PENDAHULUAN BAB I LAPORAN AKHIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN BAB I LAPORAN AKHIR"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagai tindak lanjut terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surakarta, maka sesuai Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RTRW sebagai rencana umum tata ruang memerlukan rencana rinci tata ruang sebagai perangkat operasional berupa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dalam konteks Kota Surakarta, RTRW Kota Surakarta membagi wilayah kota menjadi enam kawasan perencanaan rinci. Salah satunya adalah Kawasan I yang terdiri sebagian wilayah Kecamatan Jebres, sebagian wilayah Kecamatan Pasarkliwon, sebagian wilayah Kecamatan Serengan dan sebagian wilayah Kecamatan Laweyan. Dalam proses penyusunan atau penetapan Perda tentang RDTR Kota Surakarta Kawasan I, sebagai bagian dari sebuah Kebijakan/Rencana/Program (KRP), untuk meyakinkan bahwa rencana atau kegiatan pembangunan tersebut tidak merusak lingkungan sekaligus menjamin keberlanjutan pembangunan itu sendiri, mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. I - 1

2 Definisi KLHS dirumuskan sebagai proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dari, dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategis. Sesuai amanat yang secara eksplisit tercantum di Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terseut, penyusunan RDTR wajib disertai dokumen KLHS. Oleh karena itu, RDTR Kota Surakarta Kawasan I yang dilaksanakan pada Tahun 2013 juga wajib melakukan KLHS sesuai mandat undangundang dan ketentuan lainnya MAKSUD DAN TUJUAN Penyusun dokumen KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I dimaksudkan sebagai upaya pengkajian terhadap Kebijakan Rencana dan Program yang telah tertuang dalam RDTR Kota Surakarta Kawasan I telah memenuhi kaidah lingkungan dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sedangkan tujuan penyusun dokumen KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I adalah tersedianya dokumen KLHS sebagai pendukung RDTR Kota Surakarta Kawasan I. Secara teknis tujuan penyusunan KLHS adalah untuk mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di dalam kebijakan, rencana dan program yang tertuang dalam RDTR Kota Surakarta Kawasan I yang disusun pada Tahun 2013 sehingga kebijakan, rencana dan program tersebut dapat disempurnakan sesuai dengan kaidah Undang-Undang Nomor 32 Tahun DASAR HUKUM Beberapa peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum dalam penyusunan KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I adalah : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); I - 2

3 4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah; 7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis; 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota; 9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup; 10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 22 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 134); 11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 Nomor 5 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4); 12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 28); 13. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2009 tentang Bangunan (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2009 Nomor 9); dan 14. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2012 Nomor 1). I - 3

4 1.4. PIHAK-PIHAK YANG TEKAIT DALAM PERAN AKTIF PENGKAJIAN KLHS Pihak-pihak yang tekait dalam peran aktif pengkajian KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I adalah sebagai berikut : No Tabel I.1. Masyarakat dan Pemangku Kepentingan yang Berperan Aktif dalam Pengkajian KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I Masyarakat dan Instansi/Lembaga Pemangku Kepentingan 1 Penyusun KRP Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); Dinas Pekerjaan Umum (DPU); Dinas Tata Ruang Kota Badan Lingkungan Hidup (BLH). 2 Instansi terkait Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; 3 Masyarakat yang memiliki informasi 4 Masyarakat yang terkena dampak Sumber: Analisis Tim Penyusun, 2014 Dinas Perindustrian dan Perdagangan; Dinas Pertanian; Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga; Dinas Kesehatan; Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah; Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu; Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan Anak dan KB; Badan Penanggulangan Bencana Daerah; Kecamatan; Kelurahan; PT. PLN. PT. Telkom. PDAM. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya Asosiasi profesi Tokoh masyarakat, dan LSM bidang lingkungan hidup, kelompok masyarakat / pemerhati lingkungan hidup di Kota Surakarta khususnya Kawasan I. Tokoh masyakat di Kawasan I Kota Surakarta; Kelompok/organisasi Surakarta; Asosiasi Pengusaha. masyarakat di Kawasan I Kota I - 4

5 1.5. RUANG LINGKUP Lingkup Wilayah Lokasi pelaksanaan Penyusunan Dokumen KLHS adalah di Kota Surakarta Kawasan I terdiri sebagian wilayah Kecamatan Jebres, sebagian wilayah Kecamatan Pasarkliwon, sebagian wilayah Kecamatan Serengan dan sebagian wilayah Kecamatan Laweyan. Kajian Kebijakan, Rencana, dan/atau Program (KRP) dokumen KLHS yaitu KRP dalam RDTR Kota Surakarta Kawasan I (lihat peta) Lingkup Materi Lingkup materi kegiatan adalah melakukan penyusunan KLHS dengan metode dan pendekatan yang dapat dipertanggung-jawabkan terhadap kebijakan, rencana dan program yang tertuang dalam RDTR Kota Surakarta Kawasan I. Adapun lingkup materi sebagai berikut: a. Pengkajian pengaruh RDTR terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah RDTR Kota Surakarta Kawasan I meliputi : 1. Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan 2. Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan 3. Identifikasi RDTR 4. Telaahan pengaruh RDTR terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah b. Perumusan alternatif penyempurnaan RDTR Kota Surakarta Kawasan I. c. Rekomendasi perbaikan RDTR dan pengintegrasian hasil KLHS METODOLOGI DAN KERANGKA PROSES PELAKSANAAN Metode Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data (survey) yang dilakukan mencakup 2 jenis kegiatan yang didasarkan pada jenis datanya, yaitu: 1. Survey Primer Survey primer ini dilakukan untuk mendapatkan data-data atau informasi yang bersifat primer, yaitu data atau informasi yang didapat langsung dari lapangan. Teknik untuk mendapatkan data tersebut adalah dengan observasi, pengukuran, perhitungan serta wawancara. Kegiatan ini terutama bertujuan untuk memperoleh gambaran keadaan yang spesifik di wilayah studi. I - 5

6 2. Survey Sekunder Survey sekunder ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang bersifat sekunder, yaitu data-data yang dihasilkan atau dikumpulkan oleh dinas-dinas maupun instansi sektoral yang terkait. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara, questioner maupun dengan mereproduksi dari data yang ada. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data untuk kegiatan penyusunan KLHS ini adalah: Data dan informasi dapat diperoleh dari pemangku kepentingan seperti instansi pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga penelitian; Data dan informasi dapat berupa data sekunder maupun primer; Data dan informasi yang dikumpulkan yang diperlukan saja, khususnya yang terkait dengan isu strategis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati; Verifikasi data dan informasi perlu dilakukan untuk menjamin keabsahannya; Informasi sekunder dapat digabungkan dengan data primer yang dikumpulkan melalui diskusi dengan masyarakat lokal yang memahami wilayah studi, misalnya dengan cara observasi lapangan, wawancara langsung, diskusi dengan stakeholder atau diskusi kelompok terfokus (FGD) dan survey. Kebutuhan data dalam Penyusunan KLHS RDTR Kawasan I Kota Surakarta sebagai berikut : Tabel II. 2. Kebutuhan Data No Jenis data/informasi/dokumen Instansi Sumber Data 1 Dokumen perencanaan (RTRW, RPJM, dll) Bappeda, DPU, BLH, Dinas Tata Ruang Kota 2 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) 3 Studi AMDAL yang pernah dilakukan BLH 4 Kecamatan Dalam Angka BPS BLH atau kantor statistik 5 Data hasil penelitian Perguruan Tinggi, Lembaga Pemerintah, LSM 6 Konsultasi dengan pihak berwenang Instansi pemerintah 7 Wawancara melalui tanya jawab langsung ataupun pelaksanaan diskusi/fgd 8 Dokumen RDTR dan Peta Analisis dan Peta Rencana RDTR Sumber: Tim Penyusun, 2014 Masyarakat, Dinas terkait, LSM, praktisi, PT Bappeda, DPU, Dinas Tata Ruang Kota I - 6

7 Data dan informasi yang diperoleh dari survei primer dan sekunder, biasanya masih bersifat kasar, yang mana masih diperlukan adanya pengolahan lebih lanjut sehingga data dan informasi yang disajikan lebih informatif serta mudah dibaca dan dipahami. Adapun teknik pengolahan dan penyusunan data didasarkan pada jenis dan sifat data bersangkutan, antara lain : 1. Data yang sifatnya kuantitatif, diolah dan disusun dengan tabulasi, yang dalam penyajian akhir berupa tabel-tabel, grafik maupun uraian. 2. Data yang bersifat kualitatif, diolah dan disusun secara diskriptif, yaitu berupa uraian yang menerangkan keadaan data tersebut. 3. Data yang sifatnya menunjukkan letak, diolah dan disusun dengan menggunakan peta-peta data. 4. Data yang sifatnya menunjukkan suasana, diolah serta disusun yang berupa fotofoto serta uraian-uraian Metode Analisis Secara umum analisis yang digunakan dalam Penyusunan KLHS RDTR Kawasan I Kota Surakarta dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. 1) Metode Kualitatif Metode ini digunakan untuk menganalisa data yang berbentuk non numerik atau data yang tidak dapat diterjemahkan dalam bentuk angka-angka, misalnya data mengenai keadaan sosial masyarakat, politik, kebijaksanaan, budaya dan kondisi fisik alam khususnya yang terkait dengan isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan. Metode ini digunakan karena dianggap praktis dan mudah dipahami. Kekurangan metode ini kurang mampu menerangkan secara nyata dan sifatnya kadang-kadang terlalu umum bagi sebagian masalah. Metode ini dapat bersifat: Deskriptif. Analisa yang memberikan gambaran pengertian dan penjelasan terhadap kondisi wilayah studi. Normatif. Analisa mengenai keadaan yang seharusnya menurut pedoman ideal atau norma-norma tertentu. Pedoman atau norma ini dapat berbentuk standarstandar, landasan hukum, batasan-batasan yang dikeluarkan oleh instansi tertentu. Asumtif. Analisa dengan menggunakan asumsi-asumsi atau anggapananggapan tertentu yang dibuat berdasarkan kondisi tertentu dan diperkirakan dapat terjadi dalam waktu yang relatif lama pada wilayah studi, asumsi ini harus layak dan dapat diterima secara umum. I - 7

8 Komparatif. Melakukan perbandingan antara berbagai kondisi dan permasalahan untuk mendapatkan suatu karakteristik struktur wilayah studi. Misalnya membandingkan suatu masalah dengan masalah lain atau suatu kondisi dengan kondisi lain yang memiliki kesamaan sehingga dapat diperoleh karakteristik struktur wilayah yang jelas. 2) Metode Kuantitatif Metode ini digunakan untuk memprediksi serta analisa lain yang sifatnya kuantitatif. Teknik yang digunakan, yaitu: Proyektif; menganalisa bahwa kebijakan, rencana dan/atau program bukanlah sekedar untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan juga untuk merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang diperlukan sehingga menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Ekonomi; menganalisa potensi dan masalah sektor ekonomi yang terdapat di wilayah studi yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program, misalnya dampak sosial ekonomi yang mungkin ditimbulkan dari KRP tersebut. Super-impose; menganalisis dengan melakukan overlay dari data, misalnya untuk mengetahui kemampuan lahan, dilakukan dengan melakukan overlay peta. Skoring/ Pembobotan, analisis pembobotan digunakan untuk memberikan penilaian/ bobot terhadap suatu faktor/parameter untuk menghasilkan nilai suatu kelas. Analisis skoring/pembobotan ini digunakan dalam pengkajian pengaruh KRP terhadap dampak atau resiko lingkungan hidup dari KRP yang dihasilkan produk RDTR Kawasan I Kota Surakarta SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan laporan Akhir penyusunan dokumen KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I mencakup 5 (lima) bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, ruang lingkup (lingkup wilayah, materi dan waktu), definisi operasional, serta sistematika penulisan laporan akhir. I - 8

9 BAB II LINGKUP KAJIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum wilayah Kota Surakarta, Tinjauan Kebijakan penataan ruang wilayah Kota Surakarta, Gambaran Umum Wilayah Perencanaan, Identifikasi isu-isu pengembangan wilayah berkelanjutan dan rumusan tujuan penataan, prinsip-prinsip penataan ruang dan/atau program yang telah disepakati ditelaah. BAB III PENGKAJIAN PENGARUH TUJUAN PENATAAN RUANG, PRINSIP-PRINSIP PENATAAN RUANG DAN/ATAU PROGRAM TERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Bab ini menguraikan tentang penapisan dan pengkajian pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup. BAB IV ALTERNATIF TUJUAN PENATAAN, PRINSIP PENATAAN RUANG, DAN/ATAU PROGRAM Bab ini menguraikan tentang alternatif tujuan penataan, prinsip penataan ruang, dan/atau program. BAB V REKOMENDASI Bab ini menguraikan tentang Rekomendasi KRP RDTR Kota Surakarta Kawasan I. I - 9

10 Kawasan I I - 10

11 Peta Wilayah Studi Penyusunan KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I I - 11

12 I - 12

13 BAB II LINGKUP KAJIAN 2.1. GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA Kondisi Geografi Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara dan Bujur Timur dan antara dan Lintang Selatan. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa bagian tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo, secara geografis terletak pada cekungan di antara dua gunung berapi yaitu Lawu di sebelah timur dan gunung Merapi di sebelah barat, sehingga topografis relatif rendah dengan ketinggian rata-rata 92 m di atas permukaan laut dan berada pada pertemuan Sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo. Berikut ini adalah wilayah-wilayah yang secara administrasi berbatasan dengan Kota Surakarta : Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar II - 1

14 2.1.2 Topografi Berdasarkan kondisi topografi atau ketinggian wilayah Kota Surakarta secara umumdapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut : Kota Surakarta terletak pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kemiringan lahan angtara 0 % sampai 15 %. Kota Surakarta terletak diantara 2 gunung berapi yaitu Gunung Lawu (Kabupaten Karanganyar)disebelah timur dan Gunung Merapi serta Merbabu sebelah barat. Dengan posisi demikian maka Kota Surakarta termasuk sebagai wilayah cekungan air. Dibagian timur dan selatan Kota Surakarta mengalir Sungai Bengawan Solo yang menjadi batas fisik administrasi dengan Kabupaten Karanganyar serta Kabupaten Sukoharjo Geologi Struktur batuan di Kota Surakarta secara umum sebagian besar merupakan Alluvial, dengan uraian sebagai berikut : Aluvial (Qa) merupakan tanah mineral yang baru berkembang, berbentuk lempung, lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan berangkal. Tanah ini terbentuk dari bahan endapan yang dibawa oleh aktivitas air sungai. Bahan-bahan tererosi dari puncak bukit diangkut oleh air melalui aliran permukaan dan masuk ke parit-parit menuju sungai. Bahan-bahan yang memiliki masa lebih besar diendapkan terlebih dahulu di suatu tempat yang lebih dekat, sedangkan bahan-bahan yang memiliki masa yang lebih ringan akan terbawa terus oleh aliran sungai hingga mencapai daerah datar. Pada tempat dimana aliran air mulai kehilangan daya angkutnya inilah bahan-bahan yang lebih halus diendapkan dan membentuk dataran Aluvial. Batuan ini terhampar luas sepanjang lembah bengawan solo dan merupakan batuan dominan di kota Surakarta kecuali di bagian utara kota (Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari dengan ketebalan berkisar dari beberapa senti sampai beberapa meter. Kawasan I dalam hal ini termasuk dalam jenis struktur geologi Aluvium ini. Aluvum tua (Qt) berbetuk konglomerat, batu pasir, lanau dan lempung. Pada batuan ini terdapat di bagian utara kota Surakarta (sebagain Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari). Pada satuan iniditemukan struktur silang-siur, toreh dan isi dan pelapisan bersusun. Secara setempat ditemukan fosil Bibos sp. Dan Cervus sp yang diduga berumur II - 2

15 Plistosen. Ketebalan batuan ini maksimum 8 meter kedudukannya menindih tidak selaras batuan yang lebih tua dan tertindih tak selaras oleh aluvium. Umumnya batuan ini berupa endapan sungai. Batuan Gunung merapi (Qvm) berbentuk breksi gunung api, lava dan tuf. Batuan ini terdapat di bagian barat kota Surakarta. Batuan ini umumnya bersusun andesit. Fosil tidak ditemukan. Kegiatanya diduga sejak Plistosen akhir. Kawasan I Gambar 2.1 Ilustrasi Profil Penampang Geologi Bawah Permukaan Kota Surakarta II - 3

16 Penyusunan KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I II - 4

17 2.1.4 Hidrogeologi Kondisi Hidrogeologi di Kota Surakarta berdasarkan kedalaman akuifer yang ada di Kota Surakarta, maka dapat dibagi benjadi 2 (dua) bagian, yaitu : Akifer dangkal, kedalaman akuifer antara 2 sampai 23 m dibawah muka tanah setempat (mbmt) dengan ketebalan antara 5 sampai 23 m. Di bagian tengah Kota Surakarta akuifer dangkal disusun oleh pasir tufan, dan pasir hasil lapukan endapan vulkanik dengan kedalaman antara 2,7 sampai 69,4 mbmt. Air tanah dangkal, mendapat imbuhan langsung dari curah hujan sekitar1.015 juta m³/tahun. Kedalaman muka air tanah tahun 1999 berkisar antara 2 sampai 23,5 mbmt. Di bagian tengah sampai selatan, kedalaman air tanah kurang dari 10 mbmt, sedangkan kedalaman air tanah di bagian utara mencapai 69 mbmt. Fluktuasi air tanah berkisar antara 1 sampai 5 m. Di samping itu, di Kota Surakarta terdapat beberapa badan air yang semuanya bermuara di Sungai Bengawan Solo Klimatologi Gambaran kondisi iklim di Kota Surakarta dapat dideskripsikan sebagaimana penjelasan berikut: Kota Surakarta beriklim tropis dengan suhu rata-rata 24,8 C sampai 18,1 C ; Kelembaban udara berkisar antara 66-84% ; Penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus atau September dengan radiasi matahari antara 80 84%, sementara penyinaran terendah terjadi pada bulan Desember atau Januari dengan radiasi matahari sekitar 48 50%. Tekanan udara antara atmosfir, rata-rata sebesar atmosfir; Curah hujan pada tahun 2011 sebesar 2.548,50 mm/th, yang lebih kecil dibandingkan tahun 2010 sebesar mm/thn dan tahun 2009 sebesar 2.332,5 mm/th. Banyaknya hari hujan mencapai 163 hari. Jumlah bulan kering mencapai 5 bulan (Mei sampai September) dan bulan basah sebanyak 7 bulan (Oktober sampai April) dengan suhu rata-rata 24,8 C sampai 18,1 C ; II - 5

18 Penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus atau September dengan radiasi matahari 84%, sementara penyinaran terendah terjadi pada bulan Desember atau Januari Kecepatan angin tertinggi 8 knot terjadi pada bulan September dan bulan Oktober. Tekanan udara tertinggi 1011,3 atmosfir pada bulan September, rata-rata sebesar 1.008,8 atmosfir Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat di Kota Surakarta adalah tanah Aluvial yang memiliki karakateristik sebagai berikut : Tanah Aluvial berasal dari endapan batu, tanah Aluvial berlapis-lapis dan memiliki kandungan pasir sekitar 60 %. Kawasan I dalam hal ini termasuk dalam kategori jenis tanah ini. Sebagai tanah berpasir, maka jenis tanah ini memiliki permeabilitas lambat sampai sedang (0,51 cm/jam 6,35 cm/jam) serta kapasitas infiltrasi sedang (7,50 mm/jam 15,00 mm/jam), serta cukup peka terhadap gejala erosi. II - 6

19 Penyusunan KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I II - 7

20 2.1.7 Kependudukan dan Sosial A. Kependudukan Data mengenai kependudukan digunakan sabagai dasar untuk perencanaan pada berbagai bidang pembangunan dan untuk melakukan evaluasi dari hasil pembangunan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, pada tahun 2013 Penduduk Kota Surakarta mencapai jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 97,15 %; yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 97 penduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun 2013 mencapai jiwa/km 2. Tahun 2013 tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Serengan yang mencapai angka jiwa/km 2.Rasio jenis kelamin dan kepadatan penduduk tiap kecamatan di Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : No Kecamatan Tabel II.1 Kondisi Kependudukan Kota Surakarta Tahun 2013 Luas Lakilaki Jumlah Jenis Rasio Perempuan Wilayah (Jiwa) (km 2 ) (Jiwa) Kelamin Tingkat Kepadatan (Jiwa/km 2 ) 1 Laweyan 8, , Serengan 3, , Pasar Kliwon 4, , Jebres 12, , Banjarsari 14, , Jumlah 44, , Sumber : Surakarta Dalam Angka 2014 B. Kondisi Sosial Kota Surakarta terkenal dengan kekayaan kehidupan seni dan budaya tradisionalnya.baik berupa tari, musik, teater, seni rupa, dan lain-lain. Kekayaan seni budaya ini menjadi aset yang sangat berharga yang menjadi daya tarik Kota Surakarta untuk mengundang wisatawan lokal dan mancanegara untuk mengunjungi kota Surakarta dan memperdalam pengalaman di bidang seni dan budaya lokal. Kota Surakarta memiliki beragam budaya yang hingga saat ini masih menjadi tradisi masyarakatnya.salah satunya adalah perayaan Upacara Sekaten di Surakarta.Upacara tradisi ini merupakan bagian dari adat istiadat yang berasal dari salah satu upaya masyarakat Jawa untuk menjaga keharmonisan dengan alam dan sesame manusia.sebagai perwujudan dari itu, Keraton Kasunanan Surakarta sekarang ini masih memiliki beranekaragam hasil II - 8

21 kebudayaan.hal tersebut masih tercermin dengan dilakukannya beberapa upacara tradisional yang hingga saat ini masih sangat diagungkan, diantaranya adalah sebagai berikut upacara jamasan pusaka, Sekaten, upacara labuhan, upacara garebeg besar, sesaji mahesa, dan lawung Perekonomian Kondisi Perekonomian Kota Surakarta dapat diketahui melalui besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Surakarta pada tahun 2010 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp ,- dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp ,03. Sementara Nilai PDRB Kota Surakarta tahun 2010 berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp ,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp ,97. PDRB Kota Surakarta pada tahun 2011 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp ,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp ,37. Nilai PDRB Kota Surakarta tahun 2011 berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp ,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp ,95. Berdasarkan data yang ada, maka terdapat kenaikan nilai PDRB Kota Surakarta menurut Lapangan Usaha atas dasar harga berlaku sebesar 10,58%. Sedangkan kenaikan nilai PDRB Kota Surakarta menurut Lapangan Usaha atas dasar harga konstan sebesar 6,04%. Tabel II.2 PDRB BERDASARKAN HARGA KONSTAN 2000 dan HARGA BERLAKU (JUTA RUPIAH) KOTA SURAKARTA TAHUN No Sektor Berlaku Konstan Berlaku Konstan 1 Pertanian 5.532, , , ,03 a. Tanaman Pangan 3400, , , ,51 b. Perkebunan 413,15 262,95 447,29 261,95 c. Peternakan 1.703,68 961, , ,29 d. Perikanan 15,37 6,84 17,19 7,28 2 Penggalian 2.942, , , ,03 3 Industri , , , ,81 a. Makanan, minuman & tembakau , , , ,67 b. Tekstil, Barang kulit & alas kaki , , , ,38 II - 9

22 No Sektor Berlaku Konstan Berlaku Konstan c. Barang kayu & hasil hutan lainnya , , , ,77 d. Kertas & Barang cetakan , , , ,42 e. Pupuk, Kimia & barang dari karet , , , ,16 f. Semen & barang lain bukan logam , , , ,80 g. Alat Angkutan, Mesin & peralatan , , , ,62 h. Barang lainnya , , , ,99 4 Listrik dan air bersih , , , ,33 a. Listrik , , , ,74 b. Air Bersih , , , ,59 5 Konstruksi bangunan , , , ,29 6 Perdagangan , , , ,97 a. Perdaangan besar dan eceran , , , ,23 b. Hotel , , , ,12 c. Restoran , , , ,62 7 Pengangkuran & Komunikasi , , , ,87 a. Angkutan , , , ,67 b. Komunikasi , , , ,20 8 Keungan, Persewaan & Jasa Perusahaan , , , ,96 a. Bank , , , ,47 b. Lembaga Keuangan Bukan Bank , , , ,34 c. Jasa Penunjang Keuangan , , , ,25 d. Sewa Bangunan , , , e. Jasa Perusahaan 8.907, , , ,31 9 Jasa - jasa , , , ,04 a. Pemerintahan Umum , , , ,63 b. Swasta , , , ,41 Produk Domestik Regional Bruto , , ,971, PDRB Per Kapita 19,91 10,22 21,98 10,82 Sumber : Kota Surakarta Dalam Angka, 2012 Lapangan usaha yang memiliki kontribusi paling besar terhadap nilai domestik kota Surakarta yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai Rp ,49 juta. Yang kedua adalah sektor industri pengolahan yang mencapai Rp ,76 juta. Yang terendah adalah sektor penggalian yang hanya berkontribusi sebesar Rp ,49 juta. II - 10

23 2.2. TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA SURA- KARTA Tujuan, Kebijakan dan Strategi Tujuan Penataan Ruang dalam RTRW Kota Surakarta Tahun adalah untuk mewujudkan kota sebagai kota budaya yang produktif, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan berbasis industri kreatif, perdagangan dan jasa, pendidikan, pariwisata, serta olah raga Rencana Struktur Ruang Wilayah Sistem Pusat Pelayanan Kota Rencana sistem pusat pelayanan kota terkait dengan Kawasan I meliputi : a. SPK kawasan Ipada Kelurahan Kemlayan yang melayani sebagian wilayah Kecamatan Jebres, sebagian wilayah Kecamatan Pasarkliwon, sebagian wilayah Kecamatan Serengan dan sebagian wilayah Kecamatan Laweyan, dengan fungsi pelayanan, sebagai berikut: pariwisata budaya; perdagangan dan jasa; olah raga; dan industri kreatif. b. PL pada kawasan I adalah Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Sangkrah dan Kelurahan Baluwarti, dengan pelayanan pariwisata (budaya), perdagangan dan jasa, olah raga serta industri kreatif.; Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kota Sistem jaringan prasarana wilayah kotaterkait Kawasan I terdiri atas: 1. Rencana Pengembangan Sistem prasarana utama terdiri atas: A. Rencana Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas: 1) Rencana Sistem Pengembangan Jaringan jalan diantaranya terdiri atas: a) Pengembangan jaringan ruas jalan diantaranya pada ruas Jalan Brigjend. Slamet Riyadi - Jalan Jend. Ahmad Yani - Jalan Tentara Pelajar - Jalan Ir. Sutami - Jalan Brigjend. Slamet Riyadi - Jalan Jend. Sudirman - Jalan Jend. Urip Sumoharjo - Jalan Kol. Sutarto - Jalan Ir. Sutami. b) Pengembangan jaringan jalan kolektor jalan yang menghubungkan kota dengan kabupaten sekitar dan antar sub pusat kota (pusat kawasan) dan antar sub pusat kota (pusat kawasan) dengan PL di bawahnya. II - 11

24 Pembangunan jalan akses untuk mengantisipasi pembangunan jalan tol Semarang Surakarta Mantingan. Pengembangan jaringan jalan kolektor meliputi: Jalan Brigjend. Sudiarto - Jalan Veteran - Jalan Bhayangkara - Jalan Dr. Rajiman - Jalan KH. Agus Salim; Jalan Kom. Yos Sudarso - Jalan Veteran - Jalan Bhayangkara - Jalan Dr. Rajiman - Jalan KH. Agus Salim; Jalan Kol. Sugiyono; Jalan Kapten Piere Tendean; Jalan Ir. H. Juanda Kartasanjaya - Jalan Kapt. Mulyadi - Jalan Kampung Sewu Jalan Laks. RE Martadinata - Jalan Kapten Mulyadi - Jalan Prof. KH. Kahar Muzakir - Jalan Brigjen. Sudiarto; Jalan Sutan Syahrir - Jalan Letjend. Suparman - Jalan A.W. Monginsidi. 2) Rencana prasarana lalu lintas dan angkutan umum meliputi terminal penumpang dan terminal barang. Rencana pengembangan terminal penumpang di kawasan I meliputi: pengembangan terminal tipe C di Kelurahan Semanggi-Kecamatan Pasarkliwon dan Kelurahan Pajang-Kecamatan Laweyan. 3) Rencana pelayanan lalu lintas dan angkutan umum dikembangkan di seluruh wilayah PPK, SPK dan PL. a) Prasarana angkutan umum terdiri atas: pengembangan pelayanan angkutan umum yang diarahkan pada sistem pengembangan Sarana Angkutan Umum Massal; pengembangan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan terdiri dari jaringan utama (trunk line), Bus Priority, Bus Kota, Rail Bus, dan jaringan pengumpang (feeder line) disesuaikan dengan hierarki jalan; dan pengembangan jaringan angkutan umum massal didukung oleh terminal/stasiun angkutan antar kota dan terminal/stasiun terpadu antar moda dalam kota. b) Pengembangan Sarana Angkutan Umum Massal meliputi jalur Terminal Kartosuro Jalan Brigjend. Slamet Riyadi Simpang Empat Gendengan - II - 12

25 Bundaran Gladag Jalan Jend. Sudirman - Pasar Gede Jalan Urip Sumohardjo - Panggung Jalan Ir. Sutami Terminal Palur. c) Pengembangan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan meliputi:. ke arah timur meliputi: Jl. Brigjend. Slamet Riyadi, Jl. Jend. Sudirman, Jl. Jend. Urip Sumoharjo, Jl. Ir. Sutami, Jl. Kol. Sutarto; dan ke arah barat meliputi: Jl. Kol. Sutarto, Jl. Ir. Sutami, Jl. Jend. Urip Sumoharjo, Jl. Jend. Sudirman, Jl. Brigjend. Slamet Riyadi. d) Penerapan teknologi moda sistem angkutan umum dan koridor/rute pelayanan pada sistem jaringan angkutan umum massal dimungkinkan bisa berubah disesuaikan dengan kapasitas pelayanan yang lebih maksimal. B. Rencana sistem jaringan transportasi perkeretaapian meliputi: 1) revitalisasi jalur kereta api jalur selatan yang menghubungkan Surakarta Bandung, Surakarta Jakarta, dan Surakarta Surabaya; 2) pengembangan jalur utara selatan yang menghubungkan Semarang Surakarta Malang Surabaya; 3) pengembangan jalur tengah yang menghubungkan Semarang Surakarta; dan 4) pengembangan rel ganda yang meliputi Surakarta Yogyakarta Kutoarjo Kroya, dan Surakarta Madiun; 5) pengembangan kereta api komuter yang menghubungkan Surakarta Boyolali, Sragen Surakarta Klaten Jogyakarta Kutoarjo, Surakarta Sukoharjo Wonogiri; 6) pengembangan jalur kereta api yang menghubungkan Kota dengan Bandar Udara Adisumarmo; 7) peningkatan kapasitas pelayanan Stasiun Surakarta Balapan, Stasiun Purwosari, Stasiun Jebres (Jakarta Semarang - Surakarta Surabaya) dan Stasiun Sangkrah (Surakarta Wonogiri); 8) pengembangan transportasi yang terintegrasi antara angkutan jalan raya dengan Kereta Api Komuter Surakarta Boyolali, Surakarta Wonogiri, dan Surakarta Sukoharjo; dan 9) pemeliharaan jalan akses yang menghubungkan jaringan jalan dengan simpulsimpul stasiun kereta api di Kota. II - 13

26 2. Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lainnya a. Rencana sistem jaringan energi meliputi: 1) Pengembangan prasarana kelistrikan dilaksanakan dengan arahan sebagai berikut: a) rencana umum energi listrik daerah yang meliputi perluasan jaringan transmisi listrik, jaringan distribusi listrik, dan penambahan kapasitas listrik kota disesuaikan dengan rencana umum energi Provinsi dan Nasional; b) sumber energi listrik berasal dari Pembangkit Jawa Bali; c) rencana penambahan kapasitas gardu distribusi kurang lebih sebesar (seratus tujuh puluh lima ribu) KVA; d) pengembangan jaringan transmisi dan distribusi listrik yang terpadu dengan RTH, jaringan jalan, dan/atau prasarana lainnya di Kecamatan Jebres. 2) Pengembangan energi listrik meliputi: a) pemanfaatan tenaga surya; dan b) optimalisasi badan-badan air sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) di aliran sungai Bengawan Solo; b. Rencana sistem jaringan telekomunikasi melalui pengembangan jaringan telekomunikasi meliputi sistem kabel dan sistem nirkabel yang menjangkau seluruh wilayah kota. Pengembangan dan pemerataan jaringan telepon kabel yang menjangkau seluruh wilayah kota meliputi: jaringan telepon kabel primer dan jaringan telepon kabel sekunder yang mengikuti ruas jalan perkotaan. Pengembangan dan pemerataan jaringan telepon nirkabel yang menjangkau seluruh wilayah kota berupa telepon seluler pengembangan dan penataan Tower Base Transceiver Station (BTS) secara terpadu di wilayah kota. c. Rencana sistem jaringan sumber daya air kota meliputi: 1) Sistem jaringan sumber daya air meliputi : a) Wilayah Sungai (WS); b) Cekungan Air Tanah (CAT); c) sistem jaringan air baku untuk air bersih; dan d) sistem pengendali banjir. 2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air meliputi aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian II - 14

27 daya rusak air dengan memperhatikan arahan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air Wilayah Sungai Bengawan Solo yang ditetapkan Pemerintah. 3) Wilayah Sungai yang berada pada kota yaitu Wilayah Sungai Bengawan Solo yang merupakan Wilayah Sungai lintas Propinsi mencakup DAS Bengawan Solo. 4) Cekungan Air Tanah yang berada di kota meliputi Cekungan Air Tanah Karanganyar Boyolali. 5) Pengelolaan DAS dilakukan melalui peningkatan, pemeliharaan, dan rehabilitasi pada DAS Bengawan Solo dengan anak-anak sungainya; 6) Pengembangan sistem jaringan air baku untuk penyediaan air bersih dengan pemanfaatan air baku dari air permukaan Sungai Bengawan Solo dan mata air Ingas Cokrotulung, serta penerapan konsep zero deep well. 7) Penyediaan air bersih dengan memanfaatkan air baku meliputi: a) bagian utara wilayah kota dilayani oleh IPA Jebres dengan kapasitas 50 liter per detik dan SPAM Regional melalui IPA Mojosongo; b) bagian tengah wilayah kota dilayani oleh mata air Ingas Cokrotulung dengan kapasitas 400 liter per detik, IPA Fiber dengan kapasitas 50 liter per detik dan IPA Jurug dengan kapasitas liter per detik; dan c) bagian selatan wilayah kota dilayani dengan IPA Semanggi dengan kapasitas 300 liter per detik. 8) Rencana sistem pengendalian banjir terdiri atas pengendalian banjir jangka panjang dan jangka pendek, di kawasan sekitar Sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Gajah Putih, Kali Pepe Hilir, Kali Wingko, Kali Boro, Kali Pelem Wulung, dan Kali Tanggul, antara lain: a) mengembangkan jalur hijau di sepanjang sepanjang sungai dan kali; b) pengendalian banjir jangka panjang dengan pengerukan/normalisasi sungai; c) menetapkan badan air berupa saluran dan sungai sesuai peruntukannya; d) pengembangan prasarana dan sarana untuk pengendalian banjir di pintu air di sepanjang Sungai dan kali; dan II - 15

28 Rencana Pengembangan Infrastruktur Kota 1. Sistem drainase meliputi: a. sistem drainase perkotaan yang terdiri dari jaringan sungai atau kali dan saluran primer penuntasan permukiman berfungsi untuk mengalirkan limpasan air hujan; b. jaringan sungai atau kali adalah Sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Gajah Putih, Kali Pepe Hulu, Kali Pepe Hilir, Kali Wingko, Kali Brojo, Kali Boro, Kali Pelem Wulung, dan Kali Tanggul; dan c. pengaturan mengenai jaringan saluran primer penuntasan permukiman ditetapkan melalui Peraturan Walikota. 2. Sistem persampahan meliputi: a. mengelola sampah dengan menerapkan konsep reduce, reuse and recycle (3R); b. optimalisasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Putri Cempo; dan c. mengembangkan konsep Tempat Pembuangan Akhir sampah regional. 3. Sistem penyediaan air bersih meliputi peningkatan pelayanan jaringan primer dari Cokrotulung Kabupaten Klaten ke jaringan sekunder dan tersier yang mencakup seluruh jaringan jalan di kota serta pengembangan sistem penyediaan air bersih regional yang mengambil sumber air dari Waduk Gajah Mungkur. Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka penyediaan air bersih yaitu: a. meningkatkan pelayanan air bersih dari 57,26 % (lima puluh tujuh koma dua puluh enam per seratus) menjadi 80% (delapan puluh perseratus); b. mengurangi tingkat kebocoran/kehilangan air dari 39,26% (tiga puluh sembilan koma dua puluh enam persen) menjadi 20% (dua puluh persen) di akhir tahun perencanaan; c. meningkatkan produksi air bersih Perusahaan Daerah Air Minum Kota dari 859,54 (delapan ratus lima puluh sembilan koma lima empat) liter per detik menjadi 1.770,17 (seribu tujuh ratus tujuh puluh koma tujuh belas per seratus) liter per detik; d. membangun reservoir baru dengan kapasitas sebesar 300 liter per detik di IPA Semanggi, dan IPA Mojosongo; dan e. meningkatkan kapasitas sebesar 900 liter per detik melalui SPAM regional. Pelayanan dan pengelolaan air minum kota disediakan oleh PDAM ke seluruh wilayah. 4. Sistem pengelolaan air limbah kota meliputi: II - 16

29 a. Sistem pengelolaan terpusat di wilayah pelayanan yaitu :wilayah pelayanan kota bagian selatan dengan pengolahan IPAL di Kelurahan Semanggi. b. Sistem pengelolaan komunal berbasis masyarakat dilakukan di luar sistem perpipaan. c. Sistem pengelolaan prasarana air limbah dilakukan melalui: 1) merehabilitasi jaringan pipa peninggalan Belanda (jaringan saluran disebutkan daerah pelayanannya sampai ke IPAL Semanggi); 2) mengoptimalisasi IPAL Semanggi; 3) meningkatan cakupan pelayanan sambungan air limbah perumahan; dan 4) membangun IPAL di Kelurahan Pucang Sawit dengan kapasitas SR. d. Sistem pengelolaan air limbah B3 diatur melalui peraturan perundang-undangan. 5. Sistem jaringan pedestrian meliputi: a. pengembangan sistem pedestrian pada pusat-pusat kegiatan serta berada pada kawasan pariwisata dan tidak mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem transportasi/sirkulasi yang ada; b. jalur pedestrian dan jalur sepeda diintegrasikan dengan jaringan angkutan umum berikut fasilitas pendukungnya yang memadai dengan memperhitungkan penggunaannya bagi penyandang cacat; c. peningkatan penataan jalur pedestrian pada koridor Purwosari Brengosan Gendhengan Sriwedari Ngapeman Gladag Pasar Gedhe; d. pembangunan jalur pedestrian pada koridor menuju kawasan cagar budaya di seluruh wilayah kota; dan e. pembangunan jalur pedestrian pada koridor menuju kawasan strategis di seluruh wilayah kota. 6. Sistem jaringan jalur sepeda meliputi: a. pengembangan dan perbaikan jalur khusus untuk sepeda di Jalan Brigjend. Slamet Riyadi, Jalan L.U. Adi Sucipto, Jalan MT. Haryono, Jalan Jend. Urip Sumoharjo, Jalan Kol. Sutarto, Jalan Ir. Sutami dan Jalan Dr. Rajiman; b. menanam pohon-pohon yang rindang di sepanjang jalur sepeda; c. mengadakan tempat parkir sepeda yang aman di tempat umum dan tempat kerja; d. memperbaiki rambu di setiap simpang, sehingga memudahkan pengendara sepeda untuk menyeberang jalan tanpa harus bersaing dengan kendaraan bermotor. II - 17

30 7. Sistem jaringan pejalan kaki meliputi: a. meningkatan kualitas jalur pejalan kaki; dan b. mengembangan jalur pejalan kaki dilaksanakan berdasarkan arahan pengembangan dan kewenangan yang dimiliki Pemerintah Daerah. 8. Lokasi parkir dan perpindahan moda terletak di Kelurahan Sondakan-Kecamatan Laweyan, Kelurahan Joyotakan-Kecamatan Pasarkliwon, Kelurahan Pucangsawit dan Kelurahan Mojosongo-Kecamatan Jebres 9. Jalur evakuasi bencana meliputi: a. jalur evakuasi (escape way) bencana, meliputi: 1) arah Selatan, melalui Jalan Veteran Jalan Bhayangkara Jalan Radjiman Jalan dr. Wahidin Sudiro Husodo Jalan Dr. Muwardi Lapangan Manahan; 2) arah Tenggara, melalui Jalan Kapten Mulyadi Jalan Urip Sumohardjo Jalan Jend. Ahmad Yani Lapangan Manahan; 3) arah Timur, melalui Jalan Ir. Sutami Jalan Kol. Sutarto Jalan Jend. Ahmad Yani Lapangan Manahan; dan b. jalur evakuasi menuju tempat evakuasi (melting point) skala kota yang berlokasi di Gelanggang/Lapangan Olah Raga Manahan serta tempat evakuasi untuk skala kawasan dan lokal berlokasi di kantor kecamatan atau kantor kelurahan yang ada pada masing-masing kawasan Rencana Pola Ruang Wilayah Kebijakan pengembangan pola ruang Kota Surakarta berdasarkan RTRW Kota Surakarta tahun yaitu : Kawasan Lindung Kawasan lindung terdiri atas: 1. Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan Sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Sumber, Kali Gajahputih, Kali Pepe, Kali Wingko, Kali Brojo, Kali Boro, Kali Pelem Wulung dengan arahan pengembangan meliputi: a. Sungai Bengawan Solo yang melalui kota memiliki garis sempadan sungai sekurangkurangnya 5 (lima) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul; dan II - 18

31 b. Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Sumber, Kali Gajahputih, Kali Pepe, Kali Wingko, Kali Brojo, Kali Boro, Kali Pelem Wulung yang melalui kota memiliki garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Luas kawasan perlindungan setempat kurang lebih 401 (empat ratus satu) ha dengan sebaran lokasi di Kawasan I seluas 47 (empat puluh tujuh) ha, terletak di Kecamatan Jebres seluas 12 (dua belas) ha, Kecamatan Laweyan seluas 5 (lima) Ha dan Kecamatan Pasarkliwon seluas 30 (tiga puluh) ha; Rencana pengembangan kawasan perlindungan setempat, meliputi: a. mempertahankan fungsi sempadan sungai dan mengendalikan perkembangannya; b. mengembalikan fungsi sempadan sungai di seluruh wilayah kota sebagai RTH secara bertahap; dan c. merehabilitasi kawasan sempadan sungai yang mengalami penurunan fungsi. 2. Penyediaan RTH untuk mencapai luasan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah kota, dikembangkan RTH privat minimal 10% (sepuluh persen) dan RTH publik sebesar 20% (dua puluh persen) dari luas wilayah kota. Penyediaan RTH privat meliputi pekarangan rumah, perkantoran, pertokoan dan tempat usaha, kawasan peruntukan industri, fasilitas umum, dengan luasan sekitar 446,32 (empat ratus empat puluh enam koma tiga puluh dua) ha atau sekitar 10,13% (sepuluh koma tiga belas persen) dari luas kota. RTH publik dengan luasan sekitar 882,04 (delapan ratus delapan puluh dua koma nol empat) ha atau sekitar 20,03% (dua puluh koma nol tiga persen) dari luas kota meliputi: a. RTH taman kota/alun-alun/monumen dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 357 (tiga ratus lima puluh tujuh) ha. b. RTH taman pemakaman dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 50 (lima puluh) ha. c. RTH penyangga air (resapan air) dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 11,55 (sebelas koma lima puluh lima) ha. d. RTH jalur jalan kota dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 214,55 (dua ratus empat belas koma lima puluh lima) ha. e. RTH sempadan sungai dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 77,61 (tujuh puluh tujuh koma enam puluh satu) ha. II - 19

32 f. RTH sempadan rel dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 73 (tujuh puluh tiga) ha. g. RTH tanah negara dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 77,23 (tujuh puluh tujuh koma dua puluh tiga) ha. h. RTH kebun binatang dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 21,10 (dua puluh satu koma sepuluh) ha. 3. Kawasan cagar budaya seluas 81 (delapan puluh satu) ha, dengan sebaran lokasi di Kawasan I seluas 57 (lima puluh tujuh) ha yang tersebar di Kecamatan Laweyan seluas 4 (empat) ha dan Kecamatan Pasar kliwon seluas 53 (lima puluh tiga) ha; Kawasan cagar budaya yang terbagi dalam: a. kelompok kawasan, meliputi ruang terbuka/taman, dan kawasan bangunan cagar budaya lainnya yang memenuhi kriteria yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; b. kelompok bangunan, meliputi bangunan rumah tradisional, bangunan umum kolonial, bangunan peribadatan, gapura, tugu, monumen, dan perabot jalan. Pengembangan dan pengelolaan kawasan cagar budaya melalui: a. Pengembangan jalur khusus wisata yang menghubungkan antar kawasan cagar budaya diatur dalam rencana induk pariwisata kota. b. Pelestarian cagar budaya yang mengalami penurunan fungsi dan kondisi bangunan diatur dalam rencana induk pelestarian cagar budaya. 4. Kawasan rawan bencana alam meliputi kawasan rawan bencana banjir. Kawasan rawan bencana banjir meliputi kawasan sepanjang sisi Sungai Bengawan Solo dan sekitarnya. Kawasan rawan bencana banjir meliputi: a. Kecamatan Pasarkliwon di Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Joyosuran, Kelurahan Kauman, Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Pasarkliwon, Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Semanggi; dan b. Kecamatan Serengan di Kelurahan Danukusuman, Jayengan, Joyotakan, Kemlayan, Kratonan, Serengan, dan Tipes. Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana banjir meliputi: a. normalisasi Sungai Bengawan Solo, Kali Jenes, Kali Anyar, Kali Gajah Putih, Kali Pepe Hilir, Kali Wingko, Kali Boro, Kali Pelem Wulung dan Kali Tanggul; II - 20

33 b. penguatan tanggul sungai di sekitar Sungai Bengawan Solo, Kali Wingko, Kali Anyar, Kali Gajah Putih; c. pemeliharaan kolam retensi; dan d. revitalisasi drainase perkotaan. Kawasan Budidaya Kawasan budidaya terdiri atas: Kawasan peruntukan industri meliputi: a. Industri rumah tangga diantaranya industri rumah tangga pembuatan shuttle cock dan gitar di Kecamatan Pasarkliwon; b. Industri kreatif meliputi industri batik di Kecamatan Pasarkliwon dan Laweyan. Kawasan peruntukan industri meliputi: a. penetapan kegiatan industri ramah lingkungan dan harus dilengkapi dengan sistem pengolahan limbah; dan b. pengembangan kawasan industri yang didukung oleh jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan. Kawasan peruntukan pariwisata terdiri dari pariwisata cagar budaya dan nilai-nilai tradisional, pariwisata sejarah, pariwisata belanja dan pariwisata kuliner serta transportasi pariwisata. Kawasan pariwisata cagar budaya, sejarah, dan nilai-nilai tradisional terletak di Kecamatan Laweyan, Kecamatan Banjarsari, dan Kecamatan Pasarkliwon. Kawasan pariwisata belanja meliputi wisata belanja batik di Kecamatan Pasarkliwon dan Kecamatan Laweyan. Kawasan pariwisata kuliner yang tersebar di wilayah kota. Untuk menunjang pariwisata dikembangkan transportasi wisata yang meliputi: a. pengembangan prasarana transportasi wisata menggunakan jaringan jalan rel, jalan raya, dan sungai; b. jaringan transportasi wisata menggunakan jalan rel dan jalan raya berada pada koridor yang menghubungkan Stasiun Jebres, Stasiun Surakarta Balapan, Stasiun Purwosari, dan Stasiun Sangkrah; c. jaringan transportasi wisata sungai dikembangkan di Kali Pepe, Kali Anyar, dan Sungai Bengawan Solo. Pengelolaan kawasan peruntukan pariwisata, meliputi: a. pengembangan pola perjalanan wisata kota; II - 21

34 b. pengembangan kegiatan pendukung yang meliputi hotel, restoran, pusat penukaran uang asing, pusat souvenir, dan oleh-oleh; dan c. Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata kota lebih lanjut akan diatur dalam rencana induk pariwisata. Kawasan peruntukan permukiman dikembangkan seluas (dua ribu dua ratus tujuh puluh lima) ha, yang tersebar di seluruh wilayah Kota. Pengembangan perumahan vertikal berupa Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kecamatan Serengan. Kawasan peruntukan permukiman yaitu kawasan permukiman kepadatan tinggi dengan sebaran di Kawasan I seluas 464 (empat ratus enam puluh empat) ha yaitu di: a) Kecamatan Jebres seluas 62 (enam puluh dua) ha; b) Kecamatan Laweyan seluas 111 (seratus sebelas) ha; c) Kecamatan Pasarkliwon seluas 186 (seratus delapan puluh enam) ha; d) Kecamatan Serengan seluas 105 (seratus lima) ha; Peningkatan kualitas permukiman kumuh di seluruh wilayah kota. Pengembangan perumahan yang menyediakan ruang terbuka di seluruh wilayah kota. Pengembangan taman pada masing-masing PPK, SPK dan PL; dan Pengembangan sumur sumur resapan individu dan kolektif di setiap pengembangan lahan terbangun. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa meliputi: a. Pasar tradisional berada di wilayah Kelurahan Kauman, Kelurahan Kemlayan, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Sudiroprajan, Kelurahan Nusukan, Kelurahan Danusuman, Kelurahan Panjang, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Karangasem, Kelurahan Manahan, Kelurahan Sriwedari, Kelurahan Ketelan, Kelurahan Keprabon, Kelurahan Mojosongo dan Kelurahan Pasarkliwon. b. Pusat perbelanjaan meliputi: 1) pengembangan perdagangan skala regional kota diantaranya di Kelurahan Danusuman, Kelurahan Serengan, Kelurahan Kedung Lumbu-Kecamatan Pasarkliwon dan Kelurahan Panularan-Kecamatan Laweyan berupa perdagangan grosir dan pasar besar; dan 2) pengembangan kawasan perdagangan berbentuk rumah toko di sepanjang jalan protokol. II - 22

35 c. Toko modern berupa pengembangan pusat perbelanjaan dan toko modern di wilayah kota yang penempatannya ditetapkan dalam Peraturan Walikota. Pengembangan kawasan peruntukan perkantoran di Kawasan I seluas 1 (satu) ha, yaitu di Kecamatan Laweyan; Kawasan RTNH di kawasan I seluas 3 (tiga) ha, terletak di Kecamatan Jebres seluas 1 (satu) ha dan Kecamatan Pasarkliwon seluas 2 (dua) Ha; Kawasan peruntukan kegiatan sektor informal meliputi: a. ruang yang sudah ditetapkan sebagai ruang relokasi dan pengelompokkan PKL oleh Pemerintah Daerah; b. ruang sekitar pusat perdagangan disediakan oleh pemilik pusat perdagangan sebagai bentuk dari Coorporate Social Responsibility (CSR); c. ruang tempat penyelenggaraan acara Pemerintah Daerah dan/atau pihak swasta sebagai pasar malam (night market), di Jalan Diponegoro dan Jalan Gatot Subroto; dan d. sebaran ruang bagi kegiatan sektor informal, di Kawasan I yaitu di Kelurahan Kedunglumbu, Kelurahan Jayengan, Kelurahan Keratonan dan Kelurahan Sriwedari- Kecamatan Pasarkliwon; Kawasan peruntukan lain pertanian seluas sekitar 111 (seratus sebelas) ha yang terletak di Kecamatan Pasarkliwon, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres, terdiri dari lahan pertanian basah dan lahan pertanian kering yang ditetapkan dan dipertahankan sebagai kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Lahan pertanian kering meliputi lahan kering di kawasan I seluas 3 (tiga) ha yaitu di Kelurahan Semanggi-Kecamatan Pasarkliwon. Kawasan peruntukan lain perikanan terdiri dari: a. kawasan perikanan tangkap; b. Kawasan perikanan budidaya dialokasikan di perairan umum darat tersebar di Kelurahan Manahan, Kelurahan Sumber, Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Banjarsari dan Kelurahan Mojosongo-Kecamatan Jebres. c. Kawasan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tersebar di Balekambang di depo Kelurahan Gilingan dan Kelurahan Manahan-Kecamatan Banjarsari. II - 23

36 Kawasan peruntukan lain pelayanan umum yang meliputi pendidikan, kesehatan dan peribadatan dikembangkan di seluruh wilayah kota. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan di seluruh wilayah diantaranya meliputi: a. Korem 074/ Warastratama di Kecamatan Laweyan; b. Komando Rayon Militer (Koramil) yang terdapat di kecamatan-kecamatan; c. Pusdiktop Kodiklat di Kecamatan Pasarkliwon; d. Kantor Polisi Militer di Kecamatan Pasarkliwon Rencana Kawasan Strategis Kawasan strategis Kota diantaranya adalah : a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan aspek ekonomi merupakan kawasan terpadu yang diantaranya pada koridor Jalan Jend. Gatot Subroto dan sebagian ruas Jalan Dr. Rajiman (Coyudan) Kelurahan Kemlayan-Kecamatan Serengan; dan b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan aspek sosial budaya diarahkan di kawasan Keraton Kasunanan, Keraton Mangkunegaran, dan Taman Sriwedari. c. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan ilmu pengetahuan di kawasan Solo Techno Park. d. Kawasan strategis kota dari sudut kepentingan lingkungan di Kawasan Satwa Taru Jurug 2.3. GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN Wilayah Administrasi Kawasan I Kota Surakarta terdiri dari 22 Kelurahan dengan wilayah administrasi seluas 1.063,45 ha. Kelurahan yang termasuk dalam Kawasan I Kota Surakarta berasal dari 4 Kecamatan yang berbeda antara lain Kecamatan Pasar kliwon sebanyak 9 Kelurahan, Kecamatan Serengan sebanyak 7 Kelurahan dan Kecamatan laweyan sebanyak 3 Kelurahan serta Kecamatan Jebres sebanyak 3 Kelurahan. Kelurahan yang memiliki wilayah terluas adalah Kelurahan Semanggi yaitu seluas 166,82 ha sedangkan Kelurahan dengan wilayah administrasi paling sedikit adalah Kelurahan Kauman yaitu seluas 19,2 ha. Untuk lebih jelasnya mengenai luasan wilayah administrasi Kawasan I Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel II.5. II - 24

37 2.3.2 Kondisi Sosial dan Kependudukan Kawasan I Kota Surakarta A. Jumlah penduduk dan Kepadatan Penduduk Kawasan I Kota Surakarta pada tahun 2013 memiliki penduduk sebanyak jiwa.kelurahan yang memiliki penduduk paling banyak adalah Kelurahan Semanggi yaitu sebanyak jiwa, kelurahan yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Kelurahan Kauman yaitu sebanyak jiwa. Kepadatan penduduk di Kawasan I Kota Surakarta pada tahun 2013 sebesar 182 jiwa/ha.kelurahan dengan angka kepadatan penduduk paling banyak adalah Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres yaitu sebanyak 275 jiwa/ha, sedangkan kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah Kelurahan Sriwedari yaitu sebanyak 83 jiwa/ha. No Tabel II.3 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha) Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 Kecamatan/Kelurahan Luas (ha) Jumlah Penduduk Kepadatan Jiwa/ha A Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi 166, Pasar Kliwon Baluwarti 40, Gajahan 33, Kauman 19, Kampung Baru 30, Kedung Lumbu 55, Sangkrah 45, Jumlah A 481, B Kecamatan Serengan 1 Joyokatan 45, Danukusuman 50, Serengan Tipes Kratonan 32, Jayengan 29, Kemlayan Jumlah B 319, C Kecamatan Laweyan 1 Panularan 54, II - 25

38 No Kecamatan/Kelurahan Luas Jumlah Kepadatan (ha) Penduduk Jiwa/ha 2 Sriwedari 51, Penumping 50, Jumlah C 156, D Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu 48, Jumlah D 106, TOTAL 1063, Sumber : BPS dalam Angka 2014 B. Jumlah penduduk Menurut Jenis Kelamin Penduduk di Kawasan I Kota Surakarta pada tahun 2013 sebanyak jiwa yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak jiwa. Jumlah penduduk laki-laki paling banyak terdapat di Kelurahan Semanggi yaitu sebanyak jiwa, sedangkan paling sedikit berada di Kelurahan Kampung Baru yaitu sebanyak jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan paling banyak berada di Kelurahan Semanggi yaitu sebanyak jiwa dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan paling sedikit berada di Kelurahan Kauman yaitu sebanyak jiwa. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel yang ada berikut. Tabel II.4 Penduduk Menurut Jenis KelaminKawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 No Kecamatan/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah A Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu II - 26

39 No Kecamatan/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah 9 Sangkrah Jumlah A B Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B C Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C D Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 C. Jumlah penduduk Menurut Kelompok Umur Jumlah penduduk di Kawasan I Kota Surakarta pada tahun 2013 sebanyak jiwa. Kelompok umur yang paling banyak penduduknya adalah kelompok umur yaitu sebanyak jiwa, sedangkan kelompok umur paling sedikit jumlahnya adalah kelompok umur 60 tahun keatas yaitu sebanyak jiwa. Berdasarkan kelompok umur yang ada, maka jumlah penduduk usia produktif (usia 20 sampai dengan 49 tahun) sebanyak jiwa, sedangkan penduduk yang tidak produktif (usia 50 tahun keatas) sebanyak jiwa. II - 27

40 Tabel II.5 Penduduk Menurut Kelompok Umum di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 No Kecamatan/Kelurahan Jumlah A Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A B Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B C Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C II - 28

41 No Kecamatan/Kelurahan Jumlah D Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 II - 29

42 No A B C D. Jumlah penduduk Menurut Pendidikan Jumlah penduduk usia 5 tahun keatas di Kawasan I Kota Surakarta menurut pendidikan pada tahun 2013 sebanyak jiwa. Tingkat pendidikan paling banyak di Kawasan I Kota Surakarta adalah penduduk Tamatan SLTA yaitu sebanyak jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang tidak sekolah sebanyak jiwa.penduduk yang berpendidikan tamat akademi/perguruan tinggi di Kawasan I Kota Surakarta sebanyak jiwa. Kecamatan/ Kelurahan Kecamatan Pasar Kliwon Tabel II.6 Banyaknya Penduduk Usia 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 Tamat Akademi/PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak Tamat SD Belum Tamat SD Tidak Sekolah Jumlah 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C II - 30

43 No D Kecamatan/ Kelurahan Kecamatan Jebres Tamat Akademi/PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak Tamat SD Belum Tamat SD Tidak Sekolah Jumlah 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 E. Jumlah penduduk Menurut Mata Pencaharian Jumlah Penduduk Kawasan I Kota Surakarta menurut mata pencaharian pada tahun 2013 sebanyak jiwa.mata pencaharian yang paling sedikit digeluti oleh masyarakat di Kawasan I Kota Surakarta adalah sebagai petani yaitu sebanyak 4 jiwa. Penduduk yang bekerja sebagai pengusaha sebanyak jiwa, penduduk yang bekerja sebagai buruh industri sebanyak jiwa, penduduk yang bekerja sebagai buruh bangunan sebanyak jiwa, penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak jiwa, penduduk yang bekerja di sektor angkutan sebanyak jiwa, penduduk yang bekerja sebagai PNS/ TNI/POLRI sebanyak jiwa Gambar 2.2 Diagram Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 II - 31

44 Tabel II.7 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 No Kecamatan/Kelurahan Petani Pemilik Buruh Buruh PNS/TNI/ Pedagang Angkutan Usaha Industri Bangunan POLRI Pensiunan lain Jumlah A Kecamatan Pasar Kliwon B C 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C II - 32

45 No Kecamatan/Kelurahan Petani D Kecamatan Jebres Pemilik Usaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/TNI/ POLRI Pensiunan lain Jumlah 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 II - 33

46 F. Jumlah penduduk Menurut Agama Jumlah penduduk di Kawasan I Kota Surakarta tahun 2013 paling banyak menganut agama islam yaitu sebanyak jiwa atau sebesar 79,81% dari penduduk total Kawasan I Kota Surakarta, penduduk yang memeluk agama katolik sebanyak jiwa, penduduk yang memeluk agama Kristen protestan sebanyak jiwa, penduduk yang beragama budha sebanyak 756 jiwa dan penduduk yang beragama hindu sebanyak 186 jiwa. Tabel II.8 Banyaknya Penduduk Menurut Agama di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 No Kecamatan/Kelurahan Islam Katolik Protestan Budha Hindu Jumlah A Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A B Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B C Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C D Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka Sarana dan Prasarana Kota II - 34

47 A. Sarana Perumahan dan Permukiman Kawasan I Kota Surakarta merupakan kawasan pusat kota dimana terdapat konsentrasi permukiman yang cukup tinggi (padat). Berkaitan dengan hal tersebut sarana perumahan dan permukiman pada Kawasan I ini selain berupa perumahan yang telah lama tumbuh dan berkembang, di kawasan ini juga terdapat dua lokasi rumah susun yaitu di Begalon Kel.Panularan dan Kel.Semanggi. Tabel II.9 Data Kondisi Rusunawa di Kawasan I Kota Surakarta No Lokasi Rusunawa Tahun Terhuni/ Jumlah pengelola Pembangunan tidak Penghuni Kondisi 1 Rusunawa Begalon I dan II dan Terhuni UPTD Rumah Susun Pemkot Surakarta 192 KK Baik 2 Rusunawa Semanggi 2008 Terhuni UPTD Rumah Susun Pemkot Surakarta 196 KK Baik Sumber: DPU Kota Surakarta - UPTD Rumah Susun, 2014 Sebagaimana wilayah lain, Kota Surakarta terutama Kawasan I juga menghadapi masalah dalam penyediaan lingkungan hunian (rumah) yang layak huni, memenuhi standar rumah yang aman, nyaman, sehat dan produktif. Jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kota Surakarta secara keseluruhan mencapai sekitar 10,33%. Di Kawasan I, secara umum persentase rumah tidak layak ini mencapai lebih besar daripada rata-rata kota yaitu 15,93%. Persentase RTLH terbesar berada di Kec.Serengan yang mencapai 42%. Berikut pada Tabel II. di bawah ini adalah data jumlah rumah tidak layak huni Kota Surakarta tahun 2012.Besarnya jumlah rumah tidak layak ini ini menunjukkan besarnya lingkungan kumuh perkotaan, sehingga memerlukan perhatian dalam penataannya, yang dalam hal ini dapat menjadi perhatian dalam perencanaan RDTR di kawasan ini. Tabel II.10 Sebaran Rumah Tidak Layak Huni Kota Surakarta 2012 KELURAHAN JUMLAH RUMAH JUMLAH RTLH PERSENTASE (UNIT) (UNIT) (%) KEC. JEBRES ,15% Gandekan ,31% Sewu ,35% Sudiroprajan ,27% KEC.LAWEYAN ,55% II - 35

48 KELURAHAN JUMLAH RUMAH JUMLAH RTLH PERSENTASE (UNIT) (UNIT) (%) Panularan ,91% Penumping ,22% Sriwedari ,06% KEC.PASAR KLIWON ,99% Baluwarti ,86% Gajahan ,29% Joyosuran ,30% Kampung Baru ,14% Kauman ,91% Kedung Lumbu ,60% Pasar Kliwon ,51% Sangkrah ,36% Semanggi ,48% KEC.SERENGAN ,53% Danukusuman ,71% Jayengan ,34% Joyotakan ,91% Kemlayan ,11% Kratonan ,71% Serengan ,34% Tipes ,33% KAWASAN I ,93% Sumber: Solokotakita,2013 Sementara itu dari hasil identifikasi BAPPEDA Kota Surakarta, pada kawasan ini terdapat 10 titik kawasan permukiman kumuh dengan luas sekitar 92,21 ha, baik berupa lingkungan perumahan padat maupun perumahan pada bantaran sungai. Sebaran kawasan kumuh ini terbanyak berada pada Kec.Pasar Kliwon yaitu pada 5 kelurahan, disusul Kec.Jebres pada 3 lokasi dan Kec.Serengan meliputi 2 lokasi (lihat Tabel II.17 dan gambar-gambar di bawah ini). Tabel II.11 Sebaran Lingkungan Permukiman Kumuh di Kawasan I Kota Surakarta No Tipologi Kawasan Kumuh Kelurahan Kecamatan Luas Kawasan Kumuh 1 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan SUDIROPRAJAN Bantaran Sungai GANDEKAN Jebres Bantaran Sungai SEWU Bantaran Sungai & Padat Perkotaan JOYOTAKAN 6.55 Serengan 5 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan DANUKUSUMAN Padat Perkotaan JOYOSURAN Pasar Kliwon 3.00 II - 36

49 No Tipologi Kawasan Kumuh Kelurahan Kecamatan Luas Kawasan Kumuh 7 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan SEMANGGI Padat Perkotaan PASAR KLIWON Padat Perkotaan KEDUNG LUMBU Bantaran Sungai & Padat Perkotaan SANGKRAH TOTAL KAWASAN KUMUH KAWASAN I KOTA SURAKARTA Sumber: Hasil identifikasi BAPPEDA Kota Surakarta, 2014 Gambar 2.3 Kawasan Kumuh di Kel. Gandekan Kec. Jebres Sumber :Bappeda Kota Surakarta (2014) II - 37

50 Gambar 2.4 Kawasan Kumuh di Kel. Joyotakan Kec. Serengan Sumber :Bappeda Kota Surakarta (2014) II - 38

51 Gambar 2.5 Kawasan Kumuh di Kel. Danukusuman Kec. Serengan Sumber :Bappeda Kota Surakarta (2014) II - 39

52 Gambar 2.6 Kawasan Kumuh di Kel. Joyosuran Kec. Pasar Kliwon Sumber :Bappeda Kota Surakarta (2014) II - 40

53 Gambar 2.7 Kawasan Kumuh di Kel. Pasar Kliwon Kec. Pasar Kliwon Sumber :Bappeda Kota Surakarta (2014) II - 41

54 Gambar 2.8 Kawasan Kumuh di Kel. Kedunglumbu Kec. Pasar Kliwon Sumber :Bappeda Kota Surakarta (2014) II - 42

55 Penyusunan KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I Kawasan I II - 43

56 Kawasan perumahan dan permukiman di Kawasan I juga sangat erat terkait dengan keberadaan Cagar Budaya.Sebagaimana diketahui beberapa lokasi cagar budaya di Kawasan I Kota Surakarta adalah di kawasan keraton Baluwarti, Kawasan Kampung Batik (Kauman), Kawasan Kampung Etnik Arab (Pasar Kliwon) dan Kampung Semanggi. Kawasan-kawasan tersebut menjadi perhatian dalam perencanaan RDTR. Berikut ini adalah sekilas tentang kondisi kawasan tersebut : 1. Kawasan Keraton Baluwarti Keraton Kasunanan Surakarta dibangun sejak tahun 1945 oleh Pakubuwono II dengan demikian usia bangunan dan lingkungan sudah melebihi usia 50 tahun (Monumen Ordonantie Stbl, 238/1931), jadi keraton dilihat dari usianya sudah lebih dari setengah abad dan ini termasuk bangunan dan lingkungan yang dilestarikan. Keraton dan lingkungannya perlu di konservasi secara keseluruhan sedangkan bentuk konservasi meliputi: Lingkungan Bagian Gapura Gladag, Bagian Alun-Alun utara, Pagelaran, Sasono Mulyo, Kamandungan, Inti Keraton Masangur, Siti Hinggil Kidul, alun-alun kidul dan bagian gapura Gladag. Sedangkan bentuk konservasi meliputi preservasi, restorasi/ rehabilitasi dan revitalisasi/adaptasi. Keistimewaan dalam hal ini adalah bangunan yang dilindungi karena memiliki keistimewaan, misalnya terpanjang, tertinggi, tertua, terbesar, yang pertama dan sebagainya, keraton menjadi istimewa karena mempunyai bentuk fisik lingkungan yang sangat menonjol, bekas lingkungan pemerintahan kerajaan, mempunyai nilai sejarah yang tinggi, mempunyai bentuk arsitektur tradisional jawa, menyatu dengan bentuk arsitektur Islam. Restorasi merupakan mengembalikan suatu tempat kekeadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru,1 seperti sekarang dilakukan rehabilitasi Siti Hinggil yang ada di utara. Revitalisasi/adaptasi merupakan tempat agar digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, yang dimaksud dengan fungsi yang lebih sesuai adalah kegunaan yang tidak melihat perubahan drastis atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal, dalam II - 44

57 hal ini dari pihak keraton mengadakan rehabilitasi Siti Hinggil yang saat ini kondisi fisik bangunannya kurang baik. Dikaitkan dengan konsepsi kota Jawa masa lalu, kampung Baluwarti dapat diartikan sebagai kutha Sala. Awal pembentukan kampung Baluwarti, bersamaan dengan Kraton Kasunanan Surakarta.Sebagai ikutan keberadaan Kraton, lingkungan Baluwarti merupakan permukiman yang sengaja dibuat untuk mendukung keberadaan Kraton, sekaligus menjadi area pertahanan Kraton.Oleh karena itu, keberadaan permukiman di Baluwarti merupakan bagian dari satu kesatuan tidak terpisahkan dengan Kraton Kasunanan Surakarta. Untuk menunjang aktivitas kehidupan seharihari, terdapat beberapa fasilitas lingkungan yang digunakan untuk kepentingan Kraton maupun penduduk di Baluwarti. 2. Kawasan Kampung Batik (Kauman) Kauman sebagai kawasan lama kota Surakarta yang terletak di pusat kota mempunyai nilai strategis dalam pengembangannya, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di kawasan ini tidak akan lepas dari perkembangan kota secara makro. Luas kawasan ini adalah 19,20 Ha, dengan jumlah penduduk orang. Kampung Kauman ini merupakan Kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Kawasan ini dibatasi oleh jalanjalan utama kota yang mempunyai intensitas lalu lintas cukup padat, dengan jaringan jalan perkampungannya berpola papan catur dan mempunyai ciri khas berupa loronglorong sempit. Bangunan disini pada awalnya berorientasi ke masjid Agung Surakarta, dengan bentuk bangunan rumah Jawa.Kondisi permukiman disini cukup padat dan dilingkungan ini tidak dijumpai ruang terbuka bagi fasiitas komunal penghuninya.secara makro saat ini perkembangan fisik kawasan ini dicirikan sebagai daerah perumahan, perdagangan dan jasa. II - 45

58 Pada umumnya bentuk-bentuk bangunan rumah tinggal disini tidak berbeda dengan bangunan rumah tradisional yang ada di Kota Surakarta yaitu berbentuk limasan, pelana dan joglo, sedang huniannya sesuai dengan kepercayaan Jawa berorientasi Utara-Selatan. Selain bangunan yang diperuntukkan sebagai hunian di Kauman ini juga banyak bangunan hunian yang bergabung dengan pabrik. Rumah-rumah dengan fungsi gabungan ini dicirikan dengan pagar keliling setinggi antara 5-6 meter, dengan pintu gerbang (regol) besar disamping sebagai sirkulasi untuk pekerjanya, dan pintu-pintu dobel (berlapis) dari papan untuk bagian luarnya dan pintu kaca pada bagian dalamnya sebagai pintu utama. Disamping itu juga dicirikan tidak adanya daerah peralihan antara publik space dan zone privat hunian. Dengan perkembangan yang ada sekarang, maka ciri arsitektur kawasan ini sudah banyak berubah, terutama pada daerah tepian jalan utama yang tumbuh menjadi kawasan perdagangan, grosir dan jasa.sedangkan untuk perkampungannya ciri arsitektur tradisionalnya masih nampak tetapi fungsinya telah berubah.penggunaan komponen-komponen baru dipakai terutama pada penyelesaian bukaan-bukaanya (pintu-jendela), menurut penghuninya untuk mencari kepraktisan dan kemudahan perawatan. Sedang untuk struktur konstruksinya pada daerah perkampungan ini masih banyak yang asli hanya pada bangunan yang berubah total dengan wajah baru saja yang strukturnya telah disesuaikan dengan bentuk bangunannya. 3. Kawasan Kampung Etnik Arab (Pasar Kliwon) Perkampungan Arab di Surakarta menempati tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Kedung Lumbu. Kecamatan Pasar Kliwon atau berada disebelah timur tembok Baluwarti Kraton Surakarta. Penempatan kampung Arab secara berkelompok tersebut sudah diatur sejak jaman dulu untuk mempermudah pengurusan bagi etnis asing di Surakarta dan demi terwujudnya ketertiban dan keamanan. Etnis Arab mulai datang di Pasar Kliwon diperkirakan sejak abad ke-19. Terbentuknya perkampungan di Pasar Kliwon, selain disebabkan oleh adanya politik pemukiman di masa kerajaan, juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial. Pola pemukiman di daerah kerajaan masih mengacu pada pembagian kelas sosial, yakni sentono dalem, abdi dalem dan kawulo dalem. Sedangkan kedudukan etnis Arab sebagai orang asing yang berada di luar sistem sosial masyarakat II - 46

59 Jawa, pemukimannya dikelompokkan di daerah tertentu serta terpisah dari penduduk lainnya. Munculnya perkampungan Arab di Pasar Kliwon yang telah ada sejak zaman kerajaan, dipertajam lagi pada masa kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda selalu berusaha untuk memisahkan orang- orang Arab dari pergaulan dan kontak sosial dengan etnis Jawa. Penguasa Hindia- Belanda menentang pembaharuan keturunan Arab dengan ancaman siapa yang berani membaur berarti melakukan tindakan kriminal. Pemukiman orang-orang Arab di Pasar Kliwon juga disebabkan oleh tarikan migran yang datang dalam kelompoknya sendiri mempunyai latar belakang budaya yang sama sehingga terbentuk suatu perkampungan yang khusus dihuni oleh etnis Arab. Perkampungan orang-orang Arab tersebut selanjutnya bukan lagi merupakan pemukiman yang eksklusif. Perkampungan orang-orang Arab di Pasar Kliwon berpola tersebar hampir merata di antara penduduk etnis Jawa. Penyebaran pemukiman ini sangat menentukan dalam mempercepat proses integrasi kelompok minoritas Arab dengan penduduk Jawa. 4. Kampung Semanggi Semanggi merupakan kelurahan paling tenggara Kota Surakarta yang dua sisi wilayahnya berbatasan dengan Pemkab Sukoharjo.Dari sisi sejarah, kelurahan berluas sekitar 166 Ha itu disebut-sebut telah mulai ada sejak zaman Majapahit.Pada zaman itu penduduk Semanggi dikenal sebagai nelayan yang menggantungkan hidup pada bandarbandar di sekitar Bengawan Solo. Dari situ pulalah nama Semanggi dianggap berasal dari nama tanaman dengan nama sama yang lazim tumbuh di perairan pinggiran bengawan. Ada sejarawan yang menyebut nama lain Bengawan Solo sebagai Bengawan Semanggi yang terjadi pada abad ke-17 seperti yang dicatat dalam Further Topographical Notes on the Ferry Charter of 1359 tulisan J Noorduyn. Pada piagam yang disebut Ferry Charter itu pulalah ditunjukkan nilai penting Bengawan Semanggi sebagai daerah bandar besar.jumlahnya bahkan mencapai 44 bandar, sehingga dapat dibayangkan betapa ramai aktivitas kapal yang bersauh disitu.sebagai daerah pinggiran bengawan, Semanggi tumbuh sebagai daerah yang subur. Wedheg (tanah bercampur pasir) dan waled (tanah endapan) yang berasal dari aliran bengawan membuat lahan di sekitar itu sebagai lahan subur untuk pertanian. Kondisi tersebut tentu saja memunculkan komunitas baru.selain nelayan dan penambang pasir, Semanggi dihuni kalangan petani.mereka bercocok tanam II - 47

60 berbagai jenis tanaman dan sayuran, antara lain tembakau, jagung, terong, krai, semangka, cabai, dan kacang.akan tetapi kondisinya sekarang sudah berubah.popularitas Semanggi sebagai wilayah bandar juga pentingnya daerah itu dari sisi historis sejak zaman Majapahit seakan-akan berkebalikan dari pencitraannya sekarang. B. Sarana Pendidikan Saranapendidikan di Kawasan I Kota Surakarta tahun 2013 terdiri dari SD negeri sebanyak 61 unit, SD swasta sebanyak 41 unit, SLTP Negeri sebanyak 10 unit, SLTP swasta sebanyak 21 unit, SLTA Negeri sebanyak 4 unit, SLTA Swasta sebanyak 10 unit dan sarana pendidikan berupa pendidikan tinggi sebanyak 6 unit. Jumlah sarana pendidikan berupa SD Negeri paling banyak terdapat di Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon yaitu sebanyak 12 unit. No A B Tabel II.12 Banyaknya Sarana Pendidikan di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 SD SD SLTP SLTA SLTA Kecamatan/Kelurahan SLTP N Negeri Swasta Swasta N Swasta Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B PT II - 48

61 No C D Kecamatan/Kelurahan Kecamatan Laweyan SD Negeri SD Swasta SLTP N SLTP Swasta SLTA N SLTA Swasta 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 C. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan di Kawasan I Kota Surakarta pada tahun 2013 terdiri dari Rumah sakit sebanyak 4 unit, balai Pengobatan sebanyak 17 unit, Puskesmas sebanyak 5 unit, Puskesmas pembantu sebanyak 9 unit dan apotik sebanyak 36 unit. Rumah Sakit paling banyak terdapat di Kecamatan Serengan yaitu sebanyak 3 unit, Balai Pengobatan paling banyak terdapat Kecamatan Pasar Kliwon yaitu sebanyak 8 unit, sedangkan untuk sarana kesehatan berupa apotik paling banyak terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon yaitu sebanyak 12 unit Tabel II.13 Banyaknya Sarana Kesehatan di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 No Kecamatan/Kelurahan RS B. Pengobatan Puskesmas Pustu Apotik A Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A B Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman PT II - 49

62 No Kecamatan/Kelurahan RS B. Pengobatan Puskesmas Pustu Apotik 3 Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B C Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C D Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 D. Sarana Peribadatan Sarana Peribadatan di Kawasan I Kota Surakarta pada tahun 2013 terdiri dari masjid sebanyak 178 unit, mushola sebanyak 94 unit, gereja sebanyak 55 unit, Vihara/kuil/klenteng sebanyak 3 unit dan sarana peribadatan berupa pura sebanyak 1 unit. Sarana peribdatan paling banyak terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon yaitu sebanyak 91 unit, sarana peribadatan berupa mushola paling banyak terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon yaitu sebanyak 55 unit, sedangkan sarana peribadatan berupa gereja paling banyak terdapat di Kecamatan Serengan yaitu sebanyak 19 unit Tabel II.14 Banyaknya Sarana Peribadatan di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 No Kecamatan/Kelurahan Masjid Mushola Gereja Vihara/Kuil/Klenteng Pura A Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru II - 50

63 No Kecamatan/Kelurahan Masjid Mushola Gereja Vihara/Kuil/Klenteng Pura B C D 8 Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 E. Sarana Perekonomian Sarana Perekonomian di Kawasan I Kota Surakarta pada tahun 2013 sebanyak unit yang terdiri dari pasar tradisional sebanyak 15 unit, supermarket sebanyak 42 unit, toko/kios sebanyak unit dan sarana perekonomian lainnya sebanyak unit. Kelurahan yang paling banyak memiliki sarana perekonomian adalah Kelurahan Semanggi yaitu sebanyak 742 unit yang terdiri dari pasar tradisional sebanyak 4 unit, supermarket sebanyak 2 unit, toko/kios/warung sebanyak 450 unit dan sarana perekonomian lainnya sebanyak 286 unit. Tabel II.15 Banyaknya Sarana Perekonomian di Kawasan I Kota Surakarta II - 51

64 No A B C D Kecamatan/Kelurahan Kecamatan Pasar Kliwon Pasar Tradisional Tahun 2013 Supermarket/ swalayan Toko/Kios/ Warung Lainnya Jumlah 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 F. Prasarana dan Sarana Transportasi Prasarana transportasi di Kawasan I utamannya berupa jaringan jalan. Jalan-jalan utama di kawasan yaitu meliputi : 1. Jalan Kolektor Primer meliputi ruas jalan : II - 52

65 a) Jalan Slamet Riyadi b) Jalan Brigadir Jendral Sudiarto c) Jalan Honggowongso d) Jalan Kapten Mulyadi e) Jalan Veteran 2. Jalan Lokal Primer meliputi ruas jalan. Tabel II.16 Jalan Lokal Primer di Kawasan I Kota Surakarta No. Nama Jalan Fungsi 1. Jalan Abioso Lokal Primer 2. Jalan Batanghari Lokal Primer 3. Jalan Beton Lokal Primer 4. Jalan Bhayangkara Lokal Primer 5. Jalan Bogowonto Lokal Primer 6. Jalan Brigadir Sudiarto Lokal Primer 7. Jalan Butuh Lokal Primer 8. Jalan Cakra Lokal Primer 9. Jalan Cempaka Lokal Primer 10. Jalan Ciliwung Lokal Primer 11. Jalan Cipunegara Lokal Primer 12. Jalan Cisadane Lokal Primer 13. Jalan Citandui Lokal Primer 14. Jalan Citarum Lokal Primer 15. Jalan Cokrobaskoro Lokal Primer 16. Jalan Cut Nyak Dien Lokal Primer 17. Jalan Dewi Sartika Lokal Primer 18. Jalan Dewutan Lokal Primer 19. Jalan Dilagan Lokal Primer 20. Jalan Dr.Wahidin Lokal Primer 21. Jalan Gajah Suranto Lokal Primer 22. Jalan Gajahan Lokal Primer 23. Jalan Gatot Subroto Lokal Primer 24. Jalan Gotong Royong Lokal Primer 25. Jalan Hadiwijayan Lokal Primer 26. Jalan Haryo Panularan Lokal Primer 27. Jalan Ibu Pertiwi Lokal Primer 28. Jalan Jatayu Lokal Primer 29. Jalan Juanda Kartasanjaya Lokal Primer 30. Jalan Kadipolo Lokal Primer 31. Jalan Kalilarangan Lokal Primer 32. Jalan Kalimosodo Lokal Primer 33. Jalan Kaliwidas 2 Lokal Primer 34. Jalan Kebangkitan Nasional Lokal Primer II - 53

66 No. Nama Jalan Fungsi 35. Jalan Kemlayan Lokal Primer 36. Jalan Kepolisian Lokal Primer 37. Jalan Ki Ageng Mangir Gg II Lokal Primer 38. Jalan Kiai Gede Sala Lokal Primer 39. JalanKiai Gede Sala Lokal Primer 40. Jalan Kiai Haji Ashari Lokal Primer 41. Jalan Kiai Haji Wahid Hasyim Lokal Primer 42. Jalan Kiai Mojo Lokal Primer 43. Jalan Madukoro Lokal Primer 44. Jalan Makam Brenggolo/Jamsaren Lokal Primer 45. Jalan Manggis Lokal Primer 46. Jalan Maospati Lokal Primer 47. Jalan Muhammad Yamin Lokal Primer 48. Jalan Museum Lokal Primer 49. Jalan Nirbitan Lokal Primer 50. Jalan Notoningratan Lokal Primer 51. Jalan Padmonegoro Lokal Primer 52. Jalan Palu Lokal Primer 53. Jalan Panembahan Lokal Primer 54. Jalan Pangeran Wijil Lokal Primer 55. Jalan Patimura Lokal Primer 56. Jalan Ponconoko Lokal Primer 57. Jalan Prof. Kahar Muzakir Lokal Primer 58. Jalan Rajiman Lokal Primer 59. Jalan Raya Solo Permai Lokal Primer 60. Jalan Re Martadinata Lokal Primer 61. Jalan Reksoninten Lokal Primer 62. Jalan Roro Mendut Lokal Primer 63. Jalan Sampangan Lokal Primer 64. Jalan Sasono Mulyo Lokal Primer 65. Jalan Sawo Lokal Primer 66. Jalan Senopati Lokal Primer 67. Jalan Silir Lokal Primer 68. Jalan Sorogeni Lokal Primer 69. Jalan Sri Narendro Lokal Primer 70. Jalan Stiyaki Lokal Primer 71. Jalan Sunan Kalijaga Lokal Primer 72. Jalan Sungai Barito Lokal Primer 73. Jalan Sungai Indragiri Lokal Primer 74. Jalan Sungai Kapuas Lokal Primer 75. Jalan Sungai Mahakam Lokal Primer 76. Jalan Sungai Negara Lokal Primer 77. Jalan Sungai Riam Kanan Lokal Primer 78. Jalan Sungai Riam Kiri Lokal Primer 79. Jalan Sungai Sebakung Lokal Primer 80. Jalan Sungai Serayu Lokal Primer 81. Jalan Supit Urang Lokal Primer II - 54

67 No. Nama Jalan Fungsi 82. Jalan Sutowijoyo Lokal Primer 83. Jalan Trisula Lokal Primer 84. Jalan Untung Suropati Lokal Primer 85. Jalan Widoro Kandang Lokal Primer 86. Jalan Wijaya Kusuma Lokal Primer 87. Jalan Wiropaten Lokal Primer 88. Jalan Wirotamtomo Lokal Primer 89. Jalan Yos Sudarso Lokal Primer 90. Jalan Kiai Gede Sala Lokal Primer 91. Jalan Mayor Sunaryo Lokal Primer 92. Jalan Ki Ageng Mangir Lokal Primer 93. Jalan Poncowati Lokal Primer 94. Jalan Sungai Batanghari Lokal Primer Sumber : RDTR Kawasan I, th Sarana Transportasi di Kawasan I Kota Surakarta pada Tahun 2013 terdiri dari sarana transportasi berupa mobil sebanyak unit, sepeda motor sebanyak unit, taxi sebanyak 17 unit, angkutan kota sebanyak 183 unit, sarana transportasi berupa bus sebanyak 97 unit dan truk sebanyak 198 unit. Jumlah sarana transportasi berupa mobil paling banyak terdapat di Kelurahan Semanggi yaitu sebanyak unit. Sarana transportasi berupa sepeda motor paling banyak terdapat di Kelurahan Kampung Baru yaitu sebanyak unit. Tabel II.17 Banyaknya Sarana Transportasi di Kawasan I Kota Surakarta Tahun 2013 No Kecamatan/Kelurahan Mobil Sepeda Motor Taxi Angkot Bis Truk A B Kecamatan Pasar Kliwon 1 Joyosuran Semanggi Pasar Kliwon Baluwarti Gajahan Kauman Kampung Baru Kedung Lumbu Sangkrah Jumlah A Kecamatan Serengan 1 Joyokatan Danukusuman II - 55

68 No Kecamatan/Kelurahan Mobil Sepeda Motor Taxi Angkot Bis Truk C D 3 Serengan Tipes Kratonan Jayengan Kemlayan Jumlah B Kecamatan Laweyan 1 Panularan Sriwedari Penumping Jumlah C Kecamatan Jebres 1 Sudiroprajan Gandekan Sewu Jumlah D TOTAL Sumber : BPS dalam Angka 2014 Kemampuan sistem transportasi Kawasan I Kota Surakarta dapat dilihat dari kinerja ruas jalan pada jalan utama di Kawasn I Kota Surakarta seperti pada tabel berikut. Tabel II.18 Kinerja Ruas Jalan pada Jalan Utama Kota Surakarta No Ruas Jalan Panjang Ruas Volume lalu lintas (kend/ jam) Kapasitas (kend/jam) v/c ratio 1 Jl. Slamet Riyadi Jl. Kol. Sutarto Jl. Veteran Jl. Rajiman Sumber : Status Lingkungan Hidup, 2011 G. Prasarana Drainase Sistem drainase kawasan I Kota Surakarta merupakan bagian dari system yang dikembangkan sejak jaman penjajahan Belanda dengan memanfaatkan beberapa sungai alam yang ada, yaitu Bengawan Solo (sebagai aliran akhir), Kali Jenes, Kali Pepe dan kali II - 56

69 Pelemwulung yang semuanya bermuara ke Bengawan Solo. Menurut daerah tangkapannya system drainase kawasan ini dapat dibedakan menjadi : Sistem makro meliputi saluran aliran sungai yang melintasi kota Surakarta dan mengalir menuju sungai Bengawan Solo yaitu Kali Tanggul/Wingko. Sistem mikro meliputi saluran drainase utama di bagian tengah kota yaitu Kali Pepe Hilir dan Kali Jenes serta saluran tersier dan sekunder/kolektor dalam kota. Adapun keempat kali yang melalui Kawasan I tersebut sebagaimana terlihat dalam peta berikut ini.berdasarkan peta kerawanan bencana di Kota Surakarta, maka diketahui beberapa wilayah di Kawasan I ini merupakan daerah rawan terjadi banjir/genangan, yaitu di sekitar aliran Sungai Bengawan Solo, meliputi wilayah : Kec. Serengan : Kelurahan Serengan, Kelurahan Danukusuman Kelurahan Joyotakan; Kec. Pasarkliwon : Kelurahan Joyosuran, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Semanggi, Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Pasar Kliwon. Kec. Jebres : Kelurahan Sewu, KecKelurahan Gandekan, Kelurahan Pucangsawit, Kelurahan Jagalan. II - 57

70 Kawasan I Gambar 2.9 Anak Sungai Bengawan Solo di Kota Surakarta II - 58

71 Penyusunan KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I Kawasan I II - 59

72 H. Prasarana Pengelolaan Sampah Secara umum pengelolaan sampah di kawasan I merupakan bagian dari pengelolaan sampah di Kota Surakarta yang kondisi secara keseluruhan ditunjukkan dengan data teknis operasional sebagai berikut : Tabel II.19 Teknis Operasional Pelayanan Persampahan di Kota Surakarta Tahun 2013 No. Uraian Volume 1 Cakupan pelayanan persampahan 65,12 % 2 Perkiraan timbulan sampah liter/hari 3 Timbulan sampah yang terangkut: ,7 liter 4 Cakupan wilayah pelayanan 100 % Sumber: Bappeda Kota Surakarta, 2013 Pengelolaan sampah di Kota Surakarta ini dilakukan oleh beberapa pihak sebagai berikut : Dari rumah tangga sampai TPS dikelola oleh LPMK/kelurahan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta mengelola sampah dari TPS sampai TPA Dinas Pengelolaan Persampahan Pasar: mengelola sampah di 37 lokasi Pasar ke TPA (memakai armada sendiri) Unit Pelaksana Teknis Daerah Terminal: mengelola sampah di lokasi TPS di terminal selanjutnya di buang langsung ke TPA dengan armada terminal TPS memberlakukan jam pembuangan sampai jam WIB dalam praktek pengelolaan sampah, prinsipnya adalah: sampah terangkut pada siang hari dan bersih pada malam hari, memindahkan TPS-TPA yang dekat dengan lingkungan pemukiman dan diganti TPS transfer DEPO. TPS transfer DEPO adalah tempat bertemunya gerobak dengan armada DKP, sampah langsung dimuat di armada sampah. Timbunan sampah di Kota Surakarta mencapai 972 m3/hari sampah pada tahun 2013, yang meliputi: Sampah rumah tangga dan fasilitas umum lainnya 732 m3 /hari Sampah pasar 240 m3 /hari II - 60

73 Kelurahan secara langsung mengelola sarana dan prasarana pengumpul sampah seperti Becak Sampah/Gerobag Dorong Sampah, Gerobak Motor Sampah. Institusi Penghasil Sampah Lainnya seperti Pusat Perbelanjaan/Mall, Industri, Hotel, Sarana Kesehatan yang volume sampahnya kurang dari 1 m3/hari diambil oleh DKP, sedangkan volume sampah melebihi 1 m3/hari dibuang sendiri oleh institusi yang bersangkutan langsung ke TPA Putri Cempo di Kec. Mojosongo. Penanganan sampah di Kota Surakarta saat ini secara lebih rinci dapat dapat dijelaskan sebagai berikut : Pengumpulan sampah dari jalan utama / protokol :Sampah dari jalan utama/protokol dikumpulkan oleh tenaga kebersihan dari DKP dan dibawa ke TPS terdekat atau kontainer. Sampah dari TPS/kontainer kemudian dibawa ke TPA Putri Cempo menggunakan armada DKP. Pengumpulan sampah dari pasar :Sampah dari pasar dikumpulkan oleh tenaga kebersihan DPP. Sampah kemudian dibawa ke TPS pasar/kontainer, selanjutnya dibawa ke TPA Putri Cempo menggunakan armada DPP. Pengumpulan sampah dari lingkungan permukiman :Sampah dikumpulkan dari tempat sampah rumah tangga dan kios/warung perumahan kemudian dibawa ke TPS yang terdekat oleh tenaga sampah yang dipekerjakan Kelurahan atau masyarakat.sampah dibawa menggunakan Gerobak sampah atau gerobak motor sampah.kemudian DKP mengangkut sampah dari TPS ke TPA Putri Cempo menggunakan armada Truk. Pengumpulan dari institusi lainnya (Perkantoran, Tempat-tempat Kesehatan, Pasar Modern, Hotel, Sekolahan, Fasum, Industri) :Sampah yang berasal dari institusi lainnya dikumpulkan oleh tenaga kebersihan yang dipekerjakan oleh institusi lainnya dibawa ke TPS selanjutnya dibawa ke TPA Putri Cempo menggunakan armada DKP.Sampah yang mempunyai berat lebih besar dari 1 m 3 langsung dibawa ke TPA Putri Cempo dengan menggunakan armada institusi lainnya. Saat ini terdapat permasalahan teknis operasional persampahan di Kota Surakarta termasuk Kawasan I antara lain: II - 61

74 Cakupan pelayanan masih belum menjangkau wilayah yang seharusnya ditangani dengan off site system, sehingga banyak sampah yang dibuang ke sungai atau lapangan area terbuka. Jumlah sarana dan prasarana kurang, dibandingkan dengan jumlah timbulan sampah yang terjadi. Kualitas sarana dan prasarana kurang memadai, beberapa peralatan sudah melebihi usia peruntukan (life time) dan dalam kondisi rusak. Pola penanganan sampah masih bertumpu pada pola penanganan on site individu setempat (menimbun di pekarangan) dan pola konvensional, dimana sampah dari sumber sampah, diwadahi, dikumpulkan, dan diangkut ke pembuangan akhir. Upaya pengurangan sampah dari sumbernya sudah ada tetapi masih sangat kecil. Konsekuensi pola ini dibutuhkan biaya inventasi dan operasional yang besar. Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) terkonsentrasi pada TPA Pitri Cempo yang masih menggunakan system open dumping, kurangnya luas lahan serta fasilitas TPA. Pengembangan cakupan pelayanan tidak terencana dengan baik, sehingga wilayahwilayah baru yang potensial tidak ditangani dengan cepat (terutama perumahan dan kawasan baru). I. Prasarana Sanitasi Lingkungan Sanitasi perkotaan merupakan salah satu indikator suatu kota yang sehat dan berkelanjutan. Sebagaimana diketahui, sebagian besar masyarakat Kota Surakarta dalam penanganan limbah domestik menggunakan sistem on site dengan septik tank dan peresapan ke tanah. Kota Surakarta telah membangun sarana penanganan limbah cair domestik dengan sistem perpipaan, namun belum semua masyarakat kota Surakarta terjangkau oleh sarana pelayanan ini. Wilayah kawasan I yang telah terlayani sanitasi offsite dengan pengolahan pada IPAL Semanggi yang berkapasitas 60 ltr/dtk adalah sebagai berikut : II - 62

75 Tabel II.20 Cakupan Pelayanan Sistem Off-site di Kawasan I No Kelurahan Jumlah SR Wilayah Pelayanan Selatan (1) Kampungbaru 71 (2) Tipes 787 (3) Kemlayan 25 (4) Serengan (5) Danukusuman 618 (6) Joyosuran 696 (7) Penumping 130 (8) Sriwedari 126 (9) Jayengan 171 (10) Kauman 108 (11) Kedunglumbu 140 (12) Pasarkliwon 60 (13) Baluwarti 125 (14) Semanggi Total Keseluruhan Sumber : PDAM Kota Surakarta, 2014 Melihat kondisi tersebut penanganan air kotor tidak bisa dipandang sebelah mata dan merupakan tanggung jawab bersama. Pencemaran yang meluas akan sangat merugikan dan menjadi ancaman terhadap kesehatan masyarakat, pencemaran air tanah dan badan air/sungai.untuk itu isu pengelolaan sanitasi ini perlu diperhatikan dalam perencanaan RDTR pada kawasan ini.tingkat risiko air limbah di kawasan ini dapat digambarkan pada gambar berikut ini. II - 63

76 Kawasan I Gambar 2.10 Tingkat Risiko Air Limbah di Kota Surakarta Sumber :PDAM Kota Surakarta (2014) Selain itu, berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Kota Surakarta, diketahui status mutu air sungai di Kota Surakarta untuk mengetahui kondisi mutu air menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku mutu air yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan pengambilan sampel di enam sungai di Surakarta dengan mengacu pada PP No. 82 Tahun 2001, ada beberapa sungai yang tercemar, termasuk yang mengalir melalui Kawasan I. Pencemaran sungai terjadi di Sungai Pepe bagian hulu tercemar oleh nitrat, bagian tengah tercemar oleh logam Cu, dan bagian hilir tercemar oleh logam Cu dan Nitrat. Di II - 64

77 Sungai Brojo, daerah yang tercemar adalah hilir, tengah, dan hulu, zat pencemarnya adalah Cu. Selain itu, pada daerah hilir terdapat COD yang melibihi ambang batas. Kelebihan COD ini dapat menyebabkan kualitas air menurun. Sedangkan Sungai Jenes bagian hilir tercemar Cu dan Nitrat.Data pencemaran sungai dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel II.21 Pencemaran Sungai Lokasi Sampel S. Pepe S. Brojo S. Jenes Hulu Nitrat Cu - Tengah Cu Cu - Hilir Cu, Nitrat Cu, COD Cu, Nitrat Sumber: Dokumen Status Lingkungan Hidup, BLH (2012) J. Permasalahan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung yang menjaga keseimbangan lingkungan kota. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, hutan kota, RTH untuk rekreasi kota, RTH untuk olahraga, dan RTH pekarangan. Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa jumlah RTH disetiap kota harus sebesar 30 % dari luas kota tersebut. Menurut Purnomohadi (2008), RTH perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi. Fungsi ekologis RTH adalah dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan pengaturan iklim mikro. Fungsi lainnya yaitu sosial-ekonomi untuk memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai landmarkkota. Sementara evakuasi berfungsi antara lain untuk tempat pengungsian saat terjadi bencana alam. RTH di Kawasan I Kota Surakarta saat ini berbentuk RTH public berupa alun-alun, lapangan olah raga, makam, RTH jalur jalan, sempadan sungai, dan RTH privat yang seperti RTH perumahan, perdagangan dan jasa serta fasilitas umum. Jumlah RTH ini saat sekarang masih sangat terbatas baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Sebaran RTH public dimaksud dapat digambarkan pada peta di bawah ini. II - 65

78 Gambar 2.11 Sebaran RTH Di Kawasan I Kota Surakarta II - 66

79 2.4. IDENTIFIKASI ISU-ISU PENGEMBANGAN WILAYAH BERKELANJUTAN Identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan merupakan tahapan pelaksanaan KLHS yang dilakukan dengan tujuan untuk : Menetapkan isu-isu pembangunan berkelanjutan yangmeliputi aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek lingkunganhidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut. Membahas isu secara terfokus dan signifikan. Membantu menentukan capaian tujuan pembangunanberkelanjutan sebagai acuan bagi penentuan dan/ataupenilaian substansi kebijakan, rencana dan/atau program. Perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan dalam KLHS RDTR dilakukan berdasarkan prioritas dengan mempertimbangkan beberapa hal-hal sebagai berikut : Karakteristik wilayah; Signifikansi potensi dampak terhadap lingkungan hidup; Keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan; Keterkaitan dengan materi muatan KRP; Masukan masyarakat dan pemangku kepentingan; Basis data hasil olahan maupu hasil studi terkait yang pernah dilakukan; dan Isu strategis yang terkait dengan kriteria pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan), dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya pengelompokan isu-isu pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan dengan berdasarkan salah satu aspek atau kombinasi dari beberapa aspek sebagai berikut : 1. Aspek pembangunan berkelanjutan, yaitu : aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan. 2. Aspek muatan KLHS yang tertuang dalam Pasal 16 UUPPLH, yaitu : kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; kinerja layanan/jasa ekosistem; efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. 3. Aspek muatan KLHS yang tertuang dalam penjelasan Pasal 15 ayat 2 huruf b, yaitu dampak dan/atau risiko lingkungan hidup yang meliputi: perubahan iklim; kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati; peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan; penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam; II - 67

80 peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan; peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Berdasarkan kajian yang mempertimbangkan hal-hal diatas, maka dapat dirumuskan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan KLHS RDTR Kawasan I sebagai berikut: No Tabel II.22 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Pengelompokan Isu Pembangunan Keterangan Berkelanjutan 1 Masih tingginya jumlah masyarakat yang berpenghasilan rendah/pra-sejahtera 2 Masih adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni atau kawasan kumuh perkotaan 3 Belum optimalnya penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah 4 Permasalahan drainase perkotaan 5 Permasalahan pencemaran lingkungan Terdapat 16 % penduduk tinggal di rumah yang tidak layak huni. Jumlah penduduk cukup besar yang bekerja di sector informal. Terdapat kawasan kumuh perkotaan seluas 92,1 ha pada 10 lokasi. Terdapat 16 % penduduk tinggal di rumah yang tidak layak huni. Sarana hunian berupa rumah susun baru terdapat pada dua lokasi yang menampung 388 KK. Meningkatnya produksi sampah. Rendahnya jangkauan layanan persampahan. Permasalahan pengumpulan dan pengolahan sampah. Permasalahan sampah pasar kota dan Pedagang Kaki Lima (PKL). Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengelola sampah, masih terdapat pembuangan sampah di tempat terbuka (misalnya sungai) Dampak perubahan iklim menyebabkan tingginya curah hujan pada musim penghujan. Tingginya aliran permukaan pada puncak musim hujan melampaui daya tampung sungai dan saluran drainase tidak sehingga terjadi luapan banjir/genangan di kawasan sekitarnya. Sempadan sungai menyempit, penurunan vegetasi sempadan sungai semakin mempercepat kerusakan badan sungai. Permasalalahan sistem drainase kota. Kondisi kualitas air sungai tercemar. Layanan pengelolaan air limbah off-site perpipaan baru mencapai 17%. II - 68

81 No Pengelompokan Isu Pembangunan Berkelanjutan 6 Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Keterangan Sanitasi lingkungan yang tidak layak potensial menyebabkan masalah kesehatan lingkungan. Terdapat wilayah dengan risiko pencemaran air limbah cukup tinggi. Dampak yang ditimbukan yaitu adanya pencemaran lingkungan (terutama air dan tanah). Kurangnya ketersediaan RTH digambarkan dari masih terbatasnya RTH baik RTH privat maupun publik. Masih rendahnya kualitas vegetasi pada RTH yang ada, misalnya RTH jalur jalan dan sempadan sungai. Dampak yang ditimbulkan dari kurangnya RTH antara lain: Kurangnya sarana/tempat sebagai media interaksi sosial untuk masyarakat Meningkatnya ancaman terhadap dampak perubahan iklim Meningkatnya suhu udara kawasan. Berkurangnya fungsi konservasi sumberdaya air. Meningkatnya efek gas rumah kaca / GRK (dalam konteks perubahan iklim) Ancaman RTH sempadan sungai. Ancaman RTH tepi jalan karena aktifitas perkotaan. Belum optimalnya RTH pemakaman. 7 Masalah transportasi kota Belum optimalnya layanan angkutan umum missal. Tingginya pertumbuhan kendaraan pribadi. Menurunnya kinerja jalan. Timbulnya masalah kemacetan lalu-lintas. Dampak terjadinya polusi udara. 8 Potensi cagar budaya Beberapa lokasi cagar budaya di Kawasan I Kota Surakarta adalah : Kawasan keraton di Kel. Baluwarti, Kawasan Kampung Batik (Kauman), Kawasan Kampung Etnik Arab (Pasar Kliwon), Kampung Semanggi, dan Kawasan Sriwedari. Sumber : Analisis, 2014 II - 69

82 2.5. RUMUSAN TUJUAN PENATAAN, PRINSIP-PRINSIP PENATAAN RUANG DAN/ATAU PROGRAM YANG TELAH DISEPAKATI DITELAAH Rumusan tujuan penataan, prinsip-prinsip penataan ruang dan/atau program yang telah disepakati ditelaah dalam hal ini merupakan substansi RDTR Kawasan I Kota Surakarta yang telah disusun pada tahun 2013 sengan muatan sebagai berikut Tujuan penataan Kawasan I Kota Surakarta Tujuan penataan Kawasan I Kota Surakarta yang merujuk pada fungsi kawasan yang telah ditetapkan didalam RTRW, yaitu kawasan I sebagai sub pusat pelayanan I memiliki fungsi sebagai kawasan pariwisata, perdagangan dan jasa serta olar-raga dan RTH, maka penetapan Tujuan Penataan BWP Kawasan I adalah sebagai berikut: Terwujudnya Kawasan Wisata Budaya Yang Lestari dan Memadukan Perkembangan Sejarah Kuno, Kini, Nanti. Komponen pengembangan: Wisata budaya : bangunan bersejarah Kota Surakarta yang meliputi: Jalur Jalan Slamet Riyadi, Taman Sriwedari, Stadion Sriwedari, Museum Radya Pustaka, Keraton Kasunanan Surakarta, Kampung Kauman, Masjid Mangkoenegaran, Kampung Baluwarti, Masjid Agung Surakarta, Pasar Klewer, Benteng Vastenburg, Rumah Sakit Kustati dan Masjid Jami Assegaf, Kampung Semanggi, Klenteng Tie Kok Sie, Pasar Gede Perkembangan Sejarah Kuno, Kini dan Nanti : Pengembangan wisata budaya dengan menampilkan sejarah Kota Surakarta (Kuno) dengan kemasan kekinian sehingga terlihat sesuai dengan zaman, dan dapat dilangsungkan dan berkelanjutan sampai dengan nanti Rencana Pola Ruang 1. Zona Lindung Kawasan lindung berfungsi utama untuk melindungi kelestarian sumberdaya alam, sumberdaya buatan seperti tanah, air, iklim, tumbuhan, keanekaragaman hayati, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam serta nilai budaya dan sejarah bangsa guna kepentingan II - 70

83 pembangunan berkelanjutan. Di dalam kawasan ini tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya yang dapat mengurangi atau merusak fungsi lindungnya, kecuali digunakan untuk meningkatkan fungsi lindungnya B. Kawasan Perlindungan Setempat 1) Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Sempadan Sungai di Kota Surakarta dengan mempertimbangkan PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai yang didalamnya mengatur garis sempadan sungai untuk kawasan perkotaan dan kajian atau penetapan dari BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) untuk Kota Surakarta. Rencana pengelolaan kawasan sempadan sungai dan saluran di Kawasan I Kota Surakarta adalah sebagai berikut: Sungai bertanggul a) Sungai bertanggul adalah 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; Sungai tidak bertanggul a) Sungai berkedalaman kurang dari 3 meter adalah 10 (sepuluh) meter; b) Sungai berkedalaman 3 (tiga) sampai 20 (dua puluh) meter adalah 15 (lima belas) meter; Saluran bertanggul a) 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m 3 /detik atau lebih; b) 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 4 m 3 /detik; c) 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang 1 m 3 /detik Saluran tidak bertanggul a) 4 (empat) kali kedalaman saluran lalu ditambah 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m 3 /detik; b) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1-4 m 3 /detik; c) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 m 3 /detik. 2) Jalan Persimpangan Sebidang a. Persimpangan Sebidang untuk pertigaan, terletak pada sisi-sisi segitiga yang titik sudutnya ditentukan dari titik pusat pertemuan as jalan masing-masing yaitu : adalah 0,5 kali lebar jalan yang bersangkutan II - 71

84 untuk perempatan, terletak pada sisi-sisi segi empat yang titik sudutnya ditentukan dari titik pusat pertemuan as jalan masing-masing yaitu 3 (tiga) kali lebar jalan. 3) Jalan Tikungan Garis sempadan jalan tikungan terletak pada garis lengkung yang merupakan perbatasan dari tali busur yang masing-masing menghubungkan dua titik di as jalan dan yang meliputi suatu busur dari sumbu itu yaitu: 3 (tiga) kali lebar jalan 4) Sempadan Industri, Sempadan SUTET dan Sempadan Rel KA Sempadan Rel Kereta Api di Kawasan I Kota Surakarta yaitu. a. Garis sempadan jalan rel kereta api adalah 6 meter dan batas daerah manfaat jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu terletak diatas tanah yang rata. b. Garis sempadan jalan rel kereta api adalah 2 meter dihitung dari kaki talud apabila jalan rel kereta api itu terletak diatas tanah yang ditingkatkan. c. Garis sempadan jalan rel kereta api adalah 2 meter ditambah lebar lereng sampai puncak dihitung dari daerah manfaat jalan rel kereta api apabila jalan rel kereta api itu terletak di dalam galian. d. Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah 18 meter diukur dari lengkung dalam sampai tepi daerah manfaat jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar daerah manfaat jalan harus ada jalur tanah yang bebas yang secara berangsur-angsur melebar dari batas terluar damija rel kereta api sampai 18 meter. Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api tersebut terletak dalam galian. e. Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan adalah 150 meter dari daerah manfaat jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan daerah manfaat jalan dan secara berangsur-angsur menuju batas atau garis sempadan jalan rel kereta api pada titik 500 meter dari titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan. Sempadan SUTET merupakan sempadan untuk saluran udara tegangan ekstra tinggi. Garis sempadan SUTET diatur dalam Permen PU no. 5 tahun Garis sempadan jaringan tenaga listrik adalah 64 meter yang ditetapkan dari titik tengah jaringan II - 72

85 tenaga listrik. Ketentuan jarak bebas minimum antara SUTET dengan tanah dan benda lain ditetapkan sebagai berikut. Lokasi SUTET (500 KV) Bangunan Industri 20 m Pompa bensin 20 m Penimbunan bahan bakar 50 m Pagar 3 m Lapangan Terbuka 15 m Jalan Raya 15 m Pepohonan 8,5 m Bangunan tahan api 8,5 m Rel kereta api 15 m Jembatan besi/tangga besi/kereta listrik 8,5 m Dari titik tertinggi tiang kapal 8,5 m Lapangan olahraga 14 m SUTT lainnya penghantar udara tegangan rendah, dll 8,5 Sumber : Permen PU no.5 tahun 2008 Untuk sempadan industri merupakan sempadan atau barier seperti jalur hijau yang mengelilingi kawasan industri. Adapun ketentuan sempadan diatur lebih lanjut didalam peraturan, yaitu : a. Garis sempadan bangunan terhadap sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan ditetapkan 8 meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Sedangkan garis sempadan bangunan terhadap sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan ditetapkan 10 meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. b. Khusus garis sempadan bangunan industri dan pergudangan terhadap sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan 13 meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Sedangkan diluar kawasan perkotaan ditetapkan 15 meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. C. Zona Ruang Terbuka Hijau Pada lingkup perkotaan di Kawasan I Kota Surakarta. Kawasan ini merupakan tempat yang cocok untuk mengawali program pelestarian ruang terbuka hijau di Kawasan I Kota Surakarta. Kawasan ini bertujuan untuk menciptakan ruang kota yang manusiawi, hijau, II - 73

86 sejuk, dan estetis. Fungsi-fungsi yang diperkenankan di kawasan hijau kota didalam Kawasan I Kota Surakarta adalah sebagai RTH Taman, jalur hijau, dan RTH pemakaman RTH Taman Kota RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%.Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. RTH Jalur Hijau Jalan Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20 30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan.untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya.disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah. RTH Pemakaman Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi utama sebagai tempat penguburan jenasah juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan 2. Zona Budidaya Kawasan budidaya merupakan kawasan yang memiliki kondisi fisik dan potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.kawasan budidaya terbagi dalam kawasan budidaya pertanian dan non pertanian.wilayah seperti ini statusnya dapat dialihfungsikan. Sedangkan kawasan budidaya non pertanian meliputi kawasan peruntukkan industri, pertambangan, Fasilitas ekonomi, permukiman, Fasilitas sosial yang dalam penggunaannya tidak dapat dialihfungsikan. II - 74

87 A. Zona Perumahan Kawasan I Kota Surakarta memiliki karakteristik permukiman padat.hal ini dapat dilihat dari jumlah backlog rumahnya.rata-rata setiap rumah dihuni oleh 4 KK sehingga rumah menjadi sempit dan berdesakan. Jumlah kekurangan rumah atau backlog di Kawasan I sebesar unit dari selisih jumlah rumah sebesar unit dengan jumlah KK sebesar jiwa Arah pengembangan dan pemenuhan kebutuhan akan perumahan dialokasikan diluar kawasan I ini, yang memang dalam RTRW direncanakan didalam pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Arahan kawasan perumahan kepadatan tinggi dilakukan melalui : Peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan dan penyediaan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau; Peningkatan kualitas hunian di kawasan perumahan melalui pembangunan perumahan secara vertikal; dan Menetapkan koefisien dasar bangunan maksimal 80% dalam setiap pembangunan kawasan perumahan Pengembangan kawasan permukiman dan perumahan dilakukan berdasarkan pola sistem unit lingkungan. Rencana pengembangan kawasan permukiman berkepadatan tinggi diarahkan di sekitar pusat kota, hal ini disesuaikan dengan kecenderungan perkembangannya. Untuk permukiman dengan kepadatan sedang dan rendah diarahkan pada daerah pengembangan (di wilayah utara kota) sedangkan untuk diwilayah kita diperuntukkan sebagai kawasan permukiman kepadatan tinggi. Adapun metoda pengembangan permukiman dengan kepadatan tinggi direncanakan melalui cara rehabilitasi atau program perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan dengan mengutamakan peningkatan infrastruktur dan fasilitas sosial yang ada, seperti jalan lingkungan, saluran drainase, sistem sanitasi, dan persampahan. Upaya pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kawasan I Kota Surakarta diarahkan dalam tujuan pengembangan sebagai berikut : II - 75

88 Memberikan arahan bagi upaya penyediaan rumah tinggal sebagai Fasilitas hunian masyarakat, sekaligus sebagai bagian dari upaya-upaya untuk meninggalkan kesejahtaraan masyarakat. Menciptakan lingkungan rumah tinggal yang sehat, aman, serasi dan teratur sehingga memenuhi kaidah-kaidah penciptaan lingkungan perumahan yang layak huni, layak lingkungan, layak usaha dan layak berkrmbang. Sebagai elemen pembentuk ruang kawasan, rencana pengembangan kawasan perumahan dan permukiman akan mengarahkan perkembangan dan pertumbuhan melalui penyebaran penduduk yang menghuni Fasilitas perumahan dan permukiman yang dikembangkan. Memberikan dorongan bagi tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor pembangnan ekonomi dan social budaya di kawasan pengembangan. B. Zona Perdagangan dan Jasa a. Pasar Rencana pengembangan Pasar tradisional yang ada di Kawasan I Kota Surakarta yaitu dengan melakukan kegiatan diantaranya Pengembangan kegiatan pasar dan peningkatan kualitas pasar tradisional. Peningkatan pasar skala pelayanan lingkungan yang tersebar di seluruh kecamatan. Pengembangan pasar modern dan tradisional dengan skala pelayanan regional dikembangkan pada Kawasan I dengan skala pelayanan jalan regional, sedangkan untuk pasar tradisional dan modern dengan skala yang lebih kecil (lokal) berada menyebar di seluruh wilayah dengan jumlah dan ketentuan yang telah ditetapkan. b. Pertokoan Pertokoan dikembangkan pada kawasan permukiman dengan lingkup skala yang berbeda, dimana pertokoan skala kecamatan terdapat di jalan kolektor utama. Sedangkan untuk pertokoan skala lingkungan menyebar di kawasan permukiman yang ada di wilayah masing-masing. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa II - 76

89 Pengembangan perdagangan dan jasa skala regional dan kecamatan dikembangkan disepanjang jalan kolektor utama yang menjadi jalan akses. Pengendalian pembangunan tetap diberlakukan mengingat jalan utama merupakan jalan kolektor primer dengan arus pergerakan regional yang tinggi. Pengembangan perdagangan dan jasa skala lokal dikembangkan ke arah permukiman warga. Kegiatan perdagangan yang dikembangkan di pusat perdagangan umumnya merupakan kegiatan perdagangan grosir dan eceran dengan lingkup atau skala pelayanan kota dan regional. Pada kawasan yang memiliki kecenderungan berkembang menjadi kawasan perdagangan diperlukan pengaturan tata peruntukan lahannya dengan menetapkan sebagai kawasan perdagangan dan jasa campuran. Dengan adanya penetapan tersebut, maka akan lebih mudah dilakukan pengawasan dan pengendalian perkembangannya. Pertimbangan lain yang digunakan dalam penetapan dan pengembangan lokasi Fasilitas perdagangan dan jasa antara lain : Lokasi berada di lingkungan perumahan dengan jangkauan pelayanan terbatas pada lingkungan RT untuk Fasilitas warung/kios. Lokadi berada di lingkungan perumahan yang skala pelayanan lebih luas dari RT, misalnya RW. Lokasi berada di pusat kegiatan lingkungan (pusat desa/kelurahan), untuk FasilitasPusat perbelanjaan lingkungan/ pasar lokal. Lokasi berada di pusat kota untuk Fasilitas pusat perbelanjaan/pasar induk C. Zona Sarana dan Prasarana Umum a. Fasilitas Pendidikan Standar perhitungan kebutuhan fasilitas pendidikan berdasarkan SNI adalah sebagai berikut: TK melayani jiwa penduduk; luas lahan yang dibutuhkan 500m². SD melayani jiwa penduduk; luas lahan yang dibutuhkan 2.000m². SMP melayani jiwa penduduk; luas lahan yang dibutuhkan 9.000m². II - 77

90 SMA melayani jiwa penduduk; luas lahan yang dibutuhkan m². b. Fasilitas Peribadatan rencana penyediaan fasilitas peribadatan di wilayah Kawasan I Kota Surakarta juga diarahkan pada: Penyediaan fasilitas peribadatan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan pemeluknya masing-masing, Peningkatan kualitas fasilitas peribadatan penduduk yang sudah ada, melalui swadaya masyarakat. Penyediaan fasilitas peribadatan, selain memperhatikan jumlah kebutuhan juga mempertimbangkan petelakan lokasi sarana sehingga pelayanan sarana peribadatan tersebut mampu menjangkau kebutuhan penduduk. c. Fasilitas Ruang Terbuka Hijau Rencana fasilitas ruang terbuka hijau di Kawasan I Kota Surakarta antara lain: Kawasan I Kota Surakarta membutuhkan 9 unit taman kelurahan, luas dari masingmasing taman tersebut adalah m 2 Kawasan I Kota Surakarta membutuhkan 2 unit taman kecamatan, luas dari masing-masing taman tersebut adalah m 2. d. Fasilitas Kesehatan Rencana fasilitas kesehatan di Kawasan I Kota Surakarta antara lain : Kawasan I membutuhkan 2 puskesmas dengan luasan m 2 per unit Kawasan I membutuhkan 9 puskesmas pembantu dengan luasan 300 m 2 per unit. e. Fasilitas Olahraga berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan I pada tahun 2034 membutuhkan 9 unit lapangan olahraga skala kelurahan dan 2 unit lapangan olahraga skala kecamatan. f. Fasilitas Sosial Dan Budaya berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan I pada tahun 2034 fasilitas sosial dan budaya di Kawasan I Kota Surakarta membutuhkan 2 unit gedung serbaguna g. Fasilitas Perekonomian II - 78

91 Fasilitas perekonomian merupakan sarana yang digunakan dalam suatu usaha tertentu misalnya perdagangan. Dalam hal ini fasilitas perdagangan dan niaga menurut SNI adalah sebagai berikut: Toko/warung melayani 250 orang dengan luas 100 m². Pertokoan melayani 6000 orang dengan luas 3000 m². Pusat Petokoan dan Pasar Lingkungan melayani orang dengan luas lahan m². Pusat Perbelanjaan dan niaga (toko+pasar+bank+kantor) melayani dalam skala kecamatan dengan luas lahan m². berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan I pada tahun 2034 membutuhkan fasilitas perekonomian sebagao berikut: Pasar lingkungan sebanyak 9 unit dengan luas masing-masing pasar m 2 membutuhkan fasilitas pusat perbelanjaan sebanyak 2 unit dengan luas masingmasing pusat berbelanjaan m 2 D. Zona Industri Pengembangan dan rencana peruntukkan Kawasan I Kota Surakarta menurut RTRW Kota Surakarta dibeberapa titik lokasi diperuntukkan sebagai kawasan peruntukkan, sehingga menjadikan pengembangan kawasan menjadi wilayah yang lebih pesat. Dalam penataan ruang di wilayah Kawasan I Kota Surakarta.Fasilitas seperti pengelolaan limbah sekaligus outlet sebagai Fasilitas promosi dan pemasaran. Untuk industri besar dan menengah dengan mempertimbangkan syarat kawasan peruntukkan industri sebagai berikut: Pengelolaan sesuai dengan manajemen kawasan peruntukkan industri dan memperhatikan dampak lingkungan; Melibatkan penduduk sekitar dalam proses produksi untuk menghindari kesenjangan interwilayah; Pengembangan di luar kawasan peruntukkan industri harus berbasis pada potensi lokal; Pembinaan industri kecil dan rumah tangga dilakukan guna meningkatkan nilai produk hasil-hasil pertanian. II - 79

92 Sedangkan untuk kegiatan industri yang lebih kecil tingkatannya sepertti indutri rumah tangga (rumahan) dapat dilakukan pada masing masing wilayah perencanaan di seluruh Kawasan I Kota Surakarta dengan mengingat keberlanjutan lingkungan yang ada disekitarnya. Untuk strategi pengembangan dan pengendalian prasarana penunjang pada industri besar di yang berada di sepanjang koridor utama jalan kolektor Kawasan I Kota Surakarta. Untuk strategi pengembangan kawasan peruntukan industri menengah dan besar meliputi: menciptakan iklim investasi yang kondusif; mengembangkan kawasan peruntukan industri yang ditunjang dengan promosi dan pemasaran hasil industri; mengembangkan industri menengah dan besar untuk mengolah hasil pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan; menangani dan mengelola limbah yang dihasilkan industri dengan penyediaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), baik secara individual maupun komunal; menyediakan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan kegiatan industri; dan menciptakan keterkaitan antara industri menengah dan besar dengan industri mikro dan kecil. Strategi pengembangan kawasan peruntukan industri mikro dan kecil (home industri), meliputi: mengoptimalkan pembinaan industri mikro dan kecil; mengembangkan industri agribisnis yang mendukung komoditas agribisnis unggulan mengembangkan dan memberdayakan industri mikro dan kecil untuk mengolah hasil pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan; menangani dan mengelola limbah yang dihasilkan industri mikro dan kecil; mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil industri mikro dan kecil; dan mengembangkan pola kemitraan antara industri mikro dan kecil dengan industri menengah dan besar. Untuk mendukung kualitas lingkungan di kawasan peruntukkan industri, perlu adanya strategi penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan meliputi: menetapkan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan minimal 30% (tiga puluh persen); mengatur ketersediaan ruang terbuka hijau privat dan publik di kawasan perkotaan; dan II - 80

93 menyediakan jalur hijau sebagai zona penyangga pada tepi luar kawasan peruntukkan industri Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana A. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan. Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan di Kawasan I Kota Surakarta direncanakan memanfaatkan pola jaringan jalan dan embrio jalan yang telah ada. Rencana pengembangan jaringan jalan bertujuan untuk mendapatkan struktur pelayanan jalan yang efisien. Dengan memperhatikan kondisi jalan yang ada, maka struktur dan fungsi jaringan jalan yang direncanakan di Kawasan I adalah sebagai jalan kolektor primer dan lokal primer. Jalan primer adalah jalan yang mengubungkan antar kota atau antar daerah. Fungsi jalan primer yang direncanakan di Kawasan I Kota Surakarta adalah : 3. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan antar Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau antar Pusat Kegiatan Wilayah dengan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Jalan ini di Kawasan I Kota Surakarta meliputi f) Jalan Slamet Riyadi g) Jalan Brigadir Jendral Sudiarto h) Jalan Honggowongso i) Jalan Kapten Mulyadi j) Jalan Veteran 4. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang dirancang untuk menghubungkan antar kegiatan lokal, seperti antar kelurahan dan antara kawasan pengembangan primer. Tabel II.23 Rencana Jalan Lokal Primer di Kawasan I Kota Surakarta No Nama Jalan Fungsi 1 Jalan Abioso Lokal Primer 2 Jalan Abioso Lokal Primer 3 Jalan Batanghari Lokal Primer 4 Jalan Batanghari Lokal Primer 5 Jalan Beton Lokal Primer 6 Jalan Bhayangkara Lokal Primer II - 81

94 No Nama Jalan Fungsi 7 Jalan Bogowonto Lokal Primer 8 Jalan Brigadir Sudiarto Lokal Primer 9 Jalan Butuh Lokal Primer 10 Jalan Cakra Lokal Primer 11 Jalan Cempaka Lokal Primer 12 Jalan Ciliwung Lokal Primer 13 Jalan Cipunegara Lokal Primer 14 Jalan Cisadane Lokal Primer 15 Jalan Citandui Lokal Primer 16 Jalan Citarum Lokal Primer 17 Jalan Cokrobaskoro Lokal Primer 18 Jalan Cut Nyak Dien Lokal Primer 19 Jalan Dewi Sartika Lokal Primer 20 Jalan Dewutan Lokal Primer 21 Jalan Dilagan Lokal Primer 22 Jalan Dr.Wahidin Lokal Primer 23 Jalan Gajah Suranto Lokal Primer 24 Jalan Gajahan Lokal Primer 25 Jalan Gatot Subroto Lokal Primer 26 Jalan Gotong Royong Lokal Primer 27 Jalan Hadiwijayan Lokal Primer 28 Jalan Haryo Panularan Lokal Primer 29 Jalan Ibu Pertiwi Lokal Primer 30 Jalan Jatayu Lokal Primer 31 Jalan Jatayu Lokal Primer 32 Jalan Juanda Kartasanjaya Lokal Primer 33 Jalan Kadipolo Lokal Primer 34 Jalan Kalilarangan Lokal Primer 35 Jalan Kalimosodo Lokal Primer 36 Jalan Kaliwidas 2 Lokal Primer 37 Jalan Kebangkitan Nasional Lokal Primer 38 Jalan Kemlayan Lokal Primer 39 Jalan Kepolisian Lokal Primer 40 Jalan Ki Ageng Mangir Gg II Lokal Primer 41 Jalan Kiai Gede Sala Lokal Primer 42 JalanKiai Gede Sala Lokal Primer 43 Jalan Kiai Haji Ashari Lokal Primer 44 Jalan Kiai Haji Wahid Hasyim Lokal Primer 45 Jalan Kiai Mojo Lokal Primer 46 Jalan Madukoro Lokal Primer 47 Jalan Makam Brenggolo/Jamsaren Lokal Primer 48 Jalan Manggis Lokal Primer 49 Jalan Maospati Lokal Primer 50 Jalan Muhammad Yamin Lokal Primer 51 Jalan Museum Lokal Primer 52 Jalan Nirbitan Lokal Primer 53 Jalan Notoningratan Lokal Primer II - 82

95 No Nama Jalan Fungsi 54 Jalan Padmonegoro Lokal Primer 55 Jalan Palu Lokal Primer 56 Jalan Panembahan Lokal Primer 57 Jalan Pangeran Wijil Lokal Primer 58 Jalan Patimura Lokal Primer 59 Jalan Ponconoko Lokal Primer 60 Jalan Prof. Kahar Muzakir Lokal Primer 61 Jalan Rajiman Lokal Primer 62 Jalan Raya Solo Permai Lokal Primer 63 Jalan Re Martadinata Lokal Primer 64 Jalan Reksoninten Lokal Primer 65 Jalan Roro Mendut Lokal Primer 66 Jalan Sampangan Lokal Primer 67 Jalan Sasono Mulyo Lokal Primer 68 Jalan Sawo Lokal Primer 69 Jalan Senopati Lokal Primer 70 Jalan Silir Lokal Primer 71 Jalan Sorogeni Lokal Primer 72 Jalan Sri Narendro Lokal Primer 73 Jalan Stiyaki Lokal Primer 74 Jalan Sunan Kalijaga Lokal Primer 75 Jalan Sungai Barito Lokal Primer 76 Jalan Sungai Indragiri Lokal Primer 77 Jalan Sungai Kapuas Lokal Primer 78 Jalan Sungai Mahakam Lokal Primer 79 Jalan Sungai Negara Lokal Primer 80 Jalan Sungai Riam Kanan Lokal Primer 81 Jalan Sungai Riam Kiri Lokal Primer 82 Jalan Sungai Sebakung Lokal Primer 83 Jalan Sungai Serayu Lokal Primer 84 Jalan Supit Urang Lokal Primer 85 Jalan Sutowijoyo Lokal Primer 86 Jalan Trisula Lokal Primer 87 Jalan Untung Suropati Lokal Primer 88 Jalan Widoro Kandang Lokal Primer 89 Jalan Wijaya Kusuma Lokal Primer 90 Jalan Wiropaten Lokal Primer 91 Jalan Wirotamtomo Lokal Primer 92 Jalan Yos Sudarso Lokal Primer 93 Jalan Kiai Gede Sala Lokal Primer 94 Jalan Mayor Sunaryo Lokal Primer 95 Jalan Ki Ageng Mangir Lokal Primer 96 Jalan Poncowati Lokal Primer 97 Jalan Sungai Batanghari Lokal Primer B. Rencana Pengembangan FasilitasTransportasi II - 83

96 Rencana pengembangan fasilitas transportasi di Kawasan I antara lain: Penyediaan tempat parkir di Kawasan I menggunakan sistem parkir on street yaitu parkir berada di bahu jalan mengembangkan jaringan trayek agar menjangkau ke seluruh Kota Surakarta Menyediakan Halte bus trans di Kawasan I Kota Surakarta yang lokasinya terdapat pada jalur hijau dan strategis C. Rencana Pengembangan Jalur Sepeda Pengembangan jalur sepeda di Kawasan I Kota Surakarta ini berada disetiap ruas jalan yang ada, dengan pembeda cat atau lambang atau garis yang tertera di suatu ruas jalan. Rata rata jalur sepeda membutuhkan lebar 2 meter. Penerapan jalur sepeda di Kawasan I Kota Surakarta dapat diterapkan di Jalan Jalan Slamet Riyadi, Jalan Brigadir Jendral Sudiarto, Jalan Honggowongso, Jalan Kapten Mulyadi dan Jalan Veteran. D. Rencana Pengembangan Jaringan Energi Sebagian besar Wilayah Kawasan I sudah terjangkau oleh jaringan listrik PLN, kebutuhan listrik untuk kawasan ini sampai tahun 2034 dihitung berdasarkan asumsi berikut : Rumah Tipe Besar menggunakan listrik rata-rata watt Rumah Tipe Sedang menggunakan listrik.rata-rata 900 watt Rumah Tipe Kecil menggunakan listrik rata-rata 450 watt. E. Rencana Jaringan Telekomunikasi Standar pelayanan sambungan telepon rumah adalah 250 penduduk yang berarti dalam tiap 250 penduduk harus ada paling sedikit 1 buah sambungan telepon rumah. Sedangkan standar pelayanan telepon umum adalah penduduk, telepon umum ditempatkan di pusat-pusat aktivitas seperti kawasan perkantoran, pasar, dan fasilitas umum lainnya F. Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum Standar perhitungan kebutuhan air bersih di Kawasan I adalah sebagai berikut: Air bersih untuk rumah tangga/domestik sebesar 120 liter/orang/hari II - 84

97 Untuk perdagangan sebesar 10% kebutuhan domestik Untuk kegiatan sosial dan pelayanan umum sebesar 10% kebutuhan domestik G. Rencana Pengembangan Jaringan Drainase Pada bagian perkotaan Kawasan I Kota Surakarta sistem jaringan drainase yang cocok adalah drainase tertutup, hal ini untuk mengantisipasi tercemarnya saluran drainase dari sampah perkotaan sehingga saluran drainase dapat berfungsi lebih efisien. Sedangkan untuk kawasan perumahan sistem drainase yang cocok adalah drainase terbuka agar masyarakat dapat lebih mudah membersihkan saluran jika terjadi penyumbatan karena sampah. Komponen-komponen pelengkap sistem drainase yang harus diperhatikan antara lain gorong-gorong, pertemuan antar saluran, pintu air, dan sebagainya. Komponen-komponen penyusun saluran drainase harus sesuai dengan standar SNI yang sudah ditetapkan. Berikut merupakan tabel ruas-ruas saluran maupun kali yang berada di Kawasan I Kota Surakarta. Tabel II.24 Nama ruas, Panjang, dan Lebar Atas Drainase Kawasan I Kota Surakarta No. Nama Ruas Panjang Lebar (m) Atas (m) Kelas Drainase 1 Kali Wingko Primer 2 Kali Tanggul Primer 3 Bengawan Solo Primer 4 Kali Jenes Primer 5 Kali Pepe Hilir Primer 6 Kali Boro Primer 7 Sal.Stasiun Jebres-Kali Boro Sekunder 8 Sal.Kp.Sewu 437 2,5 Sekunder 9 Sal.Sorogenen-Gandekan Sekunder 10 Sal.Simpon BI 430 2,5 Sekunder 11 Sal.Sekitar Kospin Sekunder 12 Kali Toklo Sekunder 13 Sal.Belakang Hotel Sahid Raya Sekunder 14 Kali Kawong Sekunder 15 Sal.Depok-Sambeng Sekunder 16 Sal.Sekitar UTP-RS Brayat Minulyo Sekunder 17 Sal.Tegalkonas Sekunder 18 Sal.Jl.Untung Suropati ,75 Sekunder 19 Sal.Jl.Kapten Mulyadi Sekunder 20 Sal.Kp.Gajahan-Baturono Sekunder 21 Sal.Kalilarangan ,75 Sekunder II - 85

98 No. Nama Ruas Panjang Lebar (m) Atas (m) Kelas Drainase 22 Kali Buntung 546 2,5 Sekunder 23 Sal.Jl.Brigjen Sudiarto Sekunder 24 Sal.Kp.Semanggi-Jl.Kyai Mojo ,5 Sekunder 25 Sal.Jl.Honggowongso Sekunder 26 Sal.Jl.Gajah Mada Sekunder 27 Sal.Jl.Bayangkara Primer 28 Sal.Jl.Dr.Supomo ,5 Sekunder 29 Sal.Dr.Cipto Mangunkusumo Sekunder 30 Sal.Dr.Wahidin Primer 31 Sal.Dr.Muwardi Sekunder Sumber : DPU bidang Drainase Kota Surakarta H. Rencana Pengembangan Jaringan Limbah Air limbah bertujuan memenuhi kebutuhan akan sistem prasarana yanq berfungsi rnengalirkan adalah air limbah domestik (air limbah rumah tangga) yang berasal dari perumahan dan permukiman, dalam mencapai ruang hidup yang sehat dan produktif. Berdasarkan SNI , air limbah domestik ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : a. Black Water, yaitu air limbah manusia (human waste) yang berasal dari toilet/jamban; b. GrayWater, yaitu air buangan rumah tangga yang berasal dari kamar mandi, dapur, dan tempat cuci (sullage). Penanganan air limbah di perumahan dan permukiman pada dasarnya merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri, sedangkan sarana penunjangnya dapat dibantu atau disediakan oleh pemerintah daerah, baik dengan atau tanpa bantuan pemerintah pusat maupun kerja sama dengan sektor swasta. a. Teknologi/Sistem Sanitasi Secara teknis ada beberapa jenis pembuangan limbah domestik ini. Secara umum sistem pembuangan ini dapat digolongkan menjadi setempat (on-site) atau bukan setempat (offsite), basah atau kering. Sistem setempat membuang limbah pada lokasi rumah. Sistem bukan setempat mencakup pengumpulan oleh truk, pipa, atau saluran untuk pengelolaan dan pembuangan di tempat lain. Sistem basah memerlukan air untuk pengeluaran, sistem kering tidak perlu air b. Pembuangan Air Limbah Sistem Setempat II - 86

99 Pembuangan air limbah sistem setempat dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan dengan: - Individual oleh masing-masing keluarga pada setiap rumah; - Komunal secara bersama-sama oleh beberapa keluarga, yang biasanya berupa jamban jamak, MCK, atau tangki septik komunal. I. Rencana Pengembangan Persampahan Standar perhitungan produksi sampah domestik atau sampah rumah tangga adalah 2,5 liter/orang/hari. Selain itu kegiatan sosial juga berpotensi menimbulkan sampah, perhitungannya adalah 20% dari jumlah sampah domestik. JumlahTPS di Kawasan I Kota Surakarta adalah 15 unit yang meliputi TPS transfer depo dan TPS dari bak biasa. Petugas pengangkutan sampah di kawasan ini dilakukan oleh pemulung dan dimasing-masing TPS ada 2 pemulung yang mengambil sampah dari rumah menuju TPS. Untuk TPST berada di TPST Sangkrah dan Sriwedari Sub BWP yang diprioritaskan dalam pengembangan Kawasan I Kota Surakarta Sub BWP yang diprioritaskan dalam pengembangan Kawasan I Kota Surakarta memperhatikan tujuan penataan kawasan yaitu Terwujudnya Kawasan Wisata Budaya Yang Lestari dan Memadukan Perkembangan Sejarah Kuno, Kini, Nanti adalah pada Sub BWP I. Dengan tujuan tersebut maka yang menjadi point utama adalah kawasan cagar budaya yang berada di Sub BWP I meliputi meliputi Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Kedunglumbu.Kegiatan yang ada di Sub BWP I ini adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan pariwisata Kegiatan pariwisata dengan skala pelayanan regional bahkan internasional yang didukung oleh kompleks pariwisata keratonan kasunan, dengan fasilitas pendukungnya. Kegiatan pariwisata ini menjadi daya tarik dan pengembangan sektor ekonomi lokal dan perlu untuk diwadahi didalam jaringan pergerakan, tempat parkir yang memadai. 2. Kegiatan perdagangan dan jasa Kegiatan perdagangan dan jasa ini tumbuh dari kegiatan pariwisata dan kebutuhan pengembangan koridor. Kegiatan pariwisata (komplek keraton kasunan) ini tumbuh dan II - 87

100 berkembang menumbuhkan sektor perdagangan pariwisata dan memenuhi kompleks wisata tersebut dan sekitar koridor pengembangan dengan skala pelayanan mulai dari regional sampai dengan lingkungan. 3. Kegiatan permukiman Kawasan permukiman ini merupakan kawasan permukiman kota lama sebagai kawasan permukiman cagar budaya dengan ciri bangunan dan kawasan kota lama. Selain itu ada kawasan permukiman yang merupakan bagian dari permukiman pendukung pedagangan dan jasa dengan kondisi permukiman yang lebih modern Pembagian BWP Dan Sub BWP Penyusunan RDTR Kawasan ini, dibutuhkan kedalaman peta dan rencana yang lebih detail, sehingga dibutuhkan pembagian BWPdan Sub BWP serta blok dalam rangka mempermudah didalam detail yang akan digunakan. Adapun pertimbangan didalam penentuan pembagian BWP, Sub BWP dan Blok adalah sebagai berikut: Bagian wilayah perkotaan dipilih sebagai bagian kawasan yang paling berpengaruh terhadap kawasan tersebut (misalnya sebagai pusat aktivitas, pusat kegiatan baik didalam kawasan/ kota tersebut maupun tujuan bagi wisatawan) Kesamaan peruntukkan lahan, sehingga memudahkan didalam menentukan pengembangan pola ruang yang akan diterapkan pada kawasan tersebut Deliniasi fisik, yaitu dengan batas jalan, sungai atau blok bangunan Kawasan I merupakan BWP (Bagian Wilayah Perkotaan) ke-1 didalam Kota Surakarta sehingga yang disebut dengan BWP adalah keseluruhan dari Kawasan I. Dari BWP tersebut kemudian dibagi menjadi Sub BWP dengan melihat karakteritik kawasan. Dari masing masing Sub BWP tersebut dibagi kembali dengan tingkat kedalaman Blok. Adapun perincian rencana pembagian Sub BWP dan Blok di Kawasan I adalah berikut: 1. Sub BWP I merupakan kawasan kompleks keraton yang didukung dengan adanya keraton kasunan, alun alun keraton, pasar klewer, kawasan permukiman kota lama, dan kawasan perdagangan yang berada di Sub BWP ini. Untuk wilayahnya sendiri meliputi Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kauman, Sebagian Kelurahan Pasar II - 88

101 Kliwon, Sebagian Kelurahan Kedunglumbu. Sub BWP I dibagi menjadi 2 Blok yaitu Blok I.I,1 dan Blok I.I Sub BWP II, merupakan kawasan stadion dan taman sriwedari, Museum Radya Pustaka, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan RTH dengan adanya stadion (lapangan), dan kawasan permukiman pendukung kegiatan perdagangan dan jasa. Sub BWP II meliputi Kelurahan Penumping, Kelurahan Panularan, Kelurahan Tipes dan Kelurahan Sriwedari. Sub BWP II dibagi menjadi 3 Blok, yaitu Blok I.II.1, Blok I.II.2, dan Blok I.II Sub BWP III, merupakan kawasan perdagangan dan jasa yang didukung oleh kawasan permukiman yang berada di sekeliling Baluwarti sebagai kawasan permukiman kota lama. Sub BWP III ini terdiri dari Kelurahan Kemlayan, kelurahan Jayengan, Kelurahan Keratonan, Kelurahan Serengan. Sub BWP III dibagi menjadi 3 Blok yaitu Blok I.III.1, Blok I.III.2, dan Blok I.III Sub BWP IV, merupakan kawasan yang berada di sisi selatan kawasan dan merupakan wilayah perbatasan. Terdiri dari Kelurahan Serengan. Sub BWP IV dibagi menhadi 2 Blok, yaitu Blok I.IV.1 dan I.IV Sub BWP V, merupakan kawasan perdagangan dan jasa dengan dominasi pusat perbelanjaan seperti PGS, Luwes, maupun pertokoan disepanjang koridor jalan. Selain itu juga terdapat Benteng Vasterberg, kawasan permukiman umumnya adalah permukiman pendukung perdagangan dan jasa, namun ada juga permukiman kumuh dibantaran sungai dan rel KA. Sub BWP V terdiri dari Sebagian Kelurahan Semanggi, Sebagian Kelurahan pasar Kliwon, Sebagian Kelurahan Kedunglumbu, dan sebagian Kelurahan Sangkrah. Sub BWP V dibagi menjadi 3 Blok yaitu Blok I.V.1, Blok I.V.2 dan Blok I.V Sub BWP VI, merupakan kawasan perdagangan dan jasa dengan ditandai ada sentra pasar klitikan, pasar besi tua dan pasar hewan yang berada di Kelurahan Semanggu, selain itu juga terdapat rusunawa dan IPAL Semanggi. Sub BWP VI terdiri dari Sebagian Kelurahan Semanggi. Sub BWP VI dibagi menjadi 2 Blok yaitu Blok I.VI.1 dan Blok I.VI Sub BWP VII, merupakan kawasan permukiman padat yang terdapat didalam sub BWP ini. Sub BWP VII terdiri dari Kelurahan Danukusuman, Kelurahan Joyotakan dan Kelurahan Joyosuran. Sub BWP VII dibagi menjadi 3 Blok yaitu Blok I.VII.1 dan Blok I.VII.2. II - 89

102 8. Sub BWP VIII, merupakan kawasan bantaran Kalipepe dan rel kereta api. Dengan kondisi kawasan permukiman padat dan kumuh, selain itu juga terdapat potensi potensi perekonomian seperti pasar dan pertokoan, serta perdagangan dan jasa yang tumbuh disepanjang koridor jalan.. Sub BWP VIII terdiri dari Kelurahan Sewu, Kelurahan Gandekan, Kelurahan Sudiroprajan dan Kelurahan Sangkrah.Sub BWP VIII dibagi menjadi 3 Blok yaitu Blok I.VIII.1, Blok I.VIII.2 dan Blok I.VIII.3. II - 90

103 II - 91

104 II - 92

105 II - 93

106 II - 94

107 BAB III PENGKAJIAN PENGARUH TUJUAN PENATAAN RUANG, PRINSIP-PRINSIP PENATAAN RUANG DAN/ATAU PROGRAM TERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 3.1. PENAPISAN Penapisan merupakan tahapan awal dalam pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Tahapan penapisan yaitu tahapan KLHS yang mengidentifikasi apakah perlu dilakukan KLHS terhadap suatu kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP). Proses penapisan dilakukan oleh pembuat KRP dengan didukung pendapat ahli. Selain itu penapisan dapat dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah serta melalui konsultasi dengan instansi lingkungan hidup dan instansi terkait lainnya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkuan Hidup (PPLH) Pasal 15, menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Provinsi, Kota dan Kabupaten) wajib melaksanakan KLHS dalam penyusunan Rencana Tata Ruangnya. KLHS dilakukan untuk mengintegrasikan aspek lingkungan dalam pengambilan keputusan awal kebijakan, rencana, dan program dalam hal ini adalah Rencana Tata Ruang. Berdasarkan ketentuan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan penyusunan KLHS RDTR Kawasan I harus disusun sebagai dokumen pendamping produk RDTR Kawasan I. Selain UU Nomor 32 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang juga menyatakan bahwa : Pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi : 1). teknik analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis; 2). teknik analisis keterkaitan antarwilayah dan/atau kawasan perkotaan; dan 3). teknik perancangan kawasan (Pasal 67 ayat 2 huruf c). PP tersebut juga menjadi dasar bahwa kegiatan penyusunan KLHS RDTR Kawasan I menjadi wajib III - 1

108 dilakukan. Perundangan lain yang mengharuskan adanya penyusunan KLHS dalam penyusunan RDTR, juga termuat dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang/ Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Dokumen KLHS dalam batang tubuh subbab 5.3 kelengkapan dokumen untuk persetujuan substansi Rancangan Peraturan Daerah (raperda) tentang RDTR, menyatakan bahwa dokumen KLHS merupakan dokumen pendukung dalam proses persetujuan substansi raperda RDTR, sehingga dokumen KLHS perlu disusun. Secara singkat tabulasi identifikasi uji penapisan KLHS bagi suatu kebijakan, rencana, dan/atau program RDTR Kawasan I sebagai berikut : Tabel III.1 Identifikasi Uji Penapisan KLHS RDTR Kawasan I No Kriteria Penapisan KLHS RDTR Kawasan I Uraian Pertimbangan dan Kesimpulan Penilaian Kesimpulan: (Signifikan atau Tidak Signifikan) 1 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkuan Hidup (PPLH) Pasal 15 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang 3 Peraturan Menteri (Permen) Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang/ Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota Sumber : Analisis, Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Provinsi, Kota) wajib melaksanakan KLHS dalam penyusunan Rencana Tata Ruangnya. Pengolahan data dan analisis, paling sedikit dilakukan dengan : teknik analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditentukan melalui kajian lingkungan hidup strategis (Pasal 67 ayat 2 huruf c). Dokumen KLHS merupakan dokumen pendukung dalam proses persetujuan substansi Rancangan Peraturan Daerah (raperda) RDTR. (subbab 5.3 kelengkapan dokumen untuk persetujuan substansi raperda tentang RDTR). RDTR Kawasan I merupakan bagian dari RTR Kota Surakarta yang harus dilengkapi dengan KLHS. Hal ini signifikan sesuai dengan amanah Pasal 15 UU 32 Tahun Muatan substansi KLHS RDTR Kawasan I salah satunya adalah telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini sangat signifikan dengan PP No 15 Tahun 2010 (Pasal 67 ayat 2 huruf c). Hal ini sangat signifikan menyusun dokumen KLHS memenuhi Permen No 20/PRT/M/2011 subbab 5.3 kelengkapan dokumen untuk persetujuan substansi raperda tentang RDTR. III - 2

109 Kajian KLHS dari produk RDTR Kawasan I disesuaikan dengan muatan substansi RDTR dalam Permen 20/PRT/M/2011 yang mencakup beberapa substansi pokok, yaitu : 1. Tujuan penataan BWP 2. Rencana pola ruang 3. Rencana jaringan prasarana 4. Penetapan SBWP yang diprioritaskan 5. Ketentuan pemanfaatan ruang 6. Peraturan zonasi 3.2. PENGKAJIAN PENGARUH K-R-P TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN HIDUP Pengkajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP) terhadap kondisi lingkungan hidup dalam lingkup RDTR Kawasan I dilakukan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu : 1) Identifikasi pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, 2) Penilaian isu pembangunan berkelanjutan, 3) Penialian Prioritas Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP), dan 4) Telaah Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP). Masing-masing tahapan kajian pengaruh KRP secara rinci diuraikan sebagai berikut : Identifikasi Pelibatan Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Identifikasi pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dapat dilakukan sesuai proses dan prosedur penyusunan dan evaluasi masing-masing KRP. Sedangkan dalam penyusunan KLHS RDTR Kawasan I, untuk bentuk pelibatan masyarakat disesuaikan dengan perundangan yang terkait yaitu mengacu pada PP No 68 Tahun 2010 tentang bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang. Secara garis besar bentuk pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dapat dilihat pada tabel berikut. III - 3

110 Tabel III.2 Bentuk Pelibatan Masyarakat dan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan dan Impementasi KLHS RDTR Kawasan I Tahapan KLHS Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat Dan No Pemangku Kepentingan 1 Perencanaan/penyusunan KLHS a. Penapisan (kesepakatan perlu tidaknya KLHS) b. Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan c. Integrasi proses pelibatan masyarakat d. Konsultasi publik / dialog / diskusi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan terkait identifikasi isu lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan. e. Identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan Instansi/ Lembaga Yang Terlibat : Pembuat keputusan : Penetapan KLHS RDTR Kawasan I yang akan dilakukan. Rekomendasi pelaksanaan kegiatan KLHS Penyusun KRP dan Instansi terkait : Identifikasi pemangku kepentingan. Idenitifikasi apakah perlu dilakukan KLHS terhadap RDTR Kawasan I. Penetapan KLHS RDTR Kawasan I yang akan dilakukan. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) Masyarakat yang memiliki informasi dan masyarakat yang terkena dampak : Keterlibatan pasif masyarakat dalam menerima informasi tentang adanya KLHS Penyusun KRP dan Instansi terkait : Pemberian data dan informasi terkait lingkungan hidup Masukan data kebijakan sektor terkait lingkungan hidup Masukan data potensi dan masalah penataan ruang Masukan data potensi dan masalah pembangunan berkelanjutan Masukan isu strategis pembangunan berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Masukan kebijakan sektoral terkait isu strategis pembangunan berkelanjutan Masukan prioritas utama dari isu strategis yang ada Masyarakat yang memiliki informasi dan masyarakat yang terkena dampak : Masukan data karakteristik lokasi studi. Masukan data potensi, masalah dan isu strategis dalam pembangunan berkelanjutan Aspirasi dan opini masyarakat dalam meminimalisasi dampak lingkungan III - 4

111 No Tahapan KLHS f. Identifikasi Kebijakan, Rencana, dan/atau Program (KRP) g. Telaah Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program (KRP) Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat Dan Pemangku Kepentingan Masukan isu strategis pembangunan berkelanjutan di wilayah studi Masukan isu strategis yang paling memberikan dampak menurut masyarakat Masukan dampak resiko dari isu strategis pembangunan berkelanjutan Penyusun KRP dan Instansi terkait : Masukan substansi KRP yang paling memberikan pengaruh besar terhadap lingkungan hidup Menentukan muatan dan substansi KRP yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan berkelanjutan Masukan kebijakan sektoral terkait KRP yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan hidup Masyarakat yang memiliki informasi dan masyarakat yang terkena dampak : Masukan KRP yang memberikan dampak paling besar terhadap lingkungan hidup Masukan dampak resiko dari KRP yang mulai ditimbulkan. Penyusun KRP dan Instansi terkait : Masukan hasil kajian kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Masukan hasil kajian kinerja layanan/jasa ekosistem Masukan hasil kajian efisiensi pemanfaatan SDA Masukan hasil kajian tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim Masukan hasil kajian tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati Masukan hasil kajian perkiraan dampak/risiko lingkungan hidup yang timbul baik dari isu strategis maupun KRP. Masyarakat yang memiliki informasi dan masyarakat yang terkena dampak : Masukan dampak resiko KRP yang dudah mulai timbul di wilayah Masukan dampak resiko KRP jika diterapkan. III - 5

112 No Tahapan KLHS h. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP Penyusun KRP dan Instansi terkait : i. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS 2 Pemanfaatan j. Keberlanjutan Proses k. Keberlanjutan Produktifitas l. Keselamatan dan Kesejahteraan Masyarakat Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat Dan Pemangku Kepentingan Masukan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program Masukan instrumen, metode serta cara mitigasi dampak dan risiko lingkungan Masukan alternatif skenario pembangunan Masukan alternatif prioritas pembangunan Masukan alternatif lokasi yang lebih layak secara lingkungan Masukan alternatif tahapan pelaksanaan dan identifikasi waktu yang lebih tepat bagi pembangunan Masyarakat yang memiliki informasi dan masyarakat yang terkena dampak : Masukan alternatif lokasi yang lebih layak secara lingkungan Penyusun KRP dan Instansi terkait : Pemberian saran dan pendapat perbaikan untuk pengambilan keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan Masukan perbaikan dalam perubahan prioritas Masukan kemungkinan penundaan KRP Rekomendasi penyesuaian ukuran dan skala rencana Rekomendasi penyesuaian lokasi Alternatif rencana dan program Pembuat keputusan, Penyusun KRP dan Instansi terkait : Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan standar pelayanan minimal dalam rangka pelaksanaan peran masyarakat dalam penataan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Masyarakat yang memiliki informasi dan masyarakat yang terkena dampak : Kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang dan pelaksanaan KLHS; III - 6

113 No Tahapan KLHS 3 Pengedalian, pemeliharaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan penegakan hukum m. Pencegahan n. Penanggulangan o. Pemulihan p. Konservasi SDA q. Pencadangan SDA r. Pelestarian fungsi lingkungan hidup s. Pembinaan t. Sanksi Administrasi u. Sanksi Perdata v. Sanksi Pidana Sumber: Analisis, 2014 Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat Dan Pemangku Kepentingan Memberikan pendapat, saran dan usulan dalam sistem pelaksanaan KLHS. Memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang dan kajian KLHS yang telah ditetapkan Menjaga serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam Pembuat keputusan Menunjuk instansi lingkungan hidup tingkat kota dalam penyelenggaraan KLHS termasuk dalam pemantauan dan evaluasi tingkat kota. Menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan KLHS kepada Gubernur. Penyusun KRP dan Instansi terkait Monotiroing dan evaluasi pelaksanaan KRP secara berkala untuk memastikan bahwa KRP berjalan sesuai dengan hasil kajian KLHS. Menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan KLHS kepada Walikota. Masyarakat yang memiliki informasi dan masyarakat yang terkena dampak Ikutserta dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang dan hasil KLHS yang telah ditetapkan Pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang dan hasil KLHS yang telah ditetapkan Pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan tidak sesuai dengan kajian KLHS. III - 7

114 Penilaian Isu Pembangunan Berkelanjutan Hasil identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan sebagaimana disampaikan pada bab sebelumnya di atas, selanjutnya dilakukan penapisan dari daftar panjang isu-isu pembangunan berkelanjutan menjadi daftar pendek isu strategis pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan teknik penilaian dan pembobotan. Adapun tahapan metode pembobotan sebagai berikut : 1. Menetapkan kriteria untuk menilai isu-isu pembangunan berkelanjutan. Adapun kriteria dalam menilai isu-isu pembangunan berkelanjutan sebagai berikut: Memiliki keterkaitan antar sektor, wilayah, dan antar generasi. Bersifat tidak bisa atau sulit dipulihkan, risiko/dampak mencakup jumlah dan luasan yang besar dan bersifat kumulatif. Memiliki implikasi jangka panjang. 2. Menggunakan daftar panjang isu-isu pembangunan berkelanjutan untuk merumuskan isu strategis yang prioritas untuk ditelaah pengaruhnya. 3. Melakukan uji silang isu-isu pembangunan berkelanjutan dengan kriteria penilaian. 4. Menetapkan nilai pada masing-masing kriteria berdasarkan tingkat resiko (risk) untuk setiap isu. Adapun nilai yang digunakan diklasifikasikan dalam tiga (3) skala, yaitu : nilai 3 (tinggi), nilai 2 (sedang), dan nilai 1 (rendah). Dalam penilaian ini tidak digunakan nilai nol (0) agar diperoleh kecenderungan. Hal ini terkait dengan asumsi bahwa setiap tindakan atau perlakuan terhadap suatu kondisi alam dan/atau lingkungannya akan ada konsekuensi dampaknya (trade-off). Asumsi korelasi penilaian dengan kriteria penialaian sebagai berikut : Tabel III.3 Penilaian Kriteria Isu Pembangunan Berkelanjutan No Kriteria Tinggi (Skor 3) Sedang (Skor 2) Rendah (Skor 1) 1 Memiliki keterkaitan antar sektor, wilayah, dan antar generasi. Memiliki keterkaitan 3 (tiga) aspek (antar sektor, wilayah, dan generasi) Meliliki keterkaitan 2 (dua) aspek Meliliki keterkaitan salah satu aspek 2 Bersifat tidak bisa atau sulit dipulihkan, risiko/dampak mencakup jumlah dan luasan yang besar dan bersifat kumulatif. Sulit dipulihkan, Risiko/dampak jumlah dan luasan di dalam kecamatan dan daerah sekitarnya Dampak bersifat Bisa pulih dalam waktu lama Risiko/dampak jumlah dan luasan skala kecamatan, Dampak bersifat Bisa pulih dalam waktu dekat Risiko/dampak jumlah dan luasan dalam skala desa, Dampak bersifat III - 8

115 No Kriteria Tinggi (Skor 3) Sedang (Skor 2) Rendah (Skor 1) kumulatif kumulatif tidak komulatif 3 Memiiki implikasi jangka panjang. Implikasi dampak yang terjadi dalam jangka waktu yang lama/panjang Implikasi dampak yang terjadi dalam jangka waktu menengah Implikasi dampak yang terjadi dalam jangka waktu pendek Sumber : Analisis, 2014 Berdasarkan tahapan dan metode pembobotan di atas, dapat diketahui penilaian isu pembangunan berkelanjutan yang prioritas untuk ditelaah pengaruhnya dalam KLHS RDTR Kawasan I sebagai berikut. III - 9

116 Tabel III.4 Penilaian Isu Pembangunan Berkelanjutan No Isu Pembangunan Berkelanjutan 1 Masih tingginya jumlah masyarakat yang berpenghasilan rendah/pra-sejahtera 2 Masih adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni atau kawasan kumuh perkotaan 3 Belum optimalnya penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah Memiliki keterkaitan antar sektor, wilayah, dan antar generasi (A) Kriteria Penilaian Prioritas Isu PB Bersifat sulit dipulihkan, risiko/ dampak mencakup jumlah dan luasan yang besar dan bersifat kumulatif (B) Memiiki implikasi jangka panjang (C) Nilai Bobot Kriteria A (30%) B (40%) C (30%) Total Nilai (Bobot x Isu) Rangking Prioritas Isu Pembangunan Berkelanjutan ,9 0,8 0,9 2,6 I ,6 0,8 0,6 2,0 II ,6 0,8 0,9 2,3 II 4 Permasalahan drainase perkotaan ,9 0,8 0,6 2,3 II 5 Permasalahan pencemaran lingkungan 6 Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) ,9 0,8 0,9 2,6 I ,3 0,4 0,9 1,6 III 7 Permasalahan transportasi kota ,6 0,4 0,9 1,9 II 8 Potensi cagar budaya ,6 0,4 0,6 1,6 III Total Per Kriteria ,4 6,4 6,3 16,9 Sumber : Analisis, 2014 Keterangan : Interval Penilaian Rangking Prioritas Isu PB : Rangking I = > 2,3 Rangking II = 1,7 2,3 Rangking III = < 1,7 III - 10

117 Penilaian Prioritas Kebijakan, Rencana, dan/atau Program Penilaian prioritas kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) dilakukan baik untuk kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan disusun maupun kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah disusun dan akan dievaluasi. Untuk identifikasi KRP dalam KLHS RDTR Kawasan I dilakukan pada KRP yang akan dilakukan. Adapun tujuan identifikasi KRP pada saat KRP tersebut telah disusun, namun dalam proses penetapan adalah mengetahui dan menentukan muatan dan substansi rancangan KRP yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan berkelanjutan. Tahapan yang dilakukan dalam penetapan KRP yang perlu ditelaah pengaruhnya dapat dilakukan dengan metode penilaian frekuensi dampak yang diberikan KRP dalam kaitannya dengan prioritas isu pembangunan berkelanjutan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Penilaian frekuensi dampak dilakukan dengan teknik uji silang antara KRP dan isu pembangunan berkelanjutan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Total frekuensi nilai dampak KRP yang menunjukkan nilai negatif merupakan KRP yang prioritas untuk ditelaah pengaruhnya, mengingat dampak negatif yang diberikan terhadap lingkungan lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya. Secara rinci penetapan prioritas KRP dapat dilihat pada tabel berikut : III - 11

118 Tabel III.5 Penilaian Prioritas KRP Isu Pembangunan Berkelanjutan No Program Utama Masih tingginya jumlah masyarakat yang berpenghasilan rendah/prasejahtera Masih adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni atau kawasan kumuh Belum optimalnya penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah Permasalahan drainase perkotaan Permasalahan pencemaran lingkungan Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Permasalahan transportasi kota Potensi cagar budaya Frekuensi Dampak Positif (+) Frekuensi Dampak Negatif (-) Total Frekuensi Dampak 1 PENATAAN RUANG A Perencanaan B Proses Perda Pengendalian 1 Penyusunan & pemerdaan zoning Regulasi Penyusunan/Optimalisasi BKPRD Kegiatan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Penertiban pemanfaatan kawasan lindung Penertiban pemanfaatan kawasan budidaya CAGAR BUDAYA 1 Pembangunan prasasti penanda sejarah pada masing masing kampung/ kelurahan Pelestarian bangunan cagar budaya (ragawi) Pelestarian aktivitas sejarah (non ragawi) menjadi aset warisan budaya yang akan tetap dijalankan didalam masyarakat III - 12

119 Isu Pembangunan Berkelanjutan No Program Utama Masih tingginya jumlah masyarakat yang berpenghasilan rendah/prasejahtera Masih adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni atau kawasan kumuh Belum optimalnya penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah Permasalahan drainase perkotaan Permasalahan pencemaran lingkungan Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Permasalahan transportasi kota Potensi cagar budaya Frekuensi Dampak Positif (+) Frekuensi Dampak Negatif (-) Total Frekuensi Dampak 3 PERINDUSTRIAN 1 Pengembangan kawasan industri ramah lingkungan Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kegiatan industri Peningkatan Pengendalian Polusi (Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah /IPAL) TRANSPORTASI 1 Peningkatan Jalan Kolektor Primer Peningkatan Jalan Lokal Primer Peningkatan Jalan Lingkungan Pembangunan dan pengaturan jalur sepada Pembangunan Jalur BST dan halte/ shelter Pengadaan dan Pemeliharaan rambu lalu lintas Pengadaan dan Pemeliharaan penerangan jalan AIR BERSIH Peningkatan pelayanan jaringan air bersih III - 13

120 Isu Pembangunan Berkelanjutan No Program Utama Masih tingginya jumlah masyarakat yang berpenghasilan rendah/prasejahtera Masih adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni atau kawasan kumuh Belum optimalnya penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah Permasalahan drainase perkotaan Permasalahan pencemaran lingkungan Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Permasalahan transportasi kota Potensi cagar budaya Frekuensi Dampak Positif (+) Frekuensi Dampak Negatif (-) Total Frekuensi Dampak 6 DRAINASE 1 Perbaikan saluran drainase primer Perbaikan saluran drainase sekunder Pembangunan saluran drainase tersier Pemeliharaan Jaringan Drainase/Saluran Normalisasi saluran pembuangan Prokasih (program kalibersih) LIMBAH 1 Pengadaan Jaringan Pembuangan limbah baik untuk industri maupun untuk rumah tangga (khususnya home industry) Pembangunan IPAL komunal SAMPAH 1 Pengadaan TPS Mobile Pembangunan TPST Sriwedari dan TPST Sangkrah Sosialiasi perilaku masyarakat terkait pentingnya membuang sampah pada tempatnya III - 14

121 Isu Pembangunan Berkelanjutan No Program Utama Masih tingginya jumlah masyarakat yang berpenghasilan rendah/prasejahtera Masih adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni atau kawasan kumuh Belum optimalnya penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah Permasalahan drainase perkotaan Permasalahan pencemaran lingkungan Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Permasalahan transportasi kota Potensi cagar budaya Frekuensi Dampak Positif (+) Frekuensi Dampak Negatif (-) Total Frekuensi Dampak 9 PENDIDIKAN 1 Pembangunan lembaga pendidikan kursus ketrampilan Pembangunan Fasilitas SLTA/perguruan tinggi PERIBADATAN Pengembangan jangkauan pelayanan Fasilitas peribadatan kepada masyarakat KESEHATAN 1 Pengembangan Fasilitas Kesehatan skala pelayanan kecamatan Peningkatan kualitas fasilitas kesehatan skala lingkungan seperti posyandu, bidan, dsb FASILITAS PERDAGANGAN 1 Pembangunan Sektor ekonomi Kreatif Penataan Sektor Kawasan Perdagangan Informal Peningkatan kualitas dan pemeliharaan pasar III - 15

122 Isu Pembangunan Berkelanjutan No Program Utama Masih tingginya jumlah masyarakat yang berpenghasilan rendah/prasejahtera Masih adanya lingkungan permukiman yang tidak layak huni atau kawasan kumuh Belum optimalnya penyediaan sarana prasarana pengelolaan sampah Permasalahan drainase perkotaan Permasalahan pencemaran lingkungan Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Permasalahan transportasi kota Potensi cagar budaya Frekuensi Dampak Positif (+) Frekuensi Dampak Negatif (-) Total Frekuensi Dampak 12 KAWASAN PERMUKIMAN 1 Perbaikan Lingkungan Permukiman kumuh dan padat Pemenuhan kebutuhan rumah layak huni untuk masyarakat LINGKUNGAN Penataan Kawasan Kalipepe Sumber : Analisis, 2014 Keterangan : Kebijakan, Rencana dan Program yang memberikan nilai frekuensi dampak negatif (-) merupakan KRP terpilih yang akan dikaji/ditelaah lebih lanjut pada tahap selanjutnya. III - 16

123 Berdasarkan tabel penilaian prioritas KRP di atas, dapat diketahui bahwa KRP RDTR Kawasan I yang mempunyai potensi dampak atau pengaruh negatif terhadap kondisi lingkungan hidup sebagai berikut : 1. Pengembangan kawasan industri ramah lingkungan 2. Pembangunan Fasilitas SLTA/perguruan tinggi 3. Pembangunan Sektor ekonomi Kreatif 4. Penataan Sektor Kawasan Perdagangan Informal Namun demikian terdapat beberapa program yang berdampak positif terhadap kondisi lingkungan hidup tetapi belum mampu efektif berpengaruh positif karena skala kegiatan yang kurang misalnya lokasinya kurang dan sebagainya. Kondisi seperti ini terjadi pada beberapa program sebagai berikut : 1. Penataan Kawasan Kali Pepe. 2. Pembangunan TPST di Kawasan Sriwedari dan Sangkrah. 3. Pembangunan RTH skala lingkungan Telaah Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup Telaah pengaruh KRP dilakukan untuk mengetahui kemungkinan dan potensi pengaruh KRP terhadap isu strategis lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Hasil dari telaah pengaruh KRP dapat dijadikan acuan dalam identifikasi alternatif untuk memperbaiki muatan dan substansi KRP agar tujuan dan sasaran KRP dapat berkelanjutan, termasuk mencegah/mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Secara garis besar telaah pengaruh KRP dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu : telaah pengaruh terhadap isu pembangunan berkelanjutan, telaah pengaruh KRP, telaah dampak pengaruh isu pembangunan berkelanjutan dan KRP. Telaah juga dikaji dengan menggunakan salah satu atau kombinasi substansi berdasarkan Pasal 16 UU PPLH, yaitu : 1) Kapasitas daya dukung & daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, 2) Kinerja layanan/jasa ekosistem, 3) Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), 4) Tingkat kerentanan & kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, 5) Tingkat ketahanan & potensi keanekaragaman hayati, dan 6) Perkiraan mengenai dampak & risiko lingkungan hidup. Telaah pengaruh komponen KRP RDTR perkotaan Kawasan I dapat dilihat pada tabel berikut ini. III - 17

124 Tabel III.6 Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) RDTR Kawasan I Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan A Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) RDTR Kawasan I dengan Nilai Frekuensi Dampak Negatif (-) 1 Pengembangan kawasan industri ramah lingkungan 2 Pembangunan Fasilitas SLTA/ perguruan tinggi Rencana pengembangan kawasan industri ramah lingkungan, memberikan pengaruh dan dapat berakibat pada : Keterbatasan ketersediaan lahan mendukung penyediaan sarana industry dimaksud. Berkurangnya daya tampung lahan untuk mewadahi sarana industry mengingat kegiatan ini diikuti dengan pergerakan kegiatan tenaga kerja, bahan baku dan produk industry. Potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (limbah cair dan padat) akibat kegiatan industry di perkotaan. Permasalahan kemacetan lalu-lintas pada titik-titik kegiatan sosial ekonomi seperti kawasan industri. Ancaman berkurangnya luasan lahan terbuka hijau yang dikembangkan untuk penyediaan sarana industri. Dalam jangka panjang seharusnya kegiatan industry yang ada saat ini (contoh industry batik) perlu dikaji untuk direlokasi ke arah pinggiran atau luar kota. Kegiatan industry yang ada saat ini dapat dialihfungsikan sebagai kawasan perdagangan dan jasa atau wisata belanja (contoh dapat digunakan sebagai butik/outlet untuk penjualan produk-produk batik. Rencana pengembangan fasilitas SLTA/perguruan tinggi, memberikan pengaruh dan dapat berakibat pada : Keterbatasan ketersediaan lahan mendukung penyediaan sarana pendidikan dimaksud. Berkurangnya daya tampung lahan untuk mewadahi sarana pendidikan ini mengingat kegiatan ini diikuti dengan pergerakan kegiatan siswa/pelajar, tumbuhnya permukiman untuk pelajar khususnya di sekitar kampus pendidikan tinggi, serta sarana pendukung lainnya seperti pusat fotocopy dan sebagainya. Potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (limbah cair dan padat) akibat kegiatan pendidikan III - 18

125 No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) RDTR Kawasan I 3 Pembangunan Sektor Ekonomi Kreatif 4 Penataan Sektor Kawasan Perdagangan Informal menengah dan tinggi di perkotaan. Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Permasalahan kemacetan lalu-lintas pada titik-titik kegiatan terkait kawasan pendidikan menengah/tinggi. Ancaman berkurangnya luasan lahan terbuka hijau yang dikembangkan untuk penyediaan sarana pendidikan. Rencana pengembangan sector ekonomi kreatif, memberikan pengaruh dan dapat berakibat pada : Meskipun relatif berdampak kecil terhadap lingkungan, karena kegiatan ekonomi kreatif yang berbasis budaya, seni, dan kreatifitas, cenderung tidak diusahakan dalam skala besar dan memanfaatkan sumberdaya alam intensif; namun demikian kegiatan ekonomi ini tetap perlu mendapat perhatian dalam pengelolaannya. Kegiatan ekonomi kreatif potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (limbah cair dan padat) akibat kegiatan yang tidak dikelola dan didukung sarana yang memadai (misalnya fasilitas pembuangan sampah). Permasalahan kemacetan lalu-lintas pada titik-titik tertentu terkait kegiatan ekonomi kreatif. Rencana pengembangan sector perdagangan informal, memberikan pengaruh dan dapat berakibat pada: Meskipun relatif berdampak kecil terhadap lingkungan, karena kegiatan penataan berupaya memperbaiki pedanagang kaki lima yang tidak tettata sebelumnya; namun demikian kegiatan ekonomi ini tetap perlu mendapat perhatian dalam pengelolaannya. Kegiatan penataan sector perdagangan informal potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (limbah cair dan padat) akibat kegiatan yang tidak dikelola dan didukung sarana yang memadai (misalnya fasilitas pembuangan sampah). Permasalahan kemacetan lalu-lintas pada titik-titik tertentu terkait kegiatan perdagangan informal. Perlu pengkajian secara mendalam berkaitan dengan keberadaan Pasar Hewan di kawasan Notoharjo Kel. Semanggi. Mengingat potensi dampaknya terhadap lingkungan perkotaan padat di sekitarnya. III - 19

126 No Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) RDTR Kawasan I Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan B Program yang berdampak positif terhadap kondisi lingkungan hidup tetapi belum mampu efektif berpengaruh positif 1 Penataan Kawasan Kali Pepe Dalam RDTR Kawasan I dirumuskan program penataan kawasan Kali Pepe, tidak termasuk bantaran sungai lainnya (Kali Jenes dan Kali Pelemwulung). Program ini sangat baik dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup di kawasan sekitar sungai, karena pada kawasan ini merupakan konsentrasi kawasan kumuh dan daerah rawan banjir. Untuk itu program ini perlu diperluas pada lokasi-lokasi lainnya yaitu pada kawasan Kali Jenes dan Kali Pelemwulung. 2 Pembangunan TPST di Kawasan Sriwedari dan Sangkrah Pembangunan TPST merupakan salah satu upaya pengurangan produksi sampah yang akan diangkut menuju TPA Putri Cempo melalui pengolahan di tingkat komunal (setempat). Sehingga program ini tentunya dapat dilaksanakan pada seluruh kelurahan di Kawasan I, tidak terbatas di Sriwedari dan Sangkrah. Untuk itu perlu upaya ekstentifikasi wilayah dan prioritas pada beberapa konsentrasi kawasan kumuh yang biasanya upaya pengelolaan sampah masih kurang yang ditunjukkan dengan masih banyaknya sampah yang dibuang di badan sungai. Kawasan prioritas pembangunan TPST antara lain adalah : 1. Sudiroprajan. 2. Gandekan. 3. Sewu. 4. Joyotakan. 5. Danukusuman. 6. Joyosuran. 7. Semanggi. 8. Pasar Kliwon. 9. Kedunglumbu. III - 20

127 Komponen Kebijakan, Rencana No dan/atau Program (KRP) RDTR Kawasan I 3 Pembangunan RTH skala lingkungan. Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam RDTR Kawasan I dirumuskan program pembangunan RTH skala lingkungan. Idealnya, dengan luasan RTH yang masih kurang, perlu pembangunan RTH skala yang lebih besar, misalnya skala kawasan. Pembangunan RTH skala kawasan yang baru dapat melengkapi RTH kawasan yang sudah ada seperti alun-alun utara, alun-alun selatan dan Stadion Sriwedari. Untuk itu lokasi-lokasi potensial dapat dikembangkan sebagai RTH skala kawasan seperti pemanfaatan lahan sempadan/bantaran sungai dan area lahan kosong yang masih ada untuk pengembangan Hutan Kota. Pengembangan RTH ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan potensi RTH yang berdekatan misalnya sempadan/bantaran sungai, lahan kosong, makam, jalur jalan dan lapangan olah raga. Sumber : Analisis, 2014 III - 21

128 Selain kajian telaah pengaruh yang sudah diuraikan diatas, kajian KLHS Kawasan I juga melakukan telaah terhadap salah satu substansi KLHS yang terdapat pada Pasal 16 UU PPLH secara lebih detail. Kajian pengaruh secara detail yang terkait dengan KLHS RDTR Kawasan I yaitu pada kajian kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan. Secara lebih detail identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan dalam kegiatan Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RDTR Kawasan I dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah. Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Daya dukung lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dalam suatu ruang/wilayah. Dalam identifikasi kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dilakukan beberapa tahapan analisis yang dilakukan untuk mengetahui alokasi pemanfaatan ruang yang dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu: a. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang. b. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan. c. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Secara rinci kajian dan analisis daya dukung lingkungan dalam penataan ruang ini dapat diuraikan sebagai berikut : A. Kemampuan / Daya Dukung Lahan untuk Alokasi Pemanfaatan Ruang Komponen dalam analisis penetapan kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang dibedakan dalam dua bagian, yaitu Kemampuan Lahan dan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Berikut penjelalasan kajian analisis yang dilakukan. 1. Kemampuan Lahan Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan hidup lain. Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, dapat dilakukan klasifikasi kemampuan lahan ke dalam tingkat kelas, sub kelas, dan unit pengelolaan. Dalam analisis ini, mengingat kondisi lahan sudah merupakan kawasan perkotaan dengan dominasi kawasan terbangun. Maka analisis hanya dilakukan hingga Kemampuan Lahan dalam Tingkat Kelas. III - 22

129 Lahan diklasifikasikan ke dalam 8 (delapan) kelas, yang ditandai dengan huruf romawi I sampai dengan VIII. Dua kelas pertama (kelas I dan kelas II) merupakan lahan yang cocok untuk penggunaan pertanian dan 2 (dua) kelas terakhir (kelas VII dan kelas VIII) merupakan lahan yang harus dilindungi atau untuk fungsi konservasi. Kelas III sampai dengan kelas VI dapat dipertimbangkan untuk berbagai pemanfaatan lainnya. Meskipun demikian, lahan kelas III dan kelas IV masih dapat digunakan untuk pertanian. Keterangan lebih rinci mengenai klasifikasi kelas lahan dan penggunaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel III.7 Klasifikasi Kemampuan Lahan Dalam Tingkat Kelas Kelas Kriteria Penggunaan I 1) Tidak mempunyai atau hanya sedikit hambatan yang membatasi penggunaannya. 2) Sesuai untuk berbagai penggunaan, terutama pertanian. 3) Karakteristik lahannya antara lain: topografi hampir datar - datar, ancaman erosi kecil, kedalaman efektif dalam, drainase baik, mudah diolah, kapasitas menahan air baik, subur, tidak terancam banjir. II 1) Mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau memerlukan tindakan konservasi yang sedang. 2) Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan. III IV 1) Mempunyai beberapa hambatan yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan lahan dan memerlukan tindakan konservasi khusus dan keduanya. 2) Mempunyai pembatas lebih berat dari kelas II dan jika dipergunakan untuk tanaman perlu pengelolaan tanah dan tindakan konservasi lebih sulit diterapkan. 3) Hambatan pada angka I membatasi lama penggunaan bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi dari pembatas tersebut. 1) Hambatan dan ancaman kerusakan tanah lebih besar dari kelas III, dan pilihan tanaman juga terbatas. 2) Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman semusim, tindakan konservasi lebih sulit diterapkan. Pertanian: a. Tanaman pertanian semusim. b. Tanaman rumput. c. Hutan dan cagar alam. Pertanian: a. Tanaman semusim. b. Tanaman rumput. c. Padang Penggembalaan d. Hutan Produksi e. Hutan Lindung f. Cagar Alam 1. Pertanian: a. Tanaman semusim. b. Tanaman yang memerlukan pengolahan tanah. c. Tanaman rumput. d. Padang rumput. e. Hutan produksi. f. Hutan lindung dan cagar alam. 2. Non-pertanian. 1. Pertanian: a. Tanaman semusim dan tanaman pertanian pada umumnya. b. Tanaman rumput. c. Hutan produksi. d. Padang penggembalaan III - 23

130 Kelas Kriteria Penggunaan V 1) Tidak terancam erosi tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak mudah untuk dihilangkan, sehingga membatasi pilihan penggunaannya. 2) Mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman. 3) Terletak pada topografi datar-hampir datar tetapi sering terlanda banjir, berbatu atau iklim yang kurang sesuai. VI 1) Mempunyai faktor penghambat berat yang menyebabkan penggunaan tanah sangat terbatas karena mempunyai ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan. 2) Umumnya terletak pada lereng curam, sehingga jika dipergunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. VII VIII Mempunyai faktor penghambat dan ancaman berat yang tidak dapat dihilangkan, karena itu pemanfaatannya harus bersifat konservasi. Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan pencegahan erosi yang berat. 1) Sebaiknya dibiarkan secara alami. 2) Pembatas dan ancaman sangat berat dan tidak mungkin dilakukan tindakan konservasi, sehingga perlu dilindungi. Sumber : Permen Nomor 17 Tahun 2009 e. Hutan lindung dan suaka alam. 2. Non-pertanian. 1. Pertanian: a. Tanaman rumput. b. Padang penggembalaan. c. Hutan produksi. d. Hutan lindung dan suaka alam. 2. Non-pertanian 1. Pertanian: a. Tanaman rumput. b. Padang penggembalaan. c. Hutan produksi. d. Hutan lindung dan cagar alam. 2. Non-pertanian a. Padang rumput. b. Hutan produksi. a. Hutan lindung. b. Rekreasi alam. c. Cagar alam. Dari hasil analisis overlay pemetaan dengan memperhatikan kondisi tekstur tanah yang didominasi jenis tanah alluvial dan latosol, tekstur sedang; kondisi lereng landai; tingkat erosi sedang; dan kondisi banjir kadang-kadang tergenang; maka didapatkan hasil sebagai berikut : Kemampuan Lahan Kelas I. Lahan ini berada pada sebagian besar Kec. Serengan dan sebagian Kec. Pasar Kliwon bagian barat. Temasuk pula wilayah Kec. Laweyan. Pada lahan ini tidak mempunyai atau hanya sedikit hambatan yang membatasi penggunaannya, sehingga sesuai untuk berbagai penggunaan. Pada awalnya kawasan ini sesuai untuk pertanian. Karakteristik lahannya antara lain: topografi hampir datar - datar, ancaman erosi kecil, kedalaman efektif dalam, drainase baik, mudah diolah, kapasitas menahan air baik, subur, tidak terancam banjir. Namun dengan melihat kondisi lahan ini sudah kawasan perkotaan yang padat, maka lahan ini juga sesuai untuk budidaya non pertanian atau kawasan terbangun. III - 24

131 Kemampuan Lahan Kelas II. Lahan dengan kemampuan lahan Kelas II ini mempunyai hambatan yaitu kadang-kadang tergenang banjir. Lahan ini berada pada sepanjang alur Sungai Bengawan Solo di Kec. Pasar Kliwon dan Kec. Jebres. Mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan. Sehingga meskipun saat ini digunakan untuk kawasan terbangun tetapi dalam pengembangan dan pengelolaannya perlu memperhatikan aspek tersebut. Untuk itu pada kawasan ini perlu dialokasikan ruang-ruang untuk mitigasi bencana banjir. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta Kelas Kemampuan Lahan di perkotaan Kawasan I di bawah ini. III - 25

132 Gambar 3.1 Kelas Kemampuan Lahan Kawasan I III - 26

133 2. Kesesuaian Penggunaan Lahan untuk Fungsi Lindung dan Budidaya Kesesuaian penggunaan lahan untuk fungsi lindung ini mengacu Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Kawasan lindung didefiniskan sebagai kawasan yang fungsi utamanya melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan serta nilai budaya serta sejarah bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kesesuaian lahan untuk kawasan lindung dalam konteks perkotaan Kawasan I adalah dalam bentuk Sempadan sungai. Yaitu merupakan pengaman aliran sungai, pada jarak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku di kanan kiri sungai (sempadan sungai). Berdasarkan Keppres 32/1990, serta memperhatikan ketentuan peraturan terkait lainnya (termasuk ketentuan tentang Garis Sempadan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah) kawasan sempadan sungai mempunyai manfaat penting untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik sungai serta mengamankan aliran sungai. Penetapan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya dilakukan dengan ketentuan berikut: Sungai bertanggul Sungai bertanggul adalah 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; Sungai tidak bertanggul a) Sungai berkedalaman kurang dari 3 meter adalah 10 (sepuluh) meter; b) Sungai berkedalaman 3 (tiga) sampai 20 (dua puluh) meter adalah 15 (lima belas) meter; Saluran bertanggul a) 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m 3 /detik atau lebih; b) 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 4 m 3 /detik; c) 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang 1 m 3 /detik Saluran tidak bertanggul a) 4 (empat) kali kedalaman saluran lalu ditambah 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m 3 /detik; b) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1-4 m 3 /detik; c) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 m 3 /detik. Selain sempadan sungai, kawasan I juga terdapat kawasan lindung cagar budaya berupa kawasan keraton Kasunanan dan kawasan Sriwedari. III - 27

134 Mengacu ketentuan tersebut maka seluruh wilayah pada kawasan I sesuai untuk kawasan budidaya kecuali pada lokasi-lokasi sebagai kawasan sempadan sungai dan cagar budaya. 3. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Kesesuaian Penggunaan Lahan Evaluasi kemampuan lahan dan kesesuaian penggunaan lahan dilakukan untuk melihat kesesuaian antara rencana pola ruang yang direncanakan serta hasil analisis kemampuan lahan / kesesuaian lahan yang mendukung suatu kawasan. Beberapa parameter pemetaan yang digunakan adalah: a. Peta rencana pola ruang b. Peta kemampuan lahan c. Peta kesesuaian lahan untuk fungsi lindung dan budidaya Dari hasil analisis evaluasi kesesuaian penggunaan lahan dapat diketahui beberapa rencana pola ruang yang terindikasi dapat menimbulkan dampak resiko terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan hasil analisis maka dihasilkan kondisi evaluasi kesesuaian lahan perkotaan Kawasan I dalam bentuk 2 (dua) kondisi, yaitu : a) Sesuai/Cocok Merupakan kawasan dengan hasil evaluasi kesesuaian dengan kondisi cocok, dengan beberapa parameter karakteristik, sebagai berikut : Kondisi rencana pola ruang RDTR sesuai dengan kemampuan lahan dan kesesuaian penggunaan lahan. Tidak terdapat faktor penghambat dalam kesesuaian lahannya. Jika terdapat faktor penghambat dapat diatasi (tidak berpengaruh negatif). b) Sesuai/Cocok dengan rekomendasi Merupakan kawasan dengan hasil evaluasi kesesuaian dengan kondisi cocok dengan rekomendasi, dengan beberapa parameter karakteristik, sebagai berikut : Kondisi rencana pola ruang RDTR sesuai dengan kemampuan lahan dan kesesuaian penggunaan lahan. Terdapat faktor penghambat dalam kesesuaian lahannya, namun bisa diatasi dengan alternatif penggunaan lahan lainnya. Dalam kategori ini, sesuai dengan rekomendasi diarahkan pada lahan-lahan di sempadan sungai yang dapat dioptimalkan untuk fungsi-fungsi pengaman sungai dan fungsi-fungsi keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan dengan memperbesar luasan RTH kota. B. Daya Tampung Penduduk Daya tampung kawasan merupakan kemampuan lahan untuk dapat menampung jumlah penduduk tertentu. Oleh karena itu daya tampung kawasan sangat berkaitan dengan alokasi penggunaan lahan permukiman. Daya tampung kawasan ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi eksisting persebaran kawasan III - 28

135 permukiman kawasan tersebut dan juga arahan peran kawasan tersebut dalam rencana struktur kota. Daya tampung penduduk terhadap ruang ruang untuk mengakomodasi perkembangan penduduk dan berbagai sarana dan prasarana kegiatan penduduknya, dicerminkan oleh luas lahan potensial yang tersedia sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Kepadatan penduduk menjadi salah satu penentu kualitas lingkungan karena tingginya aktivitas sosial-ekonomi penduduk akan menekan lingkungan hidup, baik lingkungan lahan/tanah, air maupun udara. Semakin padat penduduk maka tekanan terhadap lingkungan akan semakin besar yang akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Jumlah penduduk yang besar akan mengalami kepadatan penduduk yang berlebihan. Kepadatan penduduk atau Density adalah jumlah rata-rata penduduk yang mendiami suatu wilayah administrative tertentu biasanya dinyatakan dalam jiwa/ha. Kepadatan penduduk ini terjadi karena tidak seimbangnya jumlah penduduk yang mendiami wilayah tertentu dengan wilayah yang didiami. Jumlah penduduk yang terus menunjukkan peningkatan tidak dibarengi dengan luas wilayah suatu tempat yang tetap. Sehingga ini menyebabkan jumlah penduduk yang ada diwilayah tertentu melebihi jumlah ideal penduduk yang seharusnya tinggal di wilayah tersebut. Menurut standar dalam pedoman penetapan wilayah perkotaan besar, seperti Kota Surakarta, termasuk dalam kategori permukiman kepadatan tinggi dengan kepadatan penduduk jiwa/ Ha. Atas dasar tersebut, maka daya tampung penduduk perkotaan Kawasan I ditetapkan maksimal sebesar jiwa atau kepadatan maksimal jiwa / Ha. Pengembangan ruang untuk 20 tahun mendatang berdasarkan prediksi jumlah penduduk sesuai RDTR Kec. Kawasan I yaitu sebesar jiwa maka kepadatan rata-rata akan mencapai 194 jiwa/ha atau masih di bawah daya tampung maksimal kota. Tabel III.8 Proyeksi Jumlah Penduduk di Wilayah Perencanaan Sampai Tahun 2035 Tahun Eksisting th Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/ha) Sumber: hasil analisis, 2014 III - 29

136 BAB IV ALTERNATIF TUJUAN PENATAAN, PRINSIP PENATAAN RUANG, DAN/ATAU PROGRAM Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan KRP untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP antara lain : a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diprakirakan akan menimbulkan dampak lingkungan hidup atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program. c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program. d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program. Bentuk alternatif penyempurnaan tersebut antara lain adalah sebagai berikut di bawah ini: a. Kebutuhan pembangunan: mengecek kembali kebutuhan pembangunan yang baru misalnya target pengentasan kemiskinan atau peningkatan pendapatan penduduk. b. Lokasi: mengusulkan lokasi baru yang dianggap lebih aman, atau mengusulkan pengurangan luas wilayah kebijakan, rencana dan/atau program. c. Proses, metode, dan teknologi: mengusulkan alternatif proses dan/atau metode dan/atau teknologi pembangunan yang lebih baik, seperti peningkatan pendapatan rakyat melalui pengembangan ekonomi kreatif, bukan pembangunan ekonomi konvensional yang menguras sumber daya alam, seperti pembuatan jembatan untuk melintasi kawasan lindung. d. Jangka waktu dan tahapan pembangunan: mengusulkan perubahan jangka waktu pembangunan, awal kegiatan pembangunan, urutan, maupun kemungkinan penundaan satu program pembangunan. IV - 1

137 Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program dalam kajian KLHS RDTR perkotaan Kawasan I Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel IV.1. IV - 2

138 No KRP RDTR Tabel IV. 1. Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program (KRP) Telaah Pengaruh KRP pada lingkungan hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Perbaikan Rumusan Kebijakan Alternatif Penyempurnaan /Perbaikan KRP Perbaikan Muatan Rencana A Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) RDTR Kawasan I Kota Surakarta dengan Nilai Frekuensi Dampak Negatif (-) 1 Pengembangan kawasan industri ramah lingkungan Keterbatasan ketersediaan lahan mendukung penyediaan sarana industri dimaksud. Berkurangnya daya tampung lahan untuk mewadahi sarana industri mengingat kegiatan ini diikuti dengan pergerakan kegiatan tenaga kerja, bahan baku dan produk industri. Potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (limbah cair dan padat) akibat kegiatan industri di perkotaan. Permasalahan kemacetan lalu-lintas pada titik-titik kegiatan sosial ekonomi seperti kawasan industri. Ancaman berkurangnya luasan lahan terbuka hijau yang dikembangkan untuk penyediaan sarana industri. Dalam jangka panjang seharusnya kegiatan industri yang ada saat ini (contoh industri batik) perlu dikaji Mengarahkan pengembangan kawasan industri di luar kota (bukan pada Kawasan I) Perubahan zona industri menjadi zona perdagangan dan jasa. Kegiatan perdagangan dan jasa yang dikembangkan adalah dalam rangka untuk menjual atau mempromosikan produk indsutri dimaksud, misalnya untuk bangunan seperti butik, factory outlet, sementara industri pengolahannya dipindahkan ke lokasi lain di luar kawasan perencanaan. Alternatif kedua (jika alternatif di atas tidak ditempuh) maka perlu pada zona industri perlu dibatasi dengan Perbaikan Materi Program Relokasi kegiatan industri tertentu. Penerapan aturan bidang lingkungan hidup (penerapan ketentuan tentang AMDAL,UKL-UPL, Ijin Gangguan, dan Ijin Lingkungan). Pengaturan / rekayasa lalu lintas atau ANDALALIN. IV - 3

139 No KRP RDTR 2 Pembangunan Fasilitas SLTA/ perguruan tinggi Telaah Pengaruh KRP pada lingkungan hidup dan Pembangunan Berkelanjutan untuk direlokasi ke arah pinggiran atau luar kota. Kegiatan industri yang ada saat ini dapat dialihfungsikan sebagai kawasan perdagangan dan jasa atau wisata belanja (contoh dapat digunakan sebagai butik/outlet untuk penjualan produk-produk batik. Rencana pengembangan fasilitas SLTA/perguruan tinggi, memberikan pengaruh dan dapat berakibat pada : Keterbatasan ketersediaan lahan mendukung penyediaan sarana pendidikan dimaksud. Berkurangnya daya tampung lahan untuk mewadahi sarana pendidikan ini mengingat kegiatan ini diikuti dengan pergerakan kegiatan siswa/pelajar, tumbuhnya permukiman untuk pelajar khususnya di sekitar kampus pendidikan tinggi, serta sarana pendukung lainnya seperti pusat fotocopy dan sebagainya. Perbaikan Rumusan Kebijakan Pengaturan kegiatan kota yang efektif dan efisien Alternatif Penyempurnaan /Perbaikan KRP Perbaikan Muatan Rencana mangkhususkan pada jenis industri yang sudah ada, serta persyaratan pengelolaan lingkungan yang ketat diatur dalam peraturan zonasi seperti pentingnya produksi bersih, pengolahan limbah, dan sebagainya. Perlunya muatan rencana mengarahkan secara rinci lokasi-lokasi pengembangan kegiatan pendidikan. Hal diperlukan agar terjadi keterpaduan antar kegiatan kota mengingat perlunya dukungan kawasan pendukung seperti perdagangan dan jasa, sarana olah raga dan RTH, peribadatan, permukiman hingga prasarana seperti jaringan transportasi dan sarana Perbaikan Materi Program Penataan kawasan pendidikan terpadu. Penyediaan sarana angkutan umum massal terpadu dengan pusat pendidikan. Keterpaduan pengembangan sarana olah raga dan RTH dengan kawasan pendidikan. Penyediaan jalur pedestrian dan jalur sepeda pada kawasan pendidikan. Penetapan jalur sepeda tidak IV - 4

140 No KRP RDTR 3 Pembangunan Sektor Ekonomi Kreatif Telaah Pengaruh KRP pada lingkungan hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (limbah cair dan padat) akibat kegiatan pendidikan menengah dan tinggi di perkotaan. Permasalahan kemacetan lalu-lintas pada titik-titik kegiatan terkait kawasan pendidikan menengah/tinggi. Ancaman berkurangnya luasan lahan terbuka hijau yang dikembangkan untuk penyediaan sarana pendidikan. Rencana pengembangan sector ekonomi kreatif, memberikan pengaruh dan dapat berakibat pada : Meskipun relatif berdampak kecil terhadap lingkungan, karena kegiatan ekonomi kreatif yang berbasis budaya, seni, dan kreatifitas, cenderung tidak diusahakan dalam skala besar dan Perbaikan Rumusan Kebijakan Memantapkan peran kawasan I sebagai pusat pengembangan ekonomi kreatif Kota Surakarta. Alternatif Penyempurnaan /Perbaikan KRP Perbaikan Muatan Rencana angkutan umum. Sektor ekonomi kreatif perlu diperluas tidak hanya bertumpu pada keberadaan Keraton Kasunanan sebagimana diarahkan pada muatan SBWP yang diprioritaskan dalam RDTR. Sektor konomi kreatif dapat Perbaikan Materi Program terbatas pada Jl. Slamet Riyadi, Jl. Brigadir Jendral Sudiarto, Jl. Honggowongso, Jl. Kapten Mulyadi dan Jl. Veteran tetapi juga jalur alternatif lainnya. Penerapan aturan bidang lingkungan hidup (penerapan ketentuan tentang AMDAL,UKL-UPL, Ijin Gangguan, dan Ijin Lingkungan). Pengaturan / rekayasa lalu lintas atau ANDALALIN. Pengembangan pusatpusat ekonomi kreatif seperti : o Pasar Klitikan Notoharjo. o Kawasan Sriwedari. o Pusat kuliner. o Dll. IV - 5

141 No KRP RDTR Telaah Pengaruh KRP pada lingkungan hidup dan Pembangunan Berkelanjutan memanfaatkan sumberdaya alam intensif; namun demikian kegiatan ekonomi ini tetap perlu mendapat perhatian dalam pengelolaannya. Kegiatan ekonomi kreatif potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (limbah cair dan padat) akibat kegiatan yang tidak dikelola dan didukung sarana yang memadai (misalnya fasilitas pembuangan sampah). Permasalahan kemacetan lalu-lintas pada titik-titik tertentu terkait kegiatan ekonomi kreatif. Perbaikan Rumusan Kebijakan B Efektifitas Program yang Berdampak Positif terhadap Kondisi Lingkungan Hidup 1 Penataan Kawasan Kali Pepe Dalam RDTR Kawasan I dirumuskan program penataan kawasan Kali Pepe, tidak termasuk bantaran sungai lainnya (Kali Jenes dan Kali Pelemwulung). Program ini sangat baik dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup di kawasan sekitar sungai, karena pada kawasan ini merupakan konsentrasi kawasan kumuh dan daerah rawan banjir. Untuk itu program ini perlu diperluas Peningkatan kualitas lingkungan kawasan sekitar sungai Alternatif Penyempurnaan /Perbaikan KRP Perbaikan Muatan Rencana didorong pada kawasan lainnya dengan memanfaatkan potensi lokal kawasan seperti kuliner, pasar tradisional, Mengingat penting dan mendesaknya penanganan kawasan sekitar sungai yang merupakan konsentrasi kawasan kumuh, maka kawasan ini perlu ditetapkan sebagai Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya. Perbaikan Materi Program Meningkatkan peran komunitas kreatif Kota Surakarta seperti: o Pecinta hewan. o Pecinta seni. o Pecinta music. o Pecinta permainan anak. o Pecinta kendaraan. o Pecinta sepeda. o Dll. Program penataan kawasan sepanjang Kali Pepe. Program penataan kawasan sepanjang Kali Jenes. Program penataan kawasan sepanjang Kali Pelemwulung. IV - 6

142 No KRP RDTR 2 Pembangunan TPST di Kawasan Sriwedari dan Sangkrah Telaah Pengaruh KRP pada lingkungan hidup dan Pembangunan Berkelanjutan pada lokasi-lokasi lainnya yaitu pada kawasan Kali Jenes dan Kali Pelemwulung. Pembangunan TPST merupakan salah satu upaya pengurangan produksi sampah yang akan diangkut menuju TPA Putri Cempo melalui pengolahan di tingkat komunal (setempat). Sehingga program ini tentunya dapat dilaksanakan pada seluruh kelurahan di Kawasan I, tidak terbatas di Sriwedari dan Sangkrah. Untuk itu perlu upaya ekstentifikasi wilayah dan prioritas pada beberapa konsentrasi kawasan kumuh yang biasanya upaya pengelolaan sampah masih kurang yang ditunjukkan dengan masih banyaknya sampah yang dibuang di badan sungai. Kawasan prioritas pembangunan TPST antara lain adalah : 1. Sudiroprajan. 2. Gandekan. 3. Sewu. 4. Joyotakan. 5. Danukusuman. 6. Joyosuran. Perbaikan Rumusan Kebijakan Penerapan prinsip pengelolan sampah dengan 3R (Reduce- Reuse-Recycle) dengan melibatkan peranserta masyarakat Alternatif Penyempurnaan /Perbaikan KRP Perbaikan Muatan Rencana Perlu penjabaran konsep penanganan sampah komunal dipadukan dengan sistem pengelolaan sampah skala kota. Perbaikan Materi Program Pembangunan TPST pada di tingkat kelurahan dengan prioritas pada kawasan kumuh di Kelurahan : 1. Sudiroprajan. 2. Gandekan. 3. Sewu. 4. Joyotakan. 5. Danukusuman. 6. Joyosuran. 7. Semanggi. 8. Pasar Kliwon. 9. Kedunglumbu. 10. Sangkrah. IV - 7

143 No KRP RDTR 3 Pembangunan RTH skala lingkungan. Sumber : Analisis, 2014 Telaah Pengaruh KRP pada lingkungan hidup dan Pembangunan Berkelanjutan 7. Semanggi. 8. Pasar Kliwon. 9. Kedunglumbu. Dalam RDTR Kawasan I dirumuskan program pembangunan RTH skala lingkungan. Idealnya, dengan luasan RTH yang masih kurang, perlu pembangunan RTH skala yang lebih besar, misalnya skala kawasan. Pembangunan RTH skala kawasan yang baru dapat melengkapi RTH kawasan yang sudah ada seperti alun-alun utara, alun-alun selatan dan Stadion Sriwedari. Untuk itu lokasi-lokasi potensial dapat dikembangkan sebagai RTH skala kawasan seperti pemanfaatan lahan sempadan/bantaran sungai dan area lahan kosong yang masih ada untuk pengembangan Hutan Kota. Pengembangan RTH ini dapat dilakukan dengan mengintegrasikan potensi RTH yang berdekatan misalnya sempadan/bantaran sungai, lahan kosong, makam, jalur jalan dan lapangan olah raga. Perbaikan Rumusan Kebijakan Peningkatan luasan RTH kota dalam rangka mewujudkan konsep kota hijau yang berkelanjutan Alternatif Penyempurnaan /Perbaikan KRP Perbaikan Muatan Rencana Perlu penjabaran rencana RTH kota ke dalam arahan lokasi secara rinci. Perbaikan Materi Program Pengembangan RTH terutama hutan kota dengan mengintegrasikan potensi RTH yang berdekatan misalnya sempadan/bantaran sungai, lahan kosong, makam, jalur jalan dan lapangan olah raga. IV - 8

144 IV - 9

145 BAB V REKOMENDASI Tujuan rekomendasi adalah mengusulkan perbaikan muatan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan hasil perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program. Rekomendasi perbaikan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program ini dapat berupa: a. perbaikan rumusan kebijakan; b. perbaikan muatan rencana; c. perbaikan materi program. Memperhatikan hasil pengkajian pengaruh RDTR Kawasan I Kota Surakartaterhadap pembangunan berkelanjutan, serta beberapa alternatif perbaikan / penyempurnaan RDTR Kawasan I Kota Surakarta sebagaimana dijelaskan dalam Bab III dan Bab IV, maka rekomendasi yang dapat dirumuskan mencakup perbaikan muatan rencana dan perbaikan materi program dalam RDTR Kawasan I Kota Surakarta. Prioritas perbaikan materi rencana dalam hal ini selain memperhatikan hasil pengkajian pengaruh RDTR Kawasan I Kota Surakarta terhadap pembangunan berkelanjutan juga memperhatikan kebijakan pembangunan / penataan ruang terkait atau yang lebih tinggi terutama RTRW Kota Surakarta yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Sehingga rekomendasi perbaikan muatan rencana dalam RDTR Kawasan I Kota Surakartameliputi : V - 1

146 1. Perluasan Rencana Zona Sempadan Sungai Kesesuaian penggunaan lahan untuk fungsi lindung ini mengacu Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Kawasan lindung didefiniskan sebagai kawasan yang fungsi utamanya melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan serta nilai budaya serta sejarah bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kesesuaian lahan untuk kawasan lindung dalam konteks perkotaan ini adalah dalam bentuk Sempadan sungai. Yaitu merupakan pengaman aliran sungai, pada jarak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku di kanan kiri sungai (sempadan sungai). Berdasarkan Keppres 32/1990, serta memperhatikan ketentuan peraturan terkait lainnya (termasuk ketentuan tentang Garis Sempadan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah) kawasan sempadan sungai mempunyai manfaat penting untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik sungai serta mengamankan aliran sungai. Penetapan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya dilakukan dengan ketentuan berikut: Sungai bertanggul Sungai tidak bertanggul Sungai bertanggul adalah 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; a) Sungai berkedalaman kurang dari 3 meter adalah 10 (sepuluh) meter; b) Sungai berkedalaman 3 (tiga) sampai 20 (dua puluh) meter adalah 15 (lima belas) meter; Saluran bertanggul a) 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m 3 /detik atau lebih; b) 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1 4 m 3 /detik; c) 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang 1 m 3 /detik Saluran tidak bertanggul d) 4 (empat) kali kedalaman saluran lalu ditambah 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 4 m 3 /detik; e) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit 1-4 m 3 /detik; f) 4 (empat) kali kedalaman saluran ditambah 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan debit kurang dari 1 m 3 /detik. V - 2

147 Mengacu ketentuan miminal lebar sempadan sungai di perkotaan sebagaimana dalam Keppres 32/1990, serta dengan memperhatikan kondisi fisik morfologi sungai dan daerah sempadannya dimana lebar sempadan sungai secara fisik dapat mengikuti pola alur sungai dan kondisi penggunaan lahan sempadan yang mendukung fungsi sebagai sempadan seperti untuk pengaman sungai, dataran banjir, vegetasi / RTH pendukung fungsi sungai, sehingga tidak direkomendasikan digunakan untuk fungsi budidaya lainnya (misalnya untuk perumahan). Atau dengan kata lain lebar sempadan sungai tidak sama/seragam dengan menggunakan lebar minimal sebagaimana ketentuan di atas. Dengan perbaikan rencana zona sempadan sungai tersebut, maka dapat meningkatkan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik perkotaan di Kawasan I Kota Surakarta (lihat peta-peta berikut ini). V - 3

148 Keterpaduan RTH sempadan sungai dengan RTH makam Keterpaduan RTH sempadan sungai dengan RTH lapangan Rekomendasi garis sempadan sungai V - 4

149 Keterpaduan RTH sempadan sungai dengan RTH makam dan lapangan Rekomendasi garis sempadan sungai V - 5

150 Rekomendasi garis sempadan sungai Keterpaduan RTH sempadan sungai dengan RTH makam dan lapangan V - 6

151 Rekomendasi garis sempadan sungai Keterpaduan RTH sempadan sungai dengan RTH makam dan V - 7

152 Rekomendasi garis sempadan sungai V - 8

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Gambaran Umum Kota Surakarta 3.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110 o 45 15 dan 110 o 45 35 Bujur Timur dan antara

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN

2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN BAB 2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011-2031 Bab ini berisi muatan RTRW Kota Surakarta Tahun 2011-2031 yang terdiri dari tujuan penataan ruang, kebijakan dan strategi, rencana struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Sehingga banyak lahan yang dialihfungsikan menjadi gedung-gedung. lahan kosong atau serapan air di daerah perkotaan.

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Sehingga banyak lahan yang dialihfungsikan menjadi gedung-gedung. lahan kosong atau serapan air di daerah perkotaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah perkotaan identik dengan pusat diselenggarakannya segala kegiatan baik di bidang pemerintahan, ekonomi, maupun sosial. Hal tersebut yang menjadi daya

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Jayapura Tahun 2013-2017 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus ada dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rahayu, Harkunti P (2009) didefinisikan sebagai. ekonomi.meminimalkan risiko atau kerugian bagi manusiadiperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Rahayu, Harkunti P (2009) didefinisikan sebagai. ekonomi.meminimalkan risiko atau kerugian bagi manusiadiperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir menurut Rahayu, Harkunti P (2009) didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH A. Aspek Geografi dan Demografi 1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kota Surakarta merupakan wilayah yang memiliki posisi strategis di Provinsi Jawa Tengah karena

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta

Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta Bab II Gambaran Umum Kota Surakarta Luas wilayah Kota Surakarta 44,04 km 2 dan terletak di Propinsi Jawa Tengah (central java) yang terdiri ata satu) kelurahan, 606 (enam ratus enam) Rukun Warga (RW) serta

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB II PENYEBARAN KANTOR PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN MASYARAKAT DI SURAKARTA

BAB II PENYEBARAN KANTOR PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN MASYARAKAT DI SURAKARTA BAB II PENYEBARAN KANTOR PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN MASYARAKAT DI SURAKARTA 2.1 Data Kantor Pemerintahan dan Publik Servis Di Surakarta Wilayah Surakarta yang disurvey yaitu seluruh wilayah Surakarta yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

MENGENAL SISTEM PERKOTAAN:

MENGENAL SISTEM PERKOTAAN: MENGENAL SISTEM PERKOTAAN: SEBUAH PENGANTAR TENTANG KOTA SOLO 3 Sekilas tentang Solo 7 Memahami Sistem Perkotaan 13 Mencari Bentuk 17 Memahami Kelurahan Kita BANJARSARI JEBRES KOTA SOLO LAWEYAN SERENGAN

Lebih terperinci

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Boyolali 3.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 22'

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TERPADU WILAYAH PENGEMBANGAN STRATEGIS 10 YOGYAKARTA-SOLO-SEMARANG

EXECUTIVE SUMMARY RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TERPADU WILAYAH PENGEMBANGAN STRATEGIS 10 YOGYAKARTA-SOLO-SEMARANG D RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TERPADU WILAYAH PENGEMBANGAN STRATEGIS 10 YOGYAKARTA-SOLO-SEMARANG EXECUTIVE SUMMARY KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya laporan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

TABEL PROGRAM PEMANFAATAN RUANG Waktu Pelaksanaan I II III IV

TABEL PROGRAM PEMANFAATAN RUANG Waktu Pelaksanaan I II III IV LAMPIRAN IV : Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa No 2 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Kawasan Perkotaan -Tegal-Slawi- Tahun 2016-2036 TABEL PROGRAM PEMANFAATAN RUANG

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 35 Bujur Timur dan 70` 36 70` 56 Lintang Selatan. Batas. Timur adalah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar,

BAB I PENDAHULUAN. 35 Bujur Timur dan 70` 36 70` 56 Lintang Selatan. Batas. Timur adalah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kota Surakarta yang juga sangat dikenal sebagai Kota Solo, merupakan sebuah dataran rendah yang terletak di cekungan lereng Gunung Lawu dan Gunung Merapi dengan ketinggian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( )

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( ) LAMPIRAN XVI PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR TAHUN TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGGARA TAHUN - No A. Perwujudan Rencana Pola Ruang. Perwujudan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung LAMPIRAN 129 130 Lampiran 1. Peraturan Perundanga Undangan Aspek Hak Kepemilikan Terhadap Kawasan HLGD Pemantapan dan Penetapan Peraturan Perundangan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 Pasal 4 UU 41/1999 Tentang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah.

terendam akibat dari naiknya muka air laut/rob akibat dari penurunan muka air tanah. KOTA.KOTA IDENTIK dengan pemusatan seluruh kegiatan yang ditandai dengan pembangunan gedung yang menjulang tinggi, pembangunan infrastruktur sebagai penunjang dan sarana penduduk kota untuk mobilisasi,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI LAMPIRAN XV PERATURAN DAERAH TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH TANGERANG 2012-2032 PERATURAN ZONASI STRUKTUR RUANG PUSAT PELAYANAN KAWASAN SUB PUSAT PELAYANAN Pusat pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih.

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih. Kata Pengantar Buku laporan interim ini merupakan laporan dalam pelaksanaan Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU Ciptakarya Kabupaten Asahan yang merupakan kerja sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin modern ini pembangunan pesat terjadi pada berbagai bidang yang memberikan kemajuan pada sektor ekonomi, kesehatan, teknologi maupun berbagai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN LINGKAR DALAM TIMUR KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

PERANCANGAN JALAN LINGKAR DALAM TIMUR KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Perkembangan kota Surakarta yang begitu pesat, dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan wilayahnya, memberi konsekuensi perlunya kebutuhan sarana dan prasarana transportasi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH A. Gambaran Umum Kondisi Daerah Gambaran umum kondisi daerah mencakup aspek geografi dan demografi,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 26 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Kota Surakarta atau dikenal juga dengan sebutan Solo secara administratif terdiri dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Deskripsi Umum Lokasi Lokasi perancangan mengacu pada PP.26 Tahun 2008, berada di kawasan strategis nasional. Berda satu kawsan dengan kawasan wisata candi. Tepatnya

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi manusia. Telah ratusan bahkan jutaan tahun lamanya manusia sudah mulai memanfaatkan air dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci