BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
|
|
- Doddy Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Penyalahgunaan narkoba yang di lakukan anak adalah merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum. Adapun Faktor yang mempengaruhi narkoba yang di lakukan oleh anak biasanya dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan dari luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan juga pengaruh kehidupan emosionalnya yang berganti-ganti, rasa ingin tahu yang lebih dalam terhadap sesuatu yang baru, kadangkala membawa mereka ke dalam hal-hal yang negatif, apalagi ketika anak tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pecandu narkoba. Penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkoba sendiri telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya perdagangan gelap serta peredaran narkoba, tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdaganganya di masyarakat. Mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Penegakan hukum pidana sebagai bagian dari upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba berfungsi untuk memperbaiki suatu penyimpangan
2 tingkah laku dari anak, agar anak tidak dengan mudah terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba, hal ini sebagai upaya untuk mencegah tidak semakin luasnya bahaya narkoba yang mengancam masa depan anak. Tidak adanya undang-undang khusus yang mengatur tentang penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, ataupun pasal yang secara khusus mengatur tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur, membuat harus mendalami lebih lagi undang undang yang berkaitan dengan tindak pidana ini. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ditekankan sebagai salah satu sarana penal sedangkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 ditekankan sebagai sarana non penal. A. Pengaturan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Dalam konteks sarana penal, dikenal adanya permasalahan tentang hukum pidana dalam arti ius constitutum dan ius constituendum. Keduanya saling berkaitan dan menunjang pembicaraan tentang penggunaan sarana penal dalam kebijakan penanggulangan kejahatan pada umumnya, tampaknya pemahaman terhadap dua masalah itu menjadi semakin penting, mengingat masalah pidana hak dan peradilan anak masih merupakan persoalan yang cukup serius. Kajian kebijakan kriminal terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak melalui sarana penal akan difokuskan pada dua hal pokok yaitu kajian terhadap berbagai perangkat hukum pidana yang sedang berlaku (ius constitutum) yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika oleh anak seperti
3 KUHP, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dan sebagainya. Tujuan Kebijakan perubahan UU nomor 27 Tahun 1997 menjadi UU nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah untuk meningkatkan kegiatan guna mencegah dan memeberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Peran BNN (Badan Narkotika Nasional) dalam melaksanakan tugas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika menurut Undang-undang 35 tahun 2009, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, dimana kewenangan tersebut dilaksanakan oleh penyidik BNN. Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika ini, diatur beberapa ketentuan,yang membahas tentang etimologi dan terminologi sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam undang-undang narkotika tersebut.ketentuan tentang dasar, asas, dan tujuan pengaturan narkotika, yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945. Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan keadilan, pengayoman, kemanusiaan, ketertiban, perlindungan dan keamanan, nilai-nilai ilmiah dan kepastian hukum. Sedangkan tujuan undang-undang Narkotika ini adalah: 1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
4 2. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari bahaya penyalahgunaan narkotika 3. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, dan 4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika Ruang lingkup undang-undang narkotika mencakup pengaturan narkotika meliputi segala bentuk kegiatan dan/ atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekusor narkotika.narkotika ini digolongkan kedalam narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. 32 berikut: Umumnya jenis-jenis tindak pidana narkotika dapat dibedakan sebagai 1. Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan Narkotika Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri. 2. Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli Narkotika Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan 2012), Hal H. Siswanto, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, (Rineka Cipta: Jakarta,
5 hanya dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan tukar menukar Narkotika. 3. Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan Narkotika Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, dan mentrasito Narkotika. Selain itu, ada juga tindak pidana di bidang pengangkutan Narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau kapten penerbang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana diatur dalam Pasal 139 UU Narkotika, berbunyi sebagai berikut: Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). 4. Tindak pidana yang menyangkut penguasaan Narkotika 5. Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu Narkotika Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan pecandu Narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali dan pecandu yang bersangkutan. 6. Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi
6 Seperti yang diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan label pada kemasan Narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku Narkotika (Pasal 45). Kemudian untuk dapat dipublikasikan Pasal 46 UU Narkotika syaratnya harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat merupakan tindak pidana. 7. Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan Narkotika Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan untuk dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan barang bukti tersebut harus diajukan dalam persidangan. Status barang bukti ditentukan dalam Putusan pengadilan. Apabila barang bukti tersebut terbukti dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan. Dalam tindak pidana Narkotika ada kemungkinan barang bukti yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak mungkin barang bukti tersebut diajukan kepersidangan semuanya. Dalam hal ini, penyidik wajib membuat berita acara sehubungan dengan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihan, dan pemusnahan kemudian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungan dengan hal tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan tindak pidana. 8. Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur
7 Tindak pidana dibidang Narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula bersama-sama dengan anak dibawah umur ( belum genap 18 tahun usianya). Oleh karena itu perbuatan memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan Narkotika merupakan tindak pidana. 1. Unsur-Unsur Tindak Pidana dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Tindak pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya adalah kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua tindak pidana didalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau Narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian Narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia. 33 Menurut Soedjono Dirjosisworo, penggunaan Narkotika secara legal hanya bagi kepentingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja ) 33 Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, (Djambatan: Jakarta, 2001) hlm Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia,(PT. Citra Aditya Bakti: Bandung,
8 Beberapa delik dalam UU Narkotika beserta unsure deliknya adalah sebagai berikut: A. Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00(delapan miliar rupiah) Dari rumusan pasal diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsureunsur dari pasal tersebut, yaitu : a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum. b. Unsur obyektif : menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan 2. Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (delapan miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
9 a. unsur subyektif: setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. unsur obyektif: memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan 3. Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan 4. Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
10 a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara 5. Pasal 115 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (delapan miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito 6. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
11 a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : menggunakan terhadap orang lain, memberikan untuk digunakan orang lain 7. Pasal 117 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan 8. Pasal 118 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (delapan miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
12 b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, meyalurkan 9. Pasal 119 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (delapan miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan 10. Pasal 120 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
13 b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito 11. Pasal 121 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (delapan miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : menggunakan narkotika golongan II terhadap orang lain, memberikan narkotika golongan II untuk orang lain 12. Pasal 122 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tiga miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
14 b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika golongan III 13. Pasal 123 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan III 14. Pasal 124 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah)
15 Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, Menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan Narkotika golongan III 15. Pasal 125 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tiga miliar rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito 16. Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah)
16 Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b. Unsur obyektif : menggunakan narkotika golongan III terhadap orang lain, Memberikan narkotika golongan III untuk digunakan orang lain 17. Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Setiap Penyalah Guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap penyalahguna b. Unsur obyektif : Narkotika golongan I bagi diri sendiri, Narkotika Golongan II bagi diri sendiri, Narkotika golongan III bagi diri sendiri 18. Pasal 128 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana
17 dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (satu juta rupiah) Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : orang tua, wali dari pecandu yang belum cukup umur b. Unsur obyektif : yang sengaja tidak melapor 19. Pasal 129 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum: a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
18 b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika 2. Sanksi Pidana dalam Undang-Pndang Nomor 35 Tahun 2009 Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ketentuan sanksi pidana dan pemidanaan terhadap tindak pidana Narkotika adalah sebagai berikut: 1. Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan, penjara dalam waktu tertentu/seumur hidup, dan pidana mati), pidana tambahan (pencabutan izin usaha/pencabutan hak tertentu), dan tindakan pengusiran (bagi warga Negara asing). 2. Jumlah/lamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara Rp ,00 (empat ratus juta rupiah) sampai Rp ,00 (delapan miliar rupiah) untuk tindak pidana Narkotika, untuk pidana penjara minimal 2 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup.
19 3. Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara kumulatif (terutama penjara dan denda); 4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus (penjara maupun denda); 5. Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan (recidive). 6. Untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap tindak pidana narkotika dengan unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari tiap-tiap pasal yang dilanggar di tambah dengan 1/3 (satu pertiga). B. Perlindungan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Permasalahan terbesar dari Kejahatan anak/ Anak Nakal atau yang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 disebut dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak relevan lagi, baik dari aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis. 35 Undang-undang ini tidak memberikan solusi yang tepat bagi penanganan anak (Perlindungan Anak) sebagai yang berhadapan dengan hukum. Jika anak yang berkonflik dengan hukm harus diarahkan ke pengadilan, akibatnya adalah akan ada tekanan mental dan psikologis anak yang berkonflik dengan hukum tersebut, sehingga mengganggu tumbuh kembangnya anak. 35 Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidaana Anak, Hal. 7
20 Sebagai Negara yang Pancasilais, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan, Indonesia memiliki banyak peraturan yang secara tegas telah memberikan upaya perlindungan anak. Lahirnya undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sendiri merupakan salah satu upaya perwujudan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia terutama anak yang bermasalah dengan hukum. Menurut Konvensi Hak Anak tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak adalah menekankan pada perlindungan dan kesejahteraan anak. Seorang anak tidak akan dikenai penyiksaan dan tindakan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Sehingga dapat menjamin hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum. 2. Perumusan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Sebagai Perwujudan Perlindungan Anak Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa 36, karena dasar pemberian hukuman oleh Negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah makhluk yang bertanggung jawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Sementara anak diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh sebab itulah dalam proses hukum dan pemberian hukuman (sebagai sesuatu yang pada akhirnya tidak dapat dipisahkan dari kasus 36 Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta, 1993, hal.14
21 pelanggaran hukum), anak harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa. Pemberian sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dibagi atas dua jenis sanksi, yaitu: a. Sanksi Pidana, dan b. Sanksi Tindakan Dalam pembangunan hukum positif di Indonesia memang telah diakui keberadaan sanksi tindakan selain sanksi pidana, walaupun dalam KUHP menganut Single Track System yang mengatur tentang satu jenis saja, yaitu sanksi pidana (Pasal 10 KUHP). Pengancaman sanksi tindakan dalam UU No. 11 Tahun menunjukkan bahwa ada sarana lain selain pidana ( penal) sebagai sarana dalam penanggulangan kejahatan khususnya untuk anak. Sanksi pidana maupun sanksi tindakan, keduanya bergerak dari ide dasar yang berbeda. Sanksi pidana bersumber dari ide dasar mengapa diadakan pemidanaan?, sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar untuk apa diadakan pemidanaan itu?. Dengan kata lain sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaksi dari suatu perbuatan, sednagkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Jika fokus sanksi tindak pidana tertuju pada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan (agar yang bersangkutan 37 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
22 menjadi jera), maka fokus sanksi tindakan terarah pada upaya memberikan pertolongan agar dia berubah. Jelas bahwa sanksi pidana menekankan unsur pembalasan. Ia merupakan penderitaan yang sengaja diberikan kepada seorang pelanggar. Sedangkan sanksi tindakan bersumber dari ide perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pelaku. Atau seperti yang dikatakan J.E Jonkers, bahwa sanksi pidana dititik beratkan pada sanksi pidana yang diterapkan untuk kejahatan yang dilakukan, sedangkan sanksi tindakan mempunyai tujuan yang bersifat sosial. 38 Menurut UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yaitu Tindakan bagi pelaku tindak pidana bagi yang berumur di bawah 14 Tahun (pasal 69 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak) dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas. Bahkan dalam penjatuhan pidana atau mengenakan tindakan terhadap anak diatur tentang dasar pertimbangan bagi hakim, yang dirumuskan pada pasal 70, yang menyebutkan Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan J.E Jonkers, Buku Pedoman Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara: Jakarta, 1987, Hal Koesnadi Adi, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Setara Press: Malang, 2015, hal. 18
23 a. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal 82 UU Sistem Peradilan Pidana Anak) : 1. Pengembalian kepada Orangtua/ Wali; 2. Penyerahan kepada Orangtua; 3. Perawatan di rumah sakit jiwa; 4. Perawatan di LPKS; 5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; 6. Pencabutan surat izin mengemudi; 7. Perbaikan akibat tindak pidana. Tindakan yang diberikan kepada anak yaitu kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidana dikenakan pada anak paling lama 1 (satu) tahun. Tindakan penyerahan anak kepada seseorang dilakukan untuk kepentingan anak yang bersangkutan sementara itu tindakan perawatan terhadap anak dimaksudkan untuk membantu orangtua/wali dalam hal mendidik dan memberikan pembimbingan kepada anak yang bersangkutan. b. Sanksi Pidana Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal 71 UU Sistem Peradilan Pidana Anak) 1. Pidana Pokok
24 Sanksi Pidana Pokok yang dapat dikenakan pada anak pelaku tindak pidana sebagai berikut: a. Pidana Peringatan Pidana peringatan merupakan pidana yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak. b. Pidana Dengan Syarat: 1.Pembinaan di luar lembaga 2. Pelayanan masyarakat, atau 3. Pengawasan; Pidana Dengan Syarat dalam hal penjatuhan pidana penjara seorang hakim hanya dapat menjatuhkan pidana penjara itu maksimum 2 (dua) tahun. Penjatuhan Pidana Dengan Syarat ditentukan dengan syarat umum dan syarat khusus. Dimana syarat umum adalah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana. Sedangkan syarat khusus adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. Selama anak menjalani masa pidana dengan syarat, penuntut umum melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar anak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Selama anak menjalani pidana dengan syarat wajib mengikuti wajib belajar 9 (Sembilan) tahun. Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa keharusan:
25 1. Mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat Pembina; 2. Mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; 3. Mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alcohol, narkotika, psikotropika dan zat adiktif; Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian anak terhadap masyarakat disekitarnya dan melakukan kegiatan kemasyarakatan yang positif. Jika anak tidak menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan pelayanan kemasyarakatan tanpa alas an yang sah, pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada hakim agar memerintahkan kepada hakim pengawas untuk memerintahkan anak tersebut mengulang sebagian atau seluruh kegiatan pelayanan masyarakat yang ditetapkan oleh hakim Dalam hal pidana pengawasan, anak di tempatkan dibawah pengawasan penuntut umum dan dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan paling lama 2 (dua) tahun. Dalam hal pidana pelatihan kerja, anak ditempatkan pada lembaga yang mengadakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia anak dan dijatuhkan paling lama 1 (satu) tahun. Pembinaan dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta.
26 Pidana ini dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan yang dilakukan anak tidak membahayakan masyarakat. Untuk pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan seseorang anak pelaku tindak pidana akan membahayakan masyarakat. Penjatuhan pidana penjara bagi anak paling lama ½ (setengah) dari ancaman pidana maksimum bagi orang dewasa. Anak yang menjalani masa pidana di LPKA hanya sampai berumur 18 tahun setelah itu akan dipindahkan ke LAPAS dewasa. Pidana penjara pada anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir yang dapat dijatuhkan pada anak. Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. 2. Pidana Tambahan Selain penjatuhan sanksi pidana pokok pada anak pelaku tindak pidana, dapat juga dikenakan pidana tambahan sebagai berikut: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana itu; b. pemenuhan kewajiban adat Selain itu, UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga mengatur dalam hal anak belumberumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyaarakatan, dan pekerja social professional mengambil keputusan untuk :
27 a. Menyerahkannya kembali kepada orangtua/wali, anak nakal yang dijatuhi tindakan dikembalikan kepada orangtua/wali/orangtua asuhnya, apabila menurut penilaian hakim si anak masih dapat di bina dilingkungan orangtua/wali/ orangtua asuhnya. Namun demikian, si anak tersebut tetap dibawah pengawasan dan bimbingan pembimbing kemasyarakatan antara lain untuk mengikuti kegiataan kepramukaan dan lain-lain b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan social, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan untuk dididik dan di bina. Akan tetapi dalam hal kepentingan si anak menghendaki bahwa hakim dapat menetapkan anak tersebut diserahkan kepada organisasi social kemasyarakatan seperti pesantren, panti social dan lembaga lainnya. Anak bukan sebagai objek melainkan subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas tersebut adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan seorang anak dapat berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lainnya yang dapat dikenakan pidana. Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana (anak) agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadai warga masyarakat yang
28 baik, taat hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial, dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Hanya saja hal ini sampai sekarang masih belum bisa dianggap berhasil di dalam menangulangi kejahatan, dikarenakan banyaknya faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan tersebut dan terlebih lagi belum efektifnya proses pembinaan yang dilakukan oleh Lapas. Maka dari itu perlu dikaji lebih mendalam untuk pelaksanaan jalur penal ini, agar tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan, terutama dalam melakukan perlindungan terhadap anak demi kesejatehraan anak dimasa depan. Sesuai dengan karakteristik yang ada pada anak-anak, mereka memerlukan perhatian secara khusus, mengingat anak memiliki karakteristik dimana kondisi fisik dan mental yang belum matang. Jadi apabila anak melakukan perbuatan pidana maka penanganan dan penyelesaiannya harus dilakukan secara arif dan bijaksana, serta sejauh mungkin di hindari dari campur tangan sistem peradilan tanpa mengabaikan penegakan hukum dan keadilan dalam rangka menjamin agar penyelesaiannya dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan, dan kepentingan masyarakat terhadap anak yang telah melakukan perbuatan pidana. Dalam konteks yang demikian upaya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang SistemPeradilan Pidana Anak untuk mengalihkan penanganan anak dari jalur yustisial menuju jalur non yusdisial (diversi) menjadi sangat penting. Melalui upaya pengalihan atau diversi ini, merupakan penyelesaian yang terbaik yang dapat dijadikan formula dalam penyelesaian beberapa kasus yang melibatkan
29 anak sebagai pelaku tindak pidana pemula. Sehingga lebih tepat dalam menentukan tindakan-tindakan yang perlu diterapkan terhadapnya. Diversi merupakan langkah kebijakan non penal dalam penanganan anak sebagai pelaku kejahatan, karena penanganannya dialihkan di luar jalur sistem peradilan, melalui cara-cara pembinaan jangka pendek atau cara-cara lain yang bersifat keperdataan atau administratif. Diversi berangkat dari asumsi bahwa proses penanganan anak lewat sistem peradilan lebih besar kemungkinan negatifnya dari pada positifnya bagi perkembangan anak. 40 Adapun kebijakan-kebijakan terhadap anak sebagai pelaku penyalahguna narkotika berdasarkan perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terlihat dari proses peradilannya. Berikut tata cara peradilan yang diterapkan dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak berdasarkan perspektif Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak: Pada Pasal 17 ayat 1 dikatakan, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan pelindungan khusus bagi Anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya dalam situasi darurat. Penyidik yang diperbolehkan,melakukan penyidikan untuk anak pelaku tindak pidana adalah meraka yang telah mendapatkan pelatihan khusus tentang Peradilan Pidana Anak (Pasal 26 ayat 3 huruf (c)). Penangkapan yang dilakukan terhadap anak guna proses penyidikan dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) jam dan Anak 40 Op.Cit. Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, hal. 17, 20,
30 yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus Anak (Pasal 30). Ketentuan yang harus dipenuhi dalam proses penahanan terhadap anak adalah terbagi atas di tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dipengadilan, pemeriksaan di tingkat banding, dan kasasi (penahanan terpaksa), proses ini di atur didalam Pasal terkait syarat penahanan dan lamanya waktu penahanan yang dapat dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana. Dalam proses penuntutan kebijakan yang tertuang dalam undang-undang ini adalah Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik.(Pasal 42) Diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Bila Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan dan bila gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan (Pasal 41). Dalam Proses Putusan dan Pemeriksaan di Pengadilan hakim yang menangani kasus anak adalah hakim yang juga telah mendapat pelaktihan teknis tentang peradilan anak dan mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak (Pasal 43 ayat 2). Hakim yang menangani perkara anak di dalam undang-undang ini sendiri dibagi berdasarkan tingkatan pengadilannya, diantaranya hakim tingkat pertama, hakim banding, dan hakim kasasi. Namun
31 adapun syarat yang harus dipenuhi untuk setiap tingkatannya adalah sama antara lain : (Pasal 43- Pasal 50) 1) Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dengan hakim tunggal. 2) Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya. 3) Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti. Adapun kekhususan yang diperoleh oleh anak pada pemeriksaan di sidang pengadilan (Pasal 52), sebagai pelaku tindak pidana termasuk anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika adalah: 1) Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai Hakim yang dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan negeri, bila diversi tidak berhasil maka perkara dilanjutkan ke tahap persidangan. 2) Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus Anak dan ruang tunggu sidang Anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa. (Pasal 52) 3) Waktu sidang Anak didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. 4) Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.(pasal 54)
32 5) Dalam sidang Anak, Hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak.(Pasal 55) 6) Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh Anak dan Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar. (Pasal 61) Pelaksanaan hukuman berdasarkan undang-undang ini dilakukan oleh beberapa lembaga terkait, misalnya Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), sebagai tempat penahanan selama anak pelaku tindak pidana menjalani masa penahanan sampai proses peradilan pidana yang dijalani anak selesai, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) adalah lembaga yang akan menangani anak yang telah dijatuhkan hukuman pidana yaitu pidana penjara dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak.
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: a. menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976 Berdasarkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671] Pasal 59 (1) Barang siapa : a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) 1 ; atau b. memproduksi
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan
BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
Lebih terperinciUU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA
UU 22/1997, NARKOTIKA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Lampiran 1 KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Sekarang saya sedang menyusun sebuah Skripsi dengan judul Survei Mengenai Self Efficacy pada Warga Binaan
Lebih terperinciUPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini
Lebih terperinci*9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/1997, NARKOTIKA *9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
Lebih terperinciBAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009
BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 A. Undang-Undang Verdoovende Middelen Ordonantie yang Berlaku
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
43 BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA A. Sejarah Undang-undang Narkotika Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9
Lebih terperinciDalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :
Apa sanksi hukum penyalahguna narkoba? Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut : Pasal 111 UU RI No. 35 Tahun 2009 [bagi tersangka kedapatan
Lebih terperinci: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK
Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil
Lebih terperinciPerbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak
Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir
BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciPENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan narkoba memiliki dimensi yang sangat kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial ekonomi, politik, sosial,
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika I. PEMOHON Sutrisno Nugroho Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN PADA UNDANG-UNDANG YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA.
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN PADA UNDANG-UNDANG YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. Tahun 1976 merupakan titik penting dalam
Lebih terperinciKEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA
KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA S. Dimas Aryo K., S.Psi. Program Manager Rumah Damping Siloam Yogyakarta 2016 APA SIH HUKUM ITU? KEADILAN KEPASTIAN BAGAIMANA PERATURAN DIBENTUK
Lebih terperinci2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.96, 2013 KESEHATAN. Narkotika. Penggunaan. Larangan. Aturan Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
HASIL Rapat PANJA 25 Juli 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI
Lebih terperinci2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern, banyak menimbulkan dampak positif dan juga dampak negatif bagi pembangunan nasional dan sumber daya manusia. Sesuai mengikuti
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 (1) Setiap orang yang dengan sengaja: a. menempatkan Harta Kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciPerlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Program Studi Ilmu Hukum-Universitas Narotama Surabaya Abstrak Maraknya peredaran narkotika
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciBAB II PERAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN HUKUMAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
BAB II PERAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN HUKUMAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA A. Ketentuan Hukum dan Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Sanksi Terhadap Tindak Pidana Narkotika Hukuman atau pidana yang
Lebih terperinciBAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA 2.1 Teori-Teori Pemidanaan Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciPERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012
PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan
Lebih terperinciPERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF
PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF M. ALI ARANOVAL SEMINAR NASIONAL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN ALTERNATIVE PEMIDANAAN IPKEMINDO - 19 APRIL 2018 CENTER FOR DETENTION
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciBAB III ANALISA HASIL PENELITIAN
BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA A. PENGGOLONGAN NARKOTIKA 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa salah tujuan dari pengaturan narkotika adalah untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.hukumonline.com UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu
A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Bahaya narkotika di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Sehingga Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan
Lebih terperinciBAB IV. A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang tua atau wali dari. pecandu narkotika yang belum cukup umur menurut pasal 86 Undangundang
BAB IV TINDAK HUKUM PIDANA ISLAM BAGI ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA YANG BELUM CUKUP UMUR MENURUT PASAL 86 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1997 A. Sanksi hukum terhadap tindak pidana bagi orang
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak
7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)
Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan
Lebih terperinci