Kesehatan Mental di Tempat Kerja

Transkripsi

1 Kesehatan Mental di Tempat Kerja Oleh: Bahril Hidayat, M.Psi., Psikolog Dosen Fakultas Agama Islam, Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Universitas Islam Riau Konsep Naskah Dialog yang disampaikan dalam Acara Sarasehan Kesehatan Jiwa Dengan Tema Kesehatan Jiwa di Tempat Kerja Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) Tanggal 19 Oktober 2017 Di Aula RSJ Tampan Pekanbaru, Propinsi Riau Untuk mencapai kesehatan mental yang baik, khususnya kepada penderita gangguan psikologis yang mengalami tahapan Psikosis atau Skizofrenia, dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh dari berbagai lapisan masyarakat dan keprofesian kesehatan mental. Gangguan Psikologis berbentuk Psikosis merupakan penegakan diagnosis berdasarkan dua gejala utama, yaitu Gejala Positif yang ditandai dengan Delusi dan Halusinasi. Delusi merupakan keyakinan yang keliru terhadap diri dan lingkungan penderita psikosis, sedangkan halusinasi merupakan penginderaan yang keliru yang dialami oleh penderita psikosis. Dua gejala positif tersebut menetap setidaknya tiga bulan pada seseorang, maka penegakan diagnosa psikosis boleh dipertimbangkan oleh psikiater atau psikolog. Lebih dari itu, dengan pengumpulan data berdasarkan gejala tambahan berupa perawatan diri yang rendah, disorientasi ruang, tempat, dan waktu, afek datar dan atau tumpul, sebagai kumpulan Gejala Negatif penderita psikosis, memperkuat penegakan diagnosis penderita psikosis. Saya sebagai mantan penderita psikosis yang pernah terjebak dalam dunia antah berantah psikosis dan pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru, sekitar tahun , dalam kondisi diikat, lalu dirawat inap di UPIP, pernah terjebak cukup lama dalam proses penyembuhan yang seakan-akan tak berkesudahan. Dalam kesempatan ini, saya tidak akan memaparkan secara rinci, bagaimana proses sakit saya berlangsung, akan tetapi saya lebih menekankan pemaparan bagaimana proses kesembuhan bisa dicapai. Karena jebakan gangguan psikosis yang cukup lama saya alami disebabkan karena saya mencari tahu tentang apa dan bagaimana psikosis sehingga waktu saya tersita 1

2 tentang pencarian apa itu penyakit? Lalu, setelah saya sadari, saya mengalihkan cara lain, yaitu mencari tahu tentang apa dan bagaimana cara untuk sembuh? Dengan pengalihan tersebut, berdasarkan pengalaman saya, lebih efektif untuk mencapai percepatan penyembuhan psikosis yang saya alami. Saya menemukan cara penyembuhan psikosis dengan memadukan pendekatan agama, psikiatri, dan psikologi. Pendekatan Psikiatri dibutuhkan untuk melawan Gejala Positif berupa Delusi dan Halusinasi dengan pendekatan psikofarmakoterapi dari psikiater. Pendekatan agama, saya temukan efektif untuk menambah kualitas cara pandang baru kepada penderita psikosis untuk menemukan makna positif dalam menghadapi stimulasi kehidupan yang disukai atau dibenci, sedangkan melalui Psikologi saya gunakan cara-cara metodologis untuk penerapan psikoterapi yang berlandaskan pada agama dan psikiatrik tersebut. Mungkin, dengan latar belakang saya sebagai sarjana psikologi, memberikan kemudahan untuk mengelola metode atau teknik psikoterapi untuk memadukan pendekatan penyembuhan yang ada saat ini. Salah satu cara saya menyebarkan gagasan terapiutik berdasarkan langkah metodologis teknik terapi yang memadukan pendekatan agama, psikiatrik dan psikologi, saya susun dalam bentuk Terapi Identifikasi. Awalnya, teknik Terapi Identifikasi saya publikasikan di dalam jurnal Psikologi Islami (Hidayat, 2006) dan saya publikasikan ulang dalam lampiran pada buku memoar yang berjudul Aku Tahu Aku Gila (Hidayat, 2007), lalu dicetak ulang dalam judul buku yang sama pada tahun 2008, tetapi penerbit yang berbeda. Teknik terapi tersebut juga pernah dibahas dalam kata pengantar buku Datuk Hitam (2006) oleh Fuad Nashori dan saya terjemahkan ke dalam bahasa Inggris (chapter) pada tahun 2017 dengan artikel yang berjudul Understanding Bahril, Understanding Datuk Hitam. Kemudian, pada tahun 2017, saya mempublikasikan ulang teknik terapi tersebut ke dalam bentuk akses internet terbuka melalui website researchgate.net dengan tujuan bisa diakses oleh orang banyak melalui internet agar penderita gangguan psikosis pada fase residual, praktisi dan profesi kesehatan mental, dan 2

3 keluarga pasien memperoleh manfaat teknik terapi yang integratif tersebut. Tujuan utama publikasi tersebut untuk membuktikan bahwa integrasi ilmu dan agama merupakan salah satu bukti empiris yang efektif untuk proses kesembuhan pasien psikotik. Ke depan, semoga Allah mengizinkan, saya akan merevisi teknik Terapi Identifikasi tersebut berdasarkan penelitian yang lebih aplikatif sehingga teknik terapi Identifikasi akan semakin ilmiah (memenuhi kaidah keilmuan). Selain perlunya mengintegrasikan agama dan keilmuan itu, saya berharap kepada seluruh peserta sarasehan ini, baik kepada praktisi keperawatan, psikiater, psikolog, keluarga pasien, dinas kesehatan, dinas sosial, dan seluruh stakeholder yang ada khususnya layanan rumah sakit jiwa agar menyatukan semua potensi yang ada dengan cara menyelaraskan peningkatan layanan kesehatan mental kepada penderita psikosis, maupun penderita gangguan psikologis lainnya. Berikan mereka, para pasien, layanan terbaik agar mereka bisa mencapai kesembuhan, dengan bantuan dan dukungan dana, administrasi yang terpadu, dan psikoedukasi kepada masyarakat. Dengan demikian, tujuan layanan kesehatan yang melibatkan semua stakeholder yang ada akan mencapai tujuan kesehatan mental, yaitu menjadi penunjuk jalan kesembuhan pasien gangguan psikologis. Saya juga berharap, agar teori-teori yang masih diperdebatkan, sebut saja teori somatogenetis ataupun paham genogram yang mengindikasikan pemahaman teoretis bahwa gangguan mental bersifat herediter/diturunkan, agar tidak dijadikan landasan berpikir keilmuan. Gangguan psikologis tidak diturunkan, akan tetapi gangguan psikologis muncul akibat dari proses pembelajaran yang salah dan pemaknaan yang keliru. Kekeliruan itu terjadi pada pemaknaan yang salah terhadap stimulus kehidupan berdasarkan kelemahan mekanisme psikologis intrinsik pasien, yaitu cara berpikir yang salah, penafsiran yang keliru, penyikapan ide dan gagasan yang tidak dikelola dengan 3

4 baik, dan respon kepada lingkungan yang perlu diperbaiki oleh pasien. Inilah substansi teori penyembuhan pasien psikosis dan gangguan psikologis non-psikosis lainnya dengan berlandaskan kepada integrasi agama, psikiatri, dan psikologi. Setelah itu, berikan kepercayaan dan dukungan kepada penderita psikosis untuk bekerja dan berkarya sesuai potensi masing-masing. Peran lingkungan (keluarga dan masyarakat) sangat signifikan untuk percepatan kesembuhan penderita gangguan psikologis pada tahap terakhir tersebut, yaitu memberikan kesempatan dan peluang kepada mereka untuk bekerja sesuai potensi masing-masing. Kepada penderita gangguan psikologis, saya menyampaikan harapan, hentikan mensugesti diri sendiri bahwa kita sakit. Gantikan cara berpikir bahwa kita penderita gangguan psikologis, kita adalah orang gila, kita penyandang skizofrenia, sebab setiap sugesti negatif akan masuk ke alam bawah sadar kita dan alam sadar kita akan memproyeksikan ulang dalam bentuk perilaku abnormal yang pernah kita sugestikan. Dan berhentilah melawan stigma, sebab tidak hanya penderita gangguan psikologis saja yang mengalami penolakan dari lingkungan, penderita gangguan fisik pun menerima perlakuan buruk dan penolakan dari lingkungan. Bahkan lebih jauh lagi, orang normal tanpa penyakit juga alami penolakan dan perlakuan buruk dari lingkungan. Oleh karena itu, fokuslah pada pengembangan potensi diri sendiri agar mencapai pengembangan aktualisasi diri. Dengan demikian, secara bertahap, kesembuhan akan dicapai oleh penderita gangguan psikologis. Ingatlah tokoh besar seperti para Nabi dan Rasul, ilmuwan, dan penemu, mereka dicap sebagai orang gila, tetapi mereka abai dan acuhkan semua cap dan label itu dan meningkatkan fokus pada pekerjaan dan aktivitas positif mereka untuk mengaktualisasikan ide dan gagasan yang mereka miliki. Apakah mereka tidak mengalami hambatan? Justru para Nabi dan Rasul, ilmuwan, dan penemu, mengalami hambatan yang lebih besar daripada kita. Akan tetapi, mereka fokus kepada aktualisasi ide dan gagasan untuk 4

5 kebaikan orang banyak sehingga mereka berhasil mengelola kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan mereka secara sehat dalam pekerjaan-pekerjaan besar mereka. Akhirnya, salah satu indikator kesehatan mental adalah potensi humor. Biasakan tertawa dengan proporsional sebagaimana tokoh-tokoh besar tersebut tertawa dalam dunia kerja. Mari kita memahami dinamika sosial yang kita alami dengan cerita humor berikut ini, sekaligus menutup pandangan saya dalam sarasehan tentang kesehatan mental pada kesempatan ini. 5

6 Saya Tidak Bodoh Pada suatu malam, seorang lelaki paruh baya mengalami musibah. Ban mobilnya kempes persis di depan Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Parahnya, setelah mengganti ban yang gembos itu, keempat mur bannya hilang. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Lama dia termenung meratapi nasibnya. Tiba-tiba datanglah seorang pasien Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Dia bertanya, Ada apa, Pak? Laki-laki itu terkejut bukan main karena melihat ada orang gila di dekatnya. Akibat takut, sekadar mengobati rasa takutnya, bukan karena menghargai penderita skizofrenia itu, dia menjawab sekenanya, Ban mobil saya bocor, setelah saya menggantinya dengan ban serap, ternyata empat mur ban ini hilang. Jadi, saya terjebak di sini karena ban itu tak bisa dipasang. Lho, kok bisa begitu, Pak? Kan ada solusinya, terang penderita skizofrenia itu. Lelaki itu kaget. Apakah orang gila ini ngawur, pikirnya. Tapi tetap ia tanyakan sambil melenguh, Oya? Bagaimana caranya? Kan ban ini ga bisa dipasang. Semua bengkel sudah tutup malam ini. Nggak ada lagi yang jualan mur malam-malam begini! Terus kok... Begini aja, Pak, potong pasien RSJ itu. Bapak buka satu mur pada setiap ban di mobil Bapak. Lalu pasang tiga mur itu pada ban serap ini. Kan selesai dan aman, terang orang yang disangka gila itu dengan ringkas dan jelas. Bener juga! jawab lelaki itu girang sekali. Tapi, ngomong-ngomong, kamu kok bisa tahu jalan keluarnya? Kamu kan gila? tanya lelaki itu mulai sok akrab. Iya, saya memang gila. Tapi saya tidak bodoh, jawab penderita skizofrenia itu kesal dan meninggalkan laki-laki malang yang tak tahu berterima kasih. 6

7 Daftar Pustaka Hidayat, Bahril Terapi Identifikasi: Pendekatan Holistik Menangani Penderita Psikotik. Yogyakarta: Jurnal Psikologi Islami, Edisi 3/Juni 2006 (online) Tersedia dari website: [ an_holistik_menangani_penderita_psikotik] Nashori, Fuad dan Hidayat, Bahril Understanding Bahril, Understanding Datuk Hitam. (online). Tersedia dari website: [ standing_datuk_hitam] Hidayat, Bahril Datuk Hitam. Yogyakarta: Pustaka Fahima Hidayat, Bahril Datuk Hitam. Yogyakarta: Media Grafika Utama Hidayat, Bahril Aku Tahu Aku Gila. Jakarta: Studia Press Hidayat, Bahril Aku Tahu Aku Gila. Yogyakarta: Media Grafika Utama 7