BAB I PENDAHULUAN. Pemilu Presiden. Dalam pelaksanaan Pemilu legislatif ditemukan banyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pemilu Presiden. Dalam pelaksanaan Pemilu legislatif ditemukan banyak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pemilu legislatif baru saja berakhir, tidak lama lagi akan diselenggarakan Pemilu Presiden. Dalam pelaksanaan Pemilu legislatif ditemukan banyak kekurangan-kekurangan di sana-sini. Bukan hanya dalam prosedur penghitungan suara, namun ternyata dari sisi pemilihnya sendiri masih banyak kekurangannya. Mulai dari tidak terdaftarnya sebagai DPT maupun tidak dimanfaatkannya hakhak sebagai warga negara yaitu hak pemilih. Menyikapi hal demikian tentunya menuai berbagai keprihatinan berbagai pihak. Dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan salah satu hak warga negara yang mendasar adalah hak untuk mempergunakan suaranya, disamping hak-hak warga negara Indonesia yang lainnya. Selain pengaturan hak warga negara untuk memilih dan dipilih juga termuat dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak politiknya untuk memilih orang yang dianggapnya layak sebagai wakil yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun sebagai Presiden dan wakil presien. Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu/warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh Negara. Jaminan terhadap hak ini telah dituangkan baik dalam Konstitusi (UUD

2 1945-Amandemen) maupun UU, yakni UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. Hak untuk memilih wakil rakyat atau presiden/wakil presiden sepenuhnya adalah hak asasi subyektif dari setiap individu. Penggunaannya tidak boleh diintervensi oleh siapapun, baik itu negara maupun masyarakat. Setiap warga negara secara personal bebas menentukan penggunaan hak memilihnya, tanpa takut terhadap ancaman dalam bentuk apapun. Pemenuhan hak tersebut dijamin oleh undang-undang. Untuk itu, negara harus melindungi hak politik warga negara itu dari berbagai ancaman yang berasal dari kelompok masyarakat atau institusi negara. Jaminan perlindungan itulah yang akan menentukan kualitas pemilu. Pemenuhan hak untuk menggunakan suara dalam Pemilu merupakan hak asasi manusia. Dan untuk penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, pemenuhan tersebut sudah semestinya dijamin oleh undang-undang. Dalam hal ini Komnas Hak Asasi Manusia beranggapan, hak memberikan suara dalam pemilu juga memberikan hak kepada pemilihnya untuk menggunakannya ataupun tidak. Dengan demikian, setiap orang bebas menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya itu. Masyarakat atau negara tidak dapat membatasi hak itu dengan melarang, mengkriminalkan atau menjatuhkan sanksi moral terhadap orang yang tidak menggunakan haknya tersebut. 1 Karena sekali lagi hak tersebut menjadi sepenuhnya pilihan dari pemilihnya. 1 Kompas Edisi 3 Februari 2009, Penghormatan HAM, Hak Pilih Merupakan Hak Asasi Individu, hlm 4

3 Sebagai konsekuensi negara demokrasi, Indonesia telah menyelenggarakan sembilan kali pemilihan umum (Pemilu) secara reguler, yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004, 2009 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Secara spesifik dunia internasional memuji, bahwa Pemilu Tahun 1999 sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, dan adil dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik 92,7%, sehingga Indonesia dinilai telah melakukan lompatan demokrasi. Realitas tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi apatisme di kalangan pemilih, di saat arus demokratisasi dan kebebasan berpolitik masyarakat sedang marak-maraknya. Fenomena tersebut sepertinya menguatkan pernyataan Anthony Giddens (1999) dalam bukunya Runaway World, How Globalisation is Reshaping Our Lives. haruskah kita menerima lembaga-lembaga demokrasi tersingkir dari titik di mana demokrasi sedang marak 2. Tentunya potensi Golput dalam pesta demokrasi nasional maupun lokal tersebut kiranya cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi yang berkualitas. Sebab potensi Golput yang menunjukkan eskalasi peningkatan dapat berimplikasi melumpuhkan demokrasi, karena merosotnya kredibilitas kinerja partai politik sebagai mesin pembangkit partisipasi politik. Namun disisi lain, masyarakat yang memilih tindakan golput, dikarenakan: Pertama, ketidakpercayaan pada kader parpol. Fenomena golput juga dapat 2 Giddens, A. (2000). The third way the renewal of social democracy. Malden: Blackwell Publisher Ltd.

4 menjadi simbol warning bagi setiap parpol, karena dari beberapa survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei nasional menunjukkan bahwa kondisi parpol saat ini mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Kedua, calon tidak memenuhi harapan masyarakat. Ada yang diakibatkan oleh alasan ideologis, atau ada yang dengan alasan kapok karena calon yang ada dianggap tidak capable, tidak dapat dipercaya, melanggar janjinya, dsb. Ketiga, persoalan ekonomi. Masyarakat lebih mengutamakan pekerjaannya, tidak mau meninggalkan pekerjaannya untuk mencoblos. Karena merasa satu sisi jenuh, tidak mau terlibat politik, pada sisi lain juga dihadapkan dengan persoalan domestik yang sangat mendesak. Yakni bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keempat, alasan teknis. Proses pendaftaran pemilih yang masih belum tertib. Sehingga, hal yang perlu dilakukan agar dapat mencegah golput yaitu : yang penting adalah melakukan gerakan kultural untuk mengembalikan semangat memilih, menggunakan hak pilih dalam pemilu maupun pilkada untuk melawan budaya golput. Bisa dilakukan kampanye besar-besaran, melibatkan semua kelompok dalam masyarakat. Dan perlunya adanya pendidikan dan sosialisasi politik kepada pemilih, khususnya bagi pemula untuk tidak menjadi golput dan memahami arti pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemilu Lemahnya komitmen partai politik dalam menyalurkan aspirasi masyarakat ini sudah dirasakan masyarakat.berdasarkan hasil jejak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas, yang diselenggrakan pada bulan September dan November 2008 terungkap, dari dua tiga reponden mengatakan bahwa partai politik saat ini tidak peka dalam menangkap dan menyalurkan aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat.

5 Bahkan, ketidakyakinan juga muncul terhadap partai-partai baru. Kebanyakan responden merasa tidak yakin partai-partai yang menjadi kontestan dalam pemilu tidak akan mampu memperbaiki kualitas partai politik pada rakyat, menciptakan kondisi politik yang lebih demokratis. Mereka juga tidak mempercayai setiap setiap partai poltik akan mampu melahirkan pemimpin bangsa yang berkualitas. Mereka lebih mempercayai bahwa partai politik yang menjadi kontestan dalam pemilu lebih berorientasi pada uang daripada kehendak untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. 3 Lebih menyedihkan lagi, peran Parpol sejak tahap pengorganisasian internal, penyerapan dan pelaksanaan aspirasi masyarakat, sampai dengan kemampuan mereka dalam mengambil jarak terhadap kebijakan Pemerintah sebagai pengoreksi juga sangat rendah. Yang terjadi, Parpol malah menjadi pemberi stempel dengan melegitimasi kepentingan penguasa. Akibat semua itu sangat wajar jika kini semakin banyak masyarakat yang lebih senang berdiam di rumah atau mengerjakan hal lain ketimbang datang ke tempat pemungutan suara. Fenomena ini bisa menjadi bukti telah terjadi krisis kepercayaan di dalam diri masyarakat terhadap Parpol. Selalu ada sisi lain dalam setiap perubahan yang dibuat. Diibaratkan api dan air yang bermusuhan sehingga air memperkuat diri menjadi es, namun api melelehkannya. Lalu air berpikir untuk menjadi diri sendiri cair dan akhirnya air mampu memadamkan api. Artinya, tidak ada yang paling baik dan jelek di sistem demokrasi yang sudah kita pilih, semuanya tergantung pada kemampuan 3 http//

6 penerapannya. Begitu juga dengan fenomena Golput yang ada di berbagai tempat di Indonesia yang terlahir dari rasio dan peluang demokrasi itu sendiri. Namun pada akhirnya kita percaya, bahwa sistem demokrasi adalah sistem yang mampu mengobati dirinya sendiri di tengah serangan Golput dewasa ini Dalam pemilu Legislatif 2009 angka golput aktif yang tidak menggunakan hak suaranya cukup tinggi. Ini terlihat dari tabel di bawah ini Tabel.1 Jumlah Data Pemilih dan Penggunaan Hak Pilih No Data Pemilih dan Penggunaan Hak Pilih Laki- Laki Persentase Perempuan Persentase Jumlah Jumlah Persentase 1 Jumlah Pemilih terdaftar Dalam Daftar Pemilih Tetap 2 Jumlah Pemilih terdaftar dalam DPT yang menggunakan Hak Pilih 3 Jumlah Pemilih terdaftar dalam DPT yang tidak menggunakan hak pilih 12,011 47,009 13,539 52,990 25, ,230 47,053 10,386 52,946 19, ,781 46,865 3,153 53,134 5, Sumber : Rekapitulasi Penghitungan Suara Kabupaten Tapanuli Utata dalam Pemilu Legislatif 2009 Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tapanuli Utara

7 Dari data diatas bahwa jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak politiknya lebih dari 20%. Disini dapat lihat bahwa golput menjadi faktor yang harus disikapi dengan meningkatkan kualitas pemilu Salah satu tolak ukur keberhasilan pemilu adalah tingginya jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya. Hal ini karena pemilu merupakan instrumen utama bagi terlaksananya dukungan rakyat dalam suatu demokrasi perwakilan. Pemilihan umum menunjukkan bahwa kekuasaan politik berasal dari rakyat dan memiliki kepercayaan dari rakyat dan bahwa rakyat memberikan jaminan dukungan bagi para politisi dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan perubahan situasi dan kondisi. Menurut ilmuwan politik dari Universitas Goerge Mason, Amerika Serikat, Robert P.Clark, partisipasi politik selain melalui aktivitas elektoral (pemilu) juga bisa melalui lobi, aktivitas organisasional (non partai politik), kontak individu dengan pejabat public, dan (bahkan) kekerasan dalam arti upaya mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara melukao fisik seseorang atau dengan merusak properti milik pemerintah. 4 Dengan demikian menurut Clark, ada banyak polihan untuk ikut berpartisipasi dalam proses politik yang demokratis. Baginya, pilihan untuk ikut atau tidak ikut pemilu merupakan bentuk ekspresi dari hak-hak politik yan sama sekali tidak mengganggu kualitas demokrasi Berdasarkan argumen di atas ada beberapa hal yang perlu dicermati pada fenomena Golput di atas : 4 Robert P.Clark, Menguak Kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga, Jakarta: Erlangga, 1989, Hal.101

8 pertama, Golput mampu menyeruak menjadi basis atas ketidakpercayaan pada kader Parpol. Fenomena Golput juga dapat menjadi simbol pembelajaran bagi setiap Parpol. saat ini mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Kedua, Golput mencoba diakui sebagai sebuah peradaban semacam ideologi (hak asazi manusia) dengan alasan kapok karena Parpol yang ada dianggap tidak capable, dan melanggar janjinya. Ketiga, persoalan ekonomi, masyarakat lebih mengutamakan adanya pendapatan dan pekerjaan. Mereka tidak mau meninggalkan pekerjaannya untuk memilih, karena merasa jenuh dan tidak mau terlibat politik. Yang penting bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keempat, alasan teknis yaitu proses pendaftaran pemilih yang masih belum tertib dan banyak manipulasi data pemilih. Dengan kata lain, koordinasi antar departeman yang terlibat belum terlihat jelas dan masih tumpang tindih, terutama data jumlah pemilih dan mekanisme yang panjang dan menjelimet Dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti Faktar-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Golongan Putih (Golput) (Suatu Studi Deskriptif Pada Masyarakat Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara) 2. Perumusan Masalah Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Tingkat Golongan Putih pada masyarakat Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara dalam Pemilu Legislatif 2009?

9 3. Tujuan Masalah Atas dasar perumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh beberapa faktor terhadap tingginya Golput pada Masyarakat Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara dalam Pemilu Legisltaif Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas tingginya Golput pada Masyarakat Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara dalam Pemilu Legisltaif Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis; penelitian ini sebagai salah satu kajian antropologi politik dan ilmu politik, terutama berkaitan dengan Golput dalam budaya politik masyarakat Kecamatan Tarutung Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli 2. Secara praktis; penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah daerah dan masyarakat khususnya penyelenggara pemilu (KPU). 5. Tinjauan Pustaka HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.

10 Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. 5 Secara isilah hak asazi itu diartikan sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir ke muka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau negara. 6 Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Jenis hak asasi manusia (HAM): 7 1. Hak untuk hidup. 2. Hak untuk memperoleh pendidikan. 3. Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain. 4. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama. 5. Hak untuk mendapatkan pekerjaan. Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia : 8 1. Hak asasi pribadi / personal Right 5 Pengertian, Macam dan Jenis Hak Asasi Manusia / HAM yang Berlaku Umum Global, 13 Juli Moh. Mahfud MD, 2001, Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm Ibid 8 Ibid

11 Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing 2. Hak asasi politik / Political Right Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi 3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum 4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutangpiutang, dll Hak kebebasan untuk memiliki susuatu Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

12 5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat Prinsip HAM universal menempatkan hak memilih atau dipilih sebagai bagian dari hak dasar manusia, yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Pasal 25) dan juga dijamin dalam konstitusi UUD Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pada bagian Komentar Umum Pasal 25 menyebutkan: Kovenan mengakui dan melindungi hak setiap warganegara untuk mengambil bagian dalam pelaksanaan urusan-urusan publik, hak memilih dan dipilih, serta hak atas akses terhadap pelayanan publik. 9 Prinsip HAM universal menyebutkan bahwa Negara wajib menjamin hak memilih (right to vote) dan hak untuk dipilih (right to be elected). Karenanya, setiap negara diminta untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan dan upaya lain yang diperlukan untuk memastikan setiap warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan apa pun memperoleh kesempatan yang efektif 9 Siaran Pers YBHI, Negara Wajib Melindungi Terhadap Hak Untuk Tidak Memilih Dalam Pemilu, diakses tanggal 24 April 2009

13 menikmati hak ini. Hak ini pada pokoknya, menjamin setiap warga negara untuk secara bebas (freely) turut serta dalam urusan publik dengan memilih wakilwakilnya yang duduk di legislatif dan eksekutif. Karenanya, hak ini juga berkaitan dengan hak yang lain dan tidak dapat dipisahkan, yakni: kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul (freedom of expression, assembly and association). 10 Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak. Hak untuk berbuat menurut cara tetentu seringkali ditafsirkan sebagai suatu keleluasaan (permission). Seseorang atas keinginan atau kehendaknya sendiri, mungkin menggunakan atau tidak menggunakannya. 11 Dalam disiplin hak asasi manusia, tidak ada standar dan norma apa pun yang menyatakan bahwa setiap orang wajib memilih dan dipilih. Sebaliknya yang diatur adalah kewajiban negara untuk memastikan hak ini dijamin pemenuhannya secara bebas. Apabila dikaitkan dengan keberadaan Golput, negara tetap berkewajiban untuk menghormati dan melindungi warganegara yang mengambil pilihan untuk berpartisipasi secara pasif dalam bentuk Golput tersebut. 12 Hak-hak politik diartikan sebagai kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi warga negara yang berperan serta dalam pemerintahan, dalam pembentukan kehendak negara. Hak Politik yang menentukan di dalam demokrasi tidak langsung adalah hak suara, yakni hak warga negara untuk berperan serta dalam pemilihan parlemen, kepala negara, dan organ-organ pembuat dan pelaksana hukum yang lain Ibid 11 Hans Kelsen,2006, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Nusa Media & Penerbit Nuansa, Bandung, hlm op.cit 13 op.cit

14 Sejarah politik Indonesia pernah diwarnai oleh pengalaman buruk terkait campur tangan Negara dalam hal hak untuk memilih dan dipilih pada masa Orde Baru, ketika terjadi kriminalisasi besar-besaran terhadap kaum yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu (Golput). Sejarah buruk itu akan berulang, apabila Negara melakukan stigmatisasi, apalagi kriminalisasi, terhadap kaum Golput dalam Pemilu Golput memang merupakan masalah klasik dan universal dalam kehidupan politik. Pembicaraan tentang ini selalu menjadi berita menarik menjelang pemilu di negara mana pun. Istilah golput dalam peta politik Indonesia pertama kali muncul pada tahun 1971, terhadap mereka yang tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih. Dalam UU tentang Pemilu yaitu UU No.10/2008, disebutkan di pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Jelas kata yang tercantum adalah hak, bukan kewajiban. 14 Lebih tinggi lagi, dalam produk hukum tertinggi di negara kita yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen tahun , juga tercantum hal senada. Dalam pasal 28 E disebutkan: Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Hak memilih di sini termaktub dalam kata bebas. Artinya bebas digunakan atau tidak. Terserah pemilihnya Bhayu M.H, Memilih Atau Tidak Memilih Dalam Pemilu Adalah Hak!, diakses Jumat 24 April Ibid

15 Secara teoriotis, ada dua penjelasan teori mengapa seseorang tidak ikut memilih dalam pemilihan. Penjelasan pertama bersumber dari teori-teori mengenai perilaku pemilih (voter behavior). Penjelasan ini memusatkan perhatian pada individu. Besar kecilnya partisipasi pemilih (voting turnout) dilacak pada sebab-sebab dari individu pemilih. Ada tiga teori besar yang menjelaskan mengapa seseorang tidak memilih ditinjau dari sudut pemilih ini. Pertama, teori sosiologis. Seseorang tidak ikut dalam pemilihan dijelaskan sebagai akibat dari latar belakang sosiologis tertentu, seperti agama, pendidikan, pekerjaan, ras dan sebagainya.2 Faktor jenis pekerjaan juga dinilai bisa mempengaruhi keputusan orang ikut pemilihan atau tidak. Kedua, teori psikologis. Keputusan seseorang untuk ikut memilih atau tidak ditentukan oleh kedekatan dengan partai atau kandidat yang maju dalam pemilihan. Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat dalam pemilihan. Ketiga, teori ekonomi politik. Teori ini menyatakan keputusan untuk memilih atau tidak dilandasi oleh pertimbangan rasional, seperti ketidakpercayaan dengan pemilihan yang bisa membawa perubahan lebih baik. Atau ketidakpercayaan masalah akan bisa diselesaikan jika pemimpin baru terpilih, dan sebagainya. Pemilih yang tidak percaya dengan pemilihan akan menciptakan keadaan lebih baik, cenderung untuk tidak ikut memilih. Selain teori yang memusatkan perhatian pada individu pemilih, fenomena voting turnout juga bisa dijelaskan dengan teori dari sisi struktur. Di sini besar kecilnya partisipasi pemilih tidak diterangkan dari sudut pemilih, tetapi dari

16 struktur atau sistem suatu negara. Paling tidak ada tiga penjelas yang umum dipakai oleh pengamat atau ahli. Pertama, sistem pendaftaran (registrasi) pemilih. Untuk bisa memilih, umumnya calon pemilih harus terdaftar sebagai pemilih terlebih dahulu. Kemudahan dalam pendaftaran pemilih bisa mempengaruhi minat seseorang untuk terlibat dalam pemilihan. Sebaliknya, sistem pendaftaran yang rumit dan tidak teratur bisa mengurangi minat orang dalam pemilihan. Dari sudut hukum, jelas sekali kalau memilih dan dipilih adalah hak, demikian pula secara hak asasi. Hak untuk memilih merupakan hak perdata warga negara, demikian juga hak untuk berpendapat. Tidak ada hukum apa pun yang menyebutkan mereka yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu, akan dikenakan sanksi atau dikriminalkan oleh negara. Secara hukum memang tidak ada satu kekuatan apa pun yang dapat menghalang-halangi seseorang untuk bersikap golput atau tidak menggunakan hak pilihnya. Namun, untuk menghilangkan golput barangkali perlu dikaji lebih dalam kenapa sampai muncul orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya sebagai wujud dari hak kedaulatan yang ada pada dirinya. Setidaknya secara umum ada beberapa faktor yang cukup signifikan memengaruhinya : 16 Pertama, dengan kesadarannya sendiri memang tidak ingin menggunakan hak pilihnya disebabkan beberapa kemungkinan, seperti rasa tidak percaya kepada sistem pemilu. Bagi masyarakat, pelaksanaan pemilu di Indonesia 16 Oksidelfa Yanto, Golput dan Pentingnya Pendidikan Politik, Media Indonesia edisi 17 September 2003

17 dinilai masih sekadar pesta demokrasi yang tidak akan membawa perubahan apa-apa dalam kehidupan politik selanjutnya. Kedua, ketidakpercayaan kepada kontestan (partai politik). Mereka menganggap bahwa tidak ada figur andalan yang dapat mewakili aspirasi mereka. Ini dibuktikan dengan beberapa kali penyelenggaraan pemilu. Para pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih tidak dapat berfungsi mengemban aspirasi politik mereka. Kondisi kehidupan politik yang lebih baik setelah pelaksanaan pemilu ternyata tidak berlangsung di tengah kehidupan masyarakat. Malah yang muncul justru konflik berkepanjangan antar elite politik atau parpol pemenang pemilu. Melihat kondisi seperti itu maka jelas rakyat akan merasa semakin kecewa. Sehingga, akhirnya mereka tidak lagi percaya kepada elite politik dan parpol yang ada. Masyarakat merasa elite politik belum mampu membawa makna yang cukup berarti dalam menyalurkan aspirasinya. Hal tersebut ditambah lagi dengan tidak seriusnya wakil rakyat dalam sidang-sidang membahas agenda penting bangsa. Akibatnya, membuat Dewan selalu lamban dalam merespons suatu masalah. Dari kondisi ini, mereka menganggap bahwa pelaksanaan pemilu tidak ada gunanya, hanya membuang energi dan waktu saja. Tolok ukur keberhasilan pemilu adalah peran serta aktif dalam pemilih di luar golongan putih. Sebagai tolok ukur paradoksalnya (ketidakberhasilan) adalah rendahnya peran serta parpol terhadap pendidikan politik serta kekecewaan terhadap terhadap praktik politik parpol dan elit politik memberikan wacana

18 negatif di benak pemilih. Dengan minimal empat faktor di mana orang enggan untuk aktif berperan dalam pemilu menurut Syamsudin Haris : Kekecewaan sebagian publik terhadap parpol; 2. Parpol sebagian kaya akibat money politik; 3. KPU dan pengawas di daerah minim melibatkan civil society; 4. Sistem pemilu yang rumit. Golput dalam pemilu bisa juga muncul karena kerumitan teknis mencoblos nomor dan atau tanda gambar dan atau nama caleg. 18 Keputusan seseorang untuk menjadi golput pada dasarnya diambil setelah mengkaji berbagai alasan yang ada. Bagi masyarakat, buat apa memilih jika parpol tidak memberikan kepuasan. Dan, buat apa menyalurkan hak pilih bila pemilu dinilai tidak bermakna bagi mereka. Artinya, kekuatan politik di DPR tidak bisa mewakili aspirasi mereka. Alasan ini seharusnya dapat dijadikan suatu pemikiran oleh wakil rakyat atau elite politik agar ke depan tidak mengecewakan rakyat. Masalahnya adalah bagaimana para elite politik negeri ini mampu meyakinkan masyarakat bahwa lembaga perwakilan rakyat bisa berperan secara jujur dan wajar dalam upaya menyuarakan kepentingan rakyat. Di Indonesia saat ini masalah Golput menjadi perdebatan yang cukup menarik. Berdasarkan Data dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI), misalnya, menyebutkan ada sekitar 28 persen pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. 19 Bila angka ini benar, tidak salah bila golput ditahbiskan sebagai 17 Tataq Chidmad, SH, 2004, Kritik Terhadap Pemilihan Langsung, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, hlm Ibid 19 Refly Harun, Menggugat Hilangnya Hak Pemilih, Harian Tempo, Edisi Rabu 15 April 2009

19 pemenang pemilu, mengingat untuk saat ini partai Demokrat paling unggul dibandingkan partai lainnya dengan perolehan suara lebih dari 20 %. 20 Golput terdiri atas dua genre: golput politis dan golput teknis. Terhadap mereka yang golput karena pilihan politik, karena menganggap pemilu tidak berguna, hanya memboroskan anggaran negara, sekadar sarana bagi partai politik dan calon legislator untuk menyampaikan janji-janji kosong yang langsung dilupakan ketika telah melenggang ke kursi parlemen. Di negeri ini, menggunakan hak memilih (casting vote) masih dikonstruksikan sebagai sekadar hak, belum menjadi kewajiban sebagaimana halnya di Australia. Namun, bagi yang golput karena soal teknis administratif, yaitu tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT), soal ini harus dicari akar masalah dan solusinya. Untuk menggunakan hak memilih, pemilih harus didaftar, yang kewajibannya dibebankan kepada penyelenggara pemilu (KPU dan jajarannya). Model pendaftaran yang dianut dalam UU Pemilu ada stelsel pasif. Suka atau tidak, semua warga negara yang telah memenuhi syarat akan didaftar. Hal ini membedakan dengan praktek di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang menggunakan stelsel aktif. Untuk menggunakan haknya, warga negara yang memenuhi syarat harus mendaftarkan diri secara aktif. Penyelenggara pemilu tidak akan memberikan surat suara kepada pemilih yang tidak mendaftar. Bila ada warga negara yang memenuhi syarat tidak terdaftar, KPU patut disalahkan. KPU bisa dipersepsikan telah melalaikan kewajiban untuk mendaftar semua pemilih yang berhak memilih. Namun, sejak zaman otoriter hingga Pemilu Indonesia, Dari Mana Suntikan Perolehan Suara Demokrat?, diakses Rabu, 28 April Ibid

20 demokratis hingga saat ini, data penduduk selalu bermasalah. Birokrasi pemerintahan tidak bekerja untuk mendata penduduk secara lengkap dan valid, yang akan digunakan dalam setiap pemilu. Padahal, pemilu adalah sesuatu yang bisa diprediksi waktunya. Terlebih Indonesia mengatur sistem pemerintahan presidensial, bukan parlementer di mana pemilu bisa diadakan sewaktu-waktu. Persoalan administrasi kependudukan dan pendataan pemilih mencerminkan belum bagusnya sistem pengelolaan potensi penduduk Indonesia. Padahal, validitas data pemilih juga menjadi indikator terhadap integritas pemilu di Indonesia. 22 Jika data pemilih tidak valid, tidak akurat, kemungkinan pemilih dalam menjalankan hak memilihnya menjadi semakin rendah. Karena itu, legitimasi politik dalam pemilu sangat dipertaruhkan di sini. Sejak awal reformasi sudah kerap kita dengar beragam rencana pembenahan administrasi kependudukan. Kita juga pernah mendengar rencana komputerisasi data kependudukan dan pemberlakuan nomor identitas tunggal bagi setiap penduduk. Nyatanya, dalam perkara ini kita tak beranjak maju. Mungkin puluhan atau ratusan ribu atau bahkan jutaan. Mereka pemegang kartu tanda penduduk dan terdaftar sebagai penduduk. Namun, mereka kehilangan hak pilih karena nama mereka tak tertera dalam daftar pemilih tetap. Sebagian dari mereka datang ke tempat pemungutan suara pada 9 April lalu sambil membawa bukti-bukti identitas kependudukan. Tetapi, aturan melarang mereka Indonesia on time.com, Data Pemilih Pengaruhi Partisipasi Pemilih dalam Pemilu, Diakses, Jumat 24 April Eep Saifulloh Fatah, Dosa-Dosa Besar Pemilu 2009, diakses pada Jumat Tanggal 24 April 2009

21 menggunakan hak pilih mereka. Halangan administrasi merenggut hak-hak politik mereka, mereka terabaikan. 24 Istilah golput muncul pertama kali menjelang pemilu pertama zaman Orde Baru tahun pemrakarsa sikap untuk tidak memilih itu, antara ain Arief Budiman, Julius Usman dan almarhum Imam Malujo Sumali. Langkah mereka didasari pada pandangan bahwa aturan main berdemokrasi tidak ditegakkan, cenderung dinjak-injak. 25 Menjelang Pemilu 1992, golput marak lagi sehingga bayangan kekuatannya diidentikkan sebagai partai keempat, disamping PPP,Golkar, dan PDI. Namun jumlah pemilih pada Pemilu 1992, kembali menurut versi pemerintah, di atas 90 persen, persisinya 91 persen. Sepekan menjelang Pemilu 29 Mei 1997, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Megawati Soekarnoputri, selaku pribadi, mengumumkan untuk tidak menggunakan hak politiknya untuk memilih. Sikap orang-orang golput, menurut Arbi Sanit dalam memilihn memang berbeda dengan kelompok pemilih lain atas dasar cara penggunaan hak pilih. Apabila pemilih umumnya menggunakan hak pilih sesuai peraturan yang berlaku atau tidak menggunakan hak pilih karena berhalangan di luar kontrolnya, kaum golput menggunakan hak pilih dengan tiga kemungkinan. Pertama, menusuk lebih dari satu gambar partai. Kedua, menusuk bagian putih dari kartu suara. Ketiga, tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk tidak menggunakan hak pilih. Bagi mereka, memilih dalam pemilu sepenuhnya adalah hak. Kewajiban 24 Ibid 25 Putra, Fadilah, Partai poltik dan kebijakan publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, Hal.104.

22 mereka dalam kaitan dengan hak pilih ialah menggunakannya secara bertanggung jawab dengan menekankan kaitan penyerahan suara kepada tujuan pemilu, tidak hanya membatasi pada penyerahan suara kepada salah satu kontesan pemilu. 26 Dalam artikelnya di Kompas 28 Juli , Indra J.Piliang menyatakan bahwa golongan putih (golput0 dianggap sebagai bentuk perlawanan atas partaipartai politik dan calon presiden-wakil presiden yang tidak sesuai dengan aspirasi orang-orang yang kemudian golput. Dia membagi golput menjadi 3 bagian yaitu: Pertama, golput ideologis, yakni segala jenis penolakan atas apa pun produk sistem ketatanegaraan hari ini. Golput jenis ini mirip dengan golput era 1970-an, yakni semacam gerakan anti-state, ketika state dianggap hanyalah bagian korporatis dari sejumlah elite terbatas yang tidak punya legitimasi kedaulatan rakyat. Kedua, golput pragmatis, yakni golput yang berdasarkan kalkulasi rasional betapa ada atau tidak ada pemilu, ikut atau tidak ikut pemilu, tidak akan berdampak atas diri si pemilih. Ketiga, golput politis, yakni golput yang dilakukan akibat pilihan-pilihan politik. Kelompok ini masih percaya kepada negara, juga percaya kepada pemilu, tetapi memilih golput akibat preferensi politiknya berubah akibat sistemnya sebagian mergugikan mereka. Sedangkan menurut Novel Ali, di Indonesia terdapat dua kelompok golput. 28 Pertama, adalah kelompok golput awam. Yaitu mereka yang tidak 26 http// 27 http//kompas.com 28 Novel Ali, Peradaban Komunikasi Politik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1992, hal.22

23 mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya. Kemampuan politik ini tidak sampai ke tingkat analisis, melainkan hanya sampai tingkat deskriptif saja. Kedua, adalah golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan politik. Misalnya tidak puas dengan kualitas partai politik yang ada. Atau mereka menginginkan adanya satu organisasi politik lain yang sekarang belum ada. Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi partisipasi politik. Huntington dan Nelson dalam bukunya No Easy Choice Politicall Participation in Developing Countries memaknai partisipasi politik sebagai: 29 Dalam artikelnya di Kompas 28 Juli , Indra J.Piliang menyatakan bahwa golongan putih (golput0 dianggap sebagai bentuk perlawanan atas partaipartai politik dan calon presiden-wakil presiden yang tidak sesuai dengan aspirasi orang-orang yang kemudian golput. Dia membagi golput menjad By political participation we mean activity by private citizens designed to influence government decision-making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective. (partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud 29 Huntington, S.P. & Nelson, J. (1977). No easy choice political participation in developing countries. Cambridge: Harvard University Press. 30 http//kompas.com

24 untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif). Dalam definisi tersebut partisipasi politik lebih berfokus pada kegiatan politik rakyat secara pribadi dalam proses politik, seperti memberikan hak suara atau kegiatan politik lain yang dipandang dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan politik oleh Pemerintah dalam konteks berperan serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian partisipasi politik tidak mencakup kegiatan pejabat-pejabat birokrasi, pejabat partai, dan lobbyist professional yang bertindak dalam konteks jabatan yang diembannya. Dalam perspektif lain McClosky dalam International Encyclopedia of the social sciences menyatakan bahwa: 31 The term political participation will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy (partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui makna mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. Nie dan Verba dalam Handbook of Political Science mengemukakan bahwa: By political participation we refer to those legal activities by private citizens which are more or less directly animed at influencing the selection of 31 McClosky, H. (1972). Political participation, international encyclopedia of the social science, (2nd ed.). New York: The Macmillan Company and Free Press.

25 governmental personel and/or the actions they take (partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warganegara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat Negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka. Dalam perspektif pengertian yang generik, Budiardjo memaknai partisipasi politik adalah: Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan Pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat Pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya. 32 Dalam tahapan demokrasi elektoral atau demokrasi prosedural, golput adalah manifestasi politik, dimana rakyat tidak berpartisipasi politik (menggunakan hak pilihnya) secara sukarela dalam pemilihan umum sebagai pesta demokrasi. Secara faktual fenomena Golput tidak hanya terjadi di negara demokrasi yang sedang berkembang, di negara yang sudah maju dalam berdemokrasipun juga menghadapi fenomena Golput, seperti di Amerika Serikat yang capaian angka partisipasi politik pemilihnya berkisar antara 50% s/d 60%, begitu pula di 32 Budiardjo, M. (1996). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

26 Perancis dan Belanda yang angka capaian partisipasi politik pemilihnya berkisar 86%. Secara kondisional faktor penyebab munculnya Golput di negara berkembang dan di negara maju tentunya berbeda. Sebagaimana dikemukakan Varma (2001:295) bahwa: Di Negara berkembang lebih disebabkan oleh kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan hasil Pemilu yang kurang amanah dan memandang nilai-nilai demokrasi belum mampu mensejahterakan masyarakat. Kondisi ini jelas akan mempengaruhi proses demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena terjadi paradoks demokrasi atau terjadi kontraproduktif dalam proses demokratisasi. Karenanya menghadapi fenomena Golput yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor kekecewaan publik terhadap kinerja partai politik dan pemerintah yang belum efektif, maka menjadi pembelajaran bagi partai politik dan pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya sebagai mesin kerja demokrasi yang efektif dan memiliki komitmen yang kuat, mewujudkan good public governance. Ketidakmampuan partai politik dan pemerintah menampilkan kinerja tersebut, maka fenomena Golput akan mengkristal menjadi faktor internal demokrasi yang potensial menimbulkan pembusukan demokrasi atau pembusukan politik (political decay), sehingga akan berimplikasi melumpuhkan demokrasi, dimana partai politik sebagai mesin pebangkit partisipasi politik dalam demokrasi secara moral ikut bertanggungjawab. Dalam mindset Golput, demokrasi di Indonesia saat ini lebih dimaknai oleh publik, yaitu baru sebatas kebebasan untuk mengkritik Pemerintah dan

27 mengganti pemerintahan melalui Pemilu secara reguler, dan belum menyentuh substansi pembangunan demokrasi di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Fenomena tersebut, kiranya perlu mendapatkan apresiasi dan solusi oleh para aktor-aktor pemerintahan (penyelenggara negara) menghadapi Pemilu tahun 2009 agar pesta demokrasi lebih efisien dan berkualitas secara sistemik, baik dalam tataran input, process, dan output, dan malah bukan bersifat kontra produktif dalam berdemokrasi. Dalam arti proses demokrasi malah menurunkan tingkat partisipasi politik pemilih di satu sisi, dan di sisi lain malah makin meningkatnya jumlah Golput yang berimplikasi negatif bagi pembangunan kualitas demokrasi. Untuk memahami tentang budaya politik, terlebih dahulu harus dipahami tentang pengertian budaya dan politik. Budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu budhayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi. Kebudayaan adalah segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya. Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai yang berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana jaman dan tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Artinya, budaya politik yang berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku politik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan, sehingga budaya politik yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Budaya politik (kebudayaan politik) merupakan dimensi psikologis dari sistem politik, maksudnya adalah budaya politik bukan lagi sebagai sebuah sistem

28 normatif yang ada di luar masyarakat, melainkan kultur politik yang berkembang dan dipraktekkan oleh suatu masyarakat tertentu. Dalam setiap masyarakat terdapat budaya politik yang menggambarkan pandangan masyarakat tersebut mengenai proses politik yang berlangsung di lingkungannya. Tingkat kesadaran dan partisipasi mereka biasanya menjadi hal penting untuk mengukur kemajuan budaya politik yang berkembang. Perbedaan budaya politik dalam masyarakat secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga budaya politik, yaitu : 1. Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, pasif) 2. Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi) 3. Budaya politik partisipatif (aktif) Perbedaan budaya politik yang berkembang dalam masyarakat, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : 1. Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat 2. Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi/sejahtera masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar 3. Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik yang lebih baik) 4. Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan bebas) 5. Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan mandiri)

29 Selanjutnya, Almond dan Verba mengemukakan, bahwa budaya politik suatu masyarakat dihayati melalui kesadaran masyarakat akan pengetahuan, perasaan, dan 1. Orientasi kognitif, merupakan pengetahuan masyarakat tentang sistem politik, peran, dan segala kewajibannya. Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan mengenai kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah 2. Orientasi afektif, merupakan perasaan masyarakat terhadap sistem politik dan perannya, serta para pelaksana dan penampilannya. Perasaan masyarakat tersebut bisa saja merupakan perasaan untuk menolak atau menerima sistem politik atau kebijakan yang dibuat. 3. Orientasi evaluatif, merupakan keputusan dan pendapat masyarakat tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan nilai moral yang ada dalam masyarakat dengan kriteria informasi dan perasaan yang mereka miliki. Ciri-ciri masyarakat politik antara lain sebagai berikut : 1. Dengan sadar dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemilu terutama hak pilih aktif 2. Bersifat kritis terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan sikap : a. Menerima sebagaimana adanya b. Menolak dengan alasan tertentu atau c. Ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa-apa 3 Memiliki komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannya

30 4 Dalam penyelesaian suatu masalah lebih suka dengan cara dialog atau musyawarah Budaya politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, hal ini di pengaruhi oleh karakter budaya politiknya masing-masing. Untuk mengetahui karakter budaya politik suatu bangsa dapat diukur melalui beberapa dimensi yang berkembang dalam masyarakat, yaitu : 1. Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki oleh masyarakat mengenai sistem politik negaranya, seperti pengetahuan tentang sejarah, letak geografis, dan konstitusi negaranya 2. Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam membuat suatu kebijakan 3. Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan opini dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah 4. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan bernegara, serta pemahmanya akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga negara Perbedaan dimensi tersebut menurut Almond dan Verba melahirkan beberapa tipe budaya politik yang berkembang dalam negara, yaitu : 1. Budaya Politik Parokial (parochial political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas sangat rendah. Tidak ada peran-peran politik masyarakat yang bersifat khusus, sehingga peranan politik, baik yang bersifat politis, ekonomis, maupun religius sepenuhnya diserahkan kepada pengambil kebijakan/pemimpin yang biasanya dipegang oleh seorang kepada

31 suku/adat, tokoh agama, ataupun tokoh masyarakat yang peranannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 2. Budaya Politik Subjek (subject political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap dimensi pengetahuan dan pemahaman cukup tinggi, tetapi masih bersifat pasif, artinya masyarakat sudah memiliki pengetahuan, pemahaman, namun mereka belum memiliki orientasi dimensi pemahaman mengenai penguatan kebijakan dan partisipasi dalam kegiatan politik, mereka tidak memiliki keinginan dan kemauan untuk mencoba menilai, menelaah, atau mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, mereka menerima apa adanya, sehingga sikap masyarakat terhadap suatu kebijakan pemerintah terbagi menjadi dua kelompok, ada yang menerima atau menolak. 3. Budaya Politik Partisipan (participan political culture), dimana pada tingkat tersebut frekuensi orientasi masyarakat terhadap empat dimensi tersebut diatas lebih baik, masyarakat mulai bersifat aktif dalam peranperan politik, meskipun perasaan dan evaluasi masyarakat terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak. Clifford Geerts, seorang antropolog berkebangsaan Amerika mengemukakan tentang tipe budaya politik yang berkembang di Indonesia yaitu : 1. Budaya Politik Abangan, yaitu budaya politik masyarakat yang lebih menekankan pada aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia. Ciri khas dari budaya politik abangan ini adalah tradisi selamatan, yang berkembang pada

32 kelompok masyarakat petani pada era tahun 60-an, diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang mengganggu manusia. Kelompok masyarakat abangan sering kali berafiliasi dengan partai semacam PKI dan PNI. 2. Budaya Politik Santri, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya agama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia. Kelompok masyarakat santri biasanya diidentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah menjalankan ibadah atau ritual agama Islam. Pendidikan mereka ditempuh melalui pendidikan pesantren, madrasah, atau mesjid. Kelompok masyarakat santri biasanya memiliki jenis pekerjaan sebagai pedagang. Kelompok masyarakat santri pada masa lalu sering kali berafiliasi dengan partai NU atau Masyumi, namun pada masa sekarang mereka berafiliasi pada partai, seperti PKS, PKB, PPP, atau partai-partai lainnya yang menjadikan Islam sebagai dasarnya. 3. Budaya Politik Priyayi, yaitu budaya politik masyarakat yang menekankan pada keluhuran tradisi. Kelompok priyayi sering kali dikontraskan dengan kelompok petani, dimana kelompok priyayi dianggap sebagai kelompok atas yang menempati pekerjaan sebagai birokrat (pegawai pemerintah). Pada masa lalu kelompok masyarakat priyayi berafiliasi dengan partai PNI, sekarang mereka berafiliasi dengan partai Golkar Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut dengan culture, dengan sel kata dari bahasa latin colere yang berarti mengolah tanah. Dari defenisi tersebut, berkembanglah istilah culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia

33 untuk mengolah tanah dan mengubah alam. 33 Dalam bahasa Inggris, kata culture dalam abad yang lalu mengalami pergeseran arti sebagai berikut: a. a general state or habits of mind (suatu kebiasaan umum atau kebiasaan pemikiran) b. The general state of intellectual development in society as a whole (kedaaan umum dari pengembangan intelektual dari masyarakat secara keseluruhan) c. the general body of arts (bagian umum dari seni) d. a whole way of life, material, intellectual and spiritual (keseluruhan cara hidup, material, intelektual, dan spiritual) 34 Menurut Linton (1940) Budaya adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh suatu anggota masyarakat tertentu 35. Menurut Kluckhohn dan Kelly (1945) Budaya adalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial bagi perilaku manusia Haryono, Drs. P Memahami Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar. Yogyakarta: Kanisius. Hal Harsojo. Prof Pengantar Antropologi. Bandung : Binacipta. Hal Keesing, Roger M Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga. hal Keesing, Roger M ibid

34 Menurut Kroeber (1948) Budaya adalah keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan dan perilaku yang ditimbulkannya 37 Dapat disimpulkan bahwa arti kebudayaan amat luas, meliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatkan dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat 38. Ciri-ciri budaya Ciri-ciri budaya sebagai berikut 39 : 1. Dapat dipelajari. 2. Diturunkan dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tertulis, baik disengaja maupun tidak disengaja. 3. Memiliki simbol-simbol tertentu. Setiap budaya memiliki simbol-simbol yang memiliki makna khusus biasanya dimengerti oleh masyarakatnya. 4. Selalu berubah. Tidak ada budaya yang statis. Budaya suatu masyarakat selalu dinamis dan terus berubah sesuai dengan perkembangan Zamannya 5. Memiliki sistem integral. Setiap unsur kebudayaan terkait satu dengan yang lain. Oleh sebab itu, satu unsur kebudayaan tidak 37 Keesing, Roger M ibid 38 Harsojo. Prof Op. cit. Hal Kaentjaraningrat, Esther Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 3

KUESIONER. lakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP-

KUESIONER. lakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP- KUESIONER I. Kata Pengantar Dengan hormat, Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir atau skripsi yang sedang saya lakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP- USU), maka saya melakukan penelitian

Lebih terperinci

IMPLIKASI GOLONGAN PUTIH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN DEMOKRASI DI INDONESIA

IMPLIKASI GOLONGAN PUTIH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN DEMOKRASI DI INDONESIA MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 2, DESEMBER 2008: 82-86 IMPLIKASI GOLONGAN PUTIH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN DEMOKRASI DI INDONESIA H. Soebagio Program Pascasarjana, Universitas Islam Syekh Yusuf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang (Developing Country)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang (Developing Country) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang (Developing Country) berusaha mengejar ketertinggalan untuk menjadi negara maju dengan konsep pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH Modul ke: HAK ASASI MANUSIA Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir Fakultas FAKULTAS www.mercubuana.ac.id RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi DEFINISI Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

BAB IV HUBUNGAN GOLPUT DALAM PEMILU MENURUT ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU

BAB IV HUBUNGAN GOLPUT DALAM PEMILU MENURUT ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU BAB IV HUBUNGAN GOLPUT DALAM PEMILU MENURUT ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU A. Golput Dalam Pemilu Menurut Islam Pemilu beserta hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan itu adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk mau memberi keyakinan pada seseorang yang ditujunya. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi. Pemilu menjadi sarana pembelajaran dalam mempraktikkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

Caroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Caroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Pemilu itu Apa? Secara prosedural, pemilu adalah mekanisme untuk melakukan seleksi dan rotasi kepemimpinan politik Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I 1.1.Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP.

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Andhika Danesjvara & Nur Widyastanti Kompetensi 1. Mampu menjelaskan pengertian tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. 2. Mampu

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilainilai dan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sosialisasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Sukasari Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, merupakan sosialisasi disekolah mengenai pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei

Lebih terperinci

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu

Lebih terperinci

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu Oleh: Hardinata Abstract In the culture of Elections in Indonesia, one of new challenge for Indonesia is the Regional Election directly initiated

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA Pengertian Hak Azazi Manusia Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal Dasar-dasar HAM tertuang dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGAWAL DEMOKRASI DI KALBAR

PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGAWAL DEMOKRASI DI KALBAR PARTISIPASI PEMUDA DALAM MENGAWAL DEMOKRASI DI KALBAR ANDI MURSIDI Ketua STKIP Singkawang Di Sampaikan Dalam Seminar Pemudan & MUSPIMDA PMII Kalimantan Barat dan Di Aula Kampus STKIP Singkawang Jumat 28

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

Partisipasi LSM..., Firsty Husbani, FISIP UI, 2009 Universitas Indonesia. Mundurnya Demokrasi di Indonesia. Demos.

Partisipasi LSM..., Firsty Husbani, FISIP UI, 2009 Universitas Indonesia. Mundurnya Demokrasi di Indonesia. Demos. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa setelah jatuhnya rejim Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, Indonesia kemudian menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI

BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI 69 BAB IV MEMAKNAI HASIL PENELITIAN BUDAYA POLITIK SANTRI A. Santri dan Budaya Politik Berdasarkan paparan hasil penelitian dari beberapa informan mulai dari para pengasuh pondok putra dan putri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA 1 POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA Oleh : TRI HERMINTADI, SH, MH 1. A. Pengantar Jika konfigurasi politik demokratis maka akan melahirkan karakter hukum yang responsif. Konfigurasi

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Budiyono Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : budiyono.1974@fh.unila.ac.id Abstrak Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H.

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. A. Pendahuluan Profesi merupakan suatu bidang kerja yang memerlukan keahlian dan independensi yang oleh karena itu tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bukti nyata bahwa Negara dengan sistem demokrasi yang baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bukti nyata bahwa Negara dengan sistem demokrasi yang baik itu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu bukti nyata bahwa Negara dengan sistem demokrasi yang baik itu ditentukan dari ada tidaknya perwujudan dan pelaksanaan daripada demokrasi tersebut, yakni

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH.

DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA. Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia RINA KURNIAWATI, SHI, MH. Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Mengetahui teori demokrasi dan pelaksanaanya di Indonesia Fakultas FAKULTAS RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi http://www.mercubuana.ac.id DEFINISI

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan.

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. PERTEMUAN KE 4 DEMOKRASI Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak Asasi Manusia (HAM) menurut pasal 1 ayat 1 UU. No. 39 tahun 1999 yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dengan keberadaan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang pelaksanaannya dapat

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan pemilu merupakan agenda politik yang diadakan oleh negara setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan pemilu merupakan agenda politik yang diadakan oleh negara setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemilu merupakan agenda politik yang diadakan oleh negara setiap 5 tahun sekali. Kegiatan ini merupakan salah satu saran penyampaian aspirasi rakyat yang paling

Lebih terperinci

Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia Demokrasi Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI ENI MISDAYANI, S.Ag, MM KPU KABUPATEN KUDUS 26 MEI 2014 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban Nama Kelompok: 1. Rizeki Amalia 2. Setiawan Hartanto 3. Rizki Saputra 4. Sarah Julianti 5. Yessy Dwi Yulianti 6. Yuniar

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh :

PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh : PARTISIPASI POLITIK PEMULA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MINAHASA TENGGARA (SUATU STUDI DI KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA) Oleh : Topan Umboh Abstrak Partsipasi politik politik pemula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin

Lebih terperinci