LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA"

Transkripsi

1 LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA Makna Simbol Kujang Pada Masyarakat Kampung Naga Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun Ketua : Dr. Dodih Heryadi, Drs., M.Pd. NIDN Anggota : Zulpi Miftahudin, M.Pd. NIDN UNIVERSITAS SILIWANGI JULI 2017

2 HALAMAN PENGESAHAN Judul : Makna Simbol Kujang Pada Masyarakat Kampung Naga Peneliti / Pelaksana Nama Lengkap : Dr. Dodih Heryadi, Drs., M.Pd. NIDN : Jabatan Fungsional : Lektor Program Studi : Pendidikan Sejarah Nomor HP : Alamat surel ( ) : dodih.heryadi@gmail.com Anggota (1) Nama Lengkap : Zulpi Miftahudin, M.Pd. NIDN : Perguruan Tinggi : Universitas Siliwangi Institusi Mitra (jika ada) Nama Institusi Mitra : - Alamat : - Penanggung Jawab : - Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 (satu) dari rencana1 (satu) tahun Biaya Tahun Berjalan : Rp Biaya Keseluruhan : Rp

3 RINGKASAN Tujuan Jangka Panjang Untuk jangka panjang yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Meningkatnya pemahaman Masyarakat Kampung Naga terhadap makna kujang sebagai symbol Jawa Barat 2. Meningkatnya pemahaman Masyarakat Kampung Naga terhadap nilai-nilai filosofis kujang 3. Meningkatnya aplikasi tentang makna yang terkandung dalam kujang pada Masyarakat Kampung Naga dalam kehidupan sehari-hari Target Khusus Target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Perlu didorong kesadaran masyarakat dalam pemahaman makna kujang 4. Mendorong pemahaman masyarakat Kampung Naga terhadap nilai-nilai filosofis kujang pada Masyarakat Kampung Naga Metode Yang Akan di Pakai Untuk Mencapai Tujuan Jangka Panjang Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang mendeskripsikan suatu peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi. Karakteristik metode penelitian kualitatif adalah dilakukan dalam kondisi ilmiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci, penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada produk Rencana Kegiatan yang Diusulkan Adapun rencana kerja yang diusulkan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui apa makna kujang pada Masyarakat Kampung Naga 2. Mengetahui apa nilai-nilai filosofis yang terdapat pada kujang bagi Masyarakat Kampung Naga 3. Mengetahui bagaimana aplikasi nilai-nilai filosofis kujang pada masyarakat Kampung Naga dalam kehidupan sehari-hari 3

4 PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kemajuan penelitian ini yang berjudul Makna Simbol Kujang Pada Masyarakat Kampung Naga. Penelitian ini perlu untuk digali dikarenakan dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pemahaman tentang makna dan persepsi kujang yang dimiliki masyarakat Jawa Barat khususnya Masyarakat Kampung Naga, untuk pengetahuan dan pemahaman generasi berikutnya. Penulis mengakui penelitian ini jauh dari sempurna. Penulis membuka kritik dan saran dari semua pihak untuk melengkapi laporan kemajuan penelitian ini. Tasikmalaya, Juli 2017 Penulis 4

5 DAFTAR ISI RINGKASAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii iv v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah Batasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Hipotesis Penelitian Luaran Penelitian... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Pustaka Bagian-bagian Kujang Jenis-jenis Kujang Proses Pembuatan Kujang Penelitian yang Relevan BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Metode Penelitian Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Tahapan Penelitian Strategi Penelitian Teknik Pengumpulan dan Analisis Data BAB V HASIL YANG DICAPAI BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam khasanah kebudayaan masyarakat Jawa Barat secara umum, senjata Kujang merupakan senjata yang memiliki keterkaitan erat dengan identitas jati diri masyarakat Sunda, serta kujang diakui sebagai senjata dalam kategori senjata tradisional yang keberadaannya sudah demikian lama, yang dalam pandangan sebagian masyarakat Jawa Barat senjata Kujang memiliki nilai sakral. Secara historis awal keberadaannya masih belum banyak terungkap, namun ada beberapa pendapat yang menjelaskan bahwa Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua di Jawa sebagai cikal bakal lahirnya kujang. Dari beberapa pendapat kehadiran senjata Kujang pada awalnya merupakan senjata yang digunakan sebagai alat perladangan atau pertanian pada masa kerajaan Salakanagara dan terus berkembang pada masa Kerajaan Tarumanegara pada abad IV ketika sudah mampu menata sistem pertanian secara baik dengan dibangunnya sistem irigasi untuk perladangan dan pertanian, mungkin kujang sudah hadir dalam konteks perkakas perladangan atau perkakas pertanian dalam pranata sosial budaya masyarakat pada saat itu. Jika demikian maka usia senjata Kujang lebih tua dari hadirnya Jawa Barat sebagai ibu kota Provinsi. Kujang dalam pandangan sebagian masyarakat secara umum dianggap sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata sejak dahulu hingga saat ini. Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Kujang sebagai lambang atau simbol sarat dengan niali-nilai filosofis yang tinggi terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang dipakai sebagai nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Provinsi Jawa Barat. Masyarakat Jawa Barat memiliki lambang daerah berupa gambar yang di tengahnya menampilkan senjata tradisional yang disebut kujang. Kujang adalah senjata tradisional berupa senjata tajam yang bentuknya menyerupai keris, parang, dengan bentuk unik berupa tonjolan pada bagian pangkalnya, bergerigi pada salah satu sisi di bagian tengahnya dan bentuk lengkungan pada bagian ujungnya. Bagi masyarakat Sunda, kujang lebih universal dibandingkan dengan keris, kujang merupakan senjata khas dari Jawa Barat. Kujang mulai dibuat sekitar abad ke-8 atau ke-9, terbuat dari besi, baja dan bahan pamor, panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm dan beratnya sekitar 300 gram. Kujang merupakan alat yang merefleksikan ketajaman dan daya kritis dalam kehidupan serta melambangkan kekuatan dan keberanian untuk melindungi hak dan kebenaran, dan menjadi ciri khas baik sebagai senjata, alat pertanian, perlambang, hiasan, ataupun cindera mata. Kujang dikenal sebagai benda tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang memiliki nilai sakral serta mempunyai 6

