BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris di mana tanah diperuntukkan bagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris di mana tanah diperuntukkan bagi"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana tanah diperuntukkan bagi kemakmuran hidup rakyatnya. Dalam hal ini sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : Bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menganut asas unifikasi yang artinya hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air, artinya hanya ada satu sistem yaitu yang ditentukan dalam pasal 5 UUPA, hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. 1 Minangkabau merupakan salah satu wilayah di Indonesia di mana hubungan antara masyarakat dan tanah tidak bisa dipisahkan dari hukum adat. Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumi putra dan timur asing yang mempunyai upaya memaksa, lagi pula tidak dikodifikasikan. 2 Jadi sistem hukum adat adalah sistem yang tidak tertulis, yang hlm A.P. Parlindungan, Konversi Hak Hak Atas Tanah, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 1 2 Abdul Manan, Hukum Islam Dalam Berbagai Wacana, (Jakarta : Pustaka Bangsa, 2003), 1

2 2 tumbuh dan berkembang serta terpelihara sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya, karena hukum adat sifatnya tidak tertulis maka hukum adat senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dan yang berperan dalam melaksanakan hukum adat ini adalah pemuka adat itu sendiri sebagai pemimpin yang disegani dan berpengaruh dalam lingkungan masyarakatnya. 3 Peradaban manusia sejak dahulu di dalam sejarah sudah menjelaskan bagaimana cara untuk mempertahankan kelangsungan keturunannya dengan mempersiapkan lahan pertanian atau harta benda yang bisa diwariskan bagi keturunan anak cucunya kelak agar bisa menikmati kehidupan yang lebih baik. Kebiasaan ini lambat laun menjadi ajaran-ajaran adat pada suku-suku tertentu. Kebiasaan adat lebih dititikberatkan kepada norma-norma adat atau kebiasaan leluhur yang kesemuanya merujuk kepada hak otoritas kepala suku apakah itu laki-laki ataupun perempuan, klan matriarki atau patriarki. 4 Hukum adat Minangkabau tanah harta pusaka tinggi merupakan harta kekayaan yang harus dipertahankan karena wibawa kaum ditentukan dari luas tanah yang dimiliki kaum tersebut dan untuk menandakan bahwa ia orang Minangkabau asli sesuai dengan pepatah adat yaitu : 5 3 Edison Piliang dan Nasrun Marajo Sungut, Budaya Dan Hukum Adat di Minangkabau, (Bukit Tinggi : Kristal Multimedia, 2010), hlm Patriarki diartikan sebagai sistim masyarakat yang menelusuri garis keturunan melalui pihak bapak (suami). Sebaliknya matriarki, kelompok masyarakat yang menelusuri garis keturunan melalui pihak ibu (istri), Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur an, (Jakarta : Paramadina, 2001), hlm Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang : Sri Darma, 1968), hlm. 138

3 3 Ado tapian tampek mandi, (ada tepian tempat mandi) Ado basasok bajarami, (ada sawah yang menghasilkan) Ado bapandam pakuburan, (ada tanah yang khusus digunakan untuk makam keluarga). Tanah adalah suatu hak yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Tanah adalah tempat untuk mencari nafkah, mendirikan rumah atau tempat kediaman, menjadi tempat dikuburnya orang pada waktu meninggal dan juga sumber penghidupan bagi keluarga. Artinya, tanah adalah hal yang sangat diperlukan manusia. Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak kemenakan dalam istilah adat disebut juga dengan Pusako Basalin 6 bagi harta pusaka tinggi berlaku ketentuan adat seperti pepatah berikut : Tajua indak dimakan bali Tasando indak dimakan gadai Artinya : Terjual tidak bisa dibeli Agunan yang tidak dapat digadai. Bagi masyarakat adat Minangkabau, tanah harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan atau digadaikan. Perbuatan menggadai tanah harta pusaka tinggi diperbolehkan hanya untuk keperluan kepentingan kaum atau menjaga martabat 6 Pusako Basalin adalah pemindahan harta pusaka yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan tidak boleh dibagi menjadi harta milik pribadi, Djaman Datoek Toeh, Tambo Alam Minangkabau, (Bukit Tinggi : Pustaka Indonesia, 1985), hlm. 16

4 4 kaum. Menggadai tanah harta pusaka tinggi harus dilakukan secara musyawarah antar anggota kaum dan harus mendapat persetujuan anggota kaum tersebut untuk menggadai. Adanya larangan ini pada hakikatnya adalah untuk menjaga agar jangan sampai harta pusaka tersebut berpindah keluar dari kekuasaan kaum dan menjadi milik orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kaum tersebut. Ada ketentuan adat tanah harta pusaka tinggi itu dapat digadaikan harus memenuhi salah satu syarat berikut: 7 1. Mayat tabujua di tangah rumah artinya tanah pusaka tinggi dapat digadaikan apabila untuk biaya pemakaman. 2. Rumah gadang katirisan artinya apabila rumah kaum (rumah gadang) perlu diperbaiki (renovasi). 3. Gadih gadang alun balaki artinya untuk mengawinkan perempuan yang telah cukup dewasa yang kalau tidak dikawinkan dapat membuat malu kaumnya atau kepala suku. 4. Mambangkik batang tarandam artinya untuk menegakkan penghulu karena penghulu sebelumnya telah meninggal. Jika tidak ada karena sebab yang 4 (empat) perkara tersebut, tanah harta pusaka tinggi tersebut tidak boleh dijual atau digadaikan. Sebelum melakukan hal tersebut, supaya dicari terlebih dahulu jalan lain, jika sudah habis tenggang (waktu) dan tidak dapat juga, barulah dilakukan menggadai tanah harta pusaka tinggi tersebut. Sesungguhnya diizinkan menggadai dengan sebab yang empat tersebut, apabila hendak melakukan perbuatan itu tidak boleh dengan sengaja. Penghulu yang mengepalai kampung itu wajib menyuruh kaumnya berusaha mencari bermacam - macam jalan sebelum menggadai, namun bila usaha kaumnya tidak berhasil dan 7 A.A.Navis, Alam Terkembang Menjadi Guru Adat Dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: Grafitifers, 1984), hlm. 101

5 5 harus melangsungkan atau membiayai salah satu dari 4 (empat) penyebab tersebut maka dengan persetujuan seluruh kaum barulah harta pusaka tinggi itu dapat digadaikan menurut adat nagari itu. 8 Gadai ini dapat dilaksanakan dengan syarat semua anggota kaum harta pusaka tinggi tersebut sudah sepakat. Harta yang digadaikan dapat ditebus kembali dan tetap menjadi milik ahli warisnya. Gadai tidak tertebus dianggap hina. Disamping itu manggadai biasanya tidak jatuh pada suku lain melainkan kepada kaum sabarek sapikua (seberat sepikul) yang bertetangga masih dalam suku itu juga. 9 Si penggadai memperoleh sejumlah emas, rupiah atau uang yang diukur dengan luas harta yang digadaikan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Bila sawah yang menjadi jaminan atau sebagai sando (sandra), maka boleh ditebusi oleh si penggadai paling kurang sudah dua kali panen. Jika sudah dua kali turun kesawah tidak juga ditebusi, maka hasil tetap dipungut oleh orang yang memberi uang atau emas tadi. 10 Selama itu pemegang gadai berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah tersebut. Pemegang gadai adalah orang yang menyerahkan sejumlah emas, rupiah atau uang kepada pemilik tanah yang memperoleh hak gadai atas tanah yang dimaksud, hak gadai itu berakhir dengan penebusan emas, rupiah atau uang yang menjadi tebusan itu sebanyak yang pernah 8 Ibrahim Dt.Sanggoeno Diradjo, Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang, (Bukit Tinggi : Kristal Multimedia, 2010), hlm Ibid, hlm Ibid

6 6 diserahkan oleh pemegang gadai, dengan demikian maka jelaslah bahwa sungguhpun pemilik tanahnya sama-sama menerima sejumlah emas, rupiah atau uang dari pihak lain, hak gadai itu bukanlah hak jaminan atau hak tanggungan. 11 Orang yang banyak harta yang berupa materiil dikatakan orang berada atau orang kaya, tetapi menurut pandangan adat di Minangkabau, orang berada atau banyak harta ditinjau dari banyaknya harta pusaka tinggi turun temurun yang dimilikinya. Dari status adat, orang atau kaum lebih terpandang jika memiliki banyak harta pusaka yang bukan karena dibeli. 12 Yang dimaksud harato pusako tinggi ialah segala harta pusaka yang diwarisi secara turun temurun sebagaimana dalam pepatah adat menyatakan sebagai berikut: 13 Birik-birik tabang ka sawah (birik-birik terbang ke sawah) Dari sawah tabang ka halaman (dari sawah terbang kehalaman) Basuo di tanah bato (bertemu ditanah bata) Dari niniak turun ka mamak (dari ninik turun ke mamak) Dari mamak turun ka kamanakan (dari mamak turun kemenakan) Patah tumbuah hilang baganti (patah tumbuh hilang berganti) Pusako baitu juo (pusaka demikian juga) Tanah harta pusaka tinggi ini merupakan jaminan untuk kehidupan dan biaya anak kemenakan di Minangkabau, terutama untuk kehidupan masyarakat yang berlatar belakang kehidupan agraris di dusun dan nagari. 11 Dirman, Perundang-Undangan Agraria di Indonesia, (Jakarta : J.B.Wolters, 1958), hlm Azmi Bagindo, Cimbuak Forum Silaturahmi dan Komunikasi Masyarakat Minangkabau, Bukit Tinggi tanggal 1 April M.Nasroen, Dasar Falsafah Adat Minangkabau, (Bulan Bintang : Jakarta, 1971), hlm. 41

7 7 Tanah di Minangkabau merupakan suatu pengikat untuk berdirinya suatu organisasi (kaum) dan penggunaan tanah tersebut dapat dilakukan secara bersama sehingga akan menjamin kelangsungan hidup organisasi (kaum) tersebut. 14 Selama ini penyebutan tentang harta di Minangkabau sering tertuju penafsirannya kepada harta yang berupa materiil saja seperti sawah, ladang, tabek (kolam ikan), rumah gadang, bukit, hutan yang diwariskan secara turun temurun kepada anak/kemanakan perempuan, balai (tempat berkumpul), mesjid atau langgar (surau), tanah pemakaman dinikmati pemakaiannya oleh seluruh anggota kaum. 15 Di samping harta yang berupa materiil ini ada pula harta yang berupa immateriil yakni sako (gelar pusaka) merupakan kekayaan tanpa wujud memegang peranan yang sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau seperti pemberian gelar penghulu (datuak) diberi dengan menggunakan upacara adat yang menghabiskan biaya yang cukup banyak, peralatan atau perlengkapan penghulu (datuak) semua harta tersebut diwariskan secara turun temurun kepada anak laki-laki dari saudara perempuan. 16 Pusako (pusaka) atau harta pusaka adalah segala kekayaan berwujud (materiil) yang diwariskan nantinya kepada anak kemanakan. Harta Pusaka adalah harta milik bersama (kolektif) yang tidak boleh dibagi menjadi hak perorangan oleh orang yang menerima pusaka, melainkan wajib selamanya menjadi hak bersama 14 Iskandar Kamal, Beberapa Aspek Dari Hukum Kewarisan Matrilineal ke Bilateral di Minangkabau, dalam Mukhtar Naim, (Padang : Center for Minangkabau studies, 1968), hlm Edison Piliang dan Nasrun Marajo Sunggut, Op Cit, hlm Ibid, hlm. 6

8 8 dalam kaum yang menerima pusaka secara turun temurun, semua anggota kaum sama berhak atas pemakaian harta tersebut, dan diawasi dan dipelihara oleh Mamak Kepala Waris untuk kelangsungan hidup para kemenakan anggota kaum. 17 Seseorang yang sedang memegang dan mengusahai harta pusaka tersebut adalah sebagai peminjam pakai dan ia tidak berhak mengalihkan dan melakukan perbuatan hukum lainnya atas harta pusaka tersebut dengan cara apapun juga, bila ia meninggal dunia maka dengan sendirinya harta tersebut kembali kepada kaumnya. Hasil keputusan rapat yang dilakukan oleh ninik mamak, cadiak pandai, alim ulama di Bukit Tinggi pada tahun 1952 dan dikuatkan dalam Seminar Hukum Adat Minangkabau yang diadakan di Padang pada tahun 1968 menyimpulkan mengenai harta pusaka di Minangkabau dibedakan atas empat bahagian yaitu : 1. Harta Pusaka Tinggi 2. Harta Pusaka Rendah 3. Harta Pencaharian 4. Harta Suarang Harta pusaka tinggi adalah segala harta pusaka yang diwarisi secara turun temurun dari orang-orang tua terdahulu, yang tidak diketahui lagi siapa yang pertama-tama memperoleh atau mendapatkan harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Masyarakat adat Minangkabau menganut sistem matrilineal, mereka hidup dalam masyarakat yang kekerabatannya dihitung menurut garis ibu semata-mata dan pusaka serta waris 17 Ibid, hlm. 7

9 9 diturunkan menurut garis ibu pula sehingga seorang anak tidak menerima warisan dari ayahnya melainkan dari ibu, mamak atau bibinya. Harta pusaka tinggi diturunkan jauh lebih tinggi yaitu dari ninik (nenek perempuan) diwariskan ke uwo, dari uwo ke mande (ibu) dan dari mamak ke kemenakan. 18 Harta pusaka rendah adalah harta hasil pencaharian suami istri dalam suatu perkawinan dan apabila perkawinan tersebut terhenti karena perceraian atau karena meninggal salah satu pihak maka harta yang didapat selama perkawinan dalam masyarakat adat di Minangkabau dibagi dua, apabila yang meninggal suami maka setengah menjadi hak kemanakan dalam kaumnya, apabila yang meninggal istri maka setengah menjadi hak ibu atau saudara perempuannya dan sisa setengah menjadi hak istri/suami dan anaknya. 19 Harta pewarisan yang pada awalnya adalah merupakan harta pusaka rendah akan menjadi harta pusaka tinggi bila telah diwariskan berdasarkan sistem matrilineal dalam kaitannya dengan penambahan harta pusaka tinggi yang berfungsi sebagai pengikat diantara sesama kaum yang biasanya berbentuk rumah gadang dan tanah pusaka. Tanah ini merupakan suatu pengikat untuk berdirinya suatu organisasi (kaum) dan penggunaan tanah tersebut dapat dilakukan secara bersama sehingga akan menjamin kelangsungan hidup organisasi (kaum) tersebut Edison Piliang dan Nasrun Marajo Sunggut, Op Cit, hlm Ibid, hlm Iskandar Kamal, Op Cit, hlm. 12

10 10 Pada masa sekarang ini tanah harta pusaka tinggi yang merupakan milik kaum keadaannya tidak lagi sama seperti masa dahulu. Dalam beberapa hal tanah harta pusaka tinggi tersebut telah mengalami pengurangan yang disebabkan oleh makin bertambahnya jumlah anggota kaum sehingga dalam kaum tersebut didirikan lagi penghulu yang tercipta dua atau tiga mamak kepala kaum yang baru yang berakibat harus dibaginya tanah harta pusaka tinggi yang lama untuk mamak kepala kaum yang baru tersebut. Tanah harta pusaka tinggi sebagai alat pemersatu keluarga yang kepemilikan secara kolektif dapat dalam bentuk samande atau seibu, dalam bentuk (ganggam bauntuak) 21, sajurai 22, seperut (saparuik), sesuku, senagari masih tetap berfungsi dengan baik, sebagai simbol kebersamaan dan kebanggaan keluarga dalam sistem kekerabatan matrilinial di Minangkabau tetap bertahan. Dalam perkembangan di masyarakat Minangkabau, gadai dapat terjadi diluar empat syarat adat yang telah ditetapkan dan yang menjadi syarat mutlak untuk terlaksananya gadai adalah kata sepakat dengan ahli waris yang bersangkutan dengan pusaka tersebut. 23 Istilah gadai tanah dikenal juga sebagai menjual gadai, manggadai, mamagang atau pagang gadai. Berkaitan dengan pagang gadai 24 ini, perlu juga 21 Ganggam bauntuk adalah peruntukan tanah ulayat kaum oleh mamak kepala kepada anggota kaumnya secara hirarkis diperuntukkan perumahan dan usaha lain di mana mamak kepala warisnya menggali penggunaan tanah tersebut, Amir MS,Pewarisan Harato Pusako Tinggi Dan Pencaharian (Citra Harta Prima : Jakarta, 2011), hlm Sajurai adalah sama berasal dari satu perut seorang nenek (Uwo) 23 Idrus Hamkimy Dt. Rajo Penghulu, Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2004), hlm Pegang gadai adalah suatu transaksi di mana seseorang menyerahkan sebidang tanah kepada orang lain dengan menerima sejumlah uang tertentu dengan ketentuan bahwa tanah tersebut

11 11 disimak bunyi pasal 7-UU 56 Prp thn 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria-UUPA) yang berbunyi : Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen. Bila dilihat isi dari UUPA yang dikutip di atas tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau dalam hal pagang gadai. Oleh karena itu pagang gadai di Minangkabau masih tetap seperti semula dan masih berlangsung secara asas kekeluargaan. Bahkan gadai dalam adat dirasakan suatu upaya pertolongan darurat yang berfungsi sosial. Sebab harta pusaka tinggi itu dapat berfungsi membantu kesulitan hidup dalam kaum masing-masing yang sama - sama memiliki tanah harta pusaka tinggi. Orang dalam kampuang atau orang dalam suku berhak melarang atau membatalkan orang menggadaikan tanah harta pusaka tinggi kalau tidak menurut aturan adat yang berlaku di Minangkabau. Apabila perbuatan itu dilakukan juga, dengan tidak mau mengindahkan larangan adat, maka perbuatan kedua belah pihak itu, baik si penggadai maupun si yang menerima gadai dinyatakan salah dan batal hukumnya. Apabila pekerjaan yang salah itu disetujui oleh penghulu atau tokoh masyarakat, maka yang menyepakati pekerjaan itu dinyatakan salah juga menurut akan dikembalikan kepada yang menyerahkan (pemilik) tanah dengan mengembalikan jumlah uang yang diterima pemilik tanah, Amir MS, Op Cit, hlm. 149

12 12 aturan adat di Minangkabau, yaitu melanggar larangan adat tentang penjagaan tanah harta pusaka tinggi di dalam nagari. Pihak-pihak yang menyetujui hal tersebut dianggap sengaja mau menghilangkan atau melenyapkan harta pusaka tinggi orang yang menggadai tersebut. Sebab kalau tidak disetujuinya, niscaya tidak akan ada pihak lain melakukan gadai harta pusaka tinggi, meskipun sudah ada kesepakatan seluruh ahli warisnya. Apabila orang dalam kampuang atau orang dalam suku yang tahu tetapi tidak melarang perbuatan orang yang suka menggadaikan tanah harta pusaka tinggi maka akan mendatangkan kesusahan kepada orang sekampungnya atau kepada orang sesukunya sebab dengan banyak digadaikannya tanah harta pusaka tinggi tersebut ahli waris menjadi kekurangan tanah harta pusaka tinggi dalam sekaum dan memberi aib atau malu kepada orang sekampung atau sesukunya. Seandainya harta pusaka tinggi mereka sudah habis dijual atau digadaikan dengan jalan yang tidak sesuai dengan ketentuan aturan adat, orang sekaum atau sesuku itu ditakutkan akan menjadi orang jahat, menipu, atau menjadi pencuri, penyamun dan lain-lain yang memberi kesusahan serta malu kepada orang sekampung dan sesuku. Begitulah aturan orang-orang tua yang memiliki tanah harta pusaka tinggi itu dahulunya, supaya harta itu terpelihara tetap ada dan dinikmati hasilnya sampai kepada anak cucunya dan selanjutnya. Di masa sekarang aturan pemeliharaan tanah harta pusaka tinggi telah hampir hilang, sebab tidak dijaga lagi dengan sebaik-baiknya oleh penghulu dan pihak-pihak yang berkompeten di dalam sebuah nagari.

13 13 Pada masa mamaknya atau di masa niniknya banyak memiliki tanah harta pusaka tinggi pada masa sekarang tanah harta pusaka tinggi tersebut sudah tinggal sedikit karena telah habis terjual atau digadaikan, dengan tidak menurut aturan yang berlaku oleh adat di Minangkabau. Begitu juga dengan orang-orang di dalam kampuang itu sendiri, mereka memudahkan tentang bagaimana tata cara menggadai tanah harta pusaka tinggi secara adat yang seharusnya berlaku. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau Di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan gadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak? 2. Faktor - faktor apa saja yang menyebabkan dilakukannya gadai atas tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak? 3. Bagaimana dampak dari adanya perkembangan syarat adat menggadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :

14 14 1. Untuk mengetahui pelaksanaan gadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak. 2. Untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan dilakukannya gadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak. 3. Untuk mengetahui dampak dari adanya perkembangan syarat adat menggadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan tentang gadai tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau. Dalam pelaksanaannya yang masih tumbuh dan berkembang di masyarakat tapi kurang diperhatikan oleh sistem hukum yang ada. Kajian penelitian ini diharap bermanfaat untuk pelaksanaan gadai di tengahtengah masyarakat saat ini di mana apabila pelaksanaan gadai terus dilakukan maka perlu disusun aturan dengan tidak merubah aturan gadai pada dasarnya agar mengikat pihak yang bersangkutan untuk menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari. D. Manfaat Penelitian Kajian penelitian diharapkan bermanfaat terhadap pelaksanaan, faktor penyebab serta dampak terhadap perilaku gadai tanah yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Secara ilmiah agar menambah wawasan berfikir agar gadai tanah yang dilakukan jangan sampai mengandung unsur pemerasan karena hal itu bertentangan dengan Undang-Undang. Penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama sehingga dapat dimanfaatkan sebagai kerangka landasan dalam membuat kebijakan hukum dalam membentuk peraturan baru. Sebab secara ilmiah pun menurut Thomas Khun,

15 15 setiap revolusi sains itu akan mengubah perspektif historis masyarakat yang mengalaminya. 25 Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi dan menghasilkan kemanfaatan dalam bidang pengetahuan dan menjadi bahan lebih lanjut untuk melahirkan peraturan pelaksanaan mengenai Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak. 2. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan masukan kepada para akademis, praktisi maupun bagi pihak terkait mengenai Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan, khususnya di Program Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tentang Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di Kabupaten 25 Thomas S.Khun, The Structure of Scientific Revolution, (California,Berkeley : 1962), hlm. Xi diterjemahkan oleh penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung, dengan judul Peran Paradigma Dalam Revolusi sains.

16 16 Agam Nagari Kamang Mudiak akan tetapi kalaupun ada yang membahas mengenai gadai di mana objek kasus dan perumusan masalah tidaklah sama, penelitian yang membahas mengenai gadai yaitu : Refliza, NIM , mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan tahun 2011, berjudul Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 56/PRP/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian Dengan perumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana keberadaan gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang? b. Bagaimana pelaksanaan pasal 7 Undang-Undang No.56 Prp/1960 di Kecamatan Sungayang? c. Bagaimana penyelesaian sengketa gadai tanah yang telah berlangsung 7 tahun atau lebih di Kecamatan Sungayang? Oleh karena itu penelitian yang dilakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena senantiasa memperhatikan ketentuanketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian, maka diperlukan landasan teori sebagai upaya untuk mengidentifikasi teori-teori hukum, asas-asas

17 17 hukum serta norma-norma hukum. Dalam menjawab permasalahan tersebut di atas dalam kerangka konseptual dibutuhkan pendekatan secara teoritik yaitu melalui pendekatan kepustakaan dengan menggunakan buku-buku khusus yang berkaitan dengan gadai tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau. Kerangka teori sangat diperlukan dalam penulisan ilmiah ini menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Teori merupakan bagian yang sangat penting dari penelitian ini. Dengan demikian, tentunya akan memudahkan dalam menyusun arah dan tujuannya. Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidaksesuaian atau ketidakbenarannya. 26 Teori mampu meningkatkan keberhasilan penelitian karena teori mampu menghubungkan setiap penemuan-penemuan yang nampaknya berbeda ke dalam suatu keseluruhan dan memperjelas proses-proses yang terjadi di dalamnya. Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan-hubungan yang diamati dalam suatu penelitian. Menurut M. Solly Lubis, bahwa : teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang 26 J.J.J. M, Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Asas-Asas Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: FE UI,1996), hlm.203

18 18 dijelaskan. Suatu penjelasan walau bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 27 Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi. 28 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoristis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya. Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasilhasil penelitian yang terdahulu. 29 Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut: 30 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya; b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur, konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi; c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti; 27 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung : CV.Mandar Maju, 1994), hlm Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm Ashshofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hlm Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta ; UI Press, 1986), hlm. 121

19 19 d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa dalam setiap proses perubahan senantiasa akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, baik yang berasal dari dalam masyarakat maupun dari luar masyarakat akan tetapi yang lebih penting adalah identifikasi terhadap faktor yang mendorong perubahan atau yang menghalanginya. 31 Teori menjabarkan arah serta jalan pikiran yang sesuai dengan bentuk kerangka yang relevan serta yang dapat menerangkan masalah-masalah tersebut. Adapun kerangka teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Roscoe Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum saja tidak cukup, ia membutuhkan dukungan dari institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama. Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur ideal dan empiris, yang menggabungkan teori hukum kodrat dan positivistik. Hukum kodrati dari setiap masa pada dasarnya berupa sebuah hukum kodrati yang positif, versi ideal dari hukum positif pada masa dan tempat tertentu, naturalisasi untuk kepentingan kontrol sosial manakala kekuatan yang ditetapkan oleh masyarakat yang terorganisasi tidak lagi dianggap sebagai alat pembenar yang memadai. 1993), hlm Soerjono Soekanto, et all, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, (Jakarta : Bina Aksara,

20 20 Fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering). Keadilan bukanlah hubungan sosial yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan suatu hal dari penyesuaian-penyesuaian hubungan tadi dan penataan perilaku sehingga tercipta kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya terletak pada konsep kepentingan juga berusaha menghormati berbagai kepentingan sesuai dengan batasbatas yang diakui dan ditetapkan. Kebutuhan akan adanya kontrol sosial bersumber dari fakta mengenai kelangkaan yang mendorong kebutuhan untuk menciptakan sebuah sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan berbagai kepentingan serta menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan itu. Ia menyatakan bahwa hukum tidak melahirkan kepentingan, melainkan menemukannya dan menjamin keamanannya. Adanya tumpang tindih dari berbagai kelompok kepentingan, yaitu antara kepentingan individual atau personal dengan kepentingan public atau sosial. Semua itu diamankan melalui dan ditetapkan dengan status hak hukum. Hukum yang menitik beratkan hukum pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu: Law as a tool of social engineering (Bahwa Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat). 32 Sebagai teori pendamping yaitu : 32

21 21 a. Teori Eugen Ehrlich bahwa hukum positive berbeda dengan hukum yang hidup atau (living law), hukum positive hanya akan efektif jika ia selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat atau pola-pola kebudayaan (culture patterns), pusat perkembangan hukum bukan terletak pada badanbadan legeslatif, keputusan-keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum tapi justru terletak pada kehidupan masyarakat itu sendiri (Soemitro : 1984) b. Teori Keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. 33 John Rawls melihat kepentingan utama dari teori keadilan adalah sebagai jaminan stabilitas hidup manusia dan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama. John Rawls mempercayai struktur masyarakat yang adil adalah stuktur masyarakat asli di mana hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan dan kesejahteraan terpenuhi. John Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip keadilan yang akan digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik, teratur, tertib sehingga tercipta hidup yang harmonis. Ketidakadilan adalah situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip - prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for 1994), hlm Hari Chand, Modern Jurisprudence, ( Kuala Lumpur : International Law Book Review,

22 22 redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli (original agreement) antara anggota masyarakat secara sederajat. 34 Menurut masyarakat di Minangkabau dalam menggadai tanah harta pusaka tinggi harus memenuhi syarat adat yang sudah berlaku. Gadai tanah harta pusaka tinggi selama ini tidak memiliki batasan atau tidak terikat dalam jangka waktu tertentu. 2. Konsepsi Konsep termasuk bagian dari sebuah teori. Konsep dapat diartikan pula perencanaan yang dapat membuat kerelevanan hubungan terhadap realitas. Tujuan dari konsepsi sendiri agar terhindar dari kesalahpahaman ataupun kesalahpengertian penafsiran terhadap setiap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun agar di dalam menangani proses penelitian yang dimaksud 35 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas. Jadi di dalam penelitian ini diartikan beberapa pemahaman konsep dasar atau istilah agar di dalam pelaksanaanya diperoleh hasil penelitian yang sesuai, bermanfaat dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu: hlm Ibid 35 Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999),

23 23 a. Hukum adat Minangkabau adalah hukum adat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Minangkabau di Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam. Proses perubahan sosial di Minangkabau pada umumnya terjadi akibat penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang merubah pola hidup yang dulunya bersifat agraris kearah perdagangan membawa pengaruh pada keluarga dan masyarakat. Pertambahan penduduk menyebabkan daya dukung tanah sebagai sumber ekonomi tidak lagi mencukupi kebutuhan masyarakatnya. b. Harta Pusaka Tinggi adalah segala harta pusaka yang diwariskan secara turun temurun dari orang terdahulu dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu menjadi kepunyaan kaum secara bersama-sama (kolektif) semua anggota kaum sama berhak atas harta pusaka tersebut. c. Gadai dalam hukum adat Minangkabau adalah pemindahan hak garapan atas sebidang tanah sementara dari pemilik kepada orang lain dengan menerima sejumlah uang, emas atau rupiah yang disepakati antara pemilik tanah dengan pemegang gadai. d. Objek barang gadai adalah barang tidak bergerak seperti sawah, ladang, gurun, bukit, kolam ikan. Berbeda dengan hukum yang berlaku di Indonesia pasal 1150 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang ialah barang bergerak misalnya mobil, sepeda motor, televisi dan sebagainya kalau terhadap barang tetap atau barang

24 24 tidak bergerak pemindahan hak sementara menurut pasal 1162 KUHPerdata disebut Hak Tanggungan. e. Gadai yang sah adalah gadai yang telah disetujui oleh segenap ahli waris, satu orang saja tidak menyetujui gadai menjadi batal demi hukum. f. Penerima Gadai adalah orang yang sanggup memberi sejumlah uang, emas atau rupiah sesuai kesepakatan dan penerima gadai punya hak pertama untuk menggarap tanah gadaian kecuali jika dia mau menyerahkan garapan kepada orang lain. Penerima gadai tidak boleh menggadaikan lagi tanah yang dipegangnya pada orang lain tanpa seizin pemilik tanah. Sekarang karena ada pengaruh hukum Barat pemegang gadai boleh menggadaikan lagi (herverpanding) pada pihak lain. 36 G. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode merupakan unsur paling utama dan didasarkan pada fakta dan pemikiran yang logis sehingga apa yang diuraikan merupakan suatu kebenaran. Metodelogi penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang akan digunakan dalam melakukan suatu penelitian. Penelitian hukum pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) jenis penelitian yaitu penelitian empiris dan penelitian normatif. yang dimaksud dengan penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di masyarakat melalui wawancara langsung sedangkan yang dimaksud dengan penelitian normatif merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan. 36 Djaman Datoek Toeh, Op Cit, hlm. 117

25 25 Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Sosiologis di mana merupakan suatu proses atau gejala yang terjadi dan berkembang pada masyarakat yang tidak sesuai dengan hukum adat yang berlaku, penelitian ini diharapkan berguna menyelesaikan permasalahan yang ada. Oleh sebab itu langkah-langkah tersebut harus sesuai dan saling mendukung antara peraturan hukum yang ada dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat sehingga tercapai suatu data yang akurat dan nyata yang kemudian data ini diolah untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik dan benar serta memberikan kesimpulan yang tidak meragukan. Maka dalam penulisan membutuhkan data yang akurat baik data primer maupun data sekunder. Adapun data tersebut diperoleh dengan melakukan pendekatan sebagai berikut : 1. Jenis Dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan adalah Yuridis Empiris/Sosiologis, yaitu mengemukakan apa yang ada berdasarkan fakta empirik dengan mengemukakan pernyataan mengenai hal apa yang terjadi. 37 Dengan menceritakan kejadian serta aturan-aturan yang sudah berlaku yang memiliki akibat dikemudian hari dan perbandingan yang terjadi pada saat ini. Yuridis Empiris/Sosiologis ini bertujuan untuk memahami bahwa hukum itu tidak semata-mata sebagai satu perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, akan tetapi hukum dipahami sebagai perilaku masyarakat dengan hlm Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya : Kencana Prenada Media, 2005),

26 26 gejala-gejala dan membentuk pola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya. 2. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Deskriptif Analitis yaitu penelitian yang berusaha menghubungkan antara norma atau aturan yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian berusaha menemukan proses bekerjanya hukum. 38 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian dilakukan secara metodoligis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 39 Atas permasalahan yang dikemukakan metode pendekatan Deskriptif Analisis, karena penelitian ini memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti yang menekankan pada fakta sebagaimana aturan yang berlaku dengan keadaan yang sebenarnya, selanjutnya data dan fakta diolah yang mendapatkan suatu penafsiran. Dan diharapkan akan memperoleh suatu gambaran 38 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press, 1984), hlm Soerjono Soekanto dan Sri, Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Radja Grafindo Persada, 2001), hlm. 42

27 27 yang bersifat menyeluruh dan sistematis, kemudian dilakukan suatu analisis terhadap data yang diperoleh dan pada akhirnya didapat pemecahan masalah. 3. Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian di nagari Kamang Mudiak Kabupaten Agam sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan masih ada pelaksanaan gadai terhadap tanah harta pusaka tinggi sampai saat ini di luar 4 (empat) syarat yang diperbolehkan menurut adat di Minangkabau. Nagari Kamang Mudiak yang terdiri dari 8 (delapan) jorong sebagai sampel dalam penelitian. 4. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah warga masyarakat di 8 jorong di nagari Kamang Mudiak, Kabupaten Agam yang pernah melaksanakan gadai tanah harta pusaka tinggi. Sampel penelitian diambil 2 (dua) orang yang pernah melaksanakan gadai di setiap nagari yang diambil dari 8 jorong. Penentuan pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara kelayakan (purposive sampling) dan diperkirakan dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti karena di 8 jorong tersebut di mana penduduknya adalah masyarakat yang homogen dari segi budaya, agama, bahasa belum banyak percampuran dari luar, sehingga diharapkan penelitian ini mendapat hasil yang lebih akurat. 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder adalah sebagai berikut :

28 28 a. Penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada responden. b. Penelitian kepustakaan agar dapat membandingkan teori dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Melalui studi kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data melalui mempelajari buku-buku, artikel-artikel, majalah, surat kabar, internet serta referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan penelitian ini, bertujuan mendapat data sekunder. 6. Alat Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini, adalah dengan : a. studi dokumen b. wawancara : 1) terhadap 16 orang responden 2) terhadap nara sumber : a) Kepala Suku b) Wali Jorong c) Wali Nagari d) Kerapatan Adat Nagari (KAN) 7. Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan penelaahan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti

29 29 dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan, yakni cara berfikir yang dimulai dari hal yang bersifat khusus untuk selanjutnya menarik hal-hal yang umum sebagai kesimpulan dan disajikan.

PERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM NAGARI KAMANG MUDIAK KIKKY FEBRIASI

PERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM NAGARI KAMANG MUDIAK KIKKY FEBRIASI Kikky Febriasi 1 PERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM NAGARI KAMANG MUDIAK KIKKY FEBRIASI ABSTRACT In Minangkabau community, tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan benda tidak bergerak yang mutlak perlu bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah pusako adalah tanah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, Himpunan Yurisprudensi Hukum Agraria, Seri Hukum Agraria VI, (Bandung : Alumni, 1980)

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, Himpunan Yurisprudensi Hukum Agraria, Seri Hukum Agraria VI, (Bandung : Alumni, 1980) 131 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU - BUKU A.A.Navis, Alam Terkembang Menjadi Guru Adat Dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta : Grafitifers, 1984) Abdurrahman, Himpunan Yurisprudensi Hukum Agraria, Seri Hukum Agraria

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang:a. bahwa dalam Undang - undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut adat Minangkabau, tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak berpunya di bumi Minangkabau. Tanah tersebut bisa dikuasai oleh suatu kaum sebagai hak ulayat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat) 1 Utari Suci Ramadhani, 2 Dr. Tamyiez Dery,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Bagi rakyat Indonesia tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di pedesaan yang mayoritas

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap

BAB I PENDAHULUAN. satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa yang menjadi salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap bangsa di dunia ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM ATAS GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN SUNGAYANG SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO.

KAJIAN HUKUM ATAS GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN SUNGAYANG SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. KAJIAN HUKUM ATAS GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN SUNGAYANG SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 56/Prp/1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN TESIS Oleh : REFLIZA 117011073

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN 1 KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN BANGUNAN YANG DIMILIKI OLEH PIHAK LAIN Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di negara Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, adat dan budaya.

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra dan timur asing, yang mempunyai upaya memaksa lagi pula tidak di

BAB I PENDAHULUAN. putra dan timur asing, yang mempunyai upaya memaksa lagi pula tidak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumi putra dan timur asing, yang mempunyai upaya memaksa lagi pula tidak di kodifikasikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus memperhatikan norma dan kaidah hidup dalam masyarakat. Namun kenyataannya tidak semua orang berprinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. maupun waktu dalam menjalin bekerja sama. Transaksi-transaksi perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya perdagangan secara global membuat transaksi baik dalam tingkat lokal maupun antar kota bahkan lintas negara (transnasional) pun makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan momentum yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia. Perkawinan secara otomatis akan mengubah status keduannya dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam kehidupan baik oleh individu, kelompok maupun negara. Dalam usaha memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG HADLANAH (HAK ASUH ANAK) AKIBAT PERCERAIAN. (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta )

TINJAUAN HUKUM TENTANG HADLANAH (HAK ASUH ANAK) AKIBAT PERCERAIAN. (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta ) 1 TINJAUAN HUKUM TENTANG HADLANAH (HAK ASUH ANAK) AKIBAT PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermatapencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai pemilik tanah, petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA

PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA 92 PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA Oleh: SRIWAHYUNI Mahasiswa Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Makassar MUSTARING Dosen PPKn Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018 ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal

Lebih terperinci

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng 10 BAB II Landasan Teori 2.1. Uraian Teori Teori adalah suatu butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkannya dan mengambil hasil yang ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkannya dan mengambil hasil yang ada. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Di dalam hukum adat, antara masyarakat dengan tanah yang didudukinya merupakan satu kesatuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan hal utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam proses perkembanganya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang bisa memperoleh keturunan sesuai dengan apa yang diinginkanya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membangun rumah tangga adalah hakikat suci yang ingin dicapai oleh setiap pasangan. Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan impian yang selalu berusaha diwujudkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Manusia hidup dan melakukan aktivitas di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci