ABSTRAK. : Hana Monica

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK. : Hana Monica"

Transkripsi

1 ABSTRAK Nama : Hana Monica Program Studi : Ilmu Hukum Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Atas Perlindungan Konsumen dan Perlindungan Pelaku Usaha Dalam Hal Pertanggungjawaban Pengangkut atas Bagasi Tercatat Berisi Barang Berharga yang Hilang (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 278/Pdt/G/2011/Pn-Jkt.Pst Antara Umbu S. Samapaty Melawan Lion Air) Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban pengangkut udara niaga atas hilangnya bagasi tercatat berisi barang berharga, ditinjau dari teori atau prinsipprinsip pertanggungjawaban pengangkut dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan, yaitu UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (selanjutnya disebut Permenhub Nomor 77 Tahun 2011). Skripsi ini mengambil satu contoh kasus, yaitu kasus antara Umbu S. Samapatty dengan Lion Air. Dalam kasus, Umbu S. Samapatty menggunakan jasa pengangkutan dari Lion Air, namun ternyata Lion Air lalai dan menghilangkan bagasi tercatat milik Umbu S. Samapatty. Umbu S. Samapatty sayangnya tidak melaporkan mengenai isi dari bagasi tercatatnya tersebut, dimana ternyata isinya adalah barang-barang berharga dengan nilai kurang lebih 2,9 Miliar. Rupiah. Penelitian membahas mengenai sisi perlindungan konsumen dalam hal terdapat kelalaian dari pelaku usaha dan juga membahas perlindungan dari sisi perlindungan pelaku usaha dalam hal terdapat faktor-faktor yang dipengaruhi oleh tindakan konsumen yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen. Penelitian ini membahas pula mengenai Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 dan ada atau tidaknya penerapan teori dan peraturan perundang-undangan yang baik pada putusan Majelis Hakim. Kata Kunci : Pengangkut, Penumpang Tanggung Jawab Pengangkut, Perlindungan Konsumen, Bagasi Tercatat, Bagasi Tercatat berisi Barang Berharga

2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia, sebagai sebuah negara kepulauan, terletak di antara dua benua dan dua samudera. Sebagai negara kepulauan, yang tentu saja wilayah perairannya lebih besar daripada daerah daratannya, maka alat bantu yang cocok adalah alat angkut yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat bila dikaitkan dengan kondisi negara Indonesia ini, yaitu jasa pengangkutan yang dapat menghubungkan antara satu pulau dan/atau wilayah dengan pulau dan/atau wilayah lain. 1 Transportasi udara menjadi jawaban dari keinginan dan perkembangan masyarakat Indonesia, karena memenuhi kriteria di atas. Perkembangan maskapai penerbangan di Indonesia pun meningkat seiring dengan tingginya penggunaan masyarakat Indonesia terhadap maskapai penerbangan. Masyarakat memegang perannya dengan menjadi konsumen terhadap maskapai penerbangan dan maskapai penerbangan menjadi pelaku usaha yang memenuhi kebutuhan para penumpangnya. Sayangnya dalam hubungan hak dan kewajiban antara masyarakat sebagai penumpang/ konsumen dengan pelaku usaha maskapai penerbangan di Indonesia sering muncul permasalahan. Dalam kesempatan kali ini, Penulis berencana untuk mengangkat salah satu permasalahan, yaitu mengenai hilangnya bagasi pada saat penerbangan. Topik ini menjadi sangat menarik untuk diangkat, karena masalah ini termasuk masalah yang sering terjadi di dalam lalu lintas penerbangan dan tentunya sangat terkait dengan para konsumen. Penulis mengangkat salah satu contoh kasus marak dibahas pada akhir tahun 2011 hingga tahun Kasus yang dibahas ini adalah mengenai hilangnya koper bagasi milik Umbu S. Samapaty oleh maskapai penerbangan Lion Air. Beliau menggunakan jasa penerbangan Lion Air pada 8 Oktober 2011 dari Manado ke Kupang dengan transit di Jakarta dan Surabaya. 2 Pada saat itu Umbu S. Samapaty menitipkan koper besar merek Polo berwarna hitam yang berisi antara lain 20 cincin 1 Chappy Hakim, Beny Adrian, Dicky Septriadi, Berdaulat di Udara: Membangun Citra Penerbangan Nasional, Jakarta : PT Komas Media Nusantara, 2012, hal Pengacara Perkarakan Bagasi Lion Air, diakses pada hari Senin 1 Oktober 2012 pukul WIB. 1

3 2 berbahan berlian, blue ruby, red ruby coklat, merah delima, giok, kecubung, dan blue savire 3 di bagasi pesawat Lion Air. Selain itu juga terdapat barang-barang mewah seperti jam Rolex dan gelang white full diamond. Nilai total dari seluruh barang tersebut mencapai Rp2,959 miliar. Ketika ia tiba di Kupang sekitar pukul 22.30, ternyata bagasi penggugat berupa koper besar merek Polo dengan nomor bagasi 0990 dalam nomor penerbangan JT tersebut tidak ditemukan atau hilang dan tidak diketahui lagi keberadaan dari koper tersebut. Dalam menanggapi kerugian yang Umbu S. Samapatty alami, beliau meminta tanggung jawab tergugat dengan ganti rugi senilai barang dalam koper yang hilang sebesar Rp. 2,9 Miliyar. Pihak Lion Air telah menawarkan secara antisipatif ganti kerugian pada Umbu S. Samapatty sebesar Rp ,00 (tiga juta rupiah), dimana berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 (selanjutnya disebut Permenhub Nomor 77 Tahun 2011) Pasal 5 ayat (1) huruf a Pelaku Usaha wajib memberikan ganti rugi kepada Penumpang yang kehilangan bagasi tercatatnya, yaitu Rp ,00 (empat juta rupiah). Walaupun begitu, Umbu S. Samapatty tidak menerima penawaran tersebut, karena jumlah penawaran tidak mencapai jumlah kerugian yang didapatnya, yaitu Rp. 2,9 Miliyar. Umbu menginginkan adanya keadilan yang lebih yang ia bisa dapatkan, yaitu penggantian sebesar jumlah yang ia hilangkan. Akibat tidak ditemukannya kesepakatan perdamaian antara kedua belah pihak, Umbu S. Samapatty akhirnya mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 21 Juni Disisi lain, terdapat fakta cukup penting yang juga terungkap di dalam kasus ini. Pada waktu Umbu S. Samapatty melakukan check in, Umbu S. Samapatty ternyata tidak melakukan pelaporan kepada pihak Lion Air bahwa ia sedang membawa bagasi tercatat berisi barang berharga. Hal ini patut pula menjadi point untuk Penulis perhatikan karena melihat sebenarnya ada suatu kondisi di dalam Permenhub 77/2011 yang menyatakan kekhususan pertanggungjawaban terhadap barang berharga. Pengangkut akan dibebaskan dari kewajiban penggantian ini dibebaskan dari pengangkut, apabila pada saat pelaporan/check in, penumpang telah menyatakan dan menunjukkan bahwa di dalam bagasi tercatat itu terdapat barang 3 Taufikul Basari, Berlian Hilang di Bagasi, Lion Air digugat, diakses pada hari Senin 1 Oktober 2012 pukul WIB.

4 3 berharga, dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya. 4 Pengaturan ini memberikan ketertarikan kepada Penulis karena berarti Penulis melihat bahwa ada dua kepentingan yang harus diperhatikan dan dianalisis lebih jauh lagi, yaitu tidak hanya kepentingan dari seorang konsumen dan perlindungan hukum yang konsumen bisa dapatkan dari peristiwa hilangnya koper berisi barang berharga, melainkan juga dari segi pelaku usaha. Maka dari itulah Penulis mengambil permasalahan ini untuk menjadi pembahasan dalam penelitian Penulis. 1.2 Pokok Permasalahan Pokok permasalahan yang Penulis ambil dalam kasus ini adalah: 1. Bagaimanakah penerapan ketentuan teori dan peraturan perundang-undangan mengenai tanggung jawab Pengangkut dalam hal hilangnya bagasi tercatat barang berharga dilihat dari sudut pandang kepentingan konsumen? 2. Bagaimanakah penerapan ketentuan teori dan peraturan perundang-undangan mengenai tanggung jawab Pengangkut dalam hal hilangnya bagasi tercatat berisi barang berharga dilihat dari sudut pandang kepentingan pelaku usaha? 3. Apakah Putusan Hakim Nomor 278/PDT/G/2011/PN-JKT.PST terhadap perkara antara Umbu S. Samapatty melawan Lion Air telah sesuai dengan ketentuan teori dan peraturan perundang-undangan dalam hal hilangnya bagasi tercatat yang berisi barang berharga? 4 Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Permenhub No. 77/2011, Berita Negara RI No. 486/2011, Pasal 6 ayat (1).

5 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Penerapan Ketentuan Teori dan Peraturan Perundang-undangan mengenai Hilangnya Bagasi Tercatat dilihat Dari Segi Kepentingan Konsumen Dalam kesempatan kali ini, Penulis akan membahasa mengenai ketentuanketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan terkait beserta prinsipprinsip yang ada untuk menganalisis mengenai kasus ini dari segi kepentingan konsumen Hak untuk Ganti Rugi yang dimiliki Konsumen Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen pada pada dasarnya memiliki beberapa hak, dimana salah satunya adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 5 Melihat dari ketentuan ini, maka Penulis berpendapat bahwa hak-hak dari konsumen ada yang terlanggar akibat adanya perbuatan dari Lion Air. Lion Air telah melanggar hak Umbu S. Samapatty sebagai konsumen, yaitu khususnya untuk bagian huruf a, dimana terdapat hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi atau menggunakan jasa dari Lion Air. Umbu S. Samapatty seharusnya mendapatkan kenyamanan dalam menggunakan jasa penerbangan Lion Air dalam bentuk sampainya Umbu S. Samapatty bersamaan dengan bagasinya dari Manado menuju Kupang tanpa kekurangan suatu apapun. Dengan hilangnya bagasi tercatat tersebut, maka kenyamanan akan jasa yang ditawarkan oleh Lion Air menjadi berkurang. Dalam putusan pun tidak dijelaskan mengenai fakta bahwa Lion Air sebagai pengangkut telah melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian dan hilangnya bagasi, seperti misalnya melakukan pengecekan pada pegawai internal bandara keberangkatan dan tujuan, ataupun mengejek kondisi dari setiap bagasi yang dicatatkan di pengangkut. Artinya, Lion Air telah gagal menjaga keselamatan bagi salah satu bagasi tercatat milik penumpangnya dan lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pengangkut kepada penumpang. Gagalnya pembuktian dari Lion Air secara gamblang telah mengindikasikan bahwa memang Lion Air harus bertanggung jawab terhadap kehilangan yang dialami oleh Umbu S. 5 Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42, TLN No. 3821, Pasal 4 huruf h. 4

6 5 Samapatty dan kenyamanan yang hilang karena kehilangan tersebut. Penulis berpendapat bahwa tidak terpenuhinya hak ini memberikan konsekuensi logis bahwa hak-hak dari Umbu S. Samapatty sebagai konsumen harus terpenuhi, khususnya hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf h UUPK Besaran Ganti Rugi yang Harus didapatkan Konsumen Mengenai besaran dari ganti kerugian tersebut, UUPK tidak memberikan batasan tertentu mengenai ganti kerugian tersebut. Namun pada dasarnya, tujuan dari penyediaan hak ini adalah untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. 6 Hal ini juga sejalan dengan isi dari Pasal 19 ayat ayat 2 mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam bentuk berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, 7 dimana ketentuan ini pula menuntut Pelaku Usaha agar bertanggung jawab untuk mengganti kerugian dari konsumen setara dengan nilai yang dirugikan. Dengan demikian bila dilihat secara logika, seharusnya Umbu S. Samapatty mendapatkan penggantian sebesar Rp. 2,9 Miliar agar kondisinya sebagai konsumen menjadi seperti semula. Namun, ada beberapa alasan yang menurut Penulis menjadi alasan bahwa pemberian ganti rugi kepada Umbu S. Samapatty haruslah mendapatkan batasan. Hal yang pertama, ketentuan penggantian rugi tersebut mendapatkan pembatasan sebesar Rp ,00 (empat juta) karena memang sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 5 Permenhub Nomor 77 Tahun Hal ini adalah wajar, mengingat bahwa prinsip pertanggungjawaban pengangkut udara yang digunakan dalam hal hilangnya bagasi tercatat ini pada dasarnya sesuai dengan yang ada di dalam ketentuan Kovensi Warsawa 1929 yang diratifikasi dan diwujudkan dalam bentuk Ordonansi Pengangkutan Udara/ Luchtvervoer Ordonnantie Staatsblad No. 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (Selanjutnya disebut OPU 1939), 6 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal Pasal 18 ayat (2) UU PK : Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7 6 namun dengan pengetatan yang lebih di Permenhub Nomor 77 Tahun Sebelumnya, bentuk pertanggungjawaban pengangkut adalah menggunakan teori Pressumption of Liability/Fault Liability. Berdasarkan prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas kerugian yang timbul, kecuali bila dia dapat membuktikan bahwa dia dan/atau para pegawainya telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghindari terjadinya kerugian atau bahwa hal itu tidak mungkin mereka lakukan. 8 Prinsip ini kemudian diubah menjadi prinsip Absolute Liability yang dianut di dalam Pasal 5 Permenhub Nomor 77 tahun 2011, dimana Pengangkut akan selalu bertanggung jawab apabila terjadi kerugian selama di dalam pesawat. 9 Hal ini berbeda dengan prinsip pertanggungjawaban pada umumnya atau prinsip Pressumption of Liability/Fault Liability karena prinsip ini tidak mengenal pengecualian, kecuali yang diatur secara tegas di dalam undang-undang. 10 Posisi yang sebenarnya memberikan keuntungan pada konsumen ini memberikan suatu konsekuensi logis bahwa penggantian pada konsumen pun diberikan batasan hingga jumlah tertentu, tidak secara keseluruhan. Alasan yang kedua adalah Konsumen tidak dapat membuktikan isi mengenai barang-barang berharga yang beliau klaim pada saat persidangan. Pada saat proses pembuktian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Umbu S. Samapatty telah berhasil membuktikan bahwa memang ada kerugian yang ia derita akibat menggunakan jasa dari Lion Air, yaitu adanya bagasi tercatat miliknya yang hilang. Umbu S. Samapatty telah membuktikannya dengan alat bukti surat P-4 (Bukti Penitipan Bagasi atas nama Penggugat berupa koper besar Merek Polo dengan Kode PNR: KAWOWD, JT 696 KOE, JT 775 CGK, 0990 JT862540), P-5 (Property Irregularity Report (PIR) atau Laporan Kehilangan Bagasi milik Penggugat yang dikeluarkan oleh Tergugat di Bandar Udara Kupang tertanggal 08 Oktober 2011), Alat bukti keterangan saksi dari Antonius F. Lumhu dan Heri Lumewum dimana alat-alat bukti tersebut mengarah 8 H. Basoeki Moeljomihardjo, Hukum Udara Nasional Suatu Pengantar, (Jakarta: LPMG- ATG Trisakti, 1996), hal E. Suherman, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain dalam bidang Penerbangan, (Jakarta: Penerbit Alumni, 1979), hal Dr. H. Toto. T. Suriatmadja, Pengangkutan Kargo Udara, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal.33.

8 7 kepada fakta bahwa ada bagasi yang hilang dan kehilangan tersebut mengakibatkan kerugian kepada Umbu S. Samapatty sebagai konsumen. Walaupun begitu, dalam kasus juga terbukti bahwa memang Umbu S. Samapatty sebagai Konsumen tidak melaporkan kepada meja check in sehingga bila dikaitkan dalam peraturan perundang-undangan, ia seharusnya tidak mendapatkan penggantian kerugian sebesar Rp. 2,9 Miliar. Umbu S. Samapatty juga tidak dapat membuktikan mengenai kebenaran dari rincian barang-barang berharga yang ia masukkan ke dalam gugatan. Bila diasumsikan barang-barang tersebut memang ada, maka berlakulah ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 ini. 11 Namun karena fakta ini tidak terbukti, maka Penulis meyakini bahwa Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tidak dapat diberlakukan. Walaupun begitu patut diketahui juga bahwa tidak terbuktinya Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 menurut Penulis tidak menghilangkan hak dari Konsumen untuk mendapatkan ganti rugi seperti yang telah dijelaskan di atas, sehingga Umbu S. Samapatty tetap berhak mendapatkan besaran ganti rugi seperti yang dijelaskan diatas. Berdasarkan fakta-fakta yang dihubungkan dengan ketentuan teori dan peraturan perundang-undangan diataslah maka kita mengetahui bahwa besaran Rp ,00 adalah hak Umbu S. Samapatty yang sewajarnya ia dapatkan di dalam perkara ini bila dikaitkan dengan haknya di dalam UUPK dan Permenhub Nomor 77 Tahun Hak Konsumen atas Informasi yang Benar, Jelas, dan Jujur mengenai Kondisi Jasa dalam kasus Ini Dalam kesempatan kali ini, Penulis akan membahas mengenai Hak a dari Penumpang sebagai konsumen yang Penulis anggap perlu untuk dibahas secara tersendiri. Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 4 huruf c UUPK, konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang ada di dalam. Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49/2012 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, Penumpang berhak untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai bagasi tercatat berisi berharga, dimana