7 kekuatan magis. Beberapa ahli menyatakan bahwa istilah "kujang" berasal dari kata kudihyang (kudi dan Hyang. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti seperti tergambar dalam sosok Prabu Siliwangi dalam cerita dan sejarah Masyarakat Jawa Barat. Pada masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah di antaranya di daerah Rancah, Ciamis, dan masyarakat Kampung Naga Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi. Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12. Dengan berbagai nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam kujang, maka masyarakat Jawa Barat sangat menghargai nilai-nilai tersebut. Masyarakat adat Kampung Naga sebagai masyarakat yang terkategorikan sebagai masyarakat tradisional dijadikan sebagai objek penelitian dengan pertimbangan bahwa masyarakat adat Kampung Naga memiliki komitmen dalam upaya memposisikan senjata Kujang sebagai senjata yang perlu dilestarikan. Pelestarian senjata Kujang tidak sekedar wujud bendanya tetapi nilai-nilai yang terkandung dalam senjata Kujang yang sarat dengan nilai-nilai filosofis dan menjadi pedoman dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat adat Kampung Naga. Sebagai wujud komitmen mereka, masyarakat adat Kampung Naga membangun tugu kujang sebagai simbol masyarakat sunda yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisional yang telah diwariskan oleh para leluhurnya. Nilai-nilai dan konsep-konsep budaya masyarakat adat dibentuk melalui pewarisan secara lisan dan menjadi milik individu atas tumbuhnya kesadaran diri. Nilai emosional individu membimbing munculnya bentuk perilaku yang berorientasi pada dua pilihan yaitu menjungjung tinggi nilai adat karuhun atau membentuk pola perilaku berbasis nilai modernitas. Kedua hal tersebut menjadi tantangan bagi masyarakat adat dalam keberlangsungan kehidupannya. Konsekuensi dari dua hal di atas, memunculkan bentuk perilaku yang berbeda, sebab manusia di dalam hidup tidak sekedar dipengaruhi oleh dunia rasional tetapi dipengaruhi oleh dunia imajinasi, artistik, mitologi dan berbagai bentuk ritual. Kenyataan ini memungkinkan lahirnya aspek keragaman sikap perilaku manusia serta dimensi-dimensi lain terutama nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam senjata kujang. Berdasarkan gambaran diatas, Masyarakat adat kampung Naga menjadi menarik untuk diteliti dengan fokus penelitian Makna Simbol Kujang Pada Masyarakat Kampung Naga 1.2 Identifikasi Masalah 7

8 Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pemahaman makna kujang pada Masyarakat Kampung Naga yang masih kurang 2. Pemahaman terhadap nilai-nilai filosofis yang terdapat pada Kujang di masyarakat Kampung Naga masih kurang 3. Masyarakat sulit mengaplikasikan nilai-nilai nilai-nilai filosofis yang terdapat pada senjata Kujang dalam kehidupan sehari-hari 4. Persepsi Masyarakat Kampung Naga pada kujang sebagai media penerapan nilai-nilai kearifan lokal 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang ada cukup luas, sehingga perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti. Maka penelitian ini akan dibatasi pada makna Kujang pada Masyarakat Kampung Naga Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini terfokus pada beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan topik masalah yang akan diteliti; 1. Apa makna kujang pada Masyarakat Kampung Naga? 2. Apa nilai-nilai filosofis yang terdapat pada kujang bagi Masyarakat Kampung Naga? 3. Bagaimana aplikasi nilai-nilai filosofis kujang pada masyarakat Kampung Naga dalam kehidupan sehari-hari? 1.5. Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian ini, untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal dalam mendukung pelestarian lingkungan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Mengetahui apa makna kujang pada Masyarakat Kampung Naga 2. Mengetahui apa nilai-nilai filosofis yang terdapat pada kujang bagi Masyarakat Kampung Naga 3. Mengetahui bagaimana aplikasi nilai-nilai filosofis kujang pada masyarakat Kampung Naga dalam kehidupan sehari-hari 1.6. Hipotesis Berdasarkan asumsi di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah makna simbol kujang pada masyarakat Kampung Naga berpengaruh terhadap keidupan sehari-hari Luaran Penelitian Adapun target luaran wajib yang dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Buku atau profil kujang 8

9 2. Bahan ajar pada Mata Kuliah Studi Masyarakat Indonesia dan Sejarah Kebudayaan 3. Publikasi ilmiah dalam jurnal lokal yang mempunyai ISSN atau jurnal nasional terakreditasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

10 2.1 Kajian Pustaka Kujang sebagai simbol sakral sebagian masyarakat Jawa Barat, memiliki fungsi dan makna yang berdiferensiasi dalam pandangan masyarakat Sunda. Kujang sebagai senjata khas Jawa Barat dipahami dari dua sisi yang berbeda, yaitu sebagai benda atau cidra mata dalam rangka penguatan identitas Jawa Barat. Kujang merupakan senjata sakral yang sarat dengan unsur mitos dikalangan pengguna yang dalam pemeliharaannya dilindungi dan dihormati sebagai benda warisan karuhun yang harus dijaga melalui aktivitas ritual tertentu dalam suatu waktu tertentu dan bersifat normatif. Dalam kerangka budaya, senjata Kujang termasuk dalam tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, yaitu termasuk ke dalam unsur perlengkapan hidup dalam sistem mata pencaharian hidup. Selain sebagai alat perlengkapan hidup, Kujang memiliki keunggulan bagi mereka yang mempercayainya, Kujang dianggap sebagai benda sakral dan ditampilkan dalam uapacara-upacara keagamaan berbasis kepercayaan. Kujang merupakan simbol keperkasaan dari orang-orang tertentu dalam suatu masyarakat, Kujang memiliki kekuatan magis, Kujang seringkali dimitoskan, dan Kujang simbol keteguhan. Masyarakat Jawa Barat yang mayoritas beretnis Sunda memiliki lambang daerah berupa gambar yang di tengahnya menampilkan senjata tradisional yang disebut kujang. Kujang adalah senjata tradisional berupa senjata tajam yang bentuknya menyerupai keris, parang, dengan bentuk unik berupa tonjolan pada bagian pangkalnya, bergerigi pada salah satu sisi di bagian tengahnya dan bentuk lengkungan pada bagian ujungnya. Bagi masyarakat Sunda, kujang lebih umum dibandingkan dengan keris. Kujang tidak hanya dipakai untuk lambang daerah tapi juga dipakai untuk nama perusahaan (Pupuk Kujang, Semen Kujang), nama kampung (Parungkujang, Cikujang, Kujangsari, Parakankujang), nama batalion (Batalyon Kujang pada Kodam III/Siliwangi), nama tugu peringatan (Tugu Kujang di Bogor, Tugu Kujang Bale Endah), dan lain-lain. Popularitas kujang bagi masyarakat etnis Sunda sudah tidak disangsikan lagi. Akan tetapi, ironisnya, eksistensi kujang baik sebagai perkakas maupun sebagai pusaka mulai sirna. Kujang kini hanya berada di museum-museum dengan jumlah yang relatif sedikit dan dimiliki oleh para sesepuh atau budayawan yang masih mencintai kujang sebagai pusaka leluhurnya. Pada masyarakat etnis Sunda ada kelompok yang masih akrab dengan kujang dalam pranata kehidupan sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda Pancer Pangawinan yang tersebar di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor, di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi, dan masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes (Baduy) di Kabupaten Lebak. Kujang (Kujang Pamangkas) dalam lingkungan budaya mereka masih digunakan untuk upacara nyacar (menebang pohon untuk lahan huma) setahun sekali. Sebagai patokan pelaksanaan nyacar tersirat dalam ungkapan unggah kidang turun kujang yang artinya jika bintang kidang (orion) muncul 10

11 di ufuk timur waktu subuh, pertanda waktu nyacar telah tiba dan kujang digunakan sebagai pembuka kegiatan perladangan. Bukti keberadaan kujang diperoleh dari naskah kuno di antaranya Serat Manik Maya dengan istilah kudi, Sanghyang Siksakandang Karesian dengan istilah kujang, dan dari berita pantun Pajajaran Tengah (Pantun Bogor). Kujang adalah pusaka tradisi Sunda, sejarah yang menceritakan awal keberadaannya masih belum terungkap. Kalau saja Kerajaan Salakanagara yang merupakan kerajaan tertua di Jawa sebagai cikal bakal lahirnya kujang, diyakini keberadaan kujang sudah sangat tua. Alasan tersebut diperkuat bahwa apabila kujang yang diperkirakan sebagai alat perladangan atau pertanian maka Kerajaan Tarumanegara pada abad IV sudah mampu menata sistem pertanian secara baik dengan dibangunnya sistem irigasi untuk perladangan dan pertanian, mungkin kujang sudah hadir dalam konteks perkakas perladangan atau perkakas pertanian dalam pranata sosial budaya masyarakat pada saat itu. Kujang diakui keberadaannya sebagai senjata khas masyarakat etnis Sunda. Kujang merupakan warisan budaya Sunda pramodern. Kujang merupakan senjata, ajimat, perkakas, atau benda multifungsi lainnya yang memiliki berbagai ragam bentuk yang menarik secara visual. Kujang dengan keragaman bentuk gaya dengan variasi-variasi struktur papatuk, waruga, mata, siih, pamor, dan sebagainya sangat artistik dan menarik untuk dicermati karena struktur bentuk tersebut belum tentu ada dalam senjata lainnya di nusantara. Kujang sebagai senjata yang memiliki keunggulan. Berbagai pendapat dari berbagai tokoh masyarakat mengarah ke sana.kujang koleksi Sumedang Sejarah kerajaan yang tumbuh di Sumedang pada masa lalu erat kaitannya dengan Kerajaan Pajajaran. Koleksi kujang Pajajaran yang dimiliki Museum Prabu Geusan Ulun relatif banyak bahkan mungkin paling banyak jika dibandingkan dengan museum-museum yang ada di Jawa Barat atau Indonesia sekalipun. Kujang-kujang tersebut beragam varian Kujang Ciung, beragam varian Kujang Naga, Kujang Kuntul, Kujang Pamangkas, Kujang Wayang, dan sebagainya. Kujang-kujang yang tersimpan cukup terpelihara dengan baik di mana fisik waruga, pamor, siih, dan mata kujang masih banyak yang utuh. Bahkan, persepsi dari kebanyakan masyarakat bahwa semua kujang berlubang terbantahkan dengan masih adanya beberapa koleksi kujang di museum ini yang masih memiliki penutup lobang atau penutup mata. Mungkin hilangnya penutup lobang karena penutup lobang terbuat dari bahan-bahan yang bernilai seperti logam-logam mulia, permata, dan sejenisnya. Hilangnya pun mungkin diambil atau jatuh akibat dari ceruk lubangnya yang korosif. Kujang merupakan produk budaya masyarakat peladang. Penamaannya cenderung pada makhluk-makhluk yang banyak hidup di daerah ladang seperti Kujang Ciung dari burung Ciung, Kujang Naga dari ular, Kujang Bangkong dari kodok, Kujang Kuntul dari burung kuntul. Bahkan, Kujang Wayang diperkirakan sebagai simbol untuk kesuburan. Tokoh wanita pada kujang wayang mengingatkan pada simbolsimbol kesuburan, misalnya patung purba Venus Willendorf di Eropa yang 11

12 berbentuk manusia berperawakan subur sebagai simbolisasi kesuburan. Tokoh Dewi Sri dikenal sebagai dewi kesuburan. Mencermati secara fisik Kujang Wayang ini pun yang tidak memiliki sisi tajam di bagian tonggong dan beuteung yang mungkin sangat berbeda dengan kujang lainnya (kujang dua pangadekna/kujang memiliki dua sisi yang tajam) diperkirakan untuk kepentingan upacara yang erat kaitannya dengan kepentingan kesuburan. 2.2 Bagian-bagian Kujang Secara umum, berikut bagian-bagian yang terdapat pada kujang 1. Papatuk (Congo); bagian ujung kujang yang runcing, gunanya untuk menoreh atau mencungkil. 2. Eluk (Siih); lekukan-lekukan atau gerigi pada bagian punggung kujang sebelah atas, gunanya untuk mencabik-cabik perut musuh. 3. Waruga; nama bilahan (badan) kujang. 4. Mata; lubang-lubang kecil yang terdapat pada bilahan kujang yang pada awalnya lubang- lubang itu tertutupi logam (biasanya emas atau perak) atau juga batu permata. Tetapi kebanyakan yang ditemukan hanya sisasnya berupa lubang lubang kecil. Gunanya sebagai lambang tahap status si pemakainya, paling banyak 9 mata dan paling sedikit 1 mata, malah ada pula kujang tak bermata, disebut Kujang Buta. 5. Pamor; garis-garis atau bintik-bintik pada badan kujang disebut Sulangkar atau Tutul, biasanya mengandung racun, gunanya selain untuk memperindah bilah kujangnya juga untukmematikan musuh secara cepat. 6. Tonggong; sisi yg tajam di bagian punggung kujang, bisa untuk mengerat juga mengiris. 7. Beuteung; sisi yang tajam di bagian perut kujang, gunanya sama dengan bagian punggungnya. 8. Tadah; lengkung kecil pada bagian bawah perut kujang, gunanya untuk menangkis dan melintir senjata musuh agar terpental dari genggaman. 9. Paksi; bagian ekor kujang yang lancip untuk dimasukkan ke dalam gagang kujang. 10. Combong; lubang pada gagang kujang, untuk mewadahi paksi (ekor kujang). 11. Selut; ring pada ujung atas gagang kujang, gunanya untuk memperkokoh cengkeraman gagang kujang pada ekor (paksi). 12. Ganja (landéan); nama khas gagang (tangkai) kujang. 13. Kowak (Kopak); nama khas sarung kujang. Di antara bagian-bagian kujang tadi, ada satu bagian yang memiliki lambang ke-mandalaan, yakni mata yang berjumlah 9 buah. Jumlah ini disesuaikan dengan banyaknya tahap Mandala Agama Sunda Pajajaran yang juga berjumlah 9 tahap, di antaranya (urutan dari bawah): Mandala Kasungka, mandala Parmana, Mandala Karna, Mandala Rasa, Mandala Séba, Mandala Suda, Jati Mandala, Mandala Samar, Mandala Agung. 12

13 Mandala tempat siksaan bagi arwah manusia yang ketika hidupnya bersimbah noda dan dosa, disebutnya Buana Karma atau Jagat Pancaka, yaitu Neraka. 2.3 Jenis-jenis Kujang Karaktaristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam. Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda ( ), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan. 2.4 Proses Pembuatan Kujang Pada zamannya Kerajaan Pajajaran Sunda masih jaya, setiap proses pembuatan benda-benda tajam dari logam termasuk pembuatan senjata kujang, ada patokan-patokan tertentu yang harus dipatuhi, di antaranya : 1. Patokan Waktu Mulainya mengerjakan penempaan kujang dan benda-benda tajam lainnya, ditandai oleh munculnya Bintang Kerti, hal ini terpatri dalam ungkapan Unggah kidang turun kujang, nyuhun kerti turun beusi, artinya Bintang Kidang mulai naik di ufuk Timur waktu subuh, pertanda masanya kujang digunakan untuk nyacar (mulai berladang). Demikian pula jika Bintang Kerti ada pada posisi sejajar di atas kepala menyamping agak ke Utara waktu subuh, pertanda mulainya mengerjakan penempaan bendabenda tajam dari logam (besi-baja). Patokan waktu seperti ini, kini masih berlaku di lingkungan masyarakat Urang Kanékés (Baduy). 2. Kesucian Guru Teupa (pembuat Kujang) Seorang Guru Teupa (Penempa Kujang), waktu mengerjakan pembuatan kujang mesti dalam keadaan suci, melalui yang disebut olah tapa (berpuasa). Tanpa syarat demikian, tak mungkin bisa menghasilkan kujang yang bermutu. Terutama sekali dalam pembuatan Kujang Pusaka atau kujang bertuah. Di samping Guru Teupa mesti memiliki daya estetika dan artistika tinggi, ia mesti pula memiliki ilmu kesaktian sebagai wahana keterampilan dalam membentuk bilah kujang yang sempurna seraya mampu menentukan Gaib Sakti sebagai tuahnya. 3. Bahan Pembuatan Kujang 13

14 Untuk membuat perkakas kujang dibutuhkan bahan terdiri dari logam dan bahan lain sebagai pelengkapnya, seperti: a. Besi, besi kuning, baja, perak, atau emas sebagai bahan membuat waruga (badan kujang) dan untuk selut (ring tangkai kujang). b. Akar kayu, biasanya akar kayu Garu-Tanduk, untuk membuat ganja atau landean (tangkai kujang). Akar kayu ini memiliki aroma tertentu. c. Papan, biasanya papan kayu Samida untuk pembuatan kowak atau kopak (sarung kujang). Kayu ini pun memiliki aroma khusus. d. Emas, perak untuk pembuatan mata atau pamor kujang pusaka ataukujang para menak Pakuan dan para Pangagung tertentu. Selain itu, khusus untuk mata banyak pula yang dibuat dari batu permata yang indahindah. e. Peurah (bisa binatang) biasanya bisa Ular Tiru, bisa Ular Tanah, Bisa Ular Gibug, bisa Kelabang atau bisa Kalajengking. Selain itu digunakan pula racun tumbuh-tumbuhan seperti getah akar Leteng getah Caruluk (buah Enau) atau serbuk daun Rarawea, dsb. Gunanya untuk ramuan pelengkap pembuatan Pamor. Kujang yang berpamor dari ramuan racun-racun tadi, bisa mematikan musuh meski hanya tergores. f. Tuah Gaib Sakti sebagai isi, sehingga kujang memiliki tuah tertentu. Gaib ini terdiri dari yang bersifat baik dan yang bersifat jahat, bisa terdiri dari gaib Harimau, gaib Ulat, gaib Ular, gaib Siluman, dsb. Biasanya gaib seperti ini diperuntukan bagi isi kujang yang pamornya memakai ramuan racun sebagai penghancur lawan. Sedangkan untuk Kujang Pusaka, gaib sakti yang dijadikan isi biasanya para arwah leluhur atau para Guriyang yang memiliki sifat baik, bijak, dan bajik. 4. Tempat (khusus) Pembuatan Kujang Tempat untuk membuat benda-benda tajam dari bahan logam besi-baja, baik kudi, golok, sunduk, pisau, dsb. Dikenal dengan sebutan Gosali, Kawesen, atau Panday. Tempat khusus untuk membuat (menempa) perkakas kujang disebut Paneupaan. Dalam khazanah kebudayaan masyarakat tatar Sunda, maung atau harimau merupakan simbol yang tidak asing lagi. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebudayaan dan eksistensi masyarakat Sunda dikorelasikan dengan simbol maung, baik simbol verbal maupun non-verbal seperti nama daerah (Cimacan), simbol Komando Daerah Militer (Kodam) Siliwangi 2.5 Penelitian yang Relevan Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya memiliki kepentingan terhadap lingkungan. Lingkungan social, budaya, alam dalam kehidupan manusia memiliki saling keterkaitan satu sama lain, dan akan saling mengisi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Lingkungan melalui sentuhan manusia dapat dipelihara dengan baik apabila manusia memperlakukan alam dengan baik pula. Jika manusia mengekplorasi alam secara berlebihan, akibatnya bencana menimpa dalam kehidupan manusia. 14

15 Suryadi melakukan penelitian dengan judul Kujang Sebagai Pusaka Sunda: Tinjauan Estetik dan Simbolik (2006) diterbitkan oleh STKIP Setiabudhi Rangkas Bitung. Dalam penelitian itu, Suryadi, mengungkapkan Penelitian ini berangkat dari fenomena kujang sebagai senjata khas masyarakat etnis Sunda. Kujang adalah warisan budaya Sunda pra-modern dan merupakan senjata, ajimat, perkakas atau multifungsi lainnya. Kujang dengan keragaman bentuk dengan variasi- variasi struktur papatuk, waruga, mata, siih, tadah, pamor dan sebagainya tidak dimiliki pada senjata lainnya di Nusantara. Kujang sebagai senjata yang memiliki keunggulan visual juga memiliki struktur estetik dan makna simbolik. Penelitian meliputi kujang yang dikoleksi Musium Sri Baduga Bandung, Musium Geusan Ulun Sumedang, Museum Keraton Kasepuhan Cirebon. Museum tersebut berada di wilayah yang memiliki hubungan sangat erat dengan sejarah peradaban masyarakat Sunda pada zaman dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur estetik pada kujang dan mengetahui makna simbolik pada kujang. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan penjelasan tentang kujang secara visual maupun simbolik khususnya pada masyarakat etnis Sunda, dapat menumbuhkan kesadaran untuk melestarikan artefak peninggalan para leluhur Sunda terutama pusaka kujang, dan dapat meningkatkan apresiasi terhadap pusaka kujang sebagai artefak peninggalan para leluhur Sunda. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analitik kualitatif, menggunakan pendekatan multidisiplin dengan penekanan pada pendekatan kebudayaan melalui kajian eksoteri (bentuk) kujang dengan penekanan pada estetika (tampilan) dan isoteri (makna simbolik). Disiplin lain dianggap dibutuhkan untuk membedah kajian analisis penelitian seperti antropologi, sejarah, estetika, dan hermeneutika. Visualisasi estetis kujang ditinjau dari bentuk sangat beragam terdiri dari kujang ciung, jago, kuntul, bangkong, naga, wayang, kudi dan masih ada bentuk yang lainnya. Jenis kujang terdiri dari kujang pusaka, pakarang, pangarak, pamangkas. Kujang memiliki fungsi untuk simbolisasi keagungan, untuk alat berperang, untuk alat upacara, untuk alat pertanian. Secara historis, kujang dibuat sebagai alat pertanian, namun seiring dengan perkembangan jaman kujang menjadi simbolisasi dalam pranata sosial masyarakat etnis Sunda lama. Kujang memiliki struktur sistem sebagai simbol dan kerangka berfikir masyarakat Sunda. Kujang sebagai simbol tritangtu masyarakat Sunda, sebagai filosofi dasar cara berfikir masyarakat Sunda lama kesatuan dualistik, sebagai simbol kultur masyarakat huma / pola tiga dalam sistem budaya primordial Indonesia. Penelitian kedua oleh Basuki Teguh Yuwono (2013) yang berjudul Kujang Jejak Budaya Pesona Sunda. Penelitian ini membahas Jejak historis, proses pembuatan sampai dengan tata cara pembawaan Kujang sehari-hari memperlihatkan Kujang sebagai "tradisi asli" masyarakat Desa, khususnya bagi petani atau peladang/mahuma. Berbeda dengan keris yang berasal dari lingkungan keraton, sehingga fungsi Keris lebih pada senjata dan pusaka, ketimbang perkakas sehari-hari. Kujang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam kehidupan perkakas sehari-hari, souvenir yang multi-guna, sampai dengan bentuk Kujang sebagai pusaka yang mencegah "tragedi impor beras" di negeri ini. 2.6 Landasan Teoritis. 15

16 Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). (Djajasudarma, 2009:7). Makna merupakan istilah yang paling ambigu dan kontroversial dalam teori kebahasaan (Ullmann, 2011:65). Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Makna mempunyai tiga tingkatan, yakni: 1) pada tingkat pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan, 2) pada tingkat kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan, 3) pada tingkat ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi sesuatu. (Djajasudarma 2009:8). Pada tingkat pertama dan kedua makna dilihat dari segi hubungan dengan penutur, sedangkan pada tingkat ketiga makna lebih ditekankan pada makna dalam komunikasi. Memahami pandangan diatas, kecenderungan adanya perbedaan dalam suatu penafsiran terhadap suatu objek sangat mungkin terjadi, hal ini lebih disebabkan oleh perbedaan perkembangan yang terjadi di masyarakat, seperti dalam memberikan makna terhadap mitos Maung Panjalu yang selama ini dijadikan sebagai kerangka dalam beraktivitas khususnya berkenaan dengan keberadaan hutan lindung dan hutan keramat di Panjalu yang dalam pandangan masyarakat dimaknai sebagai kawasan peninggalam karuhun Panjalu yang harus dijaga karena dianggap sebagai kawasan religius. Namun demikian kecenderungan terjadi adanya pemaknaan yang berbeda terhadap mitos Maung Panjalu sangat mungkin terjadi. Djajasudarma (2009:7) mengemukakan terdapat adanya 12 jenis makna, yakni: 1) makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran, 2) makna luas (widened meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan, 3) makna kognitif adalah makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan, 4) makna konotatif dan emotif, makna yang dibedakan dari makna emitif karena yang disebut pertama bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif, 5) makna referensial, adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), 6) makna kontruksi (contruction meaning), adalah makna yang terdapat dalam kontruksi, 7) makna leksikal dan gramatikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna-makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri lepas dari konteks, makna gramatikal, adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat, 8) makna idesional (ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang 16

17 berkonsep, 9) makna proposisi (propositional meaning) adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu, 10) makna pusat (contral meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran, 11) makna Piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca, 12) makna idiomatic adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata yang menghasilkan makna berlainan. 2.7 Kerangka Pemikiran Makna Kujang Simbol Kujang LINGKUNGAN Masyarakat Kampung Naga Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian 17

18 Tujuan dari penelitian ini, untuk mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal dalam mendukung pelestarian lingkungan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Mengetahui apa makna kujang pada Masyarakat Kampung Naga 2. Mengetahui apa nilai-nilai filosofis yang terdapat pada kujang bagi Masyarakat Kampung Naga 3. Mengetahui bagaimana aplikasi nilai-nilai filosofis kujang pada masyarakat Kampung Naga dalam kehidupan sehari-hari 3.2. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Dapat dijadikan bahan pembelajaran khususnya dalam pemahaman tentang makan simbol kujang 2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat Memberikan informasi tentang makna simbol kujang pada masyarakat Kampung Naga dan masyarakat Jawa Barat pada umumnya. b. Bagi pemeritah Memberikan gambaran umum tentang makna simbol kujang. Memberikan gambaran tentang makan yang terkandung pada kujang untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari BAB IV METODE PENELITIAN 18

19 4.1. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah berarti dalam mendapatkan data dilandasi oleh metode keilmuan. Menurut Sugiyono (1997:1) menyatakan bahwa Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Moleong (2011:4) menyatakan bahwa Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pegumpulan data dan analisis yang relevan yang diperoleh dari situasi alamiah. Pemilihan metode penelitian berdasarkan pada suatu permasalahan yang akan diteliti, karena penggunaan metode penelitian yang tepat menunjukkan tingkat relevansi dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Menurut pendapat Winarno Surakhmad (1994:13) mengemukakah bahwa metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan teknik dan alatalat tertentu. Cara utama ini dipergunakan setelah peneliti memperhitungkan kewajaran ditinjau dari penelitian serta situasi dan kondisi peneliti. Metode penelitian adalah sebuah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh adalah data empiris (teramati), mempunyai kriteria tertentu, valid antara data yang sesunggguhnya pada objek dan data yang dikumpulkan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, karena objek yang diamati adalah manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. (Moleong, 1994:3). Berdasarkan pendapat di atas, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang mendeskripsikan suatu peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi. Karakteristik metode penelitian kualitatif adalah dilakukan dalam kondisi ilmiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci, penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif data yang dikumpulkan berbentuk katakata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada produk, pendekatan etnografi digunakan dalam upaya melengkapi data baik secara lisan maupun secara tertulis Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kampung Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya 4.3. Populasi dan Sampel Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dalam lima cara, 1) seleksi sederhana yaitu menggunakan satu kriteria, 2) seleksi konprehnsif yaitu seleksi berdasarkan unsur relevan, 3) seleksi kuota, yaitu populasi dijadikan 19

20 beberapa kelompok, 4) seleksi menggunakan perbandingan, yaitu untuk memperoleh ciri tertentu. Sampling adalah merupakan teknik pengumpulan sampel, untuk digunakan dalam suatu penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling) berstrata yang disesuaikan dengan objek penelitian. Agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian, maka dibutuhkan adanya sejumlah informan yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Tahapan pertama dari kegiatan penelitian ini meliputi penyusunan instrumen yang dibutuhkan, baik itu instrumen yang dibutuhkan untuk memperoleh data kualitatif. Tahap selanjutnya yaitu pengujian instrumen yang akan digunakan. Adapun prosedur dari kegiatan penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Studi Pendahuluan Analisis Lingkungan Penyusunan instrumen Pengambilan Data Pengolahan Data Kesimpulan (Gambar 3.1. Tahahapan-Tahapan Penelitian) 4.5. Strategi Penelitian Pada kegiatan penelitian ini strategi/model yang digunakan adalah strategi triangulasi konkuren. Dalam menggunakan strategi ini peneliti mengumpulkan data kualitatif dalam satu waktu yang bersamaan. Pada strategi ini pencampuran kedua data dilakukan pada saat interpretasi dan pembahasan. Pencampuran tersebut dilakukan dengan menggabungkan kedua data secara berdampingan dalam pembahasan agar dapat dilihat masing-masing data yang diperoleh saling mendukung. Alasan pemilihan strategi ini adalah karena strategi ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Hal ini karena pengumpulan data kualitatif dilakukan dalam satu waktu yang sama Teknik Pengumpulan dan Analisis Data. 20

21 Djam an Satori dan Aan Komariah (2011:27) menyatakan bahwa penelitian kualitatif pergi kelapangan dan mengamati serta terlibat secara intensif sampai ia menemukan secara utuh apa yang dimaksudnya. Maleong (2011:11) menyatakan bahwa ciri penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan hasil pengamatan langsung berupa kata-kata, gambar, yang akan dianalisa serta diinterpretasikan untuk mencapai tujuan penelitian. Untuk memudahkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu : 1. Observasi yang bertujuan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan focus penelitian, yaitu kearifan lokal yang memberikan sumbangan pada pelestarian lingkungan dan bentuk aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang berada disekitiantar objek penelitian. Teknik ini digunakan dengan mempertimbangkan pengamat dapat melihat secara langsung dilapangan, menghindarkan adanya data yang meragukan dan terbatasnya wilayah penelitian. Observasi lapangan sebagai teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan untuk mendapatkan gambaran yang aktual secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek. 2. Observasi partisipasi adalah mencari informasi dengan cara peneliti terlibat dalam kegiatan di masyarakat. 3. Teknik wawancara yaitu suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh informasi. Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka, wawancara terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur. Triangulasi adalah mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data sebagai cara untuk meningkatkan pengukuran validitas. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teori dengan cara mengecek kebenaran temuan atau data teori-teori yang ada, triangulasi sumber data dengan cara mencari data dari sumber yang beragam yang masih terkait satu sama lain, dan triangulasi pakar dengan cara mengecek kebenaran temuan atau data dengan konfirmasi kepada beberapa orang yang dinilai oleh kalangan sebagai ahli atau pakar dibidang yang bersangkutan. Pengolahan dan analisis data secara kualitatif dilakukan dengan dua cara. Menurut pendapat Sumaatmaja (1998:14) analisis data merupakan pengolahan dan interpretasi data untuk menguji kebenaran hipotesis dan menarik kesimpulan hasil penelitian. Secara sistematis langkah-langkah dalam penelitian adalah : a. Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung b. Analisis data dilakukan setelah data terkumpul Cara pertama dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : a. Penegasan pada tujuan penelitian yaitu kearifan lokal pada upacara hajat laut yang berpengaruh terhadap pelestarian lingkungan 21

22 b. Berpedoman pada pertanyaan wawancara c. Memasukkan data pada bagan sesuai dengan fokus penelitian d. Memberikan pemaknaan secara umum tterhadap data yang diperoleh e. Memberikan catatan-catatan khusus apabila diperlukan f. Mendalami literatur yang ada hubungan dengan fokus penelitian Cara kedua, data yang terkumpul sebagai hasil pengamatan, wawancara, direkonstruksi kedalam teks, kemudian dianalisis. Reduksi data dilakukan dengan cara merangkum memilih hal-hal pokok dan penting sehingga memberi gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti mengumpulkan data. BAB V HASIL YANG DICAPAI 5.1 Makna Simbol Kujang pada masyarakat adat Kampung Naga Masyarakat dan Kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan, keduanya memiliki keterhubungan yang saling berkaitan, artinya disitu ada masyarakat, disitu ada kebudayaan, demikian pula ada kebudayaan disitu ada masyarakat sebagai pendukungnya. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat merupakan kerangka konsep, ide, gagasan, nilai-nilai, aturan-aturan, 22

23 yang memberi arah kepada manusia bagaimana sebaiknya bertindak, bersikap dan berperilaku dalam kehidupan. Kebudayaan sebagai pelengkap dalam kehidupan manusia memberikan fungsi yang sangat universal untuk keberlangsungan kehidupan manusia dimanapun. Kebudayaan pada dasarnya bersifat universal berkenaan dengan; 1) bahasa, 2) sistem pengetahuan dan teknologi, 3) mata pencaharian hidup dan peralatan hidup, 4) sistem kemasyarakatan, 5) sistem ekonomi, 6) kesenian, 7) religi. Ke tujuh unsur kebudayaan tersebut ada dalam masyarakat manapun. Kebudayaan pada dasarnya merupakan seperangkat ide yang tertanam dalam pikiran manusia atau masyarakat dapat digunakan untuk menginterpretasi, memahami, mengembangkan, melakukan inovasi dan kreasi dalam rangka memenuhi kebutuhan baik materian maupun nonmaterial, melalui kemampuan kebudayaan yang dimiliki masyarakat berbagai kebutuhan dapat dipenuhi sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat merupakan suatu kesatuan sosial dalam suatu wilayah tertentu berinteraksi secara kontinyu dan terikat identias khas yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat sebagai suatu kesatuan sosial memiliki beberapa komponen yang berfungsi mengatur dalam kehidupan, salah satunya berkenaan dengan tertib sosial dalam rangka membangun keutuhan sosial di masyarakat. Perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat dalam rangka menyongsong perubahan zaman juga ditentukan oleh kondisi kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Kebudayaan (culture) adalah keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 1985:180). Proses penyesuaian dalam kondisi perkembangan zaman yang demikian kompleks, peran kebudayaan demikian penting. Setiadi (2007:39) mengemukakan beberapa variabel yang berhubungan dengan masalah kebudayaan dan lingkungan. Pertama, physical environment, menunjuk pada lingkungan natural seperti, temperatur, curah hujan, iklim, wilayah geograsfis, flora dan fauna. Kedua, cultural social environment, meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta proses sosialisasi seperti, norma-norma, adat istiadat, dan nilai-nilai. Ketiga, environment orientation and representation, mengacu pada persepsi dan kepercayaan kognitif yang berbeda-beda pada setiap masyarakat mengenai lingkungannya. Ke empat, environment behavior and process, meliputi bagaimana masyarakat menggunakan lingkungan dalam kehidupan sosial. Ke lima, out carries product, meliputi hasil tindakan manusia seperti membangun rumah, komunitas, berserta usaha-usaha manusia dalam memodifikasi lingkungan fisik seperti budaya pertanian dan iklim. Soekanto, (1982:177) sifat hakikat kebudayaan adalah, 1) kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perikelakuan manusia, 2) kebudayaan telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan, 3) kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya, 4) kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan. Atas dasar hal itu, kebudayaan demikian penting untuk 23

24 kehidupan masyarakat dan memiliki fungsi yang sangat besar dalam mengatur kehidupan. Terdapat tiga unsur lingkungan yang akan berpengaruh dalam kehidupan manusia, yaitu lingkungan alam, sosial, dan budaya. Ketiga unsur lingkungan tersebut dalam masyarakat memiliki kontribusi yang cukup kuat kea rah perubahan di masyarakat. Perubahan lingkungan alam akan mengenai unsur biotic (manusia, tumbuhan, dan hewan) dan abiotik (udara, air, tanah, dan iklim). Lingkungan sosial akan berkenaan dengan pola interaksi individu sebagai anggota dalam kesatuan. Lingkungan budaya, berkenaan dengan nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan yang mengatur ke dalam kehidupan masyarakat. Ketiganya akan saling memiliki keterkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun secara berkelompok. Koentjaraningrat (1993:25), nilai budaya terdiri dari konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Konsep nilai budaya pada dasarnya adalah seperangkat ide, pandangan hidup, dan gagasan. Konsep ini digunakan untuk mengungkapkan bahwa mitos merupakan produk budaya yang bersifat abstrak, artinya nilai-nilai dan makna mitos hanya ada dalam pikiran manusia. Nilai-nilai mitos dibentuk melalui kebudayaan yang ada di masyarakat. Mitos dalam kehidupan masyarakat yang mempercayainya memiliki kekuatan mengikat dan berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dalam bertindak. Melalui konsep nilai budaya diharapkan terungkap makna da fungsi kujang dalam kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan upaya tertib sosial untuk kelangsungan hidup masyarakat. Pewarisan nilai budaya lewat generasi-generasi dalam masyarakat memungkinkan akan terjadinya pergeseran sebagian makna nilai budaya, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya sebagian nilai budaya yang tidak mengalami pergerseran meskipun seringkali dianggap bersifat kontroversial dalam arti tidak rasional dalam pandangan masyarakat sekarang. Konsepsi nilai budaya dalam pandangan C. Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia menyangkut perihal berikut. 1. Masalah mengenai hakikat dan hidup manusia (selanjutnya disingkat MH). 2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (selanjutnya disingkat MK). 3. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu (selanjutnya disingkat MW). 4. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (selanjutnya disingkat MA). 5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (selanjutnya disingkat MM). Keterbatasan pengetahuan manusia dalam menghadapi persoalan dihadapi dengan menumbuhkan nilai keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan masyarakat, keberadaannya hampir bersamaan dengan sejarah perjalanan umat manusia, hal ini dapat kita pahami melalui perkembangan religi suatu masyarakat dengan kebudayaan tertentu, dimana manusia seringkali kagum akan hal-hal serta peristiwa-peristiwa gaib yang tidak dapat diterangkan dengan akalnya yang masih sangat terbatas. Ghazali (2011:78), keterbatasan 24

25 akal manusia dalam hidup telah mentranspormasikan kesadaran tentang adanya jiwa yang menjadi kepercayaan terhadap mahkluk-mahkluk halus. Atas dasar keterbatasan akal yang dimiliki manusia inilah muncul adanya suatu kepercayaan dalam masyarakat bahwa kekuatan gaib itu ada dalam segala hal yang sifatnya luar biasa. Sesuatu yang bersifat luar biasa itu diwujudkan dalam bentuk wujud binatang yang luar biasa, tumbuhan yang luar biasa, gejala alam yang luar biasa, benda-benda yang luar biasa (kujang), dan lingkungan atau tempat-tempat tertentu yang dianggap luar biasa. Pandangan teori animisme, bahwa asal mula dan dasar dari pada religi manusia adalah kepercayaan akan adanya mahkluk-mahkluk halus atau roh yang menempati seluruh alam (Koentjaraningrat, 1958:150). Keyakinan yang tumbuh dalam pikiran manusia secara tidak langsung telah menuntun manusia untuk mempercayai suatu peristiwa yang terjadi dalam hidup, yang mendorong manusia untuk mempercayai bahwa di alam ini ada mahkluk lain selain manusia yang memengaruhi ke dalam kehidupan dan pola pikir masyarakat, kondisi inilah yang memunculkan adanya keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan manusia. Keterkaitan antara unsur kepercayaan di masyarakat terhadap keberadaan hutan lindung atau hutan keramat pada dasarnya adalah sebagai penyeimbang antara manusia dengan alam. Perwujudan nilai keyakinan dalam kehidupan masyarakat dilakukan melalui aktivitas tradisi turun temurun dari satu generasi ke generasi berikut sesuai dengan kebiasaan yang berlangsung di masyarakat. Kehadiran tradisi dalam kehidupan masyarakat sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Tradisi hadir dalam kehidupan masyarakat sebagai bentuk rasa syukur yang diperoleh selama hidup. Tradisi adalah bentuk atau gambaran tingkah laku manusia yang hadir dalam kehidupan manusia sejak manusia memiliki keyakinan atas hal yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia yang ditampilkan dalam berbagai acara ritual sesuai dengan kebudayaan yang ada dalam kehidupan manusia. Ritual adalah sarana untuk menghubungkan manusia dengan yang keramat yang di dalamnya terdapat tindakan dan tingkah laku manusia serta cara untuk merayakan peristiwa sejarah yang mempunyai arti keagamaan yang waktunya sudah ditentukan dan dilakukan berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan bathin mereka. Tradisi adalah produk budaya yang berkembang di masyarakat, dan memiliki peran penting. Tradisi pada zamannya memiliki peran penting dalam mengatur kehidupan baik dalam skala kecil maupun skala besar. Perkembangan tradisi di masyarakat dilandasi oleh unsur kepercayaan yang hidup di masyarakat, tradisi hadir di masyarakat sebagai pelengkap kebutuhan manusia berhubungan dengan berbagai peristiwa dalam kehidupan, berhubungan dengan keselamatan hidup, dan sebagai penyelaras hubungan manusia dengan alam semesta. Tradisi sebagai produk adat yang hidup di masyarakat pada dasarnya dapat dijadikan sebagai kontrol sosial, pengendali sosial di masyarakat berkaitan dengan tata tertib yang sudah tergariskan dalam suatu tatanan adat istiadat yang hidup di masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kolektif berkenaan dengan norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, sikap, yang dapat mendorong tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai, norma-norma yang 25

USULAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA

USULAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA Kode/Rumpun Ilmu: 722/ Pendidikan Sejarah USULAN PENELITIAN DOSEN PEMBINA Makna Simbol Kujang Pada Masyarakat Kampung Naga TIM PENGUSUL Dr. Dodih Heryadi, Drs., M.Pd. NIDN 0426065801 Zulpi Miftahudin,

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KUJANG PAMOR: Upaya Mengangkat Citra dan Entitas Sunda Makalah pada pameran SawaRGI_Itenas

REKONSTRUKSI KUJANG PAMOR: Upaya Mengangkat Citra dan Entitas Sunda Makalah pada pameran SawaRGI_Itenas REKONSTRUKSI KUJANG PAMOR: Upaya Mengangkat Citra dan Entitas Sunda Makalah pada pameran SawaRGI_Itenas Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

PERANCANGAN MOTION GRAPHIC PENGENALAN KUJANG BAGI REMAJA

PERANCANGAN MOTION GRAPHIC PENGENALAN KUJANG BAGI REMAJA Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain PERANCANGAN MOTION GRAPHIC PENGENALAN KUJANG BAGI REMAJA Muhammad Iqbal Abdurrohman Dr.Intan Rizky Mutiaz, M.Ds Program Studi Sarjana Desain Komunikasi

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Sunda pada umumnya sudah mengenal dengan kata Siliwangi dan Padjajaran. Kedua kata tersebut banyak digunakan dalam berbagai hal. Mulai dari nama tempat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman hasil kebudayaan. Keanekaragaman hasil kebudayaan itu bisa dilihat dari wujud hasil kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya cara berfikir masyarakat pada masa sekarang ini. Ternyata tak jarang juga dapat menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

KUJANG DAN POLA TIGA YANG MENGEMUKA

KUJANG DAN POLA TIGA YANG MENGEMUKA KUJANG DAN POLA TIGA YANG MENGEMUKA (Tanggapan atas tulisan Jacob Sumardjo) Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ungkapan adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna. Bahasa bersifat abstrak, bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian (Sudaryanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UKBM 3.1/4.1/1/1-1 BAHASA INDONESIA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 MALANG UNIT KEGIATAN BELAJAR BIN 3.1/4.1/1/1-1 PENTINGKAH LAPORAN HASIL OBSERVASI Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR Manusia dan Kebudayaan Drs. Ermansyah, M.Hum. 2013 Manusia sebagai Makhluk Budaya Manusia makhluk Tuhan yang mempunyai akal. Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang melimpah. Kebudayaan ini diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kanayatn yaitu pada zaman Kayo (memotong kepala lawan) sekitar ratusan tahun yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kanayatn yaitu pada zaman Kayo (memotong kepala lawan) sekitar ratusan tahun yang 122 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Tangkitn merupakan senjata yang berkembang di dalam masyarakat Suku Dayak Kanayatn yaitu pada zaman Kayo (memotong kepala lawan) sekitar ratusan tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Menurut Moleong (2007: 27) berpendapat bahwa:

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Menurut Moleong (2007: 27) berpendapat bahwa: BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2007: 27) berpendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, merupakan kekayaan budaya yang sarat dengan nilai-nilai.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, merupakan kekayaan budaya yang sarat dengan nilai-nilai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam budaya tradisi lisan yang banyak tersebar diseluruh pelosok indonesia. Berbagai bentuk tradisi lisan apakah cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataannya pada saat ini, perkembangan praktik-praktik pengobatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pengobatan modern telah berkembang pesat di masa sekarang ini dan telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat seiring dengan majunya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Melalui bahasa pula, semua informasi yang ingin kita sampaikan akan dapat diterima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan tidak akan tercipta jika tidak ada manusia yang melestarikanya, karena manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits dan Malinowski (Wilson, 1989: 18) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian sebuah komunitas atau dalam arti yang lebih luas lagi sebuah masyarakat tidak bisa dibatasi sebagai sekumpulan individu yang menempati wilayah geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat memiliki kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh sebab itu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karya seni adalah merupakan salah satu produk budaya suatu bangsa, dengan sendirinya akan berdasar pada kebhinekaan budaya yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kebudayaan dan Kesenian. 1. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu karya yang sifatnya estetik. Karya sastra merupakan suatu karya atau ciptaan yang disampaikan secara komunikatif oleh penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cirebon termasuk wilayah Pantura, perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah, maka sangat memungkinkan terjadinya persilangan kebudayaan antara kebudayaan

Lebih terperinci

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mantra merupakan puisi lisan yang bersifat magis. Magis berarti sesuatu yang dipakai manusia untuk mencapai tujuannya dengan cara-cara yang istimewa. Perilaku magis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan salah satu seni budaya Indonesia yang sudah menyatu dengan masyarakat Indonesia sejak beberapa abad lalu. Batik menjadi salah satu jenis seni kriya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku

Lebih terperinci

3. Karakteristik tari

3. Karakteristik tari 3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan sesuai dengan dinamika peradaban yang terjadi. Misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan sesuai dengan dinamika peradaban yang terjadi. Misalnya, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang dan akan mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini lebih menekankan pada penanaman nilai dan karakter bangsa. Nilai dan karakter bangsa merupakan akumulasi dari nilai dan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Seni rupa sebagai ciptaan manusia senantiasa dikembangkan di setiap zaman dan tempat yang berbeda, hal itu akibat semakin meningkatnya kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Indonesia kaya akan seni dan budaya, dari sekian banyak seni dan budaya yang terdapat di Indonesia salah satunya adalah seni kriya dari bahan lidi. Penggarapan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010 hlm.6) : Penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Tahapan selanjutnya adalah proses penganalisaan terhadap data dan fakta yang di temukan, kemudian di implementasikan berupa hasil temuan penelitian untuk diolah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.

Lebih terperinci

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merupakan salah satu pendidikan yang memiliki peran penting didalam upaya pembentukan karakter dan penerapan nilai-nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panjalu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Ciamis Utara. Secara geografis Panjalu mempunyai luas wilayah sebesar 50,60 Km² dengan jumlah penduduk 46.991

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal atau budi dan dapat diartikan sebagai hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai masyarakat yang majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka ragam suku bangsa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci