Laporan Akhir ANALISIS KELOMPOK KONSUMEN (CONSUMER GROUP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KEBERDAYAAN KONSUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Akhir ANALISIS KELOMPOK KONSUMEN (CONSUMER GROUP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KEBERDAYAAN KONSUMEN"

Transkripsi

1 Laporan Akhir ANALISIS KELOMPOK KONSUMEN (CONSUMER GROUP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KEBERDAYAAN KONSUMEN Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan 2016

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmatnya laporan Analisis Kelompok Konsumen (Consumer Group) Dalam Upaya Peningkatan Keberdayaan Konsumen dapat diselesaikan. Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan perlindungan konsumen dapat dilihat dari tingkat keberdayaan konsumennya. Saat ini, secara umum, konsumen di Indonesia masih berada pada tahap belum berdaya. Pembentukan kelompok/organisasi konsumen atau lebih dikenal dengan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), merupakan salah satu bentuk upaya untuk melakukan sosialiasi dan edukasi kepada konsumen mengenai hak dan kewajibannya, sekaligus membantu konsumen dalam melakukan advokasi dengan pelaku usaha, yang pada akhirnya diharapkan dapat membantu meningkatkan keberdayaan konsumen secara umum. Analisis ini bertujuan untuk memetakan potensi dan prioritas kelompok konsumen yang dapat dibentuk, mengidentifikasi bentuk kelembagaan dan pengelolaan kelompok/organisasi konsumen dalam meningkatkan pemberdayaan konsumen, serta merumuskan usulan kebijakan terkait kelompok/organisasi konsumen dalam rangka pemberdayan dan perlindungan konsumen. Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa saat ini telah terdapat beberapa LPKSM yang berperan cukup aktif dalam membantuk meningkatkan keberdayaan konsumen. Namun, kinerja LPKSM dinilai masih belum optimal dan seringkali terbentur dengan permasalahan dana dan SDM yang terbatas. Oleh karena itu, perlu ada dukungan dari pemerintah untuk lebih memberdayakan LPKSM serta melibatkan LPKSM dalam upaya pelaksanaan perlindungan konsumen. Kami sadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan, namun kami harapkan agar analisis ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan terutama di bidang standardisasi dan perlindungan konsumen. Jakarta, Agustus 2016 Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri ii

3 ABSTRAKSI Tingkat keberdayaan konsumen Indonesia masih relatif rendah, konsumen belum cukup terdidik dan terinformasi dengan baik sehingga belum mampu memilih barang dan jasa yang terbaik dan belum aktif melindungi dirinya. Kelompok/lembaga konsumen (LPKSM) menjadi penting karena dapat membentuk kesadaran kritis konsumen individu sehingga menjadi kesadaran komunal untuk meningkatkan keberdayaan konsumen. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan prioritas pembentukan kelompok konsumen, menganalisis kelembagaan dan pelaksanaan kegiatan dengan metode Case Study Approach dan AHP. Hasilnya, LPKSM masih menemui hambatan yaitu keterbatasan SDM, keterbatasan dana operasional serta persepsi negatif masyarakat. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlu dibentuk LPKSM berbasis sektor prioritas yaitu finansial, properti, fasilitas umum, jasa telekomunikasi, dan kesehatan sehingga pelaksanaan kegiatan edukasi dan advokasi lebih efektif. Sebagian LPKSM belum berbadan hukum, masih fokus pada kegiatan advokasi, dan koordinasi masih kurang antar LPKSM dan antara LPKSM dengan pemerintah. Untuk itu, pemerintah perlu lebih memberdayakan LKPSM, menyusun modul edukasi konsumen yang terstandar, serta bersama LPKSM membangun citra positif dan memperbaiki koordinasi dengan meningkatkan peran asosiasi LPKSM. Kata kunci : keberdayaan konsumen, edukasi, advokasi, kelompok konsumen ABSTRACT Indonesia consumers empowerment level is still low which causes consumers incapability to protect themselves actively. Role of consumers group (LPKSM) become important in developing individual critical conscious into communal level. This study objects to prioritize assorted leading sectors as basis for developing consumers group, analyze organization and management of the groups in conducting education and advocacy programs. Three factors hampering development of the groups are limitation in human resource quality and quantity, limitation on funding, and negative perception of consumers group in society. Result shows five priority sectors consecutively are finance, property/housing, public utilities, telecommunication service, and health service. Some consumer groups do not have legal standing, only focus on advocacy programs, and lack of coordination not only among themselves but also between the groups and government. Therefore, government need to put more effort on consumer groups empowerment, produce standardized consumers education modules, together with consumer groups build their positive image, and improve coordination by enhance the role of existing consumer groups association. Keywords : consumer empowerment, consumer group, education, advocacy iii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan dan Output Keluaran Analisis Dampak Analisis Ruang lingkup Sistematika penulisan... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan regulasi Tinjauan empiris Kelompok/organisasi konsumen di beberapa negara Kerangka Pikir BAB III METODOLOGI Data dan Sumber Data Metode PengumpulanData Metode Analisis Data Jadwal Operasional 35 BAB IV KELOMPOK ORGANISASI KONSUMEN DI DAERAH PENELITIAN Kelompok Konsumen dan Pengelolaannya Layanan Produk atau Jasa Persepsi Masyarakat Terhadap Kelompok Konsumen Peran Pemerintah BAB V HASIL ANALISA Persepsi Masyarakat Terhadap Kelompok Konsumen iv

5 5.2. Profil, Hambatan serta Yang Dilakukan oleh Kelompok Konsumen Potensi dan Prioritas Kelompok Konsumen yang Dapat Dibentuk Peran Pemerintah Terhadap Kelompok Konsumen BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Rekomendasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

6 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Pembobotan dalam Dimensi Indeks Keberdayaan Konsumen Tabel 3.1. Skala Penilaian Metode AHP Tabel 3.2. Skala Penilaian Tabel 3.3. Perbandingan Antar Kriteria Tabel 3.4. Sintesa Penilaian Tabel 3.5. Sektor-sektor Penting Terkait Perlindungan Konsumen Tabel 3.6. Operasional Survey DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kerangka Pikir Gambar 4.1. Prosedur Penanganan Sengketa Konsumen Gambar 4.2. Majalah Consumers yang diterbitkan YLKIT Gambar 5.1. Hasil Penilaian Sektor-sektor Prioritas vi

7 vii

8 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya perlindungan konsumen dapat dikatakan berhasil apabila konsumen Indonesia sudah berdaya, dalam arti bahwa konsumen memahami hak dan kewajibannya serta mampu untuk melindungi dirinya sendiri dari potensi kerugian. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan perlu mengoptimalkan upaya dalam pemberdayaan konsumen. Hal ini dilatarbelakangi beberapa faktor (Puska Dagri, 2016), pertama yaitu pelanggaran hak-hak konsumen masih sering terjadi, kedua adalah perlunya kesejajaran antara penghormatan atas hak konsumen dengan kewajiban pelaku usaha. Kemudian yang ketiga adalah makin terbukanya pasar bagi masuknya berbagai jenis produk dan jasa. Kewenangan Kementerian Perdagangan terkait perlindungan konsumen tertuang dalam Undang- Undang No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan khususnya pasal 5 ayat (2) dan (3) yang menyatakan bahwa kebijakan perdagangan dalam negeri diarahkan dan mengatur tentang perlindungan konsumen dimana pemberdayaan konsumen menjadi salah satu upaya dalam perlindungan konsumen. Hal tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan pasal 4 poin (e) bahwa menteri terkait harus berkoordinasi untuk meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan dan keterampilan. Keberdayaan konsumen adalah peningkatan kontrol konsumen yang berdampak positif pada perilaku konsumen terkait konsumsi barang dan jasa (Direktorat Pemberdayaan Konsumen, 2015). Keberdayaan konsumen memiliki tiga dimensi utama yaitu dimensi ketegasan konsumen, dimensi pengalaman praktik tidak adil pelaku usaha dan pemenuhan hak konsumen, dan dimensi keterampilan konsumen (Simanjuntak, 2014). Konsumen yang berdaya adalah mereka yang paham dengan baik mengenai hak dan kewajibannya, sehingga memiliki ketrampilan dasar yang memadai dalam perilakunya sehari-hari sebagai konsumen. Keterampilan dasar tersebut antara lain mampu membandingkan harga, mengecek tanggal kadaluarsa, label dan nomor registrasi produk, serta memperhatikan kualitas produk yang 1

9 dibeli (Simanjuntak, 2014). Selain itu, mereka juga berperan aktif dalam memperjuangkan hak-haknya. Namun demikian, hasil studi yang dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Konsumen (2015) menunjukkan bahwa tingkat keberdayaan konsumen di Indonesia, yang diukur melalui Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK), masih rendah yaitu 34,17%. Artinya, konsumen di Indonesia ada pada tahap memahami hak dan kewajibannya, namun belum mampu berperan aktif melindungi dirinya. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka meningkatkan keberdayaan konsumen. Seperti yang telah disebutkan dalam salah satu regulasi di atas, pemberdayaan konsumen dapat ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan keterampilan. Upaya tersebut diimplementasikan dalam bentuk penyuluhan ke kelompok-kelompok masyarakat, seminar dan workshop di perguruan tinggi dan instansi terkait, serta kampanye Konsumen Cerdas. Namun demikian, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Puska Dagri (2016) pada hampir konsumen di seluruh Indonesia, rata-rata lebih dari 80% dari mereka tidak mengetahui dan tidak ikut serta dalam kegiatan sosialisasi Konsumen Cerdas. Dengan demikian, pemerintah dinilai perlu menggunakan sarana lain dalam upaya pemberdayaan konsumen. Salah satunya adalah menyasar program pemberdayaan kepada kelompok konsumen tertentu, misalnya penggalakan sadar SNI melalui Masyarakat Standarisasi (MASTAN). Kelompok konsumen ini berfungsi melakukan edukasi dan advokasi terkait perlindungan konsumen kepada para anggotanya. Keberadaan kelompok konsumen atau kelompok konsumen merupakan hal yang lumrah di negara-negara lain, terutama negara maju. Sebagai contoh, di negara ASEAN seperti Malaysia memiliki Consumers Affairs and Protection Society of Sabah (CAPS) yang merupakan lembaga independen beranggotakan masyarakat umum. Beberapa kegiatan utama lembaga ini antara lain 1) melindungi konsumen dari penipuan, pemalsuan, penindasan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab; 2) memupuk kesadaran konsumen akan hak-hak mereka dan mendorong konsumen untuk berperan aktif dalam memperjuangkan haknya; 3) menyerahkan masalah yang dihadapi konsumen kepada pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti; dan 4) menyampaikan saran, komentar dan teguran kepada pihak yang berwenang. Dengan kata lain, organisasi konsumen ini memberikan edukasi 2

10 kepada anggotanya, melakukan advokasi, serta menjadi perantara antara anggotanya dengan pihak-pihak berwenang terkait. Sementara di Australia, salah satu organisasi konsumen non-profit yang dibentuk sejak tahun 1959 adalah CHOICE. Organisasi ini beranggotakan masyarakat umum dan melakukan kampanye melalui penerbitan majalah, jurnal dan buku-buku. Kegiatan utamanya adalah melakukan tes dan review terhadap berbagai produk yang beredar di pasar untuk memastikan konsumen anggotanya memperoleh produk yang aman dan sesuai ketentuan. Beberapa contoh kelompok konsumen di atas menunjukkan bahwa keberadaan kelompok/organisasi konsumen dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman konsumen akan hak-haknya dan mendampingi konsumen dalam memperjuangkan hak mereka, sehingga konsumen memiliki hak tawar yang lebih tinggi secara kolektif. Sebagai contoh, pembentukan kelompok konsumen di daerah yaitu Kelompok Konsumen Sadar di Daerah Istimewa Yogyakarta membawa perubahan kepada konsumen yang menjadi anggotanya: 1) konsumen menjadi lebih aktif dalam berbagi pengalaman terkait masalah pelanggaran konsumen; 2) meningkatnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan hak-hak mereka sebagai konsumen; dan 3) masyarakat lebih berani memperjuangkan haknya dan menuntut pelaku usaha (Purnomo, 2014). Inisiasi pembentukan kelompok konsumen dapat dilakukan baik oleh kelompok masyarakat/konsumen maupun pemerintah. Namun demikian, kelompok/organisasi konsumen belum banyak berkembang di Indonesia. Hasil studi yang dilakukan oleh AIPEG (2015) menyatakan bahwa lembaga advokasi masyarakat belum berkembang secara memadai. Kapasitas masing-masing organisasi konsumen di daerah juga sangat bervariasi sehingga belum optimal dalam memperjuangkan kepentingan konsumen. Selain itu, sampai saat ini belum ada asosiasi yang berfungsi sebagai coordinator dari para lembaga/organisasi konsumen. Pentingnya peranan kelompok/organisasi konsumen belum diiringi dengan perkembangan yang memadai. Padahal dengan jumlah konsumen sebesar 250 juta dan beragamnya jumah barang dan jasa yang beredar di masyarakat, seharusnya para konsumen dapat direpresentasikan melalui kelompok/organisasi. 3

11 1.2. Rumusan masalah Pentingnya peran konsumen dalam perekonomian harus diiringi usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan keberdayaan konsumen. Salah satu sebab masih kurang berdayanya konsumen yaitu konsumen belum cukup terdidik dan terinformasi dengan baik sehingga tidak mampu memilih barang dan jasa yang terbaik dan tidak mampu melindungi dirinya (AIPEG, 2015). Untuk itu, kelompok/organisasi konsumen dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana dalam mengoptimalkan upaya pemberdayaan konsumen. Berdasarkan gambaran tersebut, maka pemerintah perlu mendorong dan mendukung pembentukan kelompok konsumen dalam rangka peningkatan upaya pemberdayaan konsumen. Kelompok/organisasi konsumen dapat dibentuk berdasarkan kelompok barang dan jasa yang dikonsumsi, berdasarkan wilayah atau domisili para anggotanya, dan juga berdasarkan kesamaan profil social ekonomi. Walaupun potensi pembentukannya besar, namun jumlah dan perkembangannya tidak seperti yang diharapkan. Selain itu, hasil literature menunjukkan kelompok/organisasi konsumen ini merupakan lembaga nonprofit, non-pemeritah, pembiayaannya swadaya, serta keanggotaannya sebagian besar relawan. Keanggotaan dan pengelolaan organisasi ini menghadapi berbagai kendala dari kurangnya komitmen anggota sampai kurang terorganisirnya berbagai program dan kegiatan. Dengan demikian, untuk mengoptimalkan peranan kelompok/organisasi konsumen maka perlu dilakukan pemetaan potensi pembentukannya, kemudian bagaimana bentuk lembaga dan pengelolaannya yang efektif/ideal, serta sejauh mana pemerintah dapat berperan dalam mendukung peran kelompok konsumen dalam pemberdayaan dan perlindungan konsumen Tujuan analisis 1. Memetakan potensi dan prioritas kelompok/organisasi konsumen yang dapat dibentuk 2. Mengidentifkasi bentuk kelembagaan dan pengelolaan kelompok/organisasi konsumen dalam meningkatkan pemberdayaan konsumen 4

