BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pola Asuh Orang Tua 1.1 Pengertian pola asuh orang tua Menurut Soetjiningsih (2004) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Pengasuhan menurut Shochib, (2000) adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud di sini adalah mengasuh anak. Menurut derajat pengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak, mengurus makan, minum, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan pengertian diatas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan, yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya.

2 1.2 Tipe pola asuh orang tua Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi perilaku yaitu Directive Behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi searah di mana orangtua menguraikan peran anak dan memberitahu anak apa yang harus mereka lakukan, di mana, kapan, dan bagaimana melakukan suatu tugas. Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah di mana orang tua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan perilaku anak. Anak yang disiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya, tanggung jawab orangtua adalah mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang menciptakannya, dirinya sendiri, sesama manusia, dan lingkungan alam dan mahkluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral. Orangtua yang mampu berprilaku seperti diatas, berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk mengupayakannya (Shochib, 2000).

3 Beberapa pendapat mengenai tipe pola asuh orangtua diantaranya sebagai berikut : a. Tipe pola asuh menurut Wong (2008), ada tiga tipe pola asuh orang tua antara lain : 1. Pola asuh otoriter (diktator) Orang tua mencoba untuk mengontrol prilaku diktator dan sikap anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Orangtua menetapkan aturan dan regulasi atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolut, sikap mematuhi kata-kata mereka dan menghormati prinsip dan kepercayaan keluarga tanpa kegagalan. Orangtua menghukum secara paksa setiap prilaku yang berlawanan dengan standar orang tua. Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa penarikan diri pada anak yang mengakibatkan perilaku cendrung untuk menjadi sensitif, pemalu, tidak percaya diri, menyadari diri sendiri, cepat lelah dan tunduk. Mereka cendrung menjadi sopan, setia, jujur dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika penggunaan kekuasaan diktator orangtua disertai dengan supervisi ketat dan tingkat kasih sayang yang masuk akal.

4 Jika tidak penggunaan kekuasaan diktator lebih cenderung untuk dihubungkan dengan prilaku menentang dan antisosial. 2. Pola asuh permisif (laissez faire) Orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak -anak mereka. Orang tua yang bermaksud baik ini bingung antar sikap permisif dan pemberian izin. Mereka menghindari untuk memaksa standar prilaku mereka dengan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktifitas sendiri sebanyak mungkin. Orangtua menganggap diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak bukan merupakan model peran, tetapi jika peraturan memang ada orangtua menjelasakan alasan yang mendasarinya, mendukung pendapat anak dan berkonsultasi dengan meraka dalam pembuatan keputusan. Mereka memberlakukan kebebasan dalam bertindak, disiplin yang inkonsisten, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal, dan tidak mencegah anak merusak rutinitas di rumah. Orangtua jarang menghukum anak karena sebagian besar prilaku dianggap dapat diterima. Anak-anak dari orangtua yang permisif sering kali tidak mematuhi, tidak menghormati, kurang percaya diri, tidak bertanggung jawab dan secara umum tidak mematuhi kekuasaan.

5 3. Pola asuh demokratik (otoritatif) Orangtua mengkombinasikan praktik mengasuh anak dari dua gaya yang ekstrem. Mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan alasan peraturan secara negatif menguatkan penyimpangan. Mereka menghormati individualitas dari setiap anak dan mengizinkan mereka untuk menyuarakan keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol orangtua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan dukungan, pengertian, dan keamanan. kontrol difokuskan pada masalah, tidak ada penarikan rasa cinta, atau takut pada hukuman. Orangtua membantu pengarahan diri pribadi, yaitu suatu kesadaran mengatur perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau malu untuk melakukan hal yang salah, bukan karena takut tertangkap atau takut dihukum. Tipe mengasuh anak yang paling berhasil dalam metode otoritatif dimana orangtua tidak membuat batasan yang kaku dan memaksa tetapi tetap mempertahankan kontrol yang kuat terutama pada area ketidaksepakatan orangtua dan anak dan juga orangtua mendengarkan apa yang dipikirkan oleh anak dan anak cenderung lebih percaya diri.

6 b. Tipe pola asuh menurut Ali. M dan Asrori. M, (2004) 1. Pola asuh bina kasih (induktion) Pola asuh bina kasih yaitu pola asuh yang diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan senatiasa memberikan penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya. Pada tipe asuh seperti ini dijumpai perilaku orangtua yang directive dan supportive tinggi. 2. Pola asuh unjuk kuasa Pola asuh unjuk kuasa yaitu pola asuh yang diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuh oleh anak meskipun anak tidak biasa menerimanya. Pada tipe pola asuh ini dijumpai prilaku orangtua yang directive tinggi dan supportive rendah. 3. Pola asuh lepas kasih Pola asuh lepas kasih yaitu pola asuh yang diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orangtuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orangtuanya maka cinta kasihnya itu akan dikembalikan seperti sediakala. Pada tipe pola asuh ini dijumpai perilaku orangtua yang directive dan supportive rendah.

7 c. Tipe pola asuh menurut Surbakti, (2009) 1. Pola asuh overprotected Pola asuh overprotected yaitu bentuk pola asuh yang menonjolkan perlindungan yang berlebihan. Munculnya sikap atau tindakan yang berlebihan karena perasaan khawatir yang terlalu berlebihan dari orang tua disertai keinginan untuk memberikan perlakuan dan perlindungan terbaik bagi anak remajanya. Banyak orang tua yang kuarang menyadari bahwa remaja dibesarkan dalam pola asuh overprotected akan memiliki mentalitas yang lemah bila dihadapkan dengan berbagai tantangan, menjadi peragu, kurang memiliki insiatif, memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, cenderung mudah cemas dan penakut, tidak berani menghadapi kenyataan, kurang memiliki rasa percaya diri, cenderung selalu merasa terancam dan menghindari tanggung jawab, kemampuan berinteraksi rendah. 2. Pola asuh otoritarian Pola asuh otoritarian yaitu pola asuh yang menekankan kekuasaan tanpa kompromi sehingga seringkali menimbulkan korban sia-sia. Bagi orangtua yang menganut pola asuh otoritarian dimana segala sesuatu berdasarkan instruksi dari orangtua.

8 Ini dilakukan semata-mata untuk menghentikan argumentasi, untuk membungkam sikap kritis, ingin menegakan wibawa dan kehormatan sebagai orangtua, keinginan memaksa kehendak. Hasil penerapan pola asuh otoritarian menyebabkan anak remaja mengalami tertekan secara psikis dan fisik, kehilangan dorongan semangat juang, mudah putus asa, mengalami luka batin, sering menyalahkan keadaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, tidak berani mengemukakan pendapat. 3. Pola asuh permisif Pola asuh permisif yaitu suatu pola asuh yang paling banyak diterapkan oleh keluarga alasan yang paling sering dikemukakan orangtua adalah kurangnya waktu untuk mengawasi anak-anak remaja mereka karena kesibukan seharihari dengan berbagai alasan dampak pada anak remaja yaitu anak remaja berkembang dengan kepribadian dan emosional yang kacau. 1.3 Dimensi Pola Asuh Baumrind 1994 (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari adanya dua dimensi pola asuh, yaitu : 1. Acceptance/Responsiveness yaitu menggambarkan bagaimana orangtua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orangtua.

9 Mengacu pada beberapa aspek, yakni sejauh mana orangtua mendukung dan sensitif pada kebutuhan anak-anaknya, sensitif terhadap emosi anak, memperhatikan kesejahteraan anak, bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama, serta bersedia untuk memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka berprestasi atau memenuhi harapan mereka. Dapat menerima kondisi anak, orangtua responsif penuh kasih sayang dan sering tersenyum, memeberi pujian, dan mendorong anak-anak mereka. Mereka juga membiarkan anak-anak mereka tahu ketika mereka nakal atau berbuat salah. Orangtua kurang menerima dan responsif sering kali cepat mengkritik, merendahkan, menghukum, atau mengabaikan anak-anak mereka dan jarang mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa mereka dicintai dan dihargai. 2. Demandingness/Control yaitu menggambarkan bagaimana standar yang ditetapkan oleh orangtua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orangtua. Mengacu pada beberapa aspek yakni: a. Pembatasan, orangtua membatasi tingkah laku anak menunjukkan usaha orangtua menentukan hal-hal yang harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan anak.

10 b. Tuntutan, agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku dan tanggung jawab sosial sesuasi dengan standar yang berlaku sesuai keinginan orang tua. c. Sikap ketat, berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang tua tidak menghendaki anak membantah atau mengajukan keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan, d. Campur tangan, tidak adanya kebebasan bertingkah laku yang diberikan orangtua kepada anaknnya. Orangtua selalu turut campur dalam keputusan, rencana anak, orangtua tidak melibatkan anak dalam membuat keputusan tersebut, orangtua beranggapan apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan benar untuk anak. e. Kekuasaan sewenang-wenang menggambarkan bahwa orangtua menerapkan kendali yang ketat, kekuasaan terletak mutlak pada orangtua. Mengendalikan atau menuntut aturan yang ditetapkan orangtua, mengharapkan anak-anak mereka untuk mengikuti mereka, dan memantau anak-anak mereka dengan ketat untuk memastikan bahwa aturan-aturan dipatuhi. Orangtua yang kurang dalam pengendalikan atau menuntut (sering disebut orangtua permisif) membuat tuntutan yang lebih sedikit dan memungkinkan anak-anak mereka memiliki banyak kebebasan dalam

11 mengeksplorasi lingkungan, mengungkapkan pendapat mereka dan emosi, dan membuat keputusan tentang kegiatan mereka sendiri. 1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial remaja Menurut Gerungan, (2000) ada beberapa faktor-faktor keluarga yang memungkinkan mempengaruhi perkembangan psikososial remaja antara lain : a. Status sosial ekonomi Keadaan sosial ekonomi mempunyai peranan terhadap perkembanga psikososial anak. Apabila perekonoian keluarga cukup, maka lingkungan material yang dihadapi remaja di dalam keluarganya itu lebih luas. Remaja mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangakan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat dicapai apabila tidak ada alat-alatnya. Orangtua dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara kebutuhankebutuhan primer kehidupan manusia. b. Keutuhan keluarga Salah satu faktor utama lain yang mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak ialah faktor keutuhan keluarga. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga ialah, pertama-tama keutuhan dalam struktur keluarga yaitu bahwa didalam keluarga itu adanya ayah disamping adanya ibu dan anak-anaknya.

12 Apabila tidak ada ayah atau ibunya atau kedua-duanya, maka struktur keluarga sudah tidak utuh lagi. Selain keutuhan dalam struktur keluarga, dimaksudkan pula keutuhan dalam interaksi keluarga, jadi bahwa di dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar (harmonis). c. Sikap dan kebiasaan orang tua Cara-cara dan sikap-sikap yang ditanamkan orangtua di rumah memegang peranan yang penting dalam pergaulan anak. Hal ini disebakan oleh karena keluarga merupakan sebab kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, struktur, norma-norma dinamika kelompok, termasuk cara-cara kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi anggota kelompok tersebut. Cara-cara bertingkah laku orangtua yang dalam hal ini menjadi pimpinan kelompoknya, sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga, dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pribadi anaknya. d. Status anak Status anak juga berperan sebagai suatu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan psikososialnya di dalam keluarga seperti anak tunggal, anak sulung, atau anak bungsu diantara saudara sekandung.

13 e. Peranan dan fungsi keluarga Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentangan nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang penting untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insan (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari Maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (selfactualization). Iklim keluarga yang sehat atau perhatian orangtua yang penuh kasih sayang mempunyai faktor esensial yang memfasilitasi perkembangan psikologis anak tersebut.

14 Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga ini dapat dikemukakan bahwa secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya, sebagai pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis, sumber kasih sayang dan penerimaan model pola prilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik, pemberi bimbingan bagi pengembangan prilaku yang sosial dianggap tepat, pembentukan anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan, pemberi bimbingan dalam belajar ketrampilan motorik verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri, stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat, pembimbing dalam mengembangkan apirasi dan sumber persahabatan/ teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.

15 2. Konsep Remaja 2.1 Pengertian remaja Remaja dalam bahasa Latin adalah adolescence, yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Istilah adolescence sesungguhnya mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar (Hurlock, 1991). Menurut Soetjiningsih, (2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. 2.2 Kategori remaja Menurut Wong, (2008) masa remaja dibagi atas 3 masa remaja awal (usia tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun), masa remaja akhir (18-20 tahun). Sedangkan menurut Hurlock, (1991) masa remaja dibagi atas 2 masa remaja awal (13-17 tahun), masa remaja akhir (17-18 tahun).

16 2.3 Ciri-ciri masa remaja Menurut Hurlock, (1991) semua periode yang penting selama rentang kehidupan masa remaja mempunyai ciri -ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain : a. Masa remaja sebagai periode yang penting Bagi sebagian besar anak muda usia antara dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan, semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap dan nilai serta minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Sebuah peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap berikutnya dimana anak harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola prilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada empat perubahan pada perkembangan masa remaja yang bersifat universal antara lain :

17 1. Pertama meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. 2. Kedua perubahan tubuh, bagi remaja muda masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. 3. Ketiga berubahnya minat dan pola perilaku, sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman merupakan petunjuk popularitas yang lebih penting dari pada sifat-sifat yang dikagumi dan dihargai oleh teman-teman sebaya 4. Keempat sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan dimana mereka menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Ini dikarenakan sepanjang masa kanak-kanak masalah pada masa anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah tersebut. e. Masa remaja sebagai mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya apa peranannya dalam masyarakat.

18 f. Masa remaja sebagai usia menimbulkan ketakutan Beberapa anggapan tentang remaja bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cendrung merusak dan berperilaku merusak, menyabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja mudah takut tidak bertanggung jawab dan bersikap tidak bersimpatik. g. Masa remaja masa yang tidak realistik Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip dan memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. 2.4 Tugas Perkembangan Masa remaja Menurut Agoes, (2004) ada beberapa tugas perkembangan pada masa remaja antara lain menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis dan psikologis, belajar bersosialisasi sebagai laki-laki maupun wanita, memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua, remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis.

19 3. Hubungan pola asuh terhadap perkembangan sosial pada remaja Menurut W.A Gerungan (2000), perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan berkerja sama. Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orangtua, saudara, taman sebaya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan sosial anak remaja sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan dan bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari proses bimbingan orangtua ini lazim disebut sosialisasi, di dalam proses membimbing remaja tersebut orangtua dapat mengarahkan sikap dan perilaku remaja melalui penerapan disiplin. Perkembangan sosial remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun, apabila lingkungan

20 sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tata karma dan budi perkerti, cendrung menampilkan prilaku maladjustment, seperti pemalu, senang mendominasi orang lain, egois/selfish, senang mengisolasi diri dan menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, serta kurang memperdulikan norma dan berprilaku. Menurut Ali. M dan Asrori. M, (2004) ada beberapa karakteristik perkembangan sosial remaja antara lain : a. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. Masa remaja disebut masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang mendalam dari remaja merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan pernyataan diri akan kemampuan kemandiriannya. b. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada pendirian dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksi terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma- norma tertentu pula.

21 Bagi remaja yang idealis dan memiliki kepercayaan penuh akan cita-citanya, menuntut norma-norma sosial yang mutlak meskipun segala sesuatu telah dicobanya gagal. Sebaliknya bagi remaja yang bersikap pasif terhadap keadaan yang dihadapi akan cendrung menyerah atau bahkan apatis. Namun, ada kemungkinan seseorang tidak akan menuntut normanorma sosial yang demikian mutlak, tetapi tidak pula menolak seluruhnya. c. Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis Menyebabkan remaja pada umumnya berusaha keras memiliki teman dekat dari lawan jenisnya atau pacaran. Untuk itu remaja perlu diajak berkomunikasi secara rileks dan terbuka untuk membicarakan halhal yang berhubungan dengan lawan jenis. d. Mulai cendrung memilih karir tertentu Perkembangan karir remaja masih perlu diberikan wawasan karir disertai dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing jenis karir tersebut. Menurut Thornburg, (1982 dalam Agoes Dariyo, 2004) mengemukakan tahap-tahap perkembangan sosialisasi antara lain : Tahap Kesempatan belajar sosial Kanak awal dan menengah lahir 18 tahun Konfirmasi belajar sosial Praremaja tahun Kematangan sosial Remaja tahun Integrasi sosial Remaja akhir dan dewasa muda tahun Menemukan identitas sosial Orangtua 24 tahun ke atas Rata-rata tugas Mencapai perilaku sosial Mengkonfirma si, menyaring, membentuk Belajar sosial alternatif Sintesa ideide sosial diri (self- Menemukan peran sosial

22 perilaku yang dipelajari dengan solid sosial) Pengaruh utama Orangtua Orangtua Temana sebaya Teman sebaya Teman sebaya dan masyarakat masyarakat Pengaruh teman sebaya Tahap transfer Minimal Tidak kuat Kuat Kuat Tidak kuat Fasilitas Makin kuat Berkurang Fasilitas Saling berhubungan Menurut Ali. M dan Asrori. M, (2004) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja anatara lain : a. Lingkungan Keluarga Sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh anak remaja dalam proses perkembangan sosialnya yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima dan kebebasan untuk menyatakan diri. Rasa aman meliputi perasaan aman secara material dan mental. Perasaan aman secara material berarti pemenuhan kebutuhan pakaian, makanan, dan sarana lain yang diperlukan sejauh tidak berlebihan dan tidak berada di luar kemampuan orangtua. Perasaan aman secara mental berarti pemenuhan oleh orangtua berupa perlindungan emosional, menjauhkan ketegangan, membantu dan menyelesaiakan masalah yang sedang dihadapi dan memberikan bantuan dan menstabilkan emosinya.

23 Pada remaja membutuhkan akan penghargaan atau dihargai oleh keluarga dan orang lain. Oleh karena itu, mempermalukan anak di depan orang banyak merupakan pukulan jiwa yang sangat berat dan berakibat buruk bagi perkembangan sosial anak. Dalam aspel psikologis, anak dapat terhambat atau tertekan, misalnya kemampuan dan kreativitasnya sehingga mengakibatkan anak menjadi banyak berdiam diri. Sikap seperti ini muncul karena merasa bahwa sesuatu yang akan dikemukakannya tidak akan mungkin mendapatkan sambutan atau bahkan dipermalukan, sebaliknya memberi pujian kepada anak secara tepat adalah sangat baik. Cara ini akan dapat menimbulkan perasaan disayangi pada diri anak yang dinyatakan secara menyenangkan oleh orangtua. Menyatakan kasih sayang kepada anak sampai anak menyadari bahwa dirinya disayangi oleh orangtuanya adalah sesuatu yang sangat penting. Seorang anak yang merasa dirinya disayangi akan memiliki kemudahan untuk dapat menyayangi orangtua dan keluarganya, sehingga akan merasakan bahwa dirinya dibutuhkan dalam keluarga. Dalam situasi ini anak akan merasa aman, dihargai dan disayangi anak tidak merasa takut untuk menyatakan dirinya, pendapatnya, maupun mendiskusikan kesulitan yang dihadapinya karena merasa bahwa orangtua atau keluarganya ibarat sumber kekuatan yang selalu membantu dimanapun dan kapanpun dirinya memerlukan. Perkembangan sosial, remaja membutuhkan iklim kehidupan keluarga yang kondusif yang mengandung tiga unsur yaitu, karakteristik

24 khas internal keluarga yang berbeda dari keluarga lainnya, karakteristik khas itu dapat mempengaruhi perilaku individu dalam keluarga itu (termasuk remajanya), unsur kepemimpinan dan keteladanan kepala keluarga, sikap, dan harapan individu dalam keluarga. Harmonis tidaknya, intensif tidaknya interaksi antara anggota keluarga akan mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang ada di dalam keluarga. Menurut Gardner, (1983 dalam Ali.M dan Asrori. M, 2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi antara anggota keluarga yang tidak harmonis merupakan suatu potensial menjadi penghambat perkembangan sosial remaja. Menurut Jay Kesler (1978 dalam Ali. M dan Asrori. M, 2004) remaja sangat memerlukan keteladanan dari orang tua dan orang dewasa lainnya. b. Lingkungan Sekolah Kehadiran disekolah merupakan perluasan lingkungan sosialnya dalam proses sosialisasinya dan sekaligus merupakan faktor lingkungan baru yang sangat menentang atau bahkan mencemaskan akan dirinya. Para guru dan teman-teman sekelas membentuk suatu sitem yang kemudian menjadi semacam lingkungan norma bagi dirinya. Selama tidak ada pertentangan, selama itu pula anak tidak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya. Namun, jika salah satu kelompok lebih kuat dari lainnya, anak akan menyelesaikan dirinya dengan kelompok dimana dirinya dapat diterima dengan baik.

25 Ada empat tahap proses penyesuaian diri yang harus dilalui oleh anak selama membangun hubungan sosialnya antara lain, anak dituntut agar tidak merugikan orang lain serta menghargai dan menghormati hak orang lain, anak didik untuk menaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam melakukan interaksi sosial saling memberi dan menerima, anak dituntut untuk memahami orang lain sebagaimana dalam lingkungan keluarga, lingkungan sosial juga dituntut menciptakan iklim kehidupan sekolah yang kondusif bagi pekembangan sosial remaja. Sekolah merupakan salah satu lingkungan tempat remaja hidup dalam kesehariannya. Sebagaimana keluarga, sekolah juga memiliki potensi memudahkan atau menghambat bagi perkembangan hubungan sosial remaja sebaliknya, sekolah yang iklim kehidupannya bagus dapat mempelancar atau bahkan memacu perkembangan hubungan sosial remaja. c. Lingkungan Masyarakat Masalah yang dialami oleh remaja dalam proses sosialnya adalah bahwa tidak jarang masyarakat bersikap tidak konsisten terhadap remaja. Di satu sisi remaja dianggap sudah beranjak dewasa tetapi kenyataanya di sisi lain mereka tidak diberikan kesempatan atau peran penuh sebagimana orang yang sudah dewasa. Untuk masalah-masalah yang dianggap penting dalam menentukan, remaja masih sering dianggap anak kecil atau paling tidak dianggap belum mampu sehingg sering menimbulkan kekecewaan atau kejengkelan pada remaja. Keadaan seperti

26 ini seringkali menjadi penghambat perkembangan sosial remaja. Remaja yang sedang mengarungi perjalanan masa mencari jati diri sehingga faktor keteladanan dan kekonsistenan sistem nilai dan norma masyarakat juga menjadi sesuatu yang sangat penting. Iklim kehidupan masyarakat memberikan urutan penting bagi variasi perkembangan hubungan sosial remaja. Menurut Gunarsa, S.D, (2003) peran orangtua dalam perkembang sosial remaja antara lain, orangtua memberi kasih sayang dan kebebasan bertindak sesuai dengan umur para remaja dapat diharapkan akan mengalami perkembangan yang optimal, orangtua yang tidak mendukung anak dalam memperkembangkan keinginan bertindak sendiri, atau mungkin sama sekali menetang keinginan anak untuk bertindak sendiri, maka perkembangan perubahan peranan sosial tidak dapat diharapkan mencapai hasil yang lebih baik, hubungan antara orangtua dengan anak turut menentukan persiapan para remaja dalam menghadapi kesulitan dalam perubahan peran sosial, seseorang yang terlalu banyak memperoleh perlindungan orangtua pada masa kecil akan mengalami kesulitan bila harus memenuhi harapan-harapan sehubungan dengan kehidupan dewasa di luar keluarganya, orangtua yang selalu memanjakan anaknya dalam segala hal memenuhi keinginan anaknya, kurang membantu anaknya dalam persiapan kedewasaan, orangtua yang menunjukkan perlakuan yang terlalu keras pada reaksi anak pada masa kecil sebaliknya ketika masa remaja sulit dikendalikan.

27 Menurut Hurlock, (1991) ada beberapa sebab pertentangan selama masa remaja antara lain : a. Standar perilaku Remaja sering menganggap standar prilaku orangtua yang kuno dan yang moderen berbeda dan standar prilaku orangtua yang kuno harus menyesuaikan diri dengan yang moderen. b. Metode disiplin Metode disiplin yang digunakan orang tua dianggap tidak adil maka remaja akan memberontak, dimana orangtua lebih berkuasa dari pada yang lainnya. c. Hubungan dengan saudara kandung Remaja mungkin menghina adiknya dan membenci kakaknya sehingga menimbulkan pertentangan dengan mereka dan juga dengan orangtua yang dianggap bersikap pilih kasih. d. Merasa menjadi korban Remaja sering merasa benci kalau status sosial ekonomi keluarga tidak memungkinkannya mempunyai simbol-simbol status yang sama dengan yang dimiliki teman-temannya. e. Perilaku yang kurang matang Orangtua sering mengembangkan sikap menghukum bila para remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab atau membelanjakan uang semaunya.

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku remaja. Dimana konsep-konsep ini akan membantu dalam menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku remaja. Dimana konsep-konsep ini akan membantu dalam menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai konsep dari pola asuh orangtua dan perilaku remaja. Dimana konsep-konsep ini akan membantu dalam menjelaskan mengenai hubungan pola asuh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01 Coffee Morning Global Sevilla School Jakarta, 22 January, 2016 Rr. Rahajeng Ikawahyu Indrawati M.Si. Psikolog Anak dibentuk oleh gabungan antara biologis dan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pola Asuh a. Pengertian Pola Asuh Orang tua hendaknya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya. Yusuf (2010:37) menyatakan bahwa orang tua bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan sah yang dapat membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan pada anak usia prasekolah 1. Pengertian Disiplin merupakan cara orang tua mengajarkan kepada anak tentang perilaku moral yang dapat diterima kelompok. Tujuan utamanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL

PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL PERAN KELUARGA STRATEGIS DAN KRUSIAL Belum memiliki budi pekerti tertentu, belum memiliki bentuk jiwa yang tetap dan masih bersifat global. Anak masih mudah menerima pengaruh dari lingkungan POTENSI KELUARGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun) Pertemuan Orang Tua Masa perkembangan setelah masa anak-anak dan menuju masa dewasa, yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, moral, dan kesadaran beragama. REMAJA Batasan Usia Remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja cenderung diartikan oleh banyak orang sebagai usia bermasalah. Hal tersebut dikarenakan pada masa remaja banyak terjadi perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan dengan saudara merupakan jenis hubungan yang berlangsung dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kerangka pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh

Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh M. Husen, Abu Bakar, Dila Taslia Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Unsyiah Banda Aceh m.husen.fkip.unsyiah@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang anak, keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan terutama yang dikenalnya. Pada pendidikan keluarga seorang anak tumbuh dan berkembang. Sumaatmadja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah perkembangan (developmental) merupakan bagian dari masalah psikologi. Masalah ini menitik beratkan pada pemahaman dan proses dasar serta dinamika perilaku

Lebih terperinci

PERANAN ORANGTUA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN ANAK USIA DINI. DAMAIWATY RAY Dosen PG PAUD FIP Unimed

PERANAN ORANGTUA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN ANAK USIA DINI. DAMAIWATY RAY Dosen PG PAUD FIP Unimed PERANAN ORANGTUA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN ANAK USIA DINI DAMAIWATY RAY Dosen PG PAUD FIP Unimed Email : damaiwaty@gmail.com ABSTRAK Salah satu aspek yang penting yang harus di bentuk dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian pola asuh Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah satunya adalah mendidik anak. Menurut (Edwards, 2006), menyatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci