Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam."

Transkripsi

1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini tergolong ke dalam ruang lingkup manajemen rumah sakit yang membahas mengenai penyebab terhambatnya revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana kepada pejabat struktural dan fungsional pada tahun Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam.

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan mengangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Kemenhumkam, 2009). Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5/Menkes/pos 15/2005, pengertian rumah sakit yaitu suatu sarana upaya kesehatan dari pemerintah maupun swasta yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian (Kemenkes, 2005). Berdasarkan definisi tentang rumah sakit diatas, maka dapat disimpulkan bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan medis maupun pelayanan penunjang lainnya yang didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti 11

3 12 diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial serta memiliki fungsi untuk untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, rumah sakit harus selalu berpedoman pada fungsi dari rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5/Menkes/pos 17/2005, adapun fungsi rumah sakit adalah. 1. Tempat pengobatan (medical care) bagi penderita rawat jalan maupun bagi penderita yang dirawat inap 2. Tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan 3. Tempat pendidikan ilmu atau latihan tenaga medis maupun paramedis 4. Tempat pencegahan dan peningkatan kesehatan (Kemenkes, 2005). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Adapun fungsi rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 yaitu (Kemenhumkan, 2009). 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

4 13 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014, rumah sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan swasta. Rumah sakit yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan unit pelaksana teknis dari instansi Pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan ataupun instansi pemerintah lainnya. Rumah sakit yang didirikan dan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah harus merupakan unit pelaksana teknis daerah atau lembaga teknis daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit yang didirikan swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan (Kemenkes, 2014a). Berdasarkan bentuknya, rumah sakit dibedakan menjadi rumah sakit menetap, rumah sakit bergerak dan rumah sakit lapangan. 1. Rumah sakit menetap merupakan rumah sakit yang didirikan secara permanen untuk jangka waktu lama untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 2. Rumah sakit bergerak merupakan rumah sakit yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain.

5 14 3. Rumah sakit lapangan merupakan rumah sakit yang didirikan di lokasi tertentu selama kondisi darurat dalam pelaksanaan kegiatan tertentu yang berpotensi bencana atau selama masa tanggap darurat bencana. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. 1. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit umum dapat diklasifikasikan menjadi rumah sakit umum kelas A, B, C, dan D. Rumah sakit umum kelas D dapat diklasifikasikan menjadi rumah sakit umum kelas D dan rumah sakit umum kelas D pratama. 2. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah sakit khusus dapat diklasifikasikan menjadi rumah sakit khusus kelas A, B, dan C. 2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 547/Menkes/SK/VI/1994 dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Pamungkas, 2011). Berdasarkan Kepmenkes No.1197/Menkes/SK/X/2004 fungsi instalasi farmasi adalah sebagai tempat pengelolaan perbekalan farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan (Kemenkes, 2004). Menurut Siregar (2004)

6 15 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004). Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit sebagai suatu sistem yang utuh dan berorientasi kepada pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit memiliki tanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang berada di rumah sakit tersebut. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu bentuk kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat di rumah sakit. Berdasarkan adanya tuntutan pasien terhadap pelayanan kefarmasian yang bermutu, sehingga mengharuskan rumah sakit adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigama baru yang berorientasi kepada pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Sehingga rumah sakit harus selalu memberikan pelayanan yang bermutu untuk meningkatkan kepuasan pasien Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes Nomor 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, tugas dari IFRS yaitu : 1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian Klinis yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi. 2. Melaksanakan program sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.

7 16 3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan resiko. 4. Meningkatkan KIE serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien. 5. Berperan aktif dalam PFT. 6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan farmasi klinis. 7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit (Kemenkes, 2014b). Fungsi IFRS, yaitu: 1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai a. Memilih sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai secara efektif, efisien dan optimal. c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.

8 17 g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu. i. unit dose dosis harian. j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai (apabila sudah memungkinkan). k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai. l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan. m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai. n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai. 2. Pelayanan Farmasi Klinik a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat. b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat. c. Melaksanakan rekonsiliasi obat. d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien. e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis pakai. f. Melaksanakan visite mandiri atau bersama tenaga kesehatan lainnya. g. Memberikan konseling kepada pasien dan/atau keluarganya. h. Melaksanakan PTO.

9 18 1. Pemantauan efek terapi obat. 2. Pemantauan efek samping obat. 3. Pemantauan PKOD. i. Melaksanakan EPO. j. Melaksanakan dispensing sediaan steril. 1. Melakukan pencampuran obat suntik 2. Menyiapkan nutrisi parenteral 3. Melaksanakan penanganan sediaan obat sitotoksik 4. Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil k. Melaksanakan PIO kepada tenaga kesehatan lain. l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit. (Kemenkes, 2014b). 2.3 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1197/Menkes/SK/X/2004, yang dimaksud PFT adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staff medis dengan staff farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Kemenkes, 2004). Sedangkan dalam jurnal Shashikala (2013) disebutkan bahwa PFT merupakan panitia yang terdiri dari dokter, farmasi, dan tenaga kesehatan lainnya yang bertugas mengelola formularium, yang meliputi mengembangkan dan mempertahankan formularium serta menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang penggunaan obat (Shashikala, 2013). Dalam jurnal Anderski (2009) disebutkan bahwa PFT melakukan evaluasi klinik mengenai obat-obatan dan mengembangkan kebijakan untuk mengelola penggunaan obat dan administrasi obat. Panitia melakukan pertemuan secara teratur

10 19 untuk meninjau literatur medis dan klinis, pengalaman dan pemanfaatan pasien, data keuangan dan rekomendasi untuk menentukan keamanan dan efektivitas obat menggunakan berdasarkan keputusan (Andreski, 2009). Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi adalah. 1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya. 2. Melengkapi staff profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan. Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi adalah sebagai berikut. 1. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional. 2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, FRS, pedoman penggunaan antibiotika, dll. 3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait. 4. Melaksanakan pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut. Dalam jurnal Umnuaypornlert et.al (2014) diketahui bahwa fungsi PFT yaitu 1) Seleksi dan evaluasi obat formularium rumah 2) Mengembangkan kebijakan obat 3) Sistem pengawasan obat (Umnuaypornlert et.al, 2014) Keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Dalam sebuah rumah sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakannya suatu struktur organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara sebagai suatu tim pengarah dan pengambilan keputusan.

11 20 Anggota inti dapat dibantu oleh berbagai subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalam subpanitia terdiri dari dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker spesialis farmasi klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam setiap subpanitia. Selain subpanitia yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan penyakit sasaran obat, di beberapa rumah sakit subpanitia didasarkan pada SMF yang ada di rumah sakit tersebut. PFT dapat juga membentuk subpanitia untuk kegiatan tertentu, misalnya subpanitia pemantauan dan pelaporan ROM, subpanitia EPO, subpanitia pemantauan resistensi antibiotik, subpanitia formulasi dietetik, atau juga subpanitia khusus jika perlu. Dalam subpanitia khusus ini, seringkali melibatkan spesialis yang bukan anggota PFT. Susunan kepanitiaan PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi setiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1197/Menkes/SK/X/2004 yaitu. a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staff medis fungsional yang ada. b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari

12 21 dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat Panitia Farmasi dan Terapi diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat (Kemenkes, 2004). Adapun fungsi dan ruang lingkup Panitia Farmasi dan Terapi yaitu. 1. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama. 2. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staff medis. 3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus. 4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. 5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional. 6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

13 22 7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat (Kemenkes, 2004). Tugas apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi. Apoteker dalam PFT memiliki tugas antara lain: 1. Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris). 2. Menetapkan jadwal pertemuan. 3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan. 4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan. 5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit. 6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait. 7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan. 8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain. 9. Membuat FRS berdasarkan hasil kesepakatan PFT. 10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan. 11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat. 12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait (Kemenkes, 2004). PFT harus melakukan pertemuan minimal dua bulan sekali. Menurut Siregar dalam bukunya yang berjudul Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan diketahui bahwa untuk rumah sakit kecil, (seperti kelas C) pertemuan tetap dilaksanakan paling sedikit enam kali setahun, jika perlu dapat lebih dari itu. Untuk rumah sakit yang besar,

14 23 misalnya kelas A dan B, rapat panitia perlu diadakan minimal sekali dalam setiap bulan (Siregar, 2004). Jadwal pertemuan yang sering sangat diperlukan untuk meninjau dan memperbaharui formularium dengan obat baru dan indikasi baru, pengguna, atau obat berbahaya (Shashikala, 2013). Pertemuan untuk PFT sangat diperlukan untuk mendukung pengendalian obat di rumah sakit. Sekretaris sebaiknya aktif mendatangi anggota untuk memotivasi mereka hadir dalam pertemuan dengan membawa masukan dan usulan yang akan dibicarakan. Oleh karena fungsi dan ruang lingkup PFT yang luas, maka banyak pokok pembicaraan yang menarik yang dapat dicantumkan dalam agenda untuk didiskusikan (Siregar, 2004). Begitu pula menurut Pederson et al (2008) dalam Anderski (2009) pertemuan PFT per tahun sekitar tujuh kali, untuk rumah sakit besar bisa mencapai sepuluh kali per tahun (Andreski, 2009). Nair (1999) dalam Andreski (2009) PFT di rumah sakit memiliki dampak yang sangat signifikan. Evaluasi obat dalam pengendalian penyakit merupakan faktor penting dari kualitas pelayanan di rumah sakit (Andreski, 2009). Dalam memilih anggota PFT, pimpinan dan komite medik memiliki peran yang penting. Pimpinan dan komite medik agar merumuskan kriteria ketua, sekretaris dan anggota, narasumber, secara jelas berdasarkan ketersediaan, komitmen, kompetensi, prestasi ilmiah, pengalaman dan sikap. Penunjukan ketua, sekretaris, anggota harus memenuhi kriteria yang telah dirumuskan tersebut (Siregar, 2004). Komite medik wajib memberdayakan PFT dengan melaksanakan seluruh rekomendasi dan kebijakan yang ditetapkan oleh PFT dan menganjurkan semua staf medik dalam SMF melaksanakannya (Siregar, 2004). Menurut Hasan (1986), agar PFT dapat bekerja dengan efektif, diperlukan sejumlah persyaratan. Persyaratan pertama adalah kejelasan tugas PFT. Anggota PFT

15 24 sebaiknya dipilih dari kelompok yang mempunyai hubungan yang jelas dengan kinerja PFT. Kedua, PFT sebaiknya bersifat independen. Ketiga, PFT harus mengalokasikan waktu yang cukup untuk membina hubungan antar anggota sebelum melangkah memecahkan masalah penggunaan obat. PFT juga memerlukan dukungan semua pihak yang terkait dengan penggunaan obat (Anggraini, 2012). Untuk staf medis keuntungan utama dengan keberadaan PFT adalah adanya kegiatan program edukasi tentang obat bagi profesional kesehatan dan penderita. PFT dalam hampir semua rumah sakit pemerintah di negeri ini belum berdaya, yang dapat dilihat dari hasil karya mereka yang sangat minim (Siregar, 2004). PFT yang efektif harus mempunyai waktu untuk kegiatan penambahan dan penghapusan obat. Penambahan obat baru seharusnya diikuti dengan pengurangan obat yang sejenis dari formularium, meninjau kembali kelas terapi dalam formularium oleh dokter dan farmasis yang kompeten, dan meninjau kembali program untuk mengidentifikasi dan mengatasi problem penggunaan obat. Tanpa ketiga proses tersebut, formularium akan mengkoleksi obat tua yang sudah tidak sesuai dengan kriteria kemanfaatan dan keamanan (Anggraini, 2012). Dalam penelitian Anderski (2009) diketahui bahwa keterlibatan anggota PFT sangat penting dalam menentukan keputusan termasuk keputusan tentang obat formularium, pembatasan obat, maupun protokol pengobatan penyakit (Anderski, 2009). Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa keaktifan dari anggota sangat diperlukan untuk mendukung PFT dalam melakukan revisi dan evaluasi formularium di rumah sakit, sehingga pengendalian obat akan berjalan dengan baik yang nantinya akan memberikan dampak positif kepada pihak rumah sakit. Rendahnya tingkat pertemuan PFT akan mempengaruhi ekonomi rumah sakit, seperti yang terdapat dalam penelitian Wajiha (2014) yaitu rumah sakit yang tidak

16 25 memiliki PFT akan terhambat dalam hal keuangan. Jumlah obat yang semakin meningkat dan tidak terkendali karena rendahnya pertimbangan. Hal tersebut dikarenakan rendahnya pertemuan PFT dan kehaddiran anggota (Wajiha, 2014). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Umnuaypornlert, et.al (2014) diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terhambatnya kinerja PFT di rumah sakit yaitu kelebihan beban kerja karena anggota PFT tidak hadir dalam pertemuan karena adanya prioritas lain. (Umnuaypornlert, et.al, 2014). Hal tersebut karena tingginya jam kerja anggota PFT yang tinggi sehingga menyebabkan terhambatnya pertemuan PFT di rumah sakit. Kemudian terdapat faktor lain yaitu beberapa kebijakan tidak dikomunikasikan kepada semua praktisi kesehatan (Umnuaypornlert, et.al, 2014). Kurangnya komunikasi dapat mempengaruhi kinerja dari PFT di rumah sakit, sehingga ketua PFT rumah sakit harus mengkomunikasikan kepada seluruh staf medis mengenai kebijakan formularium. Penelitian yang dilakukan oleh Wajiha (2014) diketahui bahwa 65% rumah sakit di Karachi, Pakistan memiliki PFT. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa rumah sakit besar terdapat PFT yang aktif, sedangkan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit menengah kontribusi PFT yang kecil dan rumah sakit kecil cenderung diabaikan (Wajiha, 2014). Penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi PFT di rumah sakit kecil kurang aktif atau diabaikan. Sehingga formularium rumah sakit cenderung diabaikan dalam revisi dan evaluasi dikarenakan kurangnya kontribusi dan komitmen dari PFT dalam menjalankan tugasnya. 2.4 Formularium Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang

17 26 terus-menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staff profesional pelayanan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staff medik rumah sakit itu (Siregar, 2004). Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh PFT) untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan (Achmadi, 2008). FRS adalah daftar obat yang sudah disepakati staff medis, disusun oleh PFT yang ditetapkan oleh Pimpinan rumah sakit (Kemenkes, 2014b). FRS disusun berdasarkan formularium nasional. FRS harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi formularium di rumah sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai dengan kebijakan dan kebutuhan rumah sakit. Penyusunan dan revisi FRS dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan FRS yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional (Kemenkes, 2014b). Menurut American Society of Health System Pharmacists (2008) mendefinisikan formularium sebagai proses yang terus menerus dalam menetapkan kebijakan penggunaan obat, terapi, dan produk terkait dan identifikasi yang sesuai dengan medis serta cost-efective dalam memberikan pelayanan kepada pasien di pelayanan kesehatan (Andreski, 2009). Isi formularium terdiri atas. 1. Halaman judul. 2. Daftar nama anggota PFT. 3. Daftar isi. 4. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat. 5. Produk obat yang diterima untuk digunakan. 6. Lampiran (Achmadi, 2008).

18 27 FRS merupakan daftar obat yang telah disepakati untuk digunakan di rumah sakit, beserta informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan dan informasi lain mengenai tiap produk obat. Formularium yang telah disepakati di suatu rumah sakit perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (commitment) oleh pihakpihak yang terkait meliputi pengelola obat dan menyediakan obat-obat di rumah sakit sesuai dengan formularium rumah sakit serta dokter menggunakan obat-obat yang ada di FRS. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014, adapun tahapan penyusunan FRS yaitu: 1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing SMF berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik. 2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi. 3. Membahas usulan tersebut dalam rapat PFT, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar. 4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan PFT, dikembalikan ke masingmasing SMF untuk mendapatkan umpan balik. 5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF. 6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam FRS. 7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi. 8. Melakukan edukasi mengenai FRS kepada staff dan melakukan monitoring (Kemenkes, 2014b). Adapun kriteria pemilihan obat untuk masuk FRS, yaitu. 1. Mengutamakan penggunaan obat generik. 2. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.

19 28 3. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas. 4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan. 5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan. 6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien. 7. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung. 8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga terjangkau (Kemenkes, 2014b). Menurut WHO (2004) pada dasarnya manajemen obat di rumah sakit adalah cara mengelola tahap-tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi, sehingga dapat mencapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu (Fedrini, 2015). Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap FRS, maka rumah sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan obat dalam FRS dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan, efektifitas, risiko, dan biaya. Adapun pedoman penggunaan formularium adalah sebagai berikut. 1. Membuat kesepakatan antara staff medik dari berbagai disiplin ilmu dengan PFT dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staff medik harus mendukung sistem formularium yang diusulkan oleh PFT. 2. Staff medik harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap-tiap institusi.

20 29 3. Staff medik harus menerima kebijakan dan prosedur yang ditulis PFT untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan oleh PFT. 4. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah obat generik. 5. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi farmasi. 6. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama, seperti: a. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta. b. Dokter yang mempunyai obat pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan pada pertimbangan Farmakologi dan Terapi. c. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnoasa dan mengobati pasien (Achmadi, 2008). Revisi dan evaluasi formularium yang berjalan tepat waktu, diharapkan akan dapat menurunkan biaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Dengan adanya formularium dapat meningkatkan efisiensi pengadaan, pengelolaan obat serta meningkatkan efisiensi dalam manajemen persediaan. Siregar (2004) menyatakan bahwa pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara keseluruhan karena ketidakefisienan dan ketidaklancaran pengelolaan obat akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi (Siregar, 2004).

21 30 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2008) diketahui bahwa perkembangan obat baru di dunia sangat pesat, apabila FRS tidak dievaluasi dan direvisi secara rutin, maka FRS tersebut akan out of date. Hasil penelitian tersebut dikuatkan pula dengan pernyataan Rucker (1990) yang menyatakan bahwa formularium merupakan sarana yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pembiayaan pengobatan di rumah sakit. Formularium dapat menunjukkan tingkat keefektifan dalam mencapai sasaran terapi, ekonomi, dan atau administrasi (Anggraini, 2008). Menurut Seto (2004) dalam penelitian Malinggas, dkk (2015) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam persediaan obat di rumah sakit adalah pengontrolan jumlah stok obat untuk memenuhi kebutuhan. Jika stok obat terlalu kecil maka permintaan untuk penggunaan seringkali tidak terpenuhi sehingga pasien/konsumen tidak puas, sehingga kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dapat hilang dan diperlukan tambahan biaya untuk mendapatkan bahan obat dengan waktu cepat guna memuaskan pasien/konsumen. Jika stok terlalu besar maka menyebabkan biaya penyimpanan yang terlalu tinggi, kemungkinan obat akan menjadi rusak/kadaluarsa dan ada resiko jika harga bahan/obat turun (Malinggas, dkk, 2015). FRS memiliki banyak manfaat baik untuk rumah sakit. Suatu sistem formularium yang dikelola dengan baik mempunyai tiga kegunaan yang memberikan tiga keuntungan atau manfaat untuk rumah sakit. Kegunaan pertama dan utama dari sistem formularium adalah untuk membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat dalam rumah skait. Kegunaan kedua adalah sebagai bahan edukasi bagi staff tentang terapi obat yang tepat. Kegunaan ketiga memberi rasio manfaatbiaya yang tertinggi, bukan hanya sekedar pengurangan harga (Siregar, 2004)

22 31 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shasikala (2013) diketahui bahwa pengembangan formularium harus berdasarkan pada standar praktek klinis. Hal tersebut dapat menunjukkan keefektifan klinis, keselamatan pasien dan cost-effective untuk penggunaan obat yang rasional, dengan mengindentifikasi obat yang efektif dan aman. Hal tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk merasionalisasikan obat. Penerapan formularium akan memiliki dampak yang signifikan kepada staf medis dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan menggunakan obat yang rasional dan pemanfaatan obat yang tepat. Hal tersebut dapat membantu dalam melakukan evaluasi atau analisis pengobatan yang sangat berpengaruh pada pengendalian persediaan di rumah sakit (Shashikala, 2013). Formularium adalah hanya sebagian dari sistem. Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita (Siregar, 2004). Sistem formularium memiliki keuntungan dalam pelaksanaannya. Menurut Tayeb (2003) bahwa keuntungan ekonomi formularium yaitu dapat menghilangkan duplikasi obat dan mengurangi duplikasi stok, dan kesempatan pembelian dalam volume yang besar berarti harga yang lebih murah ke pasien. Sedangkan menurut Savelli (1996), yaitu dapat mengurangi jumlah hari rawat pasien setelah elimimnasi obat yang tidak aman dan tidak efektif, dan menghasilkan sebuah daftar obat yang digunakan dalam institusi tersebut (Trisna, 2012). 2.5 Studi Kualitatif Sutopo dan Arief (2010), mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan penelitian/studi kualitatif yaitu penelitian yang ditujukan untuk melakukan deskripsi dan analisis terhadap fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, persepsi dari setiap

23 32 individu maupun pada kelompok tertentu. Penelitian jenis ini bersifat induktif, dimana data di lokasi riset akan menjadi sumber utama adanya fenomena dan permasalahan dalam proses pengamatan yang dilakukan (Susilo, 2011). Dalam sebuah penelitian, studi kualitatif sering dianggap sebagai sesuatu yang mudah. Namun dalam kenyataannya studi kualitatif memerlukan suatu pemaparan yang jelas dan deskripsi yang baik agar dapat dimengerti dengan baik oleh pembaca. Suatu studi kualitatif harus disusun secara sistematis, berkesinambungan dan juga direncanakan dengan baik agar hasil yang didapatkan melalui studi tersebut dapat dipercaya oleh pembaca. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif menurut Arikunto (2002), yaitu. Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Pembeda Kejelasan Unsur Langkah penelitian Penjelasan Kuantitatif Kualitatif Tujuan, pendekatan subjek, Subjek sampel, subjek data sampel, sumber data sudah tidak mantap dan rinci mantap dan rinci sejak awal. masih fleksibel, timbul dan berkembangnya sambil jalan (emergent) Segala sesuatu disiapkan sampai Baru diketahui dengan matang ketika persiapan mantap dan jelas setelah disusun. penelitian selesai. Hipotesis a. Mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian b. Hipotesis menentukan hasil yang diramalkan Desain Pengumpulan data Dalam desain jelas langkahlangkah penelitian dan hasil yang diharapkan. Kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk diwakilkan. Teknik sampling: (probsbility) yang representatif Tidak menentukan hipotesis sebelumnya, tetapi dapat lahir selama penelitian berlangsung/tentatif. Hasil penelitian terbuka. Desain penelitiannya adalah fleksibel dengan langkah dan hasil yang tidak dapat dipastikan sebelumnya. Kegiatan pengumpulan data selalu harus dilakukan sendiri oleh peneliti.

24 33 Analisis data diluar yang dipergunakan penelitian kualitatif. Dilakukan sesudah semua data terkumpul. Dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Sumber: Penelitian Kualitatif-Aplikasi Pada Penelitian Ilmu Kesehatan oleh Dr. Wilhelmus Hary Susilo (2011) Adapun aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam studi kualitatif dalam buku yang ditulis Bungin (2004) p.167, meliputi: 1. Pengembangan pendekatan penelitian kualitatif terdiri dari 5 langkah yaitu: a. Langkah pertama: mencari makna b. Langkah kedua: berawal fakta c. Langkah ketiga: melakukan observasi, mencatat semua fakta secara holistik dan bersifat alamiah (naturalistik). d. Langkah keempat: memahami/interpretasi fakta, membuat deskripsi fenomena yang diamati. e. Langkah kelima: perumusan generalisasi bersifat teoritis, proporsi, konsep, teori (Susilo, 2011). meliputi: Strategi-strategi dalam penelitian kualitatif dalam buku Bungin (2004), Tabel 2.2 Strategi-Strategi Dalam Penelitian Kualitatif No Strategi Fokus pertanyaan Partisipan dan jumlahnya 1 Fenomenologi Apa makna Individu dalam setting literatur fenomenologi, sastra, deskripsi lainnya/6 partisipan. 2 Etnografi Seperti apa Individu dalam setting pengamatan/30- Metode pengumpulan data Wawancara in-depth Wawancara pengamatan, pelibatan dan dan catatan Tipe Hasil Deskripsi tentang pengalaman Deskripsi peristiwa sehari-hari

25 34 3 Teori Grounded 50 pewawancara Menyeluruh Individu dalam setting/30-50 partisipan 4 Etnosain Apa tipe Pengamat setting/ Etnologi kualitatif Bagaimana tanggapan Individu dalam settingan dan pengamat setting/unit-unit Wawancara in-depth dan pengamatan Wawancara mencari persamaan dan perbedaan Fotografi, video Deskripsi psikologi sosial, pengalaman Deskripsi tipe, karakteristik Deskripsi pola tanggapan behavioral Sumber: Penelitian Kualitatif-Aplikasi Pada Penelitian Ilmu Kesehatan oleh Dr. Wilhelmus Hary Susilo (2011) Jangka waktu dalam penelitian kualitatif memiliki waktu yang cukup lama, karena penelitian kualitatif bersifat penemuan. Namun, terdapat kemungkinan waktu penelitian yang dilakukan memiliki jangka waktu pendek, bila ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh. Dalam melakukan penelitian kualitatif, seorang peneliti harus memiliki kompetensi, yaitu: 1. Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang yang akan diteliti. 2. Mampu menciptakan rapport kepada setiap orang yang ada pada konteks sosial yang akan diteliti. Menciptakan rapport berarti mampu membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial. 3. Memiliki kepekaan untuk melihat setiap gejala yang ada pada objek penelitian (konteks sosial). 4. Mampu menggali sumber data dengan observasi partisipan, dan wawancara mendalam secara triangulasi, serta sumber-sumber lain. 5. Mampu menganalisis data kualitatif secara induktif berkesinambungan mulai dari analisis deskriptif, domain, komponensial, dan tema kultural/budaya.

26 35 6. Mampu menguji kredibilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, dan tranferabilitas hasil penelitian. 7. Mampu menghasilkan temuan pengetahuan, hipotesis atau ilmu baru. 8. Mampu membuat laporan secara sistematis, jelas, lengkap dan rinci (Sugiyono, 2012 ) A focused refer to a single cultural domain or a few reaalted domains merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial (Sugiyono, 2012). Permasalahan dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara sehingga teori yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian kualitatif masih bersifat sementara pula. Teori tersebut akan berkembang ketika peneliti memasuki lapangan atau konteks sosial. Dalam penelitian kualitatif memiliki sifat menemukan teori, berbeda halnya dengan penelitian kuantitatif dimana penelitian ini bersifat menguji hipotesis atau teori. Jika dibandingkan dengan penelitian kuantitatif, maka penelitian kualitatif lebih sulit untuk dilakukan karena data yang terkumpul bersifat subjektif dan instrumen sebagai alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif diharuskan untuk mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Peneliti kualitatif harus melakukan grounded research, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang diperoleh di lapangan atau situasi sosial. 2.6 Logic Model Secara umum, logic model dapat meningkatkan peran partisipatif dan kegunaan evaluasi adalah untuk manajemen dan alat pembelajaran. The WK Kellog Foundation (2004) mendefinisikan logic model sebagai berikut.

27 36 a picture of how your organization does its work-the teory and assumptions underlying the program. A program logic model links outcomes (both short-and long term) with program activities/proceses and the theoritical assumptions/principles of the program (Kellog, 2004). Dalam implementasinya, logic model terus berkembang dan para ahli memiliki nama yang berbeda-beda untuk model ini, seperti Program Theory yang diungkapkan oleh Weiss pada tahun 1998, Program Approach atau Theory of Action oleh Patton pada tahun 1997 (Mukhtar, 2013). Pada intinya, logic model merupakan sebuah metode yang sistematis dan visual untuk memetakan suatu program, inisiatif, atau intervensi ke dalam sebuah model, sehingga menunjukkan hubungan logis antara sumber daya yang diinvestasikan, aktivitas yang diimplementasikan, dan dampak yang dihasilkan oleh suatu program, inisiatif atau intervensi (Mukhtar, 2013) Model dasar logic model adalah sebagai berikut: Sumber: W.K. Kellog Foundation (2004) Gambar 2.1 The Basic Logic Model Adapun komponen-komponen dalam logic model adalah sebagai berikut: 1. Inputs, yaitu sumber daya yang dimiliki untuk mendukung program. Elemen inputs meliputi waktu, sumber daya manusia, dana, peralatan, partnership, basis penelitian dan teknologi. 2. Program Activities/process yaitu program apa yang akan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Activities adalah proses, alat, kegiatan,

28 37 teknologi, dan tindakan yang menggunakan sumber daya untuk mencapai output tertentu, yang melalui ini diharapkan tujuan atau hasil dari program tercapai. 3. Outputs, yaitu produk langsung yang dihasilkan dari aktivitas program dan meliputi jenis, tingkatan, dan target pelayanan yang diberikan oleh program. 4. Outcomes, yaitu perubahan spesifik yang dialami oleh partisipan program yang meliputi perilaku, pengetahuan, kemampuan, status dan level of functioning. outcome dapat dibedakan berdasarkan jangka waktunya yaitu jangka pendek (1-3 tahun), jangka menengah (4-6 tahun), dan jangka panjang (7-10 tahun). Outcome jangka panjang pada sebagian besar logic model disebut juga impact. 5. Impact, yaitu perubahan mendasar baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, yang terjadi pada organisasi, komunitas, atau sistem sebagai hasil dari aktivitas program selama 7-10 tahun (Kellog, 2004). Tujuan dari logic model adalah untuk memberikan stakeholder petunjuk yang menggambarkan rangkaian program yang berhubungan dengan kebutuhan perencanaan program dengan hasil yang diinginkan. Pemetaan tujuan program dapat membantu menggambarkan dan memahami bagaimana sumber daya manusia dan uang dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan program dan dapat memberikan kemajuan program. Logic model merupakan gambaran yang mewakili rencana besar dari logic model yaitu fleksibel, kekuatan dan/atau kelemahan, dan memberikan kesempatan kepada stakeholder untuk melewati skenario program yang terbaik. Menurut University Wisconsin-Extention (2003) dalam Mukhtar (2013), model yang komprehensif dari logic model yaitu:

29 38 Gambar 2.2 Full Logic Model Frameworks Sumber: Mukhtar, Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan revisi dan evaluasi formularium rumah sakit, yaitu:

30

31

32

33

34

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan pelayanan kesehatan yang bermutu, maka sebuah pelayanan kesehatan harus mampu memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN Mustika Meladiah 1 ; Harianto 2 ; Rachmawati 3 Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat 2.1 Definisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Farmasi klinik 1. Definisi Farmasi Klinik Farmasi klinik menurut Clinical Resource and Aundit Group (1996) diartikan sebagai disiplin kerja yang berkonsentrasi pada penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan BAB TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tingkatan Rumah Sakit. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum, rumah sakit umum daerah, rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, pembangunan dalam bidang kesehatan memiliki peran yang penting. Kesehatan merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR :33.A 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 33.A TAHUN 2012

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR :33.A 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 33.A TAHUN 2012 BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR :33.A 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 33.A TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini. Dengan meningkatnya status perekonomian masyarakat, kemudahan komunikasi serta peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

Hak Cipta dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-undang. Cetakan pertama, Desember : Drs. Rusli. Sp., FTS. Apt

Hak Cipta dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-undang. Cetakan pertama, Desember : Drs. Rusli. Sp., FTS. Apt Hak Cipta dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-undang Cetakan pertama, Desember 2016 Penulis : Drs. Rusli. Sp., FTS. Apt Pengembang Desain Intruksional: Dra. Lintang Patria, M.Kom. Desain oleh Tim P2M2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit 4 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan LAMPIRAN 57 Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan 58 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Tengah 59 Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian RSUD Depati Hamzah 60 Lampiran 4. Surat Ijin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu organisasi yag kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup (Kepmenkes,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA INSTALASI FARMASI PERIODE 2014

PROGRAM KERJA INSTALASI FARMASI PERIODE 2014 PROGRAM KERJA INSTALASI FARMASI PERIODE 2014 RSUD DR R SOETRASNO REMBANG Instalasi Farmasi RSUD dr. R. Soetrasno Rembang 2 I. Latar Belakang Dalam meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit perlu diterapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

Pelayanan Farmasi. Oleh : Supariyati. Jakarta April 2011

Pelayanan Farmasi. Oleh : Supariyati. Jakarta April 2011 Pelayanan Farmasi Click icon to to add add picture picture Oleh : Supariyati Jakarta April 2011 VISI DAN MISI RSUP-Persahabatan VISI Menjadi Rumah Sakit Terdepan dalam Menyehatkan Masyarakat dengan Unggulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang BAB II 2.1 Rumah Sakit TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1.1 Definisi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

PERANAN KOMITE FARMASI SEBAGAI BADAN NORMATIF NONSTRUKTURAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

PERANAN KOMITE FARMASI SEBAGAI BADAN NORMATIF NONSTRUKTURAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO PERANAN KOMITE FARMASI SEBAGAI BADAN NORMATIF NONSTRUKTURAL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO Bachtiar Saruddin Komite Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan pasien. Saat itu Farmasi Klinik

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam analisis kepuasan pasien, erat hubungannya dengan suatu kinerja, yaitu proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam menyediakan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Profesi Farmasi Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Farmasis adalah sarjana farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta pemerataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komite medik adalah perangkat RS untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola klinis) merupakan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI Oleh : MUTTI ATUN HAFSAH K 100 050 213 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah di Pulau Bangka merupakan penelitian noneksperimental. Metode dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota I.PENDAHULUAN Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi medik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PASIEN PENERIMA BANTUAN IURAN 2.1.1.Pengertian pasien penerima bantuan iuran Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit menyebutkan bahwa pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), BAB I PENDAHULUAN Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Menurut WHO, kesehatan adalah kondisi dinamis meliputi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci