DASAR TEORI PENYEMENAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DASAR TEORI PENYEMENAN"

Transkripsi

1 DASAR TEORI PENYEMENAN Penyemenan lubang sumur perlu dilakukan terutama untuk menyekat zonazona pada sumur pemboran sehingga dapat mencegah masuk atau merembesnya fluida formasi yang tidak diinginkan ke dalam lubang sumur pemboran. Dengan penyekatan yang baik maka diharapkan dapat diperoleh produksi yang optimal. Secara umum fungsi dari penyemenan adalah : - Melekatkan casing pada dinding formasi, agar kokoh dan kuat sehingga casing dapat berfungsi dengan sempurna. - Melidungi casing dari pengaruh lingkungan sekitar yang dapat merusak, seperti korosi dari air formasi, tekanan dan temperatur tinggi. - Menutup zona loss circulation. - Mengisolasi zona-zona di belakang casing sehingga tidak terjadi hubungan antar lapisan. - Mencegah penyusupan gas atau fluida formasi bertekanan tinggi ke ruang antara casing dengan formasi yang bias mengakibatkan kebakaran di permukaan. - Memperkecil gas-oil-ratio dan water-oil-ratio. - Memperbaiki casing yang pecah. - Menutup zona yang tidak diperlukan. - Memperbaiki kesalahan letak perforasi BAHAN-BAHAN PEMBENTUK SEMEN Suspensi semen yang digunakan dalam suatu operasi penyemenan sumur minyak, gas, atau panas bumi, terdiri dari komponen dasar berupa semen Portland dan zat penambah (additive). semen Portland terbuat dari bahan-bahan mentah tertentu dimana pemilihan bahan-bahan tersebut sangat sangat berpengaruh terhadap komposisi bubuk semen yang diinginkan. Ada dua macam bahan mentah yang dibutuhkan dalam mengahasilkan semen Portland yaitu material calcareous

2 (limestone, chalk, marl yang mengandung CaCO 3 dan CaO) dan material argillaceous (clay, shale, slate, ash yang mengandung SiO 2, Al 2 O 3 dan Fe 2 O 3 ). Selain itu bahan ini dapat pula diperoleh dari sub-produk yang mengandung bahan-bahan seperti di atas. A. Material Calcareous Material ini mengandung kalsium karbonat dan kalsium oksida yang terdiri dari limestone dan batuan semen. Limestone adalah batuan yang terbentuk dari sebagian besar zat-zat organic sisa (kerang laut atau koral) yang terakumulasi. Limestone merupakan komponen dasar kalsium karbonat. Batuan semen merupakan batuan yang komposisinya serupa dengan semen batuan. Kapur termasuk dalam limestone yang kekuning-kuningan atau abu-abu dan halus yang sebagian besar berasal dari kerang laut. Marl atau tanah kapur merupakan tanah yang rapuh dan mengandung bahan-bahan pokok kalsium karbonat. Alkali waste adalah buangan dari pabrik-pabrik kimia yang mengandung kalsium oksida atau kalsium karbonat. B. Material Argillaceous Material ini berisi Clay atau mineral clay. Clay adalah bahan yang bersifat plastis bila basah dan keras bila dipanaskan. Terdiri dari sebagian besar hydrous alluminium silicate dan mineral lainnya. Shale merupakan batuan fosil yang terbentuk oleh penggabungan dari clay mud atau silt. Memiliki struktur butiran yang baik. Slate adalah yang padat dengan struktur butiran yang baik, dihasilkan oleh kompresi dari clay, shale dan batuan lain. Ash dihasilkan dari pembakaran batu bara, memiliki unsure silikat. 2.2 PROSES PEMBUATAN SEMEN

3 Pembuatan semen Portland dibedakan dalam dua proses, yaitu dry proses dan wet process. Perbedaan antara dua proses ini terletak pada proses peleburan materialmaterial mentahnya. Setelah melewati salah satu proses di atas, material-material tersebut akan melalui proses pembakaran, pendinginan dan penggilingan untuk kemudian dipak Proses Peleburan Dry Process Material-material mentah sama-sama dihancurkan, lalu ditempatkan silo-silo untuk dianalisis komposisinya. Setelah didapat komposisi kimia yang sesuai, campuran tersebut dibawa ke klin. Campuran ini biasanya berukuran mesh agar kontak antar partikel yang terjadi dapat maksimal. Gambar 2.1. Proses pembuatan Semen Melalui Dry Process Wet Process Proses ini lebih rumit dibandingkan dengan dry process karena lebih membutuhkan energi lebih besar untuk menguapkan air di klin. Material calcareous dicampur air agar kerikil-kerikilnya keluar. Kemudian kedua material mentah ini

4 digiling dalam wet grinding mill dan setelah didapat komposisi kimia yang diinginkan, campuran siap-siap dibawa ke klin. Gambar 2.2. Proses Pembuatan Semen Melalui Wet Process Proses Pembakaran Setelah melalui salah satu proses peleburan di atas (dry process atau wet process), campuran masuk ke dalam rotary klin dan dipanaskan perlahan-lahan melalui beberapa proses temperatur seperti berikut (API Spec. 10, Material and Testing for Well Cement): 100 C = pembebasan air bebas 200 C = dehidroksilasi mineral-mineral clay 900 C = kristalisasi mineral-mineral clay yang mengalami dehidroksilasi dan dekomposisi CaCO C = reaksi antara CaCO 3 atau CaO dengan aluminosilicates C = mulai terbentuk fasa liquid.

5 > 1280 C = fasa liquid terus terbentuk, komponen-komponen semen terjadi. Gambar 2.3. Proses Pembakaran Proses Pendinginan Kualitas klinker, produk yang dihasilkan dari rotary klin sangat tergantung dari kecepatan dan metode proses pendinginan. Bila laju pendinginan lambat, akan dihasilkan produk yang baik dimana terjadi proses kristalisasi dari klinker akan meningkatkan kekuatan semen. Sedangkan bila pendinginan cepat akan dihasilkan produk seperti gelas yang mempersulit klinker digiling, ini dapat mengakibatkan kekuatan semen cepat naik tetapi tidak lama Proses Penggilingan Setelah klinker didinginkan perlahan-lahan dan ditempatkan di silo-silo, kemudian akan mengalami proses penggilingan. Selama proses penggilingan ini biasanya ditambahakan gypsum sekitar 3 5 % untuk mengontrol pembebasan CaO

6 guna mengheindari flash setting. Bubuk semen yang dihasilkan kemudian ditempatkan di silo-silo dan dipak KOMPOSISI KIMIA, KLASIFIKASI DAN ADDITIVE SEMEN Komposisi Kimia Semen yang biasa digunakan dalam industri perminyakan adalah semen Portland, dikembangkan oleh Joseph Aspdin (1824). Disebut Portland karena awalnya bahan semen tersebut didapat dari pulau Portland, Inggris. Semen Portland ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan mengeras bila bertemu atau bercampur dengan air. Semen Portland mempunyai empat komponen mineral utama yaitu: a. Tricalcium Silicate (C 3 S) Tricalcium Silicate (3CaO.SiO 2 ) dinotasikan sebagai (C 3 S), yang dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO 2. Komponen ini merupakan yang terbanyak dalam semen Portland, 40 45% untuk semen yang lambat proses pengerasannya dan sekitar 60 65% untuk semen yang cepat proses pengerasannya (high early strength cement). Komponen (C 3 S) pada semen memberikan strength yang terbesar terutama pada awal pengerasan, maupun akhir. 3CaO + SiO 3 3CaO.SiO 2 (Tricalcium Silicate/C 3 S) b. Dicalcium Silicate (C 2 S) Dicalcium Silicate (2CaO.SiO 2 ) dinotasikan sebagai C 2 S, yang juga dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO 2. komponen ini sangat penting dalam memberikan final strength semen karena karena C 2 S ini menghidrasinya lambat maka tidak berpengaruh dalam setting time semen, akan tetapi sangat menentukan kekuatan semen lanjut. Kadar C 2 S dalam semen tidak lebih dari 20%. 2CaO + SiO 2 2CaO.SiO 2 (Dicalcium Silicate/C 2 S)

7 c. Tricalcium Aluminat (C 3 A) Tricalcium Aluminat (3CaO.Al 2 O 3 ) dinotasikan sebagai C 3 A, yang terbentuk dari reaksi antara CaO dan Al 2 O 3. walaupun kadarnya lebih kecil dari komponen silikat, sekitar 15% untuk high-early strength cement dan sekitar 3% untuk semen yang tahan terhadap sulfat, karena hidrasi C 3 A mudah diserang sulfat, namun berpengaruh terhadap rheologi suspensi semen dan membantu proses pengerasan awal pada semen tetapi tidak menyumbang kekuatan akhir semen. 3CaO + Al 2 O 3 3CaO. Al 2 O 3 Tricalcium Aluminat (C 3 A) d. Tetra Calcium Aluminoferit(C 4 AF) Tetra Calcium Aluminoferit (4CaO.Al 2 O 3.Fe 2 O 3 )dinotasikan sebagai (C 4 AF)yang terbentuk dari reaksi CaO,Al 2 O 3 dan Fe 2 O 3. Komponen ini hanya sedikit pengaruhnya terhadap strength semen. API menjelaskan bahwa bila kadar C 4 AF ditambah dengan dua kali kadar C 3 A tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan terhadap kandungan sulfat tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan akan menaikkan kadar C 4 AF dan menurunkan kadar C 3 A dan berfungsi menurunkana panas hasil reaksi/hidrasi C 3 S dan C 2 S. CaO + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 4CaO.Al 2 O 3.Fe 2 O 3 Selain empat dasar komponen yang ditemukan dalam klinker, semen portland dalam bentuk akhirnya dapat mengandung gypsum, alkali sulfat magnesia, lime bebas dan zat penambah lainnya. Pada konsentrasi normal, material-material ini tidak begitu mempengaruhi sifat set semen, tetapi mempengaruhi laju hidrasi, ketahanan terhadap serangan sulfat dan sifat bubur semen. Struktur butiran klinker bervariasi mengikuti material mentahnya, ukuran butirannya, pemanggangan dan pendinginannya. Variabel-variabel tadi mempengaruhi proses kristalisasi, berbagai hasil akhir dan porositas dari butiran klinker itu sendiri. Secara umum C 3 S (Alite), sebagai komponen mayoritas, mengkristal dalam bentuk partikel butiran. C 2 S (Balite) mengkristal kecil-kecil, lebih

8 bundar yang mana tersebar di sekitar butiran C 3 S. C 4 AF membentuk fasa kontinyu di antara struktur butiran klinker. Distribusi permukaan dari komposisi yang berbeda penting dalam menentukan sifat semen. Kelas semen tertentu dengan spesifikasi yang sama dapat mempunyai kekuatan yang berbeda. Ini biasanya disebabkan perbedaan proses kristalisasi. Table II-1. Komposisi Semen API 3) KOMPOSISI SEMEN BERDASARKAN API Kelas Semen C 3 S (%) C 2 S (%) C 3 A (%) C 4 AF (%) A B C (kuat awal tinggi) D dan E G dan H Klasifikasi Semen American Petroleum Institute (API) telah melakukan klasifikasi semen Portland ke dalam beberapa kelas guna memudahkan pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan 10). Klasifikasi ini didasarkan pada kondisi sumur dan sifat-sifat semen. Kondisi sumur meliputi kedalaman, temperatur, tekanan dan kandungan kimia yang terdapat pada fluida formasi (seperti sulfat dan sebagainya). Klasifikasi semen yang dilakukan API terdiri dari: Kelas A Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 ft (permukaan) sampai 6000 ft (1830 m) dengan temperatur hingga 80 C. semen ini hanya terdapat dalam tipe biasa (ordinary) dan mirip dengan semen ASTM C-150 tipe I karena khusus untuk kondisi normal yang tidak diperlukan performance khusus.

9 Kelas B Semen kelas B ini digunakan dari kedalaman 0 ft (permukaan) sampai 6000 ft (1830 m) dengan temperatur hingga 80 C pada kondisi normal yang mengandung banyak sulfat. Tersedia jenis yang tahan terhadap sulfat dalam tingkat menengah (moderate) dan tinggi (high sulfate resistant). Kelas ini memiliki C 3 A lebih sedikit dibanding kelas A. Kelas C Semen kelas B ini digunakan dari kedalaman 0 ft (permukaan) sampai 6000 ft (1830 m) dengan temperatur hingga 80 C dan bersifat hig-early strength processi (proses pengerasan cepat) semen ini tersedia dalam jenis (moderate) dan tinggi (high sulfate resistant). Untuk mencapai pengerasan yang cepat, jenis ini memiliki kandungan C 3 S dan luas permukaan yang tinggi. Kelas D Semen kelas D digunakan untuk kedalaman 6000 ft (1830 m) sampai ft (3050 m) ft (3050 m) dengan temperatur dan tekanan agak tinggi ( C). Semen ini tersedia dalam jenis (moderate) dan tinggi (high sulfate resistant). Kelas E Semen kelas E digunakan untuk kedalaman ft (3050 m) ft ( 4270 m) dengan temperatur dan tekanan tinggi ( C). Semen ini tersedia dalam jenis (moderate) dan tinggi (high sulfate resistant). Kelas F Semen kelas E digunakan untuk kedalaman ft (3050 m) ft ( 4880 m) dengan kondisi temperatur dan tekanan tinggi ( C). ). Semen ini tersedia dalam jenis (moderate) dan tinggi (high sulfate resistant).

10 Kelas G Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 ft (permukaan) sampai 8000 ft (2440 m) dengan temperatur 95 C, merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder, semen ini bisa dipakai untuk sumur yang dalam dengan range temperatur cukup besar. Semen ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfate resistant. Kelas H Semen kelas H digunakan untuk kedalaman 0 ft (permukaan) sampai 8000 ft (2440 m) dengan temperatur 90 C, merupakan semen dasar. Tipe ini hampir sama dengan kelas G, hanya ukuran butirnya lebih besar. Biila ditambahkan accelerator dan retarder, semen ini bisa dipakai untuk sumur yang dalam dengan range temperatur cukup besar. Semen ini tersedia dalam jenis moderate dan sulfate resistant. Kelas G dan H dikembangkan untuk tujuan menerima zat-zat additive yang ditambahkan pada suspensi semen dalam penggunaannya pada formasi abnormal. Semen kelas G dan H adalah yang paling umum digunakan saat ini, dan tersedia dalam bentuk biasa, tahan kandungan terhadap sulfat menengah (MSR) dan tahan terhadap sulfat dalam jumlah yang tinggi (HSR) dalam arti kandungan sulfat pada air formasi yang dapat merusak kekuatan semen Additive Suspensi Semen Sistem semen portland ada yang di desain sampai temperatur 371 C (700 F), misal untuk sumur-sumur panas bumi. Juga ada yang didesain untuk tekanan sampai psi, misal untuk sumur-sumur yang dalam. Kondisi sumur ini memang

11 mempengaruhi dalam pemilihan jenis semen, namun sangat jarang untuk memilih semen hanya tergantung kondisi sumur saja, ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi dalam pembuatan suspensi semen misalnya, waktu dan harga. Selain itu untuk pembuatan suspensi semen juga memperhatikan sifat dari suspensi semen tersebut. Karena itu perlu ditambahkan ke dalam neat semen (suspensi semen yang hanya terdiri dari bubuk semen dan air) beberapa zat kimia (additive) agar dicapai hasil penyemenan yang diinginkan. A. Accelerator Accelerator adalah additive untuk mempercepat proses pengerasan suspensi semen sehingga thickening time lebih pendek. Selain itu juga bisa mempercepat naikknya strength semen dan mengimbangi additive lain ( seperti dispersant dan fluid loss control agent), agar proses pengerasan suspensi semen tidak tertunda. Sumur yang dangkal sering menggunakan accelerator karena selain temperatur dan tekanan rendah, juga untuk mencapai target tidak terlalu panjang. Contoh additive yang berlaku sebagai accelerator adalah kalsium klorida, sodium klorida, gypsum, sodium silikat dan air laut. C. A.1. Kalsium Klorida Umumnya penambahan kalsium klorida antara 2 4% saja ke dalam suspensi semen. Pengaruhnya dapat mempercepat thickening time dan menaikkan compressive strength.kaitan antara kandungan kalsium klorida dengan sifat bubur semen ini digambarkan secara lebih jelas ke dalam tabulasi berikut : Tabel II-2. Pengaruh Kalsium Klorida Terhadap Thickening Time dan Compreesive Strength 31) THICKENING TIME SLURRY + ACCELERATOR THICKENING TIME (Jam : menit)

12 CaCl 2 (%BWOC) 91 C 103 C 113 C 0 4 : 0 3 : 30 2 : : 17 1 : 11 1 : : 15 1 : 02 0 : 59 A.2. Sodium Klorida Sodium klorida atau natrium klorida dengan kadar sampai 10 % BWOMW (by weight on mix water) berlaku sebagai accelerator. B. Retarder Retarder adalah additive yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi semen sehingga suspensi tersebut punya cukup waktu untuk mencapai kedalaman target yang diinginkan, atau dengan kata lain thickening time-nya lebih panjang. Retarder sering digunakan pada penyemenan casing sumur-sumur yang dalam, bertemperatur tingi atau untuk kolom penyemenan yang panjang. Additive yang berlaku sebagai retarder antara lain: lignosulfonate, senyawasenyawa asam organik dan CMHEC. Mekanisme dari bahan-bahan tersebut di atas adalah memperkecil permeabilitas C-S-H gel yang menyelimuti partikel, sehingga akan memperlambat kontak dengan air. Bisa juga dengan memperbesar viskositas suspensi semen yang akan mengurangi kehilangan fasa cairnya. Penggunaan retarder juga diperlukan bila ke dalam campuran semen diberi additive lain dengan luas permukaan butiran besar (semen API kelas G perlu retarder lebih banyak dibanding semen kelas H). Tanpa memandang reaksi kimia yang terjadi, naiknya densitas bubur semen membutuhkan retarder untuk menghasilkan tickening time yang sama. B.1. Lignosulfonate Lignosulfonate merupakan polymer yang terbuat dari pulp. Umumnya dengan kadar 0,1-1,5 % BWOC (by weight on cement) efektif dicampur ke dalam suspensi

13 semen untuk berfungsi sebagai retarder. Lignosulfonate dapat berfungsi sampai temperatur 62 C (144 F), namun tetap efektif sampai temperatur 121 C (250 F). Dan bila ditambahkan sodium borate dapat bertahan sebagai retarder hingga temperatur 315 C (600 F). B.2. CMHEC CMHEC (Carboxymethyl Hydroxyethyl Cellulose) merupakan polisakaride yang terbentuk dari kayu dan tetap stabil bila terdapat alkalin pada suspensi semen. CMHEC tetap efektif sebagai retarder sampai temperatur 121 C (250 F). C. Extender Extender adalah additive yang berfungsi untuk menaikkan volume suspensi semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi tersebut. Pada umumnya penambahaan extender ke dalam suspensi semen akan diikuti penambahan air. Penurunan densitas suspensi semen akan mengurangi tekanan hidrostatis selama penyemenan. Adapun yang termasuk extender antara lain: bentonite, attapulgite, sodium silikat, pozzolan, perlite dan gilsonite. C.1. Bentonite Bentonite merupakan extender additive yang umum digunakan dan bersifat banyak menghisap air, sehingga volume suspensi semen bisa menjadi 10 kalinya. API merekomendasikan bahwa tiap penambahan 1% bentonite akan ditambahkan pula 5,3 % (BWOC) yang berlaku untuk seluruh kelas semen. Pengaruh lain dari penambahan bentonite adalah yield semen naik, kualitas perforasi lebih baik, compressive strength menurun, permeabilitas naik, viskositas naik dan biaya lebih murah. untuk temperatur di atas 110 C (233 F), penambahan bentonite menyebabkan turunnya compressive strength secara drastis.

14 C.2. Sodium Silikat Sosium slikat dengan kadar 0,2 3 % BWOC dapat menurunkan densitas suspensi semen dari 14,5 ppg menjadi 11 ppg. Dan umumnya dengan bertambahanya kadar sodium silikat tersebut maka compressice strength semen akan turun. C.3. Pozzolan Pozzolan terbentuk dari material-material seperti aluminium dan silika yang bereaksi dengan kalsium hidroksida. Ada dua jenis pozzolan yaitu pozzolan alam seperti diatomaceous earth dan pozzolan buatan seperti fly ashes. Diatomaceous earth sebagai extender tidak memperbesar viskositas suspensi semen dan harganya cukup mahal. Sedangkan fly ashes dapat mempercepat naiknya compressive strength serta harganya sangat murah. C.4. Perlite Perlite merupakan extender yang berasal dari batuan vulkanik. Penambahan perlite biasanya diikuti dengan penambahan bentonite sekitar 2 4 % untuk mencegah terjadinya pemisahan dengan air. C.5. Gilsonite Gilsonite terjadi pada mineral aspal, yang mula-mula ditemukan di Colorado dan Utah. Dengan specifik gravity 1,07 dan cukup dengan jumlah air yang sedikit (sekitar 2 gal/ft 3 ) akan didapat densitas suspensi semen yang rendah. Kadar gilsonite sampai 50 lb yang dicampur dengan 1 sak semen portland dapat menghasilkan densitas suspensi semen sekitar 12 ppg. D. Weighting Agent Weighting agent adalah additive yang berfungsi menaikkan densitas suspensi semen. Umumnya weighting agent digunakan pada sumur-sumur yang mempunyai tekanan formasi yang tinggi. Agar penggunaannya effektive, maka zat ini harus mempunyai ukuran partikel yang sesuai dengan ukuran butir semen dan tidak banyak

15 meresap air. Additive-additive yang termasuk di dalam weighting agent adalah,hematite, ilmenitei, I barite, dan pasir. Bahan-bahan tersebut mempunyai densitas yang tinggi. D.1. Hematite Hematite adalah material berbebtuk kristal yang berwarna merah. Dengan mempunyai specipik gravity sebesar 5,02 maka hematite termasuk paling efisien sebagai weighting agent. Densitas suspensi semen bisa mencapai ppg bila ditambah hematite. D.2. Ilmenite Ilmenite merupakan additive yang terbaik sebagai weighting agent. Material ini merupakan inert solid dan tidak berpengaruh terhadap thickening time. Dengan mempunyai specifik gravity sekitar 4,4 maka suspensi semen bila ditambahan ilmenite bisa mencapai densitas lebih dari 20 ppg. D.3. Barite Barite merupakan additive yang paling umum digunakan sebagai weighting agent, baik untuk suspensi semen maupun dalam lumpur pemboran. Penambahan barite harus disertai pula dengan penambahan air untuk membasahi permukaan partikel barite yang besar. Dengan specifik gravity 4,23 maka barite dapat menaikkan densitas suspensi semen sampai sekitar 19 ppg. D.4. Pasir Pasir yang digunakan sebagai weighting agent adalah pasir ottawa. Dengan specifik gravity 2,63 maka densitas suspensi semen yang mengandung pasir ottawa ini dapat mencapai 18 ppg. Penggunaan pasir ottawwa ini biasanya digunakan untuk penyemenan lubang sebagai tempat pemasangan whopstock dan untuk plug job. E. Disparsant

16 Dispersant adalah addive yang dapat mengurangi viskositas suspensi semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena disperant mempunyai kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan turbulen walaupun dipompakan dengan rate (laju) yang rendah dan telah menggunakan weighting agent. Additive yang tergolong dispersant adalah senyawa-senyawa sulfonate. E.1 Polymelamine Sulfonate Polymelamine sulfonate (PMS) dengan kandungan 0,4 % BWOC sering dicampur dengan suspensi semen sebagai dispersant. Sampai temperatur 85 0 C (185 0 F), PMS tetap aktif karena unsur-unsur kimianya masih stabil. E.2 Polynaphtalena Sulfonate Polynaphtalena sulfonate (PNS) dengan kandungan dispersant yang umum digunakan. Dan bila pada suspensi semen berisi NaCl, maka ditambahkan PNS sebanyak 4 % BWOC. F. Fluid-Loss Control Agent Fluid-loss control agent adalah additive yang berfungsi mencegah hilangnya fasa liquid semen kedalam formasi, sehingga terjaga kandungan cairan pada suspensi semen. Pada primary cementing, fluid loss yang diijinkan sekitar cc yang duukur selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan pada tekanan 1000 psi. Sedangkan pada squeeze cememting, fluid loss yang diijinkan sekitar cc. Namun fluid loss diusahakan tidak terjadi pada suspensi semen, dengan cara menambahkan additive fluid loss control. Additive yang termasuk di dalam fluid-loss control agent diantaranya hydroxyethyl cellulose (HEC), carboxymethyl hydroxyethyl cellulose (CMHEC), plyvinyl pyrrolidone (PVP) dan latex. Bahan-bahan tersebut menurunkan laju filrasi dengan dua cara, yaitu :

17 Membentuk film yang mengontrol aliran air dari suspensi semen dan mencegah terjadinya dehidrasi dengan cepat (mengurangi permeabilitas filter cake). Memperbesar distribusi ukuran partikel sehingga menjebak fluida tetap di dalam suspensi semen ( meningkatkan viskositas fasa cairnya). G. Loss Circulation Control Agent Loss circulation control agent merupakan additive yang mengontrol hilangnya suspense semen ke dalam formasi yang lemah atau berguna saat proses penyemenan berlangsung. Biasaanya material loss circulation control agent yang dipakai pada lumpur pemboran digunakan pula dalam suspensi semen. Additive yang termasuk dalam loss circilation control agent diantaranya suspensi kayu, serbuk gergaji, gilsonite, plastik, mika, cellophane flakes, gypsum, bentonite, dan nut shells yang berperan sebagai bahan penyumbat serta dapat mengurangi densitasnya. H. Specially Additive Ada bermacam- macam additive lainnya yang dikelompokkan sebagai specilly additive, diantaranya sillika, gelling agent, expanding additive dan lainnya. H.1. Silica Silica biasanya digunakan pada sumur bertemperatur tinggi, yang berfungsi untuk menjaga strength semen agar tetap stabil dan juga dapat menurunkan permeabilitas semen. Silika bereaksi dingan kalsium hidroksida membentuk dicalcium sillicate hydrate dan sebagian silika lagi bereaksi dengan alpha dicalcium sillicate hydrate membentuk mineral yang dikenal sebagai Tubermorite yang tetap memberikan strength semen yang kuat. H.2. Mud Kill (Mud Decontaminants)

18 Mud Kill berfungsi sebagai additive yang menetralisir bubur semen terhadap zat-zat kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kill adalah paraformaldehyde. Mud kill juga memberikan keuntungan, seperti memperkuat ikatan semen dan memperbesar strength semen. H.3. Radioactive Tracers Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya memudahkan operasi logging dalam menentukan posisi semen dan mengetahui kualitas ikatan semen. Bahan-bahan yang biasa digunakan adalah iodine dan iridium. H.4. Antifoam Agent Antifoam agent digunakan untuk mengurangi kelebihan busa pada saat pembuatan suspensi semen yang dapat menimbulkan kavitasi dan pembentukan gel. Polypropylene glycol dan sillicon adalah contoh antifoam agent yang sering digunakan karena selain efektif juga murah harganya. H.5. Strengthtening Agen Strengthtening agent digunakan untuk meningkatkan ketahanan semen terhadap guncangan (shock resistance). Bahan-bahan yang termasuk di dalamnya antara lain adalah nylon, fiber dan ground rubber. H.6. Gelling Agent Gelling Agent atau thyxotropy adalah additive yang mempu memberikan sifat thixotropy kepada semen, yaitu membentuk struktur gel ketika tidak dipompakan. Additive-additive tersebut di atas berpengaruh terhadap satu atau lebih sifat fisik semen. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel II-3. Pengaruh Berbagai Additive Terhadap Sifat Fisik Semen

19 2.4. PROSES HIDRASI SEMEN Hidrasi semen portland adalah suatu reaksi kimia yang terjadi antara zat padat dan zat cair, sehingga larutan yang terjadi akhirnya akan mengeras. Pada suspensi yang digunakan dalam operasi penyemenan, hidrasi terjadi berurutan antara klinker, kalsium sulfat dan air, sampai akhirnya suspensi semen mengeras. Hidrasi semen portland ini hampir sama dengan hidrasi C 3 S sendiri, namun ada beberapa parameter yang harus ditambahkan. Hidrasi semen portland dapat dibedakan menurut kondisi temperatur lingkungan yang dialami, yakni hidarasi pada temperatur rendah dan hidrasi pada temperatur tinggi.

20 Hidrasi Pada Temperatur Rendah Proses hidrasi semen dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: - Reaksi awal yang cepat dan singkat pada menit-menit pertama. - Periode istirahat beberapa jam (Dormant Period). - Proses hidrasi lanjutan (Proses Pengerasan). Komponen-komponen pada semen portland merupakan komponen yang anhydrous, yakni bila bertemu air maka komponen-kompoonen ini akan pecah membentuk komponen hidrat (seperti suspensi). Larutan yang tidak stabil dan kelewat jenuh terbentuk dan secara perlahan mengeras. Pada pengerasan ini mencakup gaya-gaya Van Der Walls, ikatan hidrogen dan gaya tarik ionik serta ikatan Si-O-Si. Peristiwa hidrasi semen berhubungan dengan kelakuan masingmasingkomponen semen dalam lingkungan liquid dan kelakuan sistem semua komponen (semen portland). Keempat komponen utama semen portland mempunyai perbedaan dalam hidrasi kinetik dan membentuk produk hidrasinya yang akan dijelaskan dalam hidrasi fasa silikat dan aluminat. Butiran semen

21 Water Lapisan entrigite Pertumbuhan serat (fibril) Gambar 2.4. Proses Awal Hidrasi Air dan butiran semen bereaksi menghasilkan lapisan hidrasi pada permukaan butiran semen. Proses ini berlangsung beberapa menit sambil terus meresap ke dalam celah-celah antara butiran. Setelah beberapa jam (ukuran butaran bertambah kecil) berkembang dan terbentuk lapisan gel di antara butiran. Kemudian lapisan-lapisan gel ini mulai bergabung (kontinyu) sehingga kekuatan mulai terbentuk. Pada proses pengerasan ini gel tetap terbentuk Hidrasi Fasa Sillicate Fasa silikat dalam semen portland merupakan komponen yang paling banyak, biasanya lebih dari 80% total material. C 3 S adalah unsur utamanya, dengan konsentrasi sampai 70%, sedangkan kadar C 2 S tidak lebih dari 20%. Hasil reaksi kimia C 3 S dan C 2 S dengan air menghasilkan kalsium silikat hidrat (C-S-H) dan kalsium hidroksida (CaOH 2 ), yang umum dikenal bernama Portlandite. Reaksinya adalah sebagai berikut: 2 C 3 S + 6H C 3 S 2 H 3 + 3CH 2 C 2 S + 4H C 3 S 2 H 3 + CH Kalsium silikat hidrat sebenarnya tidak selalu berkomposisi C 3 S 2 H 3, karena tergantung rasio C : S dan H : S. Hal ini tergantung konsentrasi kalsium dalam air, temperatur, keberadaan additive dan umur reaksi. Laju hidrasi keduanya ditunjukkan pada gambar 2.5 dan 2.6.

22 Kalsium silikat hidrat umumnya disebut dengan gel C-S-H, yang terdapat sekitar 70% dalam hidrat semen portland keseluruhannya dan merupakan bahan pengikat pada semen yang mengeras. Sedang kalsium hidroksida dalam bentuk kristal (heksagonal), konsentrasinya dalam semen sekitar 15 20%. Mekanisme hidrasi C 2 S sama dengan C 3 S yang berlangsung dalam proses eksotermik dan bisa dibagi dalam beberapa periode, yaitu: 1. Perinduction period 2. Induction period 3. Acceleration period 4. Deccelaration period 5. Diffusion Period Gambar 2.5. Hidrasi C 2 S Terhadap Waktu

23 Gambar 2.6. Hidrasi C 3 S Terhadap Waktu Pada awal proses, hidrasi berlangsung singkat, fasa silikat mengalami periode reaktifitas lambat yang disebut dengan Induction Period. Namun periode ini tidak terlalu mempengaruhi rheologi suspensi semen. Hidrasi yang besar terjadi saat laju hidrasi C 3 S melalui laju hidrasi C 2 S, karena kelebihan laju hidrasi ini dan banyaknya gel C-S-H, hidrasi C 3 S sangat berpengaruh pada saat proses pengerasan semen dan pengembangan awal strength semen. Sedangkan hidrasi C 2 S berpengaruh pada final strength semen. a. Preinduction Period Lamanya periode ini hanya beberapa menit saja. Reaksi eksothermal yang besar pada periode ini diakibatkan oleh pembasahan bubuk semen dan kecepatan hidrasi awal. Lapisan awal gel C-S-H terbentuk disekeliling permukaan C 3 S yang anhydrous (Gambar 2.4.) - Saat komponen C 3 S kontak dengan air, ion-ion O 2 dan SiO 4 berubah menjadi ionion OH - dan H 3 SiO 4-. Reaksi ini berlangsung cepat dan diikuti dengan terputusnya permukaan berproton yang sesuai dengan reaksi berikut : 2 Ca 3 SiO H 2 O 6 Ca OH H 3 SiO 4 Kemudian larutan yang terjadi memjadi supersaturated (lewat jenuh) dan terjadi endapan gel C-S-H. 2 Ca OH H 3 SiO 4 Ca 2 (OH) 2 H 4 Si 2 O 7 + H 2 O

24 Reaksi diatas mengumpamakan bahwa ratio antara C : S sama dengan 1 pada gel C-S-H awal dan jumlah anion silikat dalam gel C-S-H banyak pada waktu hidrasi yang berlangsung singkat. Terjadinya endapan gel C-S-H mengambil telpat permukaan C 3 S dimana mempunyai konsentrasi ionik yang besar, karenanya lapisan tipis terjadi di permukaan C 3 S. Kedua reaksi diatas dapat ditulis menjadi : 2 Ca 3 SiO H 2 O Ca 2 (OH) 2 H 4 Si 2 O Ca OH - Selama periode ini, konsentrasi lewat jenuh kalsium hidroksida tidak tercapai, karena itu pada persamaan diatas ini konsentrasikapur bertambah selama proses hidrasi berlangsung. Gambar 2.7. Skema Perubahan-Perubahan Dalam C 3 S Water System b. Induction period Selama periode ini, laju pembebasan panas turun. Penambahan gel C-S-H lambat, Konsentrasi Ca 2+ dan OH - terus bertambah. Ketika kondisi superheated tercapai, pengkristalan kalsium hidroksida mulai terjadi. Pada temperatur lingkungan, lamanya periode ini berlangsung beberapa jam. c. Accleration Period dan Deceleration Period

25 Pada akhir periode induksi, hanya sedikit dari C 3 S yang menghidrasi. Pada acceleration period, padatan Ca(OH) 2 mengkristal dan gel C-S-H terjebak kedalam ruangan kosong dalam air membentuk jaringan yang menyatu, dengan proses ini milai terbentuk kekuatan semen. Porositas sistem menurun karena kandungan hidrat. Akhirnya perpindahan ion-ion pada jaringan gel C-S-H terhalangi dan kecepartan hidrasi menurun. Periode ini berlangsung beberapa hari. Acceleration period dan decelaration period biasanya disebut setting period, karena cepatnya interval waktu antara kedua periode ini d. Diffusion Period Pada periode ini, hidrasi berlangsung dalam keadaan lambat dan porositas sistem berkurang. Jaringan produk hidrat menjadi lebih tebal dan strength bertambah besar. Kristal portlandite terus berkembang dan memakan buturan C 3 S yang berakibat hidrasi total tidak pernah terjadi Hidrasi Fasa Aluminate Fasa aluminate, terutama C 3 A sangat reaktif pada hidrasi yang berlangsung singkat. Walaupun kadar aluminate lebih kecil daripada kadar silikat, namun aluminate ini berpengaruh terhadap rheologi suspensi semen dan pembentukan strength semen pada awal periode. Hidrasi fasa aluminate yang terjadi pada komponen C 3 A dan C 4 AF umumnya sama, perbedaannya pada waktu hidrasi C 4 AF yang lebih lama dari waktu hidrasi C 3 A. Seperti pada C 3 S, maka langkah hidrasi awal C 3 A adalah reaksi antara permukaan solid dengan air. Reaksi irreversibel menuntun hidroksilasi anion AlO 2- - dan O 2 ke dalam (Al(OH) 4 ) - dan OH - sehingga mengakibatkan terputusnya permukaan yang berproton. Ca 3 Al 2 O H 2 O 3 Ca (Al(OH) 4 ) OH -

26 Larutan dengan cepat menjadi supersaturated sehingga timbul kalsium aliminate hidrat. 6 Ca (Al(OH) 4 ) OH H 2 O Ca 2 (Al(OH) 5 ) 2.3H 2 O +2(Ca 2 Al(OH) 7.6H 2 O) Kedua reaksi di atas digabungkan menjadi : 2C 3 A + 27H C 2 AH 8 C 2 AH 8 + C 4 AH 19 Kalsium Aluminate hidrate pada persamaan ini hampir stabil kondisinya dan terjadi dalam bentuk kristal heksagonal. Kemudian berubah menjadi lebih stabil dalam bentuk kubik sebagai C 3 AH 6, menurut reaksi di bawah ini: C 2 AH 8 + C 4 AH 19 2C 3 AH H Tidak seperti calcium sillicate hydrate, calcium aluminat hydrate tidak amorphous dan tidak punya lapisan pelindung. Karenanya pada hidrasi fasa aluminate tidak ada periode induksi dan hidrasinya berlangsung cepat. Hidrasi C 3 A dikontrol dengan menambahkan 3 5 % gypsum pada klinker sebelum digiling. Ketika kontak dengan air, sebagian gypsum pecah. Ion-ion kalsium dan sulfat bereaksi dengan ion aluminate dan ion hidroksil membentuk calcium trisulfoaluminate hydrate yang biasa dikenal sebagai mineral ettringite, seperti terlihat pada reaksi di bawah ini: 6Ca (Al(OH) 4 ) SO OH H 2 O Ca 6 (Al(H 6 )) 2.2(SO 4 ) 3.26H 2 O Ettringite terjadi dalam bentuk kristal jarum yang timbul pada permukaan C 3 A yang menghindari hidrasi berikutnya, jadi periode hidrasi seolah-olah dibuat. Selama periode ini gypsum secara perlahan-lahan habis dan ettringite terus timbul. Kemudian hidrasi C 3 A menjadi lebih cepat, saat gypsum mulai habis. Konsentrasi ion sulfat berkurang dengan tajam. Ettringite menjadi tidak stabil dan berubah jadi calcium monosulfoaluminate hydrate. C 3 A.3CS.32H + 2 C 3 A + 4H 3 C 3 A.CS.12H Sedangkan C 3 A yang tidak menghidrat membentuk kalsium aluminate hidrat.

27 Hidrasi Pada Temperatur Tinggi Seperti telah diterangkan sebelumnya, bahwa semen portland terdiri dari paling banyak material kalsium silikat yang terdiri dari komponen trikalsium silikat dan dikalsium silikat. Penambahan air pada material tersebut akan membentuk gel kalsium silikat hidrat (gel C-S-H) yang akan mempengaruhi strength dan kestabilan semen pada temperatur biasa, selain itu sejumlah kalsium hidroksida dibebaskan. Gel C-S-H merupakan produk awal pada temperatur tinggi dan sebagai material pengikat pada temperatur kurang dari 110 C (230 F). Pada temperatur yang lebih tinggi, gel C-S-H tidak lagi stabil dan mengalami metamorfosis yang selalu menyebabkan turunnya compressive strength dan menaikkan permeabilitas semen. Kejadian ini umum disebut dengan Strength Retrogression (Swayze, 1954). Gel C-S-H sering berubah fasa menjadi Alpha Dicalcium Sillicat Hydrat yang membentuk kristal dan lebih padat dibanding gel C-S-H. Akibatnya mempengaruhi kelakuan compressive strength dan menaikkan permeabilitas semen sampai pada temperatur 230 C (446 F). Compressive strength akan hilang dalam waktu satu bulan dan permeabilitas naik. Masalah strength retrogresion dapat dicegah dengan menambahkan bubuk kapur silika dalam bubuk semen. Pada gambar 2.8. diperlihatkan kondisi macam-macam komponen kalsium silik. Rasio C : S diplot terhadap temperatur. Gel C-S-H mempunyai rasio rata-rata 1,5. terjadinya α C 2 SH pada 110 C (230 F) dapat dicegah dengan menambahkan 35 40%silika, sehingga mengurangi rasio C : S menjadi sekitar 1. pada kondisi ini sebuah mineral yang diketahui sebagai Tubermorite (C 5 S 6 H 5 ) terbentuk yang memberikan sifat strength tinggi dan permeabilitas rendah dari semen dipertahankan. Kenaikkan temperatur sampai 149 C (300 F) menyebabkan tubermorite berubah menjadi Xonolite(C 6 S 6 H) dan sebagian kecil Gyrolite (C 6 S 3 H 2 ). Namun kadangkadang tubermorite bertahan hingga temperatur 250 C (482 F) karena adanya pergantian alluminium dalam struktur atom semen portland. Pada temperatur 249 o C

28 (480 o F), Truscottite (C 7 S 12 H 3 ) mulai terbentuk. Mendekati temperatur baik xonolite maupun truscottite mencapai keadaan yang stabil, tetapi bila melebihi temperatur stabil ini keduanya dapat menrusak semen. Gambar 2.8. Kondisi bermacam-macam Komponen Kalsium Silikat Disamping mineral-mineral di atas, terbentuk pula mineral-mineral lainnya seperti Pectolite (NC 4 S 6 H), Scawtite (C 7 S 6 H 2 ), Reyelite (KC 14 S 24 H 5 ) dan Calcio- Chondrodite. Namun mineral-mineral ini tidak terlalu mempengaruhi sifat-sifat semen. Semen yang mengandung pectolite selalu memberikan sifat permeabilitas yang rendah. Bentuk pectolite, sodium kalsium silikat hidrat, dalam pengembangan

29 semen membuat semen lebih tahan lama terhadap korosi oleh air formasi. Scawtite berpengaruh dalam peningkatan compressive strength semen meskipun hanya sedikit. Umumnya semen yang mengandung kalsium silikat hidrat dengan rasio kurang dari 1 cenderung mempunyai compressive strength yang tinggi dan permeabilitas rendah. Efek dari kombinasi trustcotite/pectolite diketahui makin lama dapat meningkatkan harga kompressive strength dan menurunkan permeabilitas. Pengaruh ini telah diujikan pada densitas campuran yang berbeda-beda dengan komposisi tertentu. Kecenderungan pengaruh terhadap korosi dari fluida sumur yang menembus semen dapat menjadikan peningkatan permeabilitas dan menurunkan strength semen Hidrasi Multi Komponen Hidrasi semend portland merupakan reaksi kimia berlapis yang berurutan antara komponen klinker, kalsium sulfat dan air yang secara bertahap menyebabkan pengentalan dan pengeringan suspensi semen. Meskipun hidrasi C 3 S sering digunakan sebagai model hidrasi multi komponen, namun masih banyak parameter lain yang berpengaruh. Hidrasi semen portland merupakan proses penghancuran/pengendapan yang kompleks. Tidak seperti fasa tunggal murni, reaksi hidrasi multi komponen yang bermacam-macam bekerja secara serempak pada laju yang berbeda. Adanya beberapa fasa juga saling mempengaruhi, contohnya hidrasi C 3 A dimodifikasi oleh adanya hidrasi C 3 S karena terbentuk calcium hidroxide, akan memperbesar perlambatan hidrasi C 3 A oleh adanya gypsum tersebut. Tidak ada mineral klinker yang murni, hal ini tergantung pada komposisi bahan mentahnya dimana masing-masing klinker mengandung oksida yang berlainan.

30 Gambar 2.9. Skema Hidrasi Semen Portland Akibatnya reaksi hidrasi menjadi tidak murni, dimana gel C-S-H mengikat sejumlah aluminat, iron oxide dan sulphur sementara ettringite dan monosulfoaluminate mengeadung silikat. Hidrasi merupakan suatu reaksi kimia yang terjadi antara zat padat dan zat cair, sehingga larutan yang terjadi akhirnya mengeras. Pada suspensi semen yang digunakan dalam operasi penyemenan, hidrasi yang terjadi adalah antara klinker, kalsium sulfat dan air sehingga suspensi semen tersebut akhirnya mengeras SIFAT-SIFAT SEMEN Sifat-sifat semen yang perlu diperhatikan ketika melakukan operasi penyemenan ialah (1) sifat bubur semennya, yaitu perbandingan air/semen, densitas bubur semen, sifat fluid-loss, karakteristik aliran, thickening time dan (2) sifat batuannya, yaitu compressive strength, shear bond strength, kemampuan penyekatan semen, penurunan kekuatan semen karena temperetur dan ketahanan terhadap sulfat. Sehingga diharapkan semen tersebut (Brook Haven National Laboratory, 1978) 13) : - Mempunyai densitas optimum. - Mudah dicampur dan dipompa. - Menghasilkan batuan semen yang impermeabel (k< 0,1 md).

31 - Dapat langsung membentuk kekuatan setelah ditempatkan dalam lubang (CS > 1000 psi setelah 24 jam curing time). - Kekuatan batuan semen yang tahan lama (tidak menurunnya kekuatan setelah lama pada temperetur 750 o C dan bertemu air asin). - Dapat mengikat casing dan formasi dengan baik (SBS > 100 psi setelah 24 jam curing time) Densitas Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah berat bubuk semen, air pencampur dan additive terhadap jumlah volume bubuk semen, air pencampur dan additive. Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatik suspensi semen di dalam lubang sumur. Biala formasi tidak sanggup menahan tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah, sehingga dapat terjadi loss circulation. Densitas suspensi semen yang rendah sering digunakan dalam operasi primary cementing dan remedial cementing, guna menghindari terjadinya fracture pada formasi yang lemah. Untuk memperbesar densitas dapat ditambahkan pasir atau mineral-mineral pemberat seperti barite, hematite, ilmetite ke dalam suspensi semen. Sedangkan densitas suspensi semen yang yang tinggi digunakan bila tekanan formasi cukup besar atau formasi sloughing (tanggal), dimana densitas maksimum dapat dicapai dengan semen murni menggunakan water content minimum yang diinginkan antara 17,5 19 lb/gal. Water content rendah akan memudahkan pencampuran sampai 19 lb/gal dengan bantuan dispersant, tetapi jarang digunakan dalam primary cementing. Untuk menurunkan densitas dapat dilakukan dengan menambahkan clay atau zat-zat kimia silikat jenis extender atau menambahkan bahan-bahan yang dapat memperbesar volume suspensi semen seperti pozzolan, ceramic microsphere atau nytrogen. Heavy sluries (suspensi semen berat) digunakan

32 pada penyemenan primer, dimana selalu pemberatnya adalah material densitas tinggi, diikuti dengan normal atau sedikit dikurangi prosentase airnya. Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat dan volume tiap komponen yang ada dalam suspensi semen, sedangkan di lapangan dengan menggunakan alat pressurizied mud balance. Untuk menentukan besarnya densitas, kita perlu mengetahui jenis formasi, tipe penyemenan, kemampuan pompa, permeabilitas batuan semennya itu semdiri. Batasan densitas ini ditentukan oleh API Thickening Time dan Viscositas Thickening time didefinisikan sebagai panjang waktu yang diperlukan suspensi semen dalam bentuk fluida pada kondisi laboratorium untuk mencapai konsistensi sebesar 100 Uc (unit of concistency). Konsistensi sebesar 100 Uc merupakan batasan bagi suspensi semen masih dapat dipompakan lagi menurut standart API. Dalam penyemenan, sebenarnya yang dimaksud dengan konsistensi adalah viscositas, cuma dalam pengukurannya ada sedikit perbedaan prinsip, sehingga penggunaan konsistensi ini dapat dipakai untuk membedakan viscositas pada operasi penyemenan dengan viscositas paada operasi pemboran (lumpur pemboran). Semen yang dipakai pada teknik pemboran gas dan panas bumi merupakan suspensi dari serbuk semen dengan jumlah air banyak dan mempunyai viscositas yang relatif rendah. Thickening time suspensi ini sangatlah penting. Waktu pemompaan harus lebih dari thickening time, karena bila tidak akan menyebabkan suspensi semen akan mengeras terlebih dahulu sebelum suspensi semen mencapai terget yang diinginkan. Dan bila mengeras di dalam casing merupakan kejadian yang sangat fatal dalam operasi pemboran selanjutnya. Di lapangan biasanya waktu ini dilebihkan 1 jam sampai 50 % lebih lama. Untuk sumur-sumur yang dalam dan untuk kolom penyemenan yang panjang, diperlukan waktu pemompaan yang lama, sehingga thickening time harus diperpanjang. Untuk memperpanjang atau memperlambat thickening time perlu

33 ditambahkan retarder ke dalam suspensi semen, seperti calsium lignosulfonat, carboxymethyl celluloce dan senyawa-senyawa asam organik Tekanan Pengkondisia Thickening Time (menit) Gambar 2.10 Hubungan Antara Thickening Time vs Tekanan Pengkondisian 17) Pada sumur-sumur yang dangkal maka diperlukan thickening time yang tidak lama, karena selain target yang akan dicapai tidak terlalu panjang, juga untuk mempersingkat waktu. Untuk mempersingkat thickening, maka dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen. Yng termasuk accelerator adalah calcium chloryda, sodium chloryda gypsum, sodium sillicate, air laut dan addite yang tergiling dalam dispartant.

34 Gambar Hubungan Thickening Time vs Temperatur Pengkondisian 17) Perencanaanbesarnya thickening time bergantung pada kedalaman sumur dan waktu untuk mencapai daerah targen yang akan disemen. Di laboratorium pengukuran thickening time menggunakan alat High Pressure High Temperatur (HPHT) consistometer, yang disimulasikan pada kondisi temperatur dan tekanan sirkulasi. Thickening time suspensi semen dibaca bila poada alat tersebut telah menunjukkan 100 Uc untuk satandart API, namun ada perusahaan perusahaan lain yang menggunakan angka 70 Uc dengan pertimbangan faktor keselamatan kemudian diekstrapolasi ke 100 Uc. Kenaikkan temperatur pengkondisian memperkecil thickening time, juga kenaikkan tekanan pengkondisian (Gambar dan 2.11.).

35 Filtration Loss Bervariasinya water content yang diberikan kedalam suspensi semen akan mempengaruhi sifat-sifat suspensi semen seperti thickening time, rheologi compressive strength dan lain lain. Dengan demikian, pada media permeabel jika diberikan suspensi semen murni akan kehilangan air akibat filtrasi, sampai hanya tertinggal intertitial water saja. Sehingga suspensi semen akan mengering dan sulit dipompakan. filtrate Weak Zones filtrate Dehidrate cement Fractured Weak Zones Gambar Flash Set Akibat Filtration Loss Yng Berlebihan 10) Dari penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dari suspensi semen ke dalam formasi permeabel yang

36 dilaluinya. Cairan ini sering disebut juga dengan filtrat. Filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak, karena akan menyebabkan suspensi semen kekurangan air. Kejadian ini disebut dengan flash set (Gambar 2.12.). Bila suspensi semen mengalami flash set maka akan mengakibatkan naiknya viscositas suspensi dan pembentukan filtrat cake dengan cepat. Hal ini akan menimbulkan friksi di annulus, menurunnya final strength semen dan juga dapat mengakibatkan pecahnya formasi dan loss circilation. Pengontrolan fluid loss merupakan bagian yang penting selama squeezing. Hal ini untuk menghindari dehidrsi suspensi semeen yang terlalu cepat dalam pipa dan untuk memberikan distribusi suspensi semen yang seragam ke dalam semua lubang perforasi. Tentu saja sejumlah water loss diinginkan jika suspensi semen membentuik filtrat cake yang diinginkan untuk menyumbat lubang perforasi. Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter pres pada kondisi temperatur yang disesuaikan dengan temperratur sirkulasi dengan tekanan 100 psi (700 kpa) atau 1000 psi (6900 kpa). Namun filter press mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimum yang bisa digunakan hanya sampai 82 o C (180 of ). Filtration loss diketahui dari volume filtrat yang ditamoung dalam sebuah tabung selama 30 menit masa pengujian. Filtrat yang terjadi disarankan untuk penyemenan casing antara 100 sampai 200 ml/30 menit di bawah tekanan 1000 psi 15). Untuk squeeze atau liner cementing antara 50 sampai 150 ml selama 30 menit. Additive yang biasa digunakan untuk f;uid loss adalah synthetic organik liquid polymer dan cellulosic derivate. Bentonite juga digunakan untuk mengontrol fluid loss ( ml/30 menit) dan dapat juga digunakan pada densitas rendah Water Cement Ratio Water Cement Ratio adalah perbandingan air yang dicampur terhadap bubuk semen sewaktu suspensi semen dibuat. Jumlah air yang dicampur harus sesuai karena akan mempengaruhi baik buruknya ikatan semen.

37 Pertimbangan yang dipakai dalam menentukan WCR adalah kehalusan butiran bubuk semen, karakteristik aliran slurry sat dipompakan, kekuatan pompa, densitas bubur semen,permeabilitas batuan semen. Pada umumnya perbandingan berat air dengan semen berkisar antara 0,4 0,6 untuk membuat suspensi konvensional.striebel dan Czernin dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa WCR sebesar 0,25 sampai 0,26 merupakan kebutuhan minimum suspensi semen untuk melakukan hidrasi komplit dari jenis semen portland, dengan istilah chemical bund water. Hubungan WCR dengan densitas dapat dilihat pada gambar Battasan jumlah air dalam suspensi semen didefinisikan sebagai kadar minimum dan maksimum. A. Kadar Minimum Air Kadar minimum air adalah jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan konsistensi suspensi semen lebih dari 30 Uc selama 20 menit pertama pada temperatur 80ºF (27ºC). Bila air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar minimumnya, maka akan terjadi pergesekan (friksi) yang cukup besar di annulus sewaktu suspensi semen dipompakan dan juga akan menaikkan tekanan di annulus. Kadar air yang normal bila konsistensi semen menunjukkan angka sekitar 11 Bc. B. Kadar Maksimum Air Kadar maksimum semen yang diberikan setiap kelas semen adalah sebanding dengan jumlah sisa partikel semen dalam suspensi hingga initial set terjadi. Laju pengendapan untuk kelas-kelas semen sebagian besar tergantung pada luas permukaan, komposisi kimia dan WCR. berdasarkan anggapan ini, maksimum WCR semen ditetapkan sebagai jumlah maksimum air yang dicampur dengan semen tanpa menyebabkan pemisahan lebih dari 3,5 ml air bebas ketika 250 slurry didiamkan selama 2 jam pada temperatur ruang pada sebuah silinder.

38 WCR vs Densitas 10 9 WATER CEMEN T RATIO (GALLON (WATER/ SACK CEMEN T) WEIGHT OF CEMENT SLURRY (LBS PER GALLON) Gambar Hubungan Antara WCR Terhadap Densitas Jumlah air yang terlalu sedikit akan menyulitkan pemompaan, sedangkan bila terlalu banyak akan menurunkan kekuatan semen karena naiknya permeabilitas semen. Jadi kadar air yang terdapat dalam suspensi semen harus berada antara kadar minimum dan maksimumnya. Kandungan air normal dalam suspensi semen yang direkomendasikan API terdapat pada Tabel II-4.

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G Bagus Ichwan Martha, Lilik Zabidi, Listiana Satiawati Abstrak Semen pemboran

Lebih terperinci

BAB V SQUEEZE CEMENTING. Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk:

BAB V SQUEEZE CEMENTING. Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk: BAB V SQUEEZE CEMENTING 5.1. Pengertian Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas konstruksi lubang sumur adalah sejauh mana kualitas semen yang digunakan. Maka untuk kepentingan tersebut perlu dilakukan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH PENAMBAHAN ACCELERATOR KCl, Na2SiO3, DAN CAL- SEAL SEBAGAI ADDITIVE SEMEN KELAS A TERHADAP THICKENING TIME, COMPRESSIVE STRENGTH, DAN RHEOLOGY BUBUR SEMEN DENGAN VARIASI TEMPERATUR (BHCT) DI LABORATORIUM

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH PENAMBAHAN ACCELERATOR CaCl 2, NaCl, DAN NaNo 3 SEBAGAI ADDITIVE SEMEN KELAS B TERHADAP THICKENING TIME, COMPRESSIVE STRENGTH, DAN RHEOLOGY BUBUR SEMEN DENGAN VARIASI TEMPERATUR (BHCT) DI LABORATORIUM

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JJUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... RINGKASAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JJUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... RINGKASAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JJUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii RINGKASAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

PENGENALAN SEMEN SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK BETON. Ferdinand Fassa

PENGENALAN SEMEN SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK BETON. Ferdinand Fassa PENGENALAN SEMEN SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK BETON Ferdinand Fassa Outline Pertemuan 2 Pendahuluan Semen Pembuatan Semen Portland Komposisi Kimia Pada Portland Cement Kehalusan penggilingan Panas Hidrasi Jenis-Jenis

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: KAJIAN LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI LIGNOSULFONAT, HALAD 22A DAN R-21LS SEBAGAI RETARDER SEMEN KELAS G, TERHADAP THICKENING TIME, COMPRESSIVE STRENGTH DANRHEOLOGY BUBUR SEMEN Abstrak Arbeansyah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR Julian Bagus Hariawan NPM. 10302047 Semakin pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen

Sifat Kimiawi Beton Semen Portland (PC) Air Agregat bahan tambah peristiwa kimia PC dengan air hidrasi pasta semen Sifat Kimiawi Menurut SK-SNI-T15-1991-03, Beton dibuat dengan mencampur (PC), Air dan Agregat, dengan atau tanpa bahan tambah (admixture) dalam perbandingan tertentu. Bahan tambah (admixture) dapat berupa

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADDITIVE ACCELERATOR DAN RETARDER TERHADAP THICKENING TIME DENGAN VARIASI TEMPERATUR DAN KONSENTRASI

PENGARUH PENAMBAHAN ADDITIVE ACCELERATOR DAN RETARDER TERHADAP THICKENING TIME DENGAN VARIASI TEMPERATUR DAN KONSENTRASI PENGARUH PENAMBAHAN ADDITIVE ACCELERATOR DAN RETARDER TERHADAP THICKENING TIME DENGAN VARIASI TEMPERATUR DAN KONSENTRASI Tegar Putra Adi Perdana* Dr.-Ing Ir. Rudi Rubiandini R.S.** Sari Operasi penyemenan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur BAB III DASAR TEORI 3.1. Semen Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur dengan air. Semen dihasilkan dari pembakaran kapur dan bahan campuran lainnya seperti pasir silika dan tanah

Lebih terperinci

KINERJA EXPANDING ADDITIVE BARU UNTUK MENINGKATKAN SHEAR BOND STRENGTH (Sb) SEMEN PADA KONDISI HTHP

KINERJA EXPANDING ADDITIVE BARU UNTUK MENINGKATKAN SHEAR BOND STRENGTH (Sb) SEMEN PADA KONDISI HTHP PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 21 Yogyakarta, 3-5 Oktober 21 KINERJA EXPANDING ADDITIVE BARU UNTUK MENINGKATKAN SHEAR BOND STRENGTH (Sb) SEMEN PADA KONDISI HTHP Ir. Nur Suhascaryo, MT. 1, Ir. Eddy

Lebih terperinci

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian Lampiran 1 Foto Selama Penelitian Gambar L.1 Uji Kuat Tekan Silinder Gambar L.2 Benda Uji Normal 7 hari Gambar L.3 Benda Uji Normal 14 hari Gambar L.4 Benda Uji Normal 28 hari Gambar L.5 Benda Uji Sukrosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah berkaitan dengan kondisi sistem pengeboran yang telah berkembang di dunia, khususnya penggunaan fluida dalam industri minyak

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMENAN CEMENTING JILID 1. K A T A P E N G A N T A R i. cementing line. b c CEMENTING HEAD LUMPUR PENDORONG. pin 2 pin 1. lumpur.

TEKNIK PENYEMENAN CEMENTING JILID 1. K A T A P E N G A N T A R i. cementing line. b c CEMENTING HEAD LUMPUR PENDORONG. pin 2 pin 1. lumpur. TEKNIK PENYEMENAN CEMENTING JILID 1 a cementing line CEMENTING HEAD pin 2 pin 1 b c LUMPUR PENDORONG permukaan lumpur casing yang sudah tersemen sebelumnya top plug casing yg mau disemen bottom plug dinding

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Umum. Beton non pasir atau sering disebut juga dengan no fines concrete merupakan merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang dalam pembuatannya tidak menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON

PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON ABSTRAK PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON NI KADEK ASTARIANI Staf Pengajar Universitas Ngurah Rai Denpasar GaneÇ Swara Vol. 6 No.1 Maret 2012 Beton merupakan material konstruksi yang mempunyai kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Upaya peningkatan kualitas beton terus dilakukan dari waktu ke waktu, untuk mencapai kekuatan yang paling maksimal. Upaya ini terbukti dari munculnya berbagai penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block 1. Definisi Paving Block Bata beton (paving block) adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Beton berdasarkan SNI-03-2847-2007 didefinisikan sebagai campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk

Lebih terperinci

HERMIKA DIAN LISTIANI

HERMIKA DIAN LISTIANI STUDI LABORATORIUM EFEK PENAMBAHAN ADDITIVE XCD-POLYMER, SPERSENE, RESINEX DAN DRISPAC TERHADAP SIFAT FISIK LUMPUR BERBAHAN DASAR AIR PADA TEMPERATUR SAMPAI 150 0 C SKRIPSI HERMIKA DIAN LISTIANI 113060036

Lebih terperinci

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses Semen (Portland) Semen didefinisikan sebagai campuran antara batu kapur/gamping (bahan utama) dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk, tanpa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Beton Beton merupakan material gabungan yang terdiri dari beberapa bahan penyusun yang dicampur menjadi satu. Bahan penyusun tersebut terdiri atas semen, agregat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN PT PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN PT PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv KATA PENGANTAR...v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Beton BAB III LANDASAN TEORI Menurut Tjokrodimuljo (2007), beton adalah campuran antara semen portland, agregat kasar, agregat halus, air dan terkadang ditambahkan dengan menggunakan bahan tambah yang

Lebih terperinci

Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Unjuk Kerja Mortar

Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Unjuk Kerja Mortar Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Unjuk Kerja Mortar Lilies Widojoko Dosen Fakultas Teknik Universitas Bandar Lampung Email : labtekniksipil_lw@yahoo.co.id Abstrak Oksida dominan semen portland terdiri dari

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT

PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON YANG DIPENGARUHI OLEH LINGKUNGAN ASAM SULFAT Rizal Syahyadi 1) Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan agresif asam sulfat terhadap kuat

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SEMEN POZOLAN DAN SEMEN PORTLAND TERHADAP KEKEKALAN BENTUK DAN KUAT TEKAN SEMEN

PENGARUH PERBANDINGAN SEMEN POZOLAN DAN SEMEN PORTLAND TERHADAP KEKEKALAN BENTUK DAN KUAT TEKAN SEMEN Pengaruh Perbandingan Semen Pozolan Dan... Hargono e-mail: hargono_tkundip@yahoo.co.id M. Jaeni F. S. Budi Jurusan Teknik Kimia FT UNDIP Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang, Semarang 50239 Telp : (024) 7460058

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC) PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC) Bing Santosa 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Janabadra Yogyakarta, Jl. TR.Mataram

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton banyak digunakan secara luas sebagai bahan kontruksi. Hal ini dikarenakan beton memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan yang lain, diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Tanah secara umum didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT Abdul Halim, M. Cakrawala dan Naif Fuhaid Jurusan Teknik Sipil 1,2), Jurusan Teknik Mesin 3), Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI SQUEEZE CEMENTING UNTUK MEMPERBAIKI BONDING SEMEN PADA SUMUR KMC-08 LAPANGAN KALIMATI PERTAMINA EP

EVALUASI SQUEEZE CEMENTING UNTUK MEMPERBAIKI BONDING SEMEN PADA SUMUR KMC-08 LAPANGAN KALIMATI PERTAMINA EP EVALUASI SQUEEZE CEMENTING UNTUK MEMPERBAIKI BONDING SEMEN PADA SUMUR KMC-08 LAPANGAN KALIMATI PERTAMINA EP SKRIPSI Oleh : 113.050.011 PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME TERHADAP PENGURANGAN SUSUT BETON. Abstrak

PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME TERHADAP PENGURANGAN SUSUT BETON. Abstrak PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME TERHADAP PENGURANGAN SUSUT BETON Khairul Miswar 1) Rizal Syahyadi 2) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh admixture silica fume terhadap susut beton.

Lebih terperinci

PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI

PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI Oleh : MOHAMMAD RAEZAL FALAQ 113070115 PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Semen Semen merupakan bahan yang bersifat hirolis yang bila dicampur air akan berubah menjadi bahan yang mempunyai sifat perekat. Penggunaannya antara lain meliputi beton, adukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT Riski Febriani 1, Usman Malik 2, Antonius Surbakti 2 1 Mahasiswa Program Studi S1Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Pengetian Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus dan air. Jika diperlukan

Lebih terperinci

Kekurangannya adalah: - Kekuatan tarik yang rendah, keuletan yang rendah dan beberapa penyusutan.

Kekurangannya adalah: - Kekuatan tarik yang rendah, keuletan yang rendah dan beberapa penyusutan. 19. Concrete (Beton) Beton adalah material teknik yang umum digunakan untuk konstruksi struktur seperti desain dan konstruksi jembatan, bangunan, dam, dinding penahan, dudukan mesin/konstruksi baja dan

Lebih terperinci

proporsi perbandingan tertentu dengan ataupun tanpa bahan tambah yang

proporsi perbandingan tertentu dengan ataupun tanpa bahan tambah yang BAB III LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan, materi penyusun beton, penghitungan kuat desak dan hipotesis. 3.1 Umum Menurut SK SNI T-l5-1991-03 (1991), beton (concrete)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium. II. TINJAUAN PUSTAKA II. a. Pozolan Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk yang

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

Analisis Penambahan Additive Batu Gamping Terhadap Kualitas Komposisi Kimia Semen Portland

Analisis Penambahan Additive Batu Gamping Terhadap Kualitas Komposisi Kimia Semen Portland Analisis Penambahan Limestone Terhadap Kualitas Komposisi Kimia Semen Portland 64 Analisis Penambahan Batu Gamping Terhadap Kualitas Komposisi Kimia Semen Portland Analysis of Addition of Limestone to

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I

PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I PERBANDINGAN KINERJA BETON YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND TIPE I I Made Alit Karyawan Salain 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Seiring kemajuan infrastruktur bangunan. Beton mempunyai andil yang besar dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI KCL DAN NACL TERHADAP SIFAT FISIK LUMPUR POLIMER PAPH DI DALAM TEMPERATUR TINGGI SETELAH ROLLER OVEN Frijani Fajri AL Lail, Bayu Satiyawira Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Karakterisasi Abu Ampas Tebu ( Sugarcane Ash ) 4.1.1 Analisis Kimia Basah Analisis kimia basah abu ampas tebu (sugarcane ash) dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut. Menurut (Abdullah Yudith, 2008 dalam lesli 2012) berdasarkan beratnya,

BAB I PENDAHULUAN. & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut. Menurut (Abdullah Yudith, 2008 dalam lesli 2012) berdasarkan beratnya, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Beton merupakan material struktur yang sudah sangat dikenal dan telah digunakan secara luas oleh manusia dalam membuat struktur bangunan. Dalam ilmu geologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS AIR PENCAMPUR DAN PERENDAMAN TERHADAP PERILAKU KEKUATAN TEKAN MORTAR CAMPURAN SEMEN-PASIR

PENGARUH JENIS AIR PENCAMPUR DAN PERENDAMAN TERHADAP PERILAKU KEKUATAN TEKAN MORTAR CAMPURAN SEMEN-PASIR PENGARUH JENIS AIR PENCAMPUR DAN PERENDAMAN TERHADAP PERILAKU KEKUATAN TEKAN MORTAR CAMPURAN SEMEN-PASIR Gaharni Putri Utami 1, Sonny Wedhanto 2, dan Karyadi 3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnesium klorida Salah satu kegunaan yang paling penting dari MgCl 2, selain dalam pembuatan logam magnesium, adalah pembuatan semen magnesium oksiklorida, dimana dibuat melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN BOTTOM ASH DALAM PASTA SEMEN TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL DAN AKHIR

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN BOTTOM ASH DALAM PASTA SEMEN TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL DAN AKHIR PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN BOTTOM ASH DALAM PASTA SEMEN TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL DAN AKHIR Retno Anggraini, Ristinah, Siti Nurlina Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah. Nawy (1995), dalam

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman

Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 213 Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan Mortar Semen Tipe PCC Serta Analisis Air Laut Yang Digunakan Untuk Perendaman Yulizar Yusuf,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU YANG DIOVEN PADA SUHU 400 O C UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN DINDING PANEL PAGAR ABSTRAK

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU YANG DIOVEN PADA SUHU 400 O C UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN DINDING PANEL PAGAR ABSTRAK PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU YANG DIOVEN PADA SUHU 400 O C UNTUK CAMPURAN PEMBUATAN DINDING PANEL PAGAR Wahyu Kartini Dosen UPN Veteran Jawa Timur Boedi Wibowo Dosen Diploma Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate

PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate 14 Spektrum Sipil, ISSN 58-4896 Vol. 1, No. 2 : 14-149, September 214 PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate Joedono, Mudji Wahyudi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Beton Semen

BAB II TEORI DASAR 2.1 Beton Semen BAB II TEORI DASAR Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mencakup dasar teori material beton beserta komposisi dasar penyusun-penyusunnya, bahan tambah yang umum digunakan, aspek kimia material beton,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

Scanned by CamScanner

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8) KUAT TEKAN BETON YANG MENGGUNAKAN ABU TERBANG SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PORTLAND DAN AGREGAT KASAR BATU

Lebih terperinci

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis BAB III LANDASAN TEORI A. Pozzolan Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina, yang tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam bentuk halusnya dan dengan adanya air dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Kaca Dalam Bidang Konstruksi Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM MATERIAL LIMBAH PANASBUMI DAN LIMBAH PENGGILINGAN BERAS UNTUK MENINGKATAN KEKUATAN DINDING LUBANG BOR

STUDI LABORATORIUM MATERIAL LIMBAH PANASBUMI DAN LIMBAH PENGGILINGAN BERAS UNTUK MENINGKATAN KEKUATAN DINDING LUBANG BOR STUDI LABORATORIUM MATERIAL LIMBAH PANASBUMI DAN LIMBAH PENGGILINGAN BERAS UNTUK MENINGKATAN KEKUATAN DINDING LUBANG BOR Oleh : KRT. Nur Suhascaryo, Zusry Jaifan. Andry Nugraha Teknik Perminyakan UPN Veteran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Bata Beton Bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari bahan utama semen Portland, air dan agregat yang dipergunakan untuk pasangan dinding. Bata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pozzolan Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina, yang tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam bentuk halusnya dan dengan adanya air dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah campuran antara semen portland, agregat, air, dan terkadang ditambahi dengan menggunakan bahan tambah yang bervariasi mulai dari bahan tambah kimia, serta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Kata beton dalam bahasa indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti

Lebih terperinci

ISSN JEEE Vol. 6 No. 1 Novrianti, Mursyidah, Teguh

ISSN JEEE Vol. 6 No. 1 Novrianti, Mursyidah, Teguh JEEE Vol. 6 No. 1 Novrianti, Mursyidah, Teguh Studi Laboratorium Pengaruh Variasi Temperatur Pemanasan Arang Batok Kelapa Terhadap Thickening Time dan Free Water Semen Pemboran Novrianti 1, Mursyidah 2,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO Permana Putra Prasetio 1, Gary Kartadinata 2, Djwantoro Hardjito 3, dan Antoni 4 ABSTRAK : Penelitian ini membahas pengaruh ukuran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI..... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... i ii iii iv vi xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perencanaan suatu konstruksi maka tanah menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan konstruksi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan kertas sebagai bahan campuran lebih praktis dan efektif,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan kertas sebagai bahan campuran lebih praktis dan efektif, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pemanfaatan kertas sebagai bahan campuran lebih praktis dan efektif, dimana bubur kertas yang digunakan sebagai agregat dapat memberi kontribusi dalam meringankan beban

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako 2.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Geopolimer Geopolimer adalah bentuk anorganik alumina-silika yang disintesa melalui material yang mengandung banyak Silika (Si) dan Alumina (Al) yang berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Asroni (2010), secara sederhana beton dibentuk oleh pengerasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Asroni (2010), secara sederhana beton dibentuk oleh pengerasan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Beton Beton merupakan campuran antara semen Portland atau semen hidrolik, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEMENAN CASING LINER 7 PADA SUMUR X-1 DAN Y-1 BLOK LMG

EVALUASI PENYEMENAN CASING LINER 7 PADA SUMUR X-1 DAN Y-1 BLOK LMG EVALUASI PENYEMENAN CASING LINER 7 PADA SUMUR X-1 DAN Y-1 BLOK LMG Abstrak Faisal E. Yazid, Abdul Hamid, Amanda Nurul Affifah Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Penyemenan primer merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PEMANFAATAN LIMBAH BATU BARA (FLY ASH) PADA PRODUKSI PAVING BLOCK

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PEMANFAATAN LIMBAH BATU BARA (FLY ASH) PADA PRODUKSI PAVING BLOCK Media Teknik Sipil, Volume IX, Januari 2009 ISSN 1412-0976 KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PEMANFAATAN LIMBAH BATU BARA (FLY ASH) PADA PRODUKSI PAVING BLOCK Endah Safitri, Djumari Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

PRESENTASI SEMINAR SKRIPSI

PRESENTASI SEMINAR SKRIPSI PRESENTASI SEMINAR SKRIPSI LATAR BELAKANG STUDI PENGARUH PENAMBAHAN SLAG DAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN ADITIF DI FINISH MILL PABRIK SEMEN KOMPOSIT Diusulkan oleh : Eka Partana 2305 100 008 Aries Purijatmiko

Lebih terperinci