JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING JURNAL TEKNIK MESIN ISSN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING JURNAL TEKNIK MESIN ISSN"

Transkripsi

1 JTM JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING JTM JURNAL TEKNIK MESIN ISSN Volume 04, Nomor 3, Oktober 2015

2 J T M JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi Volume 04, Nomor 3, Oktober ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STUKTUR MIKRO MATERIAL S45C DAN SS400 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT POTONG KULIT SEPATU Hadi Wardoyo 2 ANALISA PENGARUH CAMPURAN BAHAN COMPOUND EPDM RECLAIM UNTUK PEMBUATAN COVER RELAY TERHADAP SIFAT MEKANIK Mukhamad Bayu Fikri 3 PENGARUH INJECTION TIME DAN BACKPRESSURE TERHADAP CACAT PENYUSUTAN PADA PRODUK KEMASAN TOPLES DENGAN INJECTION MOLDING MENGGUNAKAN MATERIAL POLISTYRENE U. Wahyudi 4 ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT MATERIAL CARBIDE DRILL ROD AF1 TERHADAP KINERJA PROSES PUNCH Giging Herdiana 5 ANALISIS PENGARUH VARIASI CDI TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR HONDA VARIO 110cc Sachrul Ramdani 6 ANALISIS PERBANDINGAN EVAPORATOR KULKAS (LEMARI ES) DENGAN MENGUNAKAN REFRIGERANT R-22 DAN R-134A Imam Faozan

3 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 KATA PENGANTAR Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena dengan karunia dan hidayah-nya, maka Jurnal JTM, Volume 04, Nomor 3 Bulan Oktober Tahun 2015 kembali dapat diterbitkan. Edisi jurnal kali ini menyajikan enam makalah hasil kerja Tugas Akhir mahasiswa Program Studi Teknik Mesin dan satu dari Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana. Dalam makalahnya, beberapa mahasiwa mempresentasikan judul yang erat kaitannya dengan hasil ekperimen, analisis proses, desain dan perancangan. Beberapa judul yang disajikan antara lain: Analisa pengaruh campuran bahan compound EPDM reclaim untuk pembuatan cover relay terhadap sifat mekanik, Analisa pengaruh heat treatment material carbide drill rod AF1 terhadap kinerja proses punch, Analisis pengaruh variasi CDI terhadap performa dan konsumsi bahan bakar Honda Vario 110cc, dan Analisis perbandingan evaporator kulkas (lemari es) dengan menggunakan refrigerant R-22 dan R134A. Kami mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota Dewan Redaksi, Redaktur Pelaksana serta semua pihak yang telah memberikan kontribusinya selama proses penyiapan, penyusunan sampai penerbitan. Semoga keberadaan Jurnal Teknik Mesin ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh civitas akademika secara umum dan semua kolega di Universitas Mercu Buana secara khususnya. Jakarta, Oktober 2015 Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang Pemimpin Redaksi

4 J T M JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi Pemimpin Redaksi Dewan Redaksi Redaktur Pelaksana Alamat Redaksi : Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang (UMB) : Prof. Dr. Ir. Chandrasa Soekardi (UMB) : Dr. Kontan Tarigan (UMB) : Dr. Nurdin Ali (Unsyiah) : Dr. Poempida Hidayatullah (UMB) : Prof. Dr. Bambang Suharno (Universitas Indonesia) : Dr.-Ing. Ir. Nasruddin, M.Eng. (Universitas Indonesia) : Dr.-Ing. Pudji Untoro (Universitas Surya) : Dr.-Ing. Ir. Kusnanto (Universitas Gadjah Mada) : Dr. Sagir Alva (UMB) : Ir. Yuriadi Kusuma (UMB) : Dr. Sulistyo (Universitas Diponegoro) : Dr. Abdul Hamid (UMB) : Ir. Haris Wahyudi, M.Sc (UMB) : Nur Indah, S. ST. MT (UMB) : Edijon Nopian (UMB) : Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Kampus Menara Bhakti, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan No. 01, Kembangan, Jakarta Barat 11650, Indonesia mesin@mercubuana.ac.id Telp/Fax: Jurnal Teknik Mesin (JTM) adalah Peer-reviewed Jurnal tentang hasil Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi. JTM tersedia dalam versi cetak (p-issn: ), diterbitkan 3 (tiga) kali dalam setahun pada bulan Februari, Juni dan Oktober. Redaksi menerima artikel ilmiah dalam bidang Teknik Mesin dan yang berkaitan melalui halaman web berikut:

5 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015

6 J T M JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi Volume 04, Nomor 3, Oktober 2015 DAFTAR ISI 1 ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STUKTUR MIKRO MATERIAL S45C DAN SS400 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT POTONG KULIT SEPATU Hadi Wardoyo 2 ANALISA PENGARUH CAMPURAN BAHAN COMPOUND EPDM RECLAIM UNTUK PEMBUATAN COVER RELAY TERHADAP SIFAT MEKANIK Mukhamad Bayu Fikri 3 PENGARUH INJECTION TIME DAN BACKPRESSURE TERHADAP CACAT PENYUSUTAN PADA PRODUK KEMASAN TOPLES DENGAN INJECTION MOLDING MENGGUNAKAN MATERIAL POLISTYRENE U. Wahyudi 4 ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT MATERIAL CARBIDE DRILL ROD AF1 TERHADAP KINERJA PROSES PUNCH Giging Herdiana 5 ANALISIS PENGARUH VARIASI CDI TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR HONDA VARIO 110cc Sachrul Ramdani 6 ANALISIS PERBANDINGAN EVAPORATOR KULKAS (LEMARI ES) DENGAN MENGUNAKAN REFRIGERANT R-22 DAN R-134A Imam Faozan

7 67 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STUKTUR MIKRO MATERIAL S45C DAN SS400 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT POTONG KULIT SEPATU Hadi Wardoyo Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak -- Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada material S45C dan SS400 setelah mengalami perlakuan panas dan bekerja pada temperatur tertentu sebagai alat potong kulit sepatu dalam waktu tertentu sehingga mendapatkan perbandingan hasil pengujian dari masing-masing material. Menggunakan metode Brinell dan metode Vickers serta metode metalography untuk mengetahui setruktur mikro yang terjadi akibat porses perlakuan panas yang dialami oleh material tersebut. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan adanya perubahan kekerasan yang meningkat akibat perlakuan panas. Dari data yang didapat dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan suatu material tidak terlalu bepengaruh terhadap hasil pemotongan kulit sepatu, sehingga untuk pemotongan kulit sepatu tidak harus menggunakan material yang memiliki tingkat kekerasan tinggi melainkan bisa juga dengan menggunakan material dengan tingkat kekerasan sedang atau lebih rendah. Kata kunci: perlakuan panas, struktur mikro, material S45C dan SS PENDAHULUAN Tingginya standar mutu material yang sering menjadi tuntutan konsumen serta proses pembuatan cetakan dikerjakan dengan cara machaining maupun pengecoran sampai terbentuk cetakan dimana selama proses pengerjaan tersbut tidak pernah lepas dari perlakuan panas terhadap material produksi baik disengaja maupun tidak disengaja yang berpengaruh pada kualitas dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan tuntutan tersebut perusahaan berinisiatif menyediakan material produksi dengan karakteristis yang berbeda-beda untuk memenuhi tuntutan konsumen dan persaingan harga yang kompetitif serta untuk dapat tetap bertahan (survive). Perlakuan panas yang lain yang diterima oleh material cetakan adalah saat material sudah menjadi cetakan dan setelah menjadi cetakan. Setelah cetakan sudah jadi, perlakuakn panas dilakukan dengan cara cetakan dipanaskan dalam suhu tinggi dalam waktu tertentu. Sedangkan perlakuan panas terhadap cetakan sebagaimana fungsinya proses pencetakan dilakukan dalam keadaan suhu tinggi (panas) dan dalam waktu yang lama serta berulang-ulang dengan tujuan untuk menghasilkan hasil cetakan yang baik dan sesuai dengan keinginan. Pembuatan alat potong kulit sepatu dibutuhkan material yang tahan terhadap perlakuan panas untuk mendapatkan hasil pemotongan yang baik serta tahan lama dan material yang biasa digunakan adalah S45C. Dimana setelah di lakukan beberapa kali percobaan dengan menggunakan material SS400 ternyata hasil dari pemotongan material kulit sepatu sebanyak 1000 kali pemotongan menghasilkan hasil pemotongan yang sama baiknya jika dibandingkan dengan menggunakan material S45C. Masalah-masalah yang dapat dirumuskan dan akan dibahas berdasarkan latar belakang di atas dalam tulisan ini antara lain: perubahan nilai kekerasan material setelah mengalami proses pemanasan dari kedua material tersebut, perbedaan struktur mikro material setelah mengalami proses pemanasan dari kedua material tersebut, Apakah material SS400 bisa dijadikan material pengganti dari material S45C? Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai permasalahan yang dibahas tidak terlalu melebar jauh dari tujuan maka perlu ditentukan batasanbatasan masalah yang dibahas. Batasan-batasan masalah tersebut meliputi: kondisi material setelah mengalami proses machaining dan hardening serta setelah dipakai sebagai alat potong, hanya menguji material setelah mengalami proses pemanasan dan sebagai alat cetak setelah melakukan 1000 kali penyetakan (pemotongan) dari material S45C dan SS400, dan pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan metode BRINELL dan VICKERS, sedangkan pengujian steruktur logam menggunakan metode metalography. Tujuan penulusan: 1. Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi terhadap kekerasan pada material S45C dan SS400 setelah mengalami perlakuan panas dan bekerja pada temperatur tertentu sebagai alat potong kulit sepatu dalam waktu tertentu sehingga mendapatkan perbandingan hasil pengujian dari masingmasing material. 2. Untuk mengetahui perubahan struktur mikro logam yang terjadi karena proses

8 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober pemanasan dari masing-masing material dengan melakukan uji metalography. Untuk mengetahui apakah material SS400 mampu digunakan sebagai material pengganti dari material S45C. 2. METODOLOGI PENELITIAN Pada eksperimen ini digunakan metodologi penelitian seperti gambar diagram alir berikut: Indikator / Problem Pernyataan misi Pengumpulan Data Obyek Penelitian Menentukan Konsep / Jenis Pengujian Pengujian Material Analisa Hasil Pengujian Kesimpulan Gambar 3. Diagram alir perancangan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa ini memakai perlakuan panas (Heat Treatment) untuk untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat mekanisnya dalam hal ini kekerasan dan struktur mikronya dari material S45C dan S400. Metode pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan material adalah metode Brinell dan metode Vickers serta metode metalography untuk mengetahui setruktur mikro yang terjadi akibat porses perlakuan panas yang dialami oleh material tersebut. Material berbentuk plat dengan ukutan (PxLxT) 100 x 100 x 12 milimeter sebanyak delapan buah dengan pembagian: empat buah untuk material tipe S45C dan empat buah lagi untuk material tipe SS400. Masing-masing material tersebut akan mengalami proses perlakuan panas hardening (pengerasan) dimana proses pemanasannya tersebut terjadi dalam tiga tahap yaitu yang pertama saat material mengalami proses machining, yang kedua pemanasan untuk pengerasan material (hardening) pada temperatur 860 o C dengan waktu penahanan panas selama 15 menit, kemudian didinginkan dengan cepat (quenching) dengan media air. Proses pemanasan selanjutnya terjadi saat material dipakai sebagai alat potong, dimana temperatur yang diberikan mencapai 300 o C secara terus menerus sampai 8 jam. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pengujian metode Brinell dan metode Vickers serta metode metalography adalah: Mesin Grinding dan olising Mesin uji kekerasan Frank Finotest Mikroskop Optik Metalloplan Kamera Digital Tabel 1. Hasil pengujian spesiment S45C dengan menggunakan metode Brinell No ITEM PROSES 3 4 S45C PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS NILAI KEKERASAN (HBN) NILAI RATA- RATA (HBN) 1 MACHINING HARDENING Tabel 2. Hasil pengujian spesiment SS400 menggunakan metode Brinell No ITEM PROSES 3 4 SS400 PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS NILAI KEKERASAN (HBN) NILAI RATA- RATA (HBN) 1 MACHINING HARDENING

9 69 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 Tabel 3. Hasil pengujian spesiment S45C dengan menggunakan metode Vickers No ITEM PROSES 3 4 S45C PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS NILAI KEKERASAN (HV) NILAI RATA- RATA (HV) 1 MACHINING HARDENING Struktur mikro material S45C yang tidak mengalami perlakuan panas menunjukkan bahwa fasa ferrite perlite pada kondisi anil. Gambar 2. Struktur mikro material S45C setelah mengalami proses machining Struktur mikro Menunjukkan bahwa pada daerah tepi dengan daerah yang telah mengalami proses machining, fasa Martensite lebih dominan. Tabel 4. Hasil pengujian spesiment SS400 dengan menggunakan metode Vickers No ITEM PROSES 3 4 SS400 PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS NILAI KEKERASAN (HV) NILAI RATA- RATA (HV) 1 MACHINING HARDENING Gambar 3. Struktur mikro material S45C setelah mengalami proses pemanasan pada temperature 860 o C selama 15 menit Hasil pemotretan dengan menggunakan mikroskop, menunjukkan Fasa Martensite terlihat dominan dan merata setelah material S45C mengalami proses pemanasan pada pada saat dipakai sebagai alat potong. Pemeriksaan metalografi (mikro) dengan menggunakan optic dibatasi pada pembesaran max 500x, pemeriksaan dilakukan pada setiap specimen, baik untuk material S45C maupun SS400. Seperti terlihat pada gambar-gambar berikut ini. Gambar 4. Struktur mikro material S45C setelah mengalami proses pemanasan pada pada saat dipakai sebagai alat potong Gambar 1. Struktur mikro material S45C yang tidak mengalami perlakuan panas Fasa Bainite yang kekerasanya mendekati kekerasan Fasa Martensite lebih mendominasi hampir di seluruh bagian specimen, setelah spesimen mengalami proses pemanasan yang

10 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober lama (sekitar 8 jam) saat digunakan sebagai alat potong kulit sepatu. Struktur mikro material SS400 yang tidak mengalami perlakuan panas menunjukkan bahwa telah terjadi pertumbuhan besar butir ferit, sedangkan ferit dengan karbida perlit halus pada sela-sela butir ferit kasar, sedangkan di bagian tengah material berupa ferritik dan sedikit perlit. Gambar 7. Struktur mikro material SS400 setelah mengalami proses pemanasan pada temperature 860 o C selama 15 menit Gambar 5. Struktur mikro material SS400 sebelum mengalami proses pemanasan Setelah mengalami proses machining terjadi pertumbuhan besar butir feri pada daerah tepi dan karbida perlit pada daerah terluar, sedangkan di bagia tengah material yang terjadi adalah berupa feritik butir dan halus. Gambar 8. Struktur mikro material SS400 setelah mengalami pemanasan pada saat dipakai sebagai alat potong S 45 C (HV) MACHINING HARDENING PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS Gambar 6. Struktur mikro material SS400 setelah mengalami proses machining Hasil pemeriksaan metallografi menunjukkan struktur mikro di daerah tepi telah terjadi pertumbuhan besar butir ferrit kasar, sedangkan ferit dengan karbida perlit halus terbentuk pada sela-sela ferit kasar. Pada bagian tengah material masih berupa ferritik butir kasar dan halus, setelah material SS400 setelah mengalami proses pemanasan pada temperature 860 o C selama 15 menit. Pada pemeriksaan sample material SS400 yang ke empat menunjukkan hasil yang hampir sama dengan hasil pemeriksaan sebelumnya yaitu pada daerah tepi telah terjadi pertumbuhan besar butir ferit sedangkan ferit halus dengan karbida perlit terjadi di sela-sela butir ferit kasar. Pada bagian tengan material berupa ferritik butir kasar dan perlit (tanda panah pada Gambar 8). PERLAKUAN Gambar 9. Grafik hubungan antara nilai Kekerasan Vicker s terhadap perlakuanpanas pada contoh material S45C Besar nilai kekerasan yang di peroleh sangat dipengaruhi oleh fasa yang terbentuk dan jumlah fasa. Terlihat pada Gambar 3 terbentuk jumlah fasa sebanyak empat yaitu fasa Martensite sangat keras dan di dominasi oleh fasa Bainite yang hampir sekeras Martensite selain daripada fasa Ferrite dan Pearlite. Sedangkan terbentuknya fasa di pengaruhi oleh perlakuan panas yang di berikan sebelumnya pada bahan atau material, di ketahui bahwa

11 71 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 sampel material S45C yang tidak mengalami perlakuan panas pada daerah tepi menunjukkan adanya fasa Ferrite-Pearlite pada kondisi anil. Jadi proses perlakuan panas mempengaruhi dan meningkatkan nilai kekerasannya. S 45 C (HBN) SS 400 (HBN) MACHINING HARDENING PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS MACHINING HARDENING PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS PERLAKUAN PERLAKUAN Gambar 10. Grafik hubungan antara nilai Kekerasan Brinell terhadap perlakuanpanas pada contoh material S45C Hasil pengujian kekeasan yang dilakukan terhadap material SS 400 menunjukka nilai kekerasan rata-rata material setelah mengalami perlakuan panas, yaitu sebesar 107 HV atau HBN. MACHINING HARDENING SS 400 (HV) PEMAKAIAN SEBAGAI ALAT POTONG TANPA PERLAKUAN PANAS PERLAKUAN 106 Gambar 11. Grafik hubungan antara nilai kekerasan Vicker s terhadap perlakuan panas pada contoh material SS 400 Gambar 12. Grafik hubungan antara nilai kekerasan Brinell terhadap perlakuan panas pada contoh material SS 400 Seperti yang ditunjukkan dari Gambar 2 sampai dengan Gambar 3 yang diperoleh pada pengamatan metalografi terhadap material S 45 C dapat dilihat struktur mikro yang terbentuk pada bahan yang diberi perlakuan panas adalah fasa Martensite dan fasa Bainite, sedangkan pada bahan yang tidak diberikan perlakuan panas bentuk fasanya Ferrite bagian yang terang dan fasa Pearlite pada bagian yang gelap. Pada saat mengalami proses machining dengan temperatur yang terlalu besar fasa Martensite baru mulai tampak belum terdistribusi karena masih Terlihat banyak fasa Ferrite dan fasa Pearlite. Selanjutnya fasa Martensite mulai terdistribusi dan penyebarannya merata. Perlakuan panas temperatur pemanasan 860 o C terlihat fasa fasa Ferrite, Pearlite dan Martensite berkurang penyebarannya dan di dominasi oleh fasa Bainite sehingga meningkatkan nilai kekerasannya. Sedangkan hasil pemeriksaan struktur mikro pada material SS 400 yang telah mengalami perlakuan panas tidak terlihat adanya perbedaan struktur mikro yang mencolok antara sample material satu dengan yang lainya. Yang terjadi adalah kondisi struktur mikro pada daerah tepi rata-rata terjadi pertumbuhan besar butir ferit dan ferit dengan karbida perlit halus pada sela-sela butir ferit besar, sedang pada daerah tengah struktur mikro berupa feritik dan sedikit perlit (Gambar 5-8) Kulit hasil pemotongan yang dilakukan sebanyak 1000 kali pemotongan juga menunjukan hasil yang sama bagusnya baik menggunakan

12 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober material S45C atau SS400, walaupun tingkat kekerasan dari kedua material tersebut berbeda. Kulit hasil pemotongan yang dilakukan sebanyak 1000 kali pemotongan juga menunjukan hasil yang sama bagusnya baik menggunakan material S45C atau SS400, walaupun tingkat kekerasan dari kedua material tersebut berbeda. 4. KESMPULAN 1) Hasil pengujian kekerasan menggunakan metode Vicker s dan Brinell, untuk material S45C maupun SS400 menunjukkan adanya perubahan kekerasan akibat pengaruh perlakuan panas yang terjadi pada material tersebut. 2) Dengan perlakuan panas yang sama, material S45C lebih keras dibandingkan material SS400. 3) Hasil uji metalography untuk material S45C menunjukan fasa fasa Ferrite, Pearlite dan Martensite berkurang penyebarannya dan di dominasi oleh fasa Bainite sehingga meningkatkan nilai kekerasannya setelah mengalami proses pelakuan panas. Namun berbeda dengan material SS400, justru tidak ada perbedaan perubahan struktur mikro yang mencolok antara spesiment material satu dengan yang lainya baik yang mengalamai perlakuan panas hardening maupun perlakuan panas sebagai alat potong. Yang terjadi adalah kondisi struktur mikro pada daerah tepi rata-rata terjadi pertumbuhan besar butir ferit dan ferit dengan karbida perlit halus pada sela-sela butir ferit besar, sedang pada daerah tengah struktur mikro berupa feritik dan sedikit perlit. 4) Hasil pemotongan yang dilakukan sebanyak 1000 kali pemotongan terhadap kulit sepatu menunjukan hasil yang sama bagusnya baik menggunakan material S45C atau SS400, sehingga material SS400 bisa dijadikan alternative material pengganti dari material S45C sebagai alat pemotong kulit sebatu dengan jumlah pemotongan 1000 kali pemotongan. Dari data yang didapat dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan suatu material tidak terlalu bepengaruh terhadap hasil pemotongan kulit sepatu, sehingga untuk pemotongan kulit sepatu dengan jenis kappa tidak harus menggunakan material S45C yang memiliki tingkat kekerasan tinggi melainkan bisa juga dengan menggunakan material SS400 yang memiliki tingkat kekerasan lebih rendah. Hasil pengujian dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memilih material SS400 sebagai alat potong kulit sepatu sebagai pengganti dari material S45C, untuk mengurangi beban biaya produksi yang harus dikeluarkan. DAFTAR PUSTAKA [1]. Daryanto, 2010., Proses Pengolahan Besi dan Baja (Ilmu Metalurgi), Cetakan-1, Satu Nusa, Bandung. [2]. Djaprie S., (George E. Dieter)., 1996, Metalurgi Mekanik (Edisi Ke-3), Erlangga, Jakarta. [3]. Khurmi R.S., Gupta J.K., A Textbook Of Machine Design (S.I.Units), First Multicolour Edition. [4]. Surdia T., Saito S., 1992 Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan kedua PT.Pradnya Paramita, Jakarta

13 73 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 ANALISA PENGARUH CAMPURAN BAHAN COMPOUND EPDM RECLAIM UNTUK PEMBUATAN COVER RELAY TERHADAP SIFAT MEKANIK Mukhamad Bayu Fikri Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak -- Pembuatan bahan pengganti untuk compound EPDM reguler untuk pembuatan cover relay diperlukan komposisi baru dengan menggunakan compound reclaim sebagai compound pengganti atau alternatif ke-2 ( dua) jika terjadi kelangkaan atau keterlambatan kedatangan bahan utama (compound EPDM reguler). Compound reclaim akan dilakukan percobaan pencampuran komposisi/perubahan komposisi sehingga akan mempunyayai sifat yang sama dengan compound reguler. Dilakukan pencampuran bahan dengan perbandingan reclaim 4 reguler 1 juga berpengaruh pada sifat mekanik, tensile strength 69,7 kg/cm 2 menjadi 109,6 kg/cm 2, elongation break 385% menjadi 533,3%, spesific gravity 1,0946 gr/cm 3 menjadi 1,0748 gr/cm 3, dan hardness menjadi 49-51, dalam pengetesan tersebut membuktikan bahwa dalam pencampuran ini masih menghasilkan sifat mekanik yang sesuai pada toleransi dan standard yang ditentukan seperti halnya pada perbandingan pencampuran komposisi reclaim 3: reguler 2. Komposisi ini yang akan digunakan dalam proses pembuatan cover relay karena untuk efisiensidan menghemat penggunaan bahan reguler. Karena tujuan utama dalam proses ini adalah untuk mendapatkan komposisi baru sebagai pengganti jika terjadi kelangkaan pada bahan reguler. Kata kunci: compound EDM, cover relay, sifat mekanik 1. PENDAHULUAN Banyak industri saat ini mengembangkan atau memproduksi produk-produk dari bahan dasar rubber(karet). Rubber sendiri sangat erat hubunganya dengan material atau compound bahan dasar pembentuk sifat yang akan dimiliki oleh part rubber yang kan dibuat. Akan tetapi ada kemungkinan yang dihadapi jika bahan utama pembentuk compound tersebut susah didapat atau mengalami penurunan kualitas dikarenakan hal-hal yang mungkin bisa mempengaruhinya seperti yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu compound EPDM. Compound EPDM pada hal ini yaitu merupakan bahan dasar yang akan digunakan untuk pembuatan Cover relay. Untuk itu penulis menjabarkan tentang bagaimana cara bahan reclaim mempunyai sifat mekanik sama dengan reguler atau sesuai dengan standard yang ditetapkan untuk membuat Cover relay. Cover relay sendiri merupakan komponen suatu spare part kendaraan bermotor dimana fungsinya yaitu sebagai isolator dan sebagai penahan relay karena cover relay ini terbuat dari bahan dasar rubber yang bersifat lentur, tahan panas, tidak licin sehingga dapat memegang relay dengan kuat dan tidak mudah terbakar Dalam tulisan ini selain ingin meneliti dan menganalisa bagaimana cara mengolah reclaim sehingga dapat digunakan seperti bahan reguler. Adapun masalah yang ingin diketahui yaitu bagaimana merubah sifat mekanik compound reclaim sehingga dapat mendekati atau sama dengan reguler dan memenuhi standard yang ditentukan? Untuk lebih memperjelas dan untuk lebih mempertajam ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan, perlu ada pembatasan permasalahan dan anggapan dasar terhadap masalah yang dihadapi yaitu: a) Compound yang dianalisa adalah compound EPDM. b) Pengetesan dengan cara uji mekanis meliputi: Hardness, tensile strength, elongation, spesific gravity. c) Produk penentu menggunakan cover relay. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui cara merubah sifat mekanik compound reclaim sehingga dapat mendekati atau sama dengan reguler dan memenuhi standard yang ditentukan. 2. TINJAUAN PUSTAKA Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi (Malcom,P.S., 2001). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, karet alam sudah dapat disintesis, akan tetapi kegunaan dari karet alam ini tidak dapat digantikan oleh karet sintesis. Jenis karet terbagi atas dua, yaitu : karet alam dan karet sintesis. Walaupun karet alam sekarang jumlah produksi dan konsumsinya jauh di bawah karet sintesis atau karet buatan pabrik, tetapi karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis.

14 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Karet reklim atau Reclaim Rubber Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang barang karet bekas, terutama ban ban mobil bekas dan bekas ban ban berjalan. Karenanya, boleh dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrab yang sudah divulkanisir. Alexander Parkes adalah orang yang pertama kali mengusahakan jenis karet ini pada tahun Sampai sekarang ternyata karet reklim tetap dibutuhkan, bahkan dalam jumlah yang besar. Biasanya karet reklim banyak digunakan sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan tahan lama dipakai. Kelemahan karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. Oleh karena itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban. Standar bahan yang harus dimiliki dalam pembuatan cover start magnet rela. Tabel 1. Stadard sifat mekanik cover relay 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Bahan Persiapan bahan dilakukan sesuai urutan berikut: Dumble test EPDM reguler Dumble test EPDM reclaim Dumble test EPDM rekayasa 1 Dumble test EPDM rekayasa 2 Dumble test EPDM rekayasa Vulkanisasi Vulkanisasi adalah reaksi kimia yang menyebabkan molekul karet yang linear mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan, dan molekul karet yang sudah tersambung silang disebut sebagai vulkanisasi karet. 2.3 Cover Relay Rubber Relay merupakan tempat suatu komponen kelistrikan pada kendaraan bermotor, terutama kendaraan roda 2 (dua). Terbuat dai bahan rubber bertujuan sebagai isolator dan sebagai penahan relay karena rubber bersifat lentur, tahan panas, tidak licin sehingga dapat memegang relay dengan kuat dan tidak mudah terbakar. Gambar 3.1 Dumble test hardness Gambar 3.2 Dumble test tarik 3.2 Pengujian Sifat Mekanik Pengujian sifat mekanik dilakukan untuk mengetahui sifat karet tersebut, apakah barang jadi karet tersebut bersangkutan cocok digunakan untuk sesuatu macam barang jadi karet yang menghendaki persyaratan tertentu. Syarat pengetesan sampling minimal 3 kali sesuai dengan standard JIS K (Testing Methods for Vulcanized Rubber) dan untuk antisipasi faktor eror dari alat yang terkalibrasi agar mendapatkan hasil yang valid. Adapun sifatsifat fisika karet tersebut antara lain adalah: Hardness, tensile strength,elongation, spesific gravity 3.3 Pengolahan Bahan Gambar 2.1 Cover Relay a) Setelah resep disiapkan dan ditimbang dengan sesuai maka proses selanjutnya dalah mixing atu proses mesin kneader. Ini adalah proses dimana pencampuran bahanbahan atau chemical diproses sampai

15 75 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 menjadi bahan baku (compound) setengah jadi biasa disebut dengan compound BO atau compoud belum obat. b) Setelah proses kneader selesai, bahan tersebut di bentuk menjadi lembaranlembaran pada mesin roll mill 16 bertujuan untuk mempermudah dalam pndinginan dan penyimpanan. Karena sebelum proses ini (baru keluar dari mesin kneader) bahan masih berbentuk gumpalan-gumpalan dan bersuhu panas. c) Setelah itu, dilakukan pencampuran dengan memberikan obat pada compound tersebut (agar dapat matang atau menjadi produk saat proses pemasakan) dengan menggunakan roll mill+cutting. Lakukan penggilingan berkali- kali sekitar 15 menit sampai obat tercampur dengan rata. d) Setelah tercampur dengan rata, tarik copound dengan pemotongan sesuai ukuran yang diinginkan sampai compoud yang ada di roll mill habis. e) Masukkan potongan tersebut kedalam cairan anti tac agar tidak terjadi lengket saat penyimpanan. f) Kemudian dinginkan compound yang sudah potongan tersebut dengan menggunakan kipas angin atau sejenisnya. g) Setelah dingin, masukkan kedalam keranjang (compound siap untuk digunakan). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengujian Sifat Mekanik EPDM reguler Dalam tes ini bertujuan untuk mengetahui sifat awal dari compound yang akan dilakukan perubahan sifat mekaniknya. a) Tensile Test Gambar 3.1 Grafik uji tarik EPDM regular b) Elongation break Test 1 Test 2 Test 3 Average Force (kg) Stress (kg/cm2) Diketahui a = 20 mm Percobaan ke-1 d 1 = 120 mm Percobaan ke-2 d 2 = 120 mm Percobaan ke-3 d 3 = 120 mm Percobaan ke-1 EB= 100 % = 500% Percobaan ke-2 EB= 100 % = 500% Percobaan ke-3 EB= 100 % = 500% Jadi nilai rata-rata elongation yang didapat EB= = 500% Gambar 3.2 Grafik perbandingan perpanjangan & elongation break EPDM regular c) Hardness Pengujian nilai kekerasan diperoleh nilai seperti berikut (satuan Brinell): Percobaan ke-1 = 51 Percobaan ke-2 = 53 Percobaan ke-3 = 52 d) Spesific Gravity Percobaan ke-1 = 1,1286 gr/cm 3 Percobaan ke-2 = 1,1275 gr/cm 3 Percobaan ke-3 = 1,1267 gr/cm 3 Jadi SG =,,, = 1,1276 gr/cm Test 1 Test 2 Test 3 Average d (mm) EB (%) Test 1 Test 2 Test 3 Average Hardness SG (gr/cm3) Gambar 3.3 Grafik perbandingan hardness & spesific gravity EPDM regular

16 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Tabel 3.1 Hasil test sifat mekanik pada EPDM reguler c) Hardness Pengujian nilai kekerasan diperoleh nilai seperti berikut (satuan Brinell): Percobaan ke-1 = 51 Percobaan ke-2 = 51 Percobaan ke-3 = 52 d) Spesific Gravity Percobaan ke-1 = 1,0961 gr/cm 3 Percobaan ke-2 = 1,0951 gr/cm 3 Percobaan ke-3 = 1,0926 gr/cm 3 Jadi SG =,,, = 1,946 gr/cm Pengujian Sifat Mekanik EPDM reclaim a) Tensile strength Test 1 Test 2 Test 3 Average Force (kg) Stress (kg/cm2) 69.7 Gambar 3.4 Grafik uji tarik EPDM reclaim Gambar 3.6 Grafik perbandingan hardness & spesific gravity EPDM reclaim Tabel 3.2 Hasil uji sifat mekanik pada EPDM reclaim Test 1 Test 2 Test 3 Average Hardness SG (gr/cm3) b) Elongation break Diketahui a = 20 mm Percobaan ke-1 d 1 = 95 mm Percobaan ke-2 d 2 = 99 mm Percobaan ke-3 d 3 = 97 mm Percobaan ke-1 EB = 100 % = 375% Percobaan ke-2 EB = 100 % = 395% Percobaan ke-3 EB = 100 % = 385% Jadi nilai rata-rata elongation yang didapat EB = = 385% Gambar 3.5 Grafik perbandingan perpanjangan & elongation break EPDM reclaim 97 Test 1 Test 2 Test 3 Average d (mm) EB (%) Dari hasil test diatas terdapat ketidak sesuaian poin hasil pengetesan antara reguler dengan reclaim, maka dari itu harus dilakukan langkah-langkah perubahan komposisi dimana nanti bertujuan untuk membuat poin yang tidak seuai menjadi sesuai atau mendekati dari spesifikasi reguler. 3.3 Percobaan Perubahan Campuran Bahan Percobaan ini dilakukan dengan cara mengolah bahan dasar dari komponen compound reclaim tersebut dengan menambahkan volume komposisi, mencampur dengan bahan reguler dengan perbandingan tertentu. 1) Rekayasa 1 (penambahan parafinic oil) Penambahan parafinic oil sebanyak 100gr (dengan asumsi bahwa untuk menambah nilai TS dan EB karena pada reclaim mempunyai nilai TS dan EB tidak memenuhi standar yang diinginkan dalam pembuatan cover relay) dengan hasil tes sebagi berikut:

17 77 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 a) Tensile strength Gambar 3.7 Grafik uji tarik rekayasa 1 b) Elongation break Test 1 Test 2 Test 3 Average Force (kg) Stress (kg/cm2) ,1539 Test 1 Test 2 Test 3 Average Hardness SG (gr/cm3) Gambar 3.9 Grafik perbandingan hardness & spesific gravity rekayasa 1 Tabel 3.3 Hasil test sifat mekanik rekayasa 1 Diketahui a = 20 mm Percobaan ke-1 d 1 = 130 mm Percobaan ke-2 d 2 = 130 mm Percobaan ke-3 d 3 = 140 mm Percobaan ke-1 EB = 100 % = 550% Percobaan ke-2 EB = 100 % = 550% Percobaan ke-3 EB = 100 % = 600% Jadi nilai rata-rata elongation yang didapat EB = = 566,7% Test 1 Test 2 Test 3 Average Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan prafinic oil tidak bisa mempengaruhi sifat yang diinginkan tetapi mempengaruhi sifat yang lain yang seharusnya tidak dirubah dan komposisi ini tidak dapat digunakan dalam pembuatan cover relay karena tidak sesuai dengan standard yang ditentukan. 2) Rekayasa 2 (Campuran reclaim 3: reguler 2) Dengan mencampur bahan reguler dengan bahan reclaim, dengan perbandingan reclaim lebih banyak dibanding dengan reguler yaitu 3:2 (dengan tujuan menarik sifat yang dimiliki oleh reclaim ke sifat reguler sehingga reclaim mempunyai sifat mekanik yang memenuhi standar yang ditentukan dalam pembuatan cover relay) a) Tensile strength d (mm) EB (%) Gambar 3.8 Grafik perbandingan perpanjangan & elongation break rekayasa 1 c) Hardness Pengujian nilai kekerasan diperoleh nilai seperti berikut (satuan Brinell): Percobaan ke-1 = 41 Percobaan ke-2 = 44 Percobaan ke-3 = Test 1 Test 2 Test 3 Average Force (kg) Stress (kg/cm2) d) Spesific Gravity Percobaan ke-1 = 1,1231 gr/cm 3 Percobaan ke-2 = 1,1627 gr/cm 3 Percobaan ke-3 = 1,1760 gr/cm 3 JadiSG=,,, = 1,1539 gr/cm 3 Gambar 3.10 Grafik uji tarik rekayasa 2 b) Elongation break Diketahui a = 20 mm Percobaan ke-1 d 1 = 130 mm

18 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Percobaan ke-2 d 2 = 130 mm Percobaan ke-3 d 3 = 130 mm Percobaan ke-1 EB = 100 % = 550% Percobaan ke-2 EB = 100 % = 550% Percobaan ke-3 EB = 100 % = 550% Jadi nilai rata-rata elongation yang didapat EB = = 550% Gambar 3.11 Grafik perban dingan perpanjangan & elongation break rekayasa 2 c) Hardness Pengujian nilai kekerasan diperoleh nilai seperti berikut (satuan Brinell): Percobaan ke-1 = 54 Percobaan ke-2 = 54 Percobaan ke-3 = 55 d) Spesific Grafity Percobaan ke-1 = 1,1079 gr/cm 3 Percobaan ke-2 = 1,0998 gr/cm 3 Percobaan ke-3 = 1,1097 gr/cm 3 Jadi SG =,,, = 1,1058 gr/cm Test 1 Test 2 Test 3 Average 54 d (mm) EB (%) Test 1 Test 2 Test 3 Average Dan dari hasil diatas ternyata komposisi yang digunakan mempunyai sifat mekanik yang sesuai dengan standar yang ditentukan dan dapat digunakan dalam pembuatan cover relay Rekayasa 3 (Campuran reclaim 4 : reguler 1) Dengan mencampur bahan reguler dengan bahan reclaim dengan perbandingan reclaim 4 dan reguler 1 ( dengan tujuan menarik sifat yang dimiliki oleh reclaim ke sifat reguler dan untuk mengurangi komposisi penggunaan reguler). Dengan hasil pengetesan sebagai berikut: a) Tensile strength Gambar 3.12 Grafik uji tarik rekayasa 3 b) Elongation break Test 1 Test 2 Test 3 Average Force (kg) Stress (kg/cm2) Diketahui a = 20 mm Percobaan ke-1 d 1 = 130 mm Percobaan ke-2 d 2 = 130 mm Percobaan ke-3 d 3 = 120 mm Percobaan ke-1 EB= 100 % = 550% Percobaan ke-2 EB = 100 % = 550% Percobaan ke-3 EB = 100 % = 500% Jadi nilai rata-rata elongation yang didapat EB = = 533,3% Hardness SG (gr/cm3) Gambar 3.12 Grafik perbandingan hardness & spesific gravity rekayasa 2 d (mm) EB (%) Tabel. 3.4 Hasil test sifat mekanik rekayasa Test 1 Test 2 Test 3 Average Gambar 3.13 Grafik perbandingan perpanjangan & elongation break rekayasa 3

19 79 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 c) Hardness Pengujian nilai kekerasan diperoleh nilai seperti berikut (satuan Brinell): Percobaan ke-1 = 51 Percobaan ke-2 = 49 Percobaan ke-3 = 51 d) Spesific Grafity Percobaan ke-1 = 1,0781 gr/cm 3 Percobaan ke-2 = 1,0498 gr/cm 3 Percobaan ke-3 = 1,0965 gr/cm 3 Jadi SG =,,, = 1,0748 gr/cm Test 1 Test 2 Test 3 Average Hardness SG (gr/cm3) Gambar 3.23 Grafik perbandingan hardness & spesific gravity rekayasa 3 Tabel 3.5 Hasil tes sifat mekanik rekayasa Pencampuran EPDM reguler dan compound reclaim dengan perbandinga reclaim 3 reguler 2 berpengaruh pada nilai uji sifat mekanik yang dihasilkan, pada tensile strenth 69,7 kg/cm 2 menjadi 109,9 kg/cm 2, elongation break 385% menjadi 550%, spesific gravity 1,0946 gr/cm 3 menjadi 1,1058 gr/cm 3, dan hardness menjadi 54-55, dalam pengetesan tersebut membuktikan bahwa perubahan pada sifat mekanik yang dimiliki compound reclaim yang sebelumnya tidak sesuai NG, menjadi sesuai pada toleransi dan standard yang ditentukan OK. Pada pencampuran dengan perbandinga reclaim 4 reguler 1 juga berpengaruh pada sifat mekanik, tensile strength 69,7 kg/cm 2 menjadi 109,6 kg/cm 2, elongation break 385% menjadi 533,3%, spesific gravity 1,0946 gr/cm 3 menjadi 1,0748 gr/cm 3, dan hardness menjadi 49-51, dalam pengetesan tersebut membuktikan bahwa dalam pencampuran ini masih menghasilkan sifat mekanik yang sesuai pada toleransi dan standard yang ditentukan seperti halnya pada perbandingan pencampuran komposisi reclaim 3: reguler 2. Komposisi ini yang akan digunakan dalam proses pembuatan cover relay karena untuk efisensi dan menghemat penggunaan bahan reguler. Karena tujuan utama dalam proses ini adalah untuk mendapatkan komposisi baru sebagai pengganti jika terjadi kelangkaan pada bahan reguler. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil diatas, sifat mekanik yang didapat masih memenuhi standard yang ditentukan dan dapat digunakan dalam pembuatan cover relay. Penambahan kandungan parafinic oil 100gr mempengaruhi nilai uji sifat nekanik dari compound reclaim, nilai pada tensile strength meningkat dari 69,7 kg/cm 2 menjadi 101,7 kg/cm 2 tetapi peningkatan nilai tersebut masih dibawah standard yang ditentukan, pada pengujian hardness mengalami penurunan yaitu dari menjadi dimana hal tersebut jauh dari nilai standard yang ditentukan, pada elongation break mengalami kenaikan yaitu 385% menjadi 566,7% dan mengalami perubahan yang sesuai atau masuk dalam kriteria standar yang ditentukan begitu pula dengan spesific gravity dari 1,0946 gr/cm 3 menjadi 1,1539 gr/cm 3 masih sesuai dengan standard yang ditetapkan. Pada hal ini penambahan parafinic oil tidak dapat digunakan karena terdapat beberapa pengetesan yang nilainya tidak sesuai dengan standard yang diijinkan. Kesimpulan dari hasil analisa adalah Compound reclaim dapat digunakan untuk pembuatan cover relay dengan cara melakukan pencampuran reclaim dengan reguler perbandingan (4:1) dan dapat menghasilkan sifat mekanik reclaim sama dengan atau mendekati reguler dan memenuhi standar yang ditentukan untuk pembuatan cover relay. 4.2 Saran Adapun saran dari hasil analisa ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk menggunakan bahan pengganti harus diketahui terlebih dahulu nilai sifat mekanik yang dimilikinya. 2) Pembuatan komposisi compound baru harus selalu melalui test dan diikuti dengan standar yang telah ditentukan oleh barang atau part yang akan dibuat dengan compound tersebut. 3) Bahan pengganti sangat diperlukan sebagai alternatif ke-2 (dua) jika bahan utama tidak ada atau bahan utama jumlahnya menipis.

20 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober DAFTAR PUSTAKA [1]. Malcom, P, S., Polimer. Cetakan Pertama, Jakarta : Pradnya Paramita [2]. Rubber Stichting (Yayasan Karet Amsterdam) Pembuatan Barang- Barang Dari Karet Alam. Cetakan Pertama.Jakarta : Kinta [3]. Singer, L, Ferdinand. Pytel, Andrew. (1981). Kekuatan Bahan. Edisi ke-3. Penerjemah :Ir. Darwin Sebayang. Jakarta: Penerbit Erlangga. [4]. Setiawan, H. D dan Andoko, A Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta. [5]. Saito, Shinroku and Surdia, Tata, 2000, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: Pradnya Paramita [6]. Zainuri, Muhib, Ach. (2008). Kekuatan Bahan.Edisi ke-1. Yogyakarta: Penerbit Andi. [7]. JIS K 6263 (1997), JAPNESE INDUSTRIAL STANDARD, Hardness testing method for rubber, vulcanized or therm plastic. [8]. JIS K 6251 (1993), JAPNESE INDUSTRIAL STANDARD, Tensile testing methods vulcanized rubber. [9]. JIS K 6301 (1975), JAPNESE INDUSTRIAL STANDARD, Testing Methods for Vulcanized Rubber. [10]. Soesono, S., 1978 Pedoman Pengujian Sifat Fisika Karet Mentah. Bogor : Balai Penelitian Perkebunan Bogor.

21 81 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 PENGARUH INJECTION TIME DAN BACKPRESSURE TERHADAP CACAT PENYUSUTAN PADA PRODUK KEMASAN TOPLES DENGAN INJECTION MOLDING MENGGUNAKAN MATERIAL POLISTYRENE U. Wahyudi Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak -- Produk kemasan kue atau toples adalah produk rumah tangga yang sangat dibutuhkan untuk menaruh berbagai macam-macam kue kering, Produk plastik ini terdiri dari badan dan tutup, kedua komponen ini pada saat dirakit memerlukan kepresisian yang lumayan bagus oleh karena material yang digunakan plastik, maka faktor penentuan penyusutan(shrinkage) memegang peranan sangat penting pada saat dicetak dengan mesin injection molding yang menggunakan material polistyrene. Pada saat produksi pernah terjadi kegagalan produk fitting terlalu kencang dan ada juga fitting yang kendor antara tutup dengan badan akibatnya produk tidak lolos produksi oleh quality control. Didalam tugas akhir ini penulis melakukan langkah-langkah bagaimana teknik menganalisa cacat penyusutan (shrinkage) material plastik terutama di khususkan material polystyrene dimulai dari proses injection molding lalu diambil sampel produk dengan tingkat pengujian yang berbeda lewat settingan parameter. Dengan waktu injeksi dan backpressure yang berbeda-beda akan menghasilkan ukuran produk dan nilai shrinkage yang berbeda pula. Nilai temperatur leleh yang baik digunakan untuk material polistyrene dengan ketebalan produk kemasan toples 0,75 mm, diameter produk 140,94 mm dan tinggi 58,29 mm. berkisar antara C C. Cacat penyusutan pada material polystyrene pasti ada walaupun tidak sebesar pada material lain seperti PP dan LDPE dan bisa diminimalkan dengan setting parameter proses yang bagus. Nilai shrinkage yang baik dan ideal dan sesuai standar terjadi pada settingan backpressure 30 kgf/cm² dengan waktu injeksi yaitu 2 detik. Dengan parameter yang konstan, mulai dari injection speed 120 cm/s, 65 cm/s. Injection pressure 1400 kgf/cm² dan pack pressure 1200 kgf/cm², pack time 0,5 sec, Shot size 55 mm, kemudian cooling time 2 detik dengan temperatur mold 60 0 C. Kata kunci: material plastik, injection molding, shrinkage 1. PENDAHULUAN Saat ini plastik merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, sebagai bahan yang sangat mudah didapat, praktis, ringan dan tentu saja modern, Untuk bisa membuat sebuah produk plastik yang sesuai dengan apa yang kita kehendaki tentunya dibutuhkan teknologi yang memadai baik itu dari sisi mesin injection, cetakan injeksi, material, metode dan manusia, Dari berbagai macam parameter tersebut, salah satu faktor yang dominan adalah pengaturan parameter setting pada mesin injection molding. Di perusahaan tempat saya bekerja misalnya, masih banyak terjadi cacat produk, terutama masalah penyusutan (shrinkage) yang mengakibatkan menurunnya jumlah produksi. Produk plastik yang diteliti adalah produk kemasan toples. Dimana produk ini dicetak dengan mesin injection molding yang menggunakan material polistyrene. Pada saat produksi pernah terjadi kegagalan produk fitting terlalu kendor dan ada juga fitting yang kencang atau seret antara tutup dengan badan akibatnya produk tidak lolos produksi oleh quality control. Waktu proses (cycle time) pembuatan produk ini bervariasi, tergantung dari berbagai macam parameter yang berpengaruh dalam pembuatan produk tersebut, Dari berbagai macam parameter tersebut, salah satu faktor yang dominan adalah pengaturan parameter setting pada mesin injection molding. Dimana parameter tersebut yang berpengaruh besar terhadap cacat produk shrinkage, yaitu injection time dan backpressure. Selama ini para teknisi di tempat saya bekerja melakukan setting parameter proses mesin melalui cara trial and error, untuk mendapatkan produk yang sesuai standar. Hal ini menyebabkan waktu proses (cycle time) kurang optimal. Dengan berkurangnya waktu proses (cyle time) maka terjadi peningkatan jumlah produksi dengan biaya produksi yang lebih efesien. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah yang dapat penulis rumuskan yaitu sejauh mana pengaruh Injection time dan backpressure terhadap hasil cetak kemasan toples dengan mengunakan proses injection molding. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat menganalisa pengaruh injection time dan backpressure ketika proses injection terhadap seberapa besar cacat penyusutan yang terjadi. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Injection Molding Secara umum pengertian injection molding adalah proses pembentukan suatu benda atau produk dari material plastik dengan bentuk dan ukuran tertentu yang mendapat perlakuan panas dan pemberian tekanan dengan menggunakan alat

22 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober bantu berupa cetakan atau mold, Mold plastik pada prinsipnya adalah suatu alat (tool) yang digunakan untuk membuat komponen komponen dari material plastik dengan sarana mesin cetak plastik, metode dasar plastik molding untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan sifat-sifat fisik yang diinginkan bentuk desain produk, luas penampang, ketebalan, insert yang panjang, tuntutan ukuran (toleransi) yang harus dipenuhi dan pemilihan material merupakan faktor yang berpengaruh. Proses injection molding merupakan proses pembentukan benda kerja dari material thermoplastic berbentuk butiran yang ditempatkan kedalam suatu hopper/torong dan masuk kedalam silinder barrel injeksi yang kemudian didorong oleh mekanisme screw melalui nozzle mesin dan sprue bushing masuk kedalam rongga (cavity) cetakan yang sudah pada kondisi tertutup. Setelah beberapa saat didinginkan, mold akan dibuka dan produk akan dikeluarkan dengan mekanisme ejector. Material yang sangat sesuai adalah material thermoplastik, hal ini di sebabkan karena pemanasan material ini dapat melunak dan sebaliknya akan mengeras lagi bila di dinginkan. Perubahan-perubahan yang terjadi hanya bersifat fisik, jadi bukan perubahan secara kimiawi sehingga memungkinkan mendaur ulang material sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Material plastik yang dipindahkan dari silinder pemanas temperature suhunya berkisar antara 175 ºC hingga 290 ºC.Semakin panas suhunya, plastik material itu akan semakin cair/encer (rendah viskositasnya) sehingga semakin mudah diinjeksikan/disemprotkan masuk kedalam mold. Setiap material memiliki karakteristik suhu molding. Semakin lunak formulasinya, yang berarti kandungan plastis tinggi, membutuhkan temperature rendah, sebaliknya yang memeiliki formulasi lebih keras butuh temperatur tinggi. Bentuk-bentuk partikel yang sulit, besar dan jumlah cavity yang banyak serta runner yang panjang menyebabkan tuntutan temperatur yang tinggi atau naik.umumnya, mesin Injection molding terdiri dari 4 kesatuan fungsi, yaitu: a) Mold Clamp Unit, b) Injection Unit c) Molding Unit d) Control System Setiap unitnya akan dibahas pada keterangan dibawah ini untuk mold pada mesin Injection Molding sangatlah bervariasi terhadap berbagai produk plastik, sehingga diperlukan mold khusus untuk masing-masing produk, tetapi mesin Injecion Molding dapat dipergunakan untuk berbagai macam mold yang berbeda dengan ukuran yang sesuai dengan spesifikasi dimensi pada mesin. 2.2 Mekanisme Mesin Injection Molding Proses injection molding dapat diringkas sebagai berikt: a) Material plastik yang telah dicampur dengan bahan pellet dan pewarna untuk bahan plastik dimasukan kedalam hopper. Lalu material plastikakan memasuki rongga plastik pada ulir screw. b) Screw bergerak mundur dan berputar berlawanan dengan arah jarum jam membawa butiran-butiran plastik jatuh dari hopper. Biji plastik ini dipanaskan oleh gesekan yang terjadi dan pemanas tambahan dari barrel, sehingga butiran - butiran plastik tersebut meleleh. Screw mundur sampai batas yang telah ditentukan (bersamaan dengan material yang maju kedepan bilik screw, oleh karena putaran mundur dari screw tersebut) dan putaran screw tersebut berhenti. c) Langkah berikutnya adalah menutup mold. Kemudian screw didorong maju oleh gerakan piston, mendorong lelehan plastik dari bilik screw (screw chamber) melalui nozzle masuk kedalam rongga mold (dalam tahap ini screw hanya bergerak maju saja, tanpa berputar). d) Lelehan plastik yang telah diinjekkan mengalami pengerasan, oleh karena bersentuhan dengan dinding yang dingin dari mold. Di bawah pengaruh holding pressure, lelehan material dari tekanan screw ditambahkan untuk mengimbangi kepadatan volume dari material ketika dingin. e) Setelah proses pendinginan dan kekakuan dari produk yang telah dibentuk, screw akan mundur untuk melakukan pengisian barrel. Pada saat itu clamping unit akan bergerak untuk membuka mold. Produk dikeluarkan oleh ejector yang telah ada dalam mold. Jika system ejector semi otomatis, maka ejector mendorong produk tetapi tidak sampai keluar dari mold sehingga diperlukan tenaga operator untuk mengeluarkan produk. f) Setelah produk tersebut keluar/ dikeluarkan oleh ejector, maka siap untuk dilakukan penginjekan berikutnya sesuai dengan alur yang telah diuraikan diatas. 2.3 Parameter Proses Untuk memperoleh benda cetak dengan kualitas hasil yang optimal, perlu mengatur beberapa paramater yang mempengaruhi jalannya proses produksi tersebut. Parameter-parameter suatu proses tentu saja ada yang berperan sedikit dan adapula yang mempunyai peran yang signifikan dalam mempengaruhi hasil produksi yang diinginkan. Biasanya orang perlu melakukan beberapa kali percobaan hingga ditemukan

23 83 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 parameter-parameter apa saja yang cukup berpengaruh terhadap produk akhir benda cetak. Adapun parameter-parameter yang berpe-ngaruh terhadap proses produksi plastik melalui metoda injection molding adalah: a) Temperatur leleh (melt temperature) Melt temperature adalah batas temperatur dimana bahan plastik mulai meleleh kalau diberikan enegi panas. b) Batas tekanan (pressure limit) Pressure limit adalah batas tekanan udara yang perlu diberikan untuk menggerakkan piston guna menekan bahan plastik yang telah dileleh-kan. Terlalu rendah tekanan, maka bahan plastik kemungkinan tidak akan keluar atau terinjeksi ke dalam cetakan. Akan tetapi jika tekanan udara terlalu tinggi dapat mengakibatkan tersemburnya bahan plastik dari dalam cetakan dan hal ini akan berakibat proses produksi menjadi tidak efisien. c) Waktu tahan Waktu Tahan adalah waktu yang diukur dari saat temperatur leleh yang di-set telah tercapai hingga keseluruhan bahan plastik yang ada dalam tabung pemanas benar-benar telah meleleh semuanya. Hal ini dikarenakan sifat rambatan panas yang memerlukan waktu untuk merambat ke seluruh bagian yang ingin dipanaskan. Dikhawatirkan jika waktu tahan ini terlalu cepat maka sebagian bahan plastik dalam tabung pemanas belum meleleh semuanya, sehingga akan memper-sulit jalannya aliran bahan plastik dari dalam nozzle d) Waktu Penekanan Waktu penekanan adalah durasi atau lamanya waktu yang diperlukan untuk memberikan tekanan pada piston yang mendorong plastik yang telah leleh. Pengaturan waktu penekanan bertujuan untuk meyakinkan bahwa bahan plastik telah benar-benar mengisi ke seluruh rongga cetak. Oleh karenanya waktu penekanan ini sangat tergantung dengan besar kecilnya dimensi cetakan (mold). Makin besar ukuran cetakan makin lama waktu penekan yang diperlukan. e) Temperatur cetakan (mold temperature) Mold Temperature yaitu temperatur pemanasan awal cetakan sebelum dituangi bahan plastik yang meleleh. f) Kecepatan injeksi (injection rate) Injection rate yaitu kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar dari nozzle untuk mengisi rongga cetak. Untuk mesin-mesin injeksi tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesin-mesin injeksi sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini. g) Backpressure (Tekanan balik) Backpressure adalah tekanan yang terjadi dan sengaja dibuat atau di adjust untuk menahan mundurnya Screw pada saat proses charging berlangsung. Backpressure ini aktif atau diaktifkan pada mode operasi Semi-Auto atau Full-Auto. Bila diaktifkan pada saat Manual Charging, maka yang terjadi adalah Drolling, yaitu keluarnya material plastik cair dari lubang Nozzle tanpa mundurnya Screw atau Screw mundur tetapi memakan waktu lama untuk mencapai Shot Size. Back Pressure berfungsi sebagai: 1) Pencampuran atau Mixing material menjadi lebih baik, homogen, kualitas kepadatan material plastik cair lebih baik dan siap untuk proses injection. 2) Shot Size yang konsisten, atau tetap, atau stabil sebagai jaminan untuk Shot-Shot berikutnya dengan kondisi yang sama besar Volume materialnya, berat produk, dan dimensi produk yang dihasilkan. 3) Pencampuran warna Pigmen yang lebih baik. 4) Menghilangkan Gas atau udara yang ikut dalam proses Charging. Efek samping Backpressure adalah: 1) Terjadi peningkatan suhu Barrel dari setting suhu yang kita buat. 2) Peningkatan waktu Charging sehingga Cycle Time menjadi lebih panjang. 3) Dapat berakibat Drolling pada saat Mold Open. 2.4 Waktu Proses (Cycle Time) Waktu siklus (cycle time) adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu mesin untuk membuat suatu produk. Waktu siklus injection molding, terbagi dalam beberapa phase yang saling berhubungan yaitu: a) Closing the mold Male mold bergerak maju ke arah female mold (proses menutupnya mold) b) Injection time Waktu yang dibutuhkan screw untuk menekan material plastik yang telah dilelehkan masuk kedalam mold cavity. Injection time ini dipengaruhi oleh injection stroke, injection speed dan injection pressure. c) Cooling time Waktu yang diperlukan untuk mendinginkan mold dan produk. Pendinginan mold sebenarnya sudah berlangsung terus menerus, karena air sebagai media pendingin selalu bersikulasi, sehingga waktu pendinginan mold ini hanya berfungsi selama mold sudah terisi material dan diatur bersamaan dengan waktu holding time.

24 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Material Plastik Istilah plastik mencakup semua bahan yang mampu dibentuk. Dalam pengertian yang lebih luas, plastik mencakup semua bahan sintetik organik yang berubah menjadi plastis setelah dipanaskan dan mampu dibentuk dibawah pengaruh tekanan. Molekul molekul yang menyusun plastik adalah rantai karbon panjang yang membuat plastik banyak memiliki sifat sifat yang baik. Pada umumnya material yang tersusun dari molekul rantai panjang disebut polymer. Pada dasarnya plastik secara umum digolongkan ke dalam 3 (tiga) macam dilihat dari temperaturnya yakni: 1) Bahan Thermoplastik (Thermoplastic) Adalah polimer yang akan melunak bila dipanaskan dan setelah didinginkan akan dapat mengeras dan menjadi rapuh. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk cetakan yang berbeda sehingga dapat diperoleh produk polimer baru. Polimer termoplastik tidak memiliki sambungan sambungan antar rantai polimernya. Memiliki struktur molekul linear atau bercabang. Contoh bahan thermoplastik adalah : Polistiren, Polietilen, Polipropilen, Nilon, Plastik fleksiglass dan Teflon. Polimer termoplastik memiliki sifat sifat khusus sebagai berikut: Berat molekul kecil Tidak tahan terhadap panas Jika dipanaskan akan melunak Jika didinginkan akan mengeras Fleksibel Mudah diregangkan Titik leleh rendah Dapat dibentuk ulang 2) Bahan Thermoseting (Thermosetting) Polimer thermosetting adalah polimer network. Mereka menjadi keras secara permanen selama pembentukannya dan tidak melunak ketika dipanaskan Polimer network mempunyai crosslink kovalen di antara rantai polimer yang berdekatan. Selama pemanasan, ikatan ini mengikat rantai polimer menjadi satu untuk menahan gerakan vibrasi dan rotasi rantai pada temperature tinggi. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa material tidak melunak ketika dipanaskan. Crosslink biasanya dominan, 10 hingga 50% unit pengulanang rantai mengalami crosslink. Hanya pemanasan yang berlebih yang akan menyebabkan beberapa ikatan crosslink dan polimer itu sendiri mengalami degradasi. Polimer termoset biasanya lebih keras dan kuat daripada termoplastik dan mempunyai stabilitas dimensional yang lebih baik. Kebanyakan polimer crosslink dan network termasuk vulcanized rubbers, epoxies, dan phenolics and beberapa resin polyester adalah termosetting. Contoh bahan thermosetting adalah: Bakelit, Silikon dan Epoksi. Polimer thermosetting adalah polimer network. Mereka menjadi keras secara permanen selama pembentukannya dan tidak melunak ketika dipanaskan. 3) Bahan Elastomer Polimer Elastomer yaitu bahan yang sangat elastis. Contoh bahan elastis adalah: karet sintetis. Polimer memiliki beberapa karakteristik untuk menggambarkan sifat fisik dan sifat kimianya. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi aplikasi penggunaan polimer tersebut. 2.6 Penyusutan / Shrinkage Material material thermoplast dan thermosets tersebut dibentuk dengan proses pencetakan, dimana pada proses tersebut akan terjadi proses perubahan bentuk dan proses penyusutan. Dan semua material plastik akan mengalami proses penyusutan selama proses pendiginan di dalam dan luar cetakan, penyusutan ini akan menyebabkan ukuran-ukuran produk yang dihasilkan mengalami perubahan perubahan dengan besaran yang sangat variatif, untuk mengantisipasi hal tersebut dapat dilakukan dengn cara menambahkan ukuran yang akan dibuat dicetakan injeksi, namun sebelumnya harus diketahui dulu material plastik yang digunakan dan karakteristiknya, baru dapat ditentukan penambahan ukuran. Penyusutan material plastik yang terjadi akan saling tarik menarik antara dinding yang satu dengan dinding yang lainnya, antar kontur atau bentuk produk, sehingga banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyusutan adalah: Material type, jenis material plastik yang digunakan menjadi faktor utama pada saat perancangan cetakan plastik,karena setiap material plastik memeiliki penyusutan yang berbeda-beda. Wall Thickness, ketebalan dinding produk semakin besar tingkat penyusutan akan semakin besar pula(sinkmark) Product contour, semakin banyak kontur dapat mengurangi proses penyusutan, karena dapat menahan laju penyusutan produk. Cooling time process, waktu proses pendinginan didalam dan diluar mold. Cooling channel and circulation, jalur sirkulasi proses media pendinginan, semakin banyak jalur cooling akan mempercepat laju penyusutan. Plastik merupakan bahan yang tergantung pada perubahan suhu. Penyusutan terjadi akibat

25 85 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 perubahan densitas dari temperatur proses ke temperatur ruang. 2.7 Processing Shrinkage Seluruh perubahan ukuran dapat terjadi dalam 24 jam setelah produksi. Sehingga apabila kita ingin menghitung nilai shrinkage, kita harus mendiamkan dahulu produk selama 24 jam pada suhu ruang. Rumus untuk menghitung nilai shrinkage: S= 100 (% ) dimana: S = nilai shrinkage/penyusutan Lm = ukuran panjang mold Lp = ukuran panjang produk Sebagai contoh, jika kita menggunakan mold dengan ukuran panjang (Lm) = 95 mm, dan mendapatkan ukuran produk dengan panjang (Lp) = 93 mm. Nilai Shrinkage (S) = ((95-93) / 95) x 100 % = 2,1 % 3. METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Masalah Pada tahap awal ini penulis melakukan studi lapangan yang dilakukan langsung pada mesin injection fanuc roboshot S2000iB dan cetakan injeksi (mold) kemasan toples guna untuk mengidentifikasi kegagalan yang sering timbul pada saat massproduction produk kemasan toples tersebut. Dari kegagalan yang ada terlihat jelas bahwa sering terjadi antara fitting tutup dan badan seret atau susah dipasang dan juga fitting antar tutup dan badan kelonggaran, akibat dua masalah tersebut produk dianggap reject oleh quality control, belajar dari kegagalan tersebut, dapat dianalisa bahwa ukuran atau dimensi yang akurat dapat menurunkan tingkat kegagalan tersebut. Semakin akuratnya ukuran atau toleransi antara badan dan tutup kemasan toples maka kemungkinan masalah fitting seret dan kelonggaran pada badan dan tutup kemasan toples akan semakin kecil. Terkait dengan itu, penulis menilai bahwa ada satu faktor yang berpengaruh terhadap penyusutan (shrinkage). Shrinkage di definisikan sebagai perbedaan antara dimensi produk cetakan dengan dimensi cetakan di ukur pada temperature kamar atau ruang. 3.2 Pengambilan Data Hasil pengamatan yang dilakukan secara langsung diolah dan dikelompokan manjadi data dalam bentuk tabel. 3.3 Pengolahan Data Hasil percobaan diatas di analisa apakah terjadi cacat penyusutan atau tidak, tentu tidak terlepas dari pengukuran suatu panjang mold pada produk tersebut. Setelah itu membandingkan dengan panjang produk yang telah jadi, apakah ada selisih diantara keduanya dan bila terdapat selisih maka terjadi cacat penyusutan. 3.4 Analisis Data Pada tahap ini penulis melakukan analisa terhadap data yang telah didapat, dihitung dan disajikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui nilai mana yang rendah dan nilai mana yang tinggi. 3.5 Data Produk Spesifikasi Material Data aktual produk toples dikumpulkan dari hasil observasi langsung di lapangan dari departemen produksi. Data sebagai berikut: Family name : Polistyrene (PS) Trade name : Styron 666 H Manufacture : PT DOW CHEMICAL Family abbreviation: High Impact Polistyren (HIPS) Temp in machine : 210 ⁰C 320 ⁰C Melt Flow Rate : 8 g /10 min Melting Point : 240 ⁰C Tensile Strengt at yield: 48 MPa Flexural Modulus: 3,103 MPa 3.6 Data Spesifikasi Mesin Injection Data spesifikasi teknis mesin injection yang digunakan didalam produksi plastik toples dikumpulkan dari hasil observasi langsung dari departemen Maintenance. Data sebagai berikut: Merk Mesin Injection : FANUC ROBSHOT S- 2000i 100B Power of Heater : 8.4 kw Clamping Mechanisme: Toggle Mechanism Max clamping Force : 100 Ton Clamp stroke : 350 mm Screw Diameter : 32 mm Max Injection Press : 220 Mpa Max Injection Volume : 76 cm³ Max Injection Rate : 265 cm³/s Die Height(max-min) : mm Tie bar distance (HXV): 160 X 410 mm 3.7 Data Reject dan Produk Toples Data reject dari produk toples yang diproduksi periode bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 berdasarkan laporan sasaran mutu departemen produksi sebagai berikut:

26 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober NO Reject Produksi Qty (pcs) 1 Fitting kendor 2, % 2 Scracth 1, % 3 Flashing 1, % 4 Black dot 1, % 5 Short-shot 1, % TOTAL REJECT 7, Data jenis defect Data jenis defect dikumpulkan dari data hasil wawancara.wawancara yang dilakukan pada bagian produksi dan bagian quality control dilakukan untuk lebih mengetahui tentang jenis defect yang dianggap oleh management memang sering terjadi: Short Shot adalah defect visual kondisi dimana produk tidak jadi sempurna ditandai dengan tidak penuhnya produk plastik. defect ini biasanya terjadi akibat terlalu cepat waktu filling injection atau injection stroke kurang. Black dot adalah defect visual yang ditandai adanya bintik yang merekat pada permukaan produk. Defect ini biasanya terjadi karena material dasarnya terkontaminasi oleh kotoran. Flashing adalah defect visual yang ditandai oleh adanya tumpahan material plastik melebihi dari cavity, sehingga untuk memperbaikinya harus melalui proses pemotongan plastik yang berlebih. Shrinkage adalah defect visual yang ditandai oleh fitting antar badan dan tutup menjadi kendor atau seret. defect ini biasanya terjadi dipengaruhi oleh parameter proses setting mesin injection, tipe material, kontur produk, ketebalan dinding produk, proses pendinginan diluar dan didalam cetakan. % Scracth adalah defect visual yang ditandai dengan adanya goresan pada permukaan produk. defect ini biasanya dipengruhi oleh kualitas polishing permukaan cavity dan core mold. 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam menganalisa suatu produk apakah terjadi cacat penyusutan atau tidak, tentu tidak terlepas dari pengukuran suatu panjang mold pada produk tersebut. Setelah itu membandingkan dengan panjang produk yang telah jadi, apakah ada selisih diantara keduanya dan bila terdapat selisih maka terjadi cacat penyusutan. Cacat penyusutan/ shrinkage ini dapat diketahui besar kecilnya dengan perhitungan. Misalkan perhitungan dengan temperatur C yang menggunakan injection time 1 detik, 1,5 detik dan 2 detik dan backpressure 20 kgf/cm², 30 kgf/cm² dan 40 kgf/cm². a) Perhitungan I Waktu injeksi 1 detik dengan backpressure 20 kgf/cm² dan temperatur leleh C.,, S = 100 (% ),, S = 0,99% b) Perhitungan II Waktu injeksi 1.5 detik dengan backpressure 30 kgf/cm² dan temperatur leleh C.,, S= 100 (% ),, S= 0,73% c) Perhitungan III Waktu injeksi 2 detik dengan backpressure 40 kgf/cm² dan temperatur leleh C.,, S = 100 (% ),, S = 0,42% 4.1 Hasil Data Pengujian I No Waktu Injeksi (sec) DATA PENGUJIAN I Backpressure (kgf/cm²) Temp Leleh (⁰C) Lp Shrinkage (mm) (%) , , , , , , , , ,

27 87 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Shrinkage (%) Backpressure (kgf/²) Injection Time (sec) Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Backpressure dengan Shrinkage menggunakan waktu injeksi 1 detik 4.2 Hasil Data Pengujian II No Waktu Injeksi (sec) DATA PENGUJIAN II Backpressure (kgf/cm²) Temp Leleh (⁰C) Lp Shrinkage (mm) (%) , , , , , , , , , Shrinkage (%) Backpressure (kgf/cm²) Injection Time (sec) Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara backpressure dengan Shrinkage menggunakan waktu injeksi 1,5 detik

28 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Hasil Data Pengujian III No Waktu Injeksi (sec) DATA PENGUJIAN III Backpressure (kgf/cm²) Temp Leleh (⁰C) Lp Shrinkage (mm) (%) , , , , , , , , , Shrinkage (%) Backpressure (kgf/cm²) Injection Time (Sec) Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Backpressure dengan Shrinkage menggunakan waktu injeksi 2 detik 1.2 Shrinkage (%) Injection Time 1 detik Injection Time 1.5 detik Injection time 2 detik Temperatur Leleh ( ⁰C ) Backpresure (Kgf/cm²) Gambar 4.4 Grafik Hubungan Waktu Injeksi, Backpressure, temperatur leleh dan cacat penyusutan

29 89 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 Mesin injection yang digunakan adalah type Fanuc Roboshot dengan tonase 100 Ton diameter screw Ø 32 mm dan putaran motor screw mesin 400 rpm.dalam pengujian pertama ini diambil waktu injeksi 1 detik dengan backpressure 20 kgf/cm² dengan temperature C C. Dengan parameter yang konstan, mulai dari injection speed 120 cm/s, 65 cm/s. Injection pressure 1400 kgf/cm² dan pack pressure 1200 kgf/cm², pack time 0,5 sec, Shot size 55 mm, kemudian cooling time 2 detik dengan temperatur mold 60 0 C. Untuk mengetahui seberapa besar cacat penyusutan yang terjadi pada pengujian pertama ini maka bisa diketahui dengan menghitung presentasi shrinkage-nya. Dari hasil grafik dengan waktu injeksi 1 detik dan backpressure 20 kgf/cm² diatas, cacat penyusutan dipengaruhi oleh backpressure dan waktu injeksi serta temperature leleh material plastik. Dimana hubungan ketiga parameter proses tersebut dengan cacat penyusutan berbanding lurus, dengan kata lain semakin kecil backpressure dan waktu injeksi maka semakin tinggi tingkat penyusutannnya. Hal ini disebabkan karena waktu injeksi yang singkat hanya 1 detik dan waktu tahan hanya sebesar 0.5 detik dan pendinginan yang relative singkat maka produk akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk saat dikeluarkan dari cetakan. Dalam kondisi yang panas pergerakan molekul resin cenderung lebih cepat, hal ini yang menyebabkan penyusutan lebih besar jika dibandingkan dengan produk yang saat keluar dari cetakan dalam kondisi dingin karena pergerakan molekul resin-nya cenderung lambat sehingga penyusutannya lebih kecil. Produk kemasan toples ini mempunyai ketebalan standar 0,75 mm, temperatur yang tinggi biasanya digunakan untuk mempercepat pengisian material kedalam rongga cetakan karena semakin tinggi suhunya maka semakin rendah viskositasnya. Selain itu tekanan injeksi (inject pressure) dan kecepatan injeksi (inject speed) yang digunakan juga semakain rendah. Tapi hal ini berdampak pada penyusutan produk yang semakin besar. Pada pengujian kedua, dari grafik terbaca ada kecenderungan shrinkage berbanding lurus dengan waktu injeksi dan backpressure. Jika dibandingkan dengan nilai shrinkage pada pengujian I, maka nilai shrinkage pada pengujian II ini lebih kecil pada settingan temperatur yang sama. Pada settingan temperatur leleh C dengan waktu injeksi 1 detik dan backpressure 20 kgf/cm² nilai shrinkage-nya 0,99%, pada temperature leleh yang sama dengan waktu injeksi 1 detik dan backpressure 30 kgf/cm² nilai shrinkage-nya 0,87 %. Dan waktu injeksi 1 detik dan backpressure 40 kgf/cm² nilai shirkage-nya 0,78 %, sedangkan pada pengujian ke II pada temperatur leleh yang sama 240⁰C- 310⁰C dengan waktu injeksi 1,5 detik dan backpressure 20 kgf/cm² nilai shrinkage-nya 0,84%, pada temperatur yang sama dengan waktu injeksi 1,5 detik dan backpressure 30 kgf/cm² nilai shrinkage-nya 0,73%, dan waktu injeksi 1,5 detik dan backpressure 40 kgf/cm² nilai shrinkage-nya sebesar 0,63%, Sehingga dapat diketahui dengan waktu injeksi yang lama dan backpressure yang relative besar maka akan mengurangi cacat produk yang disebabkan oleh penyusutan dikarenakan produk semakin kokoh atau ada kecenderungan produk lebih padat maka cacat penyusutan lebih bisa diminimalkan. Dalam pengujian III ini jika dibandingkan dengan pengujian I dan II maka nilai shrinkage pada pengujian III lebih kecil pada settingan temperatur yang sama 240⁰C C dengan waktu injeksi 2 detik dan backpressure 20 kgf/cm² nilai shrinkage-nya berkisar antar 0.66%, pada temperature yang sama dengan waktu injeksi 2 detik dan backpressure 30 kgf/cm² nilai shrinkagenya 0,51%,dan waktu injeksi 2 detik dan backpressure 40 kgf/cm² nilai shrinkage-nya sebesar 0,42%, Sehingga dapat diketahui dengan waktu injeksi yang lama dan backpressure yang besar maka akan mengurangi cacat produk yang disebabkan oleh penyusutan tetapi ada kecenderungan produk dianggap reject karena operator akan kesulitan memasang tutup ke badan karena terlalu kencang pada saat pemasanganya. Penyimpangan yang terjadi pada pengujian cacat penyusutan ini terlihat cukup bagus, karena semakin singkat waktu injeksi dan semakin kecilnya backpressure yang digunakan maka semakin besar cacat penyusutan itu terjadi dibandingkan dengan waktu injeksi yang lama dan backpressure yang lebih besar. Pengujian satu menghasilkan data penyimpangan sebesar 0,0111 pada pengujian kedua sebesar 0,0655 dan pengujian ketiga sebesar 0, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pembuatan tugas akhir ini dapat di simpulkan sebagai berikut: 1) Diantara parameter proses injection molding yang ada cacat penyusutan sangat dipengaruhi oleh waktu injeksi, backpressure dan temperature leleh, terlihat dari hasil pengujian I, II dan III dan dari data rekapitulasi reject periode bulan April s/d Juli 2014 terlihat bahwa cacat fitting kendor atau shrinkage menduduki peringkat teratas untuk defect produk dengan persentase 27,48%. 2) Beradasarkan rekapitulasi reject, cacat penyusutan ( fiiting kendor ) terjadi pada saat

30 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober proses setting awal produk toples dikarenakan tidak menggunakan data setting yang sudah distandarkan dan masih melakukan trial and error. 3) Nilai penyusutan yang baik dan ideal sesuai standar terjadi pada settingan backpressure 30 kgf/cm² dengan waktu injeksi yaitu 2 detik dengan temperatur leleh berkisar 240ºC - 310ºC. 5.2 Saran Adapun saran dari analisa ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk menghindari reject cacat penyusutan sebaiknya pada saat setting awal produk plastik toples harus menggunakan data setting yang sudah distandarkan, supaya cacat penyusutan bisa dihindari dan waktu setting awal produk lebih efisien. 2) Sebaiknya jangan menggunakan waktu injeksi yang terlalu cepat dan backpressure yang kecil pada produk kemasan toples dengan material polysterene, karena dapat menimbulkan cacat penyusutan yang relative besar karena akan berpengaruh terhadap fitting antara badan dan tutup menjadi kendor. DAFTAR PUSTAKA [1]. Akay, H. U., 2003, Prediction of Shrinkage in Plastic Injected Parts Due to Cooling, Computer-Aided Engineering Analysis. [2]. Garnadi,B., 2008 Biggy Plastics Handsboox [3]. Moerbani, J., 1999, Plastic Moulding, Diktat Kuliah, Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Surakarta. [4]. Nakazawa,M, 2010, Mold Basic Design textbook, Jakarta. [5]. Arya,2009. Plastic Injection Molding Course. URL: http//arya20.webs.com/apps/blog/ Diakses tanggal 2 September [6]. Anif Injection Molding dan Penerapannya Di Industri Manufaktur. URL: _archive.html. Diakses tanggal 15 Agustus [7]. Grouptelu Penyusutan Bahan (Shrinkage). URL: yusutan-bahan-shrinkage.html#. Diakses tanggal 2 September [8]. PT Biggy Cemerlang, ( diakses tanggal 15 Agustus 2014). [9]. Mujiarto,Imam.2005.Sifat Dan Karakteristik Material Plastik Dan Bahan Aditif. URL: /02/sifat-karakteristik-material-plastik.pdf. Diakses tanggal 2 September [10]. Wijaya,Hadi Proses Injeksi Plastik.URL: ses-injeksi-plastik.html. Diakses tanggal 20 Agustus [11]. Yoriwe,Taufik.2013.Definisi Plastik Injection Molding. URL: Diakses tanggal 26 Agustus 2014.

31 91 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT MATERIAL CARBIDE DRILL ROD AF1 TERHADAP KINERJA PROSES PUNCH Giging Herdiana Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak -- Proses punch adalah salah satu proses pengerjaan masal dalam pengerjaan suatu produk. Proses seperti ini bisa dikatakan cukup sederhana karena tidak memerlukan banyak kebutuhan perlengkapan dalam proses pengerjaannya. Namun dalam pengerjaanya terdapat kendala dimana kemampuan punch tool memiliki batas kemampuan dalam sekali melakukan proses. Kendala tersebut dapat dilihat dari batas maksimal tool dalam proses punch. Pada proses pengerjaan, jika pengerjaan tool melewati batas maksimal maka tool akan mengalami patah. Untuk meningkatkan kemampuan kinerja punch, dapat dilakukan dengan mengubah sifat mekanik material tool. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan proses heat treatment. Heat treatment adalah salah satu cara yang dipakai untuk meningkatkan kekuatan material. Proses pembakaran material sampai mencapai titik kristalisasi kemudian dilakukan holding time untuk mencapai karakter yang diinginkan. Proses heat treatment material carbide drill rod AF1 dilakukan pembakaran pada suhu C dan holding time selama 30 menit dan kemudian dilakukan proses quenching dengan media berupa air, udara dan oli. Setelah proses heat treatment (pembakaran) tersebut akan menghasilkan perubahan pada sifat mekanik material salah satunya adalah dengan bertambahnya nilai kekerasan. Dengan peningkatan kekerasan material dapat menghasilkan peningkatan dalam proses punch. Peningkatan kekerasan dan kinerja punch material Caride Drill Rod AF1 dengan media quenching air merupakan salah satu cara paling baik dibandingkan dengan quenching udara dan oli dalam aplikasi proses punch. Kata kunci : Heat Treatment, Punch, Carbide Drill Rod AF1. Kata kunci: proses punch, perlakuan panas, carbide drill rod 1. PENDAHULUAN Proses punch adalah salah satu proses pengerjaan masal dalam pengerjaan suatu produk. Proses seperti ini bisa dikatakan cukup sederhana karena tidak memerlukan banyak kebutuhan dalam proses pengerjaannya. Keuntungan penggunaan proses punch ini adalah dapat menghasilkan produk dengan jumlah banyak dalam sekali proses pengerjaan. Namun dalam pengerjaanya terdapat kendala dimana kemampuan punch tool memiliki batas kemampuan dalam sekali melakukan proses. Kendala tersebut dapat dilihat dari batas maksimal tool dalam proses punch pada proses pengerjaan. Jika pengerjaan tool melewati batas maksimal maka tool akan mengalami patah. Untuk meningkatkan kemampuan kinerja punch, dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan mengubah sifat mekanik material tool. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan proses heat treatment. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan nilai kekerasan yang lebih baik untuk kegunaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam pengerjaan. Heat treatment adalah salah satu cara yang dipakai untuk meningkatkan kekuatan material. Proses pembakaran material sampai mencapai titik kristalisasi kemudian dilakukan holding time untuk mencapai karakter yang diinginkan. Heat treatment material carbide drill rod AF1 dilakukan pembakaran pada suhu C dan holding time selama 30 menit dan kemudian dilakukan proses quenching dengan media berupa air, udara dan oli. Karena alasan tersebut penulis akan mencoba menganalisa tentang permasalahan yang terjadi. Penulis akan mengambil judul `Analisa Pengaruh Heat Treatment Material Carbide Drill Rod AF1 terhadap Kinerja Proses Punch`. Yang menjadi perhatian dari penelitian ini adalah mengenai perbandingan nilai kekerasan dan hasil kinerja punch antara tidak heat treatment dan dilakukan heat treatment. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carbide Tungsten karbida (WC) adalah senyawa kimia anorganik yang mengandung bagian yang sama dari atom tungsten dan karbon. Tungsten carbide sering hanya disebut karbida. Dalam bentuk yang paling dasar itu adalah bubuk abu-abu halus, tetapi dapat ditekan dan dibentuk menjadi bentuk untuk digunakan dalam mesin industri, alat-alat, abrasive, serta perhiasan. Tungsten karbida adalah sekitar tiga kali lebih kekakuan dari baja, dengan modulus Young sekitar 550 GPa, dan jauh lebih padat daripada baja atau titanium. Hal ini sebanding dengan korundum (α-al2o3 atau safir) dalam kekerasan dan hanya dapat dipoles dan selesai dengan abrasive kekerasan unggulan seperti silikon karbida, cubic boron nitride dan

32 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober berlian antara lain, dalam bentuk bubuk, roda dan senyawa. Tungsten Carbide adalah bahan yang sangat serbaguna yang datang dalam berbagai jenis untuk memberikan sifat yang berbeda-beda. Karakteristik yang berbeda-beda adalah alasan utama untuk popularitas dalam berbagai aplikasi dan industri. Tungsten Carbide jatuh antara 8,5 dan 9,0 pada skala kekerasan Mohs, membuatnya hampir sekeras berlian. Tungsten Carbide jatuh antara 8,5 dan 9,0 pada skala kekerasan Mohs, membuatnya hampir sekeras berlian. Pengujian kekerasan yang akan dibahas kali ini adalah dengan pengujian kekerasan dengan metode Vickers. Uji kekerasan Vickers menggunakan indentor piramida intan yang pada dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan adalah 136 derajat. Nilai ini dipilih karena mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antar diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan brinell (dieter, 1987). 2.2 Heat Treatment Heat Treatment (perlakuan panas) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan spesimen pada electrik terance (tungku) pada temperatur rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air garam, oli dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda. Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan dengan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya. Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan aatu pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendaratkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperatur sangat menetukan. 2.3 Uji Kekerasan Vickers Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali kebentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). 2.4 Punch Punch (Press tool) adalah peralatan yang mempunyai prinsip penekanan dengan melakukan pemotongan pembentukan atau gabungan dari keduanya. Peralatan ini digunakan untuk membuat produk secara masal dengan produk output yang sama dalam waktu yang relatif singkat. Press tool adalah metode pembentukan dengan menggunakan tool sebagai media pembentukan. Yang akan dibahas pada kesempatan kali ini adalah metode press tool pada proses pelubangan pelat. Pelat akan dilubangi hingga ribuan lubang dengan menggunakan 1 (satu) tool, pada tengah proses tool akan di asah dengan menggunakan grinda dan dibentuk kembali dengan mengacu pada ukuran yang telah ditentukan. Pelat akan dipasang pada jig dan plat akan dicekam pada jig tersebut. Posisi tool tegak lurus dengan jig, dan tool akan bergerak vertical (naik turun sesuai penyetelan) 2.5 Uji Statistik Analisis Varians (Analysis off variance, Anova) Analisis varians (analysis of variance, ANOVA) adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Dalam literatur Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis ragam, sidik ragam, dan analisis variansi. Ia merupakan pengembangan dari masalah Behrens-Fisher, sehingga uji-f juga dipakai dalam pengambilan keputusan. Analisis varians pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronald Fisher, bapak

33 93 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 statistika modern. Dalam praktik,analisis varians dapat merupakan uji hipotesis (lebih sering dipakai) maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang genetika terapan). 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian ang hanya akan memandingkan pengaruh hasil heat treatment terhadap kinerja punch apakah terjadi peruahan terhadap kinerja atau sealiknya. Pengujian dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya: a) Pengujian Heat treatment pada suhu C dengan holding time 30 menit kemudian dilakukan quenching dengan beberapa media 1) Quenching Air 2) Quenching Oli 3) Quenching Udara b) Pengujian kekerasan dengan metode Vickers c) Pengujian kinerja punch d) Pengujian statistik Anova Semua pengujian tersebut akan dibandingkan antara perubahan material awal dengan tidak dilakukan heat treatment dengan material hasil heat treatment. Pada dasarnya pengujian ini hanya akan memandingkan nilai kekerasan dan hasil kinerja punch apakah terjadi peningkatan atau sebaliknya dan kemudian akan dilakukan analisa dari keseluruhan hasil pengujian. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil pengujian terdapat dua jenis yaitu pengujian kekerasan material dengan pengujiian punch. Tabel 1. Hasil Pengujian Kekerasan Metode Tidak Heat Treatment Heat Treatment Quencing Air Heat Treatment Quencing Oli Heat Treatment Quencing Udara Rata-rata kekerasan 1646Hv 1715Hv 1697Hv 1701Hv Tabel 2. Hasil Pengujian Punch Metode Rata-rata Lubang Tidak Heat Treatment 5021 Heat Treatment Quencing Air 5487 Heat Treatment Quencing Oli 5447 Heat Treatment Quencing Udara 5466 Data tersebut diperoleh dari hasil pengujian yang diilakukan pada spesimen uji sebanyak 16 spesimen. 5. KESIMPULAN DAN SARAN a) Material carbide drill rod AF1 setelah dilakukan heat treatment pada suhu 8500C mengalami peningkatan kekerasan 9% dibanding dengan tidak dilakukan heat treatment. b) Ada pengaruh kekuatan hasil heat treatment terhadap kinerja punch dengan peningkatan kinerja 10%. Dan dari media quenching yang digunakan media air memiliki ketahanan paling tinggi. Setelah semua proses dilakukan dan hasil pengujian diperoleh berikut saran dalam proses pengujian heat treatment dan dalam proses punch: 1) Pada saat proses heat treatment perhatikan waktu holding time karena pada masa itu terjadi perubahan dari sifat material pada benda yang akan di heat treatment. 2) Pada saat melakukan uji punch perhatikan dimensi benda uji yang akan diproses karena jika salah dimensi akan mempengaruhi hasil pengujian DAFTAR PUSTAKA [1]. Budinski, G., dan Budinski., K., 1999, Engineering Materials-properties and selection, 6th edition, Prentice Hall International, Inc., New Jersey, USA [2]. Carbide material selection, Retrieved from vices/tungstencarbideblog.html (11 Juni 2014) [3]. Heat Treatments, Annealing, Tempering, Quenching Retrieved from at-treatments-annealing-temperingquenching/ [4]. Krauss, G, 1995 Principles oh Heat Treatment of Steel, American Society for Metals, Ohio, USA (9 juni 2014 jam 13:15) [5]. Punching methode, Retrieved from [6]. (11 juni :00)

34 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober ANALISIS PENGARUH VARIASI CDI TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR HONDA VARIO 110cc Sachrul Ramdani Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Abstrak -- Pada tulisan ini penulis melakukan penelitian baik secara pengujian maupun secara teori, disini dilakukan pengujian terhadap sepeda motor Honda Vario 110 cc menggunakan CDI yang berbeda yaitu yang pertama menggunakan CDI standar, yang kedua menggunakan CDI dual band (clik 1) dan yang ketiga menggunakan CDI dual band (clik 2), pengujian ini dilakukan di bengkel ultraspeed racing dengan mengunakan Dynojet untuk mendapatkan hasil torsi dan daya, kemudian untuk konsumsi bahan bakar dilakukan pengujian dengan cara menghitung waktu lama motor menghabiskan bahan bakar sebanyak 100 ml dengan menggunakan ketiga CDI tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dengan cara pengujian performa mesin diketahui bahwa dengan menggunakan CDI standar torsi tertinggi yang dapat dihasilkan 7,517 N.m di rpm 6000, daya tertinggi yang dapat dihasilkan CDI standar 5,712 kw di rpm 8000, sedangkan menggunakan CDI dual band (clik 1) torsi tertinggi yang dihasilkan 7,558 N.m pada rpm 6000, daya tertinggi yang dihasilkan CDI dual band (clik 1) 5,81 kw pada rpm 8500 dan dengan mengunakan CDI dual band (clik 2) torsi tertinggi yang dihasilkan 7,511 N.m pada rpm 6500 sedangkan daya tertinggi yang dihasilkan 5,835 kw di rpm 8500 dan untuk pengujian konsumsi bahan bakar pengunaan CDI standar lebih irit dibandingkan pengunaan CDI dual band (clik 1) dan CDI dual band (clik 2). Kata kunci: CDI, torsi, daya dan konsumsi bahan bakar. 1. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi dibidang otomotif dari waktu ke waktu mengalami perkembangan melalui perbaikan kualitas, salah satunya adalah teknologi dalam sistem pengapian. Sistem pengapian CDI pada sepeda motor dibedakan menjadi dua jenis, yaitu AC-CDI dan DC-CDI. Sistem AC-CDI (Alternating Current Capasitor Discharger Ignition) adalah sistem pengapian elektronik dengan arus listrik yang berasal dari koil eksitasi (peristiwa loncatnya elektron dari orbit yang dalam ke orbit lebih luar karena gaya tarik atau gaya tolak radiasi partikel bermuatan pada koil), sedangkan sistem DC-CDI (Direct Current Capasitor Discharger Ignition) adalah sistem pengapian elektronik dengan arus listrik berasal dari baterai. Pada umumnya sistem pengapian standart dari pabrik yang digunakan sepeda motor adalah jenis CDI limiter, Jadi jika menggunakan CDI standar, torsi dan daya mesin yang dihasilkan tidak optimal hingga batas maksimal yang dapat dicapai oleh mesin. Hal tersebut terjadi karena, pada CDI standar dilengkapi dengan limiter yang menyebabkan tenaga mesin yang dihasilkan tidak terjadi hingga putaran maksimal yang dapat dicapai oleh mesin, jadi salah satu cara untuk mengoptimalkan torsi dan daya mesin yang dihasilkan dengan mengupgrade sistem pengapiannya. Dengan mengupgrade sistem pengapiannya tersebut torsi dan daya yang dihasilkan akan menjadi optimal dan masih dalam batas kemampuan mesin standar. Untuk mendapatkan torsi dan daya mesin yang optimal, dibutuhkan suatu alat yang dapat mengatur secara tepat ignition timing sesuai dengan setiap variasi putaran mesin yang sedang terjadi, CDI Dual band merupakan salah satu jenis CDI yang berbasis digital. CDI digital merupakan sistem pengapian CDI yang dikendalikan oleh mikrokontroler agar ignition timing (waktu pengapian) yang dihasilkan sangat tepat dari putaran rendah sampai putaran tinggi. Akibatnya pembakaran lebih sempurna sehingga torsi dan daya mesin yang dihasilkan akan sangat stabil dan besar mulai dari putaran rendah sampai putaran tinggi Rumusan Masalah Bagaimana performa dan konsumsi bahan bakar dari kendaraan saat terjadinya penggantian CDI standar menjadi CDI dual band Batasan Masalah Dalam tugas akhir ini adalah pengujiaan sepeda motor honda vario 110 cc dengan uji coba mengunakan variasi CDI yang berbeda dan mengunakan bahan bakar peremium yang meliputi: 1) Performa mesin Honda Vario dengan uji coba menggunakan CDI standar dan CDI dual band. 2) Membandingkan torsi dan daya pada sepeda motor Honda Vario dengan uji coba menggunakan CDI standar dan CDI dual band. 3) Pengukuran efisiensi konsumsi bahan bakar masing-masing CDI yaitu pengukuran volume bahan bakar terhadap waktu.

35 95 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Tujuan Penelitian Membandingkan hasil pengujian performa dan konsumsi bahan bakar sepeda motor Honda Vario seteleh melakukan penggantian dari CDI standar ke CDI dual band. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bensin Empat Langkah Motor bensin empat langkah adalah motor yang setiap empat langkah torak/piston (dua putaran engkol) sempurna menghasilkan satu tenaga kerja (satu langkah kerja). Arus dari kapasitor juga mengalir ke primer koil kemudian ke massa sehingga timbul medan magnet pada inti koil. Ketika pick-up melewati pulser, pulser mengeluarkan tegangan dan masuk ke Ignition Timing Control Circuit yang menentukan saat pengapian dengan mengirim pulsa (arus) ke SCR. Kemudian gate SCR membuka sehingga membuang muatan ke massa. Terjadi perubahan medan magnet pada koil sehingga menghasilkan induksi tegangan tinggi pada kumparan sekunder yang menghasilkan loncatan bunga api listrik pada busi. 2.3 Fungsi CDI Gambar 2.1 Siklus kerja motor bensin empat langkah 2.2 Sistem Pengapian Menggunakan CDI Sistem pengapian yang digunakan pada sepeda motor dengan menggunakan sistem pengapian CDI (Capasito Discharge Ignition) Sistem pengapian ini terdiri dari beberapa komponen utama yaitu Baterai, Unit CDI, koil pulsa (pick up coil), koil pengapian, dan busi. Baterai befungsi sebagai sumber arus dan koil pulsa berfungsi sebagai pemberi sinyal ke unit CDI serta mengatur waktu pengapian, unit CDI berfungsi sebagai penyalur dan pemutus arus sedangkan koil pengapian berfungsi untuk menghasilkan tegangan tinggi yang kemudian menghasilkan bunga api listrik pada busi. Sistem pengapian DC (direct current). Berbeda dengan sistem AC yang mengandalkan spul, sistem DC tergantung pada kinerja aki, karena sumber arusnya berbeda, maka CDI yang dipakai memiliki teknologi lebih rumit. Di dalam komponen CDI ada rangkaian step-up DC to AC. Peralatan ini berfungsi untuk menaikkan tegangan DC aki 12 volt menjadi 400 volt, karena itu, sepeda motor yang sistem pengapiannya AC tidak bisa menggunakan komponen CDI tipe DC. Begitu pula sebaliknya, cara kerja sistem pengapian DC: Arus dari baterai masuk ke trasformer kemudian diputus-putus oleh swich circuit untuk memperbesar tegangan dari baterai. Tegangan tinggi dari transformer di searahkan oleh diode, kemudian masuk ke SCR sehingga SCR menjadi aktif (on), dan juga disimpan dalam kapasitor. CDI (Capacitor Discharge Ignition) berfungsi mengatur pengapian secara elektronik, ketika putaran rendah, waktu pengapian dekat TMA (Titik Mati Atas), begitu rpm tinggi, waktu pengapian dimajukan atau lebih awal. Mengandalkan rangkaian dari kapasitor, dioda dan SCR (Silicon Controlled Switch), sensor waktu, pengapian CDI mengandalkan pulser (pick-up coil). Pulser ini memberi sinyal berdasarkan putaran magnet, Sinyal itu dikirim ke CDI, yang kemudian memerintahkan busi menembak, Dengan demikian, tidak ada proses sentuhan mekanik. Sehingga tidak perlu penyetelan ulang, dalam CDI, sinyal pulser diterima dioda penyearah arus, lalu dicekal resistor dan diterima beberapa kapasitor, sebelum dilepas ke koil yang kemudian menyetrum busi. 2.4 Parameter Prestasi Mesin Karakteristik untuk kerja suatu motor bakar torak dinyatakan dalam beberapa parameter diantaranya adalah laju konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar spesifik, daya dan torsi yang dikeluarkan mesin. Berikut tampilan rumusrumus dari beberapa parameter yang digunakan dalam menentukan untuk kerja motor bakar torak: a) Brake Horse Power (daya) 2. nt. Daya( BHP) ( Hp) (2.1) Dimana: BHP : Daya keluaran mesin (Hp) T : Torsi keluaran mesin (Kgf.m) n : Putaran mesin (rpm) b) Torsi BHP T ( Kgf. m) (2.2) 2. n

36 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Dimana: T : Torsi (Kgf.m) BHP : Daya keluaran mesin (Hp) n : Putaran Mesin c) Laju konsumsi bahan bakar 100 Mf pbbx3,6 (kg/jam) (2.3) t Dimana: T : waktu konsumsi bahan bakar setiap 100 ml (s) Pbb: Massa jenis bahan bakar (gr/cm³) 0,72-0,75 gr/cm³ untuk premium d) Konsumsi Bahan Bakar Spesifik Dalam penguian mesin konsumsi bahan bakar diukur sebagai laju aliran massa bahan bakar per unit waktu (mf). Konsumsi bahan bakar spesifik fuel consumption (SFC) adalah laju aliran bahan bakar per satuan daya. pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana effisiensi mesin dalam mengunakan bahan bakar untuk menghasilkan daya. Mf SFC (2.4) Pb Dimana: SFC: Konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kw) Mf : massa bahan bakar (kg/jam) Pb : daya (kw) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengujian dengan menggunakan DynoTest dan teori diperoleh data hasil torsi dan daya sebagai berikut: a) Torsi dan Daya Yang Didapat Menggunaan CDI Standar Torsi (N.m) dan Daya (kw) Gambar 4.1 Hasil Torsi dan Daya Pengunaan CDI Standar 9500 Kecepatan Putaran Mesin (rpm) Torsi CDI Standar Torsi CDI Standar Daya CDI Standar Daya CDI Standar b) Torsi dan Daya Yang Didapat Menggunakan CDI Dualband (clik 1) torsi (N.m) dan Daya (kw) Gambar 4.2 Hasil Torsi dan Daya Menggunakan CDI Dual band (Clik1) c) Torsi dan Daya Yang Didapat Menggunakan CDI Dualband (clik 2) Torsi (N.m) dan Daya (kw) Torsi (Nm) dan Daya (kw) Kecepatan Putaran mesin (rpm) Gambar 4.3 Hasil Torsi dan Daya Mengunakan CDI dual band (Clik 2) Kecepatan putaran Mesin (rpm) Kecepatan Putaran Mesin (rpm) Torsi CDI Dualband (Clik 1) Daya CDI Dualband (Clik 1) Torsi CDI Dualband (Clik 1) Daya CDI Dualband (Clik 1) Torsi CDI Dualband (Clik 2) Daya CDI Dualband (Clik 2) Torsi CDI Dualband (Clik 2) Daya CDI Dualband (Clik 2) Torsi CDI Standar Daya CDI Standar Torsi CDI Dualband (Clik 1) Daya CDI Dualband (Clik 1) Gambar 4.4 Perbandingan torsi dan daya keseluruhan penggunaan CDI hasil pengujian Dengan memperhatikan grafik hasil dari penggabungan torsi dan daya keseluruhan menggunakan CDI standar, CDI dual band (clik 1) dan CDI dual band (clik 2) terlihat bahwa. Pada putaran mesin 6000 rpm sampai 7500 rpm grafik torsi yang terjadi ketika menggunakan CDI standar

37 97 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 dan CDI dual band ( clik 1) dan CDI dual band (clik 2) cenderung berhimpit, hal ini menunjukkan bahwa kedua CDI mempunyai kinerja yang sama baiknya dalam menghasilkan percikan bunga api pada busi dengan timing pengapian yang tepat. Pada putaran mesin 6000 rpm sampai 9500 rpm torsi yang dihasilkan oleh ketiga CDI sama-sama memiliki kecenderungan menurun, hal ini terjadi karena pada putaran mesin 6000 rpm sampai 9000 rpm gaya dorong diatas torak cenderung mengalami penurunan. Menurunnya gaya dorong diatas torak disebabkan oleh memburuknya kualitas isian silinder, semakin cepat putaran mesin berarti gerakan torak juga semakin cepat, hal ini membuat waktu pengisian campuran bahan bakar dan udara semakin singkat, sehingga membuat pengisian campuran bahan bakar dan udara kedalam silinder semakin sedikit. hal tersebut membuat pembakaran yang terjadi menghasilkan gaya dorong diatas torak cenderung menurun. Besar torsi maksimal yang dapat dihasilkan menggunakan CDI standar dan CDI dual band (clik 1) adalah 7,517 N.m dan 7,558 N.m yaitu terjadi pada putaran mesin yang sama yaitu di 6000 rpm, sedangkan torsi maksimal yang dihasilkan dengan menggunakan CDI dual band (clik 2) sebesar 7,511 N.m di rpm 6500, hal ini menunjukan bahwa CDI standar dan CDI dual band (clik 1) mempunyai kemampuan yang sama baiknya dalam menghasilkan percikan bunga api dengan timing pengapian yang tepat. Sehingga mampu membuat pembakaran yang terjadi di ruang bakar menghasilkan gaya dorong maksimal diatas torak. Pada putaran mesin rpm, grafik torsi yang dihasilkan ketika menggunakan CDI standar terputus. Sedangkan torsi yang dihasilkan ketika menggunakan CDI Dual band (clik 1) dan CDI dual band (clik 2) tetap ada hal ini terjadi karena CDI standar dilengkapi dengan limiter. Limiter yang terpasang di dalam CDI standar berfungsi untuk membatasi suplai arus pada sistem pengapian sehingga pada putaran mesin diatas 9500 rpm, sistem pengapian tidak mampu lagi untuk menghasilkan percikan bunga api pada busi. Sedangkan pada CDI dual band (clik 1) dan CDI dual band (clik 2) tidak dilengkapi oleh limiter, sehingga mampu menghasilkan percikan bunga api pada busi hingga batas kemampuan maksimal mesin.sedangkan untuk daya dari gambar grafik dapat dilihat bahwa, pada putaran mesin 6000 rpm sampai 7500 rpm grafik daya yang terjadi ketika menggunakan CDI standar, CDI dual band (clik 1) dan CDI dual band (clik 2) cenderung berhimpit, hal ini menunjukkan bahwa ketiga CDI mempunyai kinerja yang sama baiknya dalam menghasilkan percikan bunga api pada busi dengan timing pengapian yang tepat.pada putaran 8000 rpm sampai 9500 rpm, grafik daya yang ditunjukkan CDI dual band (clik 1) dan CDI dual band (clik 2) lebih baik dibandingkan CDI standar yaitu pada putaran mesin 8000 rpm daya yang dihasilkan CDI dual band (clik 1) lebih unggul 0,32 kw sedangkan CDI dual band (clik 2) lebih unggul sebesar 0,75 kw, di putaran mesin 8500 rpm daya yang dihasilkan CDI dual band (clik 1) lebih unggul sebesar 0,23 kw sedangkan CDI dual band (clik 2) lebih unggul 0,25 kw, pada putaran mesin 9000 daya yang dihasilkan CDI dual band (clik 1) lebih unggul sebesar 0,27 kw sedangkan CDI dual band (clik 2) lebih unggul 0,26 kw dan pada putaran mesin 9500 rpm CDI dual band (clik 1) lebih unggul 0,41 kw sedangkan CDI dual band (clik 2) lebih unggul 0,42 kw. Pada putaran tersebut CDI standar sudah tidak dapat bekerja dengan baik dalam menghasilkan percikan bunga api pada ignition timing yang tepat. Sedangkan pada CDI dual band masih dapat bekerja dengan baik, hal tersebut terjadi karena CDI dual band dilengkapi dengan mikrokontroler sehingga dapat mengatur ignition timing dengan lebih baik. Besar daya maksimal yang dapat dihasilkan menggunakan CDI standar adalah 5,712 kw di rpm 8000, kemudian daya tertinggi yang dihasilkan menggunakan CDI dual band (clik 1) adalah 5,81 kw di rpm 8500 dan daya tertinggi yang dihasilkan menggunakan CDI dual band (clik 2) adalah 5,835 kw di rpm Hal ini menunjukan bahwa CDI dual band (clik 1) dan CDI dual band (clik 2) mempunyai kemampuan yang sama baiknya dalam menghasilkan daya tertinggi di rpm yang sama. Waktu (s) Konsumsi Bahan Bakar (100 ml) Kecepatan Putaran Mesin (rpm) CDI Standar CDI Dualband (Clik 1) CDI Dualband (Clik 2) Dari diagram dan grafik di atas terlihat bahwa waktu yang diperlukan untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar dengan menggunakan CDI Standar pada Rpm 2000 yaitu 1589,2 detik, dan pada CDI Dual band (clik 1) 1040,7 detik, dan 1003,6 detik, pada penggunaan CDI Dual band (clik 2). Pada Rpm 3000 untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar pada penggunaan CDI Standar di butuhkan waku selama 1064,4 detik pada CDI Dual band (clik 1) 533,2 detik, dan 513,2 detik pada penggunaan CDI Dual band (clik 2), pada

38 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober rpm 4000 CDI Standar 756 detik, CDI dual band (clik 1) 339,6 detik dan 323,2 detik mengunakan CDI dual band (clik 2) dan pada rpm 5000 waktu yang diperlukan untuk menghabiskan 100 ml bahan bakar mengunakan CDI Standar 621,8 detik, 205,4 detik mengunakan CDI dual band (clik 1) sedangkan mengunakan CDI dual band (clik 2) waktu yang dibutuhkan 193,7 detik. Konsumsi bahan bakar untuk penggunaan CDI Dual band (clik 2) dan CDI Dual band (clik 1) lebih banyak atau boros dibandingkan dengan penggunaan CDI Standar, hal tersebut dikarenakan sistem pengapian yang mengunakan CDI Dual band membuat percikan api yang dihasilkan busi lebih besar dan stabil, berbeda dengan CDI Standar, sehinga menyebabkan pembakaran bahan bakar diruang bakar menjadi lebih sempurna sehingga tidak ada sisa bahan bakar yang tidak terbakar pada saat proses pembakaran karena sistem pengapian yang mengunakan CDI dual band (clik 1) dan (Clik 2) dibanding dengan sistem pengapian mengunakan sistem CDI Standar. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada sepeda motor Honda Vario 110 cc mengunakan variasi CDI maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Perbandingan torsi dan daya pada penggunaan CDI standar dan CDI dual band, terlihat bahwa pada rpm rendah torsi dan daya yang dihasilkan CDI standar lebih besar dari CDI dual band, tetapi ketika rpm menengah dan rpm tinggi torsi dan daya yang dihasilkan CDI dual band lebih besar dari CDI standar dan CDI standar hanya mampu menghasilkan torsi dan daya sampai rpm tertentu, hal ini membuktikan bahwa pemakaian CDI dual band mampu meningkatkan performa kendaraan. 2) Untuk pengujian konsumsi bahan bakar pada penggunaan CDI standar lebih irit bila dibandingkan dengan pengunaan CDI dual band. 4.2 Saran 1) Pengujian dilakukan hendaknya dengan menambahkan beban yang bervariasi selain performa mesin, dan konsumsi bahan bakar. 2) Dilakukan pengujian lebih lanjut pada Honda Vario 110 cc untuk mengetahui torsi dan daya yang dihasilkan dengan merubah volume silinder yang lebih besar dan mengganti koil racing dan busi racing. 3) Dilakukan pengujian lebih lanjut untuk konsumsi bahan bakar Honda Vario 110 cc dengan mengganti bahan bakar premium dengan bahan bakar yang memiliki oktan lebih tinggi lagi seperti pertamax dan pertamax plus. 4) Agar performa mesin lebih optimal perlu menggunakan bahan bakar yang memiliki oktan tinggi dan rutin melakukan service atau perawatan lainnya. DAFTAR PUSTAKA [1]. Arends dan Schot Beren. Motor Bensin, Erlangga, Jakarta, [2]. Daryanto. teknik Otomotif, Edisi pertama, Bumi askara, Jakarta, [3]. Heri purnomo, Husin Bugis dan Basori. Analisa Penggunaan CDI Digital Hyper band dan Variasi putaran mesin Terhadap Torsi dan Daya Mesin Pada Sepeda Motor Yamaha Jupiter MX Tahun Jurnal Teknik Mesin UNS, Vol. 1, No. 1, Juli [4]. Ojo Kurdi, Arijanto. Aspek Torsi dan Daya Pada Mesin Sepeda Motor 4 Langkah Dengan Bahan Bakar Campuran Premium- Methanol. Jurnal Teknik Mesin UNDIP, Vol. 9 No. 2, April 2007.

39 99 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 ANALISIS PERBANDINGAN EVAPORATOR KULKAS (LEMARI ES) DENGAN MENGUNAKAN REFRIGERANT R-22 DAN R-134A Imam Faozan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jakarta Abstrak -- Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui komponen mesin refrigerasi khususnya pembahasan evaporator. Dalam penelitian ini digunakan lemari pendingin (kulkas ) sederhana untuk pengawetan dan pendinginan bahan makanan dalam rumah tangga. Untuk refrigerant yang digunakan adalah Refrigerant Freon R 22 dan Freon R - 134a sebagai perbandingan dan untuk mengetahui performance evaporator ( COP ) pada mesin refrigerasi untuk rumah tangga. Lemari pendingin yang dianalisa berukuran tinggi = 1 m, panjang = 0,55 m dan lebar 0,5 m. Temperatur evaporasi = -5 C dan temperature kondensasi = 40 C. Kata kunci: mesin refrigerasi, Freon, lemari es, refrigeran 1. PENDAHULUAN Sekarang ini sistem refrigerasi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, baik mesin refrigerasi yang berskala besar untuk industri-industri maupun untuk keperluan rumah tangga.. Teknologi ini dibutuhkan untuk penyiapan bahan makanan, penyimpanan distribusi makanan dan proses kimia yang memerlukan pendinginan. Perkembangan teknologi yang sangat pesat menghasilkan peralatan yang berguna tinggi haruslah bersahabat dengan lingkungan, hal inilah yang merupakan masalah utama dalam bidang sistem refrigrasi yang mempunyai dampak negatif sangat besar bagi lingkungan yaitu penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Saat ini kebanyakan sistem refrigerasi atau mesin refrigerasi yang bekerja baik untuk industri maupun untuk keperluan rumah tangga menggunakan mesin refrigerasi yang menggunakan siklus kompressi uap. Salah satu komponen sistem refrigerasi yang mempunyai peranan penting adalah Evaporator. Melihat hal-hal di atas maka penulis tertarik untuk Analisa Perbandingan Evaparator Kulkas (Lemari Es) yang Menggunakan Refrigerant R-22 dan R-134a. Dengan adanya analisa ini diharapkan agar para pembaca, khususnya orang-orang yang terlibat dalam penganalisaan Refrigerator ini dapat mengetahui kemampuan pada mesin refrigerasi ini khususnya pembahasan tentang Evaporator dengan variasi refrigent. Berhubung dengan semakin meningkatnya akan pemakaian alat pengkondisian udara dan diiringi dengan perkembangan teknologi saat ini, maka penulis akan menganalisa performance evaporator pada mesin refrigerasi untuk rumah tangga. Dalam penelitian sistem refrigerasi ini permasalahan utama yang nantinya akan muncul adalah bagaimana cara penyatuan dan laju aliran refrigerant agar dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan untuk evaporator. Kemudian penganalisaan dengan perbandingan jenis refrigerant yang digunakan dalam sistem refrigerasi ini. Pada tulisan ini permasalahan yang akan dibatasi meliputi, yaitu: pemilihan siklus refrigerasi, analisa beban refrigerasi, dan analisa termodinamika. Adapun tujuan penganalisaan adalah membandingkan kelebihan dan kekurangan dari refrigerant R-22 dan R-134a dalam sistem refrigerasi, membandingkan koefisien kerja R-22 dan R-134a. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendingin (Refrigerasi) Teknik pendingin (refrigerasi) adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu sistem pendingin dengan jalan perpindahan panas dari suatu tempat yang bertemperatur rendah ke suatu tempat yang bertemperatur lebih tinggi. Secara garis besar teknik pendingin (refrigerasi) bertujuan antara lain: a) Untuk mengurangi atau menurunkan temperature dari suatu zat. b) Mengubah phasa suatu zat dari suatu keadaan menjadi keadaan lain, misalnya: Uap Air Es c) Memelihara suatu zat atau ruangan di dalam suatu kondisi tertentu. Teknik pendingin (refrigerasi) dapat di manfaatkan pada berbagai bidang, antara lain: 1) Industri: gudang pendingin, industri pembuatan balok Es 2) Rumah tangga (domestic): Pengkondisisan udara unit (AC), lemari/ruang pendingin (kulkas) 3) Sistem pengkondisian udara: Swalayan, Transpotasi laut, Hotel 2.2 Beberapa Macam Evaparator Evaporator adalah alat penukar kalor yang memegang peranan penting dalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media sekitarnya.

40 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Pada evaporator terjadi proses penguapan dimana refrigerant berubah dari fasa cair menjadi fasa uap. Proses ini terjadi serentak dengan penyerapan panas dari udara dan objek pendingin sekitar evaporator, sehingga suhu udara dan objek pendingin menjadi turun. Evaporator Jenis Ekspansi Setengan Basah Evaporator Jenis Ekspansi Kering Evaporator Jenis Ekspansi Basah d) Ekspansi (penurunan tekanan) di katup ekspansi 2.3 Perpindahan Kalor di dalam Evaporator Jumlah kalor yang diserap oleh refrigerant dari benda atau fluida yang hendak didinginkan, dapat dituliskan sebagai: =.. atau =. (1) Dimana : Q = Jumlah kalor yang diserap oleh refrigerant dalam evaporator (kapasitas pendingin dari evaporator ) (kcal/jam) K = Koefisien perpindahan kalor (kcal/ ) A = Luas bidang perpindahan kalor ( ) = perbedaan temperatur rata-rata ( C) 2.4 Pemilihan Siklus Refrigerasi Dalam siklus refrigerasi, refrigerant dalam menjalankan fungsinya sebagai fluida kerja mengalami perubahan phasa dari cair menjadi uap, kemudian dari phasa uap kembali menjadi phasa cair, sehingga merupakan suatu siklus aliran yang tertutup, kecuali siklus refrigerasi yang menggunakan udara sebagai refrigerannya, dimana phasa refrigerant tetap dalam phasa gas. Berdasarkan proses yang dialami refrigerant, siklus dapat di bedakan atas: 1) Siklus refrigerasi kompresi uap (Vapor compression refrigeration cycle) 2) Siklus refrigerasi pancaran uap (steam jet refrigeration cycle) 3) Siklus refrigerasi udara (air refrigeration cycle) 4) Siklus refrigerasi penyerapan (absorbtion refrigeration cycle) Pada sistem siklus refrigerasi kompresi uap (Vapor compression refrigeration cycle) kompressor mengkompresikan dalam phasa uap sehingga tekanan dan temperaturnya naik, sehingga refrigerant mudah mengembun (kondensasi) di dalam kondensor. Lalu tekanan dan temperatur di turunkan oleh katup ekspansi agar cairan tersebut dapat menguap kembali (evaporasi), sambil menyerap panas dari objek yang di inginkan, siklus dari aliran refrigerant tersebut dapat kita lihat pada Gambar 2.3 dalam menjalankan fungsinya refrigerant mengalami proses: a) Evaporasi (penguapan) di evaporator b) Kompressi (pemompaan) di kompressor c) Kondensasi (pengembunan) di kondensor Gambar 2.1 siklus kompresi uap 2.5 Siklus Pendingin / Siklus Refigerasi Siklus refrigerasi adalah siklus kerja yang mentransfer kalor dari media bertemperatur rendah ke media bertemperatur tinggi dengan menggunakan kerja dari luar sistem. Secara prinsip merupakan kebalikan dari siklus mesin kalor (heat engine). Dilihat dari tujuannya maka alat dengan siklus refrigerasi dibagi menjadi dua yaitu refrigerator yang berfungsi untuk mendinginkan media dan heat pump yang berfungsi untuk memanaskan media Ilustrasi tentang siklus pendingin / siklus refrigerasi. Gambar 2.2 Refrigerasi/ siklus pendingin Siklus refrigerasi kompresi mengambil keuntungan dari kenyataan bahwa fluida yang bertekanan tinggi pada suhu tertentu cenderung menjadi lebih dingin jika dibiarkan mengembang. Jika perubahan tekanan cukup tinggi, maka gas yang ditekan akan menjadi lebih panas daripada sumber dingin diluar (contoh udara diluar) dan gas yang mengembang akan menjadi lebih dingin daripada suhu dingin yang dikehendaki. Dalam kasus ini, fluida digunakan untuk mendinginkan lingkungan bersuhu rendah dan membuang panas ke lingkungan yang bersuhu tinggi. Ilustrasi siklus refrigerasi kompresi uap dapat dilihat pada

41 101 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 gambar di bawah ini. Sesuai dengan protokol montreal dan konvensi tentang pemanasan global maka di masa yang akan datang refrigeran yang akan digunakan adalah tingkat ODP = 0 dan GWP = Pemanasan Global dan Kerusakan Lapisan Ozon Gambar 2.3 Siklus kompresi uap 1 2. Cairan refrigeran dalam evaporator menyerap panas dari sekitarnya, biasanya udara, air atau cairan proses lain. Selama proses ini cairan merubah bentuknya dari cair menjadi gas, dan pada keluaran evaporator gas ini diberi pemanasan berlebih/ superheated gas Uap yang diberi panas berlebih masuk menuju kompresor dimana tekanannya dinaikkan. Suhu juga akan meningkat, sebab bagian energi yang menuju proses kompresi dipindahkan ke refrigeran Superheated gas bertekanan tinggi lewat dari kompresor menuju kondenser. Bagian awal proses refrigerasi (3-3a) menurunkan panas superheated gas sebelum gas ini dikembalikan menjadi bentuk cairan (3a-3b). Refrigerasi untuk proses ini biasanya dicapai dengan menggunakan udara atau air. Penurunan suhu lebih lanjut terjadi pada pekerjaan pipa dan penerima cairan (3b - 4), sehingga cairan refrigeran didinginkan ke tingkat lebih rendah ketika cairan ini menuju alat ekspansi. 4-1 Cairan yang sudah didinginkan dan bertekanan tinggi melintas melalui peralatan ekspansi, yang mana akan mengurangi tekanan dan mengendalikan aliran menuju. Pengaruh refrigerant terhadap permasalahan lingkungan global dapat dilihat seperti gambar di bawah ini. Gambar 2.4 Nilai ODP dan GWP refrigeran (Calm, 2004) Ketinggiannya dari permukaan bumi lapisan atmosfer yang menyelimuti bumi dapat dibagi menjadi lima lapisan atmosfer. Lapisan tersebut dari yang terendah (dekat permukaan bumi) sampai tertinggi berturut-turut adalah troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer dan eksosfer. Kelima lapisan atmosfer tersebut memiliki karakter yang berlainan dan bervariasi sesuai. Gambar 2.5 Lapisan atmosfer bumi (UNDP-KLH, 2007) Sinar matahari yang berhasil menerobos atmosfir (setelah sebagiannya langsung dipantulkan oleh atmosfir ke angkasa) sebagian akan dipantulkan oleh permukaan bumi ke atmosfir dan sebagiannya lagi akan diserap oleh permukaan bumi. Terserapnya sinar matahari tersebut akan memanaskan permukaan bumi dan menyebabkan permukaan tersebut mampu memancarkan energi ke atmosfir (berupa sinar infra merah yang memiliki panjang gelombang relatif besar). Keberadaan Gas Rumah Kaca (GRK) menyebabkan tidak semua sinar infra merah yang dipancarkan bumi bisa lolos ke angkasa, sebagian besar sinar tersebut diserap oleh GRK dan selanjutnya dipancarkan kembali ke permukaan bumi Proses tersebut berulang dan menyebabkan kenaikan temperatur bumi. Gas Rumah Kaca (GRK) pada dasarnya berfungsi menjaga temperatur bumi pada tingkat yang sesuai untuk kebutuhan makhluk hidup. Ketiadaan, atau kurangnya, GRK akan menyebabkan temperatur di permukaan sebuah planet akan sangat rendah (seperti permukaan Mars yang memiliki temperatur rata-rata -50 C);0 namun terlalu banyak GRK juga akan menyebabkan kenaikan temperatur (seperti permukaan Venus yang temperatur rata-ratanya

42 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober C). Syukur kepada Tuhan bahwa kecukupan GRK di bumi menyebabkan temperatur rata-rata bumi berada pada kisaran yang sesuai untuk kehidupan, yakni sekitar 15 o C (Hamilton dalam Indartono, 2007). Gambar 2.6 Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global Berdasarkan uraian diatas dalam penelitian ini yang dimaksud dengan unjuk kerja (COP) mesin pendingin adalah besarnya energi yang berguna, yang ditunjukkan oleh perbandingan antara efek refrigerasi (ER) sistem dengan kerja (Wk) yang dibutuhkan untuk mengkompresi refrigeran di kompresor Efek refrigerasi (ER) merupakan selisih dari enthalpi sisi buang (h1) dengan enthalpi sisi isap (h4) pada evaporator. Sedangkan kerja kompresi (Wk) adalah selisih dari enthalpi sisi buang (h2) dengan enthalpi sisi isap (h1) pada kompresor. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut: Untuk kerja = Efer Refrigerasi / kerja Kompresor COP = ER / WK = h1 h4 / h2 h1 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perhitungan Perpindahan Panas Freezer Total panas keseluruhan yang diperoleh: Panas dari kabin freezer = 165,682W Panas dari proses pembekuan air menjadi Es = 9,3037 W Panas Panas akibat buka tutup pintu = 12,046 W Panas dari lampu = 15,55 W Panas dari rak dan cetakan = 0,878 W Panas dari beban infiltrasi = 25,60 W Total panas = 229,0597 W Untuk keamanan sistem refrigerasi, diambil faktor koreksi 10%. Hal ini untuk mencegah terjadinya overload bila terjadi kebocoran yang memungkinkan panas masuk ke dalam sistem. Maka total panas yang harus diserap evaporator sebagai beban pendingin: Q total = total panas (W) + ( 10% x total panas ) = 229,0597 W + ( 10% x 229,0597) = 251,9656 W = 0, kw Apabila 1TR = 3,5167 kw, maka kapasitas refrigerasi: 0, Q kw x 1 fz = TR = 0,0716 TR 3,5167 kw 3.2 Hasil Perhitungan Perpindahan Panas untuk Cooler Total panas keseluruhan yang diperoleh: Panas dari kabin cooler = 159,339 W Panas dari produk = 0,057 W Panas Panas akibat buka tutup pintu = 12,046W Panas dari lampu = 15,55 W Panas dari rak = 0,603 W Panas dari beban infiltrasi = 31,236 W Total panas = 218,831 W Untuk keamanan sistem refrigerasi, diambil factor koreksi 10%. Hal ini untuk mencegah terjadinya overload bila terjadi kebocoran yang memungkinkan panas masuk kedalam sistem. Maka total panas yang harus diserap evaporator sebagai beban pendingin Gambar 2.7 Konstruksi Freezer dan Cooler Q tot = 218,831 W + ( 10% x 218,831 W ) = 240,7141 W = 0, kw Apabila 1TR = 3,5 kw,maka kapasitas refrigerasi: 0, kW Q = x 1 TR = 0,068 TR 3,5 kw

43 103 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Analisa Termodinamika Pada penganalisaan ini telah ditetapkan bahwa refrigerant yang dipakai adalah R 22 (Freon 22) dan R-134a. Dengan demikian untuk menghitung termodinamika yang digunakan adalah diagram mollier dari R-22 dan diagram mollier R-134a sebagai perbandingan. Proses perpindahan panas pada system ini selalu diiringi dengan perubahan fasa cair menjadi uap, berarti terjadi proses penyerapan panas dari lingkungan dan perubahan fasa uap menjadi cair maka terjadi proses pengembunan panas. Proses ini berlangsung secara terus menerus. a) Refrigeran R-22 Dari P h diagram berdasarkan temperature kondensasi yaitu 40 0 C diperoleh P = 1,5 Mpa h 2 = 424 kj/kg ( Diagram ) h 3= h 4 = 249,686 kj/kg ( Tabel ) Dari P h diagram berdasarkan temperatur evaporasi pada freezer yaitu C diperoleh: P = 0,46 Mpa h 1 = 403,496 kj/kg ( Tabel ) Pada proses kompressi (1-2) di dalam silinder terjadi kerugian (losses) dikatup buang seingga proses kompressi menjadi (1-2, ). Losses pada katup buang (menurut: McGrath, ) efesiensi isentropis diperkirakan sekitar 95 % = 0,95 sehingga: h 2 = h 1+ h - 2 h 1 is ,496 0,95 = 403,496 kj/kg + = 425,079 kj/kg Pada proses ekspansi (3 4 ) didalam silinder terjadi kerugian (losses) dikatup buang seingga proses ekspansi menjadi (3 4). Losses pada katup buang (menurut: McGrath, ) diperkirakan sekitar 5 % = 0,05, sehingga: Q evap actual = Q evap ideal h 1 - h 41 = ( h 1- h 4) 0,05 (h 1- h 4 ) h 1 4 = h 1- ( h 1- h 4) 0,05 ( h 1- h 4 ) = 403,496 kj/kg - (403, 496 kj/kg - 249,686 kj/ kg ) 0,05 ( 403, 496 kj/kg - 249,686 kj/kg) = 165,09 kj/kg Panas yang diserap oleh evaporator EV = h 1 - h 4 1 = 403, 496 kj/kg - 241,966 kj/ kg = 161,53 kj/kg Panas yang dihasilkan Kondensor Qkond = h2¹ - h3 = 425,079 kj/kg 249,686 kj/kg = 175,393 kj/kg Kerja Kompressor Qkomp = h2¹ - h1 = 452,079 kj/kg 403,496 kj/kg = 21,583 kj/kg Laju aliran massa Refrigerant Qtotal M = QEv Q tot = Beban pendingin Total ( kw ) = 4531, ,8952kW M = 161,53kj / kg M = 28,056 kg/det Daya Kompressor ( Pkomp ) Pkomp = M x Qkomp = 28,056 kg/det x 21,583 kj/kg = 605,532 kj/det Coefficent Of Performance (COP) QEv COP = Q Komp 161,53 kj / kg = 21,583 kj / kg = 7,48 b) Refrigeran R-134a Dari P h diagram berdasarkan temperature kondensasi yaitu 40 0 C diperoleh: P = 1,01 Mpa H 2 = 420 kj/kg ( Diagram ) h 3= h 4 = 337,5 kj/kg ( Diagram ) Dari P h diagram berdasarkan temperatur evaporasi pada freezer yaitu C diperoleh: P = 0,24 Mpa H 1 = 395 kj/kg ( Diagram ) Pada proses kompressi (1-2) didalam silinder terjadi kerugian (losses) dikatup buang seingga proses kompressi menjadi (1-2, ). Losses pada katup buang (menurut: McGrath, ) efisiensi isentropis diperkirakan sekitar 95 % = 0,95 sehingga: h 2 = h 1 + h - 2 h 1 is = 395 kj/kg + kj / kg 0,95 = 421,315 kj/kg

44 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober Pada proses ekspansi (3-4) didalam silinder terjadi kerugian (losses) dikatup buang seingga proses ekspansi menjadi (3-4). Losses pada katup buang (menurut: McGrath, ) diperkirakan sekitar 5 % = 0,05, sehingga: Q evap actual = Q evap ideal h 1 - h 41 = ( h 1- h 4) 0,05 ( h 1- h 4 ) h 1 4 = h 1- ( h 1- h 4) 0,05 ( h 1- h 4 ) = 395 kj/kg - (395 kj/kg 337,5 kj/ kg ) 0,05 (395 kj/kg 337,5 kj/ kg) = 305,875 kj/kg Panas yang diserap oleh evaporator EV = h 1 - h 4 1 = 395 kj/kg 305,875 kj/ kg = 98,125 kj/kg Panas yang dihasilkan Kondensor Qkond = h2¹ - h3 = 412,315 kj/kg 337,5 kj/kg = 83,815 kj/kg Kerja yang diserap Kompressor Qkomp = h2¹ - h 1 = 412,315 kj/kg 395 kj/kg = 26,315 kj/kg Grafik Freon R - 22 vs Freon R - 134a R R - 134a Gambar 3.2. Grafik perbandingan Refrigerant 22 dengan Refrigerant R 134a Pada grafik di atas dapat disimpulkan bahwa Analisa Termodinamika evaporator berbeda dengan menggunakan dua Refrigerant yaitu R 22 dan R 134a, yang mana pada R - 22 Qevap, Qcond, COP lebih besar dibandingkan R 134a dan untuk Qcomp, M dan Pm pada R 22 lebih kecil dibandingkan R 134a. Laju aliran massa Refrigerant Qtotal M = QEv Q tot = Beban pendingin Total ( kw ) = 4531, ,8952kW M = 89,125kj / kg M = 50,848 kg/det Daya Kompressor ( Pkomp ) Pkomp = M x Qkomp = 50,858 kg/det x 26,315 kj/kg = 1338,065 kj/det Coefficient Of Performance (COP) QEv 89,125 kj / kg COP = = = 4,12 Q 21,583 kj / kg Komp 3.4 Perbandingan Hasil Analisa Tabel 3.1 Perbandingan Hasil Analisa Analisa Termodinamika R - 22 R - 134a Q Evap (kj/kg) Q Cond (kj/kg) Q Comp (kj/kg) m (kg/det) P m (kj/det) COP Hasil perbandingan Panas Freezer dan Cooler Tabel 3.2 perbandingan Panas Freezer dan Cooler Nilai Perpindahan Panas Qfreezer (W) Qcooler (W) Q kabin 165, ,339 Q produk 9, Q buka tutup 12,046 12,046 Q lampu 15,55 15,55 Q rak Q infiltrasi , ,339 Grafik Q Freezer vs Q Cooler 9,037 0,057 12,049 Qfreezer (W) 25,6 15,55 12,049 15,55 0,603 31,236 Qcooler (W) 0,878 Gambar 3.3. Grafik Perbandingan Panas Freezer dan Panas Cooler

45 105 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 Pada grafik diatas dapat disimpulkan bahwa panas yang terjadi pada kabin freezer lebih besar dibanding panas pada cooler, untuk panas dari produk juga lebih besar di freezer, sedangkan panas manusia dan lampu sama, sedangkan panas pada rak dan infiltrasi lebih besar pada cooler. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada penelitian ini maka kesimpulan singkat dari penganalisaaan ini adalah bahwa karakteristik dari R-22 dan R-134a yang berbeda berpengaruh pada prestasi kerja masing-masing Refrigerant. R-22 dari segi prestasi kerjanya lebih baik dari pada R-134a, dengan panas Evaparator yang diserap ( ) tetapi R-22 Tidak ramah lingkungan, sebaliknya R-134a dengan panas Evaparator yang diserap (98.125) prestasi kerjanya lebih rendah dari pada R-22, tetapi R-134a lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan R Saran Untuk mendapatkan jenis refrigerant yang ramah lingkungan, sebaiknya melakukan penganalisaan yang lebih banyak lagi variasinya dengan menggunakan jenis refrigeran-nya yang terbaru lagi. DAFTAR PUSTAKA [1]. Holman JP, Perpindahan Kalor, Penerbit Erlangga, Jakarta, [2]. Moran J Michael dan Shapiro N Howard, Termodinamika Teknik Penerbit Erlangga, Jakarta, 2004 [3]. Stoecker, Wilbert F, Jones Jerold W, Supratman Hara Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi kedua, Penerbit Airlangga, Jakarta, [4]. Dossat Roy. J, Principles Of Refrigeration, John Willey & Sons, INC. Newyork and London, 1961.

46 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 PANDUAN PENULISAN JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN Penulis 1, Penulis 2, dan Penulis 3 1,2,3 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jakarta Penulis1@mercubuana.ac.id; Penulis2@mercubuana.ac.id, Penulis3@mercubuana.ac.id Abstrak -- (intisari) memuat inti permasalahan, metodologi pemecahannya dan hasil yang diperoleh. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, disertai kata kunci (keyword) di bawahnya. Tulisan asli berupa softcopy yang dikirim penulis akan langsung dicetak sebagai isi JURNAL TEKNIK MESIN apabila telah memenuhi panduan penulisan. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran proses pencetakan, serta format tulisan maka dibuat panduan penulisan. Panduan ini sebagai acuan yang diperlukan untuk penulisan dan pengiriman tulisan JURNAL TEKNIK MESIN. Panduan ini ditulis sebagai format baku JURNAL TEKNIK MESIN dan untuk kemudahan panduan dalam bentuk softcopy ini dapat langsung dijadikan template bagi penulis. Kata kunci: panduan, tulisan, format, judul Abstract -- contains the main of the problems, the solution of methodology and the results obtained. Abstract written in Indonesian and English, accompanied by keywords (keywords) below. The original text in the form of soft copy sent direct writer will be printed as JURNAL TEKNIK MESIN contents if it has met the writing guide. To ensure uniformity and smoothness of the printing process, as well as the format of the writing made the posting. This guide as a reference is required for the writing and delivery of writings JURNAL TEKNIK MESIN. This guide is written as a standard format for ease JURNAL TEKNIK MESIN and guidelines in softcopy format can be directly used as a template for writers. Keywords: guidance, writing, format, title 1. PENGIRIMAN TULISAN Tulisan asli yang dikirim ke Redaksi JURNAL TEKNIK MESIN harus dalam bentuk softcopy siap cetak yang dicopy-kan langsung kepada Redaksi atau dikirimkan via dalam format *.doc atau *.docx dengan dilampiri pernyataan bahwa tulisan tersebut belum diterbitkan dan tidak sedang menunggu untuk diterbitkan di media mana pun. Penulis juga diminta untuk melampirkan biografi ringkas, afisiliasi dan alamat lengkap, termasuk alamat TULISAN Tulisan akan dicetak dengan tinta hitam pada satu muka kertas HVS putih ukuran A4. Setiap halaman diberi nomor dan panjang tulisan maksimal 8 (delapan) halaman. Untuk menjamin keseragaman format, tulisan hendaknya mempunyai marjin minimum sebagai berikut: a. Marjin atas 2.5 cm, kiri 3 cm, bawah dan kanan 2 cm. b. Badan tulisan ditulis dalam dua kolom dengan jarak antar kolom 0.5 cm. 2.1 Huruf dan Spasi Tulisan menggunakan huruf Arial 10 dengan jarak antar baris satu spasi, kecuali judul. Judul menggunakan huruf besar Arial 12 yang dicetak tebal (bold), dan abstrak ditulis miring (Italic) dengan huruf Arial Judul Judul Tulisan: Judul tulisan dicetak tebal dengan huruf besar (12) dan diletakkan di tengah halaman. Judul tulisan diikuti nama dan afisiliasi penulis serta abstrak, seperti pada panduan ini. Judul Bagian: Judul bagian dicetak tebal (bold) dengan huruf besar dan diberi nomor. Judul Subbagian: judul sub-bagian dicetak tebal, dengan gabungan huruf besar dan kecil, dimulai dari sisi kiri kolom. Jarak Tabs dalam paragraf adalah 0.6 cm. 2.3 Bahasa, Satuan dan Persamaan Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan bahasa dan istilah asing sedapat mungkin dihindari, kecuali untuk abstrak. Penggunaan singkatan dan tanda-tanda diusahakan untuk mengikuti aturan nasional atau internasional. Satuan yang digunakan hendaknya mengikuti sistem satuan internasional (SI). Persamaan atau hubungan matematik harus dicetak dan diberi nomor seperti ini:

47 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 = 2 (2.1) Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan Pers. (1) atau Persamaan (1). 2.4 Tabel Tabel yang rapi dan jelas disertakan dalam teks serta harus dirujuk pada teks. Keterangan tabel ditulis di atas tabel sebagai berikut: Tabel 2.1. Di dalam teks, t abel tersebut dinyatakan dengan Tabel 2.1. Tabel 2.1 Contoh nomor dan judul tabel Conversion from Symbol Quantity Gaussian and CGS EMU to SI a magnetic flux 1 Mx 10 8 Wb = 10 8 V s 4M magnetization 1 G 10 3 /(4) A/m m magnetic moment 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 m magnetic moment B magnetic flux density, magnetic induction H magnetic field strength J/T 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 J/T 1 G 10 4 T = 10 4 Wb/m 2 1 Oe 10 3 /(4) A/m 4M magnetization 1 G 10 3 /(4) A/m m magnetic moment 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 J/T M magnetization 1 erg/(g cm 3 ) = 1 emu/cm A/m 4M magnetization 1 G 10 3 /(4) A/m 4M magnetization 1 G 10 3 /(4) A/m 4M magnetization 1 G 10 3 /(4) A/m specific magnetization 1 erg/(g g) = 1 emu/g 1 A m 2 /kg m magnetic moment 1 erg/g = 1 emu 10 3 A m 2 = 10 3 J/T 4M magnetization 1 G 10 3 /(4) A/m j 2.5 Gambar magnetic dipole moment 1 erg/g = 1 emu Wb m Gambar dituliskan menggunakan format rata tengah. Setiap gambar haruslah diberi nomor dan judul serta diacu pada tulisan. Nomor dan judul gambar diletakkan di bawah gambar, seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 2.1 Penulisan nomor dan judul gambar 2.6 Nomenclature Simbol dan Definisi kosa kata sebaiknya dikumpulkan dan di tulis disini (sebelum Daftar Pustaka). Sebagai contoh: APT = Available Production Time C max = Maximum Consumption DT = Design Time KD = Design Coefficient Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan Pers. (1) atau Persamaan (1). 3. DAFTAR PUSTAKA Penyitiran pustaka dilakukan dengan menyebutkan sumber penulis dan tahun, contoh: (Chapman, 2008). Daftar Pustaka hanya memuat pustaka yang secara langsung menjadi sumber kutipan. Penulisan Daftar Pustaka dilakukan dengan pengurutan berdasarkan nama belakang penulis, dicantumkan pada bagian akhir tulisan. Berikut adalah beberapa contoh penulisan daftar pustaka. [1]. Casadei D, Serra G, Tani K. Implementation of a Direct Control Algorithm on Discrete Space Vector Modulation. IEEE Transactions on Power Electronics. 2007; 15(4): [2]. Calero C, Piatiini M, Pascual C, Serrano MA. Towards Data Warehouse Quality Metrics. Proceedings of the 3rd Int l. Workshop on Design and Management. Interlaken. 2009; 39: [3]. Ward J, Peppard J. Strategic planning for Information Systems. Fourth Edition. West Susse: John Willey & Sons Ltd. 2007:

48 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA Jl. Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat Telp: (Hunting), Pesawat: 5200 Fax:

ANALISA PENGARUH CAMPURAN BAHAN COMPOUND EPDM RECLAIM UNTUK PEMBUATAN COVER RELAY TERHADAP SIFAT MEKANIK

ANALISA PENGARUH CAMPURAN BAHAN COMPOUND EPDM RECLAIM UNTUK PEMBUATAN COVER RELAY TERHADAP SIFAT MEKANIK 73 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 4, No. 3, Oktober 215 ANALISA PENGARUH CAMPURAN BAHAN COMPOUND EPDM RECLAIM UNTUK PEMBUATAN COVER RELAY TERHADAP SIFAT MEKANIK Mukhamad Bayu Fikri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STUKTUR MIKRO MATERIAL S45C DAN SS400 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT POTONG KULIT SEPATU

ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STUKTUR MIKRO MATERIAL S45C DAN SS400 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT POTONG KULIT SEPATU 67 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 0, No., Oktober 2015 ANALISIS PENGARUH TERHADAP KEKERASAN DAN STUKTUR MIKRO MATERIAL S5C DAN SS00 YANG DIGUNAKAN KULIT SEPATU Hadi Wardoyo Program Studi Teknik Mesin,

Lebih terperinci

81 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015

81 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 81 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 04, No. 3, Oktober 2015 PENGARUH INJECTION TIME DAN BACKPRESSURE TERHADAP CACAT PENYUSUTAN PADA PRODUK KEMASAN TOPLES DENGAN INJECTION MOLDING MENGGUNAKAN MATERIAL POLISTYRENE

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE Muhammad Luqman Saiful fikri 1, Iman Kurnia Sentosa 2, Harini Sosiati 3, Cahyo Budiyantoro 4 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian injection molding adalah proses pembentukan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian injection molding adalah proses pembentukan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Injection Molding 2.1.1. Pengertian Dasar Secara umum pengertian injection molding adalah proses pembentukan suatu benda atau produk dari material plastik dengan bentuk dan ukuran

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES INJEKSI PLASTIK Gambar 4.1 Proses pencetakan pada mesin injeksi 29 Pada Proses Injeksi Plastik (Plastic Injection Molding Process) terdapat 2 bagian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FORMULA COMPOUND RUBBER DALAM PEMBUATAN SOL SEPATU

PENGEMBANGAN FORMULA COMPOUND RUBBER DALAM PEMBUATAN SOL SEPATU 1 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 1, Februari 2017 PENGEMBANGAN FORMULA COMPOUND RUBBER DALAM PEMBUATAN SOL SEPATU Suliknyo Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan mengenai landasan teori yang akan dijadikan panduan dalam pembuatan compound rubber. 2.2 PROSES VULKANISASI Proses vulkanisasi kompon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan. dari kehidupan manusia, sebagai bahan yang sangat mudah didapat,

BAB I PENDAHULUAN. Karet merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan. dari kehidupan manusia, sebagai bahan yang sangat mudah didapat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, sebagai bahan yang sangat mudah didapat, praktis, ringan dan tentu saja modern.

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ZINC DAN KETAHANAN KOROSI PADA PERMUKAAN LINK ENGINE HANGER SEBELUM PROSES PELAPISANNYA

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ZINC DAN KETAHANAN KOROSI PADA PERMUKAAN LINK ENGINE HANGER SEBELUM PROSES PELAPISANNYA ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP KETEBALAN LAPISAN ZINC DAN KETAHANAN KOROSI PADA PERMUKAAN LINK ENGINE HANGER SEBELUM PROSES PELAPISANNYA Ir. H. Sulaeman S 1. M. Ali Kharakan 2 Lecture 1,College

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah material plastik berjenis polystyrene murni dan daur ulang. Sifat dari material plastik polystyrene yaitu

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C Syaifudin Yuri, Sofyan Djamil dan M. Sobrom Yamin Lubis Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail:

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING

PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ]

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201 PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201 Heru Danarbroto 1*, A.P.Bayu Seno 2, Gunawan Dwi Haryadi 2, Seon Jin Kim 3 1 Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik

Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No.1, Novemberi 2010 65 Shrinkage pada Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik Toto Rusianto, Ellyawan, S.A. & Arif Rahmanto Jurusan Teknik Mesin, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan bahan dasar produksi. Logam yang dahulu banyak digunakan dalam proses industri kini mulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

OPTIMASI CACAT SHRINKAGE PRODUK CHAMOMILE 120 ML PADA PROSES INJECTION MOLDING DENGAN METODE RESPON SURFACE

OPTIMASI CACAT SHRINKAGE PRODUK CHAMOMILE 120 ML PADA PROSES INJECTION MOLDING DENGAN METODE RESPON SURFACE OPTIMASI CACAT SHRINKAGE PRODUK CHAMOMILE 120 ML PADA PROSES INJECTION MOLDING DENGAN METODE RESPON SURFACE Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-42 Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340 ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 30 Sasi Kirono, Eri Diniardi, Seno Ardian Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak.

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU TERHADAP CACAT DAN KETEBALAN PRODUK PLASTIK PADA PROSES ROTATIONAL MOLDING

PENGARUH VARIASI WAKTU TERHADAP CACAT DAN KETEBALAN PRODUK PLASTIK PADA PROSES ROTATIONAL MOLDING TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU TERHADAP CACAT DAN KETEBALAN PRODUK PLASTIK PADA PROSES ROTATIONAL MOLDING Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian digunakan untuk mempersempit permasalahan yang diteliti, sehingga dapat membahas dan menjelaskan permasalahan secara tepat. Pada

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Media Karburasi Terhadap Kekerasan Dan Kedalaman Difusi Karbon Pada Baja ST 42

Pengaruh Variasi Media Karburasi Terhadap Kekerasan Dan Kedalaman Difusi Karbon Pada Baja ST 42 Pengaruh Variasi Media Karburasi Terhadap Kekerasan Dan Kedalaman Difusi Karbon Pada Baja ST 42 Hesti Istiqlaliyah 1, *, Kustriwi Ratnaning H. 1, Mohammad Baihaqi 1 1 Program Studi Teknik Mesin, UN PGRI

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA JIS S45C

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA JIS S45C PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA JIS S45C Kusdi Priyono 1), Muhammad Farid 2), Djuhana 2) 1) PPRN-BATAN Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten, INDONESIA 2) Program

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT UJI KEMAMPUKERASAN JOMINY TEST UNTUK LABORATORIUM TEKNIK MESIN UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI. Taufiqur Rokhman 1)

PERANCANGAN ALAT UJI KEMAMPUKERASAN JOMINY TEST UNTUK LABORATORIUM TEKNIK MESIN UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI. Taufiqur Rokhman 1) PERANCANGAN ALAT UJI KEMAMPUKERASAN JOMINY TEST UNTUK LABORATORIUM TEKNIK MESIN UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI Taufiqur Rokhman 1) 1) Dosen Program Studi Teknik Mesin Universitas Islam 45, Bekasi rokhman_taufiq@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada bidang metalurgi, terutama mengenai pengolahan baja karbon rendah ini perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai keperluan seperti untuk medical, textiles,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Cahyadi (2010) penelitian yang berjudul Analisis Parameter Operasi pada Proses Plastik Injection Molding untuk Pengendalian Cacat Produk meneliti

Lebih terperinci

ANALISA PROSES SPRAY QUENCHING PADA PLAT BAJA KARBON SEDANG

ANALISA PROSES SPRAY QUENCHING PADA PLAT BAJA KARBON SEDANG ANALISA PROSES SPRAY QUENCHING PADA PLAT BAJA KARBON SEDANG Sutrimo, Helmy purwanto 1, S.M. Bondan respati 2 program studi teknik mesin fakultas teknik universitas wahid hasyim semarang Jl. Menoreh tengah

Lebih terperinci

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION Agus Dwi Anggono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartosura, 57102 E-mail : agusda@indosat-m3.net

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Spesifikasi bearing Metode pengujian Persiapan Pengujian: Pengambilan bahan pengujian bearing baru, bearing bekas pakai dan bearing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

Pengaruh Putaran Terhadap Ketebalan Bola Plastik Pada Proses Rotation Moulding

Pengaruh Putaran Terhadap Ketebalan Bola Plastik Pada Proses Rotation Moulding TUGAS AKHIR Pengaruh Putaran Terhadap Ketebalan Bola Plastik Pada Proses Rotation Moulding Disusun oleh: TUNGGUL PRAKOSO NIM : D 200 050 107 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *) ABSTRAK

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *)   ABSTRAK PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA Adriana *) email: si_adramzi@yahoo.co.id ABSTRAK Serat sabut kelapa merupakan limbah dari buah kelapa yang pemanfaatannya sangat terbatas. Polipropilena

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI Outline: JUDUL LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PERANCANGAN METODOLOGI PERANCANGAN SPESIFIKASI PRODUK DAN SPESIFIKASI MESIN PERENCANAAN JUMLAH CAVITY DIMENSI SISTEM SALURAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING TERHADAP SIFAT MEKANIS MATERIAL BAJA EMS-45 DENGAN METODE PENGELASAN SHIELDED METAL ARC WELDING (SMAW) Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 30 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 4.1 PENDAHULUAN Hasil rancang bangun mesin akan ditampilkan dalam Bab IV ini. Pada penelitian ini Prodak yang di buat adalah Mesin Ekstrusi Cetak Pellet

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERING

ANALISIS PENGARUH TEMPERING Analisis Pengaruh Tempering (Dzulfikar, dkk.) ANALISIS PENGARUH TEMPERING MENGGUNAKAN PEMANAS INDUKSI PASCA QUENCHING DENGAN MEDIA OLI PADA BAJA AISI 1045 TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN NILAI KEKERASAN SEBAGAI

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH Teguh Rahardjo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.2 MESIN EXTRUSI MOLDING CETAK PELLET PLASTIK

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.2 MESIN EXTRUSI MOLDING CETAK PELLET PLASTIK 30 BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil rancang bangun mesin akan ditampilkan dalam Bab IV ini. Pada penelitian ini Prodak yang di buat adalah Mesin Cetak Pellet Plastik Plastik, Hasil

Lebih terperinci

Analisa Struktur Mikro Dan Kekerasan Baja S45C ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA S45C PADA PROSES QUENCH-TEMPER DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR

Analisa Struktur Mikro Dan Kekerasan Baja S45C ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA S45C PADA PROSES QUENCH-TEMPER DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA S45C PADA PROSES QUENCH-TEMPER DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR Awang Annas Firmansyah S1 Pendidikan Teknik Mesin Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN Sebelum melakukan perancangan mould untuk Tutup Botol ini, penulis menetapkan beberapa tahapan kerja sesuai dengan literatur yang ada dan berdasarkan pengalaman para pembuat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR PENGARUH PENDINGINAN TERHADAP WAKTU DAN SHRINKAGE PADA PEMBUATAN RUBBER ENGINE MOUNTING DENGAN BAHAN CAMPURAN KARET ALAM DAN STYRENE BUTADIENE RUBBER (SBR) Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pesat, baik dalam dunia perekonomian, pendidikan, pembangunan, perindustrian, dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pesat, baik dalam dunia perekonomian, pendidikan, pembangunan, perindustrian, dan lain sebagainya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi dalam segala aspek kehidupan saat ini semakin berkembang pesat, baik dalam dunia perekonomian, pendidikan, pembangunan, perindustrian, dan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era industrialisasi pada saat sekarang ini, bidang pengecoran sangat penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan di bidang industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis. (Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi sumber karet alami.

BAB I PENDAHULUAN. utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis. (Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan tentang keuntungan dan kekurangan karet sangat membantu dalam pemilihan karet termurah dan cocok dengan spesifikasi penggunaannya. Pada dasarnya karet bisa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatakan permasalahan yang diteliti sehingga menjelaskan dan membahas permasalahan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Spesimen 4.1.1. Proses Pengelasan Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap masing-masing benda uji, pada pengelasan

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350 PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Perancangan Tugas Akhir ini direncanakan di bagi dalam beberapa tahapan proses, dituliskan seperti diagram alir berikut ini : Mulai Studi literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER Wisma Soedarmadji*), Febi Rahmadianto**) ABSTRAK Tungsten Innert Gas adalah proses

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760 PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760 Adi Rachmat Setya Utama 1) Ir. H. Abdul Wahab, MT 2) Nur Robbi, ST. MT 3) Program Studi Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Mold Review Mold lama yang digunakan dalam memproduksi Bobbin A K25G adalah jenis injection molding. Mold lama ini menggunakan system hot runner. Mold ini sendiri

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENGERTIAN MOLD Mold (cetakan) adalah adalah rongga tempat material leleh (plastik atau logam) memperoleh bentuk. Mold terdiri dari dua bagian yaitu pelat bergerak (moveable

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% Pengecoran suhu cetakan 250 C Pengecoran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 C.8 PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 Fauzan Habibi, Sri Mulyo Bondan Respati *, Imam Syafa at Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA Laporan Tugas Akhir Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Injection Molding Injection molding dapat membuat part yang memiliki bentuk yang kompleks dengan permukaan yang cukup baik. Variasi bentuk yang sangat banyak yang dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan Sampel Pemotongan Sampel Sampel 1 (tanpa perlakuan panas) Perlakuan panas (Pre heat 600 o C tiap sampel) Sampel 2 Temperatur 900 o C

Lebih terperinci

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak. Abstract

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp *  Abstrak. Abstract PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS MATERIAL CHASSIS BERBAHAN DASAR LIMBAH ALUMINIUM HASIL PENGECORAN HPDC YANG DISERTAI PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) *Pandhu Madyantoro

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi merupakan isi uraian tentang jenis data, metode pengambilan data, metode pengolahan data, metode analisis data dan langkah langkah penelitian. 3.1 Diagram Alir

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM :

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : NAMA PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : 22410181 JURUSAN : TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 1, APRIL 2014 81 PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH Oleh: Prihanto Trihutomo Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN DAN ANALISA PENGUJIAN

BAB III METODA PENELITIAN DAN ANALISA PENGUJIAN 23 BAB III METODA PENELITIAN DAN ANALISA PENGUJIAN Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis akan memulai dari pengumpulan data acuan proses punch, heat treatment, metode pengujian kekerasan Vickers

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Persiapan Spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Persiapan Spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi pustaka Persiapan Spesimen Raw Material Perlakuan Panas Quenching (oli) Quenching dan tempering Uji Kekerasan Uji Keausan Analisa /

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST. NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : KELAS : 4IC04

PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST. NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : KELAS : 4IC04 PROSES PEMBUATAN BOTOL OLI EVALUBE DENGAN EXTRUSION MOLDING DI PT.DYNAPLAST NAMA : Ismul Hardiyansyah NPM : 23410668 KELAS : 4IC04 ABSTRAKSI Salah satu pembuatan produk botol oli di PT. Dynaplast ini adalah

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY Oleh : Willy Chandra K. 2108 030 085 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta 3.1.2. Alat dan bahan 3.2.1 Alat Alat yang dipergunakan

Lebih terperinci

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS 45 PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS Eko Surojo 1, Dody Ariawan 1, Muh. Nurkhozin 2 1 Staf Pengajar - Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknik UNS 2 Alumni Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486 TUGAS AKHIR TM091486 STUDI EKSPERIMENTAL UMUR LELAH BAJA AISI 1045 AKIBAT PERLAKUAN PANAS HASIL FULL ANNEALING DAN NORMALIZING DENGAN BEBAN LENTUR PUTAR PADA HIGH CYCLE FATIGUE Oleh: Adrian Maulana 2104.100.106

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp *  Abstrak PENGUJIAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADASAMBUNGAN PENGELASAN GESEK SAMA JENIS BAJA ST 60, SAMA JENIS AISI 201, DAN BEDA JENIS BAJA ST 60 DENGAN AISI 201 *Hermawan Widi Laksono 1, Sugiyanto 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR

PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR Nuyah Pengaruh Penggunaan SBR dan NR PENGARUH PENGGUNAAN SBR DAN NR TERHADAP SIFAT FISIKA KOMPON KARET PACKING CAP RADIATOR THE EFFECT OF STYRENE BUTADIENE RUBBER AND NATURAL RUBBER UTILIZATION ON PHYSICAL

Lebih terperinci

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan IRWNS 213 Analisa Deformasi Material 1MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda Muhammad Subhan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Sungailiat, 33211

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS (TIG) TERHADAP KEKUATAN TARIK HASIL SAMBUNGAN LAS PADA BAJA KARBON RENDAH SNI_07_3567_BJDC_SR DENGAN KETEBALAN PLAT 0,68 MM DAN 1,2 MM EFRIZAL ARIFIN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian adalah parameter proses pengerjaan dalam pengelasan gesek sangatlah kurang terutama pada pemberian gaya pada

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Media Quenching Air, Oli, dan Angin Kompresor Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045

Pengaruh Variasi Media Quenching Air, Oli, dan Angin Kompresor Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045 Pengaruh Variasi Media Quenching Air, Oli, dan Angin Kompresor Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045 Yudi Asnuri*, Ihsan Saputra* and Fedia Restu* Batam Polytechnics Mechanical Engineering

Lebih terperinci

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA Ahmad Haryono 1*, Kurniawan Joko Nugroho 2* 1 dan 2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Pratama Mulia Surakarta

Lebih terperinci

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM Bibit Sugito Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan,

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon

Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 3 No.2. Oktober 2009 (144-149) Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon I Made Gatot Karohika Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

PENGARUH ANNEALING TERHADAP LAS MIG DENGAN GAS PELINDUNG CO2 (100%) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DAN MAKRO PADA BAJA STAM 390 G

PENGARUH ANNEALING TERHADAP LAS MIG DENGAN GAS PELINDUNG CO2 (100%) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DAN MAKRO PADA BAJA STAM 390 G PENGARUH ANNEALING TERHADAP LAS MIG DENGAN GAS PELINDUNG CO2 (1%) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DAN MAKRO PADA BAJA STAM 39 G Ir.Soegitamo Rahardjo 1, Dwiki Darmansyah 2 Lecture 1,College student

Lebih terperinci