PERSPEKTIF KELESTARIAN PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris Gray, 1886) BERDASARKAN HABITAT SERTA PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT HAJAH AINAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSPEKTIF KELESTARIAN PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris Gray, 1886) BERDASARKAN HABITAT SERTA PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT HAJAH AINAH"

Transkripsi

1 PERSPEKTIF KELESTARIAN PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris Gray, 1886) BERDASARKAN HABITAT SERTA PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT (Studi Kasus Masyarakat Sekitar Danau Semayang Dan Danau Melintang) HAJAH AINAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PERSPEKTIF KELESTARIAN PESUT MAHAKAM (Orcaella brevirostris) BERDASARKAN HABITAT SERTA PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT (Studi Kasus Masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN HAJAH AINAH. Perspektif Kelestarian Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris Gray 1886) berdasarkan Habitat serta Persepsi dan Sikap Masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang. Dibimbing oleh: NANDI KOSMARYANDI dan AGUS PRIYONO Pesut (Orcaella brevirostris) merupakan satwa yang dilindungi UU dan termasuk kedalam Apendiks I CITES Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis hubungan antara persepsi dan sikap masyarakat dengan kondisi habitat pesut di Danau Semayang dan Danau Melintang saat ini untuk kelestarian pesut serta merumuskan upaya-upaya yang diperlukan untuk kelestariaan pesut. Penelitian dilakukan di Danau Semayang dan Melintang serta masyarakat sekitarnya, penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga bulan Agustus Alat dan bahan yang digunakan adalah kuesioner, botol contoh air, tali dengan pemberat, secchi disk, kertas lakmus, arloji, jaring insang dan perahu motor. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data karakteristik habitat pesut dan data persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut. Data persepsi dianalisis menggunakan skala likert sedangkan data sikap dianalisis secara deskriptif. Persepsi yang diberikan masyarakat terhadap kelestarian pesut positif, berdasarkan hasil analisis skala likert Peraturan pemerintah sangat berperan dalam usaha pelestarian pesut mempunyai nilai tertinggi dibandingkan variabel yang lainnya. Skor yang diperoleh adalah 523 dengan rata-rata 4,36, artinya masyarakat menyadari bahwa campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan agar pesut tetap lestari. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat, ada beberapa sikap masyarakat yang berdampak negatif terhadap habitat pesut yaitu masyarakat membuang sampah, mandi, mencuci pakaian dan membuat kakus di sungai. Kedalaman perairan Danau Semayang (1,15 m 2 m) dan Melintang (0,75 m-1,50 m) saat ini tidak memungkinkan pesut untuk tetap hidup pada kedua danau ini, mengingat ukuran pesut yang cukup besar. Produktivitas relatif ikan pada kedua danau ini sangat rendah yaitu 1,8 kg/jaring insang/hari untuk Danau Semayang dan 2,25 kg/jaring insang/hari untuk Danau Melintang. Frekuensi lalu lintas perairan di muara Sungai Pela pada hari libur lebih padat dibandingkan hari kerja dengan masing-masing 55 lintasan/jam dan 54 lintasan/jam. Sedikitnya produktivitas relatif ikan dan padatnya lalu lintas perairan menyebabkan pesut tidak ditemukan pada kedua danau ini, karena pesut menyukai daerah perairan yang banyak terdapat ikan dan perairan yang tenang. Berdasarkan permasalahan di atas, upaya yang dapat dilakukan yaitu melakukan pengelolaan terhadap habitat pesut agar sesuai dengan kriteria habitat yang disukainya, seperti menetapkan daerah-daerah habitat pesut menjadi kawasan pelestarian alam, melakukan pengerukan pada Danau Semayang dan Melintang, membuat jalur alternatif lalu lintas, menegakkan hukum secara tegas terhadap pelanggaran dalam hal menangkap ikan, membuat peraturan dalam hal pemasangan alat tangkap ikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah sikap masyarakat yaitu dengan cara memberikan pengetahuan mengenai manfaat dari menjaga kesehatan lingkungan. Pengetahuan kesehatan lingkungan dianggap penting karena dapat direkayasa untuk mengubah sikap terhadap habitat pesut. Melibatkan masyarakat dalam usaha kesehatan lingkungan, membuat suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kata kunci: Pesut mahakam, habitat, persepsi dan sikap

4 SUMMARY HAJAH AINAH. Sustainability Perspective of Irrawadi Dolphin (Orcaella brevirostris Gray 1886) based on Habitat and Perception and Attitudes of Communities surrounding Semayang and Melintang Lakes. Under supervison of: NANDI KOSMARYANDI dan AGUS PRIYONO Irrawaddy dolphin (Orcaella brevistoris) is a protected spesies area and in Appendix I of CITES Objectives of this study were to analyze the relationship between perception and attitudes of the community with the habitat conditions of the irrawaddy dolphin in Semayang Lake and Melintang Lake for irrawaddy dolphin sustainability and also formulating efforts to conserve irrawady dolphin. This study was conducted in Semayang Lake, Melintang Lake, and its surrounding on July to August Tools and materials used in this study were a questionnaire, bottled water samples, the rope with weights, secchi disc, litmus paper, watches, net and motorboat. Data in this study consisted from two main types data, which were irrawady dolphins s habitat characteristic and data of community perceptions and attitudes about irrawaddy dolphins. Enclosed questionnaires and interviews methods used to obtain data of perception and attitudes. likert scale used to analyze data of community perception. Descriptive analysis used to analyze community attitude data. Community perceptions of irrawady dolphins were positive, based on likert scale analysis. Government rules very affected in conservation action to irrawady dolphin;s conservation action and have highest value compared to another variables and the score was 523 with the average was 4, 36, and it s mean that the community realized that government was very important to irrawaddy dolphin s sustainability. Based on interview result to the community, there were some attitude which have negative impact to irrawaddy dolphin s habitat which were throwing the garbage to the water. The depth of Semayang Lake was (1,15-2 m) and Melintang Lake was (0,75-1,5 m) and impossible for irrawady dolphin to live there due to their large body size. Fish productivity in both lake is very low, which were 1,8 kg/net/day in Semayang Lake and 2,25 kg/net/day for Melintang Lake. Water traffic frequency in mouth area of Pela River in holiday is higher (55 times/hour) than in working day (54 times/hour). Lack productivity of fish and water traffic caused Irrawady dolphins could not be found in both lake because irrawady dolphins preferred area which have a lot of fish and calm stream water. Based on problem above, there some action can be done for irrawaddy dolphins sustainability which are managing habitat, setting the habitat as a conservation area, dredging the lake, make alternative way in water traffic, law enforcement, and make law about fishing procedures. Delivering information to the community about environment health education can be done to change community attitude that related to irrawady dolphins sustainability. Knowledges about environment health is very important to raise people awareness about the importance of Irrawaddy dolphins. Keyword : Irrawadi dolphin, habitat, perception and attitude.

5 PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perspektif Kelestarian Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Berdasarkan Habitat serta Persepsi dan Sikap Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F dan Ir. Agus Priyono, MS. Skripsi ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2010 Hajah Ainah NRP E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Perspektif Kelestarian Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris Gray, 1866) Berdasarkan Habitat serta Persepsi dan Sikap Mayrakat (Studi Kasus Masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang) Nama : Hajah Ainah NIM : E Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F Ir.Agus Priyoo, MS NIP: NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS NIP: Tanggal Lulus:

7 i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perspektif Kelestarian Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Berdasarkan Habitat serta Persepsi dan Sikap Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat Sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Keberhasilan pelestarian pesut mahakam bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pengelola dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan konservasi pesut mahakam. Tanpa dukungan masyarakat, upaya konservasi yang dilakukan tidak akan berhasil dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga apa yang disajikan di dalam skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Bogor, Februari 2010 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mekkah pada tanggal 14 Maret Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara pasangan H. Syaifullah dan Hj. Maimah. Jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh penulis, yaitu pendidikan Sekolah Dasar Negeri 004 Muara Kaman tahun Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Muara Kaman tahun dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Muara Kaman tahun Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan masuk ke dalam Mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) pada tahun Selama kuliah di Fakultas Kehutanan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi Kelompok Pemerhati Goa (KPG) dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) yang merupakan Himpunan Profesi (Himpro) DKSHE ( ). Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap-Baturaden dan Praktek Umum Konservasi Ex-situ (PUKES) di Kebun Raya Bogor (KRB) dan Penangkaran Rusa Jonggol tahun Penulis juga mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) yang merupakan kegiatan Himpro di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB) Sulawesi Selatan pada tahun Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) tahun 2009 di Taman Nasional Baluran (TNB), Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul: Perspektif Kelestarian Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris Gray 1886) Berdasarkan Habitat serta Persepsi dan Sikap Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang) dibawah bimbingan Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F dan Ir. Agus Priyono, MS.

9 UCAPAN TERIMAKASIH Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan Karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada suri tauladan kita Rasulallah Muhammad SAW dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada: 1. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F selaku pembimbing pertama dan Ir. Agus Priyono, MS selaku pembimbing kedua atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat kepada penulis. 2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc, Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc dan Ir. Iwan Hilwan, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini. 3. Kepada Abah H. Syaifullah dan Mama Hj. Maimah yang tiada henti memberikan dukungan dan doa, kepada adik-adikku (Arief, Said, Munah, Siti dan Suci) tercinta yang selalu memberian motivasi, terima kasih atas segala curahan kasih sayangnya. 4. Semua instansi yang telah memberikan bantuan berupa data-data sekundernya. 5. Keluarga Besar di Melintang yang telah bersedia memberikan penginapan selama penelitian. 6. Keluarga Besar di Loa Kulu terutama Ka i dan nenek, keluarga Acil Imah dan Acil Atul yang selalu memberikan semangat, terima kasih atas semua doanya. 7. Keluarga Besar di Banjar terimakasih atas dukungan dan doa-doanya. 8. Special thanks untuk Iska Gushilman atas segala motivasinya. 9. Keluarga besar DKSHE yang telah memberikan makna tentang kehutanan terutama dibidang konservasi serta staf DKSHE. 10. Keluarga besar HIMAKOVA, Fitri, Ozy, Sasi, Erik, Panda (G-XII) yang telah memberikan pengalaman dalam berorganisasi dan praktek lapang mengenai konservasi.

10 11. KSHE 42.terima kasih sudah memberikan suka dan duka selama 3 tahun bersama. 12. Untuk Ino, Ipit, Safinah, Jeng E, Trias, Herna, Itink, Budi dan temen-temen Edelweis Atas, terima kasih atas canda tawa yang diberikan. 13. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas bantuannya selama pembuatan skripsi ini. Mohon maaf atas pihak-pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Morfologi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Habitat dan Penyebaran Perilaku Reproduksi Makanan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Konservasi Pesut Mahakam dan Habitatnya (Orcaella brevirostris) Persepsi Sikap Terbentuknya Sikap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Jenis dan Sumber Data Pengambilan Responden Cara Pengambilan Data dan Analisis Data Persepsi dan Sikap v vii ix x

12 3.5.2 Kondisi Habitat Pesut Mahakam Kualitas Perairan Kedalaman Perairan Potensi Pakan Lalu Lintas Perairan Penangkapan Ikan BAB IV KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Iklim Hidrologi Tanah Ekosistem Danau Semayang dan Danau Melintang Sosial, Ekonomi dan Kependudukan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Kondisi Morfoedafik Kualitas Perairan Potensi Ikan sebagai Pakan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Penangkapan Ikan Lalu Lintas Perairan Muara Sungai Pela Perkembangan Populasi dan Penyebaran Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Persepsi Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Sikap Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Karakteristik Responden yang Mempengaruhi Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Hubungan antara Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) di Danau Semayang dan Danau

13 Melintang pada Masa yang Akan Datang berdasarkan Persepsi dan Sikap Masyarakat Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirosris) di Danau Semayang dan Danau Melintang pada Masa yang Akan Datang berdasarkan Kondisi Habitat Upaya-Upaya yang Diperlukan untuk Kelestarian Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Jenis dan sumber data yang diperlukan Parameter dan metode analisis kualitas perairan Jenis hewan yang terdapat di sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang Kualitas air pada Sungai Pela, Danau Semayang, Danau Melintang, dan Sungai Rebaq Rinding Dalam Kondisi kualitas air Sungai Mahakam dalam pemantauan tahun 1999, 2000, dan Perkiraan produktifitas relatif ikan di Danau Semayang dan Danau Melintang Jumlah nelayan yang mencari ikan di Sungai Pela, Danau Semayang, dan Danau Melintang Frekuensi lalu lintas perairan Muara Sungai Pela Populasi pesut mahakam (Orcaella brevirostris) tahun di Sungai Mahakam Penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris) dari tahun di Sungai Mahakam Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap perspektif kelestarian pesut mahakam (Orcaella brevirostris) Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat umur Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat pendidikan Jarak rumah responden ke Danau Semayang dan Danau Melintang Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang... 46

15 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Lokasi penelitian Sebagian Danau Melintang yang menjadi daratan pada saat musim kemarau Danau Semayang yang menjadi daratan pada saat musim kemarau Burung Bangau Tongtong yang terdapat di Danau Semayang dan Danau Melintang Sungai Melintang yang menjadi pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang (a) Orang bisa berjalan di Danau Semayang yang telah mengalami pendangkalan; (b) Danau yang telah mengering (a) Hampang pagongan alat tangkap yang dilarang dalam Perdes, (b) Nelayan penarik trawl sedang beristirahat (a) Raba baong yang terdapat di Danau Semayang (b) Hancau yang terdapat di Danau Melintang (a) Ces/perahu motor yang sedang melintasi Sungai Pela (b) Kapal dan ponton batubara sedang melintasi Sungai Mahakam Muara Sungai Pela Pesut mahakam mati karena tertabrak ces (ketinting/perahu motor) Peta penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris) Limbah perusahaan kelapa sawit yang dibuang ke sungai Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan formal Rumah atau perkampungan yang berdekatan dengan Danau Melintang Karakteristik responden berdasarkan frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang... 46

16 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Kuesioner penelitian Panduan wawancara Pertanyaan tambahan Tabel frekuensi lalu lintas perairan muara Sungai Pela pada hari biasa Tabel frekuensi lalu lintas perairan muara Sungai Pela pada hari libur Peraturan Desa Melintang Kecamatan Muara Wis... 68

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pesut mahakam (Orcaella brevirostris) merupakan mamalia perairan yang saat ini mengalami penurunan populasi. Penurunan populasi disebabkan oleh kematian akibat terkena baling-baling kapal, perahu motor, dan jaring insang/rengge ikan milik nelayan. Penyebab lainnya yaitu eksploitasi sumberdaya alam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam yang menyebabkan semakin memburuknya kualitas perairan sebagai habitat pesut mahakam, hal ini menyebabkan populasi pesut mahakam semakin terancam. Pesut mahakam dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 29 Januari 1975 No.35/Kpts/Um/I/1975, Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/Um/10/1980 dan dipertegas oleh Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 (Maryanto dan Soebekti 2001). Pesut mahakam sebagai satwa yang dilindungi harus dipertahankan dari berbagai macam gangguan yang mengancam kelestariannya, baik secara langsung terhadap pesut mahakam maupun secara tidak langsung terhadap habitatnya. Habitat pesut mahakam di Provinsi Kalimantan Timur berada pada Sungai Mahakam yang tersebar dari Muara Kaman hingga perairan depan Reservat Batubunbun (Muara Muntai), termasuk Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang yang berhubungan langsung dengan Sungai Mahakam (Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1978 dalam Priyono 1994). Danau Semayang dan Danau Melintang berfungsi sebagai pengendali dan peredam banjir yang berasal dari hulu Sungai Mahakam. Keberadaan danau tersebut mengatur aliran air sehingga luapan air banjir yang berasal dari hulu sungai tidak langsung mengenai kota-kota di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam pada bagian hilir. Pada saat ini kondisi Sungai Mahakam dan danaudanau di sekitarnya cenderung menurun, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini disebabkan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari berbagai aktivitas manusia seperti pemukiman, industri, pertambangan dan hak penguasaan hutan (Syachraini et al. 2006). Selain fungsi di atas Danau Semayang dan Danau Melintang juga berfungsi sebagai salah satu habitat pesut mahakam.

18 Danau Semayang dan Danau Melintang terletak pada kawasan Mahakam Tengah yang merupakan salah satu ekosistem lahan basah yang terancam karena terjadinya pengundulan hutan di kawasan sekitar danau dan daerah tangkapan air yaitu adanya konversi hutan menjadi usaha perkebunan kelapa sawit dan tambang secara besar-besaran, pembukaan lahan untuk pertanian, kebakaran hutan dan illegal logging. Hasil sedimentasi dan pendangkalan menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas air dan hilangnya habitat satwaliar-satwaliar salah satunya pesut mahakam. Danau Semayang dan Danau Melintang sebelumnya merupakan salah satu tempat pesut mahakam mencari makan dan berbiak, namun saat ini pesut mahakam telah jarang dijumpai di sekitar danau tersebut karena rusaknya ekosistem sekitar danau akibat aktivitas manusia. Dilihat dari alasan di atas, maka perspektif kelestarian pesut mahakam berdasarkan persepsi dan sikap masyarakat sekitar habitat pesut mahakam perlu dipelajari, karena masyarakat dan pesut mahakam hidup berdampingan. Masyarakat memanfaatkan perairan untuk kehidupan sehari-hari dan pesut mahakam memanfaatkan perairan sebagai habitatnya. Pengelolaan yang baik diperlukan untuk memelihara kualitas dan kuantitas pesut mahakam yang ingin dilestarikan di habitat alaminya, tetapi perlu ditekankan bahwa campur tangan terhadap proses alam perlu sangat hati-hati untuk menghindari resiko yang merugikan, karena proses ekologi sering tidak dapat diduga, mengingat adanya hubungan yang komplek antara satu dengan yang lainnya. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam serta perkembangan kondisi habitat pesut mahakam perlu dipelajari untuk membuat suatu bentuk pengelolaan yang baik.

19 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi habitat pesut mahakam di Danau Semayang dan Danau Melintang? 2. Bagaimana persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam? 3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam? 4. Bagaimana hubungan antara persepsi dan sikap masyarakat dengan kondisi habitat pesut mahakam di Danau Semayang dan Danau Melintang saat ini untuk kelestarian pesut mahakam? 5. Apakah upaya-upaya yang diperlukan untuk kelestariaan pesut mahakam? 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari kondisi habitat pesut mahakam di Danau Semayang dan Danau Melintang. 2. Menganalisis persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam. 4. Menganalisis hubungan antara persepsi dan sikap masyarakat dengan kondisi habitat pesut mahakam di Danau Semayang dan Danau Melintang saat ini untuk kelestarian pesut mahakam. 5. Merumuskan upaya-upaya yang diperlukan untuk kelestariaan pesut mahakam. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan menjadi dasar tambahan data atau informasi bahwa keberadaan pesut mahakam sangat berperan dalam keseimbangan ekosistem lingkungan, dan memberikan masukan kepada pihak pengelola atau pihak yang terkait dalam merencanakan pengelolaan yang baik terhadap pesut mahakam, serta mendorong sikap positif masyarakat agar sejalan dengan eksistensi pelestarian pesut mahakam.

20 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan yang fokus pada masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang yaitu Desa Pela, Desa Semayang, Desa Melintang dan Desa Rebaq Rinding Dalam yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penelitian yang bertujuan untuk menelaah persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA Pesut mahakam juga dikenal dengan istilah irrawady dolphin. Pesut mahakam tidak sama dengan mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut mahakam hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat di Indonesia, Myanmar, Kamboja dan Laos. 2.1 Taksonomi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Pesut mahakam atau lumba-lumba air tawar diklasifikasikan sebagai berikut (Maryanto dan Soebekti 2001): Kelas : Mamalia Ordo : Cetaceae Sub ordo : Odontoceti Super famili : Delphinoidae Famili : Delphinidae Sub famili : Orcaellinae Genus : Orcaella Spesies : Orcaella brevirostris (Gray, 1886) 2.2 Morfologi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Seluruh tubuh abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat di bagian bawah dan tidak ada pola khusus. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar dan tidak ada paruh. Sirip dada lebar dan membundar (Payne et al. 2000). Moncong pesut sangat pendek, jika muncul ke permukaan kepala pesut mahakam terlihat membulat sangat jelas (Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam 1978). Pesut dewasa memiliki berat rata-rata antara kg dengan panjang antara 2-2,7 m (Fawzi et al. 2008).

22 2.3 Habitat dan Penyebaran Habitat merupakan kawasan yang mendukung dan menjamin segala kebutuhan hidupnya seperti makan, air, garam mineral, udara bersih, tempat berlindung, berkembangbiak maupun tempat untuk mengasuh anaknya (Alikodra 2002). Habitat pesut mahakam memiliki karakteristik kualitas perairan yang khas, serta memberikan peranan yang berbeda terhadap keberadaan pesut mahakam. Berdasarkan hasil penelitian Priyono (1993) pesut mahakam tidak ditemukan di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya pada perairan yang mempunyai kedalaman dibawah 2,5 meter dan tertutup oleh vegetasi air (rumput dan gulma). Kondisi ph air di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya menjadi pembatas pergerakan dan penyebaran pesut mahakam. Menurut Priyono (1993), pesut mahakam tidak ditemukan pada ph air dibawah 4,5. Menurut Maradjo dan Fauzi (1985) dalam Sumardi (1998) pesut mahakam hidup pada suhu 22 0 C dan ph 6,9. Pesut memilih lokasi-lokasi tertentu yang mempunyai potensi produktivitas ikan yang tinggi. Pesut mahakam lebih menyukai perairan di dekat pesisir dan muara, termasuk perairan yang sangat berlumpur dan perairan keruh, tetapi juga terdapat agak ke pedalaman di sungai-sungai besar, tenang dan tidak mencolok (Payne et al. 2000). Untuk jenis lumba-lumba yang hidup di sungai atau di air tawar hanya terdapat di tiga sungai besar, yakni Sungai Irawaddy (Myanmar), Sungai Mekong (Kamboja dan Laos) dan di Indonesia. Masyarakat awam hanya mengenal pesut mahakam yang hidup di Sungai Mahakam beserta anak-anak sungai dan danaudanaunya yakni Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang. Padahal beberapa catatan menyebutkan bahwa pesut mahakam pernah terlihat di Sungai Kapuas (Kalimantan Barat), Sungai Barito (Kalimantan Selatan), serta Sungai Kahayan (Kalimantan Tengah), Sungai Kumai (di sekitar Tanjung Puting) Kalimantan Tengah juga dilaporkan sebagai habitat satwa ini (Fawzi 2008). Wilayah pesisir Kalimantan Timur, khususnya Delta Mahakam disebut sebagai daerah sebaraan pesut mahakam (Yayasan Konservasi RASI 2005). Demikian pula perairan Sungai Riko, Sungai Sepaku, dan Pulau Balang di kawasan Teluk Balikpapan juga dianggap sebagai salah satu habitat pesut mahakam di Kalimantan Timur.

23 2.4 Perilaku Pesut mahakam termasuk mamalia yang hidup di peraiaran, hidup berkelompok antara 3-7 ekor, setiap satu atau dua menit muncul ke permukaan untuk bernapas. Aktivitas harian pesut mahakam yang menonjol adalah bermain dan makan, pesut mahakam memerlukan banyak ikan untuk kebutuhan hidupnya. Perilaku makan pesut mahakam adalah dengan menyemprotkan air dari dalam mulutnya, hal ini berguna untuk melemaskan ikan sebagai mangsanya. Sebagai alat petahanan utama tubuhnya adalah ekornya yang sangat kuat dan mampu memperdaya musuhnya. Musuhnya dikelabui terlebih dahulu dengan semprotan air, lalu ekornya diayun ke tubuh musuh dengan cepat dan keras (Sumardi 1998). Jenis pesut yang hidup di air tawar, tergolong tidak terlalu aktif dibanding dengan kebanyakan jenis lumba-lumba lainnya. Akan tetapi, pada keadaan tertentu terkadang melakukan lompatan-lompatan. Pesut umumnya bernafas tiga kali dalam interval berdekatan, kemudian menyelam selama satu sampai dua menit. Waktu menyelam akan lebih lama bila menyendiri atau mengalami ketakutan, namun maksimal 12 menit. Laju berenang maksimal 15 km/jam (normalnya 3-4 km/jam), berkelompok dalam jumlah kecil maksimal tujuh ekor dengan anak, namun pernah ditemukan 8-10 ekor dalam satu kelompok. Sebagian besar waktu bagi pesut, digunakan untuk makan dan mencari makan (Fawzi et al. 2008). 2.5 Reproduksi Perkembangbiakan pesut mahakam sangat lamban, hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan populasi pesut mahakam menurun. Pesut mahakam mencapai usia dewasa pada umur tahun. Usia pesut mahakam paling lama 30 tahun. Seekor anak pesut mahakam akan dilahirkan oleh induknya sesudah dikandung 9 bulan. Pada waktu bayi lahir, anak pesut mahakam keluar dari rahim induknya dengan ekor terlerbih dahulu. Cara ini diperlukan oleh bayi sekerabat pesut mahakam dan membutuhkan waktu yang mencapai 2 jam lebih untuk keluar, bayi pesut mahakam yang dilahirkan akan mendapat kesukaran dalam pernapasan. Beberapa saat setelah dilahirkan, bayi pesut mahakam akan segera

24 mengambil nafas di permukaan air, kemudian mencari puting susu induknya yang terletak di depan lubang dubur (Lembaga Biologi Nasional-LIPI 1982). Aktivitas kawin pesut mahakam dimulai dengan perilaku pendekatan individu jantan kepada individu betina. Pesut mahakam jantan mula-mula bersiul dan pesut mahakam betina yang memberikan respon akan mendekatinya. Selanjutnya pesut mahakam jantan akan membawa berenang bersama, menggesekkan tubuh, menyembulkan kepala, saling berciuman dan mencium atau menggesek genital slit betina dengan ekornya. Bila perilaku seksual ini berhasil, akan diteruskan dengan proses kopulasi (Putri 1991). 2.6 Makanan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Pesut mahakam tergolong pemakan segala, mengambil makanan dari dalam sungai maupun dasar sungai. Walaupun pesut mahakam pemakan segala, namun ikan bertulang adalah favoritnya. Selain itu pesut mahakam juga memakan crustacean, chiphalopoda dan telur ikan. Kebutuhan makanan bagi seekor pesut dewasa mencapai kg/hari atau sekitar 10% dari berat tubuhnya (Fawzi et al. 2008). Menurut Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (1978), pesut mahakam memakan jenis udang-udangan, keong air tawar, larva kumbang air dan berbagai jenis ikan antara lain ikan brubung (Barbichthtys sp), ikan biawan (Helostoma temmincki) dan ikan repang (Ostychilus rupang). 2.7 Konservasi Pesut Mahakam dan Habitatnya (Orcaella brevirostris) Secara yuridis di Indonesia pesut mahakam dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 29 Januari 1975 No.35/Kpts/Um/I/1975 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/Um/10/1980 dan dipertegas oleh Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 (Maryanto dan Soebekti 2001) IUCN dalam Red List of Threathned Animal mengelompokkan pesut mahakam kedalam kategori Critically Endangared yaitu spesies yang sudah berada pada keadaan kritis terancam punah. Menurut CITES tahun 2003 pesut mahakam termasuk kedalam Apendiks II (Soehartono dan Mardiastuti 2003), dan saat ini pesut mahakam telah masuk kedalam Apendiks I (UNEP 2009).

25 Muara Kaman-Sedulang merupakan kawasan Cagar Alam (CA) yang bertujuan melindungi perairan tawar yang merupakan habitat alami khususnya pesut mahakam dan reservat bagi jenis-jenis ikan air tawar serta jenis-jenis flora dan fauna lain yang ada didalamnya. CA ini ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 598/Kpts-II/1995 tanggal 10 Mei 1976 dengan luas ± ,70 Ha. CA Muara Kaman-Sedulang memiliki empat tipe ekosistem yaitu tipe ekosistem rawa, gambut, dataran rendah dan perairan tawar dengan berbagai macam jenis flora dan fauna. Selain CA Muara Kaman-Sedulang kawasan perairan Kecamatan Muara Pahu telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam dengan Surat Keputusan Bupati Kutai Barat No /K.471/2009. Batas kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam di wilayah Kecamatan Muara Pahu meliputi: a. Sungai Mahakam sepanjang 36 km antara Tepian Ulak hingga Rambayan, dengan zona penyangga 150 meter dari tepi sungai. b. Sungai Kedang Pahu sepanjang 22 km antara Muara Pahu hingga muara Sungai Jelau, dengan zona penyangga 150 meter dari tepi sungai. c. Sungai Baroh sepanjang 10 km antara Muara Pahu dan Danau Jempang, dengan zona penyangga 150 meter dari tepi sungai. d. Sungai Beloan sepanjang 13 km dari muara sungai hingga Kampung Beloan, dengan zona penyangga 500 meter dari tepi sungai. Pengelolaan yang baik diperlukan untuk memelihara kualitas dan kuantitas yang ingin dilindungi di dalam suatu kawasan, tetapi perlu ditekankan bahwa campur tangan terhadap proses alam perlu sangat hati-hati untuk menghindari resiko yang merugikan, karena proses ekologi sering tidak dapat diduga, mengingat adanya hubungan yang komplek antara satu dengan yang lainnya. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam perlu dipelajari untuk membuat suatu bentuk pengelolaan yang baik.

26 2.8 Persepsi Persepsi adalah proses pemahaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan terhadap stimuls yang selanjutnya diperoses oleh otak (Rakhmat 2005). Menurut Walgito (2003) terjadinya persepsi didahului oleh proses penginderaan, oleh karena itu persepsi tidak terlepas dari proses penginderaan. Persepsi ialah pandangan, pengamatan, pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya (Kartini 1979 dalam Murniastuti 1998). Menurut Widyawati (1998) persepsi seseorang diperkuat dengan adanya pengetahuan dan pengalaman. Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi yaitu faktor internal (individu) dan fakor eksternal (stimuls dan lingkungan), stimuls, lingkungan dan individu saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi. Menurut Mauludin (1994) pendidikan merupakan faktor yang paling baik dijadikan sebagai pendugaan persepsi. Faktor pendidikan dalam pengaruhnya terhadap persepsi juga telah dibuktikan melalui penelitian oleh Purwanto (1998) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang cukup erat terhadap persepsi masyarakat. Hubungan tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan persentasi nilai persepsi semakin besar. Menurut Surata (1993) persepsi individu dibatasi oleh perbedaan pengalaman, pendidikan, umur dan karakteristik jenis pekerjaan. Menurut Calhoun dan Acocella (1995) dalam Hutabarat (2008) persepsi memiliki tiga dimensi yaitu: 1. Pengetahuan: apa yang kita ketahui (kita anggap tahu) tentang pribadi lain (wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan lain sebagainya). 2. Penghargaan: gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. 3. Evaluasi: kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi penghargaan kita tentang dia.

27 2.9 Sikap Sikap adalah organisasi yang relatif menetap dari perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan dan kecendrungan perilaku terhadap orang lain, kelompok, ide-ide, atau objek-objek tertentu (Faturochman 2006). Menurut Hutabarat (2008) sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang, situasi, dan mungkin aspek-aspek lain dunia, termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial. Ciri khas dari sikap yaitu mempunyai objek (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya) dan mendukung penilaian (suka-tidak suka, setuju-tidak setuju). Ada tiga hal penting yang terkandung dalam sikap (Faturrochman 2006) yaitu aspek afeksi (perasaan), aspek kognisi (keyakinan), dan aspek perilaku (dalam bentuk nyata ataupun kecendrungan). Aspek afeksi dari sikap terlihat dengan adanya penilaian dan perasaan terhadap suatu objek bila seseorang bersikap. Perasaan yang ditujukan pada obyek tertentu bisa positif ataupun negatif. Menurut Walgito (2003) ada lima ciri-ciri sikap seseorang yaitu: a. Sikap tidak dibawa sejak lahir: sikap yang terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. b. Sikap berhubungan dengan objek sikap: terbentuk karena hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek. d. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar. e. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi Terbentuknya Sikap Sikap pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (fisiologis dan psikologis) dan faktor eksternal. Reaksi yang diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif tetapi dapat juga bersifat negatif. Objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Mempersepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, cakrawala, keyakinan, proses

28 belajar, dan hasil proses persepsi ini merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap, dan berkaitan dengan aspek kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait aspek konasi, yaitu merupakan kesiapan untuk memberikan respon terhadap objek sikap, kesiapan untuk bertindak, kesiapan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan [dikutip dengan perubahan dari Walgito 2003, h ].

29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Danau Semayang, Danau Melintang dan masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang (Desa Pela, Desa Semayang, Desa Melintang dan Desa Rebaq Rinding Dalam). Penelitian dilaksanakan selama 30 hari yaitu pada pertengahan bulan Juli hingga pertengahan bulan Agustus Alat dan Bahan Alat dan bahan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian (Tabel 1) yaitu alat dan bahan yang digunakan untuk mengambil data persepsi dan sikap serta alat dan bahan yang digunakan untuk mengambil data karakteristik habitat pesut mahakam. Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No Nama alat dan bahan Spesifikasi Kegunaan Persepsi dan sikap 1 Tape recorder - Merekam pada saat wawancara 2 Daftar pertanyaan - Mengambil data persepsi 3 Panduan wawancara - Mempermudah wawancara (data sikap) Karakteritik habitat pesut mahakam 1 Botol contoh air Botol aqua 600 ml Pengambilan sampel air 2 Tali dengan pemberat Tali berskala Kedalaman air 3 Kompas - Penunjuk arah 4 Secchi disk - Mengukur kecerahan 5 Perahu motor - Pengamatan di perairan 6 Kertas lakmus - Pengukuran ph air 7 Peta Skala Letak, luas dan penutupan lahan 8 Arloji - Penunjuk waktu 9 Rengge - Untuk menangkap ikan 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder (Tabel 2). Data primer yaitu melalui pengamatan langsung untuk mengetahui karakteristik habitat pesut mahakam, penyebaran kuesioner untuk memperoleh data persepsi dan wawancara untuk memperoleh data sikap. Data sekunder yang diambil yaitu data kondisi umum Danau Semayang, Danau Melintang dan Sungai Pela serta kondisi umum Desa Pela, Desa Semayang, Desa

30 Melintang dan Desa Rebaq Rinding Dalam serta data kualitas air dan penutupan lahan sekitar DAS Sungai Mahakam beberapa tahun terakhir. Tabel 2 Jenis dan sumber data yang diperlukan No Jenis data Sumber data Data primer Karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan terakhir, jarak rumah ke Danau Semayang dan Danau Melintang, frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang). Persepsi responden terhadap pesut mahakam. Sikap responden mengenai pesut mahakam. Mengukur karakteristik habitat pesut mahakam (kedalaman, warna air, ph air, kecerahan, kekeruhan, COD, TSS dan TDS). Data sekunder Kondisi umum lokasi penelitian. Jumlah desa sekitar Danau Semayang dan Melintang Jumlah penduduk pada desa sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang. Ekologi dan habitat pesut mahakam. Kualitas air dan penutupan lahan sekitar DAS Sungai Mahakam beberapa tahun terakhir. Masyarakat Desa Pela, Desa Semayang, Desa Melintang dan Desa Rebaq Rinding Dalam selaku responden. Perairan Danau Semayang dan Danau Melintang. Laporan, buletin, internet. Bappedalda Kutai Kartanegara, Badan Lingkungan Hidup Kaltim dan Bepedas Mahakam. 3.4 Pengambilan Responden Pemilihan responden dilakukan secara bertahap, dimulai dari pemilihan desa. Desa yang dipilih adalah desa yang letaknya berbatasan langsung atau yang berdekatan dengan Danau Semayang dan Danau Melintang. Desa yang dipilih yaitu Desa Pela, Desa Semayang, Desa Melintang dan Desa Rebaq Rinding Dalam. Tahap selanjutnya yaitu mengambil 30 orang responden dari setiap desa, responden yang dipilih adalah masyarakat yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Cara pengambilan responden ini sering disebut juga dengan purposive sampling. 3.5 Cara Pengambilan dan Analisis Data Persepsi dan Sikap Data diambil dengan cara penyebaran kuesioner untuk memperoleh data persepsi dan wawancara secara personal untuk memperoleh data sikap. Kuesioner yang diberikan adalah jenis kuesioner tertutup yaitu kuesioner dengan pertanyaanpertanyaan yang bentuknya tertutup. Pertanyaan tertutup yaitu bentuk pertanyaan dalam kuesioner dimana responden tinggal memilih jawaban dari alternatif yang

31 telah disediakan (Walgito 2003). Wawancara secara personal dibantu dengan daftar pertanyaan sebagai panduan wawancara. Hasil penyebaran kuesioner dianalisis menggunakan skala likert, yang bertujuan untuk mengkuantitatifkan data yang sifatnya kualitatif, sedangkan hasil wawancara mengenai sikap dianalisis secara deskriptif. Kuesioner yang diberikan berupa pertanyaan tertutup yaitu dengan diberikan pilihan jawaban yang telah disediakan berdasarkan skala likert sebagai berikut: STS = Sangat Tidak Setuju = 1 TS = Tidak Setuju = 2 CS = Cukup Setuju = 3 S = Setuju = 4 SS = Sangat Setuju = 5 Tahap selanjutnya yaitu pengecekkan data, apakah data yang diisi oleh responden sudah lengkap atau kurang. Setelah pengecekkan data selesai, tahap berikutnya dilakukan proses analisis data dengan rataan skor untuk mengukur bobot persepsi responden. Adapun tahapannnya sebagai berikut: a. Penentuan interval skornya Menentukan interval skor dengan cara sebagai berikut: Interval skor = skor tertinggi skor terendah Jumlah jenjang = {(5-1)/5} = 0,8 Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka diperoleh interval untuk penilaian tiap kriteria adalah sebagai berikut: 1,00 1,80 dikategorikan Sangat Tidak Setuju 1,81 2,60 dikategorikan Tidak Setuju 2,61 3,40 dikategorikan Cukup Setuju 3,41 4,20 dikategorikan Setuju 4,21 5,00 dikategorikan Sangat Setuju b. Mengelompokkan jawaban: STS = Sangat Tidak Setuju = Bobot 1 TS = Tidak Setuju = Bobot 2 CS = Cukup Setuju = Bobot 3 S = Setuju = Bobot 4 SS = Sangat Setuju = Bobot 5

32 c. Menghitung rentang kriteria Perhitungan ini dilakukan dengan cara mengalikan jumlah frekuensi dari masing-masing komponen indikator dengan bobot. d. Menghitung nilai skor Menjumlahkan keseluruhan rentang kriteria (STS+TS+CS+S+SS) e. Menentukan rataan nilai skor Rataan nilai skor ditentukan dengan cara membagi hasil perhitungan skor untuk masing-masing indikator dengan jumlah responden. f. Penilaian Selanjutnya dilakukan analisis penilaian terhadap tiap kriteria yang dinilai dalam kuesioner, sehingga diketahui bagaimana persepsi responden terhadap pesut mahakam Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Kualitas Perairan Data yang diambil untuk mengetahui karakteristik habitat pesut mahakam adalah data kualitas perairan, kedalaman perairan, potensi pakan, lalu lintas air dan penangkapan ikan. Data-data tersebut diambil pada lokasi terpilih berdasarkan pengamatan pendahuluan (Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang). Data yang diambil dalam kualitas perairan adalah data parameter kunci (warna air, ph, kekeruhan, kecerahan, TSS, TDS, dan COD) yang berhubungan dengan kriteria habitat pesut mahakam (Tabel 3). Tabel 3 Parameter dan metode analisis kualitas perairan No Parameter Satuan Alat/metode analisis Lokasi analisis 1 Warna air - Visual In situ 2 ph - ph meter In situ 3 Kecerahan cm Secchi disk In situ 3 Kekeruhan NTU Laboratorium 4 TSS mg/l TSS meter Laboratorium 5 TDS mg/l TDS meter Laboratorium 6 COD mg/l Bichromat refluks Laboratorium Data kualitas perairan dianalisis secara deskriptif yang dihubungkan dengan keberadaan pesut mahakam serta persepsi dan sikap masyarakat untuk mengetahui perspektif kelestarian pesut mahakam.

33 Kedalaman Perairan Data diambil menggunakan tali berskala yang diberi pemberat pada beberapa stasiun pengamatan yang ditunjuk secara sistematis di perairan. Data kedalaman perairan dianalisis secara deskriptif yang dihubungkan dengan keberadaan pesut mahakam Potensi Pakan Data diperoleh dengan cara memasang alat tangkap ikan berupa jaring insang yang memiliki panjang 50 meter. Jaring insang tersebut dipasang pada lokasi yang terwakili (Danau Semayang dan Danau Melintang) pada waktu yang bersamaan. Petensi pakan dianalisis meliputi identifikasi jenis, serta perkiraan produktifitas relatif ikan (hasil tangkapan per jaring insang per hari) Lalu Lintas Perairan Data yang diambil adalah data jenis alat transportasi dan data frekuensi lalu lintas perairan. Data diambil dengan cara pengamatan secara langsung di lapangan selama satu hari penuh (jam efektif manusia beraktivitas) yaitu mulai jam WITA. Data diambil pada hari efektif dan hari libur (hari Minggu). Data ini dianalisis secara tabulatif dan deskriptif Penangkapan Ikan Data yang diambil adalah data mengenai jumlah nelayan, jenis alat tangkap ikan dan hasil tangkapan (jenis dan jumlah tangkapan). Data diambil dengan cara pengamatan langsung (Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang). Data dianalisis secara tabulatif dan deskriptif.

34 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Kawasan Kabupaten Kutai Kartanegara secara geografis terletak pada posisi antara 114 o 45 BT-117 o 36 BT dan antara 1 o LU-1 o LS, dengan luas wilayah ,10 km 2 atau ha. Danau Semayang dan Danau Melintang terletak di bagian timur Kabupaten Kutai Kartanegara, secara administratif Danau Semayang dimiliki oleh 3 kecamatan yaitu Kecamatan Kotabangun, Kecamatan Kenohan, dan Kecamatan Muara Wis sedangkan Danau Melintang dimiliki oleh 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan Muara Muntai (Gambar 1). Danau Semayang memiliki luas ha sedangkan luas wilayah Danau Melintang adalah ha. D.Semayang D.Melintang Sumber: Dinas Kehutanan 2006 Gambar 1 Lokasi penelitian.

35 4.2 Iklim Secara keseluruhan Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang memiliki iklim tropis basah yang bercirikan curah hujan cukup tinggi dengan penyebaran merata sepanjang tahun, sehingga tidak terdapat pergantian musim yang jelas. Iklim di Kabupaten Kutai Kartanegara dipengaruhi oleh letak geografinya yakni iklim hutan tropika humida dengan suhu udara rata-rata 26 C, dimana perbedaan antara suhu terendah dengan suhu tertinggi mencapai 5-7 C. Jumlah curah hujan wilayah ini berkisar mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata hari/tahun. (Laporan Penyusunan Sistem Informasi Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Kartanegara 2007). 4.3 Hidrologi Potensi hidrologi wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sangat besar terutama oleh adanya aliran sungai utama (Sungai Mahakam) beserta anak-anak sungainya. Aliran Sungai Mahakam yang lebar dan tenang memberikan pengaruh yang sangat besar terutama bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Besarnya potensi air sungai yang mengalir sepanjang sungai dan anak Sungai Mahakam ini dapat diakibatkan oleh penggunaan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan kawasan hutan, sehingga sangat berpotensi untuk daya resap air (infiltrasi) di wilayah ini dan selanjutnya menghasilkan volume/debit air yang sangat besar di daerah hulu. Bagi kepentingan sosial ekonomi masyarakat sungai/anak Sungai Mahakam hingga saat ini dimanfaatkan sebagai air baku bagi penyediaan air minum penduduk di sepanjang wilayah yang dilaluinya, sedangkan lebar dan dalamnya sungai dijadikan sarana esensial bagi kegiatan transportasi air sebagai transportasi lokal maupun antar wilayah (transportasi regional). Danau Semayang dan Danau Melintang selain berfungsi sebagai salah satu habitat pesut mahakam juga berfungsi sebagai pengendali dan peredam banjir yang bersal dari hulu Sungai Mahakam. Kedua danau ini mengatur aliran air sehingga luapan air banjir yang berasal dari hulu sungai tidak langsung mengenai kota-kota di DAS Mahakam pada bagian hilir.

36 Danau Semayang dan Danau Melintang saat ini mengalami pendangkalan (Gambar 2 & 3), hal ini dikarenakan semakin tingginya sedimentasi, bahkan pada musim kemarau ada beberapa bagian dari Danau Melintang terlihat sebagai daratan yang ditumbuhi semak dan pepohonan bukan sebagai danau. Gambar 2 Sebagian Danau Melintang yang menjadi daratan pada saat musim kemarau. 4.4 Tanah Gambar 3 Danau Semayang yang menjadi daratan pada saat musim kemarau. Sesuai dengan kondisi iklim di Kabupaten Kutai Kartanegara yang tergolong dalam tipe iklim tropika humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah ini pada umumnya tergolong kedalam tanah yang bereaksi asam. Pada dasarnya jenis-jenis tanah di Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri dari: podsolik (ultisol), alluvial (entisol), gleisol (entisol), organosol (histosol), lithosol (entisol), latosol (ultisol), andosol (inceptisol), regosol (entisol), renzina (mollisol) dan mediteran (inseptisol).

37 Hampir seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartenagara didominasi oleh kompleks podsolik merah kuning, dan organosol glei humus. Organosol glei humus terdapat di daerah cekungan di sekitar Sungai Mahakam yang tergenang air, yaitu terdapat di Kecamatan Muara Muntai, Kota Bangun, Kenohan, Kembang Janggut, Muara Kaman, Sebulu, Tenggarong dan Loa Kulu. Tanah podsolik merah kuning di Kabupaten Kutai Kartanegara seluas 8.618,63 Km 2 atau 27,72% dari luas wilayah. podsolik merah kuning terbentuk dari dari batuan beku dan endapan pada daerah bukit dengan pegunungan lipatan. 4.5 Ekosistem Danau Semayang dan Danau Melintang Danau-danau di Kalimantan merupakan sistem perikanan air tawar yang paling produktif di Asia Tenggara. Luas daerah danau di bagian tengah Sungai Mahakam Kalimantan Timur, meliputi lebih dari 1,8 juta hektar. Danau Jempang, Danau Semayang dan Danau Melintang merupakan tiga danau terbesar di Kalimantan. Danau Semayang dan Danau Melintang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara. Danau-danau tersebut dan Sungai Mahakam merupakan daerah perikanan yang penting. Daerah tersebut cukup produktif sebagai penghasil ikan belida (Notopterus sp.), karper (Leptobarbus sp.) dan Puntius sp, ikan kendia (Thynnichtys) dan ikan patin (Pangasius sp.). Jenis fauna yang hidup di daerah sungai pada umumnya sama dengan fauna di daerah danau, karena danau yang ada terbentuk dari tikungan sungai yang terputus. Fauna yang hidup di sungai ataupun danau biasanya didominasi oleh jenis burung air. Berikut adalah salah satu jenis burung air yang hidup di Danau Semayang dan Danau Melintang (Gambar 4). Gambar 4 Burung Bangau Tong Tong yang terdapat di Danau Semayang dan Danau Melintang.

38 Berikut ini adalah beberapa jenis burung yang terdapat di sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang (Tabel 4). Tabel 4 Jenis burung yang terdapat di sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang Nama lokal Nama latin Layang-Layang Api Hirundo rustica Layang-Layang Batu Hirundo tahitica Pekakak Emas Pelargopsis capensis Cekakak China Halcyon pileata Kirik-Kirik Laut Merops philippinus Prenjak Rawa Prinia flaviventris Kutilang Pycnonotus aurigaster Kucica Kampung Copsychus saularis Kucica Hutan Copsychus malabaricus Kuntul Kerbau Bubulcus ibis Kuntul Kecil Egretta garzetta Kuntul Besar Egretta alba Bagau Tong Tong Leptoptilos javanicus Elang Bondol Haliastur indus Elang Laut Perut Putih Haliaeetus leucogaster Dara Laut Sayap Putih Chlidonias leucopterus Kerak Kerbau Acridotheres javanicus Walet Sapi Colocalia esculenta Tekukur Biasa Streptopelia chinensis Derkuku Streptopelia bitorquata Uncal Macropygia sp Cucak Sakit Tumbuh Pycnonotus melanoleucos Trocokan Pycnonotus goiavier 4.6 Sosial, Ekonomi dan Kependudukan Danau Semayang dan Danau Melintang berbatasan dengan 4 desa, yaitu Desa Pela, Desa Semayang, Desa Melintang dan Desa Rebaq Rinding Dalam. Masyarakat Desa Pela, Melintang dan Rebaq Rinding Dalam berasal dari suku Banjar, sedangkan masyarakat Desa Semayang barasal dari suku Kutai asli. Jumlah penduduk setiap desa berbeda namun masyarakat memiliki aktivitas yang sama yaitu hampir 90% bermatapencaharian sebagai nelayan yang mencari ikan di Danau Semayang dan Danau Melintang. Jumlah penduduk setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kecamatan Muara Muntai, Muara Wis, Kota Bangun dan Kenohan masing-masing adalah orang, orang, orang dan orang, jumlah ini meningkat pada tahun 2008 dengan masing-masing menjadi orang, orang, orang dan orang. Danau Semayang dan Danau Melintang memiliki pengaruh besar dalam memperbaiki sosial ekonomi masyarakat.

39 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Kondisi Morfoedafik Perairan Danau Semayang dan Danau Melintang secara morfeodafik merupakan bagian dari daerah cekungan alluvial yang luas dan berawa-rawa (Priyono 1994). Kedua danau dipisahkan oleh batangan Sungai Melintang yang memiliki kedalaman 2 m-2,5 m. Bagian hilir Danau Semayang bersambung dengan Sungai Pela yang memiliki kedalaman 9 m 10 m. Bendera putih (Gambar 5) berfungsi sebagai pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang yang ditanamkan pada bentangan Sungai Melintang, sedangkan mercusuar akan menyala pada malam hari yang sering dimanfaatkan untuk penunjuk jalan. Gambar 5 Sungai Melintang yang menjadi pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang. Sungai Mahakam dan sekitarnya termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang telah mengalami pendangkalan (Gambar 6a & 6b). Pendangkalan terjadi akibat adanya sedimentasi sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas perairan. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit adalah salah satu penyebab terjadinya pendangkalan. Menurut Harnadi (2005) pada tahun 1999, 60 cm/tahun lumpur mengendap sepanjang Sungai Mahakam. Seiring dengan semakin rusaknya areal hutan di bagian hulu Sungai Mahakam lumpur yang mengendap juga semakin tebal. Tahun 2000 lumpur yang mengendap lebih dari 100 cm/tahun.

40 a b Gambar 6(a) Orang bisa berjalan di Danau Semayang yang telah mengalami pendangkalan; (b) Permukaan Danau yang telah mengering. Pengendapan lumpur menyebabkan terjadinya pendangkalan di sepanjang Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang. Sebelum tahun 2000 Sungai Mahakam memiliki kedalaman sekitar 10 m 38 m, namun saat ini semakin dangkal (Harnadi 2005). Pendangkalan mempersempit ruang gerak pesut mahakam, terutama saat kemarau. Salah satu penyebab terjadinya pendangkalan adalah adanya penebangan hutan. Pada tahun 2007 luas hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar ,01 ha sedangkan pada tahun 2008 luas hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar ha. Pendangkalan di danau menyebabkan berkurangnya produktivitas ikan, hal ini dikarenakan semakin dangkal permukaan air maka akan semakin tinggi suhu air tersebut, apalagi saat ini hutan di sepanjang Sungai Mahakam dan sekitar danau telah mengalami kegundulan/menjadi terbuka. Suhu air tinggi menyebabkan banyak ikan yang mati. Sumberdaya ikan berkurang menyebabkan pakan pesut mahakam berkurang, hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pesut mahakam Kualitas Perairan Pesut mahakam merupakan mamalia yang hidup di lingkungan perairan. Salah satu habitat pesut mahakam adalah di sepanjang Sungai Mahakam dari Muara Kaman hingga perairan Batubunbun (Muara Muntai) termasuk Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang.

41 Menurut Priyono (1994) konsentrasi pesut mahakam didukung oleh kualitas habitat yang baik dan memenuhi kebutuhan hidup pesut mahakam, terutama dari aspek kedalaman (5.0 m-18.5 m), kualitas air dan potensi sumber makanan yang tinggi. Saat penelitian kondisi habitat sangat buruk terutama pada aspek kedalaman (Tabel 5). Penelitian dilakukan pada saat level air sedang-rendah sehingga pesut mahakam tidak terlihat pada lokasi penelitian (Danau Semayang dan Danau Melintang). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yayasan Konservasi RASI (2008) yaitu pada saat level air sedang-rendah pesut mahakam menyebar pada sungai utama (Sungai Mahakam) sehingga tidak dapat dijumpai pada daerah-daerah danau. Tabel 5 Kualitas air pada Sungai Pela, Danau Semayang, Danau Melintang, dan Sungai Rebaq Rinding Dalam Sungai/ Danau TDS mg/l TSS mg/l COD mg/l Kedalaman Rata-rata (meter) Pela 16,50 Tidak berwarna Sema- 1,15 2,00 Agak Yang kecoklatan Melin- 0,75-1,50 Agak Tang Kecoklatan Rebaq 0,67 Agak Rindi- kehitamhitaman ng Dalam Warna ph Kecera han (cm) Kekeruhan NTU , , , <4,09 6, , ,61 5, Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kedalaman Sungai Rebaq Rinding, Danau Semayang dan Danau Melintang tidak memenuhi kriteria habitat pesut mahakam. Pesut mahakam tidak ditemukan di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya pada perairan yang mempunyai kedalaman di bawah 2,5 meter dan tertutup vegetasi air. Menurunnya kedalaman perairan disebabkan oleh adanya proses sedimentasi. Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak terganggu selama waktu tertentu. Sedimen yang mengendap di dasar sungai dan danau dapat mengurangi populasi ikan dan hewan-hewan air lainnya karena telur-telur ikan dan sumber-sumber makanan mungkin terendam di dalam sedimen.

42 Berdasarkan hasil penelitian Sumardi di perairan Sungai Kedawang Kalimantan Barat (1998) pesut mahakam hidup pada ph 6,9. Pada saat penelitian Sungai Pela yang terhubung langsung dengan Sungai Mahakam memiliki ph 7, dan pada daerah ini masih terlihat pesut mahakam yang hilir mudik. Air di Danau Semayang dan Danau Melintang berwarna agak kecoklatan dengan ph 6 untuk Danau Semayang dan 6,5 untuk Danau Melintang, pada kedua danau ini tidak ditemukan pesut mahakam. Semakin tinggi TSS/padatan tersuspensi maka akan semakin tinggi pula tingkat kekeruhan air, tingginya kekeruhan akan menyebabkan menurunnya tingkat kecerahan air. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis, hal ini akan berdampak pada ikan, karena salah satu makanan ikan adalah tumbuhan yang hidup di dalam air (Fardiaz 1992). Perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l (Warlina 2004). Danau Melintang memiliki nilai COD yang cukup tinggi yaitu sebesar 31,61 mg/l. Kondisi kualitas perairan Sungai Mahakam dari tahun ke tahun mengalami penurunan (Tabel 6), hal ini diduga karena makin banyaknya usaha penambangan dan HPH yang berada di sepanjang Sungai Mahakam. Berdasarkan laporan pemantauan kualitas air Sungai Mahakam hasil kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapedalda Provinsi Kalimantan Timur tahun 2004 bahwa status mutu air menunjukkan Sungai Mahakam dalam keadaan tercemar berat (Harnadi 2005). Tabel 6 Kualitas air Sungai Mahakam dalam pemantauan tahun 1999, 2000, dan 2005 No Parameter Satuan Hasil pemantauan ph - 5,31 7,20 5,80 7,70 5,87 7,00 2 TDS mg/l 19,0 59,70 24,00 39,00 16,00 29,80 3 TSS mg/l 8,00 197,00 23,00 532,00 40,00 241,80 4 COD mg/l 7,90 109,90 16,00 36,00 1,80 60,00 5 DO mg/l 1,70 5,50 2,40 6,40 5,18 5,60 6 BOD mg/l 0,60-13,10 1,00 4,00 1,50 3,80 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Timur 2005

43 Tambang batubara, perubahan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan banyak lagi penyebab lainnya yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan Sungai Mahakam. Merkuri dan sianida telah mencemari sungai akibat bocornya tanggul penahan limbah dari kegiatan penambangan emas berskala besar dan kecil di hulu sungai. Batubara yang seringkali jatuh tanpa sengaja ke sungai dan air limbah pencuciannya yang masuk ke anak-anak sungai besar dan danaudanau saat air pasang, menyebabkan perubahan warna kulit pesut mahakam (Kreb dan Susanti 2008). Kondisi perairan Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang mengalami penurunan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Hal ini berdampak negatif terhadap kelestarian pesut mahakam Potensi Ikan sebagai Pakan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Danau Semayang dan Danau Melintang merupakan daerah yang memiliki potensi produktifitas ikan yang cukup tinggi. Danau ini merupakan sumberdaya alam yang penting yaitu sebagai sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat setempat. Danau Semayang dan Danau Melintang dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Mahakam. Kedua danau ini memiliki nilai ekonomi dari segi perikanan Perkiraan produktifitas relatif ikan (hasil tangkapan per jarring insang per hari) dilakukan dengan cara memasang jaring insang sepanjang 50 meter pada tempat yang diduga banyak ikan (berdasarkan informasi nelayan). Jaring ikan dipasang pada sore hari (15.30 WITA) di Danau Semayang dan Danau Melintang pada jam yang sama dan diperiksa pada pagi hari pada jam yang sama pula (07.30 WITA). Hasil tangkapan yang diperoleh bermacam-macam jenis ikan (Tabel 7), hasil tangkapan tersebut ada yang menjadi makanan yang disukai pesut mahakam dan ada pula yang tidak dimakan oleh pesut mahakam.

44 Tabel 7 Perkiraan produktifitas relatif ikan di Danau Semayang dan Danau Melintang Perkiraan produktifitas No Nama lokal Nama latin relatif (hasil tangkapan per kg per hari) Danau Semayang 1 Baong* Macrones planiceps 0,15 2 Kelebere Macrones nigriceps 0,20 3 Lepok Synanceia spp 0,05 4 Biawan* Helostoma temmincki 0,05 5 Kendia Thynnichthys thynoides 0,20 6 Lalang - 0,25 7 Bentilap - 0,10 8 Lempam Puntius schwanefeldi 0,40 9 Puyau - 0,20 10 Rukong - 0,20 Total 1,80 Danau Melintang 1 Baong* Macrones planiceps 0,20 2 Biawan* Helostoma temmincki 0,20 3 Kendia Thynnichthys thynoides 0,10 4 Tempe - 0,05 5 Bentilap - 0,10 6 Lempam Puntius schwanefeldi 0,60 7 Puyau - 0,50 8 Rukong - 0,50 Total 2,25 Keterangan: * pakan pesut mahakam Pesut mahakam tergolong pemakan segala, mengambil makanan dari dalam sungai maupun dasar sungai. Sekalipun pesut mahakam pemakan segala, namun ikan bertulang adalah favoritnya. Pesut mahakam juga memakan crustacean, chiphalopoda dan telur ikan. Kebutuhan makanan bagi seekor pesut dewasa mencapai kg/hari atau sekitar 10% dari berat tubuhnya (Fauzi 2008). Berdasarkan jenis ikan yang diperoleh, hanya dua jenis ikan yang teridentifikasi sebagai pakan pesut mahakam yaitu ikan baong (Macrones planiceps) dan biawan (Helostoma temmincki). Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa perkiraan produktifitas relatif ikan di Danau Melintang lebih besar dibandingkan dengan Danau Semayang, namun jenis ikan yang diperoleh di Danau Semayang lebih banyak dibanding jenis ikan pada Danau Melintang. Perkiraan produktifitas relatif ikan pada Danau Melintang sebesar 2,25 kg per hari sedangkan Danau Semayang 1,80 kg per hari.

45 Berdasarkan data Kabupaten Kutai Kartanegara dalam angka, pada tahun 2006 total produksi ikan perairan umum sebanyak ,9 ton per tahun dan naik pada tahun 2007 yaitu jumlah total produksinya sebesar ,7 ton per tahun. Salah satu kawasan penghasil ikan terbanyak adalah Danau Semayang dan Danau Melintang, jika setiap tahunnya ikan yang diambil terus meningkat maka dapat menyebabkan sumberdaya ikan akan habis. Habisnya sumberdaya ikan akan menyebabkan menurunnya kelestarian pesut mahakam Penangkapan Ikan Pengamatan dilakukan pada tiga lokasi yaitu sepanjang Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang pada jalur arus air (batangan) karena perahu motor hanya bisa melewati arus air tersebut (karena daerah yang lainnya dangkal). Pada saat pengamatan dicatat jumlah nelayan yang sedang mencari ikan dan jenis alat tangkap yang digunakan (Tabel 8). Alat tangkap yang digunakan tergantung jenis ikan yang hendak ditangkap. Tabel 8 Jumlah nelayan yang mencari ikan di Sungai Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang No Sungai/danau Jumlah Jenis alat tangkap Luas kawasan nelayan 1 Sungai Pela 21 - Jala Panjang = 10 km - Rengge/jaring Lebar = 8-15 m insang - Raba baong - Hempang kasa 2 Danau Semayang 82 - Hancau ha - Jaring insang/rengge - Raba baong - Trowl - Rimpa - Hampang pagongan 3 Danau Melintang 69 - Hancau ha - Jaring insang/rengge - Raba baong - Trowl - Rimpa - Hampang pagongan

46 Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa banyak nelayan yang mencari ikan di Danau Semayang dibanding Danau Melintang dan Sungai Pela. Jumlah nelayan yang mencari ikan di Danau Semayang sebanyak 82 orang, 69 orang yang mencari ikan di Danau Melintang dan 21 orang yang mencari ikan di Sungai Pela. Banyaknya jumlah nelayan pada suatu kawasan tergantung luasan kawasan tersebut. Danau Semayang lebih luas dibanding Danau Melintang dan Sungai Pela. Alat tangkap yang digunakan berbeda antar sungai dan danau, di danau alat tangkap ikan yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan sungai. Terdapat 6 jenis alat tangkap ikan yang digunakan di danau yaitu hancau, jarring insang, raba baong, trawl, rimpa dan hampang pagongan (Gambar 7a). Trawl, rimpa, hampang pagongan dan hampang kasa termasuk alat tangkap yang dilarang berdasarkan Perdes (Peraturan Desa No 3 tahun 2009) dan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Alat-alat ini dilarang karena menangkap ikan yang masih kecil sehingga akan mengganggu generasi ikan. a b Gambar 7(a) Hampang pagongan alat tangkap yang dilarang dalam Perdes, (b) Nelayan penarik trawl ikan sedang beristirahat. Banyaknya jumlah nelayan pada suatu lokasi diduga ada hubungannya dengan ketersediaan sumberdaya ikan pada lokasi tersebut dan adanya larangan mencari ikan pada lokasi tersebut ataupun adanya larangan menggunakan alat tangkap ikan.

47 a b Gambar 8(a) Raba baong yang terdapat di Danau Semayang dan (b) Hancau yang terdapat di Danau Melintang. Penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebihan menggunakan jarring insang, setrum, trawl (khususnya di danau-danau) dan racun (dupon/lamet, deses, akar buah gadong) dapat menyebabkan pesut mahakam mengeluarkan energi lebih banyak untuk mencari makan karena jumlah ikan semakin berkurang. Penebangan hutan di tepi sungai juga mengurangi sumberdaya ikan akibat peningkatan suhu air, sedimentasi dan berkurangnya sisa-sisa tanaman (seperti daun dan buah) sebagai sumber makanan bagi ikan. Ketertarikan pesut mahakam terhadap jarring insang diduga karena berkurangnya jumlah ikan Lalu Lintas Perairan Muara Sungai Pela Lalu lintas perairan diketahui dengan cara menghitung langsung frekuensi lalu lintas transportasi perairan di Muara Sungai Pela yang dilaksanakan pada hari libur dan hari kerja (Tabel 9) yang dimulai pada jam efektif yaitu pada pukul WITA hingga pukul WITA. Perhitungan lalu lintas dilakukan pada siang hari selain disesuaikan dengan kebanyakan aktivitas manusia yang dilakukan pada siang hari dan disesuaikan pula dengan aktivitas pesut mahakam. Pesut mahakam lebih banyak beraktivitas pada siang hari dibandingkan pada malam hari.

48 Tabel 9 Frekuensi lalu lintas perairan muara Sungai Pela No Jenis alat transportasi Jumlah frekuensi per jam Hari Biasa 1. Ces/perahu motor 49, Kapal 1, Ponton batubara 0, Speedboat 0,125 1 Total 54 Hari Libur 1. Ces/perahu motor 51, Kapal 1, Ponton batubara 0,375 1 Total 55 Perairan muara Sungai Pela terlihat lebih ramai pada hari libur yaitu sebanyak 55 lintasan kendaraan per jam, sedangkan pada hari biasa sebanyak 54 lintasan kendaraan per jam. Peningkatan ini terjadi diduga karena para wisatawan lebih senang berpergian/berwisata pada hari libur, sehingga tidak mengganggu waktu kerja mereka. Perairan muara Sungai Pela pada pukul WITA sangat ramai dilewati berbagai jenis transportasi, namun yang dominan adalah perahu motor (ces), ramainya lalu lintas perairan pada pagi hari diduga pada pukul tersebut para nelayan pergi mencari ikan ke Danau Semayang dan Danau Melintang, alasan lainnya yaitu berpergian menggunakan perahu motor dipagi hari bisa menikmati sunrise dan matahari pun tidak terlalu terik. Selain nelayan, yang melintasi Sungai Pela adalah para wisatawan yang hendak berwisata ke Danau Semayang dan jalur ini juga biasanya digunakan sebagai jalan pintas jika hendak ke Muara Muntai. Pada pukul WITA transportasi dari arah danau menuju ke Sungai Mahakam mengalami peningkatan hal ini dikarenakan para nelayan pulang dari mencari ikan.

49 a b Gambar 9(a) Ces/perahu motor yang sedang melintasi Sungai Pela, (b) kapal dan ponton batubara sedang melintasi Sungai Mahakam. S. Pela S.Mahakam Gambar 10 Muara Sungai Pela. Lalu lintas di perairan Sungai Mahakam tergolong ramai, hal ini sangat mengganggu kehidupan pesut mahakam, tidak sedik pesut mahakam yang mati karena tertabrak kapal ataupun ces. Hasil monitoring Yayasan Konservasi RASI antara tahun 1995 hingga 2000, rata-rata kematian pesut mahakam per tahun yang diketahui adalah 5 (5,6) ekor, sedangkan antara tahun 2001 hingga 2007 rata-rata kematian yang diketahui per tahun adalah 2 (2,4) ekor. Sebanyak 6% pesut mahakam mati tertabrak kapal (Kreb dan Susanti 2008). Pada tanggal 1 November 2009 satu ekor pesut mahakam betina dengan panjang 224 cm mati karena tertabrak ces di Muara Danau Semayang.

50 Foto by : YK: RASI 2009 Foto by : YK: RASI 2009 Gambar 11 Pesut mati karena tertabrak ces (ketinting/perahu motor). Kapal berkecepatan tinggi ( pk) (rata-rata= 4,6 kapal/jam melewati habitat pesut mahakam), yang menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih lama mulai saat kapal berjarak 300 m 0 m dari posisi pesut mahakam. Selain itu, banyaknya ces yang melaju dengan kecepatan tinggi di Sungai Pela juga menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih lama. Setiap hari kapal penarik ponton batubara melewati Sungai Kedang Pahu yang merupakan habitat utama pesut mahakam (rata-rata = 8,4 kapal/hari). Selama musim kemarau, ukuran kapal ini menyita lebih dari dua pertiga lebar sungai dan lebih dari setengah kedalaman anak sungai. Pesut mahakam selalu mengubah arah berenang mereka (jika sedang menuju ke hulu) saat bertemu kapal penarik ponton batubara (Kreb dan Rahadi 2004 dalam Kreb dan Susanti 2008). Penyebab kematian lainnya dikarenakan polusi suara yang berasal dari baling-baling kapal dan ponton batubara. Ukuran ponton batubara yang besar menyebabkan kerusakan habitat, menimbulkan polusi suara, polusi bahan-bahan kimia. Berkurangnya jumlah makanan pesut mahakam (sumber daya ikan) karena teknik penangkapan ikan secara ilegal (menggunakan setrum, racun dan trawl). Praktek budidaya ikan yang tidak berkelanjutan (beternak ikan yang memakan ikan lain) juga merupakan penyebab lain kematian pesut mahakam. Hal ini akan menyebabkan kelestarian pesut mahakam berkurang. 5.2 Perkembangan Populasi dan Penyebaran Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Berdasarkan monitoring yang dilakukan Yayasan Konservasi RASI pada tahun 2001 jumlah pesut mahakam sebanyak 55 ekor, tahun 2005 terdapat 70 ekor dan pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak 89 ekor. Perbedaan yang terjadi

51 bukan disebabkan oleh peningkatan ukuran populasi tetapi oleh proses pengambilan foto dan pengidentifikasian yang semakin baik, karena kamera digital mulai digunakan pada survei tahun 2005 sehingga terjadi peningkatan pada jumlah dan kualitas gambar yang diperoleh di lapangan. Jumlah pesut mahakam yang dapat diidentifikasi jelas berpengaruh pada total ukuran populasi yang diperkirakan. Selain itu, tingkat signifikan pada tahun 2005 dan 2007 lebih tepat dan atau lebih kecil dibanding tingkat signifikan pada tahun 2001 (Kreb dan Susanti 2008). Berdasarkan hasil monitoring BKSDA Kalimantan Timur, populasi pesut telah menurun drastis dari tahun 1975 hingga tahun 2000 (Tabel 10). Tabel 10 Populasi pesut (Orcaella brevirostris) dari tahun di Sungai Mahakam Tahun Populasi Penurunan Persentase , , , , , ,26 Sumber: BKSDA Kaltim 2000 Dari data di atas dapat kita peroleh informasi bahwa setiap rentang tahun terjadi penurunan yang sangat signifikan. Dari rentang waktu antara tahun penurunan pesut terjadi sangat besar yaitu 950 ekor. Dimana dari tahun tiap terjadi pengurangan 200 ekor atau 21,05%. Pada tahun terjadi penurunan 200 ekor atau 21,05%. Sama seperti rentang tahun sebelumnya, pada rentang tahun penurunan pesut mahakam sebanyak 200 ekor atau 21,05%. Sedangkan pada rentang tahun penurunan pesut mahakam yang sangat besar yaitu 300 ekor atau 31,58%. Tetapi pada rentang tahun penurunan pesut mahakam sedikit berkurang yaitu 50 ekor atau 5,26%. Penurunan populasi pesut mahakam dikarenakan penurunan kuantitas dan kualitas perairan, yang menyebabkan terjadinya penyempitan habitat pesut mahakam. Perubahan kualitas air yang mengarah pada ekosistem rawa dengan warna air coklat kehitaman akibat surutnya air selama musim kemarau sehingga tidak ada input air baru yang dapat menetralisir perubahan tersebut. Perubahan atau penyempitan habitat menyebabkan berkurangnya daerah penyebaran pesut mahakam Pada tahun 1975 pesut mahakam tersebar di perairan Sungai Mahakam sejauh 590 km 2 (Tabel 11).

52 Tabel 11 Penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris) tahun di Sungai Mahakam Tahun Sebaran Penurunan (Km2) (Km2) Persentase , , , , , ,21 Sumber: BKSDA 2000 Saat ini populasi pesut mahakam tersebar di sepanjang alur utama Sungai Mahakam yang dimulai dari hilir Muara Kaman, hingga ke hulu Riam Udang di dekat Long Bagun. Gambar 12 Peta penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris). Selain di alur utama Sungai Mahakam tersebut, sebaran pesut mahakam juga meliputi anak-anak sungai dan danau-danau Mahakam. Anak-anak sungai yang tercatat menjadi daerah sebaran pesut adalah Sungai Kedang Rantau, Sungai Kedang Kepala, Sungai Belayan, Sungai Kedang Pahu, dan Sungai Ratah. Danaudanau yang saat ini menjadi daerah persebaran pesut mahakam ialah Danau Semayang dan Danau Melintang (Fawzi et.al 2008) Untuk Danau Jempang, Yayasan Konservasi RASI (2005) memperkirakan bahwa sekarang tidak ada lagi pesut mahakam yang hidup di perairan ini.

53 5.3 Persepsi Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Persepsi adalah pandangan, pengamatan dan interpretasi seseorang terhadap suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Persepsi terhadap perspektif kelestarian pesut mahakam dapat diketahui melalui teknik rentang kriteria yang memiliki interval yang sama antar kategorinya namun kategori yang satu dengan yang lainnya berkaitan, hal ini sering disebut dengan skala likert. Persepsi terhadap perspektif kelestarian pesut diketahui melalui 10 variabel yang dianalisis menggunakan rentang kriteria (Tabel 12) Tabel 12 Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap perspektif kelestarian pesut mahakam (Orcaella brevirostris) No Persepsi Rentang kriteria Ratarata Skor STS TS CS S SS Kriteria 1 Jumlah populasi pesut ,43 TS mahakam saat ini cukup baik. 2 Kondisi perairan (pasang-surut ,17 CS dan kejernihan air) sangat mempengaruhi keberadaan pesut mahakam. 3 Menurunnya populasi pesut ,18 S mahakam karena aktivitas manusia. 4 Menurunnya atau punahnya ,16 CS pesut dapat memberikan dampak negatif terhadap kehidupan. 5 Lestarinya pesut mahakam ,56 S dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan (kehidupan nelayan). 6 Pesut mahakam tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan lingkungan ,07 S 7 Pesut mahakam termasuk ,24 SS satwa yang perlu dilindungi (tidak diganggu). 8 Peraturan pemerintah sangat ,36 SS berperan dalam usaha pelestarian pesut mahakam. 9 Pesut mahakam perlu dijaga ,29 SS kelestariannya. 10 Legenda pesut mahakam di masyarakat dapat menunjang kelestarian pesut mahakam ,12 S Keterangan: STS: Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju CS: Cukup Setuju S : Setuju SS: Sangat Setuju

54 Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa pernyataan atau persepsi pada setiap variabel berbeda-beda, namun didominasi kriteria Setuju (S). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memberikan hal positif terhadap kelestarian pesut mahakam. Berdasarkan variabel nomor 1 masyarakat Tidak Setuju (TS) bahwa populasi pesut mahakam saat ini cukup baik jika dibandingkan dengan populasi pesut mahakam pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa masyarakat mengetahui dengan baik bahwa telah terjadi penurunan jumlah pesut mahakam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Yayasan konservasi RASI bahwa jumlah pesut mahakam setiap tahunnya mengalami penurunan populasi rata-rata 5 ekor dan hasil analisis dari sebuah Population Viability Analyisis (PVA) menyatakan bahwa populasi pesut mahakam dapat bertahan jika dua hingga tiga individu dapat diselamatkan setiap tahunnya. Masyarakat Setuju (S) bahwa penyebab menurunnya populasi pesut mahakam karena aktivitas manusia. Berdasarkan hasil wawancara, mereka menyebutkan bahwa salah satu aktivitas manusia tersebut adalah nelayan yang menangkap ikan dengan cara menyetrum. Masyarakat juga Cukup Setuju (CS) bahwa penyebab menurunnya populasi pesut mahakam dapat memberikan dampak negatif terhadap kehidupan mereka, karena sebagian masyarakat memanfaatkan pesut mahakam sebagai salah satu tanda bahwa pada lokasi tersebut terdapat banyak ikan. Pernyataan ini juga didukung dengan pernyataan Setuju (S) pada variabel 5 bahwa keberadaan pesut mahakam dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan nelayan walaupun secara tidak langsung. Pernyataan Sangat Setuju (SS) masyarakat bahwa Pesut mahakam perlu dijaga kelestariannya yang artinya masyarakat sangat menginginkan pesut mahakam tetap ada. Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 12 di atas diketahui bahwa variabel persepsi Peraturan pemerintah sangat berperan dalam usaha pelestarian pesut mahakam mempunyai nilai tertinggi dibandingkan variabel yang lainnya. Skor yang diperoleh adalah 523 dengan rata-rata 4,36, artinya responden menyadari bahwa campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan agar pesut mahakam tetap lestari. Persepsi terhadap kelestarian pesut mahakam ini merupakan bagian dari persepsi terhadap lingkungan, sesuai respon terhadap kondisi pesut mahakam

55 setelah seseorang mengetahui kondisi pesut mahakam yang dimaksud. Penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap pesut mahakam diperlukan dalam rangka membangun kesadaran, sikap dan perilaku positif terhadap keberadaan pesut mahakam. Persepsi merupakan landasan seseorang untuk bersikap dan berperilaku. 5.4 Sikap Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan terhadap objek, orang, situasi dan mungkin aspek-aspek lain, termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial (Hutabarat 2008). Sikap responden terhadap kelestarian pesut mahakam diketahui dengan cara wawancara. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat, pesut mahakam sangat bermanfaat bagi masyarakat khususnya nelayan. Kebanyakan masyarakat memanfaatkan keberadaan pesut mahakam sebagai pertanda banyaknya ikan pada daerah tersebut. Nelayan dan pesut mahakam mencari ikan pada tempat/lokasi yang sama, sehingga tidak sedikit pesut mahakam yang mati akibat tersangkut jaring insang milik nelayan. Menurut Yayasan Konservasi RASI (2008) 66% pesut mahakam mati akibat terperangkap rengge/jaring dengan ukuran mata jaring sekitar cm. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat, masyarakat yang mengetahui pesut mahakam terjaring ataupun terdampar maka dengan segera menolong atau melepaskannya, karena masyarakat merasa memiliki/bertanggung jawab terhadap kelestarian pesut mahakam. Masyarakat setuju jika diikutsertakan dalam pengelolaan pesut mahakam, hal ini menujukkan rasa kepedulian masyarakat terhadap kelestarian pesut mahakam. Sikap sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia, karena sikap mampu mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan termasuk lingkungan. Sikap sangat menentukan perilaku seseorang (Harihanto 2001). Masyarakat memperlakukan sungai masih buruk, hal ini terlihat dari aktivitas masyarakat yang membuang sampah, mandi dan mencuci baju di sungai serta kakus yang berada di sepanjang sungai.

56 Sampah atau buangan padat baik yang kasar maupun yang halus bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal. Apabila sampah tersebut menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadangkadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan organisme dalam air juga terganggu. Terjadinya endapan di dasar perairan akan sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, karena endapan akan menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur ikan sehingga tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi sumber makanan ikan dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari. Pembentukan koloidal terjadi bila sampah tersebut berbentuk halus, sehingga sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan ini juga menghalangi penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa dan berkurangnya kadar oksigen dalam air. Mandi dan mencuci baju di sungai menghasilkan bahan buangan berupa sabun dan deterjen. Sabun dan deterjen di dalam air akan mengganggu lingkungan karena larutan sabun akan menaikkan ph air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat akan menaikkan ph air sampai sekitar 10,5-11. Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan. Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah tentu akan merugikan lingkungan (Warlina 2004). Amonia yang berasal dari limbah manusia yaitu urin yang dibuang ke sungai akan bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrit dan nitrat yang lebih stabil. Akibat pemanfaatan oksigen terlarut dalam air, maka terjadi penurunan kadar oksigen terlarut tersebut. Pada proses penguraian bahan organik ini memerlukan oksigen terlarut dan mikroorganisme. Oksigen terlarut tersebut

57 karena dimanfaatkan untuk menguraikan bahan organik, maka kadar oksigen terlarut akan berkurang. Limbah perusahaan kelapa sawit banyak ditemukan di sepanjang Sungai Mahakam. Limbah tersebut berwarna kehitaman dan berbau tidak sedap. Limbah ini berasal dari pestisida-pestisida perkebunan kelapa sawit. Gambar 13 Limbah perusahaan kelapa sawit yang dibuang ke Sungai. 5.5 Karakteristik Responden yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria/skala likert terhadap 4 karakteristik responden, ternyata hanya satu yang dominan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam yaitu tingkat umur. Untuk karakteristik responden pendidikan, jarak rumah terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang serta frekuensi seseorang melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Umur dibagi kedalam 5 katagori, yaitu responden berumur 20 tahun, umur tahun, tahun, tahun dan > 50 tahun (Gambar 14). Menurut Nurohmah (2003) umur produktif untuk bekerja adalah pada kelompok umur tahun.

58 Tingkat Umur 36% 28% 16% 13% 7% > 50 Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur. Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tingkat umur tahun merupakan tingkat umur yang memiliki persentasi paling banyak dibandingkan dengan tingkat umur yang lainnya yaitu sebanyak 36 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas nelayan berada pada umur produktif dan matang. Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut mahakam berdasarkan 5 tingkat umur (Tabel 13) diperoleh dengan merata-ratakan skor dan rata-rata dengan cara membagi 10 (jumlah variabel persepsi pada kuesioner). Tabel 13 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat umur No Umur Jumlah Total dari 10 katagori persepsi responden Skor Rata-rata Kriteria ,1 2,88 CS ,3 3,57 S ,3 3,86 S ,0 3,95 S 5 > ,5 3,97 S Tabel 13 menunjukkan semakin tinggi umur semakin tinggi pula nilai ratarata yang diberikan. Artinya semakin produktif dan matangnya umur maka akan semakin menentukan positifnya persepsi dan sikap terhadap kelestarian pesut. Pendidikan saat ini merupakan salah satu kebutuhan hidup yang cukup mendasar karena pendidikan telah dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Berdasarkan hasil

59 wawancara dan penyebaran kuesioner, responden terbagi kedalam 3 tingkat pendidikan yaitu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SMA (Sekolah Menengah Atas) serta katagori lainnya yang artinya responden tidak pernah bersekolah (Gambar 15) % 36 % SD SMP SMA lain-lain Gambar 15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan formal. Gambar di atas menunjukkan bahwa karakteristik responden pada tingkat pendidikan SD yang telah mendominasi dengan jumlah 48 %. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa pendidikan di desa masih sangat rendah, hal ini dikarenakan kurang kesadaran mengenai pentingnya pendidikan untuk anak bangsa. Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut mahakam berdasarkan 4 katagori tingkat pendidikan (Tabel 14). Tabel 14 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat pendidikan. No Tingkat pendidikan Total dari 10 katagori persepsi Skor Rata-rata Kriteria 1 Lain-lain 14,1 3,25 S 2 SD 205,7 3,61 S 3 SMP 168,2 3,91 S 4 SMA 62,9 3,93 S 13 % 3 % Tingkat pendidikan formal seseorang berpengaruh pada pemilihan kegiatan atau pekerjaan, ketertarikan pada suatu benda. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuan dan pengalamannya (Hutabarat 2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan, seseorang akan lebih mempunyai pengetahuan yang lebih banyak secara ilmiah dan mempunyai kesempatan yang lebih besar juga untuk memperaktekkan ilmu-ilmu yang telah dimilikinya ke dalam kehidupan seseorang tersebut.

60 Menurut Surata (1993) persepsi seseorang dibatasi oleh perbedaan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar pula pengaruhnya pada persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Namun, berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 14 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata tidak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap terhadap kelestarian pesut mahakam. Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1 km-3 km, >3 km-5 km, >5 km-7 km, >7 km- 9 km, dan > 9 km. Tabel 15 Jarak rumah responden ke Danau Semayang dan Danau Melintang Jarak rumah responden (km) Jumlah responden Keterangan Ke Danau Semayang Masyarakat Semayang > Masyarakat Pela > > Masyarakat Melintang >9 30 Masyarakat Rebaq Rinding Ke Danau Melintang Masyarakat Melintang > > Masyarakat Rebaq Rinding > Mayarakat Semayang >9 30 Masyarakat Pela Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang berbeda-beda. Jarak rumah/tempat tinggal masyarakat Semayang lebih dekat terhadap Danau Semyang daripada ke Danau Melintang begitu pula masyarakat Melintang tempat tinggal mereka lebih dekat terhadap Danau Melintang daripada Danau Semayang. Jarak terjauh terhadap Danau Melintang adalah masyarakat Desa Pela dan jarak terjauh terhadap Danau Semayang adalah masyarakat Desa Rebaq Rinding Dalam. Tabel 16 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang No Jarak rumah Total dari 10 katagori persepsi Jumlah responden Responden Skor Rata-rata Kriteria terhadap D. Semayang ,7 3,76 S 2 > ,3 3,87 S 3 > > ,6 3,65 S 5 > ,3 3,74 S

61 No Jarak rumah responden terhadap Jumlah Responden Total dari 10 katagori persepsi Skor Rata-rata Kriteria D. Melintang ,6 3,65 S 2 > > ,3 3,74 S 4 > ,7 3,76 S 5 > ,3 3,87 S Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, jarak rumah dengan Danau Semayang dan Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi dan sikap seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Berdasarkan analisis rentang kriteria di atas diperoleh nilai rata-rata jarak rumah > 9 km memiliki nilai rata-rata lebih besar daripada jarak rumah 1-3 km, dengan nilai masing-masing 3,87 dan 3,65. Desa Melintang berdekatan dengan Danau Melintang (Gambar 16), Desa Semayang berdekatan dengan Danau Semayang. Gambar 16 Rumah atau perkampungan yang berdekatan dengan Danau Melintang. Karakteristik responden melalui frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang dibagi kedalam 4 kelompok yaitu setiap hari, setiap minggu, sebulan 2 kali, dan setiap bulan. Frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang setiap orangnya berbeda-beda, tergantung jarak rumah terhadap lokasi pemasangan alat tangkap ikan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Pesut mahakam juga dikenal dengan istilah irrawady dolphin. Pesut mahakam tidak sama dengan mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut mahakam hidup

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) 5.1.1 Kondisi Morfoedafik Perairan Danau Semayang dan Danau Melintang secara morfeodafik merupakan bagian dari daerah cekungan

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR *)

KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR *) Keberadaan Pesut (Orcaella brevirostris) di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur (Oktaviani, D., et al.) ABSTRAK Pesut atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Irrawaddy dolphin dengan nama ilmiah

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (214), Hal. 99-15 ISSN : 2337-824 Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh. Ishak

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

Facultative river dolphins : conservation and social ecology of freshwater and coastal Irrawaddy dolphins in Indonesia Kreb, D.

Facultative river dolphins : conservation and social ecology of freshwater and coastal Irrawaddy dolphins in Indonesia Kreb, D. UvA-DARE (Digital Academic Repository) Facultative river dolphins : conservation and social ecology of freshwater and coastal Irrawaddy dolphins in Indonesia Kreb, D. Link to publication Citation for published

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT BIDANG KEGIATAN PKM-GT Diusulkan oleh: DAHLAN E34070096 2007 TUTIA RAHMI

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP DAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KALIMANTAN

PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP DAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KALIMANTAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP DAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KALIMANTAN Oleh : Susetio Nugroho (Kabid.Inventarisasi dan PSIL) Latar Belakang UUD 1945, Pasal 28 H (hak atas LH

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN

HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN Muhammad Syukri, Maulidia, dan Nurmalita Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh Email: m.syukri@gmail.com

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR ISBN 978-602-9092-54-7 P3AI UNLAM P 3 A I Penulis : Editor : Dr. rer. nat. Ir. H. Wahyuni Ilham, MP Cetakan ke 1, Desember 2012 Peringatan Dilarang memproduksi sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION KALIMANTAN

PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION KALIMANTAN Hak Cipta 2016 Ivan Yusfi Noor Judul: Pesut mahakam, Profil, Peluang Kepunahan dan Upaya Konservasinya Penulis: Ivan Yusfi Noor (Kepala Bidang Inventarisasi Daya Dukung Daya Tampung Sumber Daya Alam dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : H. M. Eric Harramain Y C64102053 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA Minggu, 5 Juni 2016 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu Saudara-saudara

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA SKRIPSI MUHAMMAD SALIM R H34076107 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA Minggu, 5 Juni 2016 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Pertama-tama marilah

Lebih terperinci

Prosedur Pelaksanaan ANDAL

Prosedur Pelaksanaan ANDAL Prosedur Pelaksanaan ANDAL Canter (1977) membagi langkah-langkah dalam melakukan pelaksanaan ANDAL; o Dasar (Basic) o Rona Lingkungan (Description of Environmental Setting) o Pendugaan Dampak (Impact assesment)

Lebih terperinci

PEMANTAUAN STATUS POPULASI PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI PELLA (DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM), KALIMANTAN TIMUR

PEMANTAUAN STATUS POPULASI PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI PELLA (DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM), KALIMANTAN TIMUR Pemantauan Status Populasi... (Daerah Aliran Sungai Mahakam), Kalimantan Timur (Oktaviani, D., et al.) PEMANTAUAN STATUS POPULASI PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI PELLA (DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM),

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MEYNA MELIA UTARI

SKRIPSI OLEH : MEYNA MELIA UTARI PERSEPSI MASYARAKAT DAN DAYA DUKUNG PERAIRAN BAGI KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN DI KAWASAN DANAU PONDOK LAPAN DUSUN PULKA KECAMATANSALAPIAN KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI OLEH : MEYNA MELIA UTARI 110302064 PROGRAM

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

PENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PADA KEGIATAN WISATA ALAM DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN

PENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PADA KEGIATAN WISATA ALAM DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN PENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PADA KEGIATAN WISATA ALAM DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN SKRIPSI Oleh : Melyana Anggraini 061201022 / Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh

Lebih terperinci

PERANAN LAHAN BASAH (WETLANDS) DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

PERANAN LAHAN BASAH (WETLANDS) DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) 1 Makalah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (KTMK 613) Program Pasca Sarjana / S2 - Program Studi Manjemen Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Dosen Pengampu

Lebih terperinci

PROGRAM KONSERVASI PESUT MAHAKAM

PROGRAM KONSERVASI PESUT MAHAKAM PROGRAM KONSERVASI PESUT MAHAKAM LAPORAN TEKNIS: Survei monitoring jumlah populasi dan ancaman pada level air sedang hingga rendah, Agustus/September & November 2007 oleh Danielle Kreb & Imelda Susanti

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-a DI PERAIRAN BELAWAN SUMATERA UTARA AMANDA PARAMITHA

PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-a DI PERAIRAN BELAWAN SUMATERA UTARA AMANDA PARAMITHA PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-a DI PERAIRAN BELAWAN SUMATERA UTARA SKRIPSI AMANDA PARAMITHA 090302048 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BERTUMPU PADA HUTAN DI DAS MAHAKAM

BERTUMPU PADA HUTAN DI DAS MAHAKAM 6 PEMANTAUAN BERTUMPU PADA HUTAN DI DAS MAHAKAM Oleh: Anggi P. Prayoga (FWI) Sungai Mahakam memiliki sistem persungaian yang melintas di antara Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda.

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b Tema 7 Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir & Daerah Aliran Sungai ke-1 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 9 April 2015 Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai Muhammad Rijal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT DESA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CISADANE MENUJU ECOVILLAGE DANI ABDURRAHMAN BASYIR

EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT DESA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CISADANE MENUJU ECOVILLAGE DANI ABDURRAHMAN BASYIR EVALUASI KEBERLANJUTAN MASYARAKAT DESA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CISADANE MENUJU ECOVILLAGE DANI ABDURRAHMAN BASYIR PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK Oleh: NURINA ENDRA PURNAMA F14104028 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN Oleh: RINI AGUSTINA F14103007 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEMANFAATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci