BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency relationship as a contract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency relationship as a contract"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pada landasan teori ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori keagenan, anggaran belanja, realisasi belanja modal, nilai buku aset tetap, dan realisasi belanja Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent. Teori keagenan menggambarkan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Agen adalah pihak yang dikontrak dan dibayar oleh pihak prinsipal untuk bekerja demi kepentingan prinsipal karena itu manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada prinsipal. Prinsipal maupun agen merupakan pelaku utama jalannya suatu organisasi dan masing-masing memiliki posisi, peran, dan kedudukan yang berbeda. Prinsipal sebagai pemilik modal memiliki akses pada informasi internal organisasi sedangkan agen sebagai pelaku dalam praktek operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Prinsipal mengharapkan keberadaan agen sebagai penggerak organisasinya dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada guna memaksimalkan kekayaannya sebagai pemilik modal, sementara agen sebagai pengelola sumber 12

2 13 daya dalam organisasi mengetahui segala potensi dan kekurangan yang ada dalam organisasi secara lebih menyeluruh. Adanya perbedaan posisi, fungsi, tujuan, kepentingan, dan latar belakang prinsipal dan agen berpotensi menimbulkan masalah (conflict of interest). Teori keagenan menyatakan bahwa sulit untuk mempercayai bahwa agen akan selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga diperlukan pengawasan dari pihak prinsipal. Demikian juga halnya dengan pemerintah daerah, masyarakat bertindak sebagai prinsipal dan pemerintah daerah selaku penyelenggara jalannya pemerintahan bertindak sebagai agen. Sebagai agen, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik mungkin dan pada akhirnya melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan secara transparan kepada masyarakat sebagai prinsipal Anggaran Belanja Pemeliharaan Menurut Nafarin (2000) anggaran (budget) merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangka waktu tertentu. Secara lebih spesifik pada pemerintah daerah, dokumen yang memuat anggaran pendapatan dan belanja dikenal dengan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD disusun dan ditetapkan untuk satu tahun anggaran mendatang dan memuat estimasi pendapatan dan rencana belanja selama satu tahun. Jika ditinjau dari proses penyusunannya, pemerintah daerah menganut sistem demokasi (bottom up) dimana anggaran disusun mulai dari entitas akuntansi yang paling rendah yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) hingga pada akhirnya

3 14 dikonsolidasi menjadi Rancangan APBD dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk ditetapkan sebagai APBD. Dokumen anggaran pada SKPD dikenal dengan istilah Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) yang memuat rincian APBD secara lebih spesifik untuk masing-masing SKPD. DPA-SKPD berisi estimasi pendapatan dan alokasi belanja untuk setiap kegiatan pada SKPD. Dalam DPA-SKPD, anggaran belanja diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu belanja pegawai, belanja modal, dan belanja barang dan jasa. Anggaran belanja termasuk dalam pos belanja barang dan jasa. Sesuai prosedur penyusunannya, SKPD harus membuat Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang (RKPB) sebelum membuat Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang memuat anggaran belanja pemeliharan untuk tahun anggaran mendatang. Aset tetap yang akan dipelihara, apa saja rincian nya, dan berapa biaya untuk masing-masing rincian tersebut didaftarkan dalam RKPB. Laporan aset tetap yang berisi daftar aset beserta kondisi aset dalam keadaan yang sebenarnya di lapangan sangat diperlukan dalam pengalokasian belanja. Anggaran yang dibutuhkan untuk aset tetap yang telah didaftarkan dalam RKPB, dicantumkan dalam RKA-SKPD pada waktu penyusunan anggaran di bawah kelompok belanja langsung, pos belanja barang dan jasa. RKA- SKPD dari seluruh SKPD dikonsolidasi menjadi dokumen anggaran pemerintah daerah yaitu Rancangan APBD. Setelah Rancangan APBD disetujui dan ditetapkan menjadi APBD, maka SKPD sebagai pengguna anggaran dapat melaksanakan program dan kegiatan yang tercantum dalam DPA-SKPD.

4 15 Dalam menyusun anggaran belanja, SKPD harus dapat mengelompokkan pengeluaran mana yang harus dimasukkan ke dalam belanja (revenue expenditure) dan belanja modal (capital expenditure). Meskipun bukan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk pembelian aset tetap baru, realisasi capital expenditure akan menambah nilai buku aset tetap sehingga dimasukkan dalam kelompok belanja modal. Dalam pelaksanaannya, masih sering terjadi kesalahan dalam penyusunan anggaran dimana anggaran belanja yang akan dikapitalisasi (capital expenditure) dimasukkan dalam kelompok belanja. Anggaran belanja untuk tahun anggaran mendatang seringkali tidak memperhatikan belanja yang sudah terealisasi di tahun anggaran berjalan sehingga terjadi pembebanan anggaran yang berulang dan tidak perlu. Heiling dan Chan (2012) mengatakan bahwa dalam perkembangan hubungan antara akuntansi dan anggaran, penyusunan anggaran tahun anggaran mendatang harus mempertimbangkan laporan akuntansi keuangan tahun anggaran berjalan. Realisasi belanja modal, nilai buku aset tetap, dan realisasi belanja menjadi sangat penting diperhatikan untuk dapat mengoptimalkan proses penyusunan anggaran belanja Realisasi Belanja Modal Belanja modal adalah salah satu jenis belanja daerah dari kelompok belanja langsung. Dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang

5 16 penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Belanja modal adalah pengeluaran yang digunakan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan akan digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Dalam pengertian yang lebih luas, belanja modal bukan hanya untuk pengadaan aset tetap baru, pengeluaran setelah pengadaan aset tetap berupa capital expenditure juga termasuk belanja modal karena menambah nilai buku suatu aset tetap. Secara spesifik dalam Buletin Teknis Nomor 04 tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah, suatu belanja dapat dikategorikan sebagai belanja modal jika: a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang dengan demikian menambah aset pemerintah, b. Pengeluaran tersebut melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah, c. Perolehan aset tetap tersebut tidak dimaksudkan untuk dijual. Selain itu, perlu juga diperhatikan bahwa komponen belanja modal untuk perolehan aset tetap meliputi harga beli aset tetap ditambah semua biaya lain yang dikeluarkan sampai aset tetap tersebut siap untuk digunakan, misalnya biaya transportasi, biaya uji coba, dan lain-lain. Demikian juga pengeluaran untuk belanja

6 17 perjalanan dan jasa yang terkait dengan perolehan aset tetap atau aset lainnya, termasuk di dalamnya biaya konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pengembangan perangkat lunak (software) harus ditambahkan pada nilai perolehan. Komponenkomponen tersebut harus dianggarkan dalam APBD sebagai belanja modal dan bukan sebagai belanja operasional dengan tetap memperhatikan nilai kewajaran dan kepatutan dari biaya-biaya lain di luar harga beli aset tetap tersebut. Realisasi belanja modal adalah alokasi belanja modal yang telah dilaksanakan (terealisasi). Realisasi belanja modal akan menambah nilai buku aset tetap. Perolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pada masa yang akan datang (Bland dan Nunn, 1992). Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Abdullah dan Halim (2006) yang menunjukkan bahwa konsekuensi langsung dari belanja modal adalah bertambahnya aset tetap dan pengalokasian belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Konsep Multi-Term Expenditure Framework (MTEF) menyatakan bahwa kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka panjang (Allen dan Tommasi, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa realisasi belanja modal harus diiringi dengan penambahan anggaran belanja Nilai Buku Aset Tetap Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap pada pemerintah daerah dikenal dengan istilah Barang

7 18 Milik Daerah (BMD). Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah mengartikan bahwa BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau perolehan lainnya yang sah. Aset tetap diklasifikasikan menjadi enam berdasarkan kesamaan dalam sifat dan fungsinya dalam aktivitas operasi, yaitu: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, serta konstruksi dalam pengerjaan. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria: 1. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, 2. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal, 3. tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas, 4. diperoleh atau dibangun dengan tujuan untuk digunakan. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Dalam penentuan besaran anggaran untuk pembelian/pengadaan aset tetap, pemerintah daerah menetapkan Standar Satuan Harga dan Standar Satuan Biaya setiap tahunnya yang dapat dijadikan batas maksimal harga wajar dalam menyusun anggaran belanja modal. Realisasi belanja modal akan mengakibatkan penambahan aset tetap. Nilai perolehan aset tetap bukan hanya dihitung dari harga realisasi pembelian aset tetap saja namun harga beli aset tetap ditambah semua biaya lain yang dikeluarkan sampai aset tetap tersebut siap untuk digunakan, misalnya biaya transportasi, biaya uji coba, pengeluaran untuk biaya perjalanan dan jasa yang terkait dengan perolehan aset tetap

8 19 atau aset lainnya, termasuk di dalamnya biaya konsultan perencana, konsultan pengawas, pengembangan perangkat lunak (software), instalasi, dan lain sebagainya. Dengan adanya penyusutan yang diterapkan dalam akuntansi berbasis akrual, maka nilai aset tetap tidak lagi selalu sama dengan nilai perolehannya di awal. Nilai aset tetap atau sering juga disebut nilai tercatat asset tetap dalam akuntansi akrual dikenal sebagai nilai buku aset tetap. Nilai buku aset tetap adalah nilai aset tetap dikurang akumulasi penyusutannya. Nilai buku aset tetap baru sebagai hasil dari realisasi belanja modal adalah sama dengan nilai perolehan awal aset tetap tersebut. Seiring berjalannya waktu, setiap aset tetap akan mengalami penyusutan yang akan mengurangi nilai buku aset tetap tersebut. Nilai buku aset tetap hanya akan bertambah jika ada realisasi belanja modal dan sebaliknya nilai buku aset tetap akan berkurang setiap tahun karena setiap aset tetap akan mengalami penyusutan setiap tahun selama masa manfaatnya. Sesuai dengan hasil penelitian Sidabutar dan Sinaga (2012) bahwa nilai aset tetap (untuk penelitian ini digunakan nilai buku aset tetap) mempunyai pengaruh secara langsung yang positif dan signifikan terhadap anggaran belanja Realisasi Belanja Pemeliharaan Dalam Pemendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dinyatakan bahwa pemeliharan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Penyelenggaraan dapat berupa: a) Pemeliharaan ringan adalah yang dilakukan sehari-hari oleh unit pemakai/pengurus barang tanpa membebani anggaran,

9 20 b) Pemeliharaan sedang adalah dan perawatan yang dilakukan secara berkala oleh tenaga terdidik/terlatih yang mengakibatkan pembebanan anggaran, dan c) Pemeliharaan berat adalah dan perawatan yang dilakukan sewaktuwaktu oleh tenaga ahli yang pelaksanaannya tidak dapat diduga sebelumnya, tetapi dapat diperkirakan kebutuhannya yang mengakibatkan pembebanan anggaran. Belanja merupakan salah satu jenis belanja daerah dari kelompok belanja langsung pos belanja barang dan jasa. Belanja merupakan pengeluaran yang dimaksudkan untuk memelihara dan mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Contoh belanja antara lain tanah, gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan, irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Setelah perolehan aset tetap, masih terdapat biaya-biaya lain agar aset tetap dapat digunakan misalnya biaya (maintenance), penambahan (addition), penggantian (replacement) atau perbaikan (repair). Pada dasarnya, pengeluaranpengeluaran untuk aset tetap setelah perolehan, dapat dikategorikan menjadi belanja modal (capital expenditures) dan (revenue expenditures). Revenue expenditures adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan agar suatu aset tetap dalam kondisi normal sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Revenue expenditures biasanya dianggarkan setiap tahun sebagai pengeluaran rutin untuk seperti pengecatan gedung, servis berkala kendaraan, dan servis

10 21 berkala peralatan kantor sedangkan capital expenditures adalah pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar menambah manfaat ekonomis di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja. Capital expenditure harus ditambahkan/dikapitalisasi pada nilai buku aset tetap yang bersangkutan. Selain menambah manfaat dan nilai ekonomis suatu aset tetap, pengeluaran belanja diperlakukan sebagai capital expenditure jika memenuhi nilai satuan minimum kapitalisasi (capitalization thresholds) yang ditetapkan pemerintah daerah dalam peraturan kepala daerah tentang kebijakan kapitalisasi aset tetap. Nilai satuan minimum kapitalisasi berbeda untuk masing-masing klasifikasi aset tetap. Setelah ditetapkan dalam peraturan kepala daerah, nilai satuan minimum kapitalisasi harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Misalnya suatu pemerintah daerah menetapkan nilai satuan minimum untuk gedung dan bangunan sama dengan atau lebih dari Rp (dua puluh juta rupiah), maka jika ada pengeluaran untuk renovasi satu gedung senilai Rp (tiga puluh lima juta rupiah) maka harus ditambahkan/dikapitalisasi sebesar Rp (tiga puluh lima juta rupiah) pada nilai buku gedung tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belanja yang diklasifikasikan sebagai belanja adalah revenue expenditures. Belanja ini seharusnya dianggarkan setiap tahun bukan hanya untuk aset tetap yang rusak tetapi termasuk untuk barang yang baru dibeli. Meskipun dianggarkan setiap tahun secara

11 22 rutin, alokasi belanja untuk masing-masing aset tetap seharusnya memperhatikan kondisi aset tetap di lapangan. Realisasi belanja adalah alokasi belanja yang telah dilaksanakan (terealisasi). Menurut Harahap (2001) bahwa dalam hubungan akuntansi dan anggaran, realisasi tahun berjalan sangat dibutuhkan dalam penyusunan anggaran tahun mendatang sebab dengan adanya data realisasi dapat dilakukan analisis perbandingan dengan anggaran tahun berjalan. Jika anggaran tahun berjalan tidak terealisasi dengan baik sesuai kebutuhan atau terdapat banyak penyimpangan maka anggaran tahun mendatang diarahkan untuk tidak menyimpang dan lebih tepat sasaran. Demikian juga halnya dengan hubungan realisasi belanja tahun berjalan terhadap anggaran belanja tahun mendatang, realisasi belanja seharusnya mempengaruhi besaran alokasi belanja di tahun mendatang karena aset tetap yang sama, yang sudah dipelihara, seharusnya tidak memerlukan alokasi belanja yang sama besar setiap tahunnya. Namun, secara umum, setiap tahun aset tetap akan membutuhkan biaya yang semakin besar karena adanya penurunan nilai dan fungsi aset tetap tersebut. 2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping) Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan untuk menganalisis dan menguji hubungan dan pengaruh variabel-variabel independen terhadap belanja sebagai variabel dependen antara lain oleh Abdullah dan Halim (2006) yang berjudul Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Data yang digunakan adalah data realisasi APBD tahun anggaran Sampel dalam penelitian ini adalah 20

12 23 Kabupaten dan 12 Kota di beberapa Propinsi di Pulau Sumatera. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan model regresi sederhana. Penelitian ini menunjukkan bahwa alokasi untuk belanja modal (X 2 ) berasosiasi positif terhadap belanja (Y) untuk konteks pemerintahan daerah di Indonesia setelah otonomi daerah dilaksanakan dan besaran belanja modal (X 2 ) berasosiasi dengan pendapatan daerah (X 1 ) yang bersumber dari pemerintah pusat, tapi tidak dengan pendapatan sendiri. Penelitian Purba (2013) yang berjudul Pengaruh Nilai Aset Tetap yang akan Dipelihara dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan dalam Penyusunan APBD pada Pemerintahan Daerah di Propinsi Sumatera Utara menggunakan data aset tetap dari neraca pemerintah daerah tahun dan APBD pemerintah daerah tahun Sampel dalam penelitian ini adalah 30 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan nilai aset tetap yang akan dipelihara (X 1 ) dan pendapatan asli daerah (X 2 ) berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja (Y) dan secara parsial, nilai aset tetap yang akan dipelihara (X 1 ) berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja (Y) tetapi pendapatan asli daerah (X 2 ) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja (Y). Penelitian oleh Bland dan Nunn (1992) yang berjudul The Impact of Capital Spending on Municipal Operating Budgets menunjukkan bahwa lima dari enam biaya (Y) kota (penelitian dilakukan di 48 kota besar di Amerika Serikat) yang umum dilakukan dipengaruhi oleh realisasi belanja modal (X 1 ) dan siklus anggaran belanja modal dan operasional memiliki hubungan yang lebih dekat dimana belanja

13 24 modal (X 1 ) memiliki dampak yang positif dan nyata terhadap (Y) di masa depan. Penelitian oleh Karo-Karo (2006) yang berjudul Hubungan Belanja Modal dengan Anggaran Operasional dan Pemeliharaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa menggunakan data APBD pemerintah kabupaten/kota di Pulau Jawa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anggaran belanja modal (X 1 ) tidak memiliki hubungan dengan anggaran operasional dan (Y) pada pemerintah kabupaten/kota di Pulau Jawa. Temuan ini memberikan arti bahwa ketika pemerintah daerah membuat kebijakan untuk mengalokasikan anggaran terhadap belanja modal, tidak diiringi dengan pengalokasian anggaran yang sesuai untuk belanja operasional dan. Selain itu, ditemukan juga bahwa belanja modal (X 1 ) dan belanja operasional dan (Y) untuk publik dan aparatur berbeda secara signifikan, dimana belanja pelayanan publik lebih besar daripada belanja aparatur, ini memberikan bukti bahwa aparatur lebih mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan aparatur dalam anggaran daerah. Penelitian Abdullah (2007) yang berjudul Hubungan Belanja Modal dengan Belanja Pemeliharaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia periode menggunakan data realisasi pemerintah kabupaten/kota di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa tahun Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal (X 1 ) pada tahun 2003 tidak mempunyai korelasi dengan belanja (Y) pada tahun yang sama untuk wilayah Pulau Jawa, namun mempunyai korelasi positif bagi wilayah luar Pulau Jawa, hubungan antara belanja modal (X 1 ) pada tahun 2003 dan belanja (Y) pada tahun 2004 mempunyai korelasi yang cukup kuat baik di

14 25 Pulau Jawa maupun wilayah luar Pulau Jawa, belanja modal (X 1 ) pada tahun 2004 dan belanja (Y) pada tahun 2004 menunjukkan bahwa di daerah Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa tidak memiliki korelasi, begitu juga untuk total selisih belanja modal dan selisih belanja tidak memiliki korelasi, dan hubungan belanja modal (X 1 ) dengan belanja (Y) antara daerah Pulau Jawa dan daerah luar Pulau Jawa berbeda secara signifikan, yaitu di daerah Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan daerah di luar Pulau Jawa. Penelitian Solichin (2009) yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Transfer terhadap Hubungan antara Belanja Modal dengan Belanja Pemeliharaan dalam Anggaran Daerah menunjukkan bahwa pada pengujian pertama pendapatan asli daerah (X 1 ) berpengaruh positif terhadap hubungan antara belanja modal (X 3 ) tahun berjalan dengan belanja (Y) tahun berikutnya. Pengujian yang kedua menunjukkan bahwa pendapatan transfer (X 2 ) tidak berpengaruh positif terhadap hubungan antara belanja modal (X 3 ) tahun berjalan dengan belanja (Y) tahun berikutnya. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris terjadinya flypaper effect dalam hubungan pendapatan dengan belanja dalam anggaran daerah yang menyatakan bahwa orang cenderung akan lebih hemat dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil dari usahanya sendiri dibanding pendapatan yang diperoleh dari pihak lain. Penelitian Fitriyati (2012) yang berjudul Analisis Hubungan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan pada Anggaran Pemerintah Daerah menggunakan data realisasi belanja modal tahun 2009 dan realisasi belanja tahun Sampel dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini

15 26 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara belanja modal (X 1 ) tahun 2009 dan belanja (Y) tahun berikutnya, yang berarti bahwa keputusan pemerintah daerah untuk menaikan jumlah anggaran belanja modal telah dibarengi dengan peningkatan jumlah alokasi dana untuk belanja. Penelitian oleh Sidabutar dan Sinaga (2012) mengenai Pengaruh Belanja Modal dan Nilai Aset Tetap terhadap Belanja Pemeliharaan bertujuan untuk mengukur pengaruh belanja modal dan nilai aset tetap terhadap belanja secara langsung dan tidak langsung. Data diperoleh dari Penjabaran Pertanggungjawaban APBD Provinsi Jawa Barat tahun dan Laporan Keuangan Dinas Provinsi Jawa Barat tahun Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh dinas di Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan path analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja modal (X 1 ) memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap nilai aset tetap (X 2 ), belanja modal (X 1 ) memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap belanja (Y), nilai aset tetap (X 2 ) memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap belanja (Y), dan belanja modal (X 1 ) memiliki pengaruh tidak langsung yang positif dan signifikan dan lebih besar daripada pengaruh langsungnya terhadap belanja (Y) dengan nilai aset tetap sebagai variabel intervening. Penelitian Wuga (2012) yang berjudul Analisis Alokasi Anggaran Pemeliharaan Kendaraan Dinas di Kabupaten Ende Tahun bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah nilai aset kendaraan dinas terhadap jumlah alokasi anggaran kendaraaan dinas, mengetahui tingkat efisiensi dan target alokasi anggaran kendaraan dinas SKPD, dan mengetahui apakah terdapat

16 27 perbedaan rata-rata alokasi anggaran kendaraan dinas antara SKPD penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan SKPD bukan penghasil PAD di Kabupaten Ende. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi data panel, Data Envelopment Analysis (DEA), dan Independent Samples t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah nilai aset kendaraan dinas (X 1 ) tidak berpengaruh terhadap jumlah anggaran (Y) kendaraan dinas. Hasil tersebut dipengaruhi oleh perubahan jumlah anggaran kendaraan dinas yang mengalami penurunan di tahun 2009 dan kembali meningkat di tahun Penyebab perubahan tersebut adalah adanya kendaraan dinas secara besar-besaran pada 2 SKPD di tahun 2008 dan kebijakan kepala daerah tentang penertiban penggunaan kendaraan dinas di tahun Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa alokasi anggaran SKPD rata-rata belum efisien. Perbedaan rata-rata alokasi anggaran kendaraan dinas antara SKPD penghasil PAD dan SKPD bukan penghasil PAD terjadi di tahun Penelitian Rustiyaningsih (2012) yang berjudul Pengaruh Belanja Modal terhadap Belanja Pemeliharaan (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Jawa Timur) menggunakan data realisasi APBD tahun Sampel dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah di Jawa Timur yang menerbitkan laporan realisasi APBD pada tahun Pengujian hipotesis menggunakan regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal (X 1 ) berpengaruh secara signifikan terhadap belanja (Y) pada tahun yang sama, namun belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja di tahun yang berbeda. Hal ini

17 28 menunjukkan bahwa pengalokasian belanja kurang memperhatikan belanja modal yang telah terealisasi di tahun sebelumnya. Secara ringkas, rangkuman penelitian terdahulu dan jurnal yang telah dipublikasikan dapat dilihat pada Tabel 2.1. No. Nama dan Tahun Penelitian 1 Abdullah dan Halim (2006) 2 Purba (2013) Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Variabel yang Digunakan Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan Pengaruh nilai aset tetap yang akan dipelihara dan pendapatan asli daerah terhadap anggaran belanja dalam penyusunan APBD pada pemerintahan daerah di wilayah Propinsi Sumber pendapatan (X 1 ) (X 2 ) Belanja (Y) Nilai aset tetap yang akan dipelihara (X 1 ) Pendapatan asli daerah (X 2 ) Belanja (Y) Hasil Penelitian Alokasi untuk belanja modal berasosiasi positif terhadap belanja Besaran belanja modal berasosiasi dengan pendapatan daerah yang bersumber dari pemerintah pusat, tapi tidak dengan pendapatan sendiri Secara simultan, nilai aset tetap yang akan dipelihara dan pendapatan asli daerah berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja Secara parsial, nilai aset tetap yang akan dipelihara

18 29 3 Bland dan Nunn (1992) 4 Karo-Karo (2006) 5 Abdullah (2007) Sumatera Utara The Impact of Capital Spending on Municipal Operating Budgets Hubungan Belanja Modal dengan Anggaran Operasional dan Pemeliharaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Hubungan Belanja Modal dengan Belanja Pemeliharaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia Periode Capital spending (belanja modal) (X 1 ) Operating budget (belanja operasional) (Y) (X 1 ) Anggaran operasional dan (Y) (X 1 ) Belanja (Y) berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja tetapi pendapatan asli daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap anggaran belanja Lima dari enam biaya kota dipengaruhi oleh realisasi belanja modal memiliki dampak yang positif dan nyata terhadap di masa depan Anggaran belanja modal tidak memiliki hubungan dengan anggaran operasional dan pada pemerintah kabupaten/kota di pulau Jawa 2003 tidak mempunyai korelasi dengan belanja 2003 untuk wilayah pulau Jawa, namun mempunyai korelasi positif bagi wilayah luar

19 30 6 Solichin (2009) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Transfer terhadap Hubungan antara Belanja Modal dengan Belanja Pemeliharaan dalam Anggaran Daerah Pendapatan asli daerah (X 1 ) Pendapatan transfer (X 2 ) (X 3 ) Belanja (Y) pulau Jawa Hubungan antara belanja modal 2003 dan belanja 2004 mempunyai korelasi yang cukup kuat baik di pulau Jawa maupun wilayah luar pulau Jawa 2004 dan belanja 2004 menunjukkan bahwa di daerah pulau Jawa dan luar pulau Jawa tidak memiliki korelasi Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap hubungan antara belanja modal tahun berjalan dengan belanja tahun berikutnya Pendapatan transfer tidak berpengaruh positif terhadap hubungan antara belanja modal tahun berjalan dengan belanja tahun berikutnya Penelitian ini memberikan bukti empiris terjadinya flypaper effect

20 31 7 Fitriyati (2012) 8 Sidabutar dan Sinaga (2012) Analisis Hubungan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan pada Anggaran Pemerintah Daerah Pengaruh Belanja Modal dan Nilai Aset Tetap terhadap Belanja Pemeliharaan (X 1 ) Belanja (Y) (X 1 ) Nilai aset tetap (X 2 ) Belanja (Y) dalam hubungan pendapatan dengan belanja dalam anggaran daerah yang menyatakan bahwa orang cenderung akan lebih hemat dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil dari usahanya sendiri dibanding pendapatan yang diperoleh dari pihak lain Terdapat hubungan yang kuat dan positif antara belanja modal tahun anggaran 2009 dan belanja tahun anggaran berikutnya 2010 memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap nilai aset tetap memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap belanja Nilai aset tetap memiliki

21 32 9 Wuga (2012) 10 Rustiyaningsih (2012) Analisis Alokasi Anggaran Pemeliharaan Kendaraan Dinas di Kabupaten Ende Tahun Pengaruh belanja modal terhadap belanja (studi empiris pada pemerintah daerah jawa timur) Nilai aset kendaraan dinas (X 1 ) Anggaran kendaraan dinas (Y) (X 1 ) Belanja (Y) pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap belanja memiliki pengaruh tidak langsung yang positif dan signifikan dan lebih besar daripada pengaruh langsungnya terhadap belanja Jumlah nilai aset kendaraan dinas tidak berpengaruh terhadap jumlah anggaran kendaraan dinas Alokasi anggaran SKPD rata-rata belum efisien berpengaruh secara signifikan terhadap belanja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Anggaran Pemeliharaan Menurut Halim (2012), anggaran merupakan artikulasi dari perumusan dan perencanaan strategis. Begitu juga dalam organisasi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kurniawan, 2010). Literatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005), Anggaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005), Anggaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian APBD Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005), Anggaran Pendapatan dan Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 Januari 2001 merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah akan berjalan seiring dengan pertumbuhan output ekonomi daerah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah akan berjalan seiring dengan pertumbuhan output ekonomi daerah tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah tersedianya infrastruktur yang memadai. Tidak ada yang memungkiri betapa pentingnya peranan infrastruktur

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun Herman Karamoy

Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun Herman Karamoy Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun 2009-2012 Herman Karamoy (hkaramoy@yahoo.com) Heince Wokas (heince_wokas@yahoo.com) Abstract Budget Realization Report

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. daerah dan tugas pembantu di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

BAB III PEMBAHASAN. daerah dan tugas pembantu di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. BAB III PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1. Gambaran Singkat Perusahaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah dipimpin oleh seorang Kepala

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI

BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI 4. Kebijakan Akuntansi Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Grobogan terkait dengan perlakuan akuntansi dalam sistem pencatatan administrasi pengelolaan keuangan daerah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memasuki era otonomi daerah lebih mendasar daripada berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memasuki era otonomi daerah lebih mendasar daripada berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memasuki era otonomi daerah lebih mendasar daripada berbagai paket kebijakan serupa di masa-masa lalu, yakni sejak diterapkannya Undang- Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak pemerintah daerah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agen Teori dalam penelitian ini menjelaskan pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah adalah teori

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, maka peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin penting. Otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Keuangan Daerah Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2016 Dengan Angka Perbandingan Tahun

DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2016 Dengan Angka Perbandingan Tahun 1 2 IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN 2.1. Ikhtisar Realisasi Pencapaian Target Kinerja Keuangan Realisasi Pencapaian Target Kinerja Keuangan Dinas Komunikasi Dan Informatika adalah sebesar Rp5.996.443.797

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii Peraturan Gubernur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pihak atau lebih, dimana pihak tersebut disebut agent dan principal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pihak atau lebih, dimana pihak tersebut disebut agent dan principal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan tentang adanya hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai principal dan manajemen sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 88 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PENYUSUTAN ASET TETAP DAN ASET TAK BERWUJUD PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 88 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PENYUSUTAN ASET TETAP DAN ASET TAK BERWUJUD PEMERINTAH DAERAH SALINAN NOMOR 89/2015 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 88 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PENYUSUTAN ASET TETAP DAN ASET TAK BERWUJUD PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan. Reformasi tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG KAPITALISASI ASET TETAP KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LUWU

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG KAPITALISASI ASET TETAP KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LUWU Menimbang : a. PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG KAPITALISASI ASET TETAP KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LUWU TIMUR, bahwa Peraturan Bupati Luwu Timur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa provinsi dan setiap provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing memiliki pemerintah

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURW OREJO NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN KAPITALISASI BARANG MILIK/ KEKAYAAN DAERAH BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURW OREJO NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN KAPITALISASI BARANG MILIK/ KEKAYAAN DAERAH BUPATI PURWOREJO, BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURW OREJO NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN KAPITALISASI BARANG MILIK/ KEKAYAAN DAERAH BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Kebijakan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, dunia ekonomi dan bisnis pun kian

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, dunia ekonomi dan bisnis pun kian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, dunia ekonomi dan bisnis pun kian hari semakin berkembang dengan pesat. Perkembangan usaha di Indonesia semakin ketat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Teori yang relevan 1. Teori Keagenan (agency theory) Dalam teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) menyatakan hubungan keagenan merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam kaitannya dengan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, pemahaman yang memadai tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada masa sekarang ini desentralisasi dipandang sebagai suatu alat kebijakan yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia merupakan strategi yang bertujuan ganda. Yuwono, dkk (2005) menyatakan strategi tersebut adalah (1) pemberian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN KAPITALISASI ASET TETAP PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kualitatif 1. Basis Akuntansi Di dalam catatan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Depok telah disebutkan bahwa laporan keuangan Pemerintah Kota Depok

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KAPITALISASI BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KAPITALISASI BARANG MILIK DAERAH BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KAPITALISASI BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

Lebih terperinci

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 9 TAHUN 2014

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 9 TAHUN 2014 BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. salah satu organisasi nirlaba, mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. salah satu organisasi nirlaba, mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Organisasi Pemerintahan Organisasi nirlaba merupakan organisasi yang orientasi utamanya bukan untuk mencari laba. Jenis-jenis organisasi

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Definisi Aset Tetap Aset tetap merupakan salah satu pos aset di neraca di samping aset lancar, investasi jangka panjang, dana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan dalam dunia bisnis dapat dideskripsikan sebagai hubungan antara pemegang saham

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan pengeluaran yang manfaatnya cenderung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian pengetahuan tentang proses audit internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun awal pelaksanaan otonomi daerah merupakan masamasa. yang berat dan penuh tantangan bagi sebagian besar daerah dalam

BAB1 PENDAHULUAN. Tahun-tahun awal pelaksanaan otonomi daerah merupakan masamasa. yang berat dan penuh tantangan bagi sebagian besar daerah dalam BAB1 PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Tahun-tahun awal pelaksanaan otonomi daerah merupakan masamasa yang berat dan penuh tantangan bagi sebagian besar daerah dalam menyusun dan mengelola anggaran. Gabungan

Lebih terperinci

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp

Jurnal Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp ISSN 2302-0164 10 Pages pp. 140-149 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI ACEH Yudi Satrya

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan HewanTahun 2016 ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENGAKUAN DAN PENILAIAN ASET TETAP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENGAKUAN DAN PENILAIAN ASET TETAP BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENGAKUAN DAN PENILAIAN ASET TETAP Dalam melaksanakan pencatatan dan penilaian aset tetap pemerintah, dokumen sumber utama yang digunakan oleh Kementerian Komunikasi

Lebih terperinci

tedi last 04/17 Kebijakan Akuntansi Jurnal Standar Ilustrasi

tedi last 04/17 Kebijakan Akuntansi Jurnal Standar Ilustrasi tedi last 04/17 Kebijakan Akuntansi Jurnal Standar Ilustrasi KEBIJAKAN AKUNTANSI Definisi : Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJ0 NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada Penelitian yang terdahulu yang dijadikan sebagai sumber rujukan dalam penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional. Proses ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang mendasari dalam penyusunan laporan keuangan serta tujuan dari

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK

PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK INSPEKTORAT DAERAH Jalan Panglima Sudirman No. 284 Nganjuk Kode Pos 64412 Telp. (0358) 321196 & 321712 Fax (0358) 321196 Email : inspektorat@nganjukkab.go.id CATATAN ATAS LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim dipergunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi sangat penting

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Lebih terperinci

2. NERACA Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana sampai dengan 31 Desember 2016.

2. NERACA Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana sampai dengan 31 Desember 2016. RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN Laporan Keuangan Tahunan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2016 ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

Lebih terperinci

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR : 61 TAHUN 2016HU

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR : 61 TAHUN 2016HU SALINAN BUPATI MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR : 61 TAHUN 2016HU TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN KABUPATEN MAROS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN

Lebih terperinci

TAHUN ANGGARAN Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas per 31 Desember 2015 (audited).

TAHUN ANGGARAN Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas per 31 Desember 2015 (audited). TAHUN ANGGARAN 2015 Laporan Keuangan Politeknik Negeri Ujung Pandang Tahun 2015 ini disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. A. Pengertian Aset Tetap. 1. Definisi Aset Tetap. Aset tetap memiliki peranan besar dalam organisasi atau

BAB II DASAR TEORI. A. Pengertian Aset Tetap. 1. Definisi Aset Tetap. Aset tetap memiliki peranan besar dalam organisasi atau 8 BAB II DASAR TEORI A. Pengertian Aset Tetap 1. Definisi Aset Tetap Aset tetap memiliki peranan besar dalam organisasi atau perusahaan ditinjau dari segi fungsi, jumlah dana yang diinvestasikan, pengelolaannya,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013 BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI 4.1. ENTITAS PELAPORAN KEUANGAN DAERAH Entitas pelaporan yang dimaksud dalam laporan keuangan ini adalah Pemerintah Kabupaten Purbalingga secara keseluruhan, Satuan Kerja Perangkat

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN APBD TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KEUANGAN APBD TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN KEUANGAN APBD TAHUN ANGGARAN 2017 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JL. SETIA BUDI PSR II NO. 84 TANJUNG SARI, MEDAN Telepon (061) 821 3533, Facsimile (061)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 16 AKUNTANSI BELANJA

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 16 AKUNTANSI BELANJA LAMPIRAN XVII PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR : 29 TAHUN 2014 TANGGAL : 27OKTOBER 2014 KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 16 AKUNTANSI BELANJA Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s. PENDAHULUAN Sebagai perwujudan pembangunan daerah dan tata kelola keuangan daerah, landasan kerja pemerintah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

DRAFT RINGKASAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA

DRAFT RINGKASAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA DRAFT RINGKASAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PULAU JAWA Oleh: Shinta Permata Sari,

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) PROVINSI BANTEN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) PROVINSI BANTEN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) PROVINSI BANTEN A. Pendahuluan A.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan SKPD Maksud Laporan Keuangan Akhir Tahun Anggaran 2012

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Kota Padang belum efektif dilaksanakan sesuai Permendagri No 17 Tahun 2007.

BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Kota Padang belum efektif dilaksanakan sesuai Permendagri No 17 Tahun 2007. BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Hilmah (2013) menganalisis pelaksanaan penatausahaan dan akuntansi aset tetap. Hasil penelitian ini menunjukan penatausahaan aset tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Pemerintah Daerah tidak mempunyai keleluasaan dalam menetapkan

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN Laporan Keuangan Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 24 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 24 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 24 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA ASET TETAP PEMERINTAH KABUPATEN BANJARNEGARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian dan menuntut pemerintah agar mampu melaksanakan reformasi di segala

Lebih terperinci

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006 43 Lampiran 1 Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006 No. Uraian Anggaran Setelah Perubahan Realisasi I PENDAPATAN DAERAH 1.142.122.565.100 1.153.474.367.884

Lebih terperinci