UNIVERSITAS INDONESIA. RANCANG BANGUN SIMULTAN DUAL BAND LNA DENGAN LC-RESONATOR MATCHING UNTUK CPE m-bwa PADA FREKUENSI 2,3 GHz DAN 2,6 GHz TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA. RANCANG BANGUN SIMULTAN DUAL BAND LNA DENGAN LC-RESONATOR MATCHING UNTUK CPE m-bwa PADA FREKUENSI 2,3 GHz DAN 2,6 GHz TESIS"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA RANCANG BANGUN SIMULTAN DUAL BAND LNA DENGAN LC-RESONATOR MATCHING UNTUK CPE m-bwa PADA FREKUENSI 2,3 GHz DAN 2,6 GHz TESIS DWI MUJI RAHARJO NPM FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCASARJANA TEKNIK ELEKTRO DEPOK JULI 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA RANCANG BANGUN SIMULTAN DUAL BAND LNA DENGAN LC-RESONATOR MATCHING UNTUK CPE m-bwa PADA FREKUENSI 2,3 GHz DAN 2,6 GHz TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik DWI MUJI RAHARJO NPM FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO KEKHUSUSAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI DEPOK JULI 2011

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : DWI MUJI RAHARJO NPM : Program Studi : Pasca Sarjana Teknik Elektro Judul Tesis : RANCANG BANGUN SIMULTAN DUAL BAND LNA DENGAN LC- RESONATOR MATCHING UNTUK CPE m-bwa PADA FREKUENSI 2,3 GHz DAN 2,6 GHz Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik,. iii

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah subhanahu wata ala, karena atas segala rahmat dan karunia-nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan Tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik Jurusan Teknik Elektro pada Fakultas Teknik. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ir. Gunawan Wibisono, M.Sc, Ph.D selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Tesis ini; (2) Emak dan Bapak saya yang tercinta atas do a dan dukungannya kepada saya untuk menyelesaikan Tesis ini; (3) Isteri dan anak tercinta saya atas keikhlasannya dalam memberikan waktu kepada saya untuk menyelesaikan Tesis ini; (4) Mas Teguh Firmansyah yang banyak meluangkan waktu mendampingi dan menjadi teman diskusi dalam menyelesaikan Tesis ini. (5) Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Teknik FTUI kekhususan Teknik Telekomunikasi tahun 2009 yang telah banyak memberikan dorongan dalam menyelesaikan Tesis ini. Akhir kata, saya berharap Allah subhanahu wata ala berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, Juli 2011 Penulis iv

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : DWI MUJI RAHARJO NPM : Program Studi : Teknik Telekomunikasi Departemen : Teknik Elektro Fakultas : Teknik Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : RANCANG BANGUN SIMULTAN DUAL BAND LNA DENGAN LC- RESONATOR MATCHING UNTUK CPE m-bwa PADA FREKUENSI 2,3 GHz DAN 2,6 GHz beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. v

7 ABSTRAK Nama : Dwi Muji Raharjo Program Studi : Teknik Elektro Judul : RANCANG BANGUN SIMULTAN DUAL BAND LNA DENGAN LC-RESONATOR MATCHING UNTUK CPE m-bwa PADA FREKUENSI 2,3 GHz DAN 2,6 GHz LNA merupakan bagian depan rangkaian radio frequency (RF) pada perangkat CPE, low noise amplifier (LNA) memainkan peranan penting terhadap noise dari system secara keseluruhan dari system RF. Rancangan Dual Band LNA merupakan solusi atas kebutuhan pasar akan adanya sebuah perangkat yang memiliki kemampuan multistandard (multi mode/multi band) yang digunakan untuk bisa memberikan penguatan yang cukup tinggi untuk mendorong pada stage selanjutnya dengan derau serendah-rendahnya. Tesis ini membahas rancang bangun rangkaian dual band LNA untuk CPE Mobile Broadband Wireless Access dengan menggunakan HJFET 3210S01. Untuk mendapatkan fungsi dual band digunakan LC Tank Resonator yang dirancang beresonansi pada frekuensi 2,3GHz dan 2,6 GHz. Rancangan dual band LNA diharapkan menghasilkan Noise figure yang rendah, gain yang tinggi, stabil tanpa adanya osilasi, secara simultan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dual band LNA ini dapat bekerja pada frekuensi 2,3GHz dan 2,6 GHz dengan gain >12dB, sensitivitas > -73 dbm dan IIP3 >5 dbm. LNA ini juga menghasilkan noise figure < 1dB. LNA ini membutuhkan tegangan catu sebesar 3.5 V. Sedangkan hasil pabrikasi yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penggeseran frekuensi kerja yaitu dari 2,3 GHz dan 2,6 GHz ke frekuensi 1,06 GHz GHz dan 1,61 GHz. Hasil pengukuran didapatkan nilai gain (S 21 ) masing-masing 9,275 db dan 0 db, input return loss (S 11 ) masing-masing - 4 db db dan -12 db, output return loss (S 22 ) masingmasing -8,59 db db dan -4 db dan VSWR masing-masing pada frekuensi 1,63 GHz sebesar 1,0728 dan pada frekuensi 1,06 GHz sebesar 5. Kata kunci : Dual Band, LNA,HJFET, LC-Resonator, m-bwa, CPE vi

8 ABSTRACT Name : Dwi Muji Raharjo Study Program : Electrical Engineering Title : DESIGN SIMULTANEOUS DUAL BAND LNA WITH LC-RESONATOR MATCHING FOR CPE m-bwa AT 2,3 GHz AND 2,6 GHz LNA is the front-end of radio frequency (RF) on the CPE mobile BWA devices, low noise amplifier (LNA) plays an important role to noise from the system as a whole from the RF system. Dual Band LNA Design is a solution to the needs of the market that there is a device that has the ability multistandard (multi mode / multi band) used to be able to give a high enough reinforcement to encourage the next stage with noise as low. This thesis discusses the design of a series of dualband LNA for Wireless Mobile Broadband CPE access using HJFET 3210S01. To obtain the dual function of the band used the LC Tank Resonator is designed to resonate at a frequency of 2.3 GHz and 2.6 GHz. The design of dual-band LNA is expected to generate low noise figures, high gain, stable in the absence of oscillations, simultaneously. The simulation results show that the dual-band LNA can work at a frequency of 2.3 GHz and 2.6 GHz with a gain of > 12dB, sensitivity> -73 dbm and IIP3> 5 dbm. This LNA also generate noise figure < 1dB. LNA requires supply voltages of 3.5 V. While manufacturing results obtained show that there is shift working frequency of 2.3 GHz and 2.6 GHz to 1.06 GHz frequency GHz and 1.61 GHz. The measurement results obtained value of the gain (S21) db and 0 db, input return loss (S11) - 4 db db and -12 db, output return loss (S22) db db and -4 db, VSWR 5 and respectively. Keywords : Dual Band, LNA,HJFET, LC-Resonator, m-bwa, CPE vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Batasan Masalah Metode Penelitian Sistematika Penulisan DUAL BAND LNA m-bwa Mobile Broadband Wireless Access (m-bwa) mobile-wimax Profil sistem mobile WiMAX LTE Dual Band LNA Arsitektur Pesawat Penerima RF LNA Single Band LNA Dual Band LNA Perancangan Dual Band LNA DC Bias viii

10 Kestabilan Penyesuaian Masukan dan Keluaran LC Resonator Noise Figure Input Return Loss Scattering Parameter Gain Transducer Power Gain Operating Power GAin Available Power Gain RANCANG BANGUN DUAL BAND LNA m-bwa Alur Perancangan Dual Band LNA Spesifikasi Dual Band LNA Pemilihan Transistor Perancangan Rangkaian Bias Transistor Pemeriksaan Kestabilan Penyesuai Impedansi Penyesuai Impedansi Input dengan LC Resonator Penyesuai Impedansi Output dengan LC Resonator Simulasi Non Linier (Harmonic Balance) Optimasi Rangkaian Mikrostrip HASIL SIMULASI DAN ANALISA PENGUKURAN Hasil Simulasi Rangkaian Dual Band LNA Simulasi Gain (S21) dari Dual Band LNA Simulasi input return loss (S11) dari Dual Band LNA Simulasi Output return loss (S22) dari Dual Band LNA Simulasi Stability Factor dari Dual Band LNA Simulasi VSWR dari Dual Band LNA Simulasi Noise Figure dari Dual Band LNA Simulasi Respon Frekuensi dari Dual Band LNA ix

11 4.2 Hasil Pengukuran Kinerja Dual Band LNA Hasil Pengukuran input return loss (S11) dari Dual Band LNA Hasil Pengukuran Gain (S21) dari Dual Band LNA Hasil Pengukuran Output return loss (S22) dari Dual Band LNA Hasil Pengukuran VSWR dari Dual Band LNA KESIMPULAN...59 DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN x

12 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 DAFTAR GAMBAR Arsitektur dasar jaringan LTE... Diagram blok dari down-converter penerima RF wireless... Single band CMOS LNA yang umum dipakai... Konfigurasi dasar dari cascaded input transistor... Desain optimalisasi rangkaian cascade input transistor LNA dengan common-base... Proses Evaluasi dua pesawat penerima yang disusun paralel untuk pesawat penerima dual band concurrent... Arsitektur pesawat penerima dual band concurrent... Variasi Gain transistor bipolar dan noise figure sebagai fungsi dari arus dc bias... Bentuk-bentuk rangkaian bias menggunakan resistive negative feedback pada pada bipolar transistor... Rangkaian dc bias aktif... Stability circle pada beban... Blok rangkaian penguat... Skema rangkaian dual frekuensi resonator... Ekivalen rangkaian dari rangkaian LC resonator... Blok S-parameter... Blok rangkaian penguat dengan pembagian gain... Alur Perancangan Dual Band LNA... Rancangan dual band LNA... Faktor Kestabilan (faltor K) penguat pada frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz pada biasing transistor NE3210S01... Rangkaian Input Matching... Rangkaian Penyesuai Output... Perbandingan daya input terhadap output pada kondisi non linier... Third-order intercept point... Layout PCB hasil optimasi rangkaian dual band LNA dengan mikrostrip line xi

13 Gambar 3.9 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Pabrikasi dual band LNA... Gain (S21) Dual Band LNA Input Return Loss (S11) Dual Band LNA... Input Return Loss (S11) Dual Band LNA pada Smith Chart... Output return loss (S22) Dual Band LNA... Stability factor Dual Band LNA.. Stability faktor Dual Band LNA pada Smith Chart. Nilai VSWR Dual Band LNA pada Smith Chart Noise Figure Dual Band LNA. Respon frekuensi Vin pada dual band LNA Respon frekuensi Vout pada dual band LNA. Pengukuran kinerja Dual Band LNA yang telah dipabrikasi.. Pengukuran Input Return Loss (S11) Dual Band LNA.. Pengukuran Gain (S21) Dual Band LNA Pengukuran Output return loss (S22) Dual Band LNA.. Pengukuran VSWR rangkaian Dual Band LNA.. Grafik perubahan epsilon relative pada FR4 relatif terhadap perubahan frekuensi xii

14 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Parameter standar IEEE dan tahapan pengembangan... Karakteristik dasar dari standar IEEE e Profil sertifikasi moble WiMAX... Penetuan bandwidth untuk LTE... System parameter utama LTE downlink... Hasil pengukuran S parameter... Perbandingan hasil simulasi dual band LNA dengan penyesuai impedansi LC Resonator.. Perbandingan hasil simulasi dan pengukuran dual band LNA xiii

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pesatnya perkembangan teknologi di dunia telekomunikasi akhir-akhir ini telah melahirkan banyak standar baru teknologi akses nirkabel pita lebar, misalnya : wireless local area network (WLAN), Global System for Mobile (GSM), 3G/HSDPA, UMTS, worldwide interoperability for microwave access (WiMAX) dan Long Term Evolution (LTE). Teknologi-teknologi ini banyak menawarkan keunggulan untuk menjawab kebutuhan aplikasi nirkabel modern saat ini yaitu high data rate, wide bandwidth, global mobility, service portability, low-cost service, koheren serta cakupan daerah yang luas dalam menunjang aplikasi multimedia. [1] Diantara teknologi BWA yang sedang gencar dikampanyekan dan diunggulkan adalah teknologi WiMAX dan LTE. WiMAX merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar yang mempunyai kemampuan transfer data hingga 70 Mbps. Untuk kawasan Asia Pasifik, WiMAX menggunakan alokasi frekuensi mulai dari 2,3 GHz, 2,5 GHz, 3,3 GHz, 3,5 dan 5,8 GHz. Pemerintah Indonesia, melalui Dirjen Pos dan Telekomunikasi, telah menetapkan frekuensi kerja WiMAX pada 2,3 dan 3,3 GHz untuk fixed WiMAX serta pada 2,3 GHz untuk mobile-wimax [2]. Sedangkan LTE yang dikampanyekan sebagai layanan 4G memiliki kemampuan yang lebih unggul yaitu transfer data hingga 100 Mbps dengan coverage yang lebih luas. Untuk Indonesia, LTE direncanakan pada pita frekuensi 2,6 GHz. Meningkatnya permintaan akan layanan nirkabel telah mendorong untuk pemenuhan kebutuhan terhadap sebuah perangkat komunikasi nirkabel tunggal yang bisa mendukung operasi multi-standar [1]. Ketersedian perangkat CPE m- BWA yang bisa beroperasi multi standar ini sangat menguntungkan dan lebih efisien bagi user, karena user tidak perlu memiliki perangkat CPE m-bwa untuk setiap pilihan teknologi. 1

16 2 Pada rangkaian RF front-end CPE m-bwa, LNA memainkan peran yang sangat penting dalam mengatur noise sistem secara keseluruhan [5], LNA merupakan rangkaian terdepan dari perangkat penerima RF m-bwa yang digunakan untuk menguatkan sinyal dengan nilai noise yang tetap kecil sebelum diteruskan ke blok rangkaian berikutnya. Sampai dengan saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menerapkan operasi dual-band atau multi-band pada low noise amplifier (LNA). Secara pokok LNA dibagi menjadi empat kategori : (a) parallel LNA, (b) Switched LNA, (c) Wideband LNA dan (d) Concurrent LNA. [2] Beberapa perancangan dual band LNA diantaranya yaitu perancangan yang dilakukan oleh Ruey-Lue Wang dkk [2] yang bekerja pada frekuensi 2,3 GHz dan 5,2 GHz, dimana untuk mendapatkan fungsi dual band penyesuai impedansi input dan output menggunakan rangkaian cascade seri dan paralel LC resonan. Dengan rangkaian LC resonan switch band inter-stage dihasilkan karakteristik transfer band-switching dual-band. Dengan konsumsi daya 8.1 mw, hasil terukur penelitian menunjukkan parameter S 11 = < -10 dan < -6 db, S 21 = 9 dan 11.8 db serta NF = 6,9 dan 6,6 untuk masing-masing pita frekuensi 2.9GHz dan 5.5 GHz. Perancangan yang dilakukan oleh Hyejeong Song dkk. [2], dimana untuk mendapatkan narrow band gain dan penyesuai impedansi pada dua frekuensi kerjanya 1,8 / 2,14 GHz (dual band) dilakukan dengan men-switch kapasitor yang di paralel dengan C g dari transistor utama. LNA menggunakan CMOS dengan tegangan 1,5 V dan disipasi daya 7,5 mw, menghasilkan unjuk kerja masingmasing gain 14,54 db dan 16,6 db, noise figure 1,75 db dan 1,97 db, parameter linieritas P1dB in -16 dbm dan -5,8dBm serta IP3-14,8 dbm dan -5,3 dbm masing-masing pada frekuensi 1,8 dan 2,4 GHz. Sebagai pembanding Perancangan yang dilakukan oleh Hossain Hashemi dan Ali Hajimiri [3], dengan menerapkan concurrent dual band, menjadikan LNA ini mampu bekerja secara simultan pada dua frekuensi yang berbeda. Dengan operasi concurrent bisa menghasilkan bandwidth yang lebih tinggi, disipasi daya yang yang lebih rendah dan sensitivitas yang kurang pada variasi channel. LNA

17 3 ini di desain menggunakan 0,35 μm CMOS. LNA menghasilkan narrow band gain dan matching pada frekuensi 2,45 GHz dan 5,25 GHz secara simultan, ID = 4 ma mencapai penguatan 14 db dan 15,5 db, Input return loss - 25 db dan - 15 db, noise figure 2,3 db dan 4,5 db masing-masing pada frekuensi kerjanya. Dari beberapa penelitian diatas, untuk mendapatkan fungsi dual band diantaranya dengan metode Switching [1],[2], dimana operasi kerja LNA dilakukan dengan mengubah mode operasi sesuai pita frekuensi yang dikehendaki pada satu waktu secara bergantian (tidak bisa bersamaan). Secara umum metode ini telah meningkatkan fungsi system komunikasi, dalam satu perangkat CPE bisa digunakan untuk fungsi dual band, namun demikian dengan metode ini insertion loss dari switch transistor tetap ada dan performansi noise figure sistem memburuk. Akan menjadi kendala jika pesawat penerima ingin digunakan untuk menerima dua / multi pita frekuensi secara bersamaan / simultan karena cara kerjanya bergantian sesuai mode operasi yang dipilih (misalnya : multiband cellular phone dengan GPS/Bluetooth, atau LTE dengan WiMAX) [3]. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hashemi [3], dengan menerapkan LC paralel yang di seri dengan induktan pada bagian input sebagai matching impedansi input sekaligus sebagai pembentuk respon dual band bisa menunjukkan kinerja dual band LNA yang berfungsi secara simultan, serta rangkaian LC seri di parallel dengan LC parallel pada bagian output untuk meningkatkan fungsi transfer, tetapi performansinya masih kurang baik, noise figure yang masih cukup tinggi dan gain yang belum optimal. Dalam tesis ini, diajukan rancangan rangkaian RF dual-band low noise amplifier yang bisa bekerja secara simultan dengan LC-resonator matching yang beroperasi pada frekuensi 2,3 GHz untuk mendukung layanan aplikasi mobile WiMAX dan frekuensi 2,6 GHz untuk layanan aplikasi mobile LTE. Pada penelitian diusulkan desain topology concurrent LNA dengan matching impedansi LC resonator untuk mendapatkan fungsi dual band LNA yang bisa berkerja secara simultan dengan performansi noise figure yang lebih rendah < 3.5 db [11] dan penguatan lebih dari 12 db [11], kestabilan yang tinggi diatas > 1, menekan nilai VSWR < 2 serta stabil terhadap variasi masukan dan

18 4 supply voltage sehingga karakteristik LNA ini cocok untuk digunakan pada RF front-end m-bwa. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan fungsi dual band diusulkan menggunakan LC Resonator dengan cara menghubungkan rangkaian LC paralel di seri dengan LC seri (menambahkan kapasitor yang dihubungkan seri dengan induktan) pada bagian input, namun cara ini masih menunjukkan kelemahan, yaitu sulitnya mendapatkan matching frekuensi pada frekuensi kerja yang sangat berdekatan (2,3 GHz dan 2,6 GHz) dengan lebar pita masing-masing 100 MHz. sehingga selanjutnya di usulkan penambahan kapasitor pada ujung rangkaian LC resonator sehingga di dapat frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz dengan frekuensi tengah masing-masing 2,35 GHz dan 2,65 GHz. Dari penelitian, dengan rangkaian LC resonator ini diperoleh fungsi respon dual band yang bisa bekerja secara simultan, dua frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz bisa secara bersamaan diproses. Beberapa pertimbangan utama dalam desain LNA diantaranya stabilitas (K), gain, bandwidth (BW), noise figure (NF), bias DC, return loss dan VSWR. Semua faktor tersebut sangat berkaitan dengan komponen transistor yang digunakan [3]. Sementara itu, nilai return loss dan VSWR dapat ditekan dengam mengoptimasi matching impedansinya.[4] Nilai return loss dan VSWR menjadi sangat penting karena sinyal yang diterima LNA memiliki daya yang kecil [2]. Untuk aplikasi CPE m-bwa diperlukan LNA yang memiliki kestabilan yang tinggi dan noise figure yang rendah. Pilihan topology cascode/concurrent ditujukan untuk meningkatkan kestabilan, menghemat ruang dan konsumsi daya dibandingkan menggunakan dua LNA yang tersendiri/parallel [3]. Sedangkan untuk mendapatkan performansi noise figure yang lebih baik < 1 db, dalam perancangan dual band LNA ini digunakan HJ FET NE 3210S01 dengan bias DC, V DS = 2 V dan I D = 10 ma agar memperoleh gain yang tinggi dengan noise figure rendah [5], karena HJ FET NE 3210S01 ini memiliki karakteristik super low noise sehingga cocok untuk perancangan LNA.

19 TUJUAN Tujuan dari penelitian tesis ini adalah merancang dan implementasi rangkaian RF Dual Band LNA untuk mendukung layanan Mobile WiMAX yang beropersi pada frekuensi 2.3GHz dan layanan mobile LTE yang beroperasi pada frekuensi 2,6 GHz. Dengan mengembangkan desain topology concurrent LNA dengan matching impedansi LC resonator untuk mendapatkan fungsi dual band LNA yang bisa berkerja secara simultan dengan performansi noise figure yang lebih rendah < 3.5 db [11] dan penguatan lebih dari 12 db [11], kestabilan yang tinggi diatas > 1, menekan nilai VSWR < 2 serta stabil terhadap variasi masukan dan supply voltage sehingga karakteristik LNA ini cocok untuk digunakan pada RF front-end m-bwa BATASAN MASALAH Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini berkisar rancang bangun rangkaian RF Penerima Simultan Dual Band LNA untuk mendukung layanan Mobile WiMAX yang beroperasi pada frekuensi 2.3 GHz dan layanan mobile LTE yang beroperasi pada frekuensi 2,6 GHz dengan HJ FET NE 3210S01 sebagai penguat dengan LC-Resonator sebagai penyesuai input impedansi sekaligus sebagai pembentuk fungsi dual band. Untuk kemudian dianalisa kinerjanya yang meliputi gain, retun loss, VSWR, dan kestabilan terhadap perubahan input masukan, suhu dan variasi tegangan METODE PENELITIAN Penyusunan penulisan pada penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut : a. Studi literatur b. Perancangan c. Simulasi d. Pabrikasi e. Evaluasi /Analisa hasil

20 SISTEMATIKA PENULISAN Pembahasan didalam tesis ini secara garis besar disusun dari 5 (lima) bab, yang dapat diuraikan sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang yang mendasari dalam melakukan perancangan rangkaian RF Penerima Simultan Dual Band dengan LC-Resonan Matching untuk mendukung layanan Mobile WiMAX yang beropersi pada frekuensi 2.3GHz dan layanan Mobile LTE yang beroperasi pada frekuensi 2,6 GHz pada CPE m-bwa. Didalam pendahuluan terdiri dari penjelasan Latar Belakang, Tujuan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, dan Sistematika Studi. BAB II. DUAL BAND LNA m-bwa Berisi tentang teori yang mendasari dan sebagai acuan dalam perancangan rangkaian Simultan Dual Band LNA untuk mendukung layanan Mobile WiMAX yang beropersi pada frekuensi 2.3GHz dan layanan Mobile LTE yang beroperasi pada frekuensi 2,6 GHz. Dasar teori yang diambil terdiri dari dasar teori WiMAX yang mencakup dalam pokok bahasan Mobile WiMAX dan dasar teori rangkaian RF yang digunakan sebagai dasar perancangan rangkaian RF Penerima Simultan Dual Band LNA dengan LC-Resonator Matching untuk mendukung layanan Mobile WiMAX yang beropersi pada frekuensi 2.3GHz dan layanan Mobile LTE yang beroperasi pada frekuensi 2,6 GHz. BAB III. RANCANG BANGUN DUAL BAND LNA m-bwa Berisi tentang perancangan yang dibahas secara rinci berdasarkan tiap-tiap tahap dari perancangan dan pembuatan pada rangkaian Simultan Dual Band LNA dengan LC- Resonator matching untuk m-bwa.

21 7 BAB IV. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA Berisi tentang hasil pengujian dan analisa yang dilakukan dalam Implementasi rangkaian rf penerima simultan dual band LNA dengan LC-Resonan Matching untuk mobile WiMAX yang beroperasi pada frekuensi 2.3 GHz dan mobile LTE yang beroperasi pada frekuensi 2,6 GHz pada CPE. BAB V. KESIMPULAN Berisi tentang kesimpulan yang diambil dari hasil pengujian dan analisa Implementasi rangkaian rf penerima simultan dual band LNA dengan LC-Resonan matching untuk mobile WiMAX yang beropersi pada frekuensi 2.3 GHz dan mobile LTE yang beroperasi pada frekuensi 2,6 GHz.

22 BAB 2 DUAL BAND LNA m-bwa 2.1 Mobile Broadband Wireless Access (m-bwa) Perkembangan teknologi komunikasi telah berkembang dari wireline menuju wireless. Bahkan perkembangan teknologi wireless cenderung jauh lebih tinggi. Kondisi ini didukung oleh semakin banyaknya permintaan akses data dalam berbagai situasi secara real time, anywhere, anytime, anyhow. Setelah sukses dengan GSM (2G) dan UMTS (3G), kini dikembangkan teknologi BWA. BWA adalah teknologi akses nirkabel pita lebar yang memiliki kapasitas transmisi data pada Mbps (ITU-T, rekomendasi I.113). BWA merupakan layanan pita lebar yang menawarkan akses internet berkecepatan tinggi hingga 256 kbps melalui jaringan nirkabel (wireless). Beberapa teknologi yang mendukung layanan BWA yaitu WiMAX (802.16), Wi-Fi (802.11), mobile-fi, CDMA1xEVDO (3GPP2), dan WCDMA (3GPP). Dalam penyelenggaraannya, BWA dapat dikategorikan dalam fixed-bwa dan mobile-bwa. Fixed-BWA menawarkan layanan akses pelanggan tetap, sedangkan mobile-bwa dapat diakses oleh pelanggan tetap dan bergerak mobile-wimax Konsep dasar dalam Mobile WiMAX diambil dari pengembangan berbasis WiMAX. WiMAX pada awalnya dibangun oleh WiMAX Forum dengan menggunakan standar yang dikeluarkan oleh Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE). IEEE telah mengembangkan suatu standar untuk sistem Broadband Wireless Access (BWA) yang dinamakan IEEE [1]. Didalam sistem jaringan BWA terdapat dukungan throughput yang tinggi, memiliki skalabilitas pada tingkat yang lebih tinggi, memiliki dukungan pada Quality of Service (QoS), memiliki keamanan dengan tingkat yang lebih tinggi, serta pencakupan radio secara merata. Amandemen IEEE menjadi standar dasar peningkatan sistem untuk mendukung sistem antena lanjutan dan Subscriber Station (SS) bergerak. Seperti 8

23 9 yang ditunjukkan dalam Tabel 2.1, IEEE dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan selular dan broadband berdasarkan pada area pencakupan dan layanan wireless yang dapat melalui akses tetap (fixed) dan berpindah-pindah (mobile). Tabel 2. 1 Parameter standar IEEE dan Tahapan Pengembangan [7] Parameter IEEE IEEE IEEE e Pita frekuensi 10 GHz 66 GHz 2 GHz 11 GHz 2 GHz 11 GHz untuk aplikasi tetap, 2 GHz 6 GHz untuk aplikasi bergerak Aplikasi LOS tetap NLOS tetap NLOS tetap dan bergerak Arsitektur MAC Point-to-multipoint, mesh Point-to-multipoint, mesh Point-to-multipoint, mesh Single carrier, 256 OFDM Skema transmisi Hanya single carrier 512, 1.025, atau Single carrier, 256 OFDM atau scalable OFDM atau OFDM dengan subcarrier 128, Modulasi QPSK, 16QAM, 64QAM QPSK, 16QAM, 64QAM QPSK, 16QAM, 64QAM Laju data 32 Mbps Mbps 1 Mbps 75 Mbps 1 Mbps 75 Mbps Multiplexing Burst TDM/TDMA Burst Burst TDM/TDMA/OFDMA TDM/TDMA/OFDMA Duplexing TDD dan FDD TDD dan FDD TDD 1.25 MHz, 1.75 MHz, 1.25 MHz, 1.75 MHz, Lebar pita kanal 3.5 MHz, 5 MHz, 7 MHz 3.5 MHz, 5 MHz, 7 MHz 20MHz, 25 MHz, MHz, 10 MHz, MHz, 10 MHz, 14 MHz MHz, MHz, 15 MHz 15 MHz Implementasi Tidak ada 256 OFDM sebagai Fixed Scalable OFDMA sebagai WiMAX Mobile WiMAX Mobile WiMAX dibangun berdasarkan pada standar IEEE e Pengembangan standar tersebut menggabungkan layanan tetap dengan layanan 1 Institut of Electrical and Electronics Engineers. IEEE std ; IEEE standard for Local and metropolitan area network (MAN); Part 16: Air Interface for Fixed Broadband Wireless Access Systems. Oct 1, Institut of Electrical and Electronics Engineers. IEEE std e-2005; IEEE standard for Local and metropolitan area network (MAN); Part 16: Air Interface for Fixed Broadband Wireless Access Systems,Amandemnt 2: Phisical and Medium Access Control Layer for Combined Fixed and Mobile Operation in Licensed Band and Corrigendum 1, Feb 28, 2006.

24 10 bergerak menjadi suatu bentuk arsitektur jaringan yang sama seperti pada sistem selular, yang dibentuk dengan base station (BS) agar dapat mendukung terminalterminal layanan tetap, portable, dan bergerak. Namun, ada bagian yang tidak sama dengan sistem selular yang telah ada, teknologi backbone yang digunakan Mobile WiMAX adalah all internet protocol (IP). Diantara bentuk penting Mobile WiMAX, yaitu sistem multiple access dengan menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) dan sistem dengan menggunakan subkanalisasi. Standar IEEE memasukkan physical layer (PHY) OFDMA dengan subkanalisasi yang menyediakan sumber waktu dan frekuensi menjadi sangat dinamis untuk dialokasikan pada multiple user melalui subframe downlink (DL) dan uplink (UL). Selain itu, penggunaan sistem subkanalisasi bertujuan agar pengguna dapat melakukan alokasi komponen spektrum dengan melalui bandwidth yang tersedia terhubung pada seluruh pengguna yang lain. Hal ini memberikan kuntungan terhadap difersitas frekuensi tanpa terjadi loncatan frekuensi Profil sistem mobile WiMAX Diketahui bahwa standar IEEE e-2005 memiliki dua dukungan sistem duplexing, yaitu Time Division Duplexing (TDD) dan Frequency Division Duplexing (FDD). Namun, profil sistem Mobile WiMAX hanya menggunakan TDD mode pada sistem operasinya dengan pertimbangan bahwa dukungan alokasi dinamis pada sumber radio downlink (DL) dan uplink (UL) berguna untuk mengefektifkan dukungan trafik asimetris DL/UL dimana hal tersebut menjadi bagian utama dalam aplikasi internet. Alokasi sumber radio dalam DL dan UL ditentukan oleh titik switching DL/UL. Alasan kedua, DL dan UL berada dalam kanal frekuensi yang sama. Hal ini berguna untuk memberikan suatu bentuk timbal balik pada kanal agar menjadi lebih baik dan memperbaiki dukungan adaptasi sambungan. Dalam hal ini menggunakan teknik Multiple-Input-Multiple-Output (MIMO) yang merupakan teknik antena lanjutan dengan sistem close loop dan beamforming. Alasan ketiga,

25 11 kanal frekuensi tunggal dalam DL dan UL dapat menyediakan fleksibilitas yang lebih baik pada alokasi spektrum. Karakteristik dasar pada standar IEEE e-2005 ditunjukkan didalam Tabel 2.2. Didalam Tabel tersebut diberikan standar dengan berbagai macam pilihan desain yang berbeda-beda dengan tujuan agar dapat digunakan sebagai bagian yang paling mendasar dalam suatu perancangan. Standar ini dikembangkan sesuai dengan berbagai macam aplikasi dan scenario menurut penggunaannya. Tabel 2. 2 Karakteristik dasar dari standar IEEE e-2005 Parameter Pita frekuensi Aplikasi Arsitektur MAC Skema transmisi Modulasi Gross data rate Multiplexing Pita kanal Lebar pita kanal IEEE e GHz 11 GHz (fixed) 2 GHz 6 GHz (mobile) Fixed dan mobile NLOS Point-to-multipoint, mesh Single carrier, 256 OFDM atau scalable OFDM dengan 128, 512, 1024, 2048 subcarrier QPSK, 16 QAM, 64 QAM 1 Mbps 75 Mbps Burst TDM/TDMA/OFDMA 1.75 MHz, 3.5 MHz, 7 MHz 1.75 MHz, 3.5 MHz, 7 MHz, 14 MHz, 1.25 MHz, 5 MHz, 10 MHz, 15 MHz, 8.75 MHz Selain itu, Forum WiMAX juga menentukan profile sertifikasi mobilitas berdasarkan standar IEEE e-2005 yang bertujuan untuk melakukan pengembangan dan sertifikasi profil sistem Mobile WiMAX berdasarkan pada standar terbaru. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.

26 12 Tabel 2. 3 Profil sertifikasi Mobile WiMAX Pita Frekuensi 2.3GHz 2.4GHz 2.305GHz 2.320GHz 2.345GHz 2.360GHz Lebar Pita Kanal 5MHz 8.75MHz 10MHz 3.5MHz 5MHz 10MHz Duplexing TDD TDD TDD TDD TDD LTE LTE (Long Term Evolution) adalah sebuah proyek baru dari komunikasi udara dengan kinerja tinggi untuk sistem komunikasi bergerak selular. Ini adalah langkah terakhir menuju generasi ke-4 (4G) dari teknologi radio frekuensi yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan telepon mobile. yang mana generasi sekarang, dari jaringan telekomunikasi bergerak yang terkenal adalah 3G (untuk generasi ketiga ), LTE dipasarkan sebagai 4G. Namun, tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan 4G Advanced IMT. Sebagian besar operator selular di Amerika Serikat dan beberapa operator di seluruh dunia mengumumkan rencana untuk mengubah jaringan mereka menjadi LTE dimulai pada tahun Pemakaian pertama di dunia tentang LTE dibuka oleh TeliaSonera di ibukota Skandinavia Stockholm dan Oslo pada 14 Desember LTE merupakan satu set perangkat tambahan ke Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) yang akan diperkenalkan pada 3rd Generation Partnership Project (3GPP) Release 8. Banyak dari 3GPP Release 8 akan fokus pada komunikasi mobile dengan mengadopsi teknologi 4G, termasuk all-ip arsitektur jaringan datar. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1. Spesifikasi LTE yang memberikan tingkat puncak downlink sedikitnya 100 Mbps, dan uplink paling sedikit 50 Mbps dan RAN round-trip kurang dari 10 ms. LTE mendukung operator bandwidth bervariasi, dari 20 MHz turun menjadi

27 13 1,4 MHz dan mendukung teknologi division duplexing (FDD) dan teknologi time division duplexing (TDD). Sebagaimana tampak pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5. Bagian dari standar LTE adalah Arsitektur Sistem Evolution, sebuah flat jaringan berbasis IP yang dirancang untuk menggantikan arsitektur GPRS Core Network dan memastikan dukungan untuk, dan mobilitas antara, beberapa warisan atau non-sistem 3GPP, misalnya GPRS dan WiMax masing-masing. Keuntungan utama dengan LTE throughput yang tinggi, latency rendah, plug and play, FDD dan TDD pada platform yang sama, peningkatan pengalaman pengguna akhir dan arsitektur sederhana yang mengakibatkan biaya operasional yang rendah. LTE akan juga mendukung seamless lewat ke sel menara dengan teknologi jaringan yang lebih tua seperti GSM, cdmaone, W-CDMA (UMTS), dan CDMA2000. Gambar 2.1 Arsitektur dasar jaringan LTE (books : beyond 3g)

28 14 Tabel 2.4 Penentuan bandwidth untuk LTE (sumber : books beyond 3g) Tabel 2.5 System parameters utama LTE downlink [3GPP06a].

29 DUAL BAND LNA Arsitektur Pesawat penerima RF Dalam pengembangan sistem RF diperlukan pemahaman prinsip dasar sistem komunikasi. Prinsip dasar tersebut meliput input modulator pemancar hingga output demodulator penerima, dan keseluruhan diantaranya. Untuk menggambarkan arsitektur mobile station (MS) yang dalam hal ini dapat juga disebut customer premises equipment (CPE), didalamnya terdiri atas radio transceiver, prosesor baseband, dan lain sebagainya. Didalam radio transceiver terdiri atas receiver dan transmitter. Hubungan antar transmitter, receiver, antena, air interface, dan modulasi, beserta pemilihan macam-macam komponen sistem, tingkat, dan spesifikasi dapat digunakan sebagai pengembangan seluruh desain RF. Bervariasinya kemampuan RF yang ada pada suatu tingkat sistem RF, menunjukkan bahwa kemampuan tersebut dapat diubah menjadi suatu desain rangkaian. Pada kenyataanya, rangkaian RF memiliki bentuk yang rumit, hal ini disebabkan pengalamatan wireless yang ada menggunakan pita berlisensi dan tak berlisensi. Solusi demikian mempermudah agar dapat mempergunakan beberapa frekuensi RF sesuai peraturan yang berbeda-beda. Beberapa arsitektur utama RF dibahas dan di-implikasikan sebagai spesifikasi WiMAX yang diperluas kedalam bagian intermediate frekuency (IF). Dari beberapa blok subsistem RF menggunakan spesifikasi dari WiMAX dan memiliki implikasi untuk desain rangkaian RF, kanal bandwidth, radio frequency band, noise figure, tingkat daya output, serta pengelompokan gain. Letak standar komunikasi modern diperlukan mengenai spesifikasi kunci sistem, seperti sensistifitas RF dan penolakan respon yang tak dikehendaki. Spesifikasi sistem ini harus dipisahkan kedalam masing-masing spesifikasi rangkaian melalui keseluruhan model sistem dengan akurat. Sensitifitas RF merupakan pengukuran pada suatu penerima dapat merespon sinyal yang lemah ini. Terdapat beberapa pengukuran sensitivitas, antara lain signal-to-noise ratio (SNR), rasio distorsi, dan noise figure. Sesekali sensitivitas dikhususkan pada kebutuhan gain, atau rugi-rugi, dari tiap komponen yang dapat ditentukan.

30 16 Parameter kunci sistem yang lain adalah respon yang spurious penerima. Mixer pada penerima secara tipikal menyebabkan respon spourius. Harmonisa RF dan LO mencampur dan membentuk respon pada frekuensi IF yang diinginkan. Gambar 2.2 Diagram blok dari down-converter penerima RF wireless [7] Diagram blok penerima RF secara khusus ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Antena menerima gelombang elektromagnetik yang diradiasikan dari berbagai sumber berdasarkan kisaran bidang frekuensi secara relatif. Untuk pertama kali sinyal ditekankan kedalam low-noise amplifier (LNA) yang memiliki fungsi sebagai penguat sinyal jika sinyal RF yang diterima sangat lemah. Selain itu pula, LNA berfungsi memperkecil daya noise sinyal yang diterima. Selanjutnya, Mixer digunakan untukmerubah sinyal RF menjadi sinyal IF dengan mengurangkan sinyal RF tersebut dengan sinyal LO. Sistem ini dinamakan proses down-converter. Pada local oscillator (LO) diperlukan untuk membangkitkan sinyal LO dengan frekuensi mendekati sinyal RF sehingga akan diperoleh sisa hasil pengurangan frekuensi yang relatif lebih rendah dari sinyal RF dan sinyal LO (secara tipikal kurang dari 100MHz). Selanjutnya, untuk menjaga gain agar tetap stabil sesuai dengan yang diharapkan, maka diperlukan penguat IF dangan gain yang tinggi agar mencapai tingkat daya sinyal sehingga informasi baseband dapat diperoleh dengan mudah. Tipe penerima ini diketahui sebagai penerima superheterodyne karena penerima ini menggunakan frequency conversion, mengubah frekuensi pembawa RF yang tinggi secara relative menjadi frekuensi IF rendah sebelum dilakukan demodulasi pada akhirnya. Hal yang menjadi perhatian penting dalam penerima superheterodyne adalah image frequency, karena beberapa sinyal yang diterima didalam pita akan

31 17 dikuatkan dengan menggunakan tingkat-tingkat dalam penerima IF yang selanjutnya dapat dikirimkan pada demodulator dan sebagian dari output berupa interferensi. Image frequency hanya dapat tereliminasi pada ujung-ujung dari penerima, sebelum mixer down-converter, maka diperukan suatu filter yang dapat menahan bercampurnya frekuensi dari input mixer pada penerima, yang disebut filter image. Pemfilteran image selanjutnya sinyal IF yang tinggi oleh karena menghilangkan sinyal image dan mendapatkan sinyal yang diinginkan. Hal ini akan membuat pemfilteran pada image bertugas yang lebih sederhana, dan mengurangi resiko pada variasi kelompok delay yang berlebihan yang disebabkan oleh frekuensi rapat yang luar biasa LNA LNA merupakan salah satu blok rangkaian dalam sistem penerima RF (Radio Frequency) yang digunakan untuk memperkuat sinyal. Dalam komunikasi nirkabel, LNA harus sanggup menerima sinyal yang sangat lemah dari pengirim dan harus mampu memperkuat sinyal tersebut sampai beberapa puluh db agar dapat dicapai level yang cukup untuk diberikan ke perangkat penerima. Oleh karena itu, parameter yang perlu diperhatikan dalam merancang LNA yaitu gain, noise figure, masukan dan keluaran rangkaian penyesuai impedansi, dan kestabilan Single Band LNA Ada beberapa topologi telah diajukan untuk penerapan band tunggal LNA, namun berikut topologi yang pouler dipakai, yaitu common-gate topology dan inductively degenerated common-source stage, seperti pada Gambar 2.3. Konfigurasi common-gate menggunakan bagian resistive ke source dari transistor untuk menyelaraskan input ke nilai source impedansi (e.g., 50 ). Pada commonsource LNA, inductive degeneration digunakan untuk menghasilkan bagian real yang dibutuhkan untuk menyelaraskan LNA input ke bagian antenna atau filter.

