BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 2008 Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 23 September 2008 telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut UU PPh Tahun 2008). Darmin Nasution (2009) menyebutkan bahwa UU PPh Tahun 2008 ini sangat probisnis dan sarat akan fasilitas. Pihak yang mendapatkan fasilitas tidak hanya industri tertentu, tetapi juga sampai rakyat kecil yang berusaha melalui usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Perubahan UU PPhTahun 2008 dilatarbelakangi oleh pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi dan amandemen dilakukan guna meningkatkan fungsi dan perannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi. Darmin Nasution (2009) dalam Anggito dan Andie (2009: 210) menyampaikan pokok-pokok kebijakan dari perubahan UU PPh Tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Perubahan Umum Secara umum perubahan UU PPh Tahun 2008 tetap menganut prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, dan efisiensi 8

2 9 administrasi, serta optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan self assesment. a. Efisiensi administrasi Penyederhaan ini salah satunya ditujukan kepada pemotongan PPh Pasal 23 bagi Wajib Pajak pemberi jasa tertentu seperti jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang semula atas kegiatannya dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari perkiraan penghasilan neto diubah menjadi dipotong sebesar 2 persen dari jumlah bruto. Penyederhanaan juga berlaku atas penghasilan dari transaksi derivatif, usaha jasa konstruksi dan real estate yang akan dikenai PPh Final guna mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak. b. Optimalisasi penerimaan negara Dalam rangka memperluas objek Pajak Penghasilan, dalam UU PPh Tahun 2008 ini diatur pula mengenai imbalan bunga, penjualan hak pertambangan, surplus Bank Indonesia, dan pembedaan tarif sebagai berikut: 1) Imbalan bunga yang diterima sehubungan dengan kelebihna pembayaran pajak sebagai pelaksanaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP) ditegaskan sebagai objek pajak. Pengaturan ini memberi dasar hukum yang kuat bagi petugas pajak untuk memperlakukan imbalan bunga sebagai penghasilan yang dikenai pajak 2) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan di sektor hulu migas juga ditetapkan sebagai objek pajak karena atas pengalihan hak tersebut kepada pihak lain dapat menyebabkan pemegang hak memperoleh keuntungan berupa capital gain.

3 10 3) Memasukkan surplus Bank Indonesia sebagai objek pajak, hal ini sejalan dengan Undang-Undang Bank Indonesia yang menagatur bahwa sepanjang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur, surplus Bank Indonesia dikenai Pajak Penghasilan. Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak agar memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP dikenai tarif lebih tinggi yang besarnya sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Tarif PPh Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Jenis Pot/Put Tarif Non-NPWP dibandingkan tarif NPWP Pasal persen lebih tinggi Pasal persen lebih tinggi Pasal persen lebih tinggi Sumber: Era Baru Kebijakan Fiskal (Anggito dan Andie, 2009) Dampak dari beda tarif tersebut dapat dieliminasi dengan memiliki NPWP. Sejak Wajib Pajak tersebut memiliki NPWP, pembayaran/pemotongan pajak tersebut dapat dikreditkan sesuai mekanisme umum. c. Keadilan Kegiatan usaha berbasis syariah seperti bank syariah dan lembaga keuangan syariah lain dengan kegiatan usaha bank serta lembaga keuangan konvensional, penghasilan usaha dari kegiatan usaha berbasis syariah ditegaskan sebagai objek pajak sebagai upaya pemberlakuan yang sama dengan kegiatan usaha lainnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya sektor riil bersama sektor keuangan secara simultan dan memberikan stimulus bagi pelaku subsektor di bawahnya.

4 11 Menurut Darmin Nasution (2009) untuk meningkatkan keadilan dalam pengenaan pajak, diberikan juga insentif bagi Wajib Pajak yang ikut menjalankan fungsi penyediaan barang publik dengan memberikan legitimasi bagi pengeluaran tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto berupa pengeluaran atas: 1) sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional; 2) sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia; 3) biaya pembangunan infrastruktur sosial; 4) sumbangan fasilitas pendidikan; 5) sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga; 6) sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak. 2. Fasilitas bagi Wajib Pajak Badan Bagi Wajib Pajak Badan terdapat beberapa fasilitas yang dapat mendorong peningkatan daya saing Indonesia dalam berinvestasi. Fasilitas yang diberikan dalam UU PPh Tahun 2008 ini antara lain diturunkannya tarif bagi Wajib Pajak Badan dari tarif progresif maksimal 30 persen menjadi tarif tunggal 28 persen pada tahun 2009 dan 25 persenmulai tahun Tarif PPh ini masih dapat dikurangi lagi sebesar 5 persen apabila Wajib Pajak Badan tersebut merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40 persen dari keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Pada dasarnya ketentuan pelaksanaan peraturan di atas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. Meskipun peraturan pemerintah tersebut diterbitkan pada tahun 2007, aturan didalamnya masih valid dengan ketentuan yang diatur dalam UU PPh Tahun Hal ini karena

5 12 masalah pengaturan Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dalam UU PPh Tahun 2008 pada dasarnya mengadopsi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun Adapun syarat-syarat yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut untuk memperoleh tarif lebih rendah adalah sebagai berikut: 1) merupakan Wajib Pajak dalam negeri berbentuk perseroan terbuka; 2) jumlah kepemilikan saham publiknya 40 persen atau lebih daru keseluruhan saham yang disetor; 3) saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak; 4) masing-masing pihak tersebut hanya boleh memiliki saham kurang dari 5 persen dari keseluruhan saham yang disetor; 5) dipenuhi dalam waktu paling singkat enam bulan dalam jangka waktu satu tahun pajak. Sebagai ilustrasi, apabila suatu perusahaan telah go public pada tahun 2010, maka dimungkinkan bahwa tarif Pajak Penghasilan badannya hanya sebesar 20 persen. Jika digabungkan dengan fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidangbidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, fasilitas bagi suatu perusahaan akan menjadi sangat kompetitif apabila dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Fasilitas PPh ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang diberikan dalam bentuk:

6 13 1) pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal dibebankan selama enam tahun; 2) penyusutan dan amortisasi dipercepat; 3) pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subyek pajak luar negeri sebesar 10 persen atau tarif tax treaty; 4) kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun dan tidak lebih dari 10 tahun dengan persyaratan tertentu. Badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan diberikan fasilitas berupa pengecualian sebagai objek pajak atas sisa lebih yang diterima atau dengan syarat: 1) telah terdaftar pada instansi yang membidanginya; 2) ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan; 3) ditanamkan dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Pemberian fasilitas ini dilaksanakan dalam rangka mendukung program pemerintah mendorong peran serta masyarakat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. 3. Fasilitas bagi UMKM Golongan usaha mikro juga diberikan fasilitas yang menarik berupa discount 50 persen atas tarif PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri untuk penghasilan bruto sampai dengan 4,8 miliar rupiah. Yang termasuk Wajib Pajak golongan tesebut adalah Wajib Pajak yang peredaran brutonya sampai dengan 50 miliar rupiah per tahun. Fasilitas ini merupakan penyeimbang fasilitas yang selama ini hanya dinikmati

7 14 golongan ekonomi kuat dan sekaligus mengurangi beban pajak bagi Wajib Pajak Badan UMKM akibat penerapan tarif tuggal PPh Badan. Undang-Undang Pajak Penghasilan pada prinsipnya mengatur bahwa pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang. Namun dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang untuk debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. 4. Fasilitas bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam UU PPh Tahun 2008, Wajib Pajak Orang Pribadi memperoleh beberapa fasilitas pajak, antara lain berupa fasilitas penurunan tarif PPh, kenaikan batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penurunan tarif dividen, dan penetapan angsuran untuk pengusaha tertentu. Dengan fasilitas tersebut diharapkan tax saving yang dimiliki dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup serta meningkatkan modal usaha bagi Wajib Pajak tersebut. Tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi mulai tahun 2009 tetap bersifat progresif, tetapi lapisan penghasilan kena pajak dari masing-masing lapisan tarif berubah menjadi Rp 50 juta yang semula Rp 25 juta untuk lapisan terrendah. Sementara itu, untuk lapisan penghasilan kena pajak tertinggi berubah pula menjadi Rp 500 juta dari semula Rp 200 juta. Demikian halnya untuk lapisan tarifnya, lapisan tertingginya berubah dari 35 persen menjadi 30 persen. Adapun penjelasan detailnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 berikut ini:

8 15 Tabel 2.2 Lapisan Penghasilan Kena Pajak berlaku tahun 2009 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif s.d. Rp ,00 5% di atas Rp ,00 s.d. Rp ,00 15% di atas Rp ,00 s.d. Rp ,00 25% di atas Rp ,00 30% Sumber: Era Baru Kebijakan Fiskal (Anggito dan Andie, 2009) Tabel 2.3 Lapisan Penghasilan Kena Pajak sebelum tahun 2009 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif s.d. Rp ,00 5% di atas Rp ,00 s.d. Rp ,00 10% di atas Rp ,00 s.d. Rp ,00 15% di atas Rp ,00 s.d. Rp ,00 25% di atas Rp ,00 35% Sumber: Era Baru Kebijakan Fiskal (Anggito dan Andie, 2009) Fasilitas untuk orang pribadi juga dapat dinikmati melalui peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP diri Wajib Pajak Orang Pribadi ditingkatkan sebesar 20 persen dari Rp 13,2 juta (berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak) menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan PTKP untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10 persen dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak tiga tanggungan setiap keluarga. Besaran ini didasarkan kenyataan bahwa tingkat inflasi pada periode itu berkisar pada angka tersebut. Di samping itu, persentase PTKP terhadap penghasilan perkapita relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain yang komparabel.

9 16 Rincian batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun yang dapat menjadi pengurang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah sebagai berikut: 1) Rp ,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi; 2) Rp ,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 3) Rp ,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; 4) Rp ,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan sekeluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga. Untuk mendorong perusahaan membagi dividen serta meningkatkan transparansi, Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang menerima dividen dikenai tarif hanya sebesar 10 persen dan bersifat final. Pajak Penghasilan atas dividen ini semula sebesar 35 persen yang mekanismenya melalui pemotongan oleh pembayar dividen dengan tarif 15 persen dan dikreditkan dalam SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjadi pengusaha tertentu, besarnya PPh Pasal 25 ditetapkan paling tinggi 0,75 persen dari peredaran bruto. Hal ini dilakukan untuk membantu meringankan beban pajak bulanan dan untuk meningkatkan likuiditas Wajib Pajak tertentu tersebut dengan cara memperkecil jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar setiap bulan. Banyaknya fasilitas yang diberikan dalam UU PPh Tahun 2008 tersebut mempunyai konsekuensi meningkatnya jumlah tax saving yang diperoleh para Wajib Pajak secara gunggungan, yaitu sekitar 47 triliun rupiah. Inilah yang akan menjadi

10 17 tantangan tersendiri bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam memenuhi target penerimaan negara. Dengan perubahan Undang-Undang ini diharapkan akan meningkatkan kesadaran dan kemudahan Wajib Pajak dalam membayar pajak, yang pada akhirnya mempunyai tujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan penerimaan negara. Fasilitas-fasilitas yang diberikan diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja keuangan dunia usaha sehingga diharapkandapat menjadi faktor pendorong perekonomian nasional yang semakin baik. B. Pengukuran Kinerja Keuangan 1. Pengertian dan Alat Ukur Kinerja Keuangan Mardiasmo (2002:44) mendefinisikan kinerja sebagai tolok ukur dalam menilai tingkat perkembangan suatu perusahaan dalam kegiatan operasional yang dinyatakan sebagai efektifitas dan efesiensi maupun produktifitas. Sedangkan menurut Mulyadi (2001:415) kinerja didefinisikan sebagai penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan saran, struktur dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan tingkat efektifitas operasional perusahaan dimana penilaiannya berdasarkan ketetapan dan standar yang telah ditetapkan. Kinerja keuangan mengacu pada laporan keuangan suatu perusahaan dan dibandingkan antara periode yang lalu dengan sekarang.untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, memerlukan beberapa tolok ukur. Menurut Harahap (2010) ada beberapa tolok ukur kinerja keuangan antara lain:

11 18 1) Balance Score Card Balance Score Card adalah sistem manajemen strategis yang mendefinisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi. Balance Score Cardmerupakansatu bentuk pelaporan keuangan yang meliputi 4 faktor kunci sukses bagi perusahaan dalam 4 perspektif, yaitu kinerja keuangan, kepuasan pelanggan, proses bisnis internal serta inovasi dan pembelejaran. 2) EVA (Economic Value Added) Ukuran tentang seberapa banyak nilai ekonomis yang diciptakan oleh tindakan perusahaan atas aset.eva merupakanlaba unit bisnis setelah pajak dan pengurangan biaya modal. 3) Rasio Keuangan Ukuran yang digunakan untuk membandingkan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja keuangan digunakan perusahaan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan untuk mendapatkan kinerja yang baik. 2. Rasio Keuangan Kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak, seperti investor, kreditur, pialang, pemerintah, dan pihak manajemen sendiri. Laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi suatu perusahaan jika disusun secara baik dan akurat akan memberikan gambaran mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh perusahaan. Keadaaan inilah yang akan digunakan untuk menilai kinerja perusahaan (Martono dan Agus, 2010:52).

12 19 Menurut Martono dan Agus (2010) laporan keuangan yang baik dan akurat dapat menyediakan informasi yang berguna antara lain: a. pengambilan keputusan investasi; b. keputusan pemberian kredit; c. penilaian aliran kas; d. penilaian sumber-sumber ekonomi; e. melakukan klaim terhadap sumber-sumber dana; f. menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi terhadap sumber dana; g. menganalisis penggunaan dana. Selain itu laporan keuangan yang baik juga dapat menyediakan informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan masa lalu, masa sekarang, dan meramalkan posisi dan kinerja keuangan di masa yang akan datang. Analisis laporan keuangan yang banyak digunakan adalah analisis tentang rasio keuangan. Analisis rasio keuangan dapat berupa perbandingan internal yaitu membandingkan rasio pada saat ini dengan rasio pada masa lalu dan masa yang akan datang dalam perusahaan yang sama. Analisis rasio keuangan dapat juga berupa perbandingan eksternal yaitu membandingkan rasio perusahaan dengan perusahaan-perusahaan sejenis atau dengan rata-rata industri yang sama (Martono dan Agus, 2010). Analisis tersebut diharapkan dapat membantu menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa datang. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup rasional untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya piutang yang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimalkan kemakmuran pemegang saham dapat tercapai.

13 20 Penggunaan rasio keuangan sebagai ukuran variabel dalam penelitian sudah banyak digunakan. Siti (2005) menggunakan tujuh rasio keuangan yang direplikasikan dari Beaver (1966), Altman (1968), Zmejewski (1984), dan Machfoedz (1999) untuk mengukur tingkat efisiensi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Perpajakan Theresia (2009) menggunakan rasio lancar ( current ratio), rasio utang atas aktiva (debt ratio) dan return on asset (ROA) untuk menganalisis kinerja perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Perpajakan Erlita (2010) menggunakan rasio keuangan khusus perbankan yaitu CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity) untuk meneliti pengaruh reformasi pajak 2008 terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Diana dan Lukman (2011) menggunakan rasio Return On Investment (ROI) untuk meneliti tentang pengaruh penerapan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Menurut Martono dan Agus (2010) p engukuran kinerja keuangan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai berikut: a. Likuiditas, yaitu indikator kemampuan perusahaan menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas diproksikan dengan Current Ratio (CR) yaitu perbandingan antara aktiva lancar dengan utang jangka pendek. Dalam rasio ini angka yang semakin tinggi menunjukkan kinerja yang semakin baik. Aktiva Lancar CR = Hutang Lancar

14 21 b. Solvabilitas, yaitu indikator kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan utang jangka panjangnya. Solvabilitas diproksikan dengan Leverage Ratio (LR) yaitu perbandingan antara total kewajiban dengan total aktiva. Semakin tinggi rasio ini semakin besar resiko bagi pemberi kredit. Total Kewajiban LR = Total Aktiva c. Profitabilitas, yaitu indikator kemampuan perusahaan memperoleh laba apabila dihubungkan dengan penjualan, total aktiva, dan modal sendiri. Semakin besar rasio ini berarti semakin baik kinerja perusahaan. Profitabilitas diproksikan dengan Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Return on Investment, dan Return on Equity (ROE). GPM dapat dihitung dengan penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan kemudian dibagi dengan penjualan. OPM merupakan perbandingan antara laba operasi dengan penjualan. ROI dihitung dengan membandingkan antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva. Sedangkan ROE adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Penjualan HPP GPM = Penjualan Laba Operasi OPM = Penjualan Laba Bersih Setelah Pajak ROI = Total Aktiva Laba Bersih Setelah Pajak ROE = Total Modal Sendiri

15 22 d. Rasio Aktivitas, yaitu indikator kemampuan perusahaan dalam mengelola asetasetnya. Rasio aktivitas diproksikan dengan Total Assets Turnover (TATO) yaitu perbandingan antara penjualan bersih dengan total aktiva. Penjualan Bersih TATO = Total Aktiva C. Pengaruh Perubahan UU Perpajakan Terhadap Kinerja Perusahaan Dalam praktek bisnis, umumnya pengusaha mengidentifikasi pembayaran pajak sebagai beban atau biaya sehingga untuk memaksimalkan kinerja dan daya saing maka perusahaan menekan biaya seoptimal mungkin. Kewajiban membayar pajak akan mengurangi laba bersih setelah pajak yang berarti menurunkan kemampuan perusahaan dalam meraih keuntungan sebesar-besarnya. UU PPh Tahun 2008 yang sarat akan fasilitas, seperti perubahan tarif untuk Wajib Pajak Badan dari semula menggunakan tarif berlapis menjadi tarif tunggal sebesar 28% pada tahun 2009 dan bahkan mulai tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25% tentu akan berdampak pada beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Dengan berkurangnya beban pajak maka laba bersih yang diperoleh perusahaan akan lebih besar yang pada akhirnya secara langsung dapat meningkatkan tingkat profitabilitas perusahaan yang menjadi salah satu tolok ukur kinerja keuangan perusahaan. Dengan tingkat profitabilitas yang tinggi maka perusahaan dapat mengembangkan aset dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban yang bersifat jangka panjang. Tingkat profitabilitas yang tinggi, likuiditas yang tinggi, dan leverage yang rendah secara umum dapat menggambarkan sebagai perusahaan yang berkinerja baik.

16 23 Penelitian tentang efisiensi perusahaan manufaktur karena adanya perubahan undang-undang di bidang perpajakan tahun 2000 yang sebelumnya diteliti oleh Siti (2005) menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan efisiensi perusahaan manufaktur dalam rangka mendorong pemulihan perekonomian nasional telah berhasil dengan diberlakukannya paket undang-undang di bidang perpajakan tahun Penelitian Diana dan Lukman (2011) tentang pengaruh penerapan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 terhadap rasio Return on Investment (ROI) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode laporan keuangan tahun 2008 dan tahun 2009 menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tingkat ROI pada periode satu tahun sebelum dan satu sesudah berlakunya Undang- Undang Nomor 36 Tahun Hal ini berarti bahwa perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penulis mengembangkan penelitian tentang analisis perbedaan kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun D. Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat dikembangkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

17 24 Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI UU PPh Sebelum Tahun 2008 UU PPh Sesudah Tahun 2008 Uji Beda Kinerja Keuangan CR, LR, GPM, OPM, ROI, ROE, TATO E. Telaah Penelitian Terdahulu Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Siti (2005) meneliti tingkat efisiensi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Perpajakan Pengukuran efisiensi perusahaan menggunakan tujuh rasiokeuangan yang direplikasikan dari Beaver (1966), Altman (1968), Zmejewski(1984), dan Machfoedz (1999). Tujuh rasio keuangan tersebut adalah (1) Current Ratio, (2) Leverage, (3) Gross Profit Margin, (4) Operating Profit Margin, (5) Total Assets Turn Over, (6) Return On Investment, dan (7) Return On Equity. Dimensi waktu yang digunakana dalah dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah berlakunyaundang- Undang Perpajakan Tahun2000. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tingkat efisiensi perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000.

18 25 Theresia (2009) menganalisis kinerja perusahaan perdagangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Perpajakan Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan rasio lancar (current ratio), rasio utang atas aktiva ( debt ratio) dan return on asset (ROA). Dimensi waktu yang digunakan adalah satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah berlakunya Undang- Undang Perpajakan Tahun 2000, yaitu tahun 1999 dan tahun Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan perdagangan jika ditinjau dari rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas karena hanya rasio likuiditas saja yang menunjukkan perbedaan dari ketiga rasio yang digunakan. Erlita (2010) meneliti tentang pengaruh reformasi pajak 2008 terhadap kinerja keuangan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kinerja keuangan perbankan dalam penelitian tersebut diukur menggunakan rasio keuangan khusus perbankan yaitu CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara CAR pada periode sebelum dan sesudah berlakunya tarif pajak tahun 2008, tidak ada perbedaan yang signifikan antara RORA pada periode sebelum dan sesudah berlakunya tarif pajak tahun 2008, terdapat perbedaan yang signifikan antara NPM pada periode sebelum dan sesudah berlakunya tarif pajak tahun 2008, dan terdapat perbedaan yang signifikan antara ROA pada periode sebelum dan sesudah berlakunya tarif pajak tahun Diana dan Lukman (2011) meneliti tentang pengaruh penerapan Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008 terhadap rasio Return On Investment (ROI) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian tersebut mengambil

19 26 sampel sebanyak 44 perusahaan dari seluruh perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tingkat ROI pada periode sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun Hal ini berarti bahwa perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 2008 memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tabel 2.4 Data Telaah Penelitian Terdahulu Tahun Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 2005 Siti Rochmah Ika 2009 Theresia Tesa Devina 2010 Erlita Dwi Kartika Sari 2011 Diana Sari dan Lukman Nulhakim Sumber: data penelitian diolah Analisis Efisiensi Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEJ Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Perpajakan 2000 Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Perdagangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Perpajakan 2000 Pengaruh Reformasi Pajak 2008 Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Influence of Application Income Tax Law Number 36/2008 on The Level of Return on Investment (ROI) in Listed Companies on Indonesia Stock Exchage (BEI) Secara multivariat ada perbedaan yang signifikan, sedangkan hasil pengujian univariat menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada beberapa variabel dan periode penelitian Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel Leverage Ratio (LR) dan Return on Assets (ROA), tetapi pada variabel Current Ratio (CR) menunjukkan perbedaan yang signifikan Tidak ada perbedaan yang signifikan pada variabel Return On Risked Assets (RORA), tetapi pada variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Profit Margin (NPM), dan Return On Assets (ROA) menunjukkan perbedaan yang signifikan Menunjukkan perbedaan signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia kembali melakukan reformasi pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia kembali melakukan reformasi pajak dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia kembali melakukan reformasi pajak dengan mengeluarkan beberapa undang-undang pajak baru yaitu undang-undang No 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laba 2.1.1 Pengertian Laba Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba diharapkan cukup kaya untuk merepresentasi kinerja perusahaan secara

Lebih terperinci

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.

b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010. Tarif- tariff baru PPh 2009Undang-undang pajak penghasilan yang baru kini sudah disahkan oleh DPR. Beberapa tarif pajak dipotong sehingga diperkirakan potential lost pajaknya mencapai Rp 40 triliun. Wajib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disederhanakan dengan memerhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat, dan

BAB I PENDAHULUAN. disederhanakan dengan memerhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang- undang perpajakan di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan ekonomi. Untuk itu sistem perpajakan terus di sempurnakan dan disederhanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan pengeluaran negara

BAB I PENDAHULUAN. Semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan pengeluaran negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin hari peranan penerimaan pajak bagi pembiayaan pengeluaran negara semakin besar sehingga berbagai usaha dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana atau modal. Dalam memenuhi kebutuhan dana atau modal, perusahaan sering

BAB I PENDAHULUAN. dana atau modal. Dalam memenuhi kebutuhan dana atau modal, perusahaan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap perusahaan pada umumnya dalam melakukan kegiatan operasional memiliki tujuan untuk menghasilkan laba yang maksimal serta dapat mempertahankan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan perekonomian di Indonesia tidak dapat terlepas dari sektor perbankan, khususnya peran perbankan sebagai sumber pembiayaan industri dalam negeri. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laba a. Pengertian Laba Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan laba. Laba merupakan indikator prestasi atau kinerja perusahaan yang besarnya tampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan menggunakan laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi ekonomi negara tersebut saat ini: apakah ekonominya sedang booming

BAB I PENDAHULUAN. kondisi ekonomi negara tersebut saat ini: apakah ekonominya sedang booming BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Prospek perekonomian suatu negara ditentukan oleh tiga hal penting. Pertama, kondisi ekonomi negara tersebut saat ini: apakah ekonominya sedang booming atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat melalui

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi persaingan usaha semakin ketat. Kondisi tersebut menuntut suatu perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan agar dapat bertahan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Saham Saham merupakan salah satu instrument pasar keuangan yang paling banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Laba Setiap perusahaan berusaha untuk memperoleh laba yang maksimal. Laba yang diperoleh perusahaan akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ringan pada tahun Krisis keuangan di Amerika Serikat yang bermula dari

BAB I PENDAHULUAN. ringan pada tahun Krisis keuangan di Amerika Serikat yang bermula dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian global yang mengalami tekanan akibat krisis menghadapkan perekonomian Indonesia pada beberapa tantangan yang tidak ringan pada tahun 2009.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial (financial assets) dan investasi pada aset riil (real assets). Investasi pada

BAB I PENDAHULUAN. finansial (financial assets) dan investasi pada aset riil (real assets). Investasi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Umumnya investasi dibedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjaua Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Harga saham a. Pengertian saham Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal memiliki peranan besar bagi perekonomian suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal memiliki peranan besar bagi perekonomian suatu negara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan besar bagi perekonomian suatu negara, bahkan keberadaan pasar modal menjadi salah satu indikator untuk mengukur maju tidaknya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat, menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat, menimbulkan banyaknya perusahaan sejenis bermunculan dan mengakibatkan semakin ketatnya persaingan. Perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan oleh pengguna informasi. Akuntansi menghasilkan informasi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan oleh pengguna informasi. Akuntansi menghasilkan informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi didefinisikan sebagai proses pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi ekonomik yang dapat dipakai untuk penilaian dan pengambilan keputusan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT. HERO SUPERMARKET TBK DENGAN MENGGUNAKAN RATIO PROFITABILITAS DAN ECONOMIC VALUE ADDED

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT. HERO SUPERMARKET TBK DENGAN MENGGUNAKAN RATIO PROFITABILITAS DAN ECONOMIC VALUE ADDED ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT. HERO SUPERMARKET TBK DENGAN MENGGUNAKAN RATIO PROFITABILITAS DAN ECONOMIC VALUE ADDED NAMA : FITRI SABRINA NPM : 22210840 DOSEN PEMBIMBING : Dr. Dwi Asih Haryanti, SE.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menyelenggarakan pemerintah umum dan melaksanakan pembangunan membutuhkan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan tersebut semakin meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laba menurut beberapa ahli:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laba menurut beberapa ahli: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laba Setiap perusahaan berusaha untuk memperoleh laba yang maksimal. Laba yang diperoleh perusahaan akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang sudah go public dapat menjual sahamnya kepada para investor.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang sudah go public dapat menjual sahamnya kepada para investor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam upaya menambah dana untuk melakukan kegiatan operasionalnya, perusahaan yang sudah go public dapat menjual sahamnya kepada para investor. Saham tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (investor) yang kemudian disalurkan kepada sektor-sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (investor) yang kemudian disalurkan kepada sektor-sektor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh transaksi saham yang berlaku dalam lantai bursa pasar modal. Hal ini dimungkinkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjuabelikan sekuritas. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. profitabilitas yang tinggi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. profitabilitas yang tinggi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Tujuan utama dari pendirian sebuah perusahaan adalah mendapatkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba (Sartono,2002).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laba a. Pengertian Laba Laba didefinisikan dengan pandangan yang berbeda-beda. Pengertian laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk memperoleh modal yang semurah murahnya dan menggunakan seefektif, seefisien,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan memberikan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan-perusahaan yang sedang mengalami masa perkembangan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur modal yang kuat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi di pasar modal. Mulai dari pengusaha, pegawai, buruh,

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi di pasar modal. Mulai dari pengusaha, pegawai, buruh, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern seperti saat ini banyak masyarakat indonesia yang ingin berinvestasi di pasar modal. Mulai dari pengusaha, pegawai, buruh, mahasiswa, bahkan pelajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha, keputusan melakukan investasi sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha, keputusan melakukan investasi sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha, keputusan melakukan investasi sangat penting untuk mengembangkan usaha baik perorangan maupun perusahaan. Investasi yang baik dan tepat akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia investasi bukan lagi merupakan kegiatan baru di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, dunia investasi bukan lagi merupakan kegiatan baru di dunia BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Dewasa ini, dunia investasi bukan lagi merupakan kegiatan baru di dunia ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh keterbukaan informasi sekarang ini, para pelaku pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk memperoleh modal tersebut adalah melalui pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk memperoleh modal tersebut adalah melalui pasar modal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, dunia usaha menjadi semakin kompetitif sehingga menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi agar terhindar dari kebangkrutan dan unggul

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perusahaan serta proyeksi keuangan, dan harus mengevaluasi akuntansi. untuk meramalkan laba, deviden, dan harga saham.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perusahaan serta proyeksi keuangan, dan harus mengevaluasi akuntansi. untuk meramalkan laba, deviden, dan harga saham. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Tujuan manajemen keuangan yakni memaksimalkan harga saham, bukan memaksimalkan laba per saham. Data akuntansi sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menghadapi kondisi perekonomian yang sangat kompetitif, setiap perusahaan dituntut untuk mengerahkan seluruh sumber daya secara optimal hanya perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. barang, pesaing, perkembangan pasar, perkembangan perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini laju pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh dua elemen penting yaitu globalisasi dan kemajuan teknologi yang menyebabkan persaingan diantara perusahaan

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M.

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M. LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN Febriyanto, S.E., M.M. LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam Undang-undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995: Pasar Modal

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam Undang-undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995: Pasar Modal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi sekarang ini setiap negara harus mampu mengacu pada pembangunan dan perekonomian. Pasar modal memiliki peran yang penting dalam kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan yang maksimal. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan yang maksimal. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya tujuan perusahaan adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Laporan Keuangan Pengertian laporan keuangan menurut Feriansya (2015:4) : Laporan keuangan merupakan tindakan pembuatan ringkasan dan keuangan perusahaan. Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana persaingan usaha sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana persaingan usaha sangat ketat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana persaingan usaha sangat ketat perusahaan membutuhkan tambahan modal yang besar untuk menunjang kinerja operasional

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori sinyal (signalling theory) menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. Fungsi pajak sebagai sumber pendapatan utama bagi negara Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. Fungsi pajak sebagai sumber pendapatan utama bagi negara Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi pajak sebagai sumber pendapatan utama bagi negara Indonesia dimanfaatkan untuk pembiayaan operasional negara seperti : pembiayaan belanja pegawai, pembiayaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pasar Modal 2.1.1.1 Pengertian Pasar Modal Menurut Sunariyah (2011:4) mengemukakan bahwa pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis untuk menjelaskan hubungan tertentu antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam suatu laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan dunia usaha yang semakin maju, bidang keuangan menjadi bidang yang sangat penting bagi perusahaan. Perekonomian yang semakin kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dengan banyaknya perusahaan-perusahaan baru yang saling bermunculan, sehingga mendorong perusahaan untuk lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan-perusahaan diseluruh dunia saling berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan-perusahaan diseluruh dunia saling berlomba-lomba untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan dunia dalam perekonomian semakin berkembang pesat, banyaknya perusahaan-perusahaan diseluruh dunia saling berlomba-lomba untuk mendorong perusahaan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahal, hal ini dikarenakan jumlah populasi yang terus meningkat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mahal, hal ini dikarenakan jumlah populasi yang terus meningkat sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Harga property yang terus meningkat setiap tahun atau setiap harinya semakin mahal, hal ini dikarenakan jumlah populasi yang terus meningkat sehingga permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba. Laba merupakan hasil yang menguntungkan atas usaha yang dilakukan perusahaan pada suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini sistem perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini sistem perekonomian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini sistem perekonomian setiap Negara saling berhubungan dan memiliki tingkat ketergantungan yang mutualis. Artinya kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan merupakan proses yang penuh pertimbangan dalam mengevaluasi kondisi keuangan suatu perusahaan. Menurut Horne dan Machowicz

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Hutang Hutang sering disebut juga sebagai kewajiban, dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh perusahaan

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

Evaria Novita, Achmad Husaini, MG Wi Endang Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak

Evaria Novita, Achmad Husaini, MG Wi Endang Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Analisis Rasio Keuangan dan Metode Economic Value Added (EVA) (Studi pada PT. HM Sampoerna, Tbk dan Anak Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2008-2010)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini telah menjadi negara yang mengarah ke basis industri.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini telah menjadi negara yang mengarah ke basis industri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia saat ini telah menjadi negara yang mengarah ke basis industri. Sumbangan sektor industri pengolahan (migas dan non-migas) memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan keuangan Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari pembuatan ringkasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi perusahaan yang lebih kompetitif dan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi perusahaan yang lebih kompetitif dan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, banyak perusahaan di Indonesia yang ingin memperluas kegiatan usahanya melalui ekspansi bisnis. Tujuannya adalah untuk menjadi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan cukup besar jumlahnya. Sumber dana tersebut dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan cukup besar jumlahnya. Sumber dana tersebut dapat dikelompokkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam mengelola usahanya, perusahaan membutuhkan dana yang tidak sedikit, terlebih lagi jika perusahaan tersebut hendak melakukan ekspansi, maka dana yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan hal yang sangat membantu terhadap suatu keputusan yang diambil karena kinerja keuangan akan menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang membutuhkan dana. Transaksi yang dilakukan dapat dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang membutuhkan dana. Transaksi yang dilakukan dapat dengan BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki peran penting dalam melakukan bisnis perekonomian. Pasar modal menjembatani bertemunya investor yang menginvestasikan dananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dagang bertujuan untuk mencari laba, agar kelangsungan hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. dagang bertujuan untuk mencari laba, agar kelangsungan hidup dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan baik yang bergerak di bidang industri, jasa maupun dagang bertujuan untuk mencari laba, agar kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Likuiditas Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampauan perusahaan-perusahaan membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi perusahaan yang mampu bersaing dengan perusahaan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi perusahaan yang mampu bersaing dengan perusahaan yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan industri barang konsumsi adalah salah satu perusahaan yang ikut berperan dalam pasar modal. Perusahaan industri barang konsumsi merupakan perusahaan

Lebih terperinci

PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED

PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED DAN PROFITABILITAS PERUSAHAAN TERHADAP RETURN PEMEGANG SAHAM (Studi Empiris Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ) SKRIPSI Disusun Sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejauh ini krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1998 telah membawa dampak yang tidak baik bagi perkembangan bangsa Indonesia. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, dengan dukungan teknologi informasi, telah membuka peluang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, dengan dukungan teknologi informasi, telah membuka peluang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi, dengan dukungan teknologi informasi, telah membuka peluang interaksi dan komunikasi tanpa batas yang memungkinkan penyebaran informasi kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Lancar (Current Ratio) Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber dana jangka pendek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual sebagian sahamnya kepada

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual sebagian sahamnya kepada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (bursa efek). Pasar modal merupakan esensi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang kian pesat saat ini menyebabkan persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Setiap perusahaan harus berjuang untuk tetap bertahan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RETURN ON EQUITY, DIVIDEND PAYOUT RATIO, EARNING PER SHARE, RETURN ON INVESTMENT DAN LEVERAGE TERHADAP RETURN SAHAM

ANALISIS PENGARUH RETURN ON EQUITY, DIVIDEND PAYOUT RATIO, EARNING PER SHARE, RETURN ON INVESTMENT DAN LEVERAGE TERHADAP RETURN SAHAM ANALISIS PENGARUH RETURN ON EQUITY, DIVIDEND PAYOUT RATIO, EARNING PER SHARE, RETURN ON INVESTMENT DAN LEVERAGE TERHADAP RETURN SAHAM (Studi Kasus Perusahaan Keuangan, Real Estate dan Property di BEI)

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan. Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Basharat Ahmad. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Manajemen Keuangan. Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Basharat Ahmad. Modul ke:  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Manajemen Keuangan Modul ke: Memahami Kondisi dan Kinerja Keuangan Perusahaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Basharat Ahmad Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Analisa Rasio Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia, banyak berdiri berbagai bentuk perusahaan baik yang bergerak dibidang perdagangan, jasa maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Laba Laba didefinisikan dengan pandangan yang berbeda-beda. Pengertian laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunan perekonomian suatu negara dibutuhkan biaya atau dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari pinjaman maupun modal sendiri, yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kinerja Keuangan Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kinerja perusahaan dalam suatu periode produksi perlu dilakukan evaluasi untuk melihat dan mengetahui pencapaian yang telah dilakukan perusahaan baik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laba 2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Laba Setiap perusahaan pasti menginginkan memproleh laba yang maksimal atas usaha yang dikelolanya sehingga perusahaan dapat terus maju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam Perkembangan perekonomian yang pesat serta kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam Perkembangan perekonomian yang pesat serta kemajuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Perkembangan perekonomian yang pesat serta kemajuan teknologi yang terjadi saat ini, mengakibatkan berkembangnya pula usaha yang dilakukan oleh para pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peluang investasi karena banyak perusahaan berlomba-lomba meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. peluang investasi karena banyak perusahaan berlomba-lomba meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat dan ketat menimbulkan persaingan antar para pelaku bisnis. Keadaan yang seperti ini memaksa para pelaku bisnis untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang pesat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang pesat, membuat masyarakat semakin membutuhkan teknologi informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara

BAB I PENDAHULUAN. (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis keuangan di Amerika Serikat yang bermula dari krisis kredit perumahan (subprime mortgage crisis) telah menimbulkan dampak yang signifikan secara global.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.6 Latar Belakang Masalah. Investasi merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.6 Latar Belakang Masalah. Investasi merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan, karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Masalah Investasi merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi lebih produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lembaga profesi yang berkaitan dengan efek. dividen atau Capital Gain. Dividen merupakan pembagian keuntungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lembaga profesi yang berkaitan dengan efek. dividen atau Capital Gain. Dividen merupakan pembagian keuntungan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, perekonomian saat ini pun tumbuh dengan pesat dan menjadi perekonomian yang terbuka. Dalam situasi perekonomian pada saat

Lebih terperinci

RASIO LAPORAN KEUANGAN

RASIO LAPORAN KEUANGAN RASIO LAPORAN KEUANGAN NERACA (BALANCED SHEET) Terdiri dari elemen pokok : Asset, Hutang, dan Modal. Pengukuran terhadap elemen-elemen Neraca biasanya menggunakan historical cost LAPORAN RUGI-LABA (INCOME

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, peran pajak semakin terlihat jelas

BAB I PENDAHULUAN. dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, peran pajak semakin terlihat jelas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang berdaulat, sehingga dalam memberi kepastian hukum dan jaminan pada warga negaranya dibuatlah berbagai peraturan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait penghitungan pajak. Kreditur, misalnya supplier dan pihak bank

BAB I PENDAHULUAN. terkait penghitungan pajak. Kreditur, misalnya supplier dan pihak bank BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Akuntansi adalah proses dari tiga aktivitas yaitu pengidentifikasian, pencatatan, dan pengkomunikasian transaksi ekonomi dari suatu organisasi (bisnis maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Penilaian kinerja adalah pendeskripsian nilai secara periodik dari efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Penilaian kinerja adalah pendeskripsian nilai secara periodik dari efektivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kinerja Keuangan Penilaian kinerja adalah pendeskripsian nilai secara periodik dari efektivitas suatu organisasi dalam setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen dibanding tahun 2012, dimana semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari perusahaan, seorang manajer harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari perusahaan, seorang manajer harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam melaksanakan tugas sehari-hari perusahaan, seorang manajer harus membuat keputusan. Setiap keputusan, yang diambil mempunyai dampak terhadap posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif dan efisien. Terlebih lagi dalam situasi globalisasi seperti masa

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif dan efisien. Terlebih lagi dalam situasi globalisasi seperti masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan ataupun organisasi pasti menginginkan tujuannya tercapai secara efektif dan efisien. Terlebih lagi dalam situasi globalisasi seperti masa sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saham akan bereaksi negatif bila terjadi kemelut dalam negeri seperti kerusuhan

BAB I PENDAHULUAN. saham akan bereaksi negatif bila terjadi kemelut dalam negeri seperti kerusuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi saham sangat rentan terhadap situasi politik dan ekonomi. Bursa saham akan bereaksi negatif bila terjadi kemelut dalam negeri seperti kerusuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman globalisasi ini, setiap perusahaan baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar saling bersaing dengan tujuan untuk mempertahankan dan memajukan kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pihak. internal maupun pihak eksternal perusahaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pihak. internal maupun pihak eksternal perusahaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 20 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan Pengertian manajemen keuangan menurut beberapa pendapat, yaitu: Segala aktifitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang menyebabkan merosotnya nilai rupiah hingga terjadinya krisis keuangan

Lebih terperinci