12 3. Merumuskan usulan kebijakan terkait kelompok/organisasi konsumen dalam rangka pemberdayaan dan perlindungan konsumen 1.4. Keluaran analisis 1. Peta potensi dan prioritas kelompok/organisasi konsumen yang dapat dibentuk 2. Hasil identifkasi bentuk kelembagaan dan pengelolaan kelompok/organisasi konsumen dalam meningkatkan pemberdayaan konsumen 3. Merumuskan usulan kebijakan terkait kelompok/organisasi konsumen dalam rangka pemberdayaan dan perlindungan konsumen 1.5. Dampak analisis 1. Bagi pemerintah Pemerintah dapat mengoptimalkan kelompok/organisasi konsumen sebagai sarana dalam mengimplementasikan program-program pemberdayaan konsumen, antara lain edukasi dan advokasi dalam rangka optimalisasi perlindungan konsumen 2. Bagi masyarakat Masyarakat atau konsumen secara umum dapat memanfaatkan consumer group sebagai media atau sarana untuk meningkatkan pemahaman terhadap hak dan kewajiban sebagai konsumen serta menyalurkan aspirasi dan keluhan terkait konsumsi barang dan jasa di masyarakat Ruang lingkup analisis a. Aspek yang dikaji Regulasi yang terkait dengan pemberdayaan konsumen, kelompok dan organisasi konsumen di tingkat pusat maupun daerah Potensi pembentukan kelompok/organisasi konsumen : berdasarkan kelompok barang dan atau jasa dan wilayah 5

13 Prioritas pembentukan kelompok/organisasi konsumen berdasarkan indikator : jumlah aduan konsumen, potensi kerugian konsumen, dan proporsi pengeluaran konsumen Aspek kelembagaan, pengelolaan serta kegiatan kelompok/organisasi konsumen dalam mencapai tujuan b. Daerah penelitian Daerah yang menjadi ruang lingkup dalam analisis ini adalah lokasi keberadaan kelompok/organisasi konsumen yang telah terbentuk di masyarakat yang dibatasi pada 4 daerah yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Jawa Barat dan Sumatera Utara Sistematika penulisan laporan Laporan kajian ini terdiri dari 6 (enam) bab sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, output, dampak dan ruang lingkup analisis yang dilakukan. BAB II : Tinjauan Pustaka dan Kerangka Berpikir. Bab ini menjelaskan kerangka berpikir dalam pengkajian dan tinjauan literatur yang akan digunakan sebagai referensi dalam kajian ini. BAB III : Metode Pengkajian. Bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam kajian ini untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab tujuan kajian meliputi metode analisis, serta sumber data dan teknik pengumpulan data. Hasil Studi Lapangan. Bab ini membahas hasil studi lapangan di BAB IV: daerah survey antara lain profil kelompok konsumen, pelaksanaan kegiatan, pengelolaan dan hambatan yang dihadapi. BAB V : Hasil Analisis dan Pembahasan. Bab ini akan menggambarkan potensi pembentukan, bentuk kelembagaan, dan pengelolaan kelompok/organisasi konsumen dalam mendukung upaya pemberdayaan konsumen, serta peran pemerintah dalam pengembangannya BAB VI : Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini memberikan kesimpulan hasil analisis dan rekomendasi. 6

14 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1. Tinjauan Regulasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen, menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU PK), adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sementara itu, yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Tingkat optimalisasi perlindungan konsumen dapat ditunjukkan dari seberapa besar upaya pemerintah dalam memenuhi tujuan dari perlindungan konsumen seperti yang tertera di dalam Pasal 3 UU PK, yakni: a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 7

15 e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Disamping itu, optimalisasi pelaksanaan perlindungan konsumen juga dapat dilihat dari seberapa besar upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada konsumen dalam memperoleh haknya serta memberikan sosialisasi dan edukasi kepada konsumen mengenai kewajiban konsumen, hingga pada akhirnya diharapkan dapat tercipta konsumen yang lebih berdaya. Terkait hal tersebut, yang dimaksud dengan hak dan kewajiban konsumen menurut Pasal 4 dan 5 UU PK antara lain adalah: (1) Hak Konsumen adalah: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. (2) Kewajiban konsumen adalah: 8

16 a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pada Pasal 44 dan juga dijelaskan dalam PP No. 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), maka tugas LPKSM adalah menjalankan fungsi : i. Edukasi; dengan cara - menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Meliputi penyebarluasan berbagai pengetahuan mengenai perlindungan konsumen termasuk peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen.; - memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan secara lisan atau tertulis agar konsumen dapat melaksanakan hak dan kewajibannya; - melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen yaitu dengan cara pertukaran informasi mengenai perlindungan konsumen, pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar, dan penyuluhan serta pendidikan konsumen. ii. Advokasi; dengan cara membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok.; iii. Pengawasan; dengan cara melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei. 9

17 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh Menteri dan atau menteri teknis terkait, yang meliputi upaya untuk : a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Hal ini dilakukan terkait : 1. Penyusunan perundangan di bidang PK, 2. Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan, 3. Peningkatan peranan BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas SDM dan lembaga, 4. peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan kewajiban masing-masing 5. Peningkatan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan, keterampilan 6. Penelitian terhadap barang dan/atau jasa beredar yang menyangkut perlindungan konsumen 7. peningkatan kualitas barang dan/atau jasa 8. peningkatan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barang dan/atau jasa 9. meningkatan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan klausula baku. b. Pengembangan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) terkait dalam hal pemasyarakatan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan; dan c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen dilakukan dengan cara peningkatan kualitas PPNS, 10

18 tenaga Peneliti dan penguji barang/jasa; pengembangan dan pemberdayaan lembaga pengujian mutu barang; dan penelitian dan pengembangan teknologi pengujian dan standar mutu barang dan/atau jasa serta penerapannya. Dalam melakukan ketiga upaya di atas, Menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis. Menteri teknis bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen dan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya dilaksanakan oleh : 1. Pemerintah Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau jasa, pencantuman label dan klausula baku, serta pelayanan purna jual barang dan/atau jasa. Pengawasan dilakukan dalam proses produksi, promosi, pengiklanan, dan penjualan barang/ jasa dimana hasil dari pengawasan tersebut dapat disebarluaskan kepada masyarakat. Ketentuan tata cara pengawasan ditetapkan oleh menteri dan atau menteri teknis yang terkait. 2. Masyarakat Pengawasan oleh masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian, dan atau survey. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha. Hasil dari pengawasan tersebut dapat disebarluaskan dan dapat disampaikan kepada menteri dan menteri teknis. 3. LPKSM Pengawasan oleh LPKSM dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan atau survey terhadap barang dan/atau jasa yang diduga tidak memenuhi unsur keamanan, kesehatan, kenyamanan 11

19 dan keselamatan konsumen. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha. Hasil dari pengawasan tersebut dapat disebarluaskan dan dapat disampaikan kepada menteri dan menteri teknis. Pengujian terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dilaksanakan melalui laboratorium penguji yang telah diakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 2001 Tentang LPKSM Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut LPKSM adalah Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. LPKSM yang di akui oleh pemerintah yaitu LPKSM terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/Kota; dan yang bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya. Tugas LPKSM meliputi kegiatan : a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Meliputi penyebarluasan berbagai pengetahuan mengenai perlindungan konsumen termasuk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen; b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan secara lisan atau tertulis agar konsumen dapat melaksanakan hak dan kewajibannya; c. Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen yaitu dengan cara pertukaran informasi mengenai perlindungan konsumen, pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar, dan penyuluhan serta pendidikan konsumen; 12

20 d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok; e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei. Dalam melaksanakan tugasnya LPKSM dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lainnya, baik yang bersifat nasional maupun internasional dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota setiap tahun.pemerintah dapat membatalkan pendaftaran LPKSM, apabila LPKSM tersebut tidak lagi menjalankan kegiatan prlindungan konsumen dan terbukti melakukan kegiatan pelanggaran ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya. Ketentuan mengenai tata cara pembatalan pendaftaran diatur lebih lanjut dalam keputusan Menteri (Kepmenperindag No. 302/MPP/Kep/10/2001 tentang Pendaftaran LPKSM) Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Tahun Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perdagangan Tahun merupakan dokumen perencanaan kementerian Perdagangan untuk periode 5 (Lima) tahun terhitung sejak tahun 2015 hingga tahun Perlindungan konsumen merupakan salah satu isu penting yang juga dibahas dalam renstra tersebut, karena perlindungan konsumen merupakan salah satu prasayarat dalam mewujudkan perekonomian yang sehat melalui keseimbangan antara perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Hingga tahun 2013, Kementerian Perdagangan telah membuat 9 (Sembilan) nota kesepahaman/memorandum of understanding (MoU) dengan beberapa instansi teknis terkait. Selain itu, dalam lingkup penguatan kelembagaan perlindungan konsumen, Kementerian Perdagangan telah memfasilitasi pembentukan Badan Penyelesaian Konsumen (BPSK) yang 13

21 sampai dengan tahun 2013 telah mencapai 111 unit BPSK yang tersebar di kabupaten/kota. Dalam rangka meningkatkan upaya perlindungan konsumen, Kementerian Perdagangan melalui Renstra tahun telah menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai yakni meningkatnya pemberdayaan konsumen, standardisasi, pengendalian mutu, tertib ukur dan pengawasan barang/jasa. Penetapan sasaran ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya perlindungan konsumen sehingga pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas barang/jasa yang berada di pasar dalam negeri. Meningkatnya pemberdayaan konsumen ditunjukkan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan edukasi konsumen yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, semakin cerdasnya konsumen serta ketersediaan infrastruktur dan lembaga perlindungan konsumen. Adapun indikator yang digunakan sebagai ukuran kinerja dari peningkatan pemberdayaan konsumen adalah Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). IKK merupakan indeks yang mengukur tingkat keberdayaan konsumen di Indonesia. Semakin tinggi nilai IKK menunjukkan bahwa konsumemn di Indonesia semakin berdaya. Dalam periode tahun , nilai IKK ditargetkan meningkat dari 37 pada tahun 2015 menjadi 50 pada tahun Langkah strategis untuk peningkatan perlindungan konsumen antara lain adalah: (i) Edukasi konsumen cerdas (Gerakan konsumen cerdas, mandiri dan cinta produk dalam negeri); dan (ii) Publikasi perlindungan konsumen secara lebih masif melalui pelaksanaan tot dalam upaya pembentukan motivator perlindungan konsumen kepada mahasiswa, pelatihan motivator mandiri serta aktivasi motivator-motivator perlindungan konsumen yang telah dilatih Tinjauan Empiris Studi diagnostik perlindungan konsumen Salah satu studi mengenai konsumen yang membahas mengenai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perlindungan konsumsen di Indonesia adalah studi yang dilakukan oleh AIPEG (2015). Faktor-faktor terkait perlindungan konsumen yang ditelaah adalah persaingan usaha yang 14

22 sehat, konsumen yang berdaya, dan kerangka kebijakan perlindungan konsumen yang efektif. Hasil studi menunjukkan bahwa hambatan pertama adalah UU PK yang selama ini menaungi upaya perlindungan konsumen memiliki beberapa kelemahan. Undang undang ini tidak mengakomodir kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sehingga perlu diamandemen. Panduan mengenai tata kelola dan pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga pelaksana perlindungan konsumen tidak diatur secara jelas, sehingga menyulitkan mereka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya, upaya perlindungan konsumen dianggap tidak memberikan insentif bagi pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah tidak menyediakan dana operasional yang memadai. Bidang perlindungan konsumen belum menjadi prioritas bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan dibandingkan bidang social lainnya seperti pendidikan dan kesehatan. Selain itu, program perlindungan secara nasional belum terarah dan terkoordinasi dengan baik sehingga tidak sinkron satu sama lain. Hambatan pelaksanaan perlindungan konsumen yang kedua adalah masih rendahnya kesadaran konsumen akan hak-haknya, terutama di kotakota kecil dan luar pulau Jawa. Dengan demikian, program-program edukasi konsumen sebaiknya dievaluasi pelaksanaan dan efektifitasnya mengingat besarnya jumlah konsumen dan luasnya wilayah Indonesia. Temuan hambatan selanjutnya adalah persaingan usaha yang kurang sehat, tidak hanya disebabkan oleh perilaku pelaku usaha namun juga akibat dari kebijakan pemerintah. Ada beberapa penyebab tidak berdayanya konsumen, pertama adalah tidak terwakilinya konsumen dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesejahteraannya karena lembaga swadaya masyarakat yang lemah. Kedua, konsumen kurang terdidik karena keterbatasan informasi sehingga konsumen tidak dapat membuat keputusan yang terbaik dalam melakukan pembelian atau konsumsi barang dan jasa. Keterbatasan tersebut juga menghambat konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya. Lebih lanjut mengenai lembaga konsumen, khususnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM), dari keseluruhan jumlah LPKSM sebanyak 426, sebagian besar masih berlokasi di pulau Jawa dan hanya 3 yang menjadi anggota lembaga Consumer International yaitu 15

23 YLKI, Lembaga Konsumen Yogya, dan LP2K Semarang. Keanggotaan LPKSM pada lembaga internasional tersebut menunjukkan tingkat kemampuan LPKSM dalam membangun jaringan. Kemampuan LPKSM dinilai variatif dan tidak merata sehingga ini merupakan indikasi bahwa tugas pembinaan yang seharusnya dilakukan oleh Kementerian Perdagangan dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional kurang efektif. Forum komunikasi antar LPKSM juga belum terbentuk sehingga kegiatan antar mereka belum terkoordinasi dengan baik Indeks Keberdayaan Konsumen Analisis mengenai Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Konsumen, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan dilatarbelakangi fakta bahwa dengan makin beragamnya barang dan jasa yang tersedia di pasar sehingga konsumen seharusnya berdaya sehingga mampu melindungi dirinya sendiri dari hal-hal yang merugikan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis indeks keberdayaan konsumen dan dimensinya berdasarkan wilayah, demografi, aspek sosial dan ekonomi. Penelitian ini dilakukan di 13 provinsi dengan responden yang dibagi antara responden yang tinggal di perkotaan dan pedesaan. Variabel utama dalam studi ini adalah indeks keberdayaan konsumen yang terdiri dari tahapan pembelianya itu, pra pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian. Masing-masing tahapan pembelian tersebut memiliki beberapa dimensi yang dirinci dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Pembobotan dalam Dimensi Indeks Keberdayaan Konsumen Tahapan Pembelian Dimensi Pembobotan Pra pembelian Pencarian informasi 20% Pengetahuan tentang undangundang 10% dan lembaga perlindungan konsumen Saat pembelian Pemilihan barang dan jasa Preferensi barang dan jasa Perilaku pembelian 5% 5% 15% Pasca pembelian Kecenderungan untuk bicara 5% 16

24 Perilaku komplain 40% Kemudian, tingkat keberdayaan konsumen atau skor IKK dikelompokkan menjadi 5 yaitu : 1. Sadar; mengenali hak dan kewajiban dasar sebagai konsumen (skor indeks ) 2. Paham; memahami hak dan kewajiban sebagai konsumen untuk melindungi dirinya (skor indeks ) 3. Mampu; mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen untuk menentukan pilihan terbaik termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya (skor indeks ) 4. Kritis; berperan aktif memperjuangkan hak dan melaksanakan kewajibannya serta mengutamakan produk dalam negeri (skor indeks ) 5. Berdaya; memiliki nasionalisme tinggi dalam berinteraksi dengan pasar dan memperjuangkan kepentingan konsumen (skor indeks ) Hasil studi menunjukkan bahwa secara rata-rata di Indonesia, konsumennya masih belum berdaya dengan skor 34,17. Dengan kata lain, konsumen Indonesia ada dalam tahap paham yaitu mereka memahami apa-apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai konsumen, namun belum memperjuangkan hak maupun menjalankan kewajibannya. Dimensi yang memiliki skor indeks tertinggi adalah pereferensi barang dan jasa yaitu 78,60, sementara dimensi dengan skor indeks terendah adalah perilaku komplain yaitu 11,14. Sementara itu, jika dianalisis berdasarkan karakter demografi responden, maka konsumen yang paling berdaya adalah berjenis kelamin perempuan, tinggal di wilayah perkotaan, memiliki rentang usia tahun, berpendidikan tinggi setara sarjana atau lebih tinggi, dan berpendapatan rata-rata di atas 10 juta per bulannya Pemetaan Kebutuhan Konsumen Identifikasi kebutuhan konsumen dapat dilihat dari hasil survey Analisis Pemetaan Kebutuhan Konsumen, yang telah dilakukan pada awal tahun 2016 oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, bekerjasama dengan Institut Pertanian 17

25 Bogor (IPB). Penelitian ini merupakan program kerja sama dengan Kementerian PPN/Bappenas dalam rangka merancang strategi nasional dan rencana aksi penguatan perlindungan konsumen di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan harmonisasi penyelenggaraan program dan implementasi kebijakan perlindungan konsumen di berbagai sektor serta memberikan manfaat yang optimal bagi konsumen di Indonesia. Penelitian atau survey ini dilakukan terhadap 4829 responden yang berada di 15 provinsi di Indonesia. tujuan penelitian ini antara lain adalah: (1) melakukan identifikasi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terkait perlindungan konsumen, hak-haknya selaku konsumen, prosedur pengaduan konsumen, serta lembaga tempat pengaduan konsumen; (2) melakukan identifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat selaku konsumen dalam penggunaan barang dan jasa serta cara penyelesaian masalahnya; dan (3) Melakukan identifikasi kebutuhan, permasalahan, dan harapan masyarakat terhadap program dan sistem perlindungan konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kebutuhan perlindungan konsumen dapat dibagi ke dalam tiga bagian besar, yakni: 1) Sosialisasi dan edukasi terhadap hak dan kewajiban konsumen Hasil survey menunjukkan bahwa masih terdapat cukup banyak konsumen yang belum memahami hak dan kewajibannya seperti yang tertera di dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Tingkat kesadaran konsumen akan hakhaknya sangat rendah. Hasil survey menunjukkan bahwa sekitar 67% konsumen memiliki pengetahuan yang rendah terhadap haknya, hanya sekitar 4% konsumen yang memliki pengetahuan yang tinggi akan haknya. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia rentan terhadap pelanggaran atak hak-haknya yang disebabkan oleh rendahnya pengetahuan atas hak-haknya tersebut. Sementara itu, tingkat kesadaran konsumen dalam menjalankan kewajibannya dapat dilihat dari tingkat kepedulian konsumen dalam melakukan pengecekan terhadap kualitas produk, tanggal kadaluarsa, ada tidaknya label halal, komposisi produk, aturan penggunaan produk, nomor layanan pengaduan, dan lain sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sekitar 32% dari konsumen yang 18

26 tidak peduli dengan kewajibannya dalam membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa. Oleh karena itu, sosialisasi dan edukasi masih menjadi kebutuhan utama konsumen dalam menciptakan konsumen berdaya yang mengetahui hak-haknya serta mampu melaksanakan kewajibannya sebagai konsumen yang baik. 2) Advokasi (saluran pengaduan, pemberian kompensasi/ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan barang/jasa) Pemberian perlindungan kepada konsumen tidak hanya dilakukan saat pembelian atau saat mengkonsumsi barang atau jasa, tetapi juga harus diberikan jika konsumsi barang atau jasa tersebut menimbulkan kerugian atau dampak buruk bagi konsumen di kemudian hari. Dalam hal ini, konsumen membutuhkan jaminan advokasi dari pemerintah apabila suatu saat konsumen memperoleh kerugian akibat mengkonsumsi barang atau jasa. Advokasi dalam hal ini dapat berbentuk saluran pengaduan, pemberian kompensasi atau ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan barang atau jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 37% konsumen pernah mengalami masalah dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Masalah tersebut dapat berasal dari pedagang maupun pengecer. Dari sejumlah konsumen yang mengalami masalah, hanya terdapat sekitar 54% konsumen yang melakukan pengaduan. Sebagian besar (44%) konsumen langsung mengadu pada penjual produk, sementara sisanya ke produsen (15%) dan keluarga atau kerabat (9%). Hanya sebagian kecil (1%) yang melakukan pengaduan ke Lembaga Pengaduan Konsumen (LPK). Rendahnya pengaduan yang dilakukan pada LPK disebabkan masih rendahnya tingkat pengenalan konsumen pada LPK yang ada di Indonesia. Diantara beberapa LPK yang ada saat ini, hanya YLKI yang paling dikenal oleh konsumen, sementara pengenalan masyarakat terhadap Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lain sebagainya masih relatif rendah. Selain itu, sekitar 44% konsumen menyatakan alasananya tidak melakukan pengaduan antara lain adalah karena tidak mengetahui lokasi tempat mengadu, prosedur pengaduan yang rumit, serta prosesnya yang lama. Oleh karena itu, dibutuhkan sosialisasi dan edukasi 19

27 terkait dengan bentuk bentuk advokasi yang diberikan oleh pemerintah serta lembaga terkait didalamnya. 3) Pengawasan barang (meliputi label, timbangan, standar mutu produk (SNI), manual kartu garansi (MKG), dll) Pengawasan terhadap barang dan jasa dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah konsumen dari kerugian yang lebih besar akibat mengkonsumsi barang atau jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sekitar 37% konsumen yang pernah mengalami masalah dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Umumnya masalah yang ditemukan oleh konsumen antara lain meliputi kualitas produk atau jasa yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, kebenaran atau kejujuran informasi yang disampaikan, adanya diskriminasi dalam pelayanan, serta tidak adanya informasi mengenai efek samping dari produk yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut diatas, pengawasan barang atau jasa menjadi salah satu kebutuhan vital konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa, sekaligus menjadi bentuk upaya pemerintah dalam menjaga kualitas mutu barang dan jasa agar memenuhi syarat keamanan dan kesehatan Peranan Kelompok/Organisasi Konsumen, Kelembagaan dan Pengelolaan Kelompok konsumen, dalam hal ini LPKSM, menurut Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 2001 Tentang LPKSM merupakan lembaga yang bertugas dalam bidang perlindungan konsumen dan memiliki fungsi : a. Edukasi; dengan cara - Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Meliputi penyebarluasan berbagai pengetahuan mengenai perlindungan konsumen termasuk peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen; - Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan secara lisan atau tertulis agar konsumen dapat melaksanakan hak dan kewajibannya; - Melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen yaitu dengan cara pertukaran informasi 20

28 mengenai perlindungan konsumen, pengawasan atas barang dan/atau jasa yang beredar, dan penyuluhan serta pendidikan konsumen. b. Advokasi; dengan cara membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok. c. Pengawasan; dengan cara melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei. Sementara itu, studi empiris menunjukkan bahwa kegiatan edukasi konsumen meliputi menyediakan informasi seluasnya sehingga konsumen dapat memilih barang/jasa dgn lebih baik (informed choice), melindungi konsumen dari praktek tidak adil dan eksploitatif, dan merubah perilaku konsumen sehingga menjadi konsumen kritis yang dapat berdampak secara sosial dan politik bagi lingkungannya (ASIC, 2001). Sekanjutnya untuk pelaksanaan fungsi advokasi memerlukan infrastruktur advokasi yang efektif. Menurut hasil studi Brown (2011), infrastruktur advokasi konsumen yang efektif antara lain meliputi pengetahuan dan pemahaman, kredibilitas, networks, dan consumers engagement yang kesemuanya diimplementasikan melalui kampanye aktif dan advokasi yang responsif. Kemudian, beberapa hasil studi juga menunjukkan pentingnya peranan kelompok/organisasi konsumen. Pembentukan kelompok konsumen yang menjalankan tugas dan fungsinya secara baik akan memberikan dampak yang positif sehingga masyarakat (konsumen) lebih berdaya. Sebagai contoh adalah pembentukan Kelompok Konsumen Sadar Di DIY berdasarkan hasil studi Purnomo (2014) yaitu bahwa Pembentukan kelompok konsumen tersebut membawa perubahan kepada konsumen yang menjadi anggotanya. Perubahan tersebut meliputi : 1) konsumen menjadi lebih aktif dalam berbagi pengalaman terkait masalah pelanggaran konsumen; 2) meningkatnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan hak-hak mereka sebagai konsumen; dan 3) masyarakat lebih berani memperjuangkan haknya dan menuntut pelaku usaha. 21

29 Lebih lanjut, studi yang dilakukan di New Zealand pada sektor pelayanan kesehatan (Coney, 2004) menekankan pentingnya partisipasi konsumen, khususnya yang tergabung dalam kelompok, untuk meningktakan kualitas layanan kesehatan yang mereka terima. Hasil studi di Amerika Serikat dan Inggris Raya menunjukkan bahwa kelompok konsumen yang aktif berpartisipasi mampu memperbaiki pelayanan kesehatan di negara-negara tersebut. Partisipasi konsumen yang efektif membutuhkan dukungan pemerintah, komitmen, serta organisasi konsumen yang kuat. Dengan demikian, hasil studi yang dilakukan Coney ini mendorong pembentukan kelompok/organisasi konsumen di sektor kesehatan karena New Zealand saat itu belum memiliki kelompok konsumen tingkat nasional dan belum memiliki sistem yang terorganisir sebagai wadah komunikasi dan berbagi informasi bagi konsumen, baik dari pihak pemerintah maupun penyedia layanan kesehatan Metode Analytical Hierarchy Process Dalam Penentuan Prioritas AHP atau Analytical Hierarchy Process merupakan salah satu metode pengambilan keputusan multi kriteria yang pertama kali ditemukan dan dikembangkan oleh Thomas L Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP merupakan metode penelitian yang dapat digunakan untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multi criteria). Selain bersifat multi kriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur, dan dilakukan oleh para ahli yang representatif berkaitan dengan alternatif alternatif yang akan disusun prioritasnya (Bourgeois, 2005). Dengan menggunakan metode AHP, prioritas pilihan yang dihasilkan akan lebih bersifat konsisten dengan teori, logis, transparan, dan partisipatif. Oleh karena itu, metode AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan partisipasi. Dalam perkembangannya, metode AHP dinilai memiliki beberapa kelebihan dalam sistem analisanya, antara lain (Syaifullah, 2010): 22

30 1) Kesatuan (Unity). AHP mampu menjadikan permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami. 2) Kompleksitas (Complexity). AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif. 3) Saling ketergantungan (Inter Dependence). AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. 4) Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring). AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa. 5) Pengukuran (Measurement). AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. 6) Konsistensi (Consistency). AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas. 7) Sintesis (Synthesis). AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif. 8) Trade Off. AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka. 9) Penilaian dan konsensus (Judgement and Consensus). AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, melainkan menggabungkan hasil penilaian yang berbeda. 10) Pengulangan Proses (Process Repetition). AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. Sementara itu, kelemahan metode AHP terletak pada ketergantungan model AHP pada input utamanya yang berupa persepsi seorang ahli, sehingga melibatkan subyektifitas sang ahli yang berpotensi menjadikan model tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Selain itu, metode AHP tidak disertai pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk. Susila & Munadi (2007), dalam penelitiannya, telah menggunakan metode AHP untuk menyusun prioritas proposal penelitian Badan Litbang 23

31 Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Terdapat lima proposal penelitian yang akan ditentukan prioritas pelaksanaannya oleh para ahli, berdasarkan kriteria penilaian yang ditentukan. Adapun kriteria penilaian yang telah ditentukan dan digunakan untuk menyusun prioritas proposal penelitian, sesuai dengan urutan bobot prioritas masing masing kriteria antara lain adalah: (i) Efektifitas dari penelitian untuk mencapai visi dan misi dari Kementerian Perdagangan. Semakin dianggap efektif penelitian tersebut, maka nilai yang diberikan akan semakin tinggi dan sebaliknya. (ii) Urgensi penelitian (penelitian bersifat responsif terhadap isu isu penting yang dihadapi oleh Kementerian Perdagangan dan merupakan isu terkini). Semakin urgen atau penting isu yang disebutkan didalam penelitian tersebut, maka nilai yang diberikan akan semakin tinggi dan sebaliknya. (iii) Kemudahan secara teknis. Semakin mudah penelitian tersebut, maka nilai yang diberikan akan semakin tinggi dan sebaliknya. (iv) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian maka nilai yang diberikan akan semakin kecil dan sebaliknya. (v) Biaya atau total anggaran yang tersedia untuk sebuah penelitian. Semakin tinggi biaya yang diperlukan, maka nilai yang diberikan akan semakin kecil dan sebaliknya. Hasil analisis dengan metode AHP dengan menggunakan kriteria tersebut diatas menunjukkan urutan prioritas proposal penelitian yang diajukan oleh Badan Litbang Perdagangan adalah sebagai berikut: 1) Kajian dampak peraturan perijinan perdagangan dalam negeri terhadap keinginan untuk melakukan bisnis di Indonesia; 2) Dampak penurunan tarif impor di sektor perikanan, kehutanan, dan produk produk kimia; 3) Kajian pengembangan pasar distribusi regional untuk produk agro; 4) Kajian minuman beralkohol asal impor; 5) Kajian tentang strategi yang kompetitif dalam pemasaran hasil industri kerajinan tangan di Indonesia. Sementara itu Kusdiana & Gunardi (2014), dalam penelitiannya berjudul Pengembangan Produk Unggulan UMKM di Kabupaten Sukabumi, 24

32 menggunakan metode AHP untuk melihat produk unggulan UMKM di berbagai sektor di Kabupaten Sukabumi, yang cocok untuk dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi upaya pengembangan potensi unggulan produk UMKM yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi sehingga diharapkan dapat membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dalam menetapkan program yang lebih fokus untuk mengembangkan produk unggulan UMKM. Metode AHP yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan prioritas produk unggulan di setiap sektor melalui penilaian yang dilakukan oleh para ahli terkait. Terdapat tiga sektor yang akan diteliti yakni sektor pertanian, industri dan jasa, dengan lima produk unggulan pada masing masing sektor. Untuk menentukan produk unggulan pada setiap sektor digunakan tiga kriteria yakni keunikan, aspek pasar dan kontribusi ekonomi. Hasil penelitian dengan menggunakan metode AHP menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria keunikan, potensi pasar, dan manfaat ekonomi, potensi unggulan produk UMKM prioritas di Kabupaten Sukabumi adalah manggis, pengolahan logam, dan jasa perbengkelan. Penelitian lainnya dengan menggunakan metode AHP juga telah dilakukan oleh Soebagiyo & Wahyudi (2008). Penelitiannya bertujuan untuk menganalisis kompetensi unggulan daerah pada produk batik tulis dan batik cap Solo di Daerah Tingkat II Kota Surakarta. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah: (i) Metode Bayes, untuk memperoleh peringkat produk unggulan prioritas; (ii) AHP, dengan mengaplikasikan Software Expert Choice, yang bertujuan untuk mengetahui kompetensi unggulan IKM di daerah Surakarta; (iii) Analisis Ekonomi Rantai Nilai, yang diawali dengan pemetaan rantai (chain map) atas produk unggulan prioritas yang tergolong sebagai peringkat utama, kemudian setiap mata rantai nilai diidentifikasi kekuatan atau kompetensinya, untuk selanjutnya dikuantifikasi dan dinilai analisis ekonomi rantai nilainnya. Analisis dengan menggunakan metode AHP dilakukan melalui diskusi dengan narasumber yang kompeten serta memiliki kewenangan dan fokus terhadap produk kompetensi daerah. Metode AHP dilakukan untuk menentukan produk kompetensi unggulan prioritas dari kompetensikompetensi produk unggulan yang telah diidentifikasi. Adapun kriteria yang digunakan dalam melakukan penilaian antara lain adalah: (i) keunikan; (ii) 25

33 daya saing; (iii) keterbukaan terhadap pasar baru; dan (iv) manfaat yang lebih baik bagi pelanggan. Hasil analisis dengan menggunakan metode AHP menunjukkan bahwa batik dan produk batik yang berada di peringkat pertama dalam produk unggulan IKM di Kota Surakarta atau Solo adalah yang memiliki keunikan dalam motif, memiliki daya saing unggulan yang dominan dalam karakteristik, desain dan daya inovasi, serta memiliki makna filosofis atas motifnya Kelompok/Organisasi Konsumen di Beberapa Negara Thailand Foundation for Consumers (FFC), 1994 Merupakan lembaga non-profit dan non-pemerintah yang terbentuk tahun 1983 dengan nama The Coordinating Committee for Primary Health Care of Thai NGOs (CCPN) yang bergerak dibidang kesehatan. Lembaga bertujuan untuk: a. Melakukan koordinasi antara konsumen dan organisasi konsumen untuk melindungi hak-hak mereka sendiri; b. Untuk mempromosikan dan memperkuat organisasi konsumen dan konsumen untuk berpartisipasi dalam perlindungan konsumen; c. Untuk penelitian dan studi tentang masalah konsumen untuk mempromosikan perlindungan konsumen; d. Melakukan koordinasi dengan organisasi nasional dan Internasional untuk perlindungan konsumen Malaysia 1. Consumers Affair and Protection Society of Sabah (CAPS) Merupakan lembaga independen yang anggotanya berasal dari masyarakat umum dengan membayar iuran. Kegiatan utama lembaga ini sebagai berikut : a. Melindungi dan menjaga masyarakat pengguna dari berbagai unsur penipuan, pemerasan, pemalsuan dan penindasan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. b. Memupuk kesadaran pengguna sehingga membedakan dengan hak-hak mereka dan bersuara berdasarkan landasan hak dasar pengguna seperti berikut: 26

34 - Hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar - Hak untuk mendapatkan keamanan - Hak untuk mendapatkan informasi - Hak untuk membuat pilihan - Hak untuk berekspresi - Hak untuk mendapatkan ganti rugi - Hak untuk mendapatkan pendidikan pengguna - Hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan aman c. Membantu pemerintah melalui pemantauan harga barang kebutuhan harian terutama harga barang-barang terkendali di seluruh daerah d. Menyampaikan saran, komentar dan teguran kepada pihak yang berwajib agar keluhan atau permasalahan konsumen dapat ditindaklanjuti. e. Membentuk masyarakat konsumen ke arah konsumen cerdas melalui penerapan kebiasaan 'berhemat' dalam mengelola urusan keuangan pribadi dan keluarga. f. Mengusulkan seminar, lokakarya, kampanye, kursus, dialog dan lain-lain kegiatan konsumen yang dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada pengguna di tingkat desa, mukim, daerah dan zona seluruh negeri dengan kerjasama dan izin pemerintah daerah yang bersangkutan. g. Bekerjasama dengan asosiasi, organisasi atau organisasi lain baik di dalam atau di luar negeri yang memiliki misi, visi dan tujuan yang sama untuk melindungi masyarakat pengguna. 2. Consumers' Association of Subang and Shah Alam, Selangor (CASSA) Merupakan lembaga non pemerintah untuk masyarakat Malaysia kelas bawah. Lembaga ini bertujuan untuk : a. Melindungi hak-hak konsumen dibidang makanan, perumahan dan tempat tinggal, perawatan kesehatan, sanitasi, transportasi umum, pendidikan, kebijakan publik, hak asasi manusia dan lingkungan. b. Mendidik masyarakat menjadi konsumen yang bertanggung jawab dan melindungi konsumen dari penyalahgunaan dan malpraktek yang terjadi di Pasar. 27

35 3. FOMCA: Federation of Malaysian Consumers Associations - Gabungan Persatuan-Persatuan Pengguna-Pengguna Malaysia Merupakan lembaga dengan lingkup nasional, non pemerintah, bersifat sukarela, dan non-profit. Lembaga ini terdiri dari 13 asosiasi konsumen di Malaysia yaitu asosiasi di setiap negara bagian. Tujuan utama lembaga adalah melaksanakan kegiatan dalam rangka melindungi hak-hak konsumen; hak untuk membuat pilihan, hak untuk mendapatkan keamanan, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk bersuara, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan aman, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar, dan hak untuk mendapatkan pendidikan pengguna. Federation of Malaysian Consumers Associations (FOMCA) merupakan organisasi non pemerintah yang bersifat sukarela, non-profit, berorientasi kepada masyarakat. FOMCA adalah sebuah badan organisasi yang memayungi beberapa asosiasi/organisasi konsumen yang terdaftar di Malaysia. FOMCA telah berdiri sejak 10 Juni Sebagai payung organisasi konsumen di Malaysia, FOMCA berperan dalam menghubungkan segala aktivitas dari berbagai asosiasi konsumen baik di dalam negeri (Malaysia) maupun di tingkat internasional yang terkait dengan penguatan perlindungan konsumen melalui pengaruh, jaringan, perwakilan, kampanye dan edukasi. Kegiatan FOMCA berfokus pada peningkatan keberdayaan konsumen terutama di negara berkembang dengan jumlah konsumen yang terus bertumbuh. Visi FOMCA antara lain adalah: 1. Mewujudkan konsumen yang berdaya, berdikari dan mampu melindungi dirinya sendiri; 2. Mewujudkan konsumen yang cerdas, yang membeli sesuai dengan kebutuhan hidup dan daya beli konsumen (tidak boros). Peranan FOMCA terkait dengan visi di atas antara lain adalah: 1. Sebuah badan yang memberi dan menyebarkan informasi; 2. Sebuah badan penyidik yang memberi pendidikan kepada semua anggota (konsumen); 3. Sebuah badan bertindak yang memberi perlindungan kepada konsumen; 28

36 4. Sebuah badan yang menyusun strategi, membuat kajian dan ujian untuk mendapatkan informasi yang benar. Beberapa aktivitas atau kegiatan FOMCA antara lain adalah: 1. Melakukan kajian terkait isu-isu konsumen dan dampaknya pada rakyat; 2. Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada konsumen; 3. Memberikan perlindungan konsumen yang lebih baik; 4. Bila perlu, menjalankan pemeriksaan produk. Beberapa tujuan dari FOMCA antara lain adalah: 1. Memperkuat perkembangan pergerakan konsumen di Malaysia; 2. Meneliti isu-isu dan masalah konsumen dan berjuang untuk hak-hak konsumen; 3. Mengusahakan perlindungan konsumen melalui daya beli konsumen untuk mendapatkan satu orientasi pembangunan yang akan menjamin keadilan sosial ekonomi dan kualitas perdagangan yang lebih baik bagi semua stakeholder; 4. Menngkoordinasikan dan menjadi badan konsultasi bagi organisasi konsumen lain di Malaysia. Beberapa fungsi utama dan peran FOMCA antara lain adalah: 1. Memberikan pelayanan sebagai koordinator, konsultan dan agen penasehat terhadap asosiasi konsumen di Malaysia yang terdaftar sebagai anggotanya; 2. Menampung dan memberikan saran sesuai minat konsumen dalam rangka mempromosikan kesejahteraan konsumen; 3. Membantu menyelesaikan permasalahan konsumen melalui kebijakan yang berkembang dan advokasi; 4. Menyediakan perwakilan bagi anggota asosiasi dalam hal hubungan dengan pemerintah; 5. Menyebarkan informasi kepada konsumen dan memberikan edukasi kepada konsumen. Adapun beberapa prinsip FOMCA antara lain adalah: 1. Bekerjasama dengan pemerintah tetapi bukan untuk pemerintah; 2. Bekerjasama dengan konsumen tetapi bukan untuk konsumen; 3. Mengawal kaidah perdagangan yang bersifat mengeksploitasi dan tidak beretika tetapi bukan menentang kaidah perdagangan yang bertanggung jawab. 29

37 FOMCA juga mewakili konsumen dalam hal pembuatan kebijakan dan implementasi kebijakan di berbagai Kementerian dan Badan, seperti Kementerian Perdagangan Domestik dan Urusan Konsumen (The Ministry of Domestic Trade and Consumer Affairs), Kementerian Kesehatan (The Ministry of Health), Kementerian Keuangan (The Ministry of Finance), dan lain sebagainya Kerangka pikir Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan perlu mengoptimalkan upaya dalam pemberdayaan konsumen. Bagian penting dari aspek pemberdayaan konsumen adalah peningkatan peran kelompok konsumen untuk memperjuangkan kepentingan konsumen. Hasil studi sementara dari berbagai literatur menunjukkan masih sedikit LPKSM yang memiliki lingkup kerja yang spesifik. Pembentukan LPKSM dengan lingkup spesifik akan meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan edukasi dan advokasi karena LPKSM menguasai materi secara spesifik. Potensi pembentukan LPKSM tersebut termasuk berdasarkan kelompok barang dan jasa (sector) dan berdasarkan wilayah. Kemudian, potensi tersebut akan dibahas dan dianalisis dengan menggunakan metode case study dan juga Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan potensi mana yang memungkinkan serta untuk menentukan prioritas yang mana yang akan menjadi basis pembentukan kelompok konsumen. Selain itu, dari hasil studi lapangan juga akan dijabarkan bagaimana bentuk kelembagaan serta pelaksanaan program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh LPKSM. Secara umum, LPKSM merupakan lembaga nonprofit dan non-pemerintah yang membiayai dirinya sendiri dan bersifat sukarela. Selanjutnya akan dibahas bagaimana bentuk kelembagaan tersebut mempengaruhi LPKSM dalam menjalankan program dan kegiatannya dengan metode pendekatan studi kasus. Lebih lanjut, studi literatur menyatakan bahwa selain frekuensi kegiatan yang memadai, ada beberapa unsur atau elemen dalam pelaksanaan program edukasi dan advokasi yang perlu dipenuhi sehingga kegiatan tersebut memberikan dampak yang positif dan signifikan. Dalam pelaksanaan edukasi, konsumen perlu: 1) memperoleh informasi yang memadai terkait pilihan barang dan jasa yang tersedia (informed choice); 2) memperoleh perlindungan dari 30

38 eksploitasi yang mungkin terjadi; dan 3) program edukasi juga harus memupuk daya pikir kritis konsumen sehingga konsumen dapat secara aktif melindungi dirinya sendiri (critical view). Sementara itu, yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan advokasi adalah pengetahuan yang cukup, kredibilitas sudah dibangun secaa baik oleh LPKSM, memperkuat jaringan, serta penting untuk selalu melibatkan konsumen dalam proses advokasi. Kelompok/Organisasi Konsumen dalam Mendukung Pemberdayaan Konsumen Potensi Bentuk Pelaksanaan Program - Berdasarkan kelompok barang dan jasa - Berdasarkan wilayah - Berdasarkan kesamaan sosial ekonomi - Non-profit - Non-government - Self/member funding - Voluntary Program a. Edukasi: - Informed choice - Perlindungan dari eksploitasi - Critical view b. Advokasi: - Knowledge - Kredibilitas - Networks - Consumer engagement Metode Analisis: Case Study Approach 31

39 Gambar 2.1 Kerangka Pikir BAB 3 METODOLOGI 3.1. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari para responden yaitu key person pada consumer group yang sudah terbentuk di masyarakat serta lembaga terkait lainnya untuk menggali informasi tentang pembentukan consumer group, perekrutan anggota, pembentukan jaringan, serta program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mengedukasi dan mengadvokasi anggota dan masyarakat secara umum. Sementara data sekunder yang dikumpulkan meliputi regulasi, literatur dan referensi yang terkait, data jumlah consumer group dan LPKSM, program edukasi dan advokasi yang dilaksanakan pemerintah dan pihak lainnya Metode Pengumpulan Data - Purposive sampling 32

40 Penentuan responden dilakukan dengan purposive sampling, yaitu responden dipilih berdasarkan kriteria tertentu, antara lain merupakan penggagas terbentuknya kelompok konsumen, pengurus, anggota, dan mitra terkait. - In-depth interview In-depth interview dilakukan untuk memperoleh keterangan secara mendalam sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan dengan tatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Penggalian dilakukan untuk mengetahui pendapat responden dalam memandang sebuah permasalahan. Salah satu kelebihan teknik ini adalah topik atau pembahasan masalah yang ditanyakan bisa bersifat kompleks atau sangat sensitif. - Group discussion Dalam diskusi grup ini akan diundang seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pemberdayaan konsumen, antara lain perwakilan pihak pemerintah, akademisi, penggiat perlindungan konsumen, termasuk key person yang terlibat dalam kelompok/organisasi konsumen. Bahasan yang didiskusikan dalam diskusi grup ini meliputi program dan regulasi pemerintah dan pihak lainnya dalam mendukung perkembangan kelompok/organisasi konsumen, pelaksanaan kegiatan pemberdayaan konsumen baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok/organisasi konsumen, hambatan dan permasalahan yang dihadapi serta dukungan yang diharapkan Metode Analisis Data Case-study approach Metode analisis yang digunakan untuk memetakan potensi pembentukan kelompok/organisasi konsumen adalah dengan analisis deskriptif terhadap data dan informasi yang diperoleh melalui studi literatur maupun hasil indepth interview. Kemudian, pendekatan yang digunakan terkait kelembagaan/organisasi dan pengelolaan kelompok konsumen adalah case study atau studi kasus untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai kelompok/organisasi konsumen yang sudah terbentuk. Pendekatan ini menekankan pada analisis kontekstual pada aspek 33

