeri 1 Gorontalo adalah sekolah menengah atas yang pertama berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda sekitar dua abad yang lalu dan penggunaannya pertama kali oleh masyarakat Indonesia dimulai ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja dalam perkembangannya sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Salah satu perilaku tidak sehat oleh remaja yang dipengaruhi oleh lingkungan adalah merokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi rokok merupakan salah satu penyebab utama kasus kematian di dunia yang dapat dicegah (Erdal, Esengun, & Karakas, 2015). Beberapa penelitian terkait risiko yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. Merokok itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini. Jika ditanya mengapa orang merokok, masing-masing pasti memiliki. anak muda, remaja yang melakukan kebiasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kini. Jika ditanya mengapa orang merokok, masing-masing pasti memiliki. anak muda, remaja yang melakukan kebiasaan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu fenomena gaya hidup pada orang masa kini. Jika ditanya mengapa orang merokok, masing-masing pasti memiliki jawaban sendiri. Ada yang merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan terjadinya 25 penyakit di tubuh manusia. Analisa mendalam tentang aspek sosio ekonomi dari bahaya merokok

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

PENGARUH SOSIALISASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA REMAJA AWAL (Studi Pada Murid-Murid SLTP Negeri X di Jakarta) SKRIPSI

PENGARUH SOSIALISASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA REMAJA AWAL (Studi Pada Murid-Murid SLTP Negeri X di Jakarta) SKRIPSI PENGARUH SOSIALISASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA REMAJA AWAL (Studi Pada Murid-Murid SLTP Negeri X di Jakarta) SKRIPSI Devina Rosdiana Sari 0905050109 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Oleh. menurunkan kualitas hidup manusia (Aditama,1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Oleh. menurunkan kualitas hidup manusia (Aditama,1997). 20 BAB 1 PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Oleh karena itu maka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci