FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Transkripsi

1 DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DIKAITKAN DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN DEWAN KOMISARIS DALAM UU NO. 40 TAHUN 2007 S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : ABDI FIKRI NIM : DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2 DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DIKAITKAN DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN DEWAN KOMISARIS DALAM UU NO. 40 TAHUN 2007 *) Bismar Nasution *) T.Keizerina Devi Azwar *) Abdi Fikri ABSTRAKSI Sebagai suatu wadah untuk melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas didukung oleh perangkat organisasi serta tenaga manusia yang mengendalikannya. Dewan komisaris adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris oleh undang-undang dan anggaran dasar perseroan memberikan kewenangan tertentu kepadanya, antara lain memasuki kantor perseroan, mendapatkan laporan direksi dan memeriksa dokumen perseroan,dan lain-lain. Untuk melengkapi skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, Penulis menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif. Dengan pengumpulan data secara Studi Pustaka (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku perpustakaan, artikel-artikel baik dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Para pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggungjawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun Namun tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab perseroan terbatas apabila terbukti perseroan terbatas didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya, melalui prinsip piercing the corporate veil.piercing the corporate veil berarti membuka tirai perseroan, dimana kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi. Setelah status badan hukum perusahaan diperoleh, maka akan ada implikasi berupa prinsip-prinsip terbatasnya tanggung jawab dari pemegang saham, komisaris, dan direksi sepanjang pihak-pihak tersebut tidak melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan tugas kewajibannya dalam perusahaan (piercing the corporate viel). *) Dosen Pembimbing I *) Dosen Pembimbing II *) Mahasiswa Semester 8 FH USU

3 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Dengan segenap keikhlasan hati,penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb penentu jalan hidup manusia Yang Maha Agung dan yang telah menghantarkan penulis hingga di batas ini, tidak lupa pula penulis ucapkan shalawat beriring salam kepada teladan kita Rasulullah SAW semoga mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir kelak. Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, Departemen Hukum Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Penulis sangat menyadari bahwa kehadiran karya ini tidak terlepas dari perhatian, bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution SH MH, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, sekaligus Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis. 2. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis. 3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Dosen Wali Penulis, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis.

4 4. ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis. 5. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 7. Bapak Syafruddin SH M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 8. Bapak M. Husni SH M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 9. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 10. Yang paling saya sayangi kedua orang tuaku. Abahku Mhd. Imran dan Mamaku Hj. Juhaini, Terima kasih yang tak terhingga atas doa, curahan kasih sayang, dan segala bentuk dukungan yang selalu diberikan yang tidak mungkin dapat saya balas sampai kapan pun. 11. Kepada Lisa Purnamasari (Icha) yang tak bosan memberikan dukungannya kepada Penulis, makasi ya deq Kawan-kawan The ChungKillers : Faisal (si arab), Reza (ajo), Randy (si keleing), Wilson (si koko). Makasi ya lek, pokoknya gak ada loe gak rame,,,,

5 13. Teman-teman yang ada di N duts Net, yang telah memberi semangat kepada Penulis, khususnya adek Ahmad Fadhil. 14. Kawan-Kawan klinisku Dina, Roma, Ine, Lidya, Tiwi, Nelly yang sama-sama berjuang. 15. Kopi Goodday Capucino dan Gudang Garam Surya yang selalu menjadi pengusir lelahku dan menemaniku bergadang dalam proses penulisan skripsi ini. 16. Semua kawan-kawan Stambuk 05 yang gak bisa aku sebutin satu per satu, Khususnya buat anak-anak Departemen Hukum Ekonomi. 17. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak biasa saya sebutkan satu per satu. Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan segala kritikan dan saran yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang. Medan, Maret 2009 Penulis, Abdi Fikri

6 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 7 D. Keaslian Penulisan... 8 E. Tinjauan Kepustakaan... 9 F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN PENYINGKAPAN TIRAI PERUSAHAAN (PIERCING THE CORPORATE VEIL) A. Pengertian Piercing The Corporate Veil B. Tanggung Jawab Yuridis Dari Suatu Perusahaan C. Piercing The Corporate Veil. Topik populer Dalam Tatanan Hukum Perusahaan D. Teori Piercing The Corporate Veil Dalam Tatanan Hukum Indonesia BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS A. Pengertian Dewan komisaris... 42

7 B. Perkembangan Tanggung jawab Dewan Komisaris di Perusahaan C. Bentuk kelalaian Dewan Komisaris Pada Perusahaan D. Kedudukan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris BAB IV : DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DIKAITKAN DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN DEWAN KOMISARIS A. Konsep Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggung Jawaban Dewan Komisaris Dalam UU No.40 Tahun B. Tuntutan Kepada Dewan Komisaris Terhadap Kesalahan dan Kelalaiannya Menimbulkan Kerugian Perseroan C. Pertanggung Jawaban Kepada Dewan Komisaris Terhadap Perseroan Berdasarkan Piercing The Corporate Veil BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA... 72

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas. Selain berasal dari saham, modal PT dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh

9 para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut. 1 Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan pemilik modal terpisah juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat diserahkan kepada tenagatenaga ahli dalam bidangnya ( profesional ). Struktur organisasi perseroan terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris. Untuk itu dibutuhkan kerangka kerja hukum yang pasti agar unit usaha ini dapat bekerja dengan produktif dan efisien, dan tedapat arahan hukum yang jelas bagi perseroan terbatas dalam melaksanakan kegiatannya. Hubungan antara direksi dengan perseroan adalah hubungan saling ketergantungan. Satu dengan yang lain saling tergantung, sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan. Perseroan merupakan sebab adanya direksi. Tanpa perseroan maka direksi tidak pernah ada. Begitu juga direksi, tanpanya maka perseroan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Demikian pula hubungan antara direksi dengan dewan, dewan komisaris adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris oleh undang-undang dan anggaran dasar perseroan memberikan kewenangan tertentu kepadanya, antara lain memasuki kantor 1 terbatas+perseroan+terbatas+merupakan+perusahaan&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefo x-a, Diakses sabtu tanggal 21 Maret 2009

10 perseroan, mendapatkan laporan direksi dan memeriksa dokumen perseroan, menyetujui atau tidak menyetujui suatu tindakan tertentu dari direksi sebagaimana diatur dalam anggaran dasar, serta memberhentikan sementara direksi dan mengurus perseroan dalam hal perseroan tidak memiliki direksi. Dewan komisaris bertindak sebagai majelis. Sebagai majelis pada dasarnya anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri mewakili direksi. Komisaris wajib bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dalam prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap dewan direksi. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya. 2 Dalam upaya menghasilkan dewan komisaris yang berkelas dunia dapat dilakukan cara pengimbangan melalui keberadaan komisaris independenyang duduk dalam jajaran pengurus perseroan. Dengan struktur tersebut, dewan komisaris diharapkan dapat tetap independen, terutama terhadap pemegang saham pengendali. Komisaris independen yang efektif dan propesional dapat memberi kontribusi kepada organ komisaris secara keseluruhan untuk menjaga 2 = cache : NcHvdauRZLwJ: edisi24/peranan dewan komisaris&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a,diakses sabtu tanggal 21 Maret 2009

11 independensi mereka dalam mengawasi dan memberi nasihat kepada direksi, sehingga tercipta mekanisme checks and balances, yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan. 3 Status badan hukum Perseroan Terbatas (PT) juga berpengaruh terhadap tanggung jawab komisaris PT. Sebagaimana dalam UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 114 ayat (1) Dewan Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi, ayat (3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya,ayat (4) Dalam hal dewan komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris. Sesuai dengan Pasal 117 ayat (1) UUPT, di dalam Anggaran Dasar juga dapat ditentukan tentang pemberian wewenang kepada komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Selain itu, menurut Pasal 118 ayat (1 dan 2), berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dalam kondisi demikian, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban direksi 3 Antonius Alijoyo & Subarto Zaini, komisaris Independen, penggerak praktik GCG di Perusahaan, (Jakarta : Indeks, 2004), Pengantar hal ix

12 terhadap perseroan dan pihak ketiga. Oleh karena itu, ketentuan mengenai tanggung jawab terbatas direksi PT juga berlaku terhadap komisaris tersebut. 4 Secara implisit, tanggung jawab komisaris juga terbatas sebagaimana tercantum dalam Pasal 114 ayat (6) UUPT, bahwa atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Secara harfiah, istilah piercing corporate veil berarti membuka tirai perseroan, dimana kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi pelanggaran, penyimpangan atsu kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan. 5 Pada hukum perusahan terdapat doktrin-doktrin: penyingkapan tabir perseroan (Piercing the Corporate Veil), tindakan yang melampaui kewenangan atau kekuasaan perseroan (Utra Vires), dan hak menuntut perseroan yang dilakukan oleh pemegang saham atas nama perseroan terhadap pengurus yang melakukan perbuatan melanggar hukum (Derivative Action). Doktrin-doktrin tersebut dapat dijadikan dasar perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Dengan dilakukannya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh 4 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Djambatan, 2000), hal 71 5 Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan Piercing the Corporate Veil ) Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal 12

13 pengurus perseroan dan merugikan Pemegang Saham Minoritas tersebut maka berarti terjadi penyalahgunaan tugas kepercayaan (fiduciary duties) yang diberikan oleh pendiri atau pemegang saham perseroan. 6 Tanggung jawab pemegang saham secara terbatas ini merupakan tirai atau benteng yang memisahkan tanggung jawab pemegang saham dengan tanggung jawab pengurus dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan. Akan tetapi tirai tersebut bukan bersifat mutlak dan tidak dapat ditembus. Pasal 3 ayat (2) UUPT mengatur, tanggung jawab terbatas dari pemegang saham tidak berlaku atau hapus jika: persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi, yaitu dalam hal ini belum disahkannya Akta Pendirian perseroan oleh Menhum dan status perseroan disini belum menjadi badan hukum; pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi, seperti misalnya terbukti bahwa terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya; pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. 6 Kenny Wiston, Piercing The Corporate Veil, Jurnal Hukum Bisnis, (Vol. 15, Tahun 2001), hal 21

14 Dengan demikian, jika hal-hal atau kondisi-kondisi di atas terjadi, maka tirai atau benteng pemisah tanggung jawab terbatas (limited liability) dari pemegang saham akan tembus dan menjadi hapus (piercing the corporate veil), dan pemegang saham dapat dituntut pertanggungjawabannya sepenuhnya tidak terbatas hanya sebesar penyetoran modalnya saja akan tetapi atas kerugian yang timbul. Pertanggungjawaban kepada pemegang saham perseroan berdasarkan piercing the corporate veil selama ini telah diakui di dalam Yurisprudensi- Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia. 7 B. Perumusan Masalah Secara harfiah, istilah piercing corporate veil berarti membuka tirai perseroan, dimana kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi pelanggaran, penyimpangan atsu kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan Berdasarkan latar belakang inilah, dapat ditarik beberapa pokok permasalahan menarik untuk dianalisa dan dikaji. Pokok permasalahannya adalah: 1. Bagaimana konsep piercing the corporate veil dikaitkan dengan hukum perseroan di Indonesia? 2. Bagaimana tuntutan kepada dewan komisaris terhadap kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan? 7 Chatamarrasjid, Op.Cit, hal 17

15 3. Bagaimana Pertanggungjawaban kepada dewan komisaris terhadap perseroan berdasarkan piercing the corporate veil? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan C.1 Tujuan Penulisan Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui konsep piercing the corporate veil dikaitkannya dengan Pertanggungjawaban dewan komisaris 2. Untuk mengetahui tuntutan kepada komisaris terhadap kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan. 3. Untuk mengetahui Pertanggungjawaban kepada dewan komisaris terhadap perseroan berdasarkan piercing the corporate veil. C.2 Manfaat Penulisan Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: 1. Secara Teoritis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum bisnis, khususnya mengenai doktrin piercing the corporate veil dengan pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun Secara Praktis 1) Agar masyarakat mengetahui bagaimana doktrin piercing the corporate veil kaitkannya dengan Pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun 2007.

16 2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang bagaimana pertanggungjawaban dewan komisarisi yang baik. D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah doktrin piercing the corporate veil dikaitkan dengan Pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun 2007, judul skripsi ini belum pernah ditulis sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan Perseroan Terbatas, dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. 8 Pengaturannya di negara kita diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang itu dikeluarkan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 dan pengaturan Perusahan terbatas dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Pengertian Perusahan 8 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal 41

17 terbatas secara resmi termuat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan pelaksanaannya. Selain defenisi yang disenutkan dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, terddapat defenisi lainnya tentang Perseroan Terbatas yakni menurut Wasis, yang menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang modalnya dibagi-bagi atas saham-saham dengan harga nominal yang sama besarnya dan yang para pemiliknya bertanggungjawab secara terbatas sampai sejumlah modal yang disetorkan atau jumlah saham yang dimiliki. 9 Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa salah satu hal yang membedakan antara Perusahan terbatas dengan bentuk badan usaha lain ialah mengenai status badan hukum yang dimiliki Perusahan terbatas artinya badan yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak. 10 Status badan hukum Perusahan terbatas ini diperoleh ketika akta pendirian perseroan yang dibuat di hadapan notaris dimohonkan secara tertulis pengesahannya oleh Menteri Hukum dan HAM. sebagai salah satu karakteristik sebuah badan hukum. Perlu diketahui juga bahwa Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga 9 Wasis, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Bandung : PT. Alumni, 1997), hal Ibid, hal 38

18 memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Adapun suatu perseroan terbuka dapat berupa Emiten atau Perusahaan Publik. Yang dimaksud dengan emiten adalah suatu perusahaan terbuka dimana proses menjadi perusahaan terbuka dilakukan dengan jalan melakukan penawaran saham-sahamnya kepada publik lewat penawaran umum. 11 Sedangkan apa yang dimaksud Perusahaan Publik menurut Undang- Undang Pasar Modal pada Pasal 1 angka 22 yaitu : Perusahaan Publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimilki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp ,- (tiga milyar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas. Selain berasal dari saham, modah Perusahan terbatas dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal

19 Doktrin piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin hukum perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam UUPT yang ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam ketentuan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal, sebagai berikut: 1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. 12 Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menentukan ciri-ciri suatu badan hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai 12 Rudhi Prasetyo, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995, Cetakan Ketiga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal 37

20 berikut: adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, dan adanya organisasi yang teratur. Aturan untuk menentukan kedudukan suatu perusahaan sebagai badan hukum, biasanya ditetapkan oleh perundang-undangan, kebiasaan atau yurisprudensi. Sebagai contoh, Perusahan terbatas dinyatakan sebagai badan hukum di dalam Pasal 1 ayat (1) UUPT, koperasi dinyatakan sebagai badan hukum dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perkoperasian, dan yayasan dinyatakan sebagai badan hukum dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan. Karena bentuk badan hukum adalah sebagai badan atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya. F. Metode Penelitian Untuk melengkapi skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, Penulis menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif. Dengan pengumpulan data secara Studi Pustaka (Library Research) Penulis melakukan suatu penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku perpustakaan, artikel-artikel baik dari media cetak

21 maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Penulis mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini dengan cara membaca, menafsirkan, membandingkan serta menterjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan Doktrin Piercing The Corporate Veil dikaitkan dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris pada PT. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan umum tentang doktrin penyingkaran tirai perusahaan (piercing the corporate veil). Dalam bab ini berisi tentang Pengertian Piercing the corporate veil, Tanggung Jawab Yuridis Dari Suatu Perusahaan, Piercing the corporate veil. Topik populer

22 dalam tatanan hukum Perusahaan, Teori Piercing The Corporate Veil Dalam Tatanan Hukum Indonesia. BAB III : Tinjauan Umum Tentang Tanggung Jawab Dewan Komisaris. Bab ini berisikan tentang Pengertian Dewan komisaris, Perkembangan Tanggung jawab Dewan Komisaris di Perusahaan, Bentuk kelalaian Dewan Komisaris pada perusahaan, Kedudukan Dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris. BAB IV : Doktrin Piercing The Corporate Veil Dikaitkan Dengan Pertanggungjawaban Dewan Komisaris. Bab ini berisikan tentang Konsep piercing the corporate veil dikaitkan dengan pertanggungjawaban dewan komisaris dalam UU No.40 Tahun 2007, Tuntutan kepada dewan komisaris terhadap kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan dan Pertanggungjawaban kepada dewan komisaris terhadap perseroanberdasarkan piercing the corporate vei. BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN PENYINGKAPAN TIRAI PERUSAHAAN (PIERCING THE CORPORATE VEIL) A. Pengertian Piercing the corporate veil Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dan pribadi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun Namun tidak tertutup kemungkinan

24 hapusnya tanggung jawab perseroan terbatas apabila terbukti perseroan terbatas didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya, melalui prinsip piercing the corporate veil. Piercing corporate veil berarti membuka tirai perseroan, dimana kekebalan yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawabnya terbatas dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi pelanggaran, penyimpangan atau kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan. Munir Fuady mengemukakan bahwa : Doktrin piercing the corporate veil ini mengajarkan bahwa sungguhpun suatu badan hukum bertanggung jawab secara hukum hanya terbatas pada harta atau aset badan hukum tersebut, akan tetapi dalam hal-hal tertentu batas tanggung jawab tersebut dapat ditembus (piercing) sampai kepada harta atau aset para shareholders atau ownwers. 13 Dalam UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang bila dilanggar berakibat pada keberlakuan piercing the corporate veil terdapat pada Pasal 97 ayat (2) dan (3) yang pada intinya menyatakan : setiap anggota direksi perseroan bertanggung jawab sampai kekayaan pribadinya, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha perseroan. 14 Prinsip piercing the corporate veil diberlakukan apabila: 1. Tujuan perseroan dan formalitas-formalitas hukum diabaikan diakses jum at tanggal 13 Maret Ali, Chidir, Badan Hukum, (Bandung : PT. Alumni, 1999), hal 83

25 2. Pemegang saham perseroan memberlakukan aset perseroan sebagai harta mereka sendiri. 3. Perseroan gagal memelihara catatan-catatan atau dokumen yang diperlukan. 4. Perseroan tidak cukup modal, tetapi perseroan tetap dijalankan. 5. Perseroan dipergunakan untuk tujuan-tujuan curang, misalnya untuk menghindari pajak. 15 Piercing the corporate veil yang notabene merupakan doktrin hukum perseroan di Common Law System itu telah diintegrasikan ke dalam UUPT yang ide dasarnya dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPT. Dalam ketentuan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal, sebagai berikut: 16 a) persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; c) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau d) pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang 15 Chatamarrasjid, Op Cit, hal http: // / search?q= cache:q3atpdkihsqj: mhugm.wikidot.com/artikel: 002=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a, Diakses sabtu tanggal 21 Maret 2009

26 mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. B. Tanggung Jawab Yuridis Dari Suatu Perusahaan Dari berbagai bentuk perusahaan yang hidup di Indonesia perseroan terbatas merupakan bentuk yang paling lazim, bahkan sering dikatakan bahwa perseroan terbatas merupakan bentuk perusahaan yang dominan. Perseroan terbatas sangat menarik minat investor atau penanam modal untuk menanamkan modalnya, bahkan perseroan terbatas sudah menarik hampir seluruh perhatian dunia usaha pada tahun-tahun belakangan ini dikarenakan oleh perkembangan haknya dalam hidup perekonomian di banyak negara. Dengan dominasi yang besar di Indonesia, perusahaan telah ikut meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia, baik melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga perusahaan merupakan salah satu pilar pekonomian nasional. Lebih dipilihnya perusahaan sebagai bentuk perusahaan dibandingkan dengan bentuk yang lain ini dikarenakan oleh dua hal, pertama, perusahaan merupakan asosiasi modal, dan kedua, perusahaan merupakan badan hukum yang mandiri. Sebagai asosiasi modal maka ada kemudahan bagi pemegang saham perusahaan untuk mengalihkan sahamnya kepada orang lain, sedangkan sebagai badan hukum yang mandiri berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menentukan bahwa pertanggungjawaban pemegang saham PT hanya terbatas pada nilai saham yang dimiliki dalam perusahaan. Secara ekonomis, unsur

27 pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham PT tersebut merupakan faktor yang penting sebagai umpan pendorong bagi kesediaan para calon penanam modal untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, cukup jelas kiranya bahwa status badan hukum PT itu cukup penting. Dasar hukum dari status badan hukum perusahaan terbatas tersebut tercantum di dalam Pasal 1 butir 1 UUPT, Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa perusahaan terbatas merupakan badan hukum. Perseroan merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person). Menurut Soejono Dirdjosisworo, sebagai badan hukumatau artificial person, perseroan terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui wakilnya. Untuk itu ada yang disebut dengan agent, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan, perseroan terbatas mempunyai hak dan kewajiban dalam hugungan hukum sama halnya dengan manusia biasa atau natural person atau naturlijke persoon, dapat menggugat ataupun digugat, dapat membuat keputusan dan mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia. 17 Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum, maka unsur-unsur yang menandai perusahaan terbatas sebagai badan hukum adalah bahwa : 17 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004), hal 50

28 a. Organisasi yang teratur Organisasi yang teratur ini dapat kita lihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris seperti di dalam Pasal 1 angka 2 UUPT, keteraturan organisasi perseroan terbatas dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar Perseroan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputuan Direksi dan Peraturan-peraturan yang dikeluarkan dari waktu ke waktu. b. Harta kekayaan sendiri Perseroan terbatas mempunyai harta kekayaan sandiri yang dipisahkan dari harata kekayaan pribadi perseroannya, berupa modal yang berasal dari peamasukan harta kekayaan persero yang dipisahkan dan harta kekayaan lainnya baik berupa benda berwujud atau tidak berwujud yang merupakan milik perseroan. Pasal 31 ayat (1) UUPT dan dihubungkan dengan Pasal 34 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa harta kekayaan perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang dapat dilakukan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lainnya. c. Melakukan hubungan hukum sendiri Sebagai badan hukum, perseroan terbatas dapat mengadakan hubungan hukum sendiri dalam rangka melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga. Dalam melakukan hubungan hukum teresebut umunya perseroan terbatas diwakili oleh pengurus atau organ perseroan terbatas, yang disebut dengan direksi. Direksi inilah yang bertanggungjawab penuh atas kepengurusan perseroan

29 untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Di samping direksi, diadakan pula komisaris yang bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. d. Mempunyai tujuan tertentu Sebagai badan huklum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Karena itu, kegiatan usaha yang dijalankan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka mewujudkan makksud dan tujuan pendirian perseroan terbatas. Dalam Pasal 15 huruf b UUPT dinyatakan bahwa maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlakau ditetapkan dalam anggaran dasar. Berhubung perseroan terbatas menjalankan perusahaan, kegiatan perseroan terbatas diharapkan dapat mendatangkan keuntungan dan laba. Sesuai dengan UUPT, status badan hukum perseroan terbatas yang diperoleh sejak akta pendirian perseroan disahkan oleh Mentrei Kehakiman. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan KUHD yang menentukan bahwa status badan hukum perseroan diperoleh sejak diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dengan demikia, UUPT menaganut asas pengesahan, sedangkan KUHD menganut asas publisitas untuk menentukan status badan hukum perseroan terbatas. Kemudian disebutkan pula bahwa perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian, hal ini menunjukkan sebagai suatu perkumpulan dari orang-orang yang bersepakat mendirikan suatu badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas.

30 Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Rumusan ini pada dasarnya mempertegas kembali makna perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian yang ada dalam kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Sebagai perjanjian khusus yang bernama, perjanjian pembentukan perseroan terbatas ini juga tunduk sepenuhnya pada syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, disamping ketentuan khusus yang diatur dalam UUPT tersebut. Perjanjian pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh para pendiri tersebut dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan Akta Pendirian. Akta pendirian ini pada dasarnya menagatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan terbatas tersebut. Hak hak dan kewajiban-kewajiban tersebut merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan Anggaran Dasar perseroan, sebagaimana ditegaskan kembali di dalam Pasal 15 ayat (1) UUPT, yaitu: Anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya: a. nama dan tempat kedudukan Perseroan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. jangka waktu berdirinya Perseroan; d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;

31 f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris; g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris; i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen. Perseroan terbatas sebagai suatu badan usaha harus menjalankan kegiatan usaha. Melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan. Kegiatan usaha yang dilakukan perseroan terbatas adalah dalam bidang perekonomian dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan / laba. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh perseroan terbatas haruslah kegiatan usaha yang halal, artinya kegiatan perseroan terbatas harus sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan terbatas serta tidak boleh bertentangan denagn peraturan perundangundangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaaan. Perseroan terbatas tidak dapat didirikan dan dijalankan jika tidak memiliki tujuan dan kegiatan usaha yang jelas. Mengenai modal dasar perseroan terbatas yang disebutkan di bagi dalam saham, bahwa dari kata terbagi dapat diketahui modal perseroan terbatas tidak satu atau dengan kata lain tidak berasal dari satu orang melainkan modalnya dipecah menjadi beberapa atau sejumlah saham. Hal itu terjadi karena dalam hubungannya denagn pendirian perseroan terbatas berdasarkan perjanjian yang berarti modal perseroan terbatas harus dimiliki oleh beberapa orang. Dengan demikian dalam suatu perseroan terbatas pasti terdapat sejumlah pemegang saham. Para pemegang saham pada prinsipnya hanya bertanggungjawab sebesaar nilai saham yang dimasukkan dalam perseroan.

32 Dalam keberadaanya setiap perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan UUPT dan peraturan pelaksanaanya mulai dari pendiriannya, beroprasinya, dan berakhirnya. Hal ini menunjukkan bahwa UUPT menganut sistem tertutup (close system). 18 Peraturan perseroan terbatas pada mulanya diatur dalam kitab UU Hukum Dagang buku 1 bab III bagian III mulai dari Pasal 36 sampai denagn Pasal 56, sebagaimana telah dirubah terakhir denagn UU No. 4 Tahun 1971 dan Ordonantie Maskapai Andil Indonesia Stb 1939 No. 569 Jo No. 717, pengaturan dalam KUHDagang ini tidak menyebutka secara tegas pengertian dari perseroan terbatas. Hanya dapat disimpulkan ari ketentuan Pasal 36, Pasal 40, Pasal 42, dan Pasal 45 KUHDagang tersebut yaitu : 1. Pasal 36 ayat (1) KUHDagang menyatakan bahwa perseroan terbatas tidak mempunyai firma yaitu nama orang (sekutu) yang dipergunakan sebagai nama perusahaan. Adapun nama perseroan terbatas diambil dari tujuan perusahaanya. 2. Pasal 36 ayat (2) KUHDagang menghendaki agar naskah akta pendiriannya dimintakan pengesahan kepada Menteri Kehakiman dalam hal ini Kepala Direktorat Perdata pada Departemen Kehakiman. Pengesahan tersebut diatas harus juga dilakukan pada tiap-tiap ada perubahan syarat-syarat pendiriannya dan juga pada tiap perpanjangan waktu bagi perseroan terbatas itu. 18 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hal 13

33 3. Pasal 40 ayat (1) KUHDagang menentukan bahwa modal perseroan terdiri dari saham-saham atas nama atau blanko (atas pembawa), sedangkan ayat (2)-nya menentukan bahwa tanggung jawab pemegang saham terbatas dari jumlah nominal dari saham-saham yang dimilikinya. 4. Pasal 42 KUHDagang menentukan bahwa saham, baik yang atas nama maupun yang atas pembawa dapat diperalihkan kepada orang lain. Namun karena ketentuann-ketentuan dala KUHDagang itu dirasa tidak cocok lagi maka pemerintah mengeluarkan undang-undang yang baru tentang perseroan terbatas yang mengatur secara lebih terperinci tentang perseroan terbatas yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 40 Tahun Dengan berlakunya undang-undang ini maka Buku ke I Bab III bagian III Pasal 36 sampai Pasal 56 KUHDagang yang mengatur mengenai perseroan terbatas berikut segala perubahannya yaitu Undang-undang No. 4 Tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku dan terhitung 3 (tiga) tahun sejak berlakunya undangundang tentang perseroan terbatas ini maka Ordonansi Maskapai Andil Indonesia dinyatakan tidak berlaku lagi. Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka hukum memperlakukan perusahaan terbatas sebagai pribadi mandiri yang dapat bertanggung jawab sendiri atas perbuatannya. Dengan dimulainya status badan hukum perusahaan terbatas. Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Perusahaan yang dilakukan oleh Direksi mencakup rencana pengembangan, pelaksanaan kerja dan anggaran, pelaksanaan ketentuan-ketentuan anggaran dasar

34 dan pelaksanaan keputusan RUPS. Melakukan tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar Perusahaan, keputusan RUPS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 19 Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam memberikan saran & pendapat kepada RUPS mengenai laporan keuangan tahunan, rencana pengembangan Persahaan, penunjukan akuntan untuk melakukan audit keuangan, dan hal-hal penting lainnya; Mengesahkan rencana kerja dan anggaran Perusahaan; Mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan, dan dalam hal Perusahaan menunjukkan gejala kemunduran segera meminta Direksi untuk mengumumkan kepada para pemegang saham dan memberi saran mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh. Hati-hati bila Anda menjabat direktur atau komisaris di suatu perusahaan. nya, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur lebih tegas tentang tanggung jawab keduanya. Bahkan UU itu memungkinkan direksi maupun komisaris untuk digugat ke pengadilan oleh pemegang saham, bila keduanya terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Sebenarnya, ketentuan tentang tanggung jawab direksi dan komisaris yang ada dalam UU No. 40 Tahun 2007, tak jauh beda dengan UUPT yang lama (UU No. 1 Tahun 1995). Namun, dalam UUPT yang baru ini, tanggung jawab itu 19 Sjahdeini, Sutan Remy, Tanggung Jawab Pribadi Direksi Dan Komisaris, (Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 14 Tahun 2001), hal 72

35 dipertegas dan disempurnakan. Tujuannya supaya direksi dan komisaris itu tidak main-main dalam menjalankan usahanya. Seperti diketahui, lebih dari Pasal 13 klausul dalam UU No. 40 Tahun 2007 yang mengatur tentang tanggung jawab direksi dan komisaris. walaupun mengatur tanggung jawab secara tegas, namun masih ada lain yang memberi ruang gerak bagi direksi dan komisaris untuk membela diri. Salah satunya diatur dalam 114 Ayat (3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perusahaan, apabila dia dapat membuktikan salah satu dari 4 hal yang dikecualikan. Pertama, kerugian yang ditimbulkan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, kedua, direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ketiga, tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan keempat telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 20 Demikian pula dengan tanggung jawab direksi dalam hal terjadinya kepailitan di perusahaan. anggota direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab membayar seluruh kewajiban perusahaan yang diputus pailit, asalkan dia bisa 20 I.G. Rai, Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Edisi Revisi, (Jakarta : Megapoin Kesaint Blanc, 2002), hal 65

36 membuktikan tidak bersalah dan tidak lalai dalam menjalankan roda perusahaan. Indonesia tidak seperti Anglo Saxon, dimana mereka mengenal ada direksi aktif dan pasif. 21 C. Piercing the corporate veil. Topik populer dalam tatanan hukum Perusahaan Dalam dunia usaha kita mengenal bentuk-bentuk badan usaha.baik yang sudah berupa perusahaan maupun yang belum berupa perusahaan. Menurut rumusan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang menyatakan bahwa : Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Sedangkan definisi perusahaan menurut Molengraaff adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak ke luar, untuk memperoleh penghasilan, dengan cara memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Menurutnya pengertian perusahaan dipandang dari sudut ekonomi dan di sini pula munculah aspek hukum perusahaan yaitu adanya perjanjian dengan pihak yang menjadi dasar kewajiban dan hak masing-masing pihak. Namun, menurut Polak unsur dalam perusahaan tersebut harus ditambahkan lagi yaitu adanya pembukuan. Pembukuan merupakan catatan mengenai kewajiban dan hak yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu 21 Head, John W, Seri Dasar Hukum Ekonomi 1 Pengantar Umum Hukum Ekonomi Edisi Bahasa Indonesia dan Inggris, (Jakarta : ELIPS, 2002), hal 82

37 perusahaan, karena menurutnya baru dapat dikatakan perusahaan apabila diperlukan perhitungan laba dan rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam pembukuan. 22 Berdasarkan definisi tersebut di atas Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H menginventarisasi unsur-unsur perusahaan sebagai berikut : Perusahaan sebagai badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonomian dan mempunyai bentuk hukum tertentu, 1. Kegiatan dalam bidang perekonomian Kegiatan perusahaan melipitu bidang perindustrian, perdagangan, jasa, dan pembiayaan 2. Terus menerus Kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus sebagai mata pencaharian, tidak insidental, dan bukan pekerjaan sambilan. 4. Bersifat tetap Kegiatan tersebut tidak berubah dalam waktu singkat, tetapi untuk jangka lama. Jangka waktu tersebut ditentukan dalam akta pendirian perusahaan atau surat izin usaha. 5. Terang-terangan Terang-terangan artinya ditujukan kepada dan diketahui oleh umum, bebas berhubungan dengan pihak lain, diakui dan dibenarkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. 6. Keuntungan dan atau laba 22 I.G. Rai, Widjaya, Op Cit, hal 71

38 Setiap kegiatan menjalankan perusahaan tentu menggunakan modal. Dengan modal perusahaan, keuntungan dan atau laba dapat diperoleh, ini merupakan tujuan utama setiap perusahaan. 7. Pembukuan Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, setiap perusahaan wajib membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dalam Pasal 5 ditentukan catatan terdiri dari neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian, atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai kewajiban dan hak serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan. Pembukuan ini menjadi dasar pertimbangan pajak yang wajib dibayar kepada pemerintah. 23 Berdasarkan bentuk hukumnya perusahaan terbagi menjadi dua yaitu perusahaan yang berstatus badan hukum dan yang tidak berbadan hukum. Badan hukum ialah suatu badan yang ada karena hukum, dan memang diperlukan keberadaanya sehingga disebut badan hukum (legal entity). Oleh karena itu disebut manusia buatan (artificial person) atau person in law, atau legal person/rechtpersoon. Meskipun perseroan bukan manusia secara ilmiah, badan hukum itu bisa bertindak sendiri melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang diperlukan. Untuk itu ada yang disebut agent, yaitu orang yang mewakili 23 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT. Citra aditya bakti, 2002), hal 10-12

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas (PT) kalau dilihat dari segi jumlahnya merupakan pilihan bentuk usaha yang paling sering diminati oleh masyarakat, sehingga jumlah badan usaha dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Dalam tatanan hukum bisnis di Indonesia, ada 3 badan usaha yang ikut serta dalam kegiatan

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Kewirausahaan II-

Mata Kuliah - Kewirausahaan II- Mata Kuliah - Kewirausahaan II- Modul ke: Aspek Legalitas dalam Kegiatan Bisnis Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id HUKUM Aturan-aturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS 1 ASPEK HUKUM DALAM BISNIS PENGAJAR : SONNY TAUFAN, MH. JURUSAN MANAJEMEN BISNIS INDUSTRI POLITEKNIK STMI JAKARTA MINGGU Ke 6 HUBUNGAN HUKUM PERUSAHAAN DENGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA 2 Bila hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

perubahan Anggaran Dasar.

perubahan Anggaran Dasar. 2. Selain itu Peningkatan Modal Perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS melanggar kewajiban peningkatan modal yang diatur pada Pasal 42 UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan keputusan RUPS untuk penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BADUNG

KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BADUNG KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BADUNG Oleh : I Kadek Dwi Septiawan NPM : 1310121050 Pembimbing I : I Nyoman Sumardika, SH.,M.Kn Pembimbing II : Ni Made Puspasutari Ujianti,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Berlakang Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) 1. Bentuk Hukum Perusahaan Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan, namun tidak ada satu pasal pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun jika diteliti lebih jelas KUHD tidaklah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D 101 10 058 ABSTRAK Corporate Governance merupakan suatu sistem tata kelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha dengan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PT. PEMBANGUNAN PRASARANA SUMATERA UTARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PT. PEMBANGUNAN PRASARANA SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PT. PEMBANGUNAN PRASARANA SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS

BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS A. Persekutuan Komanditer (CV) Sebagai Badan Usaha 1. Pengertian Persekutuan Komanditer (CV) Persekutuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH WAHANA RAHARJA PROVINSI LAMPUNG MENJADI PERSEROAN TERBATAS WAHANA RAHARJA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan

BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan BAB II PERALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS A. Perseroan terbatas sebagai Badan Hukum Manusia, dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah

Lebih terperinci

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai 14 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan suatu badan

Lebih terperinci

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1 PERSEROAN TERBATAS Copyright by dhoni yusra copyright by dhoni yusra 1 DASAR HUKUM PERSEROAN TERBATAS Landasan yuridis PT sebagai badan usaha diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP)

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) Oleh : Komang Eva Jayanti Nyoman Mas Ariani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH ANEKA KARYA KABUPATEN BOYOLALI MENJADI PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

e) Hak Menghadiri RUPS... 55 e) Hak Menghadiri RUPS... 55 2. Kewajiban-kewajiban Pemegang Saham... 55 a) Kewajiban Dalam Penyetoran Saham... 56 b) Kewajiban Dalam Pengalihan Saham. 57 c) Kewajiban Mengembalikan Sisa Kekayaan Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung : Alumni, 1991 Amanat, Anisitus Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris. Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD BPR) BANK WONOSOBO

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian, Tata Cara Pendirian, dan Fungsi Organ-organ Perseroan Terbatas Pernyataan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum ditemukan dalam rumusan pengertian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN BENTUK HUKUM PERUSAHAAN DAERAH PELABUHAN CILEGON MANDIRI MENJADI PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci