PANDUAN INTERPRETASI RADIOGRAF DENGAN PROF HANNA KELOMPOK I 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PANDUAN INTERPRETASI RADIOGRAF DENGAN PROF HANNA KELOMPOK I 2010"

Transkripsi

1 PANDUAN INTERPRETASI RADIOGRAF DENGAN PROF HANNA KELOMPOK I 2010 Pemeriksaan Radiografi : Bertujuan untuk mendapatkan informasi yang belum atau tidak didapatkan sebelumnya Dokter gigi dituntut untuk kompeten melakukan pemeriksaan radiografi, meliputi (1) membuat radiograf, (2) evaluasi mutu dan (3) interpretasi radiografi untuk tata laksana kasus menetukan DD Tercantum pada Standar Kompetensi Dokter Gigi yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Gigi Indonesia Tata laksana, meliputi: 1. Diagnosis (informasi diagnostik) 2. Rencana Perawatan 3. Prognosis 4. Rencana Observasi Informasi diagnostik adalah semua informasi yang didapat dari pasien untuk tata laksana kasus secara komprehensif, meliputi: Ketika kita dikonsulkan foto radiograf, 1.Keadaan Umum - jika ada pasien, maka lihat keadaan umum pasien pemilik foto radiograf tsb ( bagaimana kondisi pasien tsb saat datang, compos mentis, nyeri atau tidak pada giginya). Hal ini penting untuk menentukan rencana perawatan. 2 Data Sosiodemografi - Bayangkan pasiennya dengan data-data sosiodemografi yang sudah ada. Seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan. Untuk melihat kondisi fisiologisnya, untuk menentukan rencana perawatan. Untuk melihat epidemiologi, persebaran kasus - Data-data sosiodemografi didapat untuk tatalaksana kasus (1. diagnosis, 2. rencana perawatan, 3. prognosis, 4.observasi) - Pemeriksaan foto radiograf dilakukan jika informasi diagnostik pada pemeriksaan sebelumnya belum cukup untuk tatalaksana kasus - Sebagai cth.pada pasien usis muda atau <30 th, yang dapat kita lihat adalah kondisi tulang yang masih seimbang, dengan kemungkinan osteoporosis yang masih jauh, bisa jadi agresive jika ada kerusakan jaringan periodonsium - Usia thn : tulang dalam kondisi seimbang, usia > 40 thn : kondisi tulang sudah mulai terganggu(perubahan fisiologis) - Usia dibawah 40 tahun masih memiliki sistem daya tahan imun yang masih baik, maka dari itu perlu mempertimbangkan lesi yang terjadi adalah granuloma, pertimbangkan juga kondisi sistemik. - Kemudian lihat kondisi Ekstra oral dan Intra oral

2 3. Keluhan Utama dan Pemeriksaan Klinis - Kondisi pasien dilihat dari keluhan utama, riwayat gigi tsb. Pemeriksaan perkusi, vitalitas, palpasi. - Perkusi (+), palpasi (+), menandakan kondisi penyakit dalam fase akut, kronis eksaserbasi akut. - Palpasi(+) umumnya menunjukkan adanya abses - Apabila terdapat lesi periapikal namun pada permeriksaan klinis ternyata gigi masih vital, maka bisa terjadi parsial necrosis atau false positif (saat menggunakan electric vitality test. EVALUASI MUTU FOTO RADIOGRAF 1. OBJEK TERCAKUP DAN TERLETAK DI TENGAH TERCAKUP : - Sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Cth. Jika ingin lesi periapikal dan kemudian struktur mahkota harus dikorbankan tidak apa-apa, karena mahkota dapat dilihat secara klinis. - Ada reference site. Dalam gambaran radiograf terdapat daerah yang normal di dekat gambaran tidak normal, sbg refrence site. Ataupun gambaran kondisi yang menjauhi kelainan ataupun yang paling mendekati normal. - Cukup mendapatkan informasi diagnostik TERLETAK DI TENGAH - tujuan: agar sinar x jatuh di tengah/pusat film - sehingga gambaran radiograf terlihat lbh jelas ditengah karena ada di daerah umbra dengan sedikit penumbra KONTRAS, DETIL, & KETAJAMAN KONTRAS - dapat dilihat perbedaan anatara radiopak dan radiolusen - radiolusen : pada radiograf pada daerah yang tidak ada objek. Radiolusen sehitam karbon. - Semakin tebal objek maka semakin radiopak gambarannya - DETIL -dapat terlihat struktur anatomi baik batas maupun bentuknya KETAJAMAN - terlihat outline - ketajaman yang tidak baik dikarenakan cone bergerak saat pengambilan radiograf, cth lain yaitu pada pemngambilan radiograf pasien anak-anak

3 3. SUDUT HORIZONTAL (DAERAH INTERDENTAL) -dikatakan tidak ada distorsi sudut horizontal jika daerah interdental terlihat jelas. Seuai dengan susunan gigi geligi klinisnya. - kecuali pada gigi gigi yang malposisi - daerah interdental harus jelas untuk dapat melihat kondisi jaringan periodonsium marginalnya. 4. SUDUT VERTIKAL PADA GIGI ANTERIOR - dengan melihat singulum. Kondisi normal: singulum lebar serviko insisal tidak lebih dari 1-2 mm. Berada di 1/3 servikal mahkota. - Pemanjangan (sudut vertikal terlalu kecil ) : singulum melebar scr serviko insisal lbh dari 2 mm, dengan gambaran tidak lebih radiopak, blur, ke arah mahkota yang strukturnya lebih tipis. Sinar x terproyeksi lbh ke arah mahkota yang lebihtipis sehingga gambarannya tidak lebih radiopak (blur) - Pemendekan (sudut vertikal terlalu besar : singulum melebar scr serviko insisal lbh dr 2mm, terlihat lebih radiopak ke arah akar, sinar x terproyeksi ke arah akar yang struktur nya lebih tebal sehingga lebih radiopak tegas. - PADA GIGI POSTERIOR - dengan melihat cusp bukal dan palatal. Cusp bukal dan palatal terletak sebidang yaitu sesuai dengan klinisnya.jika trelihat jarak cusp buka dan palatal lbh dari normal maka dikatakan gambaran radiograf mengalami pemendekan - dengan melihat daerah 1/3 tengah mahkota pada gigi molar, yaitu daerah yang paling cembung. Apabila lbh radiopak maka terjadi pemendekan, tidak lebih radiopak maka terjadi pemanjangan. PADA GIGI ANTERIOR DAN POSTERIOR -dengan melihat ketinggian tulang alveolar. Ketinggian yang normal yaitu 0,5-1,5mm dibawah CEJ, namun jangan dijadikan patokan apabila terjadi kerusakan tl kortikal pada alv crest. - alveolar crest yang semakin mendekati cej maka terjadi pemendekan - alveolar crest yang semakin menjauhi cej maka terjadi pemanjangan (dengan syarat tidak terdapat kerusakan tulang kortikal pada alveolar crest - apabila tulang kortikal pd alveolar crest hilang ataupun ireguler tapi mendekati ej dr jarak normal, maka dikatakan pemendekan 5. DISTORSI MINIMAL - misalkan foto yang tertekuk, bisa pada arah oklusoinsisal dengan gambaran berupa tertariknya daerah apikal - kesalahan saat pencucian, namun jika sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan dapt dilihat, maka radiograf masih dapat diinterpretasikan

4 GENERAL VIEW - untuk melihat kesan awal radiograf - untuk melihat kelainan berasal dari pulpoperiapikal, periodontal, kombinasi, atau sistemik - cara menentukan kelainan berasal dari mana yaitu dengan melihat lokasi mana yang paling berat, apikal atau marginal - kelainan kombinasi yaitu berasal dari pulpoperiapikal dan periodontal. Kondisi nya sama-sama berat, keluhan sama parahnya. 1. kondisi gigi geligi - perhatikan ada atau tidak anomali pada gigi geligi. Cth aganesis, supernumerary, unfavourable condition : akar runcing, akar pendek dan pipih, bentuk mahkota seperti tabung (tidak ada pinggul). Ada atau tidak malposisi gigi 2. perubahan gigi geligi - kehilangan jaringan dengan ga,abarn radiopal atau radiolusen, loaksi dimana, outline ireguler/reguler. 3. hubungan antar gigi - perhatikan titik kontak dan garis oklusi - titik kontak : ada yang tidak baik( kontak bidang atau overlap), atau tidka ada titik kontak. - Kemudian perhatikan garis oklusi sebidang atau tidak, pada gigi malposisi biasanya garis oklusi tidak sebidang, kemudian kemungkinan ada TFO, lihat jejas TFO pada jaringan periodonsium (lamina dura dan r periodontal) 4. kondisi jar periodonsium - ada atau tidak kelainan - untuk melihat TFO lihat apakah terdapat jejas-jejas TFO yaitu: - pelebaran ruang periodontal: ini yang harus dilihat pertama kali sebelum penebalan lamina dura. Lokasi penyempitan ruang periodontal menandai arah trauma ke lokasi tersebut, sedangkan pelebaran ruang periodontal terjadi di arah yang berlawanan dengan arah trauma. - penebalan lamina dura : penebalan terjadi di lokasi searah dengan datangnya trauma. 5. perubahan jaringan periodonsium - ada atau tidak nya perubahan jar periodonsium, apakah secara apikal atau marginal - lamina dura di akar mesial terlihat lebih tebal (normal) karena ada daaerah cekung sehingga terproyeksi sinar x sehingga menghasilkan gambaran yang lbh radiopak/tebal 6. hubungan gigi dan jar periodonsium - Cth tidak adanya titik kontak yang baik pada gigi geligi menyebabkan perubahan jaringan periodonsium 7. kondisi tulang rahang - perhatikan pola trabekulasi dan densitas - peningkatan densitas loka, jika ada lesi periapikal sebagai bentuk perthanan lokal, lihat refernce site

5 8. perubahan tl rahang - perubahan pola, terutama jika ada kelainan sistemik. 9. hub gigi, periodonsium, dan tl rahang 10. kesimpulan kelainan berasal dari pulpoperiapikal, periodontal, kombinasi atau sistemik SPESIFIC VIEW A) KELAINAN PERIAPIKAL Dilihat dari 7 clues : 1. radiodensitas : radiopak atau radiolusen 2. lokasi :biasanya di apeks gigi atau 1/3 apikal gigi. Lesi bermula dari ruang periodontal di 1/3 apikal gigi. 3. batas tepi : bagaimana batas tepi nya jelas atau tidak 4. struktur interna : radiolusen atau radiopak berkabut. 5. efek terhadap jaringan sekitar : cth. Peningkatan densitas tulang di daerahsekitar lesi, yang mendakan konsisi yg kronis dan telah terjadi lokalisir lesi 6. bentuk : bulat atau oval 7. ukuran : diameter lesi untuk struktur interna lesi yang radiolusen berkabut, 2 kemungkinan yaitu menunjukkan adanya lesi periapikal abses dan granuloma GRANULOMA : - radiolusen berkabut, batas jelas - lesi mengikuti bentuk akar, terjadi di usia muda (imunitas yang masih bagus sehingga melokalisir lesi sbg bntuk pertahanan) - maksimal uk diameter yaitu 1 cm (melokalisir, tidka dapat membesar krna bentuk pertahanan lokal - lamina terputus di 1/3 apikal kemudian kanselus bereaksi untuk melokalisir berupa peningkatan densitas. Apabila terputus dan ada sakit(+) maka menjadi granuloma terinfeksi (ada keluhan sakit ataupun tanda akut pada pemeriksaan klinis) - Kapan suatu lesi menjadi granuloma? o Usia muda (adanya lokalisasi infeksi) o Lamina dura terlihat menyambung dan mempunyai bentuk tertentu o Bila sakit biasanya batas terlihat diffuse dan menandakan adanya infeksi ABSES - radiolusen berkabut dengan batas tidak jelas - pada abses dini belum terlihat begitu radiolusen, tp lamina dura sudah putus dan hilang di 1/3 apikal, ada keluah sakit krna belum terlokalisir lesinya. - Abses kronis : terjadi peningkatan densitas tulang di sekitar lesi - Abses kronis eksaserbasi akut : ada peningkatan densitas tulang di sekitar lesi, namun ada tanda akut pada pemeriksaan klinis.

6 - Abses pada anak-anak biasanya langsung terdiagnosis sebagai abses dentoalveolar karena tulang trabekulasi tipis. Namun proses healing berjalan cepat - Abses dentoalveolar : Abses yang telah mengenai sebagian besar pembungkus akar (alveolus) dan bisa menyebar sampai ke bifurkasi. - Abses periodontal: biasanya yang paling berperan terhadap abses ini adalah adanya trauma (kecuali akibat sebab lain, misalnya tertusuk duri ikan). LESI TRAUMATIK - Biasanya terlihat ada bukti trauma, baik secara klinis, radiografis, maupun tertera pada anamnesa berupa riwayat trauma. - Jejas trauma yang pertama terlihat dari periodonsium. - Bila kerusakan struktur pada gigi memiliki outline yang rapi (tidak irreguler), biasanya disebabkan trauma eksternal. - Biasanya terlihat batas jelas, sedikit diffuse namun tidak terlihat adanya pita radiolusen seperti pada kista. Pada bagian lesi dapat terlihat masih ada bagian lamina dura yang tersambung. - Gigi dapat dijumpai dalam keadaan vitalitas (+) partial necrosis maupun (-) necrosis pulpa, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hasil (+) dapat saja false positive. LESI CAMPURAN - Jalan masuknya lesi lebih dari satu, bisa dari Periapikal atau Periodontal - Dalam radiograph tentukan kira-kira dari mana jalan masuknya infeksi yang paling dominan : o Lihat pemeriksaan klinis : kalau berasal dari periodontal bisanya goyang sudah derajat 3. o Lihat perluasan lesi : lesi periapikal meluas dengan pusatnya berada pada apikal gigi, sedangkan pada lesi periodontal perluasan lesi lebih ke arah lateral dengan pusat tidak pada apikal gigi - Contoh penulisan DD : o Kasus primary perio with secondary endo : Abses periodontal EC OH buruk diperberat TFO dan Lesi Periapikal kronis EC NP. o Kasus primary endo with secondary perio : Abses apikalis kronis EC NP dan Lesi periodontal EC OH buruk diperberat TFO - Pada penulisan DD jangan menamai lesi campuran dengan dua abses (abses apikal dan periodontal), penamaan abses diberikan pada jalur infeksi yang lebih dominan sedang jalur yang kalah dominan diberi nama lesi saja. KISTA - Radiolusen dengan batas jelas ( jika sel epitel malassez terangsang) - batas jelas : radiopak seperti lamina dura - dapat membesar karena perkembangannya berasal dari tengah atau dalam lesi. - Jika ada tanda akut pada pem klinis, dan terlihat terputus batas tepi mya maka dikatakan kista terinfeksi

7 B) KELAINAN PERIODONTAL Dapat dilihat dengan 10 clues: 1. tinggi tulang yang tersisa - hitung jarak antara alv crest dengan tinggi seharusnya, bukan dari cej.berapa penurunannya. Tinggi tulang yg tersisa: 1/3 servikal, 1/3 tengah, atau 1/3 apikal 2. kondisi alveolar crest - perhatikan tl kortikal, bentuk, outline, kontinuitasnya, densitasnya.apabila sudah terjadi kerusakan tl kortikal, ireguler, sampai kehilangan tl 1 mm dr tempat seharusnya maka dikatakan mild periodontitis.apabila sudah kehilangan tulang lebih dari 1mm-1/2 akar dikatakan moderate.apabila kehilangan tl alv lbh dari ½ akar maka dikatakan severe 3. kehilangan tulang di bifurkasi - ada atau tidak keterlibatan bifurkasi. 4. lebar ruang periodontal - untuk melihat ada atau tidak jejas TFO - TFO merupakan faktor pemberat, dapat dilihat dr arah mesio distal ataupun antero posterior. Cth sisi mesial kondisi r periodontal dan lamina duranya berlawanan dengan kondisi lamina dura dan r periodontal di sisi distal 5. faktor lokal - kalkulus - restorasi yang overhanging -gigi malposisi 6. panjang akar, morfologi akar, rasio mahkota akar - mengacu pada poin satu 7. kontak interproksimal - bagaimana kontaknya baik atau tidak, ada atau tidak 8. pertimbangan anatomis - cth kehilangan gigi, supernumerary, impaksi, posisi sinus maksila pada RA 9. pertimbangan patologis - adanya karies, lesi periapikal, resorspsi akar 10. garis oklusi - sebidang atau tidak, meilhat adanya TFO atau tidak - garis oklusi yang sebidang bisa menjadi petunjuk adanya TFO, namun pada gambaran radiograf tetap harus dicari tanda jejasnya karena bisa saja walaupun garis oklusi tidak sebidang tetapi tidak terjadi TFO (mis. giginya tidak dipakai untuk menggigit) -ada atau tidaknya TFO berpengaruh terhadap rencana perawatan Diagnosis untuk kelianan periodontal 1. MILD: terdapat iregularitas pada crest sampai dengan kehilangan tulang 1 mm dari tempat seharusnya (bukan dari CEJ). 2. MODERATE: kehilangan tulang >1 mm dari tempat seharusnya sampai dengan setengah akar. 3. SEVERE

8 4. AGRESIVE :- pada usia <30 th, kerusakan tulang horizontal, lamina dura hilang tnpa sebab, terutama pada gigi I dan M. Faktor lokal tidk dominan walaupun ada. 5. untuk yang murni karena faktor lokal, kerusakan tulang angular Biasanya pada kasus Periodontitis: -Reference site terpotong -Terdapat perubahan pola dan densitas curiga sistemik -Jika dicurigai terdapat sistemik atau kelainan,maka dilakukan (1) foto keseluruhan, panoramik/full moth survey (2) Lihat kualitas tulang PRINSIP-PRINSIP RADIOLOGI - RISK AND BENEFIT (1) - ALARA (2 DAN 3) Ada 3 prinsip proteksi radiasi yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu : 1. Justifikasi Setiap penggunaan radiasi harus berlandaskan asas manfaat, dimana manfaat yang diterima harus lebih besar dari risiko yang ditimbulkannya. 2. Limitasi Dosis yang diterima pekerja radiasi maupun pasien tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik. 3. Optimasi Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (prinsip ALARA-as low as reasonably achieveable), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan radiasi harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang serta dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya. UNDANG-UNDANG BAB III. Petugas dan ahli proteksi radiasi

9 Pasal 4. Setiap Instalasi Atom harus mempunyai sekurang-kurangnya seorang Petugas Proteksi Radiasi. Pasal 5. (1) Setiap Penguasa Instalasi Atom, dengan persetujuan Instansi yang Berwenang, diwajibkan menunjuk dirinya sendiri atau orang lain dibawahnya selaku Petugas Proteksi Radiasi. (2) Petugas Proteksi Radiasi bertanggungiawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam lingkungan kepada Penguasa Instalasi Atom. Pasal 6. Petugas Proteksi Radiasi berkewajiban menyusun Pedoman Kerja, Instruksi dan lainlain yang berlaku dalam lingkungan Instalasi atom yang bersangkutan. Pasal 7. (1) Untuk mengawasi ditaatinya peraturan-peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi, perlu ditunjuk Ahli Proteksi Radiasi oleh Instansi yang berwenang. (2) Ahli Proteksi Radiasi diwajibkan memberikan laporan kepada Instansi yang Berwenang dan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi secara berkala. BAB V. Ketentuan-ketentuan kerja dengan zat-zat radioaktif dan sumber radiasi lainnya Pasal 14. Semua pekerjaan yang memakai zat radioaktif terbuka dan zat radioaktif tertutup serta sumber-sumber radiasi lainnya, harus mengikuti ketentuanketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Instansi yang berwenang. Pasal 15. Wanita hamil tidak diperkenankan meneriina dosis radiasi yang melebihi Nilai Batas yang diizinkan sebagai yang diatur pada Pasal 3. NILAI BATAS DOSIS (NBD) Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) telah menetapkan Nilai Batas Dosis (NBD) radiasi tahunan yang mengacu pada SK Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi. Nilai batas dosis yang ditetapkan dalam Ketentuan ini bukan batas tertinggi yang apabila dilampaui seseorang akan mengalami akibat radiasi merugikan yang nyata atau menjadi sakit, akan tetapi merupakan batas tertinggi yang dijadikan acuan, karena setiap penyinaran yang tidak perlu harus dihindari dan penerimaan dosis harus diusahakan serendah-rendahnya (ALARA). Nilai batas dosis pada masyarakat umum adalah 5 msv per tahun, dan untuk wanita hamil adalah 10 msv selama masa kehamilan. Dosis tahunan maksimum yang direkomendasikan untuk para pekerja kesehatan adalah 50 milisiverts dan seumur hidup maksimum yang diijinkan adalah 10 msv dikalikan dengan usia seseorang dalam tahun. Efek yang dihasilkan akibat radiasi, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dikurangi atau diminimalisir dengan dosis yang sesuai dan penggunaan proteksi radiasi bagi operator, pasien dan ruangan sehingga efek tersebut dapat dihindarkan HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KONTRAS 1. Subject contrast

10 Subject contrast merupakan perbedaan kontras yang disebabkan oleh perbedaan bagian tubuh pada pasien yang dilewati oleh sinar-x. Contohnya adalah gigi dan tulang akan menyerap hampir keseluruhan sinar radiasi sedangkan jaringan lunak akan meneruskan sinar radiasinya. Selain itu, subject contrast juga dipengaruhi oleh energi (kvp), ma, dan waktu dari sinar-x tersebut. Peningkatan kvp akan menurunkan kontras, sedangkan sebaliknya jika kvp diturunkan kontras akan meningkat. Biasanya kvp yang digunakan berkisar antara kvp. Perubahan waktu juga akan mempengaruhi kontras. Jika terlalu lama akan menyebabkan film menjadi lebih gelap. 2. Film contrast Film contrast bergantung pada jenis foto (intraoral atau ekstraoral) ataupun pada saat prosesing film tersebut. 3. Scattered radiation Pemeriksaan radiografi terhadap organ organ tubuh yang memiliki ketebalan dan nomor atom yang tinggi akan memerlukan energi sinar-x yang tinggi pula, sehingga radiasi yang dihamburkan juga tinggi. Kenaikan tegangan dan arus tabung serta penambahan luas lapangan penyinaran dapat menimbulkan bertambahnya jumlah radiasi hambur yang sampai ke film, sehingga mengakibatkan penurunan kontras radiografi. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI DETAIL DAN KETAJAMAN 1. Motion blurring Diakibatkan oleh adanya pergerakan dari film, subjek, ataupun sumber sinar-x disaat pemaparan sedang berlangsung. 2. Geometric blurring Diakibatkan oleh adanya fokal spot (sinar foton tidak dipancarkan dari tabung sinar-x). Semakin besar fokal spot, semakin berkurang ketajaman. Untuk meningkatkan ketajaman, dapat dengan cara meningkatkan jarak antara fokal spot dengan objek, serta mengurangi jarak antara objek dengan film. 3. Absorption unsharpness Dikarenakan adanya variasi bentuk objek. Contohnya adalah cervical burn-out. EFEK BIOLOGI RADIOTERAPI PADA WANITA HAMIL

11 Minggu ke-3 hingga minggu ke-8 kehamilan, merupakan fase pembentukan organ pada janin, sehingga paparan radiasi bahkan pada dosis yang sangat rendah (0,1 Gray atau 10 Rad) pun, dapat menyebabkan abortus maupun cacat bawaan. Kelainan yang ditimbulkan tergantung pada sistem organ yang sedang dibentuk pada saat terjadinya radiasi. Minggu ke-8 hingga minggu ke-15 kehamilan, merupakan fase pembentukan sistem saraf pusat pada janin. Sehingga apabila terjadi paparan radiasi dengan dosis > 30 Rad (0,3 Gray) pada fase ini, dapat mempengaruhi kecerdasan (tingkat intelektual) janin. Setelah minggu ke-16, janin menjadi lebih kebal terhadap paparan radiasi, tetapi tetap tidak boleh melebihi dosis tertentu. Sinar X (rontgen) yang diberikan selama usia kehamilan kurang dari 4 bulan, dapat menimbulkan cacat pada janin. Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, risiko cacat pada janin juga semakin berkurang. Tetapi apabila pemeriksaan radiologis tidak dapat terhindarkan, sebaiknya dipertimbangkan modalitas lain yang lebih aman dan tidak menimbulkan ionisasi seperti sinar X, misalnya dengan Ultrasonografi (menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi) ataupun MRI (Magnetic Resonance Imaging) sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi ibu dan juga meminimalkan dampak negatif bagi janin. EFEK BIOLOGIS RADIASI Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan. Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan

12 radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam sel. DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri. Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik. Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi. Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit). Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi. Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 4 Sv ( rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang sama. Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda.

13 Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis. Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul. Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut dosis ambang. Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih. Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut Efek Stokastik. Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih. Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen

14 dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi. Faux Pearl Perhatikan radiograf bitewing pada gambar A, lihat gambaran radiopak membulat pada gigi M1 bawah. Bandingkan pada radiograf bitewing gambar B yang diambil pada hari yang sama dan sudah tidak terdapat gambaran radiopak tersebut. Gambaran radiopak membulat pada bitewing A tersebut mirip seperti enamel pearl, namun bukan pulp stone, karena pulp stone hanya terdapat di dalam ruang pulpa. Gambaran ini disebut faux pearl (faux = false). Hal ini disebabkan angulasi dari sinar- X yang menyebabkan overlapping bagian atas akar mesial dan distal sehingga menyebabkan ilusi berupa faux pearl. Perhatikan tulang interradicular dan area furkasi pada gigi M1 bawah, tampak berbeda dari normal (gambar B). Sumber: White S.C, Pharoah M.J. Oral Radiology Principles and Interpretation 5th ed Mosby: Missouri Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed Elsevier. Langlais, R.P. Exercises in Oral Radiology and Interpretation 4th ed Saunders: Missouri.

15 STANDAR KOMPETENSI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI MAHASISWA S1 FKG UI- BPKM Blok 3 : Radiologi Dasar Pembuatan radiografi intra oral dan ekstra oral 1. Menjelaskan: - Dasar-dasar fisika radiasi - Sumber, jenis, dan kegunaan radiasi - Fisika radiasi - Efek radiasi/biologi radiasi - Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran radiografis - Sarana radiologi kedokteran gigi - Radiografi intra oral, indikasi, kelebihan, kekurangan, teknik pengambilan foto (paralel/biseksi, topografi/crosssection, bitewing) dan radiografi ekstra oral (panoramik, sefalometri lateral, PA) - Film radiografis dan proses pencucian - Kegagalan gambaran radiografis yang sering terjadi dan faktor penyebabnya 2. Menjelaskan proteksi radiasi untuk pasien, operator dan lingkungan 3. Menjelaskan Undang-Undang Keselamatan Nuklir dan tindakan proteksi serta penanggulangan efek radiasi pada penggunaan radiasi sebagai sarana diagnostik maupun terapi di bidang kedokteran gigi 4. Mengetahui macam-macam diagnostic imaging dalam dunia kedokteran gigi, contohnya yaitu MRI (Magnetic Resonance Imaging), USG (ultrasonografi), CT scans (Computed Tomography), CBCT (Cone Beam Computed Tomography). Blok 4 : Radiologi Kedokteran Gigi 1 Pendekatan interpretasi radiografi, evaluasi radiografik, anatomi dan anomali gigi serta rahang 1. Mampu memahami dan menjelaskan urutan erupsi, struktur dan morfologi gigi secara radiografis sehingga dapat mengidentifikasi perubahan/kelainan/penyakit yang berkaitan

16 2. Mampu melakukan pendekatan evaluasi radiografik gigi sulung dan gigi tetap serta berbagai komponen dalam sistem stomatognatik dan kompleks maksilomandibular 3. Mampu memahami dan menjelaskan struktur anatomi komponen-komponen stomatognatik 4. Mampu melakukan pembuatan radiograf (roentgen foto) gigi, tulang dan struktur maksilofasial sesuai tuntutan kompetensi, melakukan interpretasi radiografik struktur normal dan mengenali perubah Blok 5 : Radiologi Kedokteran Gigi 2 Interpretasi radiografis kelainan/penyakit jaringan keras gigi dan periodontal 1. Mampu menentukan pemeriksaan radiografik yang tepat berdasarkan prinsip pemeriksaan radiografik (ALARA, risk vs benefit, dan prinsip seleksi kasus sesuai justifikasi, pemeriksaan radiografik yang tepat) yang dibutuhkan pada kelainan jaringan keras gigi dan periodontal 2. Mampu mengidentifikasi karies secara radiografis pada gigi tetap dan sulung 3. Mampu memahami keterbatasan radiografik karies dan faktor-faktor yang mempengaruhi interpretasi radiografik 4. Mampu menjelaskan hasil pemeriksaan/interpretasi radiografik untuk menetukan perluasan dan kerusakan gigi 5. Mampu melakukan pemeriksaan radiografik untuk karies dan non karies 6. Mampu menentukan pemeriksaan radiografik untuk menginterpretasi, menganalisis dan menentukan diagnosis banding kelainan/kerusakan jaringan keras gigi dan jaringan periodontal Blok 6 : Radiologi Kedokteran Gigi 3 Interpretasi radiografis penyakit pulpa periapikal dan penjalaran infeksinya termasuk kedalam Sinus maksilaris, pemeriksaan khusus untuk penentuan akar dan saluran akar. 1. Mampu menentukan indikasi pemeriksaan radiografis yang dibutuhkan dan menginterpretasi hasil pemeriksaan radiografis untuk diagnosis kelainan/penyakit pulpa, periapikal, trauma gigi

17 Blok 7 : Radiologi Kedokteran Gigi 4 Interpretasi Radiografis Penatalaksanaan Kelainan/Penyakit Periodontal dan Evaluasi Kualitas dan Kuantitas Tulang Rahang 1. Mahasiswa mampu menginterpretasi radiografik penyakit/kelainan jaringan periodontal di antaranya periodontitis kronis, periodontitis agresif, abses periodontal, TFO, dan kondisi yang berkaitan dengan penyakit sistemik Blok 8 : Radiologi Kedokteran Gigi 5 Evaluasi Radiografik Pertumbuhan dan Perkembangan OKF dan Pasca Natal dan Anomali OKF 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan OKF secara normal pada masa pasca natal secara radiografik 2. Mampu menjelaskan macam-macam kelainan tumbuh kembang serta etiologinya secara radiografik Blok 11 : Radiologi Kedokteran Gigi 6 1. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan evaluasi radiografis kelainan/penyakit oromaksilofasial, manifestasi penyakit sistemik di rongga mulut, kista, neoplasma odontogenik dan non-odontogenik, penyaki/kelainan kelenjar saliva 2. Mahasiswa mampu meginterpretasi radiografik kelainan/penyakit OMF 1 (ekstraksi dan odontektomi) berkaitan dengan posisi pada tulang rahang, serta keterlibatan struktur anatomis sinus maksilaris dan kanalis mandibularis. Blok 12 : Radiologi Kedokteran Gigi 7 1. Mahasiswa diharapkan mampu mengevaluasi gambaran radiografik kelainan OMF 2 (trauma OMF, kelainan TMJ, pemeriksaan khusus trauma dan TMJ)

18 KOMPETENSI RADIOLOGI DOKTER GIGI STANDAR KOMPETENSI DRG KKI

19

Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI. Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti

Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI. Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti Pengantar skills lab INTERPRETASI RADIOGRAFIK DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti Interpretasi radiografik kemampuan membaca, menafsirkan dan menjelaskan apa yang terlihat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan klinis yang biasanya digunakan untuk membantu penegakan diagnosa dan rencana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1

BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL 1 BLOK 05 SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2017-2018 NAMA KLP NIM FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 BUKU PANDUAN SKILL S LAB BLOK 5 PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan seni dan ilmu dalam membuat gambar bayangan gigi dan struktur sekitarnya. Radiografi berperan penting di bidang

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 7 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI 4 ( RKG 4 )

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 7 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI 4 ( RKG 4 ) BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 7 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI 4 ( RKG 4 ) NAMA NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti. Dipresentasikan di forum ilmiah PDGI Jakarta Timur - Juni 2008

Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti. Dipresentasikan di forum ilmiah PDGI Jakarta Timur - Juni 2008 Hanna H. Bachtiar Iskandar Menik Priaminiarti Dipresentasikan di forum ilmiah PDGI Jakarta Timur - Juni 2008 Pemeriksaan radiografik Pemeriksaan lanjutan non interventif untuk memperoleh informasi diagnostik

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosa dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi dibidang ilmu kedokteran gigi yaitu pengambilan gambar menggunakan radiografi dengan sejumlah radiasi untuk membentuk bayangan yang dapat

Lebih terperinci

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan bisa menyebabkan hilangnya gigi. Faktor-faktor yang memelihara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental biasa digunakan untuk membantu menemukan masalah pada rongga mulut pasien. Radiografi melibatkan penggunaan energi sinar untuk menembus gigi dan merekam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang profesor fisika dari Universitas Wurzburg, di Jerman. Hasil radiografi terbentuk karena perbedaan

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

Dasar Proteksi Radiasi

Dasar Proteksi Radiasi Dasar Proteksi Radiasi 101 Tujuan Proteksi Radiasi Mencegah terjadinya efek non-stokastik yang berbahaya, dan membatasi peluang terjadinya efek stokastik hingga pada nilai batas yang dapat diterima masyarakat;

Lebih terperinci

Bab 2. Nilai Batas Dosis

Bab 2. Nilai Batas Dosis Bab 2 Nilai Batas Dosis Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat menghasilkan kualitas gambar intraoral yang dapat dijadikan untuk. sebelumnya (Farman & Kolsom, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. tepat menghasilkan kualitas gambar intraoral yang dapat dijadikan untuk. sebelumnya (Farman & Kolsom, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat bantu diagnosis utama di bidang kedokteran gigi untuk menentukan keadaan penyakit dan merencanakan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Mei 7 bertujuan untuk mengetahui persentase jenis kegagalan radiografi periapikal di RSGM UMY yang diterima

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu mengumpulkan data. Fungsi analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik merupakan suatu faktor penting dalam pemeliharaan gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan umum perawatan ortodontik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi nuklir merupakan suatu bentuk pancaran energi. Radiasi nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengionisasi partikel pada lintasan yang dilewatinya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

BUKU PANDUAN PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI BUKU PANDUAN PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI TIM PENYUSUN Penaggung Jawab Profesi: Purbo Seputro, drg TIM PENYUSUN Penaggung Jawab Profesi: Anggota: DR M Chair Effendi, drg, SU, SpKGA

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan BAB. I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Sinar-X merupakan sepenggal spektrum gelombang elektromagnetik yang terletak di ujung energi tinggi spektrum gelombang elektromagnetik di bawah dan bersinggungan

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sinar X telah lama dikenal dalam bidang kedokteran umum maupun kedokteran gigi sebagai suatu alat yang sangat membantu dalam suatu diagnosa penyakit gigi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Radiologi Kedokteran Gigi a. Sejarah Radiologi Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, pertama kali menemukan sinar-x pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara observasional deskriptif dengan cara pengamatan terhadap hasil radiografi pasien yang telah dilakukan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PERIODONSIUM DAN JARINGAN SEKITARNYA OLEH: DRG. SYAIFUL AHYAR, MS

PEMERIKSAAN PERIODONSIUM DAN JARINGAN SEKITARNYA OLEH: DRG. SYAIFUL AHYAR, MS PEMERIKSAAN PERIODONSIUM DAN JARINGAN SEKITARNYA OLEH: DRG. SYAIFUL AHYAR, MS TUJUAN : Tentukan penyakit Gingiva & periodontal ada. Identifikasi tipe, perluasan, distribusi, dan keparahan penyakit bila

Lebih terperinci

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY [JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY Journal Homepage : http://jurnal.unsyiah.ac.id/jds/ GAMBARAN RADIOGRAF PADA PENYAKIT PERIODONTAL Dewi Saputri Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Dalam bidang kedokteran gigi, pemeriksaan radiografi memiliki peran yang sangat penting. Hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan data dukungan

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 12-16 Malang 65145, Telp. 085784638866

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN INTERPRETAS RADIOGRAFI KELAINAN DALAM RONGGA MUL

FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN INTERPRETAS RADIOGRAFI KELAINAN DALAM RONGGA MUL FAKTOR PENYEBAB KESALAHAN INTERPRETAS RADIOGRAFI KELAINAN DALAM RONGGA MUL Muliaty Yunus Bagian Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Abstract For the interpretation of radiography

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengetahuan Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya.wujudnya dapat berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan.perilaku

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Impaksi Menurut Indonesian Journal of Dentistry, gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 )

BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 ) BUKU PETUNJUK REINFORCEMENT / SKILL'S LAB (BPRSL) BLOK 3 RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI ( RKG 1 ) NAMA NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Radiasi sinar X dapat memberikan efek terhadap sistem kehidupan secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan Diagnosa Dalam Perawatan Endodonti Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK. secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK Panoramik merupakan salah satu foto rontgen ekstraoral yang telah digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial. 5,7,10,11

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keparahannya berbanding lurus dengan dosis dan memiliki ambang batas. Jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keparahannya berbanding lurus dengan dosis dan memiliki ambang batas. Jika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar X terhadap jaringan biologis dapat memberikan efek deterministik dan stokastik. Efek deterministik merupakan efek yang keparahannya berbanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi merupakan suatu bentuk energi. Ada dua tipe radiasi yaitu radiasi partikulasi dan radiasi elektromagnetik. Radiasi partikulasi adalah radiasi yang melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di bidang kedokteran gigi karena radiograf mampu menyediakan informasi kondisi objek yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Gibson et.al. kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

TEORI DASAR RADIOTERAPI

TEORI DASAR RADIOTERAPI BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016 PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi, Universitas Brawijaya Jl. Veteran 12-16 Malang, 65145, Telp. 085784638866,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Pemeriksaan radiografi mempunyai peranan yang sangat penting di bidang kedokteran gigi. Ini karena hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi dan Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi pertama dilakukan pada tahun 1895 dengan penemuan X-ray oleh Profesor Wilhelm Conrad Roentgen. Ahli fisika Jerman ini adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.672, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Radiasi Proteksi. Keselamatan. Pemanfaatan. Nuklir. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Ras India Penduduk ras India Malaysia merupakan suatu kaum yang berasal dari India selatan. Mereka telah datang ke Malaysia sejak dua ribu tahun lalu.kelompokkelompok seperti

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut American Dental Association (ADA), fraktur dapat diartikan sebagai pecahnya satu bagian, terutama dari struktur tulang, atau patahnya gigi. Akar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi Telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan Surat Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-99

Lebih terperinci

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Premolar Satu Rahang Bawah Olivia Elton Heryanto, Benindra Nehemia, Hanna H. Bachtiar Iskandar Corresponding address: Department of Radiology,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Radiologi dimulai dengan penemuan sinar-x oleh William Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 tahun kemudian, penemuan

Lebih terperinci

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun dari jaringan yang merupakan kumpulan dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi sering digunakan sebagai informasi diagnostik tambahan yang dikumpulkan melalui pemeriksaan jaringan lunak. Radiografi yang pada umumnya

Lebih terperinci

untuk melihat area yang luas pada rahang atas dan rahang bawah pada satu film c. Foto ekstraoral

untuk melihat area yang luas pada rahang atas dan rahang bawah pada satu film c. Foto ekstraoral 1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan terapan dasar radiologi kedokteran gigi dan alat yang digunakan a. Terapan secara umum Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen. Dr. Otto Walkhaff (dokter

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik 11/18/2010 1 PERAWATAN INISIAL Perawatan Fase I Perawatan fase higienik Tahap Pertama serangkaian perawatan periodontal untuk : Penyingkiran semua iritan lokal penyebab inflamasi Motivasi dan instruksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembentukan Akar Gigi Pembentukan akar gigi terjadi setelah pembentukan mahkota gigi selesai dengan sempurna dan gigi mulai erupsi. Pembentukan akar dimulai dari proliferasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEKNIK RADIOGRAFI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DALAM MENDETEKSI KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR

PERBANDINGAN TEKNIK RADIOGRAFI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DALAM MENDETEKSI KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR PERBANDINGAN TEKNIK RADIOGRAFI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DALAM MENDETEKSI KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

KUALITAS GAMBAR RADIOGRAFI KONVENSIONAL

KUALITAS GAMBAR RADIOGRAFI KONVENSIONAL REFERAT KUALITAS GAMBAR RADIOGRAFI KONVENSIONAL OLEH : Budi Windarta PEMBIMBING : dr. Bambang Purwanto Utomo, Sp Rad. PPDS I RADIOLOGI FKUGM YOGYAKARTA 2014 1 PENDAHULUAN 1 KUALITAS RADIOGRAF YG TINGGI

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : Periodonsia I NOMOR KODE/ SKS : PE 142/ 2 SKS GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata Kuliah ini membahas mengenai pengenalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Dibidang kedokteran gigi, pemeriksaan radiografi mempunyai peranan yang sangat penting. Hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan data dukungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Radiasi adalah pemancaran/pengeluaran dan perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari atom atau subatom

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL

PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Prognosis PROGNOSIS PENYAKIT GINGIVA DAN PERIODONTAL Ramalan perkembangan,perjalanan dan akhir suatu penyakit Prognosis Penyakit Gingiva dan Periodontal Ramalan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu unsur yang penting untuk menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Kesehatan bukanlah semata-mata merupakan tanggung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam diagnosis danpengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut tertentu. Meskipundosis radiasi dalamradiografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mandibula Mandibula berbentuk seperti tapal kuda dan meyangga gigi pada rahang bawah. Tulang mandibula dapat bergerak dan tidak ada artikulasi dengan tulang tengkorak. Tulang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 540 kasus perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida melalui hasil radiografi periapikal pasien yang

Lebih terperinci