BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau akal budi. Menurut Tika (2008) yang mengutip pendapat Owens, budaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau akal budi. Menurut Tika (2008) yang mengutip pendapat Owens, budaya"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Organisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), budaya berarti pikiran atau akal budi. Menurut Tika (2008) yang mengutip pendapat Owens, budaya adalah suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur organisasi, dan sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku. Setiap organisasi memiliki budaya. Pada hakikatnya budaya merupakan faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya (Soeroso, 2003). Menurut Piti Sithi-Amnuai (Ndraha, 2003), pembentukan budaya organisasi dimulai begitu organisasi berdiri. Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun masalahmasalah internal yaitu persatuan dan keutuhan organisasi. Secara individu maupun kelompok, seseorang tidak akan terlepas dari budaya organisasi, dan pada umumnya anggota organisasi akan dipengaruhi oleh sumber daya yang ada dalam organisasi. Robbins (2006) menyatakan budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lain. Jadi budaya organisasi memberikan identitas ke

2 anggota-anggota organisasinya. Menurut Peter Hess yang dikutip Matondang (2008), budaya organisasi menggambarkan seperangkat keyakinan dan normanorma, nilai-nilai bersama oleh anggota organisasi yang kemudian dihubungkan dengan cara kerja (kinerja). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sutrisno (2010), dimana nilai, keyakinan, norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja (Sutrisno, 2010). Budaya organisasi dapat memedomani atau menuntun persepsi dan pikiran. Gordon dalam Sutrisno (2010) menyimpulkan bahwa budaya organisasi dapat berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan Pembentukan Budaya Organisasi Menurut Agung (2007), ada 3 (tiga) macam proses terbentuknya budaya suatu organisasi, yaitu (1) Diciptakan oleh pendirinya; (2) Terbentuk sebagai upaya untuk menjawab tantangan dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal; dan (3) Diciptakan oleh tim manajemen sebagai cara untuk meningkatkan kinerja organisasi secara sistematis. Menurut Ndraha (2003) dan Robbins (2006), budaya organisasi yang terbentuk tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah baik itu eksternal maupun internal yang menyangkut

3 keutuhan organisasi cenderung berurat berakar, sehingga sukar bagi para manajer untuk mengubahnya karena terbentuk tidak dalam sekejap. Proses terbentuknya budaya organisasi menurut Robbins (2006) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Manajemen Filosofi Organisasi yang Dijumpai Kriteria Seleksi Puncak Budaya Organisasi Sosialisasi Gambar 2.1. Proses Pembentukan Budaya Organisasi (Robbins, 2006) Tika (2008) mengungkapkan bahwa pemimpin dan kelompok dalam suatu organisasi bisa mengubah budaya organisasi. Perubahan budaya organisasi tersebut bisa cepat dan bisa berangsur-angsur. Namun secara umum proses perubahan budaya organisasi membutuhkan waktu antara 5-20 tahun tergantung seberapa cepat peristiwa-peristiwa berjalan Fungsi Budaya Organisasi Robbins (2006) mengatakan budaya yang terbentuk dalam suatu organisasi memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Menetapkan tapal batas yang membedakan secara jelas antara satu organisasi dan yang lain; (2) Memberikan rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi; (3) Memudahkan penerusan komitmen hingga

4 mencapai batasan yang lebih luas daripada kepentingan individu; (4) Meningkatkan kemantapan sistem sosial (perekat sosial) yang membantu menyatukan organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota; dan (5) Mekanisme pembuat makna dan pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggota organisasi. Menurut Pascale dan Atos yang dikutip oleh Matondang (2008) menyatakan bahwa fungsi budaya organisasi bisa juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu mengatasi masalah yang menyangkut lingkungan perubahan eksternal di mana budaya organisasi tidak cepat melakukan adaptasi. Budaya yang kuat yang berpotensi disfungsional akan mengganggu fungsi keefektifan organisasi (Robbins, 2006) Nilai-nilai dalam Budaya Organisasi Sashkein dan Kisher (Tika, 2008) mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri dari dua komponen, yaitu: (1) Nilai (value), yakni sesuatu yang diyakini oleh warga organisasi untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah; (2) Keyakinan (belief), yakni sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi. Secara harfiah nilai berarti harga. Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan apabila nilai bersifat positif dalam arti menguntungkan atau menyenangkan dan memudahkan pihak yang memperolehnya untuk memenuhi kepentingannya, dan sebaliknya tidak diinginkan apabila nilai tersebut

5 bersifat negatif dan merugikan atau menyulitkan pihak yang memperolehnya untuk memengaruhi kepentingannya sehingga nilai tersebut dijauhi. Menurut Bratakusumah (2002), nilai adalah ukuran yang mengandung kebenaran dan kebaikan tentang keyakinan dan perilaku organisasi yang paling dianut dan digunakan sebagai budaya kerja dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan visi dan misi organisasi. Nilai merupakan esensi dari filosofi organisasi untuk mencapai kesuksesan, memberikan rasa kebersamaan dan arah serta petunjuk-petunjuk pada seluruh anggota, dan bagaimana berperilaku dari hari ke hari. Seperti yang diungkapkan oleh Gibson (Matondang, 2008), budaya organisasi adalah apa yang dipahami oleh karyawan dan bagaimana persepsi itu menciptakan sebuah pola dari keyakinan, nilai-nilai dan harapan. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Peter Hess bahwa budaya organisasi biasanya menggambarkan seperangkat keyakinan, norma-norma dan nilai-nilai hal tersebut sehubungan dengan cara kerja dan apa-apa yang dianggap penting dalam organisasi (Matondang, 2008). Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang, Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang menetapkan visi dan misi yang didasari oleh nilai-nilai yang dianut dan dijunjung tinggi oleh seluruh pegawai (Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2009). Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:

