SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON TEMPURUNG KELAPA DAN VARIASI LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON TEMPURUNG KELAPA DAN VARIASI LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA"

Transkripsi

1 SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON TEMPURUNG KELAPA DAN VARIASI LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan OLEH : SISWANTI ZURAIDA K PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

2 iii PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada hari : Jumat Tanggal : 3 Februari 2012 ii

3 iv PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Jumat Tanggal : 3 Februari 2012 iii

4 v Abstrak Siswanti Zuraida, 2012, PENGARUH PENAMBAHAN KARBON TEMPURUNG KELAPA DAN VARIASI LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu pembakaran minimal pada pembuatan batu bata tanah liat dengan penambahan karbon tempurung kelapa. Waktu pembakaran diharapkan lebih cepat dari waktu pembakaran batu bata biasa yaitu 4 hari atau 96 jam. Sehingga dalam penelitian ini waktu pembakaran batu bata divariasikan menjadi 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 60 jam. Adapun penambahan karbon divariasikan menjadi 0%, 5%, 10% 20% dan 30%. Setelah batu bata dibakar berdasarkan variasi waktu dan karbon tersebut, dilakukan uji batu bata berdasarkan karakteristik fisis yang meliputi uji berat jenis, uji susut bakar dan uji porositas, dan karakteristik mekanik yaitu uji tekan. Standar uji batu bata tersebut mengacu pada SII Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh waktu pembakaran minimal batu bata pada waktu 24 jam, dengan penambahan karbon sebesar 8,1% dan diperoleh kekuatan tekan sebesar 4,939 MPa mendekati standar batu bata kelas 50, dengan berat jenis sebesar 1,8867 gr/cm 3. Sedangkan untuk susut bakar terkecil diperoleh pada waktu pembakaran 12 jam, dengan penambahan karbon 9,52% dan diperoleh susut bakar sebesar 10,332%. Untuk porositas minimal diperoleh pada waktu pembakaran 60 jam dengan penambahan karbon 1,2% dan diperoleh porositas sebesar 3,86%. Namun uji porositas pada waktu pembakaran 60 jam tidak memenuhi standar uji porositas untuk batu bata (< 5%). Kata Kunci : batu bata, waktu pembakaran, karbon tempurung kelapa, kuat tekan, berat jenis, susut bakar dan porositas. iv

5 vi Abstract Siswanti Zuraida, The Influence of Addition Coconut Shell Carbon And The Variation of Combustion Time Toward a Physical and Mechanical Characteristic of Bricks. Final Assignment. Surakarta: Faculty of Teaching Training And Education Sebelas Maret University. This research purposed to know a minimal combustion time in the manufacture of clay bricks with the additional of coconut shell carbon. A combustion time be expected faster than a normal combustion of bricks, such as 4 days or 96 hours. So that, this research varieties combustion time are 12 hours, 24 hours, 36 hours, and 60 hours. Whereas the additional of coconut shell carbon is varieted by 0%, 5%, 10%, 20% and 30%. The bricks tested based on its physical and mechanical characteristic. The pysical characteristics belong to specific gravity test, shrinkage grilled test and porosity test. While the mechanical characteristic is compression strength test. According to research s result, is found a minimal combustion time of bricks in 24 hours with the additional of carbon is 8,1% and compression strength is 4,939 MPa, close to bricks standard of 50 rd class and specific gravity is 1,8867 gr/cm 3. Whereas for shrinkage grilled test is found in 12 hours of combustion time, with the additional of carbon is 9,52% and shrinkage grilled 10,332%. For porosity test is found in 60 hours of combustion time with the additional of carbon is 1,2% and porosity is 3,86%. However the porosity in 60 hours of combustion time is not appropriate with bricks porosity standard (<5%). Key Words : bricks, combustion time, coconut shell carbon, compression strength, specific gravity, shrinkage grilled, and porosity. v

6 vii MOTTO.. niscaya Alloh akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Alloh Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al Mujadalah :11) to Take time to think, it s the source of power Take time to read, it s the foundation of wisdom Take time to quite, it s the opportunity to seek Alloh Take time dream, it s the future made off Take time to pray, it s the greatest power on the Earth (Anonim) Jikalau engkau lelah mengerjakan kebaikan, maka ingatlah bahwa rasa lelah itu akan segera hilang, sedang kebaikan itu akan kekal dalam keabadian (Ali Bin Abi Thalib RA) Kekayaan itu bukan terletak pada banyaknya harta melainkan terletak pada banyaknya ilmu. Karena harta bisa hilang sedangkan ilmu akan terus tumbuh (Siswanti Zuraida) Character is like a tree and reputation like its shadow. The shadow is what we think of it, the tree is a real think. (Abraham Lincoln) vi

7 viii PERSEMBAHAN Dengan penuh kasih, karya ini kupersembahkan untuk: Ayah atas segala nasihatnya untuk terus mengejar ilmu. Ibu atas segala kesabaran, kasih sayang dan doa-doanya Kakak-kakakku atas semua dukungan finansialnya Adikku untuk motivasiku menjadi kakak terbaik Dan untuk semua keluargaku di bumi Parahyangan Almamaterku Universitas Sebelas Maret Ucapan terima kasih kupersembahkan pada: Teman-teman PTB 2008 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas dukungan morilnya.. Mas Ismail dan Mba Nining atas waktunya berbagi pengalaman skripsi.. Dek Hani dan Dek Anita, atas bantuan antar jemput dan uji bahan.. Mas Suryanto FT atas kesediaanya meminjamkan referensi Rizal UGM, Rizky dan Ical UII atas bantuannya mencari referensi.. Oza dan Nofri UI atas bantuannya memecahkan soal.. Lisa Undip atas kesediannya menjadi tempat curhat.. Tegar ITB atas inspirasinya Irga ITB untuk motivasi intrisiknya.. vii

8 ix KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-nya, penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini sesuai dengan waktu yang diharapkan. Proposal skripsi ini berjudul PENGARUH PENAMBAHAN KARBON TEMPURUNG KELAPA DAN VARIASI LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA Dalam menyusun skripsi ini penulis mendapat bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Sutrisno, ST.M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Ida Nugroho Saputro, ST. M.Eng selaku Ketua Program Pendidikan Teknik Sipil/Banguan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Abdul Haris S. S.Pd., M.Pd selaku Koordinator Skripsi Pendidikan Teknik Sipil/Bangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Ibu Anis Rahmawati S.T.,M.T selaku Dosen pembimbing I, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi. 6. Ibu Ernawati Sri Sunarsih, S.T.,M.Eng selaku Dosen pembimbing II, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki kekurangan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai acuan pelaksanaan penelitian dan semua pihak yang memerlukannya Surakarta, Januari 2012 Penulis viii

9 x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v MOTTO... vi PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR PERSAMAAN... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan Masalah... 4 D. Perumusan Masalah... 5 E. Tujuan Penelitian... 6 F. Manfaat Penelitian... 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Tanah Liat Batu bata Air Karbon (Arang) Tempurung Kelapa B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berfikir D. Hipotesis ix

10 xi BAB III BAB IV METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Waktu Penelitian B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Sampel C. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber Data Teknik Mendapatkan Data D. Rancangan Penelitian 1. Studi Penelitian Tahap Penelitian E. Teknik Analisa Data 1. Uji Prasyarat Analisis Pengujian Hipotesis ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan Kuat Tekan Batu Bata Pemeriksaan Berat Jenis Batu Bata Pemeriksaan Susut Bakar Batu Bata Pemeriksaan Porositas Batu Bata B. Pengujian Persyaratan Analitis 1. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi Uji Normalitas C. Pengujian Hipotesis 1. Uji Hipotesis Pertama Uji Hipotesis Kedua D. Analisa dan Pembahasan 1. Karbon Tempurung Kelapa x

11 xii 2. Kuat Tekan Batu Bata Berat Jenis Batu Bata Susut Bakar Batu Bata Porositas Batu Bata BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III LAMPIRAN IV LAMPIRAN V LAMPIRAN VI xi

12 xiii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Komposisi Kimia Tanah Liat Karakteristik Jenis Tanah Liat Di Indonesia Perkiraan Perubahan Warna Tanah Liat Setelah Proses Pembakara Modul Standar Ukuran Batu Bata Merah Daftar Penyimpangan Ukuran Maksimum Batu Bata Klasifikasi Kekuatan Bata Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata Kandungan Buah Kelapa Persentase Kadar Material Buah Kelapa Komposisi Kimia Kelapa Alokasi Waktu Kegiatan Penelitian Rincian Sampel Benda Uji Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam xii

13 xiv 29. Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Kuat Tekan Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Kuat Tekan Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Kuat Tekan Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Kuat Tekan Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata SII Hasil Uji Kuat Tekan Maksimum Berat Jenis Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Berat Jenis Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Berat Jenis Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Berat Jenis Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hasil Uji Berat Jenis Maksimum Susut Bakar Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Susut Bakar Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Susut Bakar Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Susut Bakar Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hasil Uji Susut Bakar Maksimum Porositas Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Porositas Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Porositas Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Porositas Rata-Rata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hasil Uji Porositas Maksimum xiii

14 xv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Proses Pembakaran Pada Pembuatan Batu Bata Diagram Proses Karbonisasi Paradigma Penelitian Alur Penelitian Skema Pembuatan Batu Bata Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 30 Jam Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hubungan Kuat Tekan Batu Bata dengan Penambahan Karbon Susunan Molekul SiO2 dalam Bentuk Ball-stick Hubungan Kuat Tekan Batu Bata dengan Waktu Pembakaran Keesuaian Kuat Tekan Batu Bata Uji dengan Standar Hubungan Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Hubungan Berat Jenia Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Hubungan Berat Jenia Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Hubungan Berat Jenia Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hubungan Berat Jenis Batu Bata dengan Penambahan Karbon Hubungan Berat Jenis Batu Bata dengan Waktu Pembakaran Kesesuaian Berat Jenis Batu Bata Uji dengan Standar Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hubungan Susut Bakar dengan Penambahan Karbon Hubungan Susut Bakar dengan Waktu Pembakaran Kesesuaian Susut Bakar Batu Bata Uji dengan Standar Hubungan Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam xiv

15 xvi 29. Hubungan Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Hubungan Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Hubungan Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hubungan Porositas dengan Penambahan Karbon Susunan Molekul SiO Hubungan Porositas dengan Waktu Pembakaran Kesesuaian Porositas Batu Bata Uji dengan Standar xv

16 xvii DAFTAR PERSAMAAN Persamaan Halaman 1. Kuat tekan Batu Bata Berat Jenis Batu Bata Porositas Batu Bata Susut Bakar Batu Bata Berat Jenis Tanah Liat Batas Plastis Tanah Liat Indeks Plastisitas Tanah Liat Regresi Kuat Tekan pada Waktu Pembakaran 12 Jam Regresi Kuat Tekan pada Waktu Pembakaran 24 Jam Regresi Kuat Tekan pada Waktu Pembakaran 36 Jam Regresi Kuat Tekan pada Waktu Pembakaran 60 Jam Regresi Berat Jenis pada Waktu Pembakaran 12 Jam Regresi Berat Jenis pada Waktu Pembakaran 24 Jam Regresi Berat Jenis pada Waktu Pembakaran 36 Jam Regresi Berat Jenis pada Waktu Pembakaran 60 Jam Regresi Susut Bakar pada Waktu Pembakaran 12 Jam Regresi Susut Bakar pada Waktu Pembakaran 24 Jam Regresi Susut Bakar pada Waktu Pembakaran 36 Jam Regresi Susut Bakar pada Waktu Pembakaran 60 Jam Regresi Porositas pada Waktu Pembakaran 12 Jam Regresi Porositas pada Waktu Pembakaran 24 Jam Regresi Porositas pada Waktu Pembakaran 36 Jam Regresi Porositas pada Waktu Pembakaran 60 Jam xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang berkelanjutan banyak memberikan peluang bagi banyak orang. Apalagi ditunjang pendapatan yang semakin meningkat sehingga memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan utama, seperti properti. Dari hal inilah sebuah peluang muncul dalam pengadaan material utama pendukung dalam pembangunan properti yaitu batu bata. Meskipun dewasa ini sudah ditemukan inovasi bahan pengganti batu bata dalam membuat dinding bangunan, tetapi sebagian besar masyarakat masih menggunakan batu bata. Batu bata merupakan salah satu bahan bangunan yang digunakan sebagai pengisi dinding. Diantara berbagai macam bahan bangunan yang digunakan sebagai dinding, seperti bambu, kayu dan batako, batu bata masih paling diminati masyarakat karena kekuatannya yang telah teruji serta pembuatan yang relatif mudah dan dapat dilakukan dalam skala home industry. Saat ini, di Indonesia proses pembuatan batu bata masih dilaksanakan dengan metode tradisional. Bahan utama pembuat batu bata yang umumnya digunakan adalah tanah liat. Pengerjaan batu bata yang masih dilakukan secara tradisional tersebut banyak berpengaruh pada kapasitas produksi. Waktu pembuatan batu bata dengan metode tradisional terbilang cukup lama (sekitar 7 hari) dengan suhu pembakaran yang sangat tinggi sehingga berimbas pada peningkatan biaya produksi. Ditambah musim yang kurang menentu. Di mana sulit diprediksi kapan musim kemarau atau musim hujan. Hal tersebut jelas mempengaruhi proses pengeringan batu bata. Dinding pasangan batu bata adalah terbanyak digunakan, tetapi batu bata di Indonesia sifatnya kurang keras dan rapat bila dibandingkan batu bata yang dibuat di Eropa. Hal ini disebabkan oleh bahan dasar dan cara membakar dalam pembuatan batu bata yang masih sangat sederhana. (Rudi Gunawan, 2005). Seperti halnya dikutip dari saat ini dengan tungku pembakaran berkapasitas 20 ribu batu bata, dalam 2 bulan 3x pembakaran 1

18 2 bisa menghasilkan sekitar 200 ribu batu bata sesuai permintaan. Dalam proses produksinya, untuk produksi 70 ribu batu bata dibutuhkan tanah liat sebanyak ½ bak truk (sedang). Sedangkan untuk pembakarannya dibutuhkan kayu bakar sebanyak 1.5 bak truk dengan harga Rp per truk Rp untuk kayu dan Rp untuk transport. (Muhammad Yusuf, 2008). Meningkatnya biaya produksi batu bata tersebut salah satunya disebabkan oleh minimnya penelitian tentang pengembangan bahan baku maupun teknik-teknik terbaru dalam proses produksi yang mudah diadopsi oleh industri tradisional tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan baku pembuatan batu bata yang dapat meningkatkan kualitas hasil produksi batu bata tradisional, dengan menggunakan bahan yang banyak terdapat di lingkungan dan dengan teknologi yang mudah diadopsi oleh industri tradisional. Salah satu penelitian terbaru dalam pengembangan bahan baku batu bata adalah pemanfaatkan abu asap dari proses pembakaran bahan baku gula menjadi bahan campuran batu bata. Seperti dikutip dari penelitian ini dipublikasikan pada International Environmental Project Olympiade (Inepo) 2010, di Kota Istanbul, Turki, yang digelar pada Mei Hasil penelitian yang telah diuji di laboratorium tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa batu bata merah dari campuran abu asap pembakaran bahan baku gula lebih kuat dan lebih tahan gempa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mikrajuddin Abdullah dkk. dengan judul Sintesis Keramik Berbasis Komposit Clay-Karbon dan Karakterisasi Kekuatan Mekaniknya telah berhasil mensintesis komposit dari campuran clay dan bubuk karbon. Melalui penelitian tersebut diketahui bahwa penambahan bubuk karbon sekitar 0,05 0,1 w/w meningkatkan kekuatan keramik sekitar 8 kali lipat dari kekuatan keramik tanpa penambahan karbon dan waktu pembakaran yang singkat yaitu 2 jam (Jurnal Nanosains & Nanoteknologi, Vol 2, No 2,2009). Penelitian ini merupakan pengembang dari beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian batu bata secara umum yaitu mengembangkan metode terbaru untuk bahan tambahan batu bata yang dapat mempercepat waktu pembakaran. Titik berat fokus permasalahan pada penelitian

19 3 ini adalah mempercepat proses pembakaran batu bata dengan penambahan karbon. Adapun karbon yang digunakan yaitu karbon tempurung kelapa yang diperoleh dari pembakaran tempurung kelapa. Alasan penggunaan material tersebut adalah berlimpahnya material di lingkungan serta pemanfaatannya yang masih sangat terbatas. Beberapa pemanfaatan limbah tempurung kelapa saat ini yaitu sebagai komoditi kriya kerajinan tangan yang tidak semua limbahnya dapat dimanfaatkan, hanya bagian tempurung yang masih bagus yang bisa dijadikan kerajinan tersebut. Sejauh ini, pemanfaatan buah kelapa masih bersifat umum, terbatas pada daging buahnya saja untuk dijadikan kopra, minyak dan santan untuk keperluan rumah tangga, sedangkan hasil sampingan lainnya seperti tempurung kelapa belum begitu banyak dimanfaatkan. Penggunaan tempurung kelapa, sebagian kecil sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga, pengasapan kopra, dan lain-lain. Padahal menurut data Oil World yang dirilis pada Agustus 2006 (Erliza Hambali dkk., 2008), produksi kelapa dalam negeri tercatat sebanyak 880 ribu ton dengan presentase tempurung kelapa mencapai 12% - 19% dari berat keseluruhan buah kelapa. Pada tahun 2005 saja ketersediaan tempurung kelapa mencapai 105,6 ton. Tempurung merupakan lapisan keras yang terdiri dari lignin, selulosa, metoksil dan berbagai mineral. Kandungan bahan-bahan tersebut beragam sesuai dengan jenis kelapanya. Struktur yang keras disebabkan oleh silika (SiO 2 ) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung (Erliza Hambali dkk., 2008). Silikat adalah senyawa yang mengandung satu anion dengan satu atau lebih atom silikon pusat yang dikelilingi oleh elektronegatif. Dimana, silikat atau silikon dioksida (SiO 2 ) itu memiliki daya rekat yang tinggi dan biasa digunakan untuk bahan baku pembuatan semen atau konstruksi lainnya ( Salah satu produk yang bernilai ekonomi yang dibuat dari tempurung kelapa adalah karbon (arang). Karbon tempurung kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran tidak sempurna terhadap tempurung kelapa. Sebagai bahan bakar, arang lebih menguntungkan dibanding kayu bakar. Karbon

20 4 memberikan kalor pembakaran yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit. Pembuatan arang tempurung kelapa belum banyak yang melakukannya, padahal potensi bahan baku dan potensi pasar cukup besar. Mengingat besarnya potensi arang tempurung kelapa dan kendala lamanya waktu pembakaran dalam pembuatan batu bata, maka penulis merancang sebuah penelitian yang berjudul Pengaruh Penambahan Karbon Tempurung Kelapa dan Variasi Lama Pembakaran Terhadap Karakteristik Fisis dan Mekanis Batu Bata. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik beberapa identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Waktu pembakaran batu bata yang terlalu lama meningkatkan biaya produksi. 2. Limbah tempurung kelapa yang masih berlimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal. 3. Pemanfaatan limbah tempurung kelapa menjadi karbon untuk bahan tambahan pembuatan batu bata. 4. Belum diketahui presentase penambahan karbon tempurung kelapa untuk mempercepat waktu pembakaran. 5. Belum diketahui pengaruh penambahan karbon tempurung kelapa terhadap sifat mekanik batu bata. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah serta agar masalah yang dikaji dalam penelitian ini menjadi terarah dan tidak melebar terlalu jauh maka dibuat batasan masalah sebagai berikut: 1. Sifat fisis dan mekanis batu bata yang ditinjau adalah kuat tekan, berat jenis, susut bakar dan porositas. 2. Variabel penelitian adalah prosentase penambahan karbon dan waktu pembakaran.

21 5 3. Karbon yang digunakan adalah karbon tempurung kelapa tua. 4. Variasi penambahan karbon yaitu 0%, 5%, 10%, 20% dan 30%. 5. Variasi waktu pembakaran yaitu 12 jam, 24 jam, 48 jam, dan 60 jam. 6. Benda uji berupa batu bata merah yang terbuat dari tanah liat dengan dimensi 23 cm x 11 cm x 5 cm. 7. Tanah liat yang digunakan adalah tanah lempung alluvial yaitu lempung yang terdapat di pesawahan dan tersebar diseluruh pulau Jawa. 8. Tanah liat yang digunakan berasal dari pesawahan Desa Waru, Kecamatan Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah. 9. Pengaruh penambahan karbon tempurung kelapa terhadap waktu pembakaran batu bata. 10. Pengaruh penambahan karbon tempurung kelapa terhadap karakteristik fisis dan mekanis batu bata. 11. Prosentase optimal penambahan karbon tempurung kelapa untuk mendapatkan waktu pembakaran yang minimal pada batu bata. 12. Prosentase optimal penambahan karbon tempurung kelapa untuk mendapatkan karakterisik fisis dan mekanis yang sesuai dengan standar baku pada batu bata. 13. Tidak meninjau besarnya suhu pembakaran. 14. Tidak meninjau persamaan kimia reaksi pembakaran. D. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang masalah tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh penambahan karbon tempurung kelapa pada waktu pembakaran batu bata? 2. Adakah pengaruh penambahan karbon tempurung kelapa pada karakteristik fisis dan mekanis batu bata? 3. Berapakah prosentase optimal penambahan karbon tempurung kelapa untuk mencapai karakteristik fisis dan mekanis batu bata yang sesuai standar?

22 6 4. Berapakah waktu pembakaran minimal yang dibutuhkan untuk mencapai kekuatan maksimal batu bata? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan pembatasan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan karbon tempurung kelapa terhadap karakteristik fisis dan mekanis batu bata. 2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan karbon tempurung kelapa terhadap waktu pembakaran batu bata. 3. Untuk mengetahui prosentase optimal penambahan karbon tempurung kelapa untuk mencapai karakteristik fisis dan mekanis batu bata yang sesuai standar. 4. Untuk mengetahui waktu pembakaran minimal yang dibutuhkan untuk mencapai kekuatan maksimal batu bata. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini begitu penting karena dapat menghasilkan informasi yang dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan informasi dalam bidang ilmu pengetahuan bahan bangunan pengaruh penambahan karbon aktif arang tempurung kelapa terhadap waktu pembakaran batu bata. b. Memberikan informasi dalam bidang ilmu pengetahuan bahan bangunan pengaruh penambahan arang tempurung kelapa terhadap kekuatan batu bata. c. Memberikan informasi tentang pemanfaatan arang tempurung kelapa sebagai bahan tambahan pembuatan bahan bangunan khususnya batu bata. d. Sebagai penelitian pengembang untuk penelitian lain yang relevan. e. Sebagai pendukung teori-teori penelitian sebelumnya.

23 7 2. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi tentang pemanfaatan tempurung kelapa menjadi karbon (arang) yang bisa dijadikan komoditas komersial. b. Memberikan informasi tentang karbon (arang) yang bisa mempercepat waktu pembakaran batu bata sehingga produksi batu bata lebih cepat.

24 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Tanah Liat a. Definisi Tanah Liat Tanah liat merupakan bahan dasar yang dipakai dalam pembuatan batu bata, dimana kegunaannya sangat menguntungkan bagi manusia karena bahannya yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. Kira-kira 70% atau 80% dari kulit bumi terdiri dari batuan yang merupakan sumber tanah liat. Tanah liat banyak ditemukan di areal pertanian terutama persawahan. Redaksi PS (2007) mendefinisikan tanah liat sebagai tanah yang bertekstur paling halus dan lengket atau berlumpur. Karakteristik tanah liat adalah memiliki pori-pori berukuran kecil (pori-pori mikro) yang lebih banyak daripada pori-pori yang berukuran besar (pori-pori makro) sehingga kemampuan mengikat air yang lebih kuat. Pori-pori mikro adalah pori-pori halus yang berisi air kapiler (udara), sedangkan pori-pori makro adalah pori-pori yang berisi udara atau air gravitasi yang mudah hilang. Tanah liat memiliki sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah akan mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi keras, sedangkan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya, masyarakat memanfaatkan tanah liat atau lempung ini sebagai bahan baku pembuatan bata dan gerabah. Tanah liat memiliki komposisi kimia sebagai berikut: Tabel 1. Komposisi Kimia Tanah Liat No Unsur Kimia Jumlah (%) 1 SiO 2 59,14 2 Al 2 O 3 15,34 3 Fe 2 O 3 + FeO 6,88 4 CaO 5,08 8

25 9 No Unsur Kimia Jumlah (%) 5 Na 2 O 3,84 6 MgO 3,49 7 K 2 O 1,13 8 H 2 O 1,15 9 TiO 2 1,05 10 Lain-lain 2,9 (sumber: Tanah liat terjadi dari tanah napal (tanah bawah, asam kersik) yang dicampur dengan bermacam-macam bahan yang lain. Bahan dasar pembuatan batu bata merah berasal dari batu karang dan diperoleh dari proses pelapukan batuan. Tanah liat kebanyakan diambil dari permukaan tanah yang mengendap. Endapan tanah liat sering juga terdapat dalam lapisan lain, sehingga proses pengambilannya dengan cara membuat sumur-sumur. Tanah liat yang dipergunakan dalam pembuatan batu bata merah adalah bahan yang asalnya dari tanah porselin yang telah bercampur dengan tepung pasir-kwarsa dan tepung oxidbesi (Fe 2 O 3 ) dan tepung kapur (CaCO 3 ). Sedangkan menurut Darmawijaya (1990), tanah merupakan bangunan alam tersusun atas horison horison yang terdiri atas bahan bahan mineral dan organik biasanya tidak padu mempunyai tebal berbeda beda, dan berbeda pula dengan bahan induk yang ada dibawahnya dalam hal morfologinya, sifat, dan susunan fisik, sifat dan susunan kimia. b. Jenis Jenis Tanah Liat (Lempung) Berdasarkan tempat pengendapan dan asalnya, tanah liat (lempung) dapat dibagi dalam beberapa jenis, sebagai berikut : (Suwardono, 2002) 1). Lempung Residual Lempung residual adalah lempung yang terdapat pada tempat di mana lempung tersebut terjadi, atau dengan kata lain lempung tersebut belum berpindah tempat sejak terbentuknya.

26 10 2). Lempung Illuvial Lempung illuvial adalah lempung yang telah terangkut dan mengendap pada suatu tempat tidak jauh dari tempat asalnya, misalnya di kaki bukit. Lempung illuvial sifatnya mirip lempung residual, hanya saja pada lempung illuvial bagian dasarnya tidak diketemukan batuan asalnya. 3). Lempung Alluvial Lempung alluvial adalah lempung yang diendapkan oleh air sungai di sekitar atau sepanjang sungai. Pada waktu banjir sungai akan meluap, sehingga lempung dan pasir yang dibawanya akan mengendap di sekitar atau sepanjang sungai. Pasir akan mengendap di tempat dekat sungai, sedangkan lempung akan mengendap jauh dari tempat asalnya. Letak sungai dapat berubah ubah sehinggan hasil endapan lempung atau pasir juga akan berubah ubah. Oleh karena itu endapan lempung alluvial dicirikan dengan selang seling antara pasir dan lempung, baik vertikal maupun horizontal. Bentuk endapan alluvial umumnya menyerupai lensa. Pada endapan alluvial muda, lapisan pasirnya terlihat masih segar, sedangkan pada endapan alluvial tua, lapisan pasirnya telah melapuk sebagian atau seluruhnya telah menjadi lempung. 4). Lempung Marin Lempung marin adalah lempung yang endapannya berada di laut. Lempung yang dibawa oleh sungai sebagian besar diendapkan di laut. Hanya sebagian kecil saja yang diendapkan sebagai lempung alluvial. Lempung marin sangat halus dan biasanya tercampur dengan cangkang cangkang foraminefera (kapur). Lempung marin dapat menjadi padat karena pengaruh beban di atasnya, oleh gaya geologi. 5). Lempung Rawa Lempung rawa adalah lempung yang diendapkan di rawa rawa. Jenis lempung ini dicirikan oleh warna yang hitam. Apabila terdapat dekat laut akan mengandung garam.

27 11 6). Lempung Danau Lempung danau adalah lempung yang diendapkan di danau. Sifat lempung ini tidak tebal seperti lempung marin dan mempunyai sifat seperti lempung rawa air tawar. Rahmat Rukmana (2003) membagi jenis tanah liat di Indonesia berdasarkan karakteristiknya : Table 2. Karakteristik Jenis Tanah Liat Di Indonesia No Jenis Tanah Ciri-ciri Penting 1 Alluvial Berwarna kelabu sampai kecokelat-cokelatan, tekstur liat atau liat berpasir, struktur pejal, produktifitas tanah antara rendah sampai tinggi dan pada umumnya terdapat di dataran rendah. 2 Latosol Solum tanah tebal sampai sangat tebal (130 cm cm), berwarna merah atau cokelat sampai kekuningkuningan, memiliki PH antara 4,5 6,5 (asam sampai agak asam), produktifitas tanah rendah sampai sedang, tersebar luas di dataran tinggi (ketinggian 1000 m dpl) 3 Andosol Solum tanah berkisar 100 cm 225 cm, berwarna hitam atau kelabu sampai cokelat tua, tekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung, struktur tanah lemah, memiliki PH antara 5,0 7,0, produktifitas tanah sedang sampai tinggi, tersebar di dataran tinggi (pegunungan) 4 Pegosol Solum tanah 25 cm, berwarna kelabu atau cokelat sampai cokelat kekuning-kuningan atau keputihan, tekstur berpasir sampai lempung berdebu dengan struktur lepas. Produktifitas tanah sedang sampai tinggi, tersebar di dataran tinggi.

28 12 No Jenis Tanah Ciri-ciri Penting 5 Grumosol Solum tanah agak dalam (100 cm 200 cm), warna kelabu sampai kehitaman, tekstur tanah lempung berdebu sampai liat, produktifitas tanah rendah sampai sedang, tersebar di dataran rendah dengan ketinggian 200 m dpl. Di Indonesia dalam pembuatan bata merah dan genteng pada umumnya mempergunakan lempung alluvial. Jarang sekali menggunakan lempung marin. Karena sawah sawahnya sebagian besar mengandung endapan alluvial, terutama di Pulau Jawa (Suwardono, 2002). Berdasarkan badan (body) tanah liat dapat dibagi menurut struktur dan macam suhu pembakarannya, antara lain : (Ambar Astuti, 1997) 1). Earthenware (gerabah) Earthenware dibuat dari tanah liat yang menyerap air, dibakar pada suhu rendah dari C. Dalam pembentukan mempunyai kekuatan cukup karena plastis, namun setelah dibakar kekuatannya berkurang dan sangat berpori. Karena itu kemampuan absorpsi (menyerap) air lebih dari 3% 2). Terracotta Terracotta adalah jenis bahan tanah liat merah juga. Nama terracotta berasal dari bahasa Italia yang berarti tanah bakaran. Dengan penambahan pasir, atau grog/chamotte (tepung tanah liat bakar), badan ini dapat dibakar sampai suhu stoneware ( C). 3). Gerabah Putih Gerabah putih adalah jenis gerabah berwarna putih, cukup plastis, badan kuat, dan dapat dibakar pada suhu tinggi (1.250 C). 4). Stoneware (benda batu) Stoneware dikatakan demikian karena komposisi mineralnya sama dengan batu. Penyerapan airnya 1 5%, jenis ini dapat dibakar medium (1.150 C) yaitu stoneware merah, juga dapat dibakar tinggi (1.250 C) yaitu jenis stoneware abu abu.

29 13 5). Porcelain (porselen) Porcelain adalah suatu jenis badan yang bertekstur halus, putih dan keras bila dibakar. Kemampuan absorpsinya 0 2%, sedangkan suhu bakar tinggin (1.250 C) untuk jenis porselen lunak, dan bakar tinggi sekali (diatas C) untuk porselen keras. c. Sifat Sifat Tanah Liat (Lempung) Tanah liat (lempung) mempunyai sifat sifat fisis dan kimia yang penting, antara lain: (Daryanto, 1994) 1) Plastisitas Plastisitas atau keliatan tanah liat ditentukan oleh kehalusan partikel partikel tanah liat. Kandungan plastisitas tanah liat bervariasi. Tergantung kehalusan dan kandungan lapisan airnya. Plastisitas berfungsi sebagai pengikat dalam proses pembentukan sehingga batu bata yang dibentuk tidak mengalami keretakan atau berubah bentuk. Tanah liat dengan plastisitas yang tinggi juga akan sukar dibentuk sehingga perlu ditambahkan bahan bahan yang lain. 2) Kemampuan Bentuk Tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik, batu bata dan genteng harus memiliki kemampuan bentuk agar dapat berdiri tanpa mengalami perubahan bentuk baik pada waktu proses maupun setelah pembentukan. Tanah liat dikatakan memiliki daya kerja apabila mempunyai plastisitas dan kemampuan bentuk yang baik sehingga mudah dibentuk dan tetap mempertahankan bentuknya. 3) Daya Suspensi Daya suspensi adalah sifat yang memungkinkan suatu bahan tetap dalam cairan. Flokulan merupakan suatu zat yang akan menyebabkan butiran butiran tanah liat berkumpul menjadi butiran yang lebih besar dan cepat mengendap, contohnya: magnesium sulfat. Deflokulan merupakan suatu zat yang akan mempertinggi daya suspensi (menghablur) sehingga butiran butiran tanah liat tetap melayang, contohnya: waterglass/sodium silikat, dan sodium karbonat.

30 14 4) Penyusutan Tanah liat untuk mengalami dua kali penyusutan, yakni susut kering (stelah mengalami proses pengeringan) dan susut bakar (setelah mengalami proses pembakaran). Penyusutan terjadi karena menguapnya air selaput pada permukaan dan air pembentuk atau air mekanis sehingga butiran butiran tanah liat menjadi rapat. Pada dasarnya susut bakar dapat dianggap sebagai susut keseluruhan dari tanah liat sejak dibentuk, dikeringkan sampai sibakar. Persentase penyusutan yang dipersyaratkan untuk jenis tanah liat earthenware sebaiknya antara 10% - 15%. Tanah liat yang terlalu plastis pada umumnya memiliki persentase penyusutan lebih dari 15% sehingga mengalami resiko retak/pecah yang tinggi. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan pasir halus. 5) Suhu Bakar Suhu bakar berkaitan langsung dengan suhu kematangan, yaitu kondisi benda yang telah mencapai kematangan pada suhu tertentu secara tepat tanpa mengalami perubahan bentuk, sehingga dapat dikatakan tanah liat tersebut memiliki kualitas kemampuan bakar. Dalam proses pembakaran tanah liat akan mengalami proses perubahan (ceramic change) pada suhu sekitar 600 C, dengan hilangnya air pembentuk dari bahan benda. 6) Warna Bakar Warna bakar tanah liat dipengaruhi oleh zat/bahan yang terikat secara kimiawi pada kandungan tanah. Warna pada tanah liat disebabkan oleh zat yang mengotorinya, warna abu -abu sampai hitam mengandung zat arang dan sisa sisa tumbuhan, warna merah disebabkan oleh oksida besi (Fe).Perubahan warna batu bata merah dari keadaan mentah sampai setelah dibakar biasanya sulit dipastikan. Berikut tabel perkiraan perubahan warna tanah liat mentah setelah proses pembakaran.

31 15 Tabel 3. Perkiraan Perubahan Warna Tanah Liat Setelah Proses Pembakaran Warna tanah liat mentah Kemungkinan perubahan warna setelah dibakar 1. Merah Merah atau cokelat 2. Kuning tua Kuning tua, cokelat atau merah 3. Cokelat Merah atau cokelat 4. Putih Putih atau putih kekuningan 5. Abu-abu ata hitam Merah, kuning tua atau putih 6. Hijau Merah 7. Merah, kuning, abu-abu tua Pertama merah lalu krem, kuning tua atau kuning kehijauan pada saat melebur (Sumber: Hartono, 1987) 7) Porositas Porositas atau absorbsi adalah persentase penyerapan air oleh badan keramik atau batu bata. Persentase porositas ditentukan oleh jenis badan, kehalusan unsur badan, penambahan pasir, kepadatan dinding bahan, serta suhu bakarnya. Tanah liat poros biasanya fragile, artinya pada bentuk bentuk tertentu bila mendapatkan sentakan agak keras akan mudah patah/pecah. Tanah liat earthenware umumnya mempunyai porositas paling tinggi sekitar 5% - 10% bila dibandingkan dengan stoneware atau porselin. 8) Kekuatan Kering Kekuatan kering merupakan sifat tanah liat yang setelah dibentuk dan kondisisnya cukup kering mempunyai kekuatan yang stabil, tidak berubah bila diangkat untuk keperluan finishing, pengeringan serta penyusunan dalam pembakaran. Kekuatan kering dipengaruhi oleh kehalusan butiran, jumlah air pembentuk, pencampuran dengan bahan lain dan teknik pembentukan. 9) Struktur Tanah Struktur tanah merupakan perbandingan besar butiran butiran tanah dengan bentuk butiran butiran tersebut. Sifat liat, susut kering dan kekuatan kering sangat tergantung dari struktur tanah liatnya. Struktur tanah liat dibedakan

32 16 dalam dua golongan yaitu tanah liat sebagai struktur halus dan pasir sebagai struktur kasar. 10). Slaking Slaking merupakan sifat tanah liat yaitu dapat hancur dalam air menjadi butiran butiran halus dalam waktu tertentu pada suhu udara biasa. Makin kurang daya ikat tanah liat semakin cepat hancurnya. Sifat slaking ini berhubungan dengan pelunakan tanah liat dan penyimpanannya. Tanah liat yang keras membutuhkan waktu lama untuk hancur, sedangkan tanah liat yang lunak membutuhkan waktu lebih cepat. Sementara Suwardono (2002) mengelompokkan sifat-sifat tanah liat sebagai berikut: 1) Sifat Kimia a) Mineral-mineral tanah liat (Al 2 O 3 ) yang membarikan sifat plastis. b) Senyawa-senyawa silika (SiO 2 ) senyawa kapur, senyawa magnesium, dolomite, magnesit yang merupakan bawaan dari batuan asal sebelum melapuk. c) Senyawa-senyawa besi (Fe 2 O 3 ) yang merupakan warana gelap pada tanah liat. 2) Sifat Fisis a) Sifat plastis atau keplastisan tanah sangat penting karena memungkinkan tanah liat untuk dibentuk sesuai kegunaannya. b) Sifat pastis yang diketahui apabila tanah liat ditambah air dengan jumlah yang tepat. c) Tingkat keplastisan tanah liat dapat digolongkan menjadi plastisitas tinggi, plastisitas rendah dan plastisitas rendah. d) Untuk bahan pembuatan genteng keramik dipakai tanah liat plastis tinggi, untuk batu bata digunakan tanah liat plastis sedang dan agak plastis, sedangkan yang mempunyai plastisitas rendah tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan. e) Keplastisan tanah liat tergantung oleh kadar mineral aluminanya, makin tinggi kadar aluminanya akan semakin plastis.

33 17 3) Sifat Kekuatan Kering Kekuatan kering merupakan sifat tanah yang timbul setelah tanah liat dicampur air kemudian dikeringkan, tanah liat dengan plastisitas yang tinggi mempunyai kekuatan kering yang tinggi tetapi mempunyai susutan yang besar. Manfaat kekuatan kering : (a) Untuk menyangga sendiri waktu tanah liat dibentuk. (b) Memungkinkan tanah liat yang telah dibentuk seperti genteng, bata dapat diangkut pada waktu pengeringan atau disusun untuk dibakar. (c) Untuk menyangga beban pada waktu disusun dalam tungku sewaktu akan dibakar. 4) Sifat Susut Kering Sifat susut kering merupakan perubahan bentuk (perpendekatan) pada tanah liat yang akan dibentuk, misalnya : genteng dan batu bata pada saat dikeringkan. Besarnya susut kering ini dipengaruhi oleh tingkat keplastisan tanah liat, besar butiran, banyaknya air pembentuk, cara pembentukan dan suhu pada waktu pembentukan. 2. Batu Bata a. Definisi Batu Bata Batu bata adalah salah satu unsur bangunan dalam pembuatan konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah liat ditambah air dengan atau tanpa bahan campuran lain melalui beberapa tahap pengerjaan, seperti menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan, membakar pada temperature tinggi hingga matang dan berubah warna, serta akan mengeras seperti batu jika didinginkan hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air (Ramli, 2007). Sedangkan definisi batu bata menurut SNI , SII merupakan suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

34 18 Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, terdapat dua definisi batu bata : 1) Bahan bangunan dari tanah liat dan mineral-mineral lain yang dibentuk dalam ukuran tertentu. Setelah melalui proses pengeringan bata itu dibakar dalam tungku untuk membuatnya kuat, tahan lama dan menarik. 2) Bahan bangunan yang keras, tahan api, tahan terhadap pelapukan dan cukup murah sehingga berperan penting dalam membuat dinding. Batu bata mempunyai sifat-sifat fisika sebagai berikut (Van Vlack, 1992): 1) Merupakan senyawa logam dan non logam. 2) Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan/atau ikatan kovalen. Adanya ikatan ionik ini menyebabkan bahan keramik mempunyai stabilitas yang relatif tinggi dan tahan terhadap perubahan fisika dan kimia yang ekstrim. 3) Pada umumnya keramik bersifat isolator. Keramik seperti batu bata lainnya bersifat isolator karena memiliki elektron bebas yang sedikit bahkan tidak ada. Elektron-elektron ini berbagi dengan atom-atom yang berdekatan membentuk ikatan kovalen atau perpindahan electron valensi dari kation ke anion membentuk ikatan ion. 4) Mempunyai modulus elastisitas yang tinggi. Modulus ini menyatakan tingkat kekakuan atau tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan regangan elastis. Keramik umumnya dianggap material yang getas dan tidak ulet. Sebelum dan sesudah perpatahan, deformasi plastis yang dialami mikrostruktur hanya sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Kekuatan keramik pada tegangan kompresi sangat baik, sehingga pada perancangan barangbarang keramik diusahakan agar pemakaian gaya bersifat kompresif. Sebaliknya kekuatan tarik keramik tidak menyolok bahkan rendah karena pengaruh cacat permukaan. b. Standar Batu Bata Standarisasi bukanlah suatu kegiatan yang baru, melainkan unsur pokok dari kebudayaan suatu masyarakat. Salah satu hasil standarisasi yang tertua ialah bahasa yang seterusnya berkembang dengan terciptanya sistem ukuran,

35 19 ketentuan ketentuan dan cara cara penerapannya dalam sektor kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri dan perhubungan. Di negara negara yang telah maju, standarisasi hasil hasil industri merupakan syarat mutlak dan boleh dikatakan merupakan jiwa kehidupan industri negara tersebut. Di negara yang sedang berkembang, standarisasi juga merupakan hal yang penting. Satu contoh, betapa pentingnya standarisasi bagi kehidupan industri kecil seperti industri bata dan genteng di Indonesia. Standarisasi menurut Organisasi Standarisasi Internasional (ISO) merupakan proses penyusunan dan pemakaian aturan aturan untuk melaksanakan suatu kegiatan secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan secara optimum dengan memperhatikan kondisi kondisi fungsional dan persyaratan keamanan (Suwardono, 2002). Penilaian terhadap kualitas batu bata dengan campuran arang tempurung kelapa harus memenuhi syarat-syarat batu bata merah. Adapun syaratsyarat batu bata dalam SNI dan SII yang meliputi : 1) Pandangan Luar Batu bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak dan perubahan bentuk yang berlebihan, tidak mudah hancur atau patah, warnanya seragam, dan berbunyi nyaring bila dipukul.(yuda Romadhona, 2007) 2) Ukuran Standar Bata Merah di Indonesia oleh Y.D.N.I (Yayasan Dana Normalisasi Indonesia) nomor menetapkan suatu ukuran standar untuk bata merah sebagai berikut : a) Panjang 240 mm, lebar 115 mm dan tebal 52 mm b) Panjang 230 mm, lebar 110 mm dan tebal 50 mm Penyimpangan yang diijinkan oleh standar tersebut untuk panjang adalah maksimum 3%, untuk lebar adalah maksimum 4%, sedangkan untuk tebal adalah maksimum 5%. (Yahya Ibahim, 2002).

36 20 Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan (LPMB), memberikan standar ukuran batu bata yaitu : a) Ukuran (1) Panjang 240 mm, lebar 115 mm dan tebal 52 mm (2) Panjang 230 mm, lebar 110 mm dan tebal 50 mm b) Rusuk siku dan bidang sisi yang datar c) Tidak menunjukan keretakan dan perubahan bentuk yg berlebihan d) Warna yg merata e) Padat agar baik dan kuat saat digunakan Sedangkan standar ukuran batu bata menurut SII yang terlihat pada tabel 4. Tabel 4. Modul Standar Ukuran Batu Bata Merah sesuai dengan SII Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm) M-5a M-5b M Penyimpangan ukuran maksimum batu bata yang diperbolehkan dalam SII , adalah sebagai berikut : Tabel 5. Daftar Penyimpangan Ukuran Maksimum Batu Bata sesuai dengan SII Penyimpangan Ukuran Maksimum (mm) Kelas M-5a dan M-5b M-6 Tebal Lebar Panjang Tebal Lebar Panjang

37 21 Penyimpangan ukuran standar batu bata terbesar yang diperbolehkan dalam SII , yaitu 3% untuk panjang maksimum; lebar maksimum 4%; dan tebal maksimum 5%. Sedangkan selisih antara batu bata berukuran maksimum dengan batu bata berukuran minimum yang diperbolehkan, yaitu untuk panjang 10 mm, lebar 5 mm, dan tebal 4 mm. 3) Kuat Tekan Tabel 6. Klasifikasi Kekuatan Bata (SNI ) Mutu Bata Merah Kuat Tekan Rata-Rata Kgf/cm 2 N/mm 2 Tingkat I (satu) Tingkat II (dua) Tingkat III (tiga) Lebih besar dari > (sumber: Sedangkan menurut SII terdapat pembagian kelas batu bata berdasarkan kekuatan tekan, yang dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut : Tabel 7. Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata (SII-0021,1978) Kelas Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Koefisien Bata Variasi Izin Kg/cm 2 N/mm ,5 5, % 22% 22% 15% 15% 15% (Sumber: 4) Kadar Garam Menurut SII , kualitas kadar garam yang kurang dari 50% permukaan batu bata tertutup oleh lapisan tipis berwarna putih karena

38 22 pengkristalan garam-garam yang dapat larut, tidak membahayakan dan 50% atau lebih dari permukaan batu bata tertutup oleh lapisan putih yang agak tebal karena pengkristalan garam-garam yang dapat larut, tetapi dari permukaan batu bata merah tidak menjadi bubuk atau terlepas, ada kemungkinan membahayakan serta bila lebih dari 50% permukaan batu bata tertutup oleh lapisan putih yang tebal karena pengkristalan garam-garam yang dapat larut dan bagianbagian dari permukaan batu bata menjadi bubuk atau terlepas, hal ini membahayakan. (Yuda Romadhona, 2007) 5) Porositas (Penyerapan) Menurut SII penyerapan disyaratkan tidak melebihi dari 20%, dan berat jenis batu bata normal berkisar antara 1,8 2,6 gr/cm 3. (Yudha Romadhona, 2007) c. Proses Pembuatan Batu Bata Pada umumnya keramik mempunyai struktur kristalin namun pada batu bata susunan atom-atomnya belum tertata dengan baik sehingga belum berbentuk kristal sempurna. Selama pembentukan keramik dapat terjadi penumbuhan kristal ketika pada suhu tinggi. Namun pada batu bata susunan kristalnya belum sempurna yang ditandai dengan masih rapuhnya material batu bata. Bahan keramik yang lebih kuat dan stabil biasanya memiliki struktur jaringan tiga dimensi dengan ikatan yang sama kuatnya dalam ketiga arah (Van Vlack, 1992). Tanah liat mempunyai permukaan amat luas karena sangat kecil ukurannya. Sehingga tanah liat sanggup mengikat air di sekelilingnya. Air tidak mudah lagi dipisahkan dengan tanah liat kecuali dipanaskan diatas suhu 1000 C. Sistem tanah liat air merupakan kunci cara pembentukan batu bata. Pada kandungan air sedikit (tak sampai 10 % ) air tak cukup untuk mengimbangi muatan ( dwikutub ) fisika kimia pada partikelnya. Partikel-pertikel saling bersaing memperebutkan sehingga menempel kuat. Ketika lempung yang telah dicetak pada bahan cetakan dipanaskan pada suhu 800 C, maka partikel air menjadi berkurang karena penguapan sehingga ikatan antar atom pada lempung menjadi lebih kuat. Pada kandungan air tingkat sedang ( %) maka jumlah

39 23 air cukup untuk mengimbangi muatan partikel. Kelebihan air ini juga berfungsi sebagai pelumas bagi lempungnya. Dengan kadar air sebesar ini, maka bahan lempung menjadi lebih plastis. Pada kandungan air tinggi, air akan terikat di sekeliling partikel dan membentuk suspensi dan partikel tersebut akan bertolakan satu sama lain. (Ramli, 2007) Lempung yang dibakar pada temperature tinggi akan mengalami perubahan seperti berikut: 1). Pada temperatur ± 150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah liat pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah. 2). Pada temperatur antara 400ºC - 600ºC, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah liat akan menguap. 3). Pada temperatur diatas 800ºC, terjadi perubahan-perubahan Kristal dari tanah liat dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata merah menjadi padat dan keras. 4). Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya mempengaruhi warna batu bata merah. Tanah liat yang mengalami susut kembali disebut susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah liat yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah liat atau lempung oleh pengaruh udara maupun air. Proses pembuatan batu bata melalui beberapa tahapan, meliputi penggalian bahan mentah, pengolahan bahan, pembentukan, pengeringan, pembakaran, pendinginan, dan pemilihan (seleksi). Adapun tahap-tahap pembuatan batu bata, yaitu sebagai berikut; (Suwardono, 2002) 1) Penggalian Bahan Mentah Penggalian bahan mentah batu bata merah sebaiknya dicarikan tanah yang tidak terlalu plastis, melainkan tanah yang mengandung sedikit pasir untuk menghindari penyusutan. Penggalian tanah dilakukan dengan menggunakan alat tradisional, berupa cangkul. Penggalian dilakukan pada tanah lapisan paling atas kira-kira setebal cm, sebelumnya tanah dibersihkan dari akar pohon, plastik, daun, dan sebagainya agar tidak ikut terbawa. Kemudian menggali sampai

40 24 ke bawah sedalam 1,5 2,5 meter atau tergantung kondisi tanah. Tanah yang sudah digali dikumpulkan dan disimpan pada tempat yang terlindungi. Semakin lama tanah liat disimpan, maka akan semakin baik karena menjadi lapuk. Tahap tersebut dimaksudkan untuk membusukkan organisme yang ada dalam tanah liat. 2) Pengolahan Bahan Mentah Tanah liat sebelum dibuat batu bata merah harus dicampur secara merata yang disebut dengan pekerjaan pelumatan. Pekerjaan pelumatan dilakukan secara manual dengan cara diinjak-injak oleh orang atau hewan dalam keadaan basah dengan kaki atau diaduk dengan tangan. Bahan campuran yang ditambahkan pada saat pengolahan harus benar-benar menyatu dengan tanah liat secara merata. Bahan mentah yang sudah jadi ini sebelum dibentuk dengan cetakan, terlebih dahulu dibiarkan selama 2 sampai 3 hari dengan tujuan memberi kesempatan partikel-partikel tanah liat untuk menyerap air agar menjadi lebih stabil, sehingga apabila dibentuk akan terjadi penyusutan yang merata. 3) Pembentukan Batu Bata Bahan mentah yang telah dibiarkan 2 3 hari dan sudah mempunyai sifat plastisitas sesuai rencana, kemudian dibentuk dengan alat cetak yang terbuat dari kayu atau kaca sesuai ukuran standar SNI atau SII Supaya tanah liat tidak menempel pada cetakan, maka cetakan kayu atau kaca tersebut dibasahi air terlebih dahulu. Lantai dasar pencetakan batu bata merah permukaannya harus rata dan ditaburi abu sekam padi. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu letakkan cetakan pada lantai dasar pencetakan, kemudian tanah liat yang telah siap dilemparkan pada bingkai cetakan dengan tangan sambil ditekantekan ingat tanah liat memenuhi segala sudut ruangan pada bingkai cetakan. Selanjutnya cetakan diangkat dan batu bata mentah hasil dari cetakan dibiarkan begitu saja agar terkena sinar matahari. Batu bata mentah tersebut kemudian dikumpulkan pada tempat yangterlindung untuk diangin-anginkan. Pembentukan ini sebaiknya dilakukan sambil berdiri, untuk itu maka cetakan ditaruh di atas meja besar. Apabila penguletan dilakukan dengan mesin (streng press), maka ujung mesin tersebut dipasang mulut (die) sebagai cetakan yang akan membentuk bata. Dari mulut die akan keluar kolom lempung yang

41 25 berbentuk parallel epipedum. Dan dengan pertolongan kawat pemotong tersebut dipotong sesuai dengan ukuran bata yang dikehendaki. 4) Pengeringan Batu Bata Merah Pengeringan batu bata yang dibuat secara tradisional, proses pengeringannya mengandalkan kemampuan alam. Proses pengeringan batu bata akan lebih baik bila berlangsung secara bertahap agar panas dari sinar matahari tidak jatuh secara langsung, maka perlu dipasang penutup plastik. Apabila proses pengeringan terlalu cepat dalam artian panas sinar matahari terlalu menyengat akan mengakibatkan retakan-retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur satu hari dari masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering, batu batatersebut ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin. Proses pengeringan batu bata memerlukan waktu dua hari jika kondisi cuacanya baik. Sedangkan pada kondisi udara lembab, maka proses pengeringan batu bata sekurang-kurangnya satu minggu. 5) Pembakaran Batu Bata Pembakaran yang dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mencapai suhu yang dinginkan, melainkan juga memperhatikan kecepatan pembakaran untuk mencapai suhu tersebut serta kecepatan untuk mencapai pendinginan. Selama proses pembakaran terjadi perubahan fisika dan kimia serta mineralogy dari tanah liat tersebut. Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan suhu dan kecepatan suhu, ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan, yaitu : (Suwardono, 2002) a) Tahap pertama adalah penguapan (pengeringan), yaitu pengeluaran air pembentuk, terjadi hingga temperatur kira kira 120 C. b) Tahap oksidasi, terjadi pembakaran sisa sisa tumbuhan (karbon) yang terdapat di dalam tanah liat. Proses ini berlangsung pada temperatur C. c) Tahap pembakaran penuh. Bata dibakar hingga matang dan terjadi vitrifikasi hingga menjadi bata padat. Temperatur matang bervariasi antara C tergantung pada sifat tanah liat yang dipakai.

42 26 d) Tahap penahanan. Pada tahap ini terjadi penahanan temperatur selama 1 2 jam. Pada tahap 1, 2 dan 3 kenaikan temperatur harus perlahan lahan, agar tidak terjadi kerugian pada batanya. Antara lain : pecah pecah, noda hitam pada bata, pengembangan, dan lain lain. Pada gambar (a) diperlihatkan bahwa partikel tanah liat sebelum dibakar mempunyai dua permukaan terpisah yang berdekatan. Setelah terbakar, butir-butir mempunyai satu batas, seperti yang diperlihatkan pada gambar (b) Gaya gerak untuk pembakaran adalah pengurangan luas permukaan (yang berarti pengurangan energi permukaaan) (Sumber : Van Vlack, 1992) Gambar 1. Proses Pembakaran Pada Pembuatan Batu Bata Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme pembakaran antara lain jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Proses pembakaran dapat berlangsung apabila: a) Adanya transfer energi materi diantara butiran yang disebut proses difusi. b) Adanya sumber energi yang daat mengaktifkan transfer materi, energi tersebut digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak dan ikatan sempurna. Difusi adalah aktivitas termal yang berarti bahwa terdapat energi minimum yang dibutuhkan untuk pergerakan atom atau ion dalam mencapai energi yang sama atau di atas energi aktivasi untuk membebaskan dari letaknya semula dan bergerak ke tempat yang lain yang memungkinkannya. 6) Pemilihan (Seleksi) Batu Bata Bata yang telah dibakar kemudian didinginkan, dibongkar dari dalam tungku. Pembongkaran ini biasanya dapat dilakukan bila temperature telah cukup

43 27 rendah, di bawah 50 C. Bata tersebut dipilih, biasanya criteria untuk pemilihan batu bata adalah sebagai berikut : a) Kematangan bata mudah dibedakan dengan warnanya : (1) Hitam, terlalu matang. (2) Merah, matang. (3) Abu abu/cream, masih mentah. b) Bunyi dan warnanya c) Ukuran bata terlalu kecil atau terlalu besar. Kriteria yang baik dengan sendirinya harus disesuaikan dengan standar yang berlaku. d. Karakteristik Untuk mengetahui sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (berat jenis, porositas dan susut bakar), pengujian sifat mekanis (kuat tekan). 1) Kuat Tekan (Compresive Strength) Kuat tekan suatu material didefenisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Persamaan kuat tekan : (E.P.Popov, 1995) σ= P/A..(1) dengan: σ = Tekanan (Pa) P = Beban maksimum (N) A = Luas bidang permukaan (m2) 2) Berat Jenis Salah satu sifat penting dalam suatu bahan adalah densitas (berat jenis). Berat jenis di definisikan sebagai massa per satuan volume. (Van Vlack, 1992) Berat Jenis ( (2) Dimana: = berat jenis (gr/cm 3 ) m = berat benda (gr)

44 28 V = volume benda (cm 3 ) 3) Porositas Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan standar ASTM C , porositas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: (Van Vlack, 1992)...(3) dengan: Mb = Massa kering benda uji (gram) Mk = Massa basah benda uji, setelah direndam dalam air selama 2x24 jam (gram) Vb = Volum benda uji (cm 3 ) ρ air = Massa jenis air (gr/cm 3 ) 4. Susut Bakar Susut Bakar adalah perubahan dimensi atau volume bahan yang telah dibakar. Salah satu parameter yang menunjukkan terjadinya proses sintering adalah penyusutan akibat adanya perubahan mikrostruktur (butir atau batas butir). Persamaan yang dipakai untuk menentukan besarnya susut bakar adalah: (Anwar Dharma, 2007)...(4) dengan: lo = Panjang sampel uji sebelum dibakar (cm) li = Panjang sampel uji sesudah dibakar (cm)

45 29 3. Air Menurut (Standar SK SNI S F, Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A): 1) Air harus bersih. 2) Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda melayang, yang dapat dilihat secara visual, benda-benda tersuspensi ini tidak boleh lebih dari 2 gram per liter. 3) Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. 4) Tidak mengandung klorida (CI) lebih dari 0,5 gram/liter. 5) Tidak mengandung senyawa sulfat (sebagai SO 3 ) lebih dari 1 gram/liter. Menurut Srikandi Fardiaz (1992), air merupakan bahan pelarut yang sangat baik didalam badan air terdapat benda-benda hidup yang sangat menentukan karakretistik air baik secara fisik, kimia maupun biologis. Penentuan karakteristik air sangat penting untuk mengetahui kualitas air, karena kualiats air merupakan parameter yang dugunakan untuk mengetahui kelayakan air apakah dapat digunakan atau tidak. Terutama untuk keperluan industri. Untuk pembuatan batu bata perlu bahan air, agar tanah liat mempunyai sifat plastis yang sangat diperlukan di dalam pembentukannya, yaitu pasir, bila susut bakar dan susut keringnya terlalu tinggi. Air yang digunakan untuk tujuan ini harus mempunyai syarat syarat sebagai berikut : 1) Air cukup banyak dan kontinyu sepanjang tahun. Kadar air untuk tanah liat kira kira 30%. 2) Air harus tidak sadah tidak mengandung garam yang larut di dalam air, seperti garam dapur. 3) Air cukup bersih, tidak mengandung bibit penyakit. 4. Karbon (Arang) Tempurung Kelapa Kelapa (cocos nucifera) memililki bagian yang berfungsi sebagai pelindung inti buah yang disebut tempurung kelapa. Tempurung kelapa terletak di

46 30 bagian dalam kelapa setelah serabut, dan merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan 3-5mm. Buah kelapa terdiri dari sabut (eskrap dan mesokrap), tempurung (endokarp), daging buah (endosperm) dan air buah. Tabel 8. Kandungan Buah Kelapa Daging Buah Tua Jumlah Berat (%) Sabut 35 Tempurung 12 Daging buah 28 Air buah 25 (Sumber: Erliza Hambali dkk : 76) Tabel 9. Persentase Kadar Material Buah Kelapa Parameter Persentase (%) Kadar Air (moisture content) 7,8 Kadar Abu (ash content) 0,4 Kadar Material Yang Menguap (volatile matter) 80,80 Karbon (fixed carbon) 18,80 (Sumber: Karena termasuk golongan kayu yang keras, tempurung kelapa secara kimiawi memiliki komposisi kimiawi yang hampir mirip dengan kayu yaitu tersusun dari lignin, cellulose dan hemicellulose, dengan komposisi yang berbedabeda yaitu (Bambang, n.d.) Tabel 10. Komposisi Kimia Kelapa Komponen Rumus kimia Persentase (%) Cellulose (C 6 H 10 O 5 )n Hemicellilose (C 5 H 8 O 4 )n 19,27 Lignin [(C 9 H 10 O 3 )(CH 3 O)]n 36,51 (Sumber:

47 31 Karbon adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang umumnya didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lain. Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan meyerupai batu bara ini terdiri dari 85% sampai 98% karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Karbon tempurung kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran tidak sempurna terhadap tempurung kelapa. Sebagai bahan bakar, arang lebih menguntungkan dibanding kayu bakar. Arang memberikan kalor pembakaran yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit. Karbon dapat ditumbuk, kemudian dikempa menjadi briket dalam berbagai macam bentuk. Briket lebih praktis penggunaannya dibanding kayu bakar. Arang dapat diolah lebih lanjut menjadi arang aktif, dan sebagai bahan pengisi dan pewarna pada industri karet dan plastik. Pembakaran tidak sempurna pada tempurung kelapa menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida. Peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisis. Pirolisis atau bisa di sebut thermolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang komplek terurai sebagian besar menjadi karbon atau arang. Pirolisis untuk pembentukan arang terjadi pada suhu C. Pembentukan arang tersebut disebut sebagai pirolisis primer. Arang dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi karbon monoksida, gas hydrogen dan gas-gas hidrokarbon. Peristiwa ini disebut sebagai pirolisis sekunder. Pirolisis ekstrem, yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi. Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH 4, H 2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO 2, H 2 O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

48 32 berikut: Proses karbonisasi secara singkat dapat digambarkan pada diagram bahan organic pembakaran sempurna energi total + abu oksigen bebas bahan organic pembakaran tak sempurna energi parsial + arang oksigen bebas Gambar 2. Diagram Proses Karbonisasi B. Penelitian yang Relevan Berapa penelitian yang relevan dan dijadikan referensi pada penelitian ini diantaranya : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nina Milasari dan Christina Kartika Bintang Dewi tentang penambahan abu asap dari proses pembakaran bahan baku gula untuk campuran batu bata. Karya ilmiah itu bertema The Use of Sugar Factory Dust in Making Seismic Resistant Bricks, dipublikasikan pada International Environmental Project Olympiade (Inepo) 2010, di Kota Istanbul, Turki, yang digelar pada Mei Melalui penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa selain lebih kuat, mampu menahan beban 91831,56 Pa, batu bata ini juga lebih ringan 2 ons dibanding batu bata biasa ukuran yang sama. Tak hanya itu, batu bata ini juga lebih murah. Dengan biaya produksi Rp 160 ribu per bata, ia lebih murah dibanding bata biasa yang biaya produksinya Rp 178 ribu per keping. 2. Penelitian yang dilakukan oleh M. Abdullah, A. D. Sonya, B. W. Nuryadin, A. R. Marully, Khairuddin, dan Khairurrijal yang berjudul Sintesis Keramik Berbasis Komposit Clay-Karbon dan Karakterisasi Kekuatan Mekaniknya dan dipublikasikan pada Jurnal Nanosains & Nanoteknologi Vol. 2 No.2, Juli 2009, menyimpulkan : Telah berhasil disintesis komposit keramik dari campuran clay dan bubuk karbon yang memiliki kekuatan mekanik tinggi pada pembakaran singkat (2 jam). Penambahan bubuk karbon sekitar 0,05 0,1 w/w meningkatkan kekuatan keramik sekitar 8 kali lipat dari kekuatan keramik tanpa penambahan karbon (keramik yang dibakar pada suhu 900 oc selama 2 jam). Penambahan fraksi karbon lebih lanjut di atas nilai tersebut akan kembali menurunkan kekuatan keramik karena terbentuknya ikatan antara partikel karbon yang

49 33 lebih lemah daripada ikatan antar partikel clay. Pembakaran dalam rentang waktu yang lebih panjang dari 2 jam juga menurunkan kekuatan keramik, yang diduga akibat hilangnya karbon (penguapan) akibat pembakaran yang lama. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Nuraisyah Siregar yang berjudul Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu Dan Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata, menyimpulkan bahwa pembakaran batu bata pada temperature C dengan variasi penambahan abu ampas tebu sebesar 0%,5%,10%,20%,30%, diperoleh kuat tekan maksimal pada variasi campuran 5% terhadap lempung diperoleh senilai 59,60 kg/cm2, masih mendekati standar mutu III yaitu kg/cm2. Nilai porositas rata-rata adalah 14,857% - 23,479 %. Penyerapan air rata-rata adalah 16,789 %-55,238%. Penyusutan kering adalah 3,17% %. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Suharyadi yang berjudul Pengaruh Campuran Arang Kayu Terhadap Sifat-Sifat Fisik Dan Mekanik Batu Bata Merah, menyimpulkan: Sifat-sifat mekanik bata merah dengan campuran arang kayu antara lain mempunyai kuat tekan rata-rata sebesar 52,28 kg/cm 2, dengan kuat tekan terbesar pada penambahan variasi arang kayu 0,5% sebesar 64,71 kg/cm², modulus of rapture rata-rata sebesar 0, 84 kg/cm³, dengan kuat tekan terbesar pada penambahan variasi arang kayu 0,5% sebesar 0,61 kg/cm³, kuat lekat rata-rata sebesar 0,084 kg/cm 2, dengan kuat lekat terbesar pada penambahan variasi arang kayu 0,5% sebesar 0,115 kg/cm². C. Kerangka Berpikir Berdasarkan uraian dalam kajian pustaka, diuraikan kerangka berfikir Pengaruh Penambahan Arang Tempurung Kelapa Terhadap Waktu Pembakaran Batu Bata yaitu penambahan arang tempurung kelapa dengan berbagai variasi yang digunakan sebagai bahan tambah dalam pembuatan batu bata diduga berpengaruh terhadap waktu pembakaran. Selain itu ditinjau pula pengaruhnya pada karakteristik mekanik batu bata yaitu kuat tekan, kuat patah, porositas dan susut bakar. Maka dari uraian diatas ditentukan variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini. Sebagai variabel bebasnya adalah variasi penambahan arang

50 34 tempurung kelapa, dan waktu pembakaran. Sedangkan variabel terikatnya adalah karakteristik mekanik batu bata, meliputi kuat tekan, kuat patah, porositas dan susut bakar. Untuk lebih jelasnya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat dalam gambar 3 dibawah ini: Y Gambar 3. Paradigma Penelitian Keterangan: X1 : variabel bebas (bahan tambah arang tempurung kelapa) X2 : variabel bebas (waktu pembakaran batu bata) Y : variabel terikat (karakteristik mekanik batu bata) D. Hipotesis 5. Penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh pada karakteristik fisis dan mekanik batu bata. 6. Penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh terhadap waktu pembakaran batu bata 7. Dapat diketahui prosentase optimal penambahan karbon tempurung kelapa untuk mencapai karakteristik fisis dan mekanik batu bata yang sesuai standar. 8. Dapat diketahui waktu pembakaran minimal yang dibutuhkan untuk mencapai kekuatan maksimal batu bata.

51 35 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Dalam melakukan penelitian diperlukan tempat penelitian untuk memperoleh data-data yang mendukung tercapainya tujuan penelitian. Penelitian tentang pengaruh penambahan arang tempurung kelapa terhadap waktu pembakaran batu bata dilaksanakan dibeberapa tempat, yaitu: a. Pengujian bahan dilakukan di laboratorium PTB FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Pengujian porositas dilakukan di laboratorium PTB FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Pengukuran berat jenis dilakukan di laboratorium PTB FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. d. Pembuatan benda uji dilaksanakan di perusahaan pembuatan batu bata Pak Hartadi Desa Baki RT 03/05, Sukoharjo, Surakarta. e. Pengukuran susut bakar dilaksanakan di perusahaan pembuatan batu bata Pak Hartadi Desa Baki RT 03/05, Sukoharjo, Surakarta f. Pengujian kuat tekan batu bata dilaksanakan di laboratorium Bahan Bangunan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus tahun Berikut tabel alokasi waktu kegiatan penelitian yang penulis lakukan : 35

52 36 Tabel 11. Waktu Kegiatan Penelitian No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan 1 Pengajuan Judul 3 Agustus Pembuatan Proposal 11 Agustus September Seminar Proposal 28 September Revisi Proposal 29 September Oktober Perijinan Penelitian 5 Oktober Pelaksanaan Penelitian 13 September Januari Analisis Data 13 September Januari Penulisan Laporan Penelitian 13 September Januari 2012 B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Sugiyono (2010) Pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah batu bata merah pejal dengan dimensi 23 cm x 11 cm x 5 cm. 2. Sampel Sampel yaitu sebagian dari populasi yang sifat dan cirinya akan diselidiki dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sugiyono, 2010) Adapun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini 180 buah benda uji. Seluruh populasi dijadikan sampel. Penelitian ini disebut penelitian populasi karena semua anggota dijadikan sampel. Rincian sampel disajikan pada tabel 12 berikut :

53 37 Waktu Pembakaran Tabel 12. Rincian Sampel Benda Uji setiap Uji Karakteristik Jumlah Sampel Prosentase Arang Tempurung Kelapa 0% 5% 10% 20% 30% 12 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah 24 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah 36 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah 60 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah Total Sampel 120 buah Sampel benda uji untuk karakteristik fisis adalah 120 buah dan sampel benda uji untuk karakteristik mekanis adalah 120 buah, jadi jumlah total sampel benda uji adalah 240 buah. C. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber Data Sumber data dalam pelaksanaan penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: a. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil eksperimen dan pengamatan di laboratorium. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari referensi dan informasi penunjang yang berhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan. Data yang di pergunakan untuk analisis hasil peneilitian adalah data primer, sedangkan data sekunder dipergunakan untuk menunjang analisis data. 2. Teknik Mendapatkan Data Data-data diperoleh dari hasil pengujian yang dicatat dan digunakan sebagai bahan masukan dalam pembahasan, analisa data dan laporan penelitian. Analisa data adalah cara untuk mengolah angka, menguji hipotesis, dan untuk memperoleh kesimpulan.

54 38 a. Pemeriksaan Kuat Tekan Batu Bata dengan Penambahan Karbon Tempurung Kelapa Untuk data uji kuat tekan batu bata dengan penambahan karbon tempurung kelapa, peneliti menyajikan dalam bentuk analisis data statistik. Adapun analisis data yang dipakai adalah uji normalitas dan homogenitas. Persamaan kuat tekan : (E.P.Popov, 1995) σ= P/A dengan: σ = Tekanan (Pa) P = Beban maksimum (N) A = Luas bidang permukaan (m2) b. Pemeriksaan Porositas Batu Bata dengan Penambahan Karbon Tempurung Kelapa Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui besarnya daya serap batu bata. Semakin banyak porositas yang terdapat pada batu bata maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan standar ASTM C , porositas sampel dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: (Van Flack, 1992) dengan: Mb = Massa kering benda uji (gram) Mk = Massa basah benda uji, setelah direndam dalam air selama 2x24 jam (gram) Vb = Volum benda uji (cm 3 ) ρ air = Massa jenis air (gr/cm 3 ) c. Pemeriksaan Susut Bakar Batu Bata dengan Penambahan Karbon Tempurung Kelapa Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui perbandingan ukuran batu bata sebelum dan setelah di bakar. Persamaan yang dipakai untuk menentukan besarnya susut bakar adalah: (Anwar Dharma, 2007)

55 39 dengan: lo = Panjang sampel uji sebelum dibakar (cm) li = Panjang sampel uji sesudah dibakar (cm) d. Pemeriksaan Berat Jenis Batu Bata dengan Penambahan Karbon Tempurung Kelapa Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui berapa besarkah pengaruh penambahan arang tempurung kelapa bila ditinjau dari berat jenisnya. Untuk mengetahui berat jenis batu bata dilakukan perhitung sebagai berikut: Berat Jenis ( Dimana: = berat jenis batu bata m = berat batu bata V = volume batu bata D. Rancangan Penelitian Penelitian yang digunakan jenis penelitian kuantitatif yaitu memberikan suatu gambaran mengenai Pengaruh Penambahan Karbon Tempurung Kelapa Dan Waktu Pembakaran Terhadap Karakteistik Fisis dan Mekanis Batu Bata. Gambaran ini dibuat dengan mengadakan eksperimen terhadap sejumlah benda uji untuk membandingkan dan mendapatkan jawaban dari maksud dan tujuan penelitian. 1. Studi Penelitian Pada tahap ini dilakukan pencarian literatur penunjang dari buku ataupun dari sumber lain yang ada hubungannya dengan permasalahan yang akan diteliti. 2. Tahap Penelitian Tahapan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

56 40 a. Tahap Pertama Disebut sebagai tahap persiapan dan penyediaan bahan. Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar. 1) Pemilihan Bahan a) Tanah liat Jenis tanah liat yang digunakan adalah tanah liat alluvial yang terdapat di daerah pesawahan. b) Arang Arang yang digunakan adalah arang tempurung kelapa tua. c) Air Air yang digunakan adalah air yang memmenuhi persyaratan spesifikasi bahan bangunan Standar SK SNI S F. 2) Persiapan Alat a) Timbangan Timbangan yang dipakai ada dua jenis dalam penelitian ini, yaitu: 1. Timbangan Digital Merk METLER TOLEDO kapasitas 16 kg, ketelitian sampai 0,01 gram, digunakan untuk mengukur berat material. 2. Timbangan Bascule merk DSN Bola Dunia, kapasitas 150 kg dengan ketelitian sampai dengan 0,1 kg, digunakan untuk mengukur berat benda uji dan material sesuai dengan kapasitasnya. b) Oven Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu. c) Cetakan benda uji Untuk mencetak benda uji yang berbentuk persegi berfungsi sebagai mal.

57 41 d) Mesin uji kuat tekan Digunankan untuk pengujian kuat tekan batu bata dengan mesin CTM (Compaction Testing Machine) merk Controls dengan kapasitas 2000 KN (2,105 Kg). e) Alat Bantu Untuk memperlancar dan mempermudah pelaksanaan penelitian, pada benda uji digunakan beberapa alat bantu antara lain : (1) Ember Digunakan untuk menguji porositas batu bata. (2) Meteran atau penggaris digunakan untuk mengukur susut bakar batu bata. (3) Gelas ukur berkapasitas 1000 ml digunakan untuk menakar kebutuhan air pada pembuatan campuran bahan. (6) Alat pengukur waktu/jam (7) Alat tulis digunakan untuk mencatat data hasil penelitian. b. Tahap Kedua Disebut pengujian pemeriksaan bahan. Dalam penelitian ini pengujian bahan ini berfungsi untuk menghindari penggunaan bahan yang tidak memenuhi syarat pembuatan batu bata. 1) Tanah Liat a) Pengujian kadar air tanah (1) Tujuan Untuk mengetahui perbandingan antara berat air yang dikandung tanah dan berat kering tanah. (2) Alat dan Bahan (a) Tanah liat (lempung), berat minimum 10 gr 100 gr (b) Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu (105 C C) (c) Timbangan (d) Cawan alumunium (e) Desikator

58 42 (3) Langkah kerja (a) Bersihkan dan keringkan cawan, kemudian ditimbangn dan catat beratnya (W1) (b) Masukkan contoh tanah ke dalam cawan dan ditutup, kemudian ditimbang (W2) (c) Dalam keadaan terbuka, cawan beserta tanah dimasukkan ke dalam oven selama jam. (d) Cawan dengan tanah kering diambil dari dalam oven dan didinginkan. (e) Cawan dan tanah kering ditimbang (W3) (f) Kadar air = x 100% b) Pengujian berat jenis tanah (1) Tujuan Untuk mengetahui perbandingan antara berat butir-butir dengan berat air destilasi di udara dengan volume yang sama pada temperatur 27,5 C (2) Alat dan Bahan (a) Tanah liat (lempung) dengan berat antara 30 gr 40 gr (b) Piknometer (c) Timbangan dengan ketelitian 0,001 gr (d) Air destilasi bebas udara (e) Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu (105 C C) (f) Thermometer (g) Gelas ukur (h) Cawan porcelain (i) Pastel (j) Alat-alat vakum atau kompor (k) Cawan (3) Langkah kerja (a) Piknometer dibersihkan kemudian ditimbang (W1)

59 43 (b) Contoh tanah dihancurkan dalam cawan porcelain dengan menggunakan pastel, kemudian dikeringkan dalam oven (c) Ambil tanah kering dari oven dan dinginkan. (d) Masukkan tanah ke dalam piknometer sebanyak 10 gr. Tutup piknometer tersebut dan timbang. (W2) (e) Isikan air kurang lebih 10 cc ke dalam piknometer (sampai tanah terendam seluruhnya). Biarkan 2-10 jam. (f) Tambahkan air destilasi sampai kira-kira ½ atau 2/3 piknometer. (g) Piknometer dipanaskan selama 10 menit dengan sekalikali dimiringkan untuk membantu keluarnya udara, kemudian didinginkan. (h) Piknometer ditambah air destilasi sampai penuh dan ditutup. Bagian luar piknometer dikeringkan. (i) Piknometer berisi air dan tanah tersebut ditimbang (W3). Air dalam piknometer diukur suhunya dengan thermometer (t C) (j) Piknometer dikosongkan dan dibersihkan, kemudian diisi penuh dengan air destialsi bebas udara dan ditutup. Kemudian ditimbang (W4). (k) Berat jenis (t C) = (5) (l) Berat jenis (27,5 C) = Berat jenis (t C) x c) Pengujian batas cair tanah 1) Tujuan Untuk mengetahui kadar air tanah pada keadaan batas peralihan antara keadaan cair dan keadaan plastis. 2) Alat dan bahan (a) Tanah liat (lempung) yang lolos saringan no 4 dengan berat 100 gr

60 44 (b) Alat cassagrande (c) Graving tool (alat pembarut) (d) Cawan porcelain (e) Pastel berkepala karet (f) Spatel (g) Saringan no 4 (h) Air destilasi (i) Cawan (j) Timbangan digital dengan ketelitian 0,001 gr 3) Langkah kerja (a) Masukkan tanah pada pada cawan porcelain (100 gr) campur dengan air destilasi ( cc). Aduk sampai merata dengan alat spatel. (b) Taruhlah hasil adukan tersebut dalam cassagrande. Lakukan kali pukulan. Ratakan adukan dalam mangkuk cassagrande sampai didapat ketebalan 1 cm. (c) Dengan alat graving tool, buat garis lurus pada tengah mangkuk sehingga tanah terbagi menjadi dua bagian. (d) Ambil sebagian tanah dari mangkuk dengan menggunakan spatel. Periksa kadar air tanah tersebut. (e) Ambil sisa tanah dalam mangkuk dan kembalikan ke cawan porcelain. (f) Ulangi poin-poin di atas sampai diperoleh 3 atau 4 data hubungan kadar air dengan jumlah pukulan antara pukulan. d) Pengujian batas plastis dan indeks plastisitas 1) Tujuan Untuk mengetahui kadar air minimum (%) tanah yang masih dalam keadaan plastis. Indeks plastisitas adalah bilangan yang merupakan selisih antara batas cair dan batas plastisitasnya.

61 45 2) Alat dan bahan a) Tanah liat (lempung) yang lolos saringan no 4 dengan berat 15 gr 20 gr b) Cawan porcelain c) Pastel berkepala karet d) Plat kaca e) Saringan no 4 f) Spatel g) Paku dengan ukuran 3 mm sebagai pembanding h) Air destilasi i) Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu (105 C C) j) Cawan timbang tertutup sebanyak 4 buah k) Timbangan digital dengan ketelitian 0,001 gr 3) Langkah kerja a) Tanah uji dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam b) Tumbuk tanah yang sudah dimasukkan ke dalam oven sampai halus kemudian saring dengan saringan no 4 c) Tanah yang masuk saringan di masukkan ke dalam cawan porcelain, campur sedikit demi sedikit dengan air destilasi dan aduk sampai rata. d) Timbang 4 cawan kosong beserta tutupnya (W1) kemudian masukkan sampel tanah tadi ke dalam cawan dan timbang kembali (W2). e) Masukkan cawan ke dalam oven selama 24 jam. f) Keluarkan cawan dari oven kemudian timbang (W3). g) Batas plastis (%) = x 100%...(6) h) Indeks plastisitas = batas cair (%) batas plastis (%).(7)

62 46 2) Air Air yang digunakan adalah air sumur yang telah teruji kesterilannya. Dengan spesifikasi : a. Tidak berwarna b. Tidak bau c. Tidak mengandung zat kimia c. Tahap Ketiga Tahap ini membahas tentang rencana campuran dan pembuatan batu bata. Dari tahap tiga ini dapat diketahui rencana campuran dan pembuatan batu bata. 1) Rencana Campuran a) Variasi prosentase arang tempurung kelapa 0%, 5%, 10%, 20%, dan 30% terhadap volume tanah liat. b) Variasi waktu pembakaran yaitu 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 60 jam c) Sesuai SK SNI M mensyaratkan jumlah minimum benda uji adalah 3 buah. 2) Pembuatan Batu Bata a) Menyiapkan bahan-bahan campuran adukan batu bata. (1) Tanah liat dicampur dengan air kemudian dibiarkan 24 jam agar tanah liat dan air dapat tercampur dengan sempurna. (2) Karbon tempurung kelapa ditumbuk sampai halus, kemudian diayak. b) Menakar masing-masing bahan sesuai rencana. Rencana campuran terdapat pada lampiran I. c) Mencampur bahan-bahan sampai adukan tercampur baik. (1) Tanah liat yang telah dicampur air dan didiamkan selama 24 jam kemudian dicampurkan dengan karbon.

63 47 (2) Hasil campuran karbon dan tanah liat ditutup dengan plastik dan didiamkan selama 24 jam agar karbon dan tanah liat dapat tercampur dengan baik. d) Menyiapkan cetakan batu bata (1) Taburi tanah yang dijadikan alas cetakan dengan abu sekam agar cetakan tidak menempel dengan tanah. (2) Cetakan dicelupkan ke dalam air agar pada saat cetakan diangkat, bahan tidak menempel pada cetakan. e) Memasukan adukan ke dalam cetakan. (1) Masukkan adukan dalam cetakan dengan rata, gunakan tangan untuk memastikan cetakan terisi penuh. (2) Angkat cetakan secara perlahan agar adukan tidak menempel pada cetakan. f) Permukaan batu bata diberi tanda benda uji diatasnya. d. Tahap Keempat Disebut sebagai tahap perawatan (curing). Tahap ini dilakukan dengan cara : 1) Batu bata yang telah dicetak dikeringkan dengan cara menjemurnya. Usahakan agar benda uji mendapat sinar matahari yang cukup (tidak terlalu terik) agar proses pengeringannya merata di setiap bagian batu bata. Hal ini bisa disiasati dengan mengatur waktu penjemuran. Proses pengeringan berkisar antara seminggu atau lebih, tergantung cuaca. 2) Batu bata yang telah kering kemudian di bakar pada tungku pembakaran selama jam. 3) Setelah di bakar, batu bata disusun berdasarkan variabel yang telah ditentukan. e. Tahap kelima Disebut sebagai tahap pengujian. Pada tahap ini dilakukan empat macam pengujian, yaitu uji kuat tekan, berat jenis, porositas dan susut bakar. 1) Uji kuat tekan

64 48 Uji kuat tekan dilakukan dengan menggunakan mesin CTM (Compaction Testing Machine) merk Controls dengan kapasitas 2000 KN (2105 Kg) yaitu dengan cara : a) Letakkan benda uji di mesin tekan secara sentris, agar semua permukaan terkena mesin tekan. b) Jalankan mesin tekan dengan menambahkan beban yang konstan berkisar antara 2 kg/cm 2 per detik. c) Tambahkan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur dan catat beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji. d) Hitung dengan menggunakan rumus kuat tekan. 2) Uji Berat jenis a) Benda uji diukur dengan menggunakan meteran atau penggaris. Ukur bagian panjang (p), lebar (l) dan tebal (t), kemudian di catat hasil pengukurannya. b) Benda uji ditimbang, kemudian dicatat hasil timbangan. 3) Uji susut bakar Uji susut bakar batu bata dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara: a) Ukur dimensi batu bata sebelum di bakar (dalam keadaan kering) dengan menggunakan penggaris atau meteran. Catat hasilnya. b) Ukur kembali dimensi batu bata setelah dibakar dengan menggunakan penggaris atau meteran. Catat hasilnya. 4) Uji porositas Uji porositas dilakukan dengan cara manual yaitu : a) Benda uji ditimbang terlebih dahulu dengan timbangan Bascule merk DSN Bola Dunia, kapasitas 150 kg dengan ketelitian sampai dengan 0,1 kg. Catat hasil timbangan. b) Benda uji yang telah ditimbang di masukkan ke dalam air dalam ember. Rendam selama 2 x 24 jam.

65 49 c) Hasil rendaman benda uji ditimbang kembali dengan timbangan Bascule merk DSN Bola Dunia, kapasitas 150 kg dengan ketelitian sampai dengan 0,1 kg. Catat hasil timbangan. f. Tahap Keenam Disebut sebagai tahap analisis data. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan analisa data yang dihasilkan. g. Tahap Ketujuh Tahap ini berupa kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ini berdasarkan dari analisa data pada tahap sebelumnya, sebagai jawaban dari masalah yang telah dirumuskan. Untuk tahapan penelitian lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

66 Persiapan bahan 50 Pemeriksaan bahan Tanah Liat : a. Kadar air b. Berat jenis c. Batas cair d. Batas plastis dan indeks plastisitas Karbon tempurung : a. Dihaluskan b. Diayak Air: a. Tidak berwarna b. Tidak bau c. Tidak mengandung zat kimia Pembuatan benda uji batu bata Batu bata biasa: tanah liat + Air Batu bata dengan variasi penambahan arang tempurung kelapa Mencetak benda uji Pembakararan selama jam Pengujian: 1. Berat Jenis 2. Porositas 3. Susut bakar 4. Kuat tekan Analisa data Kesimpulan Gambar commit 4. Alur to Penelitian user

67 51 Untuk skema pembuatan batu bata dapat dilihat seperti pada gambar : Persiapan bahan : Tanah liat + Air Pembentukan : tanah liat diproses dalam mesin + dicetak dalam bentuk balok Pengeringan : diangin anginkan / dijemur dipanas matahari Penyusunan : disusun yang sejajar atau melintang Pembakaran : dibakar secara bertahap Pemilihan : didinginkan kemudian proses pemilihan dilakukan Gambar 5. Skema Pembuatan Batu Bata E. Teknik Analisa Data Analisis data yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penambahan arang tempurung kelapa terhadap waktu pembakaran batu bata yaitu dengan analisis regresi. Namun sebelumnya diuji prasyarat analisis berupa uji normalitas dan uji Linieritas.

68 52 1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Data Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data-data pada variabel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk membuktikan bahwa data-data pada variabel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 16 dengan metode Lilliefors, dan taraf signifikan sebesar 5 %. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) a. Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal b. Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal b. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi Uji linearitas dimaksudkan untuk mengetahui linier tidaknya data pada variabel terikatnya, sehingga didapatkan gambaran tentang ada tidaknya keterikatan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk mengetahui linier tidaknya dapat dilihat pada Curve Estimation pada program SPSS 16 yaitu melalui menu Regression dipilih Curve Estimation dengan model linier. Jika nilai pada data menyebar disekitar garis linier dan menunjukkan garis yang semakin naik atau menurun maka data tersebut linier, begitu juga sebaliknya jika data tidak menyebar disekitar garis linear dan menunjukan, garis yang naik turun maka data tersebut tidak linear. Metode keputusan untuk uji lineraitas dan keberartian regresi yaitu : (Hartono, 2010) a. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika signifikans (Sig.) < 0,05 maka data dinyatakan linear dan jika signifikansi (Sign.) > 0,05 maka data dinyataka tidak linear. b. Metode pengambilan keputusan untuk uji keberartian regresis yaitu jika nilai F hitung > F tabel maka arah regresi berarti sedangkan jika nilai F hitung < F tabel maka arah regresi tidak berarti, dengan taraf signifikansi 5%.

69 53 c. Analisis Regresi Analisis regresi dalam program SPSS 16 adalah dengan menggunakan regresi (Regression). Analisis data yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penambahan arang tempurung kelapa terhadap karakteristik fisis dan mekanik batu bata yaitu dengan analisis regresi. Analisis ini merupakan gambaran dari variabel bebas dalam penelitian yang dilakukan dengan variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang ada. Dalam penelitian variabel bebas adalah persentase penambahan arang tempurung kelapa dengan variasi yang berbeda-beda, sedangkan variabel terikatnya adalah karakteristik mekanik batu bata. Bentuk umum dari persamaan regresi terdiri dari dua golongan yaitu linier (polinom pangkat satu) dan non linier (polinom pangkat lebih dari satu). Mengenai bentuk umum dari persamaan regresi seperti terlihat dalam persamaanpersamaan dibawah ini (Sudjana, 2002: ): Persamaan linier Yc = a + bx Persamaan polinom pangkat dua Yc = a + bx + cx 2 Persamaan polinom pangkat tiga Yc = a + bx + cx 2 + dx 3 Persamaan polinom pangkat k (k 2) Yc = a 0 + a 1 x + a 1 x 2 + a 1 x akxk Untuk menghitung konstanta a (a0, a1, ) b, c, d, maka diperlukan persamaan normal dari tipa-tiap persamaan garis regresi tersebut. Persamaan normal untuk tiap-tiap persamaan garis regresi adalah sebagai berikut: 1) Persamaan Normal Linear A = {(ΣY) (Σx 2 ) (ΣY) (ΣXY)} / {( n ΣX 2 )(ΣX) 2 } B = {( n ΣXY) (Σy) (ΣX)} / {(xσx 2 ) (ΣX) 2 } 2) Persamaan Normal Polinom Pangkat Dua ΣY = n.a + bσx + cσx 2 ΣXY = aσx + bσx 2 + cσx 3

70 54 ΣX 2 Y = aσx 2 + bσx 3 + cσx 4 3) Persamaan Normal Polinom Pangkat Tiga ΣY = n.a + bσx + cσx 2 + dσx 3 ΣXY = aσx + bσx 2 + cσx 3 + dσx 4 ΣX 2 Y = aσx 2 + bσx 3 + cσx 4 + dσx 5 ΣX3Y = aσx 3 + bσx 4 + cσx 5 + dσx 6 4) Persamaan Normal Polinom Pangkat K ΣY = n.a 0 + a 1 ΣX + a 2 ΣX a k ΣX k ΣXY = a 0 ΣX + a 1 ΣX 2 + a 3 ΣX a k ΣX k+1 ΣX 2 Y = a 0 ΣX 2 + a 1 ΣX 3 + a 3 ΣX a k ΣX k+2 ΣX 3 Y = a 0 ΣX 3 + a 1 ΣX k+1 + a 2 ΣX k a k ΣX 2k Keterangan: Y = Variabel terikat (karakteristik mekanik) X = Variabel bebas (variasi penambahan arang tempurung kelapa) a 0, a 1,, a k, b, c, d = konstanta. Setelah semua data diteliti untuk masing-masing persamaan regresi telah dilaksanakan, langkah berikutnya adalah menentukan persamaan yang digunakan sebagai persamaan dasar korelasi variabel-variabel yang ada. Evaluasi tiap persamaan ini menggunakan metode selisih kesalahan kuadrat dengan rumus: E Y X = Σ n i = 1 (Yi Y (c)i ) 2 Dimana : E X Y = selisih kesalahan kuadrat Y 1 Y (c)i = besarnya variabel terikat dari data penelitian. = besarnya variabel terikat dari persamaan yang dihasilkan Analisis yang digunakan dalam SPSS 16 adalah Regression (Linear dan Curve Estimation). Apabila pada hasil analisis Regression Linear penggunaan bahan tambah arang tempurung kelapa tidak berpengaruh terhadap karakteristik fisis dan mekanik batu bata, maka analisis regresi dapat dengan menggunakan analisis Regression (Curve Estimation). Pilihan model pada Curve Estimation

71 55 terdapat berbagai jenis model, yaitu Linear, Quadratic, Qubic, Logarithmic, Inverse, Power, Coumpound, S, Logistic, Growth, dan Exponential. 2. Pengujian Hipotesis a. Hipotesis Pertama Hipotesis pertama untuk mengetahui apakah ada pengaruh penambahan arang tempurung kelapa terhadap karakteristik fisis dan mekanis batu bata akan di uji dengan menggunakan persamaan regresi dan harus dicari terlebih dahulu persamaan garis regresinya. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Curve Estimation model linear diperoleh persamaan regresinya regresi Y=z+bx, bentuk persamaan ini dapat dilihat pada tabel coefficient. Sedangkan perhitungan dengan menggunakan model cuadratic diperoleh persamaan polinomial pangkat dua, Y= a x 2 + bx + c, bentuk persamaan ini dapat dilihat pada tabel Model Summary and Parameter Estimate. Analisa korelasi dan regresi banyak digunakan untuk mencari hubungan atau pengaruh dari dua variabel atau lebih, dimana salah satu variabelnya merupakan dependent variabel dan yang lain merupakan independent variabel. Untuk menguji pengaruh variable independen terhadap varabel dependen yaitu dengan menggunakan uji F (Duwi Priyatno,2010). Metode pengambilan keputusan: a. F hitung < F tabel maka H 0 diterima (tidak signifikan) b. F hitung > F tabel maka H 0 ditolak (signifikan) b. Hipotesis Kedua Hipotesis pertama untuk mengetahui apakah ada pengaruh penambahan arang tempurung kelapa terhadap waktu pembakaran batu bata akan di uji dengan menggunakan persamaan regresi dan harus dicari terlebih dahulu persamaan garis regresinya. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Curve Estimation model linear diperoleh persamaan regresinya regresi Y=z+bx, bentuk persamaan ini dapat dilihat pada tabel coefficient. Sedangkan perhitungan dengan menggunakan model cuadratic diperoleh persamaan polinomial pangkat dua,

72 56 Y= a x 2 + bx + c, bentuk persamaan ini dapat dilihat pada tabel Model Summary and Parameter Estimate. Analisa korelasi dan regresi banyak digunakan untuk mencari hubungan atau pengaruh dari dua variabel atau lebih, dimana salah satu variabelnya merupakan dependent variabel dan yang lain merupakan independent variabel. Untuk menguji pengaruh variable independen terhadap varabel dependen yaitu dengan menggunakan uji F (Duwi Priyatno,2010). Metode pengambilan keputusan: c. F hitung < F tabel maka H 0 diterima (tidak signifikan) d. F hitung > F tabel maka H 0 ditolak (signifikan) c. Hipotesis Ketiga Untuk mengetahui prosentase penambahan karbon tempurung kelapa yang optimal dengan karakteristik fisis dan mekanis yang maksimal pada waktu pembakaran minimal, dengan mendefinisikan persamaan regresi non-linier Y = ax 2 + bx + c. Untuk menguji nilai optimal digunakan persamaan regresi non-linear atau polynomial (Danang Sunyoto, 2011). Metode pengambilan keputusan: a. Nilai signifikasi > 0,05 maka H 0 diterima (tidak signifikan) b. Nilai signifikasi < 0,05 maka H 0 ditolak (signifikan). d. Hipotesis Keempat Untuk mengetahui waktu pembakaran minimal batu bata yang dibutuhkan pada penambahan karbon optimal, dengan mendefinisikan persamaan regresi non-linier Y = ax 2 + bx + c. Untuk menguji nilai optimal digunakan persamaan regresi non-linear atau polynomial (Danang Sunyoto, 2011). Metode pengambilan keputusan: c. Nilai signifikasi > 0,05 maka H 0 diterima (tidak signifikan) d. Nilai signifikasi < 0,05 maka H 0 ditolak (signifikan).

73 57 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Pemeriksaan Bahan a. Karbon Tempurung Kelapa Hasil pemeriksaan karbon tempurung berupa karbon yang telah ditumbuk sampai halus dan diayak. b. Kadar Air Tanah Liat Hasil pemeriksaan kadar air tanah liat sesuai lampiran II adalah 3,08%. c. Berat Jenis Tanah Liat Hasil pemeriksaan berat jenis tanah liat sesuai lampiran II diperoleh berat jenis sebesar 1,75 gr/cm 3 d. Batas Cair Tanah Liat Hasil pemeriksaan batas cair (liquid limit) dapat dilihat pada lampiran II. Dari pengujian dan perhitungan diperoleh batas cair sebesar 42,8% e. Batas Plastis dan Indeks Plastisitas Hasil pemeriksaan batas plastis (plastic limit) dan indeks plastisitas dapat dilihat pada lampiran II. dari hasil pengujian dan perhitungan diperoleh batas plastis sebesar 28,57%. Sedangkan indeks plastisitasnya adalah 14,23%. Tabel nilai indeks plastisitas dan macam tanah dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 13. Nilai Indeks Plastisitas Dan Macam Tanah Indeks Sifat Macam tanah Kohesif plastisitas 0 Non plastis Pasir Non kohesif 1-7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif 7-17 Plastisitas sedang Lempung sebagian >17 Plastisitas tinggi berlanau Kohesif Lempung Kohesif Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa jenis tanah liat dalam pengujian ini adalah lempung berlanau dengan plastisitas sedang. 57

74 58 Variabel uji Waktu Variasi 12 jam 2. Pemeriksaan Kuat Tekan Batu Bata a. Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Pemeriksaan kuat tekan batu bata pada waktu pembakaran 12 jam terlihat pada tabel berikut: 0% 5% 10% 20% 30% Tabel 14. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Dimensi Kuat Luas Beban Sampel Panjang Lebar Tebal (mm 2 Tekan ) (N) (mm) (mm) (mm) (Mpa) Kuat Tekan Rata-Rata (Mpa)

75 59 Variabel uji 24 jam Variasi 0% 5% 10% 20% 30% b. Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Pemeriksaan kuat tekan batu bata pada waktu pembakaran 24 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 15. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Dimensi Kuat Luas Beban Sampel Panjang Lebar Tebal (mm 2 Tekan ) (N) (mm) (mm) (mm) (Mpa) Kuat Tekan Rata-Rata (Mpa)

76 60 Variabel uji Waktu Variasi 36 jam c. Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam Pemeriksaan kuat tekan batu bata pada waktu pembakaran 36 jam terlihat pada tabel berikut: 0% 5% 10% 20% 30% Tabel 16. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Dimensi Kuat Luas Beban Sampel Panjang Lebar Tebal (mm 2 Tekan ) (N) (mm) (mm) (mm) (Mpa) Kuat Tekan Rata-Rata (Mpa)

77 61 Variabel uji Waktu Variasi 60 jam d. Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Pemeriksaan kuat tekan batu bata pada waktu pembakaran 60 jam terlihat pada tabel berikut: 0% 5% 10% 20% 30% Tabel 17. Hasil Uji Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Dimensi Kuat Luas Beban Sampel Panjang Lebar Tebal (mm 2 Tekan ) (N) (mm) (mm) (mm) (Mpa) Kuat Tekan Rata-Rata (Mpa)

78 62 3. Pemeriksaan Berat Jenis Batu Bata a. Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Pemeriksaan berat jenis batu bata pada waktu pembakaran 12 jam terlihat pada tabel berikut: Variabel uji Waktu Variasi 12 jam Tabel 18. Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam 0% 5% 10% 20% 30% Sampel Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm 3 ) Berat batu bata (gr) Berat jenis (gr/cm 3 ) Berat jenis Rata-Rata (gr/cm 3 )

79 63 b. Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Pemeriksaan berat jenis batu bata pada waktu pembakaran 24 jam terlihat pada tabel berikut: Variabel uji Waktu Variasi 24 jam Tabel 19. Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam 0% 5% 10% 20% 30% Sampel Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm 3 ) Berat batu bata (gr) Berat jenis (gr/cm 3 ) Berat jenis Rata-Rata (gr/cm 3 )

80 64 c. Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam Pemeriksaan berat jenis batu bata pada waktu pembakaran 36 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 20. Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Variabel uji Waktu Variasi 36 jam 0% 5% 10% 20% 30% Sampel Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm 3 ) Berat batu bata (gr) Berat jenis (gr/cm 3 ) Berat jenis Rata-Rata (gr/cm 3 )

81 65 d. Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Pemeriksaan berat jenis batu bata pada waktu pembakaran 60 jam terlihat pada tabel berikut: Variabel uji Waktu Variasi 60 jam Tabel 21. Hasil Uji Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam 0% 5% 10% 20% 30% Sampel Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm 3 ) Berat batu bata (gr) Berat jenis (gr/cm 3 ) Berat jenis Rata-Rata (gr/cm 3 )

82 66 4. Pemeriksaan Susut Bakar Batu Bata a. Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Pemeriksaan susut bakar batu bata pada waktu pembakaran 12 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 22. Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Variabel uji Dimensi Awal Dimensi Akhir Susut Waktu Variasi Sampel Bakar Panjang Lebar Tebal Panjang Lebar Tebal (%) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) % % jam 10% 20% 30% Susut bakar rata-rata (%)

83 67 b. Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Pemeriksaan susut bakar batu bata pada waktu pembakaran 24 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 23. Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Variabel uji Dimensi Awal Dimensi Akhir Susut Waktu Variasi Sampel Bakar Panjang Lebar Tebal Panjang Lebar Tebal (%) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) % % jam 10% 20% 30% Susut bakar rata-rata (%)

84 68 c. Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam Pemeriksaan susut bakar batu bata pada waktu pembakaran 36 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 24. Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Variabel uji Dimensi Awal Dimensi Akhir Susut Waktu Variasi Sampel Bakar Panjang Lebar Tebal Panjang Lebar Tebal (%) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) % % jam 10% 20% 30% Susut bakar rata-rata (%)

85 69 d. Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Pemeriksaan susut bakar batu bata pada waktu pembakaran 60 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 25. Hasil Uji Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Variabel uji Dimensi Awal Dimensi Akhir Susut Waktu Variasi Sampel Bakar Panjang Lebar Tebal Panjang Lebar Tebal (%) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) % % jam 10% 20% 30% Susut bakar rata-rata (%)

86 70 5. Pemeriksaan Porositas Batu Bata a. Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Pemeriksaan porositas batu bata pada waktu pembakaran 12 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 26. Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Variabel uji Waktu Variasi Sampel Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm3) Berat batu bata kering (gr) Berat batu bata basah (gr) Berat jenis Air (gr/cm3) Porositas (%) Porositas Rata-Rata (%) jam 0% 5% 10% 20% 30%

87 71 Variabel uji Waktu Variasi 24 jam 0% 5% 10% 20% 30% b. Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 jam Pemeriksaan porositas batu bata pada waktu pembakaran 24 jam terlihat pada tabel berikut: Sampel Tabel 27. Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm3) Berat batu bata kering (gr) Berat batu bata basah (gr) Berat jenis Air (gr/cm3) Porositas (%) Porositas Rata- Rata (%)

88 72 c. Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 jam Pemeriksaan porositas batu bata pada waktu pembakaran 36 jam terlihat pada tabel berikut: Tabel 28. Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Variabel uji Waktu Variasi Sampel Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm3) Berat batu bata kering (gr) Berat batu bata basah (gr) Berat jenis Air (gr/cm3) Porositas (%) Porositas Rata-Rata (%) jam 0% 5% 10% 20% 30%

89 73 Variabel uji Waktu Variasi 60 jam 0% 5% 10% 20% 30% d. Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 jam Pemeriksaan porositas batu bata pada waktu pembakaran 60 jam terlihat pada tabel berikut: Sampel Tabel 29. Hasil Uji Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Panjang (cm) Dimensi Lebar (cm) Tebal (cm) Volume (cm3) Berat batu bata kering (gr) Berat batu bata basah (gr) Berat jenis Air (gr/cm3) Porositas (%) Porositas Rata- Rata (%)

90 74 B. Pengujian Persyaratan Analitis 1. Uji Normalitas Uji normalitas dipakai untuk menguji apakah data hasil penelitian yang didapatkan mempunyai distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data menggunakan program SPSS 16 dengan metode Lilliefors, dengan taraf signifikan sebesar 5 %. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) c. Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal d. Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal a. Pengujian Normalitas Kuat Tekan Batu Bata 1) Kuat Tekan Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 12 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,200 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,226 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0,226 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 2) Kuat Tekan Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 24 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,110 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,116 pada tabel Shapiro-Wilk (0,110 dan 0,116 > 0,05 ) maka data berdistribusi normal. 3) Kuat Tekan Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 36 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui Nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,108 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,200 pada tabel Shapiro-Wilk (0,108 dan 0,200 > 0,05) maka data berdistribusi normal.

91 75 4) Kuat Tekan Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 60 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,197 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,197 pada tabel Shapiro-Wilk (0,197 dan 0,197 > 0,05) maka data berdistribusi normal. b. Pengujian Normalitas Berat Jenis Batu Bata 1) Berat Jenis Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 12 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,169 pada tabel Kolmogorov- Smirnov dan 0,165 pada tabel Shapiro-Wilk (0,169 dan 0,165 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 2) Berat Jenis Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 24 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,192 pada tabel Kolmogorov- Smirnov dan 0,161pada tabel Shapiro-Wilk (0,192 dan 0,161 > 0,05 ) maka data berdistribusi normal. 3) Berat Jenis Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 36 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui Nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,200 pada tabel Kolmogorov- Smirnov dan 0,542 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0,542 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 4) Berat Jenis Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 60 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,855 pada tabel Kolmogorov- Smirnov dan 0,210 pada tabel Shapiro-Wilk (0,855 dan 0,210 > 0,05) maka data berdistribusi normal.

92 76 c. Pengujian Normalitas Susut Bakar Batu Bata 1) Susut Bakar Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 12 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,200 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,314 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0, 314 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 2) Susut Bakar Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 24 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,127 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0, 314 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0, 314 > 0,05 ) maka data berdistribusi normal. 3) Susut Bakar Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 36 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui Nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,188 pada tabel Kolmogorov- Smirnov dan 0,294 pada tabel Shapiro-Wilk (0,188 dan 0,294 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 4) Susut Bakar Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 60 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,200 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,314 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0,314> 0,05) maka data berdistribusi normal. d. Pengujian Normalitas Porositas Batu Bata 1) Porositas Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 12 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,200 pada tabel Kolmogorov-Smirnov

93 77 dan 0,840 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0,840 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 2) Porositas Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 24 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,200 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,336 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0,336 > 0,05 ) maka data berdistribusi normal. 3) Porositas Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 36 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui Nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,200 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,469 pada tabel Shapiro-Wilk (0,200 dan 0,469 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 4) Porositas Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 60 jam Pada output pertama lampiran II diketahui bahwa data yang valid sebanyak 5 buah dan tidak ada missing. Pada output kedua lampiran II, diketahui nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,087 pada tabel Kolmogorov-Smirnov dan 0,097 pada tabel Shapiro-Wilk (0,087 dan 0,097 > 0,05) maka data berdistribusi normal. 2. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi Uji linearitas adalalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui status linier tidaknya suatu distribusi data penelitian. Hasil yang diperoleh melalui uji linieritas akan menentukan teknik analisa regresi yang akan digunakan. Metode keputusan untuk uji lineraitas yaitu : (Hartono, 2010) c. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika signifikans (Sig.) < 0,05 maka data dinyatakan linear dan jika signifikansi (Sign.) > 0,05 maka data dinyataka tidak linear.

94 78 d. Metode pengambilan keputusan untuk uji keberartian regresi yaitu jika nilai F hitung > F tabel maka arah regresi berarti sedangkan jika nilai F hitung < F tabel maka arah regresi tidak berarti, dengan taraf signifikansi 5%. a. Uji Linearitas Kuat Tekan Batu Bata Pada tabel output uji linearitas lampiran II dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Hubungan kuat tekan dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,000 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,24 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 31,081 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. 2) Hubungan kuat tekan dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,077 (>0,05) berarti data tidak linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15 sebesar 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 3,601 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Karena kedua hubungan ada yang tidak memenuhi syarat uji lineritas maka dalam analisis regresi menggunakan regresi non-linear atau polinomial (Tulus Winarsunu,2007). b. Uji Linearitas Berat Jenis Batu Bata Pada tabel output uji linearitas lampiran II dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Hubungan berat jenis dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,002 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,24 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 14,160 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. 2) Hubungan berat jenis dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,002 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15 sebesar

95 79 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 13,720 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Karena kedua hubungan memenuhi syarat uji lineritas maka dalam analisis regresi menggunakan regresi linear (Tulus Winarsunu,2007). c. Uji Linearitas Susut Bakar Batu Bata Pada tabel output uji linearitas lampiran II dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Hubungan susut bakar batu bata dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,000 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 75,987 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. 2) Hubungan susut bakar batu bata dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,536 (>0,05) berarti data tidak linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15 sebesar 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 0,401 (<F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi tidak berarti. Karena kedua hubungan ada yang tidak memenuhi syarat uji lineritas maka dalam analisis regresi menggunakan regresi non-linear atau polinomial (Tulus Winarsunu,2007). d. Uji Linearitas Porositas Batu Bata Pada tabel output uji linearitas lampiran II dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Hubungan porositas batu bata dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,00 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,24 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 52,978 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. 2) Hubungan porositas batu bata dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,263 (>0,05) berarti data tidak linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15

96 80 sebesar 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 1,35 (<F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi tidak berarti. Karena kedua hubungan ada yang tidak memenuhi syarat uji lineritas maka dalam analisis regresi menggunakan regresi non-linear atau polinomial (Tulus Winarsunu,2007). C. Pengujian Hipotesis 1. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua Hipotesis pertama menyatakan bahwa ada pengaruh variasi penambahan karbon tempurung terhadap karakterisik fisis dan mekanik batu bata dan hipotesis kedua menyatakan bahwa ada pengaruh penambahan karbon pada waktu pembakaran batu bata. Pengujian hipotesis ini menggunakan program SPSS 16 dengan menggunakan uji Regression curve estimation, mode linear dan quadratic. Untuk menguji pengaruh variable independen terhadap varabel dependen yaitu dengan menggunakan uji F (Duwi Priyatno,2010). Metode pengambilan keputusan: e. F hitung < F tabel maka H 0 diterima (tidak signifikan) f. F hitung > F tabel maka H 0 ditolak (signifikan) a. Kuat Tekan 1) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 29,998, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel ( 29,998 > 9,55 ) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap kuat tekan batu bata. 2) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 39,303, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung < F tabel (39,303 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap kuat tekan batu bata.

97 81 3) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 197,855 sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung < F tabel (197,855 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap kuat tekan batu bata. 4) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 31,496 sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung < F tabel (31,496 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap kuat tekan batu bata. b. Berat Jenis 1) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 32,550, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (32,550 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap berat jenis batu bata. 2) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 30,001, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (30,001 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap berat jenis batu bata. 3) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 137,945, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (137,945 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap berat jenis batu bata. 4) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 36,094, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (36,094 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap berat jenis batu bata.

98 82 c. Susut Bakar 1) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 9,61, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel ( 9,61 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap susut bakar batu bata. 2) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 14,864, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (14,864 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap susut bakar batu bata. 3) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 39,892, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (39,892> 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap susut bakar batu bata. 4) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 72,466, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (72,466 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap susut bakar batu bata. 5) Porositas 1) Porositas dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 31,949, sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (31,949 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap porositas batu bata. 2) Porositas dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 14,791 sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (14,791 > 9,55) maka H 0

99 83 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap porositas batu bata. 3) Porositas dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 11,072 sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (11,072 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap porositas batu bata. 4) Porositas dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa F hitung = 15,677 sedangkan F tabel = 9,55 pada a=5% df 1 =2 df 2 =3. F hitung > F tabel (15,677 > 9,55) maka H 0 ditolak. Kesimpulannya koefisien regresi signifikan atau penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh secara signifikan tehadap porositas batu bata. 2. Uji Hipotesis Ketiga dan Keempat Hipotesis ketiga menyatakan bahwa dapat diketahui prosetase karbon tempurung kelapa yang optimal dengan waktu pembakaran minimal pada karakteristik fisis dan mekanik batu bata maksimal dan hipotesis keempat menyatakan bahwa dapat diketahui waktu pembakaran minimal pada penambahan karbon optimal. Pengujian hipotesis ini menggunakan program SPSS 16 dengan menggunakan uji Regression curve estimation, mode quadratic. Untuk menguji nilai optimal digunakan persamaan regresi non-linear atau polynomial (Danang Sunyoto, 2011). Metode pengambilan keputusan: g. Nilai signifikasi > 0,05 maka H 0 diterima (tidak signifikan) h. Nilai signifikasi < 0,05 maka H 0 ditolak (signifikan). a. Kuat Tekan 1) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,032 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi kuat tekan maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal.

100 84 2) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,025 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi kuat tekan maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 3) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,005 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi kuat tekan maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 4) Kuat Tekan dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,031 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi kuat tekan maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. b. Berat Jenis 1) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,011 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi berat jenis maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 2) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,012 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi berat jenis maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 3) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,001 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi berat jenis maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal.

101 85 4) Berat Jenis dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,009 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi berat jenis maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. c. Susut Bakar 1) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,026 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi susut bakar maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 2) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,043 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi susut bakar maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 3) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,024 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi susut bakar maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 4) Susut Bakar dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,014 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi susut bakar maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 5) Porositas 1) Porositas dalam Waktu Pembakaran 12 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,03 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model

102 86 persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi porositas maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 2) Porositas dalam Waktu Pembakaran 24 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,043 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi porositas maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembaakran minimal. 3) Porositas dalam Waktu Pembakaran 36 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,043 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi porositas maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. 4) Porositas dalam Waktu Pembakaran 60 Jam Pada lampiran II terlihat bahwa bahwa nilai signifikasi = 0,04 < 0,05 maka H 0 ditolak. Kesimpulannya persamaan regresi signifikan atau model persamaan regresi dapat digunakan untuk memprediksi porositas maksimal pada penambahan karbon optimal dengan waktu pembakaran minimal. D. Analisis dan Pembahasan 1. Karbon Tempurung Kelapa Variasi prosentase penambahan karbon tempurung kelapa yaitu 0%, 5%, 10%, 20% dan 30% serta variasi waktu pembakaran yaitu 12 jam, 24 jam, 36, jam dan 60 jam. Peneliti menggunakan variasi prosentase penambahan arang tersebut karena pada penelitian yang dilakukan Nuraisyah Siregar (2010) tentang penambahan ampas tebu pada pembuatan batu bata, diperoleh nilai kuat tekan maksimal pada variasi campuran 5%. Sedangkan penggunaan variasi waktu pembakaran tersebut karena penulis mengacu pada ukuran standar waktu pembakaran batu bata tradisional yaitu 96 jam (4 hari). Peneliti mengambil rentang waktu yang lebih sedikit karena disesuaikan dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh waktu pembakaran yang paling minimal.

103 87 2. Kuat Tekan Batu Bata a. Analisa Data 1) Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 jam Hasil pengujan kuat tekan rata-rata pada waktu pembakaran 12 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 30. Kuat Tekan Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Kuat Tekan Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 2, ,007X + 0,001X 2 persamaan (8) Dimana : Y = Kuat Tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 6. Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Terdapat kuat tekan batu bata maksimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu kuat tekan batu bata akan mengalami penurunan. Nilai

104 88 X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = 0,001 b = 0,007 c = 2,204 Diperoleh nilai X: X 1 = 4,2 X 2 = - 4,3 Sehingga: Y = 2, ,007X + 0,001X 2 Y = 2, ,007 (4,2) + 0,001(4,2) 2 Y = 2,41 Mpa Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 4,2% Kuat tekan maksimum = 2,41 Mpa 2) Kuat Tekan Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 24 jam Hasil pengujian kuat tekan rata-rata pada waktu pembakaran 24 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 31. Kuat Tekan Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Kuat Tekan Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 4, ,026X - 0,002 X 2 persamaan (9) Dimana : Y = Kuat tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon

105 89 Gambar 7. Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Terdapat kuat tekan batu bata maksimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu kuat tekan batu bata akan mengalami penurunan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = - 0,002 b = 0,026 c = 4,860 Diperoleh nilai X: X 1 = 8,1 X 2 = -7,78 Sehingga: Y = 4, ,026X - 0,002 X 2 Y = 4, ,026 (8,1) - 0,002 (8,1) 2 Y = 4,939 Mpa Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 8,1% Kuat tekan maksimum = 4,939 Mpa

106 90 3) Kuat Tekan Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 36 jam Hasil pengujian kuat tekan rata-rata pada waktu pembakaran 36 jam dapat dilihat pada pada tabel berikut: Tabel 32. Kuat Tekan Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Kuat Tekan Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 5, ,02X 0,001X 2 persamaan (10) Dimana : Y = kuat tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 8. Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Terdapat kuat tekan batu bata maksimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu kuat tekan batu bata akan mengalami penurunan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = -0,001 b = 0,02

107 91 c = 5,549 Diperoleh nilai X: X 1 = -6,2 X 2 = 6,1 Sehingga: Y = 5, ,02X 0,001X 2 Y = 5, ,02(6,1) 0,001(6,1) 2 Y = 5,634 Mpa Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 6,1% Kuat tekan maksimum = 5,634 Mpa 4) Kuat Tekan Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 60 jam Hasil pengujina kuat tekan rata-rata pada waktu pembakaran 60 jam dapat dilihat pada pada tabel berikut: Tabel 33. Kuat Tekan Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Kuat Tekan Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : (Bob Foster. 2005) Y = 6,488 0,065X 0,002X 2 persamaan (11) Dimana : Y = Kuat tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon

108 92 Gambar 9. Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Terdapat kuat tekan batu bata maksimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu kuat tekan batu bata akan mengalami penurunan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = - 0,002 b = - 0,065 c = 6,488 diperoleh nilai X: X 1 = - 3,15 X 2 = 2,9 Sehingga: Y = 6,488 0,065X 0,002X 2 Y = 6,488 0,065(2,9) 0,002(2,9) 2 Y = 6,28 Mpa Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 2,9% Kuat tekan maksimum = 6,28 Mpa

109 93 b. Pembahasan Penambahan karbon tempurung kelapa diharapkan dapat mempercepat waktu pembakaran batu bata dengan kuat tekan batu bata yang sesuai standar SII Tabel 34. Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Bata (SII ) Kelas Kekuatan Tekan Rata-Rata Batu Koefisien Bata Variasi Izin Kg/cm 2 N/mm ,5 5, % 22% 22% 15% 15% 15% Adapun hubungan kuat tekan dengan penambahan karbon dapat dilihat pada gambar berikut ini: Kuat Tekan Prosentase Penambahan Karbon (%) Gambar 10. Grafik Hubungan Kuat Tekan Batu Bata dengan Variasi Penambahan Karbon

110 94 Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas, terlihat jelas bahwa pada variasi penambahan karbon tertentu akan menaikkan kuat tekan batu bata, namun setelah melewati batas optimum akan menurunkan kuat tekannya. Tempurung kelapa mengandung Si0 2 yang cukup tinggi (sekitar 50%). Kandungan SiO 2 (Silika dioksida) yang tinggi ini menyebabkan tempurung menjadi keras. Pada saat proses pirolisis tempurung kelapa menjadi karbon, tidak semua hasil pirolisis menghasilkan 100% kabon murni, melainkan masih terdapat residu berupa SiO 2, karena kandungan SiO 2 yang tinggi pada tempurung kelapa menyebabkan SiO 2 tidak seluruhnya terbakar menjadi gas. SiO 2 juga merupakan bahan penyusun utama tanah liat (sekitar 59,4%). SiO 2 yang biasa terdapat pada pasir kuarsa merupakan bahan untuk pembuatan semen karena sifatnya yang plastis atau mempunyai daya rekat. Kadungan SiO 2 dalam karbon tempurung kelapa berperan sebagai pengisi pori sekaligus sebagai perekat pada tanah liat karena bahan pembentuk dari kedua material tersebut sama-sama mengandung SiO 2. Kesamaan bahan pembentuk inilah yang menyebabkan karbon dengan tanah liat dapat menyatu menjadi material komposit. Gambar 11. Susunan Molekul SiO 2 dalam Bentuk Ball-stick Pada waktu pembakaran 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 60 jam kuat tekan mengalami peningkatan antara penambahan karbon 0% - 10%. Namun melewati batas penambahan tersebut, kuat tekan mengalami penurunan. Tanpa karbon, ruang antar molekul tanah liat berupa ruang kosong. Gaya ikat yang terbentuk hanya gaya ikat antar molekul tanah liat. Dengan menambahkan karbon pada prosentase tertentu, molekul karbon mulai mengisi ruang antar partikel tanah liat. akibatnya muncul ikatan baru yang bekerja pada molekul tanah liat, yaitu ikatan

111 95 antara molekul tanah liat dengan tanah liat dan ikatan antara molekul tanah liat dengan karbon. Namun jika karbon diperbanyak lagi akan muncul ikatan antar karbon itu sendiri. Sehingga ketika karbon ditambah terlalu banyak ia akan menggantikan peran tanah liat sebagai bahan penyusun batu bata, padahal karbon lebih rapuh dari tanah liat. Hal tersebut menyebabkan kekuatan batu bata menjadi berkurang. Adapun hubungan antara kuat tekan batu bata dengan waktu pembakaran dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Kuat Tekan (MPa) Waktu Pembakaran (Jam) Gambar 12. Grafik Hubungan Kuat Tekan Batu Bata dengan Waktu Pembakaran Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa semakin tinggi waktu pembakaran akan menaikkan kekuatan batu bata, namun pada penambahan karbon dengan prosentase tertentu menurunkan kuat tekannya. Pada penambahan karbon 0% - 10% kuat tekan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu. Semakin lama waktu pembakaran akan membuat air yang mengisi pori tanah liat menguap dan menyebabkan molekul-molekul tanah liat merapat dan saling mengisi pori yang kosong. Penambahan karbon dengan prosentase tertentu difungsikan untuk menstabilkan ikatan antar molekul tanah liat, karena kandungan SiO 2 yang terdapat dalam karbon dapat mengisi pori tanah liat yang kosong itu. Selain itu SiO 2 pada karbon bisa berfungsi sebagai katalis yang membantu mempercepat proses pembakaran tanah liat.

112 96 Selanjutnya pada waktu pembakaran 60 jam, terjadi penurunan kekuatan yang sangat drastis untuk penambahan karbon 20% - 30%, Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kestabilan susunan SiO 2 pada temperatur tinggi. Semakin lama waktu pembakaran juga dapat mengakibatkan karbon mengalami penguapan atau terbakar sehingga membuat ikatan antar partikel tanah liat merenggang. Sehingga terjadi penurunan kekuatan yang sangat signifikan. Hasil uji kuat tekan maksimum pada penambahan karbon optimal dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 35. Hasil Uji Kuat Tekan Maksimum Waktu Pembakaran (jam) Kuat Tekan Maksimum (Mpa) Prosentase Karbon Optimal (%) 12 2,41 4,2 24 4,939 8,1 36 5,634 6,1 60 6,28 2,9 Kesesuaian hasil pengujian kuat tekan batu bata dengan standar SII dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Kuat tekan standar SII > 2,5 M Gambar 13. Kesesuaian Kuat Tekan Batu Bata Uji dengan Standar SII Berdasarkan grafik dapat disimpulkan bahwa waktu pembakaran 12 jam menghasilkan kuat tekan yang tidak sesuai dengan standar SII

113 97 Hal tersebut disebabkan karena pada waktu pembakaran 12 jam, partikel-partikel tanah liat masih belum berikatan dengan sempurna dan masih menyisakan banyak pori karena banyak air yang masih terperangkap dalam partikel tanah liat. Selain itu molekul karbon belum mencapai susunan yang stabil, sehingga karbon tidak dapat mengisi rongga kosong pada partikel-partikel tanah liat. Ikatan yang belum sempurna itu menyebabkan kuat tekan yang rendah. Pada waktu pembakaran 24 jam, batu bata mencapai kuat tekan standar dengan penambahan karbon paling tinggi yaitu 8,1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu pembakaran minimal batu bata untuk mencapai kuat tekan standar yaitu pada pembakaran 24 jam dengan penambahan karbon 8,1%. Dilihat dari sisi ekonomi, penambahan karbon 8,1% tersebut tidak mengurangi biaya produksi yang signifikan karena pembuatan karbon tempurung kelapa pun cukup sulit dan harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan jenis karbon lain yaitu Rp /kg (agromaret.com,2012). Namun jika dilihat dari sisi lingkungan, penggunaan karbon tempurung kelapa sebagai bahan tambahan untuk batu bata sangat berpotensi dalam mengurangi jumlah limbah hasil pertanian. Sebagian besar tempurung kelapa yang rusak hanya dibuang, sedangkan bagian yang masih layak biasanya dipakai untuk kerajinan kriya. Tempurung rusak inilah yang diolah menjadi karbon dan dapat digunakan untuk bahan tambah pembuatan batu bata. Hal yang sangat signifikan pada penambahan karbon untuk pembuatan batu bata terlihat pada waktu pembakaran yang relatif singkat yaitu 24 jam. Pada waktu pembakaran ini juga diperoleh kekuatan batu bata yang sesuai standar. Pembakaran yang singkat ini dapat mereduksi biaya produksi yang cukup banyak. Seperti yang pernah disampaikan Muhammad Yusuf (2008), proses pembakaran batu bata memerlukan waktu 4 hari tanpa henti, dengan biaya kayu bakar selama proses pembakaran sebesar Rp (1,5 truk) untuk batu bata, berarti untuk biaya satu hari pembakaran (24 jam) memerlukan biaya kayu bakar sebesar Rp Dengan demikian, dengan waktu pembakaran 24 jam dapat mereduksi biaya pembakaran sebesar Rp.1, Pada lampiran V diuraikan perbandingan keuntungan pembuatan batu bata normal dan batu bata dengan

114 98 penambahan karbon, diperoleh keuntungan total sebesar Rp untuk batu bata atau setara dengan Rp untuk batu bata. Hal ini berarti pembuatan batu bata dengan penambahan karbon dapat mereduksi biaya pembuatan batu bata. 3. Berat Jenis Batu Bata a. Analisa Data 1) Berat Jenis Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Hasil pengujian berat jenis rata-rata pada waktu pembakaran 12 jam dapat dilihat pada pada tabel berikut: Tabel 36. Berat Jenis Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Berat Jenis Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 1,919 0,002X persamaan (12) Dimana : Y = Berat jenis baru bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 14. Grafik Hubungan Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam

115 99 Besarnya berat jenis batu bata pada kuat tekan batu bata maksimum diperoleh dengan cara sebagai berikut. Nilai X yang dipakai adalah nilai penambahan karbon tempurung kelapa dimana dicapai kuat tekan maksimum yaitu 4,2% Y = 1,919 0,002X Y = 1,919 0,002(4,2) Berat jenis yang didapat adalah 1,9106 gr/cm 3 dengan batas prosentase penambahan karbon tempurung kelapa 4,2%. 2) Berat Jenis Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Hasil pengujina berat jenis rata-rata pada waktu pembakaran 24 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 37. Berat Jenis Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Berat Jenis Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 1,911 0,003X persamaan (13) Dimana : Y = Berat jenis baru bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 15. Grafik Hubungan Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam

116 100 Besarnya berat jenis batu bata pada kuat tekan batu bata maksimum diperoleh dengan cara sebagai berikut. Nilai X yang dipakai adalah nilai penambahan karbon tempurung kelapa dimana dicapai kuat tekan maksimum yaitu 8,1%. Y = 1,911 0,003X Y = 1,911 0,003(8,1) Berat jenis yang didapat adalah 1,8867 gr/cm 3 dengan batas prosentase penambahan karbon tempurung kelapa 8,1% 3) Berat Jenis Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Hasil pengujian berat jenis rata-rata pada waktu pembakaran 36 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 38. Berat Jenis Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Berat Jenis Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 1,904 0,004X persamaan (14) Dimana : Y = Berat jenis baru bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 16. Grafik Hubungan Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam

117 101 Besarnya berat jenis batu bata pada kuat tekan batu bata maksimum diperoleh dengan cara sebagai berikut. Nilai X yang dipakai adalah nilai penambahan karbon tempurung kelapa dimana dicapai kuat tekan maksimum yaitu 6,1%. Y = 1,904 0,004X Y = 1,904 0,004(6,1) Berat jenis yang didapat adalah 1,8796 gr/cm 3 dengan batas prosentase penambahan karbon tempurung kelapa 6,1%. 4) Berat Jenis Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hasil pengujian berat jenis rata-rata pada waktu pembakaran 60 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 39. Berat Jenis Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Berat Jenis Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 1,809 0,005X persamaan (15) Dimana : Y = Berat jenis baru bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 17. Grafik Hubungan Berat Jenis Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Besarnya berat jenis batu bata pada kuat tekan batu bata maksimum diperoleh dengan cara sebagai berikut. Nilai X yang dipakai adalah nilai

118 102 penambahan karbon tempurung kelapa dimana dicapai kuat tekan maksimum yaitu 2,9%. Y = 1,809 0,005X Y = 1,809 0,005(2,9) Berat jenis yang didapat adalah 1,7945 gr/cm 3 dengan batas prosentase penambahan karbon tempurung kelapa 2,9%. b. Pembahasan Penambahan karbon tempurung kelapa diharapkan dapat mencapai berat jenis sesuai dengan ketentuan berat jenis batu bata normal yaitu 1,8 gr/cm 3-2,6 gr/cm 3 (Yudha Romadhona,2007), atau di bawah berat jenis batu bata normal dengan kuat tekan yang sesuai standar. Berat Jenis Prosentase Penambahan Karbon Gambar 18. Grafik Hubungan Berat Jenis Batu Bata dengan Variasi Penambahan Karbon Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa semakin banyak prosentase penambahan karbon,berat jenis semakin kecil. Berat jenis karbon lebih rendah daripada tanah liat sehingga ketika karbon ditambahkan terlalu banyak akan menggantikan peran tanah liat sebagai bahan penyusun batu bata. Penggantian itu menyebabkan berat jenis yang semakin berkurang. Adapun hubungan antara berat jenis batu bata dengan waktu pembakaran dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

119 103 Berat Jenis (gr/cm 3 Waktu Pembakaran Gambar 19. Grafik Hubungan Berat Jenis Batu Bata dengan Waktu Pembakaran Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu pembakaran menyebabkan berat jenis batu bata semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh penguapan air yang semakin banyak pada pori yang mengisi tanah liat. Selain itu dipengaruhi oleh perubahan susunan molekul SiO 2 yang sebagian besar terdapat pada tanah liat. Pembakaran yang lama menyebabkan susunan molekul SiO 2 mengalami perubahan. Hasil uji berat jenis dengan penambahan karbon optimal terdapat pada tabel berikut: Tabel 40. Hasil Uji Berat Jenis Waktu Pembakaran Berat Jenis Prosentase Penambahan (jam) (gr/cm 3 ) Karbon (%) 12 1,9106 4,2 24 1,8867 8,1 36 1,8796 6,1 60 1,7945 2,9 Kesesuaian hasil pengujian berat jenis batu bata dengan berat jenis batu bata normal dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

120 104 Berat Jenis batu bata normal 1,8 gr/cm 3 2,6 gr/cm 3 Gambar 20. Kesesuaian Berat Jenis Batu Bata Uji dengan Standar Berdasarkan grafik terlihat bahwa batu bata pada pembakaran 12 jam, 24 jam dan 36 jam mempunyai berat jenis batu bata normal (antara 1,8 gr/cm 3-2,6 gr/cm 3 ). Namun pada pembakaran 60 jam, berat jenis batu bata kurang dari berat jenis batu bata normal (< 1,8 gr/cm 3 ). Terlihat pula bahwa pada pembakaran 60 jam mempunyai kuat tekan paling tinggi. Dengan kuat tekan paling tinggi dan berat jenis yang kecil, batu bata pada pembakaran 60 jam berpotensi untuk menjadi batu bata tahan gempa. 4. Susut Bakar Batu Bata a. Analisa Data 1) Susut Bakar Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Hasil pengujian susut bakar rata-rata pada waktu pembakaran 12 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 41. Susut Bakar Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 10, ,007X - 0,001X 2 persamaan (16) Dimana :

121 105 Y = Susut bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 21. Grafik Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Terdapat susut bakar batu bata minimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu susut bakar batu bata akan mengalami kenaikan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = 0,001 b = -0,007 c = 10,375 diperoleh nilai X: X 1 = - 9,6 X 2 = 9,2 Sehingga: Y = 10, ,007X - 0,001X 2 Y = 10, ,007(9,65) - 0,001(9,65) 2 Y = 10,352% Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 9,52% Susut bakar minimal = 10,332%

122 106 2) Susut Bakar Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Hasil pengujian susut bakar rata-rata pada waktu pembakaran 24 jam dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 42. Susut Bakar Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 10, ,002X - 0,001X 2 persamaan (17) Dimana : Y = Susut bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 22. Grafik Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Terdapat susut bakar batu bata minimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu susut bakar batu bata akan mengalami kenaikan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = -0,001

123 107 b = 0,002 c = 10,813 diperoleh nilai X: X 1 = - 2,3 X 2 = 2,15 Sehingga: Y = 10, ,002X - 0,001X 2 Y = 10, ,002(2,15) - 0,001(2,15) 2 Y = 10,81% Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 2,15% Susut bakar minimal = 10,81% 3) Susut Bakar Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 36 jam Hasil pengujian berat jenis rata-rata pada waktu pembakaran 36 jam dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 43. Susut Bakar Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 10,958-0,004X + 0,001X 2 persamaan (18) Dimana : Y = Susut bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon

124 108 Gambar 23. Grafik Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Terdapat susut bakar batu bata minimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu susut bakar batu bata akan mengalami kenaikan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = 0,001 b = -0,004 c = 10,958 diperoleh nilai X: X 1 = 3,61 X 2 = -3,48 Sehingga: Y = 10,958-0,004X + 0,001X 2 Y = 10,958-0,004(3,61) + 0,001(3,61) 2 Y = 10,96% Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 3,6% Susut bakar minimal = 10,96%

125 109 4) Susut Bakar Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Hasil pengujian berat jenis rata-rata pada waktu pembakaran 60 jam dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 44. Susut Bakar Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 11,237-0,004X + 0,001X 2 persamaan (19) Dimana : Y = Susut bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 24. Grafik Hubungan Susut Bakar Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Terdapat susut bakar batu bata maksimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu susut bakar batu bata akan mengalami penurunan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = 0,001

126 110 b = -0,004 c = 11,237 diperoleh nilai X: X 1 = - 0,48 X 2 = 0,5 Sehingga: Y = 11,237-0,004X + 0,001X 2 Y = 11,237-0,004(0,5) + 0,001(0,5) 2 Y = 11,235% Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 0,5% Susut bakar maksimum = 11,235% c. Pembahasan Penambahan karbon tempurung kelapa diharapkan dapat memperkecil susut bakar sesuai dengan ketentuan susut bakar maksimal 10%-15% (Daryanto,1994). Susut Bakar (%) Variasi Penambahan Karbon Gambar 25. Grafik Hubungan Susut Bakar Batu Bata dengan Variasi Penambahan Karbon

127 111 Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa penambahan karbon dengan prosentase tertentu akan mengecilkan penysusutannya. Namun penambahan karbon lebih lanjut ternyata menaikkan susut bakarnya. Penurunan prosentase susut bakar yang berarti kenaikan dimensi batu bata terjadi pada penambahan karbon antara 0% -10%, hal ini disebabkan oleh kandungan SiO 2 yang terdapat pada karbon dan tanah liat mengalami perubahan susunan molekul sehingga butir-butir tanah liat dan karbon mengalami pemuaian. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan dimensi sampel yang mengakibatkan penurunan susut bakar. Adapun kenaikan susut bakar disebabkan oleh susunan SiO 2 mengalami deformasi (perubahan susunan) karena SiO 2 telah mencapai kestabilan susunan molekul pada penambahan karbon 0% -10% sehingga menyebabkan SiO 2 mengikat lebih banyak karbon, sedangkan karbon ikut bereaksi dengan panas pembakaran dan menjadi bahan bakar bagi tanah liat. Hal tersebut menyebabkan susut yang semakin besar karena SiO 2 pada tanah liat akan menggantikan kehilangan karbon dan kembali pada susunan molekul awal sebelum berikatan dengan karbon. Adapun hubungan antara susut bakar dengan waktu pembakaran dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Susut Bakar (%) Waktu Pembakaran (Jam) Gambar 26. Grafik Hubungan Susut Bakar Batu Bata dengan Waktu Pembakaran

128 112 Grafik di atas menunjukkan bahwa susut bakar mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu pembakaran. Hal tersebut disebabkan oleh tanah liat mengalami penguapan yang banyak dengan bertambahnya lama pembakaran sehingga menyebabkan ikatan antar molekul tanah liat menjadi semakin rapat. Ikatan yang semakin rapat menyebabkan dimensi yang mengecil, itu berati susut yang semakin besar. Terlihat pula pada penambahan waktu pembakaran 60 jam dengan penambahan karbon 20% - 30% susut bakar mengalami penurunan, itu berarti dimensi yang membesar. Penurunan susut ini disebabkan oleh karbon yang banyak ikut bereaksi dengan panas pembakaran sehingga meninggalkan rongga pada tanah liat. Selain itu, waktu pembakaran yang terlalu lama menyebabkan tanah liat memuai. Hal tersebut berarti pembakaran dalam waktu yang lama menyebabkan molekul-molukel tanah liat semakin merenggang sehingga menyebabkan dimensi membesar dan penyusutan yang semakin kecil. Hasil uji susut bakar maksimum pada penambahan karbon optimal dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 45. Hasil Susut Bakar Maksimum Waktu Prosentase Karbon Susut Bakar Maksimum Pembakaran Optimal (%) (jam) (%) 12 9,52 10, ,15 10, ,6 10, ,5 11,23 Kesesuaian hasil pengujian susut bakar batu bata dengan susut bakar standar dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

129 113 Standar Susut bakar 10%-15% Gambar 27. Kesesuaian Susut Bakar Batu Bata Uji dengan Standar SII Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa susut bakar pada tiap waktu pembakaran memenuhi standar maksimal susut bakar. a. Analisa Data 5. Porositas Batu Bata 1) Porositas Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 12 jam Hasil pengujan porositas rata-rata pada waktu pembakaran 12 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 46. Porositas Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 9,924-0,092X + 0,003X 2 persamaan (20) Dimana : Y = Porositas batu bata

130 114 X = Variasi penambahan karbon Gambar 28. Hubungan Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 12 Jam Terdapat porositas batu bata minimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu porositas batu bata akan mengalami kenailkan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005) Dimana : a = 0,003 b = -0,092 c = 9,924 Diperoleh nilai X: X 1 = 18,8 X 2 = - 19,1 Sehingga: Y = 9,924-0,092X + 0,003X 2 Y = 9,924-0,092(18,8) + 0,003(18,8) 2 Y = 9,26% Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 18,8% Porositas minimal = 9,26 %

131 115 2) Porositas Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 24 jam Hasil pengujian porositas rata-rata pada waktu pembakaran 24 jam dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 47. Porositas Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 7,727-0,094X + 0,004 X 2 persamaan (21) Dimana : Y = Porositas batu bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 29. Hubungan Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 24 Jam Terdapat porositas batu bata minimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu porositas batu bata akan mengalami kenailkan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005)

132 116 Dimana : a = 0,004 b = -0,094 c = 7,727 Diperoleh nilai X: X 1 = 11,3 X 2 = -10,98 Sehingga: Y = 7,727-0,094X + 0,004 X 2 Y = 7,727-0,094(11,3) + 0,004 (11,3) 2 Y = 7,18 % Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 11,3% Porositas minimal = 7,18 % 3) Porositas Batu Bata dengan Waktu Pembakaran 36 jam Hasil pengujian porositas rata-rata pada waktu pembakaran 36 jam dapat dilihat pada pada tabel berikut: Tabel 48. Porositas Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 5,698-0,026X 0,002X 2 persamaan (22) Dimana : Y = porositas batu bata X = Variasi penambahan karbon

133 117 Gambar 30. Hubungan Porositas Batu Bata pada Waktu Pembakaran 36 Jam Terdapat porositas batu bata minimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu porositas batu bata akan mengalami kenailkan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster, 2005) Dimana : a = -0,002 b = -0,026 c = 5,698 Diperoleh nilai X: X 1 = 6,2 X 2 = -6,13 Sehingga: Y = 5,698-0,026X 0,002X 2 Y = 5,698-0,026(6,2) 0,002(6,2) 2 Y = 5,605 % Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 6,2% Porositas minimal = 5,605%

134 118 4) Porositas Batu Bata Pada Waktu Pembakaran 60 jam Hasil pengujian porositas rata-rata pada waktu pembakaran 60 jam dapat dilihat pada pada tabel berikut: Tabel 49. Porositas Rata-Rata Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Prosentase Karbon 0% 5% 10% 20% 30% Susut Bakar Berdasarkan lampiran III yang membahas tentang analisa data SPSS, menghasilkan persamaan regresi : Y = 3, ,076X 0,002X 2 persamaan (23) Dimana : Y = Porositas batu bata X = Variasi penambahan karbon Gambar 31. Hubungan Kuat Tekan Batu Bata pada Waktu Pembakaran 60 Jam Terdapat kuat tekan batu bata maksimal pada prosentase penambahan karbon tertentu setelah itu porositas batu bata akan mengalami penurunan. Nilai X pada persamaan regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus ABC sebagai berikut : (Bob Foster. 2005)

135 119 Dimana : a = - 0,002 b = 0,076 c = 3,769 diperoleh nilai X: X 1 = 1,2 X 2 = -1,16 Sehingga: Y = 3, ,076X 0,002X 2 Y = 3, ,076(1,2) 0,002(1,2) 2 Y = 3,86% Dari analisa data diatas dapat diketahui; Penambahan karbon optimum = 1,2% Porositas minimal = 3,86 % b. Pembahasan Penambahan karbon tempurung kelapa diharapkan dapat memperkecil porositas sesuai dengan ketentuan porositas maksimal 5%-10% (Daryanto,1994). Porositas (%) Prosentase Penambahan Karbon (%) Gambar 32. Grafik Hubungan Porositas Batu Bata dengan Variasi Penambahan Karbon

136 120 Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas, terlihat jelas bahwa pada variasi penambahan karbon tertentu akan menurunkan porositas batu bata, namun setelah melewati batas optimum akan menaikkan porositasnya. Gambar 33. Susunan Molekul SiO 2 Porositas terjadi akibat daya ikat yang sedikit pada tanah liat, itu berarti rongga-rongga yang besar. Semakin besar daya ikatnya, porositas akan semakin kecil Pada waktu pembakaran 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 60 jam porositas mengalami penurunan antara penambahan karbon 0% - 10%. Hal tersebut disebabkan oleh susunan SiO 2 yang terdapat pada tanah liat dan karbon mencapai kestabilan susunan molekul, yang berarti penggabungan partikel semakin rapat karena pori-pori dapat terisi penuh. Namun melewati batas penambahan tersebut, porositas mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan karbon yang semakin banyak menyebabkan ikatan antar molekul menjadi tidak seimbang dan menyebabkan banyak terjadi pori akibat perbandingan susunan SiO 2 dengan karbon yang terlalu signifikan dan menyebabkan susunan molekul-molekul tanah liat yang lain menjadi tidak stabil. Sehingga menyebabkan ikatan antar bahan penyusun semakin renggang dan porositas semakin besar. Selanjutnya pada waktu pembakaran 60 jam, terjadi kenaikan porositas yang sangat drastis untuk penambahan karbon 20% - 30%, hal ini selain dipengaruhi oleh ikatan antar molekul yang tidak seimbang, juga diakibatkan oleh susunan SiO 2 yang mengalami perubahan pada temperatur tinggi. Semakin lama waktu pembakaran juga dapat mengakibatkan karbon mengalami penguapan atau

137 121 terbakar sehingga membuat ikatan antar partikel tanah liat merenggang, itu berarti porositas yang semakin besar pula. Adapun hubungan porositas dengan waktu pembakaran dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Porositas (%) Waktu Pembakaran (Jam) Gambar 34. Grafik Hubungan Porositas Batu Bata dengan Waktu Pembakaran Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu pembakaran menyebabkan porositas yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan lamanya waktu pembakaran menyebabkan penguapan yang berlebih pada tanah liat sehingga molekul-molekul tanah liat saling merapat untuk mengisi pori yang kosong akibat penguapan. Namun pada waktu pembakaran 60 jam dengan prosentase penambahan karbon 20%-30% menyebabkan porositas yang semakin naik. Hal ini disebabkan oleh waktu pembakaran yang terlalu lama menyebabkan karbon terbakar sehingga meninggalkan pori yang banyak pada tanah liat. Selain itu, pembakaran yang terlalu lama akan menyebabkan SiO 2 mengalami perubahan susunan molekul yang signifikan dan mengakibatkan pori tanah liat memuai. Pemuaian pori ini menyebabkan tanah liat retak dan merenggang sehingga meninggalkan pori yang besar dan berakibat pada porositas yang besar juga. Hasil porositas maksimum pada penambahan karbon optimal dapat dilihat pada tabel berikut:

138 122 Tabel 50. Hasil Uji Porositas Maksimum Waktu Pembakaran (jam) Prosentase Karbon Optimal (%) Porositas Maksimum (%) 12 18,8 9, ,3 7, ,2 5, ,2 3,86 Kesesuaian hasil pengujian susut bakar batu bata dengan susut bakar standar dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Gambar 35. Kesesuaian Porositas Batu Bata Uji dengan Standar SII Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa porositas pada waktu pembakararan 60 jam tidak memenuhi standar minimal porositas untuk batu bata (<5%).Pporositas yang lebih kecil dari 5% termasuk kategori stoneware atau gerabah (Daryanto, 1994). Sehingga batu bata pada waktu pembakaran 60 jam tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan karena penyerapan air yang kurang akan menyebabkan daya lekat batu bata dengan spesi menjadi berkurang. Hal itu akan berakibat pada spesi yang mudah keropos.

139 123 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan karbon optimal untuk mencapai karakteristik fisis dan mekanik batu bata yang sesuai standar dapat diuraikan sebagai berikut: a. Kuat Tekan 1) Pada waktu pembakaran 24 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 8,1% diperoleh kuat tekan sebesar 4,939 Mpa. 2) Pada waktu pembakaran 36 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 6,1% diperoleh kuat tekan sebesar 5,634 Mpa. 3) Pada waktu pembakaran 60 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 2,9% diperoleh kuat tekan sebesar 6,8 Mpa b. Berat Jenis 1) Pada waktu pembakaran 12 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 4,2% diperoleh berat jenis sebesar 1,9106 gr/cm 3. 2) Pada waktu pembakaran 24 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 8,1% diperoleh berat jenis sebesar 1,8867 gr/cm 3 3) Pada waktu pembakaran 36 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 6,1% diperoleh berat jenis sebesar 1,8796 gr/cm 3. 4) Pada waktu pembakaran 60 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 2,9% diperoleh berat jenis sebesar 1,7945 gr/cm 3. c. Susut Bakar 1) Pada waktu pembakaran 12 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 9,52% diperoleh susut bakar sebesar 10,332%. 2) Pada waktu pembakaran 24 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 2,15 % diperoleh susut bakar sebesar 10,81%. 3) Pada waktu pembakaran 36 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 3,6% diperoleh susut bakar sebesar 10,96%. 123

140 124 4) Pada waktu pembakaran 60 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 0,5% diperoleh susut bakar sebesar 11,23%. d. Porositas 1) Pada waktu pembakaran 12 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 18,8% diperoleh porositas sebesar 9,26%. 2) Pada waktu pembakaran 24 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 11,3 % diperoleh porositas sebesar 7,18%. 3) Pada waktu pembakaran 36 jam memerlukan penambahan karbon sebesar 6,2% diperoleh porositas sebesar 5,605%. 2. Penambahan karbon tempurung kelapa dapat mempercepat proses pembakaran batu bata. Proses pembakaran tradisional yang biasanya memerlukan waktu pembakaran 4 hari tanpa penambahan karbon dapat direduksi menjadi 24 jam (1 hari) dengan penambahan karbon. Selain itu, dengan waktu pembakaran yang singkat ini dapat menekan biaya produksi pembuatan batu bata sebesar Rp untuk batu bata atau setara dengan Rp untuk 1000 batu bata. 3. Penambahan karbon tempurung kelapa berpengaruh pada karakteristik fisis dan mekanik batu bata. Sebagian besar pengujian kuat tekan batu bata memenuhi standar mutu bata SII yaitu memenuhi standar batu bata kelas 25 dan kelas 50 dengan penambahan karbon antara 2,9% - 8,1%. Kecuali untuk waktu pembakaran 12 jam tidak memenuhi standar SII Pada pengujian sifat fisis batu bata yang meliputi berat jenis, susut bakar dan porositas, semua bahan uji memenuhi standar. 4. Waktu pembakaran minimal untuk memperoleh kuat tekan maksimal batu bata yaitu pada waktu pembakaran 24 jam dan diperoleh kuat tekan 4,939 Mpa dengan penambahan karbon sebesar 8,1%.

141 125 B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut: 1. Kualitas batu bata tradisional ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah cuaca. Pada proses pengeringan batu bata diusahakan agar batu bata tidak mendapatkan cahaya matahari yang terlalu panas, karena akan membuat batu bata retak. Selain itu jika cuaca hujan, usahakan agar batu bata terlindung dari hujan agar batu bata tidak menyerap air yang berlebihan, hal tersebut akan berpengaruh pada proses pembakaran. 2. Kelemahan dari metode pembakaran batu bata tradisional adalah panas pembakaran yang kurang merata dan tidak stabil. Sehingga banyak batu bata yang rusak pada bagian tepi tungku pembakaran karena kurangnya pemanasan. 3. Penelitian ini dikembangkan untuk industri batu bata tradisional, sehingga untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian batu bata dengan metode modern. 4. Standar batu bata pada penelitian ini masih mengacu pada SII karena standar batu bata yang baru belum mengalami revisi. C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengacu pada standar batu bata yang baru. 2. Untuk campuran karbon diharapkan memakai satuan ukuran volume dan kilogram sehingga mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah.

142 126 Daftar Pustaka Ambar Astuti Pengetahuan Keramik. Jogjakarta : Gajah Mada University Press. Anonim Batu Bata Merah Pejal SII Badan Standardisasi Nasional. Anonim Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBBI). Dinas Pekerjaan Umum RI. Anonim Batu Bata Merah Pejal SNI Badan Standardisasi Nasional. Anonim Batu Bata Tahan Gempa Belum Dikembangkan. ( Diakses 10 Agustus Anonim Harga Arang Batok Kelapa. Diakses 10 Februari Anwar Dharma Sembiring Teori Pengantar Keramik. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Arina Art Ceramic Proses Pembentukan Tanah Liat ( Diakses 10 Agustus 2011 Asmuni Karakterisik Pasir Kuarsa (SiO 2 ) dengan Metode XRD. Universitas Sumatera Utara. Bob Foster Plus Soal dan Pembahasan Matematika. Jakarta: Erlangga. Danang Sunyoto Praktik SPSS untuk Kasus. Yogyakarta: Nuha Medika. Darmawijaya Klasifikasi Tanah Dasar Bagi Penelitian Tanah dan Pelaksanaan Pertanian Indonesia. Yogyakarta : PT. Gajah Mada. Daryanto Pengetahuan Alat Dan Bahan. Jakarta: Rineka Cipta. Digital Collections. ( Diakses 10 Agustus

143 127 Duwi Priyatno Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Gava Media. Eliza Rosmaya Puri Tugas Akhir: Pengembangan Kajian Pemanfaatan Abu Sekam Padi Pada Mortar Pasangan Bata. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Ensiklopedi Nasional Indonesia Cipta Adi Pustaka. E.P.Popov Mekanika Teknik (edisi kedua). Terjemahan Zainul Astamar Tanisan. Jakarta: Erlangga. Erliza Hambali, Siti Mujdalifah, Armansyah Halomoan. Tambunan, Abdul Waries Pattiwiri, & Roy Hendroko Teknologi Bioenergi. Jakarta: Argomedia. Hartono JMV Teknologi Bahan Bangunan Bata dan Genteng. Jogjakarta: Balai Penelitian Keramik, Universitas Gajah Mada. Hartono SPSS 16.0 Analisa Data Statistika Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Is Fatimah, Dwiarso Rubiyanto, Torikul Huda Peranan Katalis TiO2/SiO2 Montmorillonit Pada Reaksi Konversi Sitronelal Menjadi Isopulegol. Jurnal Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal Maratul Hasanah Batu Bata Tahan Gempa. Diakses 10 Agustus M. Abdullah, A. D. Sonya, B. W. Nuryadin, A. R. Marully, Khairuddin, & Khairurrijal Sintesis Keramik Berbasis Komposit Clay- Karbon dan Karakterisasi Kekuatan Mekaniknya. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. Vol. 2 No.2. Muhammad Yusuf Bisnis Batu Bata Tetap Eksis Dan Menguntungkan. muhammad yusuf Diakses 10 Agustus Nina Milasari & Christina Kartika Bintang Dewi The Use of Sugar Factory Dust in Making Seismic Resistant Bricks. International Environmental Project Olympiade (Inepo), Istanbul.

144 128 Nugroho Agung Energi Alternatif itu Bernama Biomass. Diakses 10 Agustus Nuraisyah Siregar Tugas Akhir: Pemanfaatan Abu Pembakaran Ampas Tebu Dan Tanah Liat Pada Pembuatan Batu Bata. Universitas Sumatera Utara, Medan. PDII LIPI Kandungan Buah Kelapa. ( Diakses 10 Agustus 2011 Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Puslitbang Pemukiman Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBBI). Bandung : Departemen Pekerjaan Umum. Rahmat Rukmana Delima. Jogjakarta: Kanisius. Ramli Djusmaini Djamas Tugas Akhir: Pengaruh Pemberian Material Limbah Serat Alami Terhadap Sifat Fisika Bata Merah. Universitas Negeri Padang, Padang. Redaksi PS Media Tanam Untuk Tanaman Hias. Depok: Penebar Swadana. Bambang n.d Buah Kelapa. ( Diakses 10 Agustus 2011 Rudi Gunawan Pengantar Ilmu Bangunan. Jogjakarta : Kanisius. Srikandi Fardias Polusi air dan Udara. Jogjakarta : Kanisius. Sudjana Metode Statistik. Bandung : Tarsito. Sugiyono Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Suwardono Mengenal Pembuatan Bata dan Genteng dan Genteng Berglasir. Bandung : Yrama Widya Berkreasi Dengan Lempung. Bandung : Yrama Widya Mengenal Keramik Hias. Bandung : Yrama Widya. Tim Praktek Mekanika Tanah Modul: Panduan Praktikum Mekanika Tanah. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

145 129 Tim Praktek Pertukangan Beton Modul: Praktek Pertukangan Beton. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tri Suharyadi Tugas Akhir: Pengaruh Campuran Arang Kayu Terhadap Sifat-Sifat Fisik Dan Mekanik Batu Bata Merah. Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta. Tulus Winarsunu Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Ukiman Nilai Kuat Tekan Dan Daya Serap Air Batu Bata Merah Dari Madukara. Jurnal Orbith. Vol. No. 1: Van Vlack H. Lawrence Ilmu dan Teknologi Bahan (edisi kelima ). Terjemahan Sriati Djaprie. Jakarta: Erlangga. Yahya Ibahim Hajar Tugas Akhir: Studi Pembuatan Batu Bata Dan Paving Stone Dengan Menggunakan Material Tanah Pandaan. Universitas Kristen Petra, Surabaya. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia Bata Merah sebagai Bahan Bangunan ( Edisi ke 2). Bandung : YDNI NI-10. Yarnest Panduan Aplikasi Statistik. Malang: Dioma. Yuda Romadhona Tugas Akhir: Pengaruh Penambahan Abu Insenerator Terhadap Kualitas Batu Bata Merah dengan Tanah Liat di Kabupaten Temanggung. Universitas Negeri Semarang,Semarang.

146 130 LAMPIRAN I RENCANA CAMPURAN A. Rincian Kebutuhan Bahan Tabel Kebutuhan Bahan Untuk Tiap Uji Karakteristik Waktu Prosentase Arang Tempurung Kelapa Jumlah Pembakaran 0% 5% 10% 20% 30% Sampel 12 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah 24 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah 36 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah 60 jam 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 6 buah 30 buah Total Sampel 120 buah B. Kebutuhan Tanah Liat Dimensi batu bata cetak : 25,5 cm x 12,5 cm x 5 cm Volume batu bata per cetak : 1.593,75 cm 3 Pada penelitian ini dibutuhkan batu bata sebanyak : buah batu bata untuk uji fisis meliputi berat jenis, susut bakar dan porositas buah batu bata untuk uji mekanik yaitu kuat tekan Sehingga jumlah total benda uji sebanyak 240 buah batu bata. Pada tabel terlihat kebutuhan batu bata pada setiap prosentase sebanyak 24 buah untuk uji fisis dan 24 buah untuk uji mekanik. Sehingga jumlah total batu bata pada setiap prosentase sebanyak 48 buah. Volume tanah liat awal = n x volume cetakan = 48 x 1.593,75 cm 3 = cm 3 Dengan dikalikan faktor keamanan bahan sebesar 10%, diperoleh volume tanah liat yang dibutuhkan yaitu: Kebutuhan tanah liat = (10% x volume tanah liat awal) + volume tanah liat awal

147 131 = (10% x cm 3 ) cm 3 = cm 3 Sehingga diperoleh kebutuhan liat untuk tiap prosentase penambahan arang sebanyak cm 3. Maka jumlah total kebutuhan tanah liat: Total kebutuhan tanah liat = volume tiap prosentase x banyaknya variasi prosentase = cm 3 x 5 (0%, 5%, 10%, 20%,30%) = cm 3 C. Kebutuhan Karbon Tempurung Kelapa 1. Penambahan karbon 5% yaitu diperoleh dari 5% volume tanah liat. 5% x cm 3 = 4.207,5 cm 3 2. Penambahan karbon 10% yaitu diperoleh dari 10% volume tanah liat. 10% x cm 3 = cm 3 3. Penambahan karbon 20% yaitu diperoleh dari 20% volume tanah liat. 20% x cm 3 = cm 3 4. Penambahan karbon 30% yaitu diperoleh dari 30% volume tanah liat. 30% x cm 3 = cm 3 Sehingga total karbon yang dibutuhkan sebanyak ,5 cm 3.

148 132 LAMPIRAN II PEMERIKSAAN BAHAN A. Pemeriksaan Kadar Air Tanah Liat 1. Perhitungan Data Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3 Benda Uji 4 Berat cawan (w 1 ) = 13.8 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 59 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 57.7 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 1.3 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 43.9 gr Berat cawan (w 1 ) = 13.7 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 56.5 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 55.1 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 1.4 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 41.4 gr Berat cawan (w 1 ) = 13.8 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 61.2 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 59.7 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 1.5 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 45.9 gr Berat cawan (w 1 ) = 13.8 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 66.8 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 65.4 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 1.4 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 51.6 gr Kadar Air = A x 100% B Dimana : A = Berat air (gr) B = Berat tanah kering (gr) Benda Uji 1 Kadar Air = A B x 100%

149 133 = 1.3 x 100% 43.9 = % Benda Uji 2 Kadar Air = A x 100% B = 1.4 x 100% 41.4 = % Benda Uji 3 Kadar Air = A x 100% B = 1.5 x 100% 45.9 = % Benda Uji 4 Kadar Air = A x 100% B = 1.4 x 100% 51.6 = % Kadar Air Rata-Rata = = % 2. Tabel Data Perhitungan No Percobaan Cawan

150 134 1 Berat cawan kosong (w 1 gr) Berat cawan + tanah basah (w 2 gr) Berat cawan + tanah kering (w 3 gr) Berat air (w 2 -w 3 gr) Berat tanah kering (w 3 -w 1 gr) Kadar air w = (w 2 - w 3 ) x 100 / (w 3 -w 1 ) Kadar air rata-rata (w %) B. Pemeriksaan Berat Jenis Tanah Liat 1. Perhitungan Data Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3 Benda Uji 4 Berat picnometer kosong (w 1 ) = 24.5 gr Berat picnometer + tanah kering (w 2 ) = 34.7 gr Berat picnometer + tanah + air (w 3 ) = gr Berat picnometer + air (w 4 ) = gr Temperatur t C = 55 gr Berat tanah kering (A) = w 2 -w 1 = 10.2 gr Berat tanah basah (B) = w 3 -w 4 = 4.8 gr Berat air (C) = A-B = 5.4 gr Berat picnometer kosong (w 1 ) = 45.4 gr Berat picnometer + tanah kering (w 2 ) = 55.4 gr Berat picnometer + tanah + air (w 3 ) = gr Berat picnometer + air (w 4 ) = gr Temperatur t C = 52 gr Berat tanah kering (A) = w 2 -w 1 = 10 gr Berat tanah basah (B) = w 3 -w 4 = 4.8 gr Berat air (C) = A-B = 5.2 gr Berat picnometer kosong (w 1 ) = 52.1 gr Berat picnometer + tanah kering (w 2 ) = 62.7 gr Berat picnometer + tanah + air (w 3 ) = gr Berat picnometer + air (w 4 ) = gr Temperatur t C = 54.5 gr Berat tanah kering (A) = w 2 -w 1 = 10.6 gr Berat tanah basah (B) = w 3 -w 4 = 3.2 gr Berat air (C) = A-B = 7.4 gr

151 135 Berat Jenis = Berat picnometer kosong (w 1 ) = 34.9 gr Berat picnometer + tanah kering (w 2 ) = 44.9 gr Berat picnometer + tanah + air (w 3 ) = gr Berat picnometer + air (w 4 ) = gr Temperatur t C = 52 gr Berat tanah kering (A) = w 2 -w 1 = 10 gr Berat tanah basah (B) = w 3 -w 4 = 4.3 gr Berat air (C) = A-B = 5.7 gr A C Benda Uji 1 Berat Jenis = A C = = Benda Uji 2 Berat Jenis = A C = = Benda Uji 3 Berat Jenis = A C = = Benda Uji 4 Berat Jenis = A C = = Kadar Air Rata-Rata = = %

152 Tabel Data Perhitungan No Percobaan Cawan Berat piknometer kosong (w 1 gr) Berat piknometer + tanah kering (w 2 gr) Berat piknometer + tanah basah + air (w 3 gr) Berat piknometer + air (w 4 gr) Temperatur (t C) Berat tanah kering : A =( w 2 -w 1 ) Berat tanah basah : B =(w 3 -w 4 ) Berat air (C) = A - B Berat Jenis (BJ) = A/C Berat jenis rata-rata C. Pemeriksaan Batas Cair Tanah Liat 1. Perhitungan Data Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3 Benda Uji 4 Jumlah Pukulan = 10 pukulan Berat cawan (w 1 ) = 9.7 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 20 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 17 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 3.1 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 7.5 gr Jumlah Pukulan = 20 pukulan Berat cawan (w 1 ) = 9.9 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 23 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 19 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 3.9 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 9 gr Jumlah Pukulan = 30 pukulan Berat cawan (w 1 ) = 10 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 23 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 19 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 3.9 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 9.1 gr

153 137 Benda Uji 5 Benda Uji 6 Jumlah Pukulan = 35 pukulan Berat cawan (w 1 ) = 9.6 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 20 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 17 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 3.2 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 7.2 gr Jumlah Pukulan = 35 pukulan Berat cawan (w 1 ) = 9.7 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 19 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 17 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 2.9 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 6.8 gr Jumlah Pukulan = 40 pukulan Berat cawan (w 1 ) = 9.8 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 24 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 20 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 4.3 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 10 gr Kadar Air = A x 100% B Dimana : A = Berat air (gr) Berat tanah kering B = (gr) Benda Uji 1 Kadar Air = A x 100% B = 3.1 x 100% 7.5 = % Benda Uji 2 Kadar Air = A x 100% B = 3.9 x 100% 9 = % Benda Uji 3

154 138 Kadar Air = A x 100% B = 3.9 x 100% 9.1 = % Benda Uji 4 Kadar Air = A x 100% B = 3.2 x 100% 7.2 = % Benda Uji 5 Kadar Air = A B x 100% = x 100% = % Benda Uji 6 Kadar Air = A B x 100% = x 100% = % Kadar Air Rata-Rata = = % 2. Tabel Data Perhitungan No Pemeriksaan 1 No Percobaan Jumlah Pukulan Berat cawan kosong (W 1 gr)

155 139 4 Berat cawan + tanah basah (W 2 gr) Berat cawan + tanah kering (W 3 ) Berat air (W 2 -W 3 gr) Berat tanah kering (W 3 -W 1 ) Kadar air w = (W 2 -W 3 ) x 100% / (W 3 -W 1 ) Kadar air rata-rata (w %) D. Pemeriksaan Batas Plastis dan Indeks Plastisitas Tanah Liat 1. Perhitungan Data Benda Uji 1 Berat cawan + tutup (w 1 ) = 13.7 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 27.4 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 24.4 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 3 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 10.7 gr Benda Uji 2 Berat cawan + tutup (w 1 ) = 14.1 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 27.4 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 24.4 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 3 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 10.3 gr Benda Uji 3 Berat cawan + tutup (w 1 ) = 14.2 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 27.5 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 24.7 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 2.8 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 10.5 gr Benda Uji 4 Berat cawan + tutup (w 1 ) = 13.9 gr Berat cawan + tanah basah (w 2 ) = 25.9 gr Berat cawan + tanah kering (w 3 ) = 23.1 gr Berat air (A) = w 2 -w 3 = 2.8 gr Berat tanah kering (B) = w 3 -w 1 = 9.2 gr Kadar Air = A B x 100% Dimana : A = Berat air (gr) B = Berat tanah kering (gr) Benda Uji 1 Kadar Air = A x 100%

156 140 B = x 100% = % Benda Uji 2 Kadar Air = A B x 100% = x 100% = % Benda Uji 3 Kadar Air = A B x 100% = x 100% = % Benda Uji 4 Kadar Air = A B x 100% = x 100% = % Kadar Air Rata-Rata = = % Indeks Plastisitas = Liquid Limit - Plastis Limit = = (lempung) 2. Tabel Data Perhitungan Percobaan Cawan Berat cawan + tutup (W1 gr) Berat cawan + tanah basah (W2 gr) Berat cawan + tanah kering (W3)

157 141 Berat air (W2-W3 gr) Berat tanah kering (W3-W1) Kadar air w = (W2-W3) x 100% / (W3- W1) Kadar air rata-rata (w %) LAMPIRAN III ANALISA DATA SPSS 16 A. Analisa Kuat Tekan Batu Bata 1. Uji Normalitas (Metode Lilliefors) a. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 12 Jam

158 142 Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Tekan % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Tekan * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) e. Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal f. Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,226 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,165 > 0,05 maka data berdistribusi normal. b. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% %

159 143 Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Tekan % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Tekan a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,110 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,166 (Shapiro-Wilk). 0,110 dan 0,166 > 0,05 maka data berdistribusi normal. c. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 36 Jam

160 144 Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % BJ % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Tekan * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,108 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,108 > 0,05 maka data berdistribusi normal. d. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 60 Jam

161 145 Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % BJ % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Tekan a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk kuat tekan sebesar 0,197 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,197 (Shapiro-Wilk). 0,197 dan 0,197 > 0,05 maka data berdistribusi normal. 2. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi

162 146 Case Processing Summary Cases Included Excluded Total N Percent N Percent N Percent Tekan * Waktu % 0.0% % Tekan * Prosentase % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebangay 20 buah (included=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (excluded = 0%). Menurut Hartono (2010) : e. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika signifikans (Sig.) < 0,05 maka data dinyatakan linear dan jika signifikansi (Sign.) > 0,05 maka data dinyatakan tidak linear. f. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika nilai F hitung > F tabel maka arah regresi berarti sedangkan jika nilai F hitung < F tabel maka arah regresi tidak berarti, dengan taraf signifikansi 5%. ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Tekan * Waktu Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan kuat tekan dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,000 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,24 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 31,081 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi linear (Tulus Winarsunu,2007).

163 147 ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Tekan * Prosentase Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan kuat tekan dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,077 (<0,05) berarti data tidak linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15 sebesar 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 3,601 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi non-linear (Tulus Winarsunu,2007). 3. Analisis Regresi Non-Linear (Polinomial) a. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Dependent Variable:Tekan Model Summary and Parameter Estimates Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,968 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 96,8%. Sedangkan 3,2% (100%-96,8% ) dipengaruhi oleh variable lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap kuat tekan batu bata adalah 96,8%. sedangkan pengaruh variabel lain 3,2%

164 148 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 29,998 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (29,998 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,032 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel kuat tekan batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = 0,001x 2 + 0,007x + 2,204 Dimana : Y = Kuat Tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 2,204 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 2,204. b) Koefisien regresi sebesar 0,003 dan 0,001 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,003 dan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,001 kuadrat.

165 149 Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polynomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya kuat tekan maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) b. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Tekan Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,975 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 97,5%. Sedangkan 2,5% (100%-97,5% ) dipengaruhi oleh variable lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap kuat tekan batu bata adalah 97,5%. sedangkan pengaruh variable lain 2,5% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010).

166 150 a) Besarnya nilai F dihitung adalah 39,303 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (39,303 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,025 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel kuat tekan batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = -0,002x 2 + 0,026x + 4,860 Dimana : Y = Kuat Tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 4,860 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variable Y adalah 4,860. b) Koefisien regresi sebesar 0,026 dan -0,002 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,026 dan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,002 kuadrat. Grafik

167 151 Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polynomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya kuat tekan maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) c. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Tekan Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,995 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independent) terhadap perubahan variabel dependen adalah 99,5%. Sedangkan 0,5% (100%-99,5% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap kuat tekan batu bata adalah 99,5%. sedangkan pengaruh variabel lain 0,5% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 197,855 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (197,855 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,005 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependent, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel kuat tekan batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c

168 152 Y = -0,001x 2 + 0,020x + 5,549 Dimana : Y = Kuat Tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 5,549 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 5,549. b) Koefisien regresi sebesar 0,026 dan -0,020 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,020 dan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,001 kuadrat. Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polynomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya kuat tekan maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011). d. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Tekan Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase.

169 153 Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,969 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 96,9%. Sedangkan 3,1% (100%-96,9% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi variasi karbon terhadap kuat tekan batu bata adalah 96,9%. sedangkan pengaruh variabel lain 3,1% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 31,496 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (31,496 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,031 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel kuat tekan batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = -0,002x 2-0,065x + 6,488 Dimana : Y = Kuat Tekan batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 5,549 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 5,549. b) Koefisien regresi sebesar -0,065 dan -0,002 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,065 dan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,002 kuadrat.

170 154 Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya kuat tekan maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) B. Analisa Berat Jenis Batu Bata 1. Uji Normalitas (Metode Lilliefors) a. Variasi Penambahan Karbon Dengan Waktu Pembakaran 12 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % BJ % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%).

171 155 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * BJ a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,169 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,165 (Shapiro-Wilk). 0,169 dan 0,165 > 0,05 maka data berdistribusi normal. b. Variasi Penambahan Karbon Dengan Waktu Pembakaran 24 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % BJ % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%).

172 156 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * BJ a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,192 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,161 (Shapiro-Wilk). 0,192 dan 0,161 > 0,05 maka data berdistribusi normal. c. Variasi Penambahan Karbon Dengan Waktu Pembakaran 36 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % BJ % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%).

173 157 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * BJ * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,542 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,542 > 0,05 maka data berdistribusi normal. d. Variasi Penambahan Karbon Dengan Waktu Pembakaran 60 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % BJ % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * BJ * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

174 158 Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk berat jenis (BJ) sebesar 0,855 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,210 (Shapiro-Wilk). 0,855 dan 0,210 > 0,05 maka data berdistribusi normal. 2. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi Case Processing Summary Cases Included Excluded Total N Percent N Percent N Percent BJ * Waktu % 0.0% % BJ * Prosentase % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebangak 20 buah (included=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (excluded = 0%). Menurut Hartono (2010) : a. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika signifikans (Sig.) < 0,05 maka data dinyatakan linear dan jika signifikansi (Sign.) > 0,05 maka data dinyataka tidak linear. b. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika nilai F hitung > F tabel maka arah regresi berarti sedangkan jika nilai F hitung < F tabel maka arah regresi tidak berarti, dengan taraf signifikansi 5%.

175 159 ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. BJ * Waktu Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan berat jenis dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,002 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,24 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 4,752 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi linear (Tulus Winarsunu,2007). ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. BJ * Prosentase Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan berat jenis dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,002 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15 sebesar 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 3,583 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi linear (Tulus Winarsunu,2007).

176 Analisis Regresi Linear a. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Model Summary Adjusted R Std. Error of the R R Square Square Estimate The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan besarnya persentase pengaruh variable bebas atau variable predictor terhadap variable terikatnya. 1) Angka R sebesar 0,940 menunjukkan hubungan yang sangat kuat (94%) antara variable X dengan Y 2) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,884 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 88,4%. Sedangkan 11,6% (100%-88,4% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh waktu pembakaran dan variasi arang terhadap berat jenis batu bata adalah 88,4%. sedangkan pengaruh variabel lain 11,6% 3) Standard error of the estimate adalah 0,011 berarti perkiraan kesalahan lebih kecil dari 0,05, sehingga regresi layak digunakan (Yanrest,2003) ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression Residual Total The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen dengan menggunakan besarnya nilai F. (Hartono,2010) 1) Besarnya nilai F dihitung adalah 32,550 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =1 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tabel (32,550 > 9,55)

177 161 2) Besar signifikansinya 0,011. Signifikansi tabel anova 0,011 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel berat jenis batu bata. Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig. Prosentase (Constant) Tabel coefficient di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1) Bagian ini menggambarkan persamaan regresi: (Hartono, 2010) Y = a + bx Y = 1,919 0,002X Dimana : Y = Berat jenis batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 1,919 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 1,919. b) Koefisien regresi sebesar -0,002 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negative) variabel Y sebesar 0,002. 2) Pengambilan keputusan (Yarnest, 2008) a) Dengan membandingkan statistic hitung dengan statistic tabel. (1) Jika statistic t hitung < statistic t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak. (2) Jika statistic t hitung >statistic t tabel, maka Hi diterima dan Ho ditolak

178 162 Dari tabel output di atas terlihat bahwa t hitung adalah -4,783 sedangkan untuk tabel statistik pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 adalah sebesar 9,55. Itu berarti t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak. b) Berdasarkan probabilitas signifikansi. Ketentuannya adalah sebagai berikut: (Hartono,2010) a) Bila sig. < dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat signifikan. b) Bila sig. > dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat tidak signifikan Besar signifikansinya 0,011 lebih kecil dari 0,05. Ini berarti pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata signifikan atau ada pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata. Grafik b. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Model Summary Adjusted R Std. Error of the R R Square Square Estimate The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan besarnya persentase pengaruh variable bebas atau variable predictor terhadap variable terikatnya.

179 163 1) Angka R sebesar 0,932 menunjukkan hubungan yang sangat kuat (93,2%) antara variable X dengan Y 2) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,869 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 86,9%. Sedangkan 13,1% (100%-86,9% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh waktu pembakaran dan variasi arang terhadap berat jenis batu bata adalah 86,9%. sedangkan pengaruh variabel lain 13,1% 3) Standard error of the estimate adalah 0,013 berarti perkiraan kesalahan lebih kecil dari 0,05, sehingga regresi layak digunakan (Yanrest,2003) ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression Residual Total The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan apakah variasi nilai variable bebas atau variable independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen dengan menggunakan besarnya nilai F. (Hartono,2010) 1) Besarnya nilai F dihitung adalah 30,001 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tabel (30,001 > 9,55) 2) Besar signifikansinya 0,012. Signifikansi tabel anova 0,012 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variable independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel berat jenis batu bata.

180 164 Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig. Prosentase (Constant) Tabel coefficient di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1) Bagian ini menggambarkan persamaan regresi: (Hartono, 2010) Y = a + bx Y = 1,911 0,003X Dimana : Y = Berat jenis batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 1,911 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 1,911. b) Koefisien regresi sebesar -0,002 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negative) variabel Y sebesar 0,002. 2) Pengambilan keputusan (Yarnest, 2008) a) Dengan membandingkan statistic hitung dengan statistic tabel. (1) Jika statistic t hitung < statistic t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak. (2) Jika statistic t hitung >statistic t tabel, maka Hi diterima dan Ho ditolak Dari tabel output di atas terlihat bahwa t hitung adalah -4,463 sedangkan untuk tabel statistik pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 adalah sebesar 9,55. Itu berarti t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak. b) Berdasarkan probabilitas signifikansi. Ketentuannya adalah sebagai berikut: (Hartono,2010) (1) Bila sig. < dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat signifikan.

181 165 (2) Bila sig. > dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat tidak signifikan Besar signifikansinya 0,012 lebih kecil dari 0,05. Ini berarti pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata signifikan atau ada pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata. Grafik c. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Model Summary Adjusted R Std. Error of the R R Square Square Estimate The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan besarnya persentase pengaruh variable bebas atau variable predictor terhadap variable terikatnya. 1) Angka R sebesar 0,989 menunjukkan hubungan yang sangat kuat (98,9%) antara variable X dengan Y 2) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,978 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 97,8%. Sedangkan 2,2% (100%-97,8% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh waktu pembakaran dan variasi arang terhadap berat jenis batu bata adalah 97,8%. sedangkan pengaruh variabel lain 2,2% 3) Standard error of the estimate adalah 0,008 berarti perkiraan kesalahan lebih kecil dari 0,05, sehingga regresi layak digunakan (Yanrest,2003)

182 166 ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression Residual Total The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan apakah variasi nilai variable bebas atau variable independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen dengan menggunakan besarnya nilai F. (Hartono,2010) 1) Besarnya nilai F dihitung adalah 137,945 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tabel (137,945 > 9,55) 2) Besar signifikansinya 0,001. Signifikansi tabel anova 0,001 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variable independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel berat jenis batu bata. Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig. Prosentase (Constant) Tabel coefficient di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1) Bagian ini menggambarkan persamaan regresi: (Hartono, 2010) Y = a + bx Y = 1,904 0,004X Dimana : Y = Berat jenis batu bata X = Variasi penambahan karbon

183 167 a) Konstanta sebesar 1,904 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 1,904. b) Koefisien regresi sebesar -0,004 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negative) variabel Y sebesar 0,004. 2) Pengambilan keputusan (Yarnest, 2008) a) Dengan membandingkan statistic hitung dengan statistic tabel. (1) Jika statistic t hitung < statistic t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak. (2) Jika statistic t hitung >statistic t tabel, maka Hi diterima dan Ho ditolak Dari tabel output di atas terlihat bahwa t hitung adalah -11,583 sedangkan untuk tabel statistik pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 adalah sebesar 9,55. Itu berarti t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak. b) Berdasarkan probabilitas signifikansi. Ketentuannya adalah sebagai berikut: (Hartono,2010) (1) Bila sig. < dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat signifikan. (2) Bila sig. > dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat tidak signifikan Besar signifikansinya 0,001 lebih kecil dari 0,05. Ini berarti pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata signifikan atau ada pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata. Grafik

184 168 d. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Model Summary Adjusted R Std. Error of the R R Square Square Estimate The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan besarnya persentase pengaruh variable bebas atau variable predictor terhadap variable terikatnya. 1) Angka R sebesar 0,951 menunjukkan hubungan yang sangat kuat (95,1%) antara variable X dengan Y 2) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,904 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 90,4%. Sedangkan 9,6% (100%-90,4% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh waktu pembakaran dan variasi arang terhadap berat jenis batu bata adalah 90,4%. sedangkan pengaruh variabel lain 9,6% 3) Standard error of the estimate adalah 0,021 berarti perkiraan kesalahan lebih kecil dari 0,05, sehingga regresi layak digunakan (Yanrest,2003) ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression Residual Total The independent variable is Prosentase. Tabel di atas menjelaskan apakah variasi nilai variable bebas atau variable independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen dengan menggunakan besarnya nilai F. (Hartono,2010) 1) Besarnya nilai F dihitung adalah 36,094 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tabel (36,094 > 9,55)

185 169 2) Besar signifikansinya 0,009. Signifikansi tabel anova 0,009 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variable independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel berat jenis batu bata. Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig. Prosentase (Constant) Tabel coefficient di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : 1) Bagian ini menggambarkan persamaan regresi: (Hartono, 2010) Y = a + bx Y = 1,809 0,005X Dimana : Y = Berat jenis batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 1,809 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 1,809. b) Koefisien regresi sebesar -0,005 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negative) variabel Y sebesar 0,005. 2) Pengambilan keputusan (Yarnest, 2008) a) Dengan membandingkan statistic hitung dengan statistic tabel. (1) Jika statistic t hitung < statistic t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak. (2) Jika statistic t hitung >statistic t tabel, maka Hi diterima dan Ho ditolak

186 170 Dari tabel output di atas terlihat bahwa t hitung adalah -5,318 sedangkan untuk tabel statistik pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 adalah sebesar 9,55. Itu berarti t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak. b) Berdasarkan probabilitas signifikansi. Ketentuannya adalah sebagai berikut: (Hartono,2010) (1) Bila sig. < dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat signifikan. (2) Bila sig. > dari 0,05 berarti pengaruh variable bebas terhadap variable terikat tidak signifikan Besar signifikansinya 0,009 lebih kecil dari 0,05. Ini berarti pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata signifikan atau ada pengaruh penambahan karbon terhadap berat jenis batu bata. Grafik

187 171 C. Analisa Susut Bakar Batu Bata 1. Uji Normalitas (Metode Lilliefors) a. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Susut % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Susut * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,314 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,314 > 0,05 maka data berdistribusi normal.

188 172 b. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Susut % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Susut a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,127 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,314 (Shapiro-Wilk). 0,127 dan 0,314 > 0,05 maka data berdistribusi normal.

189 173 c. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Susut % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Susut a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,188 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,294 (Shapiro-Wilk). 0,188 dan 0,294 > 0,05 maka data berdistribusi normal.

190 174 d. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Susut % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Susut * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk susut bakar sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,314 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,314 > 0,05 maka data berdistribusi normal.

191 Uji Linearitas dan Keberartian Regresi Case Processing Summary Cases Included Excluded Total N Percent N Percent N Percent Susut * Waktu % 0.0% % Susut * Prosentase % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebangay 20 buah (included=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (excluded = 0%). Menurut Hartono (2010) : a. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika signifikans (Sig.) < 0,05 maka data dinyatakan linear dan jika signifikansi (Sign.) > 0,05 maka data dinyatakan tidak linear. b. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika nilai F hitung > F tabel maka arah regresi berarti sedangkan jika nilai F hitung < F tabel maka arah regresi tidak berarti, dengan taraf signifikansi 5%. ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Susut * Waktu Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan susut bakar dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,000 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F

192 176 tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,24 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 75,987 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi linear (Tulus Winarsunu,2007). ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Susut * Prosentase Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan susut bakar dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,536 (>0,05) berarti data tidak linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15 sebesar 4,01 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 3,601 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi non-linear (Tulus Winarsunu,2007). 3. Analisis Regresi Non-Linear (Polinomial) a. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Susut Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,874 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independent) terhadap perubahan variabel

193 177 dependen adalah 87,4%. Sedangkan 12,6% (100%-87,4% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap susut bakar batu bata adalah 87,4%. Sedangkan pengaruh variabel lain 12,6% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 9,611 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (9,611 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,026 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variable bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependent, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel susut bakar batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = -0,001x 2 + 0,007x + 10,375 Dimana : Y = Susut Bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 10,375menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 10,375. b) Koefisien regresi sebesar 0,007 dan 0,001 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,007 dan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,001 kuadrat.

194 178 Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya susut bakar maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) b. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Susut Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,937 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independent) terhadap perubahan variabel dependent adalah 93,7%. Sedangkan 17,3% (100%-93,7% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap susut bakar batu bata adalah 93,7%. sedangkan pengaruh variabel lain 17,3% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010).

195 179 a) Besarnya nilai F dihitung adalah 14,864 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (14,864 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,043 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel susut bakar batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = -0,001x 2 + 0,002x + 10,813 Dimana : Y = Susut Bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 10,813 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variable Y adalah 10,813. b) Koefisien regresi sebesar 0,002 dan 0,001 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,002 dan menurunkan (karena tanda negatif) variable Y sebesar 0,001 kuadrat. Grafik

196 180 Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya susut bakar maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) c. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Susut Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,976 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 97,6%. Sedangkan 23,4% (100%-97,6% ) dipengaruhi oleh v lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap susut bakar batu bata adalah 97,6%. sedangkan pengaruh variabel lain 23,4% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 39,892 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (39,892 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,024 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel susut bakar batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011)

197 181 Y = ax 2 + bx + c Y = 0,001x 2-0,004x + 10,958 Dimana : Y = Susut Bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 10,958 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 10,958. b) Koefisien regresi sebesar 0,004 dan 0,001 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,004 dan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,001 kuadrat. Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya susut bakar maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) d. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Susut Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase.

198 182 Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,986 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 98,6%. Sedangkan 12,4% (100%-97,6% ) dipengaruhi oleh variabel lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap susut bakar batu bata adalah 97,6%. Sedangkan pengaruh variabel lain 13,4% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 72,466 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel (72,466 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,014 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel susut bakar batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = 0,001x 2-0,004x + 11,237 Dimana : Y = Susut Bakar batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 10,237 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 10,237. b) Koefisien regresi sebesar 0,004 dan 0,001 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negatif) variable Y sebesar 0,004 dan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,001 kuadrat.

199 183 Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya susut bakar maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) D. Analisa Porositas Batu Bata 1. Uji Normalitas (Metode Lilliefors) a. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Porositas % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%).

200 184 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Porositas * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,840 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,840 > 0,05 maka data berdistribusi normal. b. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Porositas % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%).

201 185 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Porositas * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,336 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,336 > 0,05 maka data berdistribusi normal. c. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Porositas % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Porositas * a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

202 186 Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,469 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,469 > 0,05 maka data berdistribusi normal. d. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Prosentase % 0.0% % Porositas % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebanyak 5 buah (valid=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (missing = 0%). Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Prosentase * Porositas a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas: (Duwi Priyatno,2010) 1) Jika signifikansi >0,05 maka data berdistribusi normal 2) Jika signifikansi <0,05 maka data berdistribusi tidak normal

203 187 Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi untuk prosentase variasi karbon sebesar 0,200 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,787 (Shapiro-Wilk). 0,200 dan 0,787 > 0,05 maka data berdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk porositas sebesar 0,087 (Kolmogorov-Smirnov) dan 0,097 (Shapiro-Wilk). 0,087 dan 0,097 > 0,05 maka data berdistribusi normal. 2. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi Case Processing Summary Cases Included Excluded Total N Percent N Percent N Percent Porositas * Waktu % 0.0% % Porositas * Prosentase % 0.0% % Tabel di atas menggambarkan tentang jumlah data yang dimasukkan sebangay 20 buah (included=100%) dan tidak ada data yang dikeluarkan (excluded = 0%). Menurut Hartono (2010) : a. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika signifikans (Sig.) < 0,05 maka data dinyatakan linear dan jika signifikansi (Sign.) > 0,05 maka data dinyatakan tidak linear. b. Metode pengambilan keputusan untuk uji linearitas yaitu jika nilai F hitung > F tabel maka arah regresi berarti sedangkan jika nilai F hitung < F tabel maka arah regresi tidak berarti, dengan taraf signifikansi 5%. ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Porositas * Waktu Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total

204 188 Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan porositas dan waktu pembakaran mempunyai nilai signifikan sebesar 0,000 (<0,05) berarti data linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=3 dan df2=16 sebesar 3,24 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 52,978 (>F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi linear (Tulus Winarsunu,2007). ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. Porositas * Prosentase Between Groups (Combined) Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total Pada tabel output uji linearitas di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan porositas dan variasi penambahan karbon mempunyai nilai signifikan sebesar 0,263 (<0,05) berarti data tidak linear. Sedangkan untuk keberartian regresi diperoleh F tabel dengan a=5%, df1=4 dan df2=15 sebesar 3,06 (taraf signifikansi 5%) dan F hitung 1,350 (<F tabel), dapat disimpulkan bahwa arah regresi tak berarti. Sehingga dalam analisis regresi menggunakan regresi nonlinear (Tulus Winarsunu,2007). 3. Analisis Regresi Non-Linear (Polinomial) a. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 12 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Porositas Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase.

205 189 Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,970 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 97%. Sedangkan 3% (100%-97% ) dipengaruhi oleh variable lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap porositas batu bata adalah 97%. sedangkan pengaruh variabel lain 3% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 31,949 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel 31,949 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,03 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel porositas batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = 0,003x 2-0,092x + 9,924 Dimana : Y = Porositas batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 9,924 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 9,924. b) Koefisien regresi sebesar 0,092 dan 0,003 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,092 dan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,003 kuadrat.

206 190 Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya porositas maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) b. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 24 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Porositas Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,937 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 93,7%. Sedangkan 6,3% (100%-93,7% ) dipengaruhi oleh variable lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap porositas batu bata adalah 93,7%. sedangkan pengaruh variabel lain 6,3% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010).

207 191 a) Besarnya nilai F dihitung adalah 14,791 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel 14,791 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,043 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel porositas batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = 0,004x 2-0,094x + 7,727 Dimana : Y = Porositas batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 7,727 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 7,727. b) Koefisien regresi sebesar 0,094 dan 0,004 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,094 dan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,004 kuadrat. Grafik

208 192 Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya porositas maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) c. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 36 Jam Dependent Variable:Porositas Model Summary and Parameter Estimates Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase. Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,917 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 91,7%. Sedangkan 8,3% (100%-91,7% ) dipengaruhi oleh variable lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap porositas batu bata adalah 93,7%. sedangkan pengaruh variabel lain 8,3% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 11,072 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel 11,072 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,043 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel porositas batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = -0,002x 2-0,026x + 5,698

209 193 Dimana : Y = Porositas batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 5,698 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 5,698. b) Koefisien regresi sebesar 0,026 dan 0,002 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,026 dan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,002 kuadrat. Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya porositas maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011) d. Variasi Penambahan Karbon Pada Waktu Pembakaran 60 Jam Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable:Porositas Model Summary Parameter Estimates Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2 Quadratic The independent variable is Prosentase.

210 194 Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) Besar koefisien determinasi (R square) adalah 0,94 mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (independen) terhadap perubahan variabel dependen adalah 94%. Sedangkan 6% (100%-94% ) dipengaruhi oleh variable lain. Jadi pengaruh variasi karbon terhadap porositas batu bata adalah 94%. sedangkan pengaruh variabel lain 6% 2) Kolom F menjelaskan apakah variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen (Hartono,2010). a) Besarnya nilai F dihitung adalah 15,677 sedangkan F tabel pada a=5%, df 1 =2 dan df 2 =3 sebesar 9,55. Hal ini berarti F hitung > F tebel 15,677 > 9,55) b) Besar signifikansinya (sig.) 0,040 lebih kecil dari 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian variasi nilai variabel bebas atau variabel independen dapat menjelaskan variasi nilai dependen, dengan kata lain variasi penambahan karbon dapat memprediksi variabel porositas batu bata. 3) Kolom parameter estimates di atas menggambarkan persamaan regresi: (Danang Sunyoto, 2011) Y = ax 2 + bx + c Y = -0,002x 2 + 0,076x + 3,769 Dimana : Y = Porositas batu bata X = Variasi penambahan karbon a) Konstanta sebesar 3,769 menyatakan bahwa jika tidak ada variabel X maka variabel Y adalah 3,769. b) Koefisien regresi sebesar 0,076 dan 0,002 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan variabel X akan menaikkan (karena tanda positif) variabel Y sebesar 0,076 dan menurunkan (karena tanda negatif) variabel Y sebesar 0,002 kuadrat.

211 195 Grafik Garis yang berbentuk non-linear atau melengkung yang diikuti oleh data observasi disekitar garis tersebut menunjukkan bahwa model regresi polinomial layak digunakan untuk memprediksi besarnya porositas maksimum batu bata. (Danang Sunyoto, 2011)

212 196 LAMPIRAN IV DOKUMENTASI PENELITIAN A. Pemeriksaan Bahan Cawan Oven Timbangan Picnometer Kompor Listrik Ayakan

213 197 Air Destilasi Alat Cassagrande Alat Vibrator Cawan Porcelain Kaca Termometer

214 198 Graving Tool Palu/Penumbuk Solet

215 199 B. Pembuatan Batu Bata Tempurung Kelapa Karbon Tempurung Kelapa Karbon yang telah ditumbuk Karbon hasil ayakan Ayakan

216 200 Tanah Liat Perendaman Tanah Liat Pengadukan Tanah Liat Perhitungan Volume Tanah Liat Pencampuran Tanah Liat dan Karbon Karbon Tanah Liat yang Dicampur

217 201 Persiapan Pencetakan Pencetakan Batu Bata Pengeringan Batu Bata Penyusunan Batu Bata Kering Penandaan Pada Batu Bata Perawatan Batu Bata untuk Menghindari Air Hujan Persiapan Pembakaran Batu Bata Pembakaran Batu Bata

218 202 Batu Bata dalam Proses Pendinginan Matang Batu Bata yang Telah C. Pengujian Batu Bata Alat Uji Tekan Pengujian Tekan Batu Bata Penunjuk Nilai Uji Tekan Pengujian Berat Jenis dan Berat Kering Batu Bata

219 203 Perendaman Batu Bata untuk Uji Porositas Uji Berat Basah Batu Bata

220 204 LAMPIRAN V ANGGARAN BIAYA PEMBUATAN BATU BATA A. Anggaran Biaya Batu Bata Normal Menurut Muhammad Yusuf (2008), keuntungan penjualan batu bata dengan harga normal Rp. 230 dan dimensi batu bata 5x10x20 cm adalah sebagai berikut : 1. Pengeluaran Tanah liat : 1 truk x Rp = Rp Kayu bakar : 1,5 truk x Rp = Rp Transportasi : 1 bulan x Rp = Rp Manager : 1 orang x Rp = Rp Karyawan : 2 orang x Rp x 2,7 = Rp Total pengeluaran = Rp Pendapatan Penjualan : x Rp. 230 = Rp Total pendapatan = Rp Keuntungan : Rp Rp = Rp Keuntungan tersebut setara dengan Rp untuk 1000 batu bata. B. Anggaran Biaya Batu Bata dengan Penambahan Karbon Sesuai dengan asumsi harga yang disampaikan Muhammad Yusuf (2008), maka pembuatan batu bata dengan penambahan karbon dapat dihitung sebagai berikut: 1. Pengeluaran Tanah liat :1 truk x Rp = Rp Karbon : Penambahan karbon dihitung 8,1 % dari kebutuhan tanah liat. Jika 1 truk tanah liat sebanding dengan 8 m 3, maka karbon yang dibutuhkan adalah 8,1 % x 8 m 3 = 0,648 m 3.

221 205 Asumsi untuk 1 m 3 karbon sebanding dengan 50 kg, maka jumlah karbon yang dibutuhkan adalah 32,4 kg. sementara harga karbon tempurung kelapa adalah Rp /kg (agromaret.com,2012) Maka, 32,4 kg x Rp = Rp Kayu bakar: Untuk pembakaran selama 4 hari membutuhkan kayu bakar sebanyak 1,5 truk, maka pembakaran 1 hari (24 jam) membutuhkan kayu bakar sebanyak 0,375 truk. Sehingga, 0,375 truk x Rp = Rp Transportasi : 1 bulan x Rp = Rp Manager : 1 orang x Rp = Rp Karyawan : 2 orang x Rp x 2,7 = Rp Total Pengeluaran = Rp Pendapatan Penjualan : x Rp. 230 = Rp Total pendapatan = Rp Keuntungan : Rp Rp = Rp Keuntungan tersebut setara dengan Rp untuk 1000 batu bata. C. Perbandingan Keuntungan Penjualan Batu Bata Berdasarkan hasil perhitungan keuntungan untuk pembuatan batu bata normal dan batu bata dengan penambahan karbon, maka diperoleh selisih keuntungan sebagai berikut: Selisih = Keuntungan batu bata karbon - Keuntungan batu bata normal = Rp Rp = Rp Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan karbon dapat meredusi biaya pembuatan batu bata sebesar Rp untuk batu bata. Atau setara dengan Rp untuk 1000 batu bata.

222 206 LAMPIRAN IV DOKUMENTASI SURAT-SURAT PERIJINAN

223 207

224 208

225 209

226 210

227 211

228 212

229 213

230 214

231 215

232 216

233 217

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Sekam Padi Sekam padi merupakan salah satu limbah dari produk pertanian. Sekam padi atau kulit padi adalah bagian terluar dari butir padi yang menjadi hasil sampingan saaat proses

Lebih terperinci

MANFAAT PENAMBAHAN KARBON DARI MATERIAL LIMBAH PADA BATU BATA TRADISIONAL. The Benefits Of Additional Carbon From Waste Materials In Traditional Brick

MANFAAT PENAMBAHAN KARBON DARI MATERIAL LIMBAH PADA BATU BATA TRADISIONAL. The Benefits Of Additional Carbon From Waste Materials In Traditional Brick Techno, ISSN - 87 Volume No., Oktober 5 Hal. 98 9 MANFAAT PENAMBAHAN KARBON DARI MATERIAL LIMBAH PADA BATU BATA TRADISIONAL The Benefits Of Additional Carbon From Waste Materials In Traditional Brick Anis

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN TANAH LIAT DENGAN ABU SEKAM PADI DAN LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIK BATU BATA SKRIPSI

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN TANAH LIAT DENGAN ABU SEKAM PADI DAN LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIK BATU BATA SKRIPSI PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN TANAH LIAT DENGAN ABU SEKAM PADI DAN LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIK BATU BATA SKRIPSI Oleh: ERI FEBRIANI K1508010 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jl. A Yani No. 200 Pabelan Kartasura Surakarta

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jl. A Yani No. 200 Pabelan Kartasura Surakarta adding straw ash and rice husk ash on bricks mixture to improve quality and efficiency of traditional bricks industry PENAMBAHAN ABU JERAMI DAN ABU SEKAM PADI PADA CAMPURAN BATU BATA UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGANTIAN TANAH LIAT OLEH FLY ASH BATU BARA DAN LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA

PENGARUH PENGGANTIAN TANAH LIAT OLEH FLY ASH BATU BARA DAN LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA PENGARUH PENGGANTIAN TANAH LIAT OLEH FLY ASH BATU BARA DAN LAMA PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS BATU BATA SKRIPSI OLEH : CAHYANING KILANG PERMATASARI K1508032 PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bata merah merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat dinding. Bata merah terbuat dari tanah liat yang dibakar dengan suhu tinggi sampai bewarna kemerah-merahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dinding. Batu bata terbuat dari tanah lempung yang dibakar sampai. berwarna kemerah-merahan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dinding. Batu bata terbuat dari tanah lempung yang dibakar sampai. berwarna kemerah-merahan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Batu Bata 1. Pengertian Batu Bata Batu bata merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat dinding. Batu bata terbuat dari tanah lempung yang dibakar sampai berwarna

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM PADI TERHADAP KARAKTERISTIK BATU BATA MERAH PRESS

PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM PADI TERHADAP KARAKTERISTIK BATU BATA MERAH PRESS PENGARUH PENAMBAHAN ABU SEKAM PADI TERHADAP KARAKTERISTIK BATU BATA MERAH PRESS Yohanes Wahyu Dian Prasetyo 1) Seno Aji 2) & M. Arif Bakhtiar Efendi 3) 1 Alumni Prodi Teknik Sipil Fakultas Teknik Unmer

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN AIR PANTAI DAN LIMBAH DETERGEN TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR DINDING PASANGAN BATA MERAH.

PENGARUH PERENDAMAN AIR PANTAI DAN LIMBAH DETERGEN TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR DINDING PASANGAN BATA MERAH. PENGARUH PERENDAMAN AIR PANTAI DAN LIMBAH DETERGEN TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR DINDING PASANGAN BATA MERAH Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN CAMPURAN UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK DAN MEKANIS BATA

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN CAMPURAN UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK DAN MEKANIS BATA PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN CAMPURAN UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT FISIK DAN MEKANIS BATA Yusuf Amran,Rivan Rinaldi Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hajar Dewantara 15

Lebih terperinci

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT Abdul Halim, M. Cakrawala dan Naif Fuhaid Jurusan Teknik Sipil 1,2), Jurusan Teknik Mesin 3), Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan sesuai dengan SNI 03-6820-2002. Riyadi (2013) pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton menggunakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen struktural maupun non-struktural.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah lempung merupakan jenis tanah yang memiliki sifat yang kurang menguntungkan jika dijadikan tanah pendukung suatu konstruksi bangunan karena memiliki daya dukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Beton Konvensional Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat (semen). Beton mempunyai karakteristik tegangan hancur tekan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Kebanyakan para peneliti telah bereksperimen dengan penambahan suatu bahan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalulintas atau beban konstruksi diatasnya. Jika

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan produk industri barang pecah belah, seperti perhiasan dari tanah, porselin, ubin, batu bata, dan lain-lain

Lebih terperinci

Pengertian Keramik. Teori Keramik

Pengertian Keramik. Teori Keramik Pengertian Keramik Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani,keramikos, yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan ensiclopedia tahun 1950-an mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut SNI 03-3430-1994, dinding memiliki 2 macam yaitu: dinding pasangan (non-structural) atau dinding yang berperan menopang atap dan sama sekali tidak menggunakan cor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam dunia geoteknik tanah merupakansalah satu unsur penting yang yang pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik sipil baik sebagai bahan

Lebih terperinci

Di dalam penggunaannya sebagai bahan keramik, tanah liat yang tergolong secondary clay kita kenal dengan nama dan jenis sebagai berikut :

Di dalam penggunaannya sebagai bahan keramik, tanah liat yang tergolong secondary clay kita kenal dengan nama dan jenis sebagai berikut : I. Definisi Keramik Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang

Lebih terperinci

PENGARUH TERAK SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TARIK DAN BERAT JENIS BETON DENGAN METODE CAMPURAN PERBANDINGAN 1:2:3 SKRIPSI

PENGARUH TERAK SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TARIK DAN BERAT JENIS BETON DENGAN METODE CAMPURAN PERBANDINGAN 1:2:3 SKRIPSI PENGARUH TERAK SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TARIK DAN BERAT JENIS BETON DENGAN METODE CAMPURAN PERBANDINGAN 1:2:3 SKRIPSI Oleh: HARIYAWAN HERLANGGA K1509018 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Bata Beton Bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari bahan utama semen Portland, air dan agregat yang dipergunakan untuk pasangan dinding. Bata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian 11 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Beton Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian direkatkan dengan semen Portland yang direaksikan dengan

Lebih terperinci

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI 1987 Construction s Materials Technology Pasir Beton Pengertian Pasir beton adalah butiranbutiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dan ukuran butirnya sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain

Lebih terperinci

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

BAB V KERAMIK (CERAMIC) BAB V KERAMIK (CERAMIC) Keramik adalah material non organik dan non logam. Mereka adalah campuran antara elemen logam dan non logam yang tersusun oleh ikatan ikatan ion. Istilah keramik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia SNI 0324612002 Standar Nasional Indonesia ICS 91..30 Badan Standarisasi Nasional Prakata Metode oengambilan dan pengujian beton inti ini dimaksudkan sebagai panduan bagi semua pihak yang terlibat dalam

Lebih terperinci

PENGARUH TERAK SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT LEKAT DAN BERAT JENIS BETON DENGAN PERBANDINGAN 1:2:3

PENGARUH TERAK SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT LEKAT DAN BERAT JENIS BETON DENGAN PERBANDINGAN 1:2:3 PENGARUH TERAK SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT LEKAT DAN BERAT JENIS BETON DENGAN PERBANDINGAN 1:2:3 SKRIPSI Oleh: SUCI AMRI MUKTI ABUNDANT K1509038 JURUSAN PENDIDIKAN DAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batu bata adalah bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan yang berfungsi untuk bahan bangunan konstruksi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. The Concise Colombia Encyclopedia 1995, kata keramik berasal dari

BAB II KAJIAN TEORITIS. The Concise Colombia Encyclopedia 1995, kata keramik berasal dari 8 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Gerabah The Concise Colombia Encyclopedia 1995, kata keramik berasal dari bahasa Yunani (greeak) keramikos menunjuk pada pengertian gerabah; keramos menunjuk pada

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batako 2.1.1 Pengertian Batako Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh : SUNANDAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA Siregar (2014) menyebutkan pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri dari atas kristal-kristal silika (SiO 2 ) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan.

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT Riski Febriani 1, Usman Malik 2, Antonius Surbakti 2 1 Mahasiswa Program Studi S1Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. UCAPAN TERIMAKASIH... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR GRAFIK... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tanah memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perencanaan suatu konstruksi maka tanah menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan konstruksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Umum. Beton non pasir atau sering disebut juga dengan no fines concrete merupakan merupakan bentuk sederhana dari jenis beton ringan, yang dalam pembuatannya tidak menggunakan

Lebih terperinci

Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral,

Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral, II. Tinjauan Pustaka A. Pengertian Tanah Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

UJI COBA PENGGUNAAN SABUT KELAPA SEBAGAI PAPAN SERAT. Ninik Paryati 1)

UJI COBA PENGGUNAAN SABUT KELAPA SEBAGAI PAPAN SERAT. Ninik Paryati 1) 69 UJI COBA PENGGUNAAN SABUT KELAPA SEBAGAI PAPAN SERAT Ninik Paryati 1) 1) Jurusan Teknik Sipil, Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi Telp. 021-88344436 e-mail: nparyati@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR POLI-TEKNOLOGI VOL.11 NO.1, JANUARI 2012 PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR Amalia dan Broto AB Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri

Lebih terperinci

PENELITIAN PEMANFAATAN SERBUK BEKAS PENGGERGAJIAN KAYU SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PEMBUATAN BATA BETON (BATAKO) UNTUK PEMASANGAN DINDING

PENELITIAN PEMANFAATAN SERBUK BEKAS PENGGERGAJIAN KAYU SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PEMBUATAN BATA BETON (BATAKO) UNTUK PEMASANGAN DINDING WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 16 ISSN : 89-8592 PENELITIAN PEMANFAATAN SERBUK BEKAS PENGGERGAJIAN KAYU SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI PEMBUATAN BATA BETON (BATAKO) UNTUK PEMASANGAN DINDING Heri Sujatmiko

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 2. Bahan campuran yang akan

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG

PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG ISSN : 2598 3814 (Online), ISSN : 141 452 (Cetak) PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG Jupriah Sarifah, Bangun Pasaribu Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Batu Bata Batu Bata adalah suatu unsur bangunan yang dipergunakan dalam pembuatan konstruksi bangunan dan dibuat dari tanah liat ditambah air dengan atau tanpa campuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang sangat populer hingga saat ini, beton telah dipakai secara luas sebagai bahan konstruksi baik pada konstruki skala

Lebih terperinci

VARIASI TANAH LEMPUNG, TANAH LANAU DAN PASIR SEBAGAI BAHAN CAMPURAN BATU BATA. Elianora*), M. Shalahuddin, Aljirzaid

VARIASI TANAH LEMPUNG, TANAH LANAU DAN PASIR SEBAGAI BAHAN CAMPURAN BATU BATA. Elianora*), M. Shalahuddin, Aljirzaid Jurnal Teknobiologi, 1(2) 2010: 34-46 ISSN : 2087-5428 VARIASI TANAH LEMPUNG, TANAH LANAU DAN PASIR SEBAGAI BAHAN CAMPURAN BATU BATA Elianora*), M. Shalahuddin, Aljirzaid Fakultas Teknik Universitas Riau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang sering terjadi pada proyek pembangunan jalan adalah terjadinya penurunan tanah timbunan jalan, sehingga terjadi kerusakan pada aspal. Terjadinya penurunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Batako merupakan salah satu alternatif bahan dinding yang murah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Batako merupakan salah satu alternatif bahan dinding yang murah dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batako merupakan salah satu alternatif bahan dinding yang murah dan relatif kuat. Batako terbuat dari campuran pasir, semen dan air yang dipress dengan ukuran standard.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan. /BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air (PBI-2,1971). Seiring dengan penambahan umur, beton akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, inovasi dalam dunia konstruksi terus meningkat, seperti perkembangan kontruksi pada beton. Beton adalah salah satu bahan konstruksi yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH MARMER UNTUK PEMBUATAN PAVING STONE

PEMANFAATAN LIMBAH MARMER UNTUK PEMBUATAN PAVING STONE 54 NEUTRON, VOL.10, NO.2, AGUSTUS 2010: 54-59 PEMANFAATAN LIMBAH MARMER UNTUK PEMBUATAN PAVING STONE Sri Utami ABSTRAK Limbah marmer di Campurdarat Kabupaten Tulungagung sangat berlimpah, karena Tulungagung

Lebih terperinci

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK Oleh: Mulyati*, Saryeni Maliar** *Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ** Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen. 3.1 Tempat Penelitian Seluruh kegiatan dilakukan di Laboratorium pengembangan keramik Balai Besar Keramik, untuk

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu tahapan paling awal dalam perencanaan pondasi pada bangunan adalah penyelidikan tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

Pembahasan Hasil Penelitian: USAHA PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN KUALITAS GENTENG KERAMIK MELALUI TEKNOLOGI GELASIR

Pembahasan Hasil Penelitian: USAHA PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN KUALITAS GENTENG KERAMIK MELALUI TEKNOLOGI GELASIR Pembahasan Hasil Penelitian: USAHA PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN KUALITAS GENTENG KERAMIK MELALUI TEKNOLOGI GELASIR Oleh: Kristian H. Sugiyarto FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta A. PENDAHULUAN Gerabah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja.

KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja. KARAKTERISTIK FISIK CAMPURAN BATU BATA DENGAN MEMANFAATKAN ABU SISA PEMBAKARAN LIMBAH KAYU Oleh : I Made Nada. Ida Bagus Suryatmaja. Abstrak Industri pengolahan kayu didalam proses produksinya akan menghasilkan

Lebih terperinci

STANDAR PENGUJIAN KUALITAS BATA PENGGANTI

STANDAR PENGUJIAN KUALITAS BATA PENGGANTI STANDAR PENGUJIAN KUALITAS BATA PENGGANTI Oleh Ari Swastikawati, S.Si, M.A Balai Konservasi Peninggalan Borobudur A. Pengantar Indonesia merupakan negara yang kaya akan tinggalan cagar budaya. Tinggalan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI Petrus Peter Siregar 1 dan Ade Lisantono 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.

Lebih terperinci

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR NASKAH PUBLIKASI ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI Pengujian kualitas genteng pres (produk kabupaten Kebumen dan produk kabupaten Sukoharjo) UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Ari Tri Hatmanto NIM : K 1502010 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggalian dan penambangan menyebabkan berkurangnya sumber daya alam bahan penyusun beton terutama bahan agregat halus dan agregat kasar. Untuk mengantisipasi hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Karakteristik Tanah Lempung Tanah selalu mempunyai peranan yang sangat penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Kebanyakan problem tanah dalam keteknikan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Semen Semen merupakan bahan yang bersifat hirolis yang bila dicampur air akan berubah menjadi bahan yang mempunyai sifat perekat. Penggunaannya antara lain meliputi beton, adukan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH DAN VOLUME FOAM TERHADAP KUAT TEKAN, DAYA SERAP AIR, DAN BERAT JENIS BETON RINGAN FOAM DENGAN PERBANDINGAN 1 PC : 1 PS

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH DAN VOLUME FOAM TERHADAP KUAT TEKAN, DAYA SERAP AIR, DAN BERAT JENIS BETON RINGAN FOAM DENGAN PERBANDINGAN 1 PC : 1 PS PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH DAN VOLUME FOAM TERHADAP KUAT TEKAN, DAYA SERAP AIR, DAN BERAT JENIS BETON RINGAN FOAM DENGAN PERBANDINGAN 1 PC : 1 PS SKRIPSI Oleh : MAHARANI K1512039 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Batako semen atau batako pres merupakan batako yang dibuat dari campuran semen, pasir atau dapat juga diberi bahan tambah seperti abu batu dan bahan lainya. Ada yang dibuat secara

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Lebih terperinci

Wawasan tentang keramik: Mengenal lempung/tanah liat sebagai bahan pokok untuk produk keramik

Wawasan tentang keramik: Mengenal lempung/tanah liat sebagai bahan pokok untuk produk keramik Wawasan tentang keramik: Mengenal lempung/tanah liat sebagai bahan pokok untuk produk keramik Oleh : Sugihartono, Drs. Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta Abstrak Tanah liat merupakan suatu zat

Lebih terperinci

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH Proses Pembentukan Tanah. Tanah merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Tanah secara umum didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain

Lebih terperinci

KUAT TEKAN (COMPRESSION STRENGTH) KOMPOSIT LEMPUNG/PASIR PADA APLIKASI BATA MERAH DAERAH PAYAKUMBUH SUMBAR. Oleh :

KUAT TEKAN (COMPRESSION STRENGTH) KOMPOSIT LEMPUNG/PASIR PADA APLIKASI BATA MERAH DAERAH PAYAKUMBUH SUMBAR. Oleh : KUAT TEKAN (COMPRESSION STRENGTH) KOMPOSIT LEMPUNG/PASIR PADA APLIKASI BATA MERAH DAERAH PAYAKUMBUH SUMBAR Oleh : Ade Indra Dosen Teknik Mesin - Institut Teknologi Padang Abstract Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar Lampung Selatan

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar Lampung Selatan 29 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar Lampung Selatan 2. Semen portland yaitu semen baturaja dalam kemasan

Lebih terperinci