41 pembentukan, kelembagaan, pengelolaan dan kemudian menganalisis relasi atau hubungannya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis case study adalah sebagai berikut : 1. Menentukan dan mendefisinikan pertanyaan penelitian 2. Menentukan contoh kasus yang dijadikan obyek analisis 3. Menyiapkan pengumpulan data termasuk menyusun kuesioner atau panduan wawancara (in-depth interview) 4. Pengumpulan data 5. Penyusunan laporan Setelah in-depth interview dilakukan, tahap berikutnya adalah melakukan analisis deskriptif. Beberapa tahapan sebelum melakukan analisis : a. Meninjau ulang data dan informasi yang dikumpulkan b. Membuat transkrip atau verbatim dan membaca ulang transkrip c. Melakukan koding terhadap sikap, pendapat responden yang memiliki kesamaan d. Menentukan kesamaan sikap dan pendapat berdasarkan konteks yang berbeda e. Menentukan persamaan istilah yang digunakan, termasuk perbedaan pendapat terhadap istilah tersebut f. Mencari hubungan diantara masing-masing kategorisasi yang ada untuk menentukan bentuk bangunan hasil diskusi atau sikap dan pendapat Analytical Hierarchy Process (AHP) Secara garis besar, terdapat tiga tahapan pelaksanaan AHP dalam penyusunan prioritas (Susila & Munadi, 2007): 1. Dekomposisi dari masalah Untuk menyusun prioritas, maka masalah penyusunan prioritas harus mampu didekomposisi menjadi tujuan dari suatu kegiatan, identifikasi pilihan-pilihan, dan perumusan kriteria untuk memilih prioritas. 2. Penilaian untuk membandingkan elemen-elemen hasil dekomposisi Pada bagian ini, terdapat dua tahap penilaian atau pembandingan antar elemen yaitu perbandingan antar kriteria dan perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria bertujuan untuk menentukan bobot untuk masing masing kriteria. Sementara itu, 34

42 perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria dimaksudkan untuk melihat bobot suatu pilihan untuk suatu kriteria. Dengan demikian, tujuan dari penilaian ini adalah untuk melihat seberapa penting suatu pilihan dilihat dari kriteria tertentu. Pada awalnya, penilaian atau perbandingan yang digunakan oleh Saaty (2008) adalah dengan menggunakan skala dari 1/9 sampai dengan 9. Jika pilihan A dianggap sama (indifferent), maka A dan B masing masing diberi nilai 1/3. Jika A jauh lebih disukai dibanding B, maka A diberi nilai 3 dan B diberi nilai 1/3. Atau dengan penilaian lainnya dimana jika A jauh lebih disukai dibanding B, maka A misalnya diberi nilai 7 dan B diberi nilai 1/7. Tabel 3.1 Skala Penilaian Metode AHP Skala Penilaian Definisi (Tingkat Kepentingan) 1 Sama penting 2 Lemah atau sedikit lebih penting 3 Cukup penting 4 Lebih penting 5 Kepentingan yang kuat 6 Kepentingan yang lebih kuat 7 Sangat kuat atau kepentingan yang didemonstrasikan 8 Sangat, sangat penting 9 Sangat penting (kepentingan yang ekstrim) Jika kegiatan-kegiatannya sangat berdekatan Sumber: Saaty, Keterangan Dua kegiatan memiliki kontribusi yang sama terhadap pencapaian tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit lebih mendukung satu kegiatan dibanding yang lainnya Pengalaman dan penilaian sedikit lebih mendukung satu kegiatan dibanding yang lainnya Sebuah kegiatan yang sangat didukung dibanding kegiatan lainnya; dominan dari kegiatan tersebut ditunjukkan oleh praktek di lapangan Terdapat bukti pendukung untuk mendukung suatu kegiatan dibanding pilihan kegiatan lainnya Kondisi dimana sulit untuk menetapkan kegiatan mana yang lebih penting, namun tetap dapat diputuskan melalui kepentingan relatif antar kegiatan. 35

43 Alternatif penilaian lainnya adalah seperti yang digunakan oleh Bourgeois (2005) yang menggunakan skala antara 0,1 sampai dengan 1,9. Sebagai contoh, misalkan A sedikit lebih baik/disukai dari B, maka A diberi nilai 1,3 dan B dinilai 0,7. Namun, jika A jauh lebih disukai dibanding B, maka nilai A menjadi 1,6 dan B menjadi 0,4 (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Skala Penilaian Hasil Penilaian Nilai A Nilai B A sangat jauh lebih disukai dari B 1,9 0,1 A jauh lebih disukai dari B 1,6 0,4 A sedikit lebih disukai dari B 1,3 0,7 A sama dengan B 1,0 1,0 A sedikit kurang disukai dari B 0,7 1,3 A jauh kurang disukai dari B 0,4 1,6 A sangat jauh kurang disukai dari B 0,1 1,9 Sumber: Bourgeois, Dengan menggunakan penilaian seperti tabel diatas, maka perbandingan antar kriteria akan menghasilkan seperti Tabel 3.3 berikut. Jika diasumsikan hanya terdapat empat kriteria, maka dari tabel tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: C ij merupakan hasil penilaian/perbandingan antara kriteria i dengan j; C i merupakan penjumlahan nilai yang dimiliki kriteria ke-i; C merupakan penjumlahan semua nilai c i ; Bobot kriteria ke I diperoleh dengan membagi nilai c i dengan c. Tabel 3.3 Perbandingan antar Kriteria Kriteria CR 1 CR 2 CR 3 CR 4 Jumlah Bobot CR 1 - C 12 C 13 C 14 C 1 Bc 1 =c 1 /c CR 2 C 21 - C 23 C 24 C 2 Bc 2 =c 2 /c CR 3 C 31 C 32 - C 34 C 3 Bc 3 =c 3 /c CR 4 C 41 C 42 C 43 - C 4 Bc 4 =c 4 /c Jumlah C Proses penilaian antar pilihan dilakukan untuk semua kriteria dan dilakukan oleh ahli atau stakeholder utama. Jumlah ahli yang diikutsertakan bervariasi tergantung pada ketersediaan sumber daya. Penilaian ini dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada masing masing ahli ataupun dengan melakukan suatu pertemuan para ahli untuk melakukan penilaian tersebut. 36

44 3. Sintesis Penilaian Sintesis penilaian merupakan tahap akhir dari AHP. Sintesis merupakan penjumlahan dari bobot yang diperoleh setiap pilihan pada masing masing kriteria setelah diberi bobot dari kriteria tersebut. Secara umum, nilai suatu pilihan adalah sebagai berikut: bopi= i=1nboij * bcj (1) Bop = nilai/bobot untuk pilihan ke-i Formula tersebut dapat juga disusun dalam bentuk tabel. Untuk memudahkan penilaian, diasumsikan ada empat kriteria dengan empat pilihan seperti Tabel 3.4 berikut. Sebagai contoh, nilai prioritas/bobot pilihan 1 (OP1) diperoleh dengan mengalikan nilai bobot pada kriteria dengan nilai yang terkait dengan kriteria tersebut untuk pilihan 1 sebagai berikut: Bop 1 = bo 11 * bc 1 + bo 12 * bc 2 + bo 13 * bc 3 + bo 14 * bc 4.. (2) Hal yang sama dilakukan untuk pilihan ke-2, 3 dan 4. Setelah diperoleh nilai untuk masing masing pilihan, prioritas dapat disusun berdasarkan besarnya nilai tersebut. Smakin tinggi nilai suatu pilihan, maka semakin tinggi prioritasnya dan sebaliknya. Tabel 3.4 Sintesa Penilaian CR1 CR2 CR3 CR4 Prioritas bc 1 bc 2 bc 3 bc 4 bop i OP 1 bo 11 bo 12 bo 13 bo 14 bop 1 OP 2 bo 21 bo 22 bo 23 bo 23 bop 2 OP 3 bo 31 bo 32 bo 33 bo 34 bop 3 OP 4 bo 41 bo 42 bo 43 bo 44 Bop 4 Sektor Prioritas Dalam Pembentukan LPKSM Selanjutnya, dengan metode AHP maka disusun prioritas sektor atau kelompok barang yang menjadi basis pembentukan kelompok konsumen atau LPKSM. Untuk itu diperlukan pilihan sektor-sektor prioritas, indikator atau kategori penilaian, dan bobot dari masing indikator tersebut. Berdasarkan hasil tinjauan literatur dan diskusi dengan expert, maka sektor- 37

45 sektor yang penting untuk dijadikan basis pembentukan LPKSM tercantum dalam tabel berikut. Tabel 3.5. Sektor-sektor penting terkait perlindungan konsumen 3.4. Jadwal Operasional Pengumpulan Data di Daerah Pelaksanaan survey dilakukan oleh Tim Peneliti yang dibagi menjadi 4 (empat) tim berdasarkan wilayah. Adapun susunan tim dan target responden adalah sebagai berikut: Tabel 3.6. Operasional Survey Daerah Waktu Pelaksanaan Petugas Survey Sumatera M5 Mei 2016 Michael Utara Manurung, Yudha Hadian Nur Ratna Anita D.I.Yogyakarta M4 Juni 2016 Ratna Anita, Riska Pujiati, Deasy Target Responden Key person pada kelompok konsumen yang sudah ada, dinas dan lembaga terkait Key person pada kelompok 38

46 Hariyani Banten M5 Juni 2016 Ranni Resnia, Bagus Wicaksena, Riska Pujiati Jawa Barat M4 Juli 2016 Sri Hartini, Ranni Resnia, Ratna Anita, Asih Yulianti konsumen yang sudah ada, dinas dan lembaga terkait Key person pada kelompok konsumen yang sudah ada, dinas dan lembaga terkait Key person pada kelompok konsumen yang sudah ada, dinas dan lembaga terkait 39

47 BAB IV KELOMPOK/ORGANISASI KONSUMEN DI DAERAH PENELITIAN 4.1. Kelompok Konsumen Dan Pengelolaannya LPKSM Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) didirikan pada tanggal 12 April 1978 dengan nama awal YLK Perwakilan Yogyakarta yang menginduk ke YLKI (Jakarta). Bentuk organisasi pada awalnya adalah yayasan. Pada tanggal 20 Mei 1999, YLK Perwakilan Yogyakarta melepaskan diri dari YLKI dan bentuk organisasi berubah dari yayasan ke organisasi kemasyarakatan dengan nama YLKI Yogyakarta. Nama YLKI Yogyakarta mengalami perubahan lagi pada Musyawarah Anggota ke-2 tahun 2005 dengan nama Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY). Alasan berubahnya bentuk organisasi menjadi organisasi kemasyarakatan adalah dengan dasar pemikiran bahwa organisasi bersangkutan adalah organisasi konsumen yang terbuka bagi siapapun untuk masuk kedalamnya dan memperjuangkan isu-isu perlindungan konsumen. Kekuasaan tertinggi di LKY adalah Musyawarah Anggota. Dibawahnya terdapat Dewan Pengawas dan Dewan Pengurus. Dewan Pengawas mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap kinerja Dewan Pengurus dalam melaksanakan amanah Musyawarah Anggota. Adapun susunan Dewan Pengawas LKY periode tahun adalah sebagai berikut : a) Ketua : Nanang Ismuhartoyo b) Anggota : AP. Murniati Sucipto Sementara untuk Dewan Pengurus, bersifat kolektif kolegial dengan susunan sebagai berikut : a) Ketua : Saktya Rini Hastuti b) Koordinator Program : Renta Chrisdiana c) Koordinator Pelayanan Publik : J. Widijantoro d) Sekretaris : Dwi Priyono e) Bendahara : Erri Sulistyawati 40

48 Koordinator program berfungsi memberikan pendidikan pengorganisasian atau pendidikan konsumen seperti misalnya siaran di radio, televisi, penyebaran leaflet, penyuluhan ke masyarakat, pelatihan dan pembentukan kelompok konsumen. Salah satu bentuk kegiatan dari koordinator program, yaitu siaran radio dianggap cukup efektif sebagai salah satu media pembelajaran mengenai hak konsumen bagi masyarakat dikarenakan dapat menjangkau masyarakat luas. Tiap wilayah biasanya memiliki jaringan radio lokal yang masih memiliki banyak audiens. Namun, cara ini masih memiliki kekurangan disebabkan dibutuhkan dana yang cukup besar bagi para anggota LKY untuk menjangkau radio lokal di wilayah masing-masing tersebut. Beberapa contoh edukasi lewat siaran radio antara lain adalah pendidikan konsumen tentang pangan, BPJS, listrik, dan lain-lain. Penyuluhan ke sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi juga dilakukan oleh LKY agar masyarakat, khususnya dalam hal ini anak-anak sekolah hingga mahasiswa juga melek akan pangan yang sehat dan sadar akan hak-haknya sebagai konsumen. Penyuluhan juga diberikan oleh LKY berbarengan dengan kegiatan lainnya, misalnya kegiatan ibu-ibu PKK yang disisipkan materi dari pihak LKY. Berbagai kegiatan ini dilakukan dengan target agar timbulnya kesadaran konsumen terhadap barang dan jasa sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk mengadvokasi dirinya sendiri. Koordinator Pelayanan Publik berfungsi menerima pengaduan, konsultansi, sebagai staf ahli (misal di Polda) dan memberi advokasi kebijakan ke pemerintah. Ketika ada pengaduan dari masyarakat, langkah awal yang dilakukan LKY adalah mendorong konsumen untuk melaporkannya ke BPSK ataupun ke Ombudsman daerah. Adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu alasannya. LKY hanya mengambil kasus-kasus yang jarang terjadi atau unik dan bisa memberi dampak terhadap kebijakan pemerintah. Sebagai contoh untuk kasus ibu melahirkan, selama ini hanya si ibu yang berhak terdaftar di BPJS dan mendapat layanan, namun sekarang bayipun sudah bisa terdaftar di BPJS dan mendapat layanan. 41

49 Gambar 4.1 Prosedur Penanganan Sengketa Konsumen Dalam kegiatannya, LKY memiliki visi yaitu terwujudnya keadilan bagi seluruh masyarakat konsumen, sedangkan untuk misi dari LKY yaitu : a) Menumbuhkan kesadaran kritis konsumen; b) Menggalang solidaritas konsumen; c) Mendorong terbentuknya kelompok-kelompok konsumen yang kuat dan kritis; d) Membela konsumen nir-daya, dan e) Memperjuangkan keadilan bagi masyarakat konsumen. Misi-misi yang diemban oleh LKY ini kemudian diterjemahkan dalam beberapa Bidang Kegiatan Utama (BKU) berdasarkan hasil Musyawarah Anggota ke-4 : a) Pemberdayaan masyarakat konsumen, terdiri dari pengorganisasian konsumen dan pendidikan konsumen (termasuk kampanye publik); b) Perubahan kebijakan, terdiri dari pemantauan/penelitian, pengaduan kasus sengketa konsumen-produsen, advokasi kebijakan; c) Penguatan kapasitas lembaga (internal LKY), terdiri dari pengembangan sumber daya manusia dan fund rising. Implementasi dari BKU untuk pemberdayaan masyarakat konsumen, LKY telah memulai untuk merintis 4 Kelompok Konsumen Sadar (KKS) di wilayah 42

50 kota Yogyakarta. Keempat KKS tersebut ada di wilayah Tegalkemuning, Serangan, Cokrodiningratan dan Kotabaru. Dua kelompok di Sleman, yakni di Kring Minggir II dan Kisik (Sendang agung, Minggir, Sleman). Di samping itu, juga memperluas wilayah pengorganisasian konsumen, terutama di Gunungkidul, yakni di desa Wareng, Wonosari, Gunung Kidul. Berdasarkan konsep pengorganisasian ini, LKY meraih penghargaan sebagai lembaga perlindungan konsumen terbaik nasional (Indonesia Consumer Protection Award) dalam Shoutheast Asian Conference Technical Corporation for Consumer Protection pada tanggal 7-8 November Pembentukan KKS ini bisa berasal dari tokoh masyarakat ataupun anggota LKY yang berada di wilayah bersangkutan. LKY dalam hal ini mendorong pembentukan KKS di wilayah-wilayah, selain agar lebih mempermudah dalam hal komunikasi dan koordinasi di wilayah tersebut, juga agar cakupan masyarakat yang cerdas dan mengetahui hak-haknya sebagai konsumen juga bisa menjadi lebih luas. Namun sedikit berbeda dengan LKY, KKS ini lebih konsentrasi pada segala sesuatu yang bersifat praktis atau dapat langsung diaplikasikan, yang sesuai dengan kebutuhan wilayah masing-masing. Tidak ada unsur advokasi pada KKS. Keanggotaan LKY adalah berbasis relawan. Dalam hal perekrutan anggota, tidak ada kriteria spesifik. Setiap warga dapat menjadi anggota LKY. Di awal setelah resmi menjadi anggota, mereka diberi pelatihan selama 3 (tiga) hari, antara lain mengenai hak konsumen, isu pangan dan isu kesehatan. Saat ini sekitar orang anggota yang aktif di LKY, dengan latar belakang yang cukup beragam, seperti mahasiswa, dosen, ibu rumah tangga, pensiunan dari berbagai dinas, dan lain-lain. Keaktifan mereka dapat diketahui dari seringnya mereka menghadiri pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh LKY maupun berperan sebagai narasumber. Semua itu dipelajari oleh anggota secara learning by doing. Adapun manfaat yang bisa diterima oleh anggota LKY adalah menambah pengetahuan, menambah jaringan (networking), menyuarakan aspirasi bahkan peluang dalam mengembangkan usaha. LKY dalam perkembangannya memiliki beberapa hambatan. Terbatasnya SDM adalah salah satu hal yang masih dirasakan oleh LKY. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya (salah satunya dapat dilihat dari sedikitnya jumlah anggota yang terlibat) menjadikan LKY cukup 43

51 sulit untuk bisa merekrut anggota. Beberapa anggota yang kemudian akhirnya keluar dari keanggotaan LKY karena memiliki aktivitas yang berdampak pada perolehan pendapatan yang lebih pasti juga merupakan salah satu alasan SDM LKY kurang berkembang. Selain hambatan dalam hal keterbatasan SDM, hambatan lain adalah dari sisi pendanaan. Sebagai organisasi nirlaba, tentu saja LKY tidak boleh meminta uang kepada konsumen yang mereka dampingi. Iuran anggota dalam hal ini tidak bisa mencukupi besarnya pengeluaran LKY terutama dalam hal operasional. Saat ini iuran anggota ditetapkan sebesar Rp /bulan dan tidak memiliki jangka waktu keanggotaan. Keanggotaan bersifat sukarela. Selain dari iuran anggota, sumber dana sebenarnya juga terkadang dapat mereka peroleh lewat proyek-proyek yang dikerjakan bersama mitra LKY. Penghasilan (fee) yang mereka peroleh ketika terlibat dalam suatu proyek nantinya dipotong untuk masuk ke kas LKY. Namun hal ini tidak bersifat rutin. Keterbatasan SDM dan pendanaan juga menjadi alasan kurang berkembangnya beberapa KKS yang mereka bina. Selain menjalankan berbagai program di berbagai bidang untuk memperbaiki kondisi perlindungan konsumen di Indonesia, LKY telah menjadi sumber utama berbagai pihak baik kalangan perguruan tinggi, instasi pemerintah dan swasta, penegak hukum, media massa maupun masyarakat pada umumnya, untuk memperoleh berbagai data, hasil penelitian, kesaksian, maupun opini/pendapat yang terkait dengan isu-isu perlindungan konsumen. Oleh karena itu, LKY mengembangkan konsep Pusat Pembelajaran Konsumen atau Consumer Learning Center (CLC) yang merupakan kegiatan inti di bidang pendidikan dan pelatihan dimana LKY dapat diakses oleh semua pihak untuk beragam kebutuhan di bidang perlindungan konsumen. Berikut beberapa jenis pelatihan yang diberikan oleh CLC : a) Pelatihan Konsumerisme Dasar Bertujuan agar peserta mengerti, memahami dan melaksanakan nilai-nilai yang terdapat dalam gerakan konsumen. Adapun materi dalam topik ini antara lain : sejarah gerakan konsumen dan nilai-nilai kemanusiaan, needs and wants (membedakan kebutuhan dan keinginan), hukum perlindungan konsumen, isu-isu konsumen dan membentuk organisasi konsumen. b) Pelatihan Kesadaran Konsumen untuk Anak 44

52 Membekali anak dengan pemahaman tentang hak-hak konsumen sangat penting diberikan, karena anak merupakan salah satu sasaran dari para pelaku usaha dalam menjual barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini diharapkan dapat membuat anak tidak terjebak pada budaya konsumtifisme akibat pengaruh iklan dan media promosi lainnya. Materi dalam pelatihan ini antara lain : hak-hak konsumen, jajanan sehat, mengkritisi iklan, mengkritisi tontonan dan praktek pengaduan konsumen. c) Pelatihan Hukum Perlindungan Konsumen UU Perlindungan Konsumen (UU PK) Meskipun UU Perlindungan Konsumen talah disahkan sejak tahun 1999, namun pelaksanaan dianggap masih jauh dari yang diharapkan. Untuk itu, pengenalan hukum dan produk-produk aturan lainnya dalam ranah perlindungan konsumen perlu dimengerti dan dipahami oleh pihak-pihak terkait dalam penyediaan barang dan jasa maupun pihak yang berkepentingan terhadap perlindungan konsumen lainnya. Materi yang diberikan yaitu : telaah kritis UU PK, telaah kritis aturan-aturan turunan UU PK, penyelesaian sengketa konsumen dan studi kasus. d) Pelatihan Keamanan dan Kedaulatan Pangan Pelatihan ini bertujuan agar peserta mampu memahami keamanan, kesehatan dan mampu berdaulat atas pangan kita sendiri sehingga dapat memperkecil dampak negatif dari pangan yang ada. Materi yang disampaikan yaitu : hak-hak konsumen pangan, telaah kritis UU Pangan, keamanan dan kesehatan pangan, mengenal bahan-bahan pangan lokal dan diversifikasi pengolahan bahan pangan lokal. Beberapa bentuk kegiatan yang dianggap cukup efektif yang selama ini sudah dilakukan adalah melakukan edukasi lewat pertemuan-pertemuan dan siaran radio. Namun mereka juga berharap selain kegiatan-kegiatan yang sudah ada saat ini, mereka juga bisa memiliki divisi riset yang berfungsi untuk mencari dan mengolah data di lapangan sesuai kebutuhan. Selama ini data yang mereka peroleh baru dari dinas-dinas terkait dan sifatnya masih berupa data umum, bukan data yang khusus (spesifik). Apabila LKY kelak memiliki divisi riset, maka diharapkan data yang diperoleh dapat menjadi alat kampanye atau edukasi terhadap masyarakat. LKY dalam hal ini selain bermitra dengan pemerintah juga bekerja sama dengan beberapa lembaga, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 45

53 Beberapa pihak yang selama ini telah melakukan kerjasama dengan LKY antara lain : Lembaga Ombudsman, Swasta DIY, Lembaga Ombudsman Daerah, BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) kota Yogyakarta, PKK Propinsi, dinas-dinas di kalangan pemerintah (pertanian, kesehatan, pendidikan, perekonomian dan perdagangan) baik kabupaten/kota atau propinsi, akademisi dan perguruan tinggi, Consumer International (CI), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), YLKI Jakarta, Institute for Global Justice (IGJ) Jakarta, HIVOS, Gerakan Bisnis Beretika Berkelanjutan (Gatra Tri Brata), Yayasan Kesehatan Perempuan, Jaringan Perempuan Peduli Kesehatan, Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU), Australian Aid, dll. Saat ini LKY juga tercatat sebagai : anggota Forum LSM DIY, anggota Tim Keamanan Pangan, Pangan dan Gizi DIY dan anggota Consumers International Regional Office of Asia Pacific (CIROAP) yang berkantor di Kuala Lumpur, Malaysia Kelompok Konsumen Sadar Gunung Kidul Kelompok Konsumen Sadar Gunung Kidul atau yang biasa disingkat KKS Gunung Kidul merupakan salah satu organisasi masyarakat hasil bentukan dari LPKSM LKY dengan lokasi di Desa Wareng. Berdiri sekitar tahun 2013 dengan Ketua Ibu Parjiem (sampai dengan saat ini). Ibu Parjiem sendiri merupakan salah satu anggota LKY. Masyarakat sekitar biasa mengenal KKS ini dengan nama KKS Menur. Arti dari menur adalah barang kecil yang padat dan memiliki aroma yang harum. KKS ini dibentuk dengan tujuan agar masyarakat sekitar memiliki pemahaman akan pentingnya makanan sehat dan mengetahui cara budidaya makanan sehat. KKS Gunung Kidul memiliki beberapa kelompok (cabang), antara lain di daerah Ponjung (4 kelompok) dan di daerah Panggang (8 kelompok). Sebagaimana disampaikan pada bagian sebelumnya, salah satu perbedaan antara LPKSM dengan KKS adalah pada tujuan utamanya. KKS memiliki tujuan utama lebih mendorong pengolahan produk lokal namun juga turut menyisipkan pengetahuan tentang hak-hak konsumen. Beberapa produk lokal yang dikembangkan adalah membuat kripik dari bonggol pisang, singkong yang dikeringkan dan difermentasi, nasi dikeringkan, dll. Produk-produk ini diberi merek Menur. Pemasaran dilakukan lewat kelompok (cabang) yang mereka miliki. KKS Gunung Kidul sebisa mungkin 46

54 membuat produk-produk yang dianggap unik atau jarang dipasarkan sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada produk-produk yang biasa ada di pasaran. KKS dalam hal ini tidak memiliki unsur advokasi dan tidak terdaftar di pemerintah kabupaten/kota. Struktur organisasi KKS Gunung Kidul terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Simpan Pinjam, Seksi Produksi, Seksi Usaha dan Seksi Humas. Anggota KKS Gunung Kidul aktif saat ini adalah sekitar 25 orang dengan sifat keanggotaan sukarela dan kekeluargaan serta tidak memiliki batas waktu keanggotaan. Saat awal bergabung menjadi anggota, mereka diminta untuk membuat kesepakatan diantaranya yang berkaitan dengan kedisiplinan, kesopanan, dan lain-lain. Semua anggota adalah wanita. Iuran awal sebesar Rp dengan iuran wajib Rp. 500/bulan. Mereka juga memiliki iuran sukarela yang sebenarnya berbentuk tabungan. Nantinya, dari iuran sukarela tersebut, mereka dapat mengambil kembali uang mereka untuk dipergunakan sesuai kebutuhan, misalnya membuat seragam KKS Gunung Kidul. Seragam ini dibuat dengan tujuan agar semakin timbul rasa kebersamaan. Beberapa hak yang dimiliki jika menjadi anggota KKS Gunung Kidul adalah mendapat pengetahuan tentang berbagai macam budidaya di bidang pertanian, mendapat pengetahuan tentang hak konsumen dan mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh KKS Gunung Kidul, seperti wisata di akhir tahun. Adapun kewajibannya adalah menghadiri pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh KKS Gunung Kidul, membayar iuran wajib dan mengikuti program jual jasa. Yang dimaksud dengan program jual jasa adalah program membantu masyarakat sekitar dalam mengolah lahan, baik lahan yang dimiliki oleh anggota maupun bukan anggota. Uang yang diperoleh dari hasil menjual jasa tersebut sepenuhnya menjadi milik kas KKS Gunung Kidul. Tujuan diadakannya program ini adalah selain untuk menambah kebersamaan juga untuk membantu menambah kas KKS Gunung Kidul. Tiap anggota diharapkan mampu untuk menjadi contoh yang baik bagi masyarakat sekitar. KKS Gunung Kidul juga memiliki program edukasi kepada anggotanya. Pemberian materi ini biasanya tidak melalui persiapan tertentu melainkan lebih bersifat spontanitas. Dalam setiap pertemuan diupayakan materi mengenai perlindungan konsumen, terutama dalam hal pangan agar dapat 47

55 disisipkan. Dalam hal ini tidak hanya pengurus yang berhak untuk menyampaikan materi, namun bisa juga dari anggotanya. Pengetahuan yang mereka peroleh dari menghadiri pertemuan atau seminar di tempat lain wajib untuk dibagi kepada anggota KKS Gunung Kidul lainnya. Dalam hal ini setiap anggota diberi kesempatan untuk mengikuti pertemuan-pertemuan tersebut. Hanya saja mereka berharap pelatihan atau seminar yang diberikan tidak hanya berupa teori namun juga sekaligus praktek, sehingga lebih memudahkan mereka dalam memahami materi yang disampaikan. Walaupun KKS Gunung Kidul memiliki kelompok atau cabang di tempat lain, namun ibu Parjiem selaku ketua sesekali masih harus memantau dan memberi materi di kelompok-kelompok tersebut, dikarenakan SDM yang dimiliki masih memiliki keterbatasan terutama dalam hal pengetahuan. Hal ini juga dianggap sebagai hambatan yang masih kerap mereka temui, terutama karena mereka merasakan masih kurangnya peranan LKY sebagai organisasi yang membentuk KKS Gunung Kidul. Peranan LKY dalam hal ini terutama dari segi pembinaan dan pemberian materi-materi yang bersifat edukasi Kelompok Konsumen Sadar Kotabaru KKS Kotabaru juga merupakan salah satu organisasi masyarakat hasil bentukan dari LPKSM LKY. Dibentuk sekitar tahun Tidak banyak informasi yang bisa diperoleh dari KKS Kotabaru ini, dikarenakan kebetulan responden yang diwawancarai bukanlah ketua atau pengurus kelompok bersangkutan. KKS Kotabaru dinamakan demikian dikarenakan lokasinya di daerah Kotabaru. Adapun tujuan dibentuknya KKS ini hampir sama dengan KKS Gunung Kidul, yaitu mendorong masyarakat sekitar daerah Kotabaru untuk lebih menggunakan produk olahan lokal yang tetap aman dan higienis, membekali masyarakat dengan pengetahuan mengenai hak-hak konsumen serta cara pengaduannya serta pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bermanfaat (misalnya kesadaran tentang kesehatan, makan makanan dengan gizi seimbang, dan lain-lain). Tidak ada unsur advokasi didalamnya dan tidak pula terdaftar di pemerintah kabupaten/kota. Sistem perekrutan di KKS Kotabaru juga hampir sama dengan di KKS Gunung Kidul. Tidak ada kriteria tertentu untuk menjadi anggota namun tidak 48

56 perlu membuat kesepakatan secara tertulis seperti halnya di KKS Gunung Kidul. Sifat keanggotaan sukarela dan tidak memiliki jangka waktu keanggotaan. Anggota KKS Kotabaru saat ini yang aktif adalah sekitar 20-an orang dengan pertemuan sekitar 3 bulan sekali. Kebanyakan anggotanya terdiri dari wanita dengan latar belakang ibu rumah tangga. Mereka tidak hanya terlibat dalam KKS Kotabaru saja, namun juga aktif di organisasi-organisasi lainnya, seperti PKK. Aktifnya sebagian besar anggota di beberapa organisasi cukup membuat mereka sulit untuk meluangkan waktu untuk KKS Kotabaru. Ini merupakan salah satu hambatan kurang aktifnya kegiatan di KKS Kotabaru, selain karena kurangnya dana untuk operasional dan kurangnya peran dari LPKSM LKY di KKS bersangkutan. Untuk KKS Kotabaru tidak dipungut iuran, dikarenakan anggota-anggota yang notabene juga aktif di organisasi lain sudah menyumbangkan uangnya untuk organisasi selain KKS Kotabaru. Beberapa manfaat menjadi anggota KKS Kotabaru adalah menambah pengetahuan, pengalaman, jaringan (networking), kesempatan untuk memperluas pasar bagi anggota yang memiliki usaha sendiri dan menjalin hubungan bisnis. Dalam hal materi, anggota hanya diberi uang transport jika harus mengikuti kegiatan penyuluhan di tempat lain. Selama ini, bantuan dana baru berasal dari LPKSM LKY. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah penyuluhan, terutama hal yang berkaitan dengan pengetahuan budidaya tanaman, pengetahuan tentang hak konsumen dan cara pengaduan. Pengetahuan yang mereka peroleh diharapkan dibagi ke masyarakat sekitar, khususnya daerah Kotabaru LPKSM Siaga LPKSM Siaga berdiri tahun 2009 dengan ketua Pak Moerdoko (sampai dengan saat ini). Lokasi di daerah Sleman. Pak Moerdoko sendiri sebelum mendirikan LPKSM Siaga bersama rekan-rekannya adalah merupakan anggota LPKSM LKY. Dikarenakan banyaknya kasus pengaduan di daerah Sleman, akhirnya diputuskan untuk mendirikan organisasi yang bernama LPKSM Siaga. LPKSM Siaga memiliki filosofi agar konsumen selalu cermat, siaga dan teliti terhadap produk-produk di Indonesia. Tujuan awal 49

57 didirikannya LPKSM Siaga adalah agar dapat menempatkan konsumen secara bermartabat. Struktur organisasi LPKSM Siaga terdiri dari ketua, Sekretaris, Bendahara Divisi Operasional Kantor, Divisi Penanganan Pelaporan, dan Divisi Publikasi. Divisi Operasional Kantor berfungsi untuk mengendalikan manajemen kantor dan lebih berperan dalam segala urusan internal lembaga terkait. Divisi Penanganan Pelaporan memiliki produk advokasi yang berfungsi sebagai pendamping konsumen atau pelapor di luar peradilan umum dan dalam hal ini hanya mendampingi konsumen yang mengadu hingga tingkat mediasi dan tidak menempuh jalur hukum, karena biar bagaimanapun LPKSM Siaga bukanlah jasa hukum yang berhak untuk mewakili konsumen sampai pada tingkat peradilan. Target Divisi Penanganan Pelaporan adalah adanya musyawarah mufakat yang tidak merugikan 2 kepentingan, yaitu pelaku usaha dan konsumen. Divisi Publikasi memberikan pengetahuan kepada konsumen melalui: selebaran, menjadi narasumber ataupun saat menjelaskan kepada konsumen perihal aduan konsumen terkait. Dengan kata lain, sebelum konsumen dialihkan ke divisi Penanganan Pelaporan, oleh Divisi Publikasi dijelaskan terlebih dahulu mengenai segala konsekuensi apabila konsumen memutuskan untuk melanjutkan ke tahap pelaporan. Dalam hal ini LPKSM Siaga tidak pernah memberikan jaminan bahwa kasus yang mereka dampingi akan berhasil di tahap mediasi dan memenuhi keinginan konsumen. Apabila dikemudian hari konsumen memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus, maka LPKSM Siaga akan meminta konsumen tersebut untuk membuat semacam surat pernyataan tentang hal itu. Tidak ada prioritas dalam penanganan kasus, demikian juga halnya dengan tidak adanya batasan dari segi area layanan. LPKSM Siaga memiliki target selain agar konsumen memiliki pengetahuan tentang hak-nya sebagai seorang konsumen, juga mendorong konsumen menjadi masyarakat mandiri yang mampu mengadvokasi dirinya sendiri. Selain beberapa kegiatan yang sudah disebutkan, Divisi Publikasi juga kerap memberikan sisipan materi saat ada kegiatan yang bersifat religi. Misalnya ketika acara dakwah, maka oleh anggota LPKSM Siaga akan disisipi juga pengetahuan mengenai hak konsumen. Cara ini dianggap cukup efektif, karena selain tidak perlu repot untuk mengundang audiens, juga 50

58 karena lewat metode dakwah, pesan yang disampaikan diharapkan lebih bisa diterima karena ada unsur ideologi agama. Bentuk lembaga dipilih yang berbentuk organisasi masyarakat. Hal ini dianggap lebih ideal dikarenakan selain tidak terlalu membutuhkan dana yang cukup besar saat pendirian, organisasi masyarakat atau lembaga perlindungan memiliki kontrol di masyarakat. Anggota LPKSM Siaga sekitar 8 orang (tidak termasuk pengurus). Awal perekrutan adalah dengan cara pembukaan relawan. Kriteria saat merekrut antara lain sukarela, tidak SARA dan tidak memiliki konflik kepentingan. Kesepakatan dibuat saat menjadi anggota yaitu diantaranya tidak memanfaatkan lembaga perlindungan konsumen untuk kepentingan pribadi. Sifat keanggotaan sukarela dan tidak memiliki jangka waktu keanggotaan. Setelah anggota direkrut, mereka diberi beberapa pelatihan. Pelatihanpelatihan yang diberikan antara lain : UU Perlindungan Konsumen, LPKSM, Hak Konsumen (meliputi arti konsumen, beberapa tipe konsumen, distributor, agen dan produsen) dan pelatihan tentang produk. Khusus untuk pelatihan mengenai Hak Konsumen ditujukan agar konsumen dapat menempatkan posisinya secara tepat. Yang memberikan pelatihan adalah para pengurus. Latar belakang para relawan rata-rata adalah mahasiswa dan ibu rumah tangga. Adapun manfaat yang diterima lebih dalam hal non materi, yaitu menambah pengetahuan untuk kemudian pengetahuan tersebut dapat dibagi ke masyarakat luas. Terbatasnya SDM dan pendanaan juga dialami oleh LPKSM Siaga. Sifat lembaga yang nirlaba, tentunya tidak memungkinkan bagi mereka untuk menetapkan biaya dalam mendampingi konsumen yang mengadu. Ini tentunya juga berdampak pada kurangnya pendanaan untuk operasional lembaga bersangkutan. Mereka hanya berhak menerima fee (upah) atas dasar kerelaan dari konsumen yang mengadu. Sebenarnya upah juga mereka terima saat mereka diundang menjadi pembicara atau narasumber di suatu kegiatan yang bersifat edukasi. Namun upah tersebut menjadi hak sepenuhnya pengurus atau anggota yang menjadi pembicara tersebut. Tidak hanya dengan dinas di pemerintahan, LPKSM Siaga juga menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya. Salah satunya dengan LKY yang mengundang LPKSM Siaga untuk menghadiri sebuah acara di 51

59 Malaysia. Mitra lainnya yaitu dengan Yayasan Kakak. Yayasan ini bekerja di bidang perlindungan untuk anak-anak LPKSM Handaini LPKSM Handaini didirikan pada tahun 2008 dengan alamat di Cipondoh Tangerang. Organisasi ini memiliki 10 orang anggota dengan 3 orang pengurus yaitu Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Organisasi ini belum memiliki divisi atau bagian yang terpisah untuk masing-masing program atau kegiatan yang dilakukan, misalnya divisi edukasi maupun divisi advokasi. Kegiatan atau program dilaksanakan oleh seluruh pengurus dan anggota secara bersama-sama. Organisasi konsumen awalnya diinisiasi karena terdorong oleh adanya kebutuhan untuk memperbaiki posisi tawar konsumen di Banten, khususnya Kota Tangerang, yang merupakan kota perdagangan dan jasa. Hal tersebut dianggap dapat meningkatkan potensi kerugian konsumen, apalagi di Kota Tangerang belum ada lembaga/organisasi konsumen. Konsumen memerlukan organisasi yang dapat merepresentasikan kepentingan konsumen terutama dalam skala lokal. Pembentukan kelompok/organisasi konsumen ini tidak memiliki hambatan secara administratif dari pihak yang berwenang seperti Pemda setempat. Hambatan justru berasal dari pola pikir (mindset) masyarakat, termasuk kepala daerah, yang belum menganggap keberadaan organisasi konsumen (LPKSM) serta Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) itu penting. LPKSM diperlukan dalam rangka pembentukan BPSK, karena salah satu anggota BPSK adalah perwakilan konsumen yaitu LPKSM. Pemerintah maupun masyarakat dirasa masih terbatas pengetahuannya mengenai hak dan kewajiban konsumen serta regulasi terkait perlindungan konsumen. Keberadaaan LPKSM dan BPSK hanya dianggap sebagai pemborosan anggaran, sehingga sulit untuk mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. Keberdayaan konsumen juga dinilai masih rendah, mereka cenderung pasrah jika menemui masalah dalam transaksi dan penggunaan barang dan jasa. Latar belakang pengurus organisasi konsumen ini adalah pengacara dan aktivis dengan kualifikasi Sarjana Hukum serta pengetahuan yang dirasa 52

60 cukup memadai mengenai perlindungan konsumen. Sementara, anggotanya sebagian besar adalah mahasiswa dengan keanggotaan sukarela. Mereka direkrut dengan syarat memenuhi kriteria yaitu memiliki pemahaman yang cukup mengenai perlindungan konsumen. Kriteria ini digunakan dengan tujuan agar organisasi lebih mudah dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Organisasi ini tidak memungut iuran bagi anggotanya, tapi menerima donasi yang sifatnya sukarela. Antusiasme anggota dalam menjalankan tugas cukup tinggi, diduga karena para anggota yang berstatus mahasiswa masih memiliki idealisme yang baik. Namun, kontinuitas program yang masih kurang dikhawatirkan akan mengurangi antusiasme para anggota dalam jangka panjang. Tidak ada keuntungan yang diperoleh oleh pengurus maupun anggota secara materil, sedangkan secara non materil mereka mendapatkan pengetahuan, informasi dan juga peningkatan keberdayaan mereka sebagai konsumen. Kegiatan yang dilakukan oleh LPKSM Handaini meliputi kegiatan edukasi dan advokasi konsumen. a. Sosialisasi hak dan kewajiban konsumen ke masyarakat Tangerang Target kegiatan ini adalah anggota masyarakat secara umum dan juga para pelajar. Sosialisasi dilakukan dengan cara penyebarluasan informasi terkait perlindungan melalui seminar, penyebaran pamphlet, poster, dan spanduk. Frekuensi penyelenggaraan kegiatan ini rata-rata 1 kali dalam setahun, tergantung dari ketersediaan dana. b. Sosialisasi hak dan kewajiban konsumen ke pelaku usaha di Tangerang Kegiatan ini biasanya diselipkan pada saat melakukan mediasi antara konsumen dan pelaku usaha saat terjadi sengketa. Target kegiatan ini adalah peningkatan awareness pelaku usaha akan hak-hak konsumen, sehingga akan memperbaiki usaha mereka dalam memenuhi hak-hak konsumen tersebut. c. Advokasi konsumen Kegiatan advokasi yang dimaksud adalah menerima keluhan konsumen terkait pembelian atau penggunaan barang dan jasa, kemudian melakukan pendampingan konsumen untuk mediasi jika menghadapi sengketa dengan pelaku usaha. d. Bekerja sama dengan dinas melakukan kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa. Keikutsertaan dalam kegiatan ini dilakukan berdasarkan 53

61 undangan dari dinas terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan serta aparat penegak hukum. Target kegiatan ini adalah mengawasi dan menertibkan peredaran barang-barang, khususnya pangan, yang berbahaya bagi konsumen dan melanggar ketentuan. Frekuensi kegiatan ini 1 kali dalam setahun yaitu menjelang hari raya keagamaan LPKSM Paragon LPKSM Paragon didirikan pada tahun 2011 di kota Tangerang Selatan. Pembentukan organisasi konsumen didasari oleh minat atau ketertarikan dalam bidang perlindungan konsumen, khususnya advokasi dan pengawasan barang beredar. Hambatan pembentukan secara adminsitratif tidak ditemui. Hambatan muncul saat melaksanakan kegiatan atau program, karena masyarakat maupun pemerintah masih memiliki persepsi yang negatif tentang keberadaan LPKSM. Sebagian besar masyarakat belum memahami peran LPKSM. Pengurus organisasi ini terdiri dari 3 orang yaitu ketua, sekretaris dan bendahara. Belum ada pemisahan tugas dan wewenang antara anggota, semua kegiatan dilakukan bersama. Dengan jumlah anggota sebanyak 7 orang dan sifat keanggotaan yang sukarela, organisasi ini tidak menetapkan kriteria khusus dalam perekrutannya. Dengan menjadi anggota, tidak ada hak khusus yang diberikan namun mereka wajib membuat laporan setelah selesai melaksanakan kegiatan. Kegiatan yang dilakukan meliputi advokasi dan pengawasan barang dan jasa yang beredar di masyarakat. Kegiatan advokasi yang dilakukan adalah pendampingan bagi konsumen dalam sengketa dengan pelaku usaha, contoh kasusnya adalah pembiayaan (leasing) kendaraan bermotor. Untuk kegiatan pengawasan, yang dilakukan adalah melakukan pengawasan untuk pelayanan jasa parkir YLKI Tangerang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tangerang (YLKIT) didirikan pada tanggal 10 Juli 2009 dengan bentuk organisasi yayasan. Organisasi ini mengambil nama YLKI untuk mempermudah konsumen mengenali tujuan dan fungsinya yaitu melindungi konsumen. Sesuai dengan bentuk 54

62 lembaganya, yayasan terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Pengurus, dan Dewan Pengawas. Selanjutnya, kepengurusan yayasan dilakukan oleh pengurus yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan bendahara. Jumlah anggota 15 orang termasuk 3 orang pengurus. Para pengurus dan anggota mengadakan pertemuan rutin 1 kali dalam sebulan. Berikut adalah susunan kepengurusan yayasan : a. Pembina : Mustafa kamal b. Pengurus : - Ketua : Fajri Safeí - Sekretaris : Kapri Yani - Bendahara : Asep Syaiful c. Pengawas : Hasan H.K Organisasi tidak memiliki sistem perekrutan khusus untuk seleksi anggota. Organisasi ini sifatnya sukarela atau relawan. Tiap anggota berhak menggunakan identitas YLKIT dalam pelaksanaan kegiatan, sementara kewajibannya adaah harus melapor jika terjadi kasus pelanggaran hak konsumen yang terjadi di lingkungan masing-masing. Anggota dan pengurus tidak memperoleh manfaat dalam bentuk materi, namun manfaat non materi yang diperoleh antara lain menjadi paham tentang perlindungan konsumen dan berani membela haknya. Kemudian, manfaat tambahan yang diperoleh pengurus adalah diprioritaskan untuk mengikuti pelatihan atau seminar yang diadakan oleh pihak lain. Tujuan dibentuknya organisasi konsumen ini adalah untuk mengakomodir kebutuhan perlindungan konsumen di Tangerang Selatan. Alasan yang sama juga mendasari pembentukan cabang YLKIT di Kota Tangerang. YLKIT memiliki dua cabang. Kedua organisasi tersebut dikelola dengan manajemen yang sama. Kegiatan yang dilakukan YLKIT meliputi edukasi dan advokasi sebagai berikut : a. Pelatihan konsumen YLKIT melaksanakan pelatihan (training) dan sosialisasi terkait hak-hak konsumen dan bahaya dari produk-produk yang tidak sesuai ketentuan. Target kegiatan ini adalah masyarakat, khususnya pemuda usia produktif karena kelompok masyarakat usia produktif tersebut aktif melakukan pembelian dan dianggap lebih kritis daripada kelompok usia lainnya. 55

63 Dengan kegiatan ini diharapkan masyarakat menjadi lebih paham akan hak-haknya. b. Pembuatan majalah Consumers Selain melakukan pelatihan dan sosialisasi bagi konsumen, YLKIT juga menerbitkan majalah Consumers pada tahun 2011 bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Tangsel Pos dan beberapa pelaku usaha. Majalah ini berisi bahasan isu-isu perlindungan konsumen seperti : pengaruh persaingan bisnis ritel terhadap konsumen, permasalahan konsumen di bidang properti, dan sebagainya. Selain itu, terdapat beberapa kolom edukasi konsumen tentang informasi tata cara peyelesaian sengketa, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, serta ulasan zat berbahaya dalam produk pangan. Namun demikian, kerjasama tersebut tidak berlanjut karena ketidaktersediaan dana. Gambar 4.2 Majalah Consumers yang diterbitkan YLKIT c. Advokasi dan media Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah pendampingan konsumen untuk pengaduan (complaint) dan penyelesaian sengketa. Jika dirata-rata, frekuensi pendampingan yaitu 5 kali dalam sebulan. Dari pendampingan ini diharapkan konsumen dapat memenangkan sengketa dan memperoleh kembali haknya serta terjadi penurunan kegiatan usaha yang melanggar UU Perlindungan Konsumen. 56

LAPORAN AKHIR ANALISIS OPTIMALISASI PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

LAPORAN AKHIR ANALISIS OPTIMALISASI PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA LAPORAN AKHIR ANALISIS OPTIMALISASI PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-undang

Lebih terperinci

Analytical hierarchy Process

Analytical hierarchy Process Analytical hierarchy Process Pengertian AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP menguraikan masalah multi faktor atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM MEMILIH GADGET SMARTPHONE

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM MEMILIH GADGET SMARTPHONE PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM MEMILIH GADGET SMARTPHONE Lutfi Syafirullah 1), Joko Dwi Mulyanto 2) Program Studi Manajemen Informatika AMIK BSI Purwokerto Jl. DR. Bunyamin No. 106, Pabuaran,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya PERLINDUNGAN KONSUMEN Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 2 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = MELINDUNGI SELURUH BANGSA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul (i) DAFTAR ISI (ii) AYO JADI KONSUMEN CERDAS (1) Pengantar (1) Mengapa Harus Menjadi Konsumen Cerdas (2) Pengertian (4)

DAFTAR ISI. Halaman Judul (i) DAFTAR ISI (ii) AYO JADI KONSUMEN CERDAS (1) Pengantar (1) Mengapa Harus Menjadi Konsumen Cerdas (2) Pengertian (4) DAFTAR ISI Halaman Judul (i) DAFTAR ISI (ii) AYO JADI KONSUMEN CERDAS (1) Pengantar (1) Mengapa Harus Menjadi Konsumen Cerdas (2) Pengertian (4) Hak dan Kewajiban Konsumen (6) Hak Konsumen (6) Kewajiban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

STRATEGI NASIONAL PERLINDUGAN KONSUMEN

STRATEGI NASIONAL PERLINDUGAN KONSUMEN SNI STRATEGI NASIONAL PERLINDUGAN KONSUMEN Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional Disampaikan dalam Forum Sinkronisasi Kebijakan Bidang PKTN Jakarta, 18 September 2017 OUTLINE

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA T.A 2018 DIREKTORAT PEMBERDAYAAN KONSUMEN

RENCANA KERJA T.A 2018 DIREKTORAT PEMBERDAYAAN KONSUMEN RENCANA KERJA T.A 2018 DIREKTORAT PEMBERDAYAAN KONSUMEN Disampaikan pada : Sinkronisasi Kebijakan Perlindungan & Tertib Niaga, 19 September 2017 Outline Sasaran dan Prioritas Isu Strategis Sinergi Pusat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya * OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : Arrista Trimaya * Perlindungan Konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Pelayanan Kesehatan Memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan hak dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

Prodi Manajemen Industri Katering Universitas Pendidikan Indonesia PELAYANAN PRIMA

Prodi Manajemen Industri Katering Universitas Pendidikan Indonesia PELAYANAN PRIMA PELAYANAN PRIMA Pelayanan Prima: 1. Pelayanan Prima memiliki makna ekonomi= memaksimalkan laba, meraih pangsa pasar, mengatasi persaingan, menciptakan pangsa pasar yang berkualitas, melaksanakan tanggung

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KONSUMEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASIA: TANTANGAN DAN PELUANG. Ganef Judawati - Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan

PEMBERDAYAAN KONSUMEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASIA: TANTANGAN DAN PELUANG. Ganef Judawati - Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan PEMBERDAYAAN KONSUMEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASIA: TANTANGAN DAN PELUANG Ganef Judawati - Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan ERA GLOBALISASI Konsumen harus mampu membuat pilihan

Lebih terperinci

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process ) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS(AHP) DALAM MENENTUKAN KELAYAKAN BAKAL CALON PRESIDEN RI 2014 STUDI KASUS SMK N 3 PURWOKERTO

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS(AHP) DALAM MENENTUKAN KELAYAKAN BAKAL CALON PRESIDEN RI 2014 STUDI KASUS SMK N 3 PURWOKERTO PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS(AHP) DALAM MENENTUKAN KELAYAKAN BAKAL CALON PRESIDEN RI 2014 STUDI KASUS SMK N 3 PURWOKERTO Lutfi Syafirullah Program Studi Manajemen Informatika Amik Bina Sarana Informatika

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 4: Major national food regulation: Food Act (7/1996) Consumer Protection Act (8/1999) Food Labeling

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi Oleh : M. Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur Disampaikan : Dalam Pelatihan Wartawan Telekomunikasi Diselenggarakan PT.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam BAB III METODOLOGI Metodologi merupakan kumpulan prosedur atau metode yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Menurut Mulyana (2001, p114), Metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Role of Industry in Consumer Education and Wellness Program. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc

Role of Industry in Consumer Education and Wellness Program. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc Role of Industry in Consumer Education and Wellness Program Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc Tujuan Pembelajaran Siapa konsumen itu? Alasan pentingnya pendidikan konsumen Pengertian dan tujuan pendidikan

Lebih terperinci

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan Departemen perdagangan adalah departemen dalam pemerintahan indonesia yang membidangi urusan perdagangan. Departemen perdagangan dipimpin oleh

Lebih terperinci

Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien. Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta

Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien. Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan Pasien Saktya Rini Hastuti Lembaga Konsumen Yogyakarta Informasi Konsumen Tanggung jawab dan keamanan produk Kredit Konsumen Asuransi Perniagaan Elektronik Sistem

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 NOMOR 35 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 NOMOR 35 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SEKETIKA AKU MENGENAL PERLINDUNGAN KONSUMEN Eka Erfianty Putri, SH

SEKETIKA AKU MENGENAL PERLINDUNGAN KONSUMEN Eka Erfianty Putri, SH SEKETIKA AKU MENGENAL PERLINDUNGAN KONSUMEN Eka Erfianty Putri, SH Perkenalan pertamaku pada kata perlindungan konsumen dimulai pada pertengahan tahun 2003, sejak aku mantap memilih mata kuliah hukum perlindungan

Lebih terperinci

Rumusan Draft Kode Etik Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)

Rumusan Draft Kode Etik Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Rumusan Draft Kode Etik Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menimbang: a. Bahwa Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) adalah lembaga

Lebih terperinci

RENCANA KERJA T.A 2018 DIREKTORAT PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA

RENCANA KERJA T.A 2018 DIREKTORAT PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA RENCANA KERJA T.A 2018 DIREKTORAT PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA Disampaikan pada : Sinkronisasi Kebijakan Perlindungan Konsumen & Tertib Niaga, 19 September 2017 Outline Sasaran dan Prioritas Isu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 35 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI DI KABUPATEN TEGAL

PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI DI KABUPATEN TEGAL PENERAPAN ANALITYC HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI DI KABUPATEN TEGAL Lutfi Syafirullah Bina Sarana Informatika Tegal Jl. Sipelem No. 22 Tegal Barat lutfi.lfs@bsi.ac.id ABSTRACT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB JAKARTA, 16 SEPTEMBER 2014 DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.291, 2017 KEMENDAG. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/2017 TENTANG BADAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

HAK & KEWAJIBAN KONSUMEN. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester ganjil

HAK & KEWAJIBAN KONSUMEN. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester ganjil HAK & KEWAJIBAN KONSUMEN Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester ganjil 2012-2013 Hak-hak & Kewajiban Konsumen Pokok Bahasan : Perlindungan hak-hak masyarakat Hak konsumen Kewajiban konsumen Pengetahuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

Keamanan Pangan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Keamanan Pangan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Keamanan Pangan Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Ganef Judawati B a l a i K a r t i n i S e l a s a, 2 4 F e b r u a r i 2 0 1 5 2 TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1. Terbangunnya konsumen yang lebih

Lebih terperinci

PENDIDIKAN & PERLINDUNGAN KONSUMEN (IKK331) Oleh: Dr. Lilik Noor Yuliati, MFSA. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester genap

PENDIDIKAN & PERLINDUNGAN KONSUMEN (IKK331) Oleh: Dr. Lilik Noor Yuliati, MFSA. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester genap PENDIDIKAN & PERLINDUNGAN KONSUMEN (IKK331) Oleh: Dr. Lilik Noor Yuliati, MFSA Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Semester genap 2012-2013 TIU: Setelah mengikuti kuliah ini mhs dapat memahami pentingnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 2.1 Konsumen. 2.1.1. Pengertian Konsumen. Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, kata Konsumen yang

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan: Negara Indonesia adalah negara hukum.

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan: Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan: Negara Indonesia adalah negara hukum. Konsep pembangunan hukum telah dirumuskan dalam RPJPN 2005-2025,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN LAYANAN PURNA JUAL DI INDONESIA. yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap purna transaksi.

BAB II PENGATURAN LAYANAN PURNA JUAL DI INDONESIA. yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap purna transaksi. BAB II PENGATURAN LAYANAN PURNA JUAL DI INDONESIA A. Pengertian dan Cakupan Layanan Purna Jual Seorang konsumen didalam melakukan transaksi jual beli melalui beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN FORUM KONSULTASI PUBLIK DI LINGKUNGAN UNIT PENYELENGGARA PELAYANAN

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini membuat masyarakat sebagai pengakses maupun pengguna layanan publik semakin

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA

PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan pada khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk pembuat keputusan, pengambil keputusan, penentu atas sebuah pilihan dari sejumlah pilihan. Pengambilan keputusan terjadi setiap saat

Lebih terperinci

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET Oleh : Gst. Ngurah Arya Dharma Susila Ni Nyoman Sukerti Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENEJMEN KARIR PEGAWAI. (Studi Kasus STMIK Pringsewu) Mailasari. Jurusan sistem informasi, STMIK PRINGSEWU

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENEJMEN KARIR PEGAWAI. (Studi Kasus STMIK Pringsewu) Mailasari. Jurusan sistem informasi, STMIK PRINGSEWU 1 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENEJMEN KARIR PEGAWAI (Studi Kasus STMIK Pringsewu) Mailasari Jurusan sistem informasi, STMIK PRINGSEWU E-mail:smaila761@gmail.com Abstrak Dalam penentuan pegawai dan Dosen

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM. KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI. Pengertian Produksi ETBIS-ANDRI HELMI 1. Produksi yang menghasilkan barang dan jasa baru sehingga dapat menambah jumlah, mengubah bentuk, atau memperbesar

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi.

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi. PERILAKU KONSUMEN Maya Dewi Savitri, MSi. PERTEMUAN 12 Perlindungan Konsumen MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 3 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = Melindungi seluruh bangsa sebagaimana

Lebih terperinci