6 1. Berpihak pada rakyat. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang akan selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. UUD 1945 juga menetapkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan definisinya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), berpihak kepada rakyat dapat diartikan mengikut/memilih rakyat. 2. Bertindak cepat dan tepat. Masalah kesehatan yang dihadapi makin bertambah kompleks dan berubah dengan cepat, bahkan kadang-kadang tidak terduga, yang dapat menimbulkan masalah darurat kesehatan. Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat, harus dilakukan tindakan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan yang cermat, sehingga intervensi yang tepat dapat mengenai sasaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), cepat berarti segera sekali dan mengerjakan sesuatu dalam waktu singkat. Sedangkan tepat adalah kena benar dengan sasaran, tujuan, dan maksud. 3. Kerjasama tim. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang sebagai organisasi pemerintah memiliki sumberdaya manusia yang cukup banyak. Sumber daya manusia ini merupakan potensi bagi terbentuknya suatu tim

7 besar. Oleh karena itu, dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama bukan sekedar bekerja bersama-sama, namun kerjasama di antara dua potensi yang berbeda atau lebih, dengan beban, tanggung jawab, dan fungsi yang berbeda dan hasilnya lebih dari sekedar penjumlahannya (Poerwopoespita dan Utomo, 2000). 4. Integritas yang tinggi. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, setiap pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang harus memiliki komitmen yang tinggi dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Selain itu, dalam melaksanakan tugas, semua pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang harus memiliki ketulusan hati, kejujuran, berkepribadian yang teguh, dan bermoral tinggi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), integritas diartikan sebagai mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan/kejujuran. 5. Transparan dan akuntablitas. Dalam era demokrasi dan perkembangan masyarakat yang lebih cerdas dan tanggap, tuntutan atas pelaksanaan tugas

8 yang transparan dan dapat dipertanggung-gugatkan (akuntabel) terus meningkat. Oleh karenanya semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, harus dilaksanakan secara transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan kepada publik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), transparan berarti jernih; nyata; jelas; tidak terbatas pada orang tertentu saja; terbuka. Sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban Budaya Kuat, Budaya Lemah dan Budaya Adaptif Budaya menyampaikan kepada setiap anggota organisasi bagaimana pekerjaan dilakukan dan apa-apa saja yang bernilai penting. Bergantung pada kekuatannya, budaya dapat memengaruhi sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi secara bermakna (Robbins, 2006). Budaya yang kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan disepakati secara luas. Budaya organisasi yang kuat memberikan kejelasan tentang perilaku yang harus ditempuh dan memberikan identitas organisasi (Matondang, 2008). Semakin banyak jumlah anggota yang menerima dan menghayati nilai-nilai inti, menyepakati makna dan kepentingannya, dan semakin besar komitmen para anggota terhadap nilai-nilai tersebut, maka akan semakin kuat pula budaya organisasi tersebut.

9 Budaya yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap sikap anggota organisasi dibandingkan dengan budaya yang lemah (Robbins, 2006). Sebaliknya budaya organisasi dipandang lemah bila sangat terfragmentasi dan tidak disatukan dan diikat dalam nilai dan keyakinan bersama. Menurut Kotter dan Heskett seperti dikutip oleh Soetjipto dan Firmanzah (2006), kuat atau tidaknya suatu organisasi dapat diindikasikan dari faktor-faktor sebagai berikut: 1. Stabilitas. Budaya yang kuat mampu memberikan identitas organisasi, sehingga membuat organisasi tidak terombang-ambing oleh keadaan internal maupun eksternal. 2. Kedalaman. Budaya yang kuat mampu menjelma menjadi nilai yang dianut oleh anggota organisasi. Nilai ini secara tidak disadari mengatur perilaku anggota di banyak aspek pekerjaan. 3. Cakupan. Budaya yang kuat mampu menjangkau sebanyak mungkin anggota dan aspek pekerjaan. Semakin banyak pegawai menganut budaya dimaksud dan semakin banyak aspek pekerjaan yang mengacu padanya, semakin kuat budaya organisasi. Menurut Killman et.al. (Tika, 2008), budaya organisasi yang kurang didukung dan sangat dipaksakan akan berpengaruh negatif pada organisasi dan akan memberi arah yang salah kepada para anggotanya. Akibatnya tugas-tugas tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan tentunya akan berpengaruh pada kinerja angotanya. Dengan kata lain, organisasi menjadi kurang mampu menyelesaikan masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.

10 Menurut Kotter dan Heskett seperti dikutip oleh Soetjipto dan Firmanzah (2006), budaya yang kuat terkadang bak pedang bermata dua, sebab bila budaya tersebut tidak tepat maka budaya akan semakin menjerumuskan organisasi. Budaya yang kuat namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan situasi sesungguhnya dapat mengakibatkan orang berperilaku menghancurkan. Menurut Kotter dan Heskett (Tika, 2008), budaya yang adaptif dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, yang akan diasosiasikan dengan kinerja yang superior sepanjang periode waktu yang panjang. Budaya yang adaptif meminta pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, percaya dan proaktif terhadap kehidupan organisasi juga kehidupan individu, dimana setiap anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat berfungsi. Ada suatu rasa percaya yang dimiliki bersama, gairah yang menyebar luas, semangat untuk melakukan apa saja yang dihadapi untuk mencapai keberhasilan organisasi, dan pada akhirnya para anggota reseptif terhadap perubahan dan inovasi. Budaya organisasi yang adaptif bersifat fleksibel dan tidak kaku dalam mengikuti keadaan. Organisasi yang berbudaya kuat dan adaptif memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan organisasi yang berbudaya kuat tapi kurang adaptif.

11 2.2. Kinerja Pengertian Kinerja Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) berarti sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja. Menurut Ilyas (1999), kinerja adalah penampilan hasil karya pada seluruh jajaran personil di dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Rivai (2005), kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Menurut Mangkunegara (2005), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani, 2003). Menurut Hasibuan (2001), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Menurut Ilyas (1999), kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok dan tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi. Berdasarkan pengertian di atas, Penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh individu maupun kelompok sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi

12 sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu dengan kemampuan alami atau kemampuan yang diperolehnya dari proses belajar serta keinginannya untuk berprestasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Menurut Mangkunegara (2005), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi. Mathis dan Jackson (2005) mengungkapkan beberapa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain (1) Kemampuan; (2) Motivasi; (3) Dukungan yang diterima; (4) Keberadaan pekerjaan yang dilakukan; dan (5) Hubungan dengan organisasi. Menurut Gibson (1987), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial, dan demografi seseorang; (2) Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja; dan (3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem penghargaan (reward system). Pengaruh ketiga faktor/variabel tersebut terlihat pada Gambar 2.2.

13 VARIABEL INDIVIDU 1. Kemampuan dan keterampilan a. Mental b. Fisik 2. Latar Belakang a. Keluarga b. Tingkat sosial c. Pengalaman 3. Demografis a. Umur b. Etnis c. Jenis kelamin PERILAKU (Apa yang dikerjakan) KINERJA (Hasil yang diharapkan) VARIABEL ORGANISASI 1. Sumber daya 2. Kepemimpinan 3. Imbalan 4. Struktur 5. Desain pekerjaan PSIKOLOGIS 1. Persepsi 2. Sikap 3. Kepribadian 4. Belajar 5. Motivasi Gambar 2.2. Faktor/Variabel yang Memengaruhi Kinerja (Gibson, 1987) Menurut Robbins (2006), kinerja karyawan bergantung pada tingginya tingkat pengetahuannya akan apa yang harus atau tidak harus ia kerjakan. Memahami cara yang benar untuk melakukan pekerjaan menunjukkan sosialisasi yang benar, yang mana sosialisasi yang dimaksud adalah proses penyesuaian karyawan dengan budaya organisasinya. Jadi sosialisasi yang tepat menjadi faktor yang penting dalam memengaruhi kinerja. Pada akhirnya kinerja sebuah organisasi masih tetap tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada pada organisasi tersebut. Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pernah tidaknya mengikuti kegiatan pelatihan dan pengembangan.

14 2.2.3 Hubungan Budaya Organisasi dengan Peningkatan Kinerja Menurut Robbins (2006), budaya organisasi dapat memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Persepsi subjektif karyawan secara keseluruhan terhadap organisasi didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi resiko, tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini kemudian memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar pada penguatan budaya. Pengaruh budaya organisasi pada kinerja dan kepuasan dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini. Faktor Tujuan Kekuatan 1. Inovasi dan penempatan resiko 2. Perhatian secara jelas 3. Orientasi hasil 4. Orientasi orang 5. Orientasi tim 6. Keagresifan 7. Stabil Berdampak pada Budaya Organisasi Tinggi Rendah Kinerja Kepuasan Gambar 2.3. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja dan Kepuasan (Robbins, 2006) Menurut Kotter dan Heskett dalam Tika (2008), hubungan budaya organisasi/perusahaan dengan kinerja perusahaan, yaitu: 1. Budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang.

15 2. Budaya perusahaan mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasawarsa yang akan datang. 3. Budaya perusahaan yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak, mudah berkembang bahkan dalam perusahaan-perusahaan yang penuh dengan orang-orang yang pandai dan berakal sehat. 4. Walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja. Tentunya upaya ini membutuhkan waktu dan menuntut kepemimpinan yang sedikit berbeda. Beberapa penelitian terdahulu mengenai hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja setiap anggota organisasi dimana budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian Koesmono (Zebua, 2009) menyatakan terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta kinerja karyawan pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur Tahun Hasil penelitian Kotter dan Heskett dalam Soetjipto dan Firmansyah (2006) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh pada kinerja jangka panjang di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

16 3. Hasil penelitian Damanik (2007) menyatakan terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi berprestasi perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Pematang Siantar. 4. Hasil penelitian Zuliani (2008) menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat ruang rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi. 5. Hasil penelitian Zebua (2009) menyatakan ada pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja staf rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Penilaian Kinerja Menurut Ilyas (1999), penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui suatu instrumen kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kinerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Melalui penilaian yang dilakukan, penilai dapat mengetahui apakah pekerjaan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan uraian tugas sebagai tolok ukur penilaian. Menurut Mangkunegara (2005), penilaian kinerja merupakan suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.

17 Berdasarkan pendapat Ilyas (1999) dan Mangkunegara (2005), Penulis menyimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui penampilan hasil kerja personil dan kinerja organisasi. Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan kunci utama untuk mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Gibson, et.al. (1997) menyebutkan tujuan penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pimpinan untuk menentukan imbalan (upah, promosi, dan alih tugas), identifikasi kebutuhan pelatihan, dan sebagai umpan balik bagi para pegawai. Robbins (2006) menyatakan ada 3 (tiga) kriteria yang paling umum dalam mengevaluasi hasil kerja individu, perilaku dan sifat, yaitu: 1. Hasil kerja seorang pekerja dilihat jika pada suatu pekerjaan mengutamakan hasil akhir, misalnya volume penjualan, biaya per-unit, produksi dan sebagainya. 2. Perilaku, dilakukan bila terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi hasil tertentu sebagai hasil langsung dari kegiatan seorang pekerja. Hal ini terutama pada pekerja sebagai bagian dari kelompok kerja. 3. Sifat, merupakan bagian yang paling lemah dari kriteria penilaian kinerja, sebab akhirnya sering dihilangkan dari kinerja aktual pekerjaan itu sendiri. Sifat-sifat yang dinilai seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, inisiatif, loyalitas, dan lainnya.

18 Menurut Dreher dan Dougherty (2001), pengukuran kinerja karyawan secara umum terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu penilaian terhadap hasil kerja (result-oriented performance measures) dan penilaian terhadap proses kerja (process-oriented and human judgement system). Menurut para ahli, kinerja dapat dinilai oleh berbagai pihak, yaitu: 1. Atasan langsung. Menurut Robbins (2006), penilaian atasan langsung terhadap bawahannya merupakan cara yang paling banyak dilaksanakan pada suatu organisasi. Namun banyak juga organisasi yang merasa penilaian tersebut mengandung kecacatan, karena ada atasan langsung yang enggan sebagai penentu dari karir bawahannya. 2. Rekan kerja. Penilaian dari rekan kerja merupakan salah satu sumber paling handal dari data penilaian, karena interaksi yang terjadi menyebabkan rekan sekerja mengenal secara menyeluruh kinerja seorang karyawan. Penilaian dari rekan sekerja sering berguna bagi penilaian kinerja profesional seperti perawat, pengacara dan guru besar (Dreher dan Dougherty, 2001). Kelemahan dari penilaian ini adalah rekan sekerja tidak bersedia untuk saling menilai, dan hasil yang bias kerena prasangka ataupun disebabkan hubungan persahabatan (Robbins, 2006). 3. Diri sendiri. Penilaian diri sendiri cenderung mengurangi kedefensifan para karyawan mengenai proses penilaian. Kelemahan cara penilaian diri sendiri adalah hasil penilaian yang sangat dibesar-besarkan, serta hasil penilaian diri sendiri dengan penilaian oleh atasan sering kali tidak cocok

19 (Robbins, 2006). Menurut Dreher dan Dougherty (2001) serta Robbins (2006), penilaian cara ini berguna sebagai konseling kinerja ataupun feedback dari atasan terhadap bawahan, jadi lebih berguna untuk pengembangan, bukan untuk maksud evaluatif. 4. Bawahan langsung. Menurut Robbins (2006), evaluasi bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer, karena penilai mempunyai kontak yang erat dengan yang dinilai. Kelemahan cara ini adalah rasa takut bawahan terhadap pembalasan dari atasan yang dinilai. 5. Penilaian 360 derajat. Merupakan penilaian kinerja menyeluruh dari segala arah, sehingga pekerja mendapat umpan balik (feedback) dari berbagai sumber, yaitu dari atasan langsung, dari rekan sekerja, dari bawahan, penilaian diri sendiri dan dari pelanggan baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal (Dreher dan Dougherty, 2001). Menurut Landy dan Farr (Rivai, 2005), secara umum data kinerja dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu judgement atau pengukuran bersifat subjektif dan nonjudgement atau pengukuran secara objektif. Pengukuran subjektif lebih sering digunakan, terutama oleh psikolog dalam mengevaluasi sikap manajerial, dengan alasan pengukuran secara objektif cenderung mempunyai reliabilitas rendah dan cenderung terbatas pada sejumlah pekerjaan Pengelolaan Data

20 2.3.1 Data dan Informasi Secara konseptual, data adalah deskripsi benda, kejadian, aktivitas, dan transaksi yang tidak mempunyai makna atau tidak berpengaruh secara langsung kepada pemakai (Kadir, 2003). Data merupakan bahan mentah. Data merupakan bahan, keterangan, fakta dan catatan (Kartono, 2010). Data yang telah diolah dengan cara tertentu akan menghasilkan informasi (Jogiyanto, 2005) dengan bentuk yang diperlukan (Amsyah, 2000). Menurut Lippeveld, et.al. (2000), informasi merupakan kumpulan fakta atau data yang mempunyai arti. Informasi merupakan hasil pengolahan data yang dapat digunakan oleh manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan. Informasi membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuan yang direncanakan sesuai sasaran secara efektif dan efisien. Menurut Kadir (2003), informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang. Sutabri (2005) menjelaskan bahwa informasi adalah data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Sutabri (2003) menyatakan bahwa kualitas data/informasi tergantung pada: 1. Akurat (accurate), dikatakan akurat jika bebas dari kesalahan, tidak bias atau menyesatkan. 2. Tepat waktu (timelines), informasi tidak terlambat bagi penerima karena akan digunakan dalam pengambilan keputusan.

21 3. Relevan (relevance), dimana informasi bermanfaat bagi pemakainya. Relevansi informasi berbeda pada setiap orang. Oleh sebab itu sebaiknya informasi disesuaikan dengan kebutuhan si pemakai. Sutanta (2003) menjelaskan tentang sepuluh sifat yang dapat menentukan nilai informasi, yaitu: 1. Kemudahan dalam memperoleh; informasi yang penting dan sangat dibutuhkan tidak bernilai jika sulit diperoleh; 2. Sifat luas dan kelengkapannya; informasi akan bernilai jika lingkup/cakupannya luas dan lengkap; 3. Ketelitian (accuracy); informasi menjadi tidak bernilai jika tidak akurat, karena akan mengakibatkan kesalahan pengambilan keputusan; 4. Kecocokan dengan pengguna (relevance); informasi akan bernilai jika sesuai dengan kebutuhan penggunanya sebagai dasar dalam pengambilan keputusan; 5. Ketepatan waktu; informasi yang tepat waktu dapat dimanfaatkan pada saat pengambilan keputusan; 6. Kejelasan (clarity); kejelasan informasi akan meningkatkan kesempurnaan nilai informasi; 7. Fleksibilitas/keluwesan; fleksibilitas informasi diperlukan oleh para manajer pada saat pengambilan keputusan. Fleksibilitas informasi dipengaruhi oleh bentuk dan format tampilan informasi;

22 8. Dapat dibuktikan; kebenaran informasi tergantung pada validitas dan sumber yang diolah; 9. Tidak ada prasangka; informasi akan bernilai jika tidak menimbulkan prasangka dan keraguan adanya kesalahan informasi; dan 10. Dapat diukur; informasi untuk pengambilan keputusan harus dapat diukur berdasarkan validitas data sumber yang digunakan. Menurut Lembaga Administrasi Negara RI (2003), data hanya akan menjadi informasi apabila data tersebut memengaruhi perilaku seseorang, dalam arti menggerakkan orang untuk berperilaku sesuai dengan maksud dan tujuan disampaikannya data tersebut, yaitu untuk mengambil keputusan. Jadi dapat disimpulkan bahwa data akan memengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam suatu organisasi Manajemen Data dalam Suatu Organisasi Manajemen berarti mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola. Menurut Muninjaya (2004), manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Peter Drucker yang dikutip oleh Muninjaya (2004), manajemen dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi dan dapat dipelajari dari perilaku organisasi tersebut dalam proses memecahkan masalah.

23 Manajemen berfungsi mencermati dan mengidentifikasi arti bagi beragam situasi yang dihadapi oleh organisasi, membuat keputusan, dan merumuskan rencana aksi untuk memecahkan masalah organisasi. Para manajer/pimpinan menghadapi tantangan dalam lingkungannya dan menetapkan strategi organisasi untuk menjawab dan mengalokasikan sumber daya manusia dan keuangan untuk mencapai strategi dan mengkoordinasi pekerjaan (Laudon dan Laudon, 2005). Manajemen data adalah proses pengelolaan data sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi yang siap untuk dianalisis dan dapat dipercaya untuk perorangan/umum (Kartono, 2010). Manajemen data merupakan proses yang sangat penting setelah data terkumpul melalui wawancara atau pengukuran (Ariawan, 2010). Menurut Siregar (1992), proses pengelolaan data menjadi informasi terdiri dari beberapa kegiatan yaitu: 1. Pengumpulan dan penyimpanan data. Menurut Budiarto (2002), teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah (1) Wawancara; (2) Angket; (3) Pengamatan; dan (4) Pemeriksaan. Data dikumpulkan dengan metode rutin dan non rutin. Data disimpan untuk selanjutnya diolah menjadi informasi. 2. Pengolahan data. Menurut Budiarto (2002), data yang kita kumpulkan merupakan data mentah yang harus diorganisasi sedemikian rupa agar dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik hingga mudah dianalisa dan ditarik kesimpulan. Pengolahan data merupakan proses yang sangat

24 penting dalam manajemen data sehingga harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data terdiri dari (1) Memeriksa data (editing); (2) Memberi kode (coding); dan (3) Menyusun data (tabulating). Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dan hasilnya akan dimasukkan ke dalam format yang telah disediakan yang berfungsi sebagai laporan untuk dikirimkan pada suatu periode waktu tertentu (Depkes RI, 2005). 3. Analisa data. Analisa adalah suatu pemeriksaan dan evaluasi dari suatu informasi yang sesuai dan relevan dalam menyeleksi suatu tindakan yang terbaik dari berbagai macam alternatif variasi (Depkes RI, 2009). Data yang telah diolah harus dianalisis agar diperoleh informasi terkait dengan fenomena atau suatu fakta. Data dianalisis secara deskriptif, komparatif, kecenderungan dan hubungan (Purwanto, 2009). 4. Penyajian informasi. Setelah dianalisis, menurut Budiarto (2002), informasi disajikan agar para pengamat dapat dengan mudah memahami fenomena atau fakta yang terjadi. Data yang disajikan harus sederhana dan jelas agar mudah dibaca. Penyajian data dapat berupa tulisan, tabel, grafik, dan peta. Menurut Depkes RI (2009), penyajian informasi juga merupakan kegiatan penyebarluasan informasi. Dari beberapa definisi di atas, maka Penulis menyimpulkan bahwa manajemen data merupakan proses pengelolaan data menjadi informasi yang terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pengumpulan dan penyimpanan data,

25 pengolahan dan pelaporan data, analisis data/informasi, dan penyajian data/informasi. Dalam suatu organisasi, aktivitas manajemen data seringkali menemukan kendala/masalah terkait dengan keberadaan data/informasi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Menurut Lippeveld, et.al. (2000), banyak faktor yang memengaruhi penggunaan informasi untuk pengambilan keputusan seperti politik, ideologi, anggaran, donatur, tekanan dari kelompok tertentu, NGO, krisis, media, komunitas dalam masyarakat dan sebagainya Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Pembangunan kesehatan dilakukan dengan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan keluarga melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat dan keluarga antara lain ditentukan oleh derajat KIA sebagai kelompok penduduk yang rawan dan strategis. Oleh karena itu perlu diupayakan penurunan AKI dan AKB yang merupakan indikator penilaian derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI, 1993). Upaya penurunan kematian ibu dan bayi dapat dilakukan dengan peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan KIA, sehingga program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas baik di tingkat Puskesmas maupun di tingkat kabupaten/kota (Depkes RI, 2009) Tujuan Program KIA

26 Secara umum pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien (Depkes RI, 2005). Menurut Depkes RI (2009), pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut: (1) Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan; (2) Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan; (3) Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; (4) Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; (5) Peningkatan deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat; (6) Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan secara terusmenerus oleh tenaga kesehatan; (7) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; (8) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan; dan (9) Peningkatan pelayanan KB sesuai standar Petugas KIA Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

27 melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan bagian dari petugas kesehatan. Menurut KBBI (2005), yang dimaksud dengan petugas adalah orang yang bertugas melakukan sesuatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa petugas KIA merupakan orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang bertugas mengelola program KIA seperti Bidan di Desa (Bides), Bidan Koordinator (Bikor) di Puskesmas, Bikor di kabupaten, petugas KIA lainnya. Sejak tahun 1989, Depkes RI telah menetapkan kebijakan menempatkan Bides dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak balita dan menurunkan angka kelahiran serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat (Depkes RI, 2007). Menurut Depkes RI (1998), kegiatan Bides sejak penempatannya adalah: 1. Analisa situasi, yang meliputi (1) Mengenal wilayah kerjanya; (2) Melakukan pendataan langsung dengan bantuan kader/pamong; dan (3) Bersama Kepala Desa dan Ketua PKK serta kader dan dukun bayi menyusun jadwal kegiatan rutin yang akan dilaksanakan di desa. 2. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut (1) Upaya penurunan AKI; (2) Upaya penurunan AKB; dan (3) Manajerial program KIA dan upaya pendukungnya. 3. Evaluasi, yang dilakukan yaitu (1) Merekam semua kegiatan yang dilaksanakan; (2) Mengirimkan laporan pelaksanaan kegiatan ke Puskesmas secara rutin; (3) Melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) ke

28 Puskesmas; (4) Menghadiri mini lokakarya di Puskesmas dengan membawa semua laporan dan rencana kegiatan serta permasalahan yang dihadapi; dan (5) Memantau cakupan pelayanan KIA di wilayah kerjanya dengan membuat PWS-KIA. Namun demikian, tentunya kemampuan klinis dan administrasi setiap Bides bervariasi, sehingga Bikor di Puskesmas dipandang sebagai orang yang tepat untuk membina Bides, dan bahkan bidan praktek swasta di wilayah kerjanya. Gagasan yang sama untuk pembinaan tingkat Puskesmas juga memunculkan adanya Bikor di kabupaten (Depkes RI, 2007). Jadi upaya revitalisasi Bikor Puskesmas tidak hanya berperan membina Bides dalam aspek klinis medis, tapi juga berperan dalam aspek manajerial program KIA (Depkes RI, 2007). Peran Bikor adalah: (1) Membimbing keterampilan klinis profesi bidan dan manajemen program KIA; (2) Merencanakan kebutuhan prasarana dan logistik; (3) Mendorong dan memotivasi untuk melakukan praktek terbaik dan menjalankan program sesuai standar; (4) Menyelia dan memantau kinerja; dan (5) Melakukan kerjasama tim lintas program dan lintas sektor. Dalam menjalankan peran ini, Bikor diharapkan bekerja sebagai tim dengan petugas kesehatan lainnya di Puskesmas. Hal ini penting mengingat program KIA di Puskesmas merupakan bidang terpadu dari berbagai bidang yang pada tingkat pusat merupakan program yang bersifat terkotak-kotak, seperti kesehatan anak, kesehatan ibu, gizi, KB, dan imunisasi (Depkes RI, 2007).

29 Menurut Depkes RI (2007), agar Bikor dapat menjalankan peran dengan baik, maka Bikor diharapkan dapat menjalankan tugas-tugas yang lebih rinci sebagai berikut: 1. Menjalin komunikasi dan koordinasi kerja dengan Bides dan bidan praktek swasta maupun sesama lintas sektor dan lintas program. 2. Merencanakan dan melaksanakan penyeliaan fasilitatif kepada Bides dan bidan praktek swasta di wilayah kerja Puskesmas. 3. Menilai tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan KIA di Puskesmas dan melakukan verifikasi tingkat kepatuhan terhadap bidan yang diselia. 4. Mengidentifikasi komponen yang tidak memenuhi standar dan secara bersama-sama dengan bidan di desa mencari solusi pemecahan masalahnya. 5. Membuat rencana tindak lanjut bersama-sama dengan bidan yang diselia. 6. Melaksanakan dan memantau upaya perbaikan mutu yang dilakukan. 7. Membuat pencatatan dan pelaporan. 8. Memberikan masukan melalui Puskesmas untuk perencanaan tingkat kabupaten sebagai bagian penguatan sistem penyeliaan. 9. Mengusulkan penghargaan bagi bidan berprestasi, peningkatan kompetensi bidan dan pengembangan karir bidan. Dalam penyeliaan fasilitatif, seorang Bikor di Puskesmas minimal mempunyai kualifikasi sebagai berikut: (1) Masih bertugas di Puskesmas; (2) Memiliki masa kerja minimal lima tahun; (3) Mampu dan terampil dalam bidang

30 klinis profesi bidan dan manajemen program KIA; (4) Dapat bekerja sama dalam tim; (5) Mempunyai kemampuan pengambilan keputusan dalam keadaan darurat pada pra-rujukan; dan (6) Mempunyai kemampuan melakukan penyeliaan fasilitatif (Depkes RI, 2007). Untuk penguatan program KIA, Bikor mengadakan pertemuan dengan Bides setiap bulannya, sementara pertemuan dengan Balai Pengobatan Swasta (BPS) dan Rumah Bersalin (RB) di wilayah kerja Puskesmas diharapkan dilaksanakan sekali dalam tiga bulan. Bikor di Puskesmas melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait untuk melaksanakan program KIA. Hasil kegiatan Bikor Puskesmas dilaporkan kepada pengelola program KIA dan Kepala Puskesmas (Depkes RI, 2007). Dalam melaksanakan koordinasi kerja di tingkat kabupaten/kota, Bikor di Puskesmas dan Bikor di kabupaten/kota perlu bekerja sama dengan dokter spesialis kebidanan dan anak dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), organisasi profesi seperti Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dan Ikatan Dokter Ahli Anak Indonesia (IDAI) yang ada di wilayah setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota melaksanakan pertemuan setiap tiga bulan dengan Bikor di Puskesmas. Pada pertemuan tersebut, Bikor di Puskesmas melaporkan kegiatan selama tiga bulan terakhir baik yang berasal dari kegiatan penyeliaan/supervisi/pemantauan. Laporan Bikor di Puskesmas ini dapat menjadi

31 laporan program KIA dinas kesehatan kabupaten/kota kepada dinas kesehatan propinsi (Depkes RI, 2007). Dalam kaitannya dengan pengelolaan data, petugas KIA di Kabupaten Deli Serdang selain Bikor di Kabupaten adalah seksi kesehatan ibu dan kepala bidang kesehatan keluarga memiliki rincian tugas sebagai berikut: 1. Seksi kesehatan ibu, yaitu: a. Memeriksa, mengecek, mengoreksi, mengontrol dan merencanakan kegiatan pelaksanaan tugas; b. Melaksanakan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan ibu dan Keluarga Berencana (KB); c. Melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap tenaga pengelola teknis di bidang kesehatan ibu; d. Melaksanakan pemantauan terhadap kematian maternal dan perinatal; e. Menyampaikan saran dan pertimbangan pada atasan tentang langkahlangkah yang perlu diambil dengan ketentuan yang berlaku; dan f. Menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. 2. Kepala bidang kesehatan keluarga, yaitu: a. Menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi di bidang kesehatan keluarga; b. Membina dan membimbing kegiatan pelaksanaan kesehatan ibu dan KB;

32 c. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan tentang langkahlangkah yang perlu diambil dengan ketentuan yang berlaku; dan d. Menyusun laporan sesuai hasil yang telah dicapai sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas (Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2009) Landasan Teori Budaya merupakan nilai dan norma yang berlaku di suatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, memberikan identitas organisasi dan merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya (Matondang, 2008). Menurut Killman et.al. (Tika, 2008), bila budaya organisasi kurang didukung dan sangat dipaksakan, maka akan berpengaruh negatif pada organisasi dan akan memberi arah yang salah kepada para anggotanya sehingga tugas-tugas tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan tentunya akan berpengaruh pada kinerja anggotanya. Sashkein dan Kisher (Tika, 2008) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari dua komponen yaitu nilai (value) dan keyakinan (belief) yakni sikap tentang bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi. Semakin kuat suatu budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang karyawan (Robbins, 2006).

33 Nilai-nilai yang terdiri dari berpihak pada rakyat, bertindak cepat dan tepat, kerjasama tim, integritas yang tinggi serta transparan dan akuntabilitas serta keyakinan tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi menjadi pedoman perilaku bekerja bagi seluruh pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, termasuk petugas KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang agar visi yang telah ditetapkan dapat direalisasikan. Menurut Robbins (2006), budaya organisasi memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Persepsi subjektif karyawan secara keseluruhan terhadap organisasi didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi resiko, tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Keseluruhan persepsi ini akan memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar pada penguatan budaya. Gibson (2003) berpendapat bahwa kepribadian yang merupakan pola perilaku dan proses mental yang mencirikan seseorang amat banyak dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan sosial, yang akhirnya membentuk kinerja orang tersebut. Jadi terdapat pengaruh antara budaya terhadap kinerja seseorang. Penilaian kinerja dilakukan secara sistematis untuk mengetahui penampilan hasil kerja personil dan kinerja organisasi untuk mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien sehingga dapat diketahui kondisi/kinerja yang sebenarnya. Demikian pula penilaian kinerja yang dilakukan pada Bikor di Puskesmas maupun Bikor di kabupaten yang merupakan petugas KIA.

34 Bikor di Puskesmas dan petugas KIA di kabupaten diharapkan tidak hanya berperan membina bidan di desa dalam aspek klinis medis, tapi juga berperan dalam aspek manajerial program KIA termasuk dalam pengelolaan data KIA di Kabupaten Deli Serdang yaitu pengumpulan dan penyimpanan data, pengolahan dan pelaporan data, analisa data/informasi, dan penyajian data/informasi. Sehingga dengan demikian data dan informasi yang dihasilkan dari program KIA dapat dipakai sebagai dasar/bukti pembuatan rencana dan anggaran untuk memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien (evidence based) Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori, maka dapat dirumuskan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y) Budaya Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang 1. Nilai (Values): a. Berpihak pada rakyat b. Bertindak cepat dan tepat c. Kerjasama tim d. Integritas yang tinggi e. Transparan dan akuntabilitas 2. Keyakinan (Belief) Kinerja Petugas KIA dalam Pengelolaan Data 1. Pengumpulan dan penyimpanan data 2. Pengolahan dan pelaporan data 3. Analisa data/informasi 4. Penyajian data/informasi Sumber: Sashkein dan Kisher (Tika, 2008), Siregar (1992) Gambar 2.4. Hubungan Variabel pada Kerangka Konsep

35 Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan definisi konsep dalam penelitian ini adalah bahwa budaya organisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari nilai berpihak pada rakyat, nilai bertindak cepat dan tepat, nilai kerjasama tim, nilai integritas yang tinggi, nilai transparan dan akuntabilitas serta keyakinan (belief) berpengaruh terhadap kinerja petugas KIA dalam pengelolaan data (pengumpulan dan penyimpanan data, pengolahan dan pelaporan data, analisis data/informasi dan penyajian data/informasi) di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di suatu negara (Depkes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Implementasi Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Implementasi Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas 2.1.1 Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas Tugas pokok dan fungsi bidan desa yaitu: (Depkes, 2000) a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu masalah penting pencapaian pembangunan kesehatan dunia. Pencapaian program KIA dapat dilihat dari Laporan Pemantauan Wilayah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat 1 menyatakan: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 Nama : Umur : Tahun Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun).

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia dalam bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan secara mudah dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat melakukan hal tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat melakukan hal tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya 20 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Terwujudnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Organisasi adalah salah satu komponen penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Organisasi adalah salah satu komponen penting dalam 18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Organisasi adalah salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi. Komponen tersebut mencakup sumber daya manusia, peralatan atau

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Puskesmas sebagai organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Organisasi Organisasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang saling berinteraksi menurut suatu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Arti dan Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. yang tepat untuk meningkatkan kemampuan perusahaannya dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Arti dan Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. yang tepat untuk meningkatkan kemampuan perusahaannya dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arti dan Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Salah satu unsur penting dari manajemen adalah manusia. Pada setiap perusahaan yang menerapkan sistem manajemen yang baik tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu dan mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Tujuan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Tujuan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan antenatal care merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai makhluk sosial pada dasarnya manusia memiliki sifat bersosialisasi, berkomunikasi, bekerja sama, dan membutuhkan keberadaan manusia yang lainnya.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT KERJA PUSKESMAS TAMAMAUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TAMAMAUNG DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN...... 2 BAB II GAMBARAN UMUM PUSKESMAS...

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG SURAT KEPUTUSAN No.../.../.../.../2015 TENTANG PEDOMAN PENGORGANISASIAN DAN PELAYANAN KOMITE KEPERAWATAN DIREKTUR RUMAH

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 64 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada 5 (lima) kesimpulan penelitian. Kesimpulan tersebut disajikan sebagai berikut : 1. Peran pendampingan bidan dalam upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi dapat membantu menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. elemen. Elemen sistem menjelaskan unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut, sedangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. elemen. Elemen sistem menjelaskan unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut, sedangkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Sistem dapat didefinisikan berdasarkan cara pendekatannya, yaitu berdasarkan prosedur dan elemen. Elemen sistem menjelaskan unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu pelayanan. Pelayanan keperawatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya memiliki banyak arti berdasarkan sudut pandang atau pendapat para ahli. Menurut Hardiyanto (2003), kinerja adalah hasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumber daya Manusia merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada unsur sumberdaya manusia. Perhatian ini mencakup fungsi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Penggunaan istilah budaya organisasi dengan mengacu pada budaya yang berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Definisi Kinerja Ilyas (2002) mendefinisikan kinerja sebagai penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

PROGRAM BIDAN DELIMA PENDEKATAN INOVATIF KUALITAS PELAYANAN BIDAN

PROGRAM BIDAN DELIMA PENDEKATAN INOVATIF KUALITAS PELAYANAN BIDAN PROGRAM BIDAN DELIMA PENDEKATAN INOVATIF KUALITAS PELAYANAN BIDAN I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai salah satu profesi dalam bidang kesehatan, Bidan memiliki kewenangan untuk memberikan Pelayanan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

KULTUR ORGANISASI 12/6/2016 1

KULTUR ORGANISASI 12/6/2016 1 KULTUR ORGANISASI 12/6/2016 1 PENGERETIAN BUDAYA ORGANISASI Robbins dan Judge (2008:256) kultur organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya kesehatan melalui puskesmas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya organisasi adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan hidup organisasi karena budaya terkait dengan nilai-nilai bersama yang diyakini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya adalah melalui pelayanan kesehatan di posyandu. Kegiatan-kegiatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya adalah melalui pelayanan kesehatan di posyandu. Kegiatan-kegiatan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Percepatan pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan organisasi, karena manusia dalam melakukan aktivitas di

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan organisasi, karena manusia dalam melakukan aktivitas di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi selalu mengarahkan sumberdaya yang dimiliki ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu sumberdaya organisasi yang sangat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN BERBASIS KOMPETENSI

PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN BERBASIS KOMPETENSI PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN BERBASIS KOMPETENSI UU No.4 Tahun 2014 tentang ASN PEMBINAAN KARIR JABATAN DAN JENJANG PANGKAT POLA DASAR KARIR PERPINDAHAN JABATAN POLA KARIR MANAJEMEN KARIR TALENT POOL SDM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran

BAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak ada sejarah yang mencatat kapan pertama kali pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan di Indonesia. Dahulu, para ibu umumnya melahirkan tanpa bantuan orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkunagan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal s

BAB 1 PENDAHULUAN. prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal s 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir telah menjadi prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal s 2015 ditetapkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kesehatan bersifat holistik atau menyeluruh. Dalam mengupayakan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kesehatan bersifat holistik atau menyeluruh. Dalam mengupayakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat sekarang ini kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial tetapi juga dari aspek produktivitas dalam arti mempunyai pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Hasibuan (2012:10) mengatakan bahwa, manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan tolak ukur dalam menilai kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu pemerintah berupaya keras menurunkan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012

EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012 EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012 Karya wijaya Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro ABSTRAK Puskesmas PONED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan pembangunan pada dasarnya disusun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebesarbesarnya yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap organisasi memerlukan sumber daya untuk mencapai usaha yang telah ditentukan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut dikategorikan

Lebih terperinci

Monitoring. 29-Feb-12

Monitoring. 29-Feb-12 SIK Nas dikembangkan dengan memadukan SIK daerah dan Sistem Informasi lain yang terkait, seperti: Data fasilitas kesehatan Data berdasarkan masyarakat Data upaya kesehatan Data pembiayaan kesehatan Data

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010). BAB II LANDASAN TEORITIS A. Happiness at Work 1. Definisi Happiness at Work Happiness at work dapat diidentifikasikan sebagai suatu pola pikir yang memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Negara-negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga menempatkannya di antara delapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei

BAB 1 PENDAHULAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei BAB 1 PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup. AKI pada hasil

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum yang layak. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum yang layak. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat penting bahkan dapat dikatakan salah satu faktor penentu dalam pengelolaan kegiatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri, dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahauan kesehatan, kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan Ibu dan Anak. Ibu dan Anak merupakan kelompok yang paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk hidup sehat. Perilaku hidup sehat dapat ditingkatkan melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG, PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG Jl. Lintas Malindo Entikong (78557) Telepon (0564) 31294 Email : puskesmasentikong46@gmail.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG NOMOR

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu perusahaan, sehingga tenaga kerja yang ada perlu dipelihara dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Menurut Ilyas (2012) kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN 2005 2009 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI [Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP(K)] NOMOR 331/MENKES/SK/V/2006 RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN 2005

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu faktor internal yang turut menentukan keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu faktor internal yang turut menentukan keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor internal yang turut menentukan keberhasilan organisasi adalah budaya organisasi. Budaya organisasi mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan tahun 2005-2025 memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin. Adapun sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu selalu menjadi harapan setiap bangsa, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Lembaga pendidikan yang berbentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Kontijensi Teori kontijensi menyatakan bahwa tidak ada rancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja (performance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas mulai dikembangkan Pemerintah Indonesia tahun 1971 bertujuan mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat di pedesaan. Puskesmas belum menjadi pilihan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan, sehingga jelas pelayanan keperawatan di Rumah sakit (RS) merupakan pelayanan yang terintegrasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. terarah, terpadu, dan berjenjang, mulai dari pusat sampai tingkat paling bawah.

BAB 1 : PENDAHULUAN. terarah, terpadu, dan berjenjang, mulai dari pusat sampai tingkat paling bawah. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan diselenggarakan dengan melakukan berbagai upaya dibidang kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terencana, terarah, terpadu,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang telah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu,

BAB I PENDAHULUAN. Di era reformasi yang telah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era reformasi yang telah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu, membawa angin segar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa Indonesia telah bertekad

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEGIS

BAB II RENCANA STRATEGIS BAB II RENCANA STRATEGIS 2.1. INDIKATOR KINERJA UTAMA Dalam lampiran Keputusan Bupati Siak Nomor 378/HK/KPTS/2016 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Rumah Sakit Umum Daerah Siak disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ENDE DINAS KESEHATAN KABUPATEN ENDE PUSKESMAS KOTARATU. KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS KOTARATU Nomor : / / / / 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ENDE DINAS KESEHATAN KABUPATEN ENDE PUSKESMAS KOTARATU. KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS KOTARATU Nomor : / / / / 2017 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN ENDE DINAS KESEHATAN KABUPATEN ENDE PUSKESMAS KOTARATU KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS KOTARATU Nomor : / / / / 2017 TENTANG INDIKATOR PRIORITAS MONITORING DAN PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator penting sebagai tolok ukur derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain melalui pengembangan kemampuan kepala sekolah. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa untuk memajukan sekolah dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. antara lain melalui pengembangan kemampuan kepala sekolah. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa untuk memajukan sekolah dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan mutu sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, pembangunannya terus mengalami peningkatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N No.308, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Keselamatan Pasien. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari

BAB II LANDASAN TEORI. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seiring

Lebih terperinci