9 8 badan usaha angkutan udara niaga berjadwal tidak bertanggung jawab terhadap barang berharga yang disimpan di dalam bagasi tercatat, 12 kecuali terdapat perjanjian persetujuan pengangkutan secara tertulis dari pihak badan usaha angkutan niaga berjadwal yang bersangkutan. Dalam hal ini badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dapat meminta kepada penumpang untuk mengasuransikan barang tersebut. 13 Selain itu, sebelum dilakukan penimbangan berat bagasi tercatat petugas check in wajib mengajukan pertanyaan kepada penumpang tentang keamanan bagasi tercatat (security questions / baggage profiling), berkaitan dengan barang berharga atau yang dianggap berharga yang ditempatkan di bagasi tercatat. Apabila penumpang menyatakan bahwa tidak terdapat barang berharga atau yang dianggap berharga pada bagasi tercatat, maka petugas check in wajib menempelkan label bertanda "non valuable thing inside" pada bagasi tercatat tersebut dan pada tanda pengenal bagasi (claim tag). 14 Arti dari peraturan di atas adalah pada saat check in Umbu S. Samapatty berhak untuk mendapatkan pemberitahuan dari petugas mengenai pentingnya melaporkan tentang bagasi tercatat berisi barang berharga dan pentingnya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari petugas terkait hal tersebut. Terlepas dari apakah Umbu S. Samapatty tahu mengenai fakta ini, namun hak ini termasuk hak yang penting karena menyangkut posisinya sebagai konsumen dan juga pelaku usaha yang seharusnya melaksanakan kewajibannya. Sayangnya di dalam persidangan tidak terungkap fakta, bukti atau penjelasan mengenai apakah petugas check in yang ditemui Umbu S. Samapatty telah memberitahukan mengenai hal. Pada praktiknya, mengenai barang berharga ini sering kali hanya ditunjukkan oleh Pengangkut atau Perusahaan Penerbangan lewat sebuah standing banner, yang Penulis rasakan sebenarnya masih agak kurang karena seharusnya ada juga pendekatan secara personal kepada setiap Penumpang yang check in agar menghindari peristiwaperistiwa kehilangan yang terjadi ini. Petugas check in pada praktiknya juga 12 Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjdawal Dalam Negeri, Permenhub Nomor 49 Tahun 2012, Berita Negara RI Nomor 954 Tahun 2012, Pasal Indonesia, Permenhub No. 77/2011, Op. Cit., Pasal 6 ayat (2). 14 Indonesia, Permenhub No. 49/2012, Op. Cit., Pasal 20 ayat (3).

10 9 seringkali tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan mengenai bagasi tercatat kepada konsumen. Tidak terpenuhinya hak ini memberikan akibat dan pendapat bahwa Pelaku Usaha telah lalai dalam melaksanakan kewajibannya untuk memberikan informasi yang jelas mengenai ketentuan check in terkait perlakuan istimewa yang harusnya dilakukan terhadap barang berharga milik setiap Penumpang. Terlepas dari fakta bahwa Penumpang tahu ataupun tidak tahu mengenai kewajiban ini, kata wajib dalam Permenhub Nomor 49 Tahun 2012 memberikan keharusan bagi Petugas check in untuk memberi tahu kepada konsumen agar lebih memahami pula tentang perlakuan istimewa tersebut. Penulis akan membahas mengenai kelalaian ini berdasarkan sisi tataran teori yang ada dalam prinsip pengangkutan udara, yaitu salah satu hal yang dapat menyebabkan pembebasan tanggung jawab pengangkut udara, yaitu adanya kelalaian dari salah satu pihak. Bila dibandingkan dengan teori kelalaian atau negliglence, terdapat perkembangan teori lain yang berhubungan dengan negligence, yaitu contributory negligence, yaitu comparative negligence dan juga last clear chance. Perbedaan dari ketiga teori tersebut adalah teori contributory negligence terjadi dalam hal kelalaian disebabkan sepenuhnya oleh korban dan pelaku usaha dalam keadaan clear hand atau tangan bersih; 15 teori comparative negligence terjadi ketika kedua belah pihak lalai dalam menjalankan kewajibannya; 16 sedangkan last clear chance mengedepankan fakta bahwa dalam hal terdapat pelaku usaha yang lalai, pihak korban juga tidak mengambil tindakan untuk menghindari terjadinya perbuatan tersebut, sedangkan kesempatan untuk menghindari tersebut tidak dilakukan korban. 17 Hal ini berpengaruh pada porsi tanggung jawab yang berbeda-beda, dimana dalam teori contributory negligence dan last clear chance hanya salah satu pihak yang bertanggung jawab, yaitu korban, sedangkan teori comparative negligence memberikan tanggung jawab sesuai proporsi dari masing-masing pihak yang memberikan kerugian. 15 Munir Fuadi, Perbuatan Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2005), hal hal Ibid., hal Ibid., hal. 81.

11 10 Dalam peristiwa ini, Penulis mengakui dan menyadari bahwa seharusnya pada saat itu, penumpang, dalam hal ini adalah Umbu S. Samapatty, seharusnya melaporkan kepada petugas check in mengenai rincian barang berharga bawaannya yang beliau taruh di dalam bagasi tercatatnya. Namun disisi lain Penulis menganggap bahwa juga ada kelalaian dari Pelaku Usaha pula atas kerugian yang dialami oleh Penumpang, yaitu dengan tidak memberitahukan mengenai procedural dan perlakuan istimewa terhadap barang berharga. Adanya kelalaian kedua belah pihak membuat kedua belah pihak harus menanggung kerugian tersebut secara bersama-sama, sesuai dengan porsi yang diberikan terhadap masing-masing pihak atas kerugian tersebut, dengan kata lain berlakulah teori comparative negligence. Artinya, besaran sebesar Rp. 2,9 Miliar tersebut harus dibagi secara proporsional sesuai hitungan mengenai proporsi kontribusi kelalaian dari masing-masing pihak, baik penumpang ataupun pengangkut. Hal ini namun harus tetap diikuti dengan usaha dari Penumpang untuk melakukan pembuktian mengenai isi dari bagasi berisi barang berharganya. 2.2 Penerapan Ketentuan Teori dan Peraturan Perundang-undangan mengenai Hilangnya Bagasi Tercatat dilihat Dari Segi Kepentingan Pelaku Usaha Kali ini, Penulis akan fokus pada pembahasan yang terkait dengan bagasi tercatat yang hilang namun dilihat dari segi kepentingan pelaku usaha Konsekuensi dari Kelalaian Konsumen dilihat dari Sudut Pandang Pelaku Usaha Penulis akan membahas hal ini berdasarkan sisi tataran teori yang ada dalam prinsip pengangkutan udara, yaitu teori contributory negligence. Teori ini menekankan pada adanya kerugian yang disebabkan karena kelalaian dari korban secara keseluruhan. Sehingga, bukanlah suatu hal yang tidak mungkin pula apabila pengangkut dibebaskan dari tanggung jawabnya bila terbukti bahwa kerugian tersebut seluruhnya disebabkan karena kelalaian korban. 18 Dalam teori ini, hanya korban yang bertanggung jawab. Pada saat proses check in, seharusnya penumpang akan menyerahkan bagasi nya kepada pengangkut untuk dimasukkan ke dalam tempat muatan barang oleh 18 H. K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 2009, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hal. 225.

12 11 pengangkut. sehingga statusnya berubah menjadi bagasi tercatat. 19 Pada saat itu, penumpang, dalam hal ini adalah Umbu S. Samapatty, seharusnya melaporkan kepada petugas check in mengenai rincian barang berharga bawaannya yang beliau taruh di dalam bagasi tercatatnya. 20 Namun sayangnya, Umbu S. Samapatty tidak sedikitpun melakukan tindakan pelaporan dan pemberitahuan kepada Lion Air, sehingga hal ini mengakibatkan besaran kerugian konsumen yang dinyatakan menjadi sangat besar, yaitu 2,9 Miliar. Hal ini jelas menunjukkan adanya kelalaian secara keseluruhan dari konsumen atas hilangnya bagasi tercatat berisi barang berharga. Akibat dari tidak dijalannya kewajiban ini, maka Lion Air sebagai Pengangkut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga milik Umbu S. Samapatty Itikad Tidak Baik yang Muncul di dalam Persidangan Bila kita mengamati, Pasal 6 UUPK mengemukakan beberapa hak pelaku usaha adalah, dimana salah satunya para huruf b adalah hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. Bila dilihat dari sisi kewajiban pelaku usaha yang ada di dalam UUPK, maka Lion Air haruslah mendapatkan perlindungan konsumen yang tidak beritikad baik. Melalui hak-hak tesebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Kewajiban konsumen yang berkaitan dengan hak pelaku usaha ini adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana telah diuraikan. 21 Selama jalannya transaksi atau perjanjian pengangkutan udara antara Lion Air dan Umbu S. Samapatty, penulis pada dasarnya tidak melihat adanya itikad tidak baik. Permasalahan tersebut muncul dalam pembuktian di persidangan. Dalam pembuktian tersebut Umbu S. Samapatty pada akhirnya hanya dapat membuktikan bahwa memang dia menitipkan bagasi tercatat kepada Lion Air, namun tidak berhasil 19 Indonesia, Undang-Undang tentang Penerbangan, UU Nomor 1 tahun 2009, LN No. 1 Tahun 2009, TLN No. 4956, pasal 1 angka 24 : Bagasi Tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama. 20 Indonesia, Permenhub Nomor 77 Tahun 2011, Op. Cit., Pasal 6 ayat (2). 21 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, op.,cit, hal. 51.

13 12 membuktikan isi-isi barang berharga seperti yang telah beliau klaim. Terhadap hal ini, Penulis berpendapat bahwa selama jalannya persidangan, konsumen yaitu Umbu S. Samapatty tidak menunjukkan adanya itikad baik dalam membuktikan keberadaan dari seluruh barang berharganya. Bukti pertama yang menurut Penulis menuju kepada fakta bahwa Umbu S. Samapatty tidak menunjukkan itikad baik dalam perkara ini adalah Penulis tidak melihat adanya alat bukti berupa sertifikat atas barang-barang berharga yang diajukan dan dinyatakan hilang oleh Pengggugat. Barang-barang berharga seperti berpuluhpuluh cincin emas yang dimiliki oleh Penggugat serta jam tangan emas kepunyaannya seharusnya memiliki sertifikat kebendaan terhadap barang berharga tersebut. Walaupun dalam persidangan bisa saja hakim menyatakan bahwa Penggugat dengan sertifikat barang-barang berharga pun tidak dapat dijadikan sebagai bukti konkrit di dalam bagasi tercatat yang hilang tersebut terdapat seluruh rincian barang berharga yang diajukan Penggugat, namun Penulis berpendapat alat bukti sertifikat ini dapat dijadikan sebagai bukti di dalam pengadilan bahwa memang Penggugat memiliki seluruh barang-barang berharga tersebut, dan akan menguatkan posisi dari Penggugat. Bukti kedua yang mendukung pendapat dari Penulis adalah Penulis mendapatkan adanya ketidaksesuaian antara jumlah barang milik Penggugat yang tertinggal kemudian dikembalikan lagi oleh Pengelola Hotel Novotel dengan uraian barang-barang Penggugat yang hilang di dalam Surat Gugatan. Dalam alat bukti surat P-14 mengenai Surat Keterangan tertanggal 19 September 2012 dari Novotel Hotels Manado beserta dengan aslinya tersebut ditemukan fakta bahwa ada 29 jumlah perhiasan yang hilang di Hotel Novetel saat Umbu S. Samapatty menginap. Disisi lain, gugatan Penggugat menyatakan bahwa jumlah yang hilang adalah dua puluh (20). Perbedaan jumlah tersebutlah yang membawa Penulis kepada pemikiran bahwa alat bukti tersebut tidak memberikan keterangan sesungguhnya mengenai keberadaan dari barang-barang milik Umbu S. Samapatty yang hilang dan tidak dapat dijamin pula mana fakta yang benar. Pada akhirnya Penulis menyimpulkan bahwa Umbu S. Samapatty menunjukkan adanya itikad tidak baik kepada pelaku usaha di dalam persidangan. Penulis berpendapat bahwa perlindungan hukum atas itikad tidak baik dari konsumen tersebut menjadi hak dari Pelaku Usaha dari sejak tahapan pra transaksi, transaksi,

14 13 hingga pasca transaksi, termasuk juga sampai kepada penyelesaian perkara di persidangan. Hak Pelaku Usaha inilah yang harusnya juga diakomodir. 2.3 Analisis terkait Putusan Majelis Hakim Penulis memiliki beberapa komentar terkait dengan Putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Pada dasarnya Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan yang tepat. Pertimbangan Hakim menyatakan bahwa Majelis Hakim menyadari berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011, tuntutan untuk mengganti barang-barang milik Penggugat yang telah hilang berupa batu permata, gelang emas, cincin emas, cincin batu permata yang jumlahnya tidak jelas tersebut harus ditolak karena Umbu S. Samapatty tidak dapat membuktikan keberadaan barang-barang tersebut. Walaupun begitu, untuk menjawab pertanyaan mengenai besaran ganti rugi yang harus dibayarkan Tergugat yang lalai, Majelis Hakim menggunakan ketentuan di dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Permenhub Nomor 77 Tahun 2011, dimana besarannya adalah maksimal Rp ,00 (empat juta). Bila dapat diuraikan lagi mengenai putusan ini, pada dasarnya rasionalisasi dari kedua peraturan ini adalah masing-masing memiliki inti pertanggungjawaban yang berbeda. Berdasarkan pasal 6 tersebut, kita mengetahui bahwa Pengangkut dianggap tidak selalu bertanggung jawab, kecuali Penumpang dapat menyatakan bahwa ia telah melakukan pemberitahuan pada saat check in. Hal ini berbeda dengan prinsip yang dianut oleh Pasal 5 Permenhub Nomor 77 Tahun 2011, dimana Pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas hilangnya bagasi tercatat milik Penumpang. Artinya, Bila dikaitkan dengan kasus dan diasumsikan barang-barang berharga yang telah disebutkan oleh Umbu S. Samapatty memang ada, maka berlakulah ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 ini. Namun karena fakta ini tidak terbukti, maka Penulis meyakini bahwa Pasal 6 ayat (1) Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tidak dapat diberlakukan. Selanjutnya, Penulis berpendapat bahwa seharusnya Majelis Hakim juga memberikan pandangannya terhadap ketentuan dari teori dan peraturan perundangundangan lain yang mengatur mengenai perlindungan konsumen tanggung jawab dari pelaku usaha. Majelis Hakim secara nyata seharusnya dapat mengungkapkan mengenai kelalaian yang telah dilakukan oleh konsumen. Hal ini penting karena akan

15 14 menjadi pembelajaran untuk tahu tentang kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia laksanakan terlebih dahulu untuk mendapatkan hak-haknya yang ada di dalam peraturan perundang-undangan. Patut juga dicatat, khususnya untuk konsumen pula bahwa walaupun konsumen adalah pihak yang keadaannya sering berada di bawah pelaku usaha, namun hal tersebut tidak menjadi pembenaran bagi konsumen untuk lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagai konsumen. Sayangnya hal ini tidak dielaborasi oleh Majelis Hakim karena Majelis Hakim hanya melihat dari sudut pandang kelalaian yang dilakukan oleh Pelaku Usaha. Seperti yang telah Penulis ungkapkan juga dalam pembahasan sebelumnya, bahwa Penulis beranggapan bahwa Majelis Hakim juga kurang menganalisis mengenai proses berjalannya pelaksanaan itikad baik yang menjadi kewajiban kedua belah pihak. Berdasarkan analisis Penulis, Penulis beranggapan bahwa ada tendensi Konsumen tidak menunjukkan itikad baik dalam persidangan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak dapatnya Umbu S. Samapatty melakukan pembuktian yang jelas dan pasti mengenai rincian isi dari bagasi tercatatnya. Hal ini menjadi penghambat tentunya bagi Konsumen dalam mendapatkan haknya. Untuk itulah diperlukan usaha yang lebih untuk membuktikan mengenai kerugian ini dan tentunya sudah seharusnya pembuktian itu dilakukan dengan menunjukkan itikad baik. Majelis Hakim seharusnya dapat melihat adanya suatu kemungkinan dari segi hukum yang tidak dapat dielakkan, bahwa Pelaku Usaha patut mendapatkan perlindungan, khususnya pelaku usaha yang beritikad baik dan bisa saja dikurangi kewajibannya untuk melakukan penggantian kepada Konsumen. Hal ini disebabkan karena adanya kelalaian dari konsumen karena tidak melakukan pelaporan pada saat check in. Hal ini lah yang menurut Penulis juga kurang untuk dibahas lebih lanjut oleh Majelis Hakim. Dengan demikian pada akhirnya Penulis menyimpulkan bahwa penerapan kebijakan yang dilakukan Majelis Hakim dalam kasus ini pada dasarnya telah sesuai dengan paparan teori serta ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tanggung jawab pelaku usaha pengangkut udara, namun terdapat beberapa kekurangan dan analisis tambahan yang harus dilakukan, terkhusus terhadap hak-hak dari pelaku usaha yang dihadapkan dengan konsumen yang lalai dan bertendensi untuk tidak beritikad tidak baik selama tahap pembuktian.

16 BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini, Penulis menarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Bila kita melihat dari sisi kepentingan konsumen, maka telah terbukti bahwa Lion Air telah melanggar hak Umbu S. Samapatty sebagai konsumen, yaitu khususnya untuk Pasal 4 ayat UUPK bagian huruf a, dimana terdapat hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa. Umbu S. Samapatty berhak atas ganti rugi, namun hanyalah sebesar Rp ,00 (empat juta) maksimal. Selain itu, konsumen sebenarnya juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi mengenai perlakuan istimewa terhadap barang berharga dan pertanyaan seputar hal tersebut, sesuai dengan Permenhub Nomor 49/2012. Bila fakta kelalaian pelaku usaha ini, didukung dengan fakta bahwa Penumpang memang menitipkan barang berharga sebesar Rp. 2,9 Miliar di dalam bagasi tercatatnya, maka terdapat kemungkinan Konsumen mendapatkan penggantian lebih dari Rp ,00 (empat juta rupiah). Besaran ganti rugi ditetapkan berdasarkan teori comparative negligence, yaitu pembagian dari Rp. 2,9 Miliar rupiah sesuai dengan proporsi antara kelalaian setiap pihak. 2. Bila dilihat dari sisi kepentingan pelaku usaha, maka Umbu S. Samapatty sebagai Penumpang memiliki kontribusi kelalaian dalam bentuk tidak melaporkan mengenai barang-barang berharga yang ia bawa dan ia catatkan pada saat check in, sehingga pihak Lion Air sebagai pengangkut pun tidak melakukan mengamankan barang berharga tersebut. Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 sebenarnya menyatakan bahwa Pelaku Usaha dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya atas bagasi berisi barang berharga yang hilang apabila Konsumen tidak melakukan pelaporan mengenai barang berharga tersebut. Artinya, Pelaku Usaha memang berhak untuk tidak bertanggungjawab sedikitpun atas barang yang hilang. 3. Penulis merasa Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusannya pada dasarnya telah tepat, karena Majelis Hakim telah melakukan penguraian kasus yang berhubungan dengan penerapan dari Pasal 5 dan Pasal 6 Permenhub Nomor 77 Tahun Walaupun begitu Majelis Hakim kurang menjelaskan mengenai korelasi antara keduanya. Padahal hal ini sangat penting karena berhubungan dengan penjatuhan ganti rugi untuk kedua belah pihak. 15

17 Saran Saran yang dapat Penulis berikan untuk kesempatan kali ini adalah: 1. Konsumen pada dasarnya telah sangat diakomodasi hak-hak nya di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini sebenarnya memberikan pengertian pada para konsumen bahwa para konsumen usaha penerbangan juga harus melaksanakan kewajiban, yaitu melakukan pelaporan dan mengungkapkan sejujurnya mengenai isi bagasi tercatat. Konsumen juga harus memperhatikan kewajibannya untuk menghormati pelaku usaha, khususnya dengan cara beritikad baik dan mengikuti upaya penyelesaian hukum secara patut. 2. Pelaku Usaha penerbangan yang dinyatakan lalai karena telah menghilangkan bagasi tercatat milik penumpangnya berkewajiban untuk melakukan penggantian. Di luar pemenuhan kewajiban tersebut, pelaku usaha juga harus menjadi pihak yang diperhatikan hak-haknya, khususnya bagi pelaku usaha yang beritikad baik. Apabila ternyata konsumen menuntut lebih, konsumen itu sendiri juga harus dapat membuktikan barang berharga yang ia tuntut tersebut, barulah pelaku usaha diwajibkan untuk melakukan penggantian terhadap hilangnya bagasi tercatat berisi barang berharga. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan penerapan keadilan terhadap dua belah pihak yang terlibat dalam hukum perlindungan konsumen. 3. Dalam rangka menghindarinya peristiwa kerugian konsumen seperti ini, Pengangkut penerbangan harus lebih meningkatkan perhatian dan pengawasan kepada isi dari bagasi tercatat milik Konsumen. Petugas counter check-in harus sangat pro aktif untuk menanyakan mengenai isi bagasi tercatat milik Penumpang, apakah berisi barang berharga atau pun tidak. Hal ini bahkan telah diatur menjadi sebuah kewajiban di dalam Permenhub Nomor 49 Tahun 2012 mengenai Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Hal ini untuk menghindari adanya kemungkinankemungkinan bagi konsumen yang lupa, buru-buru ataupun malas untuk memberitahu Pengangkut mengenai isi bagasinya dan konsumen yang memang tidak tahu akan ketentuan ini. Penambahan biaya asuransi akan menjadi pilihan yang paling menguntungkan bagi Konsumen agar tidak ada lagi konsumen yang mendapatkan kerugian yang begitu besar. Dengan pencegahan ini, diharapkan kasus seperti ini dapat diminimalisir.

18 17 DAFTAR PUSTAKA I. BUKU Basoeki, H. Moeljomihardjo. Hukum Udara Nasional Suatu Pengantar. Jakarta: LPMG-ATG Trisakti Fuadi, Munir. Perbuatan Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Hakim, Chappy Benny Adrian, dan Dicky Septriadi. Berdaulat di Udara: Membangun Citra Penerbangan Nasional. Jakarta: PT Komas Media Nusantara, Martono, K dan Ahmad Sudiro. Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun Jakarta: Rajawali Pers Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Suherman, E. Masalah Tanggung Jawab pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain dalam Bidang Penerbangan. Bandung: Alumni T, Toto. Suriatmadja. Pengangkutan Kargo Udara, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional. Bandung: Pustaka Bani Quraisy III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia (a) Undang-Undang tentang Penerbangan, UU No. 1 Tahun 2009, LN No. 1 Tahun 2009, TLN No (b) Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, TLN No (c) Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Permenhub No. 77/2011, Berita Negara RI No. 486/2011. (d)peraturan Menteri Perhubungan Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjdawal Dalam Negeri. Permenhub Nomor 49 Tahun 2012, Berita Negara RI Nomor 954/2012.

19 18 VI. ARTIKEL Basari, Taufikul. Berlian Hilang di Bagasi, Lion Air digugat, diakses pada hari Senin 1 Oktober 2012 pukul WIB Pengacara Perkarakan Bagasi Lion Air, Pengacara Perkarakan Bagasi Lion Air, diakses pada hari Senin 1 Oktober 2012 pukul WIB.

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 2.1. Dasar Hukum Pengangkutan Udara Pengangkutan berasal dari kata angkut, seperti yang dijelaskan oleh Abdulkadir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak

Lebih terperinci

Vania Astrella dan Heri Tjandrasari. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Vania Astrella dan Heri Tjandrasari. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KERUGIAN BARANG BAWAAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA (STUDI KASUS: PERKARA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NO. 278/PDT.G/2012/PN.JKT.PST ANTARA UMBU S.

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA Suprapti 1) 1) Program Studi Manajemen Transportasi Udara, STTKD Yogyakarta SUPRAPTI071962@yahoo.co.id Abstrak Pada era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kegiatan pendukung bagi aktivitas masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan geografis

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 820 K/PDT/2013) Oleh: Lina Liling Fakultas Hukum Universitas Slamet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG]

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] Untuk keperluan kutipan versi AS, teks bahasa Inggris bersertifikasi PBB dipublikasikan dalam 52

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas, hakhak, dan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3) TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENUMPANG MASKAPAI GARUDA INDONESIA YANG MENGALAMI KETERLAMBATAN PENERBANGAN DI BANDARA UDARA INTERNASIONAL ADI SOEMARMO SOLO Sri Sutarwati 1), Hardiyana

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional Dengan kemajuan teknik pada masa kini, kecelakaan-kecelakaan pesawat udara relatif jarang terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan hidup yang tidak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling mengirim barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesawat udara 1 merupakan sarana perhubungan yang cepat dan efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi. Pesawat udara memiliki karakteristik

Lebih terperinci

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011 Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA Oktober 2011 1 LATAR BELAKANG Memberikan pemahaman kepada penyedia dan pengguna jasa angkutan udara tentang arti sebuah tiket, surat muatan udara dan claim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Tanggung Jawab Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan ekonomi serta perkembangan kebudayaan telah menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen. Untuk memenuhi tuntutan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 43 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Keperdataan atas Keterlambatan Jadwal Penerbangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pengangkutan

Lebih terperinci

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan tanpa didukung adanya jasa angkutan udara, sebab dampak dari adanya pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan secara langsung, antara lain perhubungan yang cepat, efisien

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT. Citra Van Titipan Kilat (Tiki) yang dirugikan karena surat pos atau paket pos terlambat, rusak, atau hilang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG A. Dasar Hukum Penetapan Tarif Angkutan Penumpang Undang-undang pengangkutan Indonesia menggunakan istilah orang untuk pengangkutan penumpang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

PERNYATAAN. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nomor Pokok Mahasiswa :

PERNYATAAN. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nomor Pokok Mahasiswa : PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Yudo Herlambang Nomor Pokok Mahasiswa : 110110080249 Jenis Penulisan TA : Skripsi Judul Penulisan TA : Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN DALAM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN Shinta Nuraini Snuraini@rocketmail.com

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK Kesehatan merupakan hal yang harus dijaga oleh setiap manusia, karena

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan penulis tentang permasalahan mengenai maskapai penerbangan, penulis memberikan kesimpulan atas identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hubungan hukum

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH. TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI TERCATAT PADA PENGANGKUTAN UDARA DOMESTIK (Studi di Bandara Internasional Lombok)

JURNAL ILMIAH. TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI TERCATAT PADA PENGANGKUTAN UDARA DOMESTIK (Studi di Bandara Internasional Lombok) i JURNAL ILMIAH TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP BAGASI TERCATAT PADA PENGANGKUTAN UDARA DOMESTIK (Studi di Bandara Internasional Lombok) Oleh : HILMAN PRAYUDA D1A 011 126 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG KONSUMEN DI BAGASI PESAWAT UDARA

BAB II TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG KONSUMEN DI BAGASI PESAWAT UDARA BAB II TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG KONSUMEN DI BAGASI PESAWAT UDARA 2.1. Hubungan Hukum antara Maskapai Penerbangan dengan Konsumen 2.1.1. Perjanjian Pengangkutan

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH MASKAPAI PENERBANGAN TERKAIT PEMBATALAN DAN KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH MASKAPAI PENERBANGAN TERKAIT PEMBATALAN DAN KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH MASKAPAI PENERBANGAN TERKAIT PEMBATALAN DAN KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN ABSTRACT Oleh: Ida Bagus Bayu Mahardika I Ketut Sandhi Sudarsana Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III TANGGUNG JAWAB MASKAPAI TERHADAP KETERLAMBATAN PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PENERBANGAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Tanggung Jawab Pengangkut Atas Keterlambatan Penerbangan 1. Perspektif

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK Oleh : Yulius Addy Agus Wijayanto I Gusti Ayu Puspawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh Anak Agung Gede Adinanta Anak Agung Istri Ari Atu Dewi Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan aktivitas perdagangan memperluas cara berkomunikasi dan berinteraksi antara pelaku usaha dengan konsumen. Globalisasi dan perdagangan bebas sebagai

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS INFORMASI SUATU PRODUK MELALUI IKLAN YANG MENGELABUI KONSUMEN Oleh: Ni Putu Shinta Kurnia Dewi I Nyoman Gatrawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Oleh : LINDA PRATIWI NIM: 12100091 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ( B P S K ) KABUPATEN KARAWANG Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG 41315 Telp. (0267) 8490995 Fax. (0267) 8490995 P U T U S A N Nomor : / BPSK KRW / VIII / 2013 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Angkutan atau kendaraan adalah alat transportasi yang digerakkan oleh mesin atau makhluk hidup yang merupakan sarana pendukung bagi kemajuan perekonomian suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Hukum Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG DI BAGASI PESAWAT UDARA

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG DI BAGASI PESAWAT UDARA BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG DI BAGASI PESAWAT UDARA 3.1. Upaya Hukum Konsumen Pengguna Bagasi Pesawat udara Udara atas Kerugian Hilang, Musnah, dan Rusaknya

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Bandung: PT. Citra Adiya Bakti, 2001, hal.vii-viii.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Bandung: PT. Citra Adiya Bakti, 2001, hal.vii-viii. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan zaman yang menyebabkan kebutuhan masyarakat akan kecepatan atas akses infomasi dan telekomunikasi semakin tinggi. Perkembangan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dicirikan dengan adanya akses transportasi yang cukup baik. Perbaikan akses transportasi ke suatu tempat akan menjadikan lahan tersebut semakin menarik. Berkembangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PEMAKAI JASA TRANSPORTASI UDARA G DYAH LESTARI WAHYUNINGTHYAS KSPA

TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PEMAKAI JASA TRANSPORTASI UDARA G DYAH LESTARI WAHYUNINGTHYAS KSPA TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PEMAKAI JASA TRANSPORTASI UDARA G DYAH LESTARI WAHYUNINGTHYAS KSPA 12105075 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2008 i PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini akan mengkaji dan membahas tentang hak dan kewajiban pihakpihak dalam perjanjian pelayanan jasa laundry, bentuk wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481] UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Barangsiapa mengoperasikan pesawat udara melalui kawasan udara terlarang sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, saat ini hampir setiap orang dalam satu ruang lingkup keluarga memiliki

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH A. Persamaan Perlindungan Hukum Konsumen Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N No. 605 K/Pdt.Sus-BPSK/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus tentang keberatan atas putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting untuk memperlancar roda pembangunan, perekonomian, serta kehidupan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015 TANGGUNG JAWAB HUKUM DEVELOPER TERHADAP PEMILIK RUMAH DI PERUMAHAN CITRALAND MANADO 1 Oleh : Vindy Makakombo 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN D. Pengertian Kerugian Penggunaan jasa Pos Express sebagai layanan pengiriman barang disatu pihak

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan mengatur tentang pemberian perlindungan kepada masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen dalam penggunaan barang dan atau jasa.

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al Quran sebagai kitab suci umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif)

Lebih terperinci

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan BAB III Penutup A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan maksimal oleh PT. KAI. PT. KAI tidak mengganti kerugian atas barang yang hilang karena kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas tempat duduk. 1. prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas tempat duduk. 1. prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum pengangkutan udara menjelaskan bahwa penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 tahun, dan/atau orang sakit, berhak mendapat memperoleh pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1 Pernyataan tersebut secara

Lebih terperinci