32 18 Gambar 2.3 Single-band CMOS LNA yang umum dipakai. (a) Common-gate. (b) Common-source dengan inductive degeneration. [2] Untuk meningkatkan kestabilan digunakan arsitektur cascoded input transistor sebagaimana pada Gambar 2.4 Gambar 2.4 Konfigurasi dasar dari cascaded input transistor [2] Pada Gambar 2.4, diketahui bahwa transistor berlaku sebagai transistor input dan berlaku sebagai cascade transistor. Induktor dan bertugas sebagai penala pada rangkaian LNA. Kapasitor memberikan kapasitansi parasitic gate-source dari. Dari konfigurasi dasar tersebut selanjutnya telah diteliti lagi penggunaannya seperti pada Gambar 2.5 dengan performance yang cukup baik [7].

33 19 Gambar 2.5 Desain optimalisasi rangkaian cascade input transistor LNA dengan common-base [7] Dual Band LNA Perkembangan dual band juga telah banyak dilakukan penelitiannya. Awalnya dual band disusun dengan menggabung dua pesawat penerima lalu karena alasan boros daya dan bentuk yang besar sehingga bibuat terintegrasi dengan berbagai desainnya, evolusi perkembangan seperti pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7. Gambar 2.6 Proses Evolusi dua pesawat penerima yang disusun parallel untuk pesawat penerima dual-band concurrent [5]

34 20 Gambar 2.7 Arsitektur pesawat penerima dual band concurrent [5] Perancangan Dual Band LNA DC Bias Biasing merupakan langkah awal dalam merancang sebuah LNA, setelah dipilih Transistor apa yang akan digunakan sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Rangkaian bias diperlukan untuk menentukan titik kerja dari sebuah transistor. Rangkaian DC bias sangat penting dalam kesuksesan kerja rangkaian RF. Parameter RF dari transistor akan berubah-ubah dengan adanya perubahan pada DC bias, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.8, tampak jelas ketika ada perubahan kondisi bias, performansi RF juga akan bergeser. Perhatikan bahwa Gain maksimum dan Noise Figure minimum sebesar arus bias. Gambar 2.8 Variasi Gain transistor bipolar dan noise figure sebagai fungsi dari arus dc bias. [10] Ada beberapa metode dalam melakukan biasing transisitor khususnya FET, yaitu DC bias pasif dan DC bias aktif, DC bias pasif adalah salah satu cara untuk membias FET, terdapat beberapa bentuk tetapi dalam praktiknya yang baik menggunakan beberapa model umpan balik [10] dalam rangkaian bias ini dapat meminimalkan tegangan dc dan perubahan kondisi komponen. Ada beberapa

35 21 bentuk kemungkinan konfigurasi rangkaian umpan balik negatif yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Semua opsi ini bersifat disipatif (yaitu mengambil daya dari sumber dc). Tetapi Ketika daya yang hilang sudah kritis, kita perlu mempertimbangkan rangkaian bias aktif, seperti pada Gambar 2.10, Biasing aktif menawarkan tingkat stabilitas dc yang lebih tinggi. Gambar 2.9 Bentuk-bentuk rangkaian bias menggunakan resistive negative feedback pada bipolar transistors untuk meningkatkan efektivitas: (a) collectorbase parallel feedback, (b) collector-base parallel feedback dengan voltage divider, (c) collector-base parallel feedback dengan voltage divider ditambah current source resistor, dan (d) emitter feedback. Karena dc feedback selalu menurunkan tegangan suplai daya yang tersedia, sehingga sulit untuk mendapatkan umpan balik yang efektif mengingat kebutuhan untuk operasi tegangan rendah. Jika umpan balik tidak memadai dan analisis statistik menunjukkan variasi yang signifikan bias-sirkuit, mungkin beberapa biasing aktif diperlukan. Aktif biasing dapat dicapai dengan rangkaian fungsi khusus atau dengan menambahkan transistor frekuensi rendah yang mengontrol tegangan bias dc. Gambar 2.10 menunjukkan dua kemungkinan topologi rangkaian dc untuk aplikasi bias aktif, satu untuk bipolar dan satu untuk sebuah transistor efek medan. Dalam kedua hal kita harus mengisolasi transistor bias aktif dari perangkat RF melalui rentang frekuensi yang luas. RF isolasi dibutuhkan untuk menghindari kerugian dalam transistor bias. Tidak kalah penting adalah frekuensi rendah

36 22 isolasi untuk menghindari osilasi frekuensi rendah (kadang-kadang disebut motorboat) dalam loop umpan balik yang dibentuk oleh kedua perangkat. Gambar 2.10 Rangkaian dc bias aktif pada (a) bipolar transistor dan enhancement mode FETs dan (b) depletion-mode FETs. Qdc adalah bias transistor dan QRF adalah komponen RF. Dalam Gambar 2.10 (a), tegangan dasar, VB 1, dari bias transistor diatur pada sekitar 0.75V untuk 0.8V bawah VC, tegangan kolektor diinginkan QRF. Arus melalui resistor R 3 ditentukan oleh perbedaan tegangan antara VCC dan VC, membentuk sumber arus konstan (I 1 + I 2 ). Sebagian besar arus total melalui QRF, karena I 2 dari QRF jauh lebih besar dibandingkan I 1 dari Qdc. Diode antara R 1 dan R 2 tergantung offset suhu junction basis-emitor dari Qdc. Untuk modus-deplesi RF FET rangkaian aktif mirip [Gambar 2.10 (b)], namun dibutuhkan power supply ganda untuk menerapkan bias negatif terhadap gerbang FET tersebut. Pada aplikasi rangkaian tegangan rendah skema bias aktif Gambar 2.10 dapat menyebabkan drop tegangan berlebihan. Pendekatan alternatif adalah dengan menggunakan kontroler bias yang tersedia secara komersial. Komponen kontrol bias diintegrasikan ke dalam rangkaian penguat RF, Bias Aktif ini menawarkan penguatan dc yang tinggi dan stabilitas tanpa adanya syarat.

37 Kestabilan Kestabilan dalam merancang suatu LNA merupakan faktor yang sangat penting karena hal tersebut menentukan apakah suatu sistem tersebut layak digunakan. Di dalam rangkaian two-port, osilasi mungkin terjadi apabila koefisien masukan maupun keluaran lebih besar dari satu yang akan mengakibatkan hambatan negatif pada port. Ketidakstabilan ditandai dengan : Γ IN > 1 atau Γ OUT > 1, di mana pada kasus unilateral S 11 > 1 atau S 22 > 1 [2]. Syarat kestabilan dinyatakan oleh : IN S12S21 L S 11 1 (2.1) S dan 1 22 L OUT S12S21 S S 22 1 (2.2) S 1 11 S Persamaan (2.1) dan (2.2) direpresentasikan dalam circle pada Smith chart yang disebut stability circle. Gambar 2.11 mengilustrasikan stability circle pada beban. Gambar 2.11 Stability circle pada beban. [6] Di mana C L adalah pusat kestabilan dan r L adalah radius.

38 24 Untuk melihat kestabilan dapat ditentukan dengan faktor K yang ditentukan oleh : 1 S K Dimana : 2 11 S S 2 S S 21 11S22 S12S21 2 Syarat yang harus dipenuhi agar sistem stabil adalah nilai K > 1 dan Δ <1. (2.3) (2.4) Penyesuaian masukan dan keluaran Rangkaian penyesuai impedansi merupakan suatu rangkaian yang menyediakan performansi optimum pada LNA. Alasan utama dirancang rangkaian penyesuai impedansi adalah agar daya yang dikirim dari sumber dapat maksimum dan juga bertujuan untuk mencapai koefisien refleksi masukan sama dengan nol. Pada blok rangkaian penguat, terdapat rangkaian penyesuai impedansi yang ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.12 Blok rangkaian penguat.[6] LC Resonator Untuk membentuk frekuensi respon dual band dalam perancangan dual band LNA ini penulis menggunakan rangkaian LC Resonan pada kedua sisi yang sekaligus sebagai penyesuai masukan dan penyesuai keluaran. Prinsip kerja dari

39 25 LC resonator adalah, dibuat rangkaian LC Paralel dan LC Seri yang disusun secara seri, selanjutnya dituning sehingga mendapatkan frekuensi respon yang dikehendaki, seperti pada Gambar 2.13 Gambar 2.13 Skema rangkaian dual frekuensi resonator [8] Rangkaian parallel LC resonator terdiri dari inductor L 1 dan kapasitor C 1. Frekuensi resonansinya dipilih pada frekuensi ω A antara pita 2,3 GHz dan 2,6 GHz. Nilai frekuensi angular (ω A ) diberikan oleh : (2.5) Sama seperti sebelumnya, frekuensi resonan dari rangkaian seri LC resonator, yang terdiri dari induktor L 2 dan kapasitor C 2, dipilih pada frekuensi lainnya ω B yang berlokasi pada pita frekuensi yang sama. [8], nilai frekuensi angular (ω B ) diberikan oleh : (2.6) Rangkaian parallel LC akan nampak bersifat induktif ketika frekuensi kerja lebih rendah dari ω A (2,3 GHz), sehingga ekivalen dengan induktansi L 3, seperti nampak pada Gambar 2.14 (a). dan ketika frekuensi kerja lebih tinggi daripada ω A (2,6 GHz), rangkaian impedansi ini akan nampak bersifat kapasitif. ekivalen dengan kapasitor C 3, seperti terlihat pada Gambar 2.14.(b) Gambar 2.14 Ekivalen rangkaian dari rangkaian LC resonator (a) 2,3 GHz (b) 2.6 GHz [8]

40 26 Rangkaian penyesuai masukan bisa beresonansi pada kedua frekuensi 2,3 GHz dan 2.6 GHz ketika nilai komponen dari L 1, C 1, L 2, C 2 dipilih dengan tepat berdasarkan persamaan (2.7) dan (2.8) didapat : (2.7) (2.8) Noise Figure Faktor penting lain yang perlu diperhatikan untuk merancang LNA disamping faktor kestabilan dan gain adalah noise figure. Untuk menentukan Noise Figure (F) diberikan oleh : [6] F F min r g n s Y s Y o 2 (2.9) Di mana : F min = Noise Figure minimum rn = normalisasi ekuivalen hambatan noise (rn = RN / Zo) Ys = gs + jbs (admitansi sumber) Yo = go + jbo (admitansi sumber) Ys dan Yo dapat dinyatakan dalam bentuk lain : Y s Y o Гs dan Гo adalah koefisien refleksi s s o o (2.10) (2.11)

41 27 Sehingga persamaan Noise Figure diatas menjadi : F F min s o s 1 o Di mana : Fmin, rn, dan Гo disebut sebagai parameter noise. 4 r n 2 (2.12) Input Return Loss dan Output Return Loss Kondisi ketika beban tidak sesuai (mismatch) menyebabkan tidak semua daya yang berasal dari sumber dikirim ke beban. Kerugian ini disebut return loss. Return loss pada masukan (input return loss) mengindikasikan terjadinya mismatch antara impedansi masukan LNA dengan impedansi karakteristik saluran transmisi. Return loss pada masukan dapat dihitung dari S-parameter S 11. [1], yang dinyatakan oleh : Input return loss = - S 11 (db) = - 20 log S 11 (2.13) Begitu juga untuk return loss pada keluaran (output) dapat dihitung dari S-parameter S 22. [1], yang dinyatakan oleh : Output return loss = - S 22 (db) = - 20 log S 22 (2.14) Scattering Parameter Scattering parameter atau disebut juga S-parameter merupakan suatu relasi atau hubungan antara tegangan gelombang datang dengan tegangan gelombang pantul dalam suatu rangkaian empat kutub (two-port network) yang terhubung dengan saluran transmisi yang mempunyai impedansi karakteristik Z 0. Untuk beberapa komponen elektronik atau suatu rangkain listrik lainnya, S-parameter dapat dihitung dengan bantuan alat ukur yang menggunakan vector network analyzer. S-parameter juga merupakan suatu nilai yang terdapat pada datasheet

42 28 transistor, biasanya transistor RF yang digunakan untuk memprediksi performansi dan perancangan suatu amplifier. Perhatikan Gambar Gambar 2.15 Blok S-parameter. [9] Persamaan matematis untuk rangkaian pada Gambar 2.15 diberikan oleh : b b S S (2.15) di mana a n merepresentasikan normalisasi tegangan datang masuk ke rangkaian two-port, sedangkan b n merupakan normalisasi tegangan pantul dari rangkaian two-port yang masing-masing diberikan oleh : [9] a a b b E E i1 Z E E 0 i2 Z r1 Z 0 r 2 Z 0 0 di mana : Ei = Tegangan datang dalam volt Er = Tegangan pantul dalam volt S S a a 1 2 (2.16) (2.17) (2.18) (2.19)

43 29 Dari persamaan (2.15), parameter S 11, S 12, S 21, dan S 22 merepresentasikan koefisien refleksi dan transmisi yang disebut Scattering-parameter pada rangkaian two-port. Bentuk matriks dari parameter ini dinyatakan oleh : [9] S S S 21 Masing-masing dari nilai parameter tersebut diberikan oleh : di mana : S 11 S b1 S11 ketika a 2 0 a 1 b1 S12 ketika a 1 0 a 2 b2 S21 ketika a 2 0 a 1 b2 S22 ketika a 1 0 a 2 S 11 = Koefisien refleksi masukan S 22 = Koefisien refleksi keluaran S 12 = Gain transmisi mundur S 21 = Gain transmisi maju (2.20) (2.21) (2.22) (2.23) Gain Perbandingan antara sinyal keluaran sistem terhadap sinyal masukan sistem disebut gain. Pada perancangan LNA terdapat 3 jenis gain yaitu : [6] 1. Transducer power gain (GT) 2. Operating power gain (GP) 3. Available power gain (GA) Transducer Power Gain (GT) [6] Perbandingan antara daya yang dikirim ke beban terhadap daya yang tersedia pada sumber disebut transducer power gain, yang dinyatakan oleh :

44 30 G T S S 1 L S in 2 1 S 22 L 2 (2.24) S12S21 L in S11 di mana 1 S22 L (2.25) Operating Power Gain (GP) [6] Perbandingan antara daya yang dikirim ke beban terhadap daya masukan pada rangkaian disebut operational power gain, yang dinyatakan oleh : G P 2 2 S21 1 L in 1 S22 L (2.26) Available Power Gain (GA) [6] Perbandingan antara daya yang tersedia dari rangkaian terhadap daya dari sumber disebut available power gain, yang dinyatakan oleh : G A 2 2 S21 1 S out 1 S11 S (2.27) S12S21 S out S22 di mana 1 S11 S (2.28) Berdasarkan Gambar 2.16, apabila rangkaian unilateral, di mana S 12 = 0, maka Г IN = S 11, Г OUT = S22.

45 31 Gambar 2.16 Blok rangkaian penguat dengan pembagian gain [6] Sehingga unilateral transducer power gain (GTU) berdasarkan persamaan (2.29), yang dinyatakan oleh : [6] G TU S 2 1 L S 2 21 (2.29) 2 1 S 1 S S L Dari persamaan (2.30), dapat dibuat istilah baru untuk tiap bagian dari GTU, yang dinyatakan oleh : G S 2 S 2 11 S 1 (2.30) 1 S 2 G O S 21 (2.31) G L 2 L 2 22 L 1 (2.32) 1 S Sehingga : G G G G (2.33) TU S O L

46 BAB 3 PERANCANGAN DUAL BAND LNA m-bwa 3.1 ALUR PERANCANGAN DUAL BAND LNA Dalam Merancang Dual Band LNA yang baik sesuai dengan yang diinginkan, hal penting yang harus diperhatikan adalah Noise figure, gain, stabilitas tanpa adanya osilasi, selain itu linearitas dan kesesuaian input dan ouput juga sama pentingnya. Oleh karena itu diperlukan suatu metode agar dicapai gain yang tinggi dan derau (noise) yang serendah-rendahnya. Dalam perancangan menggunakan alur sebagaimana Gambar 3.1 dan dibantu menggunakan simulasi S-Parameter pada perangkat lunak Advanced Design System (ADS), optimasi dari Dual Band LNA untuk mencapai spesifikasi yang disyaratkan dapat diperoleh dengan mudah, cepat, dan lebih akurat. 3.2 SPESIFIKASI DUAL BAND LNA Rancangan Dual Band LNA ini memiliki spesifikasi, sebagai berikut : 1. Frekuensi kerja 2.3 GHz dan 2,6 GHz 2. Gain (S 21 ) > 12 db [11] 3. Noise Figure < 3.5 db [11] 4. Unconditional stabil (K>1) [6] 5. Input Return of Loss (IRL) < -10dB 6. Output Return of Loss (ORL) < -10 db 7. VSWR in < 2 8. Low supply Voltage (Vdc = 3,5 volt) 9. Konsumsi arus yang kecil (Ids = 10mA) 10. High-Input IP3 > 5 dbm 11. Output IP3 > 5 dbm 32

47 33 Mulai Spesifikasi Dual Band LNA Pemilihan Transistor DC Bias Tidak K > 1 Ya Tuning Rangkaian Matching Impedansi Dual Band LNA Tidak Simulasi Parameter = Spesifikasi Ya Pemilihan Substrat Tuning Optimasi Rangkaian mikrostrip Tidak Simulasi & Pengukuran Parameter = Spesifikasi Ya Pabrikasi Tidak Pengukuran Parameter = Spesifikasi Ya Analisa Hasil (simulasi vs pabrikasi) Selesai Gambar 3.1 Alur Perancangan Dual Band LNA

48 PEMILIHAN TRANSISTOR Untuk merancang Dual Band LNA, tahap pertama adalah memilih transistor sesuai spesifikasi yang disyaratkan. Hal yang harus diperhatikan adalah konsumsi daya yang rendah, noise figure, dan gain. Pemilihan transistor disini dengan bantuan software ADS di mana terdapat library berbagai model transistor yang dapat digunakan untuk merancang LNA. Transistor yang dipilih adalah NE3210S01 karena merupakan Super Low Noise HJ FET yang sangat cocok untuk perancangan LNA ini. 3.4 PERANCANGAN RANGKAIAN BIAS TRANSISTOR Untuk menentukan daerah kerja penguat dual band LNA maka perlu dilakukan biasing transistor. Pada perancangan digunakan rangkaian bias aktif sebagaimana pada Gambar 3.2. Sebelum merancang rangkaian bias transistor, harus dilakukan pengambilan data spesifikasi elektrik transistor pada datasheet NE3210S01 (Lampiran 1) DC Bias Aktif Output RF Input RF Penyesuai Impedansi Input Cascode Amplifier Penyesuai Impedansi Output Gambar 3.2 Rancangan dual band LNA, Skematik bias NE3210S01

49 35 Rangkaian bias aktif disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan tegangan yang selanjutnya diinjeksikan ke rangkaian cascode FET Amplifier sebagaimana spesifikasi kerja transistor HJFET NE3210S01. Arus yang mengalir melalui LNA lewat L5 dan L6 sebagai bloking sinyal RF ditentukan oleh current mirror yang dibentuk oleh M2 dan M PEMERIKSAAAN KESTABILAN Dalam perancangan rangkaian penguat gelombang mikro, salah satu factor penting yang perlu diperhatikan adalah factor kestabilan. Factor kestabilan ini sangat menentukan keadaan penguat, yaitu apakah dalam keadaan stabil atau berosilasi. Untuk menentukan kestabilan transistor dan parameter-parameter lain yang terkait dengannya, maka dirancanglah rangkaian bias transistor sebagaimana Gambar 3.2, blok rangkaian amplifier HJFET NE3210S01 disusun cascode karena dengan susunan tersebut akan meningkatkan, kestabilan dan gain, serta menurunkan noise figure. Hasil pengukuran S parameter dari simulasi biasing transistor NE3210S01 ditunjukkan oleh Tabel 3.1 Tabel 3.1 Hasil pengukuran S parameter transistor NE3210S01

50 36 Dari parameter-parameter S yang ada pada Tabel dapat kita hitung faktor kestabilan penguat (faktor K) yang dirancang, sebagai berikut : Faktor K Pada frekuensi kerja 2,3 GHz (lihat parameternya di Tabel 3.1), didapat : Factor K Pada frekuensi kerja 2,6 GHz, didapat : Berdasarkan perhitungan faktor K dapat dilihat bahwa pada frekuensi 2,3 GHz dan 2,6 GHz, faktor kestabilan K lebih besar dari 1 yaitu bernilai 1,227 dan 1,308. Hal ini berarti transistor dalam kondisi stabil. Representasi grafis dari faktor kestabilan K terhadap frekuensi ditunjukkan pada Gambar 3.3.

51 37 m9 freq= 2.350GHz StabFact1=1.228 m10 freq= 2.650GHz StabFact1= StabFact m9 m freq, GHz Gambar 3.3 Faktor kestabilan (faktor K) penguat pada frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz pada biasing transistor NE3210S PENYESUAI IMPEDANSI Penyesuai Impedansi Input dengan LC Resonator Dalam perancangan penyesuai impedansi input pada Dual Band LNA, agak berbeda jika dibandingkan LNA yang bekerja pada single band. Dalam perancangan LNA yang difungsikan untuk berkerja pada dua frekuensi, untuk mendapatkan penyesuai input yang dapat menerima kedua frekuensi kerja yang diharapkan disini akan digunakan rangkaian parallel LC resonator yang di hubungkan dengan seri LC resonator, seperti Gambar 2.10 dan 2.11 menunjukkan rangkaian yang LC resonator yang bisa beresonansi pada dua frekuensi yang berbeda secara simultan, pada perancangan ini akan digunakan pada frekuensi 2,3 GHZ dan 2,6 GHz. Penguat Dual Band LNA dirancang menggunakan transistor NE3210S01. Gambar 3.4 menunjukkan rangkaian input matching.

52 38 (a) Cgd(1-Av) Cgd(Av-1) / Av (b) Gambar 3.4 (a) Rangkaian Input matching (b) Rangkaian ekivalen small signal Rangkaian inductively-degenerated common source LNA sebagaimana tampak pada Gambar 3.4 (a) dan ekuivalen small signal pada Gambar 3.4 (b), impedansi input dari rangkaian bisa dinyatakan sebagai berikut : (3.1) Pada saat terjadi resonansi pada frekuensi kerja, penjumlahan nilai reaktansi yang berasal dari komponen induktor dan kapasitor akan bernilai sebagai berikut : (3.2)

53 39 Sehingga jika persamaan (3.1) dan persamaan (3.2) disubtitusikan akan kita peroleh impedansi input, yang diberikan oleh : (3.3) Sehingga terlihat persamaan (3.2) merupakan bagian real dan persamaan (3.3) merupakan nilai imaginernya. Setelah mendapatkan 2 fungsi tersebut, selanjutnya diketahui bahwa terminal input diharapkan bisa sesuai (match) dengan 2 frekuensi kerja yaitu 2,3 GHz ( low ) dan 2,6 GHz ( high ), sehingga diperoleh : [12] (3.4) Dimana, (3.5) (3.6),, (3.7) Dimana, L A = L 2 + L S, C A = C 2 + C 3 + C gs Selanjutnya dengan persamaan tersebut kita akan bisa mencari jika frekuensi dari LC Tank dalam rangkaian dan 12 memenuhi persamaan (3.5) dan (3.6), penyesuai input akan bekerja dengan baik. LC tank resonator bisa dirancang dengan cara yang sama sebagaimana pada terminal input, sehingga terminal output bisa sesuai / matched pada kedua frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz.

54 Penyesuai Impedansi output dengan LC-Resonator Sebagaimana impedansi input, perancangan impedansi output dilakukan untuk mendapatkan melakukan maksimal transfer daya. Ketika LNA difungsikan stand alone biasanya perlu dilakukan penyesuaian impedansi input dan output ke 50 dengan menggunakan transmission line. Output LNA dalam bentuk terintegrasi tidak perlu harus dicocokkan dengan cara yang sama. Biasanya LNA yang terintegrasi menggerakkan (drives) kapasitif input dari down-conversion mixer pertama pada penerima dan karenanya ini tidak perlu untuk penyesuaian keluaran ke impedansi real (50Ω). Dalam hal penyesuaian, pada output LNA digunakan rangkaian LC. Sebagaimana pada Gambar 3.5. Guna dari dua induktor dan dua kapasitor memberikan frekuensi resonan yang berbeda (pada 2,3 GHz dan 2,6 GHz). ini memberikan penyesuaian yang lebih baik pada setiap bandwidth. Gambar 3.5. Rangkaian Penyesuai Output 3.7 Simulasi Non linear (Harmonic Balance) Pada kondisi normal suatu amplifier seharusnya memiliki hubungan yang linear antara input dengan output. Namun pada kenyataannya suatu amplifier memiki keterbatasan. Sehingga dengan keterbatasan inilah yang menyebabkan pada kondisi tertentu tidak terjadi kelinearan, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.6 Harmonic balance merupakan teknik untuk memperoleh hasil dari steady state dalam domain frekuensi pada suatu rangkaian atau sistem yang tidak linear.

55 41 Metode ini biasanya digunakan untuk simulasi RF dan microwave dalam domain frekuensi. Pada simulasi ini memungkinkan suatu rangkaian disimulasikan dengan input frekuensi yang beraneka macam. Simulasi ini menjadi penting karena simulasi S-parameter dan AC hanya memberikan informasi rangkaian pada kondisi linear. Gambar 3.6.1Perbandingan Daya Input Terhadap Output Pada Kondisi Nonlinear Ada beberapa parameter yang dapat terlihat dari hasil simulasi harmonic balance, diantaranya adalah daya output, gain, noise, IIP3, OIP3 dan TOI (third-order intercept). Semua parameter tersebut dalam kondisi nonlinear hingga mencapai kondisi linear. Gambar 3.7.2Third-Order Intercept Point [5] Secara matematis IIP3 dapat dinyatakan sebagai berikut [5] : (3.8) (3.9)

56 42 Melalui simulasi ini output sinyal berupa spektrum dapat teranalisa. Seperti pada Gambar 3.7. diantara frekuensi center (f c ) terdapat dua frekuensi, yaitu frekuensi low side (f l ) dengan frekuensi high side (f h ). Frekuensi centernya adalah 2,350 GHz dan 2,650 GHz dengan rentang frekuensi antara f l dan f h adalah 5 MH. Maka nilai frekuensi pada low side-nya untuk frekuensi kerja 2,3 GHz adalah 2,350 GHz (5/2)MHz, yaitu sebesar 2,3475 GHz. Sedangkan pada high side-nya adalah 2,350 GHz + (5/2)MHz, yaitu sebesar 2,3525 GHz. Sedang pada frekuensi kerja 2,6 GHz adalah 2,650 GHz (5/2)MHz, yaitu sebesar 2,6475 GHz. Sedangkan pada high side-nya adalah 2,650 GHz + (5/2)MHz, yaitu sebesar 2,6525 GHz Sinyal keluaran dari LNA memiliki frekuensi harmonic sebesar 2,293 GHz, 2,287 GHz, 2,308 GHz, dan 2,313 GHz dan 2,593 GHz, 2,587 GHz, 2,608 GHz, dan 2,613 GHz. setiap spektrum memiliki magnitude yang berbeda. Oleh karena itu hal ini berakibat kepada daya keluaran yang dihasilkan. Perbedaan antara daya pada frekuensi high side dengan frekuensi harmonic pada high side dinamakan dengan IIP3. Daya yang dikirim kebeban pada kondisi nonlinear ini merupakan penjumlahan dari daya pada frekuensi low side dengan frekuensi high side. (3.10) (3.11) (3.12) (3.13) 3.8 OPTIMASI RANGKAIAN MIKROSTRIP Sebelum dilakukan pabrikasi, langkah selanjutnya dalam perancangan dual band LNA ini adalah dilakukan proses optimasi dengan rangkaian mikrostrip. Ini dilakukan karena di pasaran tidak didapatkan komponen R, L dan C yang nilainya sesuai dengan hasil perancangan. Optimasi dilakukan dengan cara memadukan antara nilai komponen yang tersedia dipasaran dan dioptimasi dengan mikrostrip sehingga dihasilkan performansi sesuai hasil rancangan.

57 43 Dalam perancangan optimasi rangkaian dengan mikrostrip, kita tentukan terlebih dahulu spesifikasi dari bahan subtract, yaitu sebagai berikut : Dalam perancangan rangkaian RF, panjang dan ketebalan subtract sangat berpengaruh terhadap performansi rangkaian secara keseluruhan, karena jalur lempeng tembaga yang kita buat memiliki sifat/nilai kapasitif dan induktif (imaginer) ketika dilewati sinyal RF, selain itu luas penampang dari jalur mikrostrip juga memiliki komponen resistif (real). Pada Gambar 3.8 menunjukkan lay out PCB hasil optimasi rangkaian dengan mikrostrip dan Gambar 3.9 menunjukkan hasil pabrikasi Dual Band LNA. 1,67 inch Atas DUAL BAND LNA 0,837 inch IN OUT Bawah Gambar 3.8. Layout PCB hasil optimasi rangkaian Dual Band LNA dengan microstrip line

58 44 Gambar 3.9. Pabrikasi Dual Band LNA

59 BAB 4 ANALISA HASIL SIMULASI DAN PENGUKURAN 4.1 Hasil Simulasi Rangkaian Lengkap Dual Band LNA Pada bagian ini akan dibahas kinerja dari desain Simultan Dual Band LNA yang diajukan. Untuk melihat hasil unjuk kerja secara simulasi menggunakan software aplikasi ADS ver sedangkan untuk melihat hasil pengukuran dengan alat ukur Spektrum Analyzer serta sebagai perbandingan ditampilkan data dari penelitian yang telah dilakukan peneliti lain. Rangkaian lengkap Dual Band LNA dengan rangkaian Penyesuai LC Resonator tampak pada Lampiran 2. Sementara Rangkaian lengkap Dual Band LNA dengan rangkaian Penyesuai LC Resonator setelah proses optimasi dengan mikrostrip line tampak pada Lampiran Simulasi Gain (S 21 ) dari Dual Band LNA Parameter pertama yang akan kita lihat dari kinerja Dual Band LNA adalah gain rangkaian Dual Band LNA sebagaimana terlihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Gain (S 21 ) Dual Band LNA 45

60 46 Hasil simulasi menunjukkan bahwa rangkaian Dual Band LNA dengan Penyesuai Impedansi LC Resonator masing-masing memiliki gain (S 21 ) = 17,386 db dan 16,732 db. nilai gain tersebut sudah sesuai bahkan melampaui spesifikasi yang rencanakan dalam perancangan yaitu > 12 db Simulasi Input Return Loss (S 11 ) dari Dual Band LNA Parameter kinerja berikutnya yang akan kita lihat adalah input return loss (S11) sebagaimana terlihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3, hasil simulasi menunjukkan bahwa rangkaian Dual Band LNA dengan Penyesuai Impedansi LC Resonator masing-masing memiliki input return loss S 11 = db pada frekuensi 2,3 GHz dan S11 = -33,881 db pada 2,6 GHz. Nilai Input Return Loss sudah sesuai dengan parameter rancangan dual Band LNA yaitu < - 10 db Lebar bandwidth dihitung pada 10 db Input Return Loss, rangkaian Dual Band LNA dengan Penyesuai LC Resonator memiliki bandwidth sebesar > 100 MHz pada frekuensi 2,3 GHz dan 95 MHz pada frekuensi 2,6 GHz. Gambar 4.2 Input Return Loss (S 11 ) Dual Band LNA

61 47 Gambar 4.3 Input Return Loss Dual Band LNA pada Smith Chart Simulasi Output Return Loss (S 22 ) dari Dual Band LNA Paramater kinerja selanjutnya yang akan dilihat adalah Output Return Loss (S 22 ) sebagaimana terlihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.4 Output return loss (S 22 ) Dual Band LNA Hasil simulasi menunjukkan bahwa rangkaian Dual Band LNA dengan Penyesuai LC Resonator memiliki output return loss (S 22 ) masing-masing pada frekuensi GHz = db dan pada frekuensi GHz = db. Nilai Output Return Loss bergeser terhadap spesifikasi rancangan Dual Band LNA yaitu < - 10 db

62 Simulasi Stability Factor dari Dual Band LNA Parameter selanjutnya yang akan diperiksa adalah stability faktor dari rangkaian Dual Band LNA. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rangkaian Dual Band LNA dengan topology cascode Amplifier memiliki faktor kestabilan yang cukup tinggi, Stability faktor (K) dapat dilihat bahwa pada frekuensi 2,3 GHz dan 2,6 GHz, faktor kestabilan K > 1 yaitu masing-masing bernilai 1,227 dan 1,308. Hal ini berarti transistor dalam kondisi yang stabil, performansi kinerja dual band LNA dapat terjaga tanpa adanya syarat kondisi tertentu. sebagaimana terlihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Gambar 4.5 Stability factor Dual Band LNA Gambar 4.6 Stability factor Dual Band LNA pada Smith Chart

63 Simulasi VSWR dari Dual Band LNA Parameter berikutnya yang akan diperiksa adalah VSWR dari rangkaian Dual Band LNA sebagaimana terlihat pada Gambar 4.7. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rangkaian Dual Band LNA dengan Penyesuai Impedansi LC Resonator memiliki VSWR masing-masing pada frekuensi GHz = dan pada frekuensi GHz = 1.051, nilai VSWR sudah sesuai dengan perancangan yaitu < 2. Gambar 4.7 Nilai VSWR Dual Band LNA pada Smith Chart Simulasi Noise Figure dari Dual Band LNA Parameter selanjutnya yang akan diperiksa adalah Noise Figure dari Dual Band LNA sebagaimana terlihat pada Gambar 4.8. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rangkaian Dual Band LNA dengan Penyesuai Impedansi LC Resonator memiliki Noise Figure masing-masing pada frekuensi 2,3 GHz sebesar 0,913 db, dan pada frekuensi 2,6 GHz sebesar 0,951 db. Nilai noise figure menunjukkan nilai yangsangat baik, melampaui perancangan yaitu < 3.5 db.

64 50 Gambar 4.8 Noise Figure Dual Band LNA Simulasi Respon Frekuensi dari Dual Band LNA Untuk melihat Respon frekuensi Vin dan Vout pada simultan dual band LNA, diberikan input signal generator ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 m9 freq= 2.350GHz dbm(vin)=4.889 m10 freq= 2.650GHz dbm(vin)= m9 m10 dbm(vin) freq, GHz Gambar 4.9 Respon frekuensi Vin pada dual band LNA

65 51 m11 freq= 2.350GHz dbm(vout)=4.594 m12 freq= 2.650GHz dbm(vout)= m11 m12 0 dbm(vout) freq, GHz Gambar 4.10 Respon frekuensi Vout pada dual band LNA Pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 menunjukkan bahwa rangkaian dual band LNA secara simultan merespon input masukan dari simulasi sinyal generator pada kedua frekuensi kerjanya yaitu 2,3 GHz dan 2,6 GHz, sedangkan frekuensi lainnya di tolak. Sebagai perbandingan terhadap penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hashemi [5], secara keseluruhan nilai hasil simulasi terlihat dengan lengkap pada Tabel 4.1. Dari hasil perbandingan simulasi didapatkan performansi Gain, Input Return Loss, Output Return Loss, Noise figure dan VSWR rangkaian Dual Band LNA yang lebih baik.

66 52 Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Simulasi Dual Band LNA dengan Penyesuai Impedansi LC Resonator Parameter Hashemi [5] Penelitian yang diajukan Frekuensi 2,4 GHz 5,2 GHz 2.3 GHz 2.6 GHz Faktor K Gain (S 21 ) 14 db 15.5 db db db S db -15 db db db S db db NF 2.3 db 4.5 db db db NFmin VSWR IIP3 0.0 dbm 5.6 dbm dbm dbm OIP dbm dbm Supply Voltage 2.5 Volt 3.5 Volt Active device 0.35-um CMOS FET NE3210S Hasil Pengukuran Kinerja Dual Band LNA yang dipabrikasi Setelah tahap perancangan, simulasi dan optimasi rangkaian dengan mikrostrip, langkah terakhir dari penelitian ini adalah dilakukan proses pabrikasi, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.14 hasil pabrikasi rangkaian dual band LNA, selanjutnya akan kita lihat performansi kinerja rangkaian Dual Band LNA hasil pabrikasi. Untuk melihat kinerja Dual Band LNA yang telah dipabrikasi, dilakukan pengukuran mengunakan spectrum analyser, untuk kemudian dianalisa kinerjanya. Gambar 4.11 menunjukkan proses pengukuran dengan spektrum analizer.

67 53 Gambar 4.11 Pengukuran Kinerja Dual Band LNA yang telah dipabrikasi Hasil Pengukuran Input Return Loss (S 11 ) dari Dual Band LNA Hasil pengukuran Input Return Loss rangkaian Dual Band LNA terlihat pada Gambar Gambar 4.12 Pengukuran Input Return Loss (S 11 ) Dual Band LNA

68 54 Pada Gambar 4.12 terlihat Dual Band LNA dengan dengan penyesuai impedansi LC Resonator memiliki input return loss sebesar S 11 = -4 db pada frekuensi 1,06 Gz dan S 11 = -12 db pada frekuensi 1,62 GHz. Pada gambar tersebut terlihat bahwa Dual Band LNA mengalami pergeseran frekuensi kerja yang sangat signifikan, jauh diluar spesifikasi dan hasil simulasi yang diharapkan. Menurunnya performansi kinerja rangkaian dual band LNA ini lebih disebabkan oleh hasil solderan yang kurang bagus saat pabrikasi, penambahan timah pada jalur mikrostrip dan komponen SMD yang berlebihan berpotensi merubah karakteristik dari rangkaian. Dimensi komponen SMD yang sangat kecil (0,4 mm) menjadi faktor utama kendala dalam penyolderan secara manual. Selain itu karakteristik bahan substrat yang tidak homogen pada setiap titik juga berpotensi merubah performansi rangkaian Dual Band LNA Hasil Pengukuran Gain (S 21 ) dari Dual Band LNA Hasil pengukuran gain rangkaian Dual Band LNA terlihat pada Gambar Gambar 4.13 Pengukuran Gain (S21) Dual Band LNA

69 55 Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.13, kinerja Dual Band LNA hasil pabrikasi mengalami pergeseran frekuensi kerja yang signifikan. Puncak penguatan terdapat pada frekuensi 1,06 GHz sebesar 9,275 db dan pada frekuensi 1,61 GHz sebesar 0 db, penguatannya lebih rendah dibandingkan dengan hasil simulasi dan spesifikasi, dimana diharapkan Dual Band LNA bekerja frekuensi 2,3 GHz dan 2,6 GHz dan penguatannya lebih dari 12 db. Memburuknya kinerja hasil pabrikasi karena lebih pada keterbatasan kemampuan dalam penyolderan komponen SMD. Selain itu ketidak homogenan bahan subtrat juga berpengaruh merubah performansi kinerja Dual Band LNA Hasil Pengukuran Output Return Loss (S 22 ) dari Dual Band LNA Hasil pengukuran Output Return Loss rangkaian Dual Band LNA terlihat pada Gambar Gambar 4.14 Pengukuran Output Return Loss (S 22 ) Dual Band LNA

70 56 Pada Gambar 4.14 terlihat Dual Band LNA dengan penyesuai impedansi LC Resonator memiliki output return loss sebesar S 22 = -8,59 db pada frekuensi 1,69 GHz dan S 22 = - 4 db pada frekuensi 1,06 GHz. Hasil ini juga menunjukkan buruknya performansi dari hasil pabrikasi dual band LNA. Hasil penyolderan yang jelek dan ketidakhomogenan subtrat dimungkinkan menjadi penyebab berubahnya parameter Dual Band LNA. Hal ini tentunya berpotensi merubah penyesuai impedansi output sehingga akibatnya performansi rangkaian Dual Band memburuk Hasil Pengukuran VSWR dari Dual Band LNA Hasil pengukuran VSWR rangkaian Dual Band LNA terlihat pada Gambar Gambar 4.15 VSWR rangkaian Dual Band LNA

71 57 Pada Gambar 4.15 terlihat hasil pengukuran VSWR in pada frekuensi 1,63 GHz sebesar 1,0728 dan pada frekuensi 1,06 GHz sebesar 5. Hasil ini juga menunjukkan buruknya performansi dari hasil pabrikasi dual band LNA. Hasil penyolderan yang jelek dan ketidakhomogenan subtrat dimungkinkan menjadi penyebab berubahnya parameter VSWR Dual Band LNA. Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Simulasi dan Pengukuran Dual Band LNA Parameter Simulasi Pengukuran Frekuensi 2.35 GHz 2.65 GHz 1,61 GHz 1,06 GHz Faktor K Tdk terukur Tdk terukur Gain (S 21 ) db db 0 db 9,275 db S db db -12 db -4 db NF db db Tdk terukur Tdk terukur NFmin Tdk terukur Tdk terukur VSWR IIP dbm dbm Tdk terukur Tdk terukur OIP dbm dbm Tdk terukur Tdk terukur Supply Voltage 3.5 Volt 3.5 Volt Active device FET NE3210S01 FET NE3210S01 Pada Tabel 4.2 terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara hasil simulasi dan hasil pabrikasi. Buruknya performansi dari hasil pabrikasi dual band LNA dimungkinkan karena kurang presisinya hasil pabrikasi, penyolderan yang jelek pada komponen SMD yang sangat kecil dan ketidakhomogenan subtrat (FR4) serta nilai toleransi dari komponen SMD sehingga menjadi penyebab berubahnya parameter Dual Band LNA. Selain itu juga nilai epsilon relatif pada substrat FR4 yang tidak sama pada tiap frekuensi sedangkan pada simulasi

72 58 konstanta dielektrik dianggap ideal yaitu 4.3. sebagaimana nampak pada Gambar meskipun pengaruhnya tidak signifikan karena jarak antara frekuensi kerjanya relatif dekat yaitu 2,3 GHz dan 2,6 GHz. Idealnya untuk penyolderan komponen berdimensi kecil biasanya dilakukan oleh mesin yang memiliki tingkat kepresisian penyolderan yang sangat tinggi. Gambar Grafik perubahan epsilon relative pada FR4 relatif terhadap perubahan frekuensi [13]

73 BAB 5 KESIMPULAN Berdasarkan hasil rancang bangun dan analisa kinerja Simultan Dual Band LNA pada frekuensi 2,3 GHz dan 2,6 GHz untuk aplikasi mobile BWA yang telah dipabrikasi maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Telah dirancang Simultan Dual Band LNA untuk aplikasi m-bwa dengan menggunakan LC Resonator sebagai Penyesuai Impedansi sekaligus pembentuk respon dual band pada frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz. Hasil yang diperoleh sebagai berikut : i. Hasil perancangan dan simulasi Dual Band LNA menunjukkan hasil performansi yang baik pada frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz, dengan parameter masing-masing Gain (S 21 ) = db/ db, Input Return Loss (S 11 ) = db / db, Output Return Loss (S 22 ) = db / db, Noise Figure = db/ db, VSWR = / 1.051, bandwidth = 100 MHz / 95 MHz ii. Penggunaan Topology Cascode Amplifier menunjukkan peningkatan kestabilan dari rangkaian Dual Band LNA, dari simulasi dan perhitungan didapatkan faktor kestabilan pada masing-masing frekuensi kerja 2,3 GHz dan 2,6 GHz, faktor kestabilan (K) lebih besar dari 1 yaitu bernilai 1,227 dan 1,308. Hal ini berarti transistor dalam kondisi stabil b. Hasil pabrikasi yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penggeseran frekuensi kerja yaitu dari 2,3 GHz dan 2,6 GHz ke frekuensi 1,06 GHz GHz dan 1,61 GHz. Dan dari hasil pengukuran didapatkan nilai gain (S 21 ) masing-masing 9,275 db dan 0 db, input return loss (S 11 ) masing-masing - 4 db db dan -12 db, output return loss (S 22 ) masing-masing -8,59 db db dan -4 db dan VSWR masing-masing pada frekuensi 1,63 GHz sebesar 1,0728 dan pada frekuensi 1,06 GHz sebesar 5. Penggeseran frekuensi kerja dan memburuknya performansi dimungkinkan karena kurang 59

74 60 presisinya hasil pabrikasi, penyolderan yang jelek pada komponen SMD yang sangat kecil dan ketidakhomogenan subtrat (FR4) serta nilai toleransi dari komponen SMD sehingga menjadi penyebab berubahnya parameter Dual Band LNA. Selain itu juga nilai epsilon relatif pada substrat FR4 yang tidak sama pada tiap frekuensi sedangkan pada simulasi konstanta dielektrik dianggap ideal yaitu 4.3. sebagaimana nampak pada Gambar meskipun pengaruhnya tidak signifikan karena jarak antara frekuensi kerjanya relatif dekat yaitu 2,3 GHz dan 2,6 GHz.

75 DAFTAR REFERENSI [1] Z.Li et al., " A Dual Band CMOS Front end With Two Gain Mode for Wireless LAN Applications, " IEEE JSSC, Vol. 39,pp NOV [2] Ruey-Lue Wang, Ciao-Ning Cai, Chien Hsuan Liu,Hung-Hsi Chien, Chung-Chin Chuang, Yi-Shu Lin, Yan-Kuin Su, A Dual-band currentreused LNA with the switching of LC-resonances, Fourth International Conference on Innovative Computing, Information and Control, IEEE [3] A. Ismail, and A. Abidi,"A 3 to IOGHz LNA Using a Wideband LC ladder Matching Network," ISSCC Dig. Tech. Papers, pp.384, [4] Lini Lee1, Roslina Mohd Sidek, S. S. Jamuar1 and Sabira Khatun, Design of a Dual-Band Low Noise Amplifier (LNA) Utilizing Positive Feedback Technique, 4th Student Conference on Research and Development (SCOReD 2006), Shah Alam, Selangor, MALAYSIA, June, IEEE 2006 [5] Hossein Hashemi, Ali Hajimiri, Concurrent Multiband Low Noise Amplifiers Theory, Design and Aplications, IEEE Transactions on Microwave Theory and Techniques, 2002 [6] D. M Pozar, Microwave Engineering, 2 nd ed. New York : Wiley, 1998 [7] Irwan Fauzi, Perencanaan Rangkaian RF Penerima CPE Mobile WiMAX pada 2.3GHz., 2009 [8] Hongyun Xie, Lijian He, Pei Shen, Junning Gan, Jia Li, Yiwen Huang, Lu Huang, Wanrong Zhang, A Novel Dual-band Power Amplifier for Wireless Communication, International Conference on Communication Software and Networks, IEEE 2009 [9] RF,RFIC & Microwave Theory, Design [10] Rowan Gilmore, Les Besser, Practical RF Circuit Design for Modern Wireless System Vol. II, Artech House, [11] Peter Vizmuller, RF Design Guide Systems, Circuits, and Equations, Artech House, 1995 [12] Xinzhong Duo, Li-Rong Zheng, Mohammed Ismail and Hannu Tenhunen, A Concurrent Multi-Band LNA for Multi-Standard Radios, IEEE 2005 [13]

76 Lampiran 1

77

78

79

80

81

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Telekomunikasi data mobile saat ini sangat diminati oleh masyarakat karena mereka dapat dengan mudah mengakses data dimana saja dan kapan saja. Untuk mengimbangi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1] BAB II DASAR TEORI 2.1. Receiver Penerima (Receiver) adalah sebuah alat yang menerima pancaran sinyal termodulasi dari pemancar (transmitter) dan mengubah sinyal tersebut kembali menjadi sinyal informasi

Lebih terperinci

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel

Lebih terperinci

Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz

Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz Ir. Gunawan Wibisono, M.Sc, Ph.D Dr. Purnomo Sidi Priambodo Dr.Ir. Agus Santoso Tamsir Prof.Dr. N. R. Poespawati Zakiyy Amri Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi selular semakin berkembang, diawali dengan munculnya teknologi 1G (AMPS), 2G yang dikenal dengan GSM, dan 3G yang mulai berkembang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi saat ini sangat pesat, khususnya teknologi wireless (nirkabel). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Telekomunikasi adalah salah satu bidang yang memegang peranan penting di abad ini. Dengan telekomunikasi orang bisa saling bertukar informasi satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) 1 ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) Siska Dyah Susanti 1, Ir. Erfan Achmad Dahlan, MT. 2, M. Fauzan Edy Purnomo. ST.,

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Seminar Tugas Akhir Selasa, 24 Januari 2012 Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Riski Andami Nafa 2209106071 Pembimbing :

Lebih terperinci

Rancang Bangun Simultan Dual Band LNA dengan LC Resonator untuk CPE m-bwa pada frekuensi 2,3 GHz dan 2,6 GHz

Rancang Bangun Simultan Dual Band LNA dengan LC Resonator untuk CPE m-bwa pada frekuensi 2,3 GHz dan 2,6 GHz Rancang Bangun Simultan Dual Band LNA dengan LC Resonator untuk CPE m-bwa pada frekuensi 2,3 GHz dan 2,6 GHz Gunawan Wibisono 1 ; Teguh Firmansyah 2 ; Dwi Muji Raharjo 3 1 Teknik Elektro, Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Multiple Access Downlink Uplink Handoff Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Base Station Fixed transceiver Frequency TDMA: Time Division Multiple Access CMDA: Code

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 54 LAMPIRAN 1 Pengukuran VSWR Gambar 1 Pengukuran VSWR Adapun langkah-langkah pengukuran VSWR menggunakan Networ Analyzer Anritsu MS2034B adalah 1. Hubungkan antena ke salah satu port, pada Networ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan informatics and communications technology (ICT) serta dorongan kebutuhan akan teknologi informasi, maka saat ini layanan telekomunikasi

Lebih terperinci

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS

STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS STUDI TENTANG ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX TESIS Oleh : EKA NOPERITA NPM. 0606003341 TESIS INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI MAGISTER TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Layanan 3G komersial telah diluncurkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan teknologi WCDMA. Kecepatan data maksimum yang dapat dicapai sebesar 2 Mbps. Walaupun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya yang terbatas. Diperlukan penataan alokasi yang baik untuk mengoptimalkan penggunaannya. Sementara itu, kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) Pada bab dua ini akan dibahas mengenai evolusi jaringan komunikasi bergerak seluler, jaringan Long Term Evolution (LTE). Lalu penjelasan mengenai dasar Orthogonal

Lebih terperinci

[Type the document title]

[Type the document title] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem perangkat pemancar dan penerima saat ini memiliki kendala yaitu banyaknya multipath fading. Multipath fading adalah suatu fluktuasi daya atau naik turun nya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Broadband Wireless Access (BWA) merupakan suatu jaringan akses nirkabel pita lebar. Sedangkan yang disebut dengan broadband menurut standar IEEE 802.16-2004

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Telkom University sedang mengembangkan satelit mikro yang mengorbit pada ketinggian 600-700 km untuk wahana pembelajaran space engineering. Sebelum satelit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaringan wireless menjadi salah satu sarana yang paling banyak dimanfaatkan dalam sistem komunikasi. Untuk menciptakan jaringan wireless yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Blok diagram sistem radar [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Blok diagram sistem radar [2] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi begitu pesat, dari generasi ke generasi lahir berbagai inovasi yang merupakan objek pembaharuan penunjang kehidupan manusia. Di bidang komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus berkembang pesat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan pihak penyedia jasa layanan telekomunikasi

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi telekomunikasi nirkabel (wireless) sangat pesat sekali, khususnya teknologi informasi dan Internet. Teknologi seluler berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wimax adalah pilihan tepat saat ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa telekomunikasi yang cepat dan mudah di akses kapanpun dimanapun. WiMAX (Worldwide

Lebih terperinci

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Sistem broadband wireless access (BWA) sepertinya akan menjadi metoda akses yang paling fleksibel dimasa depan. Dibandingkan dengan teknologi eksisting, fiber optik

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK Josia Ezra1), Arfianto Fahmi2), Linda Meylani3) 1), 2), 3) School of Electrical

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PLANAR ARRAY 4 ELEMEN DENGAN PENCATUAN APERTURE-COUPLED UNTUK APLIKASI CPE PADA WIMAX

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PLANAR ARRAY 4 ELEMEN DENGAN PENCATUAN APERTURE-COUPLED UNTUK APLIKASI CPE PADA WIMAX RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PLANAR ARRAY 4 ELEMEN DENGAN PENCATUAN APERTURE-COUPLED UNTUK APLIKASI CPE PADA WIMAX TESIS Oleh ALI HANAFIAH RAMBE 06 06 003 120 PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENDUKUNG

BAB II TEORI PENDUKUNG BAB II TEORI PENDUKUNG 2.1. WiMAX WiMAX adalah singkatan dari Worldwide Interoperability for Microwave Access, merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access atau disingkat BWA)

Lebih terperinci

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi wireless saat ini berkembang dengan pesat seiring meningkatnya kebutuhan pengguna terhadap layanan yang cepat dan beragam. Hal ini terlihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi telekomunikasi berkembang dengan sangat pesat yang disebabkan oleh kebutuhan pelanggan akan layanan komunikasi dan informasi yang meningkat dari waktu ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan teknologi komunikasi seluler generasi ke 2 (2G) berbasis Time Division Multiple Access (TDMA) seperti Global System For Mobile Communication (GSM), generasi

Lebih terperinci

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz)

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz) STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz) Apli Nardo Sinaga, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III PRINSIP KERJA COMBINER

BAB III PRINSIP KERJA COMBINER BAB III PRINSIP KERJA COMBINER 3.1. Multi Network Combiner System Multi Network Combiner System terdiri dari susunan susunan filter, Multiplexer, Diplexer dan Coupler yang didesain khusus untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2] 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan komunikasi suara, data, dan multimedia melalui Internet dan perangkat-perangkat bergerak semakin bertambah pesat [1-2]. Penelitian dan pengembangan teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI ANTENA BROADBAND WIRELESS ACCESS (BWA) NOMADIC PADA PITA FREKUENSI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI ABSTRAK..... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR SIMBOL... vii DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I.1 1.2 Identifikasi Masalah... I.1 1.3

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF

RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF Berkala Fisika ISSN : 141-966 Vol. 6, No. 3, Juli 3, hal. 55-6 RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF Sapto Nugroho 1, Dwi P. Sasongko, Isnaen Gunadi 1 1. Lab. Elektronika dan Instrumentasi, Jurusan Fisika, UNDIP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan yang pesat pada sistem telekomunikasi frekuensi tinggi di masa sekarang ini telah memacu permintaan antena dengan rancangan yang kompak, proses pembuatan

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-160 Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano Rochmawati

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2013

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2013 ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2013 PERANCANGAN DAN REALISASI BANDPASS FILTER BERBASIS MIKROSTRIP MENGGUNAKAN METODE SQUARE LOOP RESONATOR PADA FREKUENSI 1710-1785

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Telkomsel Yonathan Alfa Halomoan (0822065) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

PENGUAT DERAU RENDAH PADA FREKUENSI 1800 MHz ABSTRAK

PENGUAT DERAU RENDAH PADA FREKUENSI 1800 MHz ABSTRAK PENGUAT DERAU RENDAH PADA FREKUENSI 1800 MHz Disusun Oleh: Nama : Fauzan Helmy Nrp : 0622131 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH no.65,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang Lebar Oleh : Thomas Sri Widodo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

: ANALIS PENERAPAN TEKNOLOGI JARINGAN LTE 4G DI INDONESIA PENULIS : FADHLI FAUZI, GEVIN SEPRIA HERLI, HANRIAS HS

: ANALIS PENERAPAN TEKNOLOGI JARINGAN LTE 4G DI INDONESIA PENULIS : FADHLI FAUZI, GEVIN SEPRIA HERLI, HANRIAS HS JUDUL : ANALIS PENERAPAN TEKNOLOGI JARINGAN LTE 4G DI INDONESIA PENULIS : FADHLI FAUZI, GEVIN SEPRIA HERLI, HANRIAS HS NAMA JURUSAN, KAMPUS : JURUSAN MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi informasi yang berkembang pesat telah membawa dunia memasuki era informasi yang lebih cepat. Salah satu kemajuan teknologi informasi yang saat ini telah

Lebih terperinci

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Penerbit Telekomunikasikoe LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Oleh: Andrian Sulistyono Copyright 2012 by Andrian Sulistyono Penerbit Telekomunikasikoe

Lebih terperinci

Pertemuan ke 5. Wireless Application Protocol

Pertemuan ke 5. Wireless Application Protocol Pertemuan ke 5 Wireless Application Protocol WAP Wireless Application Protocol disingkat WAP adalah sebuah protokol atau sebuah teknik messaging service yang memungkinkan sebuah telepon genggam digital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division BAB I PENDAHULUAN Bab satu ini membahas tujuan, latar belakang masalah, dan sistematika penulisan Tugas Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing

Lebih terperinci

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR ISTILAH... xi INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi VSAT VSAT merupakan singkatan dari Very Small Aperture Terminal, awalnya merupakan suatu trademark untuk stasiun bumi kecil yang dipasarkan sekitar tahun 1980 oleh

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP TRIPLE-BAND LINEAR ARRAY 4 ELEMEN UNTUK APLIKASI WIMAX TESIS

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP TRIPLE-BAND LINEAR ARRAY 4 ELEMEN UNTUK APLIKASI WIMAX TESIS RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP TRIPLE-BAND LINEAR ARRAY 4 ELEMEN UNTUK APLIKASI WIMAX TESIS Oleh MUHAMMAD FAHRAZAL NPM. 0606003530 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PASCASARJANA BIDANG ILMU TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis teknologi telekomunikasi yang mutakhir saat ini yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komunikasi semakin cepat dan beragam, sehingga muncul standar teknologi yang baru dan semakin canggih. Di dalam suatu komunikasi umumnya terdapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN AUTOMATIC GAIN CONTROL UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHZ SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN AUTOMATIC GAIN CONTROL UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHZ SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN AUTOMATIC GAIN CONTROL UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHZ SKRIPSI RANGGA UGAHARI 04 05 03 0664 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JUNI 2009 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan Spektrum Frekuensi [1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, sistem komunikasi nirkabel (wireless) sedang berkembang sangat pesat dalam dunia telekomunikasi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah user (pengguna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) untuk jaringan WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) atau jaringan generasi ketiga (3G) dari GSM (Global System

Lebih terperinci

Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX)

Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX) 57 Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX) Endah Budi Purnomowati Abstract - WLAN adalah sebuah jaringan berbasis

Lebih terperinci

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX Arya Panji Pamuncak, Dr. Ir. Muhamad Asvial M.Eng Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

Lebih terperinci

KUALITAS LAYANAN PADA JARINGAN NIRKABEL WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) TUGAS AKHIR M. ALMER FAHLERI

KUALITAS LAYANAN PADA JARINGAN NIRKABEL WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) TUGAS AKHIR M. ALMER FAHLERI KUALITAS LAYANAN PADA JARINGAN NIRKABEL WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) TUGAS AKHIR M. ALMER FAHLERI 072406136 PROGRAM STUDI D3 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkembangan generasi telekomunikasi Perkembangan jaringan telekomunikasi akan dikupas secara runtut perkembangan teknologi telepon seluler: Gambar 2.1 Generasi komunikasi system

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive). BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengerian Smart Antenna Istilah smart antenna umumnya mengacu kepada antena array yang dikombinasikan dengan pengolahan sinyal yang canggih, yang mana desain fisiknya dapat dimodifikasi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA MIMO-OFDM DENGAN MODULASI ADAPTIF PADA LONG TERM EVOLUTION DALAM ARAH DOWNLINK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendididikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. PERANCANGAN HIGH POWER AMPLIFIER UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA. PERANCANGAN HIGH POWER AMPLIFIER UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN HIGH POWER AMPLIFIER UNTUK MOBILE WIMAX PADA FREKUENSI 2,3 GHz SKRIPSI DAVID RIDHO 0405030273 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DEPOK JUNI 2009 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Adib Budi Santoso 1), Prof. Ir. Gamantyo H., M.Eng, Ph.D 2), Eko Setijadi, ST., MT.,

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR MENGATASI ADJACENT CHANNEL INTERFERENCE 3G/WCDMA PADA KANAL 11 & 12 MILIK OPERATOR AXIS DENGAN MENGUNAKAN BAND PASS FILTER STUDI KASUS SITE PURI KEMBANGAN Diajukan guna melengkapi sebagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bandpass Filter Filter merupakan blok yang sangat penting di dalam sistem komunikasi radio, karena filter menyaring dan melewatkan sinyal yang diinginkan dan meredam sinyal yang

Lebih terperinci

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ) STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ) Nevia Sihombing, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

Layanan Broadband dapat dipenuhi dengan berbagai teknologi, seperti :

Layanan Broadband dapat dipenuhi dengan berbagai teknologi, seperti : Layanan Broadband dapat dipenuhi dengan berbagai teknologi, seperti : a. Wireline Menggunakan xdsl, Fiber Optik, MSAN b. Wireless Menggunakan Wifi ( Wireless Fidelity), WiMAX, UMB (Ultra Mobile Broadband),

Lebih terperinci

Simulasi Performansi Payload HAPS (High Altitude Platform System) Untuk FWA (Fixed Wireless Access) Pada Sistem CDMA2000 1x

Simulasi Performansi Payload HAPS (High Altitude Platform System) Untuk FWA (Fixed Wireless Access) Pada Sistem CDMA2000 1x Simulasi Performansi Payload HAPS (High Altitude Platform System) Untuk FWA (Fixed Wireless Access) Pada Sistem CDMA2000 1x Rizkan Karyadi / 0222193 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof. Drg.

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Dasar Wimax

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Dasar Wimax BAB II PEMBAHASAN 2.1. Dasar Wimax WiMAX (Worldwide Interoperabilitas for Microwave Access) adalah teknologi telekomunikasi nirkabel yang menyediakan transmisi data menggunakan berbagai mode transmisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang [8] Pertumbuhan pengguna komunikasi mobile di dunia meningkat sangat tajam dari hanya 11 juta pada tahun 1990 menjadi 2 milyar pengguna pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga harus dikelola secara efisien dan efektif. Kemajuan teknologi telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Antena mikrostrip..., Slamet Purwo Santosa, FT UI., 2008.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Antena mikrostrip..., Slamet Purwo Santosa, FT UI., 2008. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Antena mikrostrip saat ini banyak digunakan dalam berbagai aplikasi telekomuniasi. Hal ini dikarenakan antena ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya: bentuknya

Lebih terperinci

ABSTRAK. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version

ABSTRAK. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version ABSTRAK Scattering Parameters (S-Parameter) merupakan suatu metode pengukuran yang berhubungan dengan daya datang dan daya pantul. Dalam tugas akhir ini dibahas prinsip kerja S-Parameter yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, waktu, dan kondisi diam atau bergerak menyebabakan perkembangan telekomunikasi nirkabel (wireless)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya pengguna layanan telekomunikasi yang menuntut fleksibilitas dalam berkomunikasi sehingga dapat menunjang aktivitas yang dilakukan oleh pengguna, oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan industri komunikasi pada beberapa dekade di abad ini telah mengalami peningkatan yang luar biasa [1]. Meningkatnya permintaan sistem komunikasi nirkabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Frekuensi merupakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan penggunaannya terbatas. Rentang frekuensi yang digunakan dalam dunia telekomunikasi berkisar 300 KHz 30

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks seperti noise, fading, dan interferensi. Permasalahan tersebut merupakan gangguan yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA WAVEGUIDE 6 SLOT PADA FREKUENSI 2,3 GHZ UNTUK APLIKASI LTE-TDD

PERANCANGAN ANTENA WAVEGUIDE 6 SLOT PADA FREKUENSI 2,3 GHZ UNTUK APLIKASI LTE-TDD ISSN 1412 3762 http://jurnal.upi.edu/electrans ELECTRANS, VOL.13, NO.2, SEPTEMBER 2014, 155-160 PERANCANGAN ANTENA WAVEGUIDE 6 SLOT PADA FREKUENSI 2,3 GHZ Nurul Fahmi Arief H, Tommi Hariyadi, Arjuni Budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih menuntut adanya komunikasi yang tidak hanya berupa voice, tetapi juga berupa data bahkan multimedia. Dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Kinerja Protocol SCTP untuk Layanan Streaming Media pada Mobile WiMAX 3

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Kinerja Protocol SCTP untuk Layanan Streaming Media pada Mobile WiMAX 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi WiMAX (Worldwide Interoperabilitas for Microwave Access) yang berbasis pengiriman data berupa paket dan bersifat connectionless oriented merupakan teknologi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2, GHz DAN, GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED Chandra Elia Agustin Tarigan, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER 3 GANJIL 2017/2018 DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T Sinyal Digital Selain diwakili oleh sinyal analog, informasi juga dapat diwakili oleh sinyal digital.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX Eva Smitha Sinaga, Ali Hanafiah Rambe Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Jl. Almamater,

Lebih terperinci

Perancangan Downconverter Resistive Modulator untuk Aplikasi GSM pada Frekuensi 900 MHz

Perancangan Downconverter Resistive Modulator untuk Aplikasi GSM pada Frekuensi 900 MHz Perancangan Downconverter Resistive Modulator untuk Aplikasi GSM pada Frekuensi 900 MHz Teguh Firmansyah 1, Iga Ayu Mas Oka 2 1 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan terjadinya peningkatan secara eksponensial akan kebutuhan manusia untuk berkomunikasi, modifikasi perangkat radio menjadi sangat penting untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Tugas Akhir - 2013 ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE Dimas Pandu Koesumawardhana¹, Maman Abdurrohman.², Arif Sasongko

Lebih terperinci

BAB III JARINGAN BWA WIMAX

BAB III JARINGAN BWA WIMAX BAB III Jaringan BWA WIMAX 58 BAB III JARINGAN BWA WIMAX Sebelum kita membahas mengenai optimalisasi jaringan BWA WiMax yang akan dibahas dalam BAB IV, dibutuhkan pengetahuan dan informasi mengenai jaringan

Lebih terperinci

Pengenalan Teknologi 4G

Pengenalan Teknologi 4G Pengenalan Teknologi 4G Trend teknologi komunikasi masa depan adalah teknologi baru yang benar-benar mengadopsi tren yang sedang berkembang, dimana komputer dapat berfungsi sebagai alat telekomunikasi

Lebih terperinci

Syailendra Dwitama Iskandar 1, Ir. Endah Budi P., MT. 2, Dwi Fadila K.. ST., MT. 3

Syailendra Dwitama Iskandar 1, Ir. Endah Budi P., MT. 2, Dwi Fadila K.. ST., MT. 3 1 PERFORMANSI QUALITY OF SERVICE (QOS) FRAMEWORK ANTARA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING-TIME DIVISION MULTIPLE ACCESS () DAN ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS () PADA IEEE 802.16

Lebih terperinci

Mengenal WiMAX. Onno W. Purbo

Mengenal WiMAX. Onno W. Purbo Mengenal WiMAX Onno W. Purbo onno@indo.net.id Acknowledgement Kantor Menteri Negara Riset & Teknologi PUSPIPTEK SERPONG Hariff TRG Outline Definisi Teknologi Broadband Wireless Access (BWA) Profil Fitur

Lebih terperinci

Perancangan Dielectric Resonator Oscillator Untuk Mobile Wimax Pada Frekuensi 2,3 Ghz Dengan Penambahan Coupling λ/4

Perancangan Dielectric Resonator Oscillator Untuk Mobile Wimax Pada Frekuensi 2,3 Ghz Dengan Penambahan Coupling λ/4 Perancangan Dielectric Resonator Oscillator Untuk Mobile Wimax Pada Frekuensi 2,3 Ghz Dengan Penambahan Coupling λ/4 Gunawan Wibisono 1 ; Teguh Firmansyah 2 